BAB III PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA

Download PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH AL-. MA'MUN. A. Gerakan Penerjemahan. 1. Munculnya Gerakan Penerjemahan. Al-Ma'mun ...

0 downloads 673 Views 118KB Size
BAB III PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH ALMA’MUN A. Gerakan Penerjemahan 1. Munculnya Gerakan Penerjemahan Al-Ma’mun sebagai pengganti Khalifah Harun ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta akan ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahanya, penerjemahan buku-buku asing semakin banyak. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli.1 Gerakan penerjemahan tumbuh di bawah kekhalifahan Abbasiyah yang menggantikan Umayyah pada pertengahan abad ke delapan. Pemindahan ibu kota dari Syiria ke Irak telah memperkuat pengaruh orang-orang Timur Tengah dan melemahkan pengaruh Laut Tengah. Ketika kerajaan Bizantium dikalahkan oleh pemerintahan Islam yang dipimpinnya, sang khalifah memilih untuk menempuh jalur damai. Tak ada penjarahan terhadap kekayaan intelektual Bizantium, seperti yang dilakukan peradaban Barat ketika menguasai dunia Islam. Al-Ma’mun secara baik-baik meminta sebuah kopian almagest atau al-Kitabul-I-

1

Husayn Ahmad Amin, Sejarah Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1995),

h. 65

41

42

Mijisti (sebuah risalah tentang matematika dan astronomi yang ditulis Ptolemeus pada abad ke dua) kepada raja Bizantium.2 Hunayn ibn Ishaq (194-259/809-873 M) seorang Kristen keturunan Nestoria3 akrab dengan ilmu kedokteran dan dia menjadi dokter istana khalifah sekaligus guru kedokteran di Baghdad. Dia keliling wilayah Imperium Byzantium untuk mengumpulkan manuskrip dari karya keilmuan dan filsafat. Setelah memperoleh manuskrip tersebut kemudian menerjemahkan hasil tersebut dengan melibatkan tim termasuk anaknya Ishaq, kemenakannya Hubaish, dan sarjana muda potensial. Demikian pula Jabir ibn Hayyan (721-815 M) dari Tarsus memusatkan diri dalam ilmu kimia dengan cara menerjemahkan buku-buku Persia dan Yunani ke dalam bahasa Arab.4 Penulis berpendapat salah satu kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan ini adalah kebijakan al-Ma’mun akan perlunya paham multikulturalisme, bahwa tidak adanya batasan baik itu agama, golongan ataupun

siapapun

yang

mempermasalahkan

perbedaan. Sehingga

memberi kebebasan untuk memperoleh ilmu dan membuat karya sehingga menjadi ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.

2

As-Suyuthi, Tarikh Khulafa Sejarah Para Penguasa Islam, http://id.wikipedia.org, 17: 05, 03-04-2016 3 Nestoria adalah cabang agama Kristen yang memisahkan diri dari induk gereja setelah terjadi persengketaan dewan di Ephesus pada tahun 431 M yang menimbulkan perlawanan Uskup Alexandria, St. Chyril terhadap pandangan Nestorius di Constatinopel 4 Husayn Ahmad Amin, Op. Cit., h. 67

43

B. Optimalisai Kegiatan Pendidikan (Belajar Mengajar) Dalam proses kegiatan belajar mengajar telah banyak mengundang perhatian para ahli baik di Barat maupun di Timur. Bahkan kegiatan intelektual ini berjalan terus diseluruh wilayah Negara Islam sampai abad ke 12, hal ini sama sekali tidak terpengaruh oleh kondisi keadaan negara, dengan kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam kerajaan Abbasiyah dan terpecahpecahnya kerajaan tersebut ke dalam beberapa negara kecil yang kemudian berdiri sendiri. Hal ini tidak lain, dimungkinkan oleh karena para sultan yang ada selalu terus memacu, memberi motivasi, dorongan terhadap para ulama dan pelajar yang merantau dari satu negeri ke negeri yang lain untuk berdiskusi, bertukar pikiran dan mengumpulkan berbagai macam ilmu pengetahuan.5 Sehingga pendidikan saat itu turut mengalami perkembangan cukup baik pada masa tersebut antara lain: a. Kurikulum Dilihat dari pengertian kurikulum menurut Ahmad Tafsir adalah sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa, lebih luasnya lagi kurikulum bukan hanya sekedar rencana mata pelajaran, akan tetapi semua yang secara nyata terjadi dalam proses

5

h. 20

Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),

44

pembelajaran.6

Kurikulum

pada

masa

Islam

klasik

ataupun

pertengahan sangat berbeda dengan kurikulum pada saat sekarang ini. Yang kita lihat sekarang ini, siswa dituntut untuk mempelajari sejumlah bidang studi yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan. Disamping itu siswa juga diwajibkan untuk mengikuti serangkaian kegiatan sekolah yang dapat memberikan pengalaman belajar. Pada masa al-Ma’mun ada materi pelajaran yang bersifat wajib khusus untuk keagamaan dan ada yang bersifat pilihan khusus untuk umum, materi pendidikan ini berbeda dengan materi tingkat dasar pada masa sekarang.7 Sehingga penulis berpendapat dengan adanya kurikulum seperti ini, yang ikut serta dalam proses pembelajaran tidak hanya orang yang beragama Islam, melainkan agama lain seperti Kristen bisa ikut belajar dengan mengambil kelas pilihan dan mengambil materi pilihan. b. Metode Pengajaran Metode pengajaran merupakan salah satu aspek pengajaran yang penting dalam mentransfer pengetahuan atau budaya dari seorang guru kepada muridnya. Bahwa pengertian mengenai metode adalah

