THE INFLUENCE OF CONCENTRATION OF NaOH IN THE ALUMINA SEPARATION PROCESS FROM FELDSPAR MINERAL AND ITS ELECTRICAL PROPERTIES CHARACTERIZATION
M. Mishbah Nur Iman, Abdulloh Fuad, Nandang Mufti Fakultas FMIPA Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
ABSTRACT Method of alumina extraction in industrial processing of alumina is the Bayer process. The Bayer process is a method to produce alumina (Al2O3) by dissolving rocks into NaOH. But, the Bayer process only can be performed if the initial aluminum concentration in rocks between 35-65% as in the bauxite ore, while for rocks with aluminum concentration below 35% as in feldspar rocks needs an initial process. This research aim to determine the optimum concentration of NaOH used in the alumina separation process. This research is conducted with three steps. The first is preparation of raw material by grinding the rock up to +250 mesh. The second is separation of impurity compounds (compound other than alumina) by flotation process and leaching with HCl. The third is variation of NaOH concentration 10 M, 15 M, and 20 M and was performed during 6 hours. The results shown that aluminum extraction with concentration variations of NaOH 10 M, 15 M, and 20 M are 17%, 18% and 17%. Therefore, the conclusion is the optimum of NaOH concentration used in the alumina separation process obtained in 15 M. The result of electrical properties shows that the increasing alumina concentration in a matter the increasing electrical conductivity, while dielectric constant is decreasing. Keywords: alumina, feldspar mineral, electrical conductivity, dielectric constant PENDAHULUAN Alumina mempunyai peran penting dalam industri aluminium, yaitu sebagai bahan baku utama dalam pembuatan logam aluminium (Davis, 2010). Aluminium sebagai logam murni dikenal sejak awal abad ke-18 yang ditemukan pertama kali oleh Christian Oersted pada tahun 1825 (Ambroziak, 2010). Aluminium adalah unsur yang paling banyak terdapat di kerak bumi kira-kira 7,5% dari seluruh massa padat kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon (Shaheen, 2010). Aluminium juga tidak jarang ditemukan di dalam mineral penyusun berbagai batuan di Indonesia, salah satunya terdapat di batuan feldspar yang berasal dari Purworejo. Bahan utama untuk ekstraksi alumina terdiri dari mineral alam mengandung aluminium dan NaOH. Proses yang sering digunakan oleh industri dalam ekstraksi alumina adalah proses Bayer. Secara umum proses Bayer (Indah, 2009). Berbagai penelitian mengenai ekstraksi alumina dari bauksit dengan menggunakan proses Bayer sudah banyak dilakukan. Akan tetapi bauksit yang digunakan sudah memiliki kadar aluminium awal tinggi berkisar antara 35-65% (Azizy, 2011), namun batuan tersebut jumlahnya terbatas di alam. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang bahan baku selain bauksit (Batu, 2012), yaitu yang memiliki kadar aluminium awal rendah di bawah 35% seperti
batuan feldspar. Selain berguna sebagai pengganti bauksit juga berguna untuk meningkatkan daya guna dan nilai jual batuan feldspar. Peningkatkan kadar aluminium pada batuan feldspar menjadi lebih dari 35% perlu dilakukan agar dapat digunakan sebagai bahan baku alumina, sehingga perlu dilakukan proses awal (Sari, 2011). Proses awal yang dilakukan adalah proses pemisahan secara selektif dengan tujuan untuk menghilangkan unsur-unsur pengotor. Proses pemisahan secara selektif meliputi proses flotation, leaching dengan HCl, dan pemisahan silika. Senyawa pengotor utama dalam proses pemisahan alumina pada berbagai batuan termasuk bauksit adalah Fe2O3 dan SiO2 yang akan membuat alumina yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang rendah (Plunkert, 2000). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa ekstraksi alumina yang banyak dilakukan adalah menggunakan bauksit yang memiliki kadar aluminium awal tinggi sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang bahan baku selain bauksit yang memiliki kadar awal aluminium rendah. Sehingga penelitian ini terfokus pada pengaruh variasi konsentrasi NaOH sebesar 10M, 15M, dan 20M pada proses pemisahan alumina dari mineral feldspar serta pengaruhnya terhadap sifat listrik yang dihasilkan, meliputi konduktivitas dan dielektrisitas.
1
digunakan untuk memisahkan unsur pengotor dengan massa jenis besar terutama besi dan oksida besi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Raw Material Hasil uji XRD batuan feldspar ditunjukkan dengan analisis X’Pert High Score Plus pada Gambar 1.1.
