BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pariwisata ... - ETD UGM

setempat. I.5 Metode Penelitian. A. Jenis Penelitian. Penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara tere...

8 downloads 667 Views 251KB Size
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Pariwisata sebagai sub sektor ekonomi merupakan industri terbesar dan tercepat perkembangannya di dunia. Prioritas yang utama dan pertama adalah membangun manusianya, terutama masyarakat lokal dan yang langsung berinteraksi dengan wisatawan agar dapat dicapai kesetaraan dan terjadinya saling pertukaran maupun kerjasama saling menghargai dan memperkaya kehidupan (Baiquni, 2010:15). Hal ini berarti, pariwisata selain sebagai sumber pendapatan devisa, juga media untuk memperluas dan memeratakan kesempatan kerja, mendorong penbangunan daerah, yang paling penting adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, media untuk memperkaya kebudayaan nasional agar tetap mempertahankan kepribadian bangsa serta melestarikan fungsi dan mutu lingungan hidup. Berbekal tekad tersebut, pemerintah mulai member perhatian serius untuk sektor pariwisata dan terus menggalakkan kepariwisataan di berbagai daerah sesuai dengan karakter daerah masing-masing. Bentang alam Indonesia yang dianugerahi dengan beragam keunikan dan kontur alam yang menakjubkan memiliki potensi besar dalam kepariwisataan; dan jika dikelola dengan baik dan benar maka kemakmuran dan kesejahteraan di Indonesia akan menjadi sebuah keniscayaan. Pengelolaan yang baik dan benar menurut Undang-undang adalah pengelolaan yang menitikberatkan kepada 1

pelestarian lingkungan dan budaya serta pembangunan masyarakat. Undangundang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan secara jelas menyebutkan semua kegiatan pariwisata yang dilakukan diantaranya harus bertujuan

untuk

meningkatkan

pertumbuhan

ekonomi,

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, menghapus kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Dikembangkan secara tepat, pariwisata dapat memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun masyarakat yang berada disekitaran obyek wisata. Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup masyarakat melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut. Sebagai tambahan, dengan mengembangkan infrastruktur dan menyediakan fasilitas rekreasi, wisatawan dan masyarakat setempat saling diuntungkan. Idealnya, pariwisata hendaknya dikembangkan sesuai dengan daerah tujuan wisatanya. Pengembangan tersebut hendaknya memperhatikan tingkat budaya, sejarah dan ekonomi dari daerah tujuan wisata. Bagi para wisatawan daerah tujuan wisata yang dikembangkan seperti itu akan merupakan daerah yang mampu memberi pengalaman yang unik bagi mereka. Robert (2000: 169) mengemukakan, obyek wisata yang dibangun disuatu tempat akan menimbulkan dampak yang langsung maupun tidak langsung. Akibat yang langsung berasal dari uang yang dibelanjakan wisatawan di tempat tujuan wisata. Ketika seorang wisatawan membayar sebuah penginapan Rp. 500.0001,untuk dua malam, Rp. 500.000,- tersebut mempunyai dampak ekonomi langsung. Dampak ekonomi tidak langsung terjadi sebagai akibat uang yang Rp. 500.000,1

Mata uang dan nominal disesuaikan.

2

tadi. Sang pemilik penginapan mungkin menggunakan sebagian uang tersebut untuk membeli makanan di warung makan dan sebagian lagi untuk membayar upah karyawan penginapan. Berikutnya, pemasok bahan makanan akan membayar petani sedangkan karyawan penginapan mungkin membeli sepasang sepatu. Akibat dari uang yang Rp.500.000,- tadi meningkat. Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang mempunyai potensi besar dalam kepariwisataan karena beragamnya obyek wisata yang ada. Jumlah keseluruhan obyek wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 31 obyek wisata, yang kemudian diklasifikasikan menjadi 3 kategori, Pertama obyek wisata yang berbasis budaya, Kedua obyek wisata pantai, dan Ketiga obyek wisata alam. Berikut disajikan tabel yang berisi daftar seluruh obyek wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul:

3

Tabel 1: Obyek Wisata di Kabupaten Gunungkidul

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Kategori Wisata Wisata Alam Obyek Wisata Gunung Nglanggeran (Gunung Api Purba) Kawasan Karst Pegunungan Sewu Hutan wonosadi dan Gunung Gambar Rest Area Bukit Bunder Air Terjun Srigetuk Kalisuci Cave Tubing

