ALTERNATIF INDEKS GIZI SEIMBANG UNTUK MENILAI

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Alternatif Indeks Gizi. Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahu...

0 downloads 674 Views 20MB Size
ALTERNATIF INDEKS GIZI SEIMBANG UNTUK MENILAI KUALITAS KONSUMSI PANGAN ANAK USIA 2-12 TAHUN DI INDONESIA

ANGGA HARDIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahun di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Angga Hardiansyah NIM I1511300061

RINGKASAN ANGGA HARDIANSYAH. Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahun di Indonesia. Dibimbing oleh HARDINSYAH dan DADANG SUKANDAR.

Saat ini masih banyak anak Indonesia yang mengalami masalah gizi. Sebesar 19,6% balita mengalami berat kurang (underweight) dan lebih dari 30% balita dan anak pendek (stunting). Di sisi lain, balita gemuk dilaporkan sebesar 11,9% pada tahun 2013. Pengendalian masalah gizi tersebut dilakukan Kemenkes dengan menyusun Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014 sebagai pedoman diet sehat bagi semua kelompok umur termasuk kelompok anak. Meskipun telah memiliki pedoman makan, Indonesia belum memiliki instrumen untuk menilai kualitas konsumsi pangan secara praktis dan menyeluruh untuk kelompok anak. Padahal, di negara lain seperti Amerika, Australia dan Thailand telah dikembangkan instrumen tersebut yang disebut dengan Healthy Eating Index (indeks gizi seimbang) bagi semua kelompok umur. Di Indonesia sendiri, Indek Gizi Seimbang baru dikembangkan untuk kelompok dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan indeks gizi seimbang (IGS) untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak usia 2-12 tahun di Indonesia, dengan tujuan khusus: 1) menganalisis konsumsi pangan anak usia 2-12 tahun di Indonesia, 2) mengembangkan beberapa alternatif IGS untuk anak usia 2-12 tahun di Indonesia, dan 3) menguji validitas berbagai alternatif IGS dan menentukan IGS terpilih. Penelitian pengembangan IGS ini dilakukan pada bulan September 2014 – Mei 2015. Subjek dalam penelitian ini adalah anak usia 2-12 tahun hasil Riskesdas 2010. Jumlah subjek yang telah ditapis sesuai dengan kriteria eksklusi sebanyak 38890 anak usia 2-12 tahun. Terdapat 3 tahapan dalam pengembangan IGS, yaitu 1) pengelompokan pangan, 2) pengembangan alternatif IGS dan sistem penilaian, dan 3) validasi IGS melalui uji korelasi yang dilakukan antara alternatif IGS dengan nilai mutu gizi pangan (MGP) subjek. Terdapat 15 zat gizi yang dipertimbangkan dalam perhitungan MGP, yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, folat, vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, seng, natrium. Data asupan gizi tersebut diperoleh dari hasil konversi data konsumsi pangan hasil Riskesdas 2010 menggunakan daftar komposisi pangan indonesia, nutrition fact pada pangan berlabel, USDA nutrient database, dan nutrisurvey software. Terdapat 12 alternatif IGS yang dikembangkan dalam penelitian ini. Perbedaan dari setiap IGS terletak pada cara pemberian nilai serta komponen penilaian yang disertakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh IGS yang dikembangkan memiliki korelasi positif terhadap nilai MGP subjek (r = 0.27 – 0.60). IGSK-60 yaitu IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait penyakit tidak menular (PTM) merupakan IGS yang paling valid (r=0.6). IGS3-60 yaitu IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM merupakan IGS yang paling praktis dan valid (r=0.58). IGSK-104 yaitu IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM merupakan IGS yang paling lengkap untuk menilai kualitas konsumsi pangan subjek untuk studi terkait PTM (r=0.42).

IGS3-60 merupakan indeks valid yang dapat digunakan secara praktis untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak. Modifikasi IGS ini ke dalam bentuk kartu praktis IGS perlu dilakukan untuk lebih memudahkan pengguna. Studi lanjutan juga perlu dilakukan untuk mempelajari hubungan antara penilaian IGSK-104 dengan outcome gizi dan kesehatan. Penilaian dengan IGSK-60, IGS3-60, dan IGSK-104 menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber karbohidrat anak Indonesia perlu dibatasi, sedangkan konsumsi sayur, buah, pangan sumber protein hewani (termasuk susu), dan pangan sumber protein nabatinya perlu ditingkatkan. Kata kunci: anak, indeks gizi seimbang, konsumsi pangan

SUMMARY ANGGA HARDIANSYAH. Alternative of Balanced Diet Index to Assess the Quality of Food Consumption of Children Aged 2-12 Years. Supervised by HARDINSYAH and DADANG SUKANDAR

Currently, there are many Indonesian children who experience nutritional problems. 19.6 % of children under five years are underweight, more than 30% are stunted. On the other hand ,11.9% of children are overweight in 2013. The Ministry of Health developed Guidelines for Balanced Diet in 2014 as healthy eating guidelines for all age groups, including children to control these nutritional problems. Although the balanced dietary guideline is available, Indonesia has yet developed a practical and comprehensive instrument to assess children’s food consumption quality. Other countries, e.g. United States of America, Australia and Thailand had developed such instrument called Healthy Eating Index (balanced diet index) for all age groups. Indonesia’s Healthy Eating Index or Balanced Diet Index was only developed for adult group. Therefore, this study was aimed generally to develop the balanced diet index (BDI) for Indonesian children aged 2-12 years. The specific purposes of this study were to analyze food consumption of Indonesian children aged 2-12 years, to develop several alternatives of BDIs for Indonesian children aged 2-12 years, and to select the most appropriate BDI for Indonesian children. The study was conducted from September 2014 to May 2015. Subjects were healthy children aged 2-12 years from the Basic Health Research (Riskesdas) in 2010. 38890 children were selected as final subjects after data cleaning based on exclusion criteria. The development of balanced diet index (BDI) was performed in three steps, namely 1) the classification of food, 2) the development of BDI alternatives and assessment systems, and 3) validation of the BDI using correlation test between BDI alternatives with the nutritional quality (NQ) of the diet of the subject. Mean adequacy level of 15 nutrients was included in the calculation of NQ of the subjects’ diet, i.e. energy, protein, fat, carbohydrate, water, vitamin A, vitamin B1, vitamin B9 (folate), vitamin B12, vitamin C, sodium, calcium, iron, phosphorus, and zinc. The nutrient intake data were obtained from conversion of food consumption data of Riskesdas 2010 using Indonesian food composition tables, nutrition fact of labeled foods, the USDA nutrient database, and nutrisurvey software. 12 alternatives of BDI were developed in this study. The difference of each BDI was on the scoring systems and the components that were included in the assessment. The study results showed that all of BDI developed positively correlated with the NQ value of the subjects (r = 0.27 – 0.60). BDIC-60, BDI with continuous scoring system, consisting of six components of the assessment and 0 food aspects related to noncommunicable diseases (NCDs) was the most valid BDI (r = 0.6). BDI3-60, BDI with 3-level discrete scoring systems, consisting of six components of the assessment and 0 food aspects related to NCDs was the most practical and valid BDI (r = 0.58). BDIC-104, BDI with continuous scoring system, consisting of 10 components of the assessment and 4 food aspects related to NCDs was the most complete BDI to assess the quality of the diet of the subjects (r = 0.42).

BDI3-60 was a valid index that can be used practically to assess the quality of children’s food consumption. The BDI modification in the form of practical card is needed to make it more user-friendly. Further study should also be conducted to study the relationship between BDIC-104 score and nutrition or health outcomes. The assessment with BDIC-60, BDI3-60, and BDIC-104 showed that the consumption of carbohydrate foods for Indonesian children should be limited, and the consumption of vegetables, fruits, animal protein foods (including dairy), and plant protein foods should be improved.

Keywords: balanced diet index, child, food consumption

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ALTERNATIF INDEKS GIZI SEIMBANG UNTUK MENILAI KUALITAS KONSUMSI PANGAN ANAK USIA 2-12 TAHUN DI INDONESIA

ANGGA HARDIANSYAH

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Yayuk Farida Baliwati MS

Judul Tesis

:

Nama NIM

: :

Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahun di Indonesia Angga Hardiansyah I151130061

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hardinsyah, MS Ketua

Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Juli 2015 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penulisan tesis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Hardinsyah, MS dan Prof Dr Ir Dadang, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS selaku penguji luar komisi dan kepada Prof. Dr Ir Ali Khomsan MS selaku pemandu ujian tesis atas saran perbaikan yang diberikan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan izin untuk menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Terima kasih juga diucapkan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa program pascasarjana kepada penulis. Rasa terimakasih dan penuh kasih sayang juga penulis ucapkan kepada istri tercinta, kedua orang tua, adik, keluarga besar, teman seperjuangan penulis, yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat serta kepercayaan kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik. Karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis memohon saran dan masukan dari pembaca karena pembelajaran adalah proses yang tidak pernah berhenti. Semoga karya ilmiah ini dapat membawa manfaat.

Bogor, Agustus 2015

Angga Hardiansyah

DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat 2 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Anak Indonesia Perkembangan Konsep Gizi Seimbang Penilaian Kualitas Konsumsi Pangan Anak Mutu Gizi Pangan (MGP) Pola Pangan Harapan (PPH) Healthy Eating Index (HEI) Prinsip Pengembangan HEI 3 KERANGKA KERJA Kerangka Kerja Definisi Operasional 4 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Karakteristik Sosial Ekonomi Subjek Konsumsi Pangan Subjek Asupan Zat Gizi Subjek Kebutuhan Zat Gizi Subjek Analisis Mutu Gizi Pangan (MGP) Pengembangan Indeks Gizi Seimbang 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Konsumsi Pangan dan Asupan Gizi Tingkat Partisipasi Konsumsi Pangan Kuantitas Konsumsi Pangan Asupan Gizi Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

i ii ii ii 1 1 3 3 3 3 4 5 5 6 6 12 13 13 15 16 16 16 17 18 18 19 19 19 22 22 25 25 27 27 27 29 31 39 39 39 39 42 52

ii

DAFTAR TABEL 1 Komponen penilaian dalam HEI 1995 2 Komponen penilaian dalam HEI 2005 3 Komponen penilaian dalam HEI 2010 4 Komponen THEI dan sistem penilaiannya 5 Komponen HEI Australia dan sistem penilaiannya 6 Alternatif IGS untuk pria dan wanita dewasa 7 IGS3-60 untuk pria dewasa Indonesia dan sistem penilaiannya 8 IGS3-105 untuk pria dewasa Indonesia dan sistem penilaiannya 9 Jenis dan cara pengumpulan data 10 Kebutuhan energi subjek menurut usia dan jenis kelamin 11 Angka kecukupan protein subjek menurut usia dan jenis kelamin 12 Kebutuhan air subjek menurut berat badan 13 Kebutuhan zat gizi mikro subjek 14 Alternatif IGS yang dikembangkan 15 Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi 16 Tingkat partisipasi (%) konsumsi kelompok pangan 17 Rataan dan standar deviasi konsumsi kelompok pangan 18 Rataan dan standar deviasi asupan gizi subjek 19 Tingkat kecukupan gizi (%) dan mutu gizi pangan subjek 20 Hasil uji korelasi pearson antara IGS dan mutu gizi pangan subjek 21 Kriteria penilaian IGSK-60 untuk anak 2-3 tahun 22 Rataan dan standar deviasi skor IGSK-60 anak usia 2-12 tahun 23 Kriteria penilaian IGS3-60 untuk anak usia 2-3 tahun 24 Rataan dan standar deviasi skor indeks gizi seimbang IGS3-60 25 Kriteria penilaian IGSK-104 untuk anak 2-3 tahun 26 Rataan dan standar deviasi skor IGSK-104 anak usia 2-12 tahun 27 Kualitas konsumsi pangan subjek menurut batasan skor IGS 28 Sebaran subjek menurut batasan skor IGSK-60 29 Sebaran subjek menurut batasan skor IGS3-60 30 Sebaran subjek menurut batasan skor IGSK-104

7 7 8 9 10 11 11 12 18 20 21 21 22 24 26 27 28 30 31 32 33 33 34 34 35 35 36 37 37 37

DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka kerja pengembangan Indeks Gizi Seimbang 2 Proses penapisan subjek 3 Kurva persamaan garis linier antara porsi konsumsi sayur dengan skor IGS

14 17 24

DAFTAR LAMPIRAN 1 Kriteria IGSK-60, IGS3-60, dan IGSK-104 untuk anak 4-12 Tahun 2 Rataan dan standar deviasi skor IGS anak usia 2-12 tahun 3 Keterangan porsi makan 4 Rataan dan standar deviasi MGP subjek menurut batasan skor IGS

42 47 50 51

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini masih banyak anak Indonesia (usia 2-12 tahun) yang mengalami masalah gizi, baik kekurangan gizi makro, mikro, maupun kelebihan gizi. Prevalensi balita berat kurang (underweight) di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 17,9% dan meningkat menjadi 19,6% pada tahun 2013. Prevalensi balita pendek (stunting) pada tahun 2010 sebesar 35,6% dan meningkat menjadi 37,2% pada tahun 2013. Prevalensi pendek pada kelompok anak usia 5-18 tahun juga masih cukup tinggi,yaitu berkisar antara 23,3-40,2% pada tahun 2013. Permasalahan gizi mikro seperti anemia juga dilaporkan masih tinggi pada tahun 2013, yaitu 28,1% pada balita dan 26,4% pada anak usia 5-14 tahun. Di sisi lain terjadi permasalahan gizi lebih, balita gemuk dilaporkan sebesar 14% pada tahun 2010 dan 11,9% pada tahun 2013 (Kemenkes 2014). Masalah gizi yang terjadi pada saat balita dan anak menyebabkan berbagai dampak negatif, antara lain peningkatan angka kesakitan dan kematian pada balita, penurunan kemampuan intelektual, serta penurunan kapasitas kerja pada saat dewasa (Koletzko et al. 2011). Anak wanita yang mengalami masalah gizi akan tumbuh menjadi wanita dewasa dengan kapasitas reproduktif yang tidak optimal dan cenderung melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) (Ramakhrisman 2004; Victora et al. 2008). Rendahnya jumlah dan mutu konsumsi pangan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya masalah gizi, dan banyaknya anak yang mengalami masalah gizi mencerminkan lambatnya perkembangan nasional suatu negara (WHO 2008; Koletzko et al. 2011). Sejak pasca kemerdekaan, pedoman untuk mengatur konsumsi pangan masyarakat sebenarnya telah dikembangkan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya perbaikan masalah gizi. Pada tahun 1950an, telah diperkenalkan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang memberikan pedoman pentingnya mengonsumsi makanan yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan, serta minum susu untuk menyempurnakan menu tersebut. Kemudian pada tahun 1992, mulai dikembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Perbedaan mendasar antara slogan 4 Sehat 5 Sempurna dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang adalah penekanan dalam zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang atau kelompok umur. PUGS mengandung 13 pesan gizi seimbang, dan dalam konsep ini, susu bukan merupakan minuman yang dianggap sempurna (Kemenkes 2014). Hasil kajian ilmiah yang diwujudkan dalam Naskah Akademik (2012) menunjukkan bahwa banyak masalah dan kendala dalam sosialisasi PUGS sehingga harapan untuk merubah perilaku gizi masyarakat ke arah perilaku gizi seimbang belum sepenuhya tercapai. Pada tahun 2014, Kemenkes melakukan revisi 13 pesan PUGS menjadi 10 pesan Gizi seimbang (PGS). PGS dikemas menjadi pesan yang lebih sederhana agar lebih mudah diterima pada seluruh lapisan masyarakat, dan tentunya mengandung pesan yang lebih relevan terhadap kecenderungan permasalahan gizi saat ini. Secara garis besar, terdapat empat pilar Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014, yaitu: 1) mengonsumsi makanan beragam, 2) membiasakan

2

perilaku hidup bersih, 3) melakukan aktivitas fisik, 4) mempertahankan dan memantau berat badan normal (Kemenkes 2014). Pedoman Gizi Seimbang (PGS) yang digunakan sebagai acuan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi pangan yang sehat memang telah dikembangkan. Namun, instrumen (alat ukur) yang digunakan untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan terhadap amjuran PGS tersebut belum disusun dan diaplikasikan untuk semua kelompok umur. Oleh karena itu, monitoring kesesuaian konsumsi pangan terhadap PGS belum dapat dilakukan dengan mudah dan tepat untuk semua kelompok umur. Padahal, di beberapa negara telah dikembangkan instrumen untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan masyarakat terhadap pedoman diet di masingmasing negara. Bahkan, beberapa negara telah melakukan revisi instrumen tersebut sesuai perkembangan ilmu dan permasalahan gizi. Guenther et al. (2008; 2010) telah mengembangkan instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan yang disesuaikan dengan pedoman makanan di negara Amerika (Dietary Guidlines for Americans), yang disebut dengan Healthy Eating Index (HEI/Indeks Makanan Sehat). HEI tersebut merupakan tabel komponen pangan yang dianjurkan (whole grain, buah, sayur, daging, susu, kacang-kacangan) beserta item pangan yang harus dibatasi (gula, lemak jenuh, natrium). Konsumsi pangan yang dianjurkan dalam jumlah besar mendapatkan skor HEI besar, dan sebaliknya konsumsi pangan yang dibatasi dalam jumlah besar mendapatkan skor yang kecil. Skor total HEI merupakan skor kumulatif dari masing-masing item (rentang skor masing-masing item adalah 0-10). Selanjutnya, Hurley et al.(2009) memodifikasi HEI yang digunakan untuk kelompok anak dan remaja. Pada kurun waktu yang sama, Australian Institute of Health and Welfare (2007) menyusun HEI yang digunakan sebagai instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan di negara Australia. Taechangam et al.(2008) juga menyusun HEI untuk negara Thailand, tentunya dengan berbagai modifikasi yang disesuaikan dengan pola konsumsi masyarakat setempat. Hardinsyah et al. (2000) sebenarnya telah mengembangkan cara sederhana penilaian mutu gizi makanan atau Indeks Mutu Gizi Makanan bagi anak batita. Namun, instrumen tersebut didasarkan pada penelitian skala kecil di Bogor. Selanjutnya, Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014) telah menyusun instrumen HEI untuk kelompok dewasa di Indonesia yang disebut sebagai Indeks Gizi Seimbang (IGS). IGS merupakan instrumen atau alat ukur kesesuaian konsumsi pangan pria dan wanita dewasa terhadap anjuran porsi makan dari Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) 1994. Prinsip penyusunan dan sistem penilaian IGS didasarkan pada HEI, tentunya dengan modifikasi sesuai PUGS di Indonesia. Sampai saat ini, di Indonesia belum ada suatu indeks yang dikembangkan berdasarkan data konsumsi pangan anak berskala nasional untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan anak terhadap anjuran porsi makan PGS 2014. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian menggunakan data konsumsi pangan anak berskala nasional (Riskesdas 2010) untuk menghasilkan Indeks Gizi Seimbang (IGS) sebagai instrumen untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak Indonesia dan kesesuaiannya terhadap anjuran porsi makan PGS 2014.

3

Tujuan Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengembangkan indeks gizi seimbang (IGS) untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak usia 2-12 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2010. Tujuan penelitian ini secara khusus adalah : 1. Menganalisis konsumsi pangan anak usia 2-12 tahun di Indonesia 2. Mengembangkan beberapa alternatif IGS untuk anak usia 2-12 tahun di Indonesia 3. Menguji validitas berbagai alternatif IGS

Manfaat IGS yang dikembangkan pada penelitian ini diharapkan mampu menjadi suatu instrumen untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan anak di Indonesia terhadap anjuran porsi konsumsi pangan pedoman gizi seimbang 2014. Instrumen ini diharapkan juga mampu digunakan untuk memonitor perubahan konsumsi pangan yang terjadi pada anak di Indonesia secara periodik.