6

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Prespektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1992), h. 53 7 Suwito, Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), Cet 3, h. 15

45

cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau secara kelompok.8 Metode pembelajaran pada masa alMa’mun dikelompokkan atas tiga lisan, hafalan, dan tulisan. Metode lisan bisa saja berupa dikte, ceramah, qira’ah, dan diskusi. Yang dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh guru dan murid.9 Pandangan penulis bahwa metode pembelajaran masa alMa’mun tidak jauh berbeda dengan masa sekarang dan bahkan masa sekarang lebih dikembangkan lagi menjadi banyaknya metode. Namun kenapa pada masa Abbasiyah metode ini sangat berpengaruh kepada murid, itu dikarenakan faktor kesungguhan baik itu guru dan muridnya. c. Murid Mempelajari kehidupan murid pada masa itu dapat dibedakan antara murid sekolah di tingkat dasar dan murid sekolah di tingkat tinggi, belajar disekolah tingkat dasar tidak ditentukan lamanya, melainkan bergantung kepada seberapa besar kemampuan seberapa besar anak-anak untuk mengikuti atau menyerap pelajaran yang

8

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 52 9 Asma Hasan Fahmi, Op. Cit., h. 24-28

46

diberikan oleh guru-gurunya.10 Pada masa al-Ma’mun pengajaran diberikan langsung kepada murid-murid, satu persatu. Pelajran diberikan dengan cara dibacakan oleh guru dan diulang-ulang membacanya oleh murid, atau murid disuruh menyalin dari buku yang telah ditulis guru dengan tangan.11 Murid tidak memilih sekolah yang baik melainkan memilih guru yang termashur kealimannya dan kesalehannya. Murid bebas memilih guru. Kalau pelajaran guru tidak memuaskan baginya boleh pindah ke halaqah guru yang lain.12 Penulis berpandangan

bahwa cara belajar pada masa

kekhalifahan al-Ma’mun yaitu dengan memberi kebebasan ke pada murid untuk memilih guru, sehingga murid bisa langsung bertatap muka dalam proses belajar, sama halnya dengan privat pada masa sekarang. d. Guru Diantara ciri khas pendidikan Islam pada saat itu adalah pendidikan yang berpusat pada guru. Jadi kualitas pendidikan pada saat itu bergantung kepada guru, bukan kepada lembaga. Oleh karena itu, murid-murid bebas untuk memilih mengikuti pelajaran yang

10

Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, (Bandung: Angkasa, 2004). Cet 1, h. 155 11 Suwito, Fauzan, Op. Cit., h. 59 12 Mahmud Yunus, Op. Cit, h. 60-61

47

mereka kehendaki, dan mereka tidak mesti belajar di tempat tertentu saja. Baik pada masa al-Ma’mun dan masa sebelumnya guru akan mengajar anak didiknya dengan rendah hati, jika guru menemui anak didiknya berbuat salah, maka guru akan menegurnya dengan lemah lembut tidak dengan kasar. Jika guru sudah tidak mampu menguasai keadaan, maka akan dengan

terpaksa melakukannya.13 Guru

memberikan pelajran kepada semua murid yang hadir. Guru memulai dengan membaca Basmallah dan memuji Allah serta shalawat kepada Rasulullah SAW, baru kemudian memulai pelajaran.14 Jika guru mengajarkan ilmu dari kitab yang telah dituliskan dengan tangan, maka tiap-tiap pelajar harus mempunyai satu naskah kitab itu. Mula-mula guru membaca satu pasal dari kitab itu sebelum mengajarkannya kepada murid sebagai persiapan. Kemudian guru mulai membaca kitab dan pelajar mendengarkan dengan penuh perhatian, serta melihat kepada naskah kitab yang menjadi pegangan mereka. Sewaktu-waktu guru berhenti membaca untuk menerangkan kata-kata yang sulit. Lalu pelajar mencatat penjelasan guru tersebut, keterangan guru amat penting terutama keterangan dari ulama besar.15 Penulis berpendapat bahwa pembelajaran yang dilakukan pada masa al-Ma’mun ini yaitu guru sangatlah sungguh-sungguh dalam 13

Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalimah, 1999), h. 82 Suwito, Fauzan, Op. Cit., h. 60 15 Mahmud Yunus, Op. Cit., h. 62 14

48

memberikan ilmunya, dan selalu teliti serta disiplin dalam mengajar. Sehingga pembelajaran langsung melalui guru itu sendiri atau syekh yang mempuni dalam ilmunya, serta memberikan motivasi yang kuat kepada seorang murid atau mahasiswa.