1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan ... - ETD UGM

Latar Belakang. Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terja...

57 downloads 620 Views 200KB Size
1

PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis merupakan dua faktor yang sangat penting dalam proses kesembuhan fraktur. Secara spesifik, kesembuhan fraktur menghasilkan perbaikan pada struktur dan fungsi jaringan tulang tanpa pembentukan jaringan parut. Kondisi ini berbeda dengan kesembuhan jaringan otot atau kulit yang memperbarui kerusakan melalui pembentukan jaringan parut. Reduksi dan imobilisasi yang tepat dengan teknik reduksi spesifik serta penggunaan implan ortopedi diperlukan untuk mencapai kesembuhan tulang yang optimal (Vertenten et al., 2010). Kesembuhan fraktur dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 1) Tahap inflamasi; 2) Tahap perbaikan dan 3) Tahap renovasi. Tahap inflamasi, terdiri dari fase pasca kerusakan yaitu pada 2 minggu pertama yang dimulai setelah terjadinya perdarahan yang disebabkan oleh cedera vaskular dan dilanjutkan dengan hematoma, dimana terjadi infiltrasi sel-sel inflamasi dan fibroblas ke daerah fraktur. Kejadian ini memicu vaskularisasi daerah fraktur dan pembentukan granulasi jaringan (procallus). Tahap perbaikan, ditandai dengan pembentukan kalus, yang dimulai dengan pertumbuhan pembuluh darah, sekresi osteoid, dan kehadiran fibrokolagen. Kalus yang terdiri dari tulang rawan diproduksi di lokasi fraktur. Kesembuhan awal berkembang pada 4 sampai 6 minggu pertama dengan kekuatan yang terbatas. Selanjutnya, osteoblas akan terus aktif dan mengganti tulang rawan dengan tulang cancellous membentuk jembatan

2

antara fragmen tulang. Tulang cancellous akan dikonversi menjadi tulang kompak melalui deposisi osteoid. Dalam tahap renovasi, proses dapat terjadi selama beberapa bulan atau tahun dengan pemulihan tulang fraktur untuk kembali ke ukuran, bentuk, dan kekuatan yang normal (Pilitsis et al., 2002). Kegagalan kesembuhan tulang pasca trauma yang sering terjadi berupa delayed union, nonunion, malunion, dan masalah lainnya seperti keropos tulang (osteoporosis). Pada kebanyakan kasus, pemulihan posisi tulang dan kestabilan fiksasi tulang sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan dari rekonstruksi tulang. Tindakan pencangkokan tulang atau transplantasi diperlukan untuk merangsang proses kesembuhan tulang dan untuk mengisi bagian tulang yang hilang (Finkemeier, 2002). Pemberian bahan cangkok tulang pada kasus fraktur memerlukan pertimbangan-pertimbangan karena kerusakan tulang dengan lebar kurang dari 2 mm memiliki potensi regenerasi tulang yang baik, sehingga tidak diperlukan pemberian bahan cangkokan tulang, sedangkan pada kerusakan tulang dengan lebar lebih dari 2 mm secara umum memiliki potensi regenerasi tulang yang lebih kecil, sehingga diperlukan bahan cangkok tulang untuk membantu regenerasi tulang (Fedi et al., 2005). Pemahaman tentang prinsip dan teknik cangkok tulang sangat penting untuk perbaikan trauma, perkembangan, dan rekonstruksi kondisi muskuloskeletal (Donald and Peter, 2011). Cangkok tulang didefinisikan sebagai teknik operasi mengganti tulang yang hilang menggunakan material yang berasal dari individu yang bersangkutan, buatan, sintetik atau bahan alami (Greenwald et al., 2008). Bahan cangkok tulang yang ideal harus memiliki potensi untuk mempertahankan sel tetap hidup, tidak

3

menimbulkan reaksi imunologi, mudah didapat, dan memberi kekuatan pada daerah sekeliling tulang, serta tidak menyebarkan penyakit (Becker et al.,1998). Demineralized freeze-dried bovine bone xenograft merupakan salah satu jenis bahan cangkok yang dibuat dengan proses seleksi yang ketat (Yunanthi et al., 2010) dan mampu memperbaiki kerusakan tulang yang besar karena sifat osteokonduktif yang tinggi dengan cara melepas ion kalsium (Maiorama and Simon, 2003; Stephan et al., 1999). Biologi cangkok tulang dan penggantinya diapresiasikan dari pemahaman tentang proses pembentukan tulang dari osteogenesis, osteoinduksi dan osteokonduksi (De Long et al., 2007; Greenwald et al., 2008). Osteogenesis adalah suatu kondisi dimana sel (prekursor osteoblas atau osteoblas) akan mampu membentuk tulang jika ditempatkan ke dalam lingkungan yang tepat (Finkemeier, 2002). Osteoinduksi adalah suatu kondisi dimana tulang baru diwujudkan melalui rekrutmen sel induk inang yang aktif dari jaringan mesenchymal disekitarnya, yang berdiferensiasi menjadi osteoblas pembentuk tulang. Proses tersebut difasilitasi oleh adanya faktor pertumbuhan dalam pencangkokan, terutama Bone Morphogenetic Protein (BMP) (Greenwald et al., 2008). Osteokonduksi adalah suatu kondisi dimana pertumbuhan ke arah dalam dari dasar resipien ke dalam kapiler-kapiler graft, jaringan perivaskuler dan sel-sel progenitor. Bahan graft bertindak sebagai rangka penopang yang mempercepat pertumbuhan ke dalam jaringan inang (Yunanti et al., 2010). Menurut penelitian Plata et al. (2002) potensial osteogenik yang dimiliki Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Xenograft (DFDBBX) berhubungan dengan sejumlah protein yang terkandung di dalamnya dan memiliki potensi

