Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Tanaman Jarak Tanaman jarak merupakan tumbuhan perdu berbatang tegak, tinggi tanaman kirakira 1-5 meter. Klasifikasi tanaman jarak berada di bawah regnum Plantae, divisio Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Malpighiales, Familia Euphorbiaceae, subfamilia Acalyphoideae, tribe Acalypheae, subtribe Ricininae, genus Ricinus dan spesies Ricinus communis. Batangnya berkayu, bulat licin, berongga berbukubuku dengan tanda bekas tangkai daun yang lepas dan berwarna hijau dengan semburat merah tua. Tanaman jarak berdaun tunggal dan tumbuh berseling. Bentuk helai daun bundar, menjari 7 sampai 9, ujung daun runcing dan tepi bergigi dengan ukuran daun 10-25 cm x 10-25 cm. Warna permukaan atas daun hijau tua, sedangkan permukaan bawahnya hijau muda. Tangkai daun panjang dengan ukuran sekitar 30-50 cm, berwarna merah tua, atau coklat kehijauan. Bunganya merupakan bunga majemuk bentuk tandan, tumbuh di ujung batang. berwarna kuning dan berkelamin satu. Benang sari banyak dengan tangkai putik sangat pendek berbentuk benang berwarna merah atau merah muda. Buahnya berupa buah kotak berbentuk bulat agak lonjong berlekuk tiga dan berkumpul dalam tandan. Dalam buah terdapat tiga ruang yang masing-masing berisi satu biji. Buahnya berduri lunak, berwarna hijau muda, dengan rambut berwarna merah. Setelah tua buah akan berubah menjadi hitam dengan biji yang keras, lonjong, berwarna coklat berbintik hitam. Tumbuhan ini mudah diperbanyak dengan biji yang tua.
Tanaman jarak merupakan salah satu tanaman model untuk penelitian proses transport dalam floem (Milburn, 1970). Hal ini disebabkan cairan floemnya dapat diperoleh dalam jumlah relatif banyak dibandingkan tanaman lain. Umumnya tanaman lain mempunyai mekanisme perlindungan yang akan menutup laju alir cairan floem ketika dilakukan pengirisan pada seludang pembuluh, untuk menghindari hilangnya nutrien dalam floem. Dengan demikian jalan keluar cairan floem akan segera tertutup dan cairan yang keluar hanya sedikit (Jongebloed dkk., 2004). Mekanisme tersebut jarang terjadi pada tanaman jarak, sehingga ketika
dilakukan pengirisan pada seludang pembuluh, cairan floem yang keluar dapat diperoleh dalam jumlah relatif besar yang memungkinkan untuk analisis spesiasi unsur. II.2 Anatomi floem Jaringan floem terdiri dari (i) unsur tapis atau anggota seludang pembuluh, (ii) sel penyerta (companion cell, CC pada angiosperma) atau sel albumin (pada gymnosperma), (iii) sel parenkima, dan (iv) sel serat floem (Gambar II.1 dan Gambar II.2). Anatomi pembuluh minor pada daun, penting untuk memahami pengangkutan-floem. Pembuluh besar di daun mencabang menjadi pembuluh yang lebih kecil dan akhirnya menjadi pembuluh minor daun. Tiap pembuluh minor hanya mempunyai satu pembuluh xilem dan satu atau dua seludang pembuluh. Pembuluh itu biasanya di atas jaringan floem, dan unsur tapis lebih kecil daripada sel penyerta yang mengelilinginya. Sel penyerta dan sel parenkima floem kadang mengandung kloroplas dan sel mesofil yang aktif melakukan fotosintesis.
Pada beberapa spesies, sel penyerta memiliki banyak dinding sel yang tumbuh ke dalam, sehingga memperluas daerah permukaan membran sel. Sel dengan dinding yang tumbuh ke dalam dan permukaan membran yang diperluas seperti ini dinamakan sel pemindah. Walaupun kebanyakan spesies tak memiliki sel pemindah dalam pembuluh minor daunnya, sel ini nyata berperan dalam pemindahan asimilat dari sel mesofil ke seludang pembuluh, misalnya pada banyak spesies kacang-kacangan dan ester. Sel pemindah tidak hanya ditemukan dalam floem, tapi di seluruh bagian tumbuhan. Sel pemindah ditemukan di xilem dan floem parenkima pada buku daun dan pada struktur reproduktif seperti pada peralihan antara gametofit dan sporofit tumbuhan tingkat tinggi dan tumbuhan tingkat rendah. Pada sistem floem lain yang ujungnya kosong, sel pemindah berperan dalam pergerakan gula yang terurai di dalam endosperma biji yang sedang tumbuh (Porter dkk., 1985 dalam Salisbury dan Ross, 1995).
11
Gambar II.1 Tiga dimensi batang dikotil berkayu, dimana xilem di sebelah dalam lapisan kambium dan floem di sebelah luar (Salisbury dan Ross, 1995).
Gambar II.2 Anatomi jaringan floem (Salisbury dan Ross, 1995). Catatan: SE = sieve element (unsur tapis), CC = companion cell (sel penyerta), V = vacuola (vakuola), N = nucleous (inti sel), SP = sieve plate (papan tapis) dan CW = cell wall (dinding sel). 12
Cara paling sederhana untuk menentukan jenis zat terlarut yang terdapat dalam cairan floem adalah dengan memotong floem dan membiarkan cairannya keluar, lalu tetesannya ditampung, kemudian dianalisis. Walaupun perdarahan sering cepat dihentikan oleh protein-P dan bahan padat lainnya, dengan menyumbat pori tapis, butir tetesan itu sering sudah terlanjur terbentuk sebelum perdarahan terhenti. Mengendurnya tekanan dalam floem akibat pemotongan akan menurunkan potensial air, sehingga air masuk melalui osmosis.
Perbandingan komposisi cairan xilem dan floem dalam tanaman jarak (Ricinus communis L.) dapat dilihat pada Tabel II.1. Sebagai bahan perbandingan, pada Tabel II.2 juga ditampilkan komposisi cairan xilem dan floem dalam tanaman lupinus putih (Lupinus albus). Cairan floem mengandung senyawa hara organik dan anorganik yang lebih banyak dibanding cairan xilem (Tabel II.1). Seperti yang terlihat pada Tabel II.1 sekitar 90 %, materi yang ditranslokasikan dalam floem terdiri dari sukrosa.
Tabel II.1 Perbandingan komposisi cairan xilem dan floem dalam tanaman jarak (Ricinus communis L.) Komponen Sukrosa Asam amino Asam organik Protein Kalium Klorida Fosfat Magnesium pH
Cairan xilem (mg/mL)* Tidak ada data 0, 406 0,836 Tidak ada data 0,663 0,014 0,384 0,096 5,4
Cairan floem (mg/mL)** 80 - 106 5,2 2,0 – 3,2 1,45 – 2,20 2,3 – 4,4 0,355 – 0,675 0,350 – 0,550 0,109 – 0,122 8,0
* Schurr dan Schulze (1995) ** Hall dan Baker (1972) dalam Taiz dan Zeiger (2002).
