FRAKTUR BAB II

Download metakarpal, metatarsal dan phalang sering menimbulkan fraktur Pada anak umur . 5-12 tahun ..... Journal of Bone and Joint Surgery / JBJS.B, ...

0 downloads 591 Views 975KB Size
FRAKTUR

BAB II

1. Deskripsi 2. Pola Garis Fraktur 3. Level Fraktur (Lokalisasi) 4. Evaluasi Fraktur (Assessment) 5. Fraktur Terbuka 6. Fraktur Patologis 7. Penyembuhan Fraktur (healing process) 8. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Penyambungan Fraktur 9. Beberapa Terminologi Komplikasi Proses Penyambungan Fraktur 10. Diagnosis 11. Pemeriksaan Radiologi 12. Manajemen Fraktur : a. Terapi Konservatif b. Terapi Operatif 13. Pasca Tindakan Pada Fraktur 14. Perawatan di Rumah Sakit 15. Komplikasi Fraktur 16. Fraktur pada Anak-Anak 17. Terminologi / Sinerai 18. Soal-Soal

SATUAN ACARA PENGAJARAN - 2 (SAP-2)

Mata Kuliah

: Trauma Muskuloskeletal

Pertemuan ke

: Dua

Waktu Pertemuan

: Dua jam

Nomer Kode / SKS :

A. Tujuan Instruksional 1. Umum : Pada akhir pertemuan, diskusi dan peragaan mahasiswa dapat memahami dan melakukan penetalaksanaan penderita fraktur secara efesien dan efektif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan pencegahan pada masyarakat.

2. Khusus : Memahami deskripsi / terminologi penyebab, pola garis fraktur, penilaian dan level fraktur, jenis fraktur yang didasarkan keutuhan kulit, proses penyambungan fraktur, mendiagnosis fraktur secara klinis dan penilaian radiograph, managemen sederhana maupun sementara fraktur dan komplikasinya serta perbedaan fraktur pada anak dengan dewasa.

B. Pokok Bahasan

: Fraktur

C. Sub Pokok Bahasan : 1. Batasan dan beberapa terminologi fraktur 2. Proses penyambungan fraktur 3. Menegakkan diagnosis fraktur 4. Menguasai tindakan sederhana atau sementara pada terapi fraktur 5. Memperkirakan

komplikasi

dan

cara

komplikasinya 6. Perbedaan fraktur pada anak-anak serta

pencegahan

fraktur

dan

D. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Tahap 1

Kegiatan Pengajaran 2

Pendahuluan ™ Menjelaskan masalah TIU dan TIK fraktur dan diskusi Penyajian 1 ™ Menjelaskan dan menjawab diskusi masalah terminology fraktur, komplit/inkomplit, stabil/tidak stabil, simple komunif, segmental, hairline, greenstick, kompresi, terbuka dan tertutup Penyajian 2 ™ Menjelaskan dan mendiskusikan menanggapi proses penyambungan fraktur: stadium hematoma, inflamasi, angiogesis dengan pembentukan tulang rawan, kalsifikasi dan remodeling dan proses abnormal Penyajian 3 ™ Membicarakan dan menjawab diskusi cara membuat diagnosis fraktur: look, feel dan move serta membaca radiograph. Penyajian 4 ™ Menjelaskan dan menanggapi diskusi tindakan sederhana atau sementara pada penderita fraktur: mitela, reposisi tertutup, pemasangan gip, pembidaian traksi, aspirasi cairan sendi, fasiotomi, pemberian

Kegiatan Mahasiswa 3 Memperhatikan dan menanggapi

Media

Multimedia

Mendiskusikan dan menanggapi

Multimedia

Memahami dan menanggapi

Multimedia

Memahami dan menanggapi

Multimedia

Memahami dan menanggapi

Multimedia / ilustrasi

Penyajian 5

Penyajian 6

Penutup

obat anti nyeri, sakit, antibiotika, antitrombin ™ Membicarakan komplikasi fraktur dan komplikasi tindakan serta pencegahan ™ Menjelaskan dan menanggapi diskusi perbedaan fraktur pada anak-anak: pola garis fraktur, penyembuhan dan pusat pertumbuhan serta manajemennya ™ Dengan penjelasan di atas mahasiswa dapat memahami beberapa terminologi, proses penyambungan dengan komplikasi, membuat diagnosis fraktur dengan tindakan sederhana atau sementara serta memikirkan komplikasi yang akan terjadi dan pencegahannya

Memahami dan menanggapi

Multimedia

Memahami dan menanggapi

Multimedia

Membuat rangkuman dari bahan ini

FRAKTUR

Objektif: Mahasiswa kedokteran diharapkan dapat : 1. Memahami macam-macam deskripsi fraktur 2. Menjelaskan penyebab fraktur Deskripsi Batasan fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang artinya terjadi pemutusan tulang maupun jarigan kartilago. Kejadian ini dapat inkomplit atau komplit sebagai akibat trauma. Energi yang sampai ke tulang melebihi dari batas kekuatan tulang sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung dari jenis (ringan, berat, dsb), arah dan kecepatan trauma tersebut. Trauma dapat langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak atau kejatuhan maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect), seperti gaya memutar atau gaya membengkok pada tulang. Gaya ini juga sering mengakibatkan terjadinya dislokasi. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan patologis seperti tumor atau osteoporosis / osteomalacia maka disebut fraktur patologis. Trauma lain yang menyebabkan fraktur adalah gaya penekanan yang terus - menerus (chronic stress / overuse) yang disebut fatique fracture.

3. Mengetahui macam-macam garis fraktur / bentuk fraktur 4. Memahami jenis -jenis fraktur Pola Garis Fraktur Setiap fraktur perlu diperhatikan garis fraktur. Pada fraktur hairline yang sukar dilihat pada radiograph dan biasanya akibat trauma ringan sehingga tidak terjadi pergeseran pada ujung-ujung fragmen. Pada keadaan ini memerlukan pemotretan tambahan dengan proyeksi oblik atau pemotretan diulangi setelah hari ke 7 - 10. Garis fraktur akan terlihat setelah terjadi dekalsifikasi pada fraktur tersebut. Garis fraktur greenstick sering terjadi pada anak-anak walaupun tidak semua anak. Perlu diketahui bahwa elastisitas periosteum menimbulkan pengulangan angulasi (recurrence of angulation) sehingga memerlukan perhatian khusus pada penggipan (plaster cast) dan waktu follow - up. Tetapi

penyambungan fraktur lebih cepat. Fraktur simpel (simple fracture) adalah fraktur dengan garis fraktur transversal, oblik atau spiral. Garis fraktur transversal bila sudut garis fraktur terhadap aksis panjang tulang tersebut kurang dari 30°, bila sudut tersebut 30° atau lebih disebut garis fraktur oblik. Pada garis fraktur oblik akan mengakibatkan fraktur tresebut tidak stabil dan menghasilkan pemendekan (shortening) dan pergeseran ujung-ujung fragmen bahkan kontak ujung -ujung tersebut tidak terjadi bila dilakukan tindakan konservatif (Gb.5).