2 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Anak Indonesia Saat ini Indonesia dihadapkan pada permasalahan gizi ganda. Prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita sebesar 18.4% pada tahun 2007, menurun 17.9% tahun 2010 dan kemudian meningkat menjadi 19.6% pada tahun 2013. Prevalensi pendek (tinggi badan menurut umur) pada balita sebesar 36.7% tahun 2007, menurun menjadi 35.7% tahun 2010 dan meningkat menjadi 37.2% pada tahun 2013. Prevalensi anak kurus (berat badan menurut tinggi badan) menurun dari 13.6 % tahun 2007 menjadi 13.3% pada tahun 2010 dan 12.1% pada tahun 2013. Permasalahan gizi mikro seperti anemia juga dilaporkan masih tinggi pada tahun 2013, yaitu 28.1% pada balita. Di sisi lain, prevalensi balita gemuk dilaporkan sebesar 12.2% pada tahun 2007, 14% pada tahun 2010, dan 11.9% pada tahun 2013 (Kemenkes 2014). Permasalahan gizi anak umur 6-12 tahun juga masih perlu perhatian serius. Prevalensi anak pendek pada kelompok tersebut diatas 30% pada tahun 2010 dan hingga tahun 2013 masih di atas 30%. Prevalensi anak kurus sebesar 11% dan masih pada kisaran yang sama pada tahun 2013. Permasalahan gizi mikro seperti anemia juga dilaporkan masih tinggi pada tahun 2013, yaitu 26.4 pada anak usia 5-14 tahun. Di sisi lain, prevalensi kegemukan pada anak ditemukan meningkat tajam dari 9.2% pada tahun 2010 menjadi 18.8% pada tahun 2013 (anak usia 5-12 tahun) (Kemenkes 2014). Masalah gizi pada anak telah dilaporkan memberikan berbagai dampak negatif. Permasalahan gizi meningkatkan angka kesakitan yang terjadi pada anak

4

dan menjadi salah satu penyebab tingginya kematian pada balita. Permasalahan gizi akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang mengalami permasalahan gizi cenderung tumbuh menjadi dewasa dengan kemampuan fisik dan mental yang tidak optimal, dan mempunyai produktifitas yang lebih rendah (Koletzko et al. 2011). Kondisi ini akan berdampak luas bagi perkembangan sumberdaya manusia dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Oleh karena itu, asupan gizi optimal dari makanan sangat dibutuhkan untuk menunjang perkembangan suatu negara Perkembangan Konsep Gizi Seimbang Sejak tahun 1950an, konsep gizi seimbang di Indonesia telah diperkenalkan oleh Prof. Poorwo Soedamo dengan slogan “4 Sehat 5 Sempurna”. Konsep tersebut merupakan hasil adaptasi dari prinsip “Basic Four” Amerika Serikat yang mulai dikembangkan pada era 1940an. Alasan dikembangkannya konsep gizi seimbang ini adalah adanya fakta bahwa pada dasarnya tidak ada satupun bahan makanan dengan kandungan gizi lengkap, sehingga seseorang harus mengombinasikan berbagai makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi hariannya. Slogan “4 Sehat 5 Sempurna” memberikan pedoman pentingnya mengonsumsi makanan yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan, serta minum susu untuk menyempurnakan menu tersebut. Namun, slogan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu dan permasalahan gizi dewasa ini sehingga perlu diperbarui dengan pedoman yang sesuai dengan kondisi saat ini (Kemenkes 2014). Pada tahun 1992, mulai dikembangkan prinsip Nutrition Guide for Balanced Diet sebagai hasil kesepakatan konferensi pangan se-dunia di Roma. Di Indonesia prinsip tersebut dikenal dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Perbedaan mendasar antara slogan 4 Sehat 5 Sempurna dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang adalah penekanan dalam zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang atau kelompok umur. Diektorat Bina Gizi, Departemen Kesehatan, pada tahun 1995 menerbitkan buku panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Ke-13 pesan tersebut adalah (1) makanlah aneka ragam makanan, (2) makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi, (3) makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi, (4) batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi, (5) gunakan garam beryodium, (6) makanlah makanan sumber zat besi; (7) berikan ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya, (8) biasakan makan pagi, (9) minumlah air bersih yang aman yang cukup jumlahnya, (10) lakukan aktivitas fisik secara teratur, (11) hindari minum minuman berakohol, (12) makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, dan (13) bacalah label makanan yang dikemas (Kemenkes 2014). Hasil kajian ilmiah yang diwujudkan dalam Naskah Akademik (2012) menunjukkan bahwa banyak masalah dan kendala dalam sosialisasi PUGS sehingga harapan untuk merubah perilaku gizi masyarakat ke arah perilaku gizi seimbang belum tercapai sepenuhya. Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa stunting pada balita dan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) makin meningkat. Dengan kondisi demikian maka perhatian terhadap masalah gizi ganda perlu lebih ditingkatkan antara lain melalui penyempurnaan pedoman gizi yang dinilai cukup sulit disosialisasikan (Kemenkes 2014).

5

Pada tahun 2014, Kemenkes telah melakukan revisi 13 pesan PUGS menjadi 10 pesan Gizi seimbang (PGS). PGS dikemas menjadi pesan yang lebih sederhana agar lebih mudah diterima pada seluruh lapisan masyarakat, dan tentunya mengandung pesan yang lebih relevan terhadap kecenderungan permasalahan gizi saat ini. Ke-10 pesan PGS tersebut adalah 1) syukuri dan nikmati aneka ragam makanan, 2) banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan, 3) biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi, 4) biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok, 5) batasi konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak, 6) biasakan sarapan, 7) biasakan minum air putih yang cukup dan aman, 8) biasakan membaca label pada kemasan pangan, 9) cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir, 10) lakukan aktifitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal (Kemenkes 2014). Penilaian Kualitas Konsumsi Pangan pada Anak Pedoman Gizi Seimbang 2014 memang telah dikembangkan di Indonesia, tetapi sampai saat ini belum terdapat suatu instrumen untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan anak di Indonesia terhadap anjuran porsi konsumsi makanan dari PGS 2014. Beberapa cara menilai kualitas konsumsi pangan yang telah dikembangkan hingga saat ini antara lain yaitu konsep Mutu Gizi Pangan (MGP), Pola Pangan Harapan, dan Healthy Eating Index (HEI) dari beberapa negara. Mutu Gizi Pangan Mutu Gizi Pangan merupakan persentase asupan gizi terhadap kecukupan atau kebutuhannya. Komponen yang dibutuhkan dalam perhitungan MGP adalah asupan gizi dari aneka ragam pangan yang dikonsumsi dan kebutuhan zat gizi dari seseorang. Rumus perhitungan MGP sebagai berikut: MGP = ∑TKG-i / n Keterangan: MGP = Mutu Gizi Pangan TKG-i = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i, yaitu konsumsi zat gizi kei/kecukupan zat gizi ke-i = Jumlah zat gizi yang dipertimbangkan dalam penilaian MGP n Penilaian MGP mampu menghasilkan suatu nilai yang mudah untuk dianalisis karena merupakan peubah kontinyu (dapat dicari rataan, median, standar deviasi, serta dapat dianalisis secara regresi). Setiap nilai TKGi bernilai maksimum 100 (truncated at 100) dengan alasan untuk meminimalkan kompensasi antara nilai TKGi yang rendah dan tinggi secara matematik, karena secara biologis antar zat gizi yang berbeda tidak dapat saling substitusi melainkan saling berinteraksi. Ada empat kategori yang digunakan untuk mengelompokkan MGP yaitu sangat kurang (<55), kurang (55-69), cukup (70-84), dan baik (≥85) (Hardinsyah 1996). MGP memiliki keunggulan dalam menilai zat gizi secara ineraktif, bukan parsial. MGP cukup teliti dalam menilai kualitas konsumsi pangan, tetapi konsep ini menggunakan komputasi yang cukup detail dan kurang sederhana jika digunakan oleh masyarakat awam. Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menggunakan MGP adalah jumlah dan jenis zat gizi yang ada dan kualitas metode

6

pengumpulan data konsumsi pangan. MGP juga tidak dapat menggambarkan adanya kelebihan zat gizi. Pola pangan harapan (PPH) Definisi dari pola pangan harapan menurut FAO-RAPA adalah komposisi kelompok pangan utama, yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya (Hardinsyah et al. 2002). PPH merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk menilai suatu mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangan. Skor PPH yang tinggi mencerminkan beragamnya konsumsi pangan, yang berarti semakin baik komposisi dan mutu gizinya. Skor PPH = ∑ (TKEi x Ri) Keterangan: SPPH = Skor Pola Pangan Harapan TKEi = Tingkat kecukupan energi (%) kelompok pangan ke-i Ri = Rating/bobot untuk kelompok pangan ke-i i = 9 jenis kelompok pangan (padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur/ buah, dan lainnya. PPH menilai mutu pangan berdasarkan skor pangan. Skor pengan tersebut diperoleh melalui perkalian antara tingkat kontribusi tiap kelompok pangan dengan bobotnya. Dalam setiap kelompok pangan, bobot didasarkan pada konsentrasi kalori, kepadatan kalori, zat gizi esensial, zat gizi mikro, kandungan serat, volume pangan dan tingkat kelezatannya. Di Indonesia, PPH sering digunakan sebagai instrumen untuk menilai situasi ketersediaan dan konsumsi pangan wilayah, yang dinilai dari jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan secara agregat. Hasil analisis tersebut umumnya juga digunakan untuk merencanakan kebijakan terkait perencanaan ketersediaan dan konsumsi pangan wilayah. Keunggulan PPH yaitu sangat relevan dengan tujuan ketahanan pangan, sesuai anjuran mutu gizi, memenuhi diversifikasi pangan dan gizi, dan terdapat keseimbangn antar kelompok pangan. Healthy eating index (HEI) 1. HEI Amerika Healthy Eating Index (HEI) atau Indeks Makanan Sehat adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur kesesuain konsumsi pangan masyarakat terhadap pedoman diet sehat. HEI pertama kali dikembangkan di Amerika pada tahun 1995, yang membagi pangan menjadi 10 komponen sesuai dengan pedoman Dietary Guidlines for Americans. Lima komponen pangan yang dinilai dan diperhatikan kecukupan gizinya adalah buah-buahan, sayuran, bijibijian, susu, dan daging. Adapun 4 komponen yang harus dibatasi konsumsinya adalah total lemak, lemak jenuh, kolesterol, dan natrium. Point ke-10 adalah keragaman, yang mengukur apakah konsumsi pangan beragam atau tidak. Skor HEI yang ditetapkan memiliki rentang 0-10 dari setiap item (total ada 10 item), sehingga skor kumulatif HEI berkisar antara 0-100. Skor diatas 80 mengindikasikan baiknya kualitas konsumsi pangan, 51-80 mengindikasikan cukup (butuh perbaikan), dan

7

skor dibawah 51 mengindikasikan buruknya kualitas diet. Komponen penilaian dalam HEI 1995 disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Komponen penilaian dalam HEI 1995 No

Komponen

Skor 0

1

Total buah

0

2

Total sayur

0

3

Total grain

0

4

Susu

0

5

Daging/kacangkacangan Natrium Lemak jenuh Lemak total Kolesterol Keragaman

0

6 7 8 9 10

5

8 Point

10 2-4 takaran saji (sekitar 1-2 gelas) 5-5 takaran saji (sekitar 1,5 – 2,5 gelas) 6-11 takaran saji (sekitar 6-11 oz eq) 2-3 takaran saji (sekitar 2-3 gelas) 2-3 takaran saji (sekitar 5,5 – 7,0 oz eq) ≤ 2.4 gram ≤ 10% energi ≤ 30% energi ≤ 300 mg ≥ 16 makanan berbeda selama 3 hari

≥ 4.8 ≥ 15 ≥ 45 ≥ 450 ≤6

Perubahan pada Dietary Guidlines for Americans pada tahun 2005 mengharuskan terjadinya revisi pada HEI yang digunakan karena adanya peningkatan perhatian pada pentingnya aspek kualitas konsumsi pangan, seperti pada kelompok whole grains, jenis dan varisai sayuran, spesifikasi jenis lemak, dan pengenalan terhadap konsep baru bebas kalori. Dengan demikian, revisi HEI 1995 (original) menjadi HEI 2005 memembuat instrumen tersebut lebih relevan dengan perkembangan ilmu dan permasalahan kesehatan. Komponen penilaian dalam HEI 2005 disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Komponen penilaian dalam HEI 2005 No

Komponen 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Total buah Whole fruit Total sayur Sayuran berdaun hijau dan orange, serta legumes Total grains Whole grains Susu Daging dan kacangkacangan Minyak Lemak jenuh Sodium Kalori dari SoFAAS

5

Skor 8 10 Poin ≥ 0.8 gelas eq/1000 kkal ≥ 0.4 gelas eq/1000 kkal ≥ 1.1 gelas eq/1000 kkal ≥ 0.4 gelas eq/1000 kkal

20

≥ 3.0 oz eq/1000 kkal ≥ 1.5 oz eq/1000 kkal ≥ 1.3 gelas ≥ 2.5 oz ≥ 12 g/1000 kkal ≤ 7% energi ≥ 0.7 g/1000 kkal ≤ 20% energi

8

Kelemahan HEI ini antara lain belum dicantumkannya komponen lemak trans (belum adanya data tersedia), yang mana pada perkembangan ilmu pangan dan gizi sekarang disinyalir lebih berbahaya dibandingkan lemak jenuh. Selain itu, pola penilaian dilakukan dengan menggunakan densitas pangan dan zat gizi (terhadap 1000 kalori), sehingga lebih rumit karena membutuhkan komputasi. Akan tetapi, bisa diterapkan untuk semua kelompok umur (kecuali balita di bawah 2 tahun). Perubahan pada Dietary Guidelines for Americans (DGA) pada tahun 2010 menuntut adanya revisi pada HEI 2005 menjadi HEI 2010. Persamaan HEI 2010 dengan HEI 2005 antara lain masih mempertahankan jumlah komponen penilaian, yaitu 12 komponen, masih menggunakan pendekatan densitas pangan dan gizi/1000 Kalori, dan masih membatasi item tertentu sesuai dengan DGA terbaru. Adapun perbedaannya terletak pada pemilihan komponen penilaian, karena ada beberapa modifikasi sesuai dengan DGA dan perkembangan ilmu dan permasalahan gizi yang baru. Perbedaan tersebut antara lain perubahan pada komponen protein dengan memasukkan komponen protein seafood, adanya konsep empty calories, dan adanya komponen fatty acids yang menggambarkan rasio antara asam lemak jenuh dan tak jenuh. Komponen lemak trans dalam HEI 2010 belum disertakan karena data kandungan lemak trans dari berbagai komponen pangan belum tersedia. Komponen penilaian dalam HEI 2010 disajikan pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Komponen penilaian dalam HEI 2010 No

Komponen 0

1 2 3 4

9

Total buah Whole fruit Total sayur Sayuran hijau dan kacang-kacangan Whole grains Dairy Keseluruhan protein pangan Protein seafood dan nabati Asam lemak

10

Refined grains

11

Sodium

12

Empty Calories

5 6 7 8

5

Skor 8 10 Poin ≥ 0.8 gelas eq/1000 kkal ≥ 0.4 gelas eq/1000 kkal ≥ 1.1 gelas eq/1000 kkal ≥ 0.2 gelas eq/1000 kkal

20

≥ 1.5 oz eq/1000 kkal ≥ 1.3 gelas/1000 kkal ≥ 2.5 oz/1000 kkal ≥ 0.8 oz/1000 kkal (PUFA+MUFA)/2 ≤1.2 s/d >2.5 ≥ 4.3 oz/1000 kkal s/d ≤1.8 oz/1000 kkal ≥ 2.0 gr/1000 kkal s/d ≤1.1 gr/1000 kkal ≥ 50% energi sehari s/d ≤ 19% energi sehari

2. HEI Thailand (THEI) Taechangam et al. (2008) telah menyusun suatu HEI baru hasil modifikasi HEI Amerika yang disesuaikan dengan pedoman konsumsi pangan yang relevan di negara Thailand. Indeks ini digunkaan untuk mengevaluasi seberapa baik pola makan yang diterapkan masyarakat Thailand terhadap Food Guide Thailand

9

Nutrition Flag. THEI terdiri dari 11 komponen, yang masing-masing merepresentasikan aspek berbeda dari anjuran konsumsi pangan yang sehat. Komponen 1-5 mengukur kesesuaian pola makan individu terhadap rekomendasi porsi sajian 5 kelompok pangan utama berdasarkan Thailand Nutrition Flag: beras dan sumber pati (beras, roti, sereal dan pasta), sayur-sayuran, buah-buahan, susu (susu, yogurt dan keju), dan daging (daging, unggas, ikan, kacang, telur) . Komponen 6,7, dan 8 mengukur lemak total, lemak jenuh dan konsumsi gula tambahan, dalam bentuk persentase per total asupan energi. Komponen 9 dan 10 mengukur total kolesterol dan asupan sodium dan komponen 11 mengukur keragaman konsumsi pangan individu. Kriteria sistem penilaian dikembangkan berdasarkan rekomendasi yang ada pada pedoman makan Thailand, rekomendasi asupan pangan dan gizi harian Thailand (DRI), serta berbagai bukti ilmiah tentang kaitan pola makan dengan penyakit kronis. Masing-masing dari setiap komponen mempunyai rentang skor 0 hingga 10, dengan total skor 110. Skor yang tinggi menandakan kesesuaian dari pedoman yang dianjurkan, sedangkan skor yang rendah menunjukkan rendahnya kepatuhan dalam menerapkan pedoman diet yang di anjurkan di Thailand. Skor total THEI dikategorikan ke dalam 3 tingkat, skor >66 menunjukkan bahwa pola makan sudah baik, nilai 55-66 menunjukkan perlunya perbaikan, dan skor <55 menunjukkan pola makan sangat buruk. Validasi kriteria THEI dilakukan dengan menggunakan uji korelasi pearson terhadap data asupan gizi masyarakat Thailand. Terdapat hubungan signifikan antara skor HEI tersebut dan asupan gizi dengan koefisien korelasi 0.3-0.5 (p< 0.01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa skor THEI dapat mencerminkan asupan gizi masyarakat. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan komponen-komponen dan sistem penilaian THEI. Tabel 4 Komponen dari THEI dan sistem penilaiannya No

Komponen

1

Konsumsi karbohidrat Konsumsi sayur Konsumsi buah Konsumsi susu Konsumsi daging

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Asupan lemak total Asupan lemak jenuh Konsumsi gula tambahan Asupan kolesterol Asupan sodium Keragaman makanan

Kisaran skor 0-10

Kriteria untuk skor maksimum (10) 8-12 sendok nasi

Kriteria untuk skor minimum (0) 0 dan 14-18 sendok nasi

0-10 0-10 0-10 0-10

4-6 sendok nasi 3-5 porsi 1-2 gelas 6-12 sendok makan

0-10 0-10

≤20% total energi ≤10% total energi

0 0 0 0 dan 12-18 sendok makan ≥35% total energi ≥15% total energi

0-10

<6% total energi

>10% total energi

0-10 0-10 0-10

≤300 mg/hari ≤2400 mg/hari ≥30 jenis/hari

≥400 mg/hari ≥3300 mg/hari ≤20 jenis/hari

3. HEI Australia Pengembangan HEI Australia bertujuan menggambarkan kesesuaian konsumsi pangan dengan rekomendasi Dietary guidelines for Australian adults (NHMRC 2003). HEI Australia terdiri atas 7 komponen, yang terdiri dari

10

keragaman diet, pilihan makanan sehat, konsumsi buah, konsumsi sayur, pilihan susu rendah lemak, daging rendah lemak, dan konsumsi makanan tinggi lemak jenuh. Sumber data yang digunakan dalam penentuan skor HEI Australia ini menggunakan data hasil Food Frequency Questionnaire (FFQ) yang tidak dapat diterjemahkan ke dalam asupan zat gizi harian (berbeda dengan HEI Amerika dan Thailand), dan beberapa data hasil Short Dietary Questionnaire (SDQ). Ada 5 komponen yang diberikan rentang skor 0 hingga 10, dan 2 komponen diberikan penilaian 0 hingga 5, sehingga total skor kumulatif dari HEI Australia adalah 60. Aspek keragaman, makanan sehat, buah, sayur, susu dan daging rendah lemak diberikan skor lebih tinggi jika dikonsumsi lebih banyak. Adapun konsumsi lemak jenuh dan pangan dengan densitas zat gizi rendah diberikan skor lebih rendah jika dikonsumsi lebih banyak. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan komponen-komponen dan sistem penilaian HEI Australia (AIHW 2007). Tabel 5 Komponen HEI Australia dan sistem penilaiannya No