Selain sukrosa, nitrogen juga ditranslokasikan dalam cairan floem. Pada beberapa spesies, nitrogen anorganik diangkut dalam xilem sebagai nitrat, dan jarang ditemukan dalam cairan floem. Pada spesies lain, nitrogen diangkut dalam xilem sebagai ureida, amida, atau molekul kaya nitrogen lainnya. Molekul nitrogen organik dari kelompok yang sama mungkin membawa sebagian besar nitrogen
13
dalam saluran xilem dan floem. Namun pada spesies tertentu dapat juga berbeda, dimana alkaloid (nikotin) membawa serta sejumlah besar nitrogen dalam xilem. Tabel II.2 Perbandingan komposisi cairan xilem dan floem tanaman lupinus putih (Lupinus albus)* Komponen Sukrosa Asam amino Kalium Natrium Magnesium Kalsium Besi Mangan Seng Tembaga Nitrat pH
Cairan xilem (mg/mL) tidak terdeteksi 0,700 0,090 0,060 0,027 0,017 0,0018 0,006 0,004 terdapat dalam jumlah kelumit 0,010 6,3
Cairan floem (mg/mL) 154 13 1,540 0,120 0,085 0,021 0,0098 0,0014 0,0058 0,0004 tidak terdeteksi 7,9
*Pate (1975) dalam Salisbury dan Ross (1995).
Komposisi cairan floem sangat mudah berubah selama perjalanannya dari daun menuju wadah penampung, misalnya buah atau umbi yang sedang berkembang. Pada lupinus putih, Pate dkk. (1979 dalam Salisbury dan Ross, 1995) menemukan bahwa cairan floem yang masuk ke dalam buah yang sedang berkembang mengandung sukrosa lebih sedikit tetapi kaya dengan asam amino tertentu daripada cairan floem yang diperoleh dari daun. Tampaknya, ketika cairan melewati batang, sukrosa terurai saat berpindah ke jaringan (terhidrolisis), dan asam amino dimuat ke dalam floem. Nisbah sukrosa terhadap asam amino juga berubah sejalan dengan waktu.
Unsur hara anorganik dalam cairan floem tanaman jarak (Ricinus communis L.) (Schurr dan Schulze, 1995) seperti yang tertera dalam Tabel II.1 adalah kalium dan magnesium. Kandungan unsur hara tersebut dalam cairan floem lebih tinggi dibandingkan dalam cairan xilem. Namun sayangnya, kandungan tersebut masih bersifat total unsur dan belum dibedakan menjadi beberapa spesi yang berbeda.
14
II.3 Analisis Spesiasi Analisis spesiasi merupakan konsep baru dalam kimia analitik, yang mengekspresikan bentuk kimia spesifik suatu unsur dalam suatu sampel yang seharusnya dipandang secara individual dan tidak lagi hanya dalam jumlah total unsur tersebut. Informasi tentang konsentrasi total suatu unsur tidaklah cukup untuk menjelaskan mobilitas, ketersediaan, dan pengaruh unsur dalam sistem ekologi atau organisme hidup. Oleh karena itu pengetahuan tentang spesi unsur sangat diperlukan untuk memahami proses transformasi kimia dan biokimia, bioavailability, esensial maupun sifat toksisitas unsur. Spesi unsur meliputi tingkat oksidasi, bentuk organologam, komposisi isotop, maupun bentuk persenyawaan atau pembentukan kompleks tertentu suatu unsur. Sebagai contoh, dalam analisis spesiasi dapat dibedakan spesi arsen anorganik yang toksik dari spesi arsenobetain yang relatif tidak toksik. Arsenobetain adalah salah satu senyawa utama arsen dalam makanan dari laut (seafood) (Teräsahde dkk., 1996). Contoh lain yang terkait dengan tingkat bilangan oksidasinya adalah spesi krom (VI) yang bersifat racun sedangkan krom (III) merupakan spesi yang esensial. II.4 Definisi Spesiasi Unsur The International Union for Pure and Applied Chemistry (IUPAC) (Templeton, dkk., 2000) telah mendefinisikan spesiasi unsur dalam kimia sebagai berikut: 1. Spesi kimia. Bentuk spesifik suatu unsur yang didefinisikan sebagai komposisi isotop, keadaan oksidasi atau elektronik, dan atau struktur kompleks/molekul tertentu. 2. Analisis spesiasi. Aktivitas analitik yang mengidentifikasi dan/atau mengukur jumlah satu atau beberapa spesi kimia dalam suatu sampel. 3. Spesiasi unsur. Distribusi suatu unsur di antara spesi kimia tertentu dalam suatu sistem. 4. Fraksinasi. Proses klasifikasi suatu analit atau sekelompok analit dari sampel tertentu berdasarkan sifat fisika (seperti ukuran, kelarutan) maupun sifat kimia ( pengikatan, kereaktifan).
15
II.5 Pengambilan sampel Prosedur pengambilan sampel dan preparasi sampel yang tepat merupakan salah satu topik penting dalam analisis spesiasi, karena tanpa prosedur yang handal, spesi yang diharapkan dapat mengalami perubahan selama proses analisis, sehingga dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan pada akhirnya. Hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan pada tahap pengambilan sampel adalah kontaminasi, sampel yang tidak representatif, proses pengawetan sampel, pengendapan maupun pengaruh dinding tempat sampel. Alterasi dan kesalahan yang terjadi selama tahap ini umumnya bersifat tidak dapat balik (Caruso dkk., 2003).
Alterasi spesi merupakan masalah utama dalam tahap spesiasi dan preparasi sampel. Metode ‘pembekuan’ (‘freezing’) komposisi spesi dengan khelat, derivatisasi, atau fraksinasi haruslah dilakukan jika sampel tidak dapat diawetkan dengan metode lain. Selain itu, reaksi kimia yang terjadi dalam proses ini haruslah terdefinisi secara stoikiometri. Umumnya, metode ekstraksi dibutuhkan untuk mengurangi resiko alterasi spesi dan untuk menghindari kontaminasi, tempat sampel harus dibersihkan sebelumnya; menggunakan wadah yang mempunyai efek dinding terhadap sampel rendah (‘low wall effects’); atau sampel disimpan dalam wadah berisi gas inert untuk menghindari oksidasi. Kontaminasi juga dapat berasal dari alat yang digunakan seperti skalpel atau alat logam lainnya, yang dapat mempengaruhi hasil akhir atau mengubah spesi. Transformasi spesi dapat juga disebabkan oleh aktivitas bakteri (Emons, 2003).
Penanganan sampel biologi umumnya meliputi proses filtrasi atau sentrifugasi sampel segar yang diikuti dengan penyimpanan sementara pada -4°C dalam ruang gelap. Teknik lain adalah pembekuan mendadak (shock-freezing) dan pengawetan sebagai sampel beku atau liofilisasi dan penyimpanan sebagai sampel kering. Umumnya, metode terakhir digunakan untuk sampel yang sangat stabil. Penambahan pengawet bahan kimia, termasuk pengasaman sebaiknya dihindari (Emons, 2003).