Kata simpel yang dimaksud adalah garis patah yang sirkumferensial sehingga tulang tersebut menjadi dua fragmen. Adapun fraktur spiral adalah garis fraktur yang melingkar pada tulang tersebut sebagai akibat gaya memutar. Pada klasrfikasi AO fraktur simpel dimasukkan tipe A dengan grup A1, A2, dan A3. Fraktur kominutif (comminuted multifragmented) adalah fraktur dengan jumlah fragmen lebih dari dua. Fraktur kominutif dapat berupa spiral wedge fracture akibat gaya memutar atau akibat trauma langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan bentuk disebut butterfly fragment (Gb. 6) dan bila fragmen tersebut terjadi fraktur maka disebut fragmented (comminuted) wedge fracture. Pada klasrfikasi AO fraktur kominutif dimasukkan tipe B dengan grup B1, B2, dan B3.

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau lebih garis spiral adapun complex segmental fracture terdapat satu segmen fragmen yang terpisah sehingga kadangkala disebut double fractures. Pada complex irregular fractures terdapat pecahan beberapa fragmen kecil di daerah antara fragmen proksimal dan distal (Gb.7). Multifragmentary complex fracture sebagai akibat trauma berat (severe) dan sering menimbulkan fraktur terbuka dan janngan di sekitar fraktur terjadi kerusakan berat, fraktur tidak stabil serta sukar direposisi, delayed union maupun kekakuan sendi merupakan komplikasi yang sering terjadi. Menurut klasifikasi AO multifragmentory complex fracture dimasukkan tipe C dengan gaip C1, G2, dan C3.

Fraktur kompresi sering terjadi pada korpus vertebra akibat gaya trauma fleksi atau pada kalkaneus akibat jatuh dan ketinggian dan fraktur ini terjadi pada daerah tulang kanselous (Gb.8).

Fraktur avulsi dapat diakibatkan oleh kontraksi otot yang mendadak sehingga tempat perlekatan otot tersebut tertepas dan membawa fragmen tulang daerah tersebut. Kejadian ini sering pada daerah basis metatarsal V, karena tarikan otot peroneus, tibial turosity atau upper pole dari patella oleh otot quadriceps, dan trochanter minor oleh otot iliopsoas. Fraktur avulsi sering terjadi pada perlekatan ligament atau kapsul sendi dan sering berhubungan dengan kejadian dislokasi sendi (Gb.9). Kejadian ini dimasukkan klasifikasi AO tipe A.

Fraktur impacted terjadi bila fragmen-fragmen fraktur saling tancap dan biasanya terjadi pada daerah tulang kanselous. Proses penyambungan lebih cepat dan fraktur cukup stabil. Fraktur intraartikular yaitu garis fraktur mencapai permukaan sendinya dapat parsial tapi sisanya atau sisi lainnya masih utuh dan solid berhubungan tulang yang membentuk sendi (klasifikasi AO termasuk tipe B). Complete articular fractures atau fraktur bikondiler adalah fraktur intraartikuler dengan terlepasnya permukaan sendi secara keseluruhan (tipe C menurut klasifikasi AO). Permukaan sendi yang tidak rata akan mengakibatkan osteoarthiritis.

Fraktur - disiokasi adalah fraktur yang terjadi pada salah satu tulang yang menyusun send! dengan disertai dislokasi sendi tersebut sehingga dapat menimbulkan masalah reposisi, stabilitas, kekakuan sendi dan nekrosis avaskular (Gb.10).

5. Memahami letak fraktur sedara anatomi dan klasifikasi AO Level Fraktur (Lokalisasi) Penentuan level fraktur dapat didasarkan pada anatomi atau terminologi AO. Berdasarkan anatomi tulang panjang maka fraktur dapat berada di epiphysis, epiphyseal plate atau diaphysis. Diantaranya ada yang disebut dengan metaphysis. Sehingga ada penulisan seperti fraktur diafisis femoralis (femoral diaphysis fracture), faktur kolum femoralis ( femoral neck fracture ), fraktur trokhanter

mayor

femoralis

(greater

trochanteric

fracture)

atau

fraktur

suprakondilar femoralis (supracondylar femoral fracture). Istilah untuk tulang lainnya disesuaikan dengan nama tulang yang mengalami fraktur. Pada terminologi AO, tulang panjang dibagi menjadi segmen Memahami proksimal, segmen diaphysis, dan segmen distal. Segmen letak fraktur proksimal dan distal merupakan daerah di dalam bujur sangkar secara anatomi dan di luar itu adalah daerah diaphysis (Gb. 11)

Klasifikasi menurut AO sangat komplek tapi pada dasamya kode tulang, segmennya, tipe fraktur, pembagian grup fraktur dan subgrup.

6. Menjelaskan cara penilaian fraktur (pengeseran, aposisi, angulasi) Evaluasi Fraktur (Assessment) Pada penilaian fraktur perlu ditentukan deformitas yang terjadi akibat fraktur tersebut. Tanpa adanya deformitas dapat berarti traumanya tidak cukup mengakibatkan pergeseran fragmen sehingga fragmen masih dalam posisi anatomi. Sama halnya bila melakukan reposisi - manipulasi sehingga fragmen kembali ke posisi anatomi. Penilaian deformitas berdasarkan 3 hal, yaitu: pergeseran (displacement), angulasi dan rotasi. Penilaian pergeseran yang disebut displacement atau translation adalah penentuan keberadaan ujung - ujung fragmen satu sama lain. Perlu diketahui bahwa arah pergeseran tersebut sebagai petunjuk keberadaan fragmen distal. Sebagai contoh fraktur femur tengah (femoral shaft fracture) dengan pergeseran ke lateral (lateral displacement), artinya fragmen distal femur bergeser ke lateral; atau contoh lain seperti bergeser ke postero-lateral, maksudnya fragmen distal berada di posterior dan lateral. Derajat pergeseran itu dapat juga ditentukan dengan kontak kedua ujung-ujung fragmen yang disebut dengan nama aposisi (apposition). Sebagai contoh aposisi 50% artinya kontak ujung-ujung fragmen tersebut hanya 50%. Aposisi baik akan memberikan

stabilitas dan union, sebaliknya jika tidak ada kontak maka fraktur tersebut punya potensi tidak stabil dan terjadi pemendekan. Kadangkala mengalami kesukaran reposisi manipulasi karena adanya jaringan lunak diantara ujung-ujung fragmen yang disebut interposisi sehingga berpotensi untuk terjadi delayed union atau non-union. Penilaian angulasi merupakan penilaian sudut pada daerah fraktur. Sebagai contoh fraktur femoris dengan angulasi medial artinya ujung - ujung fragmen di daerah fraktur membentuk sudut ke arah medial. Hal ini menimbulkan keraguan (confusion) bila deformitas tersebut merupakan arah fragmen distal. Untuk itu dapat dikurangi dengan menyebutkan sebagai berikut: fraktur femoris dengan fragmen distal angulasi ke lateral. Setiap angulasi pada fraktur hams dikoreksi, bila tidak akan mengakibatkan osteoarthritis pada sendi tungkai bawah atau gerakan pronasi - supinasi akan terbatas pada lengan bawah (Gb.12).

Rotasi aksial artinya fragmen memutar terhadap aksis panjang. Dalam penilaiannya dilakukan x-ray yang mencakup kedua sendi proksimal dan distal. Rotasi dapat dinyatakan bila terjadi interlocking dan kedua fragmen atau diameter fragmen proksimal tidak sama dengan diameter fragmen distal atau tebal kortek fragmen proksimal tidak sama dengan tebal kortek fragmen distal. Rotasi tidak akan terjadi remodeling tanpa dikoreksi.