Hasil Karakterisasi Proses Leaching dengan HCl Tabel 1.3 Perbandingan Kadar Unsur antara Sampel Awal, Setelah Proses Flotation, dan Setelah Leaching dengan HCl Unsur Sampel Al Si K Ca Ti Mn Fe Flotation 9,8 27,5 5,16 19,4 1,86 1,98 28,9 (%) Leaching 12 55,3 8,40 5,15 3,60 0,075 8,29 HCl 1x (%) Leaching 13 57,5 10,5 4,59 3,72 0,083 7,52 HCl 2x (%) Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pada proses leaching menggunakan HCl terjadi penurunan kadar oksida besi yang diwakili oleh unsur Fe dari 28,9% menjadi 7,52%. Penurunan kadar pada besi merupakan penurunan terbesar, sehingga proses leaching dengan HCl pada konsentrasi 7M merupakan proses yang cocok digunakan untuk memisahkan oksida besi dari batuan feldspar.
Gambar 1.1 Hasil Analisis Fase Batuan Feldspar dengan X’Pert High Score Plus Dari hasil analisis menunjukkan batuan yang berasal dari Purworejo ini merupakan batuan feldspar. Untuk hasil XRF disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Hasil Uji XRF Batuan Feldspar Unsur Al Si K Ca Ti Mn Kadar 8,1 22,9 4,01 9,78 1,51 3,77 (%)
Fe 46,11
Hasil Karakterisasi Proses Flotation Tabel 1.2 Perbandingan Sampel Awal dan Hasil Flotation Unsur Sampel Al Si K Ca Ti Mn Fe Awal 8,1 22,9 4,01 9,78 1,51 3,77 46,11 (%) Hasil Flotation 9,8 27,5 5,16 19,4 1,86 1,98 28,9 (%) Dari data tersebut dapat dilihat bahwa unsur dengan massa jenis ringan (ρ < 5) seperti Al, Si, K, Ca, dan Ti mengalami peningkatan kadar, sedangkan unsur dengan massa jenis lebih besar (ρ > 5) seperti Mn dan Fe mengalami penurunan. Hasil yang didapatkan kadar alumina pada batuan feldspar menjadi 9,8% yang meningkat sebesar 1,7%. Penurunan kadar paling signifikan dialami oleh oksida besi yang dalam pengujiannya menggunakan XRF diwakili oleh Fe dengan kadar awal sebelum dilakukan proses flotation sebesar 46,11% menjadi 28,9%. Data tersebut menunjukkan bahwa proses flotation merupakan proses pemisahan yang cocok
Gambar 1.2 Grafik Peningkatan Kadar Alumina dari Sampel Awal sampai Leaching HCl Grafik perbandingan kadar alumina antara sampel awal, sampel hasil flotation, dan sampel setelah leaching dengan HCl dapat dilihat pada Gambar 1.2. Dari grafik dapat dijelaskan bahwa dari sampel awal hingga proses leaching dengan HCl, kadar alumina terus meningkat yang kadar awalnya 8,1% menjadi 13%.
2
Hasil dan Karakterisasi Variasi NaOH Tabel 1.4 Perbandingan Kadar Unsur antara Sampel Awal, Setelah Proses Flotation, Setelah Leaching dengan HCl, dan Setelah Pelarutan dengan NaOH. Unsur Sampel Al Si K Ca Ti Mn Fe Awal (%) Flotation (%) Leaching HCl 1x (%) Hasil Leaching HCl 2x (%) Pelarutan NaOH 10M Pelarutan NaOH 15M Pelarutan NaOH 20M
8,1
22,9
4,01
9,78
1,51
3,77
46,11
9,8
27,5
5,16
19,4
1,86
1,98
28,9
12
55,3
8,40
5,15
3,60
0,075
8,29
13
57,5
10,5
4,59
3,72
0,083
7,52
17
32
1,2
7,45
3,44
0,09
25,2
18
38,7
1
9,64
6,39
0,12
20,3
17
32,2
0,36
10,7
4,91
0,15
21,6
Gambar 1.3 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi NaOH terhadap Kadar Alumina yang dihasilkan Pada grafik diatas, diketahui bahwa proses pelarutan menggunakan NaOH 10M dapat meningkatkan kadar alumina batuan dari 13% menjadi 17%. Proses pelarutan menggunakan NaOH 15M dapat meningkatkan kadar alumina batuan dari 13% menjadi 18%. Proses pelarutan menggunakan NaOH 20M dapat meningkatkan kadar alumina batuan dari 13% menjadi 17%. Penurunan kadar alumina dari pelarutan menggunakan NaOH 15M ke 20M yaitu dari 18% kembali lagi ke 17% terjadi dimungkinkan karena terdapat alumina yang larut karena pada dasarnya pembentukan alumina dengan proses Bayer memiliki langkah yang hampir sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang paling efisien dan tingkat kemurnian alumina tertinggi di dapatkan pada pelarutan dengan NaOH sebesar 15 M.