16
II.6 Metode Analisis Spesiasi Seperti yang telah diuraikan pada sub bab I.1, Analisis spesiasi yang umum digunakan adalah teknik gabungan (Needham dkk., 2005; Michalke, 2002; Caruso dkk., 2003) yang terdiri dari metode pemisahan dan pendeteksian. Berikut akan diuraikan beberapa metode pemisahan dan pendeteksian dalam analisis spesiasi. II.6.1 Metode Pemisahan Teknik pemisahan merupakan kunci utama dalam analisis spesiasi (Kuban dkk., 2005). Beberapa detektor selektif unsur dengan kepekaan tinggi dapat memberikan informasi tentang total unsur dengan cepat, namun tidak berarti banyak jika tidak digabungkan dengan teknik pemisahan dimana berbagai spesi telah didiferensiasi berdasarkan sifat fisika dan atau kimianya. Teknik pemisahan yang umum digunakan dalam metode gabungan analisis spesiasi adalah kromatografi cair, kromatografi gas, dan elektroforesis baik elektroforesis kapiler maupun elektroforesis gel. Kromatografi cair merupakan teknik yang paling banyak digunakan dalam analisis spesiasi (Pavlikova dkk., 2004).
Kromatografi cair (LC) Pemisahan kromatografi cair dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam kolom yang berisi fasa diam padat dimana fasa bergerak dipompakan ke dalam kolom secara kontinyu. Awalnya fasa diam berupa larutan yang melapisi suatu padatan pendukung, namun saat ini telah ada fasa diam yang terdiri dari silika atau polimer termodifikasi. Analit dalam sampel akan berinteraksi dengan fasa diam dan fasa bergerak selama melewati kolom. Setiap analit mempunyai interaksi yang berbeda terhadap fasa diam dan fasa bergerak dan interaksi ini mempengaruhi laju gerak analit dalam kolom. Pemisahan terjadi akibat berbedaan interaksi tersebut dan setiap analit akan keluar dari kolom pada waktu yang berbeda.
Kromatografi cair mempunyai beberapa keunggulan dibanding teknik pemisahan lain yang menyebabkan teknik ini paling populer dalam analisis spesiasi. Kromatografi cair dapat memisahkan senyawa non volatil, yang tidak dapat
17
dipisahkan dengan teknik kromatografi gas (GC); pemakaiannya sangat luas karena baik fasa diam maupun fasa bergerak dapat dimodifikasi untuk mendapatkan pemisahan yang optimal, dan berbagai jenis fasa diam sekarang tersedia secara komersial. Selain itu, pemisahan dapat lebih dioptimalkan dengan penambahan aditif terhadap fasa bergerak. Umumnya preparasi sampel juga tidak rumit; dan saat ini sistem kromatografi cair telah dapat dihubungkan secara langsung dengan teknik pendeteksian selektif unsur seperti ICP MS.
Polaritas relatif, kelarutan, dan berat molekul spesi yang diinginkan menentukan tipe kromatogafi cair yang akan digunakan. Beberapa model kromatografi cair yang dapat digunakan adalah kromatografi fasa normal dan fasa terbalik, kromatografi
pasangan
ion-fasa
terbalik,
kromatografi
eksklusi
ukuran,
kromatografi misel, kromatografi pertukaran ion, dan kromatografi khiral (Ackley dan Caruso, 2003; Caruso dkk., 2003; Lobinski, 1997; Michalke, 2002; Szpunar, 2000 ).
Kromatografi fasa normal (Normal phase chromatography, NPC). Sistem kromatografi fasa normal terdiri dari fasa diam polar dan fasa bergerak nonpolar seperti heksana. Silika atau alumina polar yang tidak termodifikasi awalnya digunakan sebagai fasa diam, namun puncak yang dihasilkan terkadang melebar dengan terbentuknya ekor (tailing) dan kedapat-ulangan (reproducibility) waktu retensi sulit dicapai. Masalah ini dapat diminimalisasi dengan menggunakan fasa diam yang berikatan dengan gugus fungsi polar seperti siano dan diol. Dengan teknik ini, analit terpisahkan akibat teradsorpsi secara reversibel oleh gugus fungsi polar fasa diam. Keunggulan utama NPC adalah dimungkinkannya analit yang tidak larut dalam pelarut polar dapat dipisahkan. Teknik ini telah diaplikasikan oleh Xu dan Lesage (1992 dalam Ackley dan Caruso, 2003) untuk memisahkan vanadium dan nikel petroporfirin menggunakan kolom aminopropil. Mekanisme pemisahan ditentukan oleh interaksi ikatan hidrogen dan Van der Waals antara petroporfirin dan gugus amino dalam fasa diam. Fasa bergerak yang digunakan terdiri dari campuran heksana, toluena, dan dikhlorometan (Xu dan Lesage, 1992 dalam Ackley dan Caruso, 2003). Teknik ini
18
juga telah digunakan untuk memisahkan pestisida organotin. Kolom yang digunakan berisi fasa diam silika yang berikatan dengan sianopropil. Setelah melewati kolom, analit dikomplekskan lalu dideteksi menggunakan detektor fluoresensi (Stäb dkk., 1992 dalam Ackley dan Caruso, 2003).
Kromatografi fasa terbalik (Reversed phase chromatography, RPC). Metode RPC merupakan kebalikan NPC, yang memanfaatkan interaksi analit dengan fasa diam nonpolar dan fasa bergerak polar. Medote ini umumnya digunakan untuk memisahkan spesi nonpolar dan atau sedikit polar. Fasa bergerak polar yang umum digunakan adalah air atau campuran air dengan pelarut organik seperti metanol atau asetonitril. Fasa diam umumnya silika yang telah termodifikasi. Gugus silanol-OH pada permukaan silika diganti dengan rantai alkil menghasilkan fasa diam nonpolar. Alkil yang digunakan umumnya terdiri dari 2, 8 atau 18 rantai karbon. Pemisahan berdasarkan sifat hidrofobik spesi, dimana spesi yang paling hidrofobik terelusi paling akhir. Pemisahan dapat dimodifikasi dengan berbagai variasi misalnya mengganti gugus fungsi fasa diam, pH, kekuatan ion, aditif pada fasa bergerak maupun gradiensi kepolaran fasa bergerak. pH merupakan faktor penting dalam RPC. Dalam beberapa kasus, pH fasa bergerak menentukan apakah suatu senyawa terprotonasi atau tidak. Hal ini mempengaruhi muatan analit dan retensinya dalam kolom. Fasa diam berbasis silika tidak dapat berfungsi pada pH di bawah 2 dan di atas 7 karena terjadi pemutusan atau hidrolisis fasa diam. Namun saat ini, telah tersedia fasa diam berbasis silika termodifikasi yang tahan pada pH 2-10. Penggunaan teknik RPC dalam analisis spesiasi misalnya pada pemisahan spesi organologam, studi spesiasi platina dalam obat kemoterapi (Cairns, 1996 dalam Ackley dan Caruso, 2003), penentuan tellurium dalam air limbah, dan pemisahan senyawa organotin. Zoorob dan Caruso (1997) dalam Ackley dan Caruso (2003) telah menggunakan kolom berisi fasa diam oktadesil dan fasa bergerak yang terdiri dari 80% air dan 20% metanol untuk memisahkan spesi khrom dalam pewarna azo (Zoorob dan Caruso, 1997 dalam Ackley dan Caruso, 2003).