Komponen

1

Keragaman

2

Pilihan makanan sehat

3

Konsumsi buah

4

Konsumsi sayur

5

Susu rendah lemak

6

Daging rendah lemak

7

Konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan rendah zat gizi lain

Kriteria untuk skor maksimum Jumlah makanan dari masing-masing kelompok pangan biasanya dimakan minimal satu kali seminggu Makanan sehat biasanya dimakan minimal satu kali seminggu Dua porsi atau lebih per hari Empat porsi atau lebih per hari Susu skim atau rendah lemak Biasanya (atau tidak makan daging) Jumlah makanan dimakan satu kali atau lebih seminggu Total

Skor minimum 0 (tidak ada)

Skor maksimum 10

Sumber data FFQ

0 (tidak ada)

10

FFQ

0 (tidak ada) 0 (tidak ada) 0 (tidak)

10

SDQ

10

SDQ

5

SDQ

0 (tidak)

5

SDQ

0

10 (tidak ada)

FFQ

0

60

4. HEI Indonesia (Indeks Gizi Seimbang) Amrin et al. (2013) telah mengembangkan berbagai model HEI Indonesia dan kemudian menyebutnya sebagai Balanced Diet Index (BDI) atau Indeks Gizi Seimbang (IGS) untuk menilai kesesuaian kualitas diet pria dewasa terhadap anjuran porsi konsumsi pangan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) 1994. Selanjutnya, Perdana et al. (2014) mengembangkan berbagai alternatif model IGS dengan prinsip penyusunan serupa yang ditujukan bagi populasi wanita dewasa. Masing-masing alternatif IGS yang dikembangkan memiliki komponen dan sistem penilaian yang berbeda, yaitu 5 komponen (pangan karbohidrat, sayur, buah, pangan hewani (selain susu) dan pangan protein nabati, dan susu); 6 komponen (pangan karbohidrat, sayur, buah, pangan hewani (selain susu), pangan protein nabati, dan susu); 8 (pangan karbohidrat, sayur, buah, pangan hewani, pangan

11

protein nabati, lemak total, lemak jenuh, dan gula tambahan); serta 10 (pangan karbohidrat, sayur, buah, pangan hewani, pangan protein nabati, lemak total, lemak jenuh, gula tambahan, kolesterol, dan natrium). Sistem penilaian IGS (skoring) yaitu menggunakan tiga tingkat (0, 5, dan 10) dan empat tingkat (0, 4, 7, dan 10). Tabel 6 berikut ini menunjukkan berbagai alternatif IGS yang telah dikembangkan. Tabel 6 Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) untuk pria dan wanita dewasa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Indeks gizi seimbang IGS 3-50 IGS 3-60 IGS 3-61 IGS 3-83 IGS 3-105 IGS 4-50 IGS 4-60 IGS 4-61 IGS 4-83 IGS 4-105

Jumlah tingkat skor 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4

Jumlah kelompok pangan/zat gizi 5 6 6 8 10 5 6 6 8 10

Jumlah zat gizi 1 3 5 1 3 5

Validasi dari IGS yang dikembangkan menggunakan uji korelasi pearson antara skor IGS dan skor mutu gizi pangan pria (Amrin et al. 2013) dan wanita (Perdana et al. 2014) dewasa. Data mutu gizi pangan tersebut diperoleh dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Terdapat hubungan positif yang signifikan antara skor berbagai alternatif IGS dan skor mutu gizi pangan dengan koefisien korelasi 0.4-0.6 (Amrin et al. 2013) dan 0.2-0.7 (Perdana et al. 2014). IGS dengan validitas terbaik dalam mengukur kualitas konsumsi pangan adalah IGS 360 yang disajikan pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. IGS 3-60 untuk pria dewasa Indonesia dan sistem penilaiannya No

Komponen

1 2 3 4 5 6

Pangan karbohidrat Konsumsi sayur Konsumsi buah Lauk hewani Lauk nabati Susu

Skor 0 < 4 porsi < 1 porsi < ½ porsi < 1 porsi < 1 porsi ≤ ¼ porsi

8.35 4-8 porsi 1-3 porsi ½ -2 porsi 1-3 porsi 1-3 porsi ¼ -1 porsi

16.7 ≥ 8 porsi ≥3 porsi ≥2 porsi ≥ 3 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi

Jika memperhatikan kelengkapan komponen penilaian terkait penyakit tidak menular (PTM), IGS yang direkomendasikan oleh Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014) adalah IGS3-105. IGS3-105 ini dianggap lengkap karena merupakan indeks yang melibatkan 5 aspek terkait PTM, dimana tidak terdapat pada kedua indeks sebelumnya. Kelima aspek tersebut merupakan aspek-aspek yang selama ini diduga menjadi faktor resiko berbagai PTM atau penyakit degeneratif seperti hipertensi, jantung, diabetes, dan berbagai penyakit kardiovaskuler. Kriteria penilaian IGS3-105 disajikan pada Tabel 8 di bawah ini.

12

Tabel 8 IGS 3-105 untuk pria dewasa Indonesia dan sistem penilaiannya No 1 2 3 4

Komponen

5 6

Pangan karbohidrat Sayuran Buah Pangan Hewani (total) a. Lauk hewani b. Susu Lauk Nabati Asupan lemak total

7

Asupan lemak jenuh

8 9

Konsumsi gula tambahan Asupan kolesterol (mg)

10

Asupan sodium (mg)

Skor 0 < 4 porsi < 1 porsi < ½ porsi < 1¼ porsi < 1 porsi < ¼ porsi < 1 porsi >30%-e atau <10%-e >10%-e atau < 2%-e > 20%-e > 300 atau <100 >2000 atau < 500

5 4-8 porsi 1-3 porsi ½ - 2 porsi 1¼ - 4 porsi 1-3 porsi ¼ - 1 porsi 1-3 porsi 20-30%-e

10 ≥ 8 porsi ≥ 3 porsi ≥ 2 porsi ≥ 4 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi ≥ 3 porsi 10-20%-e

6-10%-e

2-6%-e

5-20%-e 200-300

≤5%-e 100-200

1000-2000

500-1500

Prinsip Pengembangan Healthy Eating Index Pengelompokan Pangan Prinsip utama yang dijadikan langkah awal dalam penyusunan HEI adalah pengelompokan pangan berdasarkan Guidlines of Diet. Guenther et al. (2007) menyusun HEI Amerika dengan membagi item pangan ke dalam 10 kelompok. Hurley et al. (2009) mengembangkan The Youth HEI, dengan membagi pangan ke dalam 13 kelompok. Taechangam (2008) membagi item pangan menjadi 10 dalam penyusunan HEI Thailand, ditambah 1 item keragaman pangan. Australian Institute of Health and Welfare (2007) menyusun HEI Australia hasil modifiikasi HEI Amerika dan membagi item pangan ke dalam 7 kelompok. Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2013) telah mengembangkan berbagai alternatif HEI Indonesia yang dinamakan sebagai Indeks Gizi Seimbang (IGS) bagi kelompok dewasa, dimana item pangan dalam indeks tersebut dibagi ke dalam 5, 6, 8, dan 10 kelompok. Pengelompokan pangan dari setiap HEI yang disusun oleh masing-masing peneliti tesebut disesuaikan dengan Guidlines of Diet yang berlaku di masing-masing negara, dan sesuai dengan perkembangan tren permasalahan gizi dan penyakit tidak menular dari tahun ke tahun, sehingga memiliki berbagai perbedaan. Sistem Pembuatan Skor Sistem Pembuatan skor merupakan langkah selanjutnya setelah pengelompokan pangan. Pembuatan skor tentunya juga berbeda dari setiap jenis HEI yang dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah item pangan dalam HEI yang disusun, serta adanya penekanan terhadap item pangan yang dianggap penting untuk dibatasi konsumsinya. HEI Amerika yang dikembangkan pertama kali tahun 1995 memberikan skor 0 hingga 10 dari setiap item pangan. Semakin banyak porsi pangan yang dianjurkan konsumsinya maka semakin tinggi skornya. Sebaliknya, konsumsi item pangan yang seharusnya dibatasi mendapatkan skor yang rendah apabila dikonsumsi lebih besar. Modifikasi jumlah item pangan yang dilakukan dalam penyusunan HEI 2005 menuntut adanya perubahan pola sistem skor, dengan skor kumulatif tetap 0

13

hingga 100. Beberapa item pangan diberikan skor 0 hingga 5, dan beberapa item diberikan skor 0 hingga 10, dan ada item yang diberi skor 0 hingga 20. Akan tetapi, prinsip sistem skor tetap sama, yaitu pangan yang seharusnya dibatasi konsumsinya akan mendapatkan skor yang rendah apabila dikonsumsi dalam jumlah besar. Sebaliknya, item pangan yang harus dicukupi, akan mendapatkan semakin besar skor jika dikonsumsi semakin banyak (Guenther et al. 2007). Pola sistem skoring HEI Amerika ini menjadi acuan pembuatan sistem skoring dari berbagai HEI, tentunya dengan berbagai modifikasi. Validasi Validasi dilakukan untuk menilai apakah HEI yang dikembangkan cukup valid dalam mengukur kualitas konsumsi pangan. Ada beberapa jenis uji validitas yang dapat dilakukan, antara lain yaitu dengan melakukan uji validitas kriteria. Taechangam et al. (2008) melakukan uji validitas kriteria melalui uji korelasi pearson antara skor THEI dengan kualitas asupan gizi masyarakat Thailand. Terdapat hubungan signifikan antara skor HEI tersebut dan kualitas asupan gizi dengan koefisien korelasi 0.3-0.5 (p< 0.01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa skor THEI dapat mencerminkan kualitas asupan gizi masyarakat. Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014) juga melakukan uji validitas kriteria melalui uji korelasi pearson antara skor

IGS dan skor mutu gizi pangan pria dan wanita dewasa. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara skor berbagai alternatif IGS dan skor mutu gizi pangan dengan koefisien korelasi 0.4-0.6 (Amrin et al. 2013) dan 0.2-0.7 (Perdana et al. 2014). Artinya, IGS yang dikembangkan tersebut mencerminkan mutu gizi pangan pria dan wanita dewasa di Indonesia.

3 KERANGKA KERJA Kerangka Kerja Pengembangan Indeks Gizi Seimbang (IGS) sebagai instrumen untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak Indonesia didasarkan pada metode yang dilakukan oleh Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014). Tahap pertama adalah formulasi konsep dan tujuan penilaian kualitas konsumsi pangan anak dengan Indeks Gizi Seimbang. Konsep gizi seimbang yang dijabarkan di dalam pedoman gizi seimbang (PGS) Indonesia diperoleh melalui studi literatur. Secara garis besar, terdapat empat pilar Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014, yaitu: 1) mengonsumsi makanan beragam, 2) membiasakan perilaku hidup bersih, 3) melakukan aktivitas fisik, 4) mempertahankan dan memantau berat badan normal. Aspek yang dinilai dalam indeks gizi seimbang adalah aspek pertama terkait konsumsi pangan. Studi literatur juga dilakukan terhadap konsep pengukuran kualitas konsumsi pangan yang sudah ada, yaitu mutu gizi pangan (MGP), pola pangan harapan (PPH) di Indonesia, dan healthy eating index (HEI) di Amerika, Australia, dan Thailand. Tahap selanjutnya adalah identifikasi kriteria, kelompok pangan, dan sistem skoring yang tepat. Setelah kelompok pangan sebagai komponen Indeks Gizi Seimbang berhasil dirumuskan, dilakukan formulasi sistem skoring dan pengujian validitas kriteria yang didasarkan pada MGP. MGP sendiri merupakan cerminan

14

dari pemenuhan asupan zat gizi individu terhadap kebutuhannya. Data konsumsi pangan dan asupan gizi dalam perhitungan MGP diperoleh dari Riskesdas 2010. IGS yang dianggap valid adalah IGS yang mempunyai korelasi tertinggi terhadap MGP dibandingkan dengan berbagai alternatif IGS yang lain. Formulasi konsep dan tujuan penilaian kualitas konsumsi pangan dengan Indeks Gizi Seimbang pada anak

Studi literatur pengukuran kualitas konsumsi pangan yang sudah ada di Indonesia

A. Identifikasi kriteria yang tepat C. Identifikasi konsep sistem skoring

B. Identifikasi kelompok pangan

Formulasi kelompok pangan

Formulasi sistem skoring

Pengujian validitas kriteria

Perumusan Indeks Gizi Seimbang yang tepat untuk anak Indonesia Gambar 1 Kerangka kerja pengembangan Indeks Gizi Seimbang untuk anak Indonesia (modifikasi dari Perdana et al. 2014)

15

Definisi Operasional Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dimakan oleh subjek Asupan gizi adalah jumlah dan jenis zat gizi dari pangan yang dikonsumsi oleh subjek. Kebutuhan Gizi adalah jumlah dan jenis zat gizi yang diperlukan oleh subjek untuk tetap hidup sehat dan produktif Tingkat kecukupan gizi adalah persentase perbandingan antara asupan gizi dengan kebutuhan gizi subjek. Mutu Gizi Pangan adalah adalah nilai yang mencerminkan tingkat pemenuhan asupan gizi terhadap kebutuhan gizi secara keseluruhan yang dinilai dengan menjumlahkan semua nilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi, kemudian membaginya dengan jumlah 15 item zat gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, B9, B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, seng, natrium). Gizi Seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan. Pedoman Gizi Seimbang adalah pedoman yang memberikan anjuran kepada masyarakat untuk menerapkan prinsip gizi seimbang Indeks gizi seimbang adalah instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan yang mengukur kesesuaian konsumsi pangan anak dengan anjuran porsi konsumsi pangan Pedoman Gizi Seimbang di Indonesia. Subjek adalah individu dengan jenis kelamin pria dan wanita yang memiliki usia dalam rentang 2-12 tahun

16

4 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian yang mengembangkan suatu instrumen Indeks Gizi Seimbang (IGS). Validasi Indeks Gizi Seimbang menggunakan data sekunder konsumsi pangan dari Riskesdas 2010. Data Riskesdas 2010 dikumpulkan melalui survey dengan desain cross-sectional. Waktu dan tempat pengambilan data sesuai dengan pedoman Riskesdas 2010 yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Indonesia. Adapun tempat dan waktu penelitian pengembangan IGS ini adalah di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, pada bulan September 2014 – Mei 2015

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek Subjek rumah tangga dalam Riskesdas 2010 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk tahun 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan two stage sampling. Riskesdas mengambil 2800 blok sensus dengan 70000 rumah tangga. Cakupan Riskesdas 2010 sebanyak 69300 rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 251388 orang dan sebanyak 45797 orang merupakan kelompok anak usia 2-12 tahun. Selanjutnya, proses penapisan (cleaning) dilakukan untuk mendapatkan subjek yang memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah anak yang memiliki: 1) data kosong (salah satu peubah yang diperlukan tidak tersedia), 2) anak dengan Z-Skor tinggi badan menurut umur (TB/U) <-6 atau >6, berat badan menurut umur (BB/U) <-6 atau >5, berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-5 atau > 5 (anak 1- <5 tahun), indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) <-5 atau > 5 (WHO 2009), 3) anak dengan asupan energi <0.3 atau >3 kali dari energi basal, 4) anak dengan tingkat kecukupan zat gizi >400%, dan 5) anak yang mengonsumsi pangan dalam keadaan tidak biasa (sakit, puasa, hajatan, dan hari raya). Jumlah subjek hasil proses penapisan sebanyak 38890 atau 84,9% dari data anak keseluruhan. Jumlah subjek yang cukup besar tersebut cukup untuk mewakili populasi anak Indonesia usia 212 tahun. Tahapan proses penapisan disajikan pada Gambar 2.

17

Jumlah subjek sebelum ditapis: 45797 anak usia 2-12 Tahun

Kriteria proses penapisan:        

Tidak ada data antropometri (BB dan TB): 505 orang Z-Skor TB/U <-6 atau >6: 1247 orang Z-Skor BB/U <-6 atau>5 : 170 orang Z-Skor BB/TB<-5 atau BB/TB > 5 : 91 orang Z-Skor IMT/U <-5 atau > 5 : 1013 Kondisi konsumsi pangan tidak biasa (sakit, puasa, hajatan, dan hari raya) : 536 orang Asupan energi <0.3 atau >3 kali dari energi basal : 1150 orang Tingkat kecukupan zat gizi >400% : 2195orang

Jumlah subjek setelah ditapis: 38890 anak usia 2-12 Tahun Gambar 2 Proses penapisan subjek

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Peneliti tidak melakukan pengambilan data secara langsung, semua data merupakan hasil survey Riskesdas tahun 2010 (data sekunder). Data dalam bentuk electronic file diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Keterangan mengenai peubah, posisi dalam kuesioner, dan cara pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9 di bawah ini.

18

Tabel 9 Jenis dan cara pengumpulan data Peubah Karakteristik subjek 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Keadaan saat wawancara Karakteristik sosial ekonomi

Cara pengumpulan data Wawancara

1. Berat badan

Keterangan Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IV No 7 Blok IX No 2 Kuesioner riskesdas (RKD10.RT) Blok IV No 8 Blok IV No 8 Blok IV No 9 Blok I Blok VII Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok X No 1a,1b

2. Tinggi badan

Blok X No 2a, 2b

- Diukur dengan alat ukur tinggi badan multi fungsi

Konsumsi pangan

Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IX Blok IX

Food recall 1x24 jam

1. Pendidikan subjek 2. Pendidikan Ayah dan Ibu 3. Pekerjaan Ayah dan Ibu 4. Daerah tempat tinggal 5. Pengeluaran bulanan Antropometri

1. Jumlah pangan 2. Jenis pangan

-

-

Wawancara

Pengukuran langsung - Diukur dengan timbangan berat badan digital

Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft excel dan SPSS 20 for windows. Data yang dianalisis berupa karakteristik sosial ekonomi, asupan dan kebutuhan gizi, tingkat kecukupan gizi, mutu gizi pangan, dan skor indeks gizi seimbang (IGS) subjek. Penyusunan IGS sendiri dilakukan dengan tahapan: 1) pengelompokan pangan, 2) pembuatan alternatif IGS dan sistem skoring, dan 3) validasi IGS. Karakteristik Sosial Ekonomi Subjek Data karakteristik sosial ekonomi subjek disajikan secara deskriptif, meliputi: wilayah tempat tinggal, pendidikan orang tua (ayah dan ibu), pekerjaan orang tua (ayah dan ibu), dan status ekonomi (kuintil). Pendidikan orang tua (ayah/ibu) subjek dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) tidak sekolah atau tidak tamat SD/ MI atau tamat SD/MI; 2) tamat SMP/MTS; dan 3) tamat SMA/MA atau tamat perguruan tinggi. Pekerjaan ayah/ibu subjek dibedakan menjadi 6 kelompok, yaitu: 1) tidak kerja atau sekolah; 2) pegawai negeri (sipil dan militer); 3) wiraswasta atau layan jasa/profesi atau dagang; 4) petani atau nelayan; 5) buruh; dan 6) lainnya. Status ekonomi subjek dikategorikan menjadi 5 kuintil. Sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi disajikan menurut setiap kelompok usia dan juga secara keseluruhan.

19

Konsumsi Pangan Subjek Konsumsi pangan subjek dibedakan atas beberapa kelompok pangan, yaitu pangan sumber karbohidrat, sayur, buah, pangan sumber protein hewani (lauk hewani dan susu), dan pangan sumber protein nabati. Dalam penelitian ini, konsumsi pangan dilihat dari aspek tingkat partisipasi dan kuantitas konsumsi. Tingkat partisipasi merupakan perbandingan antara jumlah subjek yang mengonsumsi kelompok pangan tertentu dengan jumlah subjek total yang dinyatakan dalam persen (%). Adapun kuantitas konsumsi merupakan berat kelompok pangan yang dikonsumsi oleh subjek dalam satuan gram (g). Asupan Zat Gizi Subjek Data asupan gizi diperoleh dari hasil konversi data konsumsi pangan menggunakan tabel komposisi bahan pangan indonesia (TKPI) 2011 dan nutrition fact (pada produk olahan berlabel). Jika kandungan zat gizi tidak terdapat dalam daftar TKPI, maka digunakan National Nutrient Database for Standard Reference (USDA 2011) dan software Nutrisurvey. Penggunaan database tersebut perlu dikoreksi terhadap berat pangan dan berat yang dapat dimakan (BDD) dari setiap bahan pangan. Prinsip metode yang digunakan untuk menganalisis konsumsi zat gizi adalah sebagai berikut : Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan : Kgij = kandungan zat-zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = berat makanan-j yang dikonsumsi (g) Gij = kandungan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan-j BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Subjek a) Kebutuhan Energi Kebutuhan energi subjek dihitung menggunakan oxford equation sesuai anjuran Institute of Medicine (IOM 2005) berdasarkan formula hasil kajian meta analisis (Tabel 10). Perhitungan tersebut mempertimbangkan usia, jenis kelamin, status gizi, usia, faktor aktivitas, berat badan, tinggi badan, dan Thermic Effect of Food (TEF) dari setiap subjek. Faktor aktifitas diestimasi berdasarkan status sekolah. Subjek yang sekolah diestimasi memiliki aktifitas ringan, sedangkan yang belum sekolah memiliki aktifitas sangat ringan. Thermic Effect of Food (TEF) adalah peningkatan pengeluaran energi karena konsumsi pangan yang nilainya sebesar 5-10% dari TEE (Mahan & Escoot-stump 2008).