7. Memahami deskripsi fraktur terbuka dan hubungannya dengan trauma 8. Menjelaskan klasifikasi fraktur terbuka

Fraktur Terbuka Integritas kulit disekitar fraktur perlu dinilai dengan teliti guna menentukan diagnosis fraktur terbuka (open fracture) dengan nama lain counpound fracture (literatur Inggris) atau fraktur tertutup (closed fracture). Luka pada fraktur terbuka dapat diakibatkan oleh tusukan ujung fragmen sehinggan menembus kulit akibat gaya trauma atau kesalahan pada pertolongan pertama (open from within out). Biasanya kerusakan jaringan lunak sekitar fraktur sangat ringan demikian juga kontaminasi. Adapun fraktur open from within in akibat trauma yang sangat hebat sehingga terjadi kerusakan jaringan Iunak maupun tulang yang hebat. Perlu dipikirkan terjadinya perdarahan yang dapat menimbulkan shock pada kejadian ini. Berdasarkan kerusakan jaringan Iunak disekitar fraktur terbuka maka fraktur tersebut menurut Gustilo dibagi menjadi tipe I yaitu fraktur terbuka dengan panjang luka kurang dan 1 cm dan luka bersih; tipe II yaitu fraktur terbuka dengan panjang luka lebih dan 1 cm tanpa kerusakan jaringan Iunak yang berat; tipe III, fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan Iunak dan kontaminasi yang berat / hebat. Tipe III ini dibagi menjadi tipe III A fragmen fraktur tersebut masih terbungkus dengan jaringan Iunak / periosteum, tipe III B fragmen tulang tidak terbungkus oleh jaringan Iunak / periosteum adapun tipe III C memerlukan penyambungan arteri (arterial repairing) agar terjamin kehidupan bagian distal dari iesi (Gb.13).

Fraktur Patologis Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang mengalami kelainan patologis sehingga tulang itu menjadi lemah dan trauma ringan (trivial

injury) saja akan terjadi pemutusan tulang adapun pada orang normal tidak akan menghasilkan fraktur. Kondisi kelemahan tulang itu dapat akibat kelainan kongenital,

metabolik

dan

neoplastik.

Kelainan

tersebut

meliputi:

1).

Osteoporosis, penyakit ini sering menimbulkan fraktur seperti fraktur tulang belakang, fartur kolum femoris dan fraktur Codes. Hal ini dapat diakibatkan oleh penurunan hormon pada usia lanjut, atau disuses osteoporosis, artritis reumatik, dan kekurangan vitamin C. 2). Osteomalasia, karena kelemahan pada proses mineralisasi jaringan osteoid seperti penyakit ricket, tetapi juga terjadi pada menu makanan yang kurang kalsium atau pengeluaran kalsium pada renal acidosis dimana terjadi pengeluran fosfat yang berlebihan seperti sindron Fanconi atau gangguan absorbsi vitamin D seperti penyakit steatorrhoea. 3). Penyakit Paget, sering terlihat pada fraktur femur dan tibia yang umumnya adalah fraktur sires dan bila terjadi fraktur komplrt maka garis fraktur adalah transversal. Penyakit dapat beruba menjadi sarkomatous. Perubahan tulang sangat mirip dengan penyakit hiperparathyroidisme dan kadangkala seperti tumor metastase. 4). Osteitis, tulang mendadak mengalami kolap akibat proses infeksi. Daerah itu terjadi

proses

destruksi

tulang

seperti

tuberkulosis.

5).

Osteogenesis

imperfekta, yang merupakan penyakit herediter (dominant transmission) dengan karakteristik tulang mudah patah (fragility of bone) akibatnya tulang panjang menjadi bengkok (bowing), deformities of bone modeling (kelainan bentuk tulang), fraktur patologis dengan gangguan pertumbuhan. Penderita tuli dengan skelera wama kebiruan. Proses penyambungan fraktur sangat cepat dan dengan konservatif cukup berhasil. 6). Simple bone cyst, seperti enchondromata di metakarpal, metatarsal dan phalang sering menimbulkan fraktur Pada anak umur 5-12 tahun unicameral bone cyst sering menimbulkan fraktur patologis terutama di humerus proksimal dan diafisi. Kortek menipis tapi jarang ekspansi. 7). Tumor maligna sekunder, sering berasal dan tumor paru-paru atau bronkhus, mammae, prostat atau ginjal. Adapun lokalisasi sering pada tulang belakang, bagian subtrokhanter femoris dan humerus diafisis. 8). Tumor maligna primer, meliputi osteogenik sarcom, khondrosarcom, fibrosarcom, Ewing tumor dan osteoklastoma yang mengalami keganasan. Pemeriksaan pada fraktur patologis meliputi riwayat penyakit penderita dan

keluarga,

pemeriksaan

klinis

yang

mencakup

pemeriksaan

pelvis,

pemeriksaan X-ray torak, pelvis, survey kepala dan tulang, laju endap darah,

darah rutin dan differential cell count serum kalsium.fosfat, alkaline phosphatase, dan kalau periu acid phosphatase, pemeriksaan serum protein, eletrophoresis, Bence-Jones proteose, Ct-scan, biopsi medula osium, biopsi tulang dan kadangkala pemeriksaan X-ray orang tua.

9. Menjelaskan proses penyambungan fraktur secara primer dan sekunder Penyembuhan Fraktur (Healing Process) Ada lima stadium dalam proses penyembuhan fraktur yaitu: stadium hematoma dan inflamasi, stadium angiogenesis dan pembentukan tulang rawan (kartilago), stadium kalsifikasi kartilago, stadium pembentukan tulang dan terakhir stadium remodeling (Gb.14).

Pada fraktur akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi hematoma. Daerah tersebut banyak terdapat sel-sel aktif dalam pembentukan kalus (angiogenesis). Pada hematoma segera terjadi infiltrasi vascular sehingga daerah tersebut diganti dengan jaringan fibrovascular, serabut kolagen masuk dan mendeposit mineral. Proses kalsifikasi jaringan kartilago sampai terjadi kalus

yang menjembatani fragmen maka diikuti proses remodeling. Namun deformitas rotasi tidak akan terjadi proses remodeling oleh sebab itu periu tindakan koreksi setiap rotasi yang terjadi pada fraktur. Proses ini disebut penyambungan fraktur secara sekunder (secondary healing) Pada pemasangan fiksasi yang kaku (rigid) maka proses penyambungan fraktur tersebut adalah primary healing karena terjadi kontak kortek secara langsung, remodeling haversian langsung dan menghambat pembentukan kalus. Hal ini disebabkan reduksi anatomi, pemasangan fiksasi yang kaku dan pembuluh darah yang utuh. Pada x-ray terlihat: peningkatan bayangan osteoporosis pada ujung-ujung fragmen.

10. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyambungan fraktur. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyambungan Fraktur Proses penyambungan fraktur dipengaruhi oleh umur penderita seperti pada anak-anak lebih cepat dibanding dengan orang dewasa. Lokasi atau tipe tulang itu sendiri sebagai contoh di daerah kanselous lebih cepat dibanding dengan daerah kortikal. Perlu Anda ketahui bahwa peranan pembuluh darah memegang peranan dalam pembentukan kalus. Ada lagi beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur seperti: pola fraktur seperti: comminuted / segmental, interposisi, distraksi (gap), severe energy trauma, diabetes, alkoholisme, perokok, pengobatan fraktur yang terlambat, pengobatan steroid, anti-inflammatory agent, anti-convulsant agent, vasculopathy, infeksi mobilitas fragmen fraktur, fraktur intraartikular, fraktur patologis dan gender.