19
Kromatografi
pasangan
ion
fasa
terbalik
(Reversed
phase
ion
pair
chromatography, IPC). Teknik ini mempunyai kemampuan untuk memisahkan senyawa ionik dan non ionik dengan cara penambahan pereaksi pasangan ion ke dalam fasa bergerak polar. Pereaksi pasangan ion mempunyai gugus kepala polar dan ekor non polar, seperti garam tetraalkilamonium, garam trietil-alkilamonium atau anion alkilsulfonat. Pereaksi ini akan mengikat analit ionik dan membentuk pasangan ion, yang kemudian akan tertahan oleh fasa diam sesuai dengan kenetralan listriknya. Selektivitas analit dapat diatur dengan variasi komposisi fasa bergerak. Teknik IPC telah digunakan untuk memisahkan spesi Pb(II), trietil timbal khlorida, trifenil timbal khlorida, dan tetraetil timbal khlorida (Al-Rashdan dkk, 1992 dalam Ackley dan Caruso, 2003). Natrium pentana sulfonat digunakan sebagai pereaksi pasangan ion. Pada konsentrasi 2 mM pasangan ion, puncak timbal anorganik dan trietil timbal tumpang tindih secara signifikan. Pada konsentrasi 8 mM pasangan ion, kedua puncak tersebut terpisahkan dengan baik. Pemisahan ini dihubungkan dengan ICP MS untuk analisis material rujukan standar bahan bakar yang mengandung timbal. Pemisahan ini menggambarkan bagaimana metode IPC telah berhasil memisahkan spesi anorganik yang bermuatan dan spesi organologam yang tidak bermuatan.
Kromatografi penukar ion (Ion exchange chromatography, IEC). Prinsip IEC adalah kompetisi ion analit dan ion fasa bergerak bereaksi dengan ion gugus fungsi fasa diam. Dengan IEC, baik anion maupun kation dapat dipisahkan dengan menggunakan mode penukar kation atau penukar anion. Pada saat injeksi, ion fasa bergerak bergabung dengan gugus fungsi ion lawan (counter-ion) fasa diam dan muatan netral dipertahankan. Pada saat injeksi sampel, ion-ion analit berkompetisi dengan ion dari fasa bergerak untuk berinteraksi dengan fasa diam. Pemisahan ion analit terjadi jika spesi analit menggantikan ion fasa bergerak. Perbedaan kekuatan ion dan interaksi dengan ion fasa diam, menyebabkan terjadinya pemisahan spesi-spesi ionik dalam analit. Fasa diam biasanya terdiri dari gugus amina kuarter atau sulfonat yang terikat pada silika atau polimer
20
polistirena-divinilbenzen. Sedangkan fasa bergerak yang umum digunakan adalah larutan garam anorganik, seperti garam fosfat.
Metode IEC telah digunakan untuk memisahkan spesi arsen. Wang dkk.(1995 dalam Ackley dan Caruso, 2003), telah menggunakan kolom penukar anion untuk memisahkan arsenat dan arsenit dalam ekstrak abu layang batu bara. Dalam plasma, Ion Cl- dapat membentuk spesi Ar40Cl35 yang mempunyai massa 75 sama seperti As. Oleh karena Metode ICP MS digunakan untuk pendeteksian selektif unsur, maka ion Cl- yang dapat menginterferensi pengukuran As dipisahkan sebelumnya.. Kolom penukar anion juga telah digunakan untuk memisahkan spesi arsen dalam tanah dan ekstrak ikan, pada pemisahan bromat dan bromit dalam air minum, pemisahan spesi Sb anorganik dan organik, dan pemisahan spesi Cr(III) dan Cr(VI). Kromatografi penukar kation juga telah diaplikasikan dalam analisis spesiasi. Suyani dkk. (1989) dalam Ackley dan Caruso (2003) telah menggunakan kromatografi penukar kation untuk memisahkan trimetiltin khlorida, tributiltil khlorida, dan trifeniltin asetat. Pada kasus lain, kolom penukar kation dan penukar anion dihubungkan secara seri sehingga dimungkinkan penentuan spesi kation dan anion. Teräsahde dkk. (1996) telah berhasil memisahkan 6 spesi arsen dengan menggunakan metode ini. Elusi bergradien digunakan dan kekuatan ion fasa bergerak ditingkatkan serta pH diturunkan selama proses pemisahan. Fasa bergerak yang diaplikasikan terdiri dari asam nitrat, air dan buffer karbonat. Keunggulan IEC adalah penggunaan larutan buffer dalam media air, sehingga sangat sesuai dengan teknik pendeteksian unsur seperti ICP MS. selain itu, IEC juga dimanfaatkan dalam analisis spesiasi untuk tujuan pemurnian sampel dan prekonsentrasi sampel (Ackley dan Caruso, 2003).
Kromatografi eksklusi ukuran (Size exclusion chromatography, SEC). Teknik SEC memisahkan analit berdasarkan ukuran berat molekulnya. Mekanisme pemisahan tidak berdasarkan interaksi kimia seperti metode kromatografi cair lainnya, melainkan berdasarkan kemampuan suatu analit berpenetrasi ke dalam pori fasa diam. Prinsipnya, analit akan berdifusi melewati fasa diam yang berpori. Molekul yang lebih besar dari ukuran pori fasa diam tidak
21
tertahan oleh fasa diam dan terelusi keluar dari kolom pertama kali. Sedangkan molekul yang lebih kecil akan berpenetrasi ke dalam pori fasa diam, sehingga tertahan oleh kolom tergantung dari ukuran molekulnya. Fasa bergerak tidak berperanan penting dalam proses pemisahan dan biasanya dipilih berdasarkan kemampuan untuk melarutkan analit yang akan difraksinasi. Metode SEC dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu kromatografi permeasi gel (Gel permeation chromatography, GPC) yang mengacu pada pemisahan makromolekul yang larut dalam air dan kromatografi filtrasi gel (Gel filtration chromatography, GFC) untuk pemisahan makromolekul yang larut dalam pelarut organik. Sistem SEC harus dikalibrasi dengan penanda berat molekul yang mempunyai sifat fisika yang mirip dengan analit yang akan dianalisis. Penggunaan SEC dalam analisis spesiasi antara lain pemisahan metalloprotein (Mason dkk., 1990; Dean dkk., 1987) dan metabolit obat yang mengandung logam (Matz, 1989 dalam Ackley dan Caruso, 2003). Metode SEC dapat juga digunakan memisahkan analit dari senyawaan bermolekul rendah dalam matriks sampel, contoh kasus untuk memisahkan protein yang mengikat tembaga dalam serum dari ion natrium dan fosfat yang dapat mengganggu pendeteksian Cu dengan ICP MS (Lyon dan Fell, 1990 dalam Ackley dan Caruso, 2003). Penggabungan SEC dengan ICP MS merupakan teknik yang sangat populer sebagai tahap pertama pemisahan spesiasi. Pemisahan lebih lanjut dapat dilakukan dengan metode lain seperti elektroforesis. Encinar dkk. (2003) telah mengidentifikasi protein yang mengandung Se dalam ragi terselenisasi dengan menggunakan LC gabungan SEC dan RPC dan pendeteksian dengan ICP MS, MALDI TOF dan ESI Q-TOF MS. Mihucz dkk. (2001) telah mengkarakterisasi cairan xilem timun yang terkontaminasi nikel dengan menggunakan HPLC eksklusi ukuran dan fasa terbalik. Pendeteksian dilakukan dengan metode spektrometri fluoresensi sinar X refleksi total (Totalreflection X-ray fluorescence spectrometry, TXRFS).