20

Tabel 10 Kebutuhan energi subjek menurut usia dan jenis kelamin Rumus Perhitungan Kebutuhan Energi EER anak usia 0 – 2 Tahun EER = TEE + energi cadangan 13 – 35 bulan = (89 x BB - 100) + 20 Kal EER Laki-laki 3 - 9 tahun dengan status gizi normal EER = TEE + energi cadangan EER = 88.5 – (61.9xU) + PA x (26.7xBB+ 903xTB)+ 20 Kal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.13 (ringan) Obese dan Overweight EER = 114–(50.9 x U)+PA x (19.5xBB + 1161.4xTB) + 25 Kal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.12 (ringan) EER Perempuan 3-9 tahun dengan status gizi normal EER = TEE + energi cadangan EER = 135.3 – (30.8xU) + PA x (10xBB + 934xTB)+ 20 Kal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.16 (ringan) Obese dan Overweight EER = 389-(41.2 x U) + PA x (15 x BB + 701.6 x TB) + 25 Kal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.18 (ringan) EER Laki-laki 10-18 tahun dengan status gizi normal EER = TEE + energi cadangan EER = 88.5 – (61.9xU) + PA x (26.7xBBA+ 903xTB)+ 25 kkal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.13 (ringan) Obese dan overweight EER = 114 – (50.9xU) + PA x (19.5xBBE+ 1161.4xTB)+ 25kkal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.12 (ringan) EER Perempuan 9-18 tahun dengan status gizi normal EER = TEE + energi cadangan EER = 135.3 – (30.8xU) + PA x (10xBBA + 934xTB)+ 25 kkal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.16 (ringan) Obese dan overweight EER = 389 – (41.2xU) + PA x (15xBBE+ 701.6xTB)+ 25 kkal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.16 (ringan) Sumber: IOM (2005) Keterangan: U = umur (tahun), BB = berat badan (Kg), TB = tinggi badan (m) EER = estimasi kebutuhan energi (Kal) TEE = total pengeluaran energi (Kal) PA = koefisien aktivitas fisik

Kecukupan Energi EER + 5%TEE

EER + 10%TEE

EER + 10%TEE

EER + 10%TEE

EER + 10%TEE

EER + 10% TEE

b) Kebutuhan Zat Gizi Makro Perhitungan kebutuhan protein subjek didasarkan pada kebutuhan protein per kilogram berat badan menurut umur dan jenis kelamin berdasarkan review yang dilakukan IOM (2005). Kemudian Hardinsyah et al. (2012) menambahkan perlunya pertimbangan faktor koreksi mutu protein sesuai dengan konsumsi pangan sumber protein di Indonesia. Rumus perhitungan kebutuhan protein adalah sebagai berikut: Kebutuhan protein = AKP x BB x faktor koreksi mutu protein Keterangan: AKP = Angka kecukupan protein (g/kgBB/hari) Faktor koreksi mutu protein = 1.5

21

Tabel 11 Angka kecukupan protein subjek menurut usia dan jenis kelamin Usia 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun (laki-laki) 10-12 tahun (perempuan) Sumber : Hardinsyah et al. 2012

Kebutuhan Protein (gram/KgBB/ Hari) 1.3 1.2 1.2 1.1 1.1

Perhitungan kebutuhan lemak merujuk pada anjuran perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein, dan lemak di Amerika Serikat (IOM 2005). Selanjutnya, Hardinsyah et al. (2012) menyelaraskannya dengan pedoman gizi seimbang dan konsumsi pangan masyarakat Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan lemak subjek dianjurkan sebesar 35% (2-3 tahun) dan 30% (4-12 tahun) dari kebutuhan energi total. Adapun kebutuhan karbohidrat diperoleh jika sudah diketahui banyaknya energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein dan lemak. Rumus perhitungan karbohidrat adalah sebagai berikut: Kebutuhan KH = Keb E – Keb Lemak –Keb Protein Kebutuhan air subjek dihitung berdasarkan persamaan Darrow (1950) yang diacu dalam Astuti et al. (2012). Persamaan tersebut menilai kebutuhan air berdasarkan berat badan subjek. Kebutuhan air subjek disajikan pada Tabel 12 berikut ini. Tabel 12 Kebutuhan air subjek menurut berat badan Berat badan (kg) < 10 10-20 >20 Sumber : Astutiet al. 2012

Kebutuhan Air (ml) 100 /kg BB 1000 + (50/kg BB untuk setiap kenaikan BB >10) 1500 + (20/kg BB untuk setiap kenaikan BB >20)

c) Kebutuhan Zat Gizi Mikro Tidak semua zat gizi mikro dihitung asupannya dalam penelitian ini dengan alasan keterbatasan instrumen. Zat gizi mikro yang dihitung dalam penelitian ini adalah vitamin A, vitamin B1, vitamin B9, vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, dan seng. Kebutuhan vitamin B1 meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi. Oleh karena itu, kebutuhan vitamin B1 subjek ditetapkan sebesar 0,5 mg/1000 kkal energi (Sulaeman et al. 2012). Kebutuhan vitamin lainnya merujuk pada hasil review Sulaeman et al. (2012), sedangkan kebutuhan mineral merujuk pada hasil review Soekatri dan Kartono (2012) untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Secara rinci, kebutuhan zat gizi mikro subjek disajikan pada Tabel 13 di bawah ini.

22

Tabel 13 Kebutuhan zat gizi mikro subjek Usia (tahun)

Kebutuhan Zat Gizi 4-6 450

7-9

Vitamin A (µg)

1-3 400

10-12 (pria)

500

600

600

Vitamin B9 (folat) (µg)

160

200

300

400

400

Vitamin B12 (µg)

0.9

1.2

1.5

1.8

1.8

Vitamin C (mg)

40

45

45

50

50

Kalsium (mg)

650

1000

1000

1200

1200

Fosfor (mg)

500

500

500

1200

1200

Besi (mg)

8

9

10

13

20

Seng (mg)

4

5

11

14

13

Natrium (mg) 1000 1200 1200 1500 Sumber : Sulaeman et al.(2012); Soekarti dan Kartono (2012)

10-12 (wanita)

1500

Analisis Kecukupan Zat Gizi Tingkat kecukupan zat gizi (TKG) merupakan perbandingan antara zat gizi yang dikonsumsi dengan kebutuhan zat gizi subjek yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Berikut adalah perhitungan tingkat kecukupan zat gizi subjek: TKG (%) = Konsumsi zat gizi x 100 Kebutuhan zat gizi Analisis Mutu Gizi Pangan (MGP) Penilaian MGP dilakukan dengan menganalisis kandungan gizi makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan dan dinyatakan dalam persen. MGP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: MGP (%) =

Ʃ (TKGi) n

Keterangan : TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i n = Jumlah zat gizi yang dipertimbangan dalam penilaian MGP (energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, vitamin B9 (folat), vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, seng, natrium) Setiap nilai TKGi bernilai maksimum 100 (truncated at 100) dengan alasan untuk meminimalkan kompensasi antara nilai TKGi yang rendah dan tinggi secara matematik, karena secara biologis antar zat gizi yang berbeda tidak dapat saling substitusi melainkan saling berinteraksi. Ada empat kategori yang digunakan untuk mengelompokkan MGP yaitu sangat kurang (<55), kurang (55-69), cukup (70-84), dan baik (≥85) (Hardinsyah 1996). Pengembangan Indeks Gizi Seimbang (IGS) Pengembangan IGS untuk anak di Indonesia mengacu pada pengembangan IGS untuk pria dan wanita dewasa oleh Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014) yang telah disesuaikan dengan pedoman gizi seimbang 2014. Perbedaan dengan

23

IGS dewasa tersebut adalah IGS yang dikembangkan dalam penelitian ini tidak membatasi asupan kolesterol pada anak. Berdasarkan FAO (2008), anjuran pembatasan kolesterol pada anak tidak dilakukan karena masih dalam masa tumbuh kembang. IGS yang dikembangkan dalam penelitian ini justru membatasi konsumsi pangan sumber karbohidrat, dimana hal tersebut tidak dilakukan dalam pengembangan IGS dewasa. Hal ini penting untuk menjaga kelebihan asupan pangan sumber karbohidrat seperti yang telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya (Hardinsyah et al. 2012). Selain itu, di dalam penelitian ini dikembangkan alternatif IGS dengan sistem penilaian secara kontinyu. Secara umum, terdapat 3 tahapan dalam pengembangan IGS dalam penelitian ini, yaitu 1) pengelompokan pangan, 2) pengembangan alternatif IGS dan sistem penilaian, dan 3) validasi IGS. 1) Pengelompokan pangan Konsep pengelompokan pangan dalam pengembangan IGS ini terbagi menjadi 2, yaitu konsumsi kelompok pangan yang harus dicukupi dan aspek pangan yang harus dibatasi konsumsinya terkait dengan penyakit tidak menular (PTM). Kelompok pangan dalam IGS terdiri atas: 1) kelompok pangan sumber karbohidrat, 2) sayur, 3) buah, 4) Pangan sumber protein hewani (lauk hewani dan susu), dan 5) pangan sumber protein/lauk nabati. Aspek pangan yang harus dibatasi konsumsinya terkait penyakit tidak menular (PTM) terdiri atas: 1) lemak total, 2) lemak jenuh, 3) gula tambahan dan 4) natrium. 2) Alternatif IGS dan sistem skoring Pemberian nilai untuk setiap komponen dalam IGS terbagi atas 3 cara, yaitu: 1) penilaian secara diskrit tiga tingkat (IGS3); 2) penilaian secara diskrit empat tingkat (IGS4), dan 3) penilaian secara kontinyu (IGSK). IGS3, IGS4, dan IGSK ini kemudian dikembangkan dalam berbagai alternatif. Setiap alternatif yang dikembangkan memiliki perbedaan dalam hal skor kumulatif karena skor setiap komponen memiliki rentang 0-10. Misalnya, IGS dengan 5 komponen penilaian memiliki rentang skor kumulatif 0-50 sedangkan IGS dengan 6 komponen penilaian memiliki rentang skor kumulatif 0-60. Penilaian secara kontinyu pada dasarnya adalah menggunakan pendekatan persamaan garis linier yang menghubungkan antara porsi konsumsi kelompok pangan dengan skor IGS. Porsi konsumsi kelompok pangan terletak pada sumbu aksis (x) atau sebagai variabel bebas, sedangkan skor IGS terletak pada sumbu ordinat (y) atau sebagai variabel terikat. Contoh kurva persamaan garis linier hubungan antara porsi konsumsi pangan dengan skor IGS disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.

24

Gambar 3 Kurva persamaan garis linier antara porsi konsumsi sayur dan skor IGS Anjuran standar porsi makan sehari untuk kelompok pangan sumber karbohidrat, sayur, buah, pangan sumber protein hewani (lauk hewani dan susu), dan lauk nabati disesuaikan dengan anjuran porsi konsumsi pangan dari pedoman gizi seimbang 2014, yang telah dikoreksi sesuai kebutuhan gizi anak berdasarkan kelompok usia. Anjuran proporsi energi dari lemak dan gula tambahan mengacu pada pedoman FAO (2008) dan WHO (2012). Sementara itu, anjuran asupan natrium pada anak sesuai dengan hasil review Soekantri dan Kartono (2012). Penyusunan IGS didasarkan pada perbedaan kelompok usia, yaitu 2-3 tahun, 4-6 tahun, 7-9 tahun, pria 10-12, dan wanita 10-12 tahun. Alternatif IGS yang dikembangkan dijelaskan secara detail pada Tabel 14 di bawah ini. Tabel 14 Alternatif IGS yang dikembangkan No. 1. 2. 3. 4 5. 6. 7 8 9. 10. 11 12

Nama Indeks IGS 3-50 IGS 3-60 IGS 3-94 IGS 3-104 IGS 4-50 IGS 4-60 IGS 4-94 IGS 4-104 IGS K-50 IGS K-60 IGS K-94 IGS K-104

Keterangan IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 5 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 9 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian 4 tingkat, terdiri atas 5 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian 4 tingkat, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian 4 tingkat, terdiri atas 9 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian 4 tingkat, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 5 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 9 komponen penilaian dan 4 aspek terkait PTM IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 4 aspek terkait PTM

Skor Kumulatif 0 – 50 0 – 60 0 – 90 0 – 100 0 – 50 0 – 60 0 – 90 0-100 0 – 50 0 – 60 0– 90 0– 100

25

3) Validasi IGS Uji korelasi pearson digunakan untuk menilai korelasi antara skor berbagai alternatif indeks gizi seimbang (IGS) dengan skor mutu gizi pangan (MGP). IGS yang paling valid merupakan IGS yang memiliki korelasi terbaik yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi tertinggi terhadap MGP. Rumus perhitungan koefisien korelasi atau pearson product moment (r) dapat dilihat sebagai berikut:

Keterangan:

r = koefisien korelasi atau pearson product moment x = skor indeks gizi seimbang dari masing-masing subjek y = skor mutu gizi pangan dari masing-masing subjek n = jumlah subjek

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi subjek yang diteliti meliputi wilayah tempat tinggal, pendidikan orang tua (ayah dan ibu), pekerjaan orang tua (ayah dan ibu), dan status ekonomi keluarga (kuintil). Secara keseluruhan, lebih dari separuh subjek (51.5%) tinggal di wilayah pedesaan. Secara umum sebagian besar ibu subjek tidak tamat sekolah atau berpendidikan sekolah dasar (51.3%). Hal serupa juga pada pendidikan ayah subjek, sebagian besar (47.4%) tidak tamat sekolah atau berpendidikan sekolah dasar. Dilihat dari aspek pekerjaan, sebagian besar ibu subjek tidak bekerja (ibu rumah tangga) atau sedang sekolah. Adapun ayah subjek sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta/layanan jasa (33.9%) dan petani/nelayan (31.4%). Karakteristik subjek secara rinci disajikan pada Tabel 15. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan hasil yang serupa. Prasetyo et al. (2013) menunjukkan bahwa sebagian besar anak Indonesia usia 2-6 tahun tinggal di wilayah pedesaan. Pendidikan ayah dan ibu dari anak Indonesia sebagian besar hanya setingkat sekolah dasar dengan profesi ayah sebagian besar adalah wiraswasta/layanan jasa dan petani/nelayan. Kemudian Pertiwi et al. (2014) juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak Indonesia usia 7-12 tahun tinggal di wilayah pedesaan. Sebagian besar ayah dan ibu dari anak Indonesia memiliki pendidikan terakhir hanya setingkat sekolah dasar. Profesi ayah sebagian besar merupakan wiraswasta/layanan jasa dan petani/nelayan. Amrin et al. (2013) juga melaporkan bahwa sebagian besar pria dewasa di Indonesia (usia 19-55 tahun) tidak tamat atau hanya tamat sekolah dasar, dengan pekerjaan sebagai wiraswasta/layanan jasa atau petani/nelayan. Perdana et al. (2014) juga melaporkan bahwa sebagian besar pendidikan wanita dewasa (usia 19-55 tahun) di Indonesia tidak tamat sekolah atau hanya tamat sekolah dasar.

26

Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi Umur (tahun) Karakteristik

2-3 n

Wilayah Perkotaan 2704 Pedesaan 2807 TOTAL 5511 Pendidikan Ibu TS/SD/MI 2418 SMP/MTS 1226 SMA/MA/PT 1867 TOTAL 5511 Pendidikan Ayah TS/SD/MI 2258 SMP/MTS 1099 SMA/MA/PT 2154 TOTAL 5511 Pekerjaan Ibu Tidak bekerja/ 2793 Sekolah

4-6

7-9

10-12 (pria) n %

10-12 (wanita) n %

%

n

%

n

%

49.1 50.9 100

4903 5318 10221

48.0 52.0 100

5763 5921 11657

49.2 50.8 100

2829 3169 5998

47.2 52.8 100

2673 2830 5503

43.9 22.2 33.9 100

4989 2033 3190 10221

48.9 19.9 31.2 100

6014 2212 3431 11657

51.6 19.0 29.4 100

3425 1029 1544 5998

57.1 17.2 25.7 100

41.0 19.9 39.1 100

4674 1921 3626 10221

45.7 18.8 35.5 100

5554 2031 4072 11657

47.6 17.5 34.9 100

3105 1010 1883 5998

50.7

4942

48.4

5534

47.5

Total n

%

48.6 51.4 100

18845 20045 38890

48.5 51.5 100

3107 959 1437 5503

56.5 17.4 26.1 100

19962 7459 11469 38890

51.3 19.2 29.5 100

51.8 16.8 31.4 100

2853 890 1760 5503

51.8 16.2 32.0 100

18444 6951 13495 38890

47.4 17.9 34.7 100

2696

44.9

2537

46.1

18502

47.6

PNS/Pegawai Wiraswasta/ layanan jasa

368 697

6.7 12.6

589 1293

5.8 12.7

658 1551

5.6 13.3

344 803

5.7 13.4

295 772

5.4 14.0

2254 5116

5,8 13.2

Petani/Nelayan Buruh Lainnya TOTAL Pekerjaan Ayah Tidak bekerja/ Sekolah

835 233 585 5511

15.2 4.2 10.6 100

1805 516 1076 10221

17.7 5.0 10.5 100

2147 589 1178 11657

18.4 5.1 10.1 100

1287 322 546 5998

21.5 5.4 9.1 100

1102 305 492 5503

20.0 5.5 8.9 100

7176 1965 3877 38890

18.5 5.1 10,0 100

65

1.2

123

1.2

152

1.3

95

1.6

99

1.8

534

1.4

PNS/Pegawai Wiraswasta/ layanan jasa

682 1988

12.4 36.1

1166 3546

11.4 34.7

1395 3977

12.0 34.1

727 1887

12.1 31.5

627 1804

11.4 32.8

4597 13202

11.8 33.9

Petani/Nelayan Buruh Lainnya TOTAL Status ekonomi Quintil 1 Quintil 2 Quintil 3 Quintil 4 Quintil 5 TOTAL

1541 1033 202 5511

28.0 18.7 3.7 100

3159 1863 364 10221

30.9 18.2 3.6 100

3619 2079 435 11657

31.0 17.8 3.7 100

2084 1033 172 5998

34.7 17.2 2.9 100

1827 963 183 5503

33.2 17.5 3.3 100

12230 6971 1356 38890

31.4 17.9 3.5 100

1176 1153 1095 1081 5511 5511

21.3 20.9 19.9 19.9 18.3 100

2143 2038 2070 2037 1933 10221

21.0 19.9 20.3 19.9 18.9 100

2292 2357 2344 2305 2359 11657

19.7 20.2 20.1 19.8 20.2 100

1134 1150 1153 1266 1295 5998

18.9 19.2 19.2 21.1 21.6 100

1019 1073 1121 1095 1195 5503

18.5 19.5 20.4 19.9 21.7 100

7764 7771 7783 7784 7788 38890

20.0 20.0 20.0 20.0 20.0 20.0

27

Konsumsi Pangan dan Asupan Gizi Konsumsi pangan subjek dibedakan atas beberapa kelompok pangan, yaitu pangan sumber karbohidrat (pangan pokok), sayur, buah, pangan sumber protein hewani (lauk hewani dan susu), dan pangan sumber protein nabati (lauk nabati). Di bawah ini disajikan konsumsi pangan subjek dalam aspek tingkat partisipasi (%) dan kuantitas (g) Tingkat Partisipasi Konsumsi Pangan (%) Tingkat partisipasi adalah persentase jumlah subjek yang mengkonsumsi pangan tertentu dibandingkan dengan jumlah total subjek . Tingkat partisipasi konsumsi pangan subjek secara rinci disajikan pada Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16 Tingkat partisipasi (%) konsumsi kelompok pangan subjek Usia (tahun) No