Wisata Pantai Wisata Budaya Obyek Wisata No No Obyek Wisata Pantai pulang 1 1 Situs Megalitik syawal Sokoliman Pantai Slili dan 2 2 Pertapaan Kembang Ngandong Lampir Pantai Watu 3 3 Pesanggrahan Lumbung Gembirowati Pantai Pok 4 4 Petilasan Gunung Tunggal Gambar Pantai 5 5 Makam Bupati Ngrenehan Pontjodirjo Pantai Sadeng 6 Pantai Siung Pantai kukup Pantai Krakal Pantai Timang Pantai Jungwok Pantai Ngusalan Pantai Pulutan Pantai Sedahan Pantai Sinden Pantai Sepanjang Pantai Sundak Pantai Wediombo Pantai Baron Pantai Drini Sumber: Diolah dari Website Kab. Gunungkidul2

Beragamnya obyek wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata bagi masyarakat, baik masyarakat Kabupaten Gunungkidul sendiri maupun masyarakat luar daerah lainnya. Dari keseluruhan obyek wisata di Kabupaten Gunungkidul, wisatawan yang datang mengalami perkembangan yang fluktuatif, dibawah ini disajikan tabel dan grafik terkait perkembangan jumlah kunjungan wisatawan.

2

www.gunungkidulkab.go.id Diakses pada tanggal 19 oktober 2012, pukul; 15:53.

4

Tabel 2: Jumlah Kunjungan Wisatawan di Daya Tarik Wisata Kabupaten Gunungkidul Jumlah Kunjungan pada Tahun Kabupaten 2008 2009 2010 Gunungkidul

427.071

529.319

488.805

Sumber: Buku Statistik Kepariwisataan Yogyakarta 2010

Grafik 1: Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Daya Tarik Wisata Kabupaten Gunungkidul 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 0 2008

2009

2010

Sumber: Diolah dari Buku Statistik Kepariwisataan Yogyakarta 2010

Wisatawan yang datang ke obyek wisata di Kabupaten Gunungkidul tentunya membawa pengaruh pada pendapatan asli daerah (PAD) dari sub sektor pariwisata. Berikut ini disajikan tabel dan grafik perkembangan PAD Sub Sektor pariwisata Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010: Tabel 3: Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sub Sektor Pariwisata Kab. Gunungkidul Pendapatan Asli Daerah pada Tahun

Kabupaten Gunungkidul

2008

2009

2010

1.397.507.760

1.699.185.380

1.845.743.858

Sumber: Buku Statistik Kepariwisataan Gunungkidul

5

Grafik 2: Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sub Sektor Pariwisata Kabupaten Gunungkidul 2,000,000,000 1,800,000,000 1,600,000,000 1,400,000,000 1,200,000,000 1,000,000,000 800,000,000 600,000,000 400,000,000 200,000,000 0 2008

2009

2010

Sumber: Diolah dari Buku Statistik Kepariwisataan Yogyakarta 2010

Data tabel 3 dan grafik 2 menunjukkan di Kabupaten Gunungkidul, meskipun jumlah wisatawan menurun pada tahun 2010 (lihat grafik 1), namun pada kenyataannya dari sisi pendapatan mengalami kenaikan sebesar 1,93 persen. Kenaikan PAD tersebut karena adanya kenaikan wisatawan nusantara yang datang ke Kabupaten Gunungkidul setiap tahunnya. Hal itu dipicu juga karena di Indonesia memiliki banyak hari libur pendek, seperti liburan pada harihari besar dan nasional sehingga masyarakat memilih untuk menghabiskan hari liburnya di tempat-tempat yang tidak begitu jauh, murah dan layak untuk dijadikan tempat berlibur keluarga, dan kabupaten Gunungkidul adalah salah satu destinasi wisata tersebut. Kalisuci Cave Tubing adalah salah satu obyek wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul, Kecamatan Semanu, Desa Pacarejo. Obyek wisata minat 6

khusus Kalisuci Cave Tubing mulai beroperasi pada tahun 2009 yang lalu, sehingga bisa dikatakan Kalisuci Cave Tubing termasuk obyek wisata yang baru berkembang. Kalisuci merupakan sistem sungai bawah tanah yang di dalamnya terdapat banyak ornamen-ornamen goa yang indah dan menarik. Para wisatawan yang berkunjung disuguhi atraksi wisata berupa Cave Tubing3, penelusuran Goa horizontal dengan didampingi pemandu lokal yang sudah terlatih. Pada pengelolaannya, obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing melibatkan masyarakat lokal sejak awal. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji dengan pengelolaan yang terjadi berdasarkan prinsip kemitraan adalah hal yang baru dalam pengelolaan wisata minat khusus di Kabupaten Gunungkidul. Pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing yang dijalankan secara kemitraan (antara pemerintah daerah, dan

masyarakat lokal,

pihak investor), dapat menjadi model alternatif bagi daerah lain yang

memiliki potensi obyek wisata minat khusus dan memanfaatkannya sebagai salah satu pendongkrak dalam pembangunan daerah. Kemitraan dalam hal ini menjadi penting, mengingat selama ini pembangunan yang dilakukan hanya menjadikan masyarakat lokal sebagai obyek pembangunan saja. Dengan adanya kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata diharapakan masyarakat juga berperan aktif, sehingga hasil pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat lokal yang berada di kawasan obyek wisata.