Kromatografi cair khiral (Chiral liquid chromatography, CLC). Molekul khiral mempunyai stereoisomer yang merupakan bayangan cermin satu sama lainnya. Tipe stereoisomer ini biasa disebut enantiomer. Molekul khiral umumnya mempunyai atom karbon tetrahedral dengan 4 gugus yang berbeda
22
yang terikat padanya. Namun suatu molekul dapat juga disebut molekul khiral walaupun tidak memiliki atom karbon asimetri jika stereoisomernya merupakan bayangan cermin satu sama lain, contohnya 2,3-pentadiena (March, 1992; Loudo, 1995). Saat ini, pemisahan khiral merupakan hal yang penting dalam farmaseutikal disebabkan sistem biologis cenderung merupakan sistem khiral dimana satu enantiomer suatu obat mempunyai efek biologis in vivo yang berbeda dengan pasangan khiralnya. Beberapa strategi telah ditempuh untuk pemisahan khiral misalnya penggunaan fasa diam khiral, gugus derivat khiral untuk membentuk diasteriomers, dan penggunaan aditif fasa bergerak khiral. Teknik CLC memanfaatkan enantiomer yang mungkin muncul dari suatu atom C khiral analit. Pemisahan isomer optik ini terjadi dengan pembentukan diasteriomer atau diasteriomer temporer tergantung teknik khiral spesifik yang digunakan. Khromatografi khiral pertama kali digunakan dalam analisis spesiasi untuk memisahkan asam selenoamino khiral. Mendez dkk., 1998 (dalam Ackley dan Caruso, 2003) telah memisahkan enantiomer selenomethionin menggunakan kolom
ß-siklodekstrin.
merupakan
pereaksi
O-ftalaldehid
penderivat
dan
2,3-naftalenedikarboksaldehid
fluoroiongenik
yang
digunakan
untuk
menderivatisasi enantiomer selenomethionin sebelum pemisahan. Pendeteksian fluorimetri dan hibrid generasi ICP MS digunakan untuk mendeteksi enantiomer yang telah dipisahkan. Asam selenoamino khiral juga telah dipisahkan dengan menggunakan fasa diam eter mahkota khiral.
Kromatografi gas (GC) Kromatografi gas merupakan teknik partisi dimana pemisahan dipengaruhi oleh kemampuan analit dalam bentuk gas yang berinteraksi dengan fasa diam cair. Kombinasi GC dengan pendeteksian spesifik unsur merupakan metode yang baik untuk spesiasi organologam dalam sampel lingkungan yang kompleks (Szpunar dkk., 2000; Alonso dan Encinar, 2003). Feldmann dkk., 1993 (dalam Alonso dan Encinar, 2003) telah mengidentifikasi spesi volatil seperti dimetil merkuri (Me2Hg), dimetilselen (Me2Se), tetrametiltin (Me4Sn), trimetilantimon (Me3Sb), trimetilbismut (Me3Bi), arsin termetilasi (MexAsHy, x + y = 3), dimetiltellurium (Me2Te), senyawaan timbal tertetraalkilasi (EtxMeyPb, x + y = 4) dalam limbah
23
gas buangan. Sebagian besar spesi ini merupakan bahan B3 dan keberadaannya dalam sampel belum tuntas dibahas. Sayangnya, analisis kuantitatif spesi ini sangat sulit karena masih kurangnya material rujukan tersertifikasi untuk spesi tersebut. Oleh karena itu, Feldmann dkk., 1993 (dalam Alonso dan Encinar, 2003) mengembangkan metode semikuantitatif dengan cara penambahan air yang terkabutkan pada akhir kolom GC dengan tujuan untuk memperoleh respon yang sama unsur tersebut dari senyawa volatil dan larutan standar dalam media air.
Elektroforesis gel (Gel electrophoresis,GE) Elektroforesis gel digunakan untuk memisahkan makromolekul bermuatan dimana logam atau semilogam terikat, baik secara kovalen maupun tidak. Selain protein, makromolekul seperti DNA dan asam humat dapat dipisahkan dengan metode ini. Dalam medan listrik, molekul bermuatan atau kompleks akan bergerak ke elektroda yang muatannya berlawanan. Jika tegangan V diaplikasikan antara dua elektroda yang berjarak L, medan E akan muncul sesuai dengan persamaan II.1. laju migrasi, ν suatu partikel dalam medan setara dengan mobilitas (µ) partikel dan kekuatan medan E (persamaan II.2), dimana µ merupakan parameter intrinsik partikel.
E = V/L
(II.1)
ν=µE
(II.2)
Satuan yang digunakan dalam elektroforesis adalah volt jam (V h), yang proporsional dengan perpindahan (d) partikel. Dengan demikian laju ν menjadi d/t dan dengan penggabungan Persamaan II.1 dan II.2 diperoleh:
d = ν t = (µ/L) V t
(II.3)
Migrasi terjadi dalam media cair, yaitu buffer, yang merupakan hal penting dalam pemisahan terutama untuk mempertahankan kestabilan ikatan logam dengan makromolekul .
24
Gel merupakan parameter kedua untuk mendapatkan pemisahan yang baik. Hal ini menentukan pendekatan pertama bagaimana mekanisme pemisahan terjadi. Saat ini tersedia berbagai gel, namun yang paling umum digunakan adalah agarosa dan poliakrilamid. Agarosa biasanya digunakan untuk partikel berukuran diameter besar dari 10 nm seperti DNA atau RNA sedangkan gel poliakrilamid untuk protein. Polimer ini diperoleh dari kopolimerisasi akrilamid dan suatu gugus ikatan silang, seperti N,N’-metilenebisakrilamid, yang menghasilkan struktur tiga dimensi pada gel. Ukuran pori ditentukan oleh dua parameter C dan T yang dinyatakan dalam satuan persen. T menyatakan massa akrilamid pervolume gel dan C adalah persen gugus ikatan silang dalam gel. Jika T meningkat maka ukuran pori menurun karena semakin banyak polimer pervolume semakin sedikit volume ruang kosong.