4

osteoinduksi dan mengandung transforming growth factor β (TGF-β) dan Bone Morphogenetic Protein (BMP). Pada penelitian lain dengan menggunakan tulang radius kelinci yang diisi dengan Xenogenic Bovine Demineralized Bone Matrix menunjukkan hasil kesembuhan yang memuaskan, tidak ditemukan adanya komplikasi dan proses kesembuhan berjalan lebih cepat (Bigham et al., 2008). Penggunaan purified bovine BMPs dengan kolagen tipe 1 sebagai pembawa, menunjukkan aktivitas osteoinduksi saat diimplankan pada alvoelus gigi tikus setelah ekstraksi gigi seri dan mempercepat waktu kesembuhan jaringan tulang (de Queiroz et al., 2007). Penelitian pada hewan coba dan percobaan klinis menunjukkan keberhasilan penggunaan rhBMPs sebagai bahan tambahan atau pengganti dari autogenous bone graft tidak menimbulkan efek samping secara sistemik (Jeong et al., 2005). Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini akan diteliti tentang ekspresi Bone Morphogenetic Protein (BMP) pada proses kesembuhan fraktur tulang femur tikus pada 0-4 minggu pasca operasi dengan metode cangkok tulang dan pemasangan pin intramedular.

Perumusan Masalah Potensi osteoinduksi dari beberapa jaringan tubuh dan tulang tidak sama pada tiap bagian, tulang diaphyseal (humerus, femur, tibia, dan fibula) dan dentin mempunyai potensi osteoinduksi yang tinggi. Penggunaan graft tulang sudah diketahui bahwa graft mempunyai daya osteoinduksi dan osteokonduksi. Daya osteokonduksi graft berperan sebagai kerangka untuk memacu pertumbuhan

5

jaringan tulang baru yang biasanya diletakkan pada jaringan resipien. Sedangkan proses osteoinduksi meliputi growth factor dari jaringan resipien untuk mengadakan regenerasi struktur jaringan yang hilang. Secara rinci permasalahan tersebut dapat dibuat rumusan sebagai berikut : 1. Bagaimana

peran

Bone

Morphogenetic

Proteins

(BMP)

dalam

kesembuhan fraktur dengan / tanpa bahan cangkokan? 2. Apakah ekspresi Bone Morphogenetic Proteins (BMP) dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan pada penanganan fraktur tulang femur tikus dengan metoda cangkok tulang Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Xenograft (DFDBBX) dan pemasangan pin intramedular? 3. Apakah

penanganan

fraktur tulang

femur

dengan

menggunakan

Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Xenograft (DFDBBX) dan pemasangan pin intramedular aman dan efektif digunakan?

Tujuan Penelitian 1. Melihat peran Bone Morphogenetic Proteins (BMP) dalam kesembuhan fraktur dengan / tanpa bahan cangkokan. 2. Mengetahui ekspresi Bone Morphogenetic Proteins (BMP) pada 0-4 minggu pasca fraktur femur dengan dan tanpa bahan cangkokan dan pemasangan pin intramedular. 3. Mempelajari tingkat keberhasilan penggunaan DFDBBX dan pemasangan pin intramedular pada proses penanganan fraktur tulang femur tikus dengan metoda cangkok tulang dan pemasangan pin intramedular.

6

Manfaat Penelitian Banyak penelitian menunjukkan pembentukan tulang baru yang diinduksi oleh Demineralized Bone Matrix (DBM) in vitro dan pada implantasi secara subkutan dan intramuskuler. Pembentukan tulang ektopik telah diteliti secara biokimia, histologi, dan histokimia untuk mengetahui proses perbaikan jaringan tulang. Demineralized Bone Matrix (DBM) Graft ternyata berhasil digunakan untuk memperbaiki kerusakan tulang baik pada hewan dan manusia. Penggunaan graft tulang sudah diketahui mempunyai daya osteoinduksi dan osteokonduksi. Daya osteokonduksi graft berperan sebagai kerangka untuk memacu pertumbuhan jaringan tulang baru yang biasanya diletakkan pada jaringan resipien. Sedangkan proses osteoinduksi meliputi growth factor dari jaringan resipien untuk mengadakan regenerasi struktur jaringan yang hilang. Osteokonduksi melibatkan penggantian graft oleh sel osteoprogenitor dari inang, resorpsi tulang terjadi secara simultan dengan aposisi tulang. Osteoinduksi terjadi saat Bone Morphogenic Protein (BMP) diaktivasi. Bagian aktif BMP didapatkan dari matriks tulang yang didekalsifikasi. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengetahui ekspresi Bone Morphogenetic Proteins (BMP) dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan pada penanganan fraktur tulang femur tikus dengan metoda cangkok tulang DFDBBX dan pemasangan pin intramedular.

Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan Demineralized FreezeDried Bovine Bone Xenograft (DFDBBX) sebagai bahan cangkok juga pernah

7

dilakukan oleh Yunanthi dkk. (2010). Penelitian lain yang berkaitan dengan pengaruh penggunaan Bone Morphogenetic Protein pada proses kesembuhan alveolus gigi pernah dilakukan oleh de Queiroz et al,. (2007), meskipun demikian studi mengenai ekspresi Bone Morphogenetic Protein sebagai indikator pada kesembuhan fraktur pasca implantasi DFDBBX belum pernah dilakukan sebelumnya.