3

Menelusuri Goa Horizontal yang memiliki aliran air bawah tanah dengan menggunakan Ban dalam.

7

Diambilnya isu kemitraan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini berangkat dari banyaknya obyek wisata yang terbengkalai baik itu obyek wisata yang pada awalnya sudah dikelola namun tidak ada komitmen berkelanjutan dalam pengelolaannya, maupun obyek wisata yang sama sekali masih belum tersentuh oleh manajemen pengelolaan. Banyak faktor yang menyebabkan obyek wisata terhenti dalam pengelolaannya ataupun obyek wisata yang belum tersentuh oleh pengelolaan, faktor-faktor yang menyebabkan hal itu terjadi diantaranya adalah: Pertama, faktor biaya (Budgeting), tidak bisa dipungkiri bahwa untuk membangun atau mengembangkan sebuah obyek wisata memerlukan biaya yang tidak sedikit karena obyek wisata merupakan tempat dimana semua orang bisa berkumpul untuk melepaskan kepenatan sehingga pihak pengelola di tuntut untuk memaksimalkan sarana dan prasarana serta menyediakan segala keperluan yang di butuhkan oleh wisatawan selama berwisata. Faktor yang Kedua adalah komitmen dari pihak pengelola dalam mengelola obyek wisata. Komitmen dalam hal ini dijabarkan sebagai kesungguhan pihak pengelola dalam menjalankan sebuah obyek wisata. Pihak pengelola ditantang untuk membuat kreasi-kreasi baru yang mendukung obyek wisata yang sudah ada agar wisatawan tidak jenuh dengan pertunjukan/ pemandangan yang tidak ada perubahan sama sekali. Jika pengelola melakukan hal tersebut maka dipastikan obyek wisata yang dikelola dapat berkembang dan berkelanjutan.

8

Ketiga, Status pengelolaan obyek wisata. Faktor yang mendasari atas di bangun

dan

dikembangkannya

sebuah

obyek

wisata

bertujuan

untuk

mendatangkan pundi-pundi rupiah baik bagi pihak pengelola maupun masyarakat setempat. Untuk masyarakat setempat sendiri tidak begitu menimbulkan banyak permasalahan, namun yang riskan dan dapat menimbulkan masalah serius adalah pada pihak pengelola. Setelah sebuah obyek wisata berkembang dan menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tidak sedikit, biasanya bermunculan klaim kepemilikan obyek wisata. Klaim terhadap sebuah obyek wisata yang terjadi salah satunya adalah mempermasalahkan lahan tempat obyek wisata tersebut berdiri, pada intinya si pembuat klaim adalah yang berhak mengelola obyek wisata karena berada di lahan si pembuat klaim, dan memungkinkan pula munculnya klaim pengelolaan obyek wisata yang berasal dari oknum-oknum yang mengatas namakan institusi/ organisasi tertentu karena mempunyai kekuatan tertentu dalam pengelolaan obyek wisata. Tiga faktor di atas tersebut akan terus membayang-bayangi di setiap pembangunan dan pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan. salah satu alternative yang dapat mengatasi ketiga masalah krusial tersebut adalah dengan menjalankan pengelolaan obyek wisata yang berbasiskan kepada kemitraan. Kemitraan yang dilakukan tentunya harus di dasarkan atas kepedulian yang bermitra terhadap sesuatu yang sedang terjadi, baik itu kemitraan yang berlandaskan kepada keberlanjutan kelestarian alam dan budayanya maupun kemitraan

yang

berlandaskan

kepada

kesejahteraan

masyarakat

sekitar.