Ada dua tipe elektroforesis gel yang biasa digunakan yaitu: (1) elektroforesis nativ (nondenaturasi) satu dimensi dan (2) elektroforesis 2-dimensi (Chery, 2003). Berikut akan dijelaskan kedua metode tersebut.
Elektroforesis nativ/nondenaturasi (Nondenaturing electrophoresis). Walaupun elektroforesis satu dimensi tidak selalu berarti metode nondenaturasi, asosiasi ini umum dengan alasan penyederhanaan. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini, elektroforesis nativ umumnya adalah metode elektroforesis satu dimensi. Kastenholz (2004; 2006), telah mengembangkan metode elektroforesis poliakrilamid nativ preparatif untuk analisis spesi Cd berberat molekul tinggi (High molecular mass cadmium species, HMM-Cd-Sp) dalam Arabidopsis dan sayuran. Sistem buffer yang digunakan adalah 20 mM Tris-HCl/ 1 mM NaN3 pH 10,0. Derajat polimerisasi poliakrilamid 4% T dan 2,67 % C, dan panjang gel 40 mm. Adapun pelarut yang digunakan adalah 20 mM Tris-HCl/ 1 mM NaN3 pH 8,0. Pendeteksian selektif unsur dilakukan dengan ICP MS.
Elektroforesis dua dimensi ((Two-dimensional gel electrophoresis, 2DE). Teknik 2DE sangat berkembang dan populer saat ini karena teknik ini dapat memetakan hampir semua protein yang ada dalam sampel. Untuk analisis spesiasi,
25
2DE dapat diterapkan jika logam yang diteliti berikatan kovalen, karena umumnya metode ini adalah metode denaturasi. Metode 2DE nondenaturasi juga telah dikembangkan namun aplikasinya masih sangat terbatas. Ada dua mekanisme pemisahan 2DE yaitu: (1) isoelectric focusing (IEF) dan sodium dodesil sulfat- polyacrylamide gel electrophoresis (SDS PAGE). Pemisahan ini berdasarkan pI pada tahap pertama dan berdasarkan ukuran pada tahap kedua. Aplikasi metode 2DE dalam analisis spesiasi contohnya adalah pemisahan ekstrak ragi yang diperkaya dengan Se. Radiotracer 75Se digunakan untuk memungkinkan pendeteksian dengan teknologi screen fosfor (Chery dkk., 2001 dalam Chery, 2003). Kunci utama pemisahan ini adalah menghindari oksidasi asam selenoamino dengan cara derivatisasi kimiawi. Tanpa proses ini, spesi tersebut tidak stabil selama proses elektroforesis. Setelah pemisahan, protein dan protein yang mengandung selen dideteksi dengan screen fosfor selama sepekan. Setelah pendeteksian unsur runut, gel diberi penanda perak (silver-stained) dan 2 gambar, yaitu autoradiogram dan penandaan perak dapat dibandingkan.
Elektroforesis kapiler (Capillary electrophoresis, CE) Elektroforesis kapiler merupakan suatu teknik pemisahan yang cepat, beresolusi tinggi, mempunyai kemampuan untuk memisahkan beragam analit mulai dari biomolekul besar sampai ion anorganik sederhana. Metode ini juga dapat memisahkan ion positif, negative dan molekul netral dalam satu eksperimen dengan tingkat efesiensi pemisahan tinggi. Keunggulan lain jika dibandingkan dengan metode kromatografi cair, volume sampel yang dibutuhkan dalam satuan nanoliter (10-6 cm3), penggunaan pereaksi sedikit, dan harga kolom kapiler yang relatif murah.
Prinsip pemisahan CE berdasarkan perbedaan mobilitas analit yang tergerak secara elektrik. Dalam hal ini medan listrik diaplikasikan sepanjang kolom kapiler pada tegangan tinggi biasanya antara 15-30 kV pada elektroda positif atau negatif. Pemisahan analit terjadi sebagai hasil dari pengaruh aliran elektroosmotik (electroosmotic flow = EOF) dan aliran elektroforetik (electrophoretic flow). Hal
26
tersebut menyebabkan waktu analisis jauh lebih singkat dan efisiensi pemisahan sangat tinggi, yaitu sekitar 200.000 – 700.000 plat teoritis.
Selain itu, metode CE tidak membutuhkan fasa diam. Molekul-molekul bergerak berdasarkan perbedaan lajunya dalam medan listrik. Batas pita analit tidak menampilkan profil laminar, melainkan pita tajam vertikal. Hal ini menambah resolusi dan
rasio sinyal – noise sehingga menambah sensitivitas detektor.
Resolusi pemisahan dapat dipertinggi dengan memvariasikan elektrolit, pH, dan penggunaan modifiers (Michalke, 2003a).
Aplikasi metode CE dalam analisis spesiasi antara lain analisis kestabilan spesi yang mengandung Pt dalam sampel tanah (Michalke dkk., 1997); Karakterisasi kompleks logam dengan metallothionein menggunakan CE dengan pendeteksian selektif unsur ICP MS dan pendeteksian struktur molekul ESI MS (Mounicou dkk., 2000); Spesiasi arsen dengan pendeteksian UV tak langsung (Lin dkk., 1995); Spesiasi multiunsur juga telah dilakukan oleh Costa-fernandez dkk. (2000) menggunakan CE – ICP MS. Pemisahan elektroforesis campuran spesi anionik dan kompleks metal sianida bermuatan negatif dicapai dengan menggunakan kapiler poliakrilamid terlapis. Pemisahan tiga spesi arsen dan dua kompleks Cosianida berlangsung kurang dari 70 detik. Pemisahan ini berlangsung dengan baik walaupun dalam sampel terdapat anion lain dan kompleks sianida dari logam Cu(II), Cr(VI), Ni(II), dan V(V). Pendeteksian selektif unsur secara simultan dilakukan dengan metode ICP TOF MS.
II.6.2 Metode Pendeteksian Detektor selektif unsur Pendeteksian selektif-unsur pada pemisahan kromatografi menggunakan metode spektrometri atom menjanjikan selektifitas dan kemampuan deteksi yang tinggi. Batas deteksi teknik ini memungkinkan sampai tingkat nanogram sampai femtogram. Keunggulan lain, pendeteksian selektif unsur memungkinkan tumpang tindih dua atau lebih spesi dapat dipisahkan yang oleh metode
27
kromatografi tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh dua peak kromatografi Se dan As yang tumpang tindih dapat dipisahkan oleh spektrometri massa (Caruso, dkk. 2003).
Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP MS) Teknik ICP MS merupakan metode pendeteksian unsur yang sangat handal dan serbaguna untuk penentuan unsur (ultra) runut, dimana hal ini disebabkan ICP MS mempunyai banyak keunggulan dibandingkan metode pendeteksian selektif unsur lain seperti AAS, AES dan AFS. Keunggulan tersebut antara lain: batas deteksi yang sangat rendah dengan sensitivitas tinggi, range konsentrasi analit yang dapat diukur cukup luas yaitu orde ppm sampai ppt, kemampuan analisis multi unsur, spektranya sederhana dan dapat digunakan untuk analisis isotop.
Umumnya sampel ICP MS berupa larutan dalam air. Dalam ICP MS, larutan sampel diubah menjadi aerosol. Partikel yang lebih besar (d >10 µm) akan terseleksi dari aerosol untuk mencegah terjadinya ketidak stabilan plasma dan untuk mendapatkan atomisasi dan ionisasi yang efektif. Kemudian aerosol dibawa oleh gas argon ke plasma, yaitu nyala listrik yang sangat panas (temperatur plasma sekitar 7500 K). Selama di plasma, partikel aerosol terdesolvasi dan molekul sampel terdisosiasi menjadi atom gas, yang kemudian tereksitasi dan terionisasi. Efisiensi ionisasi dalam plasma argon lebih dari 90 % untuk sebagian besar unsur, bahkan unsur-unsur seperti As, Se, S, atau Cl yang mempunyai potensial ionisasi pertama yang tinggi dapat terionisasi dengan baik. Bagan alat ICP MS dapat dilihat pada Gambar II.2.
28
Antarmuka MS
Detektor ion
Torch ICP Ion optik
Alat pemisah massa
Ruang semprot pengabut
Pompa
Pompa
molekular
molekular
Sumber Pompa
arus RF
mekanik
Gambar II.3 Bagan Alat ICP MS.
Penganalisis massa (mass spectrometer, MS) yang umum digunakan pada ICP MS adalah filter quadrupole. Saat ini, dikembangkan juga MS lain seperti sektor magnet (magnetic sector), pemfokusan ganda (double-focusing sector field), timeof-flight atau ion trap. Namun demikian, sebagian besar ICP MS yang berfungsi di seluruh dunia masih menggunakan filter quadrupole. Perbedaan antar MS tersebut adalah resolusi dan waktu scanning. Resolusi (R) suatu penganalisa massa didefinisikan sebagai, R = m/Δm
(II.4)
Dimana, m adalah massa nominal dan Δm adalah perbedaan massa yang dapat dipisahkan.
Filter quadrupole terdiri dari 4 batang silindris, seperti yang diilustrasikan pada Gambar II.3. Prinsip kerjanya adalah sebagai filter massa dan hanya meneruskan ion-ion dengan rasio massa/muatan tertentu melewati celah (`jendela`) massa yang sempit (sekitar 1 u). Dengan mengubah tegangan yang diaplikasikan terhadap batang quadrupole, posisi celah massa dapat diseleksi. Analisis massa dapat
29
dilakukan dengan metode scanning, memilih daerah massa tertentu sesuai dengan analit yang diukur maupun dengan mengamati intensitas sinyal analit.
Gambar II.4 Penganalisis massa quadrupole
Penganalisis massa sektor magnet digunakan juga dalam ICP MS. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pembelokan ion dalam medan magnet. Ion-ion dengan m/z tertentu diteruskan menuju detektor sedangkan yang lain akan dibelokkan. Alat fokus ganda juga digunakan dalam ICP MS. Pada alat ini, berkas ion melewati medan listrik terlebih dahulu baru memasuki medan magnet. Prinsipnya adalah medan elektrostatik memfokuskan berkas ion yang mempunyai rentang energi kinetik sempit melewati suatu celah menuju medan magnet. Resolusi alat ini dapat mencapai 10.000 lebih besar dari filter quadrupole.
Penganalisis massa yang lain adalah time of flight (TOF MS). Prinsip kerja alat ini adalah ion-ion ditarik dengan sangat cepat melewati daerah bebas medan listrik dan magnet dengan energi kinetik yang identik. Waktu yang dibutuhkan oleh ion untuk mencapai detektor berbending terbalik dengan massa ion. Ion dengan m/z rendah akan mencapai detektor lebih cepat dibandingkan dengan ion dengan m/z besar. Setiap nilai m/z kemudian dideteksi.
Pendeteksi ion yang umum digunakan dalam ICP MS adalah pengganda elektron. Ada dua tipe pengganda elektron, yaitu pengganda elektron diskrit dan kontinu. Pada detektor pengganda elektron diskrit elektron menubruk katoda sehingga
30
dilepaskan elektron sekunder. Elektron yang dilepaskan tersebut tertangkap oleh dinoda yang mempunyai tegangan positif lebih tinggi. Adapun detektor pengganda elektron kontinu terdiri dari gelas yang didoping dengan timbal. Pada alat ini potensial sebesar 1,8 – 2,0 kV dilewatkan sepanjang detektor. Ion-ion yang menubruk permukaan gelas, yang menolak elektron yang melewati sepanjang permukaan bagian dalam gelas, akan menolak elektron lebih banyak untuk setiap tubrukan (Skoog dkk., 2004).
Detektor ICP MS Perkin Elmer 6100 yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 21 dinoda, sehingga dapat menggandakan sinyal hingga faktor 107. Selain itu, detektor ini mempunyai keunggulan efisiensi konversi yang tinggi, waktu pakai lama, dan didisain dua tahap, yaitu tahap analog untuk ion dengan intensitas tinggi dan tahap pulsa untuk intensitas rendah, dimana sinyal analog dan pulsa dapat diukur secara simultan.
Aplikasi ICP MS untuk analisis spesiasi ICP MS telah banyak digunakan dalam analisis spesiasi sebagai detektor spesifik unsur (Gasparics dkk., 2002; Rosen dan Hieftje, 2004; Szpunar, 2005). Beberapa publikasi spesiasi arsen (As) dilaporkan menggunakan teknik HPLC-ICP MS (Teräsahde, dkk., 1996; B'Hymer dan Caruso, 2004). Bahkan sejak 1993, Larsen (1993) telah menggunakan teknik HPLC-ICP MS untuk menentukan 8 spesi As dalam urin manusia. Pada fasa awal, dimetilarsinat (DMA), As (III), monometilarsonat (MMA) dan As (V) dapat dipisahkan menggunakan resin penukar anion. Pada fasa kedua, arsenobetain (AsB), oksida trimetilarsin (TMAO), arsenokolin (AsC), dan ion tetrametilarsonium (TMAs) dipisahkan dari spesi bermuatan negatif menggunakan resin penukar kation (Vanhaecke dan Köllensperger, 2003).
Saat ini, studi HPLC-ICP MS banyak dilakukan untuk elusidasi mekanisme biotransformasi ion logam anorganik dan spesi anorganik sederhana, terutama untuk identifikasi kompleks logam-ligan dalam sampel biologis, seperti metalloprotein, pengkompleksan unsur runut dalam darah dan plasma darah, dan
31
selenoprotein dalam jaringan tubuh manusia dan hewan (Matsuara dkk., 2003; Encinar dkk., 2004; Szpunar, 2000; 2005; Bresson dkk., 2005).