1 2 3 4

5

Kelompok pangan Pangan sumber karbohidrat Sayur Buah Pangan hewani (total) a. Lauk hewani b. Susu Lauk nabati

Total

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

10-12 tahun (pria)

10-12 tahun (wanita)

99.6

99.9

99.9

99.9

100

99.9

51.2 13.3 85.8

55.9 13.4 84.3

58.7 14.1 82.8

60.5 14.3 81.2

62.2 15.3 81.7

57.6 14.0 80.0

76.4

81.0

81.4

80.4

80.7

80.3

44.2 30.2

25.8 33.3

15.1 38.4

10.0 40.7

9.4 39.5

20.4 36.4

Kelompok pangan sumber karbohidrat merupakan kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek dengan tingkat partisipasi sebesar 99.9% dan persentase tersebut cenderung sama di setiap kelompok usia. Partisipasi anak yang mengonsumsi sayur cukup rendah, yaitu secara keseluruhan sebesar 57.6%. Semakin tinggi usia, partisipasi konsumsi sayur cenderung meningkat. Partisipasi konsumsi buah juga cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia, meskipun partisipasi konsumsi buah anak secara keseluruhan sangat rendah (14.0%). Jika dilihat dari konsumsi pangan hewani secara total, partisipasi konsumsi pangan hewani cukup besar dengan persentase sebesar 80.0%. Jika dipisahkan antara susu dan pangan hewani berupa lauk (bukan susu), maka partisipasi konsumsi susu secara keseluruhan sangat rendah (20.4%). Partisipasi konsumsi susu cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Partisipasi konsumsi pangan sumber protein/lauk nabati juga cukup rendah (36,4%). Partisipasi konsumsi lauk nabati juga cenderung meningkat seiring bertambahnya usia Kuantitas Konsumsi Pangan Kuantitas konsumsi pangan merupakan jumlah atau berat pangan yang dikonsumsi oleh masing-masing subjek. Kuantitas konsumsi pangan tersebut disajikan dalam bentuk rataan dan standar deviasi konsumsi dalam satuan berat gram (Tabel 17). Dalam penelitian ini, pangan sumber protein hewani dilihat secara

28

total maupun dipisahkan antara pangan hewani bukan susu dan susu. Konsumsi susu dalam penelitian ini disajikan dalam gram tepung susu. Semua susu yang dikonsumsi subjek dalam bentuk cair (ml) dikonversi menjadi bentuk tepung susu (200 ml susu cair setara 20 gram tepung susu). Tabel 17 Rataan dan deviasi (g) konsumsi kelompok pangan subjek Umur (tahun) No

1

Kelompok pangan

2

Pangan sumber karbohidrat Sayur

3

Buah

4

Pangan hewani (total) a. Lauk hewani b.Susu

5

Lauk nabati

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

Mean ± sd 353.1± 173.1 44.4 ± 067.9 10.4 ± 34.9 88.7 ± 68.1 64.2 ± 58.1 24.4± 35.7 17.6 ± 36.8

Mean ± sd 429.3 ± 191.5 53.7 ± 76.0 12.4 ± 43.1 89.5 ± 71.7 78.6 ± 66.6 10.9 ± 23.4 22.0 ± 43.5

Mean ± sd 485.1 ± 207.0 64.2 ± 87.4 13.2 ± 42.8 89.4 ± 74.2 84.4 ± 71.9 5.0 ± 14.2 28.0 ± 50.7

10-12 tahun (pria) Mean ± sd 534.3± 219.6 70.0 ± 93.2 14.6 ± 50.4 90.2 ± 79.3 87.2 ± 77.9 3.0 ± 10.4 32.6 ± 56,7

10-12 tahun (wanita) Mean ± sd 515.1 ± 212.0 72.6 ± 93.0 14.8 ± 45.8 89.3 ± 77.4 86.5 ± 76.2 2.9 ± 10.0 30.8 ± 56.0

Total Mean ± sd 463.6 ± 209.4 60.7 ± 84.3 13.0 ± 43.6 89.2 ± 74.0 80.7 ± 70.7 8.7 ± 21.6 26.1 ± 49.2

Rata-rata konsumsi pangan sumber karbohidrat subjek berkisar antara 353.1 – 534.3 gram atau setara dengan 3.5 – 5.5 porsi (1 porsi pangan sumber karbohidrat sebesar 100 gram). Pedoman gizi seimbang (PGS) (2014) menganjurkan bahwa sebaiknya konsumsi karbohidrat sekitar 3 porsi untuk anak usia 1-3 tahun, kemudian 4 porsi untuk anak usia 4-6 tahun, 4.5 porsi untuk anak usia 7-9 tahun, 5 porsi untuk anak pria usia 10-12 tahun, dan 4 porsi untuk anak wanita usia 10-12 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber karbohidrat baik secara tingkat partisipasi maupun kuantitas sudah mencukupi dan bahkan cenderung berlebih untuk setiap kelompok umur. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tingginya konsumsi karbohidrat (terutama dengan indeks glikemik sedang-tinggi) meningkatkan resiko obesitas dan diabetes (Van Dam & Seidell 2007; WHO 2015). Berbanding terbalik dengan konsumsi karbohidrat, konsumsi sayur dan buah subjek sangat rendah. Rata-rata konsumsi sayur subjek berkisar antara 44.472.6 gram atau setara dengan 0.44 – 0.72 porsi (1 porsi sayur sebesar 100 gram). Menurut PGS 2014, anjuran konsumsi sayur yaitu sebesar 1.5 porsi untuk anak usia 1-3 tahun, 2 porsi untuk anak usia 4-6 tahun, dan 3 porsi untuk anak usia 7-12 tahun. Rata-rata konsumsi buah subjek secara keseluruhan juga masih sangat rendah dibandingkan anjuran porsi konsumsi pangan dari PGS. Rata-rata konsumsi buah subjek berkisar antara 10.4-14.8 gram atau setara dengan 0.2-0.3 porsi (1 porsi buah sebesar 50 gram). Adapun anjuran konsumsi buah sekitar 3 porsi untuk anak usia 1-9 tahun dan 4 porsi untuk usia 10-12 tahun. Rendahnya konsumsi sayur dan buah telah dilaporkan meningkatkan resiko penyakit tidak menular (Dauchet et al. 2006; Carter et al. 2010).

29

Konsumsi pangan sumber protein hewani disajikan dalam bentuk pangan hewani total maupun secara terpisah antara lauk hewani (pangan hewani selain susu) dan susu. Secara keseluruhan, rata-rata subjek mengonsumsi pangan hewani total sebesar 88-90 gram atau setara dengan 2 porsi (1 porsi sebanyak 50 gram). Jika susu dipisahkan dari pangan hewani, maka rata-rata konsumsi susu berkisar antara 2.4 – 24.3 gram atau setara dengan 0.1–1 porsi (1 porsi susu setara 20 gram tepung susu). Rata-rata konsumsi susu cukup besar pada kelompok usia 2-3 tahun (24.3 g), dan semakin rendah seiring dengan bertambahnya usia. Konsumsi lauk hewani cukup besar meskipun belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran gizi seimbang. Menurut PGS 2014, anjuran konsumsi pangan hewani total (termasuk susu) yaitu sebanyak 2 porsi untuk usia 1-3 tahun, 3 porsi untuk usia 4-9 tahun, dan 3-3.5 porsi untuk usia 10-12 tahun. Pangan hewani memiliki kualitas protein yang sangat baik dan penting untuk menunjang tumbuh kembang anak ((WHO/FAO/UNU 2007). Konsumsi pangan sumber protein nabati (lauk nabati) subjek juga masih sangat rendah. Rata-rata konsumsi lauk nabati subjek berkisar antara 17.6 – 32.6 atau setara dengan 0.35 – 0.65 porsi (1 porsi sebanyak 50 gram). Padahal, PGS 2014 menganjurkan konsumsi lauk nabati sebanyak 1 porsi untuk usia 1-3 tahun, 2 porsi untuk usia 4-6 tahun, dan 3 porsi untuk usia 7-12 tahun. Protein nabati memang memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan protein hewani. Namun, selain mengandung protein umumnya lauk nabati seperti tempe dan tahu tidak mengandung kolesterol. Konsumsi tempe sekitar 100 gram per hari cukup untuk mempertahankan kadar kolesterol darah tetap normal. Selain itu, lauk nabati juga mengandung vitamin dan antioksidan yang membantu pencegahan penyakit tidak menular (WHO/FAO/UNU 2007; Kemenkes 2014). Asupan Gizi Data asupan gizi yang dihitung dalam penelitian ini meliputi energi, lemak, protein, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, vitamin B9 (folat), vitamin B12, vitamin C, mineral kalsium, fosfor, besi, seng, dan natrium. Selain itu, data asupan lemak jenuh dan gula tambahan juga diperhitungkan karena keterkaitannya dengan resiko penyakit tidak menular (Tabel 18). Setelah asupan energi dan gizi subjek diketahui, kemudian dilihat tingkat kecukupan gizi subjek. Tingkat kecukupan gizi merupakan perbandingan antara asupan dan kebutuhan gizi subjek yang dinyatakan dalam persentase (Tabel 19). Khusus untuk lemak jenuh dan gula tambahan, perhitungan tingkat kecukupan tidak dilakukan. Data asupan tersebut hanya dibandingkan dengan batasan anjuran. Ratarata asupan lemak jenuh subjek secara keseluruhan adalah sebesar 10.9 ± 9.2. Jika dinyatakan dalam persentase terhadap kebutuhan energi sehari, maka rata-rata asupan lemak jenuh subjek secara keseluruhan sebesar 6.5%. Menurut FAO (2008), asupan lemak jenuh pada anak sebaiknya < 8% dari kebutuhan energi sehari. Secara keseluruhan, rata-rata asupan lemak jenuh anak masih sesuai anjuran. Namun, jika dilihat setiap subjek, masih terdapat sekitar 28% subjek dengan asupan lemak jenuh > 8%. Adapun rata-rata asupan gula tambahan subjek secara keseluruhan sebesar 19.0 gram sehari atau sekitar 6-7% dari kebutuhan energi. Menurut WHO (2015), asupan gula tambahan sebaiknya < 10% energi per hari. Rata-rata asupan gula tambahan subjek secara keseluruhan masih sesuai anjuran, meskipun jika dilihat setiap subjek, masih ada sekitar 14% subjek dengan asupan lemak jenuh > 10%.

30

Tabel 18 Rataan dan deviasi asupan gizi subjek Umur (tahun) Zat Gizi

Energi(Kal) Protein(g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (ml) Vitamin A (µg) Vitamin B1 (µg) Folat (µg) Vit B12 (µg) Vit C (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Seng (mg) Natrium (mg) Lemak Jenuh(g) Gula (g)

2-3

4-6

7-9

Mean ± SD 1044 ±399 34.8 ± 17.1 26.9 ± 16.2 173.9 ± 76.8 870.6 ± 413.5 208.4 ± 219.1 0.4 ±0.3 83.9 ± 68.5 1.1 ± 0.8 16.2 ± 21.7 539.4 ± 499.5 475.5 ± 289.9 6.8 ± 3.9 3.6 ± 2.2 829.6 ± 772.5 9.9 ± 7.4 17.5 ± 25.3

Mean ± SD 1215 ±459 41.6 ± 21.6 30.0 ± 19.0 209.7 ± 94.0 978.9 ± 401.1 172.2 ± 199.1 0.4 ±0.3 76.7 ± 62.0 1.1 ±0.9 13.3 ± 21.1 617.7 ± 640 538.3 ± 352.2 7.4 ±4.2 3.6 ±2.0 970.0 ±928.7 10.4 ±9.0 18.5 ± 31.5

Mean ± SD 1348 ±502 46.6 ± 24.1 32.3 ± 29.4 236.7 ± 106.5 1055.2 ±414.6 161.1 ± 192.4 0.4 ±0.4 78.4 ± 59.7 1.1 ±0.9 13.2 ± 21.6 688.1 ± 714.8 583.3 ± 375.3 8.3 ±4.5 3.9 ±2.1 1034.5 ±959.9 11.1 ±9.4 19.5 ± 37.9

10-12 (pria) Mean ± SD 1457 ±544 51.0 ±27.6 33.6 ±22.0 259.4 ± 115.0 1135.7 ± 434.8 162.6 ± 208.2 0.5 ±0.5 81.3 ±62.3 1.2 ±1.1 14.5 ± 25.1 775.8 ± 816.3 639.9 ±446.9 9.0 ±5.0 4.2 ±2.4 1097.1 ±1066.9 11.6 ± 10.3 19.4 ± 38.5

10-12 (wanita) Mean ± SD 1418 ±525 50.2 ± 17.2 32.9 ± 20.9 253.5 ± 114.8 1124.0 ±425.2 162.9 ± 199.9 0.5 ±0.4 81.5 ± 63.2 1.2 ±1.1 14.8 ± 24.8 775.5 ± 813.8 635.5 ± 448.9 8.9 ±4.9 4.1 ±2.3 1120.2 ±1054.1 11.4 ±9.7 20.0 ± 39.5

Total Mean ± SD 1297 ±505 44.8 ± 24.2 31.2 ± 19.8 226.6 ± 105.9 1031.2 ±424.5 171.2 ± 202.3 0.4 ±0.4 79.6 ± 62.5 1.1 ±1.0 14.1 ± 22.6 674.4 ± 706.5 572.3 ± 385.9 8.1 ±4.5 3.9 ±2.2 1010.3 ± 963.5 10.9 ±9.2 19.0 ± 35.1

Menurut Depkes (1996) dalam hardinsyah et al. (2012), klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi makro adalah: (1) defisit tingkat berat (<70%); (2) defisit tingkat sedang (70-79%); (3) defisit tingkat ringan (80-89%); (4) normal (90- 119%); dan (5) kelebihan (≥120%). Jika dilihat secara keseluruhan anak, rata-rata tingkat kecukupan energi tergolong defisit ringan (84.5 %), tingkat kecukupan protein tergolong berlebih (≥120%), tingkat kecukupan lemak tergolong defisit berat (< 70%), dan tingkat kecukupan karbohidrat tergolong cukup (104.2%). Secara keseluruhan, kecukupan zat gizi makro subjek cenderung menurun seiring dengan bertambahnya usia. Menurut Gibson (2005), klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral yaitu (1) kurang (<77%); dan (2) cukup (≥77%). Secara keseluruhan, tingkat kecukupan vitamin dan mineral yang sudah mencukupi kebutuhan subjek adalah vitamin B12 (87.3%), fosfor (92.5%), dan natrium (80.7%). Adapun tingkat kecukupan vitamin dan mineral yang masih kurang adalah vitamin B1 (54.3%),

31

folat (31.4%), vitamin C (30.9%), kalsium (67.7%), besi (75.8%) dan seng (51.8%). Kecukupan vitamin dan mineral juga cenderung menurun seiring dengan bertambahnya usia. Tabel 19 Tingkat kecukupan gizi (%) dan mutu gizi pangan subjek Umur (tahun) Zat Gizi Energi Protein Lemak KH Air Vit A Vit B1 Folat Vit B12 Vit C Kalsium Fosfor Besi Seng Natrium MGP

2-3

4-6

7-9

97.5 144.2 64.5 116.4 78.1 52.1 67.1 52.4 118.7 40.4 83.0 95.1 84.9 90.6 83.0 65.5

89.0 137.6 56.3 109.6 72.8 38.2 55.6 38.4 91.4 29.4 61.7 107.7 82.8 73.1 80.8 60.2

81.7 114.9 50.1 104.6 64.2 32.2 51.7 26.1 91.26 29.3 68.8 116.7 83.4 35.5 86.2 55.9

10-12 (pria) 76.2 102.7 52.3 91.1 56.4 27.1 49.2 20.3 64.3 29.1 64.6 53.3 69.4 30.0 73.1 49.5

10-12 (wanita) 77.8 98.3 54.0 95.0 54.5 27.2 50.3 20.4 64.9 29.6 64.6 52.9 44.6 31.7 74.7 48.7

Total 84.5 120.8 54.7 104.2 65.9 35.1 54.3 31.4 87.3 30.9 67.7 92.5 75.8 51.8 80.7 56.4

Asupan karbohidrat dan protein > 100%, yang dapat disebabkan oleh tingginya asupan pangan pokok sumber karbohidrat. Selain mengandung karbohidrat dalam jumlah yang besar, pangan pokok yang dominan dikonsumsi anak Indonesia (nasi) memiliki kandungan protein yang cukup, meskipun dari aspek kualitas kurang baik (WHO/FAO/UNU 2007; Hardinsyah et al. 2012). Di lain pihak, rendahnya asupan lemak dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan hewani. Adapun kurangnya asupan vitamin dan mineral dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah dan sayur. Buah dan sayur merupakan sumber berbagai vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh (Mahan & Stump 2008). Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) Terdapat 12 alternatif IGS yang telah dikembangkan dalam penelitian ini. Hasil uji korelasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa seluruh alternatif IGS memiliki hubungan signifikan terhadap MGP. Artinya, seluruh alternatif IGS dapat mencerminkan mutu konsumsi pangan anak indonesia. IGS yang memiliki koefisien korelasi tertinggi adalah IGSK-60 (r= 0.60), sedangkan IGS yang memiliki koefisien korelasi terendah adalah IGS4_94 (r=0.27). Hasil korelasi tersebut yang dinyatakan dalam koefisien korelasi (r) secara detail disajikan pada Tabel 20 di bawah ini.

32

Tabel 20 Hasil uji korelasi pearson antara IGS dan MGP MGP MGP

IGS3 IGS3 IGS3 IGS3_ IGS4 IGS4 IGS4 _50 _60 _94 104 _50 _60 _94

IGS4 _104

IGSK IGSK IGSK_ IGSK _50 _60 94 _104

1 0.66* 0.69* 0.83* 0.87*

1 0.87* 1 0.75* 0.62* 0.72* 0.80*

1

IGS3_50 0.52* 1 IGS3_60 0.58* 0.89 1 IGS3_94 0.27* 0.71* 0.67* 1 IGS3_104 0.35* 0.69* 0.76* 0.93* IGS4_50 0.47* 0.86* 0.78* 0.64* IGS4_60 0.53* 0.79* 0.91* 0.56* IGS4_94 0.20* 0.55* 0.48* 0.90* IGS4_104 0.29* 0.58* 0.66* 0.85* IGSK_50 0.54* 0.88* 0.83* 0.65* IGSK_60 0.60* 0.78* 0.90* 0.54* IGSK_94 0.33* 0.65* 0.59* 0.84* IGSK_104 0.42* 0.63* 0.72* 0.77* *korelasi signifikan pada tingkat 0,01

1 0.63* 0.71* 0.84* 0.92* 0.66* 0.69* 0.81* 0.85*

1 0.88* 0.68* 0.68* 0.94* 0.81* 0.71* 0.68*

1 0.57* 0.74* 0.87* 0.94* 0.63* 0.76*

1 0.93* 0.63* 0.52* 0.86* 0.78*

1 0.91*

1

Alternatif IGS yang memiliki koefisien korelasi tertinggi terhadap MGP adalah IGSK-60 (r = 0.60). Artinya, IGSK-60 merupakan IGS yang paling valid dalam menilai kualitas konsumsi pangan subjek. Nilai korelasi ini cukup besar jika dibandingkan dengan beberapa indeks serupa yang dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Taechangam et al. (2008) menyusun Thailand Healthy Eating Index THEI) dengan skor HEI yang berhubungan signifikan terhadap asupan gizi dengan koefisien korelasi 0.3-0.5 (p<0.01). Amrin et al. (2013) telah menyusun alternatif IGS untuk pria dewasa di Indonesia. IGS tersebut berhubungan signifikan dengan mutu gizi pangan (MGP) pria dewasa dengan koefisien korelasi 0.4-0.6 (p<0,01). Perdana et al. (2014) kemudian menyusun IGS untuk wanita dewasa. Skor IGS tersebut berhubungan signifikan terhadap MGP wanita dewasa dengan koefisien korelasi 0.2-0.7 (p<0.01). Jika dibandingkan dengan alat ukur kualitas konsumsi pangan yang lain, IGS yang dikembangkan dalam penelitian ini cukup valid. Prasetyo et al. (2013) telah menganalisis hubungan antara skor pola pangan harapan (PPH) dan skor mutu gizi pangan (MGP) anak usia 2-6 tahun di Indonesia. Skor PPH berhubungan signifikan dengan skor MGP dengan koefisien korelasi 0.6 (p< 0.05). Kemudian Pertiwi et al. (2014) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara skor PPH dan MGP anak usia 7-12 tahun dengan koefisien korelasi sebesar 0.6 (p< 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa baik skor PPH maupun IGSK-60 dapat mencerminkan mutu konsumsi pangan anak Indonesia. IGSK-60 memiliki keunggulan yaitu cukup dengan menghitung porsi makan kelompok pangan tertentu dan tidak harus menghitung kandungan zat gizi yang dikonsumsi, sedangkan penggunaan PPH didasarkan pada jumlah asupan energi dari masing-masing kelompok pangan. Contoh kriteria IGSK-60 untuk anak usia 2-3 tahun disajikan pada Tabel 21, sedangkan kriteria IGSK-60 untuk seluruh anak usia 4-12 di Indonesia disajikan pada Lampiran 1. Adapun rata-rata skor IGSK-60 untuk anak usia 2-12 tahun disajikan pada Tabel 22.