Selanjutnya dengan kemitraan pula beban biaya yang dikeluarkan tidak begitu 9

besar jika dibandingkan dengan tidak dimitrakan, selain itu permasalahanpermasalahan yang muncul dapat cepat teratasi karena adanya musyawarah dari pihak yang bermitra sehingga menghasilkan jalan keluar yang terbaik dari yang baik. Selain itu kemitraan dalam lingkungan masyarakat yang merupakan sesuatu hal yang tidak asing untuk diterapkan, karena bangsa ini sudah mengenal kemitraan sejak berabad-abad lamanya, meskipun dalam skala yang sederhana, seperti Gotong Royong, Sambat Sinambat, Partisipasi, Mitra Cai, Mitra Masyarakat Desa Hutan, Mitra Lingkungan dan sebagainya. Dalam manjemen modern, baik dalam pengembangan sumber daya manusia maupun pengembangan kelembagaan/ usaha, kemitraan merupakan salah satu strategi yang bisa ditempuh untuk mendukung keberhasilan implementasi manajemen modern (Kamil, 2006:1).

10

I.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah merupakan pernyataan yang memberikan penekanan utama atas permasalahan yang dibahas dalam sebuah tulisan. Sebuah penelitian yang mengacu pada kaidah - kaidah yang baku dan mengutamakan keabsahan, akan mencantumkan rumusan masalah dalam penelitiannya. Manfaat dari rumusan masalah ini adalah untuk membatasi peneliti agar penelitiannya fokus dengan apa yang diteliti dan tidak melebar dalam pembahasannya. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana bentuk kemitraan yang terjalin dan bagaimana kapasitas masing-masing aktor dalam menunjang kemitraan pada pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing?” Batasan-batasan dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut; 1. Bagaimana sistem kelola dan bentuk kemitraan yang terjalin dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing? 2. Bagaimana kapasitas masing-masing aktor dalam pengelolaan obyek wisata Kalisuci Cave Tubing? Posisi kapasitas dalam penelitian ini adalah sebagai penunjang dan penjelas pada isu kemitraan yang dibahas. Penggunaan teori kapasitas dilatar belakangi oleh kecocokannya dalam menjabarkan kemampuan masing-masing aktor pada pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing.

11

I.3 Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing ditinjau dari kajian wacana kemitraan dengan judul “Kemitraan dalam Pengelolaam Obyek Wisata (Studi tentang Kemitraan dalam Mengelola Obyek Wisata Minat Khusus Kalisuci Cave Tubing di Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul)”. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah: 1. Aktor-aktor yang mengelola obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing; 2. Kapasitas para aktor dalam mengelola obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing; dan 3. Sistem kelola kemitraan pada obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Penelitian ini akan membahas dan mendeskripsikan mengenai pengelolaan objek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Sebagai mana pada ketiga poin diatas, pembahasan nantinya akan difokuskan kepada perilaku-perilaku para aktor serta kapasitas yang dimiliki dalam aktifitasnya pada pengelolaan objek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Selain itu, karena system dan bentuk pengelolaannya berbasiskan pada kemitraan, maka penelitian ini akan menjabarkan kemitraan seperti apa yang dipakai dari sisi bentuk dan polanya. Lalu, seberapa pentingkah penelitian ini harus dilakukan?, dengan dilatar belakangi oleh kemampuan pemerintah daerah yang terbatas serta tanggung jawabnya dalam mensejahterakan masyarakat, diharapkan hasil dari penelitian 12

tentang kemitraan dalam pengelolaan obyek wisata Kalisuci Cave Tubing ini, akan lebih membuka lagi mind set pemerintahan bahwa pihak swasta tidak semuanya dan selamanya akan menjadi benalu yang sifatnya menghisap sari-sari inangnya sampai habis, lalu mati. Akan tetapi apabila pemerintah bekerja sama dengan swasta dengan didasarkan atas transparansi serta tanggung jawab dan menitikberatkan kepada pembangunan ekonomi masyarakat, maka kerjasama yang dilakukan akan memberikan hasil yang bagus, baik itu bagi pemerintah, swasta maupun masyarakat.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian A. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1. Kapasitas masing-masing aktor, dan 2. Bentuk kemitraan yang terjalin antar aktor yang terlibat dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. B. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini menjadi suatu media ekspresi dan pembelajaran mengenai rencana-rancana pengembangan selanjutnya di obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. 2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi upaya menerapkan pengelolaan dan pengembangan obyek wisata berbasis kemitraan dan masyarakat.

13

3. Bagi obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing, penelitian ini diharapkan

dapat

menghasilkan

rekomendasi

yang

dapat

diimplementasikan guna pengembangan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. 4. Bagi pemerintah kabupaten Gunungkidul, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terkait dengan upaya pengembangan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing secara lebih optimal sehingga memberikan kepuasan kepada wisatawan yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah kunjungan dan nilai manfaat bagi masyarakat setempat.