Beberapa Terminologi Komplikasi Proses Penyambungan Fraktur Ada tiga istilah dalam proses abnormal penyambungan fraktur yaitu: penyambungan lambat (slow union), delayed union dan non-union. Penyambungan lambat yaitu penyambungan fraktur membutuhkan waktu lama dibanding dengan waktu biasanya (normal), tetapi stadium proses penyambungan berjalan seperti normal tanpa ada pergeseran. Penderita cukup diberi pengertian dan menjaga kondisi kesehatan yang baik. Adapun delayed union adalah union gagal terjadi dalam waktu yang diperkirakan. Perbedaannya dengan penyambungan lambat dapat dilihat pada radiograph terjadi perubahan abnormal di tulang pada delayed union.

Permasalahannya adalah kesukaran dalam menentukan bahwa kondisi ini akan berlanjut union atau berakhir menjadi non-union. Oleh sebab itu dalam waktu dua bulan tidak ada tanda-tanda union periu dinilai fiksasinya pada radiograph penderita Bila yakin tidak akan terjadi non-union maka fiksasi dilanjutkan. Setelah 4-6 minggu dinilai kembali secara radiograph dan apabila tidak ada perubahan maka terapi secara aktif seperti pembedahan memperbaiki fiksasi dsb periu dipikirkan.

11. Menjelaskan terjadinya union yang abnormal Pada non-union yaitu fraktur gagal terjadinya penyambungan artinya fragmen fraktur tidak akan pernsah bersatu lagi. Ada dua tipe yang perlu Anda ketahui yaitu: 1). Hypertrophic non-union atau disebut juga elephant foot appearance, dimana ujung fragmen fraktur pada radiograph terlihat sklerotik dan melebar. Garis fraktur masih teriihat jelas dengan disertai gap yang berisi kartilago atau jaringan fibrus. Adanya peningkatan densitas tulang menunjukan vaskularisasi disitu baik. Oleh karena itu perbaikan fiksasi akan terjadi mineralisasi jaringan fibrus dan kartilago di gap tersebut menjadi tulang dan bone induction. 2). Atrophic non-union di tempat fraktur tidak terjadi kegiatan sel-sel, sehingga ujung-ujung terlihat menyepit, bunder, osteoporortik dan umumnya avaskular. Oleh sebab itu perlu pemasangan fiksasi yang kaku, membuang jaringan fibrus diantra fragmen, dekortikasi dan grafting. Proses penyambungan fraktur berjalan normal tapi terdapat angulasi atau rotasi maupun sedikit deformitas yang mempunyai potensi akan gangguan fungsi atau terjadi pemendekan tulang (discrepancy) yang tidak dapat ditolerir maka akan mengganggu fungsi ekstremitas tersebut. Hal tersebut diatas disebut malunion. Periu Anda ketahui bahwa pemendekan 1-1,5 cm dapat diterima.

DIAGNOSIS Anda harus bisa menuliskan diagnosis fraktur yang didasarkan pada jenis tulang yang patah (femur, tibia, dan sebagainya), lokalisasinya (proksimal, tengah, distal dan sebagainya), pola garis fraktur (simpel seperti transversal, oblik, kominutif, dan sebagainya) dan integritas kulit daerah tulang yang mengalami fraktur (tertutup atau terbuka ). Sebagai contoh: fraktur femur distal dengan garis fraktur transversal tertutup sinister.

Untuk mencapai diagnosis Anda perlu membuat riwayat keluhan penderita dengan deskripsi yang jelas, mencakup biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri serta kondisi penderita sebelum kecelakaan seperti penyakit hipertensi dan sebagainya. Pemeriksaan fisik pada penderita fraktur selalu dimulai dengan look, kemudian feel dan terakhir movement. Kesalahan diagnosis jarang terjadi karena deformitas yang hebat dan jelas pada pertengahan tulang panjang, apalagi teriihat tulang patah melalui luka yang terbuka. Pada inspeksi (look) bagfan lesi teriihat asimetri dari bentuk maupun posture, kebiruan, atau kerusakan kulit akibat trauma maupun edema (swelling) yang terlokalisir dan berakhir menjadi diffuse. Pada palpasi (feel) terasa nyeri tekan (tenderness) yang terlokalisir pada daerah fraktur, gerakan abnomal, krepitasi, dan deformitas. Jangan lupa memeriksa gangguan sensibilitas dan temperatur bagian distal lesi serta nadinya. Pemeriksaan gerakan (movement) dapat secara pasif dan aktif pada sendi terdekat dari fraktur perlu dikerjakan dengan teliti. Pemeriksaan sendi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perluasan fraktur ke sendi tersebut. Umumnya suspek fraktur dapat dibuat hanya dari riwayat dan pemeriksaan fisik.

12. Melakukan

pembuatan

riwayat

penderita,

pemeriksaan

fisik,

dan

pemeriksaan tambahan

13. Menganalisis data-data riwayat, pemeriksaan fisik dan tambahan untuk membuat diagnosis secara klinis

Pemeriksaan Radiologi Untuk setiap penderita yang diperkirakan fraktur, pemeriksaan radiologis yang Anda minta hanya sebagai konfirmasi / diagnosis, rencana terapi dan kritik medicolegal pada tindakan pertama yang dilakukan terhadap penderita tersebut serta perkiraan prognosis nya. Oleh karena itu pada permintaan X-ray proyeksi dan daerah / ara yang diminta harus jelas. Kadangkala proyeksi khusus seperti proyeksi oblik diperlukan atau sisi sehat guna perbandingan terutama pada anakanak atau proyeksi stress guna menentukan adanya lesi pada ligamen sebagai stabilitas sendi. Bahkan pemeriksaan yang lebih canggih seperti MRI, CT-scan

dan lainnya perlu dipikirkan untuk informasi yang rinci terhadap penderita. Ada beberapa kesalahan yang harus Anda pikirkan seperti: fraktur scaphoid sukar dilihat dengan proyeksi konvensional / standard maka perlu proyeksi khusus. Fraktur kalkaneus memerlukan visualisasi tulang kalkaneus dengan proyeksi tangensial dengan ataupun tanpa proyeksi oblik Pada pemotretan kolum femur yang kurang terpusat pada lehernya maka visualisasi fraktur tersebut sukar dilihat. Demikian juga fraktur avulsi pada tibial spine yang tidak terfokus pada daerah tersebut akan mengalami kesukaran dalam menilai lesi daerah itu. Ada beberapa kesalahan dalam penilaian radiograph seperti: penderita lanjut usia dengan keluhan tidak dapat menyangga berat badannya dengan salah satu tungkai bawah setelah jatuh. Untuk hal ini Anda memerlukan pemeriksaan yang teliti adanya fraktur kolum femoris. Bila ditemukan daerah tersebut utuh maka perlu dicari adanya fraktur pada rami pubik. Pada penderita fraktur patela karena dashboard injury, maka perlu dicari apakah ada fraktur femur dan dislokasi sendi panggul. Fraktur kalkaneus akibat jatuh dari ketinggian, perlu pemeriksaan yang teliti pada sisi lainnya. Penderita dengan sprain ankle pertu diperiksa kaki secara keseluruhan karena sering disertai fraktur basis metatarsal ke lima sebagai akibat trauma inversi. Penderita tidak sadar perlu pemeriksaan leher, torak dan pelvis.