33

Tabel 21 Kriteria penilaian IGS-K60 untuk anak usia 2-3 tahun No 1

Komponen Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 8 porsi

Skor 10 3-5 porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

≥1½ porsi ≥ 3 porsi

4

0 porsi

≥ 1 porsi

5

Lauk hewani Lauk nabati

0 porsi

≥ 1 porsi

6

Susu

0 porsi

≥ 1 porsi

a. b. c. d. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b.

Persamaan Porsi <3; Skor = 10/3 x porsi Porsi <5; Skor = 10 Porsi ≥ 5; Skor = -10/3 x porsi + 80/3 Porsi ≥ 8; Skor = 0 Porsi <1½ ; Skor = 20/3 x porsi Porsi ≥ 1½; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10

Secara keseluruhan, rata-rata subjek masih memiliki skor IGSK-60 total yang rendah. Jika dilihat dalam setiap komponen, nilai yang cukup tinggi ada pada komponen konsumsi pangan karbohidrat (7.9 dari skor maksimal 10). Nilai paling rendah ada pada komponen konsumsi buah-buahan (0.7 dari skor minimal 0). Hasil ini sesuai dengan hasil analisis konsumsi pangan sebelumnya yang menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber karbohidrat subjek sudah mencukupi anjuran gizi seimbang, sedangkan asupan sayur dan buah subjek masih sangat rendah. Tabel 22 Rataan dan deviasi skor IGSK-60 anak usia 2-12 tahun Usia (tahun) No

Kelompok pangan

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 L. hewani 5 L. nabati 6 Susu Total skor

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

7.9 ± 2.6 2.6 ± 3.3 0.6 ± 1.9 7.1 ± 4.2 2.3 ± 3.9 4.4 ± 4.9 25.0± 8.4

7.9 ± 2.4 2.5 ± 3.0 0.7 ± 2.0 6.6 ± 3.9 1.9 ± 3.2 2.5 ± 4.3 22.1 ±7.7

7.9 ± 2.4 2.1 ± 2.6 0.8 ± 2.1 6.8 ± 3.9 1.7 ± 2.8 1.5 ± 3.5 20.7± 6.9

10-12 tahun (pria) 8.0 ± 2.2 2.2 ± 2.7 0.6 ± 1.9 6.2 ± 4.0 2.0 ± 3.0 1.0 ± 3.0 20.0 ± 6.6

10-12 tahun (wanita) 7.9 ± 2.2 2.3 ± 2.7 0.7 ± 1.9 6.7 ± 4.0 1.8 ± 3.0 0.9 ± 3.0 20.5± 6.6

Total

7.9 ± 2.4 2.3 ± 2.8 0.7 ± 2.0 6.7 ± 4.0 1.9 ± 3.1 2.0 ± 4.0 21.6 ± 7.5

Jika mempertimbangkan kepraktisan cara penilaian dan hasil uji korelasi, maka IGS3-60 merupakan IGS yang valid dan praktis dalam menilai kualitas pangan anak Indonesia (r=0.58). IGS3-60 lebih praktis dibandingkan dengan IGSK-60 karena menggunakan sistem penilaian diskrit 3 tingkat yang tidak memerlukan perhitungan menggunakan persamaan. Contoh kriteria IGS3-60 untuk anak usia 2-3 tahun disajikan pada Tabel 23, sedangkan kriteria IGS3-60 untuk seluruh anak usia 4-12 di Indonesia disajikan pada Lampiran 1. Adapun rata-rata skor IGS3-60 untuk anak usia 2-12 tahun disajikan pada Tabel 24.

34

Tabel 23. Kriteria penilaian IGS 3 tingkat (IGS 3-60) untuk anak usia 2-3 tahun No

Komponen

Skor 0

Skor 5

Skor 10

1

Pangan karbohidrat

≥ 1½ -3 atau ≥ 5-7porsi ≥ ½ -1½ porsi ≥ 1½-3 porsi ≥ ½-1 porsi

≥ 3-5porsi

Sayur Buah Lauk hewani

<1½ atau ≥ 7porsi <½ porsi <1½ porsi <½ porsi

2 3 4

≥ 1½ porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi

5 6

Lauk nabati Susu

<½ porsi <½ porsi

≥ ½ -1porsi ≥ ½ -1 porsi

≥ 1 porsi ≥ 1 porsi

Secara keseluruhan, subjek memiliki rata-rata skor total IGS3-60 yang rendah (17.2). Jika dilihat setiap komponen, nilai yang cukup tinggi ada pada komponen konsumsi pangan karbohidrat (6.2 dari skor maksimal 10). Nilai paling rendah ada pada komponen konsumsi buah-buahan (0.4 dari skor minimal 0). Hasil penilaian skor IGS3-60 ini memiliki pola yang sama dengan hasil penilaian IGSK60 yaitu skor tertinggi pada komponen konsumsi pangan sumber karbohidrat, sedangkan skor paling rendah pada komponen konsumsi buah. Tabel 24 Rataan dan deviasi skor IGS3-60 anak usia 2-12 tahun Usia (tahun) No

Kelompok pangan

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Lauk hewani 5 Lauk nabati 6 Susu Total skor

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

6.7±3.4 2.3±3.3 0.4±1.5 6.7±4.4 2.1±3.8 4.3±4.9 22.5±8.9

5.9±3.0 1.6±3.0 0.5±1.8 5.7±4.3 1.4±3.0 2.5±4.3 17.5±8.1

6.2±3.0 1.0±2.4 0.5±1.8 5.9±4.3 0.9±2.5 1.5±3.6 16.1±7.3

10-12 tahun (pria) 6.2±3.0 1.1±2.5 0.4±1.7 5.4±4.1 1.2±2.7 1.0±2.9 15.3±7.0

10-12 tahun (wanita) 6.1±2.9 1.2±2.6 0.4±1.7 5.9±4.3 1.1±2.7 0.9±2.9 15.7±7.0

Total

6.2±3.0 1.4±2.8 0.4±1.7 5.9±4.3 1.3±2.9 2.0±4.0 17.2±8.0

Jika memperhatikan kelengkapan komponen penilaian terkait penyakit tidak menular (PTM), maka IGSK-104 merupakan IGS yang paling lengkap untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak Indonesia (r = 0.42). IGSK-104 ini dianggap lengkap karena merupakan indeks yang melibatkan 4 aspek terkait PTM, dimana tidak terdapat pada kedua indeks sebelumnya. Keempat aspek tersebut merupakan aspek-aspek yang selama ini diduga menjadi faktor resiko berbagai PTM atau penyakit degeneratif seperti hipertensi, jantung, diabetes, dan berbagai penyakit kardiovaskuler. Contoh kriteria IGSK-104 untuk anak usia 2-3 tahun disajikan pada Tabel 25, sedangkan kriteria IGS3-60 untuk anak usia 4-12 di Indonesia disajikan pada Lampiran 1. Adapun rata-rata skor IGS3-60 anak usia 2-12 tahun disajikan pada Tabel 26.

35

Tabel 25 Kriteria penilaian IGS-K104 untuk anak 2-3 tahun No 1

Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 8 porsi

Skor 10 3-5 porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

≥1½ porsi ≥ 3 porsi

4

Lauk hewani Lauk nabati Susu

0 porsi

≥ 1 porsi

0 porsi

≥ 1 porsi

0 porsi

≥ 1 porsi

7

Lemak total

<15 atau > 50 %-e

35%-e

8

Lemak jenuh

> 15%-e

≤ 8 %-e

9

Gula tambahan

> 10%-e

≤ 6 %-e

10

Natrium

< 400 mg atau > 1600 mg

1000mg

5 6

Komponen

a. b. c. d. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c.

Persamaan Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Pors <5; Skor = 10 Porsi ≥5; Skor = -10/3 x porsi + 80/3 Porsi ≥ 8; Skor = 0 Porsi <1 ½; Skor = 20/3 x porsi Porsi ≥ 1 ½; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10 L.total < 15 atau > 50%; Skor = 0 L.total 15-35%; Skor = 1/2 x (%e) – 7 ½ L.total 35-50%; Skor = -2/3 x (%e)+100/3 L.jenuh ≤ 8%; Skor = 10 L.jenuh > 8%; Skor = -10/7 x(%e) + 150/7 L.Jenuh > 15%; Skor = 0 Gula ≤ 6%; Skor = 10 Gula > 6%; Skor = - 10/4 x (%e) + 25 Gula > 10%; Skor = 0 Na <400 atau > 1600 ; Skor = 0 Na 400-1000 ; Skor = 1/60 x (mg) – 20/3 Na 1000-1600; Skor = -1/60 (mg) + 80/3

Secara keseluruhan, subjek memiliki rata-rata skor total IGSK-104 yang rendah (42.1). Jika dilihat setiap komponen, nilai yang cukup tinggi ada pada komponen konsumsi lemak jenuh (8.6 dari skor maksimal 10). Nilai paling rendah ada pada komponen konsumsi buah-buahan (0.7 dari skor minimal 0). Tabel 26 Rataan dan deviasi skor IGSK-104 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Lauk hewani 5 Lauk nabati 6 Susu 7 Lemak total 8 Lemak jenuh 9 Gula tambahan 10 Natrium Total skor

7.9 ± 2.6 2.6 ± 3.3 0.6 ± 1.9 7.1 ± 4.2 2.3 ± 3.9 4.4 ± 4.9 3.0 ± 3.2 7.5 ± 3.8 7.0 ± 4.2 2.0 ± 2.9 44.6±10.4

7.9 ± 2.4 2.5 ± 3.0 0.7 ± 2.0 6.6 ± 3.9 1.9 ± 3.2 2.5 ± 4.3 2.5 ± 3.0 8.3 ± 3.1 7.8 ± 3.8 1.4 ± 2.6 42.1±9.2

7.9 ± 2.4 2.1 ± 2.6 0.8 ± 2.1 6.8 ± 3.9 1.7 ± 2.8 1.5 ± 3.5 2.0 ± 2.8 8.8 ± 2.6 8.4 ± 3.5 1.4 ± 2.6 41.4±8.5

No

10-12 tahun (pria) 8.0 ± 2.2 2.2 ± 2.7 0.6 ± 1.9 6.2 ± 4.0 2.0 ± 3.0 1.0 ± 3.0 1.9 ± 2.8 9.1 ± 2.2 8.6 ± 3.2 1.6 ± 2.7 41.3±8.4

10-12 tahun (wanita) 7.9 ± 2.2 2.3 ± 2.7 0.7 ± 1.9 6.7 ± 4.0 1.8 ± 3.0 0.9 ± 3.0 2.0 ± 2.9 9.1 ± 2.4 8.5 ± 3.3 1.6 ± 2.7 41.7±8.4

Total 7.9 ± 2.4 2.3 ± 2.8 0.7 ± 2.0 6.7 ± 4.0 1.9 ± 3.1 2.0 ± 4.0 2.3 ± 3.0 8.6 ± 2.9 8.0 ± 3.7 1.5 ± 2.7 42.1±9.0

Pemaparan sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat kecukupan lemak total subjek secara keseluruhan sangat rendah, yaitu sekitar 54.7%. Hal ini yang

36

menyebabkan skor komponen lemak total dalam IGSK-104 sangat rendah. Lemak total bukan komponen yang mutlak dibatasi, tetapi juga sangat dibutuhkan sesuai batasan kebutuhan subjek. Adapun asupan rata-rata lemak jenuh subjek secara keseluruhan sebesar 6-7% dari kebutuhan energi total. Komponen lemak jenuh ini dibatasi secara mutlak, skor maksimal didapatkan jika asupan lemak jenuh < 8%. Hal yang sama pada asupan gula tambahan. Asupan gula tambahan subjek sekitar 6% dari kebutuhan energi total. Skor maksimal diberikan jika asupan <= 6% dari kebutuhan energi total subjek. Berdasarkan skor IGSK-60, IGS3-60, dan IGSK-104, dapat disimpulkan bahwa subjek secara keseluruhan memiliki skor komponen sayur, buah, lauk nabati, dan susu yang rendah. Artinya, subjek belum mengonsumsi pangan tersebut sesuai anjuran porsi konsumsi pangan dari pedoman gizi seimbang. Rendahnya nilai yang diperoleh pada penilaian konsumsi sayur, buah, lauk nabati, dan susu dapat menjelaskan tingkat kecukupan beberapa vitamin dan mineral subjek yang tidak terpenuhi, seperti vitamin A, vitamin B1, Folat, vitamin C, kalsium, besi, dan seng. Asupan lemak total subjek juga masih rendah dan belum sesuai anjuran, sehingga perlu adanya tambahan pangan tinggi lemak, terutama pangan yang tinggi lemak tak jenuh. Tahap akhir dari pengembangan indeks gizi seimbang adalah menentukan batasan (cut off) skor IGS yang mencerminkan kualitas konsumsi pangan anak. Batasan skor IGS yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada batasan skor IGS yang dikembangkan oleh Amrin et al. (2013), yang telah dimodifikasi sesuai dengan mutu gizi pangan anak. Batasan skor IGS dianggap baik jika pada tingkatan skor tersebut memiliki rataan nilai mutu gizi pangan > 85 (Lampiran 4). Batasan skor IGS tersebut memiliki rentang 0-100, sedangkan IGSK-60 dan IGS3-60 yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki rentang skor 0-60. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi batasan tersebut sehingga aplikatif dalam penggunaan IGSK60 dan IGS3-60, yaitu dengan mengalikan semua nilai batasan dengan angka 0.6. Adapun untuk IGSK-104 tidak dilakukan modifikasi karena memiliki rentang skor 0-100. Batasan skor alternatif IGS yang mencerminkan kualitas konsumsi pangan anak disajikan pada Tabel 27 di bawah ini. Tabel 27. Kualitas konsumsi pangan anak menurut batasan skor IGS Kualitas Konsumsi Pangan Buruk Kurang Cukup Baik

Skor IGSK-104 < 54 55-69 70-84 > 85

Skor IGSK-60/IGS3-60 < 32 33-41 42-50 > 51

Berdasarkan skor IGSK-60, sebagian besar subjek (> 90%) memiliki kualitas konsumsi pangan yang buruk. Hasil ini sesuai dengan data konsumsi pangan subjek yang menunjukkan bahwa konsumsi pangan subjek belum sesuai dengan anjuran porsi konsumsi pedoman gizi seimbang. Sebagian besar subjek belum mengonsumsi sayur, buah, pangan sumber protein nabati, dan susu dalam jumlah yang cukup. Sebaran subjek menurut kualitas konsumsi pangan yang dinilai menggunakan skor IGSK-60 secara rinci disajikan pada Tabel 20 di bawah ini.

37

Tabel 28 Sebaran subjek menurut batasan skor IGSK-60 Usia (tahun) Kriteria Buruk Kurang Cukup Baik TOTAL

2-3

4-6

7-9

N

%

n

%

n

%

4604 758 139 10 5511

83.5 13.8 2.5 0.2 100

9338 771 108 4 10221

91.4 7.5 1.1 0.0 100

11075 530 50 2 11657

95.0 4.5 0.4 0.0 100

10-12 (pria) n % 5772 204 21 1 5998

96.3 3.4 0.4 0.0 100

10-12 (wanita) n % 5277 206 19 1 5503

95.9 3.7 0.3 0.0 100

Total n

%

36066 2469 337 18 38890

92.8 6.3 0.9 0.0 100

Hasil yang hampir sama juga ditunjukkan pada penilaian kualitas konsumsi pangan subjek menggunakan IGS3-60. Sebagian besar subjek (> 90%) memiliki kualitas konsumsi pangan yang buruk. Sebaran subjek menurut kualitas konsumsi pangan yang dinilai menggunakan skor IGS3-60 secara rinci disajikan pada Tabel 29 di bawah ini. Tabel 29 Sebaran subjek menurut batasan skor IGS3-60 Usia (tahun) Kriteria Buruk Kurang Cukup Baik TOTAL

2-3

4-6

7-9

N

%

n

%

n

%

4870 571 68 2 5511

88.3 10.4 1.2 0.0 100

9823 375 23 0 10221

96.1 3.7 0.2 0.0 100

11460 178 18 1 11657

98.3 1.5 0.2 0.0 100

10-12 (pria) n % 5915 78 5 0 5998

98.6 1.3 0.1 0.0 100

10-12 (wanita) n % 5424 76 3 0 5503

98.6 1.4 0.1 0.0 100

Total n

%

37492 1278 117 3 38890

96.3 3.4 0.3 0.0 100

Hasil yang hampir sama juga ditunjukkan pada penilaian kualitas konsumsi pangan subjek menggunakan IGSK-104. Sebagian besar subjek (> 90%) memiliki kualitas konsumsi pangan yang buruk. Penilaian menggunakan IGSK-104 menggambarkan kualitas konsumsi pangan subjek yang lebih detail, karena pada IGSK-104 melibatkan penilaian aspek-aspek terkait penyakit tidak menular, yaitu lemak total, lemak jenuh, gula tambahan, dan natrium. Sebaran subjek menurut kualitas konsumsi pangan yang dinilai menggunakan skor IGSK-104 secara rinci disajikan pada Tabel 30 di bawah ini. Tabel 30 Kualitas konsumsi pangan subjek berdasarkan IGSK-104 Usia (tahun) Kriteria Buruk Kurang Cukup Baik TOTAL

2-3

4-6

7-9

N

%

n

%

n

%

4647 822 41 1 5511

84.3 14.9 0.7 0.1 100

9341 851 29 0 10221

91.4 8.3 0.3 0.0 100

10915 711 31 0 11657

93.6 6.1 0.3 0 100

10-12 (pria) n % 5633 355 10 0 5998

93.9 5.9 0.2 0 100

10-12 (wanita) n % 5158 337 8 0 5503

93.8 6.1 0.1 0 100

Total n

%

35694 3076 119 1 38890

91.8 7.9 0.3 0.0 100

Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang hampir sama jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan instrumen berbeda dalam menilai kualitas konsumsi pangan anak. Prasetyo et al. (2013) menyatakan bahwa sebagian besar anak usia 2-6 tahun memiliki kualitas konsumsi pangan rendah. Instrumen yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan

38

tersebut adalah skor pola pangan harapan (skor PPH). Selanjutnya, Pertiwi et al. (2014) juga menggunakan skor PPH untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak usia 7-12 tahun. Hasilnya, sebagian besar anak indonesia usia 2-12 tahun memiliki kualitas konsumsi pangan yang rendah. Kelompok pangan yang dikonsumsi rendah dalam penelitian tersebut adalah kelompok sayur, buah, dan pangan sumber lemak. Pada populasi dewasa, Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014) menggunakan indeks gizi seimbang (IGS) untuk menilai kualitas konsumsi pangan pria dan wanita dewasa di Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pria dan wanita dewasa memiliki kualitas konsumsi pangan yang buruk. Subjek dengan kualitas konsumsi pangan sangat baik telah mengkonsumsi seluruh jenis kelompok pangan dengan jumlah yang cukup sesuai anjuran porsi konsumsi pangan dari pedoman gizi seimbang. Adapun subjek dengan kualitas konsumsi buruk, umunya jumlah konsumsi untuk kelompok pangan sayur, buah, lauk nabati dan susu masih jauh dari jumlah yang dianjurkan oleh pedoman gizi seimbang. Pengembangan alternatif indeks gizi seimbang dalam penelitian ini menggunakan sampel skala besar hasil Riskesdas 2010 yang telah dinyatakan mewakili populasi Indonesia. Selain itu, validasi indeks gizi seimbang menggunakan data mutu gizi pangan dari hasil perhitungan konsumsi pangan anak indonesia sesungguhnya. Oleh karena itu, indeks gizi seimbang yang berhasil dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan secara luas untuk populasi anak Indonesia. Data konsumsi pangan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode recall 24 jam. Prinsip metode ini adalah informasi diperoleh dengan mengandalkan ingatan subjek tentang konsumsi sehari sebelumnya. Hal ini dapat menimbulkan bias akibat subjek lupa menyebutkan seluruh jenis maupun jumlah pangan yang dikonsumsi secara akurat. Bias pada data konsumsi juga dapat terjadi pada konversi satuan ukuran rumah tangga (URT) ke dalam satuan berat (g), hal ini karena terdapat perbedaan pada setiap daerah mengenai makna ukuran makanan seperti potong, iris, bungkus, batang dan ikat serta perbedaan pada alat makan yang menjadi ukuran makanan dalam rumah tangga (Handayati et al. 2008). Konversi gram pangan ke dalam bentuk zat gizi dalam penelitian ini juga masih banyak menggunakan daftar komposisi bahan pangan dari negara lain. Hal ini tentunya dapat menimbulkan bias karena beberapa komoditas bahan pangan dari negara lain mungkin memiliki kandungan zat gizi yang tidak sama dengan komoditas bahan pangan di Indonesia. Selain itu, daftar komposisi bahan pangan yang digunakan di Indonesia juga sebagian besar masih diperoleh dari berbagai sumber di berbagai negara, belum melalui analisis bahan makanan secara langsung di Indonesia (Rimbawan et al. 2014)