Berdasarkan hasil karakterisasi XRF di atas, dapat diketahui bahwa terdapat penurunan kadar Si yang cukup signifikan dan kadar alumina mengalami peningkatan. Pada pelarutan dengan NaOH 10 M kadar Si berhasil diturunkan dari 57,5% menjadi 32%. Pada pelarutan dengan NaOH 15 M kadar Si berhasil diturunkan dari 57,5% menjadi 38%. Pada pelarutan dengan NaOH 20 M kadar Si berhasil diturunkan dari 57,5% menjadi 32%. Hasil ini sudah sesuai dengan teori bahwa NaOH dapat melarutkan unsur Si sehingga tepat digunakan untuk menghilangkan unsur Si. Akan tetapi dalam penelitian ini masih belum dapat menghilangkan unsur Si sampai kadar yang relatif kecil. Hal ini terjadi karena kemungkinan unsur Si berikatan dengan senyawa lain yang tidak larut dengan NaOH, seperti Mg dan Fe dalam senyawa Magnesium Aluminum Iron Aluminum Silicate Hydroxide yang terdapat dalam sampel. Peningkatan kadar alumina pada proses pelarutan dengan NaOH disajikan dalam Gambar 1.3.
Hasil Karakterisasi SEM-EDX Tabel 1.5 Hasil Karakterisasi SEM-EDX At % Sampel O Na Mg Al Hasil 44.56 8.77 0.51 10.605 Pelarutan NaOH 10M Hasil 49.79 11.025 0.83 11.08 Pelarutan NaOH 15M Hasil 48 10.26 0.805 10.63 Pelarutan NaOH 20M
Si 13.955
12.26
11.955
Pada tabel di atas terlihat bahwa hasil pelarutan dengan NaOH 10M dan 20M memiliki kadar alumina (yang dalam pengujiannya diwakili oleh unsur Al) hampir sama, hal ini sesuai dengan hasil karakterisasi dengan XRF bahwa sampel 3
tersebut memiliki kadar alumina yang sama. Namun besarnya hasil karakterisasi dengan XRF dan SEMEDX berbeda, dari hasil XRF diketahui kadar alumina pada pelarutan dengan NaOH 10M dan 20M sebesar 17% sedangkan hasil SEM-EDX menunjukkan kadar alumina sebesar 10.6%. Pada pengujian dengan SEM-EDX didapatkan unsur natrium (Na), hal ini dikarenakan unsur Na merupakan salah satu unsur penyusun dari batuan yang di uji yaitu albite (NaAlSi3O8) atau kemungkinan juga terdapat Na yang tertinggal setelah proses pelarutan dengan NaOH. Kadar unsur terbesar pada pengujian SEM-EDX terdapat pada unsur oksigen (O), besarnya kadar unsur oksigen mengindikasikan bahwa senyawa yang terdapat pada bahan tersusun dari oksida, seperti silika (SiO2), alumina (Al2O3), dan oksida besi (Fe2O3 atau Fe3O4).
hal ini dimungkinkan karena adanya pengaruh dari senyawa penyusunnya. Pada umumnya hasil yang didapatkan dari penelitian memiliki nilai konduktivitas sangat kecil yaitu sekitar 10-5. Pengujian Dielektrisitas Pengujian konstanta dielektrik digunakan untuk mengetahui pengaruh kadar alumina terhadap konstanta dielektriknya. Tabel 1.8 Dielektrik
Hasil
Karakterisasi
Konstanta
Kadar Al Konstanta (%) Dielektrik NaOH 10 M 17 63,84 NaOH 15 M 18 31,98 NaOH 20 M 17 63,84 Berdasarkan data yang dihasilkan dapat dijelaskan bahwa semakin rendah kadar alumina maka konstanta dielektrik bahan yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis karena menurut teori jika semakin rendah kadar alumina maka konstanta dielektrik bahan yang dihasilkan akan semakin rendah, karena alumina bersifat isolator. Hal ini dikarenakan terdapat banyaknya unsur pengotor yang masih tersisa, sehingga menyebabkan hasil yang di dapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada. Pada umumnya hasil yang didapatkan dari penelitian memiliki nilai konstanta dielektrik yang besar. Hal ini semakin diperkuat dengan hasil karakterisasi senyawa yang terkandung menggunakan SEM-EDX (Tabel 1.5) yang menunjukkan bahwa senyawa yang mendominasi pada sampel adalah silika dan alumina, karena senyawa tersebut memiliki konstanta dielektrik bernilai tinggi. Sampel
Pengujian Konduktivitas Karakterisasi konduktivitas listrik dilakukan sebagai karakterisasi sifat fisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kadar alumina terhadap konduktivitas listriknya. Tabel 1.6 Sampel yang Digunakan untuk Uji Konduktivitas Listrik Kadar Al Kadar Fe Nama Sampel (%) (%) NaOH 10 M 17 25,2 NaOH 15 M 18 20,3 NaOH 20 M 17 21,6 Karena hasil pengukuran memiliki grafik yang tidak linier maka grafik dalam rentang yang masih linier dipisah masing-masing dalam rentang I (0V-25V) dan rentang II (25V-50V), sehingga dalam penelitian ini didapatkan 2 nilai hambatan. Hal ini terjadi dikarenakan tingkat tereksitasinya elektron dari pita valensi ke pita konduksi pada rentang I dan rentang II berbeda. Perbedaan ini disebabkan adanya peningkatan tegangan yang menyebabkan berpindahnya elektron dari pita valensi ke pita konduksi semakin meningkat sehingga arus yang dihasilkan juga meningkat dengan demikian konduktivitas listriknya juga meningkat.