Teknik gabungan LC-ICP MS yang paling berkembang dalam analisis spesiasi adalah SEC-ICP MS (Koplik dkk., 2002; Michalke, 2002). Contohnya studi tentang metalloprotein (Mason dkk., 1990), spesiasi Cd dalam sayuran yang terkontaminasi (Ji, 1997), metabolit Pt dalam tanaman (Klueppel dkk., 1998), spesiasi Cd dalam jaringan tanaman (Vacchina dkk., 1999), spesiasi multi unsur dalam teh hitam (Matsuura dkk., 2001), dan spesiasi iod dalam susu (Sanchez dan Szpunar, 1999). Sanchez dan Szpunar menggunakan buffer Tris 30 mM sebagai fasa bergerak dan fasa diam superdex-75 dan superdex-200. Spesi iod dalam sampel susu sapi dan kambing serta susu formula bayi terelusi dalam waktu 40 menit dan langsung on-line dideteksi dengan ICP MS.
Gabungan HPLC penukar anion dengan ICP MS pengenceran isotop (isotope dilution ICP MS) juga telah diaplikasikan oleh Rodriguez-Cea dkk. (2003) untuk analisis metallothionein (MT) dalam belut (Anguilla anguilla). Belut dimasukkan dalam aquarium yang mengandung 100 µg/L Cd selama tiga pekan. Pemisahan tahap I isoform MT dilakukan dengan menggunakan SEC untuk memfraksinasi citosol hati belut yang kemudian dipisahkan lebih lanjut dengan HPLC penukar anion untuk protein (anion exchange fast protein liquid chromatography, AEFPLC). Setelah proses pemisahan, larutan yang mengandung isotop dan
67
Zn dipompakan pada ujung kolom AEC dan ratio
114
111
Cd/111Cd,
Cd,
65
Cu,
63
Cu/65Cu,
dan 64Zn/67Zn dimonitor secara on-line menggunakan ICP QMS.
Aplikasi GC-ICP MS umumnya digunakan untuk penentuan senyawa organologam Sn, Hg, dan Pb dalam matriks lingkungan (Vanhaecke dan Köllensperger, 2003). Grüter dkk. (2000, dalam Alonso dan Encinar, 2003) telah membuktikan keunggulan teknik GC-ICP MS untuk menentukan spesi organologam As, Bi, Ge, Hg, I, Mo, Pb, Sb, Se, Sn, Te dan W dengan batas deteksi di bawah 1 pikogram. Derivatisasi dilakukan dengan generator hibrid, dan spesi volatil ditampung dalam cryogenic trap. Pemanasan trap secara perlahan
32
dari -196 sampai 150°C yang diikuti pengaliran analit ke dalam kolom GC memungkinkan pemisahan spesi unsur secara sempurna.
Aplikasi teknik elektroforesis gel dan ablasi laser ICP MS (laser ablation ICP MS, LA ICP MS) telah dilakukan oleh Binet dkk. (2003) untuk deteksi dan karakterisasi protein yang mengikat Zn dan Cd dalam Escherichia coli. Teknik yang sama juga telah diaplikasikan oleh kelompok spesiasi Pusat Penelitian Jülich, Jerman untuk mendeteksi fosfor dan beberapa logam dalam protein otak manusia ( Becker dkk., 2003; Becker, 2004).
Teknik gabungan CE-ICP MS juga telah dikembangkan dalam analisis spesiasi (Costa-fernandez dkk., 2000; Llamas dkk., 2001; Lobinsky, 2001; Sonke dan Salters, 2004). Contoh aplikasi CE-ICP MS adalah elusidasi spesi Se dalam serum manusia dan air susu ibu (Michalke dan Schramel, 1998), spesiasi Cd (Llamas dkk., 2001), spesiasi Sb dalam sampel lingkungan (Michalke dan Schramel, 1999), spesiasi Mn (Michalke, 2004), serta spesiasi Cr dan Co (Carbonaro dan Stone, 2005).
Pemisahan multidimensional dalam analisis spesiasi juga telah banyak diaplikasikan dalam mempelajari spesi suatu unsur. Kelompok peneliti dari Institut Kimia Analitik Bio-Anorganik, Pau, Prancis telah melakukan analisis spesiasi nikel dalam getah pohon hiperakumulasi Sebertia acuminata dengan menggunakan HPLC dan CZE dan pendeteksian ICP MS dan ESI MS/MS (Schaumlöffel dkk., 2003). Pertama getah pohon dilarutkan dalam air. Kemudian, dua metode pemisahan yaitu SEC dan CZE dilakukan untuk mengisolasi kompleks Ni. Kolom yang digunakan pada SEC adalah Superdex peptida HR 10/30 dengan range pemisahan antara 100 – 7000 Da. Fasa bergerak adalah 5 mM buffer amonium asetat pH 6,8. analit yang terelusi dideteksi dengan detektor UV dan ICP MS. Metode CZE diaplikasikan sebagai komplementer pemisahan sebelumnya untuk membuktikan keberadaan nikel sitrat. Kompleks nikel tersebut dianalisis lebih lanjut menggunakan ESI MS untuk menentukan struktur molekulnya. Sebagai hasil penelitian, gabungan teknik ini telah berhasil
33
mengisolasi 6 spesi Ni. Selain itu, diperoleh juga informasi bahwa kompleks Ni dengan berat molekul 360 diduga mengandung 3 gugus karboksil dan satu gugus amino. II.7 Validasi Metode Analisis Kontrol kualitas dan validasi metode analisis yang digunakan merupakan bagian esensial dalam analisis spesiasi. Validasi metode tersebut meliputi proses pengambilan sampel, penanganan dan efek matriks sampel, proses kalibrasi dan penambahan standar, estimasi presisi, batas deteksi dan penggunaan standar material rujukan jika memungkinkan (Thompson dkk., 2002). Sampai saat ini belum ada standar material untuk cairan floem, sehingga standar material yang digunakan hanyalah dari bagian lain tanaman seperti daun dan ranting.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara total Mg, Ca, Mn, Zn, Mo, dan Cd dalam sampel rujukan standar menggunakan metoda destruksi microwave
tertutup
dan
pendeteksian
selektif
unsur
ICP-QMS
yang
dikembangkan dengan nilai tersertifikasi sampel rujukan standar dilakukan uji statistik T-tes satu sampel. Prosedur T-tes satu sampel menguji apakah rata-rata sampel dari satu variabel X berbeda dari suatu konstanta tertentu μ 0 . Sampel harus diambil secara acak dan data berdistribusi normal (Bhattacharya dan Johnson, 1977; Moore, 1995; Moore dan McCabe, 1998). Langkah-langkah dalam pengujian satu sampel t-test adalah (1) merumuskan hipotesis, (2) menentukan tingkat signifikansi alpha (α ) ; (3) Menghitung uji statistik, (4) Menentukan nilai t tabel
(output komputer), dan (5) mengambil kesimpulan.
34