14. Mengetahui permintaan daerah lesi untuk dilakukan pemeriksaan x-ray 15. Menjelaskan data-data radiograph Pada anak-anak dengan fraktur impacted di kolum humerus sering terlupakan karena adanya bayangan garis epifisis. Demikian juga fraktur greenstick di ujung radius pada anak-anak sering tidak terlihat karena kurang telitinya penilaian radiograph. Dislokasi posterior bahu sukar dilihat dengan proyeksi AP, oleh sebab itu proyeksi tangential sangat dibutuhkan. Fraktur Isolated radius (fraktur tunggal radius) atau ulna bila radiograph tidak mencapai sendi proksimal dan distal, dapat melupakan diagnosis fraktur Monteggia (Gb. 15) atau Galeazzi (Gb. 16), demikian juga fraktur tibia distal yang sering disertai fraktur kolum fibula. Fraktur stiloideus radius atau fraktur Bennett sering didiagnosis sebagai fraktur scaphoid sehingga rupture komplrt ligamen kolateral sendi MP akan terjadi gangguan fungsi dari sendi tersebut. Oleh karena itu penilaian atau membaca radiograph harus teliti dari luar sampai kedalam lapis

demi lapis dengan mengingat hukum dua yaitu: dua proyeksi, dua sendi dan dua sisi.

16. Memahami tujuan management fraktur secara umum Managemen Fraktur Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan pengembalian (restoration) fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan atau kegiatan seperti semula. Tujuan ini tidak selalu tercapai secara utuh yang diharapkan dan setiap tindakan untuk mencapai hal tersebut mempunyai resiko komplikasi. Sebagai contoh operasi pemasangan fiksasi dalam maka resiko terjadi infeksi dan lain sebagainya dapat terjadi. Oleh karena itu banyak variasi terjadi pada pengobatan fraktur akibat perbedaan interpretasi terhadap kondisi penderita. Energi yang menimbulkan fraktur selalu menyebabkan kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur. Tujuan utama dalam pengobatan kerusakan jaringan Iunak tersebut berhubungan erat dengan pengobatan fraktur itu sendiri yang dimulai dengan realignment pada fraktur yang mengalami pergeseran dan imobilisasi. Mengurangi edema seperti fastiotomi pada sindrom kompartemen

guna meningkatkan perfusi ke jaringan yang mengalami kerusakan sehingga metabolisme sel tersebut aktif kembali. Periu diketahui bahwa edema tersebut akan berdampak pengurangan bahkan tidak ada sama sekali distribusi oksigen dan material-material nutrisi ke jaringan bagian distal lesi tersebut Oleh karena itu pengobatan kerusakan jaringan Iunak merupakan tindakan awal dan proses penyambungan tulang.

17. Melakukan tindakan-tindakan untuk life saving dan life limb Life saving dan life limb adalah tindakan prioritas utama pada penderita trauma multipel, mungkin keadaan pasien tidak menguntungkan untuk dilakukan pembiusan tapi demi kehidupan penderita tindakan operasi tetapi dijalankan demi life saving seperti perdarahan intra abdominal massive karena ruptur lien dan sebagainya. Tindakan pembebasan jalan nafas seperti yang diterangkan sebelumnya perlu dilakukan terhadap gangguan jalan nafas. Demikian juga penanganan sok karena perdarahan dengan mengontrol perdarahan secara balut menekan dan resusitasi cairan kristalloid maupun tranfusi.

18. Melakukan tindakan awal pada fraktur Apabila Anda terpaksa memberikan tranfusi dapat menggunakan darah grup O dengan Rh- negative. Resusitasi harus dimonitor dengan menilai nadi dan tekanan darah. Lebih reliable lagi dengan menilai urin yang keluar dan tekanan venus pusat (central venous pressure). Urine yang keluar harus mencapai 0,5 ml / kg berat badan / perjam untuk orang dewasa, adapun untuk anak-anak dikalikan dua. Apabila tidak ada perbaikan terhadap tindakan ini periu dipikirkan adanya perdarahan dalam seperti perdarahan intraabdominal, trauma pelvis dan lain sebagainya. Tentunya tindakan disesuaikan dengan penyebab perdarahan seperti fraktur pelvis memeriukan fiksasi luar pelvis (pelvic damp), local packing atau terapi embolisasi. Penderita fraktur yang disertai trauma kepala dan penderita tidak sadar maka penilaian Glasgow Coma Scale harus dikerjakan sebagai berikut (lihat halaman 10). Bila trauma kepala dengan prognosis hopeless maka pengobatan fraktur dapat dftunda. Bedah saraf dibutuhkan sebagai tim.

19. Memahami kerja sama tim dalam menangani penderita multipel trauma Penderita fraktur yang disertai dengan trauma torak dengan pelebaran mediastinum perlu dilakukan pemeriksaan echocardiography, angiography. Pada cardie tamponade Anda periu melakukan drainage intrapericardial hematoma sebagai life saving. Kadangkala torakotomi perlu dilakukan bila ada trauma di trakhea, bronkhia atau esofagus atau luka tembus pada mediastinum. Bedah torak diperlukan untuk penanganan penderita. Penderita fraktur disertai trauma abdomen sehingga terjadi perdarahan intra abdominal maka perlu dipastikan dengan pemeriksaan: peritoneal lavage, atau MRI / CAT scan atau retrograde cystography dan intravenous pyelography terhadap urin yang disertai darah. Untuk itu ahli bedah urologi diperlukan pada penanganan penderita. Adapun ahli bedah digestif dibutuhkan sebagai tim apabila fraktur disertai dengan trauma abdomen.

20. Melakukan tindakan irigasi dan debridement suatu imobilisasi sementara penderita fraktur terbuka Terapi Fraktur Setelah tindakan life saving maupun life limb telah diatasi maka tiba gilirarmya Anda memikirkan tindakan yang terbaik terhadap fraktur itu sendiri. Pada tindakan awal yang dilakukan adalah memberikan pembidaian sementara (temporary splinting) agar fraktur tertutup tidak menjadi terbuka disamping dapat menghilangkan rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Bila deformitas hebat sekali maka dianjurkan untuk mengkoreksi secara perlahan-lahan dengan menarik bagian distal secara gentle. Pada fraktur terbuka perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologis dan foto kondisi luka dengan kamera digital, demikian juga pemberian antibiotika spektrum luas disamping melakukan irigasi cairan fisiologis atau water sterilize for irrigation sebanyak dua liter; kemudian luka ditutup dengan kasa steril. Lalu kemudian penderita dikirim ke bagian radiologi untuk dilakukan pengambilan X-ray. Penilaian fraktur berdasarkan data dari pemeriksaan fisik dan radiograph berupa lokasi, bentuk garis fraktur (pattern), pergeseran dan angulasi fragmen fraktur, dan kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur seperti saraf atau pembuluh darah. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan pada terapi penderita fraktur yaitu: secara konservatif atau secara operatif.