Kesimpulan Dari hasil data dan analisis yang dilakukan pada pasta nanopartikel tembaga, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut. 1. Proses flotation dapat meningkatkan kadar alumina sebesar 1,7% sehingga kadar alumina pada batuan feldspar yang awalnya 8,1% menjadi 9,8%. 2. Proses leaching dengan HCl dapat meningkatkan kadar alumina, sehingga kadar alumina pada batuan feldspar yang awalnya 9,8% meningkat sebesar 3,2% menjadi 13%. 3. Variasi konsentrasi NaOH pada pelarutan dengan konsentrasi 10M dan 15M dapat meningkatkan kadar alumina dari 13% menjadi 17% dan 18%, namun pada pelarutan dengan konsentrasi 20M kadar alumina yang didapatkan kembali menjadi 17%, sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang paling
Tabel 1.7 Hasil Analisis Data dari Uji I-V meter Nama Konduktivitas Konduktivitas Sampel Listrik I (Ω-1m-1) Listrik II (Ω-1m-1) NaOH 10 M 1,904x10-5 3,525x10-5 -5 NaOH 15 M 3,591x10 6,336x10-5 -5 NaOH 20 M 2,278x10 3,553x10-5 Dari data yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi kadar alumina maka konduktivitas listriknya juga akan semakin tinggi. Namun hasil tersebut berkebalikan dengan hipotesis, 4
4.
5.
efisien dan tingkat kemurnian alumina tertinggi di dapatkan pada pelarutan dengan konsentrasi NaOH sebesar 15M Semakin tinggi kadar alumina maka konduktivitas listriknya juga akan semakin tinggi. Sampel hasil pelarutan dengan NaOH 10M dengan kadar alumina 17% memiliki konduktivitas dalam rentang I sebesar 1,904x105 -1 -1 Ω m dan dalam rentang II sebesar 3,525x105 -1 -1 Ω m , sampel hasil pelarutan dengan NaOH 15M dengan kadar alumina 18% memiliki konduktivitas dalam rentang I sebesar 3,591x105 -1 -1 Ω m dan dalam rentang II sebesar 6,336x105 -1 -1 Ω m , dan sampel hasil pelarutan dengan NaOH 20M dengan kadar alumina 17% memiliki konduktivitas dalam rentang I sebesar 2,278x10-5 Ω-1m-1 dan dalam rentang II sebesar 3,553x10-5Ω-1m-1. Semakin rendah kadar alumina maka konstanta dielektrik bahan yang dihasilkan akan semakin besar. Konstanta dielektrik sampel hasil pelarutan dengan NaOH 10M dan 20M dengan kadar alumina 17% sebesar 63,84, dan sampel hasil pelarutan dengan NaOH 15 M dengan kadar alumina 18% memiliki konstanta dielektrik sebesar 31,98.