I.5 Metode Penelitian A. Jenis Penelitian Penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan–pertanyaan tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan itu harus serasi dan saling mendukung satu sama lain, agar penelitian yang dilakukan itu mempunyai bobot yang cukup memadai dan memberikan kesimpulan–kesimpulan yang tidak meragukan (Sumadi Suryabarata, 1992: 59-60). Sementara itu, Djam’an Satori dan Aan Komariah (2010: 22) mendefinisikan pengertian penelitian kualitatif sebagai ”Penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang/jasa. Hal 14

terpenting dari suatu barang/jasa berupa kejadian/ fenomena/ gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan konsep teori. Jangan sampai sesuatu yang berharga tersebut berlalu bersama waktu tanpa meninggalkan manfaat. Penelitian kualitatif dapat didesain untuk memberikan sumbangannya terhadap teori, praktis, kebijakan, masalah-masalah sosial dan tindakan. Berdasarkan uraian tersebut maka diputuskan untuk digunakan metode penelitian kualitatif karena sesuai dengan apa yang akan dilakukan, yaitu mengungkap dan memahami fenomena yang terjadi dan mengetengahkan hasil penelitiannya kepada khalayak ramai. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2004: 4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif (descriptive research). Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan

(deskripsi)

mengenai

situasi-situasi

atau

kejadian–kejadian.

Penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata– mata tidak perlu mencari hubungan atau menerangkan saling hubungan, mentest hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi, walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal–hal tersebut dapat mencakup juga metode–metode deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk

15

membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta–fakta dan sifat–sifat populasi atau daerah tertentu (Sumadi, 1992: 18-19). Tujuan dari penelitian deskriptif menurut Azwar adalah menggambarkan secara sistematis dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata–mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, dan mampu mempelajari implikasi (Azwar, 1998: 6). Untuk model pendekatan atau paradigma yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Postpositivisme Phenomenologik-Interpretif,4 yaitu pendekatan yang menyajikan data secara kualitatif, membuat telaah holistik, mencari esensi dan mengimplisitkan nilai moral dalam observasi, analisis dan pembuatan

kesimpulan.

Karakteristik

dari

paradigma

postpositivisme

phenomenologik-interpretif merupakan pencarian makna dibalik data yang diperoleh (Muhadjir, 2002: 79). Pendekatan ini mengakui adanya kebenaran empirik etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelaskan serta berargumentasi, bahwa manusia tidak dapat lepas dari pandangan moralnya baik pada taraf mengamati, menghimpun data, menganalisis maupun membuat kesimpulan (Muhadjir, ibid.: 116). Pendekatan Phenomenologik bukan hendak berfikir spekulatif melainkan hendak mendudukkan tinggi kemampuan manusia dalam menggunakan logika berfikir reflektif untuk mengangkat makna etik dalam 4

Klasifikasi metodologi penelitian pada postpositivisme phenomenologik-interpretif mencakup: interpretif grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistic, interaksi simbolik, semiotic, heuristic, hermeneutic atau holistic.

16

berteori dan berkonsep di balik fenomena empirik, kriterianya lebih tinggi lagi dari sekedar mencari truth or false “benar atau salah”. Salah satu

model penelitian

yang tergolong dalam pendekatan

Postpositisvisme Phenomenologik-Interpretif yang digunakan dalam penelitian ini adalah model paradigma Naturalistik, yaitu model penelitian yang telah menemukan karakteristik kualitatif sempurna. Artinya bahwa kerangka pemikiran, filsafat yang mendasarinya maupun operasionalisasi metodologinya bukan reaktif atau sekedar merespon, melainkan membangun sendiri kerangka pemikirannya, filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya (Muhadjir, Ibid.:147). Menurut Guba dalam Muhadjir, konteks natural menjadi karakteristik pertama dalam penelitian

Naturalistik.

Nasution

(1988)

menjelaskan

bahwa

penelitian

Naturalistik dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting), apa adanya, tidak dibuat-buat atau sumber datanya tidak dikenai suatu tindakan (eksperimen), oleh karena itu instrumen yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian cenderung disebut sebagai subyek penelitian bukan obyek penelitian. Dipilihnya penggunaan model kualitatif deskriptif dengan pendekatan naturalistik karena penelitian yang dilakukan bertujuan mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Penulis menempatkan subyek yang diteliti dalam kedudukan yang sejajar, karena tujuan utamanya adalah untuk belajar mengenai fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Selain itu unsur manusia digunakan sebagai instrumen atau alat pengumpul data yang utama atas kemampuannya menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realita sehingga 17

mampu menangkap makna yang terkandung di balik fenomena, terlebih lagi untuk menghadapi nilai-nilai yang terkandung di dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing.

B. Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan sebagai obyek dalam penelitian ini adalah obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing yang terletak di Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Teknik Pengumpulan data Pengumpulan data penelitian menggunakan teknik created base selection, yaitu pemilihan subyek penelitian yang bersifat sementara dan mengoptimalkan keragamannya sesuai dengan tujuan terbaik yang perlu dicapai dalam penelitian, unit-unit sampling diseleksi secara berkelanjutan sesuai dengan informasi yang diperoleh di lapangan. Sampling dalam Naturalistik mempunyai penafsiran yang berbeda, yakni pilihan peneliti atas aspek apa, dari peristiwa apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu, dilakukan terus-menerus sepanjang penelitian (Nasution, 1988: 29). Pemilihan metode pengambilan sampling purposive karena lebih memungkinkan hal-hal yang dicari dapat dipilih pada kasus-kasus ekstrim sehingga hal-hal yang dicari tampil menonjol dan lebih mudah dicari maknanya (Muhadjir, 2002: 149). Hasil yang dicapai dalam pengambilan sampel ini bukan untuk mencari generalisasi. 18

Kegiatan operasional yang dijalankan dalam rangka pengumpulan data penelitian tertuang dalam uraian berikut ini: 1) Observasi Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang paling utama dalam penelitian kualitatif karena luasnya cakupan dalam observasi. Observasi tidak terbatas pada manusia saja, tetapi benda-benda sekecil apapun dan dalam bentuk apapun dapat diamati melalui observasi langsung ke lapangan. Observasi adalah pengamatan terhadap suatu obyek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung adalah terjun ke lapangan terlibat seluruh pancaindra. Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual/audiovisual, misalnya teleskop, handycam, dll. Namun yang terakhir ini dalam penelitian kualitatif berfungsi sebagai alat bantu karena sesungguhnya observasi adalah pengamatan langsung pada “natural setting” bukan setting yang sudah direkayasa. Dengan demikian pengertian observasi penelitian kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap obyek untuk mengetahui keberadaan obyek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian (Djam’an & Aan, 2010: 105). Observasi yang dilakukan melihat kondisi obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing, sarana yang dimiliki dapat menunjang kebutuhan para wisatawan saat melakukan kegiatan wisata di Kalisuci. Hal ini perlu dilakukan untuk menunjang kegiatan pengumpulan data yang lainnya.

19

Observasi dalam penelitian ini mulai dilakukan pada tahap awal pembuatan proposal penelitian hingga (maksimal) 11 Mei 2013 seperti yang tercantum pada draft perijinan penelitian yang diberikan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. 2) Wawancara Beberapa definisi wawancara dikemukakan beberapa ahli sebagai berikut (Djam’an Satori & Aan Komariah, Ibid: 129): 1. Berg (2007:89) membatasi wawancara sebagai suatu percakapan dengan suatu tujuan, khususnya tujuan untuk mengumpulkan informasi; 2. Sudjana (2000:234) wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab (interviewee); 3. Esterberg (2002), interview, a meeting of two persons to exchange informations and idea through questions and responses, resulting in communication and joint constructions of meaning about a particular topic. Menurut beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau Tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena mengeksplorasi informasi secara holistic dan jelas dari informan.

20

Sebelum melakukan wawancara, peneliti dituntut menGoasai fokus dan tujuan dalam penelitian, karena sering terjadi peneliti mendapatkan data wawancara yang tidak relevan dengan fokus penelitian. Sesuai dengan metode penelitian kualitatif berbentuk studi kasus yang dioperasionalkan dalam penelitian ini, maka wawancara dilaksanakan menggunakan interview guide atau panduan wawancara. Interview guide berfungsi sebagai penunjuk arah agar data wawancara tetap representatif dengan tujuan penelitian. Petunjuk penelitian dibuat sedemikian rupa dan bersifat terbuka sehingga mampu mengumpulkan data secara akurat, signifikan dan mendalam. Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara pada pihak-pihak kunci yang terkait dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Pihak- pihak kunci tersebut adalah: 1. Bapak Dr. Cahyo Alkantana selaku Budget Supporting dan Pencetus ide dibuatnya wilayah Kalisuci sebagai obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing, 2. Bapak Birowo Adhi, ST., MT. selaku kepala Bidang Pengembangan produk wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, 3. Sodara Nafikurrohman selaku manajer operasional pada pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia pada obyek wisata minat Khusus Kalisuci Cave Tubing, 4. Bapak Muslam Winarta selaku Ketua 1 Kelompok Sadar Wisata Kalisuci, 5. Bapak Warsito selaku Ketua II Kelompok Sadar Wisata Kalisuci.