21. Melakukan tindakan reposisi tertutup yang tidak mempunyai resiko komplikasi yang tinggi Pada konservatif Anda dapat melakukan tanpa reposisi manipulatif karena fragmen fraktur tidak bergeser atau bergeser tapi kedudukan fragmen fraktur masih memadai (acceptable) kemudian diikuti dengan pemasangan gip (plaster casf) atau pada fraktur inkomplit dengan pemasangan sling atau collar & cuff dan lain-lain, dengan harapan mengurangi gerakan fragmen, mencegah pembengkakan atau edema dan mengurangi penyebaran hematoma disamping memberikan support dan elevasi. Bila kondisi fraktur memerlukan reposisi dan manipulasi karena aposisi dan angulasi yang tidak dapat diterima maka penderita sebaiknya dilakukan pembiusan umum atau anestesi blok. Setelah terjadi relaksasi pada otot-otot maka Anda melakukan reposisi dan manipulasi agar fragmen kembali ke posisi anatomi dan diikuti pemasangan gip yang memfiksasi dua sendi terdekat pada tulang panjang yang mengalami fraktur tersebut. Adapun teknik reposisi tertutup pertama kali yang dilakukan adalah traksi sehingga pemendekan yang terjadi kembali seperti semula , kemudian deformitas sisa dilakukan koreksi yang arahnya beriawanan dengan gaya trauma yang menimbulkan fraktur. Contoh reposisi fraktur Codes (Gb. 17).

Pemasangan gip harus dikerjakan dengan tiga titik fiksasi (three point fixation). Kadangkala kita mengalami kesukaran mereposisi disebabkan adanya spike fragment atau jaringan lunak diantara fragmen ( interposisi ). Adapun teknik pemasangan gip lihat pada buku “Principle Fracture Care" karangan Dr. Armis (2003).

22. Memahami follow-up penderita setelah tindakan Sebelum penderita pulang Anda harus memberi penerangan agar penderita melakukan latihan sendi-sendi yang tidak terfiksir oleh gip, bila jari-jari tangan atau kaki terjadi edema, kebiruan, nyeri atau sendi-sendi kaku maka anggota tersebut dielevasi. Apabila nyeri dalam waktu ½ jam tidak kembali normal, maka penderita harus segera berkonsultasi dengan dokternya atau pergi ke rumah sakit bila penderita berada di rumah. Jika gip yang diberikan pada anggota gerak bawah dalam bentuk model yang bisa berjalan (walking plaster) penderita dianjurkan untuk berjalan. Jika gip kendor atau pecah harus segera lapor. Pada waktu tertentu gip dapat diganti dengan pemasangan brace sehingga sendi dapat melakukan gerakan. Pada terapi konservatif dapat juga dilakukan traksi yang berupa traksi kulit atau traksi skeletal. Hal ini tergantung beban yang dibutuhkan pada traksi. Bila traksi 3 kg atau kurang dapat dilakukan traksi kulit tapi bila lebih dan 3 kg sebaiknya dengan traksi skeletal. Traksi dapat berupa: traksi Buck, traksi Bryant, traksi Splint-Russel, traksi 90/90 upper arm dan side arm traction, traksi 90/90 femoral, traksi skeletal balance, traksi servikal (Gb. 18).

23. Mengetahui indikasi tindakan operatif Terapi

operatif

dilakukan

bila

terapi

konservatif

gagal,

fraktur

intraartikular, fraktur multipel karena punya resiko terjadinya gangguan respirasi (acute respiratory distress syndrome), emboli lemak dan komplikasi lain. Sekarang, perlu dipertimbangkan bahwa tidak semua fraktur dilakukan pembedahan dengan alasan bahwa kualitas reduksi tidak menjamin akan outcome yang baik, alasan utama adalah ORIF (Open Reduction and Internal Fixation / Operasi dengan pemasangan fiksasi dalam) akan mempengaruhi proses penyembuhan secara biologis. Operasi itu sendiri akan merusak jaringan lunak sekitar fraktur termasuk periosteum yang merupakan gudang sel-sel yang dibutuhkan pada proses penyembuhan tulang tersebut. Fiksasi yang sangat kaku (rigid) terlalu baik untuk imobilisasi tetapi imobilisasi itu sendiri sangat berefek buruk terhadap pertumbuhan kalus. Hukum Wolf telah membuat kesimpulan bahwa pertumbuhan tulang sangat berhubungan erat dengan stres mekanis sehingga

beban

mekanis

(loading

stress)

asal

tidak

berlebihan

akan

menghasilkan regenerasi tulang yang optimal. Oleh karena itu beberapa ahli bedah orthopaedi dalam melakukan ORIF harus menjaga prinsip biologik dan mekanis dalam penanganan fraktur, seperti: harus yakin bahwa jaringan sekitar fraktur sehat dengan perfusi yang baik, demikian juga kelurusan dan gerakan bebas fragmen yang baik dan tidak berlebihan serta tidak merusak pusat pertumbuhan pada fraktur anak. Terapi operatif perlu dipertimbangkan akan ketrampilan dari ahli itu sendiri dan apakah akan dilakukan pemasangan fiksasi dalam atau pemasangan fiksasi luar (Gb. 19, A&B).

Sebagai contoh seorang laki-laki 32 tahun menimpa kecalakaan lalu lintas naik sepeda motor mengeluh nyeri pada tungkai bawah kiri sehingga tidak dapat digerakkan. Pada pemeriksaan terlihat deformitas dipertengahan tungkai tersebut yang disertai edema. Rasa nyeri tekan dipertengahan tibia, krepitasi dan gerakan luar biasa. Tidak terdapat gangguan neurovaskular pada bagian distal maupun di kaki. Gerakan sendi lutut dan pergelangan kaki secara pasif dalam batas normal. Pada pemeriksaan X-rays teriihat garis fraktur tranversal di tengah tibia dengan fibula intak / utuh, aposisi 50% dengan angulasi 10° ke lateral. Penderita dilakukan operasi dan fiksasi dalam dengan menggunakan plat-skru secara Less Invasive Stabilization Surgery ( LISS ) seperti teriihat pada Gb.20.

Terapi Fraktur Terbuka Setelah tindakan awal dilakukan setanjutnya dilakukan penilaian derajat fraktur terbuka atas dasar pemeriksaan fisik dan radiology. Periu diketahui bahwa klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo mempunyai angka kesepakatan kira kira 60 % artinya 40 % tidak ada kesepakatan. Kami mencoba menilai derajat fraktur terbuka tersebut dengan membuat skoring yang dinamakan Scoring Sardjito temyata angka kesepakatan tersebut meningkat menjadi 80 % (Armis, Journal of Bone and Joint Surgery / JBJS.B, 2002) (Tabel 2).

24. Menjelaskan klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan Scoring Sardjito

Table 2. Sardjito Scoring System

25. Melakukan tindakan debridement dan irigasi 26. Memahami pemberian antibiotik dan anti-tetanus Prinsip penangan fraktur terbuka adalah debridement yaitu membuang jaringan mati dan kontaminasi yang disertai irigasi sebanyak dua liter, sebelum luka ditutup dilakukan irigasi lagi sebanyak dua liter. Pemasangan fiksasi dalam didasarkan tipe fraktur terbuka. Tipe I dan II dipasang fiksasi dalam adapun tipe III dipasang fiksasi luar. Luka pada fraktur terbuka tipe III ditutup dalam perawatan hari ke 3 - 5 apabila tanda - tanda infeksi tidak ada. Setiap hari pada luka yang terbuka dilakukan debridement dan irigasi sebanyak satu liter. Pasca operasi selalu diberikan suntikan antibiotika selama 3-5 hari dan dilanjutkan antibiotika per oral selama 10 hari. Pada tipe I dan II diberikan suntikan cephalosponn, tipe III kombinasi cephalosponn dan aminoglikosid. Apabila kecelakaan di daerah pertanian atau di jalan raya periu diberikan peniciline . Penilaian neurovascular bagian distal lesi hams dilakukan secara teliti, demikian juga membuat keputusan untuk melakukan amputasi primer (primary amputation) harus objektif dan opini penderita tanpa orang ketiga. Mangled Extrimity Severe Score (MESS) dapat membantu untuk menentukan tidakan tersebut. Cara ini adalah penilaian kuantitatif terhadap keparahan trauma (Tabel. 3)

