PROSES PEMBUATAN ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) DARI LIMBAH INDUSTRI Tuti Indah Sari, Anita Amalia K., Rahmawati Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Pemanfaatan limbah industri kayu, pertanian dan sisa hasil pembakaran agar memiliki nilai guna, ekonomis, dan tidak mencemari lingkungan adalah dengan mengkonversikannya dalam bentuk asap cair melalui proses pirolisis dengan variasi temperatur pembakaran 250 0C, 300 0C, dan 350 0C selama 4 jam. Pemurnian asap cair dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan produk asap cair yang baik dan sesuai dengan standar grade yang ditetapkan. Dua metoda yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : yang pertama melalui proses filtrasi untuk mengendapkan rendemen dan kotoran-kotoran, yang kedua melalui proses destilasi pada temperatur 200 0C untuk mendapatkan grade sekaligus meminimalkan kandungan tar yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Destilat asap cair yang dihasilkan dari kedua metoda tersebut dan dari masing-masing sampel dengan temperatur yang berbeda dilakukan analisa terhadap kadar asam dan aplikasinya dalam mengawetkan bahan makanan. Kadar asam, potensi antimikrobia, antioksidan, dan pencoklatan akan semakin meningkat dengan dengan semakin meningkatnya temperatur pirolisis. Sedangkan, pada distilat hasil destilasi terjadi penurunan kadar asam, antimikrobia dan antioksidannya namun didapatkan produk asap cair dengan warna larutan bening dan sesuai dengan grade yang diharapkan.
I. PENDAHULUAN Asap cair atau liquid smoke sudah umum digunakan untuk menggantikan pengasapan tradisional dan sudah diproduksi secara komersial. Komponen asap terutama berfungsi untuk memberi cita rasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan, dan berperan dalam pengawetan dengan bertindak sebagai antibakteri dan antioksidan (Wulandari dkk, 1999). Asap telah diketahui memiliki sifat antioksidan dan antibakteri disamping sifat-sifat lain seperti merubah tekstur pada produk olahan (daging, ikan) dan merubah kualitas nutrisi pada produk olahan (Maga, 1987). Sifat antioksidan dan antimikroba terutama diperoleh dari senyawasenyawa fenol yang merupakan salah satu komponen aktif dalam asap cair selain karbonil, keton, aldehid, asam-asam, lakton, alkohol, furan, dan ester. Salah satu cara membuat asap cair yaitu dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu atau tempurung kelapa. Selama pembakaran, komponen utama dari kayu dan tempurung kelapa yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin akan mengalami pirolisa menghasilkan bermacam-
44
macam senyawa. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses reaksi yaitu, dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisa adalah : penghilangan air dari kayu atau tempurung kelapa pada suhu 25 – 200 0C, pirolisa hemiselulosa pada suhu 200 – 250 0C, pirolisa selulosa pada suhu 280 – 320 0C dan pirolisa lignin pada suhu 400 0C. Asap cair dapat difraksinasi untuk mendapatkan sifat fungsional yang diinginkan. Salah satu cara fraksinasi yang dapat dilakukan adalah dengan destilasi asap cair. Menurut Gorbatov, dkk (1971) dalam Purnama Darmadji (2003) proses distilasi asap cair juga dapat menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan yaitu senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatik. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan produk asap cair dengan grade yang tinggi melalui proses pemurnian dengan cara destilasi asap cair dari serbuk kayu tembesu dan tempurung kelapa.
Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 16, April 2009
II. METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kayu tembesu dan tempurung kelapa yang dipirolisis sehingga menghasilkan asap cair dengan variasi temperatur pembakaran 250 0C, 300 0C dan 350 0C. Bahan lain yang digunakan yaitu NaOH, indikator fenolphtalein dan aquadest untuk analisa kadar asam. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pirolisator, alat distilasi yang dilengkapi pengatur suhu, penangas oil, dan peralatan untuk titrasi.
tidak ada lagi sampel yang menguap. Hasil distilasi ditampung dalam labu erlenmeyer dan tampak perubahan warna dari kecoklatan menjadi bening atau kekuningan.
Cara Penelitian Bahan baku berupa serbuk kayu dan tempurung kelapa masing-masing dimasukkan kedalam alat pirolisator kemudian dibakar sampai tercapai temperatur pembakaran yang diinginkan. Proses pembakaran dilakukan selama waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, asap yang dihasilkan dari proses pembakaran ini dialirkan melalui rangkaian alat kondenser yang berfungsi untuk mengubah asap dari fase gas menjadi fase liquid dengan cara mengalirkan asap disepanjang pipa kondenser yang juga dilewati oleh air pendingin. Asap cair yang terbentuk ditampung pada labu erlenmeyer yang diletakkan pada bagian bawah kondenser. Produk asap cair yang didapatkan memiliki warna kecoklatan dan kekentalan yang berbeda untuk tiap perbedaan temperatur yang dilakukan selama proses pirolisis. Proses selanjutnya adalah memurnikan produk asap cair yang didapat dengan beberapa metode pemurnian.