39

6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara keseluruhan, konsumsi pangan subjek belum sesuai dengan anjuran porsi konsumsi pangan dari PGS 2014. Konsumsi pangan sumber karbohidrat cenderung lebih tinggi, tetapi konsumsi sayur, buah, pangan sumber protein hewani, dan pangan sumber protein nabati masih rendah. Konsumsi pangan subjek belum dapat memenuhi kebutuhan gizi sehari, terutama zat gizi mikro yang terlihat dari rendahnya tingkat kecukupan zat gizi. Terdapat 12 alternatif indeks gizi seimbang yang telah disusun dalam penelitian ini. IGSK-60 yaitu IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait penyakit tidak menulat (PTM) merupakan IGS yang paling valid (r=0.6). IGS3-60 yaitu IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM merupakan IGS yang paling praktis dan valid (r=0.58). IGSK-104 yaitu IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM merupakan IGS yang paling lengkap untuk menilai kualitas konsumsi pangan subjek untuk studi terkait PTM (r=0.42). Saran IGS3-60 merupakan indeks valid yang dapat digunakan secara praktis untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak. Modifikasi IGS ini ke dalam bentuk kartu praktis IGS perlu dilakukan untuk lebih memudahkan pengguna. Studi lanjutan juga perlu dilakukan untuk mempelajari hubungan antara penilaian IGSK-104 dengan outcome gizi dan kesehatan. Penilaian dengan IGSK-60, IGS3-60, dan IGSK-104 menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber karbohidrat anak Indonesia perlu dibatasi, sedangkan konsumsi sayur, buah, pangan sumber protein hewani (termasuk susu), dan pangan sumber protein nabatinya perlu ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA Astuti M, Hardinsyah, Siregar P, Susilowati. Kecukupan Air. 2012. Di dalam: Kemenkes RI, editor. Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (WNPG) X; 2012 November 20-21; Jakarta, Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Hlm 5167. Amrin AP, Hardinsyah, Dwiriani CM. 2013. Pengembangan indeks gizi seimbang bagi pria dewasa Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan. 8(3): 167-174 [AIHW] Australian Institute of Health and Welfare. 2007. Australian diet quality index project. Canberra: AIHW. Carter P, Gray LJ, Troughton J, Khunti K, Davies MJ. 2010. Fruit and vegetable intake and incidennce of type 2 diabetes mellitus: systematic review and meta-analysis. BMJ. 341:4229

40

Dauchet L, Amouyel P, Hercberg S, Dallongeville J. 2006. Fruit and vegetable consumption and risk of coronary heart diesease: a meta-analysis of cohort study. J.Nutr. 136: 2588-2593 FAO. 2008. Fats and fatty acids in human nutrition: Report of an expert consultation. Geneva Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York : Oxford University Press. Guenther PM, Reedy J, Krebs-Smith SM. 2008. Development of the Healthy Eating Index-2005. J Am Diet Assoc. 108(11):1896-1901. ___________, Cassaval KO, Reedy J, Kirkpatrick SI, Hiza HAB, Kurcynski KJ, Kahle LI, Krebs-Smith SM. 2013. Update of Healthy Eating Index 2010. Journal of Academy of Nutritionsand Dietetics. 11 (4): 596-580 Handayati SP, Nasoetion A, & Sukandar D. 2008. Konversi satuan ukuran rumah tangga ke dalam satuan berat (gram) pada beberapa jenis pangan sumber protein. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(1): 49—60. Hardinsyah. 1996. Measurement and deterninants of food diversity [ disertasi]]. Australia (AU): University of Queensland. _________, Mailoa M, Herawati N. 2000. Cara Sederhana Penilaian Mutu Gizi Makanan Ibu Hamil dan Anak Balita. Media Gizi dan Keluarga. XXIV(1): 98-103. __________, Madanijah S & Baliwati YF. 2002. Analisis Neraca Bahan Makanan dan Pola Pangan Harapan untuk Perencanaan Ketersediaan Pangan. Bogor (ID): PSKPG-IPB dan Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan. __________, Riyadi H, Tambunan V. 2012. Kecukupan energi, protein, lemak, dan protein. Di dalam: Kemenkes RI, editor. Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (WNPG) X; 2012 November 20-21; Jakarta, Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Hlm 26-50. Hurley KM, Oberlander SE, Merry BC, Wrobleski MM, Klassen AC, Black MM. 2009. The healthy eating index and youth healthy eating index are unique, nonredundant measures of diet quality among low-income. J Nutr. 139: 359364 [IOM] Institute of Medicine. 2005. Dietary reference intakes for energy, carbohydrate, fiber, fat, fatty acids, cholesterol, protein, and amino acids. Washington DC: The National Academies Press. [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kemenkes RI ___________. 2014. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI. ___________. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Kemenkes RI Koletzko B, Brands B, Demmelmair H. 2011. The early nutrition programming project (earnest) : 5 y of successful multidisciplinary collaborative research. Am J Clin Nutr. 94: 1749-53 Mahan LK, Stump SE. 2008. Krause's Food & Nutrition Therapy 12 th edition. USA : Saunders Elsevier. Perdana SM, Hardinsyah, Damayanti E. 2014. Alternatif indeks gizi seimbang untuk menilai mutu gizi pangan wanita dewasa Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan. 9 (1) : 43-50.

41

Pertiwi KI, Hardinsyah, Ekawidyani KR. 2014.Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan (PPH) pada anak usia sekolah 7—12 tahun di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan. 9 (2): 117-124. Prasetyo TJ, Hardinsyah, Sinaga T. 2013. Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan (PPH) pada anak usia 2—6 tahun di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan. 8 (3) : 159-166 Ramakrishman U. 2004. Nutrition and low birth weight:from research to practise. Am J Clin Nutr 79: 17-21 Rimbawan, Komari, Mauludyani AV. Pengembangan Daftar Komposisi Pangan Indonesia. Di dalam: Kemenkes RI, editor. Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (WNPG) X; 2012 November 20-21; Jakarta, Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Hlm 171-179. Soekatri M, Kartono D. 2012. Kecukupan mineral: kalsium, fosfor, magnesium, tembaga, kromium, besi, iodium, seng, selenium, mangan, fluor, natrium, dan kalium. Di dalam: Kemenkes RI, editor. Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (WNPG) X; 2012 November 20-21; Jakarta, Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Hlm 121-170. Sulaeman A, Setiawan B, Permaesih D. 2012. Kecukupan Vitamin: Vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, Asam Pantotenat, Folat, C, D, E, K, Biotin, dan Kolin. Di dalam: Kemenkes RI, editor. Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (WNPG) X; 2012 November 20-21; Jakarta, Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Hlm 68-120. Taechangam S, Pinitchum, Pachotickarn. 2008. Development of nutrion education tool: healthy eating index in Thailand. Asia Pac Clin Nutr. 17: 365-567. USDA-Center for Nutrition Policy and Promotion. 2007. Diet Quality of Americans in 1994-96 and 2000-02 as Measured by Healthy Eathing Index-2005. http://www.cnpp.usda.gov[3 Mei 2014] Van Dam RM, Seidell JC. 2007. Carbohydrate intake and obesity. European Journal of Clinical Nutrition. 61 (suppl 1) : S75-S99. Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell R, Richter L, Sachdey HS. Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. Lancet 2008;371:340–57. [WHO] World Health Organization. 2008. World report on child injury prevention. Geneva: WHO press. _____________________________. 2015. Guidline on sugar intake for adult and childern.: www.who.int . [20 Januari 2015] _____________________________. 2009.WHO anthroplus for personal computers manual: Software for assessing growth of the world’s childern and adolescents. Geneva: WHO Press. ______________________________. 2012. Guideline: Sodium intake for adults and children. Geneva: WHO. WHO/FAO/UNU. 2007. Protein and amino acid requirements in human nutrition. Geneva: WHO Press

42

LAMPIRAN Lampiran 1 Kriteria IGSK-60, IGS3-60, dan IGSK-104 untuk anak 4-12 Tahun Kriteria penilaian IGS 3 tingkat (IGS 3-60) untuk anak 4-6 tahun No Komponen 1 Pangan karbohidrat 2 3 4 5 6

Sayur Buah Lauk hewani Lauk nabati Susu

Skor 0 < 2 atau ≥ 8 porsi <1 porsi <1½ porsi < 1 porsi < 1 porsi <½ porsi

Skor 5 ≥2-4 atau ≥ 6-8 porsi ≥1-2 porsi ≥ 1½ -3 porsi ≥1-2 porsi ≥1-2 porsi ≥½ -1 porsi

Skor 10 ≥ 4-6 porsi ≥ 2 porsi ≥ 3 porsi ≥ 2 porsi ≥ 2 porsi ≥ 1 porsi

Kriteria penilaian IGS 3 tingkat (IGS 3-60) untuk anak 7-9 tahun No 1

Komponen Pangan karbohidrat

2 3 4 5 6

Sayur Buah Lauk hewani Lauk nabati Susu

Skor 0 < 2 atau ≥ 8½porsi < 1½ porsi <1½ porsi < 1 porsi < 1½ porsi <½ porsi

Skor 5 ≥2- 4½ atau ≥ 6½-8½ porsi ≥1½ -3 porsi ≥1½ -3 porsi ≥1-2 porsi ≥1½ -3 porsi ≥½ -1 porsi

Skor 10 ≥ 4½ - 6½ porsi ≥ 3 porsi ≥ 3 porsi ≥ 2 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi

Kriteria penilaian IGS 3 tingkat (IGS 3-60) anak pria 10-12 tahun No 1

Komponen Pangan karbohidrat

2 3 4 5 6

Sayur Buah Lauk hewani Lauk nabati Susu

Skor 0 < 2½atau ≥ 10porsi < 1½ porsi <2 porsi < 1 porsi < 1½ porsi < ½ porsi

Skor 5 ≥2½ -5 atau ≥ 7-10porsi ≥1½ -3 porsi ≥ 2-4 porsi ≥1-2½ porsi ≥1½ -3 porsi ≥ ½ -1 porsi

Skor 10 ≥ 5-7 porsi ≥ 3 porsi ≥ 4 porsi ≥ 2½ porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi

Kriteria penilaian IGS 3 tingkat (IGS 3-60) anak wanita 10-12 tahun No 1 2 3 4 5 6

Komponen Pangan karbohidrat Sayur Buah Lauk hewani Lauk nabati Susu

Skor 0 < 2½atau ≥ 10porsi < 1½ porsi <2 porsi < 1 porsi < 1½ porsi <½ porsi

Skor 5 ≥2½ -5 atau ≥ 7-10porsi ≥1½ -3 porsi ≥ 2-4 porsi ≥1-2 porsi ≥1½ -3 porsi ≥ ½ -1 porsi

Skor 10 ≥ 5-7 porsi ≥ 3 porsi ≥ 4 porsi ≥ 2 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi

43

Kriteria penilaian IGS-K60 untuk anak 4-6 tahun No Komponen 1 Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 10 porsi

Skor 10 4-6 porsi ≥2 porsi ≥3 porsi ≥2 porsi ≥2 porsi ≥1 porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

4

0 porsi

5

Lauk hewani Lauk nabati

6

Susu

0 porsi

0 porsi

a. b. c. d. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b.

Persamaan Porsi < 4; Skor = 10/4 x porsi Porsi <6; Skor = 10 Porsi ≥ 6; Skor = -10/4 x porsi + 25 Porsi ≥ 10; Skor = 0 Porsi < 2; Skor = 5 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 2; Skor = 5 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 2; Skor = 5 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10

Kriteria penilaian IGS-K104 untuk anak 4-6 tahun No 1

Kompnen Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 10 porsi

Skor 10 46porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

4

Lauk hewani Lauk nabati Susu

0 porsi

7

Lemak total

<15 atau > 45 %-e

≥2 porsi ≥3 porsi ≥2 porsi ≥2 porsi ≥1 porsi 30%-e

8

Lemak jenuh

> 15%-e

≤ 8 %-e

9

Gula tambahan

> 10%-e

≤ 6 %-e

10

Natrium

< 600 mg atau > 1800 mg

1200 mg

5 6

0 porsi 0 porsi

a. b. c. d. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b. c. a. b. c. a. b. c. a. b. c.

Persamaan Porsi < 4; Skor = 10/4 x porsi P0rsi <6; Skor = 10 Porsi ≥ 6; Skor = -10/4 x porsi + 25 Porsi ≥ 10; Skor = 0 Porsi < 2; Skor = 5 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 2; Skor = 5 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 2; Skor = 5 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10 L.total < 15 atau > 45%; Skor = 0 L.total 15-30%; Skor = 2/3 x (%e) – 10 L.total 30-45%; Skor = -2/3 x (%e)+ 30 L.jenuh ≤ 8%; Skor = 10 L.jenuh > 8%; Skor = -10/7 x(%e) + 150/7 L.Jenuh > 15%; Skor = 0 Gula ≤ 6%; Skor = 10 Gula > 6%; Skor = - 10/4 x (%e) + 25 Gula > 10%; Skor = 0 Na <600 atau > 1800 ; Skor = 0 Na 600-1200 ; Skor = 1/60 x (mg) – 10 Na 1200-1800; Skor = -1/60 (mg) + 30

44

Kriteria penilaian IGS-K60 untuk anak 7-9 tahun No Komponen 1 Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 10 ½ porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

4

0 porsi

5

Pangan hewani Lauk nabati

6

Susu

0 porsi

0 porsi

Skor 10 4 ½-6½ porsi

≥3 porsi ≥3 porsi ≥2 porsi ≥3 porsi ≥1 porsi

a. b. c. d. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b.

Persamaan Porsi <4 ½; Skor = 20/9 x porsi Porsi < 6½; Skor = 10 Porsi ≥ 6½; Skor = -10/4 x porsi + 105/4 Porsi ≥ 10½; Skor = 0 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 2; Skor = 10/2 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10

Kriteria penilaian IGS-K104 untuk anak 7-9 tahun No 1

Komponen Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 10½ porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

4

0 porsi

5

Lauk hewani Lauk nabati

6

Susu

0 porsi

7

Lemak total

<15 atau > 45 %-e

8

Lemak jenuh

> 15%-e

9

Gula tambahan

> 10%-e

10

Natrium

< 600 mg atau > 1800 mg

0 porsi

Skor 10 Persamaan 4 ½-6½ a. Porsi <4 ½; Skor = 20/9 x porsi porsi b. Porsi < 6½; Skor = 10 c. Porsi ≥ 6½; Skor = -10/4 x porsi + 105/4 d. Porsi ≥ 10½; Skor = 0 ≥3 a. Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi porsi b. Porsi ≥ 3; Skor = 10 ≥3 a. Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi porsi b. Porsi ≥ 3; Skor = 10 ≥2 a. Porsi < 2; Skor = 10/2 x porsi porsi b. Porsi ≥ 2; Skor = 10 ≥3 a. Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi porsi b. Porsi ≥ 3; Skor = 10 ≥1 a. Porsi < 1; Skor = 10 x porsi porsi b. Porsi ≥ 1; Skor = 10 30%-e a. L.total < 15 atau > 45%; Skor = 0 b. L.total 15-30%; Skor = 2/3 x (%e) – 10 c. L.total 30-45%; Skor = -2/3 x (%e)+ 30 ≤ 8 %-e a. L.jenuh ≤ 8%; Skor = 10 b. L.jenuh > 8%; Skor = -10/7 x(%e) + 150/7 c. L.Jenuh > 15%; Skor = 0 ≤ 6 %-e a. Gula ≤ 6%; Skor = 10 b. Gula > 6%; Skor = - 10/4 x (%e) + 25 c. Gula > 10%; Skor = 0 1200 a. Na <600 atau > 1800 ; Skor = 0 mg b. Na 600-1200 ; Skor = 1/60 x (mg) – 10 c. Na 1200-1800; Skor = -1/60 (mg) + 30

45

Kriteria penilaian IGS-K60 untuk anak pria 10-12 tahun No Komponen 1 Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 12 porsi

Skor 10 5-7 porsi ≥3 porsi ≥4 porsi ≥2½ porsi ≥3 porsi ≥1 porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

4

0 porsi

5

Lauk hewani Lauk nabati

6

Susu

0 porsi

0 porsi

a. b. c. d. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b.

Persamaan Porsi < 5; Skor = 2 x porsi Porsi <7; Skor = 10 Porsi ≥ 7; Skor = - 2 x porsi + 24 Porsi ≥ 12; Skor = 0 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 4; Skor = 10/4 x porsi Porsi ≥ 4; Skor = 10 Porsi <2 ½ ; Skor = 4 x porsi Porsi ≥ 2 ½ ; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10

Kriteria penilaian IGS-K104 untuk anak pria 10-12 tahun No 1

Komponen Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 12 porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

4

0 porsi

5

Lauk hewani Lauk nabati

6

Susu

0 porsi

7

Lemak total

<15 atau > 45 %-e

8

Lemak jenuh

> 15%-e

9

Gula tambahan

> 10%-e

10

Natrium

< 750 mg atau > 2250 mg

0 porsi

Skor 10 5-7porsi a. b. c. d. ≥ 3 porsi a. b. ≥ 4 porsi a. b. ≥ 2 ½ a. porsi b. ≥ 3 porsi a. b. ≥ 1 porsi a. b. 30%-e a. b. c. ≤ 8 %-e a. b. c. ≤ 6 %-e a. b. c. 1500 a. b. c.

Persamaan Porsi < 5; Skor = 2 x porsi Porsi <7 ; Skor = 10 Porsi ≥ 7; Skor = -2 x porsi + 24 Porsi ≥ 10; Skor = 0 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 4; Skor = 10/4 x porsi Porsi ≥ 4; Skor = 10 Porsi <2 ½ ; Skor = 4 x porsi Porsi ≥ 2 ½ ; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10 L.total < 15 atau > 45%; Skor = 0 L.total 15-30%; Skor = 2/3 x (%e) – 10 L.total 30-45%; Skor = -2/3 x (%e)+ 30 L.jenuh ≤ 8%; Skor = 10 L.jenuh > 8%; Skor = -10/7 x(%e) + 150/7 L.Jenuh > 15%; Skor = 0 Gula ≤ 6%; Skor = 10 Gula > 6%; Skor = - 10/4 x (%e) + 25 Gula > 10%; Skor = 0 Na <750 atau > 2250 ; Skor = 0 Na 750-1500 ; Skor = 1/75 x (mg) – 10 Na 1500-2250; Skor = -1/75 (mg) + 30

46

Kriteria penilaian IGS-K60 untuk anak wanita 10-12 tahun No Komponen 1 Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 12 porsi

Skor 10 5-7 porsi ≥3 porsi ≥4 porsi ≥2 porsi ≥3 porsi ≥1 porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

4

0 porsi

5

Lauk hewani Lauk nabati

6

Susu

0 porsi

0 porsi

a. b. c. d. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b.