21

3) Studi Dokumentasi dan Kepustakaan Studi dokumentasi menurut Nawawi dan Martini (2001) adalah; mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama arsip-arsip dan termasuk juga buku – buku tentang pendapat dan teori, dalil/ hokum dan lain – lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari sumber non manusia meliputi dokumen – dokumen, laporan – laporan kegiatan, peraturan – peraturan dan lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Selain itu digunakan juga data visual dalam bentuk foto maupun rekaman video yang menggambarkan masalah yang diteliti. Dokumentasi-dokumentasi yang menjadi salah satu bahan data dalam penulisan laporan penelitian ini berupa: 1. Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 68 Tahun 2011 tentang Uraian Tugas Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (terlampir); 2. Notulensi pertemuan karang taruna tentang pembangunan di Goa Jomblang, desa Pacarejo, kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul (terlampir); 3. Notulensi pertemuan dan public hearing/ sosialisasi pembangunan di Goa Jomblang (terlampir); 4. Noutulensi pertemuan pembentukan awal Kalisuci Cave Tubing dan pembukaan awal Kalisuci sebagai obyek wisata minat Khusus Cave Tubing (terlampir); 5. Notulensi pada musyawarah evaluasi dari pembukaan Kalisuci Cave Tubing (terlampir); 22

6. Notulensi pada rapat pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kalisuci Cave Tubing (terlampir); 7. Keputusan Kepala Desa Pacarejo tentang Pengurus Kelompok Sadar Wisata Kalisuci Periode 2009-2014 (terlampir); 8. Daftar kunjungan wisatawan ke Kalisuci Cave Tubing dari Tahun 2011 s/d 2013 (inv. Pokdarwis Kalisuci); 9. Foto-foto kegiatan Cave Tubing di Kalisuci, dan 10. Brosur Kalisuci Cave Tubing.

D. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 1) Triangulasi Moleong (2005: 330) mendefinisikan Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2005: 330). Hal itu dapat dicapai dengan jalan: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan data yang dikatakan orang di depan umum dengan data yang dikatakannya secara pribadi. 23

c. Membandingkan data yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan data yang dikatakannya sepanjang waktu. d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang. e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari masing-masing informan. Informasi yang diperoleh dari dinas pariwisata Kabupaten Gunungkidul, dibandingkan dengan informasi dari pihak swasta, lalu kemudian menggali informasi dari masyarakat. Kemudian juga dibandingkan dengan data hasil observasi yang dilakukan hingga akhirnya diperoleh informasi yang mendukung data yang diperoleh, sehingga dapat diambil kesimpulan. 2) Konfirmabilitas Djam’an Satori dan Aan Komariah (2010: 174) menjelaskan operasional dari uji konfirmabilitas yaitu menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas. Dalam penelitian harus ada proses, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada. Dalam penelitian ini untuk konfirmabilitas itu dilakukan dengan observasi secara mendalam, bukan hanya sekilas saja, serta dengan melakukan pengecekan terhadap data atau informasi yang cukup. Observasi tidak dilakukan hanya sekilas 24

dalam satu waktu, melainkan dilakukan selama beberapa hari dan memerlukan waktu yang cukup untuk dapat memahami hasil pengamatan. 3) Referensi yang cukup Keterbatasan referensi yang tersedia dapat menghambat penulis dalam menginterpretasikan data yang telah masuk. Oleh karena itu, untuk menghindari kedangkalan penelaahan kajian, diperlukan referensi selengkap mungkin; tidak hanya terpaku pada satu atau dua referensi saja. Pada penelitian ini, tidak hanya mengandalkan referensi buku-buku akademik saja, namun juga bersumber dari referensi lainnya, seperti artikel-artikel maupun penelitian-penelitian tentang pelaksanaan pengelolaan dan pembangunan obyek wisata yang berbasis kemitraan.

E. Analisis Data Menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2005: 248), analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah–milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan yang penting dari yang dipelajari, dan memutuskan yang akan dapat diceritakan kepada orang lain. Semua data yang telah diperoleh akan sangat berarti dan bermakna apabila data tersebut dianalisis telebih dahulu sebelum menciptakan suatu kesimpulan, yang dilakukan secara akurat dan seksama untuk diberi makna. Beberapa cara yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut (Moleong, 2005: 248) : 25