Handoko, Tony., Muljana, Henky. 2009. Pengaruh Laju Alir Gas Karbondioksida dan Lama Pembakaran dalam Pemurnian Alumina dari Spent Catalyst. FTI UNPAR. Haneda, K., Morrish, A. H. 1977. Magnetite to Maghemite Transformation in Ultrafine Particles. Department of Physics, University of Manitoba, Winnipeg. Journal De Physique Indah., Hoki, P. Nio., Andi, Suaiman, M., Aditya P. 2009. Proses Isolasi Aluminium dari Bauksit dan Pemanfaatnnya. Malang: Universitas Brawijaya. Johan, Akmal. 2009. Karakterisasi Sifat Fisik dan Mekanik Bahan Refraktori α-Al2O3 Pengaruh Penambahan TiO2. Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 2(B) 12207. Kira, Senju. 2011. Feldspar. (Online). http://kiradminner.blogspot.com, diakses pada tanggal 22 April 2014 Khalimah, Siti Nur. 2013. Studi Pengaruh Separasi Fisis dan Waktu Sianidasi terhadap Konsentrasi Au Terlarut dan Konstanta Dielektrik pada Larutan Sianida. Malang: FMIPA UM.
DAFTAR RUJUKAN Ambroziak, A., Korzeniowski, M. 2010. Using Resistance Spot Welding for Joining Aluminium Elements In Automotive Industry. Wrocław University of Technology. Journal of Science Vol. X No. 1.
Kriswarini, Rosika., Anggraini, Dian., Djamaludin, Agus. 2010. Validasi Metoda Xrf (X-Ray Fluorescence) Secara Tunggal Dan Simultan Untuk Analisis Unsur Mg, Mn Dan Fe Dalam Paduan Aluminum. Yogyakarta. Seminar Nasional VI ISSN 1978-0176.
Azizy, Habib. 2011. Pengetahuan Dasar Bauksit. (Online). http://networkedblogs.com, diakses pada tanggal 7 Mei 2014.
Kusumawati, Tri Atma. 2013. Sintesis Nanopartikel Pigmen Oksida Besi Hitam (Fe3O4), Merah (Fe2O3), dan Kuning (FeOOH) Berbasis Pasir Besi Tulungagung. Malang: FMIPA UM
Davis, Karen. 2010. Material Review: Alumina (Al2O3). School of Doctoral Studies (European Union) Journal.
Markiewicz, M., Hupka, J., Joskowska, M., Jungnickel. Ch. 2009. Potential Application Of Ionic Liquids In Aluminium Production – Economical And Ecological Assessment. Department of Chemical Technology, Chemical Faculty, Gdansk University of Technology.
Foni, Selvi. 2012. Mineral Feldspar. (Online). http://selvifoni.blogspot.com, diakses pada tanggal 22 April 2014. Gunawan, Putu Nopa. 2012. Material Elektro Teknik. Makassar: FT Unhas Hafizh, Abdul., Andriyono, Sapto., Sudiyanto, Yudhi., Abidi, Aulia Rizqi Nur., Yuliana., Irmayanti, Reny., Mardiansyah, Rhamdani., Eriska, Ahmad. 2009. Aluminium Murni dan Paduannya. Bogor: FTP IPB
Mindat. Maghemite. (Online). http://www.mindat.org/, diakses pada tanggal 22 Maret 2014. Newnham, Robert E. 2005. Properties of Materials. New York: Oxford University Press.
Hafner, Bob. 2007. Scanning Electron Microscopy Primer. University of Minnesota-Twin Cities. 5
Plunkert, Patricia A. 2000. Bauxite and Alumina. U.S. Geological Survey Minerals Yearbook. Purbo, Cahyo., Rachman, Fandi., Teguh, Ki Bagus. 2009. XRay Diffraktometer (XRD). Surakarta: FMIPA UNS. Putri, Sunny Ineza. 2013. Konstanta Dielektrik Berbagai Bahan. FMIPA UNPAD Rahmawati M. 2011. Sintesis Partikel Magnetik Fe3O4 dengan Metode Presipitasi. Mulawarman Scientifie, Volume 10, Nomor 2. Ratnasari, Dina., Hermanihadi, Sas., Indriyanto, Wisnu., Fathony, Alfian. 2009. Tugas Kimia Fisika X-Ray Diffraction (Xrd). Surakarta: FT UNS. Sari, Retno Fitriana., Prasetyo, Winda Aryani., Nurmedia, Rahmatika., Mirwan, Agus. 2011. Studi Pengambilan Kembali Alumina dari Limbah Padat Lumpur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Intan Banjar. Prestasi Vol. 62 No. 2. Shaheen, M.A., Rana, S. I., Tariq, M. I., Rehman, F., Karim, A., Murtaza, N. Ahmad S., Aziz, M. 2010. Evaluation Of Bauxite Of Khushab (Pakistan) As A Raw Material For Extraction Of Aluminum. Pakistan Journal of Science Vol. 62 No. 2. Sulastri, Siti., Kristianingrum, Susila. 2010. Berbagai Macam Senyawa Silika: Sintesis, Karakterisasi dan Pemanfaatan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian FMIPA UNY. Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
6