Persamaan Porsi < 5; Skor = 2 x porsi Porsi <7 ; Skor = 10 Porsi ≥ 7; Skor = -2 x porsi + 24 Porsi ≥ 10; Skor = 0 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 4; Skor = 10/4 x porsi Porsi ≥ 4; Skor = 10 Porsi < 2; Skor = 5 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10

Kriteria penilaian IGS-K104 untuk anak wanita 10-12 tahun No 1

Komponen Pangan KH

Skor 0 0 atau ≥ 12 porsi

2

Sayur

0 porsi

3

Buah

0 porsi

4

0 porsi

5

Lauk hewani Lauk nabati

6

Susu

0 porsi

7

Lemak total

<15 atau > 45 %-e

8

Lemak jenuh

> 15%-e

9

Gula tambahan

> 10%-e

10

Natrium

< 750 mg atau > 2250 mg

0 porsi

Skor 10 5-7porsi a. b. c. d. ≥ 3 porsi a. b. ≥ 4 porsi a. b. ≥ 2 porsi a. b. ≥ 3 porsi a. b. ≥ 1 porsi a. b. 30%-e a. b. c. ≤ 8 %-e a. b. c. ≤ 6 %-e a. b. c. 1500 a. Mg b. c.

Persamaan Porsi < 5; Skor = 2 x porsi Porsi <7 ; Skor = 10 Porsi ≥ 7; Skor = -2 x porsi + 24 Porsi ≥ 10; Skor = 0 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 4; Skor = 10/4 x porsi Porsi ≥ 4; Skor = 10 Porsi < 2; Skor = 5 x porsi Porsi ≥ 2; Skor = 10 Porsi < 3; Skor = 10/3 x porsi Porsi ≥ 3; Skor = 10 Porsi < 1; Skor = 10 x porsi Porsi ≥ 1; Skor = 10 L.total < 15 atau > 45%; Skor = 0 L.total 15-30%; Skor = 2/3 x (%e) – 10 L.total 30-45%; Skor = -2/3 x (%e)+ 30 L.jenuh ≤ 8%; Skor = 10 L.jenuh > 8%; Skor = -10/7 x(%e) + 150/7 L.Jenuh > 15%; Skor = 0 Gula ≤ 6%; Skor = 10 Gula > 6%; Skor = - 10/4 x (%e) + 25 Gula > 10%; Skor = 0 Na <750 atau > 2250 ; Skor = 0 Na 750-1500 ; Skor = 1/75 x (mg) – 10 Na 1500-2250; Skor = -1/75 (mg) + 30

47

Lampiran 2 Rataan dan deviasi skor IGS anak usia 2-12 tahun Rataan dan deviasi skor IGS3-50 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Pangan hewani 5 Lauk nabati Total skor

6.7 ± 3.4 2.3 ± 3.3 0.4 ± 1.5 6.8 ± 4.1 2.1 ± 3.8 18.2±7.4

5.9 ± 3.0 1.6 ± 3.0 0.5 ± 1.8 5.0 ± 4.2 1.4 ± 3.0 14.3±6.7

6.2 ± 3.0 1.0 ± 2.4 0.5 ± 1.8 4.8 ± 4.2 1.0 ± 2.5 13.4±6.3

No

10-12 tahun (pria) 6.2 ± 3.0 1.1 ± 2.5 0.4 ± 1.7 4.3 ± 4.0 1.2 ± 2.7 13.2±6.3

10-12 tahun (wanita) 6.1 ± 2.9 1.1 ± 2.6 0.4 ± 1.7 4.6 ± 4.2 1.1 ± 2.7 13.5±6.5

Total 6.2 ± 3.0 1.4 ± 2.8 0.4 ± 1.7 5.0 ± 4.2 1.3 ± 2.9 14.3±6.8

Rataan dan deviasi skor IGS3-94 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Pangan hewani 5 Lauk nabati 6 Lemak total 7 Lemak jenuh 8 Gula tambahan 9 Natrium Total skor

6.7 ± 3.4 2.3 ± 3.3 0.4 ± 1.5 6.8 ± 4.1 2.1 ± 3.8 4.1 ± 3.8 7.2 ± 3.5 6.9 ± 4.1 2.7 ± 3.5 39.2±10.3

5.9 ± 3.0 1.6 ± 3.0 0.5 ± 1.8 5.0 ± 4.2 1.4 ± 3.0 3.3 ± 3.3 8.1 ± 3.0 7.6 ± 3.8 1.8 ± 3.1 35.8±9.1

6.2 ± 3.0 1.0 ± 2.4 0.5 ± 1.8 4.8 ± 4.2 1.0 ± 2.5 3.0 ± 3.2 8.6 ± 2.7 8.2 ± 3.4 2.6 ± 3.4 35.9±8.6

No

10-12 tahun (pria) 6.2 ± 3.0 1.1 ± 2.5 0.4 ± 1.7 4.3 ± 4.0 1.2 ± 2.7 2.5 ± 3.0 8.9 ± 2.3 8.6 ± 3.2 1.9 ± 2.9 36.5±8.9

10-12 tahun (wanita) 6.1 ± 2.9 1.1 ± 2.6 0.4 ± 1.7 4.6 ± 4.2 1.1 ± 2.7 2.7 ± 3.2 8.8 ± 2.5 8.5 ± 3.2 1.9 ± 2.9 36.6±9.0

Total 6.2 ± 3.0 1.4 ± 2.8 0.4 ± 1.7 5.0 ± 4.2 1.3 ± 2.9 3.1 ± 3.3 8.3 ± 2.9 8.0 ± 3.6 2.2 ± 3.2 36.6±9.1

Rataan dan deviasi skor IGS3-104 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Lauk hewani 5 Lauk nabati 6 Susu 7 Lemak total 8 Lemak jenuh 9 Gula tambahan 10 Natrium Total skor

6.7 ± 3.4 2.3 ± 3.3 0.4 ± 1.5 6.7 ± 4.4 2.1 ± 3.8 4.3 ± 4.9 4.1 ± 3.8 7.2 ± 3.5 6.9 ± 4.1 2.7 ± 3.5 43.5±11.0

5.9 ± 3.0 1.6 ± 3.0 0.5 ± 1.8 5.7 ± 4.3 1.4 ± 3.0 2.5 ± 4.3 3.3 ± 3.3 8.1 ± 3.0 7.6 ± 3.8 1.8 ± 3.1 39.0±9.9

6.2 ± 3.0 1.0 ± 2.4 0.5 ± 1.8 5.9 ± 4.3 0.9 ± 2.5 1.5 ± 3.6 3.0 ± 3.2 8.6 ± 2.7 8.2 ± 3.4 2.6 ± 3.4 38.6±9.4

No

10-12 tahun (pria) 6.2 ± 3.0 1.1 ± 2.5 0.4 ± 1.7 5.4 ± 4.1 1.2 ± 2.7 1.0 ± 2.9 2.5 ± 3.0 8.9 ± 2.3 8.6 ± 3.2 1.9 ± 2.9 38.6±9.4

10-12 tahun (wanita) 6.1 ± 2.9 1.2 ± 2.6 0.4 ± 1.7 5.9 ± 4.3 1.1 ± 2.7 0.9 ± 2.9 2.7 ± 3.2 8.8 ± 2.5 8.5 ± 3.2 1.9 ± 2.9 38.8±9.4

Total 6.2 ± 3.0 1.4 ± 2.8 0.4 ± 1.7 5.9 ± 4.3 1.3 ± 2.9 2.0 ± 4.0 3.1 ± 3.3 8.3 ± 2.9 8.0 ± 3.6 2.2 ± 3.2 39.5±10.0

48

Rataan dan deviasi skor IGS4-50 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Pangan hewani 5 Lauk nabati Total skor

7.6 ± 2.7 2.2 ± 3.2 0.7 ± 2.0 7.4 ± 3.7 2.4 ± 4.0 20.4±6.7

7.2 ± 2.5 2.6 ± 3.4 0.8 ± 2.1 6.3 ± 3.6 2.0 ± 3.3 18.9±6.4

7.5 ± 2.2 2.5 ± 2.9 0.6 ± 1.8 6.1 ± 3.6 2.0 ± 3.0 18.7±5.6

No

10-12 tahun (pria) 7.5 ± 2.2 2.7 ± 3.0 0.7 ± 2.0 5.8 ± 3.6 2.2 ± 3.2 18.9±5.9

10-12 tahun (wanita) 7.5 ± 2.0 2.8 ± 3.0 0.8 ± 2.1 6.0 ± 3.7 2.1 ± 3.1 19.1±5.9

Total 7.4 ± 2.4 2.6 ± 3.1 0.7 ± 2.0 6.3 ± 3.7 2.1 ± 3.3 19.1±6.1

Rataan dan deviasi skor IGS4-60 anak 2-12 tahun Umur (tahun) No

Kelompok pangan

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Lauk. hewani 5 Lauk nabati 6 Susu Total skor

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

7.6 ± 2.7 2.2 ± 3.2 0.7 ± 2.0 7.1 ± 4.2 2.4 ± 4.0 4.4 ± 4.9 24.4±8.5

7.2 ± 2.5 2.6 ± 3.4 0.8 ± 2.1 6.6 ± 3.9 2.0 ± 3.3 2.5 ± 4.3 21.7±7.9

7.5 ± 2.2 2.5 ± 2.9 0.6 ± 1.8 6.7 ± 3.9 2.0 ± 3.0 1.5 ± 3.5 20.8±7.1

10-12 tahun (pria) 7.5 ± 2.2 2.7 ± 3.0 0.7 ± 2.0 6.4 ± 3.8 2.2 ± 3.2 1.0 ± 3.0 20.5±6.8

10-12 tahun (wanita) 7.5 ± 2.0 2.8 ± 3.0 0.8 ± 2.1 6.7 ± 3.9 2.1 ± 3.1 0.9 ± 2.9 20.8±6.7

Total 7.4 ± 2.4 2.6 ± 3.1 0.7 ± 2.0 6.7 ± 3.9 2.2 ± 3.3 2.0 ± 4.0 21.5±7.5

Rataan dan deviasi skor IGS4-94 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Pangan hewani 5 Lauk nabati 6 Lemak total 7 Lemak jenuh 8 Gula tambahan 9 Natrium Total skor

7.6 ± 2.7 2.2 ± 3.2 0.7 ± 2.0 7.4 ± 3.7 2.4 ± 4.0 4.4 ± 3.9 7.6 ± 3.4 7.0 ± 4.1 2.6 ± 3.4 43.0±10.1

7.2 ± 2.5 2.6 ± 3.4 0.8 ± 2.1 6.3 ± 3.6 2.0 ± 3.3 3.8 ± 3.8 8.4 ± 2.9 7.8 ± 3.7 1.7 ± 3.0 41.9±9.1

7.5 ± 2.2 2.5 ± 2.9 0.6 ± 1.8 6.1 ± 3.6 2.0 ± 3.0 3.4 ± 3.7 8.8 ± 2.4 8.4 ± 3.4 1.7 ± 3.0 42.6±8.2

No

10-12 tahun (pria) 7.5 ± 2.2 2.7 ± 3.0 0.7 ± 2.0 5.8 ± 3.6 2.2 ± 3.2 2.8 ± 3.6 9.1 ± 2.0 8.6 ± 3.1 1.9 ± 3.0 43.9±8.6

10-12 tahun (wanita) 7.5 ± 2.0 2.8 ± 3.0 0.8 ± 2.1 6.0 ± 3.7 2.1 ± 3.1 3.0 ± 3.6 9.1 ± 2.2 8.5 ± 3.2 1.9 ± 3.0 44.1±8.6

Total 7.4 ± 2.4 2.6 ± 3.1 0.7 ± 2.0 6.3 ± 3.7 2.1 ± 3.3 3.5 ± 3.8 8.6 ± 2.7 8.1 ± 3.5 1.9 ± 3.0 42.9±8.9

49

Rataan dan deviasi skor IGS4-104 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Lauk hewani 5 Lauk nabati 6 Susu 7 Lemak total 8 Lemak jenuh 9 Gula tambahan 10 Natrium Total skor

7.6 ± 2.7 2.2 ± 3.2 0.7 ± 2.0 7.1 ± 4.2 2.4 ± 4.0 4.4 ± 4.9 4.4 ± 3.9 7.6 ± 3.4 7.0 ± 4.1 2.6 ± 3.4 47.0±10.9

7.2 ± 2.5 2.6 ± 3.4 0.8 ± 2.1 6.6 ± 3.9 2.0 ± 3.3 2.5 ± 4.3 3.8 ± 3.8 8.4 ± 2.9 7.8 ± 3.7 1.7 ± 3.0 44.7±9.9

7.5 ± 2.2 2.5 ± 2.9 0.6 ± 1.8 6.7 ± 3.9 2.0 ± 3.0 1.5 ± 3.5 3.4 ± 3.7 8.8 ± 2.4 8.4 ± 3.4 1.7 ± 3.0 44.8±9.3

No

10-12 tahun (pria) 7.5 ± 2.2 2.7 ± 3.0 0.7 ± 2.0 6.4 ± 3.8 2.2 ± 3.2 1.0 ± 3.0 2.8 ± 3.6 9.1 ± 2.0 8.6 ± 3.1 1.9 ± 3.0 45.6±9.2

10-12 tahun (wanita) 7.5 ± 2.0 2.8 ± 3.0 0.8 ± 2.1 6.7 ± 3.9 2.1 ± 3.1 0.9 ± 2.9 3.0 ± 3.6 9.1 ± 2.2 8.5 ± 3.2 1.9 ± 3.0 45.7±9.2

Total 7.4 ± 2.4 2.6 ± 3.1 0.7 ± 2.0 6.7 ± 3.9 2.2 ± 3.3 2.0 ± 4.0 3.5 ± 3.8 8.6 ± 2.7 8.1 ± 3.5 1.9 ± 3.0 45.4±9.7

Rataan dan deviasi skor IGSK-50 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Pangan hewani 5 Lauk nabati Total skor

8.0 ± 2.6 2.6 ± 3.3 0.6 ± 1.9 7.5 ± 3.7 2.3 ± 3.9 21.0±6.8

7.9 ± 2.4 2.5 ± 3.0 0.7 ± 2.0 6.3 ± 3.8 1.9 ± 3.2 19.3±6.2

7.9 ± 2.4 2.0 ± 2.6 0.8 ± 2.2 6.1 ± 3.8 1.7 ± 2.8 18.5±5.8

No

10-12 tahun (pria) 8.0 ± 2.2 2.2 ± 2.7 0.6 ± 1.9 5.5 ± 3.8 2.0 ± 3.0 18.3±5.8

10-12 tahun (wanita) 7.9 ± 2.2 2.3 ± 2.7 0.7 ± 1.9 5.9 ± 3.8 1.9 ± 3.0 18.7±5.8

Total 7.9 ± 2.4 2.3 ± 2.9 0.7 ± 2.0 6.2 ± 3.8 1.9 ± 3.1 19.1±6.1

Rataan dan deviasi skor IGSK-94 anak 2-12 tahun Umur (tahun) Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

1 Pangan KH 2 Sayur 3 Buah 4 Pangan hewani 5 Lauk nabati 6 Lemak total 7 Lemak jenuh 8 Gula tambahan 9 Natrium Total skor

8.0 ± 2.6 2.6 ± 3.3 0.6 ± 1.9 7.5 ± 3.7 2.3 ± 3.9 3.0 ± 3.2 7.5 ± 3.7 7.0 ± 4.2 2.0 ± 2.9 40.6±9.3

7.9 ± 2.4 2.5 ± 3.0 0.7 ± 2.0 6.3 ± 3.8 1.9 ± 3.2 2.7 ± 3.2 8.4 ± 3.1 7.8 ± 3.8 1.7 ± 3.0 39.3±8.3

7.9 ± 2.4 2.0 ± 2.6 0.8 ± 2.2 6.1 ± 3.8 1.7 ± 2.8 2.3 ± 3.0 8.9 ± 2.6 8.3 ± 3.5 1.4 ± 2.6 39.2±7.8

No

10-12 tahun (pria) 8.0 ± 2.2 2.2 ± 2.7 0.6 ± 1.9 5.5 ± 3.8 2.0 ± 3.0 1.9 ± 2.9 9.2 ± 2.2 8.6 ± 3.2 1.6 ± 2.7 39.5±7.8

10-12 tahun (wanita) 7.9 ± 2.2 2.3 ± 2.7 0.7 ± 1.9 5.9 ± 3.8 1.9 ± 3.0 2.0 ± 3.0 9.1 ± 2.4 8.5 ± 3.3 1.6 ± 2.7 39.7±7.9

Total 7.9 ± 2.4 2.3 ± 2.9 0.7 ± 2.0 6.2 ± 3.8 1.9 ± 3.1 2.4 ± 3.1 8.6 ± 2.9 8.1 ± 3.7 1.5 ± 2.7 39.6±8.2

50

Lampiran 3 Keterangan Porsi Makan      



1 porsi KH setara 100 g (¾ gelas) nasi, 200 g (2 gelas) mie basah, atau 70 g (3 iris) roti putih 1 porsi sayur setara 100 g (1 gelas) sayuran (bayam, kangkung, daun singkong, kacang panjang) 1 porsi buah setara50 g (1 buah) pisang ambon atau 1 potong sedang pepaya 1 porsi lauk hewanisetara45 g (1/3 ekor) ikan segar atau 35 g (1 potong ) daging 1 porsi lauknabati setara 50 g (2 potong sedang) tempe 1 porsi susu setara 200 ml susu cair atau 30 g tepung susu 10%-e artinya sama dengan 10% dari kebutuhan energi total.

51

Lampiran 4 Rataan dan standar deviasi MGP subjek menurut batasan skor IGS Rataan dan standar deviasi MGP subjek menurut kategori IGSK-60 Umur (tahun) No

Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

10-12 tahun (pria)

10-12 tahun (wanita)

Total

1 2 3 4

Buruk Kurang Cukup Baik

71.3±14.4 79.5±12.4 86.4±9.6 88.2±7.6

68.5±12.7 77.9±11.1 84.6±9.7 88.9±3.6

64.2±12.3 71.6±11.9 81.2±8.4 -

58.3±12.2 64.9±12.0 74.7±12.5 97.0±0.0

57.7±12.2 65.8±10.9 71.9±9.1 91.4±0.0

65.3±13.7 75.0±12.8 83.4±10.4 89.3±6.7

Rataan dan standar deviasi MGP subjek menurut kategori IGS3-60 Umur (tahun) No

Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

10-12 tahun (pria)

10-12 tahun (wanita)

Total

1 2 3 4

Buruk Kurang Cukup Baik

72.8±14.1 81.2±11.6 87.9±8.7 87.9±8.0

71.8±12.4 81.2±10.4 88.3±7.8 -

66.4±11.7 77.0±10.6 81.1±6.5 97.8±0.0

60.6±12.1 68.6±12.4 83.1±10.5 -

60.0±12.5 69.6±8.6 86.8±7.0 -

68.5±13.5 78.4±11.8 84.0±10.1 94.3±5.4

Rataan dan standar deviasi MGP subjek menurut kategori IGSK-104 Umur (tahun) No

Kelompok pangan

2-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

10-12 tahun (pria)

10-12 tahun (wanita)

Total

1 2 3 4

Buruk Kurang Cukup Baik

66.7±16.2 77.7±11.9 87.7±7.9 88.1±0.0

62.9±14.0 73.6±11.4 80.9±9.8 -

59.1±12.4 70.2±11.2 78.1±6.9 -

53.0±12.4 63.9±10.9 76.4±13.7 -

51.6±12.4 62.9±10.6 75.6±10.2 -

59.2±14.4 71.6±12.5 81.8 ± 9.8 88.1 ± 0.0

52

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1989 di Rembang, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Parihadi dan Ibu Suharsih. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh penulis di Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, IPB tahun 2008-2012 dengan skripsi berjudul “Efek Suplementasi Multivitamin Mineral terhadap Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Mahasiswi TPB IPB”. Penulis sempat menjalani karir sebagai asisten manajer produksi snack di perusahaan pangan PT Dua Kelinci pada tahun 20122013. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan magister (S2) pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Pascasarjana Calon Dosen dari Direktorat Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Selama mengikuti program magister, penulis pernah menyajikan karya ilmiah yang berjudul “Calorie Beverages Consumption and Overweight Among Undergraduate Students” pada International Symposium on Food and Nutrition (ISFAN) di Jakarta pada bulan Juni 2015. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul “Sodium, Saturated Fat, And Sugar Added Intake Of The Diet Of Children 2-

12 Years Old ” pada International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology (IJASEIT). Artikel lain berjudul “Alternative Indices for The Assessement of Nutritional Quality of Balanced Diet of Indonesian Children 4-6 Years Old” juga akan diterbitkan pada Pakistan Journal of Nutrition pada akhir tahun 2015.

Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program magister penulis.