1) Reduksi Data Data primer yang diperoleh di lapangan diketik dalam bentuk laporan sementara, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan mentah disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis. Hasil wawancara dengan berbagai pihak, yaitu Dinas Pariwisata Gunung Kabupaten Gunungkidul, Masyarakat (pokdarwis), dan pihak swasta, untuk kemudian dirangkai secara lebih sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hasil penelitian. Tidak semua data hasil wawancara dimasukkan dalam analisa data, namun perlu dipilah agar data atau kutipan wawancara lebih tajam dan jelas. 2) Menarik Kesimpulan dan Verifikasi Dari data yang diperoleh peneliti sejak awal, mencoba mengambil kesimpulan. Kesimpulan pada mulanya memang masih sangat kabur dan diragukan. Masih kaburnya kesimpulan awal ini antara lain disebabkan karena masih minimnya data yang diperoleh, yang mendukung tujuan penelitian, tetapi dengan bertambahnya data, kesimpulan dapat terlihat lebih jelas, karena data yang diperoleh semakin lama semakin banyak dan mendukung tujuan penelitian, dan kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi dapat dilakukan dengan mencari data baru, dapat pula lebih mendalam dengan melakukan wawancara beberapa kali.

26

I.6 Pelaporan Pelaporan dan penyajian data bersifat deskriptif, karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Selain itu melalui penggambaran fenomena tersebut juga dapat digunakan sebagai media untuk mengevaluasi secara formatif setelah melalui proses melihat dan meneliti pola pengelolaan wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing, kemudian dijadikan sebagai umpan balik dalam upaya menarik kesimpulan serta merumuskan rekomendasi-rekomendasi untuk pengelolaan yang lebih baik lagi kedepannya. Paradigma Naturalis lebih memilih bentuk pelaporan studi kasus (karakteristik Naturalistik yang kesepuluh) yang merupakan hasil pengungkapan fakta dan penafsiran, karena dengan laporan studi kasus deskripsi realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat terhindar dari bias (Muhadjir, 2002: 150). Peneliti mempunyai perhatian pada cara berfikir responden dan memperhatikan nilai-nilai yang dianutnya karena responden lebih memahami konteks penelitian daripada peneliti; selain itu responden dapat lebih baik dalam memahami dan mengartikan pengaruh pola nilai-nilai lokal (Muhadjir, Ibid). Dengan demikian peneliti dapat mempelajari, menerangkan atau menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari luar. Tujuan pelaporan studi kasus antara lain: 1) memungkinkan transferabilitas hasil laporan pada kasus lain; 2) laporan merupakan bentuk jawaban dari berbagai aksioma paradigma Naturalistik; 3) laporan merupakan alat

27

komunikasi dengan pembaca, perlu dijaga agar tampilannya benar-benar grounded, holistik dan seperti yang terjadi (Muhadjir, 2002: 169). Sistematika penulisan laporan terdiri dari 6 bab yang masing-masing memiliki karakteristik dan nilai penjabaran yang berbeda. Bab I Pendahuluan diawali dengan pembahasan mengenai perkembangan pariwisata yang terjadi dikabupaten Gunungkidul selama 3 tahun terakhir, dijabarkan pula pertumbuhan pengunjung serta pendapatan Kabupaten Gunungkidul dari sisi kepariwisataan. Dalam pendahuluan, dicantumkan pula Sub Bab Perumusan Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta Metode Penelitian. Bab II Kerangka Teori mnjelaskan dan menjabarkan teori-teori yang dipakai pada penelitian yang dilakukan. Teori-teori tersebut yang nantinya akan menjadi acuan dalam membahas kemitraan yang terjadi pada pengelolaan Obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Bab III Deskripsi Wilayah Penelitian menggambarkan kondisi fisik Kalisuci, sarana prasarana yang ada di Kalisuci, jumlah pengunjung dua tahun terakhir dan jumlah pemandu yang ada/ telah tersertifikasi. Bab IV Pengelolaan Obyek Wisata Minat Khusus Kalisuci Cave Tubing membahas tentang sejarah pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing dari awal sampai terbentuknya seperti saat ini. Selain itu dalam bab ini dijabarkan pula profil stakeholder yang terlibat pada pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing. Bab V Bentuk Kemitraan dan Kapasitas Stakeholder dalam Pengelolaan Obyek wisata Minat Khusus Kalisuci Cave Tubing menjabarkan apa dan bagaimana kapasitas masing-masing 28

aktor dan pola kemitraan yang terjalin antar stakeholder dalam pengelolaan obyek wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing dengan ditinjau dari kajian berdasarkan teori-teori yang tercantum dalam dalam Bab dua. Bab VI Penutup menyarikan pembahasan bab-bab sebelumnya dan mengusulkan rekomendasi pada pengelolaan wisata minat khusus Kalisuci Cave Tubing.

29