27. Menginterpreta si penilaian Mangled Extremity Severe Score (MESS) Tabel 3. Mangled Extremity Severity Score (MESS)

Amputasi primer dilakukan bila total MESS lebih dari 6, atau iskhemi lebih dari 6 jam karena kerusakan otot-otot sudah bersifat irreversible atau terputusnya saraf tibialis walaupun dilakukan penyambungan tetap menggang fungsi karena adanya nyeri neurogenik

28. Memahami follow-up penderita pada terapi konservaif: manipulatif reduksi-gip maupun traksi dan terapi operatif Pasca Tindakan Pada Fraktur Follow up penderita Anda perlu memperhatikan keluhan, kondisi umum penderita (anemis, kurang protein dsb.) dan pemeriksaan daerah fraktur tersebut yaitu luka operasi (tanda-tanda infeksi, wound breakdown dsb. ), aligment dari

tulang tersebut, temperatur daerah operasi, sakit tekan, gerakan abnormal pada daerah itu, dan gerakan sendi-sendi di dekat tulang tersebut. Pemeriksaan X-ray dillakukan pasca operasi, pada minggu ke 4, 8, 12 untuk menilai pembentukan kalus. Kemudian penderita diberikan resep obat untuk mencukupi kebutuhan penyembuhan fraktur dan kerusakan jaringan lunak disekitamya akibat trauma maupun tindakan pembedahan. Penderita diperintahkan melakukan latihan aktif sendi-sendi disekitar itu guna menjaga lingkup gerak sendi dan mencegah terjadi atrofi otot. Penentuan jalan menggunakan tungkai bawah yang mengalami fraktur disesuaikan masa proses penyembuhan fraktur itu sendiri. Hal-nal yang sangat spesialistik sebaiknya disarankan berkonsultasi ke ahli bedah orthopaedi atau mengirimkan penderita ke ahli tersebut. Pada penderitan yang dilakukan reposisi dan gip follow-upnya hampir sama. Perbedaannya yaitu adanya keutuhan gip yang terpasang dan adanya sendi-sendi yang terfiksir oleh gip, disamping memfokuskan perhatian tempat penonjolan tulang dengan kemungkinan terjadi kulit yang lecet akibat penekanan gip dan sindrom kompertemen. Pembukaan gip juga didasarkan masa penyembuhan fraktur. Pada penderita traksi sebagai terapi perlu dinilai beban traksi yang dibutuhkan guna mencapai panjang ideal tulang tersebut, terutama pada tungkai bawah. Perbedaan 1 - 2 cm dianggap memadai / dapat diterima. Penilaian alignmen, tanpa rotasi, kondisi kulit tempat masuknya steinman pin demikian traksi kulit harus dinilai secara kontinu. Pada traksi balan penderita dapat melakukan latihan aktif sendi. Penghentian traksi sesuai dengan tujuannya. Agar tidak lama di rumah sakit, Anda dapat melepas traksi tersebut dan diganti dengan gip atau brace setelah union klinis tercapai.

29. Mengetahui indikasi penderita dirawat di rumah sakit Perawatan di Rumah Sakit Kriteria penderita dirawat di rumah sakit perlu ditentukan secara jelas seperti: untuk tindakan selektif, observasi, perlu perawatan khusus setiap hari, untuk melakukan latihan mobilisasi atau alasan sosial. Dan paling penting lagi bila ada kemungkinan kekerasan pada anak (child abuse) harus dirawat guna menilai akan kemungkinan tersebut. Kekerasan pada anak umur kurang dari 3 tahun sebanyak 80 %. Diagnosis dapat dibuat bila ada fraktur tanpa ada riwayat

trauma, ditemukan fraktur multipel atau trauma pada organ multipel dengan stadium penyembuhan yang berbeda-beda, didapatkan laserasi, kebiruan pada kulit, jaringan parut, infeksi sekunder pada tangan dan luka bakar, adanya retardation, panas, anemia dan kejang - kejang. Di rumah sakit penderita harus dicatat secara lengkap, observasi berat badan dan tinggi badan anak. Pemeriksaan survey X-ray meliputi kepala tulang-tulang yang dicurigai, foto anak dan penting lagi memberikan informasi kepada dinas sosial rumah sakit sehingga latar belakang rumah tangga orang tuanya dapat diketahui.

30. Memahami kemungkinan kekerasan pada anak (child abuse)

31. Mengetahui prediksi komplikasi karena fraktur

32. Memahami prediksi komplikasi karena tindakan pada penanganan fraktur Komplikasi Fraktur Untuk membicarakan komplikasi fraktur sebaiknya harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan fraktur itu sendiri. Ada beberapa faktor: tipe tulang (kanselous, kortikel), umur pasien, gerakan ujungujung fragmen, separasi dari ujung fragmen (interposisi, distraksi, ORIF), infeksi, gangguan suplai darah, meluasnya fraktur ke sendi, adanya kelainan patologi di tulang itu sendiri dan faktor-faktor yang masih belum jelas seperti fraktur klavikula sangat jarang terjadi nonunion dan sebagainya. Komplikasi fraktur dapat meliputi kerusakan jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan perdarahan, hypovolemic shock, infection, gangguan keseimbangan elektrolit, kerusakan protein dan gangguan

metabolisme

akibat

trauma.

Perdarahan

juga

menimbulkan

pembekuan dan dapat ikut aliran darah. Bila sampai ke paru-paru akan terjadi gannguan pemafasan. Oteh sebab itu perlu dicegah terjadi thrombus dengan memberi anti-koagulan. Perdarahan juga dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra kompartemen sehingga terjadi sindrom kompartemen (Gb. 21).

Bila dibiarkan akan terjadi nekrosis bagian distal fraktur dan ini merupakan indikasi untuk dilakukan fasiotomi. Komplikasi juga dapat disebabkan perawatan yang lama seperti pneumonia hypostatic, luka lecet akibat penekanan (decubitus), kencing batu dan infeksi saluran kencing. Demikian juga komplikasi dapat diakibatkan karena pembedahan dan anastesi atau komplikasi akibat fraktur itu sendiri seperti kekakuan sendi, sudeck atrophy, nekrosis avaskular, emboli lemak dan komplikasi

dari

implant

yang

dipakai untuk

fiksasi.

Gangguan

proses

penyambungan fraktur dapat berupa penyambungan yang lambat (slow union), delayed union dan nonunion. Perbedaan antara slow union dengan delayed union tertetak pada gambaran radiograph. Pada delayed union terdapat perubahan tulang yang abnormal terutama di daerah fraktur sedangkan pada stow union radiograph masih menunjukkan proses penyambungan. Adapun nonunion sama sekali tidak ada proses penyambungan dengan tertutupnya kanalis medularis pada tulang panjang. Ada 2 macam nonunion yaitu hypertrophic nonunion atau juga disebut elephant foot appearance artinya vaskularisasinya masih baik, sedangkan atrophic nonunion tidak ada aktivitas seluler pada daerah fraktur. Ujung fragmen kelihatan menyempit, bundar dan osteoporotik dengan sering avaskuler. Tujuan

terapi

terhadap

gangguan

penyambungan

fraktur

adalah

memperbaiki aktifitas sel-sel yang berperan dalam pembentukan kalus disamping menilai imobilisasi fragmen itu sendiri. Penderita yang mengalami fraktur, baik dilakukan terapi konsevatif maupun terapi operatif, akan kehilangan penghasilan akibat penurunan fungsi selama perawatan sehingga penderita mengalami

depresi yang kadangkala membutuhkan terapi psikologi.