Parameter Sensori Produk asap cair diuji coba pada pengawetan ikan bandeng. Sampel ikan direndam dalam asap cair dalam waktu beberapa menit kemudian disimpan dalam tempat tertutup. Selanjutnya, sampel ikan diuji secara sensori meliputi kenampakan secara keseluruhan, aroma, warna, tekstur, dan rasa.
Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 16, April 2009
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama Proses Pembuatan Hasil penelitian (disajikan dalam gambar 1) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan volume produk asap cair yang dihasilkan seiring dengan meningkatnya temperatur pembakaran. Volume asap cair dari sampel tempurung kelapa lebih banyak dibandingkan volume asap cair dari serbuk kayu. Hal ini disebabkan karena tempurung kelapa terbakar lebih lama dibandingkan serbuk kayu, sehingga asap yang dihasilkan pun lebih banyak. 210 181,83
180 Volume Asap Cair (ml)
Pemurnian Produk Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk memurnikan produk asap cair yang dihasilkan, yaitu dengan metode filtrasi dan metode distilasi. a). Metode Filtrasi Produk asap cair dimurnikan dengan cara disaring menggunakan kertas saring dan ditambah kapas agar hasil penyaringan lebih sempurna. Penyaring ini menghasilkan produk akhir yang lebih bersih dan jernih dibandingkan sebelumnya. Akan tetapi warna produk belum berubah sempurna dan masih berwarna kecoklatan. b). Metode Distilasi Pada proses distilasi, asap cair dipanaskan di dalam labu destilat selama lebih kurang 2 jam dengan temperatur 200 0C sampai
Analisis Kandungan Produk Asap Cair Kandungan asap cair dapat dianalisa secara titrasi dan kromatografi. Proses titrasi berfungsi untuk menganalisa kandungan asam dalam asap cair, sedangkan komponenkomponen penyusun asap cair seperti fenol dan derifatnya, formaldehid, dan komponen lainnya dapat dianalisa secara kromatografi menggunakan peralatan GC.
150 120
116,7 109,67
90
83,3
60 52 40
30 200
220
240
260
280
300
320
340
360
380
400
Temperatur (C) Serbuk Kayu
Tempurung Kelapa
Gambar 1. Grafik hubungan temperatur (0C) dengan volume asap cair (ml)
45
800
B e ra t A ra n g (g r )
659,17
600 400
517,59
506,16
238
229
380,23
200 0 200
220
240
260
280
300
320
340
360
380
400
Temperatur (C) Tempurung Kelapa
Serbuk Kayu
Gambar 2. Grafik hubungan antara temperatur (0C) dengan berat arang (gr) Selama Proses Pemurnian Dari produk asap cair yang didapatkan untuk masing-masing sampel dengan temperatur yang berbeda, selanjutnya dilakukan proses pemurnian produk dan analisa kadar asam untuk mendapatkan grade atau kualitas asap cair yang baik. Untuk proses permunian, dilakukan terhadap 46
asap cair dengan temperatur pirolisa 350 0C, melalui 2 cara yaitu filtrasi menggunakan kertas saring, dan destilasi. K o n s e n tr a s i A s a m (% )
Meningkatnya temperatur pirolisis, menyebabkan semakin besar pula unsur-unsur dalam serbuk kayu maupun tempurung kelapa yang terurai dan terkondensasikan dalam bentuk asap cair. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna dari larutan yang dihasilkan. Semakin tinggi temperatur pirolisa, maka warna yang dihasilkan semakin pekat. Hal ini terbukti dengan perubahan warna asap cair serbuk kayu dari kuning keruh pada temperatur 250 0C menjadi coklat muda pada temperatur 300 0C, dan menjadi semakin pekat (coklat tua) pada temperatur 350 0C. Perubahan warna ini disebabkan karena semakin banyaknya senyawasenyawa kimia yang terurai. Berat arang yang berasal dari sisa pirolisis serbuk kayu dan tempurung kelapa juga berbeda. Perbedaan ini dapat dilihat pada gambar 2. Dengan semakin meningkatnya temperatur, maka arang yang dihasilkan semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena tingginya temperatur mengakibatkan semakin banyaknya jumlah serbuk kayu dan tempurung kelapa yang terbakar. Arang dari serbuk kayu lebih sedikit dibandingkan tempurung kelapa dikarenakan serbuk kayu lebih cepat dan lebih mudah terbakar karena memiliki tekstur luar yang lebih lunak dibandingkan tempurung kelapa.
18 15 13,2
12 9,6
9 7,2
6
9
7,2
4,8
3 0 200
220
240
260
280
300
320
340
360
380
400
Temperatur (C) Serbuk Kayu
Tempurung Kelapa
Gambar 3. Grafik antara temperature (0C) dengan konsentrasi asam (%)
Dari gambar 3 yang disajikan didapatkan bahwa kadar asam asap cair juga semakin meningkat dengan meningkatnya temperatur pirolisis. Kadar asam ini juga berbeda untuk bahan baku serbuk kayu dan tempurung kelapa. Konsentrasi asam serbuk kayu tembesu lebih besar dari pada tempurung kelapa. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan senyawa-senyawa yang terkandung dalam masing-masing bahan tersebut. Tingginya temperatur pirolisis, meyebabkan semakin besar panas yang diberikan untuk memanaskan bahan baku sehingga semakin banyak pula selulosa didalam serbuk kayu dan tempurung kelapa yang terurai membentuk fraksi asam. Kualitas produk yang sesuai dengan standar industri didapatkan melalui proses distilasi. Untuk asap cair dari serbuk kayu didapatkan produk dengan kategori grade pertama, yaitu berwarna bening dan aroma tidak kuat. Sedangkan untuk asap cair dari tempurung kelapa didapatkan produk akhir dengan kategori grade kedua, yaitu berwarna bening kekuningan dengan aroma yang kurang kuat. Akan tetapi, tingkat kadar asam menurun untuk sampel yang dimurnikan dengan metode distilasi ini. Hal tersebut mungkin disebabkan karena banyak fraksi asam yang hilang atau terkondensasi selama proses destilasi berlangsung, sehingga metode pemurnian ini kurang efektif digunakan untuk mendapatkan produk asap cair yang baik.
Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 16, April 2009
K e a w e ta n P r o d u k (h a r i )
Selama Proses Analisis Mutu Dari gambar 4, pengawetan ikan menggunakan asap cair paling efektif pada temperatur pirolisis 300 0C. Pada temperatur ini ikan dapat awet lebih lama. Hal ini disebabkan karena pada temperatur tersebut kandungan fenol paling banyak terkondensasi dalam bentuk asap cair. Apabila temperatur terus dinaikkan, maka abu hasil pembakaran dan asam-asam organik lainnya juga ikut terkondensasi sehingga tidak optimal lagi bila gunakan untuk mengawetkan makanan. Sedangkan pada pengawetan ikan mengunakan asap cair hasil destilasi hasilnya kurang efektif dan hanya bisa bertahan selama lebih kurang 6 hari. Hal ini disebabkan karena pada saat proses destilasi hanya sebagian komponen asap cair yang menjadi destilat dan dapat dipakai sebagai bahan pengawet.
18
9
13 11
6
9
8 6
3 0 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 Temperatur (C) Serbuk Kayu
0
C
DAFTAR PUSTAKA Akhirudin. 2006. Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Pengganti Formalin. Diakses pada 9 Juli 2007 dari http:/
[email protected] Amida, Mutia. 2006. Pengaruh Temperatur Pirolisa Terhadap Derajat Keasaman (pH) dalam Asap Cair Limbah Serbuk Kayu Gergajian. Diakses pada 16 Agustus 2007 dari http:/
[email protected] BAPPEDA. 2007. Asap Cair Pengganti bahan Pengawet Formalin. Diakses pada 27 Agustus 2007 dari http:/www.probolinggokab.go.id Fessenden, R.J and Fessenden, J.S. 1999. Kimia Organik. Erlangga : Jakarta
15 12
cair dengan temperatur pirolisis 350 dengan bahan baku tempurung kelapa.
Fitri
dan Violin, Intan. 2006. proses Pembuatan Asap Cair dari Serbuk Kayu tembesu dan kayu Gelam. Unsri : Palembang
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. Erlangga : Jakarta
Tempurung Kelapa
Gambar 4. Grafik antara Temperatur dengan Keawetan Produk (hari)
V. KESIMPULAN Semakin tinggi temperatur pirolisis yang digunakan maka semakin tinggi pula volume dan konsentrasi asam asap cair yang dihasilkan.Sedangkan volume asap cair dan konsentrasi asam asap cair dari serbuk kayu tembesu lebih besar dibandingkan volume dan konsentrasi asam asap cair dari tempurung kelapa. Untuk mendapatkan produk asap cair yang berkualitas stándar industri, maka dilakukan proses pemurnian produk dengan metode destilasi. Hasil terbaik pada penelitian ini, yaitu asap cair yang dihasilkan pada temperatur 300 0C dengan bahan baku serbuk kayu. Sedangkan volume terbanyak diperoleh pada produk asap
Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 16, April 2009
Sudaryono. 2006. Bahan Pengawet Makanan dari Asap Cair Tempurung Kelapa. Diakses pada 27 Agustus 2007 dari http:/www.shop.indosiar.com/. Susanti, MT, dkk. 2007. Produksi Ikan Asap Tradisional dengan Asap Cair . diakses pada 5 Agustus dari ikan asap.htm Yogi. 2007. Ikan Sebagai Bahan Uji Coba. Diakses pada 9 Juli 2007 dari http:/
[email protected] Zaman, M. 2002. Pengaruh Temperatur Pirolisa Terhadap Kadar Fenol dalam Asap Cair Tempurung Kelapa dari Limbah Potongan kayu. Politeknik Sriwijaya: Palembang.
47