33. Memahami perbedaaan fraktur pada anak dibandung dengan fraktur pada orang dewasa

34. Melakukan tindakan yang sederhana terhadap fraktur pada anak Fraktur Pada Anak - Anak Kejadian fraktur pada anak-anak lebih tinggi dibandingkan orang dewasa disebabkan kecelakaan bermain pada anak mempunyai kesempatan lebih banyak dan kondisi tulang yang berbeda dengan dewasa. Pada anak tulangnya lebih elastis oleh karena itu trauma ringan saja akan terjadi fraktur sehingga kejadian trauma pada ligamen dan fraktur kominutif jarang dibanding pada dewasa. Terpisahnya pusat pertumbuhan atau fraktur fisis (ephyseal plate fracture) dengan fraktur di metafisis sering terjadi. Pada umur kurang dari 3 tahun sering terjadi fraktur akibat kekerasan anak (child abuse) tapi angka kejadian fraktur akan bertambah setelah umur 3 tahun dan laki - laki lebih banyak daripada perempuan (2:1 di US.)

35. Menjelaskan klasifikasi fraktur pada pusat pertumbuhan tulang panjang pada anak (epiphyseal plate) Karena tulangnya lebih elastis maka pembengkokan (bowing) tulang sering terjadi tanpa terlihat pemutusan tulang tersebut. Fraktur torus (Gb.21) dan greenstick atau fraktur stres banyak terjadi pada anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Perlu Anda diketahui penyembuhan fraktur pada anak lebih cepat

dibanding dengan orang dewasa karena periosteum yang tebal, karena di periosteum tersebut mempunyai banyak sel-sel osteogenik untuk penyembuhan fraktur. Bila terjadi kerusakan periosteum akan mengakibatkan penundaan penyembuhan

yang

diharapkan.

Sehingga

dapat

disimpulkan

bahwa

penyebuhan fraktur di fisis lebih cepat daripada di metafisis dan lebih cepat lagi dibanding dengan di diafisis. Sebagai contoh fraktur pada femur penderita dawasa terjadi penyambungan minggu ke 16-20 secara terapi konservatif. Tetapi pada anak penyambungan terjadi pada minggu ke 4 - 6 bahkan pada bayi penyambungan terjadi pada minggu ke 2. Trauma pada tulang anak yang perlu Anda perhatikan adalah trauma pada fisis (epiphyseal plate) sesuai pembagian dan Rang yang merupakan modifikasi dari Satter-Harris seperti pada Tabel. 4.

36. Menjelaskan klasifikasi trauma pada pusat pertumbuhan menurut Rang Tabel.4. KLASIFIKASI FRAKTUR PUSAT PERTUMBUHAN (EPIPHYSEAL PLATE FRACTURE) MENURUT RANG

Remodeling fraktur pada anak mempunyai daya lebih besar daripada orang dewasa terutama di daerah dekat dengan fisis dan angulasinya sesuai dengan arah gerakan sendi. Sebagai contoh, fraktur radius distal pada anak umur 5 tahun dengan angulasi ke arah volar atau dorsal akan terjadi remodel secara komplit dalam waktu 1-2 tahun, walaupun tanpa dilakukan reposisi. Oleh sebab itu perfect alignment tidak begitu penting, tapi reduksi dilakukan untuk menghilangkan tekanan terhadap jaringan lunak di sekitar tersebut. Namun rotasi tidak akan terjadi koreksi. Perlu Anda ketahui trauma pada fisis dapat merusak pusat pertumbuhan tersebut sehingga dalam pertumbuhan anak itu akan terhenti sehingga terjadi pemendekan tulang ekstremitas secara progresif dan ini tergantung pada umur dan terkenanya bagian efisis juga. Bila fisis yang rusak hanya sebagian saja maka yang tidak rusak tetap bertumbuh normal sehingga terjadi distorsi pertumbuhannya. Oleh karena itu Anda harus menerangkan kepada orang tua penderita akan hal tersebut bahwa memerlukan follow up yang lama. Apabila terjadi pada ekstremitas atas akan terjadi gangguan kosmetik tapi pada anggota bawah akan menimbulkan osteartritis. Fraktur

pada

anak

akan

menimbulkan

problem

khusus

dalam

menegakkan diagnosis dan manajemen karena fraktur di daerah growth plate kadangkala Anda tidak meriihat pada radiograph. Anak kecil kurang toleran terhadap kehilangan darah, oleh sebab itu fraktur pada femur atau trauma multipel diharuskan Anda memonitor secara teliti. Umumnya terapi fraktur pada anak secara konservatif yang berupa reposisi tertutup dan fiksasi dengan gip. Periosteum yang tebal akan membantu mempertahankan kedudukan dan fragmen dan penyembuhan fraktur lebih cepat. Bed rest yang lama jarang menimbulkan pneumonia maupun thrombophlebitis pada anak, oleh karena itu body casts dapat digunakan pada fraktur tulang belakang, pelvis dan ekstremitas bawah. Tindakan traksi dapat dilakukan pada fraktur anak (Gb.22) dan setelah union klinis traksi diganti dengan gip hemispika seperti pada fraktur femur anak agar tinggal di Rumah Sakit diperpendek.

Terminologi / Sinerai 1. Fraktur adalah terputusnya diskontinuitas struktur tulang. 2. Fraktur torus (buckle) adalah fraktur yang mengelilingi tulang itu tapi tidak komplit. Biasanya di daerah metafisis radius distal. 3. Fraktur greenstick adalah fraktur inkomplit pada satu sisi kortek saja dan biasanya pada anak-anak karena tulangnya masih fleksibel 4. Fraktur kominutif adalah fraktur yang terdiri dari tiga atau lebih fragmen. 5. Fraktur oblik yaitu fraktur dengan garis fraktur membentuk sudut 30 derajat atau lebih dengan aksis panjang tulang 6. Fraktur spiral adalah fraktur yang disebabkan oleh trauma rotasi sehingga garis fraktumya memutar. 7. Fraktur transversal yaitu fraktur yang mempunyai garis fraktur membentuk sudut kurang dari 30 derajat. 8. Penyambungan primer (primary bone healing) adalah penyambungan ujung-ujung fragmen terjadi akibat hasil reposisi yang anatomis dengan fiksasi kaku. 9. Penyambungan sekunder (secondary bone healing) adalah proses penyambungan fraktur dengan pembentukan kalus dan diakhiri dengan proses remodeling. 10. Pusat pertumbuhan (Physis / epiphyseal plate) adalah daerah pertumbuhan tulang pada tulang immature.

Soal-Soal: 1. Bagaimana deskripsi fraktur? 2. Ada berapa macam trauma? 3. Ada berapa macam pola garis fraktur? 4.

Bagaimana menilai fragmen fraktur dan level fraktur?

5. Ada berapa macam klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan terangkan! 6. Bagaimana manajemen fraktur terbuka? 7.

Bagaimana manajemen fraktur tertutup?

8. Alasan apa saja penderita fraktur harus dirawat? 9. Bagaimana follow-up penderita fraktur pasca tindakan? 10. Komplikasi apa saja yang perlu Anda prediksi? 11. Bagaimana perbedaan fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa?