EFISIENSI PRODUKSI DAN PERILAKU PETANI TERHADAP RISIKO PRODUKTIVITAS

Download 7 Nov 2007 ... menyebabkan petani dihadapkan pada risiko produktivitas dan ...... untuk mampu membuat pengukuran efisiensi aktual; (3) Jika...

1 downloads 631 Views 4MB Size
EFISIENSI PRODUKSI DAN PERILAKU PETANI TERHADAP RISIKO PRODUKTIVITAS CABAI MERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

DISERTASI

SAPTANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul “EFISIENSI PRODUKSI DAN PERILAKU PETANI TERHADAP RISIKO PRODUKTIVITAS CABAI MERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2011

SAPTANA NRP. H 361060151

ABSTRACT SAPTANA. Production Efficiency and Farmers’ Behavior on Productivity Risk of Red Chili in the Central Java Province (ARIEF DARYANTO as Chairman, HENY K. DARYANTO and KUNTJORO as Members of the Advisory Committee). Red chili is considered to have high economic-value. Some of main problems in red chili farm business in the Central Java Province are the decrease of harvested area, low yield, fluctuating production, and unstable selling price. This study aims to analyze technical, allocative, and economic efficiencies, and farmers’ behavior that deals with the risks of yield and selling price. The model that used to estimate productitvity, productivity risk, and inefficiency function of the translog production functions frontier model with error heroscedastic. Average value of technical efficiency (TE) of large cayenne pepper and red chilli pepper are 0.84 and 0.93, respectively. The estimation results of allocative efficiency (AE) of farm large cayenne pepper and red chilli pepper are 0.61 and 0.61, respectively. The estimation results of economic efficiency (EE) of large cayenne pepper and red chilli pepper 0.51 and 0.57, respectively. Several socio-economic factors that affect the decrease of technical inefficiency of red chili are : (1) ratio of farm size of large red chili farming to total land area, (2) ratio of income from red chili farming to the total income of the households, (3) total household income, (4) formal education of household head, and (5) experience of household head in red chilli pepper farming. The large cayenne pepper farmers’ behavior on yield is risk neutral, while their behavior on selling price was risk averse. The farmers behavior of red chili pepper on the risk of yield was risk neutral, but the farmers’ behavior on selling price was risk takers. Policy implications to improve the efficiency of production and encourage farmers to become risk takers as the following : (1) at the available technology, the efforts focused on increasing TE which target farmer groups with low to moderate TE, (2) optimizing the use of production inputs, (3) agricultural extension especially red chili commodity must be truly innovative and specific-location, (4) the transformation of factor-driven to investment-driven, and then to farm innovation-driven, and (5) institutional strengthening of farmer groups, build institutional partnerships business, and develop agricultural insurance. Key words : technical efficiency, alocative efficiency, productivity risk, stochastic frontier, large cayenne pepper, red chili peppers

RINGKASAN SAPTANA. Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani terhadap Risiko Produktivitas Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah (ARIEF DARYANTO sebagai Ketua, HENY K. DARYANTO dan KUNTJORO sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Komoditas cabai merah tergolong komoditas bernilai ekonomi tinggi, merupakan komoditas unggulan, dan menduduki posisi penting dalam menu masakan penduduk Indonesia. Beberapa masalah pokok dalam pengembangan komoditas cabai merah khususnya cabai merah besar dan cabai merah keriting di Provinsi Jawa Tengah mencakup penurunan luas areal panen, produktivitas rendah, produksi tidak stabil, serta harga berfluktuasi. Kondisi tersebut menyebabkan petani dihadapkan pada risiko produktivitas dan harga yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan menganalisis efisiensi produksi dan perilaku petani dalam menghadapi risiko produktivitas. Spesifikasi model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produktivitas, risiko produktivitas dan inefisiensi dengan menggunakan fungsi produksi translog stokastik frontier dengan struktur variabel acak heterokedastisitas. Model Kumbhakar diadopsi untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas, risiko produktivitas, dan inefisiensi serta perilaku petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dalam menghadapi risiko produktivitas. Untuk mengestimasi perilaku petani terhadap risiko harga digunakan fungsi utilitas kuadratik. Analisis strategi manajemen risiko baik produksi maupun harga dilakukan secara deskriptif. Hasil estimasi nilai elastisitas dengan Stochastic Production Frontier (SPF) dengan fungsi produktivitas translog menunjukkan faktor produksi yang berpengaruh secara positif terhadap produktivitas cabai merah besar adalah penggunaan benih, pupuk N, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, serta tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dengan fungsi produksi yang sama, hasil estimasi nilai elastisitas cabai merah keriting menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produktivitas cabai merah keriting adalah penggunaan benih, pupuk N, pupuk P2O5, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, serta TKDK dan TKLK. Rata-rata nilai efisiensi teknis (TE) dengan fungsi produksi translog stokastif frontier dengan struktur heterokedastisitas masing-masing untuk cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah 0.84 dan 0.93. Hasil perhitungan efisiensi alokatif (AE) usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting masing-masing sebesar 0.61 dan 0.61. Hasil estimasi nilai efisiensi ekonomi (EE) usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting masing-masing sebesar 0.51 dan 0.57. Nilai TE tergolong tinggi, sedangkan nilai AE dan EE tersebut tergolong moderat. Beberapa faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh nyata dalam menurunkan in-efisiensi teknis usahatani cabai merah besar adalah variabel rasio luas lahan garapan usahatani cabai merah besar terhadap total lahan garapan dan variabel rasio pendapatan dari usahatani cabai merah besar terhadap pendapatan total rumah tangga petani. Variabel dummy yang berpengaruh menurunkan

inefisiensi teknis adalah dummy pengetahuan teknologi budidaya, akses ke pasar input, akses ke pasar output, keanggotaan kelompok tani, dan variabel dummy perlakuan pasca panen. Sementara itu variabel dummy yang berpengaruh secara positip dan nyata terhadap inefisiensi teknis adalah variabel dummy akses ke sumber kredit. Faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting adalah variabel total luas lahan garapan usahatani cabai merah keriting, rasio luas lahan garapan usahatani cabai merah keriting terhadap total luas lahan garapan, pendapatan total rumah tangga petani, pendidikan formal KK, dan variabel pengalaman KK. Terdapat lima input produksi yang berpengaruh positip terhadap risiko produktivitas usahatani cabai merah besar, yaitu : benih, pupuk N, pupuk K2O, PPC/ZPT, dan TKLK. Hal ini menunjukkan input-input produksi tersebut bersifat meningkatkan risiko produktivitas. Sementara itu, terdapat lima faktor produksi yang berpengaruh secara negatif terhadap risiko produktivitas cabai merah besar, yaitu : pupuk P2O5, pupuk organik/kandang, kapur, pestisida/fungisida dan TKDK. Input-input produksi tersebut bersifat menurunkan risiko produktivitas. Terdapat sembilan faktor produksi yang berpengaruh secara positip dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting, yaitu : benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, serta dan TKDK dan TKLK. Artinya input-input produksi tersebut bersifat meningkatkan risiko produktivitas. Sementara itu, hanya ada satu faktor produksi yang berpengaruh negatif terhadap risiko produktivitas, yaitu pestisida/fungisida. Penambahan penggunaan pestisida/ fungisida bersifat menurunkan risiko produktivitas. Secara umum perilaku petani cabai merah besar terhadap risiko produktivitas adalah netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral), sedangkan terhadap risiko harga adalah bersifat menghindari risiko harga (risk averse). Bagi petani cabai merah besar variasi produktivitas tidak mempengaruhi keputusan dalam usahatani, sedangkan variasi harga output yang diharapkan mempengaruhi keputusan dalam usahatani. Perilaku petani cabai merah keriting terhadap risiko produktivitas adalah netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral), sedangkan terhadap risiko harga output bersifat berani mengambil risiko (risk taker). Bagi petani cabai merah keriting, selama masih memberikan keuntungan maka petani akan terus mengusahakan usahatani cabai merah keriting. Semakin tinggi keberanian petani mengambil risiko produktivitas semakin tinggi alokasi penggunaan input produksi dan produktivitas yang dicapai. Strategi manajemen risiko produksi ex ante yang dilakukan petani adalah dengan mengadopsi pola tanam yang memasukkan komoditas cabai merah besar dan cabai merah keriting. Strategi manajemen risiko produksi interaktif (interactive) dilaksanakan melalui penggunaan masukan yang cenderung berlebih (overuse) untuk bibit (cabai merah besar), pupuk P2O5 (cabai merah besar), pupuk K2O (cabai merah keriting), serta kapur dan pestisida (cabai merah besar dan cabai merah keriting). Strategi risiko produksi ex post, jika terjadi kegagalan usahatani, petani cenderung memilih menggunakan pendapatan dari usahatani lainnya, mengambil tabungan, menjual sebagian aset, serta meminjam dari pihak lain.

Implikasi kebijakan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mereduksi perilaku petani menghindari risiko produktivitas dan harga adalah : (1) Peningkatan produktivitas secara nyata hanya dapat dilakukan dengan inovasi teknologi baru dan adaptasinya di tingkat petani pengguna, (2) Upaya peningkatan efisiensi teknis cabai merah dapat dilakukan pada kelompok sasaran dengan nilai TE moderat dengan menggunakan materi penyuluhan yang inovatif dan kegiatan penyuluhan dengan pendekatan partisipatif, (3) Untuk mendukung peningkatan efisiensi alokatif (AE) pada usahatani cabai merah dilakukan melalui alokasi penggunaan faktor produksi secara lebif efisien, memperbaiki struktur pasar input dan output, serta kebijakan insentif, (4) Upaya menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah dapat dilakukan dengan meningkatkan luas lahan garapan usahatani, meningkatkan sumber-sumber pendapatan baru, meningkatkan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial petani, meningkatkan akses petani terhadap pasar input dan output, serta mendorong petani melakukan kegiatan penaganan pasca panen, (5) Untuk mendorong petani cabai merah berperilaku berani mengambil risiko produktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi budidaya rekomendasi, diversifikasi, rotasi tanaman, pengembangan infrastruktur pertanian, konsolidasi kelembagaan petani, dan pengembangan asuransi pertanian, dan (6) Upaya mendorong petani cabai merah untuk berperilaku berani mengambil risiko harga dapat dilakukan melalui strategi kemitraan usaha, memperbaiki sistem kontrak secara adil, dan mekanisme penegakan kontrak. Kata Kunci : efisiensi teknis, efisiensi alokatif, risiko produktivitas, stokastik frontier, cabai merah besar, cabai merah keriting

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah. b) Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

EFISIENSI PRODUKSI DAN PERILAKU PETANI TERHADAP RISIKO PRODUKTIVITAS CABAI MERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh : SAPTANA NRP. H. 361 060 151

Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M. Ec. Staf Pengajar pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Harianto, MS Staf Pengajar pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. Muchjidin Rachmat, MS Peneliti Utama pada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Judul Disertasi

: Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani terhadap Risiko Produktivitas Cabai Merah di Provinsi di Jawa Tengah

Nama

: Saptana

NRP

: H 361060151

Program Studi

: Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui:

Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc Ketua

Dr. Ir. Heny K. Daryanto, MEc Anggota

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian : 28-Juni 2011

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tangal 6 Februari 1962 dari pasangan Bapak Sardjosriyono dan Ibu Sriyatun. Penulis beristrikan Dra. Nanik Hidayati dan dikarunia tiga orang anak yang bernama Atika Dyah Perwita, Atika Dian Pitaloka, dan Adetya Ni’am Saksama. Pendidikan penulis sejak dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di selesaikan di Kabupaten Klaten, yaitu masing-masing SD Negeri Gatak, SMP Negeri Kemalang, dan SMA Muhammadiyah I Klaten. Pada tahun 1982 penulis melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor, Jurusan IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian (SOSEK), Program Studi Agribisnis dan lulus pada tahun 1987. Pada tahun 1989 penulis bekerja sebagai peneliti pada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (PSE), yang sekarang bernama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Pada Tahun 1996 penulis memiliki jabatan fungsional sebagai Ajun Peneliti Muda.

Kemudian pada tahun 1996 penulis

melanjutkan jenjang pendidikan Magister di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas biaya sendiri dan lulus pada tahun 1999.

Pada tahun 1999-2001 memiliki jabatan fungsional

sebagai Peneliti Muda, kemudian pada tahun 2002-2004 sebagai Peneliti Madya, selanjutnya pada tahun 2005 sebagai Ahli Peneliti Muda.

Pada tahun 2006 hingga kini penulis menjadi Peneliti Utama bidang Sosial Ekonomi Pertanian pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Pada September, tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan mendapat beasiswa dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Selanjutnya pada tahun 2009 penulis mendapatkan biaya penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Persembahan

Disertasi ini kupersembahkan untuk :

Ayah suwargi dan ibunda tercinta, yang telah membesarkan, membimbing, serta senantiasa mengiringi dzikir dan doa sehingga ananda dapat menyelesaikan studi ini. Terima kasih ayah...ibu..., atas segenap kasih sayang dan bimbingannya. Mohon maaf hingga ayah telah berpulang ke Rohmatullah dan Ibu yang semakin tua, ananda belum mampu berbakti dengan sebaik-baiknya. Istriku, terimakasih atas segenap pengorbanan, dukungan, kesabaran, dan pengertiannya selama ini. Anak-anakku Atika Dyah Perwita, Atika Dian Pitaloka, dan Adetya Ni’am Saksama maafkan ayah yang selama ini kurang memberikan perhatian dengan sepenuhnya. Kau laksana bintang gumintangku yang senantiasa bersinar dan aku doa-kan raihlah cita-citamu dengan segenap kesungguhan hati dan ketekunan. Saudara-saudaraku, Kangmas Parwita, Mbakayu Tri Sulasmiati, Mas Sugiyono, Mas Parmono, serta adikku Ragil Marwanti; Eyang Kakung suwargi, Eyang Uti, Mbak Erna, dik Luluk, dik Rudy, dik Ema, dik Lilam terimakasih atas dukungan dan doa-nya selama ini.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasih dan hidayah-Nya, sehingga penulisan disertasi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., keluarga, dan para sahabatnya yang telah mengajarkan kalam Allah kepada seluruh umat manusia. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Subsektor hortikultura dipandang sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan pertanian. Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah komoditas cabai merah, terutama cabai merah besar dan cabai merah keriting. Beberapa alasan penting pengembangan komoditas cabai merah, antara lain adalah komoditas bernilai ekonomi tinggi, komoditas unggulan, menduduki posisi penting dalam menu masakan penduduk Indonesia, komoditas substusi impor dan memiliki prospek ekspor yang baik, mempunyai daya adaptasi yang luas, dan bersifat intensif tenaga kerja. Namun hingga kini, usahatani komoditas tersebut tingkat produktivitasnya masih jauh di bawah potensi maksimalnya, karena masih rendahnya tingkat produktivitas yang dicapai petani. Sejalan dengan kondisi di atas, disertasi ini berjudul : Efisiensi Produksi dan Perilaku Risiko Petani terhadap Risiko Produktivitas Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah. Judul ini terinspirasi dari fakta empiris yang

xi

menunjukkan masih rendahnya produktiktivitas dan tingginya risiko yang dihadapi petani cabai merah besar dan cabai merah keriting di Jawa Tengah. Metode pengukuran efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko produktivitas akan menggunakan model estimasi stochastic production frontier (SPF) dengan fungsi produksi Translog, sedangkan perilaku risiko petani terhadap harga akan diestimasi dengan fungsi utilitas kuadratik. Dari hasil penelitian tersebut

diharapkan

dapat

diketahui

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

produktivitas, tingkat efisiensi produksi (teknis, alokatif, dan ekonomi). Selanjutnya dapat diidentifikasi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produktivitas dan inefisiensi teknis usahatani cabai merah, sumber-sumber inefisiensi teknis, serta perilaku petani cabai merah dalam menghadapi risiko baik produktivitas maupun harga. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan terutama bagi pemerintah dan memberikan inspirasi untuk penelitian-penelitian lebih lanjut dalam pengembangan komoditas cabai merah besar dan cabai merah keriting. Terselesaikannya disertasi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih kepada : 1.

Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang selalu meluangkan waktu ditengah kesibukan beliau yang sangat padat untuk memberikan arahan, masukan dan bimbingan sejak tahap awal penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini.

xii

2.

Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec, sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang senantiasa menyediakan waktu untuk berdiskusi dengan penulis dan membuka wawasan penulis untuk memperdalam kajian disertasi, disela-sela kesibukan beliau yang sangat padat.

3.

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro, sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan sabar memberikan masukan-masukan, bimbingan, dan motivasi yang sangat membantu dalam penyelesaian disertasi ini.

4.

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS., selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup yang telah memberikan banyak masukan, pertanyaan dan saran yang sangat berguna untuk perbaikan disertasi ini.

5.

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec., selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup yang telah memberikan masukan, pertanyaan dan kritik yang sangat berguna untuk perbaikan disertasi ini.

6.

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA., selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas ilmu-ilmu dan nasehat yang diberikan selama masa perkulihan. Bapak adalah seorang dosen yang patut diteladani dalam proses belajar mengajar, dalam rangka menghasilkan lulusan yang berkualitas.

7.

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS., selaku wakil dari Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas pertanyaan, masukan dan saran yang diberikan untuk perbaikan disertasi ini.

8.

Dr. Muhammad Firdaus, SP., MS., selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dan Ketua Sidang Ujian Tertutup atas terlaksananya

xiii

Ujian Tertutup dengan baik, serta pertanyaan, masukan dan saran yang diberikan untuk perbaikan disertasi ini. 9.

Dr. Ir. Harianto, MS., selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka yang telah memberikan bekal ilmu selama masa perkuliahan, masukan, pertanyaan, dan kritikan untuk perbaikan disertasi ini.

10. Dr. Ir. Muchjidin Rachmat, MS., selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka yang telah memberikan pertanyaan, masukan, dan saran untuk perbaikan disertasi ini. 11. Prof(R). Dr. Ir. Achmad Suryana, MS., selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada periode tersebut, yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Progran Doktor. 12. Dr. Ir. Haryono, M.Sc., selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian periode ini, yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi pada Program Doktor. 13. Prof(R). Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, MS., selaku Kepala Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian pada periode tersebut, yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Program Doktor. 14. Dr. Ir. Handewi P. Saliem, MS., selaku Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian pada periode ini, yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan studi pada Program Doktor.

xiv

15. Kepada Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Purbalingga atas bantuan data dan informasi. 16. Kepada Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Purbalingga atas bantuan data dan informasi. 17. Kepada teman-teman Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) di Kecamatan contoh yang telah membantu dalam pengumpulan data primer di lapang. 18. Rekan-rekan penulis di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, yang telah menjadi sahabat pada masa perkuliahan, teman berdiskusi, serta sahabat dan teman dalam berbagi suka dan duka. 19. Rekan-rekan penulis di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), khususnya pada beberapa teman peneliti senior Dr. Ir. Sumaryanto, MS., Prof(R). Dr. Ir. Budiman Hutabarat MS., dan Dr. Ir. Bambang Sayaka, MS., tempat saya bertanya dan berdiskusi kalau menghadapi kesulitan dalam masa kuliah maupun penyelesaian disertasi. 20. Semua pihak yang membantu dalam penyususunan disertasi ini dan telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.

xv

Jika ditemukan kebenaran, semua ilmu bersumber dari Allah, dan jika terdapat kesalahan manusia tempatnya salah dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Semoga disertasi ini memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan pengembangan keilmuan, amin.

Bogor, September 2011

Penulis

xvi

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ xxii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................

xxviii

PENDAHULUAN ........................................................................................

1

1.1. Latar Belakang .....................................................................................

1

1.2. Perumusan Masalah...............................................................................

5

1.3. Tujuan Penelitian...................................................................................

12

1.4. Kegunaan Penelitian..............................................................................

13

1.5. Keterbatasan Penelitian. ........................................................................

14

1.6. Kebaharuan Penelitian...........................................................................

16

TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................

20

2.1. Konsep Efisiensi ...................................................................................

20

2.2. Pengukuran Efisiensi Berorientasi Input dan Output ...........................

23

2.2.1. Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented Measures) .....

24

2.2.2. Pengukuran Berorientasi Output (Output-Oriented Measures)

27

2.3. Pengukuran Efisiensi Parametrik..........................................................

28

2.3.1. Frontier Parametrik Deterministik............................................

30

2.3.2. Frontier Statistik Deterministik ................................................

32

2.3.3. Frontier Statistik Stokastik .......................................................

34

2.4. Pengaruh Perubahan Teknologi Terhadap Efisiensi Produksi..............

38

2.5. Konsep Risiko dan Ketidakpastian .......................................................

43

2.6. Studi Efisiensi pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian ...........

49

2.7. Studi Risiko pada Usaha Pertanian.......................................................

61

III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................

66

3.1. Sumber-Sumber Risiko.........................................................................

66

3.2. Penilaian Risiko Usaha Pertanian .........................................................

67

I.

II.

xviii

3.3. Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko ..........................................

68

3.4. Keterkaitan Perilaku Risiko Produksi dengan Alokasi Input dan Keuntungan ...................................................................................

72

3.5. Model Stokastik Frontier dan Perilaku Risiko......................................

76

3.6. Model Pengukuran Risiko Harga..........................................................

83

3.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis ...................................................................................................

85

3.8. Variabel Sosial Ekonomi Determinan Inefisiensi Teknis ...................

88

3.9. Hipotesis ..............................................................................................

92

IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................

94

4.1. Waktu dan Penentuan Lokasi Penelitian ..............................................

94

4.2. Jenis dan Sumber Data .........................................................................

96

4.3. Metode Pengambilan Contoh ..............................................................

100

4.4. Metode Pengumpulan Data ..................................................................

103

4.5. Metode Analisis ....................................................................................

104

4.5.1. Metode Analisis Dampak Input terhadap Produksi, Dampak Alokasi Input terhadap Risiko dan Inefisiensi Teknis, serta Perilaku Petani Produksi dalam Menghadapi Risiko ...............

105

4.5.2. Spesifikasi Model Pendugaan Perilaku Petani terhadap Risiko Harga .............................................................................

110

4.5.3. Metode untuk Analisis Tingkat Efisiensi dan Sumber-Sumber Penyebab terjadinya Inefisiensi Teknis dengan Memasukkan Unsur Risiko .............................................................................

111

4.5.4. Metode untuk Analisis Persepsi Petani terhadap Risiko, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko dan Strategi Manajemen Risiko ....................................................................

117

4.5.5. Definisi Variabel.......................................................................

119

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI ................................

125

5.1. Provinsi Jawa Tengah ...........................................................................

125

5.1.1. Kabupaten Brebes .....................................................................

128

5.1.2. Kabupaten Klaten .....................................................................

129

V.

xix

5.1.3. Kabupaten Boyolali ...................................................................

131

5.1.4. Kabupaten Purbalingga..............................................................

133

5.2. Karakteristik Rumahtangga Petani .......................................................

135

5.2.1. Umur Kepala Rumah Tangga Petani ........................................

135

5.2.2. Pengalaman Usahatani Cabai Merah ........................................

136

5.2.3. Pendidikan Kepala Rumah Tangga ..........................................

137

5.2.4. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani .............................

138

5.2.5. Keanggotaan dalam Keorganisasian Kelompok .......................

139

5.2.6. Persepsi Petani tentang Aspek Pengetahuan Teknologi Pertanian ...................................................................................

140

5.2.7. Penguasaan Asset Lahan dan Alat Pertanian ............................

141

5.3. Peta Status Komoditas ..........................................................................

144

5.4. Aplikasi Teknologi dan Produktivitas Usahatani Cabai Merah ...........

146

5.5. Perkembangan Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas .....................

151

5.6. Harga Cabai Merah di Tingkat Produsen .............................................

156

5.6.1. Komoditas Cabai Merah Besar ...................................................

156

5.6.2. Komoditas Cabai Merah Keriting...............................................

162

VI. EFISIENSI PRODUKSI DAN PERILAKU RISIKO PRODUKTIVITAS PETANI PADA USAHATANI CABAI MERAH ..........................................................................................

168

6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah dan Nilai Elastisitas Input terhadap Produktivitas.......................................

168

6.1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Model Fungsi Produksi Frontier dengan Struktur Error Heteroskedastik pada Produksi Cabai Merah Besar ......................................................

168

6.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Model Fungsi Produksi Frontier dengan Struktur Error Heteroskedastik pada Produksi Cabai Merah Keriting ..................................................

176

6.1.3. Nilai Estimasi Elastisitas Produktivitas terhadap Input pada Produksi Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting ............

185

6.2. Analisis Tingkat Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Usahatani Cabai Merah ..........................................................................................

190

6.2.1. Analisis Efisiensi Teknis Fungsi Produksi Translog Struktur Heterokedastisitas pada Usahatani Cabai Merah Besar..............

190

xx

6.2.2. Analisis Efisiensi Teknis dari Pendekatan Produksi Translog Cabai Merah Keriting..................................................................

192

6.2.3. Analisis Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomi ...................

194

6.3. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Inefisiensi Teknis Model Fungsi Produksi Frontier dengan Struktur Error Heteroskedastik pada Produksi Cabai Merah ........................................

203

6.3.1. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Inefisiensi Teknis pada Produksi Cabai Merah Besar .............................................

203

6.3.2. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Inefisiensi Teknis pada Produksi Cabai Merah Keriting..........................................

215

6.3.3. Nilai Estimasi Elastisitas Inefisiensi Teknis terhadap Input pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting .......................................................................................

226

6.4. Faktor-Faktor Utama yang Mempengaruhi Inefisiensi Teknis Cabai Merah...........................................................................................

231

6.4.1. Faktor-Faktor Utama yang Mempengaruhi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Besar ........................................

231

6.4.2. Faktor-Faktor Utama yang Menjadi Determinan Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting ...................................

242

6.5. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Risiko Produktivitas Model Fungsi Produksi Frontier dengan Struktur Error Heteroskedastik pada Produksi Cabai Merah .......................................

249

6.5.1. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Risiko Produktivitas pada Usahatani Cabai Merah Besar ....................

249

6.5.2. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Keriting .......................

257

6.5.3. Nilai Estimasi Elastisitas Risiko Produktivitas terhadap Input pada Produksi Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting..

265

6.6. Perilaku Petani Cabai Merah dalam Menghadapi Risiko Produktivitas serta Dampaknya terhadap Alokasi Input dan Produktivitas................

270

6.6.1. Perilaku Petani Cabai Merah Besar terhadap Risiko Produktivitas serta Dampaknya Terhadap Alokasi Input dan Produktivitas ...............................................................................

270

6.6.2. Perilaku Petani Cabai Merah Keriting dalam Menghadapi Risiko Produktivitas serta Dampaknya terhadap Alokasi Input dan Produktivitas .........................................................................

279

xxi

6.7. Perilaku Petani Cabai Merah terhadap Risiko Harga ...........................

286

6.7.1. Perilaku Petani Cabai Merah Besar terhadap Risiko Harga .......

286

6.7.2. Perilaku Petani Cabai Merah Keriting terhadap Risiko Harga ....

292

VII. ANALISIS PENGEMBANGAN CABAI MERAH DAN STRATEGI MANAJEMEN RISIKO .......................................................

297

7.1. Persepsi Petani Terhadap Risiko ............................................................

297

7.1.1. Analisis Kebijakan Pengembangan Cabai Merah dari Aspek Produktivitas ................................................................................

297

7.1.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Cabai Merah dari Aspek Efisiensi Teknis ...........................................................................

299

7.1.3. Analisis Kebijakan Pengembangan Cabai Merah dari Aspek Risiko Produktivitas dan Harga ...................................................

303

7.2. Persepsi Petani terhadap Risiko ............................................................

306

7.3. Persepsi Petani Cabai Merah Mengenai Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Risiko..................................................................

313

7.4. Strategi Petani dalam Menghadapi Risiko..............................................

315

7.4.1. Strategi Manajemen Risiko Ex-ante (Ex-ante Risk Management Strategy).......................................................................................

317

7.4.2. Strategi Manajemen Risiko Interaktif (Interactive Risk Management Strategy).................................................................

322

7.4.3. Strategi Manajemen Risiko Ex-post (Ex-post Risk Management Strategy).......................................................................................

330

7.5. Strategi Manajemen Risiko Melalui Kemitraan Usaha antara PT. Heinz ABC dengan Petani Mitra .....................................................

334

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

342

8.1. Kesimpulan ...........................................................................................

342

8.2. Saran .....................................................................................................

345

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

348

LAMPIRAN .................................................................................................

365

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Studi-studi Empiris Model Frontier pada Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian........................................................................

54

2. Inefisiensi Teknis dan Faktor-Faktor yang Menentukan Inefisiensi Teknis Usahatani dalam Studi Frontier Stokastik..........

59

3. Sebaran Responden Contoh menurut Kategori Responden dan Lokasi Peneltian .............................................................................

102

4. Tipe iklim, Sifat-Sifat dan Penyebarannya di Provinsi Jawa Tengah ....................................................................................

127

5. Deskripsi Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes .........................

128

6. Deskripsi Kecamatan Karangnongko, Ngawen, Jogonalan, dan Manisrenggo di Kabupaten Klaten .................................................

130

7. Deskripsi Kecamatan Teras dan Selo, di Kabupaten Boyolali .......

132

8. Deskripsi Kecamatan Karang reja dan Karang Jambu Kabupaten Purbalingga ...................................................................

134

9. Golongan Umur Kepala Keluarga Rumah Tangga Tani menurut Jenis Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah ...................................

136

10. Pengalaman KK Rumah Tangga Petani dalam Usahatani Cabai Merah Menurut Jenis Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah ......................................................................................

137

11. Pendidikan KK Rumah Tangga Petani dalam Usahatani Cabai Merah Menurut Jenis Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah ...................................................................................

137

12. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Jawa Tengah, Tahun 2008-2009 .............

138

13. Keanggotaan KK Petani Cabai Merah menurut Jenis Cabai di Jawa Tengah, Tahun 2008-2009 ........................... ...................... ... 139

xxiii

14. Persepsi Petani Tentang Aspek Pengetahuan tentang Teknologi Budidaya pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Jawa Tengah, Tahun 2008-2009.....................................

141

15. Struktur Penguasaan Lahan Milik dan Garapan menurut Jenis Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008-2009 .......................................................

143

16. Status Komoditas didasarkan Profitabilitas dan Risiko Produksi menurut Persepsi Petani, di Kabupaten Brebes, Klaten, Boyolali, dan Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .....................

145

17. Struktur Input-Output Fisik per Hektar Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008-2009 .............................................................................

147

18. Perkembangan Luas Areal Panen Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003-2007 ......................................................

152

19. Perkembangan Produktivitas Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003-2007 .............................................................................

153

20. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003-2007 ..............................................................................

155

21. Perkembangan Harga Cabai Merah Besar Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2006 ..............................................

157

22. Perkembangan Harga Cabai Merah Besar Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007 ..............................................

159

23. Perkembangan Harga Cabai Merah Besar Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008 .............................................

161

24. Perkembangan Harga Cabai Merah Keriting Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2006 .............................................

163

25.

Perkembangan Harga Cabai Merah Keriting Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007 ............................................

165

Perkembangan Harga Cabai Merah Keriting Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008 ..............................................

167

27. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Translog Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009.........................

173

26.

xxiv

28. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Translog Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009....................

180

29. Nilai Estimasi Elastisitas Produktivitas terhadap Input dengan Fungsi Produksi Stokastik Translog, pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .....................................................................................

188

30. Distribusi Nilai Efisiensi Teknis (TE) menurut Kelompok TE pada Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

191

31. Distribusi Nilai Efisiensi Teknis (TE) menurut Kelompok TE pada Usahatani Cabai Keriting di Jawa Provinsi Tengah, Tahun 2009 ......................................................................................

193

32. Distribusi Nilai Efisiensi Alokatif (AE) menurut Kelompok AE pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

196

33. Distribusi Nilai Efisiensi Ekonomi (EE) menurut Kelompok EE pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

198

34. Distribusi Petani Menurut Kelompok Nilai AE Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .........

200

35. Distribusi Petani Menurut Kelompok Nilai EE Usahatani Cabai Merah Keriting di Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................

202

36. Hasil Estimasi Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ....................................

206

37. Hasil Estimasi Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ...............................

217

38. Nilai Estimasi Elastisitas Inefisiensi Teknis terhadap Input dengan Fungsi Produksi Stokastik Translog, pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ................................................................

228

39. Hasil Estimasi Parameter Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

233

xxv

40. Hasil Estimasi Parameter Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis pada Usahatani Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

244

41. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ...................................

251

42. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ...............................

258

43. Nilai Estimasi Elastisitas Risiko Produktivitas terhadap Input dengan Fungsi Produksi Stokastik Translog, pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

268

44. Perilaku Petani Cabai Merah Besar terhadap Risiko Produktivitas, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .............................................

271

45. Pengaruh Perilaku Risiko Petani dalam Alokasi Input pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

272

46. Karakteristik Petani Cabai Merah Besar terhadap Perilaku Risiko Produktivitas, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ...........

277

47. Konsekuensi Perilaku Risiko Produktivitas Petani Cabai Merah Besar terhadap Alokasi Input dan Tingkat Produktivitas di Provinsi Jawa Tengah, .......................................................................................

278

48. Perilaku Petani Cabai Merah Keriting terhadap Risiko Produktivitas di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ...............................................

279

49. Pengaruh Perilaku Risiko Petani dalam Alokasi Input pada Usahatani Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ........................................................................................

280

50. Karakteristik Petani Cabai Merah Keriting terhadap Perilaku Risiko Produktivitas, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ............

285

51. Konsekuensi Perilaku Risiko Produktivitas Petani Cabai Merah Keriting terhadap Alokasi Input dan Tingkat Produktivitas, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ...............................................

286

52. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Harga Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009..................................................................

288

xxvi

53. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Harga Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..................................................

293

54. Persepsi Petani mengenai Risiko Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..............................................

308

55. Persepsi Petani mengenai Risiko Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..............................................

312

56. Persepsi Petani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting Mengenai Urutan Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Risiko, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .................................

314

57. Strategi Manajemen Risiko Ex ante pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ......................................................................................

321

58. Strategi Manajemen Risiko Interactive pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun ...............................................................................................

323

59. Strategi Manajemen Risiko Ex post pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Jawa Tengah ..........................

333

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Pengukuran Efisiensi Teknis dan Alokatif Orientasi Input...............

26

2. Pengukuran Efisiensi Teknis dan Alokatif Orientasi Output............

27

3. Fungsi Produksi Frontier Statistik Stokastik.....................................

37

4. Konsep Efisiensi berdasarkan Fungsi Produksi dengan Perbaikan Teknologi ..........................................................................................

42

5. Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Risiko................

70

6. Keputusan Produksi di bawah Risiko ..............................................

74

7. Kerangka Alur Pikir Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani Terhadap Risiko Produksi Komoditas Cabai Merah di Jawa Tengah......................................................................................

91

8. Sebaran Petani Menurut Efisisensi Teknis Cabai Merah Besar........

192

9. Sebaran Petani Menurut Efisisensi Teknis Cabai Merah Keriting....

194

10. Distribusi Petani Menurut Efisiensi Alokatif Usahatani Cabai Merah Besar ...........................................................................

196

11. Distribusi Petani Menurut Efisiensi Ekonomi Usahatani Cabai Merah Besar............................................................................

199

12. Distribusi Petani Menurut Kelompok Efisiensi Alokatif Usahatani Cabai Merah Keriting........................................................................

201

13. Distribusi Petani Menurut Efisiensi Alokatif Usahatani Cabai Merah Keriting........................................................................

203

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Translog Heteroskedastisitas Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

366

2. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Translog Struktur Heteroskedastisitas Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009.................................................................

368

3. Hasil Estimasi Efisiensi Teknis (TE), Efisiensi Alokatif (AE), dan Efisiensi Ekonomi (FE), Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..................................................

370

4. Hasil Estimasi Efisiensi Teknis (TE), Efisiensi Alokatif (AE), dan Efisiensi Ekonomi (FE), Usahatani Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..................................................

375

5. Hasil Estimasi Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ....................................

378

6. Hasil Estimasi Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009................................

380

7. Contoh Prosedur Perhitungan Inefisiensi Alokatif terhadap Input Pupuk N pada Petani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

382

8. Contoh Prosedur Perhitungan Inefisiensi Alokatif terhadap Input Pupuk N pada Petani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ....................................................................................... 387 9. Hasil Estimasi Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009.........................

390

10. Hasil Estimasi Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..........

391

11. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..............

392

xxix

12. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..........

394

13. Prosedur Perhitungan Perilaku Risiko Terhadap Input Pupuk N Pada Petani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

396

14. Prosedur Perhitungan Perilaku Risiko Terhadap Input Pupuk N Pada Petani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 .......................................................................................

406

15. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Harga Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009.................................................................

410

16. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Harga Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 ..................................................

411

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi penawaran

atau

agroklimatnya

produksi,

luas

memungkinkan

wilayah

Indonesia

pengembangan

dengan

berbagai

keragaman

jenis

tanaman

hortikultura, yang mencakup 323 jenis komoditas terdiri atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas biofarmaka dan 117 jenis komoditas tanaman hias (Ditjen Hortikultura, 2008). Teknologi merupakan bagian dalam pembangunan pertanian untuk meningkatkan

produktivitas

dan

pendapatan

petani.

Mosher

(1966)

mengemukakan paling tidak terdapat 5 (lima) syarat mutlak yang harus dipenuhi agar pembangunan pertanian dapat tumbuh dan berkembang secara progresif, yaitu : (1) Adanya pasar bagi produk-produk agribisnis, (2) Teknologi yang senantiasa berubah, (3) Tersedianya sarana dan peralatan produksi secara lokal, (4)

Adanya perangsang produksi bagi produsen, dan (5) Adanya fasilitas

transportasi.

Perubahan teknologi, dalam arti semakin maju atau inovatif,

merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar sistem produksi cabai merah besar dan cabai merah keriting dapat berkembang. Teknologi baru yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan, baik dalam rangka perbaikan dari teknologi yang sudah ada (technology innovation) atau penemuan

2 teknologi yang sama sekali baru (technology invention) merupakan salah satu sumber pertumbuhan produktivitas terpenting. Just dan Pope (1979) mengemukakan bahwa hampir setiap proses produksi terutama produksi pertanian, risiko produksi memainkan peranan yang sangat penting dalam keputusan alokasi penggunaan input, yang akhirnya berpengaruh pada tingkat produktivitas yang dicapai. Analisis risiko produksi yang dikembangkan oleh Just dan Pope sangat penting untuk kegiatan manajemen risiko produksi, yaitu untuk memutuskan apakah input produksi tertentu yang digunakan dalam kegiatan usahatani harus ditambah atau dikurangi. Dalam analisis risiko produksi perlu dilakukan analisis mengenai perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi. Analisis perilaku risiko produksi dapat dilakukan secara kuantitatif

maupun secara kualitatif.

Kumbhakar (2002)

memperkenalkan cara penghitungan secara kuantitatif tentang perilaku risiko produksi, sedangkan kajian perilaku risiko baik produksi maupun harga secara kualitatif dilakukan antara lain oleh (Bond dan Wonder, 1980; Robison dan Barry, 1987; serta Adiyoga dan Soetiarso, 1999). Debertin (1986) memperkenalkan cara penghitungan risiko harga secara kuantitatif dengan menggunakan model utilitas kuadratik. Pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dapat memberikan dasar pemahaman yang baik tentang permasalahan produktivitas, terutama untuk usahatani komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti halnya komoditas cabai merah. Lebih lanjut Kumbhakar (2002) mengemukakan

bahwa

mengabaikan

keberadaan

risiko

produksi

akan

3 menimbulkan bias terhadap estimasi parameter-parameter produksi dan efisiensi teknis sehingga dapat menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap fenomena terjadinya penurunan produktivitas. Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah komoditas cabai merah, terutama cabai merah besar dan cabai merah keriting. Beberapa alasan penting melakukan penelitian pada komoditas cabai merah adalah: (1) Tergolong sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodity) sehingga sangat potensial sebagai sumber pendapatan petani; (2) Adanya gejala pergeseran permintaan konsumen dari komoditas bernilai rendah (padi, palawija) ke arah komoditas bernilai ekonomi tinggi (hortikultura semusim) dalam literatur dinamakan “value ladder” atau struktur peningkatan nilai tambah pertanian (Daryanto, 2011); (3) Merupakan salah komoditas sayuran unggulan nasional dan daerah, sehingga berpotensi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi; (4) Usahatani cabai merah bersifat intensif tenaga kerja, sehingga berpotensi untuk memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan di pedesaan; (5) menduduki posisi penting dalam menu pangan sebab walaupun diperlukannya dalam jumlah kecil (4 kg/kapita/tahun) namun hampir seluruh menu masakan di Indonesia menggunakan cabai merah, posisi cabai merah tidak dapat disubstitusi oleh komoditas lain; (6) Merupakan komoditas subtitusi impor dan promosi ekspor, sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan; (7) Gejolak harga komoditas cabai merah memiliki pengaruh yang cukup nyata terhadap tingkat inflasi; (8) Mempunyai daya adaptasi yang luas, dari lahan sawah dataran rendah hingga lahan kering dataran tinggi; (9) Kegiatan usahatani cabai

4 merah melibatkan tenaga kerja muda terampil di perdesaan yang selama ini tidak tertarik untuk terjun di sektor pertanian; (10) Mempunyai manfaat yang cukup beragam baik penyedap makanan, bahan baku industri, bahan obat tradisional dan manfaat kesehatan; dan (11) Memiliki beragam tujuan pasar, baik untuk pasar tradisional, pasar modern (supermarket), maupun untuk industri pengolahan. Komoditas cabai merah besar banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif baik pada agroekosistem lahan sawah dataran rendah maupun lahan kering dataran tinggi. Komoditas ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan, kaya akan vitamin dan mineral, serta sebagai bahan obat tradisional. Komoditas cabai merah besar dalam bentuk segar antara lain mengandung (Setiadi, 2008): kalori 31 kal, protein 1 gram, lemak 0.30 gram, karbohidrat 7.30 gram, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, besi 0.50 mg, Vitamin A 470 Sl, Vitamin B1 0.05 mg, Vitamin C 18 mg, Niacin, Capsaicin, Pektin, Pentosan, Pati, air. Manfaat cabai merah antara lain adalah sebagai bahan baku penyedap makanan dan berkhasiat untuk kesehatan.

Prajnanta (2002) mengidentifikasi

beberapa manfaat cabai merah, yaitu : (a) Rasa pedas pada cabai ditimbulkan oleh zat capsaicin bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah, memperkuat jantung, nadi, dan saraf; mencegah flu dan demam; membangkitkan semangat dalam tubuh (tanpa efek narkotik); (b) Mengkonsumsi cabai secara teratur dapat menunda kerentaan tubuh; (c) Zat capsaicin ini juga mampu merangsang burung ocehan dan dapat merangsang ayam atau itik untuk bertelur; (d) Penderita penyakit tulang dapat disembuhkan setelah menggunakan krim capsaicin empat

5 kali sehari; (e) Capsaicin juga mengandung zat ekspektoran yang aktif meredakan batuk, mengencerkan lendir, serta meringankan penyakit asma dan bronkitis. Walaupun komoditas cabai merah tergolong mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, namun komoditas cabai merah menuntut pengelolaan usahatani secara intensif, memiliki risiko gagal panen tinggi dan produktivitas jatuh, dan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable) sehingga dapat berdampak terhadap produksi dan pendapatan petani. Dalam pengembangan komoditas cabai merah sangat dipengaruhi demikian banyak faktor, baik faktor yang dapat dikendalikan petani (internal) maupun faktor yang tidak dapat dikendalikan petani (eksternal). Ketika menjelang musim panen raya dan terjadi intensitas hujan yang tinggi maka produksi dan kualitas cabai merah mengalami penurunan.

Terjadinya

serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan intensitas hujan yang tinggi menjelang musim panen merupakan risiko produksi yang harus dihadapi petani, karena terjadinya serangan OPT dan intensitas hujan tidak dapat ditentukan secara akurat pada saat awal tanam. Di samping itu, petani juga menghadapi risiko fluktuasi harga, baik yang disebabkan pada masalah pasokan, distribusi maupun kondisi permintaannya.

1.2. Perumusan Masalah Secara

umum

permasalahan-permasalahan

yang

dihadapi

dalam

pengembangan usahatani cabai merah, khususnya di sentra-sentra produksi cabai merah di Provinsi Jawa Tengah adalah belum terwujudnya ragam, kuantitas, kualitas, dan kesinambungan pasokan yang sesuai dengan permintaan pasar dan

6 preferensi konsumen.

Hal tersebut berkaitan dengan beberapa permasalahan

pokok sebagai berikut : (1) Pola pemilikan lahan yang sempit dan tersebar; (2) Sistem usahatani yang kurang intensif karena lemahnya permodalan petani; (3) Stagnasi teknologi budidaya yang tersedia; dan (4) Harga produk cabai merah sangat fluktuatif, bahkan dalam jangka pendek sekalipun. Permasalahan pokok dalam pengembangan usahatani cabai merah di Jawa Tengah adalah masalah penurunan luas areal panen, produksi dan produktivitas. Pada periode (2003-2007) terjadi penurunan luas areal panen cabai merah dari 172 ribu Ha (2003) menjadi 161 ribu Ha (2007) atau turun sebesar -6.57 persen pertahun. Pada periode yang sama produktivitas juga mengalami penurunan dari 6.07 ton/Ha (2003) menjadi 5.07 ton/Ha (2007) atau turun sebesar -9.05 persen pertahun.

Penurunan luas areal dan produktivitas menyebabkan penurunan

produksi cabai merah di Provinsi Jawa Tengah. Produksi cabai merah turun dari 149 232 ton (2003) menjadi 139 961 ton (2007) atau mengalami penurunan sebesar -5.52 persen pertahun (BPS Jateng, 2005-2007). Petani cabai merah menghadapi permasalahan pokok lainnya, yaitu masalah fluktuasi produktivitas dan harga cabai merah. Berdasarkan data rata-rata produktivitas di Provinsi Jawa Tengah pada periode (2003-2007) menunjukkan bahwa tingkat produktivitas cabai merah sangat berfluktuasi.

Nilai koefisien

variasi produktivitas cabai merah di Jawa Tengah pada periode (2003-2007) sebesar 38.29 persen. Demikian juga halnya dengan harga bulanan tingkat produsen di Jawa Tengah menunjukkan bahwa harga cabai merah sangat berfluktuasi.

Nilai

7 koefisien variasi harga bulanan cabai merah besar tingkat produsen di Jawa Tengah pada tahun 2006, 2007, dan 2008 secara berturut-turut sebesar 37.29, 29.20, dan 27.56 persen. Sedangkan untuk nilai koefisien variasi harga bulanan cabai merah keriting tingkat produsen di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, 2007, dan 2008 secara berturut-turut 49.26, 30.21; dan 38.34 persen.

Harga

berfluktuasi antar bulan dalam musim dan tahun yang sama, bahkan berdasarkan informasi harga di pusat-pusat pasar seperti di Pasar Induk Sengon Kabupaten Brebes dan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kuta Bawah, Kabupaten Purbalingga, serta STA di Sewukan Kabupaten Magelang harga cabai merah mengalami berfluktuasi secara harian. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani cabai merah di Provinsi Jawa Tengah menghadapi risiko produktivitas dan harga cabai merah yang moderat hingga tinggi. Bahkan pada periode Desember 2010 – Januari 2011 fluktuasi harga cabai merah meningkat sangat tajam dengan koefisien variasi jauh di atas 37 persen. Secara teoritis terdapat tiga sumber pertumbuhan produktivitas, yaitu perubahan teknologi (technological change/TC), peningkatan efisiensi teknis (technical efficiency, TE), dan skala usaha ekonomi (economic of scale/ES) (Coelli et al., 1998). Bokusheva dan Hockmann (2004) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang menjadi penyebab turunnya produktivitas adalah terjadinya inefisiensi teknis. Banyak studi-studi di negara-negara berkembang yang mengkaji tentang tingkat efisiensi teknis dan penyebab terjadinya inefisiensi teknis, namun sebagian besar dari penelitian tersebut tidak mempertimbangkan faktor risiko produksi (Villano, et al., 2005).

Selanjutnya Ellis (1988)

8 mengemukakan bahwa besar-kecilnya alokasi penggunaan input-input produksi dalam usahatani sangat dipengaruhi oleh perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi. Kumbakhar (2002) telah mengemukakan bahwa produksi suatu komoditas dipengaruhi oleh efisiensi tidaknya dalam alokasi penggunaan input, ada tidaknya masalah in-efisiensi teknis yang berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani, dan faktor risiko produksi dalam usahatani. Penurunan luas areal panen, produksi, dan produktivitas cabai merah yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah harus dilihat dari bagaimana para petani cabai merah baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting mengalokasikan input produksi yang digunakan dalam kegiatan usahataninya.

Berdasarkan tinjauan

teoritis dan data sekunder maka masalah rendahnya produktivitas cabai merah di Provinsi Jawa Tengah dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: stagnasi teknologi budidaya, masalah belum tercapainya efisiensi teknis dan inefisiensi teknis dalam mengalokasikan input-input yang digunakan, dan perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi yang selanjutnya berpengaruh terhadap alokasi penggunaan input-input produksi.

Tingkat alokasi penggunaan input

produksi oleh petani akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan, tingkat produktivitas, dan dapat memberikan gambaran mengenai tingkat efisiensi yang dicapai petani (Kumbhakar, 2002). Berdasarkan jenisnya, cabai merah yang paling dominan diusahakan adalah cabai merah besar dan cabai merah keriting. Kedua jenis cabai merah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda baik dari aspek agronomi, ekonomi, preferensi konsumen, serta penggunaannya. Varietas yang banyak diusahakan

9 untuk cabai merah besar adalah Varietas Hot Biola, Hot Beauty, Hot Chili, Gada, Laras, Adipati, dan Krisna dan varietas unggul lokal TIT segitiga dan TIT Randu, TIT Super. Sementara itu, untuk cabai merah keriting adalah Varietas Tampar, TM 888, TM 999, Laris, Lado, Taro. Secara umum alokasi penggunaan input untuk cabai merah besar lebih tinggi dibandingkan cabai merah keriting, sehingga produktivitas cabai merah besar lebih tinggi dibandingkan cabai merah keriting. Dari aspek ekonomi jenis cabai merah keriting rata-rata memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan harga jual cabai merah besar. Dalam usahatani cabai merah, risiko produksi merupakan variasi output yang disebabkan oleh faktor eksternal, seperti perubahan iklim (kekeringan, kebanjiran), serangan OPT (beberapa jenis hama : Trips, Kutu daun, Tungau merah, Ulat, Kumbang, dan Lalat buah; beberapa jenis penyakit : antraknosa, bercak daun, busuk daun, gugur daun, busuk buah, penyakit keriting daun, dan penyakit layu daun atau layu tanaman), serta salinitas tinggi. Secara umum, petani cabai merah di Jawa Tengah menghadapi risiko produksi dan harga. Petani dalam mengahadapi risiko produksi dapat dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu perilaku menghindari risiko produksi (risk averse), netral terhadap risiko produksi (risk neutral), dan perilaku berani mengambil risiko produksi (risk taker) (Ellis, 1988; Kumbhakar dan Lovell, 2000; dan Kumbhakar, 2002).

Ellis (1988) mengemukakan bahwa sebagian besar petani kecil di

kebanyakan negara berkembang berperilaku menghindari risiko produksi (risk averse). Perilaku petani menghindari risiko produksi menyebabkan alokasi penggunaan input tidak efisien, sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap

10 tingkat produktivitas usahatani. Beberapa studi mengemukakan bahwa petani kecil lebih cenderung berperilaku menghindari risiko produksi, sebab risiko produksi yang dihadapi jika terjadi kegagalan panen adalah tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga, bahkan pada level subsisten sekalipun (Lipton, 1968; Ellis, 1988). Namun demikian, perilaku petani cabai merah yang tergolong sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi dalam menghadapi risiko produksi perlu di kaji secara empiris. Selain itu, risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dimungkinkan berbeda, karena adanya perbedaan perilaku petani serta eksis tidaknya kelembagaan kemitraan usaha. Perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi akan mempengaruhi keputusan petani mengenai seberapa besar alokasi input-input produksi yang akan digunakan dalam kegiatan usahatani cabai merah. Jumlah input produksi yang digunakan oleh petani yang berperilaku sebagai pengindar risiko produksi (risk averse) akan berbeda dengan jumlah input yang alokasikan oleh petani yang berperilaku sebagai berani mengambil risiko produksi (risk taker) (Ellis, 1988). Selanjutnya dikemukakan bahwa keengganan petani dalam mengalokasikan input produksi sesuai dengan paket rekomendasi disebabkan oleh kekawatiran petani terhadap risiko produksi, sehingga menyebabkan petani berproduksi secara tidak efisien. Terdapat kecenderungan bahwa petani cabai merah yang berperilaku sebagai berani menghadapi risiko produksi (risk taker) akan mengalokasikan input lebih tinggi, sehingga tingkat efisiensi dan produktivitas yang dicapai lebih tinggi.

11 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat inefisensi produksi juga dipengaruhi oleh variabel sosial ekonomi dan demografi, seperti umur kepala keluarga (KK), jumlah anggota rumah tangga (ART), tingkat pendidikan kepala keluarga (KK), keikutsertaan dalam kelompok tani, keikursertaan dalam anggota koperasi tani, pengetahuan tentang teknologi budidaya, penyuluhan pertanian, pengalaman usahatani KK, pendapatan non pertanian (Battese dan Coelli, 1995; Dev dan Hossain, 1995; Wilson et al., 1998; Xu dan Jeffrey, 1998; Kurkalova dan Helen, 2000; Theingi dan Thanda, 2005; Msuya et al., 2005; dan Fabiosa et al., 2004). Faktor-faktor apa saja yang menjadi sumber inefisiensi teknis usahatani cabai merah di Provinsi Jawa Tengah perlu diuji secara empiris di lapang. Penelitian-penelitian tentang produktivitas, efisiensi dan risiko produksi pada usahatani komoditas hortikultura dapat dikatakan sangat terbatas. Bahkan studi efisiensi pada komoditas cabai merah yang memasukkan unsur risiko produksi belum ada. Secara empiris masalah produktvitas, efisiensi, dan masalah risiko baik risiko produksi maupun harga yang dihadapi petani komoditas cabai merah menurut jenis (cabai merah besar dan cabai merah keriting) belum terjawab dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut : 1.

Fenomena penurunan produktivitas cabai merah besar dan cabai merah keriting serta faktor-faktor apa yang menjadi determinan utama dalam upaya peningkatan produktivitas.

12 2.

Masih rendahnya efisiensi produksi cabai merah besar dan cabai merah keriting serta faktor-faktor apa yang menjadi determinan utama untuk meningkatkan efisiensi produksi dan menurunkan inefisiensi teknis.

3.

Tingginya fluktuasi produktivitas dan harga menyebabkan petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dihadapkan pada risiko produktivitas dan harga.

4.

Bagaimana perilaku petani dalam menghadapi risiko produktivitas dan harga, serta strategi manajemen risiko yang dilakukan petani oleh petani.

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan pokok tersebut di atas, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji efisiensi produksi komoditas cabai merah menurut jenis cabai merah. Secara khusus, studi ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 2. Mengestimasi tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 3. Mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 4. Mengkaji sumber-sumber penyebab terjadinya efek inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 5. Mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produktivitas usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting.

13 6. Mengetahui perilaku petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dalam menghadapi risiko produktivitas dan harga. 7. Mengetahui strategi manajemen risiko petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dalam menghadapi risiko produktivitas dan harga.

1.4. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ditetapkan, maka penelitian ini diharapkan berguna : 1. Pada tataran ilmu pengetahuan, memberikan acuan model teoritis mengenai perilaku petani cabai merah besar dan cabai merah keriting terhadap risiko produktivitas, serta konsekuensinya terhadap alokasi penggunaan input, tingkat produktivitas, efisiensi teknis dan tingkat pendapatan usahatani. 2. Sebagai rujukan pemerintah dalam menetapkan kebijakan peningkatan efisiensi dan produktivitas cabai merah besar dan keriting yang didasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi produksi, sebaran efisiensi teknis dan alokatif, serta perilaku petani terhadap risiko produktivitas dan harga. Sehingga dapat dirumuskan upaya-upaya meningkatkan efisiensi produksi atau menurunkan inefisiensi teknis, terobosan inovasi teknologi baru, strategi manajemen risiko produksi, memperluas kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan petani. 3. Masukan bagi pelaku ekonomi terutama petani cabai merah sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam alokasi penggunaan input produksi, mengelola usahatani secara lebih efisien, dan strategi manajemen

14 risiko baik risiko produksi maupun harga berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi sehingga efisien, produktif dan berdayasaing. 4. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lebih lanjut secara lebih mendalam

dalam

komoditas

cabai

pengembangan merah

yang

metodologi efisien

maupun

produktif,

pengembangan

berdayasaing,

dan

berkelanjutan.

1.5. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada aspek produksi di tingkat petani yang mencakup analisis efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi dengan memasukkan faktor-faktor inefisiensi dan unsur risiko prouktivitas. Kemudian dilakukan analisis perilaku risiko produktivitas pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. Secara terpisah dilakukan analisis perilaku petani cabai merah dalam menghadapi risiko harga. Penelitian ini, juga dilengkapi kajian deskreptif kualitatif untuk menangkap aspek persepsi terhadap risisko, perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dan harga, serta strategi manajemen risiko yang dilakukan petani dalam menghadapi risiko produksi dan harga. Dengan demikian, aspek di luar aspek produksi seperti aspek pengadaan sarana produksi, pemasaran, dan industri pengolahan, serta perdagangan luar negeri tidak tercakup dalam penelitian ini. Keterbatasan yang dijumpai dalam penelitian di lapang adalah jumlah petani cabai merah sangat menyebar antar lokasi, antar jenis cabai, antar agroekosistem,

15 antar petani mitra dan non mitra. Berkenaan dengan masalah tersebut, nilai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi, serta perilaku risiko produktivitas secara kuantitatif yang dihasilkan hanya akan membandingkan antar jenis cabai merah besar dan cabai merah keriting.

Data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan data penampang lintang (cross section data) sehingga tidak dapat menangkap fenomena risiko produksi antar waktu, hal ini membawa konsekuensi menghasilkan variasi yang cenderung rendah (underestimate). Oleh karena itu, penelitian lanjutan yang dapat menangkap fenomena risiko produksi antar waktu dapat menggunakan data lengkap (panel data). Meskipun demikian penelitian ini secara terpisah telah menampilkan variasi produksi dan harga di tingkat petani selama tiga tahun. Selanjutnya penelitian ini lebih memfokuskan estimasi tingkat efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan ekonomi berorientasi output. Penelitian hanya difokuskan untuk melihat kombinasi penggunaan input produksi dalam mencapai tingkat output maksimal dengan fungsi produktivitas translog, sedangkan pendekatan yang menggunakan konsep minimisasi biaya yang paling minimum dalam menghasilkan output yang optimal tidak menjadi fokus dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan Translog dengan

menggunakan Model Kumbhakar, karena fungsi produksi tersebut telah banyak digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu dan dipandang kompatibel dengan permasalahan yang diteliti, terutama terkait dengan efisiensi produksi, dampak penggunaan input terhadap risiko produktivitas, dampak penggunaan input terhadap inefisiensi teknis, serta perilaku petani dalam menghadapi risiko produktivitas.

16 Keterbatasan lainnya dalam penelitian ini, bahwa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep Stochastic Production Frontier (SPF) dengan memasukkan unsur risiko produksi dalam kondisi frontier dengan menggunakan Model Kumbhakar. Pendekatan dalam mengukur efisiensi lainnya seperti metode dekomposisi variabel efisiensi model Kopp and Diewert. Pendekatan efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis yang dikemukakan Farell, metoda Data Envelopment Analysis dan Total Faktor Productivity tidak dijadikan pilihan dalam melakukan estimasi nilai efisiensi teknis yang dicapai. Kesempatan untuk mengeksplorasi masing-masing pendekatan tersebut sangat terbuka, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber inspirasi bagi penelitian-penelitian lanjutan.

1.6. Kebaharuan Penelitian Penelitian tentang efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko produksi cabai merah masih sangat terbatas. Kajian tentang analisis usahatani dan pemasaran telah dilakukan (Sudaryanto et al., 1993); Lemlit, IPB, 1998; Agromedia, 2008).

Studi tentang analisis keunggulan kompetitif komoditas

unggulan hortikultura yang mencakup komoditas cabai merah juga telah dilakukan oleh Saptana et al. (2001).

Kajian tentang pemantapan model

pengembangan kawasan agribisnis sayuran sumatera (KASS) mencakup komoditas cabai merah juga telah dilakukan oleh (Saptana et. al., 2004). Pengembangan kelembagaan kemitraan usaha komoditas hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Bali juga mencakup komoditas cabai merah juga telah dilakukan oleh Saptana et. al. (2005). Sedangkan analis tentang pengembangan

17 kelembagaan partnership dalam pemasaran komoditas pertanian termasuk komoditas cabai merah telah dilakukan oleh Sayaka, et. al. (2008). Sementara itu, kajian tentang analisis faktor penentu tingkat efisiensi teknis usahatani cabai merah secara terbatas telah dilakukan oleh Sukiyono (2005). Terdapat lebih dari 50 studi efisiensi, sebagian besar adalah efisiensi untuk usahatani padi (29) dan beberapa komoditas non padi (21) dengan komoditas yang beragam dengan menggunakan frontier non-paramterik (8 studi) dan selebihnya (32) menggunakan frontier parametrik (Battese, 1992; Bravo-Ureta dan Pinheiro, 1993; dan Coelli, 1995). Beberapa studi oleh Tabor (1991), Erwidodo (1990) dan Trewin et al., (1995), Heny-Daryanto (2000), Sumaryanto (2001) dan Sumaryanto et al., (2003), serta Wahida (2005) menggunakan frontier stokastik untuk analisis efisiensi untuk usahatani padi.

Aplikasi model frontier untuk komoditas

hortikultura masih jarang ditemukan di Indonesia, hanya dijumpai pada usahatani cabai di Kecamatan Selupu, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dengan variabel teknis dan sosial-ekonomi yang terbatas (Sukiyono, 2004). Penelitian yang menganalisis fungsi produksi dan besaran risiko produksi secara

simultan telah dilakukan Just dan Pope (1979), Hutabarat (1987),

Kumbhakar (1993), Hartoyo et al., (2004), Eggert dan Tveteras (2004). Para peneliti terdahulu menganalisis perilaku risiko produksi dengan mengasumsikan fungsi utilitas secara eksplisit. Model Kumbhakar (2002) dapat digunakan untuk menganalisis fungsi produksi, fungsi risiko produksi dan fungsi inefisiensi teknis secara simultan.

Model yang dikembangkan juga dapat digunakan untuk

mengkaji perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi. Model ini telah

18 diaplikasikan untuk mengkaji perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi terhadap alokasi input usahatani tembakau di Pamekasan dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas (Fauziyah, 2010). Kebaharuan dari penelitian ini adalah menggunakan fungsi produktivitas translog dengan struktur heterokedastisitas Model Kumbhakar untuk menganalisis secara lebih mendalam tentang pengaruh penggunaan input-input produksi terhadap pruktivitas, risiko produktivitas, dan inefisiensi teknis. Di samping itu, Model Kumbhakar dapat digunakan untuk menganalisis perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi atau produktivitas terhadap alokasi input yang digunakan dalam usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting di Provinsi Jawa Tengah. Di dalam penelitian ini telah dilakukan penggabungan input pupuk kimia menurut kandungan unsur haranya (N, P2O5, K2O) bukan pupuk menurut jenis dan merk dagangnya (Urea, ZA, TSP/SP-36, KCL, KNO3, NPK). Hal ini penting dilakukan karena secara agronomis dan fisiologis tanaman bahwa yang diserap oleh tanaman adalah jenis unsur haranya dan bukan jenis atau nama dagang dari pupuk kimia yang digunakan. Langkah ini juga sangat penting untuk menghindarkan adanya multikolinieritas antar jenis pupuk yang mengandung– unsur-unsur hara yang sama (Urea, ZA, KNO3 dan NPK; SP-36/TSP, NPK; KCL, KNO3 dan NPK). Secara terpisah penelitian ini juga menganalisis perilaku petani dalam menghadapi risiko harga cabai merah. Untuk dapat menjelaskan hasil analisis kuantitatif tentang risiko produksi dan perilaku petani terhadap risiko produksi

19 secara lebih mendalam, dilakukan kajian deskriptif kualitatif tentang persepsi petani cabai merah terhadap risiko produksi dan harga, perilaku petani cabai merah dalam menghadapi risiko produksi dan harga, serta strategi petani cabai merah dalam menghadapi risiko produksi dan harga.

Dengan demikian

diharapkan diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang efisiensi produksi cabai merah, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani cabai merah, faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani cabai merah, faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi inefisiensi teknis, perilaku petani cabai merah menghadapi risiko baik produksi maupun harga, dan strategi petani dalam menghadapi risiko baik risiko produksi maupun harga.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Efisiensi Farrell (1957) menyatakan alasan pentingnya pengukuran efisiensi : (1) Masalah pengukuran efisiensi produksi suatu industri adalah penting untuk ahli teori ekonomi maupun pengambil kebijakan ekonomi; (2) Jika alasan-alasan teoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji, maka penting untuk mampu membuat pengukuran efisiensi aktual; (3) Jika perencanaan ekonomi sangat terkait dengan industri tertentu adalah penting untuk meningkatkan output tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya tambahan atau menaikkan efisiensinya. Dalam teori ekonomi mikro yang standar, konsep fungsi produksi membentuk dasar untuk deskripsi hubungan input-output bagi petani. Jika diasumsikan faktor produksi homogen dan informasi lengkap tentang teknologi yang ada, fungsi produksi mewakili sejumlah metode untuk menghasilkan output. Untuk situasi tertentu, fungsi produksi akan memberikan gambaran tentang teknologi produksi. Penghitungan efisiensi selanjutnya dapat dibuat relatif terhadap fungsi produksi. Secara khusus, inefisiensi teknis akan ditentukan oleh jumlah penyimpangan dari fungsi produksi ini. Byerlee (1987), mengemukakan bahwa dalam istilah ekonomi, inefisiensi teknis mengacu pada kegagalan untuk beroperasi pada fungsi produksi tersebut. Penyebab potensial inefisensi teknis adalah informasi tidak sempurna, kapabilitas teknis yang rendah dan motivasi yang tidak memadai (Daryanto, 2000).

21 Farrell (1957) memperkenalkan metoda sederhana untuk mengukur efisiensi petani langsung dari data observasi, dalam kasus output tunggal, dengan melibatkan banyak input.

Efisiensi teknis didefinisikan sebagai kemampuan

petani mencapai output maksimum yang mungkin tercapai dari sejumlah penggunaan input pada teknologi yang tersedia. Lau dan Yotopoulus (1971) mengemukakan, seorang produsen lebih efisien secara teknis daripada produsen lainnya, apabila secara konsisten mampu menghasilkan produk yang lebih tinggi, dengan menggunakan faktor produksi yang sama. Sementara itu, efisiensi alokatif mengacu pada kemampuan petani merespon sinyal ekonomi dan memilih kombinasi input optimal pada harga-harga input yang berlaku. Farrell (1957) mengembangkan literatur untuk melakukan estimasi empiris untuk efisiensi teknis (tehcnical efficiency/TE), efisiensi alokatif (alocative efficiency/AE), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency/EE).

Kemudian

penggunaannya lebih lanjut dilakukan oleh Tylor, et al., (1986), serta Ogundari dan Ojo, (2006). Efisiensi teknis (TE) didefinisikan sebagai kemampuan seorang produsen atau petani untuk mendapatkan output maksimum dari penggunaan sejumlah input. Efisiensi teknis (TE) berhubungan dengan kemampuan petani untuk berproduksi pada kurva batas isoquan (frontier isoquan).

Dapat juga

didefinisikan sebagai kemampuan petani untuk memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan input minimum pada tingkat teknologi tertentu. Efisiensi alokatif (AE) adalah kemampuan seorang petani untuk menggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga faktor dan teknologi produksi yang tetap (given). Dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan petani

22 untuk memilih tingkat penggunaan input minimum di mana harga-harga faktor dan teknologi tetap.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa AE menjelaskan

kemampuan petani dalam menghasilkan sejumlah output pada kondisi minimisasi rasio biaya input. Gabungan kedua efisiensi ini disebut efisiensi ekonomi (EE), artinya bahwa produk yang dihasilkan baik secara teknik maupun alokatif efisien. Secara ringkas dapat dikatakan EE sebagai kemampuan yang dimiliki oleh petani dalam berproduksi untuk menghasilkan sejumlah output yang telah ditentukan sebelumnya. Secara ekonomik efisien bahwa kombinasi input-output akan berada pada fungsi produksi frontier dan jalur pengembangan usaha (expantion path). Pendekatan yang digunakan untuk mengestimasi tingkat efisiensi teknis dalam perkembangan selanjutnya menggunakan fungsi stochastic production frontier (SPF). Berdasarkan artikel, ketiga pendekatan tersebut diperkenalkan secara lebih luas oleh Aigner, Lovell dan Schmidt (1977) maupun Meeusen dan Van den Broeck (1977). Terdapat empat implikasi kebijakan yang dapat dihasilkan dari bahasan tentang efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis, yakni (Ellis, 1988; Ellis, 2003): (a) Jika petani memang dibatasi oleh teknologi yang tersedia, maka hanya perubahan teknologi maju yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani, (b) Dengan asumsi bahwa petani secara alokatif responsif terhadap perubahan harga, maka memanipulasi harga input dan output (skema kredit, subsidi pupuk) mungkin mempunyai pengaruh yang sama pada biaya yang lebih rendah, (c) Jika inefisiensi adalah akibat dari ketidaksempurnaan pasar, maka kinerja pasar

23 seharusnya diperbaiki, dan (d) Jika petani secara teknis adalah inefisien maka pendidikan petani dan penyuluhan pertanian perlu ditingkatkan. Selain itu, Ellis (1988) mengemukakan inefisiensi teknis juga dapat disebabkan oleh perilaku petani terhadap risiko produksi, pada petani yang berperilaku menghindari risiko roduksi (risk averse) maka alokasi penggunaan input semakin rendah, sehingga akan meningkatkan inefisiensi teknis.

2.2. Pengukuran Efisiensi Berorientasi Input dan Output Berbagai metode telah dicoba untuk mengukur efisiensi. Coelli et al., (1998) bahwa pengukuran efisiensi secara konseptual terdapat dua metode yaitu pengukuran berorientasi input (input-oriented measures) dan pengukuran berorientasi output (output-oriented measures). Konsep efisiensi frontier sudah sering dipakai, di mana deviasi dari frontier diasumsikan mewakili inefisiensi. Model frontier telah banyak dipakai dalam mengukur tingkat efisiensi produksi usahatani. Beberapa alasan penggunaan model frontier adalah : (1) Istilah frontier adalah konsisten dengan teori ekonomi perilaku optimisasi; (2) Deviasi dari frontier dengan tujuan efisiensi teknis dan perilaku unit ekonomi memiliki interpretasi alami sebagai pengukuran efisiensi; dan (3) Informasi tentang efisiensi relatif unit ekonomi memiliki banyak implikasi kebijakan yang dapat diimplementasikan (Bauer, 1990).

24 2.2.1. Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented Measures) Untuk mengilustrasikan konsep efisiensi, Farrell (1957) dan Coelli et al., (1998) menggunakan contoh sederhana di mana petani hanya menggunakan dua input (x1 dan x2), untuk menghasilkan output tunggal (y). Produksi yang efisien (dengan asumsi diketahui) dapat ditulis sebagai :





y  f x1 , x2 ..............................................................................................(1) Dengan asumsi constant return to scale (CRS), persamaan (1) dapat ditulis sebagai berikut : 1  f  x1 , x 2  .......................................................................................(2) y  y

Asumsi CRS memungkinkan teknologi untuk direpresentasikan dengan menggunakan unit isoquan. Pada kondisi pengukuran berorientasi input (inputoriented measures) persamaan (2) diwakili oleh SS’ yang menunjukkan kondisi yang efisien penuh atau unit isoquan yang efisien (eficient unit isoquant/EUI), pada Gambar 1. Unit isoquan yang efisien (EUI) menunjukkan kombinasi x1 dan x2 yang efisien secara teknis yang digunakan untuk memproduksi satu unit output y. Titik P dan Q mewakili dua petani berbeda yang menggunakan kombinasi input x1 dan x2 dengan proporsi yang sama. Keduanya terletak pada garis lengkung yang sama dari titik asal (O) untuk memproduksi satu unit y. Titik P terletak diatas unit isoquan, sedang titik Q mewakili petani yang secara teknis efisien (karena beroperasi pada frontier). Titik Q menunjukkan bahwa petani tersebut menghasilkan output yang sama seperti P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio OQ/OP menunjukkan efisiensi teknis (TE) petani P yang

25 menunjukkan

proporsi

input

petani

P

bisa

dikurangi,

dengan

tetap

mempertahankan rasio input (x1/x2) konstan, sedangkan outputnya tetap sama. Nilai TE bervariasi antara 0 dan 1. Jika TE = 1 menunjukkan petani secara teknis efisien penuh (seperti petani Q). Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif bisa ditentukan. Garis isocost, AA’, ditarik secara tangensial ke isoquan, SS’, pada titik Q’. Garis isocost berpotongan dengan garis OP pada titik R. Titik Q’ menunjukkan rasio input/output optimal yang meminimalkan biaya produksi pada output tertentu karena slope isoquan dan garis isocost sama. Titik Q adalah efisien secara teknis tetapi secara alokatif tidak efisien, karena produsen atau petani Q memproduksi dengan biaya lebih tinggi dibanding pada Q’. Efisiensi alokatif (AE) untuk petani yang beroperasi pada titik P didefinisikan menjadi rasio OR/OQ, karena jarak RQ mewakili pengurangan dalam biaya produksi yang akan terjadi jika produksi terjadi pada titik Q’ yang efisien secara alokatif (dan secara teknis), dan bukan pada titik Q yang efisien secara teknis tetapi tidak efisien secara alokatif. Total efisiensi ekonomi (EE) adalah sama dengan perkalian efsiensi teknis dengan efisiensi alokatif, yaitu: EE = TE x AE = (OQ/OP) x (OR/OQ) = OR/OP. Dapat disimpulkan bahwa efisiensi teknis dan alokatif bisa diukur dari segi fungsi produksi frontier dan asosiasi first order condition (FOC) atau dengan menggunakan dual fungsi biaya (Taylor et al., 1986).

26 x2/y S

A P

R

Q Q’ D S’

O A’

x1/y

Sumber : Coelli, et al., 1998 Gambar 1. Pengukuran Efisiensi Teknis dan Alokatif Berorientasi Input Pada Gambar 1 diperlihatkan bahwa TE tidak harus berimplikasi total EE, maupun minimisasi biaya. Petani bisa mencapai TE dengan menggunakan input tanpa mempertimbangkan harga input. Terlepas dari tingkat produksi yang relatif tinggi, produsen yang mengikuti strategi ini tidak akan mungkin meminimalkan biaya. Pengukuran efisiensi menurut Farrel semula sah untuk teknologi restriktif yang dicirikan oleh CRS atau homogenitas linier. Analisis Farrel tidak mempertimbangkan level produksi optimal karena skala produksi tidak terbatas pada CRS. Tetapi, pengukuran Farrel telah digeneralisir menjadi teknologi yang kurang restriktif (misalnya, dapat dilihat Fare and Lovell, 1978; Forsund and Hjalmarsson, 1979; dan Forsund, Lovell dan Schmidt, 1980).

27 2.2.2. Pengukuran Berorientasi output (Output-Oriented Measures) Metode pengukuran berorientasi output (output-oriented measures) seperti yang diilustrasikan Gambar 2 (Coelli et al., 1998), dijelaskan dengan menggunakan kurva kemungkinan produksi (production possibility frontier/PPF) yang direpresentasikan garis DD’. Garis ZZ’ adalah garis isocost yang ditarik secara tangensial ke kurva kemungkinan produksi.

Sementara itu, titik A

menunjukkan petani yang berada dalam kondisi in-efisien secara teknis. Garis AB menggambarkan kondisi yang in-efisien secara teknis, yang ditunjukkan oleh adanya tambahan output tanpa membutuhkan tambahan input. y2/x Z C D B’

B A

Z’ O D’

y1/x

Sumber : Coelli, et al., 1998 Gambar 2. Pengukuran Efisiensi Teknis dan Alokatif Beorientasi Output Berkenaan dengan kondisi tersebut, pada pendekatan ini rasio efisiensi teknis didefinisikan sebagai :

TE0  OA

OB

............................................................................................(3)

28 Dengan adanya informasi harga output yang digambarkan oleh garis isorevenue DD’ maka efisiensi alokatif dituliskan dalam bentuk :

AE0  OB

OC

..........................................................................................(4)

Sementara itu, kondisi efisien secara ekonomi ditujukkan oleh :



EE0  TE0  AE0  OA

OB

 OB OC ...................................................(5)

Nilai rasio dari ketiga efisiensi tersebut berkisar antara 0 dan 1.

Namun

pendekatan ini mudah terkena kesalahan di dalam pengukuran (measurement errors), sedangkan dalam proses pengambilan data di lapang kesalahan sangat tinggi.

2.3. Pengukuran Efisiensi Parametrik Menurut Debertin (1986) fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis (technical relationship) antara sejumlah input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dalam proses produksi. Coelli, Rao dan Battese (1998) menyatakan bahwa fungsi produksi frontier adalah fungsi produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dicapai dari setiap penggunaan input. Apabila suatu kegiatan usahatani berada pada titik pada fungsi produksi frontier artinya usahatani tersebut efisien secara teknis. Jika fungsi produksi frontier diketahui maka dapat diestimasi inefisiensi teknis melalui perbandingan posisi aktual relatif terhadap frontier-nya. Pendekatan parametrik mengacu pada setiap metode frontier yang dikonstruksi adalah parametrik, misalnya fungsi produksi frontier Cobb-Douglas atau translog.

Pendekatan parametrik dapat dibedakan menjadi pendekatan

29 parametrik deterministik dan frontier stokastik (Bravo-Ureta dan Pinherio,1993), sedangkan Kumbhakar dan Lovell (2000) pendekatan parametrik untuk data cross-sectional dibedakan menjadi pendekatan parametrik deterministik, frontier stokastik, dan frontier distance. Pendekatan ini memerlukan spesifikasi eksplisit teknologi produksi. Sampai akhir 1960-an sebagaian besar studi menggunakan metodologi least-squares tradisional untuk mengestimasi fungsi produksi. Coelli (1995) dan Coelli et al., (1998) berpendapat bahwa mengestimasi fungsi produksi frontier memiliki dua keuntungan utama dibanding dengan mengestimasi fungsi produksi rata-rata. Pertama, estimasi fungsi produksi rata-rata hanya memberikan fungsi teknologi rata-rata petani, sedangkan estimasi fungsi produksi frontier sangat dipengaruhi oleh petani yang mempunyai kinerja terbaik yang mencerminkan teknologi yang digunakan.

Kedua, fungsi produksi frontier mewakili hasil

estimasi metode praktek terbaik di mana efisiensi petani dalam industri tersebut bisa diukur. Misalnya, proses produksi atau teknologi dituliskan sebagai berikut :

Yi  f  X i ;  exp i ,

i  1,2,...., N ..................................................(6)

di mana Yi adalah tingkat produksi untuk petani contoh ke-i; f(.) adalah bentuk fungsi yang sesuai; Xi adalah vektor input untuk petani ke-i; β adalah vektor parameter tidak diketahui yang akan diukur; εi adalah variabel acak; dan N adalah jumlah petani. Fungsi produksi mewakili output maksimum yang mungkin tercapai pada kombinasi input tertentu. Tetapi, estimasi model di atas mengasumsikan εi~N(0, σs2) menghasilkan fungsi produki rata-rata. Untuk

30 pengukuran efisiensi, kita harus bisa menentukan standar atau fungsi produksi dari perilaku yang diamati bisa diukur. Dalam realita, petani mungkin tidak mencapai tingkat output maksimum, sebagai akibat terjadinya inefisiensi teknis. Muller (1974) melakukan modifikasi fungsi C-D dalam rangka melakukan studi empiris dalam upaya mengukur dampak informasi terhadap efisiensi teknis yang dikaitkan dengan fungsi produksi frontier. Perbedaan inefisiensi teknis yang terjadi pada petani disebabkan ketidakmampuan petani berproduksi pada fungsi produksi frontier. Beberapa alasan yang dikemukakan Muller (1974), disebabkan beberapa faktor, yaitu : (1) teknologi produksi yang digunakan oleh petani dapat berbeda, dengan demikian jika hal ini benar, maka tidak ada alasan kuat untuk membandingkannya; (2) perbedaan pengamatan yang dapat disebabkan gangguan acak, kemungkinan yang kedua ini jelas dan tidak sukar dijelaskan; dan (3) terjadi perbedaan efisiensi teknis, dalam hal situasi ini semua produsen telah menggunakan teknologi yang sama tetapi produsen yang satu lebih efisien menggunakannya daripada yang lain.

2.3.1. Frontier Parametrik Deterministik Disebut frontier parametrik deterministik karena output di batasi dari atas oleh fungsi produksi yang tidak bersifat stokastik. Di mana galad satu sisi (onesided error term) akan memaksa output (y) lebih kecil dari fungsi produksi frontier atau f(x). Hal ini berbeda dengan pendekatan non-parametrik karena teknologi yang ada diekspresikan dengan bentuk fungsi spesifik. Aigner dan Chu (1968) mengikuti pendapat Farrel (1957) menyarankan penggunaan bentuk fungsi

31 spesifik, berbentuk fungsi produksi Cobb-Douglas homogenus. Model ini ditulis sebagai berikut: Yi = f(Xi;β)exp(Ui),

i = 1, 2, ...., N ........................................................(7)

di mana: Yi = output petani ke-i; Xi = vektor input untuk petani ke-i; f(.) = bentuk fungsi Cobb-Douglas; β = vektor parameter yang tidak diketahui yang akan diukur; Ui = variabel acak non-negatif terkait dengan efisiensi teknis. Perlu dicatat bahwa Ui adalah galat satu sisi, yang mempunyai implikasi semua observasi terletak pada atau di bawah frontier, yaitu : Yi < f(Xi;β), i = 1, 2, ...., N. Dibuat dalam bentuk logaritma : k

ln Yi = β0 +

  j ln Xji – Ui, Ui > 0 ..........................................................(8) j 1

di mana k merupakan jumlah input dalam fungsi produksi. Aigner dan Chu (1968) menyarankan parameter β fungsi frontier diukur dengan programasi linier atau kuadratik. Dalam aplikasi empiris, Aigner dan Chu (1968) menggunakan linier programing dimana parameter β fungsi frontier diestimasi dengan meminimalkan: N

U i1

i

dengan syarat Ui > 0, untuk semua i = 1, 2, ..., N. Efisiensi teknis dari petani ke-i dapat didefinisikan sebagai rasio aktual

output terhadap output frontier terkait : TEi = Yi / exp[f(Xi; β)] = exp(-Ui).................................................................(9) Ukuran efisiensi teknis ini menggunakan pendekatan berorientasi output. Keuntungan utama pendekatan ini dibanding pendekatan non-parametrik bahwa

32 lebih sedikit retsriksi yang di-impose

dan non-constant return to scale bisa

diakomodasi. Tetapi, salah satu kelemahan pendekatan ini adalah memiliki sensitivitas estimasi parameter terhadap pencilan (outlier) karena frontier jenis ini diestimasi berdasarkan subset data. Aigner dan Chu (1968) menyarankan bahwa tehnik programing dengan kendala peluang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah outlier, dengan membiarkan sebagian pengamatan berada di atas frontier estimasi. Saran ini dilakukan oleh Timmer (1971) untuk mendapatkan frontier probabilistik. Teknik ini dilakukan dengan mengestimasi parameter model dengan secara berurutan membuang persentase pengamatan (outlier) sampai perubahan estimasi parameter cukup kecil. Kelemahan pendekatan ini adalah bersifat acak dari seleksi pengamatan untuk dihilangkan dari sampel. Kelemahan lainnya adalah tidak adanya asumsi galat, hasil estimasi parameter tidak memiliki sifat statistik dan pengujian hipotesis tidak mungkin dilakukan.

2.3.2. Frontier Statistik Deterministik Membuat beberapa asumsi statistik tentang galat dalam persamaan (9) adalah motif pengembangan model ini. Dalam persamaan (2.8), Ui diasumsikan terdistribusi secara independen dan identik (iid) dan nilai Xi diasumsikan exogenous (independen dari Ui). Karena galat Ui adalah satu sisi, estimator OLS untuk parameter tidak bisa diterima untuk mengukur parameter di dalam model (10). Secara ringkas persamaan fungsi produksi frontier statistik deterministik dalam bentuk logaritma dapat diformulasikan sebagai berikut :

33 k

ln Yi = β0 +

  j ln Xji –( Ui –ci), Ui > 0 ................................................(10) j 1

Metode ini menggunakan teknik statistika untuk mengestimasi frontier statistik determenistik.

Metode estimasi untuk frontier statistik deterministik

dapat dilakukan dengan corrected ordinary least Squares (COLS) dan parametric linier programming (PLP), Aigner dan Chu (1968). Richmon (1974) memberikan pendekatan alternatif untuk mengestimasi fungsi produksi frontier statistik deterministik yang dikemukakan oleh Afriat (1972). Pendekatan ini, yang disebut OLS terkoreksi (COLS), mudah diaplikasikan dan tidak memerlukan asumsi khusus tentang galat. Selanjutnya Kumbhakar dan Lovell (2000) memperluas metode estimasi untuk frontier statistik deterministik dapat dilakukan dengan goal programming (GP), corrected ordinary least Squares (COLS), dan modified ordinary least squares (MOLS). Afriat (1972) memodifikasi model Aigner dan Chu (1968) dengan mengasumsikan distribusi dua parameter beta untuk e-u di mana Ui adalah galat, dan diusulkan bahwa model diestimasi dengan maximum likelihood estimation (MLE). Richmon (1974) juga mengemukakan metode modifikasi OLS (MOLS), yang membuat asumsi tentang bentuk distribusi inefisiensi non-negatif (Ui). Asumsi paling populer adalah setengah normal, yang memerlukan estimasi satu parameter tambahan, varian distribusi normal yang terpotong diatas nol. Distribusi parameter tunggal lainnya yang sudah banyak digunakan adalah eksponensial. Menurut prosedur MOLS, model tersebut pertama diestimasi menggunakan OLS dan intersepnya dikoreksi dengan estimasi untuk mean Ui, diturunkan dari momen residual OLS, dan bukan mengadopsi prosedur penyesuaian COLS (Lovell, 1993).

34 Keuntungan dari penggunaan pendekatan frontier statistik deterministik adalah hasil analisis untuk model menggunakan data sampel yang memadai dapat diuji kelayakan statistiknya (Aigner dan Chu, 1968; Richmon, 1974; serta Scmidt, 1976). Scmidt (1976) mengemukakan bahwa pendekatan frontier statistik deterministik mempunyai kelemahan yang sama dengan pendekatan nonparametrik dan pendekatan parametrik deterministik, yaitu terletak pada diperlukannya bentuk fungsional tertentu dan semua penyimpangan dari frontier dikategorikan sebagai inefisiensi teknis. Pendekatan ini mempunyai asumsi implisit bahwa semua variasi acak adalah karena inefisiensi teknis dan tidak diperbolehkan adanya variasi acak diluar kontrol petani.

2.3.3. Frontier Statistik Stokastik Salah satu metode estimasi tingkat efisiensi teknis yang banyak digunakan adalah melalui pendekatan frontier statistik stokastik atau frontier stokastik, yang dalam implementasinya menggunakan stochastic production frontier (SPF). Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Aigner et al. (1977); dan dalam saat yang bersamaan juga dilakukan oleh Meeusen dan van den Broeck (1977). Pengembangan pada tahun-tahun berikutnya banyak dilakukan seperti oleh Battese dan Coelli (1988, 1992, 1995), Coelli et al., (1998), Waldman (1984), Kumbhakar (1990).

Pendekatan SPF juga pernah digunakan oleh Erwidodo

(1992a dan 1992b), Siregar (1987), Sumaryanto (2001), Sumaryanto et al. (2003), Wahida (2005) serta Sukiyono (2005).

35 Pendekatan frontier deterministik yang telah diuraikan terdahulu, ternyata belum mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan bahwa kinerja usahatani dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang berada di luar kontrol petani. Dalam model frontier statistik stokastik atau sering hanya disebut frontier stokastik, output diasumsikan dibatasi dari atas oleh suatu fungsi produksi stokastik. Pada kasus Cobb-Douglas, model tersebut dalat dituliskan sebagai berikut : yi  A  a j xij  (vi  ui).......................................................................................... (11)

di mana : simpangan (vi - ui) terdiri atas dua bagian, yaitu : (1) komponen error simetrik yang memungkinkan keragaman acak dari frontier antar pengamatan dan menangkap pengaruh kesalahan pengukuran atau kejutan acak, dan (2) komponen kesalahan satu-sisi (one-sided error) dari simpangan yang menangkap pengaruh inefisiensi teknis. Pada kasus fungsi produksi translog dalam bentuk logaritma, model tersebut dalat dituliskan sebagai berikut : LnYjt  0  i LnXjit 1/ 2 i  k ik LnXjit LnXjkt  (vi  ui)..................................... (12)

Pada setiap model frontier statistik stokastik, simpangan yang mewakili gangguan statistik (statistical noise) diasumsikan independen dan identik (iid) yang terdistribusi secara normal. Asumsi distribusi yang paling sering digunakan adalah setengah normal (half normal).

Jika dua simpangan (vi dan ui)

diasumsikan bersifat independen satu sama lain serta independen terhadap input

36 produksi (xi), dan dipasang asumsi distribusi spesifik (secara berturut-turut : normal dan setengah normal), maka fungsi likelihood (maximum likelihood estimators) dapat dihitung. Metode estimasi lain yang dapat digunakan adalah melalui estimasi model dengan OLS (Ordinary Least Square) dan mengkoreksi konstanta dengan menambahkan suatu penduga konsisten dari E(ui) berdasarkan momen yang lebih tinggi (dalam kasus setengah normal, digunakan momen ke dua dan ke tiga) dari residual kuadratik terkecil atau disebut CLOS (Corected Ordinary Least Square). Setelah model diestimasi, nilai-ninai (vi - ui) juga dapat diperoleh. Pada pengukuran efisiensi, penduga untuk uj juga diperlukan. Jondrow et al. (1982) menyarankan kemungkinan yang paling relevan adalah E(ui│vi - uj) yang dievaluasi berdasarkan nilai-nilai (vi - ui) dan parameter-parameternya. Dalam makalahnya, Jondrow et al., (1982) mengemukakan bahwa formula E(u│v - u) untuk kasus normal dan setengah normal. Struktur dasar model frontier statistik stokastik pada persamaan (11 dan 12) dapat diilustrasikan pada gambar 3. Keunggulan

pendekatan

frontier

stokastik

adalah

dimasukkannya

gangguan acak (disturbance term), kesalahan pengukuran dan kejutan eksogen yang berada di luar kontrol petani. Sementara itu, beberapa keterbatasan dari pendekatan ini adalah : (1) Teknologi yang dianalisis harus diformulasikan oleh struktur yang cukup rumit, (2) Distribusi dari simpangan satu-sisi harus dispesifikasi sebelum mengestimasi model, (3) Struktur tambahan harus dikenakan terhadap distribusi inefisiensi teknis, dan (4) Sulit diterapkan untuk usahatani yang memiliki lebih dari satu output.

37

Sumber : Coelli et al., 1998 Gambar 3. Fungsi Produksi Frontier Statistik Stokastik

Komponen yang pasti dari model frontier adalah f(xi;β) digambarkan dengan asumsi memiliki karakteristik skala pengembalian yang menurun (decreasing return to sclale). Kegiatan produksi dari dua orang petani diwakili dengan simbul i dan j. Dalam hal ini, petani i dalam kegiatan usahataninya menggunakan input produksi sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi. Output frontier petani i adalah yi*, melampaui nilai output dari fungsi produksi deterministik yaitu f(xi;β). Hal ini dapat terjadi karena kegiatan produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan (misalnya : curah hujan yang cukup, sinar matahari yang memadai, tidak adanya serangan organisme pengganggu tanaman/OPT), sehingga variabel vi bernilai positif. Sementara itu,

38 petani j menggunakan input produksi sebesar xj dan memperoleh output sebesar yj, akan tetapi output frontier petani j adalah yj* yang berada di bawah bagian yang pasti dari fungsi produksi. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi usahatani dipengaruhi oleh kondisi yang kurang menguntungkan (misalnya : curah hujan terlalu tinggi, kekeringan, atau serangan OPT), yaitu vi bernilai negatif. Output frontier yang tidak dapat diobservasi ini berada di bawah output dari fungsi produksi determisnistik yaitu f(xi;β). Pada kasus kedua, hasil produksi yang dicapai petani j berada di bawah fungsi produksi frontier f(xi;β).

2.4. Pengaruh Perubahan Teknologi Terhadap Efisiensi Produksi Terdapat tiga jenis sumberdaya utama yang menentukan produksi pertanian, yaitu lahan, tenaga kerja dan modal (Harianto, 2010).

Upaya

peningkatan produksi dan produktivitas pertanian tidak terlepas dari peningkatan ketiga faktor produksi tersebut.

Faktor produksi yang memungkinkan petani

untuk melakukan adopsi teknologi yang lebih maju adalah modal. Peningkatan kualitas tenaga kerja baik dari aspek keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerialnya akan menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas yang dicapai. Peningkatan luas lahan garapan kepada petani akan memberikan dampak nyata terhadap pertumbuhan produksi pertanian. Hick (1932) menulis buku yang terkenal “The theory of wages” mengemukakan bahwa perubahan teknologi yang bias terhadap pemakaian salah satu faktor produksi didorong (induced) oleh struktur harga faktor produksi tersebut. Perubahan harga relatif dari faktor masukan akan berpengaruh terhadap

39 arah penemuan (invention) dan perbaikan atau perubahan (innovation) teknologi. Teori induced innovation dari Hick bertitik tolak pada suatu keyakinan dan bukti empiris bahwa kenaikan harga relatif dari salah satu faktor produksi terhadap faktor produksi lainnya akan mendorong perubahan teknologi yang akan mengurangi penggunaan faktor produksi tersebut relatif terhadap faktor produksi lainnya. Pemikiran Hick tersebut merupakan dasar bagi teori An Induced Development Model (ID) yang diperkenalkan oleh Hayami dan Rutan (1985). Salah satu pertanyaan utama Hayami dan Rutan (1985) adalah bagaimana hubungan di antara perubahan-perubahan teknologi, kelembagaan dan ekonomi tersebut dapat menjamin kesinambungan proses pembangunan pertanian. Hayami dan Ruttan memberikan perhatian bagaimana mengidentifikasi kondisi yang mendukung pertumbuhan sektor pertanian yang berkesinambungan dalam proses pembangunan secara keseluruhan. Berdasar kajian tersebut, dalam penyusunan model ID, Hayami dan Ruttan (1985) mengemukakan hipotesis pokok yaitu : “Keberhasilan peningkatan produktivitas pertanian secara cepat ditentukan oleh kemampuan untuk menciptakan teknologi yang secara ekologis dan ekonomis dapat diterapkan dan dikembangkan di tiap negara atau wilayah pembangunan”. Hayami

dan

Ruttan

(1985)

juga

mengajukan

hipotesis

tentang

produktivitas pertanian yang tinggi di negara-negara berkembang, yaitu : (1) Perkembangan sektor non-pertanian, yang mampu memberikan dampak terhadap peningkatan produksi pertanian, disebabkan kemampuan sektor ini menyediakan

40 faktor produksi modern yang murah bagi sektor pertanian, seperti traktor dan pupuk buatan; (2) Kapasitas masyarakat pertanian dalam menciptakan inovasi teknologi yang berkesinambungan untuk meningkatkan permintaan input yang dihasilkan sektor industri.

Kondisi lingkungan yang kondusif (enable

environment), proses dan mekanisme, dan sistem dalam melakukan pembangunan pertanian akan sangat menentukan tingkat produktivitas pertanian. Semaoen (1992) mengemukakan terdapat empat macam karakteristik abstraksi teknologi, yaitu : (1) Efisiensi teknis yang ditunjukkan oleh intersep, (2) Skala operasi dari proses produksi, (3) Intensitas faktor masukan, dan (4) kemudahan substitusi antar faktor masukan yang dikenal dengan elastisitas substitusi. Dua macam karakteristik abstraksi teknologi yaitu efisiensi teknis dan perolehan terhadap skala (return of scale) adalah tidak tergantung pada ratio produktivitas marjinal dari faktor masukan. Tetapi elastisitas substitusi antar faktor (marginal rate of technical substitution/MRTS) adalah bergantung pada produktivitas marginal dari faktor masukan. Pengaruh perbaikan teknologi terhadap efisiensi produksi diteliti oleh Theingi dan Thanda (2005) dalam sebuah konferensi penelitian pertanian internasional untuk pembangunan.

Hasil penelitian dengan judul “Analisis

Efisiensi Teknis Sistem Produksi Beras Beririgasi di Myanmar” diperoleh temuan bahwa masalah yang dihadapi oleh petani antara lain adalah : harga pupuk yang tinggi, kekurangan air irigasi, keterbatasan investasi, minimnya pengetahuan tentang proteksi tanaman, serta sulitnya meperoleh benih yang berproduktivitas tinggi. Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan fungsi produksi frontier

41 stokastik, menunjukkan bawa penggunaan tenaga kerja keluarga dan penggunaan pupuk berpengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas pada usahatani kecil. Lebih lanjut dikemukakan bahwa tingkat pendidikan petani yang skala usahataninya menengah berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Petani dengan skala besar memiliki efisiensi teknis tertinggi yaitu sebesar 0.77 atau di atas petani skala menengah dan kecil. Implikasinya adalah pemerintah seharusnya melanjutkan dukungannya dalam investasi publik dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi teknis dan tingkat produktivitas. Menurut Gathak dan Ingersent (1984), perbaikan teknologi dalam bidang pertanian akan memiliki dua karakteristik, yaitu : (1) Membentuk fungsi produksi yang baru yang lebih tinggi dari penggunaan sejumlah input yang jumlahnya tetap, dan (2) Dapat dihasilkan output yang sama dengan memberikan sejumlah input yang lebih sedikit, sehingga akan menurunkan biaya produksi. Selanjutnya dikemukakan bahwa dengan adanya perbaikan teknologi akan menyebabkan terjadinya pergeseran fungsi produksi secara positif dan vertikal ke atas. Sumarno (2011) mengemukakan bahwa peran teknologi dalam meningkatkan produktivitas agregat nasional tidak semata-mata disebabkan oleh peningkatan daya hasil per hektar, tetapi juga disebabkan oleh adanya stabilitas dan kepastian hasil, terkendalikannya

hama-penyakit

tanaman,

adanya

pengurangan

senjang

produktivitas, perbaikan kualitas hasil, dan pengurangan kehilangan hasil panen. Secara grafik keterkaitan konsep efisiensi dan perubahan teknologi (yang direpresentasikan pergeseran fungsi produksi) dapat disimak pada Gambar 4 berikut.

42

Sumber : Coelli at. al., 1998 Gambar 4. Konsep Efisiensi berdasarkan Fungsi Produksi dengan Perbaikan Teknologi

Keterangan : TPP1 : kurva kemungkinan produksi teknologi unggul TPP2 : kurva kemungkinan produksi teknologi lebih rendah D

: inefisiensi teknis dan alokatif

B

: efisiensi teknis, inefisiensi alokatif

C

: inefisiensi teknis, efisiensi alokatif

A

: efisiensi teknis dan alokatif

Bebeberapa pakar (Byerlee, 1980, Rhoades, 1984, dan Watson, 1988) mengemukakan beberapa hal pokok yang harus diperhatikan dalam proses pengembangan teknologi baru dan adaptasinya kepada pengguna di suatu wilayah adalah : (1) Apakah paket teknologi baru tersebut dapat memecahkan

43 permasalahan pokok yang dihadapi oleh pengguna, (2) Apakah pengguna teknologi mengetahui tentang teknik, cara, dan bahan yang digunakan, (3) Apakah pengguna mengetahui makna dan logika yang terkandung dalam paket teknologi tersebut, dan (4) Apakah paket teknologi tersebut mampu beradaptasi terhadap permasalahan alamiah dan sosial ekonomi yang dihadapi oleh pengguna.

2.5.

Konsep Risiko dan Ketidakpastian Risiko dan ketidakpastian pada awalnya digunakan secara bersama-sama

baik dalam jurnal maupun dalam beberapa tulisan lainnya. Henderson dan Quant (1980), Varian (1992), serta Samuelson dan Nordhaus (1993) menggunakan istilah ketidak pastian (uncertainty) terkait dengan peluang (probability). Knight (1921) adalah orang yang pertama-tama mampu memisahkan dengan jelas antara istilah risiko dan ketidakpastian.

Dikemukakan bahwa sesuatu peristiwa

lingkungan disebut ketidakpastian apabila hasil dari kejadian akhir yang kemungkinan terjadinya (possible outcome), dan kebolehjadian (possibility) untuk masing-masing peristiwa itu tidak diketahui. Sedangkan, dalam lingkungan yang mengandung risiko, baik keluaran (outcome) maupun kebolehjadian (possibility) terjadinya peristiwa itu dapat diketahui. Vlek dan Stallen (1981) mendaftar paling tidak ada enam definisi mengenai risiko, yaitu : (1) Risiko adalah peluang terjadinya kerugian; (2) Risiko adalah ukuran dari kemungkinan terjadinya kerugian; (3) Risiko adalah sebuah fungsi, sebagian besar produk dari peluang dan ukuran kerugian; (4) Risiko adalah sama dengan keragaman dari distribusi peluang pada semua konsekuensi dari

44 serangkaian aksi berisiko; (5) Risiko adalah semi-varian dari distribusi pada semua konsekuensi, hanya mengambil alih konsekuensi yang bersifat negatif, dan berkenaan dengan beberapa nilai referensi yang diadopsi; dan (6) Risiko adalah sebuah pembobotan kombinasi linier dari varian dan distribusi nilai yang diharapkan dari semua konsekuensi-konsekuensi kemungkinan. Debertin (1986) mengemukakan bahwa risiko sebagai suatu kejadian di mana hasil dari kejadian dan peluang terjadinya bisa diketahui secara pasti. Robinson dan Barry (1987) mengemukakan bahwa jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh pembuat keputusan, yang didasarkan pada pengalaman maka hal tersebut menunjukkan konsep risiko. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasarkan pada konsep kepuasan yang diharapkan (expected utility). Dalam kaitannya dengan expected

utility sangat erat hubungannya dengan peluang

(probability). Robinson dan Barry (1987) memandang peluang sebagai frekuensi relatif dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Kepuasan (utility) sangat sulit diukur sehingga umumnya didekati dengan pengukuran pendapatan (return). Indikator adanya risiko ditunjukkan oleh adanya variasi atau fluktuasi dari return dengan asumsi faktor-faktor tertentu bersifat tetap. Menurut Ellis (1988) peluang berarti frekuensi yang diharapkan terjadi dari sebuah kejadian (jumlah seluruh kemungkinannya adalah satu).

Dengan

demikian risiko merupakan suatu hal yang obyektif dengan asumsi informasi tersedia cukup. Dalam prakteknya informasi tidak semata-mata menunjuk pada pengetahuan seseorang atas kejadian tertentu melainkan lebih pada derajat

45 personal pengambil keputusan. Dengan kata lain, seberapa besar kepercayaan orang tersebut pada setiap peluang yang mungkin terjadi, hingga batas ini risiko bergeser dari sudut pandang obyektif menjadi subyektif. Ellis (1988) mengemukakan ketidakpastian adalah suatu kejadian di mana hasil dan peluangnya tidak bisa ditentukan. Jadi ketidakpastian tidak berkaitan dengan peluang-peluang. Selanjutnya dikatakan, ketidakpastian merupakan diskripsi karakter dan lingkungan ekonomi yang dihadapi oleh petani, di mana lingkungan tersebut mengandung beragam ketidakpastian yang direspon oleh petani berdasarkan kepercayaan subyektifnya. Secara normal tidak ada satu orangpun yang mau masuk ke lingkungan yang penuh dengan risiko tanpa mengharapkan perolehan (return) yang lebih besar. Model risiko paling awal dikembangkan oleh Just dan Pope (1979). Model Just dan Pope pada awalnya digunakan untuk melihat risiko produksi pertanian. Beberapa peneliti (Just dan Pope, 1979; Bontems dan Thomas, 2000; serta Bokusheva dan Hockmann, 2005) menjelaskan bahwa dalam menganalisis sektor pertanian sangat penting untuk mempertimbangkan faktor risiko, khususnya risiko produksi. Apabila tidak memasukkan faktor risiko produksi akan membawa konsekuensi diperoleh kesimpulan yang tidak benar. Fungsi produksi model Just dan Pope terdiri atas fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan fungsi produksi varian (variance production function). Dalam model ini, fungsi produksi rata-rata maupun varian dipengaruhi oleh variabel input seperti lahan, benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja, serta input-input lain. Selanjutnya diungkapkan bahwa beberapa input dapat menjadi

46 faktor yang bersifat meningkatkan risiko produksi (risk inducing factors) dan faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Secara matematis model Just dan Pope dapat diformulasikan sebagai berikut (Just dan Pope, 1979) :

 n i   y  AXi e ................................................................................................... (13)  i1  di mana y adalah output, Xi menunjukkan jenis input yang digunakan (Xi>0) dan  adalah error term stokastik dengan E() =0 dan V() >0. Dampak tambahan penggunaan input terhadap variabilitas output adalah : n  V ( y)  A2  X i 2i V e .................................................................................................... (14)  i1   



Selanjutnya Juts dan Pope (1979) mengemukakan bahwa perubahan variabilitas produksi sebagai akibat perubahan input adalah :   V ( y) 2iA2  n 2i    X V e  0.................................................................................... (15) X i X i  i1 i   



Dengan mengasumsikan bahwa αi > 0 maka dampak kenaikan penggunaan input akan meningkatkan variabilitas output ketika αi > 0. Seharusnya dampak kenaikan input terhadap produk rata-rata tidak digabung dengan dampaknya terhadap variabilitas output.

Just dan Pope (1979) membuat model untuk mengatasi

keterbatasan ini, yaitu :

47

y  f X  h1/ 2 X  ............................................................................................................. (16)

Dengan asumsi E() = 0 dan V() =1 maka E(y) =f(X), dan V(y)=h(X). Sehingga dampak perubahan input terhadap produk rata-rata dan variabilitas output dapat dijelaskan secara berbeda. Dari persamaan 16 dapat dengan mudah dijelaskan dampak perubahan input terhadap variabilitas output dan terhadap produk atau output rata-rata. V ( y)  hi( X ).................................................................................................................... (17) Xi

1 y  f ' X  1 h 2 X hiX  .......................................................................................... (18) 2 Xi

Model Just dan Pope dapat disarikan sebagai berikut : (1) Difokuskan pada risiko produksi, (2) Risiko produksi diukur dari varian output, (3) Tidak menganalisis perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi, (4) Dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu input dapat menurunkan risiko produksi, (5) Memiliki kegunaan yang baik untuk manajemen risiko produksi, serta (6) Galad acak (error term) tidak memisahkan antara risiko produksi dan inefisiensi teknis. Kumbhakar (2002) mengungkapkan bahwa model Just dan Pope memfokuskan pada risiko produksi, yang diukur dari varian output, dan menyarankan menggunakan spesifikasi fungsi produksi yang memenuhi beberapa properties yang dibutuhkan. Fokus utama dari spesifikasi Just dan Pope adalah

48 alokasi input dapat menyebabkan kenaikan risiko atau penurunan risiko produksi. Dari beberapa aspek kebijakan, informasi bahwa

input tertentu itu dapat

meningkatkan atau menurunkan risiko produksi merupakan hal yang cukup bermanfaat terutama dalam manajemen risiko produksi. Beberapa keterbatasan kerangka pemikiran Just dan Pope adalah : pertama, tidak memperhitungkan perilaku produsen dalam menghadapi risiko produksi. Perilaku produsen dalam menghadapi risiko produksi sangat berpengaruh dalam membuat keputusan alokasi penggunaan input dan pengaruhnya terhadap penawaran output.

Dalam kenyataannya input-input

maupun output-output adalah variabel pilihan sehingga sangat penting untuk membuat sebuah model yang tidak hanya mempertimbangkan risiko produksi tetapi juga mempertimbangkan perilaku produsen dalam menghadapi risiko produksi. Kedua, Just dan Pope (1979) menganggap bahwa error term dalam fungsi produksi adalah risiko produksi, sedangkan menurut Aigner et. al. (1977) membagi dua kategori error term, yaitu : error term yang berasal dari risiko produksi dan error term yang berasal dari inefisiensi. Mengabaikan faktor inefisiensi dapat memperoleh kesimpulan efisiensi teknis yang tidak benar. Kumbhakar (2002) memperluas model yang telah dibuat oleh Just dan Pope, dan secara umum spesifikasi model teknologi produksi dapat ditulis sebagai berikut : y  f ( x, z)  g(x, z)  q(x, z)u...................................................................................... (19)

49 di mana : y

= output

x

= vektor J variabel input

z

= vektor Q Quasi-fixed inputs

v

= error term, diasumsikan i.i.d. (0,1) yang merepresentasikan ketidak pastian produksi

u

= memiliki nilai >0 yang merepresentasikan inefisiensi teknis (jika u=0, produsen secara teknis efisien)

f(x,z)

= menunjukkan fungsi produk rata-rata

g(x,z) = menunjukkan fungsi risiko produksi q(x,z) = menunjukkan fungsi in-efisiensi teknis.

2.6.

Studi Efisensi pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian Salah satu studi terbaru yang mencoba untuk melihat manfaat antar

metode yang digunakan dalam analisis efisiensi adalah studi dari Bravo-Ureta et al. (2007). Secara terperinci, studi tersebut mencoba mengkaji beberapa hal, yakni : (1) Apakah metode parametrik (baik deterministik maupun stokastik) menghasilkan nilai TE yang berbeda dengan metode non parametrik; (2) Apakah bentuk fungsi memiliki pengaruh atau efek pada TE; (3) Apakah model data panel menghasilkan nilai rata-rata (mean) TE yang sama dengan yang dihasilkan model frontier dengan data cross section; (4) Apakah nilai TE dari pendekatan primal berbeda dengan pendekatan dual; (5) Apakah model dengan ukuran contoh besar dan jumlah variabel (banyak atau sedikit) memiliki pengaruh pada nilai TE; (6) Apakah nilai TE bervariasi antar jenis komoditas yang dianalisis; (7) Apakah

50 lokasi geografis (negara) menghasilkan rata-rata TE yang spesifik; dan (8) Apakah tingkat pendapatan (negara) mempengaruhi nilai estimasi TE. Untuk mendapatkan atas jawaban tersebut, Bravo-Ureta et al., (2007) mengkaji sebanyak 167 hasil studi empiris dengan komposisi sebagai berikut : 42 studi menggunakan metode non parametrik, 32 studi menggunakan metode parametrik deterministik dan 117 menggunakan metode frontier parametrik stokastik. Hasil studi menyarankan bahwa tidak ada kesimpulan yang berkaitan dengan penggunaan berbagai bentuk fungsi.

Sementara itu, analisis lainnya

menyimpulkan bahwa nilai estimasi yang dihasilkan oleh model frontier parametrik stokastik lebih tinggi dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh model parametrik deterministik. Hasil kajian juga menunjukkan bahwa model frontier parametrik stokastik adalah metode yang banyak digunakan oleh para peneliti di bidang pertanian. Ada banyak aplikasi metodologi frontier terutama di negara-negara berkembang (Kalirajan, 1981; Kalirajan, 1984; Kalirajan dan Shand 1985; Kalirajan dan Shand, 1989; Kalirajan, 1990; Kalirajan, 1991; Bauer, 1990; Battese, 1992; Battese dan Coelli, 1992; Beck 1991; Bravo-Ureta et al., 2007). Beberapa peneliti juga mengkaji efisiensi teknis beberapa komoditas pertanian di negara maju (Wilson et al., 1998; Fogasari dan Latruffe, 2007; dan Lambarraa et al., 2007).

Battese (1992) memberikan ulasan komprehensif tentang aplikasi

frontier produksi parametrik untuk usaha pertanian, khususnya padi. Ogundari dan Ojo (2006) melakukan studi efisiensi teknis, alokatif dan efisiensi ekonomi untuk ubikayu di Osun State, Nigeria.

Sedangkan Qayyum dan Ahmad (2006)

51 melakukan analisis efisiensi dan keberlanjutan kelembagaan keuangan mikro di Asia Selatan (Pakistan, India dan Banglades). Sementara itu, Wilson et al., (1998) memberikan ulasan tentang aplikasi frontier produksi kentang di Inggris dengan menggunakan data sekunder dari Departemen Pertanian, Perikanan, dan Pangan. Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993) menyampaikan ulasan komprehensif tentang aplikasi berbagai metode frontier untuk usaha pertanian negara berkembang. Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993) menguji sebanyak 30 studi dari 14 negara. Survei mereka menunjukkan bahwa usahatani padi paling banyak diteliti di antara usaha pertanian. Coelli (1995) juga menyimpulkan hal yang sama dalam surveinya, bahwa terdapat 11 aplikasi frontier untuk produksi padi dari 38 makalah. Padi paling banyak mendapat perhatian karena perannya yang sentral bagi pasokan pangan dari berbagai negara di dunia. Battese (1992), Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993) dan Coelli (1995) menunjukkan bahwa frontier parametrik lebih populer dari frontier non parametrik. Fogasari dan Latruffe (2007) mengkaji efisiensi teknis dan teknologi pertanian di Eropa Timur (Hungaria) dan Eropa Barat (Perancis) dengan membandingkan komoditas pangan dan susu dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA).

Lambarraa et al. (2007)

menganalisis efisiensi usahatani jeruk di Spanyol dengan menggunakan pendekatan Total Factor Productivity dan Stochastic Frontier Model. Sementara itu, Bravo-Ureta et al. (2007) melakukan analisis TE di pertanian dengan analisis a meta regression yang bersifat lintas negara (negara berkembang dan negara maju) dan lintas komoditas.

52 Tabel 1 ditunjukkan bahwa dari 50 studi efisiensi, sebagian besar adalah efisiensi untuk usahatani padi (29) dan beberapa komoditas non padi (21) dengan komoditas yang beragam. Berdasarkan Tabel 1 hanya ditemukan 8 studi yang menggunakan frontier non-paramterik, sedangkan selebihnya (32) menggunakan berbagai frontier parametrik. Hal ini sesuai dengan gambaran banyaknya metode parametrik dalam literatur ekonomi pertanian yang ditunjukkan oleh Battese (1992), Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993) dan Coelli (1995). Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa model frontier stokastik telah digunakan secara luas dalam analisis efisiensi terutama untuk usahatani padi, terutama di Asia, yaitu Banglades, Cina, India, Indonesia, Jepang, Pakistan, Filipina, dan Srilanka. Tampaknya di Indonesia aplikasi model frontier juga banyak dijumpai untuk usahatani padi. Beberapa studi oleh Tabor (1992), Erwidodo (1990), Erwidodo (1992a), Erwidodo (1992b) dan Trewin et al., (1995), Daryanto (2000), Sumaryanto (2001) dan Sumaryanto et al., (2003), serta Wahida (2005) menggunakan frontier stokastik untuk analisis efisiensi untuk usahatani padi. Studi Llewelyn dan William (1996) menggunakan analisis non-parametrik produksi tanaman pangan (termasuk padi) di Jawa Timur. Aplikasi model frontier untuk komoditas hortikultura masih jarang ditemukan di Indonesia, hanya dijumpai pada usahatani cabai di Kecamatan Selupu, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dengan variabel teknis dan sosial-ekonomi yang terbatas (Sukiyono, 2004). Fauziyah (2010) menggunakan model fungsi produksi frontier stokastik yang memfokuskan pada pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi terhadap alokasi input usahatani tembakau.

53 Studi produksi frontier stokastik yang ditampilkan pada Tabel 1 umumnya mengasumsikan

bahwa frontier produksi Cobb-Douglas (CD) atau Translog

adalah memadai dalam analisis data tingkat petani padi. TE usahatani padi sangat bervariasi dari 50 persen di India (Kalirajan, 1981), 76-85 persen untuk padi konvensional dan 87-94 persen untuk padi hibrida di Jiangsu China (Xu dan Jeffrey, 1998), 71,30 persen (Sumaryanto, et al., 2003) dan 76,00 persen (Wahida, 2005) di DAS Brantas, Jawa Timur, serta 91,86 persen untuk usahatani padi di lima daerah sentra produksi padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan (Kusnadi et al., 2011) pada input dan teknologi yang digunakan. Sementara itu, untuk komoditas non padi, seperti komoditas kentang di Inggris 0,90 (Wilson, Hadley, dan Kaltas, 1998), cabai merah di Rejang Lebong Bengkulu nilai TE 0.65-0.99 (Sukiyono, 2005), tembakau di Pamekasan, Jawa Timur 0.89 (Fauziyah, 2010). Dengan perbedaan tingkat inefisiensi antar petani padi dan beberapa komoditas non padi, adalah layak mempertanyakan mengapa sebagain petani relatif tinggi efisiensinya sedangkan yang lain secara teknis kurang efisien. Prosedur dua langkah telah banyak digunakan untuk eksplorasi faktor-faktor yang menerangkan inefisiensi (Tabel 2). Prosedur ini dikritik oleh beberapa penulis yang berpendapat bahwa variabel sosio-ekonomi harus dimasukkan secara langsung dalam model frontier produksi karena variabel tersebut mempunyai dampak langsung terhadap efisiensi.

54 Tabel 1. Studi-studi Empiris Model Frontier pada Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian Penulis

Lokasi

I. FRONTIER DETERMINISTIK a. Frontier non-parameterik Fare, Grabowski dan Filipina Grosskopf, padi (1985) c/ Llewelyn dan Williams , Madiun, Indonesia padi Andreu dan Grunewald, Kansas, Amerika biji-bijian dan Serikat peternakan (2006) Qayyum dan Ahmad, Pakistan, India, untuk Micro Finance Banglades (2006) Bravo-Ureta, Solis, Lintas Negara dan Lopez, Maripani, Thiam, lintas komoditas dan Rivas, beragam komoditas (2007) Fogasari dan Latruffe, Hungaria dan pangan dan susu (2007) Perancis

b. Frontier parametrik Ali dan Chaudry, padi (1990)3/ Caselli dan Coleman II, output total (2006) II. FRONTIER STOKASTIK a. Frontier penampang lintang Kalirajan, padi (1981)

Dunia

Tamilnadu, India

Kalirajan dan Finn, padi (1983) Kalirajan (1984)

Bicol, Pilipina

Taylor, Evan Drumond, dan Gomes, untuk kredit program (1986) Ekayanake, padi (1987)

Southeasttern, Minas Gerais, Brazil

Siregar, padi (1987)

Jawa Barat, Indonesia Punjab, Pakistan

Ali dan Flinn, padi (1989)

1

Punjab, Pakistan

Pilipina

Sri Lanka

Squires dan Tabor, padi (1991)c Dev dan Hossain, padi (1995) Tadesse dan Krishnamoorthy, padi (1997) Xu dan Jeffrey, padi (1998)

Jawa & Luar Jawa, Indonesia Banglades

Wilson, Hadley, dan Kaltas, kentang (1998) Hazarika dan Subramanian, teh (1999)

Inggris

Tamil Nadu

Jiangsu, China

Assam

Jml sampel & periode

Jml input yg digunakan

Bentuk fungsi1

Metode estimasi2

1948-56 77 (1994) 6100 1995-2004

7

-

LP

4

-

LP

10

-

DEA/LP

95

8

-

DEA/LP

68 1983-2005

16

-

DEA/LP

719 peternak susu dan 1183 petani pangan 2001-2004

7

-

DEA/LP

220 1984/85 52 (negara) 1988

6

CD

PR

11

CD

PR

70 (1978) 79 (1980/81) 81 (1979/80) 433 1981-1982

6

CD

MLE

4

CD

MLE

4

TL

MLE

3

CD

COLS MLE

124 (1984/85) 63 1982 120 (1982) 1080 (1983) 411 dan 825 1985 & 1990 129 1992-1993

3

CD

MLE

3

CD

7

TL

3

TL

OLS dan COL OLS dan MLE MLE

5

CD

MLE

7

CD

MLE

180 1985/86 140 1992 67 1997-1998

7

CD

MLE

12

CD

MLE

CD

MLE

CD = Cobb-douglas, TL = translog GLS = generalized least square estimator, LP = linear programming, PR = probabilistic frontier, MLE = maximum likelihood estimation 2

55 Tabel 1. Lanjutan Penulis

Lokasi

II. FRONTIER STOKASTIK a. Frontier penampang lintang Sumaryanto, padi (2001) Subang dan Cianjur, Jawa Barat serta Sidrap, Sulsel Kebede, padi (2001) Mardi Watershed in the Western Development Region of Nepal Kumbhakar, Subal C., Norwegia usahaikan salmon (2002) Ojo, S. O., ayam ras petelur Nigeria (2003.) Sumaryanto, padi (2003) Subang dan Cianjur, Jabar Sidrap, Sulsel Siregar dan Sumaryanto, DAS Brantas, kedelai (2003) Kediri, Jawa Timur, Indonesia Utama, Padi SLPHT (2003) Sumatera Barat, Indonesia Nufus, kedelai (2003) Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Indonesia Eggert dan Tveteras, Swedish West perikanan komersial (2004) Coast demersal trawl fishers Sukiyono, cabai (2005)

Wahida, padi (2005) Waridin, alat tangkap cantrang (2005) Myint dan Kyi, padi (2005) Ogundari K. Dan S.O. Ojo, ubikayu (2006)

Myanmar

Boshrabadi dan Fleming, Pistachio (2007)

Iran

Ajewole dan Folayan, sayuran daun (2008) Ray, industri (2008)

Ekiti State, Nigeria

Fauziyah, Elys

Pamekasan, Madura, Jawa Timur Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan

Kusnadi, et al., Padi (2011)

3 4

Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia DAS Brantas, Jawa Timur Pemalang, Jawa Tengah, Indonesia

Osun State, Nigeria (ubikayu)

India

Jml sampel & periode

Jml input yg digunakan

Bentuk fungsi3

Metode estimasi4

150 1998/1999-1999

8

CD

MLE

200 2000

9

CD

OLS

216 1999 200

3

CD

MLE

7

CD

MLE

40-60/lokasi 1998/1999, 1999

21

CD

MLE

480 1999/2000

8

CD

MLE

216 1995, 1999 2002

10

CD

7

CD

OLS dan MLE MLE

3,762 1995

3

Just and Pope

60 2005

7

CD

Mean Standart Deviation (MS) OLS

480 1999/2000 100 2005

23

CD

MLE

8

TL

MLE

144 1997 200 Tidak ada informasi tahun pengumpulan data 475 2003-2004

9

CD

MLE

9

CD

MLE

7

TL

100

4

CD

Technology Gap Ratio (TGR) MLE

23 kelompok industri 1991, 1995, 2001 2010

28

TL

COL

6 -7

CD

MLE

6

CD

MLE

802 responden petani

CD = Cobb-Douglas, TL = translog GLS = generalized least square estimator, LP = linear programming, PR = probabilistic frontier, MLE = maximum likelihood estimation

56 Tabel 1. Lanjutan Penulis

Lokasi

b. Frontier data panel dan Pool Kalirajan dan Shand, padi (1989) Dawson dan Lingard, padi (1989)

Tnnevely, South India Central Luzon, Pilipina

Erwidodo, padi (1990)

Jawa Barat

Dawson, Lingard dan Woodford, padi (1991)

Central Luzon, Filipina

Battese dan Coelli, padi (1992) Battese dan Coelli, padi (1995) Erwidodo, padi (1992)

India

Erwidodo, padi (1992)

Jawa Barat

Trewin et al., padi (1995)

Jawa Barat

Ajibun, Battese dan Kada, padi (1996) Jaenicke dan Larson, tanaman penutup (2001)

Jepang

Bokusheva dan Hockman, pertanian Villano, O’Donnell dan Battese, padi (2005)

Aurepalle, India Jawa Barat

West Tennese dan Maryland’s Coastal Plain Rusia Pilipina

Jml input yg digunakan

Bentuk fungsi5

Metode estimasi6

4

TL

MLE

6

CD

MLE

15

CD, TL

GLS

8

CD

MLE

15

CD, TL

GLS

5

CD

MLE

17

CD

15

CD

OLS EGLS OLS GLS

171 1976/77, ’77, 1981/82, ‘82 470 1984-1994 1994-1997

4

CD

MLE

5

TL

MLE

7

TL

OLS dan MLE

443 1996-2001 46 1990-1997

4

Just dan Pope Fungsi Produksi Kuadratik dan fungsi risiko CD, TL, Kuadrat ik Quadrat ic cost and Translo g cost CD, TL, lainnya

MLE

CD

MLE

Jml sampel & periode

170 (1981 – 1983) 61, 57, 143 & 135 (1970, 1974, 1979, 1982) 171 1975/76, 1977 1976/77, 1977 22 1970, 1974, 1979, 1982, 1984 38 1975/76, 1976 125 1975/76-1984/85 171 (1975/1976, 1976, 1976/1977, 1983) 171 (1975/1976, 1976, 1976/1977, 1983)

5

Vilano dan Fleming, padi (2005)

Central Luzon, Pilipina

46 1990-1997

9

Andreu dan Grunewald, biji-bijian dan peternakan (2006)

Kansas, Amerika Serikat

6100 1995-2004

10

Bravo-Ureta, Solis, Lintas Negara 117 16 Lopez, Maripani, Thiam, dan lintas 1983-2005 dan Rivas, beragam komoditas komoditas (2007) Lambarraa, Gil, dan Serra, Spanyol 859 4 Jeruk (2007) 1995-2003 Sumber : Diadaptasi Daryanto (2000), dilengkapi dengan beberapa data dan informasi terbaru.

5 6

MLE

MLE

MLE

MLE

CD = Cobb-douglas, TL = translog GLS = generalized least square estimator, LP = linear programming, PR = probabilistic frontier, MLE = maximum likelihood estimation

57 Studi tentang sumber TE pada usahatani memperhatikan peran keputusan manajerial yang dipengaruhi oleh variabel-variabel sosio-ekonomi. Keputusan manajerial menentukan kemampuan seorang petani sebagai manajer untuk memilih kombinasi input produksi dan pola output usahatani yang dipandang tepat, seperti penggunaan varietas dan jumlah benih, dosis dan jenis pupuk, waktu aplikasi pemupukan dan pestisida, teknik berproduksi, sistem tanam, serta teknik panen dan pasca panen. Variabel sosioekonomi bukan bagian dari proses produksi fisik, tetapi mempunyai efek terhadap variabel keputusan manajemen. Variabel sosio-ekonomi paling banyak digunakan untuk menerangkan variasi tingkat usahatani baik padi maupun non padi dalam hal TE, yaitu ukuran lahan usahatani, pendidikan, umur dan pengalaman petani, kontak petani dengan petugas penyuluhan, pendapatan, ketersediaan dan aksessibilitas air irigasi, aksessibilitas terhadap kelembagaan koperasi, rotasi tanaman dan lain sebagainya (Tabel 2). Peranan ukuran usahatani adalah bermacam-macam. Xu dan Jeffrey (1998) menemukan hubungan signifikan antara inefisiensi teknis dan ukuran usahatani. Tetapi beberapa studi tidak menemukan hubungan seperti itu (Dev dan Hossain, 1998; Erwidodo, 1990; Squires dan Tabor, 1991). Kontak dengan pelayanan penyuluhan adalah penting dalam menerangkan inefisiensi teknis. Penyuluhan ternyata berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis dalam studi yang dilakukan oleh Kalirajan (1981), Kalirajan (1984), Kalirajan dan Flinn (1983), dan Kalirajan dan Shand (1989). Aksessibilitas terhadap kelembagaan koperasi berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis pada usahatani kentang di Inggris (Wilson et al., 1998). Demikian juga akses

58 terhadap kredit juga berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis pada usahatani padi (Kalirajan dan Shand, 1989).

Pendapatan non usahatani mempunyai

hubungan yang negatif dengan inefisiensi teknis usahatani (Xu dan Jeffrey, 1998), demikian juga pendapatan perkapita (Sumaryanto et al., 2003) dan pendapatan dari usahatani padi (2005). Pendidikan umumnya memiliki dampak positif dan nyata terhadap TE dan berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis pada berbagai usahatani. Semua studi yang terdaftar dalam Tabel 2 menggunakan beberapa variabel teknis dan variabel sosial ekonomi. Beberapa variabel teknis yang sering dimasukkan sebagai variabel dummy yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis dan TE adalah jenis irigasi, musim tanam, varietas yang digunakan, penggunaan mekanisasi pertanian, pengetahuan teknik budidaya, sistem tanam, dan rotasi tanaman. Sementara itu, beberapa variabel sosial ekonomi

yang

diduga mempengaruhi inefisiensi teknis dan TE adalah variabel umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani, jumlah anggota rumah tangga, kontak dengan penyuluh pertanian lapang, sistem penguasaan lahan, ukuran luas lahan garapan, keikutsertaan dalam keorganisasian (kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi), aksessibilitas terhadap sumber-sumber kredit, aksessibilitas terhadap pasar input, aksessibilitas terhadap pasar output, pendapatan non usahatani. Secara terperinci faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis pada berbagai usahatani dan lokasi dapat disimak pada Tabel 2.

59 Tabel 2. Inefisiensi Teknis dan Faktor-Faktor yang Menentukan Inefisiensi Teknis Usahatani dalam Studi Frontier Stokastik

Kalirajan, padi (1981)

Lokasi/ Negara Tamilnadu, India

Kalirajan dan Flinn, padi (1983)

Bicol, Pilipina

50

Kalirajan, padi (1984) Ekayanake, padi (1987)

Pilipina

27

Srilangka

50

Ali dan Flinn, padi (1989)

Punjab, Pakistan

28

Kalirajan dan Shand, padi (1989) Erwidodo, padi (1990) Squires dan Tabor, padi (1991) Battese dan Coelli, padi (1995) Dev dan Hossain, padi (1995)

Tnnevely, South India Jawa Barat, Indonesia Indonesia

30

Aurepalle, India Banglades

Tdk ada informasi 16

Wilson, Hadley, dan Kaltas, untuk kentang (1998) Xu dan Jeffrey, padi (1998)

Inggris

10,47

Jiangsu, China

15-26 (hibrida) 6-13 (konvensional)

Penulis

Inefisiensi teknis 53

7 30

Faktor yang mempengaruhi inefisiensi Pendidikan (-), pengalaman (-)**, Pengetahuan (-)**, kontak penyuluhan (-)**, penggarap bagi hasil (+) Pendidikan (-), Umur (-), pengalaman ()**, kontak penyuluhan (-)**, metode tanam (-**) Pendidikan (-), kontak penyuluhan (-)*, pemilikan (-), umur, pengalaman (-)* Petani zona barat (-)*, literacy/kemmapuan baca-tulis (-)*, petani paruh waktu (+)*, kredit (-)*, petani terbelit utang (+), varietas berumur pendek yang mudah ditanam ()* Pendidikan (-)*, menyewa (-), pekerjaan off-farm (+)*, ketidaktersediaan kredit (+)*, ukuran lahan/usahatani (+), pemilikan sumur (-), penggunaan traktor (-), hambatan air/irigasi (+)*, tanam terlambat (+), terlambat memupuk (-)* Pendidikan (-)*, pengalaman (-)*, akses kredit (-)*, kunjungan penyuluhan (-)* Ukuran usahatani/lahan (tdk ada pengaruh) Ukuran usahatani/lahan (tdk ada pengaruh) Umur (+), pendidikan sekolah (-), tahun (-) Pendidikan (+), wilayah irigasi (-)*, banjir (+)*, kekeringan (+)*, ukuran lahan (+), wilayah/lahan sewa (+)**, umur (+), tekanan subsisten (+), waktu (-)* Proporsi lahan irigasi (-)*, keikutsertaan kelembagaan koperasi (-)*, rotasi tanaman (-)* Untuk produksi padi hibrida: Jiangsu Selatan Pendidikan (-)*, ukuran lahan (-)**, pendapatan non-usahatani (-)** Jiangsu Tengah Pendidikan (-)*, ukuran lahan (-)**, pendapatan non-usahatani (-) Jiangsu Utara Pendidikan (-)*, ukuran lahan (-), pendapatan non-usahatani (-)*

60 Tabel 2. Lanjutan Penulis Siregar dan Sumaryanto, kedelai (2003)

Lokasi/ Negara DAS Brantas, Jawa Timur

Inefisiensi teknis 20

Ojo, ayam ras petelur (2003) Sumaryanto, padi (2003)

Nigeria DAS Brantas, Jawa Timur, Indonesia

29

Utama, padi SLPHT (2004)

Sumatera Barat, Indonesia

36 (SLPHT 1995)

Sukiyono, cabai merah (2005) Myint dan Kyi, padi (2005)

Rejang Lebong, Bengkulu Myanmar

23,70

33 (SLPHT 1999) 35.14 (2003 dan 2004) 23 (skala kecil)

Faktor yang mempengaruhi inefisiensi Jumlah persil (-), lahan irigasi milik (-), lahan irigasai garapan (-), pendapatan perkapita (+), umur (-), pendidikan (-), indeks diversifikasi (+), jumlah ART dewasa (+), pendidikan ART dewasa (-). Lamanya sekolah (+), umur (+), dan pengalaman (+) Jumlah persil (-)*, Rasio persil garapan sakap/total (-)*, Rasio persil garapan sewa/total (-)*, Pendapatan per kapita ()*, Pangsa pendapatan dari usahatani padi (-)*, Umur petani (KK) (-)*, Indeks diversifikasi di blok tersier Indeks diversifikasi di blok tersier (-)* Tingkat pendidikan (+), jumlah ART (+), luas lahan (+)**, pendapatan (+)*, irigasi (-), penyuluhan (+), SLPHT (-), PHT (-) Tingkat pendidikan (-)***

-umur ART (+), tingkat pendidikan (-), kontak penyuluh (-) 26 (skala -umur (-), Tingkat pendidikan sedang) (-)*, kontak penyuluh (-) -umur ART (+), tingkat pendidikan (-), 36 (skala luas) kontak penyuluh (-) Villano dan Central 11 (Translog) -umur (+), pendidikan (-), rasio ART Fleming, padi Luzon, dewasa (-)**, pendapatan non pertanian (2005) Pilipina (+)** 23 (Quadratik) -umur (-), pendidikan (+)*, rasio ART dewasa (+), pendapatan non pertanian (+) Wahida, padi Jawa 24 (CobbJumlah anggota rumah tangga usia kerja (2005) Timur, Douglas) (+)*, aksessibilitas terhadap saluran Indonesia kuarter (-)*, umur tingkat pendidikan KK (-)*, total biaya usahatani (-)*, pendapatan dari sektor pertanian (-)* Ajewole dan Ekiti State, 38.5 (CobbJumlah anggota rumah tangga (-)*, Folayan (2008) Nigeria Douglas) pendapatan dari luar usahatani (+)*, akses terhadap kredit (-)*, kunjungan penyuluh (-)*. Fauziyah (2010) Pamekasan, 11 (CobbUmur (+)*, pendidikan (-)*, pendapatan Madura, Douglas) non pertanian (-)*, teknik budidaya (Jawa Timur )**, kelompok tani (-)*, penyuluhan pertanian (-)* Catatan: * dan ** masing-masing berbeda nyata 5 dan 10 persen Sumber : Diadaptasi dari Heny Daryanto (2000), dilengkapi dengan beberapa data dan informasi terbaru.

61 2.7. Studi Risiko pada Usaha Pertanian Just dan Pope (1979) telah mengkritisi fungsi produksi tradisional yang memiliki keterbatasan dalam melihat pengaruh perubahan penggunaan input terhadap produk rata-rata dan variabilitas output. Berdasarkan restriksi ini Just dan Pope membuat model dari fungsi produksi yang terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu komponen pertama menjelaskan dampak input terhadap output yang diharapkan dan yang kedua menjelaskan dampak input terhadap variabilitas output. Dengan menggunakan data panel mereka menunjukkan bahwa pupuk nitrogen memiliki dampak meningkatkan variabilitas produktivitas artinya bahwa pemberian pupuk ini dapat meningkatkan risiko produksi (inducing risk). Beberapa kajian empiris menunjukkan petani pada umumnya berperilaku menghindari risiko produksi (risk averse), seperti yang diungkapkan oleh Binswanger (1980) serta Dillon dan Scandizzo (1978) pada kasus pertanian tradisional, juga pada kasus usahatani padi di Jawa Barat (Hutabarat, 1987). Perilaku tersebut mengindikasikan bahwa petani lebih menyukai perencanaan usahatani yang dapat memberikan rasa aman walaupun harus mengorbankan sebagian pendapatannya.

Perilaku petani tersebut sangat penting terutama

implikasinya terhadap usaha peningkatan efisiensi usahatani cabai merah. Hartoyo et al., (2004) menggunakan metode fungsi utilitas kuadratik untuk menganalisis risiko harga output pada usahatani padi di Cisarua dan Kemang, Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani padi di Cisarua memiliki kecenderungan bersifat penghindar risiko dalam harga output, sedangkan di Kemang petani bersifat netral terhadap risiko dalam harga output,

62 karena sebagian besar produksi padi untuk kasus di Kemang digunakan untuk konsumsi rumahtangga sendiri. Penelitian tentang perilaku petani padi dalam menghadapi risiko produksi di daerah Jawa Barat telah dilakukan oleh Hutabarat (1987). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi dampak penggunaan masukan terhadap risiko produksi. Dengan menggunakan model Just dan Pope di peroleh hasil temuan bahwa luas areal lahan, benih, pupuk nitrogen dan pospat bersifat sebagai meningkatkan risiko produksi (risk inducing), sedangkan tenaga kerja manusia bersifat menurunkan risiko produksi (risk reducing). Syafaat

(1990)

melakukan

penelitian

tentang

faktor-faktor

yang

mempengaruhi efisiensi teknis relatif dan sikap petani dalam menghadapi risiko produksi pada usahatani padi di sawah beririgasi teknis di WKPP (Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian) Manyeti, Kabupaten Subang dengan pendekatan maksimasi kepuasan harapan (expected utiliy maximation). Hasil penelitian menyimpulkan petani yang sumber pendapatannya berasal dari pertanian dan dari luar pertanian bersikap sebagai berani mengambil risiko produksi (risk taker) dalam penggunaan pupuk, sedangkan petani yang sumber pendapatannya hanya bersumber dari pertanian saja bersikap penghindar risiko produksi (risk averser). Purwoto (1993) melakukan penelitian tentang sikap petani terhadap risiko produksi padi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Desa Boloh, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah dengan pendekatan model linier regresi berganda koefisien keengganan petani dalam menghadapi risiko produksi.

Hasil penelitian menyimpulkan secara umum petani bersikap

63 menghindari risiko produksi.

Faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh nyata

terhadap sikap tersebut adalah sempitnya lahan dan tersebarnya lahan garapan. Petani dengan sikap menghindari risiko produksi cenderung membudidayakan varietas padi yang telah lama dikenal dan memiliki ketidakstabilan produksi relatif rendah.

Sementara itu, petani dengan sikap berani mengambil risiko

cenderung menggunakan varietas padi baru, meskipun memiliki ketidakstabilan produksi yang tinggi. Model Just dan Pope (1979) juga telah digunakan oleh Eggert dan Tveteras (2004) untuk menganalisis pilihan risiko produksi pada penggunaan Gear oleh Nelayan Komersial di Swedia. Fungsi penerimaan stokastik diestimasi dan digunakan untuk memprediksi rata-rata dan standar deviasi dari penerimaan untuk setiap perjalanan (trip) melaut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan bersifat menghindari risiko produksi (risk averter), hal ini bisa dilihat dari respon nelayan terhadap rata-rata nilai output yang dihasilkan setelah sandar bersifat positif ataukah bersifat negatif terhadap variabilitasnya. Kumbhakar (2002) telah mengembangkan Model Just dan Pope dengan menggunakan model frontier stokastik dengan struktur error yang bersifat heterokestisitas.

Kumbakhar

mencoba

mengembangkan

model

dengan

mengaitkan antara risiko produksi, pilihan terhadap risiko produksi dan inefisiensi teknis. Penelitiannya menggunakan data cross section dari budidaya Salmon di Norwegia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan bersifat penghindar risiko produksi. Pakan ikan memiliki potensi untuk

64 meningkatkan risiko produksi, sedangkan tenaga kerja manusia dapat menurunkan risiko produksi. Model yang dibuat oleh Kumbhakar telah digunakan oleh Bokusheva dan Hockmann (2005). Studi ini melihat dampak risiko produksi dan inefisiensi teknis dari produsen pertanian di Rusia. Hasil yang didapat dari analisis terhadap data panel sebanyak 443 menunjukkan bahwa inefisiensi teknis menjadi penyebab variabilitas produksi pertanian di Rusia. Selanjutnya risiko produksi juga memberikan kontribusi terhadap ketidakstabilan output pertanian Rusia. Hampir di semua usahatani pada semua lokasi (Krasnodar, Oroel, dan Samara) menunjukkan bahwa variabilitas output dapat dijelaskan oleh risiko produksi. Sehingga dengan mengabaikan risiko bisa menyebabkan estimasi efisiensi teknis menjadi bias. Selanjutnya, analisis menunjukkan bahwa respon usahatani terhadap risiko

produksi

sangat

lemah.

Sebagian

meningkatkan ketidakstabilan produksi.

besar

faktor-faktor

produksi

Ini berimplikasi bahwa pemberian

masukan yang tidak disesuaikan dengan kondisi produksi akan meningkatkan risiko usahatani. Penelitian tentang risiko produksi, preferensi terhadap risiko dan efisiensi teknis pada usahatani padi pada lahan sawah tadah hujan dataran rendah di Pilipina telah dilakukan oleh (Villano et al., 2005; serta Villano dan Fleming, 2006). Mereka menggunakan model fungsi produksi frontier stokastik dengan menambahkan struktur error yang heteroskedastik yang telah dibangun oleh Kumbhakar (2002). Dengan menggunakan data panel selama 8 tahun dari 46 petani padi, disimpulkan bahwa rata-rata efisiensi teknis produksi sebesar (0,88

65 atau 88 %) pada kajian pertama dan (0,79 atau 79 %) pada kajian yang ke dua. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat variabilitas yang cukup tinggi dalam estimasi efisiensi teknis dan dapat diartikan bahwa kondisi usahatani padi di dataran rendah dan pada saat musim hujan tidak stabil, di mana petani adalah berperilaku menghidari risiko produksi. Dikemukakan bahwa luas lahan, tenaga kerja dan jumlah pupuk yang digunakan bersifat meningkatkan risiko produksi, sementara herbisida yang digunakan memiliki kemampuan untuk menurunkan risiko. Hasil kajian Fauziyah (2010) memberikan beberapa kesimpulan pokok sebagai berikut : (1) perilaku risiko produksi petani tembakau pegunungan yang menggunakan sistem kemitraan tergolong sebagai petani yang berani mengambil risiko produksi (risk taker); (2) Sedangkan pada petani tembakau pegunungan dengan sistem swadaya, petani tembakau tegal dengan sistem kemitraan, petani tembakau sawah dengan sistem kemitraan dan swadaya, semuanya berperilaku menghindari risiko produksi (risk averse); dan (3) Sementara itu, petani tembakau tegal sistem swadaya bersikap netral terhadap risiko produksi (risk neutral); serta (4) Semakin berani mengambil risiko produksi maka semakin besar alokasi penggunaan input dan semakin tinggi produktivitas yang dicapainya.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Sumber-Sumber Risiko Petani dalam menjalankan usahanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikontrol (internal) maupun faktor-faktor di luar kontrol petani (eksternal), menyebabkan petani dihadapkan pada risiko atau ketidak pastian usaha. Sebagai akibat dari struktur pertanian yang ada di negara-negara berkembang, risiko usahatani lebih banyak terkonsentrasi di pihak individu petani kecil (Barry, 1984). Secara empiris petani secara individu sulit melakukan konsolidasi kelembagaan dan aksi kolektif dalam pemasaran hasil menempatkan petani sebagai penerima harga (price taker). Kombinasi dari berbagai faktor yang mengandung risiko produksi dan ketidakpastian ini menempatkan petani pada posisi sulit untuk memperbaiki tingkat efisiensi dan kesejahteraannya (Zavaleta et al., 1984). Beberapa sumber risiko yang sering dihadapi oleh petani adalah risiko produksi, risiko harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial (Ellis, 1988; Harwood et al., 1999; Moschini dan Henneesy, 1999; Fariyanti, 2008).

Sejalan

dengan

pendapat

tersebut,

Sonka

dan

Patrick

(1984)

mengemukakan paling tidak terdapat lima sumber utama risiko usaha di sektor pertanian, yaitu : (1) Risiko produksi atau teknis, (2) Risiko pasar atau harga, (3) Risiko tekologi, (4) Risiko legal atau sosial, dan (5) Risiko karena kesalahan manusia. Dari beberapa sumber risiko tersebut, ternyata risiko yang paling utama dihadapi rumah tangga petani adalah risiko produksi dan risiko harga (Patrick et al., 1985; Wik et al., 1998; serta Fariyanti, 2008). Jenis risiko produksi adalah

67 jenis risiko yang digunakan dalam analisis-analisis dalam fungsi produksi yang memasukkan unsur risiko. Sedangkan risiko harga seringkali dilakukan analisis regresi secara terpisah.

Dengan demikian, risiko produksi dan harga dapat

menimbulkan variabilitas kelayakan usaha serta kinerja sistem usahatani yang dijalankan petani.

3.2. Penilaian Risiko Usaha Pertanian Penilaian risiko bisnis dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi.

Menurut (Anderson et al., 1977; Elton dan Gruber, 1995; dan

Fariyanti, 2008) terdapat beberapa ukuran risiko di antaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Secara praktis pengukuran varian dari penghasilan (return) merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian (Elton dan Gruber, 1995). Sedangkan standar deviasi dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai varian. Sementara itu, koefisien variasi dapat diukur dari rasio standar deviasi dengan return yang diharapkan (expected return) dari suatu aset.

Penghasilan (return) yang diperoleh dapat

berupa pendapatan, produksi atau harga. Koefisien variasi menunjukkan variabilitas return dan biasanya dihitung sebagai nilai persentase. Jika data penghasilan yang diharapkan (expected return) tidak tersedia dapat digunakan nilai rata-rata return. Pelaku bisnis termasuk petani harus berhati-hati dalam menggunakan varian dan standar deviasi untuk meperbandingkan risiko, karena keduanya

68 bersifat absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan.

Untuk membandingkan aset dengan return yang

diharapkan, pelaku bisnis atau petani dapat menggunakan koefisien variasi. Nilai koefisien variasi merupakan ukuran yang sangat tepat bagi petani sebagai pengambil keputusan dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Dengan menggunakan ukuran koefisien variasi, perbandingan di antara kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama, yaitu risiko untuk setiap return.

3.3. Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko Petani kecil (peasant) adalah orang yang berkedudukan atau bertempat tinggal di pedesaan (Wolf, 1985).

Selanjutnya, Reifeld (1982) memberikan

definisi yang lebih lengkap yaitu orang-orang desa yang mengendalikan dan mengolah tanah untuk menyambung hidupnya, dengan satu sistem ekonomi yang menggunakan teknologi, ketrampilan, sistem pembagian kerja secara sederhana, hubungan dengan pasar yang sangat terbatas, alat produksi dikuasai dan diorganissasikan secara non-kapitalistik, dan skala produksi yang kecil. Petani kecil identik dengan usahatani berskala rumah tangga dan belum mengarah ke usaha komersial, dan tidak berani mengambil risiko produksi (Scott, 1993). Berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, Popkin (1986) mengemukakan meskipun petani kecil adalah miskin, akan tetapi masih dijumpai petani yang mempunyai kapasitas dan kemudian melakukan tindakan-tindakan investasi yang

69 berisiko.

Pendapat ini akan mendapat pembuktian empiris untuk usahatani

komoditas pertanian yang tergolong komoditas bernilai ekonomi tinggi. Sikap petani sebagai pembuat keputusan dalam menghadapi risiko produksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut: (Robinson dan Barry, 1987; Fariyanti, 2008): pertama, pembuat keputusan yang menghindari risiko produksi (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan (utilitas).

Kedua, pembuat keputusan yang berani

menghadapi risiko produksi (risk taker). Jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan. Ketiga, pembuat keputusan yang netral terhadap risiko produksi (risk neutral). Jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan. Ellis (1988) dalam bukunya “Peasant Economics” menyatakan bahwa perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dikategorikan menjadi tiga, yaitu menolak risiko (risk averse), netral risiko (risk neutral), dan mengambil risiko (risk taker). Penjelasan tentang teori utilitas pilihan dengan memasukkan unsur risiko berkaitan dengan perilaku petani terhadap risiko diperlihatkan dalam Gambar 5.

70

Menolak Risiko

Netral Risiko

Utilitas (U)

U(I1)

C

Mengambil Risiko A

E(U)

U(I2)

E B B

D

I2

IA

IE

IB

I1

Pendapatan I

Sumber : Ellis, 1988 Gambar 5. Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Risiko

Ellis (1988) mengungkapkan bahwa respon terhadap risiko produksi didasarkan pada kekuatan kepercayaan personal atas peluang terjadinya suatu kejadian dan evaluasi personal atas potensi konsekuensi yang menyertainya. Konsep tersebut konsisten dengan konsep maksimisasi utilitas personal di mana individu senantiasa memaksimumkan kesejahteraannya terhadap tujuan obyektif personal.

Asumsinya adalah preferensi antar berbagai alternatif pilihan yang

disebut sebagai Certainty Equivalent (CE).

Asumsi tersebut memungkinkan

alternatif yang berisiko tinggi dan yang tidak diletakkan dalam skala preferensi personal pengambil keputusan (petani).

71 Beberapa definisi dan posisi pengambilan keputusan yang dapat diturunkan dari gambar di atas adalah sebagai berikut (Ellis, 1988; Ellis, 2003) : 1.

DC menunjukkan hubungan linier antara utilitas dan pendapatan yang memiliki kemiringan (slope) positif.

Artinya jika pendapatan individu

meningkat maka akan meningkatkan utilitas individu. 2.

I1 dan I2 adalah dua tingkat pendapatan individu yang berisiko dengan probabilitas yang berbeda (P1=0.6 dan P2=0.4).

3.

Kepuasan yang diharapkan (expected utility) : E(U) = P1.U(I1) + P2.U(I2) merupakan penjumlahan utilitas yang diperoleh dari pendapatan I1 dan I2.

4.

Nilai uang yang diharapkan (expected money value) : EMV = P1.I1 + P2.I2 merupakan gambaran dari pendapatan rata-rata yang diduga dibandingkan dengan yang diharapkan.

5.

Bersikap menolak risiko produksi (risk averse) : IA < EMV di mana fungsi utilitas di atas DEC yang menunjukkan Diminishing Marginal Utility of Income.

EMV-IA adalah jaminan yang digunakan oleh individu untuk

membayar suatu kepastian. 6.

Bersikap netral terhadap risiko produksi (risk neutral) : petani bersikap indeferent antara IE dan EMV dan utilitas U(IE) sama dengan E(U) di mana utilitas pendapatan tertentu dari IE sama dengan utilitas yang diharapkan (expected utility) dari dua pendapatan yang tidak pasti yang merupakan garis DC.

7.

Berani mengambil risiko produksi (risk taker) : petani mengambil peluang untuk memperoleh pendapatan tertinggi yaitu pada I1, meskipun peluang

72 untuk memiliki kondisi yang buruk sebesar 0.4.

IB – EMV merupakan

pendapatan yang tersedia untuk membayar perkiraan peluang (opportunity gamble).

3.4. Keterkaitan Perilaku Risiko Produksi dengan Alokasi Input dan Keuntungan Kesediaan petani sebagai pengambil keputusan untuk memilih atau berperilaku terhadap risiko produksi, pada dasarnya akan tergantung pada sifat pembawaan psikis dan kepuasan (utilitas) yang diterima petani dari hasil keluaran. Faktor-faktor tersebut akan menentukan perilaku dan strategi petani dalam menghadapi risiko produksi. Perbedaan perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi akan mempengaruhi keputusan mereka dalam mengalokasikan inputinput produksi yang digunakan. Selanjutnya alokasi input yang digunakan akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan produktivitas yang dicapai oleh petani. Menurut Ellis (1988), pada analisis risiko produksi terdapat dua pendekatan yang berbeda terhadap probabilitas subyektif, yaitu: 1. Perlakuan probabilitas risiko produksi sebagai varian dari rata-rata yang diharapkan atas munculnya kejadian-kejadian yang tidak pasti.

Varian

merupakan konsep statistik yang mengukur deviasi rata-rata dari suatu kumpulan angka dari rata-ratanya.

Dalam pendekatan produksi pertanian

risiko produksi dipandang sebagai probabilitas terjadinya kejadian-kejadian yang menyebabkan fluktuasi pendapatan petani yaitu di atas atau di bawah rata-rata pendapatan yang diharapkan (average expected income).

73 2. Pendekatan kedua memperlakukan risiko produksi sebagai probabilitas bencana.

Pendekatan ini menggunakan perspektif yang sama dengan

perusahaan asuransi dalam analisis risiko. Situasi dan perilaku rumah tangga petani dalam pendekatan ini difokuskan untuk menghindarkan risiko produksi atau bencana daripada tujuan-tujuan maksimasi keuntungan di bawah kondisi ketidakpastian. Pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang paling rawan terhadap dampak negatif perubahan perilaku iklim (McCarl et al., 2001; Yohe and Tol, 2002; Stern et al., 2006). Meningkatnya insiden dan intensitas banjir dan atau kekeringan menyebabkan terjadinya ekskalasi kerusakan tanaman. Seiring terjadinya perubahan iklim (kebanjiran, kekeringan, serangan OPT, dan salinitas), diperkirakan risiko produksi dan ketidakpastian dalam usahatani meningkat, terlebih untuk komoditas cabai merah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung areal tanaman yang terancam gagal panen atau penurunan produktivitas meningkat. Implikasi analisis risiko produksi dalam model neoklasik yang mengilustrasikan tentang keputusan produksi di bawah risiko dijelaskan oleh Ellis (1988) dan dapat disimak pada Gambar 6.

Dalam gambar tersebut

diilustrasikan tiga respon yang berbeda dari output terhadap satu input variabel yaitu pupuk nitrogen dalam terminologi nilai (value terms), sehingga dapat diperoleh keuntungan dan kerugian.

Gambar tersebut dibangun untuk

mengeksplorasi pendekatan varian pendapatan dan penolakan risiko.

Risiko

produksi dapat diilustrasikan sebagai ketidak pastian berkenaan dengan perubahan

74 perilaku iklim (cuaca) dengan dua kejadian yaitu cuaca baik dan buruk yang dapat dilihat dari hubungan pola curah hujan dengan kebutuhan tanaman akan air. Dalam gambar tersebut petani memperkirakan tiga tahun cuaca baik dan dua tahun cuaca buruk untuk lima tahun tanam, dengan probabilitas untuk musim baik adalah 0.6 dan musim buruk adalah 0.4. Dengan demikian harapan terhadap nilai produk total (Total Value Product) dapat diformulasikan E(TVP) = 0.6 (TVP1) + 0.4 (TVP2) = 1.

a

TVP1

Total Nilai Produk (Rp)

f g

c

E (TVP) TFC b

d

h i

e

0

x2

xE

j TVP2

x1

Input Pupuk X

Sumber : Ellis, 1988 Gambar 6. Keputusan Produksi di bawah Risiko

Keterangan : TVP1 TVP2

= Respon nilai produk total (total value product) terhadap peningkatan tingkat penggunaan nitrogen pada tahun tanam dengan iklim baik. = Respon nilai produk total (total value product) terhadap peningkatan tingkat penggunaan nitrogen pada tahun tanam dengan iklim buruk.

75 E(TVP) = Nilai produk total yang diharapkan (expected total value product) berdasarkan pandangan subyektif petani mengenai perilaku musim. TFC = Biaya faktor total (Total Factor Cost) yang menggambarkan garis biaya total.

Bentuk kurva mencerminkan dampak kondisi iklim pada respon output atas kebutuhan pupuk nitrogen. Adapun Total Factor Cost (TFC) merupakan garis biaya total (Total Cost Line) yang menunjukkan bagaimana biaya produksi total meningkat seiring dengan bertambahnya pembelian iput pupuk N. Dampak risiko produksi pada penghitungan efisiensi dapat dilihat pada tiga alternatif posisi operasi x1, xE, dan x2 yang masing-masing rasional secara alokatif, tergantung pada preferensi subyektif petani. Keputusan produksi di bawah risiko dengan pendekatan varian pendapatan dikemukakan oleh (Ellis, 1988 dan Ellis, 2003) : 1.

Pemakian input x1. Pemakian input x1 yang efisien dengan efisiensi alokatif adalah TVP1 memberikan keuntungan terbesar pada ab yang mungkin dicapai jika cuaca baik; jika ternyata cuaca buruk, nilai kerugian yang ditanggung sebesar bj. Petani yang beroperasi di titik ini dapat digolongkan sebagai petani yang berani mengambil risiko produksi (risk taker), sebab petani sebagai pengambil keputusan tetap mengambil peluang operasi pada X1 meskipun secara subyektif kalkulasinya menyatakan probabilitasnya 0.6.

2.

Pemakaian input x2. Penggunaan input x2 konsisten dengan efisiensi alokatif pada TVP2. Pada kondisi ini jika cuaca baik petani memperoleh keuntungan sebesar ce; dan jika cuaca buruk petani masih memperoleh keuntungan

76 sebesar de. Petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan sebagai petani menolak risiko produksi (risk averse). 3.

Pemakain input xE. Kondisi ini konsisten dengan efisiensi alokatif yang berimbang pada dua probabilitas kejadian iklim. Pada TVP1 keuntungan yang diperoleh sebesar fh (lebih kecil dari ab) dan pada TVP2 kerugian yang ditanggung sebesar hi (lebih kecil dari bj). Petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan sebagai petani yang netral terhadap risiko produksi (risk neutral).

3.5. Model Stokastik Frontier dan Perilaku Risiko Kumbhakar (2002) telah menjelaskan sebuah model yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak input terhadap produk rata-rata (average product), dampak alokasi jumlah input (input bundle) terhadap risiko produksi, efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis dan perilaku seorang produsen atau petani dalam menghadapi risiko produksi. Bentuk fungsional model Kumbhakar dapat ditulis sebagai berikut: yi  f xi ;   gxi ;    qxi ; u..............................................................................(20)

dimana : yi xi f(x;) g(x;) q(x;) 

= produk rata-rata = jenis input yang digunakan = fungsi produk rata-rata = fungsi risiko produksi = fungsi inefisiensi teknis = Error term yang menunjukkan ketidakpastian produksi yang diasumsikan i.i.d (0,2)

77 u

= menunjukkan inefisiensi teknis dengan asumsi i.i.d (0,u2) dan u >0.

Efisiensi teknis (TE) didefinisikan sebagai (Kumbakhar, 2002) : TE 

E  yi xi , u  u.qxi   1  1. E  yi xi , u  0 f xi 

Sedangkan inefisiensi teknis (TI) adalah

rasio potensial output yang hilang yaitu E(yixi, u=0) dikurangi E(yixi, u=q(xi) .u) terhadap ouput potensial yang bisa dihasilkan E(yx, u=0), maka inefisiensi teknis dapat dirumuskan sebagai berikut: TI  u.

g ( xi ) . Sehingga TE = 1 – TI. Untuk f ( xi )

mendefinisikan TE dan TI yang diharapkan digunakan output yang diharapkan yang tergantung pada u, sehingga ketidakpastian produksi () tidak mempengaruhi ukuran efisiensi. Hal ini penting karena ketidakpastian produksi itu diluar kontrol petani sehingga tidak seharusnya dilibatkan ke dalam ukuran efisiensi. Rasionalitas merupakan asumsi yang dipakai untuk perilaku dasar dari pengambil keputusan (produsen) dan memiliki peranan penting dalam penelitian mengenai pilihan keputusan individu. Cara umum yang dipakai dalam penelitian perilaku petani adalah maksimasi keuntungan. Intrepetasi alternatif mengenai istilah rasionalitas adalah produsen diasumsikan memaksimumkan utilitas yang diharapkan yaitu utilitas dari keuntungan yang diharapkan atau E [ u(∏)]. Dalam hal ini u (.) adalah fungsi utilitas yang diasumsikan bersifat kontinyu, dan ∏ merupakan fungsi keuntungan yang dapat diturunkan dan dinormalisasikan oleh harga output. Bentuk persamaannya adalah ∏ = y – w.x – C dimana w adalah harga dari input-input variabel relatif terhadap harga output, dan C adalah pendapatan

dari

sumber

lain.

Ketidakpastian

keuntungan

berasal

dari

78 ketidakpastian produksi () dan inefisiesi teknis (u). Turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap input dapat dijelaskan sebagai berikut :

f ' j (xi )  wj .g' j (xi )  .q' j (xi ) j ........................................................................(21)

di mana : f ' j 



E (u ' ( ) ) g ( xi ) q ( xi ) f ( xi ) , g'j  , q' j  ,  dan x j x j ( x j ) E (u ' ( ))

E (u ' (  )u ) ,  j  error term yang ditambahkan kepada fungsi turunan E (u ' ( ))

pertama dan menunjukkan inefisiensi alokatif dikaitkan dengan input ke j. f 'j 

f ( x ) diartikan sebagai rata-rata perubahan dari output sebagai akibat dari ( x j )

perubahan satu unit input variabel (xj). Untuk mengartikan

g' j 

g ( x ) harus x j

dipertimbangkan fungsi varian. Tambahan risiko produksi didefinisikan sebagai berikut : Var  y u  0   2.g ( x).g ' j ( x) . Hasilnya bisa positip bisa negatip tergantung pada x j

tanda g ' j ( x ) . Dengan ketentuan sebagai berikut :

(1) Input variabel (xj)

meningkatkan risiko produksi jika g ' j ( x ) memiliki tanda positip, (2) Input variabel (xj) menurunkan risiko produksi jika g ' j ( x ) memiliki tanda negatip, dan (3) Input variabel (xj) tidak meningkatkan atau menurunkan risiko produksi jika g ' j ( x ) =0.

79 Sementara itu q ' j 

q ( x ) diartikan sebagai perubahan inefisiensi sebagai x j

akibat dari perubahan satu satuan input variabel (xj). Dengan ketentuan sebagai berikut : (1) Input variabel (xj) meningkatkan inefisiensi teknis

jika

q ' j ( x ) memiliki tanda positip, (2) input variabel (xj) menurukan inefisiensi teknis

jika q ' j ( x ) memiliki tanda negatip, dan (3) input variabel (xj) tidak meningkatkan atau menurunkan inefisiensi teknis jika q ' j ( x ) =0. Pilihan risiko produksi yang dilakukan oleh petani dapat ditangkap oleh  dan  yang ada dalam persamaan (21). Dua fungsi tersebut dapat dijumlahkan untuk mendapatkan ukuran pilihan risiko produksi, dengan kriteria sebagai berikut : (1) Jika  = 0 dan =0 maka petani bersifat netral terhadap risiko produksi, (2) Jika petani berada dalam efisiensi penuh (u=0) maka perilaku risiko produksi produsen ditentukan oleh , dan (3) Jika petani bersifat menghindari risiko produksi maka  < 0, disisi lain  akan menjadi positif jika petani itu bersifat menghindari terhadap risiko produksi (risk averter) karena dampak kenaikan u terhadap profit adalah lawan dari kenaikan ketitak pastian produksi () ketika positif, dan (4) Jika petani berperilaku berani mengambil risiko produksi (risk taker) nilai  > 0 dan nilai  juga positif. Dari persamaan (21) dapat diketahui bahwa alokasi input diakibatkan oleh adanya inefisiensi teknis dan risiko produksi (melalui  dan ). Dengan demikian mengabaikan inefisiensi teknis dengan mengasumsikan bahwa u=0 untuk semua produsen akan memberikan informasi yang salah tentang perilaku pilihan risiko produksi petani. Konsekuensinya nilai-nilai yang diprediksi menjadi tidak valid.

80 Sementara itu mengabaikan risiko produksi dengan mengasumsikan bahwa g(x) adalah konstan akan mengakibatkan kesalahan dalam mengestimasi inefisiensi teknis. Estimasi model efisiensi dengan memasukkan unsur risiko produksi Kumbakhar dapat dilakukan dengan menggunakan metode Maksimum Likelihood (MLE). Asumsi yang digunakan adalah : galat acak (error term) menyebar secara normal yaitu   i.i.d. N(0,1), serta u  i.i.d. N(0,2u), di mana u 0, dan  bersifat independen terhadap u. Jika persamaan (20) ditulis dalam bentuk lain: yi  f  xi ;    g  xi ;    q  xi ;  u .

yi  f ( xi )  g ( xi ) dimana   [  h( xi ).u ] dan h( xi ) 

Tahapan

q( xi ) g ( xi )

yang harus dilakukan untuk mengestimasi persamaan (20)

adalah : tahap pertama, mengestimasi parameter yang terdapat dalam f ( x; ) , g ( x;  ) , q ( x;  ) dan inefisiensi teknis. Prosedur yang harus dilakukan meliputi

(Kumbhakar, 2000) yang dijuga diacu oleh Fauziyah (2010) : 1. Menurunkan probability density function (pdf) dari  atau f ( ) seperti terlihat dalam persamaan berikut : 2 2 1  i .u.h(xi )   1 i  f (i )   .exp . 2 ...............................................(22)  i  i   2 i 

di mana  i  1  h 2 ( xi ). u dan  (.) fungsi distribusi kumulatif variabel 2

standar normal.

2

81 2. Fungsi Likelihood merupakan produk dari probability density function (pdf) dan transformasi Jacobian yaitu transformasi dari i ke yi dengan mengganti i dengan yi ,  i  (

y i  f ( xi ) ) g ( xi )

n

L1   f (i )  J ................................................................................................(23) i1

3. Maksimisasi fungsi likelihood untuk mendapatkan parameter dari f ( x; ) , g ( x;  ) , q ( x;  ) dan  u . Hasil estimasi itu bisa digunakan untuk mencari 2

ukuran inefisiensi teknis dengan menggunakan rumusan Jondrow et al. (1982) :   (0 / 0  u  0 0 / 0   ..........................................................................(24) 0    ( / 0   





di mana  0 /  0   . u .hi ( xi )/  i dan  0   u .hi ( xi ) /  i . 2

2

2

2

Semua parameter dalam persamaan (24) diganti oleh estimasinya dan 

 diganti oleh fungsi

yi  f i ( xi ) 

.

g ( xi )

Tahap kedua, mengestimasi parameter-parameter dalam  dan . Dengan prosedur sebagai berikut (Kumbakhar, 2002) : 1. Menggunakan First Order Condition (F.O.C) yang ada dalam persamaan (21) di mana  dan  disubtitusi dengan menggunakan persamaan berikut:

   AR.g(xi )  DR.g(xi ).f (xi ).a .......... .......... .......... ....(25) 2 2 2 2  (1 AR. f (xi ).a 1/ 2DR.g (xi )  f (xi )(b  a )

 

82

a  AR. f (xi ).(a2 b2) 1/ 2DR.g2(xi ).a  f 2(xi )(c 3a2b  a3  ....(26) .......... 1 AR. f (xi ).a 1/ 2DR.g2(xi )  f 2(xi )(b2  a2)  

 

di mana : a = E(u) , b2 = E (u-a)2 , c = E (u-a)3, Kemudian nilai AR dalam persamaan di atas diganti dengan persamaan berikut : AR 0  1.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ........( 27) di mana    f ( xi )  wx i  C . Nilai AR tergantung pada tanda 1 . Penghindar risiko produksi absolut konstan jika 1 =0, menurun jika 1 <0 dan meningkat jika 1 >0. Jika persamaan (22), (24), (25) dan (26) dipadatkan maka dapat ditulis sebagai berikut : F(x,w,p)= dimana : F(x,w,p)= {F1(.)...........Fj(.)} dan ={1.................j}maka

Fj (.) f ' j (xi ). wj .g' j (xi ) .q' j (xi ) j .......... .......... .......... .......... .......(28) 2. Dengan menambahkan asumsi N(0,  ) maka fungsi likelihood-nya adalah :

L2  f ( data)  J2 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .........( 29) Di mana : f ( ) merupakan join pdf dari  yang diturunkan dengan asumsi mengikuti distribusi normal. J2 adalah transformasi Jacobian dari {1.................j} ke {x1,..................xj}.

83 3. Memaksimumkan likelihood yang ada dalam persamaan (29) memberikan estimasi

parameter-parameter yang ada dalam

 dan . Nilainya

tergantung pada estimasi dari f ( x; ) , g ( x;  ) , q ( x;  ) dan  u

2

yang

diperoleh dari tahap 1. 4. Menggunakan parameter-parameter yang ditemukan pada tahap 1 dan 2 untuk mencari inefisiensi alokatif yang diperoleh dengan meggunakan persamaan sebagai berikut :   '  AR.g(xi )  DR.g2 (xi ).a f ' j (xi )  wj   .g (x ) 2 2 2 j i 1 AR.g(xi ).a 1/ 2DR.g (xi )(1 a  b  a  AR.g(xi )(b2  a2 ) 1/ 2DRg2 (xi ).(a  c  3a2b  a3  ' .......(30)  .g j (xi ) j .......... (1 AR.p.g(xi ).a 1/ 2DR.g2 (xi ).(1 a2  b2 )  

3.6. Model Pengukuran Risiko Harga Terdapat dua risiko utama yang dihadapi petani dalam usahatani yaitu risiko produksi atau produktivitas dan risiko pasar atau risiko harga. Pada saat mau melakukan penanaman petani menghadapi harga-harga input yang sudah diketahui, tetapi untuk harga output, petani belum secara pasti mengetahuinya. Hal tersebut merefleksikan bahwa petani menghadapi risiko harga produk (Patrick et al., 1985; Fariyanti, 2008). Dalam kaitan perilaku petani dalam menghadapi risiko tersebut, apabila risiko tersebut didekati dari sisi harga output, dalam hal ini besaran koefisien variasi (CV) harga bulanan di lokasi penelitian dan atau data primer petani dapat digunakan. Dalam menganalisis risiko harga output digunakan fungsi utilitas kuadratik seperti yang dikemukakan oleh Debertin (1986) dan telah digunakan

84 oleh Hartoyo et al., (2004). Model fungsi utilitas kuadratik dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan matematik sebagai berikut : U(p) = p+ bp2 .....................................................................................................(31) Di mana U(p) adalah output dan p adalah harga output. Jika probabilitas risiko terdistribusi secara normal maka U(p) dapat dijelaskan sebagai fungsi nilai yang diharapkan seperti berikut : U(p) = E(p) + bE(p2).........................................................................................(32) Nilai yang diharapkan dari variabel yang dikuadratkan adalah sama dengan varian dari variabel ditambah kuadrat dari nilai yang diharapkan : E(p2) = 2 + [E(p)]2 ...........................................................................................(33) Dengan mensubtitusi persamaan (33) ke dalam persamaan (32) akan diperoleh ekspektasi fungsi utilitas sebagai berikut : U(p) = E(p) + b[E(p)]2 + b2 .............................................................................(34) Jika U(p) konstan, dU(p) adalah 0, maka derivasi total dari persamaan (34) adalah: dU(p) = dE(p) + 2bE(p)dE(p) +bd2 0 = (1+2bE(p))dE(p) + bd2 (1+2bE(p))dE(p) = - bd2 dE(p)/ d2 = - b/(1+2bE(p))...............................................................................(35) Penyebut [1 + 2bE(p)] akan selalu positif, karena b merupakan parameter estimasi dari harga output, yang mengandung arti bahwa kenaikan nilai harapan harga output akan meningkatkan utilitas petani yang diproksi dari pendapatan atau keuntungan. Bentuk dari kurva indiferen tergantung pada nilai b. Jika b=0 artinya

85 petani netral terhadap risiko harga jika b bernilai positif, petani yang berani mengambil risiko harga, jika b negatif maka petani lebih suka menghindari risiko harga.

3.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis Salah satu hipotesis tentang rumah tangga petani gurem adalah hipotesis Schultz (1964) yang menyatakan bahwa keluarga petani gurem adalah “poor but efficient”.

Selanjutnya Schultz menyatakan bahwa peningkatan produktivitas

pertanian tidak terbatas pada alokasi sumberdaya pertanian tradisional saja, tetapi harus diikuti dengan perubahan teknologi, investasi di bidang penelitian, penggunaan input baru, serta penyuluhan dan pendidikan. Pendapat yang mengatakan bahwa petani gurem efisien dikaitkan pada motivasi individu untuk memaksimumkan keuntungan. Jika asusmsi tersebut diterima, maka pengambilan keputusan petani cabai merah mencakup aspek-aspek berikut: (a) Jenis tanaman cabai merah apa yang akan diusahakan, (b) Seberapa luas komoditas cabai merah akan ditanam, (c) Musim tanam apa yang akan dipilih untuk komoditas cabai merah, (d) Pada jenis lahan apa akan ditanam cabai merah, (e) Metode atau cara berproduksi seperti apa yang akan dipilih untuk digunakan untuk usahatani tanaman cabai merah, (f) Kapan akan dijual, dalam bentuk apa dan ke mana hasil produksi cabai merah akan dipasarkan. Tingkat keuntungan maksimum yang dicapai petani berkaitan erat dengan efisiensi produksi usahatani. Proses produksi tidak efisien karena dua hal berikut (Ellis, 2003; Sumaryanto et al., 2003): (1) Karena secara teknis tidak efisien, hal

86 ini terjadi karena ketidakberhasilan petani mewujudkan produktivitas maksimal, artinya per unit paket masukan (input bundle) pada teknologi tersedia tidak dapat menghasilkan produksi maksimal; dan (2) secara alokatif tidak efisien karena pada tingkat harga-harga masukan dan keluaran tertentu, proporsi penggunaan masukan tidak optimum disebabkan karena produk penerimaan marginal (marginal revenue product) tidak sama dengan biaya marginal (marginal cost) masukan yang digunakan. Dalam praktek sehari-hari orientasi para petani dalam suatu wilayah dan ekosistem yang relatif homogen pada teknologi yang ada cenderung mengejar efisiensi teknis melalui upaya memaksimalkan produktivitas. Dalam pembahasan perilaku petani gurem untuk memaksimalkan keuntungan (Ellis, 2003) menyimpulkan upaya pencapaian petani gurem yang efisien sulit diwujudkan, namun pemikiran mengenai maksimasi keuntungan yang terbatas sangat berarti untuk menunjukkan bahwa petani gurem pada dasarnya juga melakukan usahatani dengan menggunakan perhitungan ekonomi. Secara empiris walaupun petani telah memiliki pengalaman panjang dalam berusahatani, namun petani tidak selalu dapat mencapai tingkat efisiensi teknis tertinggi. Hal ini disebabkan hasil yang dicapai pada dasarnya merupakan resultante bekerjanya demikian banyak faktor, baik yang dapat dikendalikan (internal) dan faktor yang tidak dapat dikendalikannya (eksternal) oleh petani (Sumaryanto et al., 2003). Faktor-faktor internal berkaitan erat dengan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial petani dalam kegiatan usahatani. Tercakup dalam gugus faktor ini adalah luas penguasaan lahan, tingkat penguasaan teknologi budidaya, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

87 pengalaman,

umur,

rasio

ketergantungan,

serta

kemampuan

petani

mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan usahataninya sehingga pengambilan keputusan yang dilakukannya tepat. Faktor ekternal yang berada di luar kendali petani mencakup perubahan iklim, serangan hama dan penyakit, bencana alam, harga, infrastruktur, dan sebagainya. Keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial dalam aspek budidaya cabai merah tercermin dalam aplikasi teknologi usahatani. Masukan apa saja yang digunakan, berapa banyak, waktu penggunaan, dan dengan metode atau cara berproduksi seperti apa merupakan unsur-unsur pokok yang tercakup dalam aplikasi teknologi tersebut. Pada akhirnya, keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial akan tercermin dari keluaran yang diperoleh ketika hasil tanamannya sudah dipanen. Jika produksi yang diperoleh mendekati potensi maksimum dari suatu aplikasi teknologi yang terbaik (the best practiced) di suatu ekosistem pada wilayah tetentu, maka dapat dikatakan bahwa petani tersebut telah menjalankan sebagai kultivator tanaman yang diusahakan dengan efisiensi yang tinggi. Varabel-variabel yang diduga mempengaruhi efisiensi produksi usahatani cabai merah terdiri atas : luas lahan usahatani, input benih, pupuk kimia (Urea, ZA, SP-36, KCL), pupuk organik, pestisida, jumlah tenaga kerja yang digunakan (Sukiyono, 2005).

Selain faktor-faktor tersebut (Prajnanta, 2002) juga

menambahkan faktor jumlah penggunakan kapur pertanian, pupuk komposit NPK maupun mikro (Pupuk Pelengkap Cair/PPC; Zat Perangsang Tumbuh/ZPT), penggunaan fungisida, herbisida, bakterisida, perekat atau perata; serta penggunaan bahan dan alat.

88 3.8.

Variabel Sosial Ekonomi Determinan Inefisiensi Teknis Isu inefisiensi pada dasarnya timbul dari anggapan bahwa petani dalam

usahataninya berperilaku rasional, tujuan petani adalah memaksimumkan keuntungan. Inefisiensi dapat diinterpretasikan sebagai suatu titik atau tahapan di mana tujuan dari pelaku eknomi belum secara penuh dimaksimalkan (Adiyoga dan Soetiarso, 1999). Dengan demikian, dalam kondisi inefisiensi masih terdapat ruang untuk meningkatkan produktivitas melalui penurunan tingkat inefisiensi teknis. Petani dalam menjalankan okupasinya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai kultivator (tukang tani) dan sebagai manajer usahatani (Slamet, 2008). Fungsi yang pertama, petani sebagai tukang tani bertanggung jawab akan kehidupan tanaman yang diusahakan. Fungsi yang kedua, petani sebagai manager usahatani bertanggung jawab dalam memanfaatkan segala aset dan sumberdaya yang dimiliki dalam rangka memaksimumkan keuntungannya. Sebagai manager usahatani berperan dalam mengambil keputusan berkaitan dengan usahataninya, merencanakan usahatani yang akan dilakukan, melaksanakan kegiatan usahatani, dan memasarkan hasil usahataninya. Mutu keputusan yang diambil petani baik sebelum mulai usahatani maupun sesudah kegiatan usahatani dilakukan sangat penting dalam menentukan efisien tidaknya usahatani yang akan dijalankan. Chen et al. (2003) di dalam hipotesanya mengestimasi beberapa determinan penyebab terjadinya inefisiensi teknis produksi gandum di China, antara lain: pertama adalah sumberdaya manusia, petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi ternyata lebih efisien di dalam berproduksi. Cheng

89 (1998) menemukan bahwa tingkat pendidikan yang dienyam kepala keluarga (KK) rumah tangga berdampak positif terhadap output yang dihasilkan. Kedua adalah petugas desa, peran petugas desa sangat besar dalam kemampuannya mengakses sarana produksi dan kewenangan yang dimiliki di dalam mendistribusikan input yang disubsidi. Ketiga adalah pasar, harga yang tebentuk di pasar merupakan insentif bagi petani untuk mengusahakan komoditas tertentu, terlebih lagi jika ada jaminan dari pemerintah baik dalam bentuk kebijakan harga dasar maupun bentuk kebijakan harga lainnya. Keempat pola penguasaan lahan, kelembagaan penguasaan lahan (milik, sewa, dan sakap) turut mempengaruhi keputusan petani didalam mengalokasikan input produksinya. Wilson et al. (1998) mengungkapkan hasil estimasi beberapa determinan penyebab terjadinya inefisiensi teknis dalam usahatani kentang di Inggris, antara lain : (1) Pengalaman petani mengusahakan komoditas kentang, (2) Keikutsertaan petani dalam kelembagaan koperasi, (3) Rotasi tanaman kentang dengan tanaman serealia, (4) Proporsi lahan usahatani kentang yang beririgasi, (5) Adanya tempat atau gudang untuk penyimpanan sebelum dilakukan penjualan, (6) Jenis benih atau bibit yang digunakan atau tercatat/tersertifikasi tidaknya bibit yang digunakan, dan (7) Skala pengusahaan komoditas kentang. Determinan utama inefisiensi teknis adalah proporsi luas usahatani kentang yang menggunakan irigasi, keikutsertaan dalam kelembagaan koperasi, serta pola rotasi tanaman yang melibatkan tanaman serealia. Selanjutnya Sukiyono et al., 2005 menunjukkan beberapa determinan penyebab terjadinya inefisiensi teknis di dalam usahatani cabai merah di

90 Kecamatan Selupu, Rejang Lebong mencakup : umur petani, pendidikan petani, pengalaman berusahatani petani, dan luas lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan sangat menentukan efisien tidaknya usahatani cabai merah. Pendidikan sebagai proksi dari masukan manajemen, di mana tingkat pendidikan petani akan berpengaruh pada kualitas dalam pengambilan keputusankeputusan penting dan kompleks dalam usahatani cabai merah yang bersifat berisiko tinggi (high risk) dan keuntungan tinggi (high profit). Peubah umur dan pengalaman petani tidak berpengaruh nyata dan bertanda negatif, sedangkan peubah luas area cabai merah meskipun mempunyai tanda seperti yang diharapkan, namun secara statistik peubah ini bukan merupakan faktor penting yang menentukan tingkat efisiensi teknik. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kajian empiris maka beberapa faktor yang mempengaruhi inefisiensi usahatani cabai merah, antara lain adalah: umur petani, pendidikan, pengalaman bertani,

pangsa jumlah anggota rumah tangga

usia kerja terhadap total anggota rumah tangga, keanggotaan dalam kelembagaan kelompok tani, pendapatan dan pangsa pendapatan usahatani cabai merah terhadap total pendapatan rumah tangga, rotasi tanaman dan sistem usahatani, akses terhadap pasar input, akses terhadap pasar output, dan akses terhadap berbagai sumber kredit, dan pertanian kontrak (contract farming). Kerangka alur fikir secara teoritik dan kerangka operasional studi efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko produksi cabai merah di Jawa Tengah dapat disimak pada Gambar 7.

91

Sumber-sumber Risiko Produksi

Sumbersumber Inefisiensi

Risiko Produksi

Penilaian Risiko Produksi Petani

Perilaku Risiko Produksi Petani

Tingkat Inefisiensi Teknis

Efisiensi dan Produktivitas Cabai Merah

Alokasi Penggunaan Input

Gambar 7. Kerangka Alur Pikir Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani Terhadap Risiko Produksi Cabai Merah di Jawa Tengah

Strategi Kebijakan : 1. Meningkatkan Produkstivitas 2. Meningkatkan Efisiensi 3. Manajemen Risiko Produksi

92 3.9. Hipotesis 1.

Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi secara positif terhadap peningkatan produktivitas cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah : benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK.

2.

Tingkat efisiensi teknis (TE), efisiensi alokatif (AE), dan efisiensi ekonomi (EE) petani cabai merah besar dan cabai merah keriting sudah cukup tinggi (> 0.50), mengingat lokasi penelitian adalah merupakan daerah sentra produksi dan komoditas cabai merah tergolong komoditas komersial.

3.

Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi secara positif terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah : benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK.

4.

Faktor-faktor sosial ekonomi yang diduga dapat menurunkan inefisiensi teknis cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah : total lahan garapan, rasio lahan yang ditanami cabai merah terhadap total lahan garapan, pendapatan total rumah tangga, rasio pendapatan cabai merah terhadap total pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, rasio anggota rumah tangga usia kerja terhadap total anggota rumah tangga. Sementara itu, umur kepala keluarga (KK) petani diduga berpengaruh meningkatkan inefisisensi teknis cabai merah.

5.

Faktor produksi yang diduga bersifat meningkatkan risiko produktivitas adalah benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC, ZPT, pupuk organik.

93 Sementara itu faktor produksi yang diduga menurunkan risiko produktivitas adalah pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK. 6.

Petani yang berperilaku berani menghadapi risiko produktivitas akan cenderung mengalokasikan input produksi semakin tinggi, sehingga produktivitas yang dicapai lebih tinggi. Sebaliknya, petani yang berperilaku menghindari risiko produktivitas cenderung mengalokasikan input produksi lebih rendah, sehingga produktivitas yang dicapai lebih rendah.

7.

Petani cabai merah berdasarkan pengalamannya telah melakukan strategi manajemen risiko produksi atau produktivitas baik yang bersifat ex-ante (antisipatif), interaktif (responsif), maupun ex-post (adaptif) terhadap risiko usatani yang mungkin dihadapinya.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, mengumpulkan data sekunder dari berbagai instansi yang diperlukan, yang dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2009.

Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk

menangkap keragaan umum wilayah Provinsi Jawa Tengah : kondisi tanah dan iklim; deskripsi Kabupaten dan Kecamatan Contoh; perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi cabai merah; perkembangan harga cabai merah; serta aspek kelembagaan pertanian. Tahap kedua, mengumpulkan data primer di lapang yang dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 di daerah sentra produksi cabai merah yang dipilih secara purposif. Pengumpulan data primer untuk menangkap karakteristik rumah tangga petani, peta status komoditas, struktur penguasaan lahan, struktur pendapatan rumah tangga petani, struktur input-output usahatani, faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi inefisiensi teknis, serta alternatif strategi petani dalam menghadapi risiko produksi dan harga. Salah satu lokasi yang dapat memberikan kelengkapan data dan informasi yang dibutuhkan tentang efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko produktivitas cabai merah yaitu Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dipilih 4 (empat) kabupaten daerah sentra produksi cabai merah empat kabupaten, dua kabupaten yaitu Kabupaten Brebes dan Boyolali mewakili daerah sentra produksi lama dan 2 (dua) kabupaten yaitu Kabupaten Klaten dan Purbalingga mewakili daerah sentra produksi baru.

95 Untuk Kabupaten Brebes dipilih satu kecamatan sentra produksi yaitu, Kecamatan Kersana (Desa Limbangan dan Kemukten).

Sedangkan untuk

Kabupaten Boyolali dipilih Kecamatan Teras (Desa Sidomoro, Bangsalan, Teras, dan Kadirejo). Sementara itu, Kabupaten Boyolali yang merupakan daerah sentra produksi dataran tinggi dipilih Kecamatan Selo (Desa Jrakah, Klakah, Senden, Lencok, Jeruk, Tarubatang, Tlogolele, Samiran, dan Desa Takeran). Kabupaten Klaten dipilih beberapa kecamatan daerah sentra produksi karena responden yang tersebar, yaitu Kecamatan Karangnongko (Desa Demakijo), Ngawen (Desa Gatak), Jogonalan (Desa Tamlahan), dan Manisrenggo (Desa Solodiran). Untuk Kabupaten Purbalingga yang mewakili daerah sentra produksi cabai merah pertumbuhan baru di pilih Kecamatan Karangrejo (Desa Kutabawa, Serang, Karangrejo, Tlahab Kidul, Tlahab Lor, dan Sirawak) dan Kecamatan Karang Jambu (Desa Purbasari). Beberapa alasan memilih lokasi Provinsi Jawa Tengah antara lain, adalah: (1) Merupakan daerah sentra produksi utama cabai merah besar dan cabai merah keriting, menempati urutan ketiga secara nasional, (2) Merupakan wilayah pengembangan utama cabai merah besar dan cabai merah keriting, (3) Mewakili daerah sentra produksi dengan rata-rata tingkat produktivitas rendah hingga tinggi, (4) Terdapat daerah sentra produksi cabai merah baik sentra produksi lama maupun daerah sentra produksi pertumbuhan baru; (5) Memiliki keragaman produktivitas yang cukup tinggi; (6) Kelembagaan kelompok tani komoditas cabai merah telah berkembang baik; dan (7) Terdapat kemitraan usaha (contract farming) antara perusahaan pengolah yaitu PT Heinz ABC dengan kelompok tani/petani dan antara petani dengan pedagang langganan; serta (8) Infrastruktur

96 pemasaran sudah cukup berkembang baik (pasar induk cabai merah dan Sub Terminal Agribisnis).

4.2. Jenis dan Sumber Data Data adalah bahan dasar dalam melaksanakan penelitian untuk menghasilkan pengetahuan dan kebijaksanaan. Data adalah atribut, karakteristik dan sifat dari suatu benda atau fenomena, sehingga data adalah perkiraan bukan ukuran (Simatupang, 2010). Selanjutnya dikemukakan bahwa jenis data menurut sifatnya dapat dibedakan atas data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dinyatakan dalam nilai numerik (bilangan), dapat diukur secara obyektif, dan dapat dideskripsikan dengan suatu aturan relasi, rumus atau prosedur teknik tertentu (matematis, statistik). Sedangkan data kualitatif dinyatakan tidak dalam bentuk numerik tetapi dalam kategorik, gambar, dan teks; deskripsi subyektif atau konvensi; serta tidak dapat langsung dideskripsikan dengan suatu aturan relasi, rumus atau prosedur teknis tertentu (matematis, statistik) tanpa melalui transformasi ke data kuantitatif terlebih dahulu. Dalam penelitian ini menggunakan campuran data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yang ideal harus baik, benar dan berguna (Simatupang, 2010). Data baik dalam arti memenuhi kriteria normatif yakni sesuai dengan hukum dan norma. Sedangkan data benar dalam arti memenuhi kriteria obyektif yakni sesuai dengan kaidah ilmiah.

Sementara itu, data berguna dalam arti

memenuhi kriteria utilitas yakni sesuai kebutuhan.

97 Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian baik di tingkat pusat (Badan Pusat Statistik/BPS, Direktorat Jenderal Hortikultura, Badan

Penelitian

dan

Pengembangan

Pertanian,

Pusat

Penelitian

dan

Pengembangan Hortikultura, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Balai Besar Sumberdaya dan Lahan) maupun Daerah (BPS Provinsi dan Kabupaten, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian/BPTP, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten, Statistik Kecamatan contoh). Sedangkan data primer dikumpulkan melalui survei di daerah sentra produksi di Provinsi Jawa Tengah: Kabupaten Brebes dan Boyolali untuk mewakili daerah sentra produksi cabai merah yang telah berkembang lama, sedangkan Kabupaten Klaten dan Purbalingga mewakili daerah sentra produksi cabai merah pertumbuhan baru, dengan kuesioner terstruktur yang secara khusus di desain untuk dapat menjawab tujuan penelitian. Berdasarkan dari tujuan penelitian, maka data sekunder yang dikumpulkan meliputi: 1.

Data perkembangan luas areal panen, produksi, dan produktivitas komoditas cabai merah di daerah sentra produksi (data tingkat kapupaten dan provinsi).

2.

Data tanah (jenis tanah dan topografi) dan iklim atau cuaca (ketinggian tempat, curah hujan dan suhu udara, serta kelembaban (di tingkat kabupaten dan provinsi).

3.

Data gambaran umum wilayah Provinsi Jawa Tengah.

98 4.

Data karakteristik wilayah penelitian (data tingkat kabupaten dan kecamatan contoh).

5.

Data perkembangan harga cabai merah (terutama harga tingkat produsen).

6.

Data dan informasi teknologi baik teknologi pembibitan, budidaya, maupun pasca panen komoditas cabai merah.

7.

Data dan informasi tentang infrastruktur fisik dan kelembagaan agribisnis cabai merah.

8.

Data dan informasi tentang berbagai kebijakan pemerintah di bidang hortikultura unggulan di daerah sentra produksi (tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional). Berdasarkan dari tujuan penelitian, maka data primer yang dikumpulkan

akan meliputi : 1.

Data karakteristik petani yang mencakup data umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga usia kerja, keanggotaan dalam kelembagaan kelompok tani, keanggotaan

dalam

Gabungan

Kelompok

Tani

(Gapoktan),

serta

keikutsertaan dalam kemitraan usaha. 2.

Persepsi petani tentang aspek teknologi pembibitan, budidaya, serta panen dan pasca panen usahatani cabai merah besar dan keriting.

3.

Data tentang penguasaan aset pertanian, baik lahan dan non lahan.

4.

Data dan informasi tentang status komoditas beberapa komoditas pertanian.

5.

Data luas tanam menurut jenis lahan dan musim tanam, pola tanam, sistem usahatani, dan rotasi tanaman.

99 6.

Data struktur penguasaan lahan milik dan garapan usahatani cabai merah dan total lahan milik dan garapan usaha pertanian.

7.

Data struktur pendapatan rumah tangga petani cabai merah besar dan cabai merah keriting.

8.

Data struktur input-output usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting.

9.

Data adopsi teknologi usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting.

10. Data tingkat produksi (produktivitas) aktual dan diharapkan usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 11. Data kebutuhan modal dan sumber modal usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 12. Data harga cabai merah besar dan cabai merah keriting aktual dan diharapkan petani. 13. Data harga input produksi (harga benih/bibit, pupuk kimia, pupuk organik, Pupuk Pelengkap Cair (PPC), Zat Perangsang Tumbuh (ZPT), pestisida, fungisida, kapur, serta bahan dan alat aktual dan harga yang diharapkan petani. 14. Data upah tenaga kerja luar keluarga aktual dan diharapkan petani. 15. Data harga atau sewa lahan, alat dan mesin pertanian yang diharapkan dan yang aktual dibayar petani. 16. Data ketersediaan air irigasi dan aksessibilitas petani cabai merah besar dan cabai merah keriting terhadap air irigasi. 17. Data kelembagaan kelompok tani/gapoktan dan koperasi tani serta keikutsertaan petani.

100 18. Data kelembagaan pasar input dan output serta aksesibilitas petani terhadap pasar. 19. Data dan informasi persepsi dan strategi petani dalam menghadapi risiko produksi dan harga. 20. Data dan informasi tetang kinerja kelembagaan kemitraan usaha cabai merah, antara petani atau kelompok tani dengan perusahaan industri pengolahan.

4.3. Metode Pengambilan Contoh Sampel yang baik dalam suatu penelitian survei adalah yang dapat mewakili populasi secara tepat (Singarimbun dan Effendi, 1989). Jumlah sampel yang dapat mewakili populasi tergantung kepada ukuran populasi dan tigkat homogenitas populasi. Petani cabai merah adalah populasi yang akan dijadikan sasaran penelitian. Namun demikian akan dilakukan wawancara dengan beberapa informan kunci (key informant) seperti kelompok tani/gapoktan/paguyupan kelompok tani, koperasi tani, Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dan Koordinator PPL, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Kepala Cabang Dinas Pertanian/Unit Pelaksana Teknis Daerah (KCD/UPTD) dan Dinas Pertanian Kabupaten, serta dengan pelaku tataniaga (pedagang), dan perusahaan industri pengolahan untuk memperkaya dan memperdalam informasi. Sampai saat ini belum tersedia data secara lengkap tentang ragam populasi dan kerangka sampling petani cabai merah untuk populasi yang diteliti. Oleh karena itu, pengenalan populasi dan perilaku populasi dilakukan dengan wawancara dengan Dinas Pertanian Kabupaten, PPL

101 dan Koordinator PPL/KCD/BPP, serta grower, serta Gapoktan dan ketua kelompok tani setempat. Mantra dan Kasto (1989) mengemukakan bahwa pengambilan sampel bagi populasi yang tidak dapat dibuat kerangka sampelnya ialah pengambilan sampel wilayah (area sampling).

Dalam penelitian ini digunakan teknik multistage

sampling area, yaitu suatu teknik pengambilan sampel berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria yang diinginkan dengan mempertimbangkan secara mendalam aspek stratifikasi. Membagi provinsi terpilih menjadi dua kategori yaitu kabupaten sentra produksi cabai merah yang telah berkembang lama dan kabupaten sentra produksi cabai merah yang merupakan pertumbuhan baru. Dalam pelaksanaannya di lapang diambil dua kabupaten contoh sentra produksi lama (Kabupaten Brebes dan Boyolali) dan dua kabupaten contoh dataran sentra produksi baru (Kabupaten Klaten dan Purbalingga). Kemudian pada masing-masing kabupaten terpilih akan ditentukan satu atau beberapa kecamatan contoh sesuai ketersediaan sampel dan kriteriakriteria yang diinginkan dengan teknik convenience melalui snowbolling. Selanjutnya setelah masing-masing kecamatan contoh terpilih akan ditentukan desa yang akan dijadikan sampel penelitian yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan secara purposive. Jumlah desa akan sangat tergantung pada jumlah ketersediaan petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dan sebarannya. Dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini akan mempertimbangkan keragaman usahatani baik yang menyangkut jenis cabai merah (cabai merah besar dan cabai merah keriting), agroekologi (dataran rendah dan dataran tinggi), skala

102 usahatani (luas, sedang, dan sempit), aksessibilitasnya (aksessibilitas baik dan kurang), keanggotaan dalam kelompok tani serta kemitraan usaha (petani mitra dan non mitra). Sehingga sampel yang diambil dapat merepresentasikan populasi petani cabai merah yang ada di masing-masing lokasi penelitian.

Metode

pengambilan contoh akan dilakukan dengan cara metode random sampling. Tabel 3. Sebaran Responden Contoh menurut Kategori Responden dan Lokasi Peneltian No. Deskripsi A. Kabupaten Brebes Kecamatan Kersana Sub Total B.

C.

D.

Cabai Merah Besar

Cabai Merah Keriting

80 80

Total 80 80

Kabupaten Klaten (1) Karangnongko (2) Ngawen (3) Jogonalan (4) Manisrenggo Sub Total

5 1 4 5 15

9 8 12 12 41

14 9 16 17 56

Kabupaten Boyolali (1) Teras (2) Selo Sub Total

30 22 52

4 38 42

34 60 94

44 9 53 200

13

57 9 66 296

Kabuaten Purbalingga (1) Karangrejo (2) Karang Jambu Sub Total Jumlah

13 96

Jumlah petani responden yang digali informasinya meliputi 296 responden. Jumlah responden petani cabai merah besar mencapai 200 responden dan petani cabai merah keriting sebesar 96 responden. Secara terperinci sebaran responden yang akan dilakukan wawancara menurut lokasi penelitian dapat

103 disimak pada Tabel 3.

Di samping itu, juga dilakukan wawancara dengan

beberapa responden lain, seperti kelompok tani/gabungan kelompok tani, PPL dan Koordinator PPL/KCD/BPP, Dinas Peratanian Kabupaten, Dinas Pertanian Provinsi, BPS, Perwakilan Perusahaan Mitra, serta beberapa pedagang pada berbagai tingkatan (pedagang pengumpul, pedagang di pasar induk kabupaten/Sub Terminal Agribisnis, Pedagang Besar).

4.4. Metode Pengumpulan Data Metoda pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai petani contoh dengan panduan kuesioner terstruktur untuk dapat menjawab tujuan penelitian. Setelah kuesioner terisi dilakukan pengeditan di lapangan. Melakukan pengeditan di lapangan umumnya memakan waktu yang cukup lama, namun langkah ini dapat menghasilkan kualitas data lebih baik dibandingkan pengeditan yang dilakukan setelah dari lapang. Selain data yang dikumpulkan oleh rumah tangga dikumpulkan pula informasi dari key informant di desa dan kecamatan seperti Kelembagaan Kelompok Tani/Gapoktan/Paguyupan Kelompok Tani, Koperasi Tani, Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), Koordinator PPL, Kepala Cabang Dinas (KCD), Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Dinas Pertanian Kabupaten, Perusahaan Mitra (staf lapangan), pedagang pengumpul desa, grower, pedagang komisioner di pasar induk dan STA, serta pedagang besar di pusat-pusat pasar. Pertanyaan yang diajukan lebih bersifat “deep information” terutama ditujukan untuk menangkap informasi umum di tingkat wilayah.

104 Pengambilan data merupakan tahapan yang sangat penting, karena sumber-sumber kesalahan data dapat terjadi pada tahapan ini. Sumber-sumber kesalahan data disebabkan oleh kesalahan dalam kerangka pengambilan contoh, kesalahan pewawancara, fenomena “ironing” yaitu menyesuaikan data secara subyektif, kesalahan dalam komunikasi atau pengukuran data dan pencatatan, kesalahan responden, serta kesalahan transfer data dari kuesioner ke komputer (Simatupang, 2010). Langkah selanjutnya adalah melakukan validasi sebelum pengolahan data, yang antara lain dapat dilakukan uji dengan rumus baku tertentu (“Rules-based”), membandingkan dengan data sesama peneliti, membandingkan dengan data historis, membandingkan dengan data sekunder. Langkah terakhir adalah membersihkan data sebelum diolah, dapat dilakukan dengan mengeluarkan data yang salah, mencari data yang sesuai sebagai pengganti yang salah (dari data set yang ada), menduga data yang sesuai sebagai pengganti data yang salah atau tidak ada, dan mengisi data yang hilang (Simatupang, 2010).

4.5. Metode Analisis Data yang baik dan berguna harus memenuhi empat kriteria berikut (Hanke dan Reitsh, 1995) : (1) Handal (reliable) dan tepat (accurate), data harus dikumpulkan dari sumber yang dapat diandalkan dan dilakukan dengan tepat; (2) Relevan (relevant), data yang dikumpulkan harus mewakili (representative); (3) Konsisten (consistent), jika definisi yang digunakan untuk mengambil data berubah, penyesuaian harus dilakukan agar konsistensi dapat dipertahankan; dan

105 (4) Tepat waktu (timely), data yang dikumpulkan dari berbagai sumber jelas dimensi waktunya. Dalam kegiatan penelitian terdapat proses yang bersifat sequensial, yang mencakup pengumpulan data, pengolahan data, pembahasan, serta sintesa kebijakan (Simatupang, 2010). Data sendiri pada dasarnya tidak bermakna atau belum memiliki makna (knownothing).

Pengolahan data adalah suatu proses

untuk mengubah data menjadi informasi, sehingga harus memberikan informasi mengenai apa (know what). Sedangkan pembahasan adalah proses mengubah informasi menjadi pengetahuan (knowladge), sehingga harus bisa menjawab bagaima (know how). Terakhir adalah sintesa kebijakan yaitu proses mengubah pengetahuan yang diperoleh dari hasil pembahasan menjadi kebijakan, sehingga harus bisa menjawab kenapa (know why).

4.5.1. Metode Analisis Dampak Penggunaan Input terhadap Produktivitas, Risiko Produktivitas, dan Inefisiensi Teknis, serta Perilaku Petani terhadap Risiko Produktivitas

Model yang telah dikembangkan oleh Kumbhakar (2002) diadopsi untuk menganalisis dampak alokasi input terhadap produktivitas, dampak alokasi input terhadap risiko produktivitas dan inefisiensi teknis, serta perilaku petani terhadap risiko produktivitas cabai merah besar dan cabai merah keriting. Selanjutnya fungsi produksi translog digunakan dengan pertimbangan sebagai berikut : (1) bentuk fungsional ini telah banyak digunakan dalam penelitian empiris, khususnya penelitian usahatani pada berbagai komoditas pertanian baik di negara berkembang maupun negara maju; (2) bentuk fungsi adalah fleksibel, (3) secara

106 teoritis fungsi produksi translog dapat menjelaskan pada berbagai stage dalam fungsi produksi, (4) retriksi lebih sedikit pada elastisitas produksi dan elastisitas substitusi, dan (5) telah memasukkan kontribusi interaksi antar faktor produksi. Bentuk fungsional model Kumbhakar ditulis kembali sebagaimana dikemukakan dalam persamaan (36) sebagai berikut: yi  f xi ;  gxi ;  v  qxi ;  u..............................................................................( 3 6)

di mana : y adalah produk rata-rata, xi menunjukkan jenis input yang digunakan, f(xi;) menjelaskan fungsi produk rata-rata, g(xi;) menunjukkan fungsi risiko produksi dan q(xi;) adalah fungsi inefisiensi teknis, v (error term) menunjukkan ketidakpastian produksi

yang diasumsikan i.i.d (0,2) dan u menunjukkan

inefisiensi teknis dengan asumsi i.i.d (0,u2) dan u >0. Bentuk fungsional pada masing-masing jenis cabai merah ditunjukkan dalam persamaan (37) dan (38). 1. Persamaan untuk Fungsi Produktivitas Cabai Merah Besar ln yi  f (ln x1 ln x 2 , ln x3 , ln x 4 , ln x5 , ln x6 , ln x7 , ln x8 , ln x9 , ln x10 , d1 , d 2 , d 3 )  g (ln x1 , ln x 2 , ln x3 , ln x 4 , ln x5 , ln x6 , ln x7 , ln x8 , ln x9 , ln x10 ) vi  q (ln x1 ln x 2 , ln x3 , ln x 4 , ln x5 , ln x6 , ln x7 , ln x8 , ln x9 , ln x10 )ui .......... .......... .......... .....( 37 )

di mana : yi f(xi) g(xi)vi q(xi)ui lnx1 lnx2 lnx3 lnx4 lnx5 lnx6

: produktivitas cabai merah besar (kg segar) : fungsi produktivitas : fungsi risiko produktivitas : fungsi inefisiensi teknis : kuantitas benih cabai merah besar (gram) : kuantitas pupuk Nitrogen (kg ) : kuantitas pupuk P2O5 (kg) : kuantitas pupuk K2O (kg) : kuantitas PPC/ZPT (lt) : kuantitas pupuk organik/kandang (kg)

107 lnx7 lnx8 lnx9 lnx10 d1 d2 d3 vi ui

: kuantitas kapur (kg) : kuantitas pestisida/fungisida (lt) : kuantitas tenaga kerja dalam keluarga(HOK) : kuantitas tenaga kerja luar keluarga (HOK) : dummy musim (1=MK; 0=MH) : dummy agroekosistem (1=lahan sawah dataran rendah; 0=lahan kering dataran tinggi) : dummy benih hibrida (1=benih hibrida; 0=benih lokal/hibrida turunan) : error term menunjukkan ketidakpastian produksi yang diasumsikan i.i.d (0,σv2) : menunjukkan inefisiensi teknis dengan asumsi i.i.d (0,σv2) dan u>0, ui independen terhadap vi.

2. Persamaan untuk Fungsi Produktivitas Cabai Merah Keriting ln yi  f (ln x1 ln x2 , ln x3 , ln x 4 , ln x5 , ln x6 , ln x7 , ln x8 , ln x9 , ln x10 , d1 , d 3 )  g (ln x1 , ln x2 , ln x3 , ln x 4 , ln x5 , ln x6 , ln x7 , ln x8 , ln x9 , ln x10 )vi  q (ln x1 ln x2 , ln x3 , ln x 4 , ln x5 , ln x6 , ln x7 , ln x8 , ln x9 , ln x10 )ui .......... .......... ....( 38 )

di mana : yi : produktivitas cabai merah keriting (kg segar) f(xi) : fungsi produktivitas g(xi)vi : fungsi risiko produktivitas q(xi)ui : fungsi inefisiensi teknis lnx1 : kuantitas benih cabai merah besar (gram) lnx2 : kuantitas pupuk Nitrogen (kg ) lnx3 : kuantitas pupuk P2O5 (kg) lnx4 : kuantitas pupuk K2O (kg) lnx5 : kuantitas PPC/ZPT (lt) lnx6 : kuantitas pupuk organik/kandang (kg) lnx7 : kuantitas kapur (kg) lnx8 : kuantitas pestisida/fungisida (lt) lnx9 : kuantitas tenaga kerja dalam keluarga(HOK) lnx10 : kuantitas tenaga kerja luar keluarga (HOK) d1 : dummy musim (1=MK; 0=MH) d2 : dummy agroekosistem (1=lahan sawah dataran rendah; 0=lahan kering dataran tinggi) d3 : dummy benih hibrida (1=benih hibrida; 0=benih lokal/hibrida turunan) vi : error term menunjukkan ketidakpastian produksi yang diasumsikan i.i.d (0,σv2) ui : menunjukkan inefisiensi teknis dengan asumsi i.i.d (0,σv2) dan u>0, ui independen terhadap vi.

108 Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk mengestimasi perilaku risiko produksi atau produktivitas petani cabai merah adalah sebagai berikut (Kumbakhar, 2002; Fauziyah, 2010) : 1.

Mencari nilai estimasi dari 

2 u

dengan cara :

a. Melakukan regresi y terhadap f(x) dan mendapatkan nilai residual (ε) b. Mencari nilai   m 3 / 2 mana r   2  m3

dengan menggunakan rumus  u2  r  1  2 /  

1

2 u

di

2

 2  4 3  1   dan m adalah central moment dari           

error term (ε). c. Ketika 

2 u

diperoleh maka nilai a, b, dan c dapat diperoleh dengan

menggunakan a 2.

2



u

rumus

b2 

masing-masing

  2  2 

u

sebagai

berikut

:

24  3   1 u .   

c

Mengestimasi fungsi inefisiensi teknis dengan cara melakukan regresi ε terhadap q(x) dengan metode maximum likelihood estimation (MLE), kemudian parameter yang dihasilkan dikalikan dengan b2 

3.

4.

(  2 )



fungsi

 y / qˆ ( x )  aˆ  

f ( x ) / qˆ ( x ) di mana aˆ 

nilai

u . q(xi) TI = i f(xi) 5.

produksi

inefisiensi ui =

dengan

teknis

cara 2



melakukan

regresi

.ˆ u dengan metode MLE.

dengan

menggunakan

rumus

:

yi  f(xi) q(xi)

Mengestimasi fungsi risiko produktivitas dengan cara melakukan regresi vi  ε i  u i terhadap g(x) dengan metode MLE.

6.

di mana

2

. u2 .

Mengestimasi

Mencari

1  b 

Mencari nilai efisiensi teknis dengan rumus : TE = 1-TI

109 7.

Menentukan perilaku risiko produktivitas dengan rumus :



U '.( )v jika v=0 berarti petani berperilaku netral terhadap risiko U ' ( )

produktivitas (risk neutral), jika v>0 berarti petani berperilaku berani mengambil risiko produktivitas (risk taker), dan jika petani v<0 berarti petani berperilaku menghindari risiko produktivitas (risk averse).

 = UU' . '(( ))u . 8.

Mengestimasi parameter–parameter yang terdapat dalam  dan  dengan menggunakan rumus sebagai berikut :    AR.g(xi)  DR.g(xi) .q(xi) .a θ= ......................(39) 2 2 2 2  ( 1+ AR.q(xi) .a +1 / 2 DR.g (xi) + q (xi)(b + a ) 

λ =a + AR.q(xi) .(a 2 + b 2 ) + 0.5DR.g 2 (xi) .a + q 2 (xi)(c + 3a 2b + a 3/

1+ AR.q(xi) .a + 0.5DR.g (xi) + q (xi)(b 2

2

2

+ a 2 ....................... .......(40)

di mana :

   f ( x , z )  w.x  C

AR   U ' ' (   ) / U ' (   )

DR  U ' ' ' (   ) / U ' (   )

a

2

 u

b 2  (  2) /  u2

c 

2



( 4 /   1) u3

Adapun kriteria pilihan perilaku petani terhadap risiko produktivitas adalah sebagai berikut :

110 1. Jika   0 dan   0 , maka petani dikategorikan sebagai petani yang netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral). 2. Jika   0 dan   0 , maka petani dikategorikan sebagai petani yang menghindari atau menolak terhadap risiko produktivitas (risk averter). 3. Jika petani dalam kondisi efisien penuh secara teknis (u=0) maka perilaku petani terhadap risiko produktivitas ditentukan oleh besaran  . 4. Jika   0 dan   0 , maka petani dikategorikan sebagai petani yang berani mengambil risiko produktivitas (risk taker).

4.5.2. Spesifikasi Model Pendugaan Perilaku Petani terhadap Risiko Harga Metode yang digunakan untuk mengetahui perilaku petani cabai merah dalam menghadapi risiko harga di pasar adalah metode “Fungsi Utilitas Kuadratik” (seperti yang sudah dijelaskan dalam kerangka pemikiran). Model yang digunakan adalah : e e Y   0   1Y e   2 Pcme   3 Pcme   4 Pbenihcm   5 Purea   6 Pzae   7 Ptspe  2

e e e e e   11 Pnpk   12 Pponska   13 Porganik   14 Pkapur   8 Pspe 36   9 Pkcle   10 Pkno 3

 15 P

e pest

  16 P

e fungi

e e e e   17 Pppc   18 Pzpte   19 Pmulsa   21Wtkdk   22Wtklk  bV cme  e.......... .....( 41)

di mana : Pbenihe Pureae Pzae Ptspe Pspe Pkcle Pkno3 e Pnpke Pponskae Porganike Pkapure Ppeste

= = = = = = = = = = = =

harga bibit cabai merah yang diharapkan (Rp/gram; Rp/batang) harga pupuk Urea yang diharapkan (Rp/Kg) harga pupuk ZA yang diharapkam (Rp/Kg) harga pupuk TSP yang diharapkan (Rp/Kg) harga pupuk SP-36 yang diharapkan (Rp/Kg) harga pupuk KCL yang diharapkan (Rp/Kg) harga pupuk KCL yang diharapkan (Rp/Kg) harga pupuk NPK yang diharapkan (Rp/Kg) harga pupuk PONSKA yang diharapkan (Rp/Kg) harga pupuk organik/kandang/kompos yang diharapkan (Rp/Kg) harga pupuk kapur (kalsit, dolomit) yang diharapkan (Rp/Kg) harga rata-rata pestisida yang diharapkan (Rp/lt)

111 Pfungie Nppce Pzpte Pmulsae Wtkdke Wtklke Y Ye Vcme e

= harga rata-rata fungisida yang diharapkan (Rp/lt) = harga rata-rata PPC yang diharapkan (Rp/lt) = harga rata-rata ZPT yang diharapkan (Rp/kg) = harga rata-rata bahan (mulsa) yang diharapkan (Rp/kg) = tingkat upah rata-rata yang diharapkan (Rp/HOK) = tingkat upah rata-rata yang diharapkan (Rp/HOK) = produksi cabai merah (kilogram) = produksi cabai merah yang diharapkan (kilogram) = Varian harga cabai merah = Error term

Indikator risiko harga dapat dilihat dari nilai b yaitu : (1) Jika b = 0 maka petani dikategorikan sebagai petani yang netral terhadap risiko harga; (2) Jika b > 0 maka petani dikategorikan sebagai petani yang menghindari risiko harga (risk averser); dan (3) Jika b< 0 maka petani dikategorikan sebagai petani yang berani mengambil risiko harga (risk taker).

4.5.3. Metode untuk Analisis Tingkat Efisiensi dan Sumber-Sumber Penyebab terjadinya Inefisiensi Teknis dengan Memasukkan Unsur Risiko Produktivitas

4.5.3.1. Metode Analisis Tingkat Efisiensi Efisiensi teknis (TE) didefinisikan sebagai rasio dari nilai output yang diharapkan pada kondisi terjadi inefisiensi terhadap nilai output yang diharapkan pada kondisi tidak terjadi inefisiensi (fully efficiency). Secara matematis dapat diformulasikan : TE  E ( yx, u ) / E ( yx, u  0)  1  u.q ( x) / f ( x)  1 . Di sisi lain inefisiensi teknis (TI) adalah rasio antara kehilangan output potensial terhadap output maksimal yang dapat dicapai.

112 Parameter-parameter yang dihasilkan dari analisis terhadap persamaan (37) dan (38) dapat digunakan untuk menghitung inefisiensi teknis dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Kumbhakar dan Lovell, 2000; Kumbakhar, 2002) yang juga diacu oleh Fauziyah (2010) : TI 

E ( y i  xi , u i  0 )  E ( y i  xi , u i )  q ( xi )u i E ( y i  xi , u i  0 )

TI 

ui .q ( xi ) .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....( 42) f ( xi )

di mana : ui 

y i  f ( xi )

q( xi ) .

Sementara

itu,

untuk

tingkat

efisiensi

teknis

diperoleh

dengan

menggunakan persamaan TE  1  TI . Dalam hal ini, digunakan output yang diharapkan sebagai batasan pada u dalam mendefinisikan TE atau TI sehingga ketidakpastian produksi (vi) tidak mempengaruhi ukuran efisiensi. Hal ini sangat penting karena ketidakpastian produksi berada diluar kendali petani. Oleh karena itu peubah acak (vi) tidak seharusnya mempengaruhi ukuran efisiensi.

Perlu

dicatap bahwa besaran nilai estimasi TE dan TI tergantung pada faktor-faktor internal (ui) dan alokasi jumlah input yang digunakan. Parameter-parameter yang dihasilkan pada tahapan di atas, dapat digunakan untuk mencari nilai inefisiensi alokatif dengan menggunakan persamaan :

 j  f ' j ( xi )  w j  g ' j ( xi )  q ' j ( xi )..............................................................(43) .

113 di mana :

j

: inefisiensi alokatif

f j ' ( xi ) : turunan pertama dari fungsi produksi terhadap input ke i

wj

: harga input ke j

 dan  : besaran perilaku risiko produktivitas g 'j ( xi ) :turunan pertama dari fungsi risiko terhadap input ke i q ' j ( xi ) : turunan pertama dari fungsi inefisiensi terhadap input ke i Inefisiensi alokatif untuk input variabel ke j adalaj  j , dengan kriteria sebagai berikut : 1. Jika  j >0, maka jumlah input ke j yang dialokasikasikan untuk usahatani cabai merah masih kurang. Artinya jumlah input yang digunakan masih kurang dari kebutuhan tanaman cabai merah. 2. Jika  j <0, maka jumlah input ke j yang dialokasikan untuk usahatani cabai merah sudah berlebih. Artinya jumlah input yang digunakan sudah melebihi kebutuhan tanaman cabai merah. Nilai efisiensi alokatif per unit input yang digunakan oleh setiap petani dapat dicari dengan menggunakan rumus : EA  1   j ..............................................................................................(44)

di mana  j adalah nilai inefisiensi alokatif perunit input dalam kegiatan usahatani cabai merah. Selanjutnya efisiensi ekonomi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : EE  TE .EA .........................................................................................(45)

114

4.5.3.2. Sumber-Sumber Penyebab terjadinya Inefisiensi Teknis

1. Persamaan untuk Fungsi Inefisiensi Teknis Produksi Cabai Merah Besar

Adapun identifikasi terhadap sumber-sumber yang menjadi penyebab terjadinya inefisiensi teknis, dianalisis dengan menggunakan model regresi berganda, dengan metode ordinary least square estimation (OLS), sebagai berikut: 8

U i  δ0   δl zli   5 d 5   6 d 6   7 d 7   8 d 8   9 d 9  10 d10  11d11  12 d12 l 1

 13 d13  14 d14  16 d16  u.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....( 46 )

di mana |Ui| : Nilai inefisien teknis usahatani cabai merah besar z1 : Total luas lahan garapan cabai merah besar (ha) z2 : Rasio luas garapan usahatani cabai merah besar terhadap total lahan garapan z3 : Pendapatan total rumah tangga (Rp.) z4 : Rasio pendapatan dari usahatani cabai merah besar terhadap total pendapatan rumah tangga z5 : Umur kepala keluarga rumah tangga petani (tahun) z6 : Pendidikan formal kepala keluarga rumah tangga petani (tahun) z7 : Pengalaman KK rumah tangga petani dalam usahatani cabai merah besar (tahun) z8 : Rasio jumlah anggota rumah tangga usia kerja terhadap total anggota rumah tangga d5 : Variabel “dummy” sistem penguasaan lahan, di mana 1=lahan milik, 0=lahan bukan milik (sewa)

115 d6 : Variabel “dummy” pengetahuan teknologi pembibitan cabai merah besar, di mana 1=mengetahui teknologi pembibitan, 0=tidak mengetahui teknologi pembibitan d7 : Variabel “dummy” pengetahuan teknologi budidaya cabai merah besar, di mana 1= mengetahui teknologi budidaya, 0=tidak mengetahui teknologi budidaya d8 : Variabel “dummy” pengetahuan teknologi panen dan pasca panen cabai merah besar, di mana 1=mengetahui teknologi panen dan pasca panen, 0=tidak mengetahui teknologi panen dan pasca panen d10 : Variabel “dummy” rotasi tanaman, di mana 1=melakukan rotasi tanaman, 0=tidak melakukan rotasi tanaman d11 : Variabel “dummy” lokasi lahan, di mana 1=akses lokasi lahan terhadap jalan baik, 0=akses lokasi lahan terhadap jalan tidak baik d12 : Variabel “dummy” akses ke pasar input, di mana 1=mempunyai kios/toko saprodi langganan, 0=kios/toko bebas d13 : Variabel “dummy” akses ke pasar output/pedagang langganan, di mana 1=mempunyai pedagang langganan, 0=pedagang bebas d14 : Variabel “dummy” akses terhadap sumber-sumber kredit, di mana 1=akses terhadap sumber-sumber kredit, 0=tidak akses terhadap sumber-sumber kredit d15 : Variabel “dummy” keanggotaan kelompok tani, di mana 1=menjadi anggota kelompok tani, 0=tidak menjadi anggota kelompok tani d16 : Variabel “dummy” keanggotaan kemitraan usaha, di mana 1=anggota, 0=non anggota d17 : Variabel “dummy” penaganan pasca panen, di mana 1=melakukan penaganan pasca panen, 0=tidak melakukan penanganan pasca panen Nilai koefisien regresi yang diharapkan : δ1, δ2, δ3, δ4, δ6, δ7 dan δ8 < 0, sedangkan δ5 >0; untuk 5 ,  6 ,  7 , 8 , 10 , 11 , 12 , 13 , 14 , 15 , 16 , dan 17 <0.

2. Persamaan untuk Fungsi Inefisiensi Teknis Produksi Cabai Merah Keriting 8

U i  δ0   δl zli  10 d10  13 d13  14 d14  16 d16  u.......... .......... .......... .......... ....( 47 ) l 1

di mana : |Ui| : Nilai inefisien teknis usahatani cabai merah keriting z1 : Total luas lahan garapan cabai merah keriting (ha) z2 : Rasio luas garapan usahatani cabai merah keriting terhadap total lahan garapan z3 : Pendapatan total rumah tangga (Rp.)

116 z4 : Rasio pendapatan dari usahatani cabai merah keriting terhadap total pendapatan rumah tangga z5 : Umur kepala keluarga rumah tangga petani (tahun) z6 : Pendidikan formal kepala keluarga rumah tangga petani (tahun) z7 : Pengalaman KK rumah tangga petani dalam usahatani cabai merah keriting (tahun) z8 : Rasio jumlah anggota rumah tangga usia kerja terhadap total anggota rumah tangga d10 : Variabel “dummy” rotasi tanaman, di mana 1=melakukan rotasi tanaman, 0=tidak melakukan rotasi tanaman d13 : Variabel “dummy” akses ke pasar output/pedagang langganan, di mana 1=mempunyai pedagang langganan, 0=pedagang bebas d14 : Variabel “dummy” akses terhadap sumber-sumber kredit, di mana 1=akses terhadap sumber-sumber kredit, 0=tidak akses terhadap sumber-sumber kredit d16 : Variabel “dummy” keanggotaan kemitraan usaha, di mana 1=anggota, 0=non anggota Nilai koefisien regresi yang diharapkan : δ1, δ2, δ3, δ4, δ6, δ7 dan δ8 < 0, sedangkan δ5 >0; untuk 10 , 13 , serta 16 <0.

Parameter-parameter dari fungsi produksi stokastik frontier dapat diestimasi dengan menggunakan baik metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) maupun Corected Ordinary Least Square (COLS) seperti yang disarankan oleh Coelli (1996) dan Coelli et al., (1998).

Metode MLE lebih efisien

dibandingkan dengan COLS. Bukti empiris yang telah dikaji oleh Coelli menunjukkan bahwa MLE secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan COLS ketika kontribusi dari efek inefisiensi teknis terhadap total varians besar. Dalam penelitian ini parameter-parameter dari fungsi produksi stokastik frontier diestimasi dengan menggunakan metode MLE. Dalam penelitian ini model yang akan digunakan adalah estimasi untuk risiko produktivitas (productivity risk), preferensi risiko produktivitas (risk preferences), dan efisiensi teknis (technical inefficiency) yang digagas oleh

117 Kumbhakar (2002). Kemudian akan dilengkapi dengan analisis kuantitatif tentang perilaku petani dalam menghadapi risiko harga cabai merah dengan menggunakan fungsi utilitas kuadratik. Selain itu, kajian ini juga dilengkapi dengan analisis kualitatif tentang persepsi petani terhadap risiko produksi dan harga, perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dan harga, dan strategi petani dalam menghadapi risiko produksi dan harga. Pengolahan data untuk mengestimasi faktor-faktor

yang

mempengaruhi

produktivitas,

pengaruh

unsur

risiko

produktivitas dan inefisiensi terhadap produktivitas, perilaku petani terhadap risiko produktivitas, dan besaran efisiensi (TE, AE, dan EE), serta perilaku petani terhadap risiko harga diestimasi dengan menggunakan Program Frontier 4.1, SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1 dan Excell.

4.5.4. Metode untuk Analisis Persepsi Petani terhadap Risiko, FaktorFaktor yang Mempengaruhi Risiko dan Stratetgi Manajemen Risiko Analisis tentang persepsi petani terhadap risiko produksi difokuskan pada persepsi petani terhadap risiko, usahatani cabai merah yang dikategorikan gagal, tingkat risiko produktivitas usahatani, tingkat risiko harga, serta persepsi petani terhadap tingkat keuntungan usahatani dijelaskan secara deskriptif kualitatif. Demikian juga halnya, persepsi petani cabai merah terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko usahatani, seperti perubahan iklim, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), harga input yang tinggi, harga jual hasil jatuh, ketersediaan modal usaha, rendahnya penguasaan teknologi, serta rendahnya kapabilitas manajerial dalam usahatani dijelaskan secara deskriptif kualitatif.

118 Analisis perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dibagi ke dalam tiga strategi, yaitu : (1) strategi manajemen risiko produksi sebelum kegiatan usahatani cabai merah dilakukan (ex-ante risk manajement strategy), (2) strategi manajemen risiko produksi interaktif pada saat kegiatan usahatani cabai merah sedang dilakukan (interactive risk manajement strategy), dan (3) strategi manajemen risiko produksi setelah kegiatan usahatani cabai merah dilakukan (ex-post risk manajement strategy). Strategi manajemen risiko produksi ex-ante mencakup aspek pola tanam dan alasan memilih pola tanam tersebut, sistem tanam cabai merah yang digunakan dan alasan memilih sistem tanam tersebut, jumlah dan varietas cabai yang digunakan, sumber benih yang digunakan, dan banyaknya lokasi atau persil penanaman cabai merah dalam setahun terakhir. Untuk strategi manajemen risiko produksi-interaktif mencakup waktu penanaman cabai merah, penanganan jika sebagian tanaman cabai merah di lapangan ada yang mati, jarak tanam yang digunakan, jenis pupuk yang digunakan, penggunaan pupuk pada MK vs MH, metode penanggulangan hama dan penyakit yang digunakan, kecenderungan petani dalam pengendalian hama dan penyakit, pengoplosan pestisida dan alasan melakukannya, tindakan yang dilakukan saat mengalami kelangkaan tenaga kerja, serta tindakan yang dilakukan petani jika mengalami kesulitan modal. Terakhir, strategi manajemen risiko produksi ex-post mencakup status usahatani cabai dalam menghidupi keluarga, jika usahatani mengalami kegagalan maka usaha apa untuk menutupi kegagalan dalam menghidupi keluarga, jika usahatani mengalami kegagalan maka tindakan apa yang dipilih untuk pertanaman berikutnya, dan jika

119 usahatani mengalami kerugian maka tindakan apa yang dipilih untuk pertanaman berikutnya.

4.5.5. Definisi Variabel Informasi pada sub-bab berikut menjelaskan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan berikut unit analisanya. Di dalam model masing-masing variabel didefinisikan dalam abjad y untuk menjelaskan variabel output dan x dalam susunan abjad x1, x2, x3 dan seterusnya yang menggambarkan penggunaan input baik aspek fisik maupun z1, z2, z3 dan seterusnya menggambarkan variabel sosial ekonomi. Secara terperinci definisi variabel dapat disimak sebagai berikut :

Produksi yang dihasilkan: Besarnya produksi yang dihasilkan dari komoditas cabai merah besar atau cabai merah keriting yang diusahakan di lahan sawah dataran rendah atau lahan kering dataran tinggi dalam satu musim tanam. Bentuk produksi adalah cabai merah segar, dinyatakan dalam satuan kilogram. Produksi yang diharapkan: Besarnya produksi yang diharapkan yang akan dihasilkan dari komoditas cabai merah besar atau cabai merah keriting yang diusahakan di lahan sawah dataran rendah atau lahan kering dataran tinggi dalam satu musim tanam. Bentuk produksi adalah cabai merah segar, dinyatakan dalam satuan kilogram. Produktivitas yang dihasilkan: Besarnya produksi yang dihasilkan dari komoditas cabai merah besar atau cabai merah keriting yang diusahakan di lahan sawah dataran rendah atau lahan kering dataran tinggi per hektar permusim tanam. Bentuk produksi adalah cabai merah segar, dinyatakan dalam satuan kuintal/hektar. Produktivitas yang diharapkan: Besarnya produksi yang diharapkan yang akan dihasilkan dari komoditas cabai merah besar atau cabai merah keriting yang diusahakan di lahan dataran rendah/dataran tinggi per hektar per musim tanam. Bentuk produksi adalah cabai merah segar, dinyatakan dalam satuan kuintal per hektar. Luas areal tanam: Luas areal tanam yang ditanami cabai merah besar atau cabai merah keriting di masing-masing persil lahan yang diusahakan petani pada musim

120 hujan (pada waktu pengambilan data dilakukan yakni periode NovemberFebruari) atau musim kemarau pertama/MK I (Maret-Juni) atau musim kemarau kedua/MK II (Juli-oktober) namun akan disesuaikan dengan kondisi aktual di lapang, dinyatakan dalam satuan hektar. Benih/bibit: Jumlah benih/bibit cabai merah besar atau cabai merah keriting yang digunakan sebagai input produksi (dapat berupa varietas hibrida dan varietas lokal), dinyatakan dalam satuan fisik (gram). Pupuk urea: Jumlah pupuk urea yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk ZA: Jumlah pupuk ZA yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk N: Jumlah pupuk N yang digunakan dalam usahatani yang bersumber dari pupuk Urea, ZA, dan NPK, pupuk urea memiliki kandungan nitrogen sebesar 4546 persen, ZA sekitar 26 persen, dan NPK sebesar 15 persen, dinyatakan dalam satuan kg setara nitrogen. Pupuk TSP: Jumlah pupuk TSP yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk SP 36: Jumlah pupuk SP 36 yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk P2O5: Jumlah pupuk P2O5 yang digunakan dalam usahatani yang bersumber dari TSP, SP-36, dan NPK, pupuk TSP memiliki kandungan P2O5 sebesar 45 persen, SP 36 sekitar 36 persen, dan NPK sebesar 15 persen, dinyatakan dalam satuan kg setara phosphat (P2 O5). Pupuk KCl: Jumlah pupuk KCl yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk KNO3: Jumlah pupuk KNO3 yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk K2O: Jumlah K2O yang digunakan dalam usahatani yang bersumber dari KCL, KNO3 dan NPK, pupuk KCl memiliki kandungan K2O sebesar 60 persen, pupuk KNO3 sebesar 44 persen, dan NPK sebesar 15 persen, dinyatakan dalam satuan kg setara potassium (K2 O). Pupuk NPK : Jumlah pupuk NPK yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram.

121 Pupuk PONSKA: Jumlah pupuk PONSKA yang digunakan dalam kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk komposit (N, P, dan K): Jumlah pupuk NPK yang digunakan dalam kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam satuan hara dari ketiga jenis pupuk tersebut. Ketiga pupuk tersebut dinyatakan dalam satuan kg setara N, P2O5, K2O. Pupuk NPK memiliki kandungan N = 15 persen, P2O5 = 15 persen, K2O = 15 persen. Kapur (kalsit, dolomit) : Jumlah kapur yang digunakan dalam kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk organik/kandang/kompos: Jumlah pupuk organik/kandang/kompos yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Pupuk pelengkap cair (PPC) : Jumlah pupuk pelengkap cair yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram atau liter. Zat perangsang tumbuh (ZPT) : Jumlah ZPT yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Pestisida : Jumlah pestisida yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam liter atau kilogram. Fungisida : Jumlah fungisida yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam liter atau kilogram. Mulsa : Jumlah mulsa yang digunakan dalam kegiatan usahatani, dinyatakan dalam satuan kilogram. Nilai pengeluaran lainnya : besarnya pengeluaran petani yang harus dilakukan untuk pengeluaran lainnya dalam kegiatan dengan usahatani, dinyatakan dalam ribu rupiah. Tenaga Kerja: jumlah penggunaan tenga kerja dalam usaha tani baik yang bersumber dari TK keluarga maupun TK upahan yang dinyatakan dalam jam kerja setara pria, tenaga kerja ini terdiri atas tenaga kerja pra panen, panen dan pasca panen. Dinyatakan dalam hari orang kerja setara pria dengan HOK, untuk penyederhanaan akan dibuat penyetaraan 1 HOKW=0,8 HOKP dan 1 HOKA (< 10 tahun) = 0.5 HOKP. Luas total garapan cabai merah besar : total luas garapan cabai merah besar yang diusahakan rumah tangga petani baik dari lahan milik maupun sewa. Variabel ini dinyatakan dalam satuan hektar.

122 Luas total garapan cabai merah keriting : total luas garapan cabai merah keriting yang diusahakan rumah tangga petani baik dari lahan milik maupun sewa. Variabel ini dinyatakan dalam satuan hektar. Rasio luas garapan cabai merah besar terhadap total lahan garapan usahatani : luas garapan cabai merah besar dibagi total lahan garapan yang diusahakan dinyatakan dalam rasio. Rasio pendapatan cabai merah keriting terhadap total lahan garapan usahatani : luas garapan cabai merah keriting dibagi total lahan garapan yang diusahakan dinyatakan dalam rasio. Pendapatan cabai merah besar : total pendapatan yang dihasilkan rumah tangga petani yang berasal dari usahatani cabai merah besar. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah. Pendapatan cabai merah keriting : total pendapatan yang dihasilkan rumah tangga petani yang berasal dari usahatani cabai merah keriting. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah. Pendapatan total : total pendapatan yang berasal dari sektor pertanian dan non pertanian. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah. Rasio pendapatan cabai merah besar terhadap pendapatan total rumah tangga : Pendapatan yang bersumber dari cabai merah besar dibagi total pendapatan rumah tangga. Rasio pendapatan cabai merah keriting terhadap pendapatan total rumah tangga : Pendapatan yang bersumber dari cabai merah keriting dibagi total pendapatan rumah tangga. Umur kepala keluarga : usia atau umur kepala keluarga, dinyatakan dalam satuan tahun. Tingkat pendidikan kepala keluarga : tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh kepala keluarga, dinyatakan dalam satuan tahun. Pengalaman usahatani kepala keluarga : lamanya kepala mengusahakan komoditas cabai merah, dinyatakan dalam satuan tahun.

keluarga

Jumlah anggota rumah tangga usia kerja : menunjukkan jumlah anggota rumah tangga yang berusia antara 15-64 tahun dan dinyatakan dalam satuan orang. Total anggota rumah tangga : menunjukkan jumlah keseluruhan anggota rumah tangga dan dinyatakan dalam satuan orang.

123 Rasio jumlah anggota rumah tangga usia kerja terhadap total anggota rumah tangga : Jumlah anggora rumah tangga usia kerja dibagi dengan jumlah total anggota rumah tangga. Risiko : sebagai suatu kejadian di mana hasil dari kejadian dan peluang terjadinya tidak bisa diketahui secara pasti, resiko produksi diukur dengan varian produktivitas dan resiko harga diukur dengan varian harga. Dummy musim tanam : variabel ini memberikan informasi tentang kapan kegiatan usahatani cabai merah dilakukan oleh petani, dinyatakan dalam bentuk variabel dummy, 1= kegiatan penanaman dilakukan MK; 0= kegiatan penanaman dilakukan pada MH. Dummy benih hibrida : variabel ini memberikan informasi jenis/kualitas benih, di mana 1=benih hibrida, 0= benih lokal/hibrida turunan. Dummy agroekosistem : variabel ini memberikan informasi tentang agroekosistem lahan, dinyatakan dalam bentuk variabel dummy, 1=agroekosistem lahan sawah dataran rendah; 0=agroekosistem lahan kering dataran tinggi. Dummy sistem penguasaan lahan : jenis penguasaan lahan oleh petani, dinyatakan dalam bentuk variabel dummy, di mana 1=lahan milik; 0=lahan non milik (sewa, sakap, dll). Dummy pengetahuan tentang teknologi pembibitan : tingkat pengetahuan tentang teknologi pembibitan cabai merah yang telah dikuasai petani, dinyatakan dalam bentuk variabel dummy, di mana 1=tahu, 0=tidak tahu. Dummy pengetahuan tentang teknologi budidaya : tingkat pengetahuan tentang teknologi budidaya sesuai anjuran yang telah dikuasai petani, dinyatakan dalam bentuk variabel dummy, di mana 1=tahu, 0=tidak tahu. Dummy pengetahuan tentang teknologi panen dan pasca panen : tingkat pengetahuan tentang teknologi pasca panen yang telah dikuasai petani, dinyatakan dalam bentuk variabel dummy, di mana 1=tahu, 0=tidak tahu. Dummy tentang rotasi tanaman : pola tanam yang dilakukan petani cabai merah dengan menanam tanaman yang berbeda famili pada sebelum dan sesudah tanaman cabai merah. Dummy ketergantungan terhadap pedagang input langganan : petani dikatakan memiliki ketergantungan terhadap pedagang input langganan apabila petani yang bersangkutan memiliki ketergantungan terhadap pedagang input langganan dalam bentuk pinjaman modal dan keharusan menjual hasil produksi cabai merah kepada pedagang input yang bersangkutan, 1=ketergantungan rendah; dan 0=ketegantungan tinggi.

124 Dummy ketergantungan terhadap pedagang output langganan : petani dikatakan memiliki ketergantungan terhadap pedagang output langganan apabila petani yang bersangkutan memiliki ketergantungan terhadap pedagang atau pembeli langganan dalam bentuk pinjaman modal dan keharusan menjual hasil produksi cabai merah kepada pedagang yang bersangkutan, 1=ketergantungan rendah; dan 0=ketegantungan tinggi. Dummy ketergantungan terhadap sumber-sumber kredit baik formal maupun informal : memberikan informasi yang menggambarkan ketergantungan petani cabai merah terhadap sumber-sumber kredit baik kredit formal, kredit program, serta kredit informal, dinyatakan dalam proporsi modal sendiri terhadap total modal usahatani cabai merah, dinyatakan dinyatakan dummy variabel, di mana 1=ketergantungan rendah; dan 0=ketegantungan tinggi. Keikutsertaan dalam kelompok tani/koperasi tani/assosiasi komoditas : merupakan keikutsertaan petani dalam organisasi atau kelembagaan tersebut yang bersifat menunjang kegiatan usahataninya, dinyatakan dinyatakan dummy variabel, di mana 1=anggota dan 0=non anggota. Keikutsertaan dalam kontrak farming atau kemitraan usaha : merupakan keikutsertaan tidak petani dalam kontrak farming atau kemitraan usaha yang bersifat menunjang kegiatan usahataninya, dinyatakan dummy variabel, di mana 1=kontrak/kemitraan dan 0=non kontrak/non kemitraan. Dummy perlakuan pasca panen : hal-hal yang dilakukan petani dalam kegiatan pasca panen meliputi pembersihan, standarisasi, sortasi, grading, serta pengemasan dan pengepakan, sebelum cabai merah di jual ke saluran pemasaran yang lebih hilir, dinyatakan dummy variabel, di mana 1= melakukan kegiatan pasca panen dan 0 = tidak melakukan kegiatan pasca panen. Tingkat harga beli : tingkat harga yang dihitung berdasarkan harga rata-rata pembelian input produksi, dinyatakan rupiah/perkilogram atau satuan yang sesuai. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram atau rupiah per unit. Tingkat harga jual : tingkat harga yang dihitung berdasarkan harga rata-rata penjualan perkilogram. Variabel ini dinyatakan dalam saruan rupiah per kilogram atau rupiah per unit. Tingkat harga beli yang diharapkan: tingkat harga rata-rata yang diharapkan dari pembelian input produksi, dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram atau satuan yang sesuai. Tingkat harga jual yang diharapkan: tingkat harga rata-rata yang diharapkan dari penjualan output atau cabai merah, dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram.

125 Harga di tingkat petani : harga rata-rata yang diterima petani dari penjualan output atau hasil panen. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram.

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI

5.1. Provinsi Jawa Tengah Wilayah Provinsi Jawa Tengah meliputi areal seluas 32 544 km2, terdiri atas 29 kabupaten dan 6 (enam) kota. Provinsi Jawa Tengah terletak antara 5040’ dan 8030’ Lintang Selatan serta antara 108030’ dan 111030’ Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Potensi sumberdaya alam Provinsi Jawa Tengah masih cukup besar untuk meningkatkan produksi pertanian, baik berupa lahan sawah dataran rendah maupun lahan kering dataran tinggi. Berdasarkan klasifikasi kemiringan tanah terbagi atas 4 (empat) kelas, yaitu: (1) Kemiringan (0-2 %) meliputi (41.39 %); (2) Kemiringan (12-15%) meliputi (27.30 %); (3) Kemiringan (15-40 %) meliputi (21.20 %); dan (4) Kemiringan (>40%) meliputi (10.11 %) dari luas total. Berdasarkan kemiringan tersebut menunjukkan kesesuaian lahan untuk tanaman pangan dan sayuran, khususnya komoditas cabai merah mencakup (68.69 %) dari wilayah (Dinas Pertanian Jateng, 2007). Berdasarkan ketinggian di atas permukaan air laut, wilayah Jawa Tengah terbagi menjadi 4 (empat) kelas, yaitu : (1) Ketinggian 0-100 m meliputi (53.30%), (2) Ketinggian 100-500 m meliputi (27.40%), (3) Ketinggian 500-1 000 m meliputi (4.60%), dan (4) Ketinggian >1 000 m meliputi (14.70%) (Dinas Pertanian Jateng, 2007).

Berdasarkan ketinggian tersebut menunjukkan

126 kesesuaian lahan untuk komoditas sayuran dataran rendah (bawang merah, cabai merah, sayuran berdaun lebar) meliputi (53.30%) dari total luas wilayah. Sedangkan yang sesuai untuk sayuran dataran tinggi (kentang, kubis, kol bunga, wortel, serta cabai merah) meliputi (14.70%) dari total luas wilayah. Komoditas cabai merah memiliki daya adaptasi yang sangat luas, dari dataran rendah, moderat hingga dataran tinggi. Berdasarkan data Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor dalam Dinas Pertanian Jateng (2007), jenis tanah di Provinsi Jawa tengah terdiri atas tanah latosol 1 078.56 ribu Ha (31.30 %), tanah alluvial 621.06 ribu Ha (18.00 %), tanah gromusol 525.83 ribu Ha (15,30 %), tanah regosol 406.42 ribu Ha (11,80 %), tanah mediteran merah kuning 258.08 ribu Ha (7,50 %), tanah litosol 204.26 ribu Ha (5,90 %), tanah andosol 153.19 ribu Ha (4,40 %), tanah hidromorf 188.32 Ha (3,40 %), tanah podsolik kuning 83.13 ribu Ha (2,10 %), dan tanah organosol 1.38 ribu Ha (0,01 %). Provinsi Jawa Tengah termasuk daerah beriklim tropis, dengan dua musim yaitu musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK). Tipe iklim Provinsi Jawa Tengah dapat dibagi dalam 4 (empat) tipe iklim, yang dapat dilihat pada tabel 4. Curah hujan merupakan unsur iklim yang mempengaruhi ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Curah hujan tertinggi di Provinsi Jawa Tengah sebesar 474 mm terjadi pada bulan Desember 2007, sedangkan curah hujan terendah sebesar 14 mm terjadi pada bulan Agustus 2007. Rerata curah hujan tahun 2007 sebesar 196 mm dengan rerata hari hujan 10 hari (Disperta Jawa Tengah, 2007). Tanaman cabai merah tergolong tanaman yang tidak tahan terhadap kelebihan air

127 atau curah hujan tinggi, namun membutuhkan air yang cukup pada periode pertumbuhan vegetatif serta menjelang pembungaan dan pembentukan buah.

Tabel 4. Tipe iklim, Sifat-Sifat dan Penyebarannya di Provinsi Jawa Tengah Tipe Sifat-Sifat Penyebarannya Iklim A 1 bulan kering dan Perbatasan dengan Provinsi Jabar, sekitar Pulau minimal 7 bulan Nusa Kambangan (Cilacap) dan daerah basah pegunungan sekitar Gunung Slamet (Purbalingga). B 2-3 bulan kering dan Sekitar Kabupaten Cilacap sampai Gunung 3-10 bulan basah Ungaran C 4-5 bulan kering dan Hampir menyebar di seluruh Provinsi Jawa 2-8 bulan basah Tengah. D > 6 bulan kering dan Di daerah pantai utara bagian barat dan timur 2-6 bulan basah (Brebes-Pati) serta daerah aliran Bengawan Solo.

Komoditas cabai merah mampu beradaptasi pada lahan sawah dataran rendah, moderat, hingga lahan kering dataran tinggi. Daerah sentra produksi cabai merah yang secara tradisional telah berkembang lama adalah Kabupaten Brebes, Pemalang, Boyolali, Magelang, Rembang. Sementara itu, daerah sentra produksi pertumbuhan baru adalah Klaten, Temanggung, Banjar Negara, dan Purbalingga. Jenis cabai merah yang banyak diusahakan di Provinsi Jawa Tengah adalah lokal keriting (Tampar) dan hibrida (Hot beauty, Hot Chili, TM 888, TM 999, Biola, Laras, dan hibrida lainnya) (Dinas Pertanian Jateng, 2004).

128 5.1.1. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes dikenal sebagai daerah sentra produksi cabai merah yang secara tradisional telah berkembang lama. Pada tahun 1996 luas areal panen seluas 2 329 ha, dan pada tahun 2000 mengalami peningkatan menjadi 3 865 ha, dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 3 312 Ha. Sementara itu, produksi pada tahun 1996 sebesar 13 123 ton dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 22 207 ton, dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi sebesar 28 062 ton. Daerah sentra produksi cabai merah Kabupaten Brebes adalah Kecamatan Wanasari dengan luas areal 685 ha (20.68%), Tanjung 659 ha (17.72%), Larangan 371 ha (11.20%), Losari 295 ha (8.91%), Kersana 287 ha (8.67%), dan Kecamatan Brebes 286 ha (8.64%) (BPS, Kabupaten Brebes, 2007). Deskripsi Kecamatan Kersana sebagai kecamatan contoh dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Deskripsi Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Deskripsi lokasi Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi Komoditas unggulan Pola tanam dominan

13. 14.

Sistem Usahatani Cabai Merah Pola pengusahaan

15. Aksessibilitas Sumber : BPS Kabupaten Brebes, 2007.

Keterangan 13 Datar 11 m 1 759 mm/th 100 hh/th 1 838 Ha 685 Ha Sebagian besar lahan milik 0.25-0.50 Ha Sebagian besar ½ teknis Padi, Bawang merah, Cabai merah (1) Padi-Bawang Merah-Cabai Merah; (2) Padi-cabai merah-Bawang Merah; (3) Padi-Bawang Merah-Bawang Merah; (4) Padi-Padi-Jagung; dan (5) Padi-padi-padi; (6) Bawang Merah –Cabai Merah-Bawang Merah; dan (8) Padi-Cabai merah-Sayuran lain Monokultur dan tumpang gilir (1) Cenderung intensif kimiawi (2) Semi intensif, mengarah pertanian organik, dan PHT Baik

129 5.1.2. Kabupaten Klaten Kabupaten Klaten merupakan daerah sentra produksi baru cabai merah. Pada tahun 1996 luas areal panen cabai merah seluas 977 Ha, dan pada tahun 2000 mengalami peningkatan menjadi 1 068 Ha, dan mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi 1 489 Ha. Sementara itu, produksi pada tahun 1996 sebesar 6 576 ton dan pada tahun 2000 menurun menjadi 4 392 ton, dan terus mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi hanya sebesar 16 140 kw (BPS Kabupaten Klaten, 2007/2008). Berdasarkan data perkembangan luas areal panen dan produksi tersebut menunjukkan bahwa terjadi masalah penurunan produktivitas cabai merah yang cukup serius di Kabupaten Klaten. Daerah sentra produksi cabai merah Kabupaten Klaten adalah Kecamatan Manisrenggo dengan luas areal 195 ha (44,21 %), Jogonalan 86 ha (19,50 %), Pedan 77 ha (17,46 %), Karangnongko 21 ha (4,76 %), Prambanan 13 ha (2,95 %), dan Kecamatan Jatinom 13 ha (2,95 %). Deskripsi kecamatan contoh di Kabupaten Klaten dapat disimak pada Tabel 6. Pada agroekosistem yang sama di Kecamatan Jogonalan, Manisrenggo, Karangnongko, dan Ngawen, memiliki beberapa pola tanam yang dominan adalah: (1) Padi-padi-padi; (2) Cabai merah keriting-Padi-Padi; (3) Padi-cabai merah keriting-sayuran lain (kacang panjang, cesin, timun, pare); (4) Padi-tomatsayuran lain (kacang panjang, cesin, timun, pare); (5) Padi-Padi-tembakau; (6) Padi-Padi-Jagung; dan (6) Padi-padi-kacang tanah.

130 Tabel 6. Deskripsi Kecamatan Karangnongko, Ngawen, Jogonalan, dan Manisrenggo di Kabupaten Klaten No. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Deskripsi lokasi Kecamatan Karangnongko Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi Komoditas unggulan Pola tanam dominan

13. 14. 15. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Sistem Usahatani Cabai Merah Pola pengusahaan Aksessibilitas Kecamatan Ngawen Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi Komoditas unggulan Pola tanam dominan

13. 14. 15. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Sistem Usahatani Cabai Merah Pola pengusahaan Aksessibilitas Kecamatan Jogonalan Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi Komoditas unggulan

Keterangan 14 Berombak hingga berbukit 250 m 1.040 mm/th 37 hh/th 764 Ha 1.910 Ha Sebagian besar lahan milik 0.10-0.40 Ha Sebagian besar ½ teknis Padi, Cabai merah, Melon, dan tembakau (1) Padi-padi-padi; (2) Padi-cabai merah keriting-Padi; (3) Padi-CMK-palawija; (3) Padi-Melon-padi; (4) Padi-Tomat-sayuran lain; (5) Padi-Padi-Tembakau Monokultur Cenderung intensif kimiawi Baik 13 Datar hingga berombak 150 m 796 mm/th 34 hh/th 1 154 Ha 543 Ha Sebagian besar lahan milik 0.10-0.80 Ha Sebagian beras ½ teknis Padi, cabai merah, dan tomat (1) Padi-Padi-Padi; (2) CMK-Padi-Padi; (3) PadiCMK-tomat; (4) Padi-tomat-CMK; (5) Padi-CMKsayuran lain Monokultur Cenderung intensif kimiawi disertai pupuk organik Baik 18 Datar hingga berombak 200-300 m 1.040 mm/th 37 hh 1 592 Ha 1 078 Ha Sebagian besar lahan milik 0.20-1.00 Ha Sebagian besar ½ teknis Padi, Cabai merah, Cabai Rawit, Tembakau

131 Tabel 6. Lanjutan No. 12.

Deskripsi lokasi Pola tanam dominan

13. 14.

Sistem Usahatani Pola pengusahaan

15. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Aksessibilitas Kecamatan Manisrenggo Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan (hh) Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi Komoditas unggulan Pola tanam dominan

13. 14.

Sistem Usahatani Pola pengusahaan

15. Aksessibilitas Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007/2008

Keterangan (1) Padi-Padi-Tembakau; (2) Padi-CMKTembakau; (3) Padi-CMK-palawija; (4) PadiPadi-Cabai Rawit; (5) Padi-Padi-Kacang Tanah; dan (6) Padi-CMK-sayuran lain Monokultur Cenderung intensif kimiawi dan penggunaan pupuk organik Baik 16 Berombak hingga berbukit 250-500 m 1 040 mm/th 37 hh/tahun 1 518 Ha 1 178 Ha Sebagian besar lahan milik 0.10-1.00 Ha Sebagian beras ½ teknis Padi, Bawang merah, Cabai merah (1) Padi-Padi-Tembakau; (2) Padi-CMKKacang Tanah/Jagung; (3) Padi-Cabai RawitKacang Tanh/Jagung; (4) Padi-CMKTembakau; dan (5) Padi-CMK-Sayuran lain Monokultur Cenderung intensif kimiawi dan penggunaan pupuk organik Baik

5.1.3. Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali dikenal sebagai salah satu sentra produksi lama komoditas cabai merah. Pada tahun 2002 luas areal panen cabai merah seluas 1 997 Ha, dan pada tahun 2004 mengalami peningkatan menjadi 2 443 Ha, dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 2 442 Ha. Sementara itu, produksi pada tahun 2002 sebesar 7 790.8 ton dan pada tahun 2004 sedikit mengalami penuruanan menjadi 7 788 ton, dan terus mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi hanya sebesar 3 537.90 kw (BPS Kabupaten Boyolali,

132 2007/2008).

Usahatani cabai merah di Kabupaten Boyolali juga mengalami

masalah penurunan produktivitas. Daerah sentra produksi cabai merah Kabupaten Boyolali adalah Kecamatan Musuk dengan luas areal 1 580 Ha (65.24 %), Ampel 370 Ha ( 15.28 %), Cepogo 187 Ha (7.72 %), Mojosongo 158 Ha (6.52 %), dan Selo 41 Ha (1.70 %), serta Teras 22 Ha (0.91 %).

Deskripsi kecamatan contoh di Kabupaten

Boyolali dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Deskripsi Kecamatan Teras dan Selo, Kabupaten Boyolali No. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Deskripsi lokasi Kecamatan Teras Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi Komoditas unggulan

12.

Pola tanam dominan

13. 14.

Sistem Usahatani Cabai Merah Pola pengusahaan

15. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Aksessibilitas Kecamatan Selo Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi

Keterangan 13 Berombak 100-250 m 1 680 mm/th 72 hh/th 764 Ha 1 910 Ha Sebagian besar lahan milik 0.10-0.40 Ha Sebagian besar teknis dan ½ teknis Padi, Tomat, Cabai merah, dan sayuran lain (Terong, Ketimun, Kacang panjang, dll) (1) Padi-Cabai Rawit-Jagung; (2) Padi TomatJagung; (3) Padi-Tomat-Sayuran lain; (4) PadiCabai Merah-sayuran lain; (5) Padi-Padi-Jagung; (6) Padi-Sayuran lain-Jagung. Monokultur Cenderung intensif kimiawi dengan menggunakan pupuk organik Sangat Baik 10 Berbukit dan bergunung 1 200-1 500 m 66 mm/bulan atau 792 mm/th 3 hh/bulan atau 36 hh/tahun 35.4 Ha 5 572.4 Ha Sebagian besar lahan milik 0.14-1.25 Ha Sebagian besar tadah hujan dan irigasi pegunungan

133 Tabel 7. Lanjutan No. 11.

Deskripsi lokasi Komoditas unggulan

12.

Pola tanam dominan

13. 14. 15.

Sistem Usahatani Cabai Merah Pola pengusahaan Aksessibilitas

Keterangan Kubis, Bunga kol, Cabai Merah, Tembakau, Sayuran lain, Jagung. (1) Kubis-CMK-Tembakau; (2) Kubis-CMBTembakau; (3) Bunga kol-Tomat-Tembakau; (4) Bunga kol-CMK-tembakau; (4) Sawi-TembakauJagung; (5) Wortel-CMB-Tembakau; (6) WortelCMB-Jagung; dan (7) Bawang Daun-CMBTembakau; serta (8) Sawi-Tomat Jagung. Tumpang sari, tumpang gilir dan monokultur Cenderung intensif kimiawi disertai pupuk organik Sedang hingga baik

Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2007/2008

5.1.4. Kabupaten Purbalingga Kabupaten Purbalingga merupakan daerah sentra pengembangan baru komoditas cabai merah, terutama semenjak adanya kemitraan usaha antara kelompok tani dengan PT Heinz ABC. Pada tahun 2007 luas areal panen cabai merah seluas 213 Ha, produksi sebesar 1 243 Kw dan produktivitas 58.36 Kw/Ha (BPS Kabupaten Boyolali, 2007/2008). Berdasarkan data luas areal panen, produksi, dan produktivitas tersebut menunjukkan bahwa usahatani cabai merah di Purbalingga mengalami masalah rendahnya tingkat produktivitas. Daerah sentra produksi cabai merah Kabupaten Purbalingga adalah Kecamatan Karangreja dengan luas areal 48 Ha (22.54 %), Kaligondang 40 Ha (18.78 %), Bukateja 39 Ha (18.31 %), dan Mrebet 22 Ha (10.32 %) dari total luas areal 213 Ha (BPS Kabupaten Boyolali, 2007/2008). Deskripsi kecamatan contoh di Kabupaten Purbalingga dapat dilihat pada Tabel 8.

134 Tabel 8. Deskripsi Kecamatan Karangreja dan Karang Jambu, Kabupaten Purbalingga No. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Deskripsi lokasi Kecamatan Karangreja Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi Komoditas unggulan

12.

Pola tanam dominan

13. 14.

Sistem Usahatani Cabai Merah Pola pengusahaan

15.

Aksessibilitas

B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Karang Jambu Jumlah desa Kondisi topografi Ketinggian tempat Rata-rata curah hujan Rata-rata jumlah hari hujan Luas lahan sawah Luas bukan sawah/lahan kering Status lahan Rata-rata luas penguasaan lahan Jenis irigasi Komoditas unggulan

Keterangan 7 Berbukit dan bergunung 700-800 m 2 796 mm/th 144 hh/tahun 646 Ha 5 149 Ha Sebagian besar lahan milik 0.25-3.00 Ha Sebagian besar irigasi sederhana CMB, CMK, Bawang daun, Kubis, Kentang, Wortel, dan Kacang-kacangan. (1) Kacang (kapri, buncis)-CMB-Kentang; (2) Kacang (kapri, buncis)-CMB-Kubis; (3) Kacang (kapri, buncis)-CMK-Kentang; (4) Kacang (kapri, buncis)-CMK-Kubis; (5) Bawang Daun-WortelCMB; (6) Bawang Daun-CMK-Wortel. Monokultur Cenderung intensif kimiawi dengan menggunakan pupuk organik Baik

6 Berbukit dan bergunung 600-700 m 2 796 mm/th 144 hh/th 658 Ha 1 428 Ha Sebagian besar lahan milik 0.20-2.00 Ha Sebagian besar irigasi sederhana CMB, CMK, Bawang daun, Kubis, Kentang, Wortel, dan Kacang-kacangan. 12. Pola tanam dominan (1) Kentang-Kubis/Kol-Wortel; (2) Kubis/Kol-CMBKacang-kacangan (Kc. Panjang, kapri, buncis); (2) Kacang (kapri, buncis)-CMB-Kubis; (3) Bawang Daun-CMB-Petsai; (4) Kentang-Cabai Merah Keriting-Kacang; (5) Kobis/Kol-Cabai Merah BesarKacang Buncis; (6) Kobis/Kol-Cabai Merah Keriting-Kacang Buncis; (7) Tomat-Kobis-Wortel; (8) Bawang Daun-Wortel-Cabai Merah Besar; dan (9) Bawang Daun-Wortel-Cabai Merah Keriting. 13. Sistem Usahatani Cabai Merah Monokultur 14. Pola pengusahaan Cenderung intensif kimiawi dengan menggunakan pupuk organik 15. Aksessibilitas Baik Sumber : BPS Kabupaten Purbalingga, 2007/2008

135 5.2. Karakteristik Rumahtangga Petani Beberapa karakteristik rumah tangga petani yang penting terkait dengan analisis yang dilakukan adalah : (1) Struktur umur kepala keluarga (KK) rumah tangga dan jumlah anggota rumah tangga (ART), (2) Pengalaman KK dalam usahatani cabai merah, (3) Pendidikan KK rumah tangga petani, (4) Struktur pendapatan rumah tangga petani, (5) Keikutsertaan dalam berbagai kelembagaan petani (kelompok tani, gapoktan, asosiasi komoditas, koperasi tani), (6) Keikutsertaan dalam kemitraan usaha (contract farming), (7) Persepsi petani tentang aspek pengetahuan teknologi pertanian (pembibitan, budidaya, serta panen dan pasca panen), dan (8) Penguasaan lahan pertanian.

5.2.1. Umur Kepala Rumah Tangga Petani Struktur umur kepala keluarga (KK) di lokasi penelitian, menunjukkan kondisi yang relatif homogen. Umur KK rumah tangga petani cabai merah besar sebagian besar berada pada golongan usia produktif dengan pangsa (83.50 %). Demikian juga halnya untuk petani cabai merah keriting berada pada usia produktif dengan pangsa (81.25 %) (Tabel 9). Struktur umur KK keluarga rumah tangga petani cabai merah seperti di atas menunjukkan bahwa usahatani cabai merah banyak diminati oleh penduduk usia produktif (25-54 tahun), terutama tenaga kerja mudanya. Rata-rata umur KK petani cabai merah besar dan cabai merah keriting masing-masing 43 tahun dan 41 tahun.

136 Tabel 9. Golongan Umur Kepala Keluarga Rumah Tangga Tani menurut Jenis Cabai Merah, di Provinsi Jawa Tengah Deskrepsi

Cabai Merah Besar (%) Rata-rata Umur (th) 4 2.00 22.50 167 83.50 40.53 29 14.50 58.19 200 100.00 42.64 N

a. Usia<25 tahun b. 25-54 tahun c. >54 tahun Total

Cabai Merah Keriting (%) Rata-rata Umur (th) 3 3.13 21.75 78 81.25 38.05 15 15.62 60.69 96 100.00 41.21 N

5.2.2. Pengalaman Usahatani Cabai Merah Manusia pada mulanya belajar dan mencoba menemukan pengetahuan secara tidak sadar dari pengalaman (Nasoetion, 1988). Pengetahuan yang dikumpulkan manusia melalui penggunaan akalnya kemudian disusun menjadi bentuk yang berpola. Pengalaman KK rumah tangga petani dalam usahatani cabai merah direpresentasikan oleh berapa lama KK tersebut berusahatani cabai merah. Berdasarkan Tabel 10 memberikan beberapa gambaran pokok sebagai berikut, rata-rata tingkat pengalaman bertani KK pada rumah tangga petani cabai merah besar selama 9.65 tahun, dengan komposisi pengalaman bertani kurang (38 %) dengan pengalaman baru 3.25 tahun, pengalaman cukup (26 %) dengan ratarata pengalaman 8.41 tahun, dan pengalaman bertani baik sebesar (36 %) dengan rata-rata pengalaman 17.13 tahun. Sementara itu, rata-rata tingkat pengalaman KK pada rumah tangga petani cabai merah keriting selama 6.67 tahun, dengan komposisi petani pengalaman kurang (56.25 %) dengan pengalaman usahatani cabai merah baru 3.20 tahun, pengalaman cukup (25 %) dengan pengalaman 7.89 tahun, dan pengalaman baik sebesar (18.75 %) dengan rata-rata pengalaman 16.62 tahun.

137 Tabel 10. Pengalaman KK Rumah Tangga Petani dalam Usahatani Cabai Merah menurut Jenis Cabai Merah, di Provinsi Jawa Tengah

Deskrepsi pengalaman a. Kurang (1-5 th) b. Cukup (6-10 th) c. Baik >10 tahun Total

Cabai Merah Besar Rata-rata (%) pengalaman (th) 38.00 3.28 26.00 8.41 36.00 17.13 100.00 9.65

N 76 52 72 200

N 54 24 18 96

Cabai Merah Keriting Rata-rata (%) Pengalaman (th) 56.25 3.20 25.00 7.89 18.75 16.62 100.00 6.67

5.2.3. Pendidikan Kepala Rumah Tangga Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat merubah sikap, perilaku, dan pola fikir.

Pendidikan akan memudahkan seseorang menyerap

informasi dan inovasi teknologi baru sehingga mempengaruhi mutu dalam pengambilan keputusan. Pada Tabel 11 diperlihatkan beberapa gambaran pokok tentang pendidikan KK rumah tangga petani cabai merah.

Rata-rata tingkat

pendidikan KK pada rumah tangga petani cabai merah besar mencapai 8.27 tahun (tamat tidak tamat SMP). Sementara itu rata-rata tingkat pendidikan KK pada rumah tangga petani cabai merah keriting mencapai 9.30 tahun.

Tabel 11. Pendidikan KK Rumah Tangga Petani dalam Usahatani Cabai Merah menurut Jenis Cabai Merah, di Provinsi Jawa Tengah Deskrepsi pengalaman a. Tidak tamat SD (0-5 tahun) b. Tamat SD (6-8 tahun) c. Tamat SMP (9-11 tahun) d. Tamat SMA (12-14 tahun) e. D3 dan PT (15-17 tahun) Total

Cabai Merah Besar Rata-rata N (%) Umur (th) 12 6.00 2.78

Cabai Merah Keriting Rata-rata N (%) Umur (th) 2 2.08 1.50

83

41.50

6.02

38

39.58

6.18

45

22.50

9.00

24

25.00

9,00

64

32.00

12.10

26

27.08

12.15

6

3.00

16.10

6

6.25

15.90

200

100.00

8.27

96

100.00

9.30

138 5.2.4. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Keragaan struktur pendapatan rumah tangga cabai merah besar dan cabai merah keriting disajikan pada Tabel 12.

Struktur pendapatan rumah tangga

petani cabai merah besar dan cabai merah keriting di dominasi oleh sektor pertanian dengan pangsa sekitar (79-83 %). Di antara sektor pertanian, pangsa pendapatan dari usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting masingmasing dengan pangsa sebesar (38%) dan (32 %). Sedangkan untuk pendapatan non pertanian, peranan masing-masing kegiatan usaha sangat beragam antar lokasi.

Tabel 12. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008-2009 No. I.

II.

III.

Jenis Kegiatan Usaha Sektor Pertanian (1) Cabai Merah (2) Sayuran lain (3) Buah-buahan (4) Padi (5) Palawija (6) Perkebunan (7) Peternakan (8) Perikanan (9) Buruh tani Sub Total Pertanian Sektor Non Pertanian (1) Usaha industri (2) Usaha dagang (3) Usaha jasa (4) PNS/TNI/POLRI (5) Karyawan Swasta (6) Menyewakan aset (7) Kiriman (8) Lainnya (9) Buruh Non Pertanian Sub Total Non Pertanian Total Pendapatan

Cabai Merah Besar Rata-rata (%) (Rp)

Cabai Merah Keriting Rata-rata (%) (Rp)

10 897 451 7 095 074 1 046 066 851 841 544 484 828 170 737 336 23 215 330357 22353991.5

38.42 25.01 3.69 3.00 1.92 2.92 2.60 0.08 1.16 78.81

7 508 372 3 699 272 1 043 132 1 710 967 523 686 2 484 032 2 104 096 145 536 124 973 19 344 063

32.23 15.88 4.48 7.34 2.25 10.66 9.03 0.62 0.54 83.03

17 143 3 022 693 888 715 646 059 636 210 310 226 78 462 77 170 334 654 6 011 330

0.06 10.66 3.13 2.28 2.24 1.09 0.28 0.27 1.18 21.19

309 982 1 420 069 546 383 1 444 368 266 484 69 643 67 308 44 872 405 357 4 574 465

1.33 6.10 2.35 6.20 1.14 0.30 0.29 0.19 1.74 19.64

28 365 321

100.00

23 297 374

100.00

139 Berdasarkan struktur pendapatan rumah tangga petani menunjukkan bahwa usahatani cabai merah baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting memiliki peran yang sangat penting. Posisi penting cabai merah dalam struktur pendapatan rumah tangga akan menentukan tingkat adopsi teknologi dan keberanian menghadapi risiko produksi, sehingga mempengaruhi alokasi penggunaan input dan dampaknya terhadap tingkat produktivitas.

5.2.5. Keanggotaan dalam Keorganisasian Kelompok Petani yang tergabung dalam keorganisasi kelompok seperti kelembagaan kelompok tani, gabungan kelompok tani (Gapoktan), paguyupan kelompok tani, koperasi tani atau Koperasi Unit Desa (KUD), dan kemitraan usaha diduga akan meningkatkan aksessibilitas petani terhadap informasi teknologi dan pasar, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi produksi cabai merah. Tingkat partisipasi KK rumah tangga petani dalam berbagai keorganisasian kelompok diperlihatkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Keanggotaan KK Petani Cabai Merah menurut Jenis Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008-2009 Keanggotaan keorganisasian

dalam

Cabai Merah Besar Frekuensi (n) (%)

Cabai Merah Keriting Frekuensi (n) (%)

1. Kelompok tani

165

82.50

90

93.75

2. Gapoktan 3. Asosiasi komoditas 4. Koperasi/KUD 5. Kemitraan usaha

108 15 32 22

54.00 7.50 16.00 11.00

65 2 17 3

67.71 2.08 17.71 3.13

6. Lainnya Total Petani

0 200

100.00

1 96

1.04 100.00

140 Berdasaran Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi dalam keanggotaan kelembagaan adalah kelompok tani dan Gapoktan. Selanjutnya partisipasi kenggotaan dalam koperasi tani dan Kopersi Unit Desa (KUD). Sementara itu, partisipasi dalam kemitraan usaha hanya ditemukan pada petani cabai merah besar. Berdasarkan kajian di lapang petani cabai merah besar maupun cabai merah keriting juga melakukan kemitraan usaha dengan pedagang langganan dengan ikatan modal.

5.2.6. Persepsi Petani tentang Aspek Pengetahuan Teknologi Pertanian Menurut Bartsch (1977) mendefinisikan teknologi dalam kontek ekonomi merupakan penerapan ilmu pengetahuan (sains), dalam bentuk alat produksi atau masukan produksi atau yang sering disebut sebagai teknologi produksi. Terdapat tiga dampak penerapan teknologi, pertama pada tingkat pemakaian faktor produksi yang sama jumlahnya dapat dihasilkan output yang lebih tinggi. Kedua, tingkat output yang sama dapat dihasilkan dengan menggunakan faktor produksi yang lebih rendah. Ke tiga, pada tingkat pemakaian faktor produksi yang rendah, output yang dihasilkan teknologi baru memang lebih rendah, tetapi pada tingkat pemakaian faktor produksi yang lebih tinggi output yang dihasilkan teknologi baru akan lebih tinggi dibandingkan teknologi lama. Dalam budidaya cabai merah baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting, petani telah memiliki pengetahuan tentang teknologi budidaya dengan baik.

Hampir sebagian besar petani mengetahui hampir semua aspek tehnik

budidaya cabai merah, dari kegiatan penanaman, pemeliharaan, hingga kegiatan

141 panen. Secara terperinci tingkat pengetahuan petani dalam budidaya cabai merah besar dan cabai merah keriting dapat disimak pada Tabel 14.

Kondisi ini

diperkirakan akan berpengaruh terhadap pencapaian efisiensi teknis (TE). Pada kondisi ketersediaan sumberdaya yang terbatas maka untuk lebih memacu produksi dan produktivitas usahatani diperlukan adanya teknologi sesuai dan selalu berkembang (Mosher, 1966).

Tabel 14. Persepsi Petani Tentang Aspek Pengetahuan Tentang Teknologi Budidaya pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008-2009 Aspek teknologi Budidaya 1. Pengaturan pola tanam anjuran 2. Cara penanaman bibit 3. Pengaturan jarak tanam 4. Pemasangan ajir 5. Cara penyulaman 6. Pemupukan awal 7. Pemupukan susulan 8. Pemberian PPC 9. Pemberian ZPT 10. Pengairan 11. Perompelan tunas 12. Pengendalian gulma 13. Pengendalian OPT Total Responden

Cabai Merah Besar Tidak tahu Tahu N (%) N (%) 21 10.50 179 89.50

Cabai Merah Keriting Tidak Tahu Tahu N (%) N (%) 14 14.58 82 85.42

11

5.50

189

94.50

3

3.12

93

96.88

4.50

3.80

191

95.50

7

7.29

89

92.71

31 20 7 6

15.50 10.00 3.50 3.00

169 180 193 194

84.50 90.00 96.50 97.00

3 2 2 3

3.12 2.08 2.08 3.12

93 94 94 93

96.88 97.92 97.92 96.88

68 83 33 57 9

34.00 41.50 16.50 43.50 4.50

132 127 167 143 191

66.00 55.40 83.30 56.50 95.50

14 36 21 8 5

14.58 37.50 21.88 8.33 5.21

82 60 75 88 91

85.42 62.50 78.12 91.67 94.79

8

4.00

179 200

96.00

20

20.83

76

79.17

96

5.2.7. Penguasaan Asset Lahan dan Alat Pertanian Usahatani cabai merah tergolong usaha pertanian yang berbasis lahan, maka salah satu faktor produksi utama adalah lahan. Oleh sebab itu, penguasaan

142 lahan merupakan salah satu aspek penting yang perlu dibahas agar dapat memperoleh pemahaman yang lengkap tentang sistem produksi usahatani cabai merah. Sebagian pakar memanfaatkannya kajian penguasaan lahan sebagai dasar telaah tentang stereotipe masyarakat pertanian dan perdesaan pada umumnya (Van de Kroef, 1984; Wiradi, 2000; dan Sumaryanto et al., 2003). Struktur penguasaan lahan yang akan dikaji mencakup struktur luas pemilikan lahan dan struktur luas penggarapan lahan menurut jenis lahan. Hasil kajian struktur penguasaan lahan pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting diperlihatkan pada Tabel 15. Rata-rata luas pemilikan lahan pertanian untuk petani cabai merah besar 0.662 Ha, terdiri atas lahan sawah 0.303 Ha dan lahan kering 0.359 Ha. Rata-rata luas penggarapan 0.730 Ha, yang terdiri atas lahan sawah 0.356 Ha dan lahan kering 0.374 Ha. Pangsa luas lahan milik yang ditanami cabai merah besar mencapai 0.352 Ha (53.17 %) dari total lahan sawah milik, sedangkan pangsa luas lahan garapan yang ditanami cabai merah besar seluas 0.379 Ha (51.92 %) dari total lahan garapan. Rata-rata luas pemilikan lahan pertanian untuk petani cabai merah keriting seluas 0.736 Ha, terdiri atas lahan sawah 0.154 Ha dan lahan kering 0.582 Ha. Rata-rata luas penggarapan 0.808 Ha, yang terdiri atas lahan sawah 0.269 Ha dan lahan kering 0.539 Ha. Pangsa luas lahan milik yang ditanami cabai merah keriting mencapai 0.207 Ha (28.13 %) dari total lahan sawah milik, sedangkan pangsa luas lahan garapan yang ditanami cabai merah keriting seluas 0.242 Ha (29.95 %) dari total lahan garapan.

143 Pada umumnya petani hanya melakukan penanaman cabai merah besar dan cabai merah keriting satu kali dalam struktur pola tanam setahun, maka diperkirakan pangsa lahan yang ditanami cabai merah besar dalam satu tahun hanya sebesar (17.72 %) untuk lahan milik dan (17.30 %) untuk lahan garapan. Sementara itu, untuk pangsa penanaman cabai merah keriting dalam struktur pola tanam setahun diperkirakan hanya sebesar (9.38 %) untuk lahan milik dan (9.98 %) untuk lahan garapan.

Tabel 15. Struktur Penguasaan Lahan Milik dan Garapan Menurut Jenis Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008-2009

Jenis lahan

1. Sawah irigasi 2. Sawah tadah hujan 3. Tegalan 4. Kebun 5. Pekarangan Total lahan Lahan ditanami cabai merah pada musim tanam cabai merah

Cabai Merah Besar Rata-rata Rata-rata luas lahan luas milik garapan 0.249 0.293 0.054 0.063 0.301 0.314 0.035 0.038 0.023 0.022 0.662 0.730 0.352 0.379

Cabai Merah Keriting Rata-rata Rata-rata luas lahan luas milik garapan 0.109 0.212 0.045 0.057 0.151 0.255 0.049 0.110 0.065 0.064 0.736 0.808 0.207 0.242

Cukup tingginya lahan petani yang ditanami cabai merah menunjukkan komoditas ini di pandang sebagai salah satu komoditas unggulan dan memberikan sumbangan yang besar terhadap struktur pendapatan rumah tangga. Harapan akan keberhasilan dalam usahatani dan keuntungan yang diperoleh dari cabai merah, petani mengalokasikan lahannya cukup besar dalam satu musim tertentu yang dipandang paling cocok untuk menanam cabai merah. Dengan demikian pangsa

144 lahan yang ditanami cabai merah merupakan faktor penting yang mempengaruhi efisiensi teknis dan tingkat risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah.

5.3. Status Profitabilitas dan Risiko Usahatani Komoditas Berdasarkan wawancara dengan bebeberapa informan kunci (key informant) baik dengan petani secara individu maupun secara kelompok, Ketua dan Pengurus Kelompok Tani/Gapoktan/Paguyuban kelompok tani, Koordinator PPL dan PPL, KCD, BPP dan Dinas Pertanian Kabupaten diperoleh gambaran status komoditas menurut persepsi masyarakat, berdasarkan tingkat keuntungan dan risiko usahatani.

Informasi secara terperinci tentang status komoditas

berdasarkan risiko usahatani dan tingkat keuntungan menurut persepsi petani di masing-masing lokasi penelitian diperlihatkan pada Tabel 16. Keragaan status komoditas berdasarkan risiko usahatani dan tingkat profitabilitas menurut persepsi petani menunjukkan bahwa komoditas hortikultura semusim seperti cabe merah besar, cabai merah keriting, bawang merah, tomat, serta semangka dan melon tergolong pada komoditas yang memiliki tingkat risiko usahatani tinggi dan profitabilitas tinggi. Hal ini merefleksikan bahwa komoditaskomoditas hortikultura semusim khususnya cabai merah besar dan cabai merah keriting dipandang sebagai komoditas komersial tinggi menjadi sumber pendapatan penting bagi rumah tangga tani di lokasi penelitian.

145 Tabel 16. Status Komoditas didasarkan Profitabilitas dan Risiko Produksi menurut Persepsi Petani, di Kabupaten Brebes, Klaten, Boyolali, dan Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Profitabilitas Risiko produksi 1. Kab. Brebes Rendah

Sedang Tinggi 2. Kab. Klaten Rendah

Sedang Tinggi

3. Kab. Boyolali Rendah

Sedang Tinggi

4. Kab. Purbalingga Rendah

Sedang Tinggi

Rendah

Sedang

Jagung lokal Kacang hijau Kacang tunggak

Tinggi

Kacang panjang Paria Timun Sawi/cesin Semangka Jagung hibrida Padi

Kedelai Terong Tebu

Bawang merah Cabi Merah Tomat

Jagung lokal Kacang hijau Kacang tunggak

Cabai rawit Jagung hibrida Kacang panjang Kacang tanah Padi

Kedelai Terong Tebu

Cabai Merah Tomat Melon Semangka Tembakau

Jagung lokal Kacang tanah Kacang hijau Kacang tunggak

Bawang daun, Bunga Kol, Sawi/cesin, Wortel, Buncis, Kacang panjang, Paria, Timun, Jagung hibrida, Bunga Padi

Kubis Terung Tebu

Cabai merah Tomat Kentang Tembakau

Jagung lokal Kacang tanah Kacang hijau Kacang tunggak Ubijalar Ubi kayu Labu siam

Sawi, Bunga Kol, Bawang daun, Wortel Buncis, Kacang panjang Paria, Timun, Jagung hibrida

Kedelai Kubis Terung Tebu Keterangan: *) Didukung informasi data sekunder

Padi Cabai merah, Bawang merah, Tomat, Kentang, Pitsay

146 5.4. Aplikasi Teknologi dan Produktivitas Usahatani Cabai Merah Hukum minimum Liebig (Law of the Minimum) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman tidak dikontrol oleh total keseluruhan sumberdaya yang tersedia, tetapi ditentukan oleh sumberdaya yang langka (limiting factor). Prinsip “Land Crop Management” dan Hukum “limiting faktors” menyatakan bahwa produktivitas tanaman akan mencapai batas frontier-nya apabila ketersediaan unsur makro maupun unsur mikro sesuai dengan kebutuhan tanah dan tanamannya; dan produktivitasnya akan ditentukan oleh ketersediaan unsur hara yang terbatas (Syafaat, 2011). Implikasi dari prinsip ini adalah penggunaan input produksi pada tanaman harus sesuai dengan kebutuhan tanah dan tanaman. Aplikasi teknologi tidak hanya mencakup jumlah input yang digunakan tetapi juga kualitas, bahkan cara bagaimana memperlakukan input tersebut dalam budidaya pertanian. Dalam analisis ini difokuskan pada tingkat penggunaan input yakni benih, pupuk kimia, PPC dan ZPT, pupuk organik, kapur, pestisida dan fungisida, serta TKDK dan TKLK. Secara terperinci struktur penggunaan inputoutput ditunjukkan pada Tabel 17.

147 Tabel 17. Struktur Input-Output Fisik per Hektar Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008-2009 Deskripsi 1.

I. Penggunaan input Benih 2. Pupuk (1) Pupuk Organik - Urea - ZA - TSP - SP-36 - KCL - KNO3 - NPK - PONSKA - PPC - ZPT (2) Pupuk Organik 3. Kapur (dolomit/kalsit) 4. Belerang (sulfur) 5. Pestisida (1) Padat (2) Cair 6. Fungisida (1) Padat (2) Cair 7. Herbisida (1) Padat (2) Cair 8. Biaya bahan (1) Mulsa PVC (2) Ajir (3) Tali rafia (4) Lainnya 9. Tenaga Kerja (1) Pengolahan lahan - Dalam Keluarga - Luar Keluarga (2) Tanam - Dalam Keluarga - Luar Keluarga (3) Pemeliharaan - Dalam Keluarga - Luar Keluarga (4) Panen dan angkut - Dalam Keluarga - Luar Keluarga (5) Pasca panen - Dalam Keluarga - Luar Keluarga II. Produktivitas

Satuan

Cabai Merah Besar N Rata-Rata

Cabai Merah Keriting N Rata-rata

Gram

200

251.29

96

142.87

Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Lt Kg Kg Kg

200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200

125.05 126.83 46.59 64.41 77.97 6.71 56.10 99.16 6.18 8.54 20 706.00 200.99

96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96

75.03 125.09 22.66 46.24 50.64 8.70 26.68 61.73 6.30 3.03 12 471.37 246.59

Kg

200

-

96

-

Kg Lt

200 200

3.58 19.82

96 96

1.94 10.86

Kg Lt

200 200

20.52 2.62

96 96

10.12 1.54

Kg Lt

200 200

0.02 0.88

96 96

0.56 0.48

Kg Biji Kg Unit

200 200 200 200

38.42 3932.40 4.78 47.12

96 96 96 96

4.14 -

HOK HOK

200 200

8.86 34.51

96 96

15.58 32.62

HOK HOK

200 200

1.77 11.90

96 96

4.39 6.93

HOK HOK

200 200

15.61 77.64

96 96

37.59 25.31

HOK HOK

200 200

8.24 40.92

96 96

16.20 20.66

HOK HOK

200 200

4.87 5.78

96 96

9.97 3.75

Kg

200

9 491.07

96

8 021.28

148 Produktivitas usahatani cabai merah besar yang dihasilkan petani di Jawa Tengah baru mencapai 94.91 kuintal per hektar. Untuk usahatani cabai merah keriting hanya mencapai tingkat produktivitas 80.21 kuintal/hektar. Secara empiris produktivitas cabai merah keriting lebih kecil dibandingkan dengan cabai merah besar.

Jika produktivitas aktual petani tersebut dibandingkan dengan

potensi produktivitas cabai merah besar hibrida yang mampu mencapai 150-300 kuintal perhektar dan cabai merah keriting yang mampu mencapai 125-220 kuintal per hektar (Anonim, 2008; PT. Panah Merah dalam Sayaka et al., 2008), maka tingkat produktivitas yang dicapai oleh petani di Jawa Tengah tergolong sudah cukup tinggi, meskipun masih dibawah potensi maksimalnya.

Namun

sudah jauh lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata produktivitas cabai merah di Provinsi Jawa Tengah yang mencapai 50.70 kuintal/ha. Rata-rata tingkat penggunaan benih cabai merah merah besar mencapai 251 gram dan cabai merah keriting hanya 143 gram/ha. Penggunaan benih cabai merah oleh petani yang sangat tinggi disebabkan sebagian besar petani masih menggunakan benih lokal produksi sendiri. Sementara itu, paket teknologi rekomendasi dari PT. Panah Merah adalah 100 gram benih hibrida dengan anjuran jarak tanam 60 x 60 cm atau 60 x 70 cm (Sayaka et al., 2008). Penggunaan pupuk secara aktual oleh petani cabai merah besar adalah pupuk 248 kg N, 163 kg P2O5, dan 162 kg K2O, sedangkan untuk petani cabai merah keriting 162 kg N, 150 kg P2O5, dan 117 kg K2O. Dibandingkan dosis pemupukan anjuran, tingkat penggunaan masukan untuk cabai merah besar sudah sedikit di atas paket rekomendasi, sedangkan cabai merah keriting sedikit dibawah rekomendasi. Jumlah pemakaian pupuk berimbang yang direkomendasikan Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) Lembang dalam Martodireso dan Suryanto (2001)

149 untuk cabai merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah adalah : 200 kg N, 150 kg P2O5, dan 150 kg K2O/ha atau setara dengan 444.44 kg Urea, 417.67 kg SP-36, dan 250 kg KCL. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan teknologi pertanian (2008) merekomendasikan untuk penanaman cabai pada lahan sawah di dataran rendah (jenis aluvial) pupuk kandang ayam (15-20 ton/ha) atau kompos (5-10 ton/ha) dan SP-36 (300-400 kg/ha) diberikan sebagai pupuk dasar satu minggu sebelum tanam. Pupuk susulan terdiri atas urea (150-200 kg/ha), ZA (400-500 kg/ha) dan KCl (150-200 kg/ha) atau pupuk NPK 16-16-16 (1 ton/ha), diberikan 3 kali pada umur 0, 1 dan 2 bulan setelah tanam masing-masing 1/3 dosis. Untuk penanaman cabai pada lahan kering di dataran tinggi/medium (jenis Andosol/Latosol) adalah sebagai berikut: pemupukan dasar terdiri atas pupuk kandang kuda (20-30 ton/ha) atau pupuk kandang ayam (15-20 ton/ha) dan pupuk SP-36 (300-400 kg/ha) dilakukan satu minggu sebelum tanam. Pupuk susulan terdiri atas pupuk urea (200-300 kg/ha), ZA (400-500 kg/ha) dan KCl (250-300 kg/ha), diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanam masingmasing 1/3 dosis, dengan cara disebarkan disekitar lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah.

Artinya praktek petani masih sedikit di bawah paket

teknologi anjuran dari BBPTP. Jika dibandingkan paket rekomendasi oleh perusahaan swasta, tingkat penggunaan dosis pemupukan oleh petani masih dibawah dosis anjuran anjuran. Sebagai ilustrasi, penggunaan untuk usahatani cabai merah seharusnya menggunakan pupuk Urea : 250 Kg; ZA : 650 Kg; TSP/SP-36 : 500 Kg, KCL : 400 Kg, Pupuk Borat 18 Kg, Kapur 1000 Kg, serta pupuk kandang 20 ton/ha (Agromedia, 2008).

PT. Panah Merah menganjurkan penggunaan pupuk di

150 daerah sentra produksi cabai merah Jawa Tengah sebagai berikut : ZA 450 kg, SP36 450 kg, KCL 275 kg, NPK satu gelas dalam setiap 5 liter air, serta pupuk organik 16-18 ton per hektar (Sayaka et al., 2008). Penggunaan pestisida juga menunjukkan fenomena yang sama. Namun demikian, masih perlu dikaji apakah hal itu disebabkan oleh kecenderungan petani untuk menerapkan pemupukan kurang intensif terutama pada usahatani cabai merah besar (kasus di Kabupaten Brebes) dan cabai merah keriting (kasus di Kabupaten Boyolali) sebagai akibat adanya pengembangan sistem usahatani semi organik dan dengan pendekatan pengendalian hama terpadu (PHT) atau sering terjadinya fenomena langka pupuk pada saat dibutuhkan, ataukah faktor-faktor lain. Pada penggunaan benih, petani biasanya menyemai benih lebih banyak daripada yang sesungguhnya ditanam. Selain untuk mengatasi kekurangan akibat viabilitas benih yang tidak pernah mencapai angka di atas 95 persen, hal itu juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kebutuhan penyulaman ataupun jika petani lain membutuhkannya. Pada tahun 2008-2009, varietas cabai merah yang paling banyak ditanam petani pada lahan sawah dataran rendah di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes adalah varietas lokal (TIT segitiga dan TIT Randu/herang), sedangkan Kecamatan Manisrenggo, Jogonalan, Karangnongko dan Ngawen Kabupaten Klaten banyak ditanam varietas hibrida (TM 888, Biola, Osaka, dan Hot Beuty) untuk cabai merah besar dan (TM 999, Tanamo, dan Balado) untuk cabai merah keriting dan di Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali varietas yang banyak ditanam adalah varietas hibrida (Hot Beuty, Hero, Long Chili) untuk cabai merah besar dan cabai merah keriting (TM 999, Ever Flavor). Sementara itu,

151 varietas cabai merah yang paling banyak ditanam petani pada lahan kering dataran tinggi di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali adalah varietas hibrida (Biola) untuk cabai merah besar dan (TM 999, Hot Chili) untuk cabai merah keriting dan di Kecamatan Karangreja, Probolinggo adalah varietas hibrida Biola dan Hot Beuty untuk cabai merah besar. Berdasarkan Tabel 17 serta teknologi anjuran yang ada masih ada senjang produktivitas yang cukup besar antara teknologi yang diterapkan petani dengan teknologi anjuran.

Upaya meningkatkan produktivitas cabai merah dapat

dilakukan dengan pengembangan teknologi spesifik lokasi dan spesifik jenis cabai merah, peningkatan efisiensi usahatani cabai merah dengan mengurangi penggunaan input yang berlebih dan meningkatkan penggunaan input yang kurang (terutama input yang menjadi pembatas), dan ke depan melalui terobosan inovasi teknologi baru.

5.5. Perkembangan Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Keragaan produksi cabai merah di Provinsi Jawa Tengah dicirikan oleh adanya daerah sentra produksi lama dan daerah sentra produksi pengembangan baru. Kabupaten Brebes dan Boyolali dikenal sebagai daerah sentra produksi utama yang secara tradisional telah berkembang lama. Sementara itu, Kabupaten Klaten dan Purbalingga dikenal sebagai daerah sentra produksi baru Pada Tabel 18 diperlihatkan perkembangan luas areal panen cabai merah di Provinsi Jawa Tengah. Secara agregat, perkembangan luas areal panen cabai merah di Jawa Tengah pada periode lima tahun terakhir (2003-2007) mengalami penurunan, yaitu dari 42 035 Ha (2003) mengalami penurunan menjadi 31 005 Ha

152 (2007) atau mengalami penurunan sebesar (-6.57 %/tahun).

Sedangkan di

Kabupaten Brebes dan Klaten yang merupakan daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar (11.35 %) dan (5.67 %) pertahun. Sementara itu, di Kabupaten Boyolali yang merupakan daerah sentra produksi utama lahan kering dataran tinggi telah mengalami stagnasi dengan pertumbuhan hanya (0.79 %) pertahun, sedangkan Kabupaten Purbalingga yang merupakan daerah sentra produksi baru pada lahan kering dataran tinggi mengalami pertumbuhan yang tinggi yaitu (18.22 %) pertahun.

Tabel. 18. Perkembangan Luar Areal Panen Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003-2007 (Ha) Tahun

Brebes

Klaten

Boyolali

2003

2 269

383

2 378

81

42 035

2004

3 219

350

2 433

102

30 804

2005

3 402

297

2 413

248

26 126

2006

3 719

452

2 538

254

31 536

2007

4 302

441

2 422

213

31 055

Rata-rata

3 382

385

2 437

180

32 311

perkembangan(%/th)

11.35

5.67

0.79

18.22

-6.57

746

64

60

82

5 858

22.05

16.75

2.47

45.81

18.13

Standar deviasi Koevisien variasi

Purbalingga

Jateng

Sumber : BPS, Jateng (2003-2008)

Fluktuasi perkembangan luas areal panen cabai merah di Provinsi Jawa Tengah bervariasi antar lokasi. Secara agregat, fluktuasi luas areal panen cabai merah di Provinsi Jawa Tengah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi tergolong sedang, dengan nilai koefisien variasi 18.13 persen. Demikian juga

153 halnya, di Kabupaten Brebes dan Klaten tergolong sedang dengan nilai koefisien variasi 22.05 persen dan 16.75 persen. Sementara itu, di Kabupaten Purbalingga tergolong memiliki fluktuasi luas areal panen tinggi dengan nilai koefisien variasi 45.81 persen, sebaliknya untuk Kabupaten Boyolali fluktuasi luas areal panen tergolong sangat rendah dengan nilai koefisien variasi sebesar 2.47 persen. Pada Tabel 19 diperlihatkan perkembangan produktivitas cabai merah di Provinsi Jawa Tengah. Secara agregat, perkembangan produktivitas cabai merah di Jawa Tengah pada periode lima tahun terakhir (2003-2007) mengalami penurunan sebesar (-9.05 %/tahun).

Penurunan produktivitas juga terjadi di

Kabupaten Brebes, Klaten, Boyolali, dan Purbalingga yang masing-masing, (-16.93 %) dan (-2.28 %) pertahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah penurunan produktivitas dan efisiensi usahatani cabai merah merupakan masalah yang cukup serius di daerah-daerah sentra produksi Jawa Tengah.

Tabel 19. Perkembangan Produktivitas Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003-2007 (ton/Ha) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata perkembangan(%/th) Standar deviasi Koevisien variasi

Brebes Klaten Boyolali Purbalingga Jateng 9.87 2.46 5.55 7.12 4.09 10.20 3.29 3.20 5.70 6.07 10.18 2.80 1.84 6.00 5.40 8.88 2.14 2.64 6.18 5.30 8.47 1.78 2.10 5.84 4.50 9.52 2.49 3.07 6.17 5.07 -4.33 -10.06 -16.93 -2.28 -9.05 0.80 0.58 1.48 0.56 0.78 8.36 23.41 48.39 9.10 15.42

Sumber : BPS Jateng (2003-2008)

154 Fluktuasi produktivitas cabai merah bervariasi antar lokasi. Secara agregat fluktuasi produktivitas cabai merah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi tergolong sedang, dengan nilai koefisien variasi 15.42 persen. Untuk Kabupaten Brebes fluktuasi produktivitas tergolong rendah dengan nilai koefisien variasi masing-masing sebesar 8.36 persen, sedangkan di Kabupaten Klaten tergolong moderat dengan nilai koefisien variasi 23.42 persen. Untuk Kabupaten Boyolali fluktuasi produktivitas tergolong tinggi dengan nilai koefisien variasi 48.39 persen, sebaliknya untuk Kabupaten Purbalingga fluktuasi produktivitas tergolong rendah dengan nilai koefisien variasi sebesar 9.10 persen. Pada Tabel 20 diperlihatkan perkembangan produksi cabai merah di Provinsi Jawa Tengah. Secara agregat, perkembangan produksi cabai merah di Jawa Tengah pada periode lima tahun terakhir (2003-2007) mengalami penurunan dari 172 ribu ton (2003) menjadi 140 ribu ton (2007) atau mengalami penurunan sebesar -5.52 persen pertahun. Untuk Kabupaten Brebes yang merupakan daerah sentra produksi utama lahan sawah dataran rendah mengalami pertumbuhan sebesar 8.87 persen pertahun, sebaliknya untuk Kabupaten Klaten yang merupakan daerah sentra produksi baru pada lahan yang sama mengalami penurunan sebesar -5.33 persen pertahun.

Untuk Kabupaten Boyolali yang

merupakan sentra produksi cabai merah lahan kering dataran tinggi, mengalami penurunan produksi sebesar -23.26 persen pertahun, sedangkan Kabupaten Purbalingga

yang

merupakan

daerah

sentra

produksi

pertumbuhan yang sangat tinggi yaitu 21.27 persen pertahun.

baru

mengalami

155 Tabel 20. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003-2007 (ton) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Perkembangan (%/th) Standar deviasi Koevisien variasi

Brebes Klaten Boyolali Purbalingga Jateng 22 395 942 13 198 577 171 923 32 834 1 152 7 786 581 186 980 34 632 832 4 440 1 488 141 080 33 025 967 6 700 1 570 167 141 36 438 785 5 086 1 244 139 748 31 865 936 7 442 1 092 161 374 8.87 5489 17

-5.33 142 15

-23.26 3 477 47

21.27 483 44

-5.22 63 249 39

Sumber : BPS, Jateng (2003-2008)

Fluktuasi produksi cabai merah di Provinsi Jawa Tengah bervariasi antar lokasi. Secara agregat, fluktuasi produksi cabai merah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi tergolong tinggi yaitu sebesar 38.29 persen.

Untuk

Kabupaten Brebes dan Klaten fluktuasi produksi tergolong sedang masing-masing dengan nilai koefisien variasi 16.25 persen dan 13.53 persen. Sementara itu, di Kabupaten Boyolali dan Purbalingga tergolong memiliki fluktuasi produksi yang tinggi, masing-masing dengan nilai koefisien variasi 52.65 persen dan 51.33 persen. Koefisien variasi produksi cabai merah yang tinggi menunjukkan adanya risiko produksi atau produktivitas yang tinggi, baik yang disebabkan faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal petani sangat ditentukan oleh keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial petani.

Sementara itu, faktor

eksternal sangat terkait dengan faktor perubahan iklim, serangan organisma pengganggu tanaman, serta perubahan harga cabai merah.

156 5.6. Harga Cabai Merah di Tingkat Produsen

5.6.1. Komoditas Cabai Merah Besar Perilaku harga komoditas cabai merah besar tingkat produsen di Jawa Tengah untuk beberapa tujuan pasar menunjukkan adanya fluktuasi harga bulanan yang cukup tinggi (Tabel 21, 22, dan 23). Pada tahun 2006 harga bulanan cabai merah besar tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan harga rata-rata tingkat produsen

sebesar Rp. 10 778/Kg.

Sementara itu, harga cabai merah besar

terendah terjadi pada bulan Agustus hanya sebesar Rp. 3 118,-/Kg. Fluktuasi harga cabai merah besar yang tinggi juga dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai standar deviasi dan koefisien variari harga cabai merah besar, secara rata-rata masing-masing mencapai 2 497 dan 37.29 persen. Standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah besar tertinggi terjadi di Kota Salatiga masing-masing sebesar 3 756 dan 54.25, sedangkan standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah terendah terjadi di Kota Surakarta masingmasing sebesar 2 598 dan 38.08. Secara spasial rata-rata harga cabai merah besar bulanan tingkat produsen dalam perode tahun 2006 harga tertinggi dijumpai di Kabupaten Kebumen Rp. 8 299/Kg (bukan daerah sentra produksi) dan terendah di Kabupaten Brebes Rp. 5 004,-/Kg (daerah sentra produksi). Sementara itu, harga cabai merah besar di lokasi penelitian Kabupaten Klaten dan Purbalingga masing-masing sebesar Rp. 6 619,-/Kg dan Rp. 6 131,-/Kg.

157

Tabel 21. Perkembangan Harga Cabai Merah Besar Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2006 No

Kabupaten

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

9 154

9 094

6 327

5 498

2 938

6 072

4 596

1 648

September 2 975

Oktober 3 678

NopemBer 2 022

Desember 6 050

Standar deviasi 2 498

Ratarata 5 004

Koefisien variasi 49.92

Agustus

1

Brebes

2

Magelang

10 250

9 250

7 800

4 979

4 250

4 750

4 438

2 370

4 875

5 800

4 000

6 900

2 312

5 805

39.83

3

Pemalang

13 819

12 531

8 207

9 131

5 527

7 750

5 913

3 524

4 427

5 733

4 520

12 082

3 468

7 764

44.67

4

Kota Surakarta

6 240

6 205

7 695

9 403

10 576

10 000

5 355

5 239

5 550

972

8 008

6 643

2 598

6 824

38.08

5

Kota Semarang

9 286

8 975

7 470

6 750

5 020

5 125

3 656

2 764

3 425

8 000

4 475

12 713

2 945

6 472

45.51

6

Salatiga

12 142

10 435

7 499

6 298

5 066

5 888

4 500

2 645

8 043

1 172

5 427

13 967

3 756

6 924

54.25

7

Tegal

14 000

9 844

8 373

8 208

6 017

5 167

7 167

4 698

4 367

4 022

6 000

10 683

2 996

7 379

40.60

8

Klaten

11 333

10 458

7 867

6 083

5 000

6 083

4 450

2 630

6 125

3 306

3 376

12 722

3 321

6 619

50.17

9

Purbalingga

8 496

8 395

9 833

6 500

5 000

4 565

4 450

5 058

2 470

5 667

3 134

10 006

2 521

6 131

41.11

Kebumen

13 060

10 803

14 250

9 142

6 785

7 731

7 688

3 600

4 723

5 150

8 325

8 325

3 203

8 299

38.59

Rata-rata Jateng

10 778

9 599

8 532

7 199

5 618

6 313

5 221

3 118

4 698

4 350

4 929

10 009

2 497

6 697

37.29

10

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jateng, Tahun 2006

158 Pada tahun 2007 harga bulanan cabai merah besar tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan harga rata-rata sebesar Rp. 12 190/Kg. Sementara itu, harga cabai merah besar tingkat produsen terendah terjadi pada bulan Oktober hanya sebesar Rp. 6 353,-/Kg. Fluktuasi harga cabai merah besar yang cukup tinggi juga dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah besar, secara rata-rata masing-masing mencapai 2 338 dan 29.20 persen. Standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah besar tertinggi terjadi di Kabupaten Brebes masing-masing sebesar 2 930 dan 43.20, sedangkan standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah terendah terjadi di Kota Surakarta masing-masing sebesar 1 339 dan 20.34. Secara spasial rata-rata harga cabai merah besar bulanan dalam perode tahun 2007 harga tertinggi dijumpai di Kabupaten Kebumen Rp. 9 972/Kg (bukan daerah sentra produksi) dan terendah di Kota Surakarta Rp. 6 583,-/Kg (dekat dengan daerah sentra produksi Kabupaten Boyolali dan Klaten). Sementara itu, harga cabai merah besar di lokasi penelitian Kabupaten Brebes dan Purbalingga masing-masing sebesar Rp. 6 782,-/Kg dan Rp. 7 214,-/Kg. Kondisi harga cabai merah besar yang fluktuatif pada dasarnya terjadi akibat kelebihan atau kekurangan penawaran dibandingkan dengan permintaan. Fluktuasi harga tersebut umumnya disebabkan oleh dissinkronisasi perencanaan produksi antar daerah produsen, terbatasnya peralatan penyimpanan yang mampu mengendalikan volume penawaran, serta kurang memadainya infrastruktur pemasaran.

159

Tabel 22. Perkembangan Harga Cabai Merah Besar Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007 No

12 248

11 327

10 071

4 169

2 715

5 554

6 345

6 688

5 500

4 414

6 100

6 250

Standar deviasi 2 930

Magelang

5 800

11 875

11 875

5 313

3 500

9 250

9 313

8 167

6 425

5 750

7 225

7 450

2 571

7 662

33.56

Pemalang

12 580

19 794

12 369

8 396

4 142

7 823

8 452

6 990

8 075

5 975

8 500

9 500

4 035

9 383

43.01

9 093

8 245

7 330

6 353

4 331

5 100

6 582

5 253

7 100

5 850

6 750

7 011

1 339

6 583

20.34

11 240

11 950

10 163

5 567

4 910

10 194

9 138

7 079

6 679

9 522

7 447

7 643

2 239

8 461

26.46

Kabupaten

1

Brebes

2 3 4

Kota Surakarta

5

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

Nopember

Desember

Ratarata 6 782

Koefisien variasi 43.20

Kota Semarang

6

Salatiga

9 735

12 075

12 063

6 487

5 000

7 900

7 920

7 208

8 350

7 050

7 500

8 108

2 097

8 283

25.32

7

Tegal

8 640

11 267

13 625

6 233

3 933

6 938

8 906

7 335

6 250

5 866

6 750

7 450

2 587

7 766

33.31

8

Purbalingga

8 784

10 675

11 575

4 502

4 294

7 649

6 144

6 200

5 800

5 900

7 443

7 600

2 249

7 214

31.17

9

Kebumen

18 911

12 500

15 300

8 708

6 544

9 323

8 933

8 594

8 500

6 850

7 500

8 000

3 734

9 972

37.44

10 781

12 190

11 597

6 192

4 374

7 728

7 970

7 022

6 964

6 353

7 246

7 668

2 338

8 007

29.20

Rata-rata Jateng

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jateng, Tahun 2007

160 Pada tahun 2008 harga bulanan cabai merah besar tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan harga rata-rata sebesar Rp. 12 093,-/Kg. Sementara itu, harga cabai merah besar tingkat produsen terendah terjadi pada bulan Oktober hanya sebesar Rp. 3 118,-/Kg. Fluktuasi harga cabai merah besar yang cukup tinggi juga dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai standar deviasi dan koefisien variari harga cabai merah besar, secara rata-rata masing-masing mencapai 2 338 dan 29.20 persen. Standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah besar tertinggi terjadi di Kabupaten Pemalang masing-masing sebesar 4 436 dan 11 121, sedangkan standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah terendah terjadi di Kota Semarang masing-masing sebesar 1 770 dan 19.95. Secara spasial rata-rata harga cabai merah besar bulanan dalam perode tahun 2008 harga tertinggi dijumpai di Kabupaten Kebumen Rp. 12 450,-/Kg (bukan daerah sentra produksi) dan terendah di Kabupaten Brebes Rp. 6 411,-/Kg (daerah sentra produksi utama). Sementara itu, harga cabai merah besar di lokasi penelitian Kabupaten Klaten dan Purbalingga masing-masing sebesar Rp. 8 792,/Kg dan Rp. 12 450,-/Kg. Berdasarkan data harga bulanan cabai merah besar di Provinsi Jawa Tengah dan beberapa daerah tujuan pasar baik kabupaten setempat maupun Kota-Kota di Jawa Tengah dapat disimpulkan bahwa petani cabai merah besar menghadapi risiko harga yang cukup tinggi hingga tinggi.

161

Tabel 23. Perkembangan Harga Cabai Merah Besar Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008

1

Brebes

6 275

7 063

8 213

6 228

6 948

7 817

8 308

Agustus 6 097

2

Magelang

7 438

9 375

8 438

6 031

7 031

9 813

10 110

9 333

4 250

3 313

5 875

8 938

3

Pemalang

9 100

22 177

12 583

12 256

11 683

11 944

10 600

9 792

5 288

5 708

7 969

4

Kota 6 638

8 775

8 566

12 413

11 865

10 454

11 123

11 113

3 993

5 063

No

Kabupaten

Surakarta 5

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

September 2 293

Oktober 3 145

Nopember 4 994

Desember 9 550

Standar deviasi 2 114

6 411

Koefisien variasi 32.98

2 238

7 495

29.86

14 350

4 436

11 121

39.89

4 806

9 760

2 931

8 714

33.64

Rata-rata

Kota Semarang

7 264

10 658

8 781

7 450

9 500

9 542

9 790

8 417

7 308

6 354

8 542

12 854

1 770

8 872

19.95

6

Salatiga

7 545

13 296

8 831

6 313

11 567

9 250

10 758

11 917

5 375

5 167

5 675

8 583

2 763

8 690

31.80

7

Tegal

5 642

11 238

8 831

6 313

6 378

7 500

7 722

5 750

2 950

5 383

4 992

10 235

2 331

6 911

33.73

8

Purbalingga

7 250

10 208

8 363

10 896

10 815

7 000

11 250

10 730

4 483

6 150

6 000

7 000

2 340

8 345

28.05

9

Kebumen

9 263

16 058

15 269

15 396

15 250

13 875

14 767

15 708

6 500

5 865

7 236

14 215

3 985

12 450

32.01

Klaten

6 273

12 083

12 208

13 000

11 104

9 979

10 033

12 389

4 208

3 875

3 729

9 400

3 546

9 023

39.30

7 269

12 093

10 008

9 629

10 147

9 717

10 446

10 057

4 665

5 002

5 982

10 489

2 423

8 792

27.56

10

Rata-rata Jateng

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jateng, Tahun 2008

162 5.6.2. Komoditas Cabai Merah Keriting Perilaku harga komoditas cabai merah keriting tingkat produsen di Jawa Tengah untuk beberapa tujuan pasar menunjukkan adanya fluktuasi harga bulanan yang cukup tinggi (Tabel 24, 25, dan 26). Pada tahun 2006 harga bulanan cabai merah keriting tingkat produsen tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan harga rata-rata sebesar Rp. 10 408/Kg.

Sementara itu, harga cabai merah keriting

tingkat produsen terendah terjadi pada bulan Agustus hanya sebesar Rp. 2 850,/Kg. Fluktuasi harga cabai merah keriting yang tinggi juga dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai standar deviasi dan koefisien variari harga cabai merah keriting, secara rata-rata masing-masing mencapai 2 967 dan

49.26 persen.

Standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah keriting tertinggi terjadi di Kabupaten Rembang masing-masing sebesar 2 964 dan 6 017, sedangkan standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah keriting terendah terjadi di Kota Surakarta masing-masing sebesar 2 762 dan 6 101. Secara spasial rata-rata harga cabai merah keriting bulanan dalam perode tahun 2006 harga tertinggi dijumpai di Kabupaten Magelang Rp. 6 769/Kg (daerah sentra produksi dan pusat pasar) dan terendah di Rembang Rp. 5 346,-/Kg (daerah sentra produksi utama). Tujuan pasar utama cabai merah keriting dari daerah-daerah sentra produksi tersebut adalah Kota Semarang.

163

Tabel 24. Perkembangan Harga Cabai Merah Keriting Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2006 No

Kabupaten

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

10 750

9 375

7 550

4 938

4 450

5 125

10 088

7 938

7 569

6 027

4 975

Semarang

11 544

8 519

6 620

4 775

Rembang

9 250

6 771

5 678

10 408

8 151

6 854

1

Magelang

2

Kota Surakarta

3

4

14 063

Standar deviasi 3 177

Ratarata 6 769

Koefisien variasi 46.93

5 385

11 900

2 762

6 101

45.28

8 500

4 328

12 211

3 208

6 312

50.82

5 719

3 050

4 155

12 271

2 879

5 346

53.85

5 281

3 754

4 787

12 611

2 964

6 017

49.26

Agustus

September

Oktober

Nopember

Desember

4 668

2 900

6 594

5 540

5 280

5 068

3 975

3 240

3 575

3 467

4 020

4 350

3 178

2 455

5 238

4 027

3 008

3 708

3 717

2 803

4 942

4 113

4 563

3 889

2 850

Kota

Rata-rata Jateng

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jateng, Tahun 2007

164 Pada tahun 2007 harga bulanan cabai merah keriting tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan harga rata-rata sebesar Rp. 11 444/Kg. Sementara itu, harga cabai merah keriting tingkat produsen terendah terjadi pada bulan Oktober hanya sebesar Rp. 5 471,-/Kg. Fluktuasi harga cabai merah keriting yang cukup tinggi juga dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai standar deviasi dan koefisien variari harga cabai merah keriting, secara rata-rata masing-masing mencapai 5 471 dan 30.21 persen. Standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah keriting tertinggi terjadi di Kabupaten Magelang masing-masing sebesar 2 821 dan 36.10, sedangkan standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah terendah terjadi di Kota Surakarta masing-masing sebesar 2 039 dan 25.83. Secara spasial rata-rata harga cabai merah keriting bulanan dalam perode tahun 2007 harga tertinggi dijumpai di Kota Surakarta Rp. 7 893/Kg (bukan daerah sentra produksi dan daerah tujuan pasar) dan terendah di Kabupaten Rembang Rp.5 900,-/Kg (daerah sentra produksi utama). Sementara itu, harga cabai merah keriting di lokasi penelitian Kabupaten Kalten sebesar Rp. 7245,-/Kg. Fluktuasi harga cabai merah keriting pada dasarnya terjadi akibat kelebihan atau kekurangan penawaran dibandingkan dengan permintaan. Fluktuasi harga tersebut umumnya disebabkan oleh dissinkronisasi perencanaan produksi antar daerah sentra produksi, terbatasnya peralatan penyimpanan yang mampu

mengendalikan

infrastruktur pemasaran.

volume

penawaran,

serta

kurang

memadainya

165

Tabel 25. Perkembangan Harga Cabai Merah Keriting Tingkat Produsen di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007 No

Kabupaten

1

Magelang

2

Kota Surakarta

3

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

9 850

11 938

13 813

5 438

4 250

8 219

10 745

10 105

11 081

6 493

4 813

13 750

10 878

10 598

4 833

6 865

Standar deviasi 2 821

Ratarata 7815

Koefisien variasi 36.10

7 290

7 400

2 039

7893

25.83

7 275

7 536

6 100

2 758

7708

35.78

Agustus

September

Oktober

Nopember

Desember

7 438

7 750

6 715

5 000

6 500

7 108

7 921

6 861

9 500

5 400

3 875

6 644

6 700

7 503

6 800

Kota Semarang

4

Klaten

9 583

7 944

12 833

4 944

3 778

7 361

7 944

7 500

7 500

4 800

6 250

6 500

2 387

7245

32.94

5

Rembang

6 331

8 833

8 896

2 706

2 688

5 625

5 779

5 344

7 450

4 880

6 000

6 265

1 960

5900

33.23

Rata-rata Jateng

10 052

9 940

11 444

4 883

3 881

6 992

7 156

6 992

7 593

5 471

6 715

6 626

2 209

7312

30.21

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jateng, Tahun 2007

166 Pada tahun 2008 harga bulanan cabai merah keriting tingkat produsen tertinggi terjadi pada bulan Juli dengan harga rata-rata sebesar Rp. 15 149,-/Kg. Sementara itu, harga cabai merah keriting tingkat produsen terendah terjadi pada bulan Oktober hanya sebesar Rp. 4 395,-/Kg. Fluktuasi harga cabai merah keriting yang tinggi juga dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai standar deviasi dan koefisien variari harga cabai merah keriting, secara rata-rata masing-masing mencapai 2 867 dan 38.34 persen. Standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah keriting tertinggi terjadi di Kota Surakarta masing-masing sebesar 6 868 dan 51.20, sedangkan standar deviasi dan koefisien variasi harga cabai merah keriting terendah terjadi di Kota Semarang masing-masing sebesar 3 270 dan 31.64. Secara spasial rata-rata harga cabai merah keriting bulanan dalam perode tahun 2008 harga tertinggi dijumpai di Kota Surakarta Rp. 13 415,-/Kg (bukan daerah sentra produksi dan merupakan daerah tujuan pasar) dan terendah di Kabupaten Rembang Rp. 8 232,-/Kg (daerah sentra produksi utama). Sementara itu, harga cabai merah keriting di lokasi penelitian Kabupaten Klaten sebesar Rp. 8 916,-/Kg. Berdasarkan data harga bulanan cabai merah keriting di Provinsi Jawa Tengah dan beberapa daerah tujuan pasar baik kabupaten setempat maupun Kota-Kota di Jawa Tengah dapat disimpulkan bahwa petani cabai merah keriting menghadapi risiko harga yang cukup tinggi hingga tinggi.

167

Tabel 26. Perkembangan Harga Cabai Merah Keriting Tingkat Produsen, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2008

1

Magelang

6 583

11 425

13 944

10 969

12 938

11 438

14 625

12 750

September 4 750

2

Surakarta

6 502

14 575

14 354

18 500

15 538

12 397

20 000

29 013

9 725

5 594

6 073

8 708

6 868

13 415

51.20

3

Semarang

6 208

11 025

13 604

12 313

13 063

11 625

14 871

10 708

5 800

5 121

7 906

11 771

3 270

10 335

31.64

4

Temanggung

5 800

11 160

13 375

13 611

10 000

11 000

14 000

13 345

5 604

3 000

3 333

3 000

4 470

8 936

50.02

5

Klaten

5 625

12 083

12 208

13 000

10 771

9 979

13 646

8 144

4 208

3 708

3 583

10 042

3 753

8 916

42.09

6

Rembang

5 083

8 792

11 094

10 240

10 708

9 542

14 417

10 250

3 460

2 823

4 498

7 875

3 551

8 232

43.14

7

Purworejo

6 200

12 000

15 333

13 167

12 500

13 250

14 485

15 000

6 354

6 271

4 250

8 750

3 999

10 630

37.62

6 000

11 580

13 416

13 114

12 217

11 319

15 149

14 173

5 700

4 395

5 235

8 749

3 867

10 087

38.34

No

Kabupaten

Rata-rata Jateng

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jateng, Tahun 2008

Agustus

4 250

Nopember 7 000

Desember 11 100

Standar dediasi 3 573

Ratarata 10 148

Koefisien variasi 35.21

Oktober

VI. EFISIENSI PRODUKSI DAN PERILAKU RISIKO PRODUKTIVITAS PETANI PADA USAHATANI CABAI MERAH

6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Cabai Merah dan Nilai Elastisitas Input terhadap Produktivitas 6.1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Model Fungsi Produksi Frontier dengan Struktur Error Heteroskedastik pada Produksi Cabai Merah Besar

Hasil estimasi dengan fungsi produktivitas translog (di mana input-output dibuat perhektar) pendekatan stochastic production frontier (SPF) dengan struktur heterokedatisitas pada usahatani cabai merah besar di Provinsi Jawa Tengah diperoleh beberapa gambaran pokok baik tanda (sign), besaran (magnitude), dan tingkat signifikansi (significance level) dari parameter yang diestimasi (Tabel 27 dan Lampiran 1). Terdapat 5 (lima) faktor produksi yang berpengaruh secara nyata (pada selang kepercayaan 95-99 %) terhadap produktivitas cabai merah besar yaitu variabel pupuk N, pupuk P2O5, pestisida/fungisida, pupuk organik dan tenaga kerja luar keluarga/TKLK (Tabel 27). Dua variabel berpengaruh secara positif dan nyata, yaitu variabel pupuk N dan pestisida/fungisida.

Artinya

penambahan penggunaan input-input produksi tersebut berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah besar.

Sementara itu, variabel pupuk P2O5, pupuk

organik dan tenaga kerja keluarga berpengaruh secara negatif dan nyata. Hal ini mengandung arti bahwa penambahan input-input produksi tersebut berdampak menurunkan produktivitas cabai merah besar. Namun demikian, karena bentuk fungsi

prduktivitas

adalah

translog,

maka

parameter

menggambarkan elastisitas masing-masing input produksi.

estimasi

belum

169 Terdapat 11 variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara nyata (pada selang kepercayaan 90-99 %), yaitu : interaksi antara benih dengan benih, kapur dengan kapur, tenaga kerja luar keluarga/TKLK dengan TKLK, pupuk N dengan PPC/ZPT, pupuk P2O5 dengan pupuk organik, pupuk P2O5 dengan pestisida, pupuk organik dengan kapur, pupuk organik dengan pestisida/fungisida, pupuk organik dengan TKLK, kapur dengan pestisida, dan pestisida dengan TKLK. Dari 11 variabel interaksi antar faktor produksi, terdapat 6 (enam) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata, yaitu interaksi antara TKLK dengan TKLK, pupuk N dengan PPC/ZPT, pupuk P2O5 dengan pupuk organik, pupuk organik dengan kapur, kapur dengan pestisida, dan pestisida dengan TKLK. Artinya interaksi antar faktor-faktor produksi tersebut berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah besar. Interaksi antar TKLK dengan TKLK berpengaruh positif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah besar.

Hal ini disebabkan TKLK pada

umumnya memiliki keterampilan teknis budidaya cabai merah besar secara lebih baik dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), sehingga penambahan penggunaan TKLK dapat meningkatkan produktivitas cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk N dengan PPC/ZPT berpengaruh secara positif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah besar. Hal ini disebabkan adanya kombinasi yang bersifat saling melengkapi antara unsur hara makro (N) dengan unsur-unsur hara mikro yang terkandung dalam PPC/ZPT, sehingga

170 interaksi antara keduanya berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah besar. Interaksi antara pupuk P2O5 dengan pupuk organik juga berdampak positif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah besar. Kombinasi antara pupuk organik yang berperan penting dalam memperbaiki struktur dan tekstur tanah dengan pupuk P2O5 yang berfungsi sebagai pupuk dasar dan pupuk susulan akan meningkatkan efektivitas penyerapan unsur hara (P2O5). Di samping itu, pupuk organik juga mengandung unsur hara baik makro maupun mikro meskipun dalam jumlah yang terbatas. Sehingga kombinasinya interaksi antara pupuk organik dengan pupuk P2O5 berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara faktor produksi pupuk organik dengan kapur berpengaruh positif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah besar. Hal ini disebabkan pupuk organik berfungsi dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah; sedangkan kapur berperan penting sebagai unsur pembenah tanah. Interaksi antara keduanya berpengaruh secara positif terhadap peningkatan produktivitas cabai merah besar. Interaksi antara faktor produksi kapur dengan pestisida/fungisida berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah besar. Hal ini disebabkan kapur berfungsi sebagai unsur pembenah tanah, memperbaiki pH tanah, dan dapat menekan pertumbuhan fungi; sedangkan pestisida/fungisida yang berfungsi menekan serangan hama dan penyakit tanaman. Interaksi antara keduanya dapat menyediakan kondisi biofisik yang kondusif

171 untuk pertumbuhan tanaman serta menekan serangan hama dan penyakit tanaman, sehingga berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah besar. Terakhir interaksi antara pestisida/fungisida dengan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah besar. Secara empiris ditunjukkan bahwa pengendalian hama dan penyakit tanaman memerlukan TKLK yang memiliki keterampilan teknis secara memadai. Sehingga interaksi antara pestisida/fungisida dan TKLK berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah besar. Terdapat 4 (empat) faktor produksi yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata, yaitu benih, pupuk K2O, PPC/ZPT, serta TKDK. Artinya bahwa faktor-faktor produksi tersebut secara sendiri-sendiri kurang berpengaruh terhadap produktivitas cabai merah besar.

Sementara itu, interaksi antar faktor-faktor

produksi yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 27 dan Lampiran 1. Terdapat 5 (lima) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah besar, yaitu : interaksi antara benih dengan benih, kapur dengan kapur, pupuk P2O5 dengan pestisida, pupuk organik dengan pestisida/fungisida, pupuk organik dengan TKLK. Interaksi antara benih dengan benih berpengaruh secara negatif terhadap produktivitas cabai merah besar.

Hal ini disebabkan terjadinya

penanaman cabai merah besar dengan varietas yang berbeda dalam petakan lahan yang sama dapat mengakibatkan kemurnian varietas tidak terjaga, sehingga menyebabkan penurunan produktivitas cabai merah besar.

172 Kombinasi interaksi antara kapur dengan kapur berpengaruh negatif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah besar. Hal ini disebabkan penggunaan antar berbagai kapur, misalnya antara dolomit dan kalsit pada lahan sawah dengan pH yang sudah netral (pH=7) dapat menyebabkan pH terlalu tinggi, sehingga dapat menurunkan produktivitas cabai merah besar. Interaksi antara pupuk P2O5 dengan pestisida/fungisida berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah besar. Penggunaan pupuk P2O5 yang tidak tepat dosis serta fenomena pengoplosan pestisida/fungisida secara simultan dapat menyebabkan rendahnya efisiensi pemupukan dan efektivitas pengendalian hama dan penyakit tanaman. Interaksi antar keduanya berdampak menurunkan produktivitas cabai merah besar. Kombinasi

interaksi

antara

penggunaan

pupuk

organik

dan

pestisida/fungisida yang berpengaruh negatif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah besar. Hal ini disebabkan penggunaan pupuk organik yang belum matang dan tidak terstandarisasi dalam jangka pendek bisa menimbulkan efek beracun bagi tanaman. Sementara itu, penggunaan pestisida/fungisida yang tidak tepat dosis dan dengan cara yang tidak tepat berdampak menurunkan produktivitas cabai merah besar. Interaksi antar keduanya berdampak menurunkan produktivitas cabai merah besar. Interaksi antara penggunaan pupuk organik dan TKLK secara negatif dan nyata menurunkan produktivitas cabai merah besar. Penggunaan pupuk organik yang belum matang dalam jangka pendek bisa menciptakan efek beracun bagi tanaman dan adanya perilaku moral hazard dari TKLK yang hanya berorientasi

173 pada pekerjaan cepat selesai. Interaksi antara keduanya dapat berdampak negatif terhadap produktivitas cabai merah besar.

Tabel 27. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Translog Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter Fungsi Produksi Intersep Lnx1 Benih Lnx2 Pupuk N Lnx3 Pupuk P2O5 Lnx4 Pupuk K2O Lnx5 PPC/ZPT Lnx6 Pupuk organik Lnx7 Kapur Lnx8 Pestisida/fungisida Lnx9 Tenaga kerja Dalam Keluarga Ln10 Tenaga Kerja Luar Keluarga Lnx1Lnx1 Interaksi antara benih dengan benih Lnx2Lnx2 Interaksi pupuk N dengan pupuk N Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dengan P2O5 Lnx4Lnx4 Interaksi pupuk K2O dengan K2O Lnx5Lnx5 Interaksi PPC/ZPT dengan PPC/ZPT Lnx6Lnx6 Interaksi pupuk organik dg ppk organik Lnx7Lnx7 Interaksi kapur dengan kapur Lnx8Lnx8 Interaksi pestisida dengan pestisida Lnx9Lnx9 Interaksi TKDK dengan TKDK Lnx10Lnx10 Interaksi TKLK dengan TKLK Lnx1Lnx2 Interaksi benih dengan N Lnx1Lnx3 Interaksi benih dengan P2O5 Lnx1Lnx4 Interaksi benih dengan K2O Lnx1Lnx5 Interaksi benih dengan PPC/ZPT Lnx1Lnx6 Interaksi benih dengan pupuk organik Lnx1Lnx7 Interaksi benih dengan kapur Lnx1Lnx8 Interaksi benih dengan pestisida Lnx1Lnx9 Interaksi benih dengan TKDK Lnx1Lnx10 Interaksi benih dengan TKLK Lnx2Lnx3 Interaksi pupuk N dengan P2O5 Lnx2Ln4 Interaksi pupuk N dengan K2O Lnx2Lnx5 Interaksi pupuk N dengan PPC/ZPT Lnx2Lnx6 Interaksi pupuk N dg pupuk organik Lnx2Lnx7 Interaksi pupuk N dengan kapur Lnx2Lnx8 Interaksi pupuk N dengan pestisida Lnx2Lnx9 Interaksi pupuk N dengan TKDK Lnx2Lnx10 Interaksi pupuk N dengan TKLK Lnx3Lnx4 Interaksi pupuk P2O5 dengan K2O Lnx3Lnx5 Interaksi pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dg pupuk organik Lnx3Lnx7 Interaksi pupuk P2O5 dengan kapur Lnx3Lnx8 Interaksi pupuk P2O5 dengan pestisida Lnx3Lnx9 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKDK Ln3Lnx10 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK Lnx4Lnx5 Interaksi pupuk K2O dengan PPC/ZPT Lnx4Lnx6 Interaksi pupuk K2O dg pupuk organik Lnx4Lnx7 Interaksi pupuk K2O dengan kapur

Koefisien 3.6177 0.0072 1.5322 -0.1005 0.0210 0.0162 -0.2167 -0.0728 0.1435 0.0162 -0.2144 -0.0227 0.0077 -0.0057 0.0096 -0.0289 0.0035 -0.0267 -0.0077 0.0010 0.0586 0.0116 0.0172 -0.0059 0.0255 0.0027 -0.0040 -0.0180 -0.0046 0.0206 0.0183 -0.0067 0.0979 -0.0219 -0.0009 -0.0116 -0.0239 -0.0079 -0.0201 -0.0166 0.0607 -0.0324 -0.0453 -0.0201 0.0011 -0.0271 0.0267 -0.0088

Standar Error 0.3203 0.0259 0.5312 0.0416 0.0438 0.0611 0.0476 0.0497 0.0446 0.0274 0.0618 0.0094 0.0284 0.0154 0.0173 0.0248 0.0046 0.0104 0.0258 0.0031 0.0173 0.0208 0.0152 0.012694 0.024647 0.0165 0.0201 0.0183 0.0114 0.0226 0.0242 0.0152 0.0356 0.0275 0.0325 0.0353 0.0182 0.0280 0.0208 0.0295 0.0214 0.0281 0.0173 0.0168 0.0279 0.0322 0.0227 0.0226

T value 11.30 0.28 2.88 -2.41 0.48 0.26 -4.55 -1.46 3.21 0.59 -3.47 -2.42 0.27 -0.37 0.56 -1.17 0.76 -2.56 -0.30 0.33 3.38 0.55 1.13 -0.47 1.04 0.17 -0.20 -0.98 -0.40 0.91 0.76 -0.44 2.75 -0.79 -0.03 -0.33 -1.31 -0.28 -0.97 -0.56 2.84 -1.15 -2.62 -1.20 0.04 -0.84 1.18 -0.39

P>|t| <.0001 0.7808 0.0045* 0.0167** 0.6313 0.7917 <.0001* 0.1450 0.0015* 0.5556 0.0007* 0.0163** 0.7869 0.7094 0.5792 0.2452 0.4482 0.0112** 0.7649 0.7411 0.0009* 0.5797 0.2614 0.6411 0.3015 0.8688 0.8429 0.3275 0.6892 0.3631 0.4509 0.6604 0.0065* 0.4284 0.9772 0.7423 0.1906 0.7795 0.3348 0.5750 0.0050* 0.2497 0.0095* 0.2322 0.9677 0.4005 0.2408 0.6989

174 Lanjutan Tabel 27. Parameter Fungsi Produksi Lnx4Lnx8 Interaksi pupuk K2O dengan pestisida Lnx4Lnx9 Interaksi pupuk K2O dengan TKDK Lnx4Lnx10 Interaksi pupuk K2O dengan TKLK Lnx5Lnx6 Interaksi PPC/ZPT dg pupuk organik Lnx5Lnx7 Interaksi PPC/ZPT dengan kapur Lnx5Lnx8 Interaksi PPC/ZPT dengan pestisida Lnx5Lnx9 Interaksi PPC/ZPT dengan TKDK Lnx5Lnx10 Interaksi PPC/ZPT dengan TKLK Lnx6Lnx7 Interaksi pupuk organik dengan kapur Lnx6Lnx8 Interaksi pupuk organik dg pestisida Lnx6Lnx9 Interaksi pupuk organik dengan TKDK Lnx6Lnx10 Interaksi pupuk organik dengan TKLK Lnx7Lnx8 Interaksi kapur dengan pestisida Lnx7Lnx9 Interaksi kapur dengan TKDK Lnx7Lnx10 Interaksi kapur dengan TKLK Lnx8Lnx9 Interaksi pestisida dengan TKDK Lnx8Lnx10 Interaksi pestisida dengan TKLK Lnx9Lnx10 Interaksi TKDK dengan TKLK d1 Dummy musim (1=MK; 0=MH) d2 Dummy agroekosistem (1=lahan sawah dataran rendah; 2= lahan kering dataran tinggi) d3 Dummy benih hibrida (1=benih hibrida; 2=benih lokal/hibrida turunan) Root MSE 0.16028 R-Square 0.98186 Dependent Mean 1.93374 Adj R-Sq 0.97530 Coeff Var 8.28856 *) : nyata pada   0 .01 **) : nyata pada   0 .05 ***) : nyata pada   0 .10

Koefisien

Standar Error

T value

P>|t|

-0.0019 0.0111 -0.0151 -0.0069 -0.0372 -0.0224 0.0106 -0.0011 0.0565 -0.0650 -0.0036 -0.0532 0.0855 0.0031 -0.0076 0.0187 0.0341 0.0222 0.0567 -0.0206

0.0215 0.0152 0.0224 0.0303 0.0291 0.0239 0.0224 0.0309 0.0179 0.0256 0.0143 0.0207 0.0296 0.0108 0.0249 0.0188 0.0167 0.0223 0.0421 0.0272

-0.09 0.73 -0.67 -0.23 -1.28 -0.94 0.47 -0.03 3.16 -2.54 -0.25 -2.57 2.89 0.29 -0.31 1.00 2.04 1.00 1.35 -0.76

0.9312 0.4675 0.5030 0.8201 0.2031 0.3492 0.6379 0.9722 0.0018* 0.0117* 0.8009 0.0108** 0.0043* 0.7725 0.7595 0.3203 0.0426** 0.3204 0.1791 0.4489

0.16363

0.1273

1.29

0.1990

Terdapat satu faktor produksi yang berpengaruh secara negatif, tetapi tidak nyata, yaitu kapur. Artinya penggunaan kapur kurang berbeparuh nyata terhadap produktivitas cabai merah besar. Sementara itu, interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara negatif, tetapi tidak nyata dapat dilihat pada Tabel 27 dan Lampiran 1. Variabel dummy musim berpengaruh secara positif terhadap produktivitas cabai merah besar, tetapi tidak nyata.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

produktivitas cabai merah besar lebih tinggi dicapai pada MK dibandingkan pada MH. Secara empiris sebagian besar petani memilih mengusahakan tanaman cabai

175 merah besar pada MK, dengan pertimbangan waktu MH menanam padi dan untuk menghindarkan dari kerusakan tanaman akibat kelebihan air. Variabel dummy agroekosistem berpengaruh secara negatif terhadap produktivitas cabai merah besar, meskipun tidak nyata. Tingkat produktivitas cabai merah besar lebih tinggi pada agroekosistem lahan kering dataran tinggi dibandingkan lahan sawah dataran rendah. Hal ini disebabkan keseimbangan biodiversitas alami pada lahan kering dataran tinggi lebih baik dibandingkan lahan sawah dataran rendah. Variabel dummy benih hibrida berpengaruh secara positif terhadap produktivitas cabai merah besar, meskipun tidak nyata. Namun apabila selang kepercayaan diperlonggar hingga (80 %), variabel benih hibrida berpengaruh secara positif dan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas cabai merah besar lebih tinggi dengan menggunakan varietas benih hibrida dibandingkan benih lokal. Secara genetis varietas benih hibrida memiliki potensi produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan benih varietas lokal. Secara empiris di lapang terjadi pergeseran penggunaan dari benih lokal ke penggunaan benih hibrida pada usahatani cabai merah besar. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas cabai merah besar dengan menggunakan fungsi produksi translog dapat diformulasikan sebagai berikut:

176 ln yi  ln 3.618  0.007 ln x1  1.532 ln x2  0.101 ln x3  0.021 ln x4  0.016 ln x5  0.217 ln x6  0.073 ln x7  0.144 ln x8  0.016 ln x9  0.214 ln x10  0.023 ln x1 ln x1  0.008 ln x2 ln x2  0.006 ln x3 ln x3  0.010 ln x4 ln x4  0.029 ln x5 ln 5  0.004 ln x6 ln x6  0.027 ln x7 ln x7  0.008 ln x8 ln x8  0.001 ln x9 ln x9  0.059 ln x10 ln x10  0.012 ln x1 ln x2  0.017 ln x1 ln x3  0.006 ln x1 ln x4  0.026 ln x1 ln x5  0.003 ln x1 ln x6  0.004 ln x1 ln x7  0.018 ln x1 ln x8  0.005 ln x1 ln x9  0.021 ln x1 ln x10  0.018 ln x2 ln x3  0.007 ln x2 ln x4  0.098 ln x2 ln x5  0.022 ln x2 ln x6  0.001 ln x2 ln x7  0.012 ln x2 ln x8  0.024 ln x2 ln x9  0.008 ln x2 ln x10  0.020 ln x3 ln x4  0.017 ln x3 ln x5  0.061 ln x3 ln x6  0.032 ln x3 ln x7  0.045 ln x3 ln x8  0.020 ln x3 ln x9  0.001 ln x3 ln x10  0.027 ln x4 ln x5  0.027 ln x4 ln x6  0.009 ln x4 ln x7  0.002 ln x4 ln x8  0.011 ln x4 ln x9  0.015 ln x4 ln x10  0.007 ln x5 ln x6  0.037 ln x5 ln x7  0.022 ln x5 ln x8  0.011 ln x5 ln x9  0.001 ln x5 ln x10  0.057 ln x6 ln x7  0.065 ln x6 ln x8  0.004 ln x6 ln x9  0.053 ln x6 ln x10  0.086 ln x7 ln x8  0.003 ln x7 ln x9  0.008 ln x7 ln x10  0.019 ln x8 ln x9  0.034 ln x8 ln x10  0.022 ln x9 ln x10  0.057 d1  0.021 d 2  0.1636 d 3

6.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Model Fungsi Produksi Frontier dengan Struktur Error Heteroskedastik pada Produksi Cabai Merah Keriting

Dengan

cara

yang

sama

dilakukan

analisis

faktor-faktor

yang

mempengaruhi produktivitas cabai merah keriting di Provinsi Jawa Tengah. Hasil estimasi dengan fungsi produktivitas translog pendekatan SPF kondisi struktur heterokedastisitas pada usahatani cabai merah keriting diperoleh beberapa temuan pokok baik tanda (sign), besaran (magnitude), dan tingkat signifikansi (significance level) dari parameter yang diestimasi (Tabel 28 dan Lampiran 2). Terdapat 3 (tiga) faktor produksi yang berpengaruh secara nyata (pada selang kepercayaan 95-99 %) terhadap produktivitas cabai merah keriting yaitu benih, pestisida/fungisida dan tenaga kerja luar keluarga/TKLK (Tabel 28). Dari tiga variabel tersebut terdapat dua faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata, yaitu variabel pestisida/fungisida dan TKLK. Sementara itu, variabel

177 yang berpengaruh secara negatif dan nyata pada selang kepercayaan (90 %), yaitu benih cabai merah keriting. Penambahan penggunaan pestisida/fungisida berdampak positif dan nyata terhadap

peningkatan

produktivitas

cabai

merah

keriting.

Peningkatan

penggunaan pestisida/fungisida yang berfungsi untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman dapat menekan serangan hama dan penyakit tanaman. Penggunaan pestisida/fungisida dapat menjaga stabilitas produktivitas cabai merah keriting, sehingga secara tidak langsung berdampak positif terhadap produktivitas cabai merah keriting. Penambahan penggunaan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah keriting. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani cabai merah keriting bersifat intensif terhadap tenaga kerja. Penambahan TKLK yang pada umumnya memiliki keterampilan teknis yang lebih baik dibandingkan TKDK akan meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Penambahan benih cabai merah keriting ternyata berdampak negatif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting. Hasil ini tidak sesuai dengan yang dihipotesakan. Hal ini disebabkan penggunaan benih cabai merah keriting yang cenderung berlebih dan cenderung menggunakan jarak tanam rapat menyebabkan persaingan dalam penyerapan unsur hara dari tanah dan penyinaran matahari, sehingga berdampak negatif terhadap peningkatan produktivitas. Secara keseluruhan terdapat 12 variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting, yaitu : interaksi pupuk N dengan pupuk N, pupuk P2O5 dengan P2O5, pupuk K2O dengan

178 K2O, benih dengan N, benih dengan K2O, benih dengan pestisida, benih dengan TKLK, pupuk N dengan pestisida, pupuk P2O5 dengan K2O, pupuk K2O dengan pupuk organik, K2O dengan TKDK, dan interaksi antara pestisida dengan TKLK. Terdapat 6 (enam) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting, yaitu: interaksi penggunaan antara pupuk K2O dengan pupuk K2O, benih dengan pupuk N, benih dengan dan K2O, benih dengan TKLK, pupuk N dengan pestisida/fungisida, dan interaksi pupuk K2O dengan TKDK.

Kombinasi

penggunaan pupuk K2O dengan K2O yang bersumber dari beberapa jenis pupuk, seperti pupuk KCL, KNO3 serta PONSKA dan NPK berpengaruh meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Hal ini disebabkan beberapa jenis pupuk seperti KNO3 serta PONSKA dan NPK juga mengandung unsur hara makro N dan P2O5, sehingga kombinasi antar unsur hara makro berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara benih dan pupuk N berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah keriting. Hal ini disebabkan pada awal pertumbuhan tanam cabai merah keriting memerlukan pemupukan awal dengan pupuk N. Interaksi antar benih dan pupuk berpengaruh secara positif dan nyata terhadap tingkat produktivitas cabai merah keriting. Interaksi antara benih dengan pupuk K2O berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah keriting. Pada awal pertumbuhan tanaman cabai merah keriting juga memerlukan pupuk awal K2O sebagai pupuk dasar dan selanjutnya diperlukan pupuk K2O sebagai pupuk

179 susulan. Sehingga kombinasi interaksi antara keduanya berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara benih dan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting. Kondisi ini disebabkan bahwa penanaman cabai merah keriting perlu dilakukan oleh TKLK yang pada umumnya memiliki keterampilan teknis dalam kegiatan menanam secara lebih baik dibandingkan TKDK.

Sehingga interaksi antara keduanya berdampak

meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Interaksi antara pupuk N dengan pestisida/fungisida berdampak positif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting. Hal ini disebabkan pupuk N sebagai unsur hara makro berperan dalam pertumbuhan vegatatif maupun generatif, sedangkan pestisida/fungisida berfungsi dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

Interaksi antara keduanya berdampak meningkatkan

produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pestisida/fungisida dengan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah keriting. Hal ini disebabkan pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai merah keriting memerlukan keterampilan teknis yang memadai, sementara itu TKLK yang pada umumnya memiliki keterampilan teknis dalam penyemprotan hama dan penyakit. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Faktor-faktor produksi lain yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata mencakup 7 (tujuh) variabel yaitu pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur dan TKDK. Meskipun tidak nyata, tanda dari

180 parameter estimasi tersebut sesuai dengan yang diharapkan.

Sementara itu,

variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata secara terperinci dapat di simak pada Tabel 28 dan Lampiran 2.

Tabel 28. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Translog Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter Fungsi Produksi Intersep Lnx1 Benih Lnx2 Pupuk N Lnx3 Pupuk P2O5 Lnx4 Pupuk K2O Lnx5 PPC/ZPT Lnx6 Pupuk organik Lnx7 Kapur Lnx8 Pestisida/fungisida Lnx9 Tenaga kerja Dalam Keluarga Lnx10 Tenaga Kerja Luar Keluarga Lnx1Lnx1 Interaksi antara benih dengan benih Lnx2Lnx2 Interaksi pupuk N dengan pupuk N Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dengan P2O5 Lnx4Lnx4 Interaksi pupuk K2O dengan K2O Lnx5Lnx5 Interaksi PPC/ZPT dengan PPC/ZPT Lnx6Lnx6 Interaksi pupuk organik dg ppk organik Lnx7Lnx7 Interaksi kapur dengan kapur Lnx8Lnx8 Interaksi pestisida dengan pestisida Lnx9Lnx9 Interaksi TKDK dengan TKDK Lnx10Lnx10 Interaksi TKLK dengan TKLK Lnx1Lnx2 Interaksi benih dengan N Lnx1Lnx3 Interaksi benih dengan P2O5 Lnx1Lnx4 Interaksi benih dengan K2O Lnx1Lnx5 Interaksi benih dengan PPC/ZPT Lnx1Lnx6 Interaksi benih dengan pupuk organik Lnx1Lnx7 Interaksi benih dengan kapur Lnx1Lnx8 Interaksi benih dengan pestisida Lnx1Lnx9 Interaksi benih dengan TKDK Lnx1Lnx10 Interaksi benih dengan TKLK Lnx2Lnx3 Interaksi pupuk N dengan P2O5 Lnx2Ln4 Interaksi pupuk N dengan K2O Lnx2Lnx5 Interaksi pupuk N dengan PPC/ZPT Lnx2Lnx6 Interaksi pupuk N dg pupuk organik Lnx2Lnx7 Interaksi pupuk N dengan kapur Lnx2Lnx8 Interaksi pupuk N dengan pestisida Lnx2Lnx9 Interaksi pupuk N dengan TKDK Lnx2Lnx10 Interaksi pupuk N dengan TKLK Lnx3Lnx4 Interaksi pupuk P2O5 dengan K2O Lnx3Lnx5 Interaksi pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dg pupuk organik Lnx3Lnx7 Interaksi pupuk P2O5 dengan kapur Lnx3Lnx8 Interaksi pupuk P2O5 dengan pestisida Lnx3Lnx9 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKDK Ln3Lnx10 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK Lnx4Lnx5 Interaksi pupuk K2O dengan PPC/ZPT Lnx4Lnx6 Interaksi pupuk K2O dg pupuk organik Lnx4Lnx7 Interaksi pupuk K2O dengan kapur Lnx4Lnx8 Interaksi pupuk K2O dengan pestisida

Koefisien -7.7075 -2.7159 0.0041 0.7656 0.0146 2.4225 0.0442 1.3717 2.4521 0.2973 2.3909 -0.0147 -0.1295 -0.0775 0.1680 -0.0556 -0.0034 -0.0321 -0.0709 0.0326 -0.0923 0.2069 0.1094 0.0405 0.1137 0.0989 0.1936 -0.2895 -0.0087 0.3291 -0.0351 -0.0719 0.0645 -0.0055 -0.0799 0.1060 0.0197 0.1268 -0.0808 0.0204 0.0320 -0.0219 -0.0188 -0.1075 0.0647 -0.1786 -0.1419 -0.0172 -0.0199

Standar Error 13.6582 1.3998 0.9099 0.9641 0.9430 2.0009 0.8150 2.0271 1.0491 1.3410 0.6405 0.0882 0.0441 0.0338 0.0611 0.1015 0.0053 0.0550 0.0887 0.0432 0.0890 0.0777 0.0853 0.0349 0.1847 0.1168 0.1381 0.1146 0.1241 0.1445 0.0429 0.0487 0.0993 0.0707 0.1060 0.0355 0.0784 0.0783 0.0459 0.0886 0.0624 0.0571 0.0770 0.0730 0.0512 0.1104 0.0748 0.0763 0.0715

T value -0.56 -1.94 0.00 0.79 0.02 1.21 0.05 0.68 2.34 0.22 3.73 -0.17 -2.93 -2.30 2.75 -0.55 -0.63 -0.58 -0.80 0.75 -1.04 2.66 1.28 2.75 0.62 0.85 1.40 -2.53 -0.07 2.28 -0.82 -1.47 0.65 -0.08 -0.75 2.98 0.25 1.62 -1.76 0.23 0.51 -0.38 -0.24 -1.47 1.26 -1.62 -1.90 -0.23 -0.28

P>|t| 0.5770 0.0625** 0.9964 0.4338 0.9877 0.2361 0.9571 0.5041 0.0268** 0.8262 0.0006* 0.8691 0.0066* 0.0294** 0.0104** 0.5883 0.5334 0.5645 0.4310 0.4571 0.3090 0.0127** 0.2098 0.0089* 0.5432 0.4040 0.1718 0.0175** 0.9445 0.0280** 0.4204 0.1515 0.5212 0.9384 0.4571 0.0048* 0.8034 0.1165 0.0895** 0.8197 0.6120 0.7042 0.8088 0.1521 0.2165 0.1169 0.0682** 0.8234 0.7832

181 Tabel 28. Lanjutan Parameter Fungsi Produksi Lnx4Lnx9 Interaksi pupuk K2O dengan TKDK Lnx4Lnx10 Interaksi pupuk K2O dengan TKLK Lnx5Lnx6 Interaksi PPC/ZPT dg pupuk organik Lnx5Lnx7 Interaksi PPC/ZPT dengan kapur Lnx5Lnx8 Interaksi PPC/ZPT dengan pestisida Lnx5Lnx9 Interaksi PPC/ZPT dengan TKDK Lnx5Lnx10 Interaksi PPC/ZPT dengan TKLK Lnx6Lnx7 Interaksi pupuk organik dengan kapur Lnx6Lnx8 Interaksi pupuk organik dg pestisida Lnx6Lnx9 Interaksi pupuk organik dengan TKDK Lnx6Lnx10 Interaksi pupuk organik dengan TKLK Lnx7Lnx8 Interaksi kapur dengan pestisida Lnx7Lnx9 Interaksi kapur dengan TKDK Lnx7Lnx10 Interaksi kapur dengan TKLK Lnx8Lnx9 Interaksi pestisida dengan TKDK Lnx8Lnx10 Interaksi pestisida dengan TKLK Lnx9Lnx10 Interaksi TKDK dengan TKLK d1 Dummy musim tanam (1=MK; 0=MH) d2 Dummy benih hibrida (1=benih hibrida; 0=benih lokal/hibrida turunan) Root MSE 0.09934 R-Square 0.92522 Dependent Mean 3.39642 Adj R-Sq 0.74628 Coeff Var 2.92487

Koefisien 0.1521 0.0986 -0.0227 -0.1422 0.1588 -0.0569 -0.2260 -0.0492 0.0185 0.0873 -0.0009 -0.0416 -0.1281 0.0491 -0.0205 -0.1400 -0.1000 0.0144 0.1225

Standar Error 0.0678 0.0657 0.0771 0.1514 0.1302 0.1318 0.1334 0.0845 0.0821 0.0822 0.0718 0.0775 0.1204 0.1500 0.0815 0.0841 0.1208 0.0518 0.1439

T value 2.24 1.50 -0.29 -0.94 1.22 -0.43 -1.69 -0.58 0.23 1.06 -0.01 -0.54 -1.06 0.33 -0.25 -1.66 -0.83 0.28 0.85

P>|t| 0.0329** 0.1443 0.7706 0.3555 0.2329 0.6691 0.1015 0.5647 0.8231 0.2975 0.9902 0.5958 0.2963 0.7458 0.8030 0.1072*** 0.4147 0.7835 0.4019

*) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05 ***) : nyata pada   0.10

Terdapat 6 (enam) variabel interaksi antar input produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata (pada selang kepercayaan 90-99 %) yaitu interaksi antara pupuk N dengan pupuk N, P2O5 dengan P2O5, benih dengan pestisida, pupuk P2O5 dan pupuk K2O, pupuk K2O dengan pupuk organik, dan interaksi antara pestisida/fungisida dan TKLK. Kombinasi interaksi penggunaan pupuk N dengan pupuk N berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting. Secara empiris petani menggunakan pupuk N berasal dari pupuk Urea, ZA, NPK dan PONSKA. Penggunaan pupuk N dari berbagai jenis pupuk dengan kombinasi dan dosis yang tidak tepat dapat

182 menciptakan amoniak yang beracun. Sehingga interaksi antar pupuk N dapat berpengaruh menurunkan produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi penggunaan pupuk P2O5 dengan pupuk P2O5 berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting. Secara empiris petani menggunakan pupuk P2O5 berasal dari pupuk TSP, SP-36, SP-27, SP-18, NPK dan PONSKA. Penggunaan pupuk P2O5 dari berbagai jenis pupuk yang tidak tepat (baik dosis, cara dan waktu pemberian) dapat berpengaruh menurunkan produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi penggunaan benih dengan pestisida berpengaruh secara negatif dan nyata. Secara empiris di lapang petani cabai merah keriting menggunakan benih lokal dan hibrida, sedangkan pada sisi lain terjadi fenomena pengoplosan antar berbagai jenis pestisida/fungisida. Penggunaan benih cabai merah keriting lokal dan pengolosan antar berbagai jenis pestisida/fungisida dapat berdampak negatif terhadap produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dengan pupuk K2O ternyata berpengaruh secara negatif dan nyata. diharapkan.

Hal ini tidak sesuai dengan yang

Secara empiris sumber pupuk P2O5 berasal dari SP-36/TSP/SP-

27/SP-18, NPK dan PONSKA, sedangkan sumber pupuk K2O bersumber dari KCL, KNO3, serta NPK dan PONSKA. Kedua unsur tersebut merupakan unsur hara makro yang diperlukan tanaman. Diperkirakan kombinasi antar jenis pupuk serta komposisi dosis yang tidak tepat diduga menyebabkan pengaruh negatif terhadap produktivitas cabai merah keriting.

183 Interaksi antara pupuk K2O dengan pupuk organik juga berdampak negatif dan nyata terhadap produktivitas.

Pada satu sisi petani menggunakan K2O

bersumber dari pupuk KCL, KNO3, NPK dan PONSKA, sedangkan pada sisi lain petani menggunakan pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang yang belum matang yang tidak terstandarisasi. Kombinasi antara keduanya ternyata dapat memberikan dampak negatif terhadap peningkatan produktivitas cabai merah keriting. Interaksi penggunaan antara pestisida/fungisida dan TKLK berpengaruh secara negatif dan nyata.

Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Penggunaan pestisida/fungisida yang dilakukan dengan cara tidak tepat dosis dan fenomena

pengoplosan

antar

berbagai

jenis

pestisida/fungisida

tanpa

memperhatikan kandungan bahan aktifnya, serta adanya perilaku moral hazard dari TKLK dalam melakukan kegiatan penyemprotan agar pekerjaan cepat selesai berdampak negatif terhadap produktivitas cabai merah keriting. Tidak ditemukan adanya varabel input produksi yang berpengaruh secara negatif dan bersifat tidak nyata.

Selanjutnya, variabel interaksi antar faktor

produksi yang berpengaruh secara negatif, tetapi tidak nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 28 dan Lampiran 2. Variabel dummy musim berpengaruh secara positif terhadap produktivitas cabai merah keriting, walaupun tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas cabai merah keriting lebih tinggi dicapai pada MK dibandingkan pada MH. Secara empiris sebagian besar petani memilih mengusahakan tanaman

184 cabai merah keriting pada MK, dengan pertimbangan waktu MH menanam komoditas padi dan komoditas lain yang tahan terhadap kelebihan air, serta untuk menghindarkan dari kerusakan tanaman akibat kelebihan air terutama pada saat pembungaan. Variabel dummy benih hibrida berpengaruh secara positif terhadap produktivitas cabai merah besar, meskipun tidak nyata. Hal ini merefleksikan bahwa tingkat produktivitas cabai merah besar lebih tinggi dengan menggunakan varietas benih hibrida dibandingkan benih lokal, seperti varietas tampar. Secara empiris di lapang terjadi pergeseran penggunaan dari benih lokal ke penggunaan benih hibrida pada usahatani cabai merah keriting. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas cabai merah keriting dengan menggunakan fungsi produksi translog dapat diformulasikan sebagai berikut: ln yi  ln - 7.7075  2.716 ln x1  0.004 ln x2  0.766 ln x3  0.015 ln x4  2.423 ln x5  0.044 ln x6  1.372 ln x7  2.452 ln x8  0.297 ln x9  0.866 lnx10  0.015 ln x1 ln x1  0.130 ln x2 ln x2  0.078 ln x3 ln x3  0.168 ln x4 ln x4  0.056 ln x5 ln 5  0.003 ln x6 ln x6  0.032 ln x7 ln x7  0.071 ln x8 ln x8  0.033 ln x9 ln x9  0.092 ln x10 ln x10  0.207 ln x1 ln x2  0.109 ln x1 ln x3  0.041 ln x1 ln x4  0.114 ln x1 ln x5  0.099 ln x1 ln x6  0.194 ln x1 ln x7  0.290 ln x1 ln x8  0.009 ln x1 ln x9  0.329 ln x1 ln x10  0.035 ln x2 ln x3  0.072 ln x2 ln x4  0.065 ln x2 ln x5  0.006 ln x2 ln x6  0.080 ln x2 ln x7  0.106 ln x2 ln x8  0.020 ln x2 ln x9  0.127 ln x2 ln x10  0.081 ln x3 ln x4  0.020 ln x3 ln x5  0.032 ln x3 ln x6  0.022 ln x3 ln x7  0.019 ln x3 ln x8  0.108 ln x3 ln x9  0.065 ln x3 ln x10  0.179 ln x4 ln x5  0.142 ln x4 ln x6  0.017 ln x4 ln x7  0.020 ln x4 ln x8  0.152 ln x4 ln x9  0.099 ln x4 ln x10  0.023 ln x5 ln x6  0.142 ln x5 ln x7  0.159 ln x5 ln x8  0.057 ln x5 ln x9  0.226 ln x5 ln x10  0.049 ln x6 ln x7  0.019 ln x6 ln x8  0.087 ln x6 ln x9  0.001 ln x6 ln x10  0.042 ln x7 ln x8  0.128 ln x7 ln x9  0.049 ln x7 ln x10  0.021 ln x8 ln x9  0.140 ln x8 ln x10  0.100 ln x9 ln x10  0.014 d1  0.123d 2

185 6.1.3. Nilai Estimasi Elastisitas Produktivitas Terhadap Input pada Produksi Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting Koefisien parameter pada fungsi produksi translog belum menggambarkan nilai elastisitas produktivitas dari masing-masing faktor produksi yang digunakan, sehingga perlu dihitung nilai elastisitasnya. Hasil estimasi nilai elastisitas masingmasing faktor produksi terhadap produktivitas usahatani cabai merah besar di Provinsi Jawa Tengah ditunjukkan pada (Tabel 29). Beberapa variabel input produksi yang berpengaruh secara positif terhadap produktivitas cabai merah besar adalah : variabel benih (x1), pupuk N (x2), pupuk P2O5 (x3), PPC/ZPT (x5), Kapur (x7) serta tenaga kerja dalam keluarga (x9) dan tenaga kerja luar keluarga (x10) masing-masing diperoleh nilai elastisitas 0.1192, 0.5391, 0.1968, 0.2354, 0.3652 serta 0.1658 dan 0.2137. Artinya peningkatan penggunaan input produksi tersebut masing-masing (1 %) dapat meningkatkan produktivitas cabai merah besar masing-masing sebesar (0.1192 %, 0.5391 %, 0.1968 %, 0.2354 %, 0.3652 % serta 0.1658 % dan 0.2137 %). Hasil estimasi nilai elastisitas penggunaan masing-masing input produksi terhadap produktivitas cabai merah besar sesuai dengan yang dihipotesakan.

Artinya penambahan

masing-masing input produksi tersebut ceteris paribus, akan meningkatkan produktivitas cabai merah besar.

Implikasinya adalah upaya peningkatan

produksi melalui peningkatan produktivitas cabai merah besar pada teknologi yang tersedia dapat dilakukan dengan menambah input-input produksi tersebut. Untuk kasus benih cabai merah besar di samping peningkatan jumlah, sesungguhnya yang lebih penting adalah peningkatan kualitas benih, yaitu dari penggunaan benih unggul lokal ke benih hibrida.

Untuk meningkatkan

186 penggunaan pupuk N dan P2O5 dapat dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan dan aksessibilitas petani terhadap sumber pupuk N dan P2O5, yaitu pupuk Urea atau ZA dan TSP atau SP-36. Untuk meningkatkan ketersediaan pupuk maka masalah kelangkaan pupuk harus dapat diatasi dengan baik, sedangkan untuk meningkatkan akses terhadap pupuk maka program subsidi pupuk perlu dilanjutkan dan perlu diperluas jangkauan jenis pupuknya. Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk N ke depan perlu diproduksi jenis pupuk N (Urea atau ZA) yang dapat tertambat lama di dalam tanah (misalnya dalam bentuk Urea dan ZA tablet), sehingga dapat diserap oleh tanaman secara bertahap sesuai pertumbuhan dan kebutuhan tanaman. Perlunya penambahan penggunaan PPC/ZPT untuk usahatani cabai merah besar menunjukkan bahwa lahan-lahan di daerah sentra produksi cabai merah besar perlu masukan unsur-unsur hara mikro, sehingga dapat menghindari terjadinya degradasi sumberdaya lahan. Penambahan tenaga kerja baik TKDK maupun TKLK yang diikuti oleh peningkatan keterampilan teknis dapat meningkatkan peningkatan produktivitas cabai merah besar. Kapur yang berfungsi meningkatkan pH tanah dan sebagai unsur pembenah tanah berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah besar. Pemberian kapur akan meningkatkan efektivitas penyerapan unsur hara makro maupun mikro. Di samping itu, secara empiris pemberian kapur diyakini petani dapat menekan serangan penyakit jamur pada cabai merah besar. Beberapa variabel input produksi yang berpengaruh secara negatif adalah penggunaan pupuk K2O, pestisida/fungisida, dan pupuk organik masing-masing dengan koefisien elastisitas -0.1326, -0.0631, dan -0.3204. Artinya penambahan

187 penggunaan input-input produksi tersebut masing-masing sebesar (1 %) maka akan menurunkan produktivitas cabai merah besar masing-masing sebesar (0.1326 %, -0.0631 % dan -0.3204 %). Hasil tersebut tidak sesuai dengan yang dihipotesakan. Fenomena di lapang, petani selain menggunakan jenis pupuk tunggal KCL dan KNO3 juga menggunakan pupuk komposit NPK dan PONSKA. Di samping itu, penanaman cabai merah besar yang dilakukan setelah tanaman padi akan meningkatkan ketersediaan K2O dalam tanah dari jerami padi dan sisasisa pupuk sebelumnya. Untuk penggunaan pupuk organik yang berfungsi memperbaiki struktur dan tekstur tanah berdampak menurunkan produktivitas cabai merah besar. Hal ini disebabkan penggunaan pupuk organik dari berbagai jenis kotoran hewan dalam kondisi belum matang dan tidak terstandarisasi dalam jangka pendek dapat menimbulkan efek beracun bagi tanaman. Penambahan penggunaan pupuk organik yang belum matang dan tidak terstandarisasi berdampak menurunkan produktivitas cabai merah besar. Penggunaan pestisida pada usahatani cabai merah besar menunjukkan bahwa penggunaan jenis input-input produksi ini pada teknologi yang tersedia telah melebihi kebutuhan tanaman. Hal ini terkait dengan tujuan atau orientasi petani dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman yang tidak hanya bersifat pembasmian (kuratif) tetapi lebih bersifat pencegahan (preventif). Artinya petani tetap melakukan penyemprotan pestisida/fungisida baik ada maupun tidak ada serangan hama dan penyakit tanaman. Di samping itu, terdapat kecenderungan petani menggunakan pestisida/fungisida yang keras (bersifat paten) dalam membasmi hama dan penyakit. Sebagian petani dalam praktek usahatani sehari-

188 hari melakukan pengoplosan terhadap berbagai pestisida/fungisida yang digunakan, tindakan ini tanpa memperhatikan kandungan bahan aktif dapat berdampak negatif terhadap produktivitas cabai merah besar.

Tabel 29. Nilai Estimasi Elastisitas Produktivitas terhadap Input dengan Fungsi Produksi Stokastik Translog, pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jenis input Benih/bibit (x1) Pupuk N (x2) Pupuk P2O5 (x3) Pupuk K2O (x54 PPC/ZPT (x5) Pupuk Organik (x6) Kapur (x7) Pestisida/Fungisida (x8) TKDK (x9) TKLK (x10) Dengan

cara

yang

Cabai Merah Besar Cabai Merah Keriting 0.1192 0.5620 0.5391 0.3171 0.1968 0.1054 -0.1326 -0.0956 0.2354 0.2453 -0.0631 0.0717 0.3652 -0.4248 -0.3204 -0.1561 0.1658 0.3040 0.2137 0.7785

sama

dilakukan

analisis

faktor-faktor

yang

mempengaruhi produktivitas cabai merah keriting di Provinsi Jawa Tengah. Hasil estimasi nilai elastisitas masing-masing input produksi terhadap produktivitas dengan fungsi produktivitas translog pendekatan SPF struktur heterokedastisitas pada usahatani cabai merah keriting ditunjukkan pada (Tabel 29).

Beberapa

faktor produksi yang berpengaruh secara positif terhadap produktivitas cabai merah keriting adalah : penggunaan benih, pupuk N, pupuk P2O5, PPC/ZPT, pupuk organik, serta penggunaan TKDK dan TKLK masing-masing dengan nilai elastisitas sebesar (0.5602, 0.3171, 0.1054, 0.2453, 0.0717, serta 0.3040 dan 0.7785). Artinya penambahan penggunaan masing-masing input produksi sebesar (1 %) akan dapat meningkatkan produktivitas sebesar (0.5602 %, 0.3171 %,

189 0.1054 %, 0.2453 %, 0.0717 %, serta 0.3040 % dan 0.7785 %). Hasil analisis ini sesuai dengan yang dihipotesakan.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

input-input produksi tersebut pada usahatani cabai merah keriting pada teknologi yang tersedia di lokasi penelitian masih di bawah kebutuhan tanaman. Artinya peningkatan masing-masing input produksi tersebut ceteris paribus berdampak meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Implikasinya adalah perlunya peningkatan penggunaan benih, pupuk N, pupuk P2O5, PPC/ZPT, pupuk organik serta penggunaan TKDK dan TKLK guna meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Peningkatan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut secara tepat baik dosis, cara, dan waktu pemberiannya dapat meningkatkan produktivitas cabai merah keriting. Sementara itu, input produksi yang berpengaruh secara negatif terhadap produktivitas

cabai

merah

keriting

adalah

pupuk

K2O,

kapur

dan

pestisida/fungisida masing-masing dengan nilai elastisitas sebesar (-0.0956, 0.4248, dan -0.1561). Artinya peningkatan penggunaan pupuk K2O, kapur, dan pestisida sebesar (1 %) akan berdampak pada penurunan produktivitas sebesar (-0.0956 %, -0.4248 %, dan -0.1561 %). Hasil analisis ini tidak sesuai dengan yang dihipotesakan.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan input-input

produksi tersebut untuk usahatani cabai merah keriting pada teknologi yang tersedia sudah melebihi kebutuhan tanaman. Secara empiris petani menggunakan pupuk K2O bersumber dari berbagai jenis pupuk, yaitu : KCL, KNO3, serta PONSKA dan NPK. Untuk penggunaan kapur pada usahatani cabai merah keriting juga menunjukkan indikasi berlebih. Secara empiris petani menggunakan kapur dalam bentuk dolomit dan kalsit.

190 Penggunaannya yang berlebih disebabkan adanya harapan yang berlebihan terhadap manfaat penggunaan kapur. Di samping sebagai unsur pembenah tanah yang berperan memperbaiki pH tanah, juga diyakini dapat menekan serangan penyakit khususnya dari jenis jamur. Sementara itu penggunaan pestisida sudah menunjukkan adanya indikasi berlebih. Berdasarkan kajian kualitatif, di samping adanya fenomena penggunaan pestisida/fungisida yang berlebih juga terjadi penggunaan pestisida/fungisida dengan cara dioplos, sehingga berdampak menurunkan tingkat efektivitas penggunaan dan berdampak menurunkan tingkat produktivitasnya.

6.2. Analisis Tingkat Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Usahatani Cabai Merah

6.2.1. Analisis Efisiensi Teknis Fungsi Produksi Translog Struktur Heterokedastisitas pada Usahatani Cabai Merah Besar Petani menyadari bahwa produksi cabai merah besar yang dihasilkan tergantung pada banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Rata-rata tingkat efisiensi teknis (technical efficiency/TE) pada usahatani cabai merah besar dengan fungsi

produktivitas

translog pendekatan SPF dengan struktur

heterokedastisitas diperoleh rata-rata nilai TE sebesar 0.84 (Tabel 30 dan Lampiran 3). Hasil estimasi TE pada usahatani cabai merah besar dengan fungsi produksi translog menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas yang dicapai adalah sekitar (84 %) dari produktivitas batas (frontier). Hasil kajian menunjukkan bahwa dari seluruh contoh yang diteliti, proporsi petani cabai merah besar yang mendekati frontier (TE >=0.91-1) ada

191 sekitar (5.50 %). Proporsi petani cabai merah besar yang berada pada kelompok TE 0.86-0.90 (29.50 %). Proporsi petani cabai merah besar terbesar berada pada kelompok TE 0.81-0.85 (46.00 %). Sementara itu, kelompok petani cabai merah besar dengan nilai TE di bawah 0.80 relatif kecil hanya sekitar (19.00 %).

Tabel 30. Distribusi Nilai Efisiensi Teknis (TE) menurut Kelompok TE pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009

Kelompok Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 Rata-rata

Kelompok Nilai TE <=0.70 0.71-0.75 0.76-0.80 0.81-0.85 0.86-0.90 >=0.91 0.84

Jumlah Petani 4 8 26 92 59 11 200

Persentase (%) 2.00 4.00 13.00 46.00 29.50 5.50 100.00

Tingkat pencapaian TE usahatani cabai merah besar dengan fungsi produksi translog dengan struktur heterokedastisitas tergolong tinggi. Penguasaan dan adopsi teknologi budidaya pada teknologi yang tersedia oleh petani cabai merah besar sudah berada pada level yang sangat memuaskan. Efisiensi penggunaan input-input produksi masih dapat ditingkatkan untuk mencapai frontier tetapi dalam peningkatan yang relatif terbatas (16%). Terdapat peluang untuk memperbaiki efisiensi teknik pada usahatani individu dengan TE moderat melalui pendidikan petani dan kinerja penyuluhan pertanian. Secara terperinci distribusi nilai TE pada usahatani cabai merah besar dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 8.

192

Gambar 8.

Sebaran Petani Menurut Efisisensi Teknis Cabai Merah Besar

6.2.2. Analisis Efisiensi Teknis dari Pendekatan Produksi Translog Cabai Merah Keriting Rata-rata tingkat TE usahatani cabai merah keriting fungsi produktivitas translog dengan struktur heterokedastisitas yang dicapai petani di lokasi penelitian Provinsi Jawa Tengah adalah tergolong tinggi yaitu sebesar 0.93 (Tabel 31 dan Lampiran 4). Hasil estimasi nilai TE sebesar 0.93 mengandung arti bahwa ratarata tingkat produktivitas yang dicapai petani cabai merah keriting adalah sekitar (93 %) dari produktivitas batas (frontier). Tingkat TE usahatani cabai keriting melalui pendekatan fungsi produktivitas translog pada usahatani cabai merah keriting dalam kondisi heterokedastik

dapat

digolongkan

dalam

kategori

tinggi.

Hasil

kajian

menunjukkan bahwa dari seluruh contoh yang diteliti, sebagian petani cabai merah keriting berada pada kelompok TE > 0.950 (3.10 %). Proporsi petani cabai

193 merah keriting terbesar terkonsentrasi pada kelompok TE 0.926-0.950 (76.04 %). Kemudian proporsi petani cabai merah keriting yang berada pada kelompok TE 0.910-0.925 (12.50 %). Selanjutnya proporsi petani cabai merah keriting pada kelompok TE < 0.90 (8.33 %). Nampak bahwa nilai TE petani cabai merah keriting terkonsentrasi pada kelompok TE tinggi hingga sangat tinggi yang menunjukkan bahwa sebagian petani cabai merah keriting telah menguasai teknologi budidaya dengan baik dan bersifat masal. Efisiensi penggunaan input produksi masih dapat ditingkatkan untuk mencapai frontier tetapi dalam peningkatan yang tidak begitu berarti (kurang dari 7 %).

Secara terperinci

distribusi nilai TE menurut kelompok dapat dilihat pada Tabel 31 dan Gambar 9 berikut.

Tabel 31. Distribusi Nilai Efisiensi Teknis (TE) menurut Kelompok TE pada Usahatani Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Kelompok

Kelompok Nilai TE

Jumlah Petani

Persentase (%)

Kelompok 1

<=0.875

1

1.04

Kelompok 2

0.876-0.900

7

7.29

Kelompok 3

0.910-0.925

12

12.50

Kelompok 4

0.926-0.950

73

76.04

Kelompok 5

>=0.950

3

3.13

0.934

96

100.00

Rata-rata

Dari keseluruhan hasil penelitian pada cabai merah keriting dengan fungsi produktivitas translog struktur heterokedastisitas dapat ditarik beberapa implikasi berikut. Rata-rata tingkat TE yang dicapai pada kondisi teknologi tersedia sudah

194 sangat tinggi. Hal ini menunjukkan peluang peningkatan produktivitas melalui peningkatan efisiensi teknis pada teknologi yang tersedia sudah sangat terbatas, hanya tinggal (7 %). Kebijakan operasional peningkatan produktivitas melalui peningkatan efisiensi teknis harus dilakukan pada kelompok sasaran tertentu melalui sistem penyuluhan secara partisipatif.

Gambar 9. Sebaran Petani Menurut Efisisensi Teknis Cabai Merah Keriting

6.2.3. Analisis Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomi Efisiensi alokatif (AE) adalah kemampuan petani cabai merah untuk menggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga-harga faktor produksi dan teknologi produksi yang tetap (given).

Dapat juga didefinisikan sebagai

kemampuan petani cabai merah untuk memilih tingkat penggunaan input minimum di mana harga-harga faktor produksi dan teknologi tetap.

Secara

195 ringkas dapat dikatakan bahwa AE menjelaskan kemampuan petani cabai merah dalam menghasilkan sejumlah output pada kondisi minimisasi rasio biaya input. Beberapa penulis lebih memilih menggunakan terminologi efisiensi harga untuk menjelaskan efisiensi alokatif tersebut. Secara alokatif dikatakan efisien jika pada tingkat harga-harga masukan dan keluaran tertentu, proporsi penggunaan masukan sudah optimum. Ini terjadi karena penerimaan produk marginal (marginal revenue product) sama dengan biaya marginal (marginal cost) masukan yang digunakan. Prosedur perhitungan efisiensi alokatif dapat dilihat pada Lampiran 7.

6.2.3.1. Efisiensi Alokatif dan Ekonomi Usahatani Cabai Merah Besar Secara teoritis, untuk mempelajari efisiensi dibutuhkan dua informasi penting. Pertama, upaya memaksimumkan output dengan menggunakan input tertentu yakni yang dikenal dengan efisiensi teknis. Kedua, pertimbangan yang dikaitkan dengan harga relatif input-output atau dimensi efisiensi alokatif. Hasil estimasi efisiensi alokatif (AE) usahatani cabai merah besar di lokasi penelitian Provinsi Jawa Tengah pada teknologi yang tersedia dan harga-harga faktor produksi yang berlaku diperoleh nilai rata-rata AE sebesar 0.61. Tingkat AE sebesar itu, tergolong moderat. Distribusi petani menurut kelompok nilai AE pada usahatani cabai merah besar terkonsentrasi pada kelompok AE 0.61-0.70 (49.50 %), kemudian menyusul kelompok AE 0.51-0.60 (39.00 %), menyusul kelompok AE <= 0.50 (6.00 %), dan terakhir pada kelompok AE 0.71-0.80 (5.50 %). Informasi secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 32 dan Gambar 10, serta Lampiran 3.

196 Tabel 32. Distribusi Nilai Efisiensi Alokatif (AE) menurut Kelompok AE pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Deskripsi Kelompok 1 kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Rata-rata Jumlah

Nilai AE <=0.50 0.51-0.60 0.61-0.70 0.71-0.80 0.61

Jumlah Petani

Prosentase (%) 12 78 99 11

6.00 39.00 49.50 5.50

200

100.00

Kondisi ini menunjukkan ruang untuk meningkatkan produktivitas cabai merah besar melalui peningkatan efisiensi alokatif masih cukup terbuka. Dengan asusmsi bahwa petani cabai merah besar resposif terhadap perubahan harga, maka kebijakan harga input dan output, seperti skema kredit lunak, subsidi pupuk, serta stabilisasi harga output dapat meningkatkan alokasi penggunaan input produksi.

Gambar 10. Distribusi Petani Menurut Efisiensi Alokatif Usahatani Cabai Merah Besar

197 Untuk meningkatkan efisiensi alokatif usahatani cabai merah besar dapat dilakukan dengan meningkatkan akses petani terhadap pasar input dan output, serta kebijakan pendukung. Beberapa kebijakan pendukung yang dapat dilakukan adalah : (1) Meningkatkan ketersediaan input produksi khususnya benih dan pupuk melalui perbaikan infrastruktur fisik (jalan dan pasar) di daerah-daerah sentra produksi cabai merah besar; (2) Kebijakan subsidi pemerintah perlu terus dilakukan dan diperluas untuk seluruh jenis pupuk kimia (Urea, ZA, SP-36, NPK, PONSKA, KCL, KNO3) dan pupuk organik; (3) Meningkakan kinerja pasar tenaga kerja di perdesaan; serta (4) Meningkatkan ketersediaan infrastruktur pemasaran di daerah-daerah sentra produksi, seperti pasar induk cabai merah, Sub Terminal Agribisnis (STA), dan revitalisasi pasar tradisional. Gabungan efisiensi teknis (TE) dan efisiensi alokatif (AE) disebut efisiensi ekonomi (EE) atau disebut juga efisiensi total, artinya bahwa produk yang dihasilkan baik secara teknis maupun secara alokatif adalah efisien. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tercapainya salah satu kondisi efisiensi teknis maupun alokatif adalah syarat keharusan tetapi bukan syarat kecukupan yang menjamin tercapainya efisiensi ekonomi.

Secara ringkas dapat dikatakan EE

sebagai kemampuan yang dimiliki oleh petani cabai merah besar dalam berproduksi untuk menghasilkan produksi cabai merah besar yang telah ditentukan sebelumnya (predetermined quantity of output).

Secara ekonomik

efisien bahwa kombinasi input-output akan berada pada fungsi frontir dan jalur pengembangan usaha (expantion path). Jalur pengembangan usaha merupakan garis yang menghubungkan titik kombinasi optimum pada berbagai tingkat output (Sugiarto et al., 2005).

198 Hasil analisis diperoleh besaran nilai efisiensi ekonomi (EE) usahatani cabai merah besar sebesar 0.51. Distribusi petani menurut kelompok nilai EE pada usahatani cabai merah besar terkonsentrasi pada kelompok EE 0.51-0.60 (51.50 %), kemudian menyusul kelompok EE 0.41-0.50 (39.00 %), kelompok EE < 0.40 (5.00 %), dan terakhir kelempok EE > 0.61 (4.50 %). Informasi secara keseluruhan tentang distribusi petani menurut kelompok nilai EE pada usahatani cabai merah besar di lokasi penelitian dapat disimak pada Tabel 33 dan Gambar 11, serta Lampiran 3.

Tabel 33. Distribusi Nilai Efisiensi Ekonomi (EE) menurut Kelompok EE pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Deskripsi Kelompok 1 Kelompok 2 kelompok 3 Kelompok 4 Rata-rata Jumlah

Nilai EE <=0.40 0.41-0.50 0.51-0.60 >=0.61 0.51

Jumlah Petani

Prosentase (%)

10 78 103 9

5.00 39.00 51.50 4.50

200

100.00

Hal analisis tersebut merefleksikan bahwa secara ekonomi petani cabai merah besar di lokasi penelitian Jawa Tengah memiliki tingkat EE pada level yang moderat. Sumbangan terbesar dari inefisiensi ekonomis ini berasal dari inefisiensi alokatif dan sisanya dari inefisiensi teknis.

Peningkatan efisiensi

ekonomi dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi teknis dan aefiaiensi alokatif.

199

Gambar 11. Distribusi Petani Menurut Efisiensi Ekonomi Usahatani Cabai Merah Besar

6.2.3.2. Efisiensi Alokatif dan Ekonomi Usahatani Cabai Merah Keriting Hasil estimasi efisiensi alokatif (AE) usahatani cabai merah keriting di lokasi penelitian Provinsi Jawa Tengah pada teknologi yang tersedia dan hargaharga faktor produksi yang berlaku diperoleh nilai rata-rata AE sebesar 0.61. Besaran nilai AE tersebut tergolong moderat.

Distribusi petani menurut

kelompok nilai AE pada usahatani cabai merah keriting di Jawa Tengah sangat terkonsentrasi pada kelompok TE AE 0.61-0.70 (51.04 %), kemudian menyusul kelompok AE 0.51-0.60 (36.46 %), selanjutnya kelompok AE <=0.50 dan AE >=0.71 masing (6.35 %). Informasi secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 34 dan Gambar 12, serta Lampiran 4.

200 Tabel 34. Distribusi Petani Menurut Kelompok Nilai AE Usahatani Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Deskripsi

Nilai AE

Kelompok 1 kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Rata-rata Jumlah

Jumlah Petani

<=0.50 0.51-0.60 0.61-0.70 0.71-0.80 0.61

Prosentase (%) 6 35 49 6

6.25 36.46 51.04 6.25

96

100.00

Hasil analisis merefleksikan bahwa pada teknlogi dan harga faktor-faktor produksi bersifat tetap, dapat dikatakan masih terdapat ruang untuk meningkatkan produktivitas cabai merah keriting melalui efisieni alokatif.

Dengan asusmsi

bahwa petani cabai merah keriting responsif terhadap perubahan harga, maka kebijakan harga input dan output dapat digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan alokasi penggunaan input produksi secara lebih efisien. Dalam operasionalisasinya dapat dilakukan melalui kebijakan subsidi benih, subsidi pupuk, skim kredit dengan bunga lunak, kebijakan stabilisasi harga cabai

merah

keriting,

meningkatkan

konsolidasi

kelompok

tani,

serta

meningkatkan aksessibilitas petani terhadap pasar input dan output. Kebijakan subsidi input dari pemerintah perlu terus dilakukan dan diperluas untuk seluruh jenis pupuk termasuk untuk pupuk KCL, pupuk komposit, dan pupuk organik. Kebijakan skema kredit lunak yang selama ini masih terkosentrasi pada daerahdaerah sentra produksi padi perlu diperluas ke daerah-daerah sentra produksi cabai merah.

Upaya peningkatan aksessibilitas terhadap pasar output dapat

dilakukan dengan pemantapan pasar induk, STA, dan pasar lelang.

201

Gambar 12. Distribusi Petani Menurut Kelompok Nilai AE Usahatani Cabai Merah Keriting

Perbedaan antara efisiensi teknis dan alokatif memberikan empat alternatif yang dapat digunakan untuk menjelaskan keberhasilan petani cabai merah dalam mencapai tingkat efisiensi tertentu, yaitu : (1) Usahatani cabai merah keriting berada pada inefisiensi teknis dan alokatif, (2) Usahatani cabai merah keriting mencapai efisiensi alokatif tetapi tidak efisien secara teknis, (3) Usahatani cabai merah keriting efisiensi secara teknis tetapi tidak mencapai efisiensi alokatif, dan (4) Usahatani cabai merah keriting telah mencapai efisiensi teknis dan sekaligus efisiensi alokatif. Hasil analisis diperoleh besaran nilai efisiensi ekonomi (EE) sebesar 0.57. Nilai EE yang diperoleh menunjukkan bahwa secara ekonomi petani cabai merah keriting di lokasi penetian Jawa Tengah pada level moderat. Sumbangan inefisiensi ekonomis usahatani cabai merah keriting berasal dari inefisiensi

202 alokatif dan sebagian berasal dari inefisiensi teknis. Hasil analisis menunjukkan bahwa inefisiensi teknis relatif kecil, sedangkan inefisiensi alokatif relatif besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya meningkatkan produktivitas melalui penurunan inefisiensi teknis pada teknologi yang tersedia sudah relatif terbatas. Namun penurunan inefisiensi alokatif masih cukup terbuka.

Tabel 35. Distribusi Petani Menurut Kelompok Nilai EE Usahatani Cabai Merah Keriting di Jawa Tengah, Tahun 2009 Deskripsi

Nilai EE

Jumlah Petani

Prosentase (%)

Kelompok 1

<=0.50

18

18.75

Kelompok 2

0.51-0.60

38

39.58

kelompok 3

0.61-0.70

37

38.54

Kelompok 4

>=0.71

3

3.13

Rata-rata

0.57

Kebijakan untuk meningkatkan efisiensi alokatif usahatani cabai merah keriting dapat dilakukan dengan : (1) Meningkatkan akses petani terhadap pasar input; (2) Meningkatkan akses petani terhadap pasar output; (3) Meningkatkan ketersediaan input produksi utama (benih hibrida, pupuk kimia dan pupuk organik); (4) Melanjutkan kebijakan subsidi pupuk, dengan jangkauan seluruh jenis pupuk termasuk pupuk organik; (5) Kebijakan pengembangan skema kredit untuk sektor pertanian dengan bunga lunak dan mekanisme yang mudah diakses oleh petani; (6) Stabilisasi harga output dengan memperluas tujuan pasar dan pengembangan produk berbahan baku cabai merah; serta (7 Menyediakan dan memperbaiki infrastruktur pedesaan, terutama jalan usahatani, pasar (kios/toko saprodi kelompok tani/Gapoktan, pasar induk komoditas cabai merah, STA, pasar

203 lelang, serta pasar petani). Informasi secara lebih terperinci dapat disimak pada Tabel 35 dan Gambar 13, serta Lampiran 4.

Gambar 13. Distribusi Petani Menurut Efisiensi Alokatif Usahatani Cabai Merah Besar

6.3. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Inefisiensi Teknis Model Fungsi Produksi Frontier dengan Struktur Error Heteroskedastik pada Produksi Cabai Merah

6.3.1. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Inefisiensi Teknis pada Produksi Cabai Merah Besar Berdasarkan hasil analisis ditunjukkan terdapat 3 (tiga) input produksi yang berpengaruh secara nyata (pada selang kepercayaan 90-99 %) terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar di lokasi penelitian, yaitu : benih, PPC/ZPT, dan TKLK (Tabel 36 dan Lampiran 5). Terdapat satu faktor produksi yang berpengaruh meningkatkan inefisiensi teknis, yaitu benih cabai merah besar.

204 Hal ini disebabkan sebagian petani masih menggunakan benih dengan varietas lokal (TIT Randu dan TIT Segitiga) dan kecenderungan petani menanam dengan jarak tanam rapat hingga sedang. Penambahan benih atau jumlah bibit akan meningkatkan persaingan antar tanaman cabai merah besar dalam menyerap unsur hara dan penyinaran matahari, sehingga berdampak meningkatkan inefisiensi teknis. Faktor produksi lain yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah besar adalah : pupuk N, pupuk P2O5, kapur, pestisida/fungisida dan TKDK. Penggunaan pupuk N yang bersumber utama dari Urea dan ZA serta pupuk P2O5 yang bersumber utama dari SP-36 dan TSP dilakukan secara tidak tepat (baik dosis, waktu, dan cara pemberiannya). Meskipun demikian, karena bentuk fungsi adalah fungsi translog maka perlu dilakukan penghitungan terhadap nilai elastisitasnya. Variabel pestisida/fungisida berpengaruh meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar.

Hal ini disebabkan penggunaannya yang tidak

sesuai dosis dan terjadinya pengoplosan antar pestisida/fungisida, sehingga berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) berpengaruh meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Hal ini lebih disebabkan oleh rendahnya keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial TKDK dalam usahatani cabai merah besar. Secara empiris dalam usahatani cabai merah besar melibatkan tenaga kerja anak yang belum terampil.

205 Terdapat 2 (dua) faktor produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah besar, yaitu : PPC/ZPT dan TKLK. Artinya peningkatan PPC/ZPT dan TKLK akan berpengaruh terhadap penurunan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Tanda dari hasil estimasi ini sesuai dengan yang diharapkan. Penambahan PPC/ZPT yang berfungsi sebagai penyedia unsur hara mikro dan berperan merangsang pertumbuhan, pembungaan dan pembuahaan tanaman cabai merah besar jelas akan dapat menurunkan inefisiensi teknis. Di samping itu, penambahan PPC/ZPT yang mengandung berbagai unsur hara mikro juga dapat menghindari degradasi sumberdaya lahan. Penambahan TKLK berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Pada satu sisi, TKLK yang merupakan tenaga kerja upahan secara umum memiliki keterampilan teknis lebih baik dibandingkan TKDK dalam berbagai kegiatan usahatani cabai merah besar. Pada sisi lain usahatani cabai merah besar memerlukan keterampilan teknis yang tinggi, sehingga penambahan TKLK berpengaruh menurunkan inefisiensi teknis. Secara keseluruhan terdapat 18 variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah besar, yaitu: interaksi antara benih dengan benih, interaksi pupuk N dengan pupuk N, pupuk P2O5 dengan P2O5, pupuk K2O dengan K2O, benih dengan pupuk N, benih dengan pupuk K2O, benih dengan pupuk organik, benih dengan TKLK, pupuk N dengan K2O, pupuk N dengan kapur, pupuk N dengan pestisida/fungisida, pupuk P2O5 dengan pupuk organik, pupuk P2O5 dengan pestisida/fungisida, pupuk P2O5

206 dengan TKDK, pupuk P2O5 dengan TKLK, pupuk K2O dengan pupuk organik, pupuk K2O dengan TKLK, serta TKDK dengan TKLK.

Tabel 36. Hasil Estimasi Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter Fungsi Produksi Intersep Lnx1 Benih Lnx2 Pupuk N Lnx3 Pupuk P2O5 Lnx4 Pupuk K2O Lnx5 PPC/ZPT Lnx6 Pupuk organik Lnx7 Kapur Lnx8 Pestisida/fungisida Lnx9 Tenaga kerja Dalam Keluarga Ln10 Tenaga Kerja Luar Keluarga Lnx1Lnx1 Interaksi antara benih dengan benih Lnx2Lnx2 Interaksi pupuk N dengan pupuk N Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dengan P2O5 Lnx4Lnx4 Interaksi pupuk K2O dengan K2O Lnx5Lnx5 Interaksi PPC/ZPT dengan PPC/ZPT Lnx6Lnx6 Interaksi pupuk organik dg ppk organik Lnx7Lnx7 Interaksi kapur dengan kapur Lnx8Lnx8 Interaksi pestisida dengan pestisida Lnx9Lnx9 Interaksi TKDK dengan TKDK Lnx10Lnx10 Interaksi TKLK dengan TKLK Lnx1Lnx2 Interaksi benih dengan N Lnx1Lnx3 Interaksi benih dengan P2O5 Lnx1Lnx4 Interaksi benih dengan K2O Lnx1Lnx5 Interaksi benih dengan PPC/ZPT Lnx1Lnx6 Interaksi benih dengan pupuk organik Lnx1Lnx7 Interaksi benih dengan kapur Lnx1Lnx8 Interaksi benih dengan pestisida Lnx1Lnx9 Interaksi benih dengan TKDK Lnx1Lnx10 Interaksi benih dengan TKLK Lnx2Lnx3 Interaksi pupuk N dengan P2O5 Lnx2Ln4 Interaksi pupuk N dengan K2O Lnx2Lnx5 Interaksi pupuk N dengan PPC/ZPT Lnx2Lnx6 Interaksi pupuk N dg pupuk organik Lnx2Lnx7 Interaksi pupuk N dengan kapur Lnx2Lnx8 Interaksi pupuk N dengan pestisida/fungisida Lnx2Lnx9 Interaksi pupuk N dengan TKDK Lnx2Lnx10 Interaksi pupuk N dengan TKLK Lnx3Lnx4 Interaksi pupuk P2O5 dengan K2O Lnx3Lnx5 Interaksi pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dg pupuk organik Lnx3Lnx7 Interaksi pupuk P2O5 dengan kapur Lnx3Lnx8 Interaksi pupuk P2O5 dengan pestisida/fungisida Lnx3Lnx9 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKDK Ln3Lnx10 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK Lnx4Lnx5 Interaksi pupuk K2O dengan PPC/ZPT Lnx4Lnx6 Interaksi pupuk K2O dg pupuk organik Lnx4Lnx7 Interaksi pupuk K2O dengan kapur Lnx4Lnx8 Interaksi pupuk K2O dengan pestisida

Koefisien

Standar Error

T value

P>|t|

-2.0983 0.6353 1.2862 0.1585 -0.4812 -0.0044 -0.8890 0.3871 0.6466 0.2162 -0.0356 -0.0656 -0.2460 0.0593 -0.0523 0.0083 -0.0142 -0.0073 -0.0636 -0.0088 0.0019 0.1169 0.0191 -0.0862 0.0761 -0.0675 -0.0309 -0.0378 -0.0182 0.1168 0.0344 0.2196 -0.0510 0.1093 -0.1751 0.1946

5.9456 0.3902 0.9295 0.7356 0.6293 0.0027 0.7377 0.7852 0.7190 0.4165 0.0106 0.0138 0.0735 0.0278 0.0302 0.0624 0.0106 0.0472 0.0543 0.0057 0.0640 0.0380 0.0240 0.0243 0.0487 0.0380 0.0377 0.0340 0.0205 0.0487 0.0580 0.0655 0.0928 0.0756 0.0802 0.0734

-0.35 1.63 1.38 0.22 -0.76 -1.65 -1.21 0.49 0.90 0.52 -3.37 -4.75 -3.35 2.13 -1.73 0.13 -1.34 -0.15 -1.17 -1.56 0.03 3.08 0.79 -3.55 1.56 -1.77 -0.82 -1.11 -0.89 2.40 0.59 3.35 -0.55 1.45 -2.18 2.65

0.7244 0.1045*** 0.1674 0.8296 0.4451 0.1011*** 0.2290 0.6223 0.3692 0.6040 0.0009* <.0001* 0.0009* 0.0337** 0.0843*** 0.8939 0.1803 0.8777 0.2421 0.1209 0.9759 0.0022* 0.4279 0.0004* 0.1193 0.0770*** 0.4132 0.2664 0.3759 0.0170** 0.5532 0.0009* 0.5831 0.1493 0.0297** 0.0084*

0.0349 -0.1912 -0.0467 0.0815 0.1355 -0.0403 -0.1177

0.0413 0.1176 0.0358 0.0718 0.0492 0.0515 0.0475

0.84 -1.63 -1.31 1.13 2.76 -0.78 -2.48

0.3990 0.1050 0.1927 0.2574 0.0062* 0.4344 0.0136**

-0.0945 -0.1790 0.0700 -0.0950 0.0263 -0.0391

0.0325 0.0821 0.0782 0.0556 0.0527 0.0438

-2.91 -2.18 0.90 -1.71 0.50 -0.89

0.0039* 0.0300** 0.3711 0.0883*** 0.6181 0.3719

207 Tabel 36. Lanjutan Parameter Fungsi Produksi Lnx4Lnx9 Interaksi pupuk K2O dengan TKDK Lnx4Lnx10 Interaksi pupuk K2O dengan TKLK Lnx5Lnx6 Interaksi PPC/ZPT dg pupuk organik Lnx5Lnx7 Interaksi PPC/ZPT dengan kapur Lnx5Lnx8 Interaksi PPC/ZPT dengan pestisida Lnx5Lnx9 Interaksi PPC/ZPT dengan TKDK Lnx5Lnx10 Interaksi PPC/ZPT dengan TKLK Lnx6Lnx7 Interaksi pupuk organik dengan kapur Lnx6Lnx8 Interaksi pupuk organik dg pestisida Lnx6Lnx9 Interaksi pupuk organik dengan TKDK Lnx6Lnx10 Interaksi pupuk organik dengan TKLK Lnx7Lnx8 Interaksi kapur dengan pestisida Lnx7Lnx9 Interaksi kapur dengan TKDK Lnx7Lnx10 Interaksi kapur dengan TKLK Lnx8Lnx9 Interaksi pestisida dengan TKDK Lnx8Lnx10 Interaksi pestisida dengan TKLK Lnx9Lnx10 Interaksi TKDK dengan TKLK Root MSE 0.29686 R-Square 0.54165 Dependent Mean 0.00000 Adj R-Sq 0.45245 Coeff Var 1.97903E12 *) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05 **) : nyata pada   0.10

Koefisien 0.0456 0.1721 -0.0372 -0.0412 -0.0773 0.0555 0.0254 0.0429 0.0022 0.0226 0.0602 -0.0175 0.0299 0.0844 0.0338 0.0160 -0.1035

Standar Error 0.0319 0.0731 0.0732 0.0734 0.1028 0.0586 0.0760 0.0636 0.0600 0.0400 0.0916 0.0755 0.0368 0.0707 0.0384 0.0785 0.0508

T value 1.43 2.35 -0.51 -0.56 -0.75 0.95 0.33 0.67 0.04 0.57 0.66 -0.23 0.81 1.20 0.88 0.20 -2.04

P>|t| 0.1532 0.0192** 0.6117 0.5747 0.4526 0.3442 0.7384 0.5002 0.9713 0.5717 0.5113 0.8166 0.4175 0.2329 0.3794 0.8387 0.0426**

Terdapat 7 (tujuh) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah keriting, yaitu: interaksi pupuk P2O5 dengan pupuk P2O5, benih dengan pupuk N, benih dengan TKLK, pupuk N dengan K2O, pupuk N dengan pestisida/fungisida, serta pupuk K2O dengan TKLK. Artinya peningkatan variabel-variabel interaksi tersebut akan meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dan P2O5 yang bersumber dari beberapa jenis pupuk, seperti pupuk TSP, SP-36, SP-27, SP-18, serta PONSKA dan NPK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Hal ini disebabkan penggunaan pupuk P2O5 tidak dilakukan secara tepat (dosis, waktu, dan cara pemberiannya). Sehingga interaksi

208 antara pupuk P2O5 dengan P2O5 yang bersumber dari berbagai jenis pupuk secara simultan berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara

benih dengan TKLK berpengaruh secara

positif dan nyta terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Sebagian petani cabai merah besar masih menggunakan benih unggul lokal (TIT Randu, TIT Segitiga, TIT Super) menyebabkan pencapaian produktivitas tidak maksimal dan kecenderungan petani menggunakan jarak tanam rapat menyebabkan persaingan antar tanaman dalam menyerap unsur hara dan dalam penyinaran matahari.

Penggunaan TKLK yang meskipun secara umum memiliki

keterampilan teknis lebih baik dibandingkan TKDK, namun ditemukan adanya perilaku moral hazard dari tenaga kerja upahan dalam melakukan berbagai kegiatan usahatani cabai merah besar. Sehingga interaksi antara benih yang sebagian besar masih merupakan benih lokal dengan TKLK dalam kegiatan tanam yang kurang cermat secara simultan berdampak meningkatkan inefisiensi teknis cabai merah besar. Interaksi antara benih dengan pupuk N berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Masih adanya sebagian petani cabai merah besar yang menggunakan benih unggul lokal (varietas TIT Randu dan TIT Segitiga) menyebabkan pencapaian produktivitas tidak maksimal dan kecenderungan petani menggunakan jarak tanam rapat menyebabkan persaingan antar tanaman dalam menyerap unsur hara dan dalam penyinaran matahari. Sementara itu, penggunaan pupuk N yang bersumber dari Urea, ZA, PONSKA dan NPK dalam dosis yang tidak tepat dapat menciptakan

209 amoniak yang beracun.

Interaksi antara kedua masukan tersebut ternyata

berdampak meningkatkan inefisiensi teknis cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk N dan K2O berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan inefisiensi teknis cabai merah besar. Pupuk N yang bersumber dari Urea, ZA, serta PONSKA dan NPK dan pupuk K2O yang bersumber dari KCL, KNO3, serta PONSKA dan NPK penggunaannya yang tidak tepat dosis dan caranya dapat menimbulkan amoniak yang beracun. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi

interaksi

antara

pupuk

N

dengan

pestisida/fungisida

berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Pada satu sisi, penggunaan pupuk N yang bersumber dari Urea, ZA, serta PONSKA dan NPK yang tidak tepat dosis dan cara pemberiannya dapat menimbulkan amoniak yang beracun.

Pada sisi lain, secara empiris bahwa

sebagian

pengoplosan

besar

petani

melakukan

antar

berbagai

jenis

pestisida/fungisida sehingga kurang efektif serta dapat menimbulkan resistensi dan surgerensi terhadap OPT tertentu.

Kombinasi interaksi antar keduanya

berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara K2O dan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah besar. Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penggunaan pupuk K2O yang bersumber dari berbagai jenis pupuk, seperti KCL, KNO3, PONSKA dan NPK secara tidak tepat dosis dan cara pemberiannya dapat meningkatkan inefisiensi teknis.

Sementara itu, adanya

210 perilaku moral hazard dari TKLK dalam berbagai kegiatan usahatani cabai merah besar juga dapat meningkatkan inefisiensi teknis. Sehingga interaksi antara pupuk K2O dengan TKLK ternyata memberikan dampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata secara terperinci dapat dilihat pada pada Tabel 36 dan Lampiran 5. Variabel-variabel interaksi antar faktor produksi tersebut kurang penting dalam mempengaruhi risiko produktivitas cabai merah keriting. Terdapat 11 variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar, yaitu : interaksi antara benih dengan benih, interaksi pupuk N dengan pupuk N, pupuk K2O dengan K2O, benih dengan pupuk K2O, benih dengan pupuk organik, pupuk N dengan kapur, pupuk P2O5 dengan pupuk organik, pupuk P2O5 dengan pestisida/fungisida, pupuk P2O5 dengan TKDK, pupuk P2O5 dengan TKLK, pupuk K2O dengan pupuk organik, serta TKDK dengan TKLK. Interaksi antara benih dengan benih berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar.

Meskipun masih

dijumpai sebagian petani yang menggunakan benih unggul lokal, namun pergeseran penggunaan benih cabai hibrida semakin dominan.

Semakin

dominannya penggunaan benih hibrida dikalangan petani cabai merah besar secara nyata menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk N dan pupuk N berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Secara

211 empiris di lapang penggunaan pupuk N dapat berasal dari Urea, ZA, PONSKA, dan NPK. Artinya penambahan penggunaan pupuk N dan interaksi antar pupuk N dari berbagai sumber berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk K2O dengan pupuk K2O berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah besar. Peningkatan penggunaan pupuk K2O akan meningkatkan produktivitas cabai merah besar. Sehingga interaksi antara pupuk K2O yang bersumber dari berbagai jenis pupuk (KCL, KNO3, PONSKA, dan NPK) berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Interaksi antara benih dengan pupuk K2O berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Adanya pergeseran penggunaan benih unggul lokal ke benih hibrida akan menurunkan inefisiensi teknis. Penambahan penggunaan pupuk K2O yang berfungsi sebagai pupuk dasar maupun susulan akan berpengaruh positif terhadap peningkatan efisiensi teknis atau penurunan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar.

Penambahan

penggunaan benih dan pupuk K2O secara simultan berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Interaksi antara benih dengan pupuk organik berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Adanya pergeseran penggunaan benih unggul lokal ke benih hibrida akan menurunkan inefisiensi teknis. Penambahan penggunaan pupuk organik yang berperan sebagai pupuk dasar dan media tumbuh yang dapat memperbaiki perakaran tanaman saat

212 awal tanam akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, dan pada akhirnya berdampak meningkatkan efisiensi teknis atau menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah besar. Penambahan penggunaan benih dan pupuk K2O serta interaksi antar ke duanya berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk N dengan kapur berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Pada satu sisi, penambahan penggunaan pupuk N akan memacu pertumbuhan tanaman sehingga berpeluang meningkatkan efisiensi teknis atau menurunkan inefisiensi teknis. Pada sisi lain, penambahan kapur yang berperan sebagai unsur pembenah tanah guna meningkatkan pH tanah, sehingga meningkatkan efektivitas penyerapan unsur hara.

Sehingga interaksi antar keduanya berdampak

menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dengan pupuk organik berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar.

Pada satu sisi, penambahan penggunaan pupuk P2O5 yang

berperanan baik untuk pertumbuhan vegatif

maupun generatif. Pada sisi lain,

penambahan pupuk organik yang berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga meningkatkan efektivitas penyerapan unsur hara. Di samping itu, pupuk organik juga berperan sebagai penyedia unsur hara makro dan mikro, meskipun dalam jumlah terbatas. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar.

213 Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dengan pestisida/fungisida berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Penambahan penggunaan pupuk P2O5 yang berperanan baik untuk pertumbuhan

vegetatif

maupun

generatif.

Pada

sisi

lain,

penambahan

pestisida/fungisida berperan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman sehingga dapat menjaga stabilitas produktivitas cabai merah besar. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi penggunaan pupuk P2O5 dengan TKDK berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Penambahan penggunaan pupuk P2O5 akan meningkatkan performa tanaman. Penambahan TKDK dalam batas-batas tertentu dapat mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja untuk kegiatan pemupukan. Sehingga interaksi antara keduanya akan bedampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Interaksi antara penggunaan pupuk P2O5 dengan TKLK berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Penambahan penggunaan pupuk P2O5 yang berfungsi baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif akan meningkatkan performa tanaman. Penambahan TKLK yang umumnya memiliki keterampilan teknis lebih baik, akan meningkatkan kinerja kegiatan pemupukan. Sehingga interaksi antara keduanya akan berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar.

214 Kombinasi interaksi antara pupuk K2O dengan pupuk organik berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Pada satu sisi, penambahan penggunaan pupuk K2O yang berperanan baik untuk pertumbuhan vegatif

maupun generatif akan meningkatkan efisiensi teknis dan

menurunkan inefisiensi teknis. Pada sisi lain, penambahan pupuk organik yang berperan dalam memperbaiki struktur dan tekstur tanah, sehingga meningkatkan efektivitas penyerapan unsur hara.

Selain itu, pupuk organik juga berperan

sebagai penyedia unsur hara makro dan mikro, meskipun dalam jumlah terbatas. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Kombinasi

interaksi

antara

penggunaan

TKDK

dengan

TKLK

berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Secara empiris terjadi fenomena kelangkaan tenaga kerja di daerah sentra produksi cabai merah besar untuk berbagai kegiatan usahatani cabai merah besar.

Untuk mengatasi masalah tersebut petani di samping menggunakan

TKDK, juga menggunakan TKLK dengan sistem upah.

Di beberapa lokasi

ditemukan adanya sistem arisan tenaga kerja untuk kegiatan tanam, karena kegiatan ini harus selesai pada hari dan kondisi tertentu (cuaca tidak terlalu panas). Sehingga interaksi antara TKDK dan TKLK secara bersamaan berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis cabai merah besar dengan menggunakan fungsi produksi translog dapat diformulasikan sebagai berikut:

215 ln yi  ln - 2.098  0.635 ln x1  1.286 ln x2  0.159 ln x3  0.481 ln x4  0.358 ln x5  0.004 ln x6  0.387 ln x7  0.647 ln x8  0.216 ln x9  0.036 ln x10  0.066 ln x1 ln x1  0.246 ln x2 ln x2  0.059 ln x3 ln x3  0.052 ln x4 ln x4  0.008 ln x5 ln x5  0.014 ln x6 ln x6  0.007 ln x7 ln x7  0.064 ln x8 ln x8  0.009 ln x9 ln x9  0.002 ln x10 ln x10  0.117 ln x1 ln x2  0.019 ln x1 ln x3  0.086 ln x1 ln x4  0.076 ln x1 ln x5  0.068 ln x1 ln x6  0.031 ln x1 ln x7  0.038 ln x1 ln x8  0.018 ln x1 ln x9  0.117 ln x1 ln x10  0.034 ln x2 ln x3  0.220 ln x2 ln x4  0.051 ln x2 ln x5  0.109 ln x2 ln x6  0.175 ln x2 ln x7  0.195 ln x2 ln x8  0.035 ln x2 ln x9  0.035 ln x2 ln x10  0.047 ln x3 ln x4  0.082 ln x3 ln x5  0.136 ln x3 ln x6  0.040 ln x3 ln x7  0.118 ln x3 ln x8  0.095 ln x3 ln x9  0.179 ln x3 ln x10  0.070 ln x4 ln x5  0.095 ln x4 ln x6  0.026 ln x4 ln x7  0.039 ln x4 ln x8  0.046 ln x4 ln x9  0.172 ln x4 ln x10  0.037 ln x5 ln x6  0.041 ln x5 ln x7  0.077 ln x5 ln x8  0.056 ln x5 ln x9  0.025 ln x5 ln x10  0.043 ln x6 ln x7  0.002 ln x6 ln x8  0.023 ln x6 ln x9  0.060 ln x6 ln x10  0.018 ln x7 ln x8  0.030 ln x7 ln x9  0.084 ln x7 ln x10  0.034 ln x8 ln x9  0.016 ln x8 ln x10  0.104 ln x9 ln x10

6.3.2. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Inefisiensi Teknis pada Produksi Cabai Merah Keriting

Hasil estimasi tentang faktor-faktor produksi yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting dapat dilihat pada (Tabel 37 dan Lampiran 6). Terdapat 4 (empat) faktor produksi yang berpengaruh secara nyata (pada selang kepercayaan 90-99 %) terhadap tingkat inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting di lokasi penelitian, yaitu : benih, pupuk N, pupuk P2O5, dan TKDK. Terdapat 1 (satu) faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting, yaitu benih. Hal ini terutama disebabkan oleh masih adanya petani yang menggunakan benih varietas lokal atau hibrida turunan dan kecenderungan petani cabai merah keriting menanam dengan jarak tanam rapat. Peningkatan penggunaan benih atau jumlah bibit akan meningkatkan persaingan antar tanaman cabai merah keriting dalam

216 menyerap unsur hara dan terhadap penyinaran matahari, sehingga berdampak meningkatkan inefisiensi teknis. Faktor produksi lain yang berpengaruh secara positif terhadap inefisiensi teknis, tetapi tidak nyata antara lain adalah pupuk K2O. Penggunaan pupuk K2O yang bersumber dari berbagai jenis pupuk (KCL, KNO3, NPK dan PONSKA) menunjukkan indikasi berlebih dari kebutuhan tanaman. Namun karena fungsi produktivitas yang digunakan adalah dalam bentuk fungsi produksi translog, maka perlu dihitung nilai elastisitasnya. Faktor produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata (pada selang kepercayaan 90-99 %) terhadap inefisiensi teknis adalah : penggunaan pupuk N, pupuk P2O5, dan TKDK. Artinya penambahan masing-masing input produksi tersebut (pupuk N, pupuk P2O5, pestisida dan TKDK) ceteris paribus, maka akan menurunkan

tingkat

inefisiensi

teknis

usahatani

cabai

merah

keriting.

Penambahan penggunaan pupuk N dan P2O5 akan menurunkan tingkat inefisiensi teknis. Tanda koefisien parameter yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ke dua jenis pupuk tersebut pada teknologi yang ada masih di bawah dari dosis yang dibutuhkan tanaman cabai merah keriting.

Penambahan penggunaan TKDK yang dibarengi dengan

peningkatan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial dapat menurunkan tingkat inefisiensi teknis.

Tanda koefisien parameter yang diperoleh sesuai

dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani cabai merah merah keriting bersifat intensif tenaga kerja.

217 Tabel 37. Hasil Estimasi Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter Fungsi Produksi Intersep Lnx1 Benih Lnx2 Pupuk N Lnx3 Pupuk P2O5 Lnx4 Pupuk K2O Lnx5 PPC/ZPT Lnx6 Pupuk organik Lnx7 Kapur Lnx8 Pestisida/fungisida Lnx9 Tenaga kerja Dalam Keluarga Ln10 Tenaga Kerja Luar Keluarga Lnx1Lnx1 Interaksi antara benih dengan benih Lnx2Lnx2 Interaksi pupuk N dengan pupuk N Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dengan P2O5 Lnx4Lnx4 Interaksi pupuk K2O dengan K2O Lnx5Lnx5 Interaksi PPC/ZPT dengan PPC/ZPT Lnx6Lnx6 Interaksi pupuk organik dg ppk organik Lnx7Lnx7 Interaksi kapur dengan kapur Lnx8Lnx8 Interaksi pestisida dengan pestisida Lnx9Lnx9 Interaksi TKDK dengan TKDK Lnx10Lnx10 Interaksi TKLK dengan TKLK Lnx1Lnx2 Interaksi benih dengan N Lnx1Lnx3 Interaksi benih dengan P2O5 Lnx1Lnx4 Interaksi benih dengan K2O Lnx1Lnx5 Interaksi benih dengan PPC/ZPT Lnx1Lnx6 Interaksi benih dengan pupuk organik Lnx1Lnx7 Interaksi benih dengan kapur Lnx1Lnx8 Interaksi benih dengan pestisida Lnx1Lnx9 Interaksi benih dengan TKDK Lnx1Lnx10 Interaksi benih dengan TKLK Lnx2Lnx3 Interaksi pupuk N dengan P2O5 Lnx2Ln4 Interaksi pupuk N dengan K2O Lnx2Lnx5 Interaksi pupuk N dengan PPC/ZPT Lnx2Lnx6 Interaksi pupuk N dg pupuk organik Lnx2Lnx7 Interaksi pupuk N dengan kapur Lnx2Lnx8 Interaksi pupuk N dengan pestisida Lnx2Lnx9 Interaksi pupuk N dengan TKDK Lnx2Lnx10 Interaksi pupuk N dengan TKLK Lnx3Lnx4 Interaksi pupuk P2O5 dengan K2O Lnx3Lnx5 Interaksi pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dg pupuk organik Lnx3Lnx7 Interaksi pupuk P2O5 dengan kapur Lnx3Lnx8 Interaksi pupuk P2O5 dengan pestisida Lnx3Lnx9 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKDK Ln3Lnx10 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK Lnx4Lnx5 Interaksi pupuk K2O dengan PPC/ZPT Lnx4Lnx6 Interaksi pupuk K2O dg pupuk organik Lnx4Lnx7 Interaksi pupuk K2O dengan kapur Lnx4Lnx8 Interaksi pupuk K2O dengan pestisida Lnx4Lnx9 Interaksi pupuk K2O dengan TKDK Lnx4Lnx10 Interaksi pupuk K2O dengan TKLK Lnx5Lnx6 Interaksi PPC/ZPT dg pupuk organik Lnx5Lnx7 Interaksi PPC/ZPT dengan kapur Lnx5Lnx8 Interaksi PPC/ZPT dengan pestisida Lnx5Lnx9 Interaksi PPC/ZPT dengan TKDK Lnx5Lnx10 Interaksi PPC/ZPT dengan TKLK Lnx6Lnx7 Interaksi pupuk organik dengan kapur Lnx6Lnx8 Interaksi pupuk organik dg pestisida Lnx6Lnx9 Interaksi pupuk organik dengan TKDK

Koefisien 32.8068 3.0244 -0.9154 -0.0211 0.5276 -5.3639 -2.1952 -2.6273 -1.2901 -0.1050 -1.1075 -0.0993 0.1721 0.1211 0.0509 -0.3013 -0.0077 0.0704 -0.0631 0.0638 0.2180 0.0499 0.0587 -0.1563 0.2801 0.0326 -0.0040 -0.0918 -0.2853 -0.0280 0.3024 -0.1054 -0.1969 -0.0921 -0.0534 -0.0423 0.2963 -0.2920 -0.1196 -0.3407 0.1148 0.0401 0.1554 -0.0077 -0.2526 0.3123 -0.1546 0.0654 -0.0853 0.0247 0.2176 0.0830 0.0245 0.3604 0.2768 0.4984 0.2688 -0.0696 0.0933

Standar Error 25.7800 1.6421 0.5174 0.0095 1.7800 3.7767 1.5383 3.8262 1.9802 0.0183 3.3227 0.1664 0.0833 0.0637 0.1154 0.1916 0.0101 0.1038 0.1674 0.0815 0.1681 0.1467 0.1609 0.1580 0.3486 0.2204 0.2606 0.2163 0.2343 0.0260 0.0809 0.0920 0.1874 0.1335 0.2001 0.1303 0.1479 0.1478 0.0867 0.1673 0.1178 0.1078 0.1454 0.1378 0.0966 0.2083 0.1412 0.1440 0.1349 0.1279 0.1239 0.1456 0.2858 0.2458 0.2488 0.2519 0.1594 0.1549 0.1552

T value 1.27 1.82 -1.84 -2.22 0.30 -1.42 -1.43 -0.69 -0.65 -5.74 -0.33 -0.60 2.07 1.90 0.44 -1.57 -0.77 0.68 -0.38 0.78 1.30 0.34 0.36 -0.99 0.80 0.15 -0.02 -0.42 -1.22 -1.07 3.74 -1.15 -1.05 -0.69 -0.27 -0.32 2.00 -1.98 -1.38 -2.04 0.97 0.37 1.07 -0.06 -2.61 1.50 -1.10 0.45 -0.63 0.19 1.76 0.57 0.09 1.47 1.11 1.98 1.69 -0.45 0.60

P>|t| 0.2136 0.0262** 0.0982*** 0.0294** 0.7691 0.1666 0.1646 0.4979 0.5200 <.0001* 0.7414 0.5555 0.0482** 0.0679** 0.6625 0.1271 0.4489 0.5029 0.7090 0.4399 0.2052 0.7363 0.7181 0.3311 0.4285 0.8835 0.9878 0.6747 0.2336 0.2924 0.0008* 0.2616 0.3023 0.4961 0.7915 0.7477 0.0549** 0.0582** 0.1788 0.0513** 0.3381 0.7124 0.2942 0.9557 0.0142** 0.1451 0.2828 0.6530 0.5322 0.8481 0.0901*** 0.5733 0.9322 0.1537 0.2753 0.0578*** 0.1029*** 0.6567 0.5524

218 Tabel 37. Lanjutan Parameter Fungsi Produksi Lnx6Lnx10 Interaksi pupuk organik dengan TKLK Lnx7Lnx8 Interaksi kapur dengan pestisida Lnx7Lnx9 Interaksi kapur dengan TKDK Lnx7Lnx10 Interaksi kapur dengan TKLK Lnx8Lnx9 Interaksi pestisida dengan TKDK Lnx8Lnx10 Interaksi pestisida dengan TKLK Lnx9Lnx10 Interaksi TKDK dengan TKLK Root MSE 0.18751 R-Square 0.81709 Dependent Mean 0.28905 Adj R-Sq 0.37942 Coeff Var 64.87062 *) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05 ***) : nyata pada   0.10

Koefisien 0.0755 0.0764 -0.1454 -0.1080 0.1605 0.0718 0.0830

Standar Error 0.1355 0.1463 0.2272 0.2830 0.1538 0.1587 0.2280

T value 0.56 0.52 -0.64 -0.38 1.04 0.45 0.36

P>|t| 0.5820 0.6057 0.5274 0.7058 0.3057 0.6544 0.7185

Demikian juga halnya dalam penambahan penggunaan TKDK akan menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting.

Hal ini

mengandung arti bahwa penambahan penggunaan TKDK yang disertai peningkatan keterampilan teknis dan kapabilitas manejerialnya akan menurunkan inefisiensi teknis. Di samping itu, penambahan TKDK dan mengurangi TKLK juga dapat menghindari moral hasard yang sering terjadi pada tenaga kerja upahan. Secara empiris, kekurangan tenaga kerja pada usahatani cabai merah keriting seperti yang dijumpai di Kabupaten Klaten dan Boyolali di atasi dengan sistem arisan tenaga kerja orang dewasa. Faktor produksi lain yang berpengaruh secara negatif, namun tidak nyata adalah : penggunaan PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, pestisida/fungsida, dan TKLK.

Artinya penambahan penggunaan input-input produksi tersebut akan

berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Penggunaan PPC/ZPT pada usahatani cabai merah keriting yang berfungsi untuk penyediaan unsur hara mikro serta merangsang pembungaan dan pembuahan nampaknya masih kurang dari dosis yang diperlukan tanaman.

219 Penambahan penggunan PPC/ZPT masih dapat ditingkatkan untuk menurunkan inefisiensi

teknis

cabai

merah

keriting

dan

menghindari

degradasi

sumberdayalahan. Penggunaan pupuk organik dan kapur pada usahatani cabai merah keriting yang berfungsi untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah, unsur pembenah tanah, serta dalam menambah penyediaan unsur hara makro dan mikro nampaknya masih kurang dari dosis yang diperlukan tanaman.

Penambahan

penggunaan pupuk organik dan kapur masih dapat ditingkatkan untuk menurunkan inefisiensi teknis cabai merah keriting.

Efektivitas penggunaan

pupuk organik dapat ditingkatkan melalui pengembangan teknologi pengolahan pupuk kandang menjadi pupuk organik yang terstandarisasi, melalui proses dekomposisi dengan EM4 atau MOL (Micro Organism Local). Penambahan

penggunaan

pestisida/fungisida

berdampak

menekan

serangan hama dan penyakit tanaman sehingga akan menurunkan inefisiensi teknis. Hasil estimasi ini sesuai dengan yang dihipotesakan.

Dalam hal

penggunaan pestisida/fungisida, yang perlu mendapatkan perhatian bukan saja masalah ketepatan dosis, tetapi juga bagaimana cara penggunaannya sesuai dengan anjuran. Penambahan TKLK yang secara umum memiliki keterampilan teknis yang lebih baik dibandingkan TKDK berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani cabai merah keriting bersifat intensif tenaga kerja dan memerlukan tingkat keterampilan tertentu dalam teknik budidaya.

Untuk tenaga kerja luar keluarga, terdapat

220 indikasi kelangkaan/kesulitan TKLK di daerah sentra produksi cabai merah keriting baik di lahan sawah dataran rendah maupun lahan kering dataran tinggi yang direfleksikan dengan tingginya tingkat upah (Rp. 30.000-35.000/HOK). Petani mengatasi masalah ini dengan melakukan substitusi TKLK dengan TKDK dan melalui arisan tenaga kerja terutama untuk kegiatan pengolahan lahan dan tanam. Substitusi TKLK dengan TKDK untuk kasus usahatani cabai merah keriting dapat dilakukan, melalui peningkatan keterampilan teknis TKDK dalam budidaya cabai merah keriting. Secara keseluruhan terdapat 10 variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting, yaitu : interaksi antara pupuk N dengan pupuk N, pupuk P2O5 dengan P2O5, pupuk N dengan pupuk P2O5, pupuk N dengan TKDK, pupuk N dengan TKLK, pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT, pupuk P2O5 dengan TKLK, pupuk K2O dengan TKLK, PPC/ZPT dengan TKLK, serta pupuk organik dengan kapur. Terdapat 7 (tujuh) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting, yaitu: interaksi antara pupuk N dengan pupuk N, pupuk P2O5 dengan pupuk P2O5, pupuk N dengan pupuk P2O5, pupuk N dengan TKDK, pupuk K2O dengan TKLK, PPC/ZPT dengan TKLK, serta pupuk organik dengan kapur. Penambahan penggunaan kombinasi input-input produksi tersebut secara simultan berdampak meningkatkan inefisiensi teknis. Kombinasi interaksi antara pupuk N dengan pupuk N berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan inefisiensi teknis dalam usahatani cabai

221 merah keriting.

Hal ini disebabkan penggunaan pupuk N yang berasal dari

berbagai sumber, seperti pupuk Urea, ZA, PONSKA, dan NPK dalam dosis dan cara yang tidak tepat dapat menimbulkan amoniak yang beracun.

Sehingga

interaksi antara pupuk N dengan N yang bersumber dari berbagai jenis pupuk secara simultan berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dan P2O5 yang bersumber dari beberapa jenis pupuk, seperti pupuk TSP, SP-36, SP-27, SP-18, serta PONSKA dan NPK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Penggunaan pupuk P2O5 yang tidak tepat dosis dan cara pemberiannya yang tidak tepat dapat menyebabkan inefisiensi teknis. Sehingga interaksi antara pupuk P2O5 dengan P2O5 yang bersumber dari berbagai jenis pupuk secara simultan berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk N dan P2O5 berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan inefisiensi teknis cabai merah keriting. Pupuk N yang bersumber dari Urea, ZA, serta PONSKA dan NPK dan pupuk P2O5 yang bersumber dari TSP, SP-36, SP-27, SP-18, serta PONSKA dan NPK penggunaannya yang tidak tepat dosis dan caranya pemberiannya dapat meningkatkan inefisiensi teknis. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk N dengan TKDK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan inefisiensi teknis cabai merah keriting.

222 Pupuk N yang bersumber dari Urea, ZA, serta PONSKA dan NPK dan pupuk K2O yang bersumber dari KCL, KNO3, serta PONSKA dan NPK penggunaannya yang tidak tepat dosis dan caranya dapat menimbulkan amoniak yang beracun. Sementara itu, penambahan TKDK yang tidak disertai peningkatan keterampilan teknis dalam teknik budidaya cabai merah keriting akan meningkatkan inefisiensi teknis. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Interaksi penggunaan pupuk P2O5 yang merupakan unsur makro dan PPC/ZPT yang mengandung beberapa unsur mikro seharusnya berdampak menurunkan inefisiensi teknis.

Kondisi yang sebaliknya ini disebabkan oleh penggunaan

pupuk P2O5 dan PPC/ZPT yang tidak tepat dosis dan cara pemberiannya. Kombinasi interaksi antar keduanya ternyata berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara P2O5 dan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah keriting. Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penggunaan pupuk P2O5 yang tidak tepat dosis dan cara pemberiannya dapat menyebabkan inefisiensi teknis.

Sementara itu, adanya

perilaku moral hazard dari TKLK dalam berbagai kegiatan usahatani cabai merah keriting dapat meningkatkan inefisiensi teknis. Sehingga interaksi antara pupuk P2O5 dengan TKLK ternyata memberikan dampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting.

223 Kombinasi interaksi antara K2O dan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah keriting. Pada satu sisi, penggunaan pupuk K2O yang bersumber dari KCL, KNO3, serta PONSKA dan NPK secara tidak tepat dosis dan cara pemberiannya dapat menimbulkan amoniak yang beracun. Pada sisi lain, adanya perilaku moral hazard dari TKLK dalam berbagai kegiatan usahatani cabai merah keriting dapat meningkatkan inefisiensi teknis. Sehingga interaksi antara pupuk K2O dengan TKLK ternyata memberikan dampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi penggunaan PPC/ZPT dengan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Pada satu sisi, penggunaan PPC/ZPT sebagai penyedia pupuk mikro dan zat perangsang tumbuh memerlukan ketekunan dan ketelatenan yang tinggi. Pada sisi lain, adanya perilaku moral hazard dari TKLK dalam kegiatan aplikasi PPC/ZPT pada usahatani cabai merah keriting.

Interaksi antara ke duanya ternyata

berdampak meningkatkan inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah keriting. Kombinasi

interaksi

penggunaan

pupuk

organik

dengan

kapur

berpengaruh secara positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis. Pada satu sisi penggunaan pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang yang belum matang dan tidak terstandarisasi dalam jangka pendek dapat memberikan efek beracun terhadap tanaman.

Sementara itu, penggunaan kapur yang berfungsi sebagai

unsur pembenah tanah dan menaikkan pH tanah dapat menciptakan lingkungan tumbuh yang baik bagi pertanaman cabai merah keriting.

Namun ternyata

224 kombinasi keduanya berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata secara terperinci dapat dilihat pada pada Tabel 37 dan Lampiran 6. Variabel-variabel interaksi antar faktor produksi tersebut kurang penting dalam mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Terdapat 3 (tiga) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting, yaitu : interaksi antara pupuk N dengan TKLK, pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT, serta P2O5 dengan TKLK.

Penambahan input-input produksi tersebut secara

simultan berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk N dengan TKLK berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Penambahan penggunaan pupuk N berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Penambahan TKLK yang umumnya memiliki keterampilan teknis dalam kegiatan pemupukan secara lebih baik juga berdampak pada penurunan inefisiensi teknis.

Interaksi antar keduanya secara simultan

berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Penambahan penggunaan pupuk P2O5 yang berperanan baik untuk pertumbuhan vegatif

maupun

generatif

berpengaruh

menurunkan

inefisiensi

teknis.

225 Penambahan penggunaan PPC/ZPT yang berperan sebagai penyedia unsur hara mikro akan menurunkan inefisiensi teknis. Kombinasi interaksi antara pupuk makro P2O5 dengan PPC/ZPT yang mengandung unsur hara mikro berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dengan TKLK berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Penambahan penggunaan pupuk P2O5 yang berfungsi untuk pertumbuhan vegatif maupun generatif berpengaruh menurunkan inefisiensi teknis. Penambahan TKLK yang umumnya memiliki keterampilan teknis secara lebih baik dalam pemupukan berpengaruh menurunkan inefisiensi teknis. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis cabai merah

keriting

dengan

menggunakan

fungsi

produksi

translog

dapat

diformulasikan sebagai berikut: ln yi  ln 32.807  3.024 ln x1  0.915 ln x2  0.021 ln x3  0.528 ln x4  0.364 ln x5  2.195 ln x6  2.627 ln x7  1.290 ln x8  0.105 ln x9  1.108 ln x10  0.099 ln x1 ln x1  0.172 ln x2 ln x2  0.121 ln x3 ln x3  0.051 ln x4 ln x4  0.301 ln x5 ln x5  0.008 ln x6 ln x6  0.070 ln x7 ln x7  0.063 ln x8 ln x8  0.064 ln x9 ln x9  0.218 ln x10 ln x10  0.050 ln x1 ln x2  0.059 ln x1 ln x3  0.156 ln x1 ln x4  0.280 ln x1 ln x5  0.033 ln x1 ln x6  0.004 ln x1 ln x7  0.092 ln x1 ln x8  0.285 ln x1 ln x9  0.028 ln x1 ln x10  0.302 ln x2 ln x3  0.105 ln x2 ln x4  0.197 ln x2 ln x5  0.092 ln x2 ln x6  0.053 ln x2 ln x7  0.042 ln x2 ln x8  0.296 ln x2 ln x9  0.292 ln x2 ln x10  0.120 ln x3 ln x4  0.341 ln x3 ln x5  0.115 ln x3 ln x6  0.040 ln x3 ln x7  0.155 ln x3 ln x8  0.008 ln x3 ln x9  0.253 ln x3 ln x10  0.312 ln x4 ln x5  0.155 ln x4 ln x6  0.065 ln x4 ln x7  0.085 ln x4 ln x8  0.025 ln x4 ln x9  0.218 ln x4 ln x10  0.083 ln x5 ln x6  0.025 ln x5 ln x7  0.360 ln x5 ln x8  0.277 ln x5 ln x9  0.498 ln x5 ln x10  0.269 ln x6 ln x7  0.070 ln x6 ln x8  0.093 ln x6 ln x9  0.076 ln x6 ln x10  0.076 ln x7 ln x8  0.145 ln x7 ln x9  0.108 ln x7 ln x10  0.161 ln x8 ln x9  0.072 ln x8 ln x10  0.083 ln x9 ln x10

226 6.3.3. Nilai Estimasi Elastisitas Inefisiensi Teknis terhadap Input pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting

Koefisien

parameter

pada

fungsi

produktivitas

translog

belum

menggambarkan nilai elastisitas inefisiensi teknis dari masing-masing faktor produksi yang digunakan, sehingga perlu dihitung nilai elastisitasnya. Hasil estimasi nilai elastisitas masing-masing input produksi terhadap inefisiensi teknis dengan fungsi produktivitas translog struktur heteroskedastisitas pada usahatani cabai merah besar di Provinsi Jawa Tengah ditunjukkan pada (Tabel 38). Beberapa variabel input produksi yang berpengaruh secara positif terhadap inefisiensi teknis cabai merah besar adalah : variabel benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK masing-masing diperoleh nilai elastisitas sebesar 0.3018, 0.5428, 0.0384, 1.0047, 0.1370, 0.2554, 0.4582, serta 0.0901 dan 0.2783. Artinya peningkatan penggunaan input produksi tersebut masing-masing (1 %) akan meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar masing-masing sebesar (0.3018 %, 0.5428 %, 0.0384 %, 1.0047 %, 0.1370 %, 0.2554 %, 0.4582 %, serta 0.0901 % dan 0.2783 %). Artinya penambahan masing-masing input produksi tersebut ceteris paribus, akan meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan input-input produksi yang tidak tepat baik dari dosis, waktu, serta cara pemberiannya. Untuk kasus benih cabai merah besar, sebagian petani masih menggunakan benih varietas lokal (TIT Randu, TIT Segitiga) atau hibrida turunan dan kecenderungan penggunaan jarak tanam rapat.

Penambahan penggunaan

227 benih varietas lokal yang tidak tersertifikasi serta persaingan antar tanaman dalam penyerapan unsur hara dan penyinaran matahari menyebabkan peningkatan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Penggunaan pupuk N yang bersumber dari pupuk Urea, ZA, PONSKA dan NPK dengan dosis dan kombinasi yang tidak tepat dapat menimbulkan amoniak yang beracun. Penggunaan pupuk P2O5 dengan dosis dan kombinasi yang tidak tepat, sehingga berdampak meningkatkan inefisiensi teknis. Terdapat penggunaan pupuk K2O yang bersumber dari KCL, KNO3, serta PONSKA dan NPK sudah melebihi kebutuhan tanaman, sehingga penambahan penggunaan pupuk K2O berdampak meningkatkan inefisiensi teknis. Penggunaan PPC/ZPT yang mengandung beberapa unsur hara mikro ternyata meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Hal ini diduga disebabkan teknologi pemberian PPC dan ZPT yang belum dikuasai dengan baik. Di samping itu, secara empiris di lapang input produksi PPC dan ZPT dalam jumlah dan jenis yang sangat beragam sulit dikontrol standar kualitasnya, terutama kandungan unsur haranya. Penggunaan pupuk organik yang berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta penyedia unsur hara makro dan mikro ternyata berdampak meningkatkan inefisiensi teknis.

Hal ini disebabkan penggunaan

pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang yang belum matang dan tidak terstandarisasi dalam jangka pendek dapat menciptakan efek beracun. Penambahan penggunaan TKDK dan TKLK berpengaruh secara positif terhadap inefisiensi teknis. Penambahan TKDK yang melibatkan tenaga kerja

228 anak, serta tidak diikuti dengan peningkatan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerialnya dapat berdampak akan meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Secara empiris ditemukan adanya perilaku moral hazard dari tenaga kerja upahan. Apabila diterapkan sistem upah harian terdapat kecenderungan memperlambat pekerjaan dan jika diberlakukan upah borongan cenderung mengabaikan kualitas pekerjaan. Terdapat satu variabel input produksi yang berpengaruh secara negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar, yaitu kapur dengan nilai koefisien elastisitas -0.1538. Artinya penambahan penggunaan kapur sebesar (1%) maka akan menurunkan inefisiensi teknis sebesar (-0.1538 %). Penambahan penggunaan kapur akan memperbaiki kondisi lingkungan tumbuh tanaman dan meningkatkan pH tanah.

Di samping itu, menurut informasi dari petani

penggunaan kapur dapat menekan pertumbuhan jamur pada tanaman cabai merah besar. Tabel. 38. Nilai Estimasi Elastisitas Inefisiensi Teknis terhadap Input dengan Fungsi Produksi Stokastik Translog, pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jenis input Benih/bibit (x1) Pupuk N (x2) Pupuk P2O5 (x3) Pupuk K2O (x54 PPC/ZPT (x5) Pupuk Organik (x6) Kapur (x7) Pestisida/Fungisida (x8) TKDK (x9) TKLK (x10)

Cabai Merah Besar Cabai Merah Keriting 0.3018 0.0218 0.5428 -0.0801 0.0384 0.0954 1.0047 -0.8517 0.1370 1.5172 0.2554 0.2889 -0.1538 -0.6970 0.4582 0.5542 0.0901 0.9800 0.2783 0.8296

229 Dengan cara yang sama dilakukan estimasi nilai elastisitas masing-masing input produksi terhadap inefisiensi teknis cabai merah keriting di Provinsi Jawa Tengah. Hasil estimasi nilai elastisitas masing-masing input produksi terhadap inefisiensi teknis dengan fungsi produktivitas translog pendekatan SPF struktur heterokedastisitas pada usahatani cabai merah keriting. Beberapa faktor produksi yang berpengaruh secara positif terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting adalah : penggunaan benih, pupuk P2O5,

PPC/ZPT, pupuk organik,

pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK masing-masing dengan nilai elastisitas sebesar (0.218, 0.0954, 1.5172, 0.2889, 0.5542, serta 0.9800 dan 0.8296). Artinya penambahan penggunaan masing-masing input produksi sebesar (1 %) akan dapat meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting sebesar (0.218 %, 0.0954 %, 1.5172 %, 0.2889 %, 0.5542 %, serta 0.9800 % dan 0.8296 %). Penambahan penggunaan benih yang bersifat meningkatkan inefisiensi teknis cabai merah keriting disebabkan sebagian petani masih menggunakan benih varietas lokal dan ada kecenderungan penanaman dengan jarak tanam rapat. Penambahan penggunaan varietas lokal serta persaingan antar tanaman dalam menyerap unsur hara dari tanah dan penyinaran matahari menyebabkan meningkatkan inefisiensi teknis. Penambahan penggunaan pupuk P2O5 dan PPC/ZPT yang tidak tepat dosis, cara dan waktu pemberiannya dapat meningkatkan inefisiensi teknis. Penambahan penggunaan pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang yang

230 belum matang dan tidak terstandarisasi dalam jangka pendek dapat menciptakan efek beracun, sehingga meningkatkan inefisiensi teknis. Penambahan pestisida/fungisida secara tidak tepat dosis, waktu dan cara penyemprotan dapat meningkatkan inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah keriting. Kecenderungan petani menggunakan pestisida/fungisida yang langsung mematikan (bersifat paten) hama dan penyakit tanaman tanpa memperhatikan jenis serangan hama dan penyakitnya dapat menimbulkan resistensi dan surgerensi terhadap hama dan penyakit tertentu. Di samping itu, fenomena terjadinya

pengoplosan

antar

berbagai

jenis

pestisida/fungisida

tanpa

memperhatikan kandungan bahan aktifnya dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Penambahan TKDK dan TKLK ternyata berdampak meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Hal ini disebabkan penambahan TKDK yang melibatkan tenaga kerja anak dan kurang disertai dengan keterampilan teknis dalam usahatani cabai merah keriting dapat meningkatkan inefisiensi teknis.

Sementara itu, penambahan TKLK yang secara umum

memiliki keterampilan teknis lebih baik dibandingkan TKDK, namun berdampak meningkatkan inefisiensi teknis.

Hal ini disebabkan adanya kecenderungan

perilaku moral hazard dari TKLK, dengan cara bekerja santai untuk sistem upah harian dan mengejar pekerjaan cepat selesai untuk sistem upah borongan. Sementara itu, input produksi yang berpengaruh secara negatif terhadap terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting adalah : penggunaan pupuk N, pupuk K2O, dan kapur masing-masing dengan nilai elastisitas sebesar (-

231 0.0801, -0.8517, dan -0.6970). Artinya peningkatan penggunaan pupuk N, pupuk K2O, dan kapur sebesar (1 %) akan berdampak pada menurunkan inefisiensi teknis (-0.0801 %, -0.8517 %, dan -0.6970 %). Penambahan penggunaan pupuk N (bersumber dari pupuk Urea, ZA, PONSKA dan NPK) dan pupuk K2O (bersumber KCL, KNO3, serta PONSKA dan NPK) berdampak meningkatkan efisiensi teknis atau menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting.

6.4. Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Inefisiensi Teknis Cabai Merah

6.4.1. Faktor-Faktor Mempengaruhi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Besar Hasil uji hipotesis memberikan kesimpulan bahwa di dalam model masih ditemukan adanya masalah inefisiensi teknis dalam berproduksi cabai merah, yaitu sebesar 16 persen pada cabai merah besar dan hanya 7 persen pada cabai merah keriting. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi yang menjadi penyebab inefisiensi teknis, maka dilakukan analisis regresi yang didasarkan atas besaran parameter inefisiensi teknis tersebut terhadap faktor-faktor sosial ekonomi yang diduga menjadi penyebab terjadinya inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah besar (Tabel 39 dan Lampiran 9). Terdapat 8 (delapan) variabel sosial ekonomi dan 12 variabel dummy yang dihipotesakan sebagai sumber-sumber penyebab terjadinya inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Ke delapan variabel sosial ekonomi tersebut adalah :

232 total luas lahan garapan cabai merah besar (z1), rasio luas lahan garapan usahatani cabai merah besar terhadap total luas lahan garapan (z2), total pendapatan rumah tangga petani (z3), rasio pendapatan rumah tangga petani dari usahatani cabai merah besar terhadap total pendapatan rumah tangga petani (z4), umur KK rumah tangga petani (z5), pendidikan formal KK rumah tangga petani (z6), pengalaman KK rumah tangga petani dalam usahatani cabai merah besar (z7), dan rasio jumlah anggota rumah tangga usia kerja terhadap total anggota rumah tangga petani (z8). Terdapat 12 variabel dummy yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis cabai merah besar. Kedua belas variabel dummy adalah variabel dummy sistem penguasaan lahan (d5), variabel dummy pengetahuan teknologi pembibitan (d6), variabel dummy pengetahuan teknologi budidaya (d7), variabel dummy pengetahuan teknologi panen dan pasca panen (d8), variabel dummy rotasi tanaman (d10), variabel dummy lokasi lahan (d11), variabel dummy akses ke pasar input (d12), variabel dummy akses pasar output/pedagang langganan (d13), variabel dummy akses ke sumber-sumber kredit (d14), variabel dummy keanggotaan kelompok tani (d15), variabel dummy keunggotaan kemitraan usaha (d16), dan variabel dummy perlakuan pasca panen (d17). Pada fungsi "U" merupakan fungsi inefisiensi teknis menunjukkan bahwa dari 8 (delapan) variabel sosial ekonomi yang dihipotesakan merupakan determinan inefisiensi teknis hanya terdapat 1 (satu) faktor yang pengaruhnya negatif dan nyata (pada selang kepercayaan 95 %) yaitu rasio pendapatan RT dari usahatani cabai merah besar terhadap total pendapatan RT dengan koefisien parameter -0.01032. Peningkatan rasio pendapatan RT usahatani cabai merah

233 besar terhadap total pendapatan RT (1 %) akan menurunkan tingkat ineisiensi teknis sebesar (-0.01032 %). Hasil estmasi ini sesuai dengan yang dihipotesakan. Artinya semakin tinggi rasio pendapatan cabai merah besar terhadap total pendapatan rumah tangga maka akan semakin rendah inefisiensi teknis.

Tabel 39. Hasil Estimasi Parameter Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Secara Terpisah pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter Intersep z1 Total luas lahan garapan z2 Rasio luas lahan usahatani CMB terhadap total lahan z3 pendapatan total RT z4 rasio pendapatan RT dari usahatani CMB terhadap total pendapatan RT z5 umur KK RT z6 pendidikan formal KK z7 pengalaman KK z8 rasio jumlah ART usia kerja terhadap total ART d5 Variabel dummy sistem penguasaan lahan d6 Variabel dummy pengetahuan teknologi pembibitan anjuran d7 Variabel dummy pengetahuan teknologi budidaya anjuran d8 Variabel dummy pengetahuan teknologi panen dan pasca panen d10 Variabel dummy rotasi tanaman d11 Variabel dummy lokasi d12 Variabel dummy akses ke pasar input d13 Variabel dummy akses pasar output/pedagang langgan d14 Variabel dummy ketergantungan modal ke berbagai sumber kredit d15 Variabel dummy keanggotaan kelompok d16 Variabel dummy keanggotaan kemitraan usaha d17 Variabel dummy perlakuan pasca panen Root MSE 0.04209 R-Square 0.2845 Dependent Mean 0.16174 Adj R-Sq 0.2032 Coeff Var 26.02390 *) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05 ***) : nyata pada   0.10 *****) : nyata pada   0.20

Koefisien

Standar Error

T value

Pr>|t|

0.19777 -0.00133 -0.02196

0.09820 0.00537 0.01714

2.01 -0.25 -1.28

0.0455 0.8053 0.2019****

-0.00101 -0.01032

0.00471 0.00486

-0.21 -2.12

0.8311 0.0351**

-0.01819 0.00271 -0.00070 0.00343

0.01451 0.00861 0.00847 0.01146

-1.25 0.31 -0.83 0.30

0.2118 0.7536 0.4070 0.7652

0.00007 0.00123

0.00377 0.00477

0.02 0.26

0.9853 0.7963

-0.01538

0.00576

-2.67

0.0082*

-0.00143

0.00351

-0.41

0.6828

-0.00383 0.00575 -0.00628 0.00735

0.00415 0.00515 0.00348 0.00424

-0.92 1.12 -1.80 1.74

0.3566 0.2657 0.0728*** 0.0845***

0.00158

0.00383

0.41

0.6800

-0.00522 -0.00271 -0.00886

0.00363 0.00421 0.00339

-1.44 -0.65 -2.61

0.1544**** 0.5197 0.0098*

234 Nilai koefisien parameter rasio pendapatan yang berasal dari cabai merah besar terhadap total pendapatan bernilai negatif merupakan indikasi bahwa tingkat inefisiensi teknis yang lebih rendah pada umumnya terjadi di kalangan petani yang memiliki pangsa pendapatan dari cabai merah besar lebih tinggi. Fenomena ini merupakan bukti empiris bahwa semakin penting posisi cabai merah besar dalam struktur pendapatan rumah tangga semakin rendah inefisiensi teknis. Hal ini disebabkan petani akan memberikan perhatian secara lebih baik dari aspek teknis, manajemen, serta pengelolaan risiko produksi, sehingga berdampak menurunkan inefisiensinya teknis. Apabila selang kepercayaan diperlonggar (80 %) maka variabel rasio luas lahan usahatani cabai merah besar terhadap total lahan juga berpengaruh secara positif dan nyata dengan koefisien parameter (-0.02196). Koefisien parameter rasio luas garapan usahatani cabai merah besar terhadap total luas lahan garapan berpengaruh negatif dan nyata pada selang kepercayaan 80 persen. Artinya semakin tinggi rasio luas lahan garapan cabai merah besar terhadap total lahan garapan maka akan semakin rendah inefisiensi teknisnya. Hasil analisis ini sesuai dengan yang dihipotesakan. Petani dengan rasio luas lahan penanaman cabai merah besar relatif besar terhadap total lahan yang dikuasai semakin rendah inefisiensi teknisnya. Hal ini disebabkan semakin penting suatu komoditas dalam struktur usahatani akan mendorong petani memberikan input secara lebih intensif, curahan tenaga kerja secara lebih intensif, dan mengelola usahatani secara lebih baik, sehingga berdampak menurunkan inefisiensi teknis.

235 Faktor-faktor sosial ekonomi lain yang berpengaruh secara negatif tetapi tidak nyata antara lain adalah : variabel total luas lahan garapan (z1), total pendapatan rumah tangga (z3), umur KK rumah tangga (z5), pengalaman kepala keluarga rumah tangga petani dalam usahatani cabai merah besar (z7). Meskipun tidak nyata, tanda dari hasil estimasi parameter seluruhnya sesuai dengan yang dihipotesakan (kecuali variabel umur KK rumah tangga tani). Peningkatan luas lahan garapan akan meningkatkan skala usaha mendekati skala optimalnya, sehingga akan menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Secara empiris rata-rata luas garapan usahatani cabai merah besar 0.231 Ha pada lahan sawah dan 0.080 Ha pada lahan kering. Peningkatan skala usaha masih lebih terbuka untuk usahatani cabai merah besar pada lahan kering dataran tinggi, seperti halnya yang sedang terjadi di Kabupaten Purbalingga. Nilai koefisien parameter umur KK rumah tangga petani cabai merah besar (Z5) terhadap tingkat inefisiensi teknis ternyata negatif, meskipun tidak nyata. Koefisien variabel umur KK bernilai negatif merupakan indikasi bahwa tingkat inefisiensi teknis yang lebih rendah pada umumnya terjadi di kalangan petani yang berumur muda. Namun secara empiris rata-rata umur KK rumah tangga petani cabai merah besar relatif homogen sekitar 40-an tahun dan berada pada kisaran usia produktif. Artinya semakin tua usia petani, namun masih dalam rentang usia produktif ternyata lebih efisien disebabkan memiliki akumulasi pengetahuan dan adopsi teknologi secara lebih baik, sehingga lebih mampu menghindari kecenderungan turunnya produktivitas.

236 Nilai koefisien parameter pengalaman KK rumah tangga petani cabai merah besar (Z7) terhadap tingkat inefisiensi teknis ternyata negatif, tetapi tidak nyata. Artinya semakin lama pengalaman dalam usahatani cabai merah besar yang dimiliki petani semakin rendah inefisiensi teknisnya. Dari sudut pandang teori, kesimpulan ini sesuai dengan yang dihipotesakan. Petani yang lebih berpengalaman ternyata lebih efisien disebabkan memiliki pengetahuan dan kemampuan adopsi teknologi lebih baik, sehingga lebih mampu menghindari kecenderungan turunnya produktivitas akibat degradasi sumberdaya. Petani berpengalaman pada umumnya memiliki jaringan kerja (networking) yang lebih luas

(sehingga

peluang

untuk

memperoleh

informasi)

dan

cenderung

mengaplikasikan informasi teknologi yang diperolehnya. Pada akhirnya petani yang lebih berpengalaman memiliki kapabilitas manajerial yang lebih baik, karena belajar dari pengelolaan pada tahun-tahun sebelumnya. Faktor yang berpengaruh positif, tetapi tidak nyata adalah : variabel pendidikan formal (z6) dan variabel rasio jumlah ART usia kerja terhadap total ART (z8). Koefisien parameter pendidikan KK rumah tangga petani cabai merah besar terhadap tingkat inefisiensi teknis ternyata bertanda positif dan tidak nyata. Artinya pendidikan formal relatif tidak berpengaruh dalam menurunkan tingkat inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Dari sudut pandang teori, kesimpulan ini tidak sesuai dengan yang dihipotesakan. Hal ini menunjukkan tidak adanya keterkaitan dan kesesuaian (link and match) antara pendidikan formal dengan kinerja usahatani cabai merah besar.

Faktor penjelas lainnya

adalah konsolidasi kelembagaan kelompok tani yang baik memungkinkan adanya

237 saling belajar di antara petani satu dengan petani yang lain. Secara empiris petani yang memiliki ketekunan yang tinggi berdasarkan pengalamannya jauh lebih baik kinerjanya dibandingkan petani kurang tekun dengan pendidikan formal yang lebih tinggi. Variabel rasio jumlah ART usia kerja terhadap total ART ternyata berpengaruh positif, meskipun tidak nyata. Artinya semakin tinggi rasio anggota rumah tangga usia kerja terhadap total ART cenderung menurunkan inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah, meskipun bersifat tidak nyata.

Hal ini

menunjukkan bahwa ketersediaan ART usia kerja dapat mensubtitusi terhadap TKLK (tenaga upahan) dalam usahatani cabai merah besar.

Pada satu sisi

peningkatan penggunaan TKDK dapat mengatasi kelangkaan TK dan pada sisi lain pengurangan TKLK juga dapat menghindarkan perilaku moral hazard dari tenaga kerja upahan. Dari 12 variabel dummy yang dihipotesakan menjadi sumber-sumber penyebab inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar, ada 3 (tiga) variabel dummy yang berpengaruh secara negatif dan nyata (pada selang kepercayaan 95%), yaitu : variabel dummy pengetahuan teknologi budidaya cabai merah besar (d7), variabel dummy keanggotaan kelompok tani (d15), dan variabel dummy perlakuan pasca panen (d17) masing-masing dengan nilai koefisien parameter 0.041538, -0.00628, dan -0.00886. Masing-masing tanda dari koefisien parameter estimasi tersebut sesuai dengan yang dihipotesakan. Artinya makin tinggi pengetahuan petani tentang teknologi budidaya maka semakin rendah tingkat inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah besar. Pengetahuan petani tentang

238 teknologi budidaya cabai merah besar berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Keanggotaan petani dalam kelembagaan kelompok petani berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar.

Tanda dari

parameter estimasi sesuai dengan yang dihipotesakan. Artinya semakin intensif keterlibatan petani dalam keanggotaan kelompok tani akan semakin menurunkan inefisiensi teknis. Petani yang tergabung dalam kelompok tani akan memiliki akses yang lebih baik dalam informasi, seperti informasi teknologi, informasi pasar dan program-program pemerintah. Sehingga keanggotakaan petani dalam kelompok tani berdampak menurunkan inefisiensi teknis. Petani yang melakukan perlakuan pasca panen ternyata berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah besar. Perlakuan pasca panen mengikuti saja apa yang dikehendaki pedagang besar dan perusahaan mitra, seperti kegiatan menyortir cabai yang hijau dan cacat, menghilangkan tangkai, grading, serta pengemasan. Hal ini disebabkan perlakuan penanganan pasca panen akan meningkatkan nilai tambah produk cabai merah yang dihasilkan. Secara empiris diperoleh informasi bahwa petani yang melakukan penaganan pasca panen pada umumnya adalah petani lahan luas, petani tersebut juga berprofesi sebagai pedagang pengumpul, atau petani yang tergabung dalam kelembagaan kemitraan usaha. Beberapa variabel dummy lainnya yang berpengaruh secara negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar, meskipun tidak nyata adalah : variabel dummy pengetahuan teknologi panen dan pasca panen (d8),

239 variabel rotasi tanaman (d10), dan variabel dummy keanggotaan dalam kemitraan usaha (d15) masing-masing dengan koefisien parameter -0.00143, -0.0083, dan -0.00271. Hasil estimasi beberapa variabel dummy tersebut sesuai dengan yang dihipotesakan. Petani yang memiliki pengetahuan teknologi panen dan pasca panen sesuai anjuran akan berdampak menurunkan inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah besar. Pengetahuan teknologi yang dimiliki cenderung untuk diaplikasikan dalam kegiatan panen dan pengananan pasca panen, sehingga akan meningkatkan nilai tambah petani dalam penjualan produk cabai merah besar. Di samping itu, perlakuan pasca panen sesuai dengan permintaan pasar akan dapat memperluas tujuan pasar dan memenuhi pasar yang semakin tersegmentasi. Nilai koefisien parameter rotasi tanaman yang bertanda negatif dan nyata menunjukkan bahwa melakukan rotasi tanaman dalam struktur pola tanam dapat menurunkan inefisiensi teknis.

Hasil ini sesuai dengan yang dihipotesakan.

Fenomena ini menjelaskan bahwa dengan tidak menanam cabai merah besar secara terus-menerus ternyata dapat menurunkan inefisiensi teknis. Hal ini disebabkan sistem pola tanam dengan melakukan rotasi tanaman akan dapat memutus siklus hama dan penyakit, serta dapat menghindari pengurasan unsur hara yang sama dari dalam tanah, sehingga berdampak menurunkan inefisiensi teknis. Nilai koefisien parameter variabel dummy kemitraan usaha (d16) juga berpengaruh secara negatif, meskipun tidak nyata.

Artinya kelembagaan

kemitraan usaha yang dibangun antara kelompok tani dengan perusahaan industri

240 pengolahan dapat menurunkan inefisiensi teknis petani cabai merah besar. Penyediaan input produksi, bimbingan teknis dan manajemen, serta jaminan pasar dan kepastian harga dapat meningkatkan efisiensi teknis atau menurunkan inefisiensi teknis. Hanya terdapat satu variabel dummy yang berpengaruh positif dan nyata (pada selang kepercayaan 90 %) adalah yairu : variabel dummy akses pasar output/pedagang langganan (d13) dengan nilai koefisien parameter 0.00735. Untuk petani yang memiliki akses ke pasar output yang direpresentasikan memiliki pedagang langganan, ternyata sebagian besar adalah petani yang terikat modal dengan pedagang pengumpul.

Petani yang menjual kepada pedagang

pengumpul langganan dengan ikatan modal menjual cabai merah besar dengan harga Rp. 500,-/Kg lebih rendah dibandingkan harga yang terjadi di pasar. Secara empiris, fenomena ini banyak dijumpai di daerah sentra produksi Kabupaten Brebes. Variabel dummy sistem penguasaan lahan (d5), variabel dummy pengetahuan teknologi pembibitan (d6), variabel dummy lokasi (d11), dan variabel dummy akses terhadap berbagai sumber kredit (d14) berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata, masing-masing dengan nilai koefisien parameter 0.00007, 0.00123, 0.00575, dan 0.00158.

Variabel dummy sistem penguasaan lahan

ternyata berdampak positif, meskipun tidak nyata.

Hal ini mengandung arti

bahwa petani cabai merah besar dengan status lahan garapan sewa, maka petani mengusahakan usahatani secara lebih intensif dibandingkan petani yang

241 mengusahakan di atas lahan miliknya sendiri. Petani penyewa berusaha memaksimalkan penggunaan lahan dalam periode waktu sewa tersebut. Untuk variabel pengetahuan teknologi pembibitan dapat dijelaskan, bahwa petani yang memiliki pengetahuan teknologi pembibitan mencoba menyediakan kebutuhan benihnya dari benih dari hasil sekeksi sendiri dan menggunakan untuk periode tanam berikutnya, sehingga hasilnya jika dibandingkan dengan benih hibrida yang dibeli dari toko/kios saprodi hasilnya lebih rendah. Fenomena ini dijumpai di daerah sentra produksi Kabupaten Brebes yang merupakan daerah sentra produksi utama cabai merah besar di lahan sawah dataran rendah. Variabel lokasi lahan (d11) yang direpresentasikan akses terhadap jalan ternyata berpengaruh secara positif, meskipun tidak nyata.

Hal ini diduga

disebabkan lahan usahatani cabai merah yang tergolong komoditas bernilai ekonomi tinggi rentan terhadap faktor keamanan. Sehingga sebagian besar petani memilih mengusahakan cabai merah besar pada lahan-lahan yang tidak berada di pinggir-pinggir jalan besar, namun sedikit masuk ke dalam karena dipandang lebih aman. Variabel dummy akses ke berbagai sumber kredit (d14) berdampak positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar. Hasil analisis ini tidak sesuai dengan yang dihipotesakan. Hal ini antara lain disebabkan oleh keterikatan sebagian besar petani cabai merah besar terhadap pedagang saprodi dan pedagang hasil (kasus di Kabupaten Brebes yang merupakan daerah sentra produksi utama cabai merah besar), sebagian besar petani memiliki akses ke

242 sumber-sumber kredit informal dan baru sebagian kecil yang telah akses ke sumber kredit formal. Sumber-sumber kredit informal yang antara lain bersumber dari pedagang saprodi dengan tingkat suku bunga (36 %/tahun), pedagang pengumpul dengan tingkat suku bunga (36 %/tahun), pedagang besar dengan suku bunga (36%/tahun), serta money landers dengan tingkat suku bunga (8%/minggu atau 32%/bulan).

Kondisi tersebut lebih menggambarkan ketergantungan petani

terhadap sumber-sumber kredit informal dan telah berdampak meningkatkan inefisiensi teknsis usahatani cabai merah besar. Implikasinya adalah pentingnya pemberdayaan kelembagaan keuangan mikro (LKM) pada daerah-daerah sentra produksi cabai merah besar. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) perlu diaplikasikan secara lebih luas untuk pengembangan LKM di daerah-daerah sentra produksi cabai merah besar.

6.4.2. Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting Terdapat 12 variabel yang dihipotesakan sebagai sumber-sumber penyebab terjadinya inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting, yang terdiri atas 8 (delapan) variabel sosial ekonomi dan 4 (empat) variabel dummy (Tabel 40 dan Lampiran 10).

Untuk variabel sosial ekonomi yang diduga menjadi sumber

inefisiensi teknis adalah : total luas lahan garapan cabai merah keriting (z1), rasio luas lahan garapan usahatani cabai merah keriting terhadap total luas lahan garapan (z2), total pendapatan rumah tangga petani (z3), pangsa pendapatan rumah tangga dari usahatani cabai merah keriting terhadap total pendapatan rumah

243 tangga petani (z4), umur KK rumah tangga petani (z5), pendidikan formal KK rumah tangga petani (z6), pengalaman KK rumah tangga petani dalam usahatani cabai merah (z7), rasio jumlah anggota rumah tangga usia kerja terhadap total anggota rumah tangga petani (z8). Sementara itu, untuk variabel dummy terdiri atas variabel dummy rotasi tanaman (d10), variabel dummy akses ke pasar output (d13), variabel dummy akses ke sumber kredit (d14), dan variabel dummy keunggotaan kemitraan usaha (d16). Pada fungsi "U" merupakan fungsi inefisiensi teknis menunjukkan bahwa dari 8 (delapan) variabel sosial ekonomi yang dihipotesakan merupakan mempengaruhi inefisiensi teknis terdapat 5 (lima) faktor yang pengaruhnya nyata, yaitu : variabel total luas lahan garapan cabai merah keriting (z1), rasio luas lahan garapan usahatani cabai merah keriting terhadap total luas lahan garapan (z2), pangsa pendapatan rumah tangga dari usahatani cabai merah keriting terhadap total pendapatan rumah tangga petani (z4), pendidikan formal KK (z6), dan variabel pengalaman KK dalam usahatani cabai merah keriting (z7). Terdapat 4 (empat) variabel sosial ekonomi yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis cabai merah keriting, yaitu : variabel total luas lahan garapan cabai merah keriting (z1), rasio luas lahan garapan usahatani cabai merah terhadap total luas lahan garapan (z2), pendidikan formal KK (z6), serta pengalam petani dalam usahatani cabai merah keriting (z 7). Nilai koefisien masing-masing variabel sosial ekonomi tersebut secara berturut-turut adalah -0.01105, -0.00771, -0.01203, dan -0.00662. Artinya peningkatan variabel sosial ekonomi tersebut masing-masing sebesar (1 %) akan berdampak

244 menurunkan inefisiensi teknis masing-masing sebesar (-0.01105 %, -0.00771 %, 0.01203 %, dan -0.00662 %).

Tabel 40. Hasil Estimasi Parameter Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Secara Terpisah pada Usahatani Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter

Koefisien

Intersep z1 Total luas lahan garapan z2 Rasio luas lahan usahatani CMK terhadap total lahan z3 pendapatan total RT z4 pangsa pendapatan RT dari usahatani CMK terhadap total pendapatan RT z5 umur KK RT z6 pendidikan formal KK z7 pengalaman KK z8 rasio jumlah ART usia kerja terhadap total ART d10 Variabel dummy rotasi tanaman d13 Variabel dummy akses pasar output/pedagang langgan d14 Variabel dummy ketergantungan modal ke berbagai sumber kredit d16 Variabel dummy keanggotaan kemitraan usaha Root MSE 0.01962 R-Square 0.1932 Dependent Mean 0.06069 Adj R-Sq 0.0765 Coeff Var 32.32903 *) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05 ***) : nyata pada   0.10 *****) : nyata pada   0.20

Standar Error

T value

Pr>|t|

-0.03262 -0.01105 -0.00771

0.08047 0.00461 0.00459

-0.41 -2.40 -1.68

0.6863 0.0188** 0.0970***

0.00730 -0.00029

0.00410 0.00441

1.78 -0.07

0.0785*** 0.9469

-0.00218 -0.01203 -0.00662 -0.00178

0.00852 0.00638 0.00300 0.00718

-0.26 -1.89 -2.21 -0.25

0.7988 0.0627*** 0.0301** 0.8045

-0.00269 -0.00311

0.00211 0.00237

-1.28 -1.31

0.2056**** 0.1935****

0.00165

0.00260

0.63

0.5284

-0.00048

0.00359

-0.13

0.8942

Variabel total luas lahan garapan cabai merah keriting berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Tanda dari nilai koefisien parameter tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Artinya semakin besar total luas lahan garapan petani akan berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting.

Peningkatan

245 ukuran usahatani akan menyebabkan mendekati skala ekonomisnya, sehingga menurunkan inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah keriting. Variabel rasio luas lahan garapan usahatani cabai merah keriting terhadap total lahan garapan (z2) berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting.

Tanda dari nilai koefisien parameter

tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Artinya semakin tinggi pangsa lahan yang ditanami cabai merah keriting terhadap total luas lahan garapan akan berdampak menurunkan inefisiensi teknis. Hal ini disebabkan makin penting peranan suatu komoditas dalam struktur usahatani, maka akan meningkatkan perhatian petani dan mendorong mengusahakan komoditas tersebut secara lebih intensif. Variabel pendidikan formal KK rumah tangga petani (z6) ternyata berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Dari sudut pandang teori, kesimpulan ini sesuai dengan yang dihipotesakan. Artinya pendidikan formal berpengaruh menurunkan tingkat inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah keriting. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal berpengaruh terhadap kapabilitas manajerial dan kualitas pengambilan keputusan petani, sehingga pada akhirnya akan berdampak menurunkan inefisiensi teknis. Variabel pengalaman KK dalam usahatani cabai merah keriting berpengaruh secara negatif dan nyata. Hal ini menunjukkan variabel pengalaman berpengaruh penting terhadap penurunan inefisiensi usahatani cabai merah keriting. Dari sudut pandang teori, kesimpulan ini sesuai yang dihotesakan. Rata-

246 rata tingkat pengalaman petani dalam usahatani cabai merah keriting mencapai 67 tahun. Pengalaman petani yang baik dalam usahatani cabai merah keriting akan menentukan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial petani, sehingga akan menurunkan inefisiensi teknis. Variabel sosial ekonomi yang berpengaruh secara negatif, tetapi tidak nyata adalah pangsa pendapatan RT dari usahatani cabai merah keriting terhadap total pendapatan rumah tangga tani, umur KK rumah tangga tani dan rasio jumlah anggota rumah tangga (ART) usia kerja terhadap total ART. Untuk variabel pangsa pendapatan rumah tangga dari usahatani cabai merah keriting terhadap total pendapatan rumah tangga berpengaruh secara negatif, meskipun tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Tanda dari parameter estimasi ini sesuai dengan yang dihipotesakan. Artinya semakin tinggi rasio pendapatan cabai merah keriting terhadap total pendapatan rumah tangga maka akan menurunkan inefisiensi teknis usahatani. Temuan ini memperkuat bukti empiris bahwa semakin penting posisi cabai merah keriting dalam struktur pendapatan rumah tangga semakin rendah inefisiensi teknis. Semakin penting posisi suatu komoditas dalam struktur pendapatan rumah tangga maka petani akan memberikan perhatian secara lebih baik, menggunakan teknologi yang lebih maju, dan mengusahakan secara lebih intensif, sehingga pada gilirannya akan menurunkan inefisiensi teknis. Untuk umur KK, nilai koefisien parameter umur KK rumah tangga petani cabai merah keriting terhadap tingkat inefisiensi teknis ternyata negatif, meskipun tidak nyata. Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan yang dihipotesakan. Artinya semakin tua umur petani semakin menurunkan inefisiensi teknis dalam usahatani

247 cabai merah keriting yang diusahakan. Hal ini terjadi karena sebagian besar petani cabai merah keriting berada pada kelompok usia produktif dengan umur rata-rata 42 tahun dan hampir tidak dijumpai petani yang usianya di atas 55 tahun yang menanam cabai merah keriting. Di samping itu, terdapat fenomena tenaga kerja muda di perdesaan yang terjun pada bisnis cabai merah keriting, karena masih baru dan kurang pengalaman maka tingkat efisiensi teknis yang dicapai masih rendah atau inefisiensi teknisnya masih tinggi. Variabel rasio jumlah ART usia kerja terhadap total ART ternyata berpengaruh secara negatif, tetapi tidak nyata. Artinya semakin tinggi rasio ART usia kerja terhadap total ART cenderung menurunkan inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah keriting.

Tanda yang diperoleh sesuai dengan yang

dihipotesakan. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan ART usia kerja dapat mensubtitusi terhadap TKLK (hired labor) dan dapat mengindarkan perilaku moral hazard dari tenaga kerja upahan. Penggunaan TKDK yang disertai dengan upaya peningkatan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial dalam usahatani cabai merah keriting berpotensi untuk menurunkan inefisiensi teknis. Hanya terdapat satu variabel sosial ekonomi yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting, yaitu pendapatan total rumah tangga.

Tanda dari nilai koefisien

parameter ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sangat terkait dengan keterbatasan penguasaan lahan, penguasaan teknologi dan kapabilitas manajerial petani.

248 Dari 4 (empat) variabel dummy yang dihipotesakan menjadi sumbersumber inefisiensi teknis, hanya ada 2 (dua) variabel dummy yang berpengaruh secara negatif dan nyata (pada selang kepercayaan 90 %), yaitu variabel dummy rotasi tanaman (d10) dan variabel dummy akses ke pasar output/pedagang langganan (d15).

Hasil estimasi ini sesuai dengan yang dihipotesakan. Nilai

koefisien parameter rotasi tanaman yang bertanda negatif dan nyata menunjukkan bahwa melakukan rotasi tanaman dalam struktur pola tanam dapat menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Petani yang tidak melakukan penanaman cabai merah keriting secara terus-menerus ternyata dapat menurunkan inefisiensi teknis. Pola tanam dengan melakukan sistem rotasi tanaman akan dapat menghindari pengurasan unsur hara yang sama dari dalam tanah dan pemutusan siklus OPT, sehingga berdampak menurunkan inefisiensi teknis. Untuk variabel dummy akses ke pasar output atau memiliki pedagang langganan (d15), bahwa ternyata petani cabai merah keriting memiliki akses terhadap pasar output dengan baik.

Hasil ini sesuai dengan yang dihipotesakan.

Sebagian besar petani di daerah sentra produksi cabai merah keriting akses pasar indusk cabai merah, Sub Terminal Agribisnis (STA), dan pedagang yang menjadi langganannya. Infrastruktur pasar yang cukup memadai dengan jumlah pedagang yang cukup banyak mendorong mekanisme pasar bekerja dengan baik, sehingga berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Terdapat satu variabel yang berpengaruh secara negatif, meskipun tidak nyata, yaitu variabel keanggotaan dalam kemitraan usaha. Artinya kelembagaan kemitraan usaha yang dibangun antara petani cabai merah keriting dengan

249 pedagang secara langganan dan adanya media transaksi yang kondusif seperti fasilitas pasar kecamatan dan STA dapat menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting. Ketersediaan pasar, jumlah pedagang yang cukup banyak, serta kelembagaan pasar yang cukup kompetitif dapat meningkatkan efisiensi teknis atau menurunkan inefisiensi teknis. Hanya terdapat satu variabel dummy yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata, yaitu variabel akses petani terhadap sumber-sumber kredit. Ternyata sebagian petani cabai merah keriting akses ke sumber-sumber kredit informal dan baru sebagian kecil petani yang akses ke sumber kredit formal. Ketergantungan petani terhadap modal khususnya kepada pedagang input dan pedagang hasil mengurangi fleksibilitas petani dalam menjual hasil. Di samping itu, ketergantungan modal terhadap pedagang juga menyebabkan petani mendapatkan harga jual yang lebih rendah dari harga yang terjadi di pasar, pada umumnya selisih Rp. 500,-/kg.

6.5. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Risiko produktivitas 6.5.1. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Risiko Produktivitas pada Usahatani Cabai Merah Besar Hasil estimasi pada fungsi risiko produktivitas menunjukkan terdapat 2 (dua) faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata terhadap risiko produktivitas usahatani cabai merah besar pada selang kepercayaan 99 persen, yaitu variabel pupuk N dan PPC/ZPT (Tabel 41 dan Lampiran 11). Untuk input produksi pupuk N dan PPC/ZPT adalah sesuai dengan yang dihipotesakan.

250 Artinya peningkatan penggunaan pupuk N dan PPC/ZPT akan meningkatkan variasi produktivitas, sehingga akan berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar. Faktor produksi lain yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah besar adalah faktor produksi benih dan kapur. Artinya penambahan penggunaan benih dan kapur ceteris paribus akan meningkatkan variasi produktivitas dan pada gilirannya akan meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar. Tanda koefisien parameter ini sesuai dengan yang dihipotesakan, meskipun bersifat tidak nyata. Hanya terdapat satu faktor produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata (pada selang kepercayaan 95 %) terhadap risiko produktivitas cabai merah besar, yaitu TKLK. Penambahan TKLK ternyata berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar. Hal ini disebabkan usahatani cabai merah besar memerlukan keterampilan teknis dan TKLK secara umum memiliki keterampilan teknis yang lebih baik dibandingkan TKDK, sehingga peningkatan TKLK berpengaruh menurunkan variasi produktivitas, yang pada akhirnya berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar. Terdapat beberapa faktor produksi yang berpengaruh secara negatif terhadap risiko produktivitas cabai merah besar, meskipun tidak nyata, yaitu : pupuk P 2O5, pupuk K2O, pupuk organik, pestisida/fungisida dan TKDK. Artinya penambahan penggunaan masing-masing input produksi tersebut ceteris paribus akan menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar. Tanda parameter estimasi dari pupuk P2O5, pupuk K2O, dan pupuk organik tidak sesuai dengan yang

251 dihipotesakan, sedangkan untuk faktor produksi pestisida/fungisida dan TKDK sesuai dengan yang diharapkan.

Tabel 41. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter Fungsi Produksi Intersep Lnx1 Benih Lnx2 Pupuk N Lnx3 Pupuk P2O5 Lnx4 Pupuk K2O Lnx5 PPC/ZPT Lnx6 Pupuk organik Lnx7 Kapur Lnx8 Pestisida/fungisida Lnx9 Tenaga kerja Dalam Keluarga Ln10 Tenaga Kerja Luar Keluarga Lnx1Lnx1 Interaksi antara benih dengan benih Lnx2Lnx2 Interaksi pupuk N dengan pupuk N Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dengan P2O5 Lnx4Lnx4 Interaksi pupuk K2O dengan K2O Lnx5Lnx5 Interaksi PPC/ZPT dengan PPC/ZPT Lnx6Lnx6 Interaksi pupuk organik dg ppk organik Lnx7Lnx7 Interaksi kapur dengan kapur Lnx8Lnx8 Interaksi pestisida dengan pestisida Lnx9Lnx9 Interaksi TKDK dengan TKDK Lnx10Lnx10 Interaksi TKLK dengan TKLK Lnx1Lnx2 Interaksi benih dengan N Lnx1Lnx3 Interaksi benih dengan P2O5 Lnx1Lnx4 Interaksi benih dengan K2O Lnx1Lnx5 Interaksi benih dengan PPC/ZPT Lnx1Lnx6 Interaksi benih dengan pupuk organik Lnx1Lnx7 Interaksi benih dengan kapur Lnx1Lnx8 Interaksi benih dengan pestisida Lnx1Lnx9 Interaksi benih dengan TKDK Lnx1Lnx10 Interaksi benih dengan TKLK Lnx2Lnx3 Interaksi pupuk N dengan P2O5 Lnx2Ln4 Interaksi pupuk N dengan K2O Lnx2Lnx5 Interaksi pupuk N dengan PPC/ZPT Lnx2Lnx6 Interaksi pupuk N dg pupuk organik Lnx2Lnx7 Interaksi pupuk N dengan kapur Lnx2Lnx8 Interaksi pupuk N dengan pestisida Lnx2Lnx9 Interaksi pupuk N dengan TKDK Lnx2Lnx10 Interaksi pupuk N dengan TKLK Lnx3Lnx4 Interaksi pupuk P2O5 dengan K2O Lnx3Lnx5 Interaksi pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dg pupuk organik Lnx3Lnx7 Interaksi pupuk P2O5 dengan kapur Lnx3Lnx8 Interaksi pupuk P2O5 dengan pestisida Lnx3Lnx9 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKDK Ln3Lnx10 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK Lnx4Lnx5 Interaksi pupuk K2O dengan PPC/ZPT Lnx4Lnx6 Interaksi pupuk K2O dg pupuk organik Lnx4Lnx7 Interaksi pupuk K2O dengan kapur Lnx4Lnx8 Interaksi pupuk K2O dengan pestisida Lnx4Lnx9 Interaksi pupuk K2O dengan TKDK

Koefisien 4.4571 0.0761 0.3074 -0.0105 -0.0326 0.1552 -0.1959 0.1083 -0.0060 -0.0563 -0.3438 -0.0357 0.0797 0.0006 -0.0305 -0.0104 -0.0047 -0.0096 -0.0794 0.0037 0.0251 0.0252 -0.0140 -0.0798 0.0441 0.0209 -0.0466 -0.0227 -0.0018 0.1140 0.0355 0.0048 0.1110 -0.1479 -0.0118 0.0946 -0.0345 -0.0147 0.0284 -0.0096 0.1105 0.0021 -0.0540 -0.0705 -0.1252 0.0271 0.0412 -0.0387 0.0225 -0.0197

Standar Error 0.7986 0.0709 0.0794 0.1155 0.1176 0.0399 0.1302 0.1353 0.1190 0.0760 0.1658 0.0209 0.0726 0.0372 0.0419 0.0649 0.0115 0.0266 0.0654 0.0073 0.0418 0.0523 0.0358 0.0307 0.0629 0.0412 0.0499 0.0454 0.0273 0.0530 0.0592 0.0407 0.0923 0.0704 0.0845 0.0908 0.0461 0.0729 0.0506 0.0745 0.0517 0.0699 0.0446 0.0415 0.0669 0.0758 0.0563 0.0547 0.0521 0.0372

T value 5.58 1.07 3.87 -0.09 -0.28 3.89 -1.50 0.80 -0.05 -0.74 -2.07 -1.71 1.10 0.02 -0.73 -0.16 -0.41 -0.36 -1.21 0.50 0.60 0.48 -0.39 -2.60 0.70 0.51 -0.93 -0.50 -0.07 2.15 0.60 0.12 1.20 -2.10 -0.14 1.04 -0.75 -0.20 0.56 -0.13 2.14 0.03 -1.21 -1.70 -1.87 0.36 0.73 -0.71 0.43 -0.53

P>|t| <.0001 0.2840 0.0002* 0.9276 0.7820 0.0002* 0.1330 0.4239 0.9598 0.4597 0.0390** 0.0892*** 0.2734 0.9868 0.4677 0.8735 0.6850 0.7198 0.2257 0.6154 0.5493 0.6298 0.6958 0.0098* 0.4841 0.6119 0.3514 0.6170 0.9471 0.0323** 0.5492 0.9054 0.2301 0.0366** 0.8893 0.2980 0.4558 0.8404 0.5756 0.8971 0.0334** 0.9765 0.2263 0.0901*** 0.0622*** 0.7206 0.4645 0.4795 0.6659 0.5970

252

Tabel 41. Lanjutan Parameter Fungsi Produksi Lnx4Lnx10 Interaksi pupuk K2O dengan TKLK Lnx5Lnx6 Interaksi PPC/ZPT dg pupuk organik Lnx5Lnx7 Interaksi PPC/ZPT dengan kapur Lnx5Lnx8 Interaksi PPC/ZPT dengan pestisida Lnx5Lnx9 Interaksi PPC/ZPT dengan TKDK Lnx5Lnx10 Interaksi PPC/ZPT dengan TKLK Lnx6Lnx7 Interaksi pupuk organik dengan kapur Lnx6Lnx8 Interaksi pupuk organik dg pestisida Lnx6Lnx9 Interaksi pupuk organik dengan TKDK Lnx6Lnx10 Interaksi pupuk organik dengan TKLK Lnx7Lnx8 Interaksi kapur dengan pestisida Lnx7Lnx9 Interaksi kapur dengan TKDK Lnx7Lnx10 Interaksi kapur dengan TKLK Lnx8Lnx9 Interaksi pestisida dengan TKDK Lnx8Lnx10 Interaksi pestisida dengan TKLK Lnx9Lnx10 Interaksi TKDK dengan TKLK Root MSE 0.46341 R-Square 0.92411 Dependent Mean 1.17344 Adj R-Sq 0.90619 Coeff Var 39.49201 *) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05 ***) : nyata pada   0 .10

Koefisien 0.0788 -0.1428 0.0267 0.0522 0.0507 -0.0510 0.0974 -0.0637 0.0153 0.0057 0.0589 -0.0221 -0.0863 0.0437 0.0410 0.0672

Standar Error 0.0539 0.0747 0.0706 0.0636 0.0590 0.0748 0.0429 0.0650 0.0357 0.0537 0.0732 0.0284 0.0620 0.0464 0.0444 0.0543

T value 1.46 -1.91 0.38 0.82 0.86 -0.68 2.27 -0.98 0.43 0.11 0.80 -0.78 -1.39 0.94 0.92 1.24

P>|t| 0.1444 0.0569*** 0.7052 0.4124 0.3904 0.4956 0.0237** 0.3283 0.6695 0.9163 0.4221 0.4368 0.1649 0.3467 0.3574 0.2168

Sebagian besar petani mengemukakan bahwa usahatani cabai merah besar tanpa penggunaan pupuk organik, P2O5 dan K2O yang cukup dapat mengalami kegagalan. Sementara itu, penambahan pengunaan pestisida/fungisida dan TKDK akan menjaga stabilitas produktivitas, sehingga berdampak menurunkan risiko produktivitas.

Namun demikian, mengingat fungsi risiko produktivitas yang

digunakan adalah fungsi translog maka untuk melihat pengaruh masing-masing input produksi terhadap risiko produktivitas perlu dilakukan penghitungan elastisitasnya. Secara keseluruhan terdapat 9 (sembilan) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas cabai merah besar, yaitu : interaksi antara benih dengan benih, interaksi benih dengan K2O, interaksi benih dengan TKLK, interaksi pupuk N dengan pupuk organik, interaksi pupuk

253 P2O5 dengan pupuk organik, interaksi pupuk P2O5 dengan TKDK, interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK, interaksi PPC/ZPT dengan pupuk organik, dan interaksi pupuk organik dengan kapur. Terdapat 3 (tiga) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah besar, yaitu: interaksi benih dengan TKLK, interaksi pupuk P2O5 dengan pupuk organik, dan interaksi pupuk organik dengan kapur. Kombinasi interaksi antara benih dan TKLK meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar.

Pada satu sisi

sebagian petani cabai merah besar masih menggunakan benih lokal (TIT Randu, TIT Segitiga, dan TIT Super) dan cenderung menggunakan jarak tanam rapat dan pada sisi lain adanya perilaku moral hazard dari sebagian TKLK menyebabkan interaksi antar keduanya bersifat menurunkan risiko produktivitas. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dan pupuk organik bersifat meningkatkan risiko produktivitas. Hal ini disebabkan penambahan penggunaan pupuk P2O5 dan penambahan pupuk organik berupa pupuk kandang yang belum matang akan meningkatkan variasi produktivitas cabai merah besar. Sehingga interaksi antar ke duanya akan bersifat menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar. Interaksi antara pupuk organik dan kapur bersifat meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar. Hal ini disebabkan penambahan penggunaan pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang yang belum matang dan penambahan kapur akan meningkatkan variasi produktivitas cabai merah besar.

Sehingga

254 interaksi antar ke duanya akan bersifat meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar. Variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 30. Variabel interaksi antar faktor produksi tersebut kurang berpengaruh terhadap risiko produktivitas cabai merah besar. Terdapat 6 (enam) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah besar, yaitu: interaksi antara benih dengan benih, interaksi benih dengan K2O, interaksi pupuk N dengan pupuk organik, interaksi pupuk P2O5 dengan TKDK, interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK, dan interaksi PPC/ZPT dengan pupuk organik.

Kombinasi interaksi antara benih dengan benih cabai merah besar

berpengaruh negatif terhadap risiko produktivitas.

Hal ini disebabkan

penambahan penggunaan benih yang ditujukan untuk kegiatan penyulaman apabila ada tanaman yang mati atau tumbuh kerdil jelas akan menurunkan risiko produktivitas. Di samping itu, adanya pergeseran penggunaan benih dari benih unggul lokal ke arah benih hibrida juga akan menurunkan risiko produktivitas. Kombinasi interaksi antara benih dengan pupuk K2O berpengaruh negatif terhadap risiko produktivitas cabai merah besar. Pada satu sisi, penambahan penggunaan benih cabai merah besar yang ditujukan untuk kegiatan penyulaman apabila ada tanaman yang mati atau tumbuh kerdil jelas akan menurunkan risiko produktivitas. Pada sisi lain, penggunaan pupuk K2O yang juga berperan sebagai pupuk awal atau pupuk dasar pada saat awal pertanaman akan berpengaruh positif

255 terhadap pertumbuhan tanaman.

Sehingga interaksi antara ke duanya akan

menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk N dengan pupuk organik berpengaruh negatif terhadap risiko produktivitas cabai merah besar. Pada satu sisi penambahan penggunaan pupuk N akan berpengaruh meningkatnya variasi produktivitas, sedangkan pada sisi lain penambahan penggunaan pupuk organik yang bersifat memperbaiki sifat fisik dan biokimia tanah jelas akan menurunkan variasi produktivitas. Namun kombinasi interaksi antara ke duanya ternyata berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar. Kombinasi interaksi antara pupuk P2O5 dengan TKDK berpengaruh negatif terhadap risiko produktivitas cabai merah besar. Pupuk P2O5 berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif dan generatif dan adanya fenomena kelangkaan tenaga kerja di daerah sentra produksi cabai merah.

Hal ini

menyebabkan penambahan pupuk P2O5 dan TKDK yang dibarengi peningkatan keterampilan teknis dalam usahatani cabai merah besar akan dapat menurunkan variasi produktivitas.

Interaksi ke duanya secara simultan akan berdampak

menurunkan risiko produktivitas. Kombinasi interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK berpengaruh secara negatif terhadap risiko produktivitas cabai merah besar. Pupuk P2O5 berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif dan generatif dan TKLK yang pada umumnya mempunyai keterampilan teknis dalam usahatani cabai merah besar akan dapat menurunkan variasi produktivitas. Interaksi ke duanya secara simultan akan berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar.

256 Kombinasi interaksi PPC/ZPT dengan pupuk organik berpengaruh secara negatif terhadap produktivitas cabai merah besar. Pupuk pelengkap cair (PPC) dan zat perangsang tumbuh (ZPT) berfungsi dalam penyedia unsur-unsur mikro dan sebagai zat perangsang tumbuh dapat menurunkan variasi produktivitas. Pupuk organik yang berfungsi memperbaiki struktur dan terkstur tanah akan meningkatkan efektivitas dalam penyerapan unsur-unsur hara baik makro maupun mikro. Di samping itu, pupuk organik dalam jumlah yang terbatas juga berperan sebagai penyedia unsur-unsur hara baik makro maupun mikro. Sehingga interaksi antara keduanya bersifat menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produktivitas cabai merah besar dengan menggunakan fungsi produksi translog dapat diformulasikan sebagai berikut: ln yi  ln 4.457  0.076 ln x1  0.307 ln x2  0.011 ln x3  0.033 ln x4  0.155 ln x5  0.196 ln x6  0.108 ln x7  0.006 ln x8  0.056 ln x9  0.344 ln x10  0.036 ln x1 ln x1  0.080 ln x2 ln x2  0.001 ln x3 ln x3  0.031 ln x4 ln x4  0.010 ln x5 ln 5  0.005 ln x6 ln x6  0.010 ln x7 ln x7  0.079 ln x8 ln x8  0.004 ln x9 ln x9  0.025 ln x10 ln x10  0.025 ln x1 ln x2  0.014 ln x1 ln x3  0.080 ln x1 ln x4  0.044 ln x1 ln x5  0.021 ln x1 ln x6  0.047 ln x1 ln x7  0.023 ln x1 ln x8  0.002 ln x1 ln x9  0.114 ln x1 ln x10  0.036 ln x2 ln x3  0.005 ln x2 ln x4  0.111 ln x2 ln x5  0.148 ln x2 ln x6  0.012 ln x2 ln x7  0.095 ln x2 ln x8  0.035 ln x2 ln x9  0.015ln x2 ln x10  0.028 ln x3 ln x4  0.010 ln x3 ln x5  0.111 ln x3 ln x6  0.002 ln x3 ln x7  0.054 ln x3 ln x8  0.071 ln x3 ln x9  0.125 ln x3 ln x10  0.027 ln x4 ln x5  0.041 ln x4 ln x6  0.039 ln x4 ln x7  0.023 ln x4 ln x8  0.020 ln x4 ln x9  0.079 ln x4 ln x10  0.143 ln x5 ln x6  0.027 ln x5 ln x7  0.052 ln x5 ln x8  0.051 ln x5 ln x9  0.051 ln x5 ln x10  0.097 ln x6 ln x7  0.064 ln x6 ln x8  0.015 ln x6 ln x9  0.006 ln x6 ln x10  0.059 ln x7 ln x8  0.022 ln x7 ln x9  0.086 ln x7 ln x10  0.044 ln x8 ln x9  0.041 ln x8 ln x10  0.067 ln x9 ln x10

257 6.5.2. Karakteristik Faktor-Faktor Produksi terhadap Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Keriting

Dengan cara yang sama dilakukan analisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting di Provinsi Jawa Tengah. Hasil estimasi pada fungsi risiko produktivitas menunjukkan terdapat 4 (empat) faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap risiko produktivitas (Tabel 42 dan Lampiran 12).

Dari 4 (empat) faktor yang berpengaruh nyata,

terdapat 3 (tiga) faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata, yaitu benih, pupuk N, dan PPC/ZPT. Penambahan penggunaan masing-masing input produksi tersebut dengan asumsi ceteris paribus maka akan menyebabkan peningkatan risiko produktivitas cabai merah keriting.

Hal ini disebabkan

penambahan penggunaan input-input produksi tersebut akan menyebabkan meningkatnya variasi produktivitas cabai merah keriting yang dihasilkan. Tanda dari parameter estimasi yang diperoleh adalah sesuai dengan yang diharapkan. Faktor input produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting pada selang kepercayaan (99 %) adalah pupuk P2O5.

Artinya semakin tinggi penggunakan pupuk P2O5 maka akan

menurunkan risiko produktivitas usahatani cabai merah keriting. Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan yang dihipotesiskan, penambahahan penggunaan pupuk P2O5 akan meningkatkan variasi produktivitas, sehingga risiko produktivitas meningkat.

Namun karena bentuk fungsi adalah fungsi translog maka perlu

dilakukan penghitungan terhadap nilai elastisitasnya.

258 Tabel 42. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter Fungsi Produksi Intersep Lnx1 Benih Lnx2 Pupuk N Lnx3 Pupuk P2O5 Lnx4 Pupuk K2O Lnx5 PPC/ZPT Lnx6 Pupuk organik Lnx7 Kapur Lnx8 Pestisida/fungisida Lnx9 Tenaga kerja Dalam Keluarga Ln10 Tenaga Kerja Luar Keluarga Lnx1Lnx1 Interaksi antara benih dengan benih Lnx2Lnx2 Interaksi pupuk N dengan pupuk N Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dengan P2O5 Lnx4Lnx4 Interaksi pupuk K2O dengan K2O Lnx5Lnx5 Interaksi PPC/ZPT dengan PPC/ZPT Lnx6Lnx6 Interaksi pupuk organik dg ppk organik Lnx7Lnx7 Interaksi kapur dengan kapur Lnx8Lnx8 Interaksi pestisida dengan pestisida Lnx9Lnx9 Interaksi TKDK dengan TKDK Lnx10Lnx10 Interaksi TKLK dengan TKLK Lnx1Lnx2 Interaksi benih dengan N Lnx1Lnx3 Interaksi benih dengan P2O5 Lnx1Lnx4 Interaksi benih dengan K2O Lnx1Lnx5 Interaksi benih dengan PPC/ZPT Lnx1Lnx6 Interaksi benih dengan pupuk organik Lnx1Lnx7 Interaksi benih dengan kapur Lnx1Lnx8 Interaksi benih dengan pestisida Lnx1Lnx9 Interaksi benih dengan TKDK Lnx1Lnx10 Interaksi benih dengan TKLK Lnx2Lnx3 Interaksi pupuk N dengan P2O5 Lnx2Ln4 Interaksi pupuk N dengan K2O Lnx2Lnx5 Interaksi pupuk N dengan PPC/ZPT Lnx2Lnx6 Interaksi pupuk N dg pupuk organik Lnx2Lnx7 Interaksi pupuk N dengan kapur Lnx2Lnx8 Interaksi pupuk N dengan pestisida Lnx2Lnx9 Interaksi pupuk N dengan TKDK Lnx2Lnx10 Interaksi pupuk N dengan TKLK Lnx3Lnx4 Interaksi pupuk P2O5 dengan K2O Lnx3Lnx5 Interaksi pupuk P2O5 dengan PPC/ZPT Lnx3Lnx3 Interaksi pupuk P2O5 dg pupuk organik Lnx3Lnx7 Interaksi pupuk P2O5 dengan kapur Lnx3Lnx8 Interaksi pupuk P2O5 dengan pestisida Lnx3Lnx9 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKDK Ln3Lnx10 Interaksi pupuk P2O5 dengan TKLK Lnx4Lnx5 Interaksi pupuk K2O dengan PPC/ZPT Lnx4Lnx6 Interaksi pupuk K2O dg pupuk organik Lnx4Lnx7 Interaksi pupuk K2O dengan kapur Lnx4Lnx8 Interaksi pupuk K2O dengan pestisida Lnx4Lnx9 Interaksi pupuk K2O dengan TKDK Lnx4Lnx10 Interaksi pupuk K2O dengan TKLK Lnx5Lnx6 Interaksi PPC/ZPT dg pupuk organik Lnx5Lnx7 Interaksi PPC/ZPT dengan kapur Lnx5Lnx8 Interaksi PPC/ZPT dengan pestisida Lnx5Lnx9 Interaksi PPC/ZPT dengan TKDK Lnx5Lnx10 Interaksi PPC/ZPT dengan TKLK Lnx6Lnx7 Interaksi pupuk organik dengan kapur Lnx6Lnx8 Interaksi pupuk organik dg pestisida Lnx6Lnx9 Interaksi pupuk organik dengan TKDK Lnx6Lnx10 Interaksi pupuk organik dengan TKLK Lnx7Lnx8 Interaksi kapur dengan pestisida

Koefisien 64.3569 7.8452 2.1599 -2.5907 -0.5693 0.4674 -2.8944 -6.0361 -1.9950 -5.0415 -5.8838 -0.2695 0.2791 0.0982 0.1665 -0.3547 -0.0212 0.0251 -0.1727 0.1177 0.5379 0.0711 0.2476 -0.4511 0.8733 0.0643 -0.0358 0.1356 -0.8100 -0.0884 0.3828 -0.0628 -0.4367 -0.2191 -0.2432 -0.2206 0.5528 -0.3537 -0.1742 -0.4377 0.2207 0.0040 0.1911 -0.0398 -0.3566 0.6237 -0.2509 0.1301 -0.1684 0.0999 0.4372 0.1259 0.1479 0.3779 0.5045 1.0705 0.4791 -0.1712 0.1166 0.0572 0.1178

Standar Error 43.5506 4.1444 0.7267 1.9852 2.9283 0.2010 2.5856 6.4518 3.3465 4.2763 5.3106 0.2783 0.1416 0.0970 0.1929 0.3183 0.0167 0.1673 0.2839 0.1355 0.2731 0.2478 0.2646 0.2487 0.5407 0.3658 0.4301 0.3373 0.3609 0.0395 0.1276 0.1482 0.3102 0.2247 0.3151 0.2062 0.2460 0.2433 0.1477 0.2663 0.2004 0.1803 0.2462 0.2238 0.1618 0.3513 0.2407 0.2452 0.2271 0.2103 0.2064 0.2480 0.4612 0.3985 0.4197 0.4122 0.2652 0.2587 0.2628 0.2293 0.2467

T value 1.48 1.89 2.97 -1.26 -0.19 2.33 -1.12 -0.94 -0.60 -1.18 -1.11 -0.97 1.97 1.01 0.86 -1.11 -1.27 0.15 -0.61 0.87 1.97 0.29 0.94 -1.81 1.62 0.18 -0.08 0.40 -2.24 -2.24 3.00 -0.42 -1.41 -0.98 -0.77 -1.07 2.25 -1.45 -1.18 -1.64 1.10 0.02 0.78 -0.18 -2.20 1.78 -1.04 0.53 -0.74 0.48 2.12 0.51 0.32 0.95 1.20 2.60 1.81 -0.66 0.44 0.25 0.48

P>|t| 0.1499 0.0680*** 0.0039* 0.0392** 0.8472 0.0225** 0.2718 0.3570 0.5556 0.2477 0.2767 0.3406 0.0580*** 0.3199 0.3948 0.2741 0.2143 0.8819 0.5476 0.3919 0.0582*** 0.7760 0.3568 0.0797*** 0.1167 0.8617 0.9342 0.6905 0.0323** 0.0326** 0.0054* 0.6750 0.1695 0.3371 0.4463 0.2932 0.0322** 0.1565 0.2475 0.1106 0.2797 0.9823 0.4439 0.8602 0.0354** 0.0860*** 0.3056 0.5995 0.4641 0.6381 0.0426** 0.6154 0.7507 0.3505 0.2387 0.0144** 0.0808*** 0.5132 0.6604 0.8048 0.6365

259 Tabel 42. Lanjutan Parameter Fungsi Produksi Lnx7Lnx9 Interaksi kapur dengan TKDK Lnx7Lnx10 Interaksi kapur dengan TKLK Lnx8Lnx9 Interaksi pestisida dengan TKDK Lnx8Lnx10 Interaksi pestisida dengan TKLK Lnx9Lnx10 Interaksi TKDK dengan TKLK Root MSE 0.32017 R-Square 0.78543 Dependent Mean -0.32320 Adj R-Sq 0.32054 Coeff Var -99.06088 *) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05 ***) : nyata pada   0 .10

Koefisien 0.0096 0.2065 0.3850 0.1692 0.2274

Standar Error 0.3630 0.4428 0.2495 0.2667 0.3852

T value 0.03 0.47 1.54 0.63 0.59

P>|t| 0.9791 0.6444 0.1334 0.5307 0.5593

Faktor produksi lain yang berpengaruh secara negatif, meskipun tidak nyata terhadap risiko produktivitas adalah : pupuk K2O, pupuk organik, kapur, pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK. Faktor-faktor produksi tersebut kurang berpengaruh terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Meskipun tidak nyata, sebagian besar tanda dari parameter input-input produksi tersebut sesuai dengan yang diduga. Pupuk organik dan kapur yang berfungsi untuk memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah ternyata berpengaruh menurunkan variasi produktivitas. Penambahan penggunaan pestisida/fungisida yang berfungsi mengendalikan OPT akan menstabilkan produktivitas, sehingga berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Demikian juga halnya, penambahan penggunaan TKDK dan TKLK akan menurunkan variasi produktivitas, karena usahatani cabai merah bersifat intensif tenaga kerja. Sehingga peningkatan penggunan TKDK dan TKLK berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Secara keseluruhan terdapat 12 variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting, yaitu :

260 interaksi pupuk N dengan pupuk N, TKLK dengan TKLK, benih dengan K2O, benih dengan pestisida/fungisida, benih dengan TKDK, benih dengan TKLK, pupuk N dengan pupuk P2O5, pupuk N dengan TKDK, pupuk P2O5 dengan TKLK, pupuk K2O dengan PPC/ZPT, PPC/ZPT dengan TKLK, serta interaksi pupuk organik dengan kapur. Terdapat 8 (delapan) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting, yaitu: interaksi pupuk N dengan pupuk N, TKLK dengan TKLK, benih dengan pestisida/fungisida, pupuk N dengan pupuk P2O5, pupuk N dengan TKDK, pupuk K2O dengan PPC/ZPT, PPC/ZPT dengan TKLK, serta interaksi antara pupuk organik dengan kapur. Penggunaan pupuk N yang berasal dari beberapa jenis pupuk, seperti pupuk Urea, ZA, serta PONSKA dan NPK berpengaruh meningkatkan variasi produktivitas cabai merah keriting.

Sehingga interaksi antara pupuk N yang

bersumber dari berbagai jenis pupuk tersebut secara simultan berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara TKLK dan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya perilaku moral hazard dari TKLK dalam berbagai kegiatan usahatani cabai merah keriting. Secara empiris dijumpai adanya tenaga kerja upahan, apabila diterapkan sistem upah harian cenderung memperlambat pekerjaan dan apabila dilakukan upah borongan cenderung mempercepat pekerjaan dan kurang memperhatikan kualitas

261 hasil kerja. Sehingga interaksi antara keduanya berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Interaksi

antara

benih

meningkatkan risiko produktivitas.

dengan

pestisida/fungisida

berdampak

Masih adanya sebagian petani yang

menggunakan benih unggul lokal (varietas tampar) dan sebagian lagi menggunakan benih hibrida akan meningkatkan variasi produktivitas. Sementara itu, adanya fenomena penggunaan pestisida/fungisida tidak tepat dosis dan terjadinya pengoplosan antar berbagai jenis pestisida/fungisida menyebabkan meningkatnya variasi produktivitas. Interaksi antara keduanya berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk N dan P2O5 berpengaruh secara positif dan nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah keriting. Hal ini disebabkan bahwa pengaruh penambahan penggunaan masing-masing input produksi tersebut dapat meningkatkan variasi produktivitas cabai merah keriting. Sehingga interaksi antar keduanya input tersebut berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi antara pupuk N dengan TKDK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Penambahan penggunaan

pupuk

N

berdampak

meningkatkan

variasi

produktivitas.

Penambahan penggunaan TKDK yang tidak disertai peningkatan keterampilan teknis dalam budidaya cabai keriting yang rendah dapat meningkatkan risiko produktivitas. Sehingga interaksi antar keduanya berdampak meningkatkan risiko produktivitas usahatani cabai merah keriting.

262 Kombinasi interaksi antara pupuk K2O dengan PPC/ZPT berpengaruh secara positif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Peningkatan penggunaan pupuk K2O dan PPC/ZPT dapat meningkatkan variabilitas produktivitas cabai merah keriting.

Sehingga interaksi antara

keduanya berdampak menurunkan risiko produktivitas. Kombinasi interaksi antara PPC/ZPT dengan TKLK berpengaruh secara positif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Pada satu sisi, penambahan penggunaan PPC/ZPT dapat meningkatkan variabilitas produktitivitas. Pada sisi lain, penambahan penggunaan TKLK akan menurunkan variabilitas produktivitas, namun karena adanya perilaku moral hazard pada tenaga kerja upahan dapat menimbulkan peningkatan variabilitas produktivitas cabai merah keriting.

Sehingga interaksi antara keduanya secara bersamaan

berdampak pada menurunkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi pupuk organik dengan kapur berpengaruh secara positif terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Penambahan pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang yang belum matang dan belum terstandarisasi akan meningkatkan variabilitas produktivitas. Penambahan kapur terutama pada lahan sawah dengan pH yang sudah

ideal bagi pertumbuhan

tanaman cabai merah keriting dapat menyebabkan peningkatan variabilitas produktivitas. Sehingga interaksi antara pupuk organik dan kapur berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara positif, tetapi tidak nyata secara terperinci dapat dilihat pada pada Tabel 42 dan Lampiran

263 12.

Variabel-variabel interaksi antar faktor produksi tersebut kurang penting

dalam mempengaruhi risiko produktivitas cabai merah keriting. Terdapat 4 (empat) variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting, yaitu: benih dengan dan pupuk K2O, benih dengan TKDK, benih dengan TKLK, pupuk P2O5 dengan TKLK. Kombinasi antara benih dengan dan K2O berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting.

Secara empiris terdapat kecenderungan petani cabai merah keriting

menanam dengan menggunakan jarak tanam rapat, dengan harapan apabila ada yang mati atau tumbuh kerdil dapat dilakukan penyulaman, sehingga dapat menurunkan variabilitas produktivitas.

Penggunaan pupuk K2O dapat

menimbulkan risiko produktivitas. Sehingga interaksi antara penggunaan benih dan pupuk K2O berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi interaksi penggunaan benih dengan TKDK berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap risiko produktivitas. Secara empiris di lapang petani cabai merah keriting masih ada yang menggunakan jarak tanam rapat, dengan harapan kalau ada yang mati atau tumbuh kerdil dapat dilakukan penyulaman, sehingga benih dapat mengurangi risiko produktivitas. Penambahan penggunaan TKDK dalam batas-batas tertentu dapat mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja pada saat kegiatan penanaman dan penyulaman. Sehingga interaksi antara dua faktor produksi tersebut berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah keriting.

264 Kombinasi interaksi penggunaan benih dengan TKLK berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Sebagian petani cabai merah keriting ada kecenderungan menggunakan jarak tanam rapat, dengan harapan kalau ada yang mati atau tumbuh kerdil dapat dilakukan penyulaman, sehingga bersifat mengurangi risiko produktivitas. Penambahan penggunaan TKLK yang umumnya memiliki keterampilan teknis lebih baik dapat mengurangi variabilitas produktivitas. Sehingga interaksi antara dua faktor produksi tersebut berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Kombinasi penggunaan pupuk P2O5 dengan TKLK berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Pada satu sisi penambahan penggunaan pupuk P2O5 berpengaruh meningkatkan variabilitas produktivitas cabai merah keriting. Pada sisi yang lain, penambahan penggunaan TKLK yang umumnya memiliki keterampilan teknis dalam budidaya cabai keriting secara baik dapat menurunkan variabilitas produktivitas.

Ternyata

interaksi antara keduanya berdampak menurunkan risiko produktivitas. Variabel interaksi antar faktor produksi yang berpengaruh secara negatif, tetapi tidak nyata terhadap produktivitas cabai merah keriting secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 31 dan Lampiran 4.

Artinya interaksi antar faktor

produksi tersebut kurang penting pengaruhnya terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting.

265 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produktivitas cabai merah

keriting

dengan

menggunakan

fungsi

produksi

translog

dapat

diformulasikan sebagai berikut: ln yi  ln 64.357  7.845 ln x1  2.160 ln x2  2.591 ln x3  0.569 ln x4  0.467 ln x5  2.894 ln x6  6.036 ln x7  1.995 ln x8  5.042 ln x9  5.884 ln x10  0.270 ln x1 ln x1  0.279 ln x2 ln x2  0.098 ln x3 ln x3  0.167 ln x4 ln x4  0.355 ln x5 ln 5  0.021 ln x6 ln x6  0.025 ln x7 ln x7  0.173 ln x8 ln x8  0.118 ln x9 ln x9  0.538 ln x10 ln x10  0.071 ln x1 ln x2  0.248 ln x1 ln x3  0.451 ln x1 ln x4  0.873 ln x1 ln x5  0.064 ln x1 ln x6  0.036 ln x1 ln x7  0.136 ln x1 ln x8  0.810 ln x1 ln x9  0.088 ln x1 ln x10  0.383 ln x2 ln x3  0.063 ln x2 ln x4  0.437 ln x2 ln x5  0.219 ln x2 ln x6  0.243 ln x2 ln x7  0.221 ln x2 ln x8  0.553 ln x2 ln x9  0.354 ln x2 ln x10  0.174 ln x3 ln x4  0.438 ln x3 ln x5  0.221 ln x3 ln x6  0.004 ln x3 ln x7  0.191 ln x3 ln x8  0.040 ln x3 ln x9  0.357 ln x3 ln x10  0.624 ln x4 ln x5  0.251 ln x4 ln x6  0.130 ln x4 ln x7  0.168 ln x4 ln x8  0.100 ln x4 ln x9  0.437 ln x4 ln x10  0.126 ln x5 ln x6  0.148 ln x5 ln x7  0.378 ln x5 ln x8  0.505 ln x5 ln x9  1.071 ln x5 ln x10  0.479 ln x6 ln x7  0.171 ln x6 ln x8  0.117 ln x6 ln x9  0.057 ln x6 ln x10  0.118 ln x7 ln x8  0.010 ln x7 ln x9  0.207 ln x7 ln x10  0.385 ln x8 ln x9  0.169 ln x8 ln x10  0.227 ln x9 ln x10

6.5.3. Nilai Estimasi Elastisitas Risiko Produktivitas terhadap Input pada Produksi Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting Koefisien parameter pada fungsi risiko produktivitas dengan fungsi translog belum menggambarkan nilai elastisitas risiko produktivitas dari masingmasing faktor produksi yang digunakan, sehingga perlu dihitung nilai elastisitasnya. Hasil estimasi masing-masing nilai elastisitas faktor produksi terhadap risiko produktivitas dengan fungsi produktivitas translog struktur heteroskedastisitas pada usahatani cabai merah besar di Provinsi Jawa Tengah ditunjukkan pada (Tabel 43). Beberapa variabel input produksi yang berpengaruh secara positif terhadap risiko produktivitas cabai merah besar adalah : variabel benih (x1), pupuk N (x2),

266 K2O (x4), PPC/ZPT (x5), kapur (x7), serta TKLK (x10) masing-masing diperroleh nilai elastisitas 0.1873, 0.3412, 0.3485, 0.1345, dan 0.2943. Artinya peningkatan penggunaan input produksi tersebut masing-masing (1 %) akan meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar masing-masing sebesar (0.1873 %, 0.3412 %, 0.3485 %, 0.1345 %, dan 0.2943 %). Peningkatan penggunaan input-input produksi tersebut akan meningkatkan variabilitas produktivitas, sehingga pada gilirannya berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar. Penambahan penggunaan benih ternyata berdampak meningkatkan risiko produktivitas. Hal ini disebabkan oleh adanya sebagian petani yang menggunakan benih dengan varietas lokal (TIT Randu, TIT Segitiga, dan TIT Super) dan penggunaan jarak tanam yang rapat hingga sedang. Kondisi ini menyebabkan penambahan penggunaan benih akan meningkatkan variabilitas produktivitas cabai merah besar dan akhirnya berdampak pada peningkatan risiko produktivitas. Penambahan penggunaan pupuk N dan K2O yang merupakan unsur hara makro, serta PPC/ZPT yang mengandung unsur hara makro berpengaruh terhadap peningkatan variabilitas produktivitas, sehingga pada akhirnya berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar. Penggunaan kapur yang berfungsi sebagai unsur pembenah tanah dan memperbaiki pH tanah ternyata berpengaruh meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar. Kondisi ini disebabkan penambahan kapur akan meningkatkan variasi produktivitas. Sehingga penambahan kapur berdampak meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar.

267 Usahatani cabai merah besar bersifat intensif tenaga kerja, sehingga penambahan TKLK diharapkan menurunkan variasi produktivitas dan berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar.

Namun kenyataannya

penambahan TKLK berpengaruh meningkatkan risiko produktivitas.

Hal ini

disebabkan adanya perilaku moral hazard dari TKLK yang cenderung berperilaku mengejar agar pekerjaan cepat selesai dan mengabaikan kualitas hasil kerja. Kondisi ini menyebabkan penambahan TKLK berpengaruh meningkatkan variabilitas produktivitas dan akhirnya berpengaruh meningkatkan risiko produktivitas cabai merah besar. Beberapa variabel input produksi yang berpengaruh secara negatif terhadap risiko produktivitas cabai merah besar, antara lain adalah : penggunaan pupuk P2O5, pupuk organik, kapur, pestisida/fungisida, dan TKDK masingmasing dengan koefisien elastisitas risiko produktivitas -0.2867, -0.2628, -0.1594, -0.0186, dan -0.0398. Artinya penambahan penggunaan input-input produksi tersebut masing-masing sebesar (1 %) maka akan menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar masing-masing sebesar (-0.2867 %, -0.2628 %, -0.1594 %, -0.0186 %, dan -0.0398 %). Untuk input produksi pupuk P2O5 tidak sesuai dengan yang dihipotesakan, sedangkan untuk input produksi pupuk organik, pestisida/fungisida, dan TKDK sesuai dengan yang dihipotesakan. Penambahan penggunaan pupuk P2O5 dapat menurunkan variasi produktivitas usahatani cabai merah besar, sehingga akan berdampak menurunkan risiko produktivitas. Penambahan penggunaan pupuk organik dan kapur yang berperan untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah serta sebagai unsur

268 pembenah tanah dapat menurunkan variabilitas produktivitas. Sehingga interaksi antara pupuk organik dan kapur dapat mengurangi risiko produktivitas cabai merah besar.

Tabel. 43. Nilai Estimasi Elastisitas Risiko Produktivitas terhadap Input dengan Fungsi Produksi Stokastik Translog, pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7

Jenis input Benih/bibit (x1) Pupuk N (x2) Pupuk P2O5 (x3) Pupuk K2O (x54 PPC/ZPT (x5) Pupuk Organik (x6) Kapur (x7) Pestisida/Fungisida 8 (x8) 9 TKDK (x9) 10 TKLK (x10)

Cabai Merah Besar Cabai Merah Keriting 0.1873 0.4733 0.3412 0.3367 -0.2867 0.1056 0.3485 0.1941 0.1345 1.4811 -0.2628 0.8471 -0.1594 0.6362 -0.0186 -0.0398 0.2943

-0.0925 1.0422 1.0684

Penggunaan pestisida/fungisida pada usahatani cabai merah besar yang berfungsi mengendalikan serangan hama dan penyakit tanaman akan bersifat menstabilkan variasi produktivitas. Penambahan penggunaan pestisida/fungisida akan bersifat menurunkan variasi produktivitas, sehingga berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah besar. Hasil estimasi nilai elastisitas masing-masing input produksi terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting dengan fungsi produktivitas translog pendekatan SPF struktur heterokedastisitas pada usahatani cabai merah keriting ditunjukkan pada (Tabel 43). Sebagian besar faktor produksi, kecuali

269 pestisida/fungisida yang berpengaruh secara positif terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting. Beberapa faktor produksi yang bersifat menurunkan risiko produktivitas adalah penggunaan benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, serta TKDK dan TKLK masing-masing dengan nilai elastisitas sebesar (0.4733, 0.3367, 0.1056, 0.1941, 1.4811, 0.8471, 0.6362, serta 1.0422 dan 1.0684). Artinya penambahan penggunaan masing-masing input produksi sebesar (1 %) akan dapat meningkatkan produktivitas sebesar (0.4733 %, 0.3367 %, 0.1056 %, 0.1941 %, 1.4811 %, 0.8471 %, 0.6362 %, serta 1.0422 % dan 1.0684%).

Hasil analisis ini sesuai dengan yang dihipotesakan.

Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan input-input produksi tersebut untuk usahatani cabai merah keriting pada teknologi yang tersedia akan meningkatkan variabilitas produktivitas, sehingga pada gilirannya akan berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Hanya terdapat satu input produksi yang berpengaruh secara negatif terhadap risiko produktivitas cabai merah keriting, yaitu pestisida/fungisida dengan nilai elastisitas sebesar -0.0925.

Artinya peningkatan penggunaan

pestisida/fungisida sebesar (1 %) akan berdampak pada penurunan risiko produktivitas sebesar (-0.0925 %). dihipotesakan.

Hasil analisis ini sesuai dengan yang

Penggunaan pestisida/fungisida yang berfungsi mengendalikan

hama dan penyakit tanaman cabai merah keriting akan berpengaruh menstabilkan variasi

produktivitas.

Oleh

karena

itu,

penambahan

penggunaan

270 pestisida/fungisida akan berdampak menurunkan risiko produktivitas cabai merah keriting.

6.6. Perilaku Petani Cabai Merah dalam Menghadapi Risiko produktivitas serta Dampaknya terhadap Alokasi Input, Produktivitas, Efisiensi Teknis dan Pendapatan

6.6.1. Perilaku Petani Cabai Merah Besar terhadap Risiko produktivitas serta Dampaknya terhadap Alokasi Input, Produktivitas, Efisiensi Teknis dan Pendapatan

6.6.1.1. Perilaku Petani Cabai Merah Besar terhadap Risiko Produktivitas Kesediaan petani produsen untuk mengambil risiko atau menghindari risiko produksi, pada dasarnya akan tergantung pada pembawaan fisik dan utilitas yang diterima petani dari output yang dihasilkan (Semaoen, 1992).

Dalam

keseharian petani selalu dihadapkan pada kejadian-kejadian yang menyangkut risiko dan ketidakpastian dalam berproduksi. Petani dalam menjalankan usahanya dipengaruhi bukan hanya faktor internal yang dapat dikontrolnya, namun juga faktor eksternal yang berada di luar kendalinya. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh gambaran bahwa rata-rata petani cabai merah besar di Jawa Tengah berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dalam alokasi penggunaan input produksi yang digunakan. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai rata-rata koefisien θ yang bernilai positif, namun sangat kecil (6.7832E-30) atau mendekati nol dan nilai rata-rata koefisien λ bernilai positif (7.2031) (Tabel 44 dan Lampiran 13). Hal ini mengandung makna

271 bahwa apabila terjadi kenaikan ragam keuntungan atau pendapatan maka petani sebagai pengambil keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan atau pendapatan yang diharapkan.

Tabel 44. Perilaku Petani Cabai Merah Besar terhadap Risiko Produktivitas, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Input produksi Benih Pupuk N Pupuk P2O5 Pupuk K2O PPC/ZPT Pupuk organik Kapur Pestisida/Fungisida TKDK TKLK Rata-rata Uji rata-rata

Rata-rata Nilai θ Petani Sampel -1.3537E-38 4.0609E-42 6.6932E-36 5.9703E-41 6.7832E-29 2.9642E-45 -8.4266E-45 -1.7241E-34 1.6980E-34 6.5339E-42 6.7832E-30 H0 : θ =0 ditolak H1 : θ <0 diterima

Rata-rata Nilai λ Petani Sampel 8.3021 6.0160 8.1376 8.1343 7.2316 6.7325 5.4761 7.6829 8.3021 6.0160 7.2031 H0 : λ =0 ditolak H1 : λ > 0 diterima

Secara parsial, sebagian besar petani cabai merah besar di lokasi penelitian Jawa Tengah bersikap netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan sebagian lainnya bersikap berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) dalam alokasi penggunaan input produksi. Hasil ini berbeda dengan temuan hasilhasil penelitian sebelummnya pada komoditas padi di mana petani berperilaku menghindari risiko produktivitas (risk averse). Petani cabai merah besar bersikap netral terhadap risiko produktivitas ditemukan pada alokasi penggunaan input produksi : benih, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, kapur, pestisida/fungisida,

272 serta TKDK dan TKLK. Sementara itu, untuk alokasi penggunaan input produksi berupa pupuk N dan pupuk organik petani cabai merah besar bersikap berani mengambil risiko produktivitas. Secara terperinci perilaku risiko produktivitas petani dalam mengalokasikan input produksi dapat dilihat pada Tabel 45.

Tabel 45. Pengaruh Perilaku Risiko Produktivitas Petani dalam Alokasi Input pada Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Rata-rata Nilai θ Petani Sampel

Simpangan Baku

t hitung

Benih

-1.3537E-38

1.9716E-37

-0.9710

Pupuk N

4.0609E-42

4.4731E-41

1.3900

Pupuk P2O5

6.6932E-36

9.8861E-35

0.9575

Pupuk K2O

5.9703E-41

3.8411E-39

0.2198

PPC/ZPT

6.7832E-29

9.6778E-28

0.9912

Pupuk organik

2.9642E-45

2.9805E-44

1.4044

Kapur

-8.4266E-45

5.0902E-43

-0.2341

Pestisida/Fung isida

-1.7241E-34

3.2457E-33

-0.7512

TKDK

1.6980E-34

3.2409E-33

0.7409

TKLK

6.5339E-42

1.0130E-40

0.9122

Input produksi

T hitung VS t tabel t hitung < t tabel, terima H0 t hitung > t tabel, tolak H0 t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0 t hitung > t tabel, tolak H0

Kesimpulan Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ>0 : Risk taker Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ>0 : Risk taker

t hitung < t tabel, terima H0

Nilai θ=0 : Risk neutral

t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0

Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral

Sebagian besar petani cabai merah besar berperilaku netral terhadap risiko produktivitas dalam mengalokasikan input produksi untuk (benih, pupuk P2O5, pupuk K2O,

PPC/ZPT, kapur, pestisida/fungisida) disebabkan petani pada

dasarnya telah secara tradisional mengusahakan usahatani cabai merah secara bertahun-tahun. Petani juga sangat menyadari bahwa terdapat faktor-faktor

273 eksternal seperti perubahan iklim (kebanjiran dan kekeringan) dan serangan OPT berada di luar kendalinya. Di samping itu, petani sebagai pengambil keputusan menyadari bahwa meskipun mereka telah tergabung dalam kelembagaan kelompok tani dan Gapoktan, sesungguhnya petani baik secara individu maupun kelompok adalah sebagai penerima harga (price taker) pada pasar input dan pasar output. Untuk tenaga kerja, ada fenomena kekurangan tenaga kerja di daerah sentra produksi cabai merah besar. Secara empiris penggunaan antara TKDK dan TKLK bersifat subtitusi, meskipun tidak secara sempurna. Adanya fleksibilitas penggunaan antara TKDK dan TKLK ini mempengaruhi petani dalam bersikap netral terhadap risiko produktivitas.

Di samping itu, masih adanya kelembagaan

arisan tenaga kerja antar petani cabai merah besar yang satu dengan yang lain dalam batas-batas tertentu dapat mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja. Hanya terdapat dua input produksi di mana petani bersikap berani mengambil risiko produktivitas (risk taker), yaitu pupuk N dan pupuk organik. Petani berperilaku berani mengambil risiko produktivitas untuk penggunaan pupuk N, disebabkan pupuk N dipandang sebagai pupuk utama yang sangat menentukan dalam keberhasilan usahatani cabai merah besar. Secara empiris sebagian besar petani cabai merah besar memiliki ternak, seperti sapi, kambing, dan ayam dan ketersediaan pupuk kandang secara lokalita cukup baik. Sehingga hampir sebagian besar petani menggunakan pupuk lengkap (pupuk kimia dan pupuk organik).

Umumnya petani memiliki persepsi bahwa usahatani cabai

merah besar tanpa pemupukan N dan pupuk organik akan mengalami kegagalan.

274 Petani cabai merah besar yang bersifat netral terhadap risiko produktivitas mendorong petani melakukan desain pola tanam dengan memasukkan komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi termasuk komoditas cabai merah besar. Secara umum adopsi teknologi petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas relatif lebih baik, sehingga pencapaian TE yang tergolong tinggi, yaitu 0.84.

6.6.1.2. Pengaruh Perilaku Petani Cabai Merah Besar dalam Menghadapi Risiko Produktivitas serta Dampaknya terhadap Alokasi Input dan Produktivitas

Untuk melihat karakteristik petani cabai merah besar dan pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko produktivitas terhadap alokasi penggunaan input produksi dan dampaknya terhadap produktivitas, TE, dan pendapatan usahatani cabai merah besar dilakukan disagregasi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) Kelompok pertama adalah kelompok petani cabai merah besar yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah pada penghindar risiko produktivitas (risk averse) atau diistilahkan Risk Neutral I; dan (2) Kelompok ke dua adalah kelompok petani cabai merah besar yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah pada berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) atau Risk Neutral II. Secara umum karakteristik petani cabai merah besar yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) berada pada golongan umur yang sedikit lebih muda dibandingkan petani yang berperilaku netral terhadap risiko

275 produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke menghindari risiko produktivitas (risk averse). Variabel umur berpengaruh terhadap keberanian mengambil risiko, petani golongan muda ternyata lebih berani mengambil risiko produktivitas. Dari aspek pengalaman, petani cabai merah besar yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke berani mengabil risiko produktivitas (risk taker) memiliki pengalaman yang lebih lama dibandingkan dengan petani yang netral terhadap risiko (risk neutral) dan mengarah menghindari risiko produktivitas (risk taker). Akumulasi pengalaman yang dimiliki petani memberikan dorongan untuk bersikap lebih berani untuk mengambil risiko produktivitas. Petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) memiliki tingkat pendidikan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan yang berperilaku netral terhadap risiko (risk neutral) dan mengarah menghindari risiko produktivitas (risk taker). Meskipun pendidikan formal tidak terkait langsung dengan keterampilan teknis dalam usahatani cabai merah, namun pendidikan akan mempengaruhi kapabilitas manajerial dan kualitas keputusan petani dalam usahatani cabai merah besar. Semakin tinggi pendidikan petani maka semakin tinggi keberanian dalam mengambil risiko produktivitas. Secara empiris, rata-rata tingkat partisipasi petani cabai merah besar dalam kelembagaan kelompok tani sangat tinggi. Namun, secara relatif keterlibatan petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) lebih tinggi dibandingkan dengan petani cabai merah yang berperilaku netral terhadap risiko

276 (risk neutral) dan mengarah ke menghindari risiko produktivitas (risk averse). Keterlibatan petani dalam kelembagaan kelompok tani dan Gapoktan akan meningkatkan akses petani terhadap berbagai informasi, seperti informasi teknologi dan pasar, sehingga mempengarui petani dalam mengambil keputusan dalam usahataninya.

Di samping itu, keterlibatan petani dalam kelembagaan

kelompok tani juga meningkatkan aksessibilitas petani untuk mendapatkan sarana produksi pupuk. Tingkat partisipasi petani cabai merah besar dalam kelembagaan kemitraan usaha relatif kecil. Umumnya petani tergabung dalam kelembagaan kemitraan usaha secara formal melalui kontrak dengan PT. Heinz ABC relatif lebih berani mengambil risiko produktivitas dibandingkan petani yang tidak tergabung dalam kelembagaan kemitraan usaha.

Dalam batas-batas tertentu, kemitraan usaha

meningkatkan akses petani terhadap input produksi, bimbingan teknis budidaya, serta manajemen usahatani. Di samping itu, adanya jaminan pasar dan kepastian harga melalui kontrak harga sebelum tanam cabai merah besar mempengaruhi keberanian petani dalam mengambil risiko produktivitas. Pada umumnya petani cabai merah besar yang memiliki lahan lebih luas relatif lebih berani mengambil risiko produktivitas. Hal ini ditunjukkan oleh ratarata petani cabai merah yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) memiliki lahan dan lahan garapan usahatani cabai merah besar lebih luas dibandingkan petani cabai merah besar yang netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah penghindar risiko produktivitas (risk averse). Luas

277 pemilikan lahan mempengaruhi fleksibilitas petani dalam mengusahakan tanaman komersial bernilai ekonomi tinggi, termasuk komoditas cabai merah besar. Secara terperinci karakteristik petani cabai merah besar kaitannya dengan perilaku risiko produktivitas dapat disimak pada Tabel 46.

Tabel 46.

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Karakteristik Petani Cabai Merah Besar terhadap Perilaku Risiko Produktivitas, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009

Karakteristik Petani Umur petani (th) Pengalaman KK (th) Pendidikan KK (th) Partisipasi dalam kelembagaan kelompok tani (%) Partisipasi dalam Gapoktan (%) Partisipasi dalam kemitraan usaha (%) Rata-rata penguasaan lahan (Ha) Rata-rata luas garapan cabai merah besar (Ha)

Risk Neutral I (-3.49577E-38) 41.50 6.55 8.36

Risk Neutral II (8.31642E-39) 40.41 6.89 10.92

93.51

97.44

63.46

73.21

1.29

7.69

0.66

1.02

0.36

0.39

Secara umum petani cabai merah besar yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) mengalokasikan input-input produksi sedikit lebih tinggi dibandingkan petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah pada penghindar risiko produkstivitas (risk averse). Dampak selanjutnya adalah bahwa petani cabai merah besar yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah pada berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) mencapai tingkat produktivitas yang

278 lebih tinggi dibandingkan petani yang bersikap netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah penghindar risiko produktivitas (risk averse). Implikasinya adalah pentingnya mendorong petani cabai merah besar untuk lebih berani dalam mengambil risiko produktivitas.

Secara terperinci

pengaruh perilaku petani cabai merah besar dalam menghadapi risiko produktivitas dan dampaknya terhadap alokasi input produksi, tingkat produktivitas, TE, dan pendapatan atau keuntungan usahatani cabai merah besar dapat dilihat pada Tabel 47 berikut.

Tabel 47. Konsekuensi Perilaku Risiko Produktivitas Petani Cabai Merah Besar terhadap Alokasi Input dan Tingkat Produktivitas, TE, dan Pendapatan di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Alokasi input dan Tingkat Produktivitas Benih (gram) Pupuk N (Kg) Pupuk P2O5 (Kg) Pupuk K2O (Kg) PPC/ZPT (Liter) Pupuk organik (Kg) Kapur (Kg) Pestisida/fungisida (Liter) TKDK (HOK) TKLK (HOK) Produktivitas (Kg) Efisiensi teknis (TE) Pendapatan/Keuntungan

Risk Neutral I (-3.49577E-38) 840.86 240.29 158.97 148.42 13.98 18 508.76 2 042.36

Risk Neutral II (8.31642E-39) 947.93 255.64 166.62 177.01 15.47 20 557.69 2 062.63

44.99

51.48

181.97 518.36 9 436.49 0.83 9 201 600

182.07 566.81 9 551.40 0.86 9 767 852

279 6.6.2. Perilaku Petani Cabai Merah Keriting dalam Menghadapi Risiko Produktivitas serta Dampaknya terhadap Alokasi Input dan Produktivitas

6.6.2.1. Perilaku Petani Cabai Merah Keriting terhadap Risiko produktivitas Hasil estimasi diperoleh gambaran bahwa rata-rata petani cabai merah keriting di lokasi penelitian Jawa Tengah berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dalam alokasi penggunaan input produksi yang digunakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata koefisien θ yang bernilai negatif yang bernilai relatif kecil (-4.0616E-11) dan nilai rata-rata koefisien λ bernilai positif (4.0253) (Tabel 48 dan Lampiran 14). Jika terjadi kenaikan ragam pendapatan maka petani sebagai pengambil keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan pendapatan yang diharapkan.

Tabel 48. Perilaku Petani Cabai Merah Keriting terhadap Risiko Produktivitas di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Input produksi Benih Pupuk N Pupuk P2O5 Pupuk K2O PPC/ZPT Pupuk organik Kapur Pestisida/Fungisida TKDK TKLK Rata-rata Uji rata-rata

Rata-rata Nilai θ Petani Sampel -9.7481E-33 2.5901E-37 2.7015E-27 4.0501E-28 -4.0616E-10 -1.8276E-31 2.8845E-36 9.4441E-26 6.1589E-19 -6.1584E-33 -4.0616E-11 H0 : θ =0 ditolak H1 : θ <0 diterima

Rata-rata Nilai λ Petani Sampel 4.0006 4.0746 4.0003 4.0458 4.0051 4.0202 4.0058 4.0007 4.0256 4.0746 4.0253 H0 : λ =0 ditolak H1 : λ > 0 diterima

280 Sebagian besar petani cabai merah keriting di lokasi penelitian Jawa Tengah bersikap netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dalam alokasi penggunaan input produksi, kecuali dalam alokasi penggunaan pupuk P2O5. Petani cabai merah keriting bersikap netral terhadap risiko produktivitas ditemukan pada alokasi penggunaan input produksi : benih, pupuk N, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK. Hanya untuk alokasi penggunaan input produksi pupuk P2O5 petani cabai merah keriting bersikap berani mengambil risiko produktivitas.

Secara terperinci

perilaku risiko produktivitas petani dalam mengalokasikan input produksi pada usahatani cabai merah keriting dapat dilihat pada Tabel 49.

Tabel 49. Pengaruh Perilaku Risiko Produktivitas Petani dalam Alokasi Input pada Usahatani Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Rata-rata Nilai θ Petani Sampel

Simpangan Baku

t hitung

Benih

-9.7481E-33

9.5516E-32

0.9999

Pupuk N

2.5901E-37

2.1373E-36

1.1874

Pupuk P2O5

2.7015E-27

1.9373E-26

1.3663

Pupuk K2O

4.0501E-28

3.9912E-27

0.9942

PPC/ZPT

-4.0616E-10

3.9796E-09

-1.0000

Pupuk organik

-1.8276E-31

1.7909E-30

-0.9999

Kapur

2.8845E-36

2.5679E-33

0.1110

Pestisida/ Fungisida

9.4441E-26

1.0238E-24

0.9038

TKDK

6.1589E-19

6.0345E-18

1.0000

TKLK

-6.1584E-33

6.0815E-32

-09922

Input produksi

t hitung VS t tabel t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0 t hitung > t tabel, terima H1 t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0

Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ >0 : Risk taker Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral

t hitung < t tabel, terima H0

Nilai θ=0 : Risk neutral

t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0 t hitung < t tabel, terima H0

Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral Nilai θ=0 : Risk neutral

Kesimpulan

281 Sebagian besar petani cabai merah keriting berperilaku netral terhadap risiko produktivitas dalam mengalokasikan input produksi untuk (benih, pupuk N, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, pestisida/fungisida) disebabkan petani secara tradisional telah lama mengusahakan cabai merah keriting. Petani juga sangat menyadari bahwa terdapat faktor-faktor eksternal yang berada di luar kontrolnya, seperti perubahan iklim serta serangan hama dan penyakit tanaman. Pada dasarnya petani cabai merah keriting menghadapi struktur pasar yang tidak bersaing sempurna dan petani bersifat sebagai penerima harga (price taker) pada pasar input dan output. Secara empiris terjadi fenomena kekurangan tenaga kerja di daerah sentra produksi cabai merah keriting. Penggunaan tenaga kerja yang bersumber dari TKDK dan TKLK bersifat subtitusi, meskipun tidak secara sempurna. Adanya fleksibilitas penggunaan tenaga kerja antara TKDK dan TKLK mempengaruhi petani dalam bersikap netral terhadap risiko produktivitas. Di samping itu, masih adanya kelembagaan arisan tenaga kerja antar petani cabai merah keriting yang satu dengan yang lain dalam batas-batas tertentu dapat mengurangi masalah kekurangan tenaga kerja. Hanya terdapat satu input produksi, di mana petani bersikap berani mengambil risiko produktivitas, yaitu pupuk P2O5. Petani berperilaku berani mengambil risiko produktivitas untuk penggunaan pupuk P2O5, disebabkan pupuk ini dipandang sebagai unsur hara makro utama yang sangat penting bagi pertumbuhan vegetatif maupun generatif.

Secara umum petani berpendapat

bahwa usahatani cabai merah keriting tanpa pemupukan P2O5 tidak akan dapat mencapai produktivitas yang diharapkan.

282 Perilaku petani cabai merah keriting yang bersifat netral terhadap risiko produktivitas mendorong petani memasukkan komoditas cabai merah keriting dalam struktur pola tanam untuk memksimumkan keuntungan.

Penguasaan

teknologi budidaya dan adopsi teknologi yang baik memungkinkan petani cabai merah keriting mencapai tingkat TE yang tinggi, yaitu 0.93.

6.6.2.2. Pengaruh Perilaku Petani Cabai Merah Keriting dalam Menghadapi Risiko Produktivitas serta Dampaknya terhadap Alokasi Input dan Produktivitas Untuk melihat karakteristik petani cabai merah keriting dan pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko produktivitas terhadap alokasi penggunaan input produksi, produktivitas, TE dan pendapatan usahatani dilakukan disagregasi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) Kelompok pertama adalah kelompok petani cabai keriting yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah pada penghindar risiko (risk averse) atau diistilahkan Risk Neutral I ; dan (2) Kelompok ke dua adalah kelompok petani cabai merah keriting yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah pada berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) atau Risk Neutral II. Karakteristik petani cabai merah keriting yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) berada pada golongan umur yang sedikit lebih muda dibandingkan petani yang memiliki perilaku netral produktivitas (risk neutral) dan

283 mengarah ke penghindar risiko produktivitas (risk averse), namun berada pada kelompok umur yang hampir sama. Petani cabai merah keriting yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke berani mengabil risiko produktivitas (risk taker) memiliki pengalaman yang lebih lama dibandingkan dengan petani yang netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke penghindar risiko produktivitas (risk averse).

Akumulasi pengalaman dari

berusahatani berpengaruh terhadap kapasitas sumberdaya manusia petani terutama dalam keterampilan teknis budidaya cabai merah keriting, sehingga meningkatkan keberanian petani dalam mengambil risiko produktivitas. Selanjutnya petani cabai merah keriting yang bersikap netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) memiliki tingkat pendidikan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke penghindar risiko produktivitas (risk averse). Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan meningkatkan kapabilitas manajerial dan kualitas petani dalam mengambil keputusan usahataninya, sehingga meningkatkan keberanian petani dalam mengambil risiko produktivitas. Rata-rata tingkat partisipasi petani cabai merah keriting dalam dalam kelembagaan kelompok tani sangat tinggi. Namun, secara relatif keterlibatan petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas

284 (risk neutral) dan mengarah ke penghindar risiko (risk averse). Gambaran yang relatif sama juga ditemukan untuk partipasi petani cabai merah keriting dalam kelembagaan Gapoktan, keterlibatan petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah berani mengambil risiko (risk taker) sedikit lebih tinggi dibandingkan petani yang netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah ke penghindar risiko produktivitas (risk averse). Sementara itu, tingkat partisipasi petani cabai merah keriting dalam kelembagaan kemitraan usaha sangat kecil. Hal ini disebabkan industri saus membutuhkan bahan baku cabai merah besar sebesar (90 %) dan hanya (10 %) dari cabai merah keriting. Kemitraan usaha yang terbangun pada usahatani cabai merah keriting hanya terjadi antara petani dengan pedagang pengumpul dan atau pedagang besar. Namun, demikian ternyata bagi petani yang dipercaya oleh pedagang langganan memiliki keberanian sedikit lebih tinggi dalam mengambil risiko produktivitas. Secara umum petani cabai merah keriting yang memiliki lahan dan menanam cabai merah keriting relatif lebih luas lebih berani mengambil risiko. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata petani cabai merah keriting yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) memiliki lahan dan mengusahakan tanaman cabai merah keriting sedikit lebih luas dibandingkan petani yang netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah penghindar risiko produktivitas (risk averse). Luas pemilikan lahan mempengaruhi fleksibilitas petani cabai merah keriting dalam mengusahakan tanaman komersial bernilai ekonomi tinggi, termasuk komoditas cabai merah keriting. Secara terperinci karakteristik petani

285 kaitannya dengan perilaku risiko produktivitas cabai merah keriting dapat disimak pada Tabel 50.

Tabel 50.

Karakteristik Petani Cabai Merah Keriting terhadap Perilaku Risiko Produktivitas, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009

No.

Karakteristik Petani

1. 2. 3. 4.

Umur petani (th) Pengalaman KK (th) Pendidikan KK (th) Partisipasi dalam kelembagaan kelompok tani (%) Partisipasi dalam Gapoktan (%) Partisipasi dalam kemitraan usaha (%) Rata-rata penguasaan lahan (Ha) Rata-rata luas garapan cabai merah (Ha)

5. 6. 7. 8.

Netral Risiko I (-1.9912E-32) 41.50 6.55 8.36 93.51

Netral Risiko II (1.1760E-36) 40.41 6.89 10.92 97.44

63.46 2.57

73.21 7.69

0.66 0.242

1.02 0.243

Secara rata-rata petani cabai merah keriting berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) dalam mengalokasikan input-input produksi sedikit lebih tinggi dibandingkan petani yang bersikap netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah pada penghindar risiko produktivitas (risk averse). Konsekuensinya adalah petani cabai merah keriting yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah pada berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan petani yang bersikap netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan mengarah penghindar risiko produktivitas (risk averse).

Secara

terperinci pengaruh perilaku petani cabai merah keriting dalam menghadapi risiko

286 produktivitas dan konsekuensinya terhadap alokasi input produksi, tingkat produktivitas, TE, dan pendapatan atau keuntungan usahatani cabai merah keriting dapat dilihat pada Tabel 51 berikut.

Tabel 51. Konsekuensi Perilaku Risiko Produktivitas Petani Cabai Merah Keriting terhadap Alokasi Input dan Tingkat Produktivitas, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Alokasi input dan Tingkat Produktivitas Benih (gram) Pupuk N (Kg) Pupuk P2O5 (Kg) Pupuk K2O (Kg) PPC/ZPT (Liter) Pupuk organik (Kg) Kapur (Kg) Pestisida/fungisida (Liter) TKDK (HOK) TKLK (HOK) Produktivitas (Kg) Efisiensi teknis (TE) Pendapatan/keuntungan

Risk Neutral I (-1.9912E-32) 138.71 161.83 154.25 120.45 8.72 12 506.15 1 137.00 22.74 354.80 293.80 7 991.73 0.924 5 017 271

Risk Neutral II (1.1760E-36) 146.86 165.71 157.17 125.48 9.92 12 495.72 1 139.85 24.71 358.32 303.87 8 108.74 0.945 5 326 027

6.7. Perilaku Petani Cabai Merah terhadap Risiko Harga

6.7.1. Perilaku Petani Cabai Merah Besar terhadap Risiko Harga Secara umum petani dapat memilih pendapatan yang lebih besar tetapi hal ini hanya dapat diperoleh dengan kemungkinan menderita risiko yang lebih besar. Untuk melihat perilaku petani cabai merah besar terhadap risiko harga output dilakukan analisis regresi sederhana dengan menggunakan fungsi kuadratik di

287 mana produksi cabai merah besar (y) dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dimasukkan sebagai variabel penjelas yaitu : tingkat produksi cabai merah besar yang diharapkan (ye), harga cabai merah besar yang diharapkan (Pcme), nilai kuadrat harga cabai merah besar diharapkan (Pcme2), harga benih cabai merah besar diharapkan (Pbenihcme), harga pupuk Urea diharapkan (Pureae), harga pupuk ZA diharapkan (Pzae), harga pupuk SP-36 diharapkan (Psp-36e), harga pupuk KCL diharapkan (Pkcle), harga pupuk KNO3 diharapkan (Pkno3e), harga pupuk NPK diharapkan (Pnpke), harga pupuk PONSKA diharapkan (Pponskae), harga pupuk organik diharapkan (Pkandge), harga kapur diharapkan (Papure), harga pestisida cair diharapkan (Ppestce), harga fungpe diharapkan (Pfungpe), harga pupuk pelengkap cair diharapkan (Pppce), harga ZPT Perangsang Tumbuh diharapkan (Pzpte), serta upah TKDK diharapkan (Wtkdke) dan upah TKLK diharapkan (Wtklke), serta variasi beda harga cabai merah besar diharapkan dengan cabai merah besar aktual (Vcme). Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 52 dan Lampiran 15. Hasil analisis perilaku petani cabai merah besar terhadap harga cabai merah besar menunjukkan bahwa sebagian besar tanda (sign) dari parameter yang diestimasi adalah sesuai dengan yang dihipotesakan, yaitu produksi yang diharapkan bertanda positif dan sebagian besar harga-harga input bertanda negatif. Hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh secara positif dan nyata, yaitu variabel produksi cabai merah besar yang diharapkan (Ye) dengan koefisien parameter sebesar 0.4180. Artinya peningkatan produksi yang diharapkan sebesar (1 %) akan meningkatkan produksi aktual sebesar (0.4180 %). Tanda dari hasil estimasi ini sesuai dengan yang diharapkan. Adanya harapan produksi cabai merah besar yang lebih baik dalam pengertian faktor-faktor internal dapat dikelola

288 dengan baik (teknik budidaya baik, tidak ada kendala modal, serta pengambilan keputusan secara tepat) dan faktor eksternal kondusif (tidak ada perubahan iklim yang ekstrim dan serangan OPT secara explosif) untuk usahatani cabai merah besar maka akan meningkatkan produksi aktual.

Tabel 52. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Harga Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter Fungsi Produksi Intersep Ye Produksi yang diharapkan Pcme Harga CMB yang diharapkan Pcme2 Kuadrat harga CMB yg diharapkan Pbenihe Harga benih yang diharapkan Pureae Harga Urea yang diharapkan Pzae Harga ZA yang diharapkan Psp-36e Harga SP-36 yang diharapkan Pkcle Harga KCL yang diharapkan Pkno3e Harga KNO3 yg diharapkan Pnpke Harga NPK yang diharapkan Pponskae Harga Ponskayg diharapkan Pppce Harga PPC yang diharapkan Pzpte Harga ZPT yang diharapkan Porge Harga pupuk kandang yg diharapkan Pkapure Harga kapur yang diharapkan Ppestce Harga pestisida yg diharapkan Pfungpe Harga fungisida yg diharapkan Wtkdke Upak TKDK yang diharapkan Wtklke Upah TKLK yang diharapkan Vcme Variasi beda harga yg diharapkan dg aktual Root MSE 3273.84949 R-square 0.5810 Dep Mean 3506.15152 Adj R-sq 0.5337 C.V. 93.37444 *) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05 ***) : nyata pada   0.10

Koefisien

Standar Error

T value

P>|t|

1788.7303 0.4180 -0.0247 0.0000

7856.4862 0.0298 0.5379 0.0000

0.228 14.042 -0.046 0.185

0.8202 0.0001* 0.9635 0.8533

0.0018 1.3772 -0.2565 2.5822 -0.1857 -0.3436 -0.0765 -0.1855 -0.0003 -0.0283 0.3306

0.1334 3.4100 2.3863 3.6690 0.7074 0.3595 0.1317 1.0100 0.0151 0.0248 1.3525

0.013 0.404 -0.107 0.704 -0.263 -0.956 -0.581 -0.184 -0.019 -1.141 0.244

0.9895 0.6868 0.9145 0.4825 0.7932 0.3405 0.5619 0.8545 0.9845 0.2553 0.8072

-0.5318 -0.0021 -0.0142 0.0977 -0.1450 0.0004

1.4712 0.0043 0.0168 0.1861 0.1881 0.0005

-0.362 -0.501 -0.845 0.525 -0.771 0.833

0.7182 0.6172 0.3992 0.6001 0.4417 0.4060

289 Hasil analisis perilaku petani cabai merah besar terhadap risiko harga dapat diformulasikan sebagai berikut : e e  1 .3772 Purea  0 .2565 Pzae Y  1789  0 .0247 Pcme  0 .000005 Pcme  0 .0018 Pbenihcm 2

e e e e  2 .5822 Pspe 36  0 .1857 Pkcle  0 .3436 Pkno  0 .0765 Pnpk  0 .1855 Pponska  0 .3306 Porganik 3 e e e e e  0 .5381 Pkapur  0 .0021 Ppest  0 .0142 Pfungi  0 .0003 Pppc  0 .0283 Pzpte  0 .0977 Wtkdk e  0 .1450 Wtklk  0 .4180 Y e  0 .000415 Vcme

Secara umum penurunan harga-harga input yang diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan produksi cabai merah besar, meskipun bersifat tidak nyata (Tabel 52 dan Lampiran 15). Namun untuk nilai koefisien harga cabai merah besar yang diharapkan ternyata bertanda negatif. Hasil analisis ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Adanya ekspektasi terjadinya penurunan harga cabai merah besar tidak menyurutkan petani dalam berproduksi.

Hal ini

menunjukkan bahwa petani menyadari bahwa faktor harga output berada di luar kendalinya, sehingga bagi petani untuk meningkatkan pendapatan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan produksi cabai merah besar. Hasil analisis diperoleh parameter estimasi beberapa variabel harga input yang diharapkan bertanda negatif, yaitu variabel harga pupuk ZA yang diharapkan, harga pupuk KCL yang diharapkan, harga pupuk KNO3 yang diharapkan, harga pupuk NPK yang diharapkan, harga pupuk PONSKA yang diharapkan, harga PPC yang diharapkan, harga ZPT yang diharapkan, harga kapur yang diharapkan, harga pestisida yang diharapkan, harga fungisida yang diharapkan, dan upah tenaga kerja yang diharapkan masing-masing dengan nilai koefisien parameter (-0.2565, -0.1857, -0.3436, -0.0765, -0.1855, -0.0003, -0.0283, -0.5318, -0.0021, -0.0142, dan -0.1450). Hasil analisis ini sesuai dengan

290 yang dihipotesakan.

Artinya peningkatan harga-harga input yang diharapkan

tersebut sebesar (1 %) akan menurunkan produksi masing-masing sebesar (-0.2565 %, -0.1857 %, -0.3436 %, -0.0765 %, -0.1855 %, -0.0003 %, -0.0283 %, -0.5318 %, -0.0021 %, -0.0142 %, dan -0.1450 %). Terdapat beberapa variabel harga input bertanda positif seperti harga benih yang diharapkan, pupuk Urea diharapkan, harga SP-36 diharapkan, harga pupuk organik yang diharapkan dan upah TKDK yang diharapkan masing-masing dengan nilai koefisien parameter sebesar (0.0018, 1.3772, 2.5822, 0.3306, dan 0.0977).

Artinya peningkatan harga-harga input diharapkan tersebut masing-

masing (1 %) akan meningkatkan produksi masing-masing sebesar (0.0018 %, 1.3772 %, 2.5822 %, 0.3306 %, dan 0.0977 %). Hal ini mengandung makna bahwa kenaikan harga input-input produksi yang diharapkan tersebut tidak menyurutkan petani untuk meningkatkan produksi cabai merah besar. Kenaikan harga benih cabai merah besar diharapkan terutama jenis hibrida tidak menyurutkan petani dalam meningkatkan produksi. Hal ini disebabkan jenis benih cabai merah besar hibrida meskipun harganya terus meningkat, namun jenis benih hibrida memiliki potensi produksi yang jauh lebih tinggi dibandingkan benih unggul lokal. Secara empiris terjadi pergeseran penggunaan dari benih cabai merah besar lokal ke penggunaan benih cabai merah besar hibrida. Untuk variabel harga pupuk Urea dan SP-36 diharapkan merupakan dua jenis pupuk yang tersedia dengan baik di lokasi penelitian dengan harga yang disubsidi pemerintah, sehingga kenaikan harga pupuk jenis ini tidak menyebabkan pengurangan penggunaan jenis pupuk tersebut. Hal tersebut disebabkan petani

291 menerima harga aktual yang jauh lebih rendah dibandingkan harga sosialnya. Di samping itu, bagi petani untuk kedua jenis pupuk tersebut yang terpenting adalah ketersediaannya di tingkat lokal. Terjadinya kelangkaan TKLK telah mendorong penggunaan TKDK, walaupun TKDK memiliki opportunitas yang lebih baik untuk kegiatan non pertanian. Keterlibatan TKDK di samping ditujukan untuk mengatasi masalah kelangkaan TKLK, juga ditujukan untuk mengurangi perilaku moral hazard yang mungkin terjadi pada TKLK. Perilaku petani cabai merah besar terhadap risiko harga output adalah bersifat menghindari risiko harga (risk averse). Hal ini ditunjukkan oleh nilai parameter Vcme yang bertanda positif (0.000415), meskipun tidak nyata. Adanya ekspektasi peningkatan harga cabai merah besar yang diharapkan terhadap harga cabai merah besar aktual membuat petani mau menanam dan meningkatkan produksi cabai merah besar, sebaliknya ekpektasi terhadap penurunan harga cabai merah besar terhadap harga cabai merah besar aktual akan mendorong petani mengurangi produksinya. Hasil kajian kualitatif menunjukkan bahwa usahatani cabai merah besar dipersepsikan rentan terhadap risiko baik risiko produksi maupun harga. Persepsi petani terhadap kegagalan usahatani disebabkan oleh produktivitas rendah dan kerugian finansial akibat jatuhnya harga. Persepsi petani terhadap risiko menentukan tingkat intensifitas dalam mengelola usahatani cabai merah besar, semakin tinggi persepsi petani terhadap risiko semakin tinggi kuantitas input produksi yang digunakan dan semakin tinggi dorongan petani untuk bergabung dalam kelembagaan kelompok tani dan kelembagaan kemitraan usaha.

Pada

292 kasus petani cabai merah besar, kemitraan terjalin antara kelompok petani dengan perusahaan industri pengolahan, sedangkan pada cabai merah keriting antara petani individu dengan pedagang langganan.

6.7.2. Perilaku Petani Cabai Merah Keriting terhadap Risiko Harga Dengan cara yang sama dilakukan regresi dengan fungsi kuadratik untuk melihat perilaku petani cabai merah keriting terhadap risiko harga output. Sebagian besar tanda (sign) dari parameter yang diestimasi adalah sesuai dengan yang diharapkan. Terdapat 1 (satu) variabel yang berpengaruh secara signifikan (pada selang kepercayaan 99 %), yaitu variabel produksi yang diharapkan (Ye). Apabila selang kepercayaan diperlonggar hingga (90-95 %), maka variabel harga cabai merah keriting yang diharapkan (Pcme), harga pupuk SP-36 yang diharapkan (Psp-36e), harga ZPT yang diharapkan (Pzpte), dan variasi beda harga cabai merah keriting yang diharapkan terhadap harga cabai merah keriting aktual (Vcme) juga berpengaruh secara nyata. Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 53 dan Lampiran 16. Terdapat 1 (satu) variabel yang berpengaruh secara positif dan nyata, yaitu produksi cabai merah keriting yang diharapkan (Ye) dengan koefisien parameter 0.5953. Artinya peningkatan produksi cabai merah keriting yang diharapkan sebesar (1 %) akan meningkatkan produksi cabai merah keriting aktual sebesar (0.5953 %). Tanda dari hasil estimasi ini sesuai dengan yang dihipotesakan. Harapan produksi yang lebih baik dengan dukungan faktor internal yang terkelola

293 dengan baik dan faktor ekternal yang kondusif akan berdampak meningkatkan produksi cabai merah keriting aktual.

Tabel 53. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Harga Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Parameter

Koefisien

Fungsi Produksi Intersep Ye Produksi yang diharapkan Pcme Harga CMB yang diharapkan Pcme2 Kuadrat harga CMB yg diharapkan Pbenihe Harga benih yang diharapkan Pureae Harga Urea yang diharapkan Pzae Harga ZA yang diharapkan Psp-36e Harga SP-36 yang diharapkan Pkcle Harga KCL yang diharapkan Pkno3e Harga KNO3 yg diharapkan Pnpke Harga NPK yang diharapkan Pponskae Harga Ponskayg diharapkan Pppce Harga PPC yang diharapkan Pzpte Harga ZPT yang diharapkan Porganike Harga pupuk kandang yg diharapkan Pkapure Harga kapur yang diharapkan Ppestce Harga pestisida yg diharapkan Pfungpe Harga fungisida yg diharapkan Wtkdke Upak TKDK yang diharapkan Wtklke Upah TKLK yang diharapkan Vcme Variasi beda harga yg diharapkan dg aktual Root MSE 1012.90696 R-square Dep Mean 1966.53684 Adj R-sq C.V. 51.50714 *) : nyata pada   0.01 **) : nyata pada   0.05

***) : nyata pada   0.10

0.8067 0.7544

Standar T value Error

P>|t|

11224.0000 3724.2732 3.014 0.0035 0.5953 0.0430 13.838 0.0001* -0.4914 0.2696 -1.822 0.0725*** 0.0000 0.0000 1.770 0.0809*** 0.0002 -2.5308 0.5698 -2.4970 0.0277 -0.0819 -0.0778 0.3682 0.0029 -0.0326 -1.1553

0.1391 1.6277 0.9839 1.5079 0.3183 0.1343 0.0690 0.8502 0.0086 0.0161 0.8870

0.001 0.9989 -1.555 0.1243 0.579 0.5642 -1.656 0.1020*** 0.087 0.9310 -0.610 0.5439 -1.127 0.2634 0.433 0.6662 0.341 0.7343 -2.031 0.0459** -1.302 0.1968

0.5810 0.0002 0.0020 0.0005 -0.0202 -0.0003

0.8209 0.708 0.4813 0.0006 0.397 0.6924 0.0067 0.304 0.7622 0.0805 0.007 0.9948 0.0708 -0.285 0.7763 0.0002 -1.691 0.0950***

294 Hasil analisis perilaku petani cabai merah keriting terhadap risiko harga dapat diformulasikan sebagai berikut : e e  2 .5308 Purea  0 .5698 Pzae Y  11244  0 .4914 Pcme  0 .000022 Pcme  0 .0002 Pbenihcm 2

e e e e  2 .4970 Pspe 36  0 .0277 Pkcle  0 .0819 Pkno  0 .0778 Pnpk  0 .3682 Pponska  1 .1553 Porganik 3 e e e e e  0 .5810 Pkapur  0 .0277 Ppest  0 .0819 Pfungi  0 .0029 Pppc  0 .0326 Pzpte  0 .0005Wtkdk e  0 .0202 Wtklk  0 .5953 Y e  0 .0003Vcme

Terdapat 4 (empat) variabel yang berpengaruh secara negatif dan nyata, yaitu : variabel harga cabai merah keriting yang diharapkan (Pcme), harga pupuk SP-36 yang diharapkan (Psp-36e), harga ZPT yang diharapkan (Pzpte), dan variasi beda harga cabai merah keriting yang diharapkan terhadap harga cabai merah keriting aktual (Vcme) masing-masing dengan koefisien parameter -0.4914, -2.4970, -0.0326, dan -0.0003. Tanda dari hasil estimasi sesuai dengan yang dihipotesakan, kecuali harga cabai merah keriting yang diharapkan.

Secara

umum penurunan harga-harga input yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan penggunaan input-input produksi, sehingga berdampak pada peningkatan produktivitas cabai merah keriting. Harga cabai merah keriting yang diharapkan ternyata bertanda negatif dan nyata. Artinya adanya ekspektasi terhadap penurunan harga cabai merah keriting sebesar (1 %) tidak menyurutkan petani dalam berproduksi, di mana produksi petani tetap meningkatkan produksinya sebesar (0.4914 %). Nampaknya petani cabai merah keriting menyadari betul bahwa faktor harga benar-benar di luar kendalinya, sehingga untuk mempertahankan tingkat pendapatan yang diperoleh dapat dilakukan adalah dengan tetap meningkatkan produksi. Sebenarnya faktor harga dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal yang bersifat "quasi external"

295 karena dengan suatu aksi kolektif, intens dan waktu yang cukup (dengan dibantu kebijakan pemerintah yang kondussif) petani mempunyai kesempatan untuk mengubahnya, misalnya melalui pemasaran bersama atau melalui kemitraan usaha dengan industri pengolahan dan didukung oleh kebijakan pengembangan infrastruktur pasar cabai merah. Beberapa variabel harga input produksi seperti SP-36 dan ZPT bertanda negatif dan nyata. Hasil estimasi ini sesuai dengan yang dihipotesakan. Artinya peningkatan harga input-input tersebut sebesar (1 %) secara nyata akan menurunkan produksi cabai merah keriting masing-masing sebesar (-2.4970 % dan -0.0326 %).

Secara teoritis penurunan harga-harga input produksi yang

diharapkan tersebut akan meningkatkan permintaan terhadap input-input tersebut, selanjutnya akan meningkatkan alokasi penggunaan input-input tersebut, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan produksi cabai merah keriting. Perilaku petani cabai merah keriting adalah bersifat berani mengambil risiko harga (risk taker). Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien parameter variasi beda harga antara harga cabai merah keriting yang diharapkan dengan harga cabai merah keriting aktualnya bernilai negatif (-0.0003) dan bersifat nyata pada selang kepercayaan (90 %). Bagi petani, selama usahatani cabai merah keriting yang diusahakan masih memberikan keuntungan secara relatif lebih baik dibandingkan komoditas alternatifnya maka petani akan terus mengusahakan usahatani tersebut. Petani menyadari bahwa faktor harga benar-benar di luar kendalinya, sehingga untuk

mengejar

keuntungan

petani

melakukannya

produktivitas usahatani cabai merah keriting.

dengan

peningkatan

296 Hasil kajian kualitatif mendukung temuan ini, bahwa usahatani cabai merah keriting dipersepsikan rentan terhadap risiko baik risiko produksi maupun harga. Persepsi petani terhadap kegagalan usahatani disebabkan oleh produktivitas yang rendah dan kerugian finansial akibat jatuhnya harga. Persepsi petani terhadap risiko menentukan tingkat intensifitas dalam mengelola usahatani cabai merah keriting, semakin tinggi persepsi petani terhadap risiko semakin tinggi alokasi penggunaan input-input produksi dan semakin tinggi dorongan petani untuk bergabung dalam kelembagaan kelompok tani dan kelembagaan kemitraan usaha. Pada kasus petani cabai merah keriting terjadi kemitraan antara petani individu dengan pedagang secara langganan baik tanpa maupun dengan ikatan modal. Dampak selanjutnya adalah terjadinya peningkatan produktivitas, TE, dan tingkat pendapatan petani cabai merah keriting.

VII. ANALISIS PENGEMBANGAN CABAI MERAH DAN STRATEGI MANAJEMEN RISIKO

7.1. Analisis Kebijakan Pengembangan Cabai Merah Analisis kebijakan ialah proses atau kegiatan mensintesa informasi, termasuk hasil-hasil penelitian, untuk menghasilkan rekomendasi opsi desain kebijakan publik (Williams, 1971; Weimer and Vining, 1989). Analisis kebijakan pengembangan cabai merah dalam hal ini adalah proses mensintesa informasi yang telah dihasilkan dari analisis kuantitatif pada bab sebelumnya, untuk merumuskan sintesa atau rekomendasi kebijakan dalam pengembangan cabai merah di Provinsi Jawa Tengah. Terdapat tiga aspek utama yang dianalisis, yaitu : (1) Aspek produktivitas, (2) Aspek efisiensi produksi, dan (3) Aspek risiko produktivitas.

7.1.1. Analisis Kebijakan Pengembangan Cabai Merah dari Aspek Produktivitas Produktivitas pada hakekatnya adalah seberapa besar keluaran dapat dihasilkan per unit masukan tertentu. Rendah dan tidak stabilnya pertumbuhan produksi cabai merah besar dan cabai merah keriting dalam beberapa tahun terakhir di Provinsi Jawa Tengah diperkirakan masih akan berlanjut dalam beberapa tahun mendatang. Setidaknya ada tiga argumen pokok yang melandasi perkiraan tersebut. Pertama, lambatnya pertambahan luas areal tanam baru akibat terbatasnya pengusaan lahan garapan, penguasaan keterampilan teknis petani, permodalan petani, serta kapabilitas manajerial petani. Kedua, berdasarkan perkembangan data produktivitas dan kajian empiris di lapang gejala

298 melambatnya pertumbuhan produktivitas masih belum berhasil dipecahkan dengan baik, karena terkendala stagnasi teknologi. Ke tiga, adanya fenomena perubahan iklim yang cenderung ekstrim (kekeringan dan banjir) yang umumnya diikuti oleh meningkatnya intensitas serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Sementara itu, tanaman cabai merah tergolong tanaman yang rentan

terhadap perubahan iklim dan serangan OPT. Mengingat bahwa produktivitas usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting pada lahan sawah baru pada umumnya relatif rendah dan peningkatan serta stabilitas produksi yang dihasilkan membutuhkan waktu adaptasi yang cukup panjang, maka dalam jangka pendek perbaikan produktivitas usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting baik di lahan sawah dataran rendah maupun lahan kering dataran tinggi yang telah ada sangat diperlukan. Mengacu pada hasil analisis kuantitatif yang telah diperoleh sebelumnya, di mana petani telah mencapai produktivitas 94.91 Ku/Ha untuk cabai besar dan 80.21 Ku/Ha untuk cabai merah keriting. Tingkat produktivitas tersebut masih di bawah produktivitas paket rekomendasi, namun telah berada di atas rata-rata produktivitas Jawa Tengah dan nasional. Adanya senjang produktivitas antara petani dengan paket teknologi rekomendasi, fenomena perubahan iklim, dan serangan OPT dalam beberapa tahun terakhir ini kesempatan untuk meningkatkan produktivitas dalam besaran yang nyata sulit diwujudkan, tanpa adanya terobosan inovasi teknologi baru yang benar-benar inovatif. Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas cabai merah besar menunjukkan bahwa faktor produksi yang menjadi pembatas

299 peningkatan produktivitas cabai merah besar adalah pupuk N, PPC/ZPT, dan kapur. Sementara itu, faktor-faktor yang menjadi pembatas peningkatan produktivitas cabai merah keriting adalah benih, pupuk N, dan pupuk P2O5. Dalam upaya meningkatkan produktivitas pada teknologi yang tersedia dapat dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan dan tingkat penggunaan faktor produksi yang menjadi pembatas tersebut.

Peningkatan produktivitas

secara nyata hanya dapat dilakukan dengan inovasi teknologi baru yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan, serta adanya mekanisme transfer inovasi teknologi yang lebih maju kepada petani pengguna. Terobosan inovasi teknologi baru dapat difokuskan pada penggunaan benih hibrida tersertifikasi, teknologi pemupukan secara lengkap dan berimbang, penggunaan pupuk organik terstandarisasi, dan penggunaan kapur sebagai unsur pembenah tanah serta teknologi penanganan pasca panen.

7.1.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Cabai Merah dari Aspek Efisiensi Produksi Salah satu temuan hasil analisis kuantitatif dari bab sebelumnya adalah masalah utama yang dihadapi petani cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah efisiensi produksi yang masih di bawah frontier-nya. Tingkat pencapaian efisiensi teknis (TE) usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting tergolong tinggi masing-masing sebesar 0.84 dan 0.93.

Tingkat pencapaian

efisiensi alokatif (AE) pada level moderat, masing-masing sebesar 0.61. Sementara itu, tingkat pencapaian efisiensi ekonomi juga pada level moderat, masing-masing 0.51 dan 0.57. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa masih

300 ada peluang peningkatan produktivitas baik melalui peningkatan efisiensi teknis maupun peningkatan efisiensi alokatif. Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi yang dapat meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar terutama adalah : pupuk K2O, pupuk N, pestisida/fungisida dan benih.

Faktor-faktor yang menimbulkan

inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting adalah : PPC/ZPT, pestisda/fungisida, serta TKDK dan TKLK. Sementara itu, faktor produksi yang bersifat menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah besar adalah kapur, sedangkan pada usahatani cabai merah keriting adalah : pupuk N, pupuk K2O dan kapur. Upaya peningkatan efisiensi teknis atau penurunan inefisiensi teknis dapat dilakukan dengan penggunaan input-input produksi tersebut secara tepat baik jumlah atau dosis, waktu, dan cara pemberiannya. Agar efektif dapat difokuskan pada kelompok sasaran dengan nilai TE moderat. Kebijakan operasional dapat ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan petani, peningkatan kapasitas penyuluh pertanian lapang (PPL), serta sistem penyuluhan melalui pendekatan partisipatif dan kegiatan penyuluhan yang benar-benar inovatif. Adanya keterpaduan lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga penelitian dan pengkajian, lembaga penyuluhan (PPL), serta kelompok tani cabai merah merupakan hal penting untuk meningkatkan efisiensi teknis usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting.

301 Untuk mendukung peningkatan efisiensi alokatif (AE) pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting dilakukan melalui : (1) Alokasi penggunaan faktor produksi secara lebif efisien; (2) Memperbaiki struktur pasar input dan output; (3) Kebijakan insentif (skema kredit lunak/subsidi bunga, subsidi benih cabai hibrida, subsidi pupuk kimia, dan subsidi pupuk organik); dan (4) Pengembangan infrastruktur pertanian, seperti jalan, pasar input dan pasar output. Faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar secara nyata adalah : (1) Variabel rasio luas garapan usahatani cabai merah besar terhadap total lahan garapan, (2) Variabel rasio pendapatan dari usahatani cabai merah besar terhadap pendapatan total rumah tangga, (3) Variabel dummy pengetahuan teknologi budidaya, (4) Variabel dummy akses ke pasar input, (5) Variabel dummy keanggotaan kelompok tani, dan (6) Variabel dummy perlakuan pasca panen. Upaya menurunkan inefisiensi teknis dari aspek sosial ekonomi pada usahatani cabai merah besar dapat dilakukan melalui : (1) Meningkatkan pangsa luas lahan garapan usahatani dengan didukung kebijakan pertanahan yang kondusif (program sertifikasi tanah); (2) Meningkatkan pangsa pendapatan dari usahatani cabai merah besar terhadap total pendapatan, melalui intensifikasi usahatani; (3) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis budidaya, melalui penyediaan teknologi spesifik lokasi dan jenis cabai merah; (4) Meningkatkan akses petani ke pasar input dan kredit, melalui kebijakan subsidi input dan subsidi bunga; (5) Meningkatkan konsolidasi kelompok tani

302 (keanggotaan, manajemen, dan permodalan) dan memberdayakan anggota secara partisipatif; serta (6) Mendorong petani untuk melakukan kegiatan penanganan pasca panen melalui dukungan infrastruktur penaganan pasca panen dan penyediaan teknologi pasca panen. Faktor sosial-ekonomi yang berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah keriting secara nyata adalah : (1) Variabel total luas lahan garapan, (2) Variabel rasio luas garapan usahatani cabai merah keriting terhadap total lahan garapan, (3) Variabel pendapatan total rumah tangga, (4) Variabel pendidikan formal KK rumah tangga petani, dan (5) Variabel pengalaman KK rumah tangga tani dalam berusahatani cabai merah keriting. Upaya menurunkan inefisiensi teknis dari aspek sosial ekonomi pada usahatani cabai merah keriting dapat dilakukan dengan : (1) Meningkatkan luas lahan garapan usahatani dengan didukung kebijakan pertanahan yang kondusif (program sertifikasi tanah) dan konsolidasi usahatani; (2) Meningkatkan pangsa luas lahan garapan usahatani cabai merah keriting terhadap total lahan garapan, melalui dukungan permodalan dengan skema kredit lunak; (3) Meningkatkan sumber-sumber pendapatan baru bagi petani cabai merah keriting, terutama melalui pengembangan agroindustri berbasis cabai merah di daerah-daerah sentra produksi; (4) Meningkatkan pendidikan formal KK melalui pendidikan dan pelatihan untuk orang dewasa melalui pendekatan partisipatif, misalnya melalui sekolah lapang; dan (5) Meningkatkan pengalaman KK dalam usahatani cabai merah keriting baik dari aspek keterampilan teknis maupun manajemen usahatani.

303 7.1.3. Analisis Kebijakan Pengembangan Cabai Merah dari Aspek Risiko Produktivitas dan Harga Akibat adanya risiko produktivitas dan harga mempengaruhi petani cabai merah dalam keputusan alokasi penggunaan input produksi.

Hasil analisis

kuantitatif menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor produksi yang bersifat meningkatkan dan menurunkan risiko produktivitas.

Faktor produksi yang

bersifat meningkatkan risiko produktivitas pada usahatani cabai merah besar adalah : penggunaan benih, pupuk N, pupuk K2O, PPC/ZPT, serta TKLK. Dengan demikian, pada usahatani cabai merah besar penggunaan benih, pupuk N, pupuk K2O, PPC/ZPT, serta TKLK merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko produktivitas. Sementara itu, faktor produksi yang bersifat meningkatkan risiko produktivitas pada usahatani cabai merah keriting adalah : benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, serta TKDK dan TKLK.

Faktor-faktor

produksi

tersebut

merupakan

faktor

yang

dapat

menimbulkan risiko produktivitas cabai merah keriting. Faktor produksi yang bersifat menurunkan risiko produktivitas pada usahatani cabai merah besar adalah : pupuk P2O5, pupuk organik, kapur, pestisida/fungisida dan TKDK. Dengan demikian, faktor-faktor produksi tersebut merupakan faktor yang mengurangi risiko produktivitas cabai merah besar. Sementara itu, faktor produksi yang bersifat menurunkan produktivitas pada usahatani cabai merah keriting adalah pestisida/fungisida.

Dengan demikian

faktor pestisida/fungisida berdampak mengurangi risiko produktivitas usahatani cabai merah keriting.

304 Dalam mengurangi dampak risiko produktivitas pada usahatani cabai merah besar dapat dilakukan antara lain, dengan : mengurangi penggunaan benih lokal dan mengganti benih hibrida tersertifikasi, rasionalisasi penggunaan (pupuk N, pupuk K2O, PPC/ZPT), menambah penggunaan (pupuk P2O5, pupuk organik, kapur, pestisida/fungisida, serta substitusi TKLK dengan TKDK).

Untuk

mengurangi dampak risiko produktivitas pada usahatani cabai merah keriting dapat dilakukan dengan : mengurangi penggunaan input benih lokal dan mengganti dengan benih hibrida, merasionalisasi penggunaan (pupuk N, pupuk K2O, pupuk organik, kapur, PPC/ZPT), penggunaan pestisida/fungisida secara tepat (dosis, waktu, dan metode), serta menambah penggunaan TKDK dan TKLK. Upaya penanganan risiko produktivitas cabai merah besar dan cabai merah keriting dapat dilakukan dengan diversifikasi usahatani, sistem tanam tumpang sari, rotasi tanaman, serta asuransi pertanian dengan subsidi premi dari pemerintah. Secara rataan petani cabai merah besar dan cabai merah keriting berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral). Namun secara parsial, dalam alokasi penggunaan faktor produksi terdapat petani yang berperilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) dan berani mengambil risiko produktivitas (risk taker). Perilaku berani mengambil risiko produktivitas pada petani cabai merah besar hanya ditemukan pada alokasi penggunaan faktor produksi pupuk N dan pupuk organik. Sementara itu, perilaku berani mengambil risiko produktivitas pada petani cabai merah keriting hanya ditemukan pada alokasi penggunaan input P2O5.

305 Perilaku netral terhadap risiko produktivitas (risk neutral) hingga berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) berpengaruh terhadap lebih tingginya alokasi penggunaan faktor produksi.

Selanjutnya berdampak pada tingkat

produktivitas, nilai TE, dan tingkat pendapatan usahatani yang lebih tinggi. Untuk mendorong petani cabai merah besar dan cabai merah keriting berperilaku berani mengambil risiko produktivitas (risk taker) dapat dilakukan dengan : (1) Menggunakan benih hibrida yang tahan terhadap cekaman lingkungan dan serangan OPT; (2) Pemupukan secara lengkap dan berimbang serta penggunaan pupuk organik terstandarisasi; (3) Melakukan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, (4) Melakukan diversifikasi usahatani dan rotasi tanaman; (5) Pengembangan infrastruktur irigasi spesifik agroekosistem dan komoditas; (6) Konsolidasi kelembagaan kelompok tani dan gabungan kelompok tani (Gapoktan); dan (7) Pentingnya pengembangan asuransi pertanian melalui entry point komoditas bernilai ekonomi tinggi. Petani cabai merah besar dan cabai merah keriting menghadapi risiko harga, yang ditunjukkan oleh tingginya koefisien variasi harga bulanan. Bahkan berdasarkan informasi di lapang petani menghadapi risiko harga dalam jangka pendek sekalipun, karena tingginya fluktuasi harga harian. Perilaku petani cabai merah besar adalah bersifat menghindari risiko harga (risk averse). Sementara itu, perilaku petani cabai merah keriting adalah bersifat berani mengambil risiko harga (risk taker). Upaya untuk mengatasi adanya risiko harga output, maka dapat dilakukan dengan : (1) Pertanian kontrak (contrack farming) baik melalui kontrak produksi

306 atau hanya sebatas kontrak pemasaran (contract marketing); (2) Tergabung dalam kelembagaan kemitraan usaha antara kelompok tani dengan perusahaan industri pengolahan untuk menjaga stabilitas harga dan kontinyuitas pasokan; (3) Memperbaiki sistem kontrak, terutama dalam penentuan harga kontrak yang didasarkan atas biaya produksi dan ekpektasi harga output, adanya sistem reward and punishment : kualitas bagus mendapat bonus, ingkar janji dikeluarkan); (4) Penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan berpendingin (cold storage), sistem transportasi berpendingin, dan pengembangan agroindustri berbahan baku cabai merah di daerah-daerah sentra produksi; dan (5) Merevitalisasi pendayagunaan pasar induk cabai merah dan Sub Terminal Agribisnis (STA) yang telah ada di daerah-daerah sentra produksi; (6) Meningkatkan akses petani terhadap informasi pasar; dan (7) Kebijakan perdagangan yang bersifat melindungi petani, seperti tarif impor dan promosi ekspor.

7.2. Persepsi Petani terhadap Risiko Usahatani Pada Tabel 54 dan 55 diuraikan pengertian risiko usahatani berdasarkan persepsi petani cabai merah besar dan cabai merah keriting. Pada Tabel 54 memberikan informasi mengenai persepsi petani cabai merah besar, yang dapat disarikan sebagai berikut : urutan pertama, sebagian besar petani cabai merah besar (52.00 %) menganggap bahwa risiko berkaitan dengan kemungkinan mengalami kerugian. Urutan kedua, petani berpendapat bahwa risiko adalah semua hal yang dapat membahayakan usahatani cabai merah besar, tetapi dapat

307 dicegah atau dikurangi dampaknya jika diwaspadai sejak awal (25.55 %). Urutan ketiga, suatu ukuran penyebab terjadinya penyimpangan dari produksi cabai merah besar yang diharapkan (13.50 %). Terakhir, risiko adalah konsekuensi yang membebani petani jika hendak berusahatani cabai merah besar, misalnya dalam menyediakan modal, sarana produksi, tenaga kerja, serta bahan dan alat (9.00 %). Dengan demikian, sebagian besar petani cabai merah besar dalam memandang risiko telah memperhitungkan baik risiko produksi atau produktivitas maupun risiko harga dan tidak lagi hanya sebagai penyimpangan atau deviasi dari hasil yang diharapkan seperti dikemukakan oleh Bond dan Wonder (1980) serta Adiyoga dan Soetiarso (1999). Usahatani cabai merah besar dikategorikan gagal menurut persepsi petani, antara lain ditentukan oleh faktor jatuhnya harga jual hasil panen (42.00 %), kegagalan produksi atau gagal panen sebagai salah satu kriteria penting untuk mengkategorikan keberhasilan (25.55 %).

Selanjutnya proporsi petani yang

mengemukakan bahwa usahatani cabai merah besar dikatakan gagal,

jika

produksi dan harga jual hasil panen keduanya relatif rendah (32.55 %). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa risiko harga jual merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kegagalan dalam usahataninya. Hasil kajian secara kualitatif menunjukkan bahwa jika produksi normal atau tinggi, tetapi harga rendah, demikian juga sebaliknya jika produksi turun tetapi harga tinggi petani cenderung tidak mengklasifikannya sebagai kegagalan usahatani.

Meskipun dihadapkan kepada berbagai faktor eksternal, petani

308 menganggap keberhasilan produksi juga banyak dipengaruhi keterampilan teknis dalam budidaya, kemampuan permodalan, dan kapabilitas manajerial.

Tabel 54. Persepsi Petani mengenai Risiko Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No 1

2

3

4

5

Persepsi petani Risiko menurut persepsi petani  Suatu ukuran penyebab terjadinya penyimpangan dari produksi cabai merah besar yang diharapkan  Semua hal yang cenderung menjurus kepada terjadinya kerugian usahatani cabai merah besar  Semua hal yang dapat membahayakan usahatani cabai merah besar, tetapi dapat dicegah atau dikurangi dampaknya jika diwaspadai sejak awal  Konsekuensi yang membebani petani jika hendak berusahatani cabai merah besar, misalnya menyediakan modal, sarana produksi, TK, serta bahan dan alat. Total Usahatani cabai merah besar yang dikategorikan gagal menurut persepsi petani  Produksi cabai merah besar yang dihasilkan relatif rendah (<50 % dari produksi biasanya)  Harga cabai merah besar yang diterima relatif rendah (mendekati biaya pokok)  Produksi dan harga cabai merah besar keduanya relatif rendah

Frek (N)

(%)

27

13.50

104

52.00

51

25.55

18

9.00

200

100.00

51

25.55

65

32.50

84

42.00

Total Tingkat risiko produktivitas usahatani cabai merah besar menurut persepsi petani  Tinggi (>50 % gagal panen)  Sedang (25 %-50 % gagal panen)  Rendah (<50 % gagal panen)

200

100.00

103 70 27

51.50 35.00 13.50

Total Tingkat risiko harga cabai merah besar menurut persepsi petani  Tinggi (harga jatuh >50 % dari rata-rata)  Sedang (harga jatuh 25 %-50 % dari rata-rata)  Rendah (<25 % dari rata-rata) Total Tingkat keuntungan usahatani cabai merah besar  Tinggi (rasio penerimaan terhadap biaya > 2)  Sedang (rasio penerimaan terhadap biaya 1,5 - < 2)  Rendah (rasio penerimaan terhadap biaya < 1,5)

200

100.00

116 74 10 200

58.00 37.00 5.00 100.00

92 60 48

46.00 30.00 24.00

200

100.00

Total

309 Sementara itu, harga cabai merah besar yang diharapkan sering kali berbeda dengan harga aktual yang terjadi pada saat panen. Untuk petani cabai merah besar pada skala kecil sekalipun, harga output adalah faktor yang dianggap cukup penting dalam memilih komoditas. Namun umumnya petani menyadari bahwa harga jual cabai merah besar ditentukan oleh faktor-faktor eksternal yang berada di luar kendalinya. Tingkat risiko produktivitas usahatani

cabai

merah

besar

menurut

persepsi petani adalah : urutan pertama, sebagian besar petani berpendapat bahwa risiko produktivitas cabai merah besar berada pada kisaran sedang (51.50 %). Urutan kedua, sebagian petani berpendapatan bahwa risiko produktivitas cabai merah besar adalah tinggi (35.00 %).

Terakhir, sebagian kecil petani yang

berpendapat bahwa risiko produktivitas usahatani cabai merah adalah kecil (13.50 %). Artinya sebagian besar petani berpendapat bahwa risiko produktivitas usahatani cabai merah besar adalah sedang hingga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi produktivitas antar musim dan antara yang diharapkan dengan yang aktual cukup tinggi. Tingkat risiko harga cabai merah besar menurut persepsi petani secara berturut-turut adalah tinggi, sedang dan kecil. Urutan pertama, sebagian besar petani berpendapat bahwa risiko harga cabai merah besar adalah tinggi (58.00 %). Urutan kedua, sebagian petani berpendapat bahwa risiko harga cabai merah besar adalah sedang (37.00 %). Terakhir, hanya sebagian kecil petani yang berpendapat bahwa risiko harga cabai merah besar adalah kecil (5.00 %).

Hasil analisis

kualitatif menunjukkan secara umum petani cabai merah besar berpendapat bahwa

310 risiko harga cabai merah besar adalah sedang hingga tinggi.

Hal ini juga

ditunjukkan oleh tingginya fluktuasi harga antar waktu di beberapa daerah sentra produksi cabai merah di Jawa Tengah. Tingkat keuntungan usahatani cabai merah besar secara berturut-turut adalah tinggi, sedang dan kecil.

Urutan pertama, sebagian besar petani

berpendapat bahwa keuntungan usahatani cabai merah besar adalah tinggi (46.00 %). Urutan kedua, sebagian petani berpendapatan bahwa keuntungan usahatani cabai merah besar adalah sedang (40.00 %). Terakhir, sebagian kecil petani yang berpendapat bahwa tingkat keuntungan usahatani cabai merah adalah kecil (24.00 %). Secara umum petani berpendapat bahwa keuntungan usahatani cabai merah besar tergolong sedang hingga tinggi, yang menempatkan komoditas cabai merah besar merupakan komoditas yang memberikan keuntungan tinggi (high profit), namun juga memiliki risiko sedang hingga tinggi (high risk). Pada Tabel 55 diperlihatkan informasi mengenai persepsi petani cabai merah keriting tentang risiko usahatani. Urutan pertama, sebagian besar petani menganggap bahwa risiko usahatani berkaitan dengan kemungkinan yang menyebabkan petani mengalami kerugian (37.50 %). Dalam hal ini petani telah memperhitungkan baik risiko produktivitas maupun risiko harga. Urutan kedua, semua hal yang dapat membahayakan usahatani cabai merah keriting, tetapi dapat dicegah atau dikurangi dampaknya jika diwaspadai sejak awal (33.33 %). Dalam kontek ini, petani telah mempertimbangkan risiko produktivitas maupun harga, serta langkah antisipatif dalam menanggulangi risiko.

Urutan ketiga, petani

berpendapat bahwa risiko usahatani adalah suatu ukuran penyebab terjadinya

311 penyimpangan dari produksi cabai merah keriting yang diharapkan dengan tingkat produksi aktual yang dicapai (17.71 %).

Terakhir, risiko usahatani adalah

konsekuensi yang membebani petani jika hendak berusahatani cabai (11.46 %). Dapat disimpulkan petani cabai merah keriting dalam memandang risiko usahatani telah mempertimbangkan baik risiko produksi atau prduktivitas maupun risiko harga. Usahatani cabai merah keriting dikategorikan gagal menurut persepsi petani adalah jika tingkat produksi dan harga adalah cukup rendah (45.83 %), kemudian produksi yang dihasilkan relatif rendah (35.42 %), dan terakhir jika tingkat harga yang diterima mendekati harga pokok (18.75 %). Artinya petani cabai merah keriting telah mengkalkulasikan baik risiko produktivitas maupun risiko harga, namun bobot risiko produksi atau produktivitas masih lebih besar jika dibandingkan dengan risiko harga. Tingkat risiko harga cabai merah keriting memberi gambaran yang relatif sama dibandingkan risiko produktivitas. Urutan pertama, sebagian besar petani berpendapat bahwa risiko harga cabai merah keriting adalah tinggi (58.33 %). Urutan kedua, sebagian petani berpendapatan bahwa risiko harga cabai merah keriting adalah sedang (18.50 %). Hanya sebagian kecil petani yang berpendapat bahwa risiko harga cabai merah adalah kecil (11.46 %). Artinya sebagian besar petani berpendapat bahwa risiko harga cabai merah keriting adalah tinggi, yang mengindikasikan bahwa harga output merupakan faktor eksternal yang berada di luar kendali petani.

312 Tabel 55. Persepsi Petani mengenai Risiko Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No 1

2

3

4

5

Persepsi petani Risiko menurut persepsi petani  Suatu ukuran penyebab terjadinya penyimpangan dari produksi cabai merah keriting yang diharapkan  Semua hal yang cenderung menjurus kepada terjadinya kerugian usahatani cabai merah keriting  Semua hal yang dapat membahayakan usahatani cabai merah keriting, tetapi dapat dicegah atau dikurangi dampaknya jika diwaspadai sejak awal  Konsekuensi yang membebani petani jika hendak berusahatani cabai merah keriting, misalnya menyediakan modal, sarana produksi, TK serta bahan dan alat. Total Usahatani cabai merah keriting dikategorikan gagal menurut persepsi petani  Produksi cabai merah keriting yang dihasilkan relatif rendah (<50 % dari produksi biasanya)  Harga cabai merah keriting yang diterima relatif rendah (mendekati biaya pokok)  Produksi dan harga cabai merah keriting keduanya relatif rendah Total Tingkat risiko produktivitas usahatani cabai menurut persepsi petani  Tinggi (>50 % gagal panen)  Sedang (25 %-50 % gagal panen)  Rendah (<50 % gagal panen) Total Tingkat risiko harga cabai merah menurut persepsi petani  Tinggi (harga jatuh >50 % dari rata-rata)  Sedang (harga jatuh 25 %-50 % dari rata-rata)  Rendah (<25 % dari rata-rata) Total Tingkat keuntungan usahatani  Tinggi (rasio penerimaan terhadap biaya > 2)  Sedang (rasio penerimaan terhadap biaya 1,5 - < 2)  Rendah (rasio penerimaan terhadap biaya < 1,5) Total

Frek (N)

(%)

17

17.71

36

37.50

32

33.33

11

11.46

96

100.00

34

35.42

18

18.75

44 96

45.83 100.00

48 37 11 96

50.00 18.50 11.46 100.00

56 34 6 96

58.33 35.42 6.25 100.00

62 21 13 96

64.58 21.88 13.54 100.00

Persepsi petani terhadap tingkat keuntungan usahatani cabai merah keriting secara berturut-turut adalah tinggi, sedang dan kecil. Urutan pertama, sebagian besar petani berpendapat bahwa keuntungan usahatani cabai merah keriting adalah besar (64.58 %). Urutan kedua, sebagian petani berpendapatan

313 bahwa keuntungan usahatani cabai merah keriting adalah sedang (21.88 %). Terakhir, hanya sebagian kecil petani yang berpendapat bahwa tingkat keuntungan usahatani cabai merah keriting adalah kecil (13.54 %). Secara umum petani berpendapat bahwa keuntungan usahatani cabai merah keriting adalah tinggi, yang menempatkan cabai merah keriting sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi.

7.3. Persepsi Petani Cabai Merah Mengenai Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Risiko Usahatani Sebagian besar petani cabai merah besar (85 %) dan cabai merah keriting (90%) menanam cabai merah satu kali dalam setahun, sedangkan sisanya menanam lebih dari satu kali. Petani menanam satu kali dalam satu tahun dengan alasan untuk menghindari risiko gagal panen, karena penanaman lebih dari satu kali dapat menimbulkan serangan organisma pengganggu tanaman (OPT) dan pengurasan unsur hara yang sama, sehingga menyebabkan menurunnya kesuburan lahan. Pada Tabel 56 diperlihatkan persepsi petani cabai merah besar dan cabai merah keriting terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi. Beberapa faktor risiko produksi dapat diklasifikasikan menjadi faktor eksternal (perubahan iklim, serangan OPT, fluktuasi harga input, dan fluktuasi harga output) dan faktor internal (ketersediaan modal, penguasaan teknologi, dan kemampuan manajerial). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil kajian (Patrick, et al., 1985) yang mengemukakan bahwa sumber risiko yang dirasakan rumah tangga petani, di antaranya adalah ketidakpastian iklim atau cuaca, serangan hama

314 dan penyakit tanaman, dan fluktuasi harga output. Penyebab utama, faktor pertama, kedua dan ketiga pada usahatani cabai merah besar secara berturut-turut adalah serangan OPT, perubahan iklim, dan harga jual jatuh. Pada usahatani cabai merah keriting secara berturut-turut faktor yang paling bepengaruh terhadap risiko adalah perubahan iklim, harga jual cabai merah keriting jatuh, dan serangan OPT. Meningkatnya dinamika perubahan iklim pada periode terakhir ini, menyebabkan risiko usahatani cabai merah besar akibat kekeringan, kebanjiran dan salinitas makin besar. Perubahan iklim yang semakin ekstrim turut memacu serangan OPT yang makin eksplosif.

Ketiga

faktor tersebut merupakan faktor eksternal yang berada di luar kontrol petani. Nampak bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap risiko produksi untuk cabai merah keriting adalah perubahan iklim dan menyusul serangan OPT.

Tabel 56. Persepsi Petani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting Mengenai Urutan Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Risiko, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009

No

Faktor-faktor yang berpengaruh

1 2 3 4 5 6

Perubahan iklim/cuaca Serangan OPT Harga saprodi tinggi Harga jual cabai jatuh Ketersediaan modal usaha Rendahnya penguasaan tehnologi Rendahnya kemampuan manajerial

7

Persepsi petani menyangkut urutan kepentingan untuk setiap faktor (%) Cabai Merah Besar Cabai Merah Keriting 1 2 3 1 2 3 41.65 15.00 34.75 34.65 29.30 30.35 34.30 47.80 11.90 37.15 32.15 24.10 2.90 3.70 1.85 7.70 5.35 21.85 32.75 44.15 26.90 23.20 36.60 1.40 1.50 5.45 2.60 1.80 1.80 2.90 3.60 -

-

0.80

-

-

-

315 7.4. Strategi Petani dalam Menghadapi Risiko Usahatani Jolly (1983) yang diacu Adiyoga dan Soetiarso (1999) mengemukakan bahwa respon petani terhadap risiko produksi dapat dikategorikan menjadi usaha yang diarahkan untuk mengendalikan kemungkinan timbulnya risiko (bersifat antisipatif) dan tindakan yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak risiko (bersifat resposif dan adaptif). Dalam usaha mengontrol sumber risiko, petani sebagai pengambil keputusan harus memilih himpunan distribusi probabilitas yang paling mungkin dihadapi. Debertin (1986) mengemukakan bahwa strategi dalam menghadapi risiko dan ketidak pastian dalam transaksi adalah : penjaminan untuk menanggulangi risiko (insure against risk), kontrak, adanya perlengkapan dan fasilitas yang fleksibel (flexible fasilities and equipment), diversifikasi (diversification), dan mengikuti program pemerintah. Petani dapat mengelola risiko, antara lain melalui : (1) diversifikasi usaha (enterprise diversification), (2) integrasi vertikal (vertical integration), (3) kontrak produksi (production contract), (4) kontrak pemasaran (marketing contract), (5) pasar masa depan (hedging in futures), (6) pemeliharaan pencadangan keuangan (maintaining financial reserves and leveraging), (7) likuiditas (liquidity), menyewa dalam pengadaan input dan pelanggan (leasing inputs and hiring custom), dan (8) asuransi produktivitas atau penerimaan tanaman (insuring crop yield and crop revenues) (Chopra dan Sodhi, 2004). Respon petani terhadap goncangan atau kejutan yang dihadapi dalam kegiatan usahatani dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : (a) respon sebelum terjadi goncangan yaitu ex ante; (b) respon pada saat terjadi goncangan yaitu

316 interactive; dan (c) respon setelah terjadi goncangan yaitu ex post (Malton, 1991; Adiyoga dan Soetiarso, 1999).

Respon yang pertama bersifat antisipatif,

dirancang untuk mempersiapkan usahatani agar tidak berada pada posisi yang terlalu rawan pada saat goncangan terjadi. Respon kedua bersifat interaktif atau responsif pada saat terjadi goncangan, melibatkan realokasi sumberdaya agar dampak risiko terhadap produksi atau produktivitas dapat diminimalkan. Sedangkan respon ketiga bersifat adaptif pada waktu setelah goncangan terjadi diarahkan untuk meminimalkan dampak berikutnya. Dalam mengelola risiko seorang risk manager harus memperhatikan beberapa hal: (1) menentukan serta menganalisis risiko yang dihadapinya, (2) bagaimanakah menanggulangi risiko tersebut, dan (3) harus paham akan ilmu asuransi (Salim, 1998). Selanjutnya Sanim (2009) mengemukakan bahwa risiko produksi pertanian mencakup kekeringan, banjir, tingkat kelembaban yang berlebihan, serangan hama dan penyakit tanaman, curah hujan yang sangat tinggi, dan angin puting beliung.

Selanjutnya dikatakan manajemen risiko produksi

pertanian dapat dilakukan dengan diversifikasi produksi tanaman, variasi musim atau waktu tanam antar persil lahan yang berbeda, pengembangan sistem irigasi yang baik (irigasi gembor, irigasi tetes, irigasi sprincle), dan melalui sistem bagi hasil. Risiko usahatani yang disebabkan kemungkinan menurunnya kualitas produksi dapat ditanggulangi dengan penerapan praktek usahatani yang baik (Good Farming Practices/GFP). Sementara itu, risiko pasar dapat ditanggulangi dengan beberapa cara, yakni diversifikasi tujuan pasar, integrasi vertikal, kontrak

317 dimuka (foward contracting), pasar masa depan (future market), usaha perlindungan (hedging), dan opsi pertanian (agricultural option). Secara operasional strategi risiko usahatani dapat dikelompokkan menjadi : (a) strategi manajemen risiko ex-ante (ex-ante risk management strategy) terutama ditujukan untuk antisipatif terjadinya goncangan, (b) strategi manajemen risiko interaktif (interactive risk management strategy) yang ditujukan untuk responsif pada saat terjadinya goncangan, (c) strategi manajemen risiko ex-post (ex-post risk management strategy) yang ditujukan untuk adaptif setelah terjadi goncangan (Malton, 1991; Adiyoga dan Soetiarso, 1999).

7.4.1. Strategi Manajemen Risiko Usahatani Ex-ante (Ex-ante Risk Management Strategy) Strategi manajemen risiko usahatani yang ditempuh petani sebelum timbulnya risiko pada dasarnya ditujukan untuk memperkecil variabilitas penerimaan. Pada Tabel 57 ditunjukkan bahwa pola tanam yang memasukkan komoditas cabai merah besar dan cabai merah keriting diikuti oleh sebagian besar petani responden masing-masing (64.50 %) dan (67.71 %).

Alasan petani

mengikuti pola tanam dominan tersebut adalah : (1) Pola tanam tersebut dipandang yang paling menguntungkan, (2) Sesuai dengan kondisi iklim setempat, (3) Sesuai dengan kondisi lahan, seperti topografi dan kesuburan lahan, dan (4) Kalau berbeda dengan pola tanam yang umum berlaku dapat terserang hama dan penyakit tanaman, serta (5) Menjaga kesuburan lahan dan keberlanjutan usahatani.

318 Sistem produksi yang dipilih oleh petani cabai merah besar adalah sistem tumpang sari/tumpang gilir (65 %) dan monokultur (35 %). Untuk cabai merah keriting petani yang menerapkan sistem tanam tumpang sari (53 %) dan monokultur (47 %). Sistem tanam monokultur untuk cabai merah besar sangat terkait dengan kelembagaan kemitraan antara petani cabai merah dengan perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan yang merekomendasikan sistem budidaya secara monokultur. Bagi perusahaan mitra, sistem tanam ini sangat penting karena dapat lebih menjamin pasokan yang dapat memenuhi perusahaan industri pengolahan baik dari aspek kuantitas maupun kualitas cabai merah yang dihasilkan. Beberapa alasan petani menggunakan sistem produksi cabai merah besar secara monokultur adalah : (1) Manajemen usahatani dan kegiatan-kegiatan menjadi lebih mudah, (2) Performa pertumbuhan tanaman menjadi lebih bagus, (3) Produktivitas perbatang lebih tinggi, dan (4) Kualitas hasil menjadi lebih baik. Sementara itu, alasan petani menggunakan sistem produksi tumpangsari atau tumpang gilir lebih ditujukan untuk saling menutupi kerugian atau mengurangi risiko produksi dan penggunaan input produksi dan tenaga kerja menjadi lebih efisien. Tidak diperoleh kesimpulan yang pasti apakah sistem usahatani tumpangsai memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan monokultur. Soetiarso dan Setiawati (2010) mengungkapkan bahwa sistem usahatani cabai merah tumpangsari dua variaetas cabai merah (Tanjung 2 dan Hot Chili) dengan kubis di dataran tinggi memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan

319 sistem tanam monokultur, dengan perbandingan pada varietas Tanjung 2 (6.89 juta vs 5.08 juta/0.25 Ha) dan Hot Chili (Rp. 13.01 juta vs 9.34 juta/0.25 Ha). Diversifikasi varietas juga merupakan salah satu metode manajemen risiko usahatani ex ante. Pada Tabel 57 diperlihatkan bahwa sebagian besar petani baik petani cabai merah besar maupun cabai merah keriting menggunakan varietas tunggal, masing-masing dengan pangsa (61.50 %) dan (62.5 %).

Meskipun

demikian, pangsa petani yang menggunakan beberapa varietas masih cukup besar (38.5 % %) untuk cabai merah besar dan (37.5 %) untuk cabai merah keriting. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan varietas yang menawarkan karakteristik spesifik (umur panen, ketahanan terhadap serangan OPT, ketahanan terhadap perubahan iklim) jumlahnya cukup memadai, baik varietas unggul lokal (TIT Randu, TIT Segitiga, dan TIT Super) maupun varietas hibrida. Secara empiris terdapat kecenderungan pergeseran dari penggunaan cabai merah dari unggul lokal ke hibrida, bahkan di daerah sentra produksi baru petani cenderung bertumpu pada varietas hibrida, karena secara lokal spesifik telah teruji kelayakannya. Untuk mengurangi risiko kegagalan usahatani, sebagian besar petani baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting mengandalkan benih hibrida yang dibeli dari kios atau toko saprodi, masing-masing dengan pangsa (51.50 %) dan (93.75 %). Penggunaan varietas unggul lokal masih banyak dijumpai pada cabai merah besar yang sebagian besar ditemukan di daerah sentra produksi Kabupaten Brebes, yang memilih bibit yang diproduksi sendiri dengan anggapan bahwa spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan sudah diterima pasar dan dapat menghemat biaya bibit karena dapat diproduksi sendiri (secara empiris benih

320 unggul lokal memiliki kualitas dan produktivitas lebih rendah dibandingkan benih hibrida). Tidak adanya jaminan mutu dan sertifikasi benih buatan petani sendiri oleh pemerintah menyebabkan tingkat produktivitas yang dicapai lebih rendah dibandingkan benih cabai hibrida. Secara empiris penggunaan benih lokal dijumpai di daerah sentra produksi Kabupaten Brebes tidak hanya menyebabkan rendahnya produktivitas, tetapi juga menyebabkan makin rendahnya frekuensi panen dari di atas 20 kali panen menjadi hanya 12 kali panen. Walaupun dalam luasan yang relatif sempit, sebagian responden petani cabai merah besar (36 %) dan cabai merah keriting (44%) mengusahakan cabai merah besar pada beberapa lokasi. Selain mengusahakan lahan milik sendiri, sepanjang modal tersedia dan penawaran lahan sewa tersedia, petani juga menyewa lahan. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu strategi pengendalian risiko produksi, karena malalui diversifikasi hamparan petani juga dapat mengurangi variasi hasil produksi agregat. Demikian pula jika secara spasial lokasi hamparan tersebut tersebar, variabilitas produksi agregat yang diakibatkan oleh dampak serangan OPT dan ketidak pastian iklim seperti kekeringan dan kebanjiran dapat dikurangi. Dapat disimpulkan bahwa penanaman cabai merah pada beberapa lokasi lahan garapan baik pada lahan milik maupun lahan sewa dapat mengurangi variasi produktivitas, sehingga meningkatkan risiko produksi yang bersifat antisipatif (exante). Secara terperinci informasi tentang manajemen risiko usahatani ex-ante yang dilakukan petani dapat dilihat pada Tabel 57.

321 Tabel 57. Strategi Manajemen Risiko Ex ante pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No.

1 2

3

4

5

6

7

8

Uraian

Pola tanam dominan setahun Alasan mengikuti pola tanam dominan a. Pola tanam/rotasi tanaman tsb dipandang paling menguntungkan b. Sesuai dengan kondisi iklim setempat c. Sesuai dengan kondisi lahan (topografi, kesuburan) d. Kalau berbeda bisa tejadi serangan OPT. e. Menjaga kesuburan lahan dan keberlanjutan Sistem produksi cabai merah yang digunakan a. Monokultur b. Tumpang sari atau tumpang gilir Alasan menggunakan sistem monokultur a. Manajemen usahatani lebih mudah b. Performa pertumbuhan tanaman bagus c. Produktivitas perbatang lebih tinggi d. Kualitas hasil lebih baik e. Memberikan keuntungan yang lebih besar Alasan menggunakan sistem produksi tumpangsari atau tumpang gilir a. Secara keseluruhan lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem monokultur b. Penggunaan input produksi yang lebih efisien c. Performa pertumbuhan lebih baik d. Saling menutupi kerugian/mengurangi risiko e. Menjaga kesuburan lahan dan keberlanjutan usaha f. Memutus siklus OPT tertentu Jumlah atau varietas cabai merah yang digunakan a. Selalu varietas tunggal pada semua lahan yang diusahakan b. Lebih dari satu varietas pada lahan/hamparan yang sama c. Lebih dari satu varietas pada lahan/hamparan yang berbeda Sumber dari seluruh atau sebagian besar bibit/benih cabai yang digunakan a. Hasil produksi sendiri b. Hasil produksi kelompok tani c. Membeli dari kios/toko saprodi d. Disediakan dari perusahaan mitra Banyaknya persil pertanaman cabai a. Hanya ditanam disatu lokasi b. Ada di beberapa atau lebih dari satu lokasi c. Semua lokasi

Cabai Merah Besar (%)

Cabai Merah Keriting Frek (%) N = 96 65 67.71

Frek N = 200 129

64.50

56 51 38

28.00 25.50 19.00

32 23 16

33.33 23.96 16.67

28 27

14.00 13.50

11 16

11.46 14.58

71 129

35.50 64.50

45 51

46.88 53.13

40 42 66 29 23

20.00 21.00 33.00 14.50 11.50

30 20 19 15 12

31.25 20.83 19.79 15.63 12.50

45

22.5

23

23.96

48 8 55

24.00 4.00 27.50

20 5 25

20.83 5.21 26.04

18 26

9.00 13.00

9 14

9.38 14.58

123

61.50

60

62.50

15

7.50

16

16.67

62

31.00

20

20.83

78 5 103 14

39.00 2.50 51.50 7.00

4 90 2

4.17 93.75 2.08

128 68 4

64.00 34.00 2.00

54 33 9

56.25 34.37 9.38

322 7.4.2. Strategi Manajemen Risiko Usahatani Interaktif (Interactive Risk Management Strategy) Petani dalam menjalankan kegiatan usahatani cabai merah dihadapkan pada risiko usahatani, seperti gagal panen atau produksi jatuh. Akibatnya petani menderita kerugian. Pada awal musim tanam, petani selalu memiliki harapan subyekktif yang dikembangkan dari pengalaman musim-musim sebelumnya, meliputi perkiraan kejadian, jumlah, distribusi dan durasi hujan atau kemungkinan insiden serangan OPT. Sejalan dengan perkembangan umur tanaman, harapan tersebut akan diperbaiki dan secara bertahap. Petani melakukan penanggulangan risiko yang bersifat interaktif untuk menekan dampak yang ditimbulkannya. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dalam menentukan waktu tanam. Tabel 58 menunjukkan sebagian besar petani yang memutuskan waktu tanam cabai merah besar pada lahan sawah dataran rendah pada akhir musim hujan/MH (51 %), pertengahan musim kemarau/MK (23%), akhir MK (17.5%), serta pertengahan MH (8.5 %).

Sementara itu,

petani

melakukan tanam cabai merah keriting pada akhir MH (46.87 %), akhir MK (31.25 %), pertengahan MK (10.42 %), serta pertengahan MH (11.46 %). Sebagian besar petani baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting menanam cabai merah pada akhir MH hingga MK I. Hal ini petani menekankan pentingnya ketersediaan air pada awal tanam hingga masa pertumbuhannya dan menghindari hujan pada periode pembungaan. Bahkan terdapat sebagian kecil petani cabai merah yang menanam pada pertengahan MH dengan alasan untuk mendapatkan harga jual yang tinggi.

323 Tabel 58. Strategi Manajemen Risiko Interactive Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No.

1

2

3

4

5

6

7.

Uraian

Waktu penanaman cabai merah a. Akhir MH dengan perkiraan ketersediaan air masih mencukupi b. Akhir MK agar kebutuhan air dapat terjamin c. Pertengahan MK pada saat air masih tersedia d. Pertengahan MH dengan pertimbangan bersifat non teknis Bila sebagian tanaman di lapangan ternyata mati, maka : a. Dilakukan penyulaman b. Tidak dilakukan penyulaman Jarak tanam yang digunakan a. Jarak tanam rapat b. Jarak tanam sedang c. Jarak tanam renggang/jarang/lebar Jenis pupuk yang digunakan pada pertanaman cabai merah a. Pupuk tunggal saja b. Pupuk tunggal dan majemuk c. Pupuk tunggal dan pupuk organik d. Pupuk majemuk dan pupuk organik e. Pupuk tunggal, majemuk, dan pupuk organik Penggunaan pupuk pada MK vs MH a. Tidak berbeda jenis maupun volumenya b. Tidak berbeda jenis, tetapi berbeda volumenya c. Berbeda jenis maupun volumenya Metode pengendalian hama penyakit yang dilakukan a. Sebagai tindakan pencegahan (preventif) b. Sebagai tindakan pembasmian (kuratif) c. Sebagai tindakan prevenif dan sekaligus kuratif Kecenderungan petani dalam pengendalian OPT. yang dilakukan a. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi b. Cenderung menggunakan pestisida nabati/PHT c. Cenderung menggunakan pestisida kimiawi dan nabati

Cabai Merah Besar

Cabai Merah Keriting Frek % N=96

Frek (N=200)

%

102

51.00

45

46.87

35

17.50

30

31.25

46

23.00

10

10.42

17

8.50

11

11.46

169 31

84.50 15.50

93 3

96.87 3.13

53 102 45

26.50 51.00 22.50

27 43 23

28.12 44.79 23.96

7 68 2 2 121

3.50 34.00 1.00 1.00 60.50

3 7 5 6 75

3.13 7.29 5.21 6.25 78.12

58

29.00

45

46.87

101

50.50

41

42.71

41

20.50

10

10.42

106 5 89

53.00 2.50 44.50

65 3 28

67.71 3.13 29.17

119

59.50

45

46.88

17

8.50

2

2.08

64

32.00

49

51.04

324 Tabel 58. Lanjutan No.

8

9

10

11

Uraian

Pengoplosan pestisida dalam pengendalian OPT. a. Sebagai tindakan pencegahan b. sebagai tindakan pembasmian c. Sebagai tindakan prefentif dan sekaligus kuratif Alasan melakukan pengoplosan pestisida a. Sekaligus mencegah/mematikan beberapa jenis OPT. b. Menghemat biaya dengan mencampur pestisida mahal dan murah c. Hasil coba-coba menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi dibanding pestisida tunggal d. Menghemat waktu dan tenaga Tindakan yang dilakukan saat mengalami kelangkaan TK upahan a. Memanfaatkan TK keluarga semaksimal mungkin b. Memenfaatkan TK yang ada secara bergantian c. Mencari TK upahan dari luar desa/luar daerah d. Menggunakan TK ternak e. Menggunakan TK mekanik/mesin Tindakan yang dilakukan jika mengalami kekurangan atau kesulitan permodalan a. Meminjam dari sumber kredit formal b. Meminjam dari kredit informal c. Meminjam dari kelompok tani/gapoktan/koperasi tani d. Meminjam dari perusahaan mitra e. Meminjam dari saudara/tetangga/kerabat

Cabai Merah Besar

Cabai Merah Keriting Frek % N=96

Frek N=200

%

37 19 144

18.50 9.50 72.00

19 11 66

19.79 11.46 68.75

62

31.00

28

29.17

37

18.50

12

12.50

22

11.00

9

48.96

79

39.50

47

9.37

71

35.50

41

42.71

24

12.00

18

18.75

86

43.00

30

31.25

5 14

2.50 7.00

3 4

3.12 4.17

30 45 60

15.00 22.50 30.00

26 9 27

27.08 9.37 28.13

20 45

10.00 22.50

2 32

2.08 33.33

Salah satu risiko usahatani yang dihadapi petani berkenaan dengan pemilihan waktu tanam adalah mati atau kerdilnya tanaman pada saat umur dibawah satu bulan dan kekurangan air (kejadian kekeringan di luar harapan awal). Strategi manajemen risiko usahatani interaktif yang dilakukan petani untuk mengatasi kedua masalah di atas adalah dengan melakukan penyulaman (84.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (96.87 %) untuk petani cabai merah keriting.

325 Beberapa petani menanam dengan populasi bibit banyak dan selanjutnya melakukan penjarangan. Selain itu, petani melakukan penyiraman rutin dengan sistem gembor atau kocor terutama untuk cabai merah besar dan cabai merah keriting di lahan sawah yang bersumber dari saluran irigasi, sedangkan untuk petani cabai merah besar dan cabai merah keriting di lahan kering dataran tinggi dengan irigasi pralon dan irigasi tetes. Sebagian besar petani cabai merah besar (51 %) menggunakan jarak tanam sedang (30x40 cm; 40x40 cm; dan 40x50 cm); sebesar (26.50 %) menggunakan jarak rapat (20x20 cm; 20x30 cm; 20x40 cm; 25x25 cm; 25x30 cm; dan 25x40 cm); dan sisanya (22.50 %) menggunakan jarak renggang (50 x 50 cm; 50x60 cm; 50 x 70 cm; 60x60 cm; 60x70 cm). Sementara itu, petani cabai merah keriting menggunakan jarak tanam sedang (44.79 %), rapat (28.12 %), dan renggang (23.96 %). Hasil kajian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Adiyoga dan Soetiarso (1999) mengemukakan bahwa petani cabai merah besar di Kabupaten Brebes sebagian besar menggunakan jarak tanam rapat. Hal ini terutama disebabkan oleh pergeseran penggunaan benih dari benih unggul lokal ke benih hibrida yang mensyaratkan ditanam dengan jarak tanam sedang hingga renggang untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang baik. Jarak tanam yang dipilih merupakan strategi interaktif untuk menyiasati harapan kelembaban dan jenis tanah, jenis benih dan kualitasnya, dalam rangka merespon terhadap terjadinya kematian bibit, serta menciptakan fleksibilitas jika terpaksa harus mengubah kerapatan (densitas) pertanaman dengan melakukan penjarangan.

326 Sebagian besar petani cabai merah besar (60.50 %) dan cabai merah keriting (78.12 %) menggunakan pupuk tunggal sekaligus pupuk majemuk dan pupuk organik. Penggunaan pupuk secara simultan antara pupuk tunggal dan pupuk majemuk (tanpa pupuk organik) untuk usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting masing-masing (34.00 %) dan ( 7.29 %). Walaupun petani mengetahui bahwa unsur yang terdapat dalam pupuk majemuk terdapat unsur hara yang sama dengan yang terkandung dalam pupuk tunggal, petani tetap menggunakan pupuk tunggal dengan alasan kandungan dalam pupuk majemuk relatif kecil dan untuk menambah keyakinan akan keberhasilan usahatani. Dari sisi strategi manajemen risiko, langkah tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu metode strategi manajemen risiko interaktif, karena petani dapat mengatur penambahan atau pengurangan pupuk sesuai dengan persepsinya menyangkut kebutuhan hara tanaman cabai merah besar dan cabai merah keriting. Tingkat partisipasi petani yang menggunakan pupuk organik sangat tinggi baik untuk cabai merah besar maupun cabai merah keriting, masing-masing sebesar (62.50 %) dan cabai merah besar pada lahan kering dataran tinggi (89.58%). Kelebihan penggunaan pupuk organik adalah mengandung unsur hara dan pembenah tanah yang dapat memperbaiki struktur tanah dan sifat bio-kimia tanah. Penggunaan pupuk organik akan meningkatkan efektivitas penyerapan unsur-unsur hara dalam tanah oleh tanaman. Dengan demikian pemberian pupuk organik juga akan meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk kimiawi. Dalam memberikan pupuk antar MK vs MH sebagian besar petani cabai merah besar baik untuk cabai merah besar maupun cabai merah keriting pada

327 berpendapat bahwa tidak berbeda jenis maupun volumenya masing-masing (29 %) dan (46.87 %). Sebagian petani tidak berbeda jenis, tetapi volumenya berbeda masing-masing (50.50 %) dan (42.71 %). Sebagian petani lainnya berbeda jenis maupun volumenya masing-masing (20.50 %) dan (10.42 %). Sebagian petani mengurangi penggunaan pupuk pada musim penghujan terutama jenis pupuk N yang ditujukan untuk menghemat dan sekaligus membatasi pertumbuhan daun yang terlalu lebat agar tidak mengundang OPT. Pada umumnya petani cabai merah besar (53.00 %) dan petani cabai merah keriting (67.71 %) menggunakan pestisida sebagai tindakan pencegahan (preventif).

Hanya

sebagian

kecil

yang

menyatakan

penyemprotan

pestisida/fungisida sebagai tindakan pembasmian (kuratif) saja masing-masing untuk petani cabai merah besar (2.50 %) dan petani cabai merah keriting (3.13 %). Sementara itu, petani yang menyatakan bahwa pengendalian hama dan penyakit ditujukan sebagai tindakan preventif dan sekaligus kuratif masing-masing sebesar (38 %) dan (81 %), dan sebagai tindakan kuratif masing-masing hanya (44.50 %) dan (29.17 %). Dengan kata lain, pengambilan keputusan pengendalian dengan pestisida/fungisida cenderung lebih diarahkan untuk mengantisipasi risiko terjadinya serangan OPT dan sekaligus untuk mengatasi serangan OPT tersebut. Efektivitas pengendalian OPT sebenarnya tergantung pada kejadian yang bersifat acak, yaitu ada tidaknya serangan OPT. Jika tidak ada OPT, maka input ini tidak berpengaruh terhadap produksi, bahkan mungkin menimbulkan pemborosan serta menimbulkan resistensi dan surgerensi terhadap OPT tertentu. Dengan demikian, efisiensi dan efektivitas pengendalian OPT secara integral

328 berhubungan erat dengan risiko produksi. Berkaitan dengan strategi manajemen risiko usahatani interactive, petani sebenarnya memiliki fleksibilitas untuk mengatur perlu tidaknya penggunaan pestisida/fungisida selama pertanaman berada di lapangan dan hal ini sangat terkait dengan perilaku petani terhadap risiko produksi. Secara empiris semakin tinggi keberanian dalam menghadapi risiko maka akan semakin tinggi alokasi penggunaan pestisida untuk penaggulangan serangan OPT. Kecenderungan petani cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah cenderung mengendalikan OPT dengan pestisida kimiawi (59.50 %) dan (46.88 %). Petani yang menggunakan kombinasi pestisida kimiawi dan nabati masingmasing (32.00 %) dan (51.04 %). Terakhir petani yang hanya menggunakan pestisida nabati sangat kecil masing-masing sebesar (6 %) dan (13 %). Artinya dalam menghadapi risiko usahatani, petani lebih mengandalkan pestisida kimiawi dan kombinasi pestisida kimiawi dan nabati, karena lebih efektif dibandingkan dengan pestisida nabati. Pengendalaian OPT dengan PHT mulai diintroduksikan di daerah sentra produksi Kabupaten Brebes dan Kabupaten Boyolali. Namun keberhasilannya masih rendah, karena penerapannya yang masih bersifat parsial dan belum melalui aksi kolektif kelompok tani. Perilaku petani dalam pengendalian OPT menunjukkan bahwa sebagian besar petani cabai merah besar dan cabai merah keriting juga melakukan pengoplosan pestisida sebagai tindakan preventif dan sekaligus kuratif masingmasing dengan pangsa (72.00 %) dan (68.75 %). Beberapa alasan petani melakukan pengoplosan adalah untuk menghemat waktu dan tenaga kerja,

329 mencegah dan membasmi beberapa OPT sekaligus, menghemat biaya dengan mencampur pestisida lebih murah, serta hasil coba-coba menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi. Tenaga kerja tampaknya masih belum merupakan kendala pokok dalam usahatani cabai merah besar maupun cabai merah keriting. Jika petani cabai merah besar dan cabai merah keriting mengalami kesulitan tenaga kerja terutama pada saat kegiatan pengolahan tanah dan penanaman terutama dipecahkan menggunakan tenaga kerja upahan, memanfaatkan TK keluarga, dan melalui sambat-sinambat (arisan tenaga kerja). Secara empiris tidak ditemukan penggunaan traktor dan tenaga ternak dalam pengolahan lahan usahatani cabai merah besar. Petani cabai merah besar dan cabai merah keriting sering menghadapi masalah permodalan terutama untuk membeli sarana produksi. Beberapa langkah yang diambil secara berturut-turut adalah : meminjam saprodi ke kelompok tani, meminjam saudara atau kerabat, kredit formal perbankan, kredit informal (kios/toko saprodi), dan sebagian kecil meminjam dari perusahaan mitra. Nampak bahwa pilihan strategi risiko oleh petani akan sangat tergantung kondisi permodalan. Langkah-langkah tersebut merupakan metode utama strategi manajemen risiko interctive jika petani mengalami kesulitan modal pada saat mengusahakan cabai merah.

Temuan yang berbeda dari penelitian-penelitian

sebelumnya adalah bahwa ternyata aksessibilitas petani terhadap lembaga perbankan formal pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting sudah cukup baik, meskipun diakui bahwa ketergantungan terhadap sumber kredit

330 informal masih banyak ditemukan di daerah sentra produksi cabai merah di Kabupaten Brebes.

7.4.3. Strategi Manajemen Risiko Usahatani Ex-post (Ex-post Risk Management Strategy) Strategi manajemen risiko usahatani ex-post atau bersifat adaptif setelah terjadi goncangan berupa kegagalan panen atau penurunan produktivitas, maka tindakan yang dipilih oleh petani sangat bergantung pada peranan usahatani bersangkutan dalam kaitannya dengan sumber pendapatan keluarga. Pada Tabel 59 diperlihatkan bahwa petani cabai merah besar dan cabai merah keriting yang menyatakan bahwa sumber penghidupan keluarga sebagian besar bergantung pada usahatani cabai merah masing-masing dengan pangsa (42.50 %) dan (35.42 %). Artinya usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting menduduki posisi penting dalam struktur pendapatan rumah tangga petani. Strategi manajemen risiko ex-post petani cabai merah besar dan cabai merah keriting yang ditujukan untuk menutupi kekurangan dalam menghidupi keluarga secara berturut-turut adalah : (1) Menggunakan pendapatan usahatani lainnya (43.00 %) untuk petani cabai merah besar dan (50.00 %) untuk petani cabai merah keriting; (2) Mengambil dari tabungan (20.00 %) untuk petani cabai merah besar dan (14.58 %) untuk petani cabai merah keriting, terutama petani lahan luas; (3) Menjual sebagian aset yang dimilikinya sebesar (17.00 %) untuk petani cabai merah besar dan (14.58 %) untuk petani cabai merah keriting; (4) Mencari pekerjaan tambahan sebesar (16 %) untuk petani cabai merah besar dan (13.54 %) untuk petani cabai merah kecil, terutama untuk petani lahan sempit;

331 serta (5) Meminjam uang dari saudara sebesar (4.00 %) untuk petani cabai merah besar dan (7.29 %) untuk petani cabai merah keriting, kerabat atau tetangga. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemandirian petani cabai merah besar dan cabai merah keriting cukup baik. Secara empiris aksessibilitas petani cabai merah keriting lebih mampu mengakses terhadap sumber kredit formal perbankan, sedangkan petani cabai merah besar masih cukup banyak tergantung pada sumbersumber kredit informal, terutama pedagang saprodi dan pedagang pengumpul hasil. Usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting merupakan sumber pendapatan penting rumah tangga.

Jika terjadi kerugian petani akan tetap

menanam cabai merah pada musim selanjutnya, dengan urutan strategi sebagai berikut. Urutan pertama, luas pertanaman pada MT berikutnya dikurangi sebesar (32.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (32.29 %) untuk petani cabai merah keriting, terutama untuk petani yang bersifat menghindari risiko (risk averter). Urutan ke dua, menambah modal dengan mengambil tabungan yang dimiliki sebesar (15.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (26.04 %) untuk petani cabai merah keriting. Hal ini dilakukan terutama bagi petani lahan luas dan berani mengambil risiko usahatani. Kemampuan permodalan menentukan tingkat intensifitas dan keberlanjutan usahatani cabai merah besar. Urutan ketiga, menambah modal dengan meminjam uang secara kredit dari kelembagaan keuangan sebesar (16.00 %) untuk cabai merah besar dan (22.92 %) untuk cabai merah keriting. Hal ini juga menunjukkan bahwa akses petani terhadap sumber-sumber kredit relatif terbatas. Urutan ke empat, meminjam saprodi dari kios atau toko saprodi dengan sistem yarnen sebesar (20.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (7.29 %)

332 untuk petani cabai merah keriting, terutama bagi petani yang sudah terbiasa berlangganan.

Secara empiris ketergantungan modal terhadap kios atau toko

saprodi lebih besar untuk petani cabai merah besar dibandingkan cabai merah keriting. Urutan kelima, mengusahakan tanaman yang berisiko lebih kecil sebesar (15.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (11.46 %) untuk petani cabai merah keriting. Strategi ini terutama dilakukan oleh petani yang kekurangan modal dan berperilaku menghindari risiko produksi. Demikian juga halnya, jika terjadi kegagalan panen pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting, maka pilihan-pilihan strategi yang akan diambil petani sebagai berikut. Urutan pertama, tetap menanam sebesar (59.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (68.75 %) untuk petani cabai merah keriting, terutama bagi petani yang bersifat berani mengambil risiko (risk taker). Urutan kedua, hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang dipandang aman sebesar (26.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (21.88 %) untuk petani cabai merah keriting. Perilaku ini terutama dijumpai pada petani lahan kecil yang bersikap penghindar risiko (risk averter). Urutan ketiga, hanya akan menanam pada waktu yang diperkirakan harga tinggi sebesar (11.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (7.29 %) untuk petani cabai merah keriting. Fenomena ini terutama ditemukan pada petani lahan kecil yang umumnya bersifat penghindar risiko produksi. Terakhir, tidak menanam cabai merah lagi karena takut kegagalan terulang lagi sebesar (2.50 %) untuk petani cabai merah besar dan (2.08 %) untuk petani cabai merah keriting. Hal ini terutama ditemukan pada petani yang kekurangan modal dan bersifat penghindar risiko.

333 Tabel 59. Strategi Manajemen Risiko Ex post pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keritin, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009

No 1

2

3

4

Uraian Status usahatani cabai dalam menghidupi keluarganya a. Sepenuhnya bergantung pada usahatani cabai merah b. Sebagian besar bergantung pada usahatani cabai merah c. Sebagian kecil bergantung pada usahatani cabai merah d. Sama sekali tidak bergantung pada usahatani cabai merah Jika usahatani cabai mengalami kegagalan, usaha untuk menutupi kegagalan dalam menghidupi keluarga a. Pendapatan dari usahatani lainnya b. Mengambil dari tabungan c. Meminjam dari petani lain/tetangga/ kerabat d. Mencari pekerjaan tambahan e. Menjual sebagian aset yang dimilki Jika mengalami kerugian, tindakan apa atau sumber modal mana yang dipilih untuk pertanaman berikutnya a. Luas pertanaman pada MT berikutnya disesuaikan dengan modal yang tersdia b. Menambah modal dengan mengambil dari tabungan c. Menambah modal dengan meminjam uang d. Meminjam sarana produksi dari toko/kios saprotan e. Mengusahakan tanaman yang berisiko kecil Tindakan yang dilakukan jika pertanaman cabai dianggap gagal a. Tidak menanam cabai lagi karena takut kegagalan tersebut terulang b. Hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang aman c. Hanya akan menanam pada waktu atau musim yang diperkirakan harga baik d. Tetap akan menanam cabai lagi dan mencari penyebab kegagalan

Cabai Merah Besar Frek % N=200

Cabai Merah Keriting Frek % N=96

7

3.50

3

3.13

85

42.50

34

35.42

105

52.50

58

60.42

3

1.50

1

1.04

86 40 8 32 34

43.00 20.00 4.00 16.00 17.00

48 14 7 13 14

50.00 14.58 7.29 13.54 14.58

65

32.50

31

32.29

31

15.50

25

26.04

32 41

16.00 20.50

22 7

22.92 7.29

31

15.5

11

11.46

5

2.50

2

2.08

53

26.50

21

21.88

23

11.50

7

7.29

119

59.50

66

68.75

334 7.5. Strategi Manajemen Risiko Melalui Kemitraan Usaha antara Petani dengan Perusahaan Industri Pengolahan Salah satu strategi dalam manajemen risiko dalam usahatani adalah melalui kemitraan usaha. Debertin (1986) menyebutkan dengan istilah kontrak (contract). Chopra dan Soddi (2004) menyebutnya pentingnya manajemen risiko dengan integrasi vertikal (vertical integration), kontrak produksi (production contract), dan kontrak pemasaran (marketing contract). Hasil kajian di lapang menunjukkan paling tidak terdapat 2 (dua) pola kelembagaan pemasaran pada komoditas cabai merah di Jawa Tengah, yaitu: (1) Pola dagang umum (PDU) yang bersifat transaksional baik dengan ikatan modal, ikatan langganan, maupun secara bebas; dan (2) Pola kemitraan usaha antara petani dengan pelaku usaha lain (perusahaan pengolahan hasil). Salah satu kemitraan usaha formal yang ditemukan di lapang adalah kemitraan antara perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra dengan kelompok tani/gabungan kelompok tani/paguyupan kelompok tani cabai merah sebagai petani mitra. Perusahaan ini memiliki salah satu divisi usaha yaitu divisi pengolahan hasil pertanian (agro processing) dengan produk seperti sambal, saos, dan kecap. Untuk memenuhi bahan baku produksi ditangani oleh bagian pengadaan (procurement). Dalam pemenuhan bahan baku perusahaan ini menjalin kemitraan usaha dengan para petani/kelompok tani maupun pemasok (supplier) individu. Pengadaan barang perusahaan industri pengolahan dilakukan dengan 4 (empat) cara, yaitu: (1) melalui kegiatan impor terutama dari China, (2) kontrak dengan pemasok (supplier), (3) kontrak dengan penanam atau petani lahan luas (grower), dan (4) kontrak dengan petani/kelompok tani/Gapoktan. Komposisi

335 pengadaan pada saat ini (2008-2009) masih didominasi oleh supplier (70%), petani/kelompok tani/grower (20%) dan impor (10%). Berdasarkan wawancara dengan petugas lapang dari perusahaan industri pengolahan, diperoleh informasi bahwa perusahaan ini memiliki target pengadaan ke depan dari petani/kelompok tani/grower dapat ditingkatkan hingga mencapai 40 persen. Dengan demikian kemungkinan dilakukan kontrak/kemitraan usaha dengan petani masih sangat terbuka luas. Mekanisme kemitraan usaha yang ditempuh selama ini adalah langsung ke pelaku usaha pertanian (farmer/grower/suplier).

Pola kemitraan usaha yang

dijalankan selama ini bermacam-macam bentuknya, di antaranya: (1) Perusahaan industri

pengolahan

melakukan

kontrak

langsung

tani/gapoktan/paguyupan kelompok tani (PKT), (2)

dengan

kelompok

Perusahaan industri

pengolahan menandatangani kontrak dengan grower yang kebanyakan adalah petani lahan luas yang juga merangkap sebagai pedagang/supplier dan selanjutnya grower bermitra dengan petani disekitarnya, dan (3) Perusahaan industri pengolahan melakukan kontrak dengan kelompok tani/gapoktan dan ada investor yang kontrak dengan perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra, misalnya dalam penyediaan sarana produksi. Kemitraan usaha antara

perusahaan industri

pengolahan

sebagai

perusahaan mitra dengan petani atau kelompok tani sebagai petani atau kelompok mitra hanya ditemukan pada komoditas cabai merah besar dan tidak dijumpai untuk komoditas cabai merah keriting. Hal ini disebabkan kebutuhan terbesar adalah untuk industri saus yang sebagian besar bahan bakunya (90 %) adalah

336 cabai merah besar dan (10 %) adalah cabai merah keriting. Pola ini ditemukan baik di daerah sentra produksi cabai merah besar dataran rendah maupun didaerah sentra produksi dataran tinggi. Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antara perusahaan mitra yang bergerak dalam industri pengolahan cabai merah dengan gapoktan/kelompok tani dituangkan dalam kontrak kerjasama. Kewajiban gapoktan/kelompok tani : (1) Menyediakan lahan minimal 5 hektar untuk budidaya cabai merah besar, secara empiris kemampuan kelompok tani menyediakan lahan bervariasi dari 5-15 hektar; (2) Menanam varietas cabai yang telah ditentukan perusahaan mitra, yaitu Varietas Biola, Hot Beauty, atau Hot Chili, dalam pelaksanaannya sebagian besar petani memilih Varietas Biola, karena dipandang lebih unggul; (3) Melakukan budidaya sesuai anjuran dan bimbingan teknis manajemen dari Perusahaan Mitra melalui petugas lapang; (4) Menyerahkan hasil panen kepada perusahaan mitra, di mana dalam luasan 1 hektar diperkirakan jumlah tanaman cabai merah sekitar 15 000 batang dengan produktivitas sekitar 1.5 kg/batang dan ditetapkan produktivitas 0.8 kg/batang yang memenuhi syarat, untuk cabai merah besar yang tidak sesuai dengan persyaratan kualitas dapat dijual di pasar bebas; (5) Dalam pemasaran hasil, petani/kelompok tani/Gapoktan tidak diperkenankan menjual produk di luar perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra, sebelum memenuhi kewajiban sesuai kuota yang disepakati ke pihak perusahaan mitra; dan (6) standar kualitas cabai merah besar harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan.

337 Dalam menjalin kemitraan usaha dituangkan dalam surat perjanjian, misalnya perjanjian antara perusahaan industri pengolahan dengan paguyupan kelompok tani di Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dituangkan dalam surat perjanjian No: PPST/12/15-04/2007. Adapun isi dari surat perjanjian tersebut adalah bahwa keduabelah pihak sepakat untuk menjalin kemitraan usaha pengadaan jual beli cabai merah Varietas Biola. Berbeda halnya dengan kemitraan usaha dengan kelompok tani di Desa Kuta Bawah, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga kesepakatan kontrak dilakukan langsung antara perusahaan industri pengolahan dengan kelompok tani. Keuntungan melakukan kemitraan secara langsung ini adalah manfaat atau keuntungan dari kemitraan usaha tidak harus dibagi lagi dengan pelaku usaha lainnya, sehingga petani lebih dapat merasakan manfaat dari kemitraan usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas lapang perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra dengan kelompok tani mitra diperoleh informasi beberapa kriteria sebagai berikut : (1) Warna cabai merah besar haruslah merah mulus, (2) Panjang buah cabai merah besar : 9.5-14.50 cm, (3) Maksimal cacat fisik (seperti busuk atau pecah maksimal 1.5 persen), (4) Maksimal cacat warna buah maksimal 1.5 persen, (5) tingkat kepedasan: terdeteksi di atas 400 x pengenceran, (6) Penampilan: segar, tanpa tangkai dan batang, (7) Rasa: pedas cabai dan tidak pahit, (8) Pengepakan: dengan plastik kapasitas 50 kg/kantong, (9) Jumlah cabai merah besar yang dikirim produksi 0.80 kg/tanaman dengan jadwal pengiriman berlaku selama musim tanam (empat

338 bulan masa tunggu panen dan tiga bulan masa panen) dengan waktu pengiriman 3 hari sekali setelah panen. Kewajiban perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra adalah: (1) Menyediakan sarana produksi terutama benih cabai merah dengan varietas yang telah disepakati bersama, sedangkan sarana produksi lain tergantung kesepakatan ke dua belah pihak, penyediaan saprodi dapat dilakukan oleh pihak ketiga; (2) Melakukan bimbingan teknis budidaya dan penanganan pasca panen (pengkelasan/grading dan kemasan/packaging); (3) Perusahaan mitra melakukan penampungan/pembelian cabai merah besar, bisa secara langsung maupun melalui pemasok (supllier) dengan harga yang sudah ditetapkan dan pembayaran dilakukan paling lama tiga minggu setelah barang diterima di pabrik; dan (4) Melakukan pembayaran sesuai kontrak berdasarkan harga dan sistem pembayaran yang telah disepakati. Kelembagaan kelompok tani/gapoktan baik di Desa Sidomoro, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali serta di Desa Demak Ijo, Kecamatan Karangnongko dan Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten pernah menjalin kemitraan usaha komoditas cabai merah besar dengan PT. Heinz ABC, pada tahun 2006, 2007 dan 2008. Pada tahun 2008, kemitraan usaha pada daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah di Kabupaten Klaten kurang berhasil dan tidak dilanjutkan, kemudian menyusul pada Tahun 2009 kemitraan usaha yang sama dataran rendah di Boyolali juga mengalami kegagalan dan tidak dilanjutkan lagi.

Sementara itu, kemitraan usaha antara perusahaan industri pengolahan

339 dengan kelompok tani/Paguyupan Kelompok Tani baik di daerah sentra produksi dataran tinggi di Boyolali maupun di Purbalingga cukup berhasil dengan baik. Beberapa penyebab kurang berhasilnya kemitraan usaha pada daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah adalah : pertama, sebagian besar petani yang bermitra (60-70 %) kurang berhasil, yang terutama disebabkan kurang bagusnya kualitas benih cabai merah besar yang di sediakan perusahaan pembibitan. Kedua, terdapat banyak petani (50 %) yang mengalami kerugian secara ekonomi karena adanya serangan OPT. Ketiga, penyediaan benih yang agak terlambat sehingga waktu tanam mengalami pergeseran dan tidak tepat musim. Keempat, standar kualitas hasil yang ditetapkan sangat tinggi dan banyak kriteria yang harus dipenuhi. Terakhir, harga kontrak yang ditetapkan jauh di bawah harga aktual yang terjadi di pasar (tahun 2007 harga kontrak Rp. 4 000./Kg dengan tangkai atau Rp.4 150 tanpa tangkai vs harga pasar Rp. 6 000/Kg) dan (tahun 2008 harga kontrak Rp. 5 500/ Kg tanpa tangkai dan 6 000/Kg dengan tangkai). Beberapa permasalahan pokok yang dihadapi dalam membangun kemitraan usaha antara perusahaan industri pengolahan dengan PKT/Kelompok Tani adalah : pertama, target produksi seringkali tidak tercapai, karena masih rendahnya produktivitas dan risiko produksi yang dihadapi petani mitra. Kedua, standar kualitas yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi, karena teknologi budidaya yang belum mengikuti anjuran dan penanganan pasca panen yang belum prima.

Ketiga, kurangnya permodalan petani, sementara itu usahatani cabai

merah besar adalah padat modal dan sekaligus padat tenaga kerja. Ke empat,

340 harga kontrak yang dipandang rendah dan selalu di bawah harga pasar, seringkali menyebabkan petani menjual sebagian hasil produksinya ke pasar bebas. Kelima, standar kualitas yang ditetapkan terlalu tinggi, sehingga seringkali petani mendapatkan rafaksi (potongan harga) yang cukup tinggi. Terakhir, masalah kurangnya komitmen petani yaitu fenomena ingkar janji, terutama jika terjadi harga di pasar lebih tinggi dari harga kontrak. Beberapa masukan dan saran dari kelompok tani/gapoktan, antara lain adalah : pertama, meningkatkan kualitas benih cabai merah yang disediakan oleh perusahaan pembibitan yang menjadi mitra perusahaan industri pengolahan dan dengan pilihan jenis varietas yang lebih beragam dan jaminan dari perusahaan rekanan. Kedua, meningkatkan produktivitas dan kontinyuitas pasokan melaui perbaikan teknologi budidaya yang lebih maju. Ketiga, menjaga kualitas cabai merah besar yang dihasilkan melalui jaminan kualitas benih, teknik budidaya sesuai anjuran, serta panen dan penanganan pasca panen secara prima. Keempat, memperbaiki

kesepakatan

harga

kontrak

dengan

mempertimbangkan

perkembangan biaya produksi (harga input) dan harga cabai merah besar di pasar, diperkirakan Rp. 5 500/Kg dengan tangkai dan Rp. 6 000,-/Kg tanpa tangkai (2008). Kelima, membangun kelembagaan kemitraan usaha yang dapat saling membutuhkan, memperkuat dan saling menguntungkan. Berdasarkan tinjauan teoritis dan empiris di lapang, terdapat 10 aspek yang penting dipertimbangkan dalam membangun kelembagaan kemitraan usaha cabai merah yang berdayasaing, yaitu : (1) Membangun kemitraan usaha haruslah dilakukan melalui proses sosial yang matang; (2) Pentingnya membangun

341 komitmen bersama untuk menciptakan saling kepercayaan; (3) Perencanaan dan pengaturan produksi di daerah-daerah sentra produksi; (4) Pentingnya pemahaman terhadap jaringan agribisnis secara keseluruhan; (5) Adanya jaminan pasar dan kepastian harga yang didasarkan kesepakatan bersama; (6) Konsolidasi kelembagaan di tingkat petani baik dari aspek keanggotaan, teknis budidaya, manajemen usahatani, dan permodalan; (7) Menuntut adanya konsistensi atau jaminan kualitas produk pada seluruh tahapan proses produksi dan distribusi dari hulu hingga hilir; (8) Pentingnya kandungan kewirausahaan pada seluruh pelaku usaha, (9) Adanya sistem koordinasi vertikal yang menjamin keterpaduan antar pelaku dan keterpaduan proses, dan (10) Pengembangan sistem informasi yang handal sebagai input utama dalam sistem pengambilan keputusan.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

1.

Tingkat produktivitas yang dicapai petani cabai merah besar dan cabai merah keriting di lokasi peneltian sudah cukup tinggi, yaitu di atas rata-rata produktivitas Provinsi Jawa Tengah, namun masih di bawah paket rekomendasi. Faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan menjadi faktor pembatas peningkatan produktivitas cabai merah besar adalah pupuk N, PPC/ZPT, dan kapur. Sementara itu, faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan menjadi faktor pembatas peningkatan produktivitas cabai merah keriting adalah benih, pupuk N, dan pupuk P2O5.

2.

Tingkat pencapaian efisiensi teknis (TE) usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting tergolong tinggi, sedangkan pencapaian efisiensi alokatif (AE) dan efisiensi ekonomi (EE) pada level moderat. Masih ada ruang peningkatan efisiensi produksi baik melalui peningkatan efisiensi teknis maupun efisiensi alokatif.

3.

Faktor produksi yang bersifat meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar terutama adalah : pupuk K2O, pupuk N, pestisida/fungisida dan benih. Faktor-faktor produksi yang dapat menimbulkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting adalah : PPC/ZPT, pestisda/fungisida, serta TKDK dan TKLK. Sementara itu, faktor produksi yang bersifat menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah besar adalah kapur,

343

sedangkan pada usahatani cabai merah keriting adalah : pupuk N, pupuk K2O dan kapur. 4.

Faktor sosial-ekonomi yang dapat menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah besar adalah peranan usahatani cabai merah terhadap pendapatan rumah tangga, pengetahuan teknologi budidaya cabai merah besar oleh petani, serta akses pasar input dan output. Hasil kajian juga menunjukkan bahwa perlakuan pasca panen oleh petani dapat menurunkan inefisiensi teknis.

5.

Faktor sosial-ekonomi yang dapat menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting adalah peranan luas lahan garapan dan pendapatan rumah tangga. Tingkat inefisiensi teknis yang lebih rendah dicapai oleh para petani yang menggarap lahan lebih luas dan memiliki tingkat pendapatan lebih tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman petani cabai merah keriting berdampak menurunkan inefisiensi teknis.

6.

Faktor produksi yang bersifat meningkatkan risiko produktivitas pada usahatani cabai merah besar adalah : penggunaan benih, pupuk N, pupuk K2O, PPC/ZPT, serta TKLK. Faktor produksi yang bersifat meningkatkan risiko produktivitas pada usahatani cabai merah keriting adalah : benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur, serta TKDK dan TKLK.

7.

Faktor produksi yang bersifat menurunkan risiko produktivitas pada usahatani cabai merah besar adalah : pupuk P2O5, pupuk organik, kapur,

344

pestisida/fungisida dan TKDK. Faktor produksi yang bersifat menurunkan produktivitas pada usahatani cabai merah keriting adalah pestisida/fungisida. 8.

Secara rataan petani cabai merah besar dan cabai merah keriting berperilaku netral terhadap risiko produktivitas. Secara relatif petani yang berperilaku netral terhadap risiko dan mengarah ke berani mengambil risiko mengalokasikan input produksi lebih tinggi, sehingga berdampak terhadap tingkat produktivitas, nilai TE dan tingkat pendapatan yang lebih tinggi.

9.

Perilaku petani cabai merah besar terhadap risiko harga adalah bersifat menghindari risiko. Sementara itu, perilaku petani cabai merah keriting terhadap risiko harga adalah bersifat berani mengambil risiko. Petani cabai merah besar akan menurunkan produksinya, apabila harga cabai merah di pasar rendah.

Sementara itu, petani cabai merah keriting tetap akan

meningkatkan produksinya, meskipun harga cabai merah keriting di pasar mengalami penurunan. Bagi petani cabai merah keriting untuk meningkatkan keuntungan usahatani cenderung melakukannya dengan meningkatkan produktivitas. 10. Strategi manajemen risiko usahatani ex ante yang dilakukan petani adalah dengan mengadopsi pola tanam yang memasukkan komoditas cabai merah besar dan cabai merah keriting dan melalui strategi kemitraan usaha terutama dalam penyediaan saprodi dan perencanaan tanam.

Strategi manajemen

risiko usahatani interactive dilaksanakan melalui penggunaan jumlah benih tinggi dan penggunaan jarak tanam rapat, pupuk kimia cukup intensif, pupuk organik cukup tinggi, dan penggunaan pestisida/fungisida intensif, serta

345

kemitraan usaha dengan perusahaan industri pengolahan. Strategi manajemen risiko usahatani ex post, jika terjadi kegagalan usahatani, petani cenderung memilih menggunakan pendapatan dari usahatani lainnya, mengambil tabungan, menjual sebagian aset, serta meminjam dari pihak lain.

8.2. Saran

Implikasi kebijakan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hasil penelitian ini adalah : 1.

Peningkatan produktivitas secara nyata hanya dapat dilakukan dengan inovasi teknologi baru dan adaptasinya di tingkat petani pengguna. Terobosan inovasi teknologi baru dapat difokuskan pada penggunaan benih hibrida tersertifikasi, teknologi pemupukan secara lengkap dan berimbang, penggunaan pupuk organik terstandarisasi dan penggunaan kapur sebagai unsur pembenah tanah, teknologi pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, serta penanganan pasca panen yang prima.

2.

Upaya peningkatan efisiensi teknis atau penurunan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting dapat dilakukan pada kelompok sasaran dengan nilai TE moderat, yaitu melalui : peningkatan kapasitas PPL, pendidikan dan pelatihan petani, materi penyuluhan yang inovatif, dan kegiatan penyuluhan melalui pendekatan partisipatif.

3.

Untuk mendukung peningkatan efisiensi alokatif (AE) pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting dilakukan melalui alokasi penggunaan faktor produksi secara lebif efisien, memperbaiki struktur pasar input dan

346

output, serta kebijakan insentif (skema kredit lunak/subsidi bunga, subsidi benih cabai hibrida, subsidi pupuk kimia dan pupuk organik). 4.

Upaya menurunkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting dapat dilakukan dengan meningkatkan luas lahan garapan usahatani, meningkatkan sumber-sumber pendapatan baru dari luar kegiatan usaha pertanian, meningkatkan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial petani, meningkatkan akses petani terhadap pasar input dan output, serta mendorong petani melakukan kegiatan penaganan pasca panen.

5.

Untuk mendorong petani cabai merah besar dan cabai merah keriting berperilaku berani mengambil risiko dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi budidaya rekomendasi yang terbukti lebih unggul, mendorong diversifikasi usahatani dan rotasi tanaman, mengembangan infrastruktur pertanian (jalan usahatani, irigasi, penanganan pasca panen), konsolidasi kelembagaan kelompok tani dan Gapoktan, dan pengembangan asuransi pertanian yang didukung subsidi premi oleh pemerintah.

6.

Upaya mendorong petani cabai merah besar dan cabai merah keriting untuk berperilaku berani mengambil risiko harga dapat dilakukan melalui kemitraan usaha antara kelompok tani dengan perusahaan industri pengolahan untuk menjaga stabilitas harga dan kontinyuitas pasokan. Agar kemitraan usaha berjalan efektif maka perlu memperbaiki sistem kontrak yang mencakup penentuan harga didasarkan atas biaya produksi dan ekpektasi harga output yang terjadi di pasar, adanya sistem reward and punishment, dan mekanisme penegakan kontrak.

347

7.

Kebijakan pemerintah ditujukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan (enable environment) untuk meningkatan efisiensi produksi dan produktivitas cabai merah yang mencakup : (1) kebijakan ekonomi yang mendukung (economic enable), melalui kebijakan perdagangan yang bersifat melindungi petani, pengembangan infrastruktur pertanian di pedesaan, dan kebijakan di bidang pertanahan; (2) kebijakan pendukung yang penting (important enable) melalui kegiatan penelitian dan pengembangan inovasi teknologi spesifik lokasi, pelayanan lembaga keuangan mikro, standarisasi produk, dan regulasi yang mendukung; dan (3) kebijakan bisnis yang sehat (useful enable), seperti lingkungan bisnis pertanian yang kondusif, fasilitas pelayanan, dan kemudahan dalam berbisnis pertanian.

8.

Penelitian lanjutan model efisiensi produksi yang memasukkan faktor inefisiensi dan dan unsur risiko sebaiknya dilakukan dengan menggunakan data panel dengan harapan dapat menangkap fenomena risiko antar waktu. Mempertimbangkan risiko harga dan menginternalisasikan ke dalam model, sehingga dapat menjawab permasalahan petani secara holistik. Pentingnya melakukan penelitian keterkaitan antara aplikasi teknologi dengan risiko usahatani.

DAFTAR PUSTAKA Adiyoga dan T. A. Soetiarso. 1999. Strategi Petani dalam Pengelolaan Risiko pada Usahatani Cabai. Jurnal Hortikultura (Jounal of Horticulture), 8(4): 12991311. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. Afriat, S. N. 1972. Efficiency Estimation of Production Function. International Economic Review, 13(3) : 568-598. Aigner, D., and S. F. Chu. 1968. On Estimating The Industry Production Function. American Economic Review, 58 (2) : 826-839. Aigner, D.J., C.A.K. Lovell and P. Schmidt. 1977. Formulation and Estimation of Stochastic Frontier Production Function Models. Journal of Econometrics, 6(1) : 21-37. Ajewole O. C., and J. A. Folayan. 2008. Stochastic Frontier Analysis of Technical Efficiency in Dry Season Leaf Vegetable Production among Smallholders in Ekiti State, Nigeria. Agicultural Journal, 3 (4) : 253-257. Ajibun, I. A., G. E. Battese and R. Kada. 1996. Technical Efficiency and Technological Change in The Japanese Rice Industry : A Stochastic Frontier Analysis, CEPA Working Papers No. 9/96. Centre for Efficiency and Productivity Analysis. University of New England, Armidale. Ali, M., and J. C. Flinn. 1989. Profit Efficiency among Basmati Rice Producers in Pakistan Punjab. American Journal of Agricultural Economics, 71(2) : 303-310. Ali, M., and M. A. Chaudry. 1990. Inter-Regional Farm Efficiency in Pakistan’s Punjab : A Frontier Production Function Study, Journal of Agricultural Economics 41, 62-74. Anderson, J.R., J.L. Dillon and J.B. Hardaker. 1977. Agricultural Decision Analysis. The Iowa State University Press. Andreu, M. L., and O. Grunewald. 2006. Source of Inefficiency in Kansas Farms. Selected Paper Prepared for Persentation at the Southeern Agricultural Economics Association Annual Meetings, Orlando, Florida, February 5-8, 2006. Anonim. 2008. Panduan Lengkap Budidaya & Bisnis Cabai. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Penerbit PT.

349 Barry, P. J. (Ed.). 1984. Risk Management in Agriculture. Iowa State University Press, Ames, Iowa. Bartch, W. H. 1977. Employment and Technology Choice in Asian Agriculture. Praeger Publisher, New York. Battese, G. E., and T. J. Coelli. 1988. Prediction of Firm-Level Technical Efficiencies with A Generalized Frontier Production Function and Panel Data. Journal of Econometric, 38 (1988) : 387-339. Battese, G.E. 1992. Frontier Production Function and Technical Efficiency : a Survey of Empirical Applications in Agricultural Economics. Agricultural Economics, 7(1) : 185-208. Battese, G. E., and T. J. Coelli. 1995. A Model for Technical Inefficiency Effect in a Stochastic Frontier Production for Panel Data. Empirical Economics, 20 (1995) : 325-332. Bauer, P. W. 1990. Recent Development in The Econometric Estimation of Frontier. Journal of Econometrics, 46 (October-November 1990) : 39-56. Beck, M. 1991. Empirical Applications of Frontier Production Function Estimation: Frontier Version 2.0, Economic Letter, 39 (1) : 29-32. Binswanger, H. P. 1980. Attitudes Toward Risk, Experimental Measurement in Rural India. American Journal of Agricultural Economics, Vol. 62 (August): 395-407.

Bokhuseva, R., and H. Hockmann. 2005. Output Volatility in Russian Agriculture : The Significance of Risk and Inefficiency. Working Paper. Institute of Agricultural Development in Central and Eastern Europe (IOMA). Theodor-Lieser, 2, 06110. Halle. Bond, G., and B. Wonder. 1980. Risk Attitudes among Australian Farmers. Australian J. Agric. Econ., 24 (1) : 16-34. Bontems, P., and A. Thomas. 2000. Information Value and Risk Premium in Agricultural Production : The Case of Split Nitrogen Aplication for Corn. American Journal Agricultural Economic, 82 (February 2000):59-70.

350 Boshrabadi, H. M., Villano, R. A., and E. Fleming. 2007. Analysis of Technical Efficiency and Varietal Defferences in Pistachio Production in Iran a Meta-Frontier Analysis. Contributed Paper at the 51st Annual Conference of the Australian Agricultural and Resource Economic Society, 13-17 February 2007, Queenstown New Zealand. BPS Jateng. 2003. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Tengah. Semarang. __________. 2004. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Tengah. Semarang. __________. 2005. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Tengah. Semarang. __________. 2006. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Tengah. Semarang. __________. 2007. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang. __________. 2007/2008. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Semarang. BPS Kabupaten Boyolali. 2007/2008. Kabupaten Boyolali Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Boyolali. Boyolali. BPS Kabupaten Brebes. 2007. Kabupaten Brebes Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Brebes. Brebes. BPS Kabupaten Klaten. 2007/2008. Kabupaten Klaten Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten. Klaten. BPS Kabupaten Purbalingga. 2007/2008. Kabupaten Purbalingga Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. Purbalingga. BBPTP. 2008. Teknologi Budidaya Cabai Merah. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

351 Bravo-Ureta, B.E. and A. Pinheiro. 1993. Efficiency Analysis of Developing Country Agriculture: A Review of The Frontier Function Literature. Agriculture and Resource Economics Review, 22(1) : 88-101. Bravo-Ureta, B.E., Solis D., Lopez V. H. M, Maripani, J. F., Thiam, A., and T. Rivas. 2007. Technical Efficiency in Farming : a Meta Regession Analysis. J Prod Anal (2007), 27(2007) : 57-72. Byerlee, D. 1980. Planning Technologies Appropriates to Farmers Concept and Procedures. CIMMYT, Mexico, p : 1-12. Byerlee, D. 1987. Maintaining the Momentum in Post-Green Revolution Agriculture: A Micro-level Perspective from Asia. MSU International Development Paper No. 10. University of Michigan. Caselli, F., and W. J. Coleman II. 2006. The World Technology Frontier. The American Economic Review, Juni 2006, 499-521. Charnes, A., W.W. Cooper, and E. Rhodes. 1978. Measuring The Efficiency of Decision Making Units. European Journal of Operations Research, 2(1978) : 429-444. Charnes, A., W.W. Cooper and E. Rhodes. 1981. Evaluating Program and Managerial Efficiency : An Aplication of Data Envelopment Analysis to Program Follow Through. Management Sciences, 27(1981) : 668-697. Chen, A. Z., W. E. Huffman and S. Rozelle. 2003. Technical Efficiency of Chinese Grain Production : A Stochastic Production Frontier Aproach. Paper Persented in American Agricultural Economic Assosiation Annual Meeting, 27-30 July 2003, Montreal. Cheng, E. J. (1998). Household heads, non-economic factors & grain production in China in the 1990s. Working Paper #98/5, Center for Asian Studies, Chinese Economy Research Unit, University of Adelaide, Adelaide. Chopra, S and S. Sodhi. 2004. Managing Risk to Avoid Supply-Chain Break down. MIT Sloan Review, Vol. 46 No. 1 : 53-61. Coelli, T.J. 1995. Recent Development in Frontier Estimation and Efficiency Measurement. Australlian Journal of Agricultural Economics, 39(2) : 219245.

352 Coelli, T.J. 1996. A Guide to Frontier Version 4.1: A Computer Program for Stochastic Frontier Production and Cost Function Estimation. Centre for Efficiency and Productivity Analysis, University of New England – Armidale, New South Wales. Coelli, T.J., D.S.P. Rao and G.E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis, Kluwer-Nijhoff, Boston. Daryanto, Arief. 2011. Nilai Tambah Peternakan Melalui Agroindustri. TROBOS. No. 137 Februari 2011 Tahun XII. Daryanto, Heny. K. 2000. Analysis of The Technical Efficiency of Rice Production in West Java Province, Indonesia : A Stochastic Frontier Production Function Approach. A Thesis Submitted for Degree of Doctor of Philosophy. School of Economics University of New England Armidale, NSW, 2351, Australia. Dawson, P. J., and J. Lingard. 1989. Measuring Farm Efficiency Over Time on Filippine Rice Farm. Journal of Agricultural Economics 40 : 168-177. Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company. United State of America. Dev, U. K. and M. Hossain. 1995. Farmer’s Education, Modern Technology and Technical Efficiency of Rice Growers. Bangladesh Journal of Agricultural Economics, 18(1) : 1-13. Dillon, J. L., and P. P. Scandizzo. 1978. Risk Attitude of Subsistence Farm in Northeast Brazil : A Sampling Approach. American J. Agric. Econ., 53(1): 26-32. Dinas Pekerjaan Umum. 2007. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dinas Pekerjaan Umum. Jakarta. Disperta, Jateng. 2004. Data dan Informasi Hortikultura Jawa Tengah 2003. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Disperta. 2006. Statistik Harga Produsen Tanaman Pangan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Disperta, Jateng. 2007. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman, Provinsi Jawa Tengah. Semarang.

353 Disperta, Jateng. 2007. Statistik Harga Produsen Tanaman Pangan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Disperta, Jateng. 2008. Statistik Harga Produsen Tanaman Pangan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Ditjenhort. 2008. Membangun Hortikultura Berdasarkan Enam Pilar Pengembangan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. Eggert, H., and R. Tveteras. 2004. Stochastic Production and Heterogeneous Risk Preferences : Commercial Fisher’s Gear Choice. American Journal Agricultural Economic, 86(1) (February 2004) : 199-212 Ekanayake, S. A. B. 1987. Location Specifity, Settler Type and Productive Efficiency : A study of The Mahalewi Project in Srilanka, Journal of Development Studies 23 : 509-521. Ellis, F. 1988. Peasant Economics : Farm Household and Agricultural Development. Cambridge University Press. Cambridge. Ellis, F. 2003. Peasant Economics (Petani Gurem : Rumah Tangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian). Diterjemahkan oleh Adi Sutanto, Broto Handoko, Dompak M. Napitupulu, Evita S. Hani, Maleha, dan Tatiek Koerniawati. UMM Press. Malang. Elton, E.J., and M.J. Gruber. 1995. Modern Portofolio Theory and Invesment Analysis. Fifth Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. Erwidodo. 1990. Panel Data Analysis on Farm-Level Efficiency, Input Demand and Output Supply of Rice Farming in West Java, Indonesia. Unpublished Ph.D Disertation, Michigan State University, East Lansing. ________. 1992a. Stochastic Production Frontier and Panel Data : Measuring Economic Efficiency on Wetland Rice Farm in West Java. Jurnal Agro Ekonomi, 11(2):19-36. ________. 1992b. Stochastic Profit Frontier and Panel Data : Measuring Economic Efficiency on Wetland Rice Farm in West Java. Jurnal Agro Ekonomi, 11(2) : 19-38.

354 Fabiosa J., F. Helen, dan Yan D. 2004. Do Macroeconomic Shocks Impact the Economic Efficiency of Small Farmer. The Case of Wetland Rice in Indonesia. Working Paper 04-WP, 364. May 2004. Fare, R., S., and C.A.K. Lovell. 1978. Measuring The Technical Efficiency of Production. Journal of Economic Theory 19 : 150-162. Fare, R., S. Grosskopf, and C.A.K. Lovell. 1985. The Measurement of Efficiency of Production. Kluwer-Nijhoff, Boston. Farrell, M. J. 1957. The Measurement of Productive Efficiency. Journal of The Royal Statistical Society, Series A, 120(3) : 253-290. Fariyanti, A. 2008. Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Disertasi Program Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fauziyah, E. 2010. Pengaruh Perilaku Petani Dalam Menghadapi Risiko Produksi Terhadap Alokasi Input Usahatani Tembakau : Pendekatan Fungsi Produksi Frontir Stokastik. Disertasi S3. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bobor. Bogor. Fogasari, J., and L. Latruffe. 2007. Technical Efficiency and Technology in Eastern and Western Agriculture : A Comparison of Crop and Dairy Farms in Hungary and France. Paper Prepared for Persentation at the Joint IAAE-104th EAAE Seminar, Agricultural Economic and Transition : “What was Expected, What We Observed, the Lessons Learned.” Corvinus University of Budapest (CUB), Budapest, Hungary. September 6-8, 2007. Forsund, F.R., and L. Hjalmarsson. 1979. Generalised Farrell Measures of Efficiency : An Aplication to Milk Processing in Swedish Dairy Plants’. Economic Journal 89(3) : 294-315. Forsund, F.R., C.A.K. Lovell and P. Schmidt. 1980. A Survey of Frontier Production Function and Their Relationship to Efficiency Measurement. Journal of Economics, 13: 5-25. Ghatak, S., and K. Ingersent. 1984. Agricultural and Economic Development. The John Hopkins University Press. Baltimore, Meryland.

355 Greene, W. H. 1993. The Econometric Approach to Efficiency Analysis, in H. O. Fried, C. A. K. Lovell and S. S. Schmiddt (eds). The Meusurement of Produvtive Efficiency : Techniques and Applications. Oxford University Press, New York, 68-119. Hanafiah, T. 1986. Teori dan Strategi Pembangunan Pertanian. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hanke, John E., and Arthur G. Reitch. 1995. Business Forecasting. 5 th. Ed. Prentice Hall Int, Inc. New Jersey. Harianto. 2010. Kerangka Konsep Tahapan Pembangunan Agribisnis. Refleksi Agribisnis : 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih. IPB. Press. Hartoyo, S., K. Mizuno, dan S.S.M. Mugniesyah .2004. Comparative Analysis of Farm Management and Risk : Case Study in Two Upland Village,West Java. In : Hayashi,Y., S. Manuwoto Dan S.Hartono (Eds). Sustainable Agriculture in Rural Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Harwood, J., R. Heifner, K. Coble, J. Perry and A. Somwaru. 1999. Managing Risk in Farming: Concept, Research and Analysis. Agricultural Economic Report No.774. US Department of Agriculture, Washington. Hayami, Y., and V. Ruttan. 1985. Agricultural Development. An International Perspective. John Hopkins University Press, Baltimore and London. Hazarika, C., and S.R. Subramanian. 1999. Estimation of Thenical Efficiency in The Stochastic Frontier Production Function Model-An Aplication to The Tea Industry in Assam. Indian Journal of Agricultural Economics, 54(2) : 201-211. Henderson, J. M. And R. E. Quandt. 1980. Microeconomic Theory : A Mathemaical Approach. Third Edition, International Student Edition. McGraw-Hill International Book Company, Tokyo. Hicks, J.R. 1932. 2nd ed., 1963. The Theory of Wages. London: Macmillan. Hutabarat, B. 1987. Rice Farmer’s Risk Attitude: An Analysis of Production Risk in Jawa Barat. Jurnal Agroekonomi, 6((1&2), Oktober 1987 : 51-66.

356 Jondrow, J., C. A. K. Lovell, I. S. Materov, and P. Scmidt. 1982. On Estimation of Technical Efficiency in The Stochastic Frontier Production Function Models. Journal of Econometric, 19 (2/3) :223-238. Just, E.R, dan R.D. Pope. 1979. Production Function Estimation and Related Risk Consideration. American Journal Agricultural Economic, 6(2) : 276-284. Kalirajan, K. P. 1981. An Econometric of Analysis of Yield Variability in Paddy Production. Canadian Journal of Agricultural Economics, 29(3) : 283-294. Kalirajan, K. P., and J. C. Flinn. 1983. The Meusurement of Farm-Specific Technical Efficiency. Pakistan Journal of Applied Economic 2 : 167-180. Kalirajan, K. P, 1984. Farm-Spesific Technical Efficiencies and Development Policies. Journal of Econometric Studies, 11(1) : 3-13. Kalirajan, K.P., dan R. T. Shand. 1985. Types of Education and Agricultural Productivity : A Quantitative Analysis of Tamil Nadu Rice Farming. The Journal of Development Studies, 21(3) : 232-243. Kalirajan, K.P., and R.T., Shand. 1986. Estimating Location Spesific and Firm Specific Technical Efficiency : An Analysis of Malaysian Agiculture. Journal of Economic Development, 11(2) : 147-160. Kalirajan, K. P., and R. T. Shand. 1989. A Generalized Measure of Technical Efficiency. Pakistan Journal of Applied Economics, 21(1) : 25-34. Kalirajan, K.P. 1990. On Measuring Economic Efficiency. Journal of Applied Econometrics, 5(1) : 75-85. Kalirajan, K.P. 1991. The Importance of Efficient Use in the Adoption of Technology : A Micro Panel Data Analysis. Journal of Productivity Analysis, 2 : 113-126. Kedebe, T. A. 2001. Farm Household Technical Efficiency : A Stochastic Frontier Analysis. A Study of Rice Producers in Mardi Watershed in the Western Development Region of Nepal. A Masters Thesis submitted to Department of Economics and Social Sciences, Agricultural of Norway. Knight, F. H. 1921. Risk, Uncertainty, and Profit. Boston: Houghton Mifflin, 1921.

357 Kumbhakar, S. C. 1990. Production Frontiers, Panel Data and Time-Varying Technical Inefficiency in U. S. Dairy Farms’. Journal of Business and Economic Statistics 9 : 279-286. Kumbhakar, S. C., and C. A. K. Lovell. 2000. Stochastic Frontier Analysis. Cambridge University Press. Kumbhakar, C S. 2002. Specification and Estimation of Production Risk, Risk Preferences and Technical Efficiency. American Journal Agricultural Economic, 84(1) (Februari 2002) : 8-22. Kurkalova, L.A., and H. J. Helen. 2000. Technical Efficiency of Grain Production in Ukraine. Working Paper. Center for Agricultural and Rural Development, Iowa University, Iowa. Kusnadi, N., N. Tinaprilla, A. Purwoto, dan S. H. Susilowati. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani Padi di Beberapa Sentra Produksi Padi di Indonesia. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lambarraa, F., J. M. Gil, and T. Serra. 2007. Are The Spanish Citrus Farm Efficient? Paper Prepared Persentation at the I Mediterranean Confference of Agro-Food Social Scientiests. 103rd EAAE Seminar ‘Adding Valuae to the Agro-Food Supply Chain in the Future Euromediterranean Space’. Barcelona, Spain, Aprill 23rd-25th, 2007. Lau, L. J., and P. A. Yotopoulus. 1971. “A Test for Relative Efficiency and Aplication to Indian Agriculture.” A. E. R., 61 (March), 94-109. Lemlit, IPB. 1998. Evaluasi Keunggulan Kompetitif Produk Pangan dalam Rangka Pemantapan Kemandirian Pangan. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Proyek Peningkatan Ketahanan dan Keamanan Pangan, Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Bogor. Lipton, M. 1968. The Theory of the Optimising Peasant. Development Studies, 4 (3) : 327-357.

Journal of

Llewelyn, R. V., and J. R. William. 1996. Nonparametric Analysis of Technical, Pure Technical, and Scale Efficiencies for Food Crop Production in East Java, Indonesia. Agricultural Economics, 15(1) : 113-126. Malton, P. J. 1991. Farmer Risk Management strategies : The Case of West African Semi-Arid Tropics. In Holden, D. Hazell, P., & Pritchard, A (Eds). Risk in Agriculture Symposium, Washington D. C.

358 Mantra, I. B. Dan Kasto. 1989. Penentuan Sampel. Metode Penelitian Survei (Editor: Masri Singarimbun dan Sofian Effendi). LP3ES. Jakarta. Martodireso, S., dan W. A. Suryanto. 2001. Terobosan Teknologi Pemupukan dalam Era Pertanian Organik : Budi Daya Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. McCarl, B. A., R. M. Adam and B. H. Hurd. 2001. Global Climate Change and Its Impact on Agriculture. http://agecon2.tamu.edu/people/faculty/mccarlbruce/papers/879.pdf. Meeusen, W., and J.V.D. Broeck. 1977. Efficiency Estimation from CobbDouglas Production Function with Composed Error. International Economic Review, 18(June 1977) : 435-444. Moschini, G., and D.A. Henneesy. 1999. Uncertainty, Risk Aversion and Risk Management for Agricultural Producers. Elsevier Science Publishers, Amsterdam. Mosher, A. T. 1966. Getting Agriculture Moving, Frederick A Praeger, Inc., Publishers, New York. Msuya, E., and G. Ashimogo. 2005. Estimation of Technical Eficiency in Tanzanian Sugarcane Production: A Case Study of Mtibwa Sugar Estate Outgrowers Scheme. MPRA Paper No. 3747, posted 07. November 2007, 03 :,26. Muller, J. 1974. On Source of measured technical efficiency : The Impact of information, American Journal of Agricultural Economics. Vol. 56 Nov. : 730-738. Nasoetion, A. H. 1988. Pengantar ke Falsafat Sains. Litera AntarNusa. Jakarta. Nufus, N. 2003. Tingkat Efisiensi Usahatani Kedelai di Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Penelitian UNIB, IX(3) : 182-185. Patrick, G.R., P.H. Wilson, P.J. Barry, W.G. Bogges and D.K. You. 1985. Risk Perception and Management Response: Producer Generated Hypotheses for Risk Modelling. Southern Journal Agricultural Economics, 41:231238. Pitt, M.M., and L.F. Lee. 1981. Measurement and Sources of Technical Inefficiency in Indonesia Weaving Industry. Journal of Development Economic, 9(1). 43-64.

359 Popkin, S. 1986. Petani Rasional. Penerbit Yayasan Padamu Negeri. Jakarta. Prajnanta, F., 2002. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwoto, A. 1993. Sikap Petani Terhadap Risiko Produksi Padi dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Agroekonomi, 12((2), Oktober 1993 : 1-23. Ojo, S. O. 2003. Productivity and Technical Efficiency of Poultry Egg Production in Nigeria. International Journal of Poultry Scientific Information, 2 (6) : 459-464. Ogundari K., and S.O. Ojo. 2006. An Examination of Technical, Economic and Allocative Efficiency of Small Farm : The Case Study of Cassava Farmers in Osun State of Nigeria. Journal Central European Agriculture, 7(3) : 423-432. Qayyum, A. and M. Ahmad. 2006. Efficiency and Sustainability of Micro Finance Institution in South Asia. Pakistan Institute of Development Economics (PIDE), Pakistan. Ray, S. 2008. The Changing Role of Technological Factors in Explaining Efficiency in Indian Firms. TERI University, India, 127-140. Reifeld, R. 1982. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Penerbit CV. Rajawali. Jakarta. Richmond, J. 1974. Estimating The Efficiency of The Production. International Economic Review, 15(1) : 515-521. Rhoades, R. E., and R. H. Booth. 1985. Understanding Small-Scales Farmers in Developing Countries : Sociocultural Perspectives on Agronomic Trials. Journal on Agronomic Education, Vol. 13, Spring, p : 64-65. Robinson, L.J., and P.J. Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. Macmillan Publisher, London. Salim, Abbas. 1998. Asuransi & Manajemen Risiko. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

360 Samuelson, P.A., and W.D. Nordaus. 1993. Mikro-Ekonomi. Edisis Keempatbelas. Alih Bahasa oleh Haris Munandar. Penerbit Erlangga, Jakarta. Sanim, B. 2009. Dukungan Asuransi Pertanian Terhadap Risiko Anomali & Perubahan Iklim. Makalah Disampaikan Dalam Seminar Tentang Inovasi Teknologi Sumberdaya Lahan Mendukung Sistem Pertanian Industrial, Pada Tanggal 24-25 November 2009, di Bogor Saptana, Sumaryanto, M. Siregar, H. Mayrowani, I. Sadikin, dan S. Friyatno. 2001. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Unggulan Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Saptana, M. Siregar, Sri Wahyuni, Saktyanu K. D., E. Ariningsih dan V. Darwis. 2004. Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Saptana, E.L. Hastuti, Ashari, K.S. Indraningsih, S. Friyatno, Sunarsih, dan V. Darwis. 2005. Analisis Kelembagaan Kemitraan pada Komoditas Hortikultura. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Sayaka, B., I. W. Rusastra, Supriyati, W. K. Sejati, A. Agustian, I. S. Anugerah, R. Elizabeth, Ashari, Y. Supriyatna, R. Sajuti, J. Situmorang. Makalah Seminar Hasil Peneltian T.A. 2008. Pengembangan Kelembagaan Partnership dalam Pemasaran Komoditas Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Schmidt, P. 1976. On the Statistical Estimation of Parametric Frontier Production Function. The Review of Economics and Statistics, 37(2) : 355-374. Schultz, T. W. 1964. Transforming Traditional Agriculture. New Haven : Yale University Press. Scott, J. C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Semaoen, I. 1992. Ekonomi Produksi Pertanian : Teori dan Aplikasi. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Setiadi, 2008. Bertanam Cabai. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

361 Simatupang, P. 2010. Urgensi Data yang Baik dan Benar dalam Penelitian. Bahan diskusi pada pelatihan Aplikasi STATA untuk Statistik dan Ekonometrik yang dilaksanakan oleh Pusat Analisis SosialEkonomidan Kebijakan Pertanian di Bogor pada 8-9 Februari 2010. Singarimbun, M., dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta. Siregar, M. 1987. Effects of Some Selected Variables on Rice-Farmers Technical Efficiency. Jurnal Agro Ekonomi, 6(1 & 2) : 94-102. Siregar, M., and Sumaryanto. 2003. Estimating Soyabean Production Efficiency in Irrigated Area of Brantas River Basin. Indonesian Journal of Agricultural Science, 4 (2) : 33-39. Slamet, M. 2008. Sistem Sosial Perdesaan : Defisiensi Petani Sebagai Manager Usahatani. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Disampaikan pada Seminar Rutin Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Soetioarso, T.A., dan W. Setiawati. 2010. Kajian Teknis dan Ekonomis Sistem Tanam Dua Varietas Cabai Merah di Dataran Tinggi. Jurnal Hortikultura. 20 (3) : 284-298. Sonka, S.T., and G. F. Patrick. 1984. Risk Management and Decission Making in Aricultural Firm. In P. J. Barry (Ed.), Risk Management in Agriculture. Iowa State University Press, Ames, Iowa. Squires, D., and Tabor. 1991. Technical Efficiency and Future Production Gains in Indonesia Agriculture. Developing Economies, 29(2) : 258-270. Sudaryanto, T., Y. Yusdja, A. Purwoto, K. M. Noekman, A. Iswaryadi, dan W. H. Limbong. 1993. Agribisnis Komoditas Hortikultura. Pusat Penelitian dan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Sugiarto, T. Herlambang, Brastoro, R. Sudjana, dan S. Kelana. 2005. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sukiyono, K. 2005. Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah di Kecamatan Selupu Rejang Lebong. Jurnal Agroekonomi, 23(2) : 176-190.

362 Sumarno. 2011. Peningkatan Produksi Beras Nasional dan Peran Teknologi. Sinar Tani, Edisi 16-22 Maret 2007, No. 3397 Tahun XLI. Sumaryanto. 2001. Estimasi Tingkat Efisiensi Usahatani Padi Dengan Fungsi Produksi Frontir Stokstik. Jurnal Agro Ekonomi, 19 (1) : 65-84. Sumaryanto. 2003. Determinan Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Lahan Sawah Irigasi. Jurnal Agro Ekonomi, Jurnal Agro Ekonomi Volume 21 No. 1 Mei 2003 : 72 - 96. Stern N., S. Peters, V. Bakhshi, A. Bowen, C. Cameron, S. Catovsky, D. Crane, S. Cruickshank, S. Dietz, N. Edmonson, S.L. Garbett, L. Hamid, G. Hoffman, D. Ingram, B. Jones, N. Patmore, H. Radcliffe, R. Sathiyarajah, M. Stock, C. Taylor, T. Vernon, H. Wanjie, and D. Zenghelis. 2006. Stern Review: The Economics of Climate Change HM Trea-sury London. Syafaat, N. 1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis Relatif dan Sikap Petani dalam Menghadapi Risiko Produksi pada Usahatani Padi Sawah di Lahan Beririgasi Teknis. Jurnal Agroekonomi, 9((2) : 30-48. Syafaat, N. 2011. Rekontruksi Tata Kelola Subsidi Pertanian : Modus Subsidi Terpadu Kepada Petani. Makalah disampaikan dalam Persiapan Orasi Ilmiah Peneliti Utama. Pusat Sosial Ekonomi Pertanian dan Kebijakan Pertanian. Tabor, S. R. 1992. Agriculture in Transition, in A. Booth (ed), The Oil Boom and After : Indonesian Economic Policy and Performace in Soeharto Era. Oxford University Press. Oxford, 161-203. Tadesse, Bedassa and S. Krishnamoorthy. 1997. Technical Efficiency in Paddy Farm of Tamil Nadu : An Analysis Based on Farm Size and Ecological Zone. Agricultural Economics, 16(3) : 185-192. Taylor, T. G., H.E. Drumond and A.T. Gomes. 1986. Agricultural Credit Program and Production Efficiency : an Analysis of Traditional Farming in Southern Minas Gerais Brazil. American Journal of Agricultural Economics , 68(1) : 100-117. Theingi, M., and Thanda, K. 2005. Analysis of Technical Efficiency of Irrigated Rice Production System in Myanmar. Conference on International Agricultural Research for development- Stuttgart-Hohenheim, October 1113, 2005.

363 Timmer, C. P. 1971. Using a Probabilistic Frontier Function to Measure Technical Efficiency. Journal of Political Economy, 79(1971) : 401-405. Chopra, S., and M. S. Sodhi (2004). "Managing risk to avoid supply-chain breakdown." MIT Sloan Management Review, 46(1), 52-61. Trewin, R., L. Weugo, Erwidodo and S. Bahri. 1995. Analysis of Technical Efficiency Over Times of West Javanese Rice Farm. Auatralian Journal of Agricultural Economics, 39(2) : 143-163. Utama, S. P., 2004. Kajian Effisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah pada Petani Peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Sumatera Barat. Jurnal Akta Agrosia, 6(2) : 67-74. Van de Kroef. 1984. Penguasaan Tanah dan Struktur Sosial di Pedesaan Jawa. Dalam: SMP Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (Eds). 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa Ke Masa. PT Gramedia, Jakarta. Varian, H. R. 1992. Microeconomic Analysis. Third Edition. University of Michigan. W. W. Norton & Company. New York. Vilano, R. A., C. J. O’Donnell and G. E. Battese. 2005. An Investigation of Production Risk, Risk Preferences and Technical Efficiency : Evidence from Rainfed Lowland Rice Farms in the Phiippines. Working Paper Series in Agricultural and Resource Economics, No. 2005-1 : 1-24. Vilano, R. A., and E. Fleming. 2006. Technical Inefficiency and Production Risk in Rice Farming : Evidence from Central Luzon, Pilipina. Asian Economic Journal 2006, 20(1) : 29-49. Vlek, C., and Stallen, P. J. (1981). Judging risk and benefits in the small and in the large. Organizational Behavior and Human Performance, 28, 235271. Wahida. 2005. Estimasi Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Palawija Di Perariran Sungai Brantas : Pendekatan Stochastic Frontier. Tesis S2, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Waldman, Donald M. 1984. Properties of Technical Efficiency Estimators in The Stochastic Frontier Model. Journal of Econometrics, 25(3) : 353 – 354. Waridin. 2005. Analisis Efisiensi Alat Tangkap Cantrang di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.

364 Watson, G. A. 1988. A Social and Ecological Approach to TPS Tecnology Transfer in South and Southeast Asia : Working with Farmerd on Ex-Ante Research. Paper Presented in regional Workshop on TPS (True Potato Seed) Extention and On-farm Technology Transfer, Bandarawela-Sri Langka. 10 p. Weimer, D.L. and A.R. Vining. 1989. Policy Analysis: Concept and Practice. Prentice Hall Inc. Englewoods, J.J. Wik, M., S. Holden and E. Taylor. 1998. Risk, Market Imperfections and Peasant Adaptation: Evidence from Northern Zambia. Discussion Paper D-28. Department of Economics and Social Sciences, The Agricultural University of Norway, Oslo. Williams, W. 1971. Social Policy Research and Analysis. American Elswier Publishing Company, New York. Wilson, P., D. Hadley, S. Ramsden and I. Kaltas. 1998. Measuring and Explaining in UK Potato Production. Journal of Agricultural Economics, 49(3) : 294305. Wiradi, G. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir. Insist Press, KPA dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Wolf, E. R. 1985. Petani : Suatu Tinjauan Antropologi. Penerbit CV. Rajawali, Jakarta. Xu, X., and S.R. Jeffery. 1998. Efficiency and technical progress in traditional and modern agriculture : Evidence from rice production in China. Agricultural Economics, 18(2) : 157-165. Yohe, G.W., and R.S.J. Tol. 2002. Indicators for Social and Economic Coping Capacity - Moving Towards a Working Definition of Adaptive Capacity. Global Environmental Change, 12 (1), 25-40. Zavaleta, L. R., B. Eleveld M. Kogan, L. Wax, D. Kuhlham and S.M. Lim. 1984. Income and Risk associated with Various Pest Management Levels, Tillage System, and Crop Rotation: An Analysis of Experimental Data. Agric. Econ. Res. Report, 3(2): 1-14.

LAMPIRAN

366 Lampiran 1. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Translog Heteroskedastisitas Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 The SAS System

17:55 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable

y y

Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var

DF

Sum of Squares

Mean Square

68 188 256

261.4478 4.829601 266.2774

3.844820 0.025689

0.16028 1.93374 8.28856

R-Square Adj R-Sq

F Value

Pr > F

149.67

<.0001

0.98186 0.97530

Parameter Estimates Variable Intercept Lnx1 Lnx2 Lnx3 Lnx4 Lnx5 Lnx6 Lnx7 Lnx8 Lnx9 Lnx10 Lnx1Lnx1 Lnx2Ln Lnx3Lnx3 Lnx4Lnx4 Lnx5Lnx5 Lnx6Lnx6 Lnx7Lnx7 Lnx8Lnx8 Lnx9Lnx9 Lnx10Lnx10 Lnx1Lnx2 Lnx1Lnx3 Lnx1Lnx4 Lnx1Lnx5 Lnx1Lnx6

DF

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3.617705 0.007205 1.532236 -0.10052 0.021042 0.016166 -0.21666 -0.07278 0.143490 0.016165 -0.21435 -0.02271 0.007679 -0.00574 0.009617 -0.02892 0.003486 -0.02667 -0.00774 0.001019 0.058637 0.011561 0.017159 -0.00593 0.025536 0.002735

0.320254 0.025859 0.531218 0.041623 0.043773 0.061118 0.047647 0.049724 0.044645 0.027376 0.061833 0.009370 0.028370 0.015368 0.017314 0.024806 0.004586 0.010414 0.025841 0.003080 0.017325 0.020839 0.015233 0.012694 0.024647 0.016529

11.30 0.28 2.88 -2.41 0.48 0.26 -4.55 -1.46 3.21 0.59 -3.47 -2.42 0.27 -0.37 0.56 -1.17 0.76 -2.56 -0.30 0.33 3.38 0.55 1.13 -0.47 1.04 0.17

Pr > |t| <.0001 0.7808 0.0045* 0.0167** 0.6313 0.7917 <.0001* 0.1450 0.0015* 0.5556 0.0007* 0.0163** 0.7869 0.7094 0.5792 0.2452 0.4482 0.0112* 0.7649 0.7411 0.0009* 0.5797 0.2614 0.6411 0.3015 0.8688

7

367 Lampiran 1. Lanjutan The SAS System

17:55 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Parameter Estimates Variable

DF

Lnx1Lnx7 1 Lnx1Lnx8 1 Lnx1Lnx9 1 Lnx1Lnx10 1 Lnx2Lnx3 1 Lnx2Lnx4 1 Lnx2Lnx5 1 Lnx2LNx6 1 Lnx2Lnx7 1 Lnx2Lnx8 1 Lnx2Lnx9 1 Lnx2Lnx10 1 Lnx3Lnx4 1 Lnx3Lnx5 1 Lnx3Lnx6 1 Lnx3Lnx7 1 Lnx3Lnx8 1 Lnx3Lnx9 1 Lnx3Lnx10 1 Lnx4Lnx5 1 Lnx4Lnx6 1 Lnx4Lnx7 1 Lnx4Lnx8 1 Lnx4Lnx9 1 Lnx4Lnx10 1 Lnx5Lnx6 1 Lnx5Lnx7 1 Lnx5Lnx8 1 Lnx5Lnx9 1 Lnx5Lnx10 1 Lnx6Lnx7 1 Lnx6Lnx8 1 Lnx6Lnx9 1 Lnx6Lnx10 1 Lnx7Lnx8 1 Lnx7Lnx9 1 Lnx7Lnx10 1 Lnx8Lnx9 1 Lnx8Lnx10 1 Lnx9Lnx10 1 d1 1 d2 1 d3 1 NOTE: K-Class Estimation with K=0

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

-0.00398 -0.01796 -0.00456 0.020610 0.018287 -0.00670 0.097916 -0.02186 -0.00093 -0.01163 -0.02394 -0.00785 -0.02009 -0.01658 0.060738 -0.03240 -0.04533 -0.02012 0.001133 -0.02709 0.026726 -0.00876 -0.00186 0.011099 -0.01506 -0.00691 -0.03719 -0.02242 0.010556 -0.00108 0.056503 -0.06504 -0.00360 -0.05320 0.085523 0.003127 -0.00763 0.018692 0.034070 0.022181 0.056716 -0.02061 0.16363

0.020050 0.018301 0.011379 0.022606 0.024204 0.015218 0.035582 0.027538 0.032543 0.035326 0.018225 0.028002 0.020772 0.029511 0.021387 0.028059 0.017302 0.016787 0.027915 0.032157 0.022710 0.022598 0.021502 0.015244 0.022447 0.030324 0.029119 0.023891 0.022392 0.030873 0.017889 0.025561 0.014262 0.020662 0.029565 0.010800 0.024881 0.018758 0.016693 0.022262 0.042054 0.027169 0.127274

-0.20 -0.98 -0.40 0.91 0.76 -0.44 2.75 -0.79 -0.03 -0.33 -1.31 -0.28 -0.97 -0.56 2.84 -1.15 -2.62 -1.20 0.04 -0.84 1.18 -0.39 -0.09 0.73 -0.67 -0.23 -1.28 -0.94 0.47 -0.03 3.16 -2.54 -0.25 -2.57 2.89 0.29 -0.31 1.00 2.04 1.00 1.35 -0.76 1.29

Pr > |t| 0.8429 0.3275 0.6892 0.3631 0.4509 0.6604 0.0065* 0.4284 0.9772 0.7423 0.1906 0.7795 0.3348 0.5750 0.0050* 0.2497 0.0095* 0.2322 0.9677 0.4005 0.2408 0.6989 0.9312 0.4675 0.5030 0.8201 0.2031 0.3492 0.6379 0.9722 0.0018* 0.0117* 0.8009 0.0108* 0.0043* 0.7725 0.7595 0.3203 0.0426** 0.3204 0.1791 0.4489 0.1990

8

368 Lampiran 2. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Translog Struktur Heteroskedastisitas Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 The SAS System

20:54 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable

y y

Analysis of Variance Source

DF

Sum of Squares

Mean Square

Model Error Corrected Total

67 28 95

3.418713 0.276321 3.695035

0.051026 0.009869

Root MSE Dependent Mean Coeff Var

0.09934 3.39642 2.92487

R-Square Adj R-Sq

F Value

Pr > F

5.17

<.0001

0.92522 0.74628

Parameter Estimates Variable Intercept Lnx1 Lnx2 Lnx3 Lnx4 Lnx5 Lnx6 Lnx7 Lnx8 Lnx9 Lnx10 Lnx1Lnx1 Lnx2Lnx2 Lnx3Lnx3 Lnx4Lnx4 Lnx5Lnx5 Lnx6Lnx6 Lnx7Lnx7 Lnx8Lnx8 Lnx9Lnx9 Lnx10Lnx10 Lnx1Lnx2 Lnx1Lnx3 Lnx1Lnx4 Lnx1Lnx5 Lnx1Lnx6

DF

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

-7.70747 -2.71585 0.004135 0.765642 0.014631 2.422490 0.044243 1.371727 2.452140 0.297295 2.390851 -0.01466 -0.12945 -0.07752 0.167992 -0.05559 -0.00336 -0.03206 -0.07087 0.032556 -0.09226 0.206883 0.109441 0.040527 0.113675 0.098930

13.65818 1.399754 0.909873 0.964107 0.943042 2.000907 0.814984 2.027085 1.049083 1.341006 0.640532 0.088155 0.044118 0.033773 0.061137 0.101503 0.005330 0.054978 0.088709 0.043177 0.089044 0.077725 0.085263 0.018889 0.184668 0.116753

-0.56 -1.94 0.00 0.79 0.02 1.21 0.05 0.68 2.34 0.22 3.73 -0.17 -2.93 -2.30 2.75 -0.55 -0.63 -0.58 -0.80 0.75 -1.04 2.66 1.28 2.15 0.62 0.85

Pr > |t| 0.5770 0.0625** 0.9964 0.4338 0.9877 0.2361 0.9571 0.5041 0.0268 0.8262 0.0006* 0.8691 0.0066* 0.0294** 0.0104* 0.5883 0.5334 0.5645 0.4310 0.4571 0.3090 0.0127** 0.2098 0.0379** 0.5432 0.4040

1

369 Lampiran 2. Lanjutan The SAS System

20:54 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Parameter Estimates Variable

DF

Lnx1Lnx7 1 Lnx1Lnx8 1 Lnx1Lnx9 1 Lnx1Lnx10 1 Lnx2Lnx3 1 Lnx2Lnx4 1 Lnx2Lnx5 1 Lnx2Lnx6 1 Lnx2lnx7 1 Lnx2Lnx8 1 Lnx2Lnx9 1 Lnx2Lnx10 1 Lnx3Lnx4 1 Lnx3Lnx5 1 Lnx3Lnx6 1 Lnx3Lnx6 1 Lnx3Lnx8 1 Lnx3Lnx9 1 Lnx3Lnx10 1 Lnx4Lnx5 1 Lnx4Lnx6 1 Lnx4Lnx7 1 Lnx4Lnx8 1 Lnx4Lnx9 1 Lnx4Lnx10 1 Lnx5Lnx6 1 Lnx5Lnx7 1 Lnx5Lnx8 1 Lnx5Lnx9 1 Lnx5Lnx10 1 Lnx6Lnx7 1 Lnx6Lnx8 1 Lnx6Lnx9 1 Lnx6Lnx10 1 Lnx7Lnx8 1 Lnx7Lnx9 1 Lnx7Lnx10 1 Lnx8Lnx9 1 Lnx8Lnx10 1 Lnx9Lnx10 1 d1 1 d2 1 NOTE: K-Class Estimation with K=1

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

0.193615 -0.28945 -0.00873 0.329132 -0.03505 -0.07185 0.064505 -0.00551 -0.07992 0.105958 0.019697 0.126849 -0.08082 0.020393 0.032022 -0.02190 -0.01881 -0.10747 0.064714 -0.17858 -0.14189 -0.01719 -0.01986 0.152095 0.098626 -0.02270 -0.14223 0.158784 -0.05692 -0.22597 -0.04923 0.018522 0.087276 -0.00089 -0.04160 -0.12813 0.049098 -0.02053 -0.13996 -0.10002 0.014373 0.122456

0.138065 0.114619 0.124146 0.144491 0.042858 0.048732 0.099277 0.070736 0.105991 0.035501 0.078372 0.078321 0.045941 0.088639 0.062424 0.057095 0.077008 0.073006 0.051182 0.110381 0.074808 0.076288 0.071479 0.067767 0.065663 0.077119 0.151390 0.130229 0.131803 0.133435 0.084474 0.082070 0.082212 0.071796 0.077529 0.120381 0.149955 0.081488 0.084085 0.120809 0.051811 0.143862

1.40 -2.53 -0.07 2.28 -0.82 -1.47 0.65 -0.08 -0.75 2.98 0.25 1.62 -1.76 0.23 0.51 -0.38 -0.24 -1.47 1.26 -1.62 -1.90 -0.23 -0.28 2.24 1.50 -0.29 -0.94 1.22 -0.43 -1.69 -0.58 0.23 1.06 -0.01 -0.54 -1.06 0.33 -0.25 -1.66 -0.83 0.28 0.85

Pr > |t| 0.1718 0.0175** 0.9445 0.0280** 0.4204 0.1515 0.5212 0.9384 0.4571 0.0048* 0.8034 0.1165 0.0895*** 0.8197 0.6120 0.7042 0.8088 0.1521 0.2165 0.1169 0.0682*** 0.8234 0.7832 0.0329** 0.1443 0.7706 0.3555 0.2329 0.6691 0.1015*** 0.5647 0.8231 0.2975 0.9902 0.5958 0.2963 0.7458 0.8030 0.1072*** 0.4147 0.7835 0.4019

2

370 Lampiran 3. Hasil Estimasi Efisiensi Teknis (TE), Efisiensi Alokatif (AE), dan Efisiensi Ekonomi (EE), Usahatani Cabai Merah Besar, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No.

Nilai TE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

0.88650804 0.868182805 0.900663882 0.825452197 0.853789075 0.860652744 0.752879991 0.893265906 0.894726183 0.876347721 0.914490857 0.86520981 0.911287393 0.914505754 0.841562276 0.917120777 0.85931335 0.836824303 0.913500358 0.889605513 0.863375006 0.916584013 0.904712887 0.921599036 0.90943459 0.876124864 0.898696493 0.90298252 0.896485527 0.920980533 0.886756512 0.852232358 0.831656719 0.887459707 0.824533073 0.831620739 0.896441881 0.856496682 0.825807287 0.866940958

Nilai AE 0.651129277 0.571049215 0.582020247 0.654724537 0.632582426 0.666061006 0.701204038 0.606443188 0.638102435 0.690978954 0.631012525 0.660888723 0.644074972 0.560784744 0.679634288 0.564558777 0.545950375 0.62830593 0.608915632 0.677365014 0.677365014 0.598752587 0.600724639 0.679288988 0.625525345 0.5390375 0.517768239 0.518309149 0.523712186 0.5337936 0.555108658 0.670783193 0.629271551 0.614574863 0.536875371 0.559959447 0.645815819 0.620115845 0.617641449 0.658821192

Nilai EE 0.577231339 0.49577511 0.524204615 0.540443808 0.540091964 0.573247233 0.52792249 0.541715024 0.570926956 0.605537831 0.577055184 0.571807406 0.586937402 0.512840875 0.571954578 0.517768584 0.469142446 0.525781672 0.556244648 0.602587651 0.584820023 0.548807049 0.543483322 0.626032077 0.568874385 0.472264156 0.465316501 0.468024101 0.469500395 0.491613515 0.492246218 0.571663142 0.523337913 0.545410428 0.442671499 0.465673889 0.578936347 0.531127164 0.510052809 0.571159075

371 Lampiran 3. Lanjutan No. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80

Nilai TE

Nilai AE

Nilai EE

0.852219456 0.836881609 0.827426895 0.88558161 0.811465574 0.866679403 0.882842134 0.886183695 0.861660003 0.868027775 0.846628266 0.863315754 0.784974714 0.849885147 0.821994776 0.876317822 0.853764273 0.834541502 0.909478084 0.801337013 0.691767429 0.856734468 0.815579487 0.826010283 0.831663103 0.813982189 0.843082702 0.811178243 0.90083989 0.816415887 0.830322362 0.840451567 0.828764645 0.837942204 0.834189952 0.84210233 0.872338008 0.831458563 0.854851739 0.839304764

0.654172327 0.648297482 0.722715173 0.64289469 0.641103372 0.655499549 0.615134568 0.522356519 0.552046437 0.673294509 0.490353321 0.648152582 0.558010306 0.450245906 0.505190841 0.504792771 0.538062804 0.423882365 0.600849532 0.593038057 0.448216723 0.606344797 0.658948132 0.58412024 0.648117379 0.619964758 0.6314883 0.598358008 0.552438807 0.632085609 0.564210334 0.543675669 0.556478403 0.613932489 0.520132329 0.621545744 0.536169418 0.62920834 0.589369806 0.560475621

0.557498384 0.54254824 0.597993972 0.569335715 0.520233316 0.568107958 0.543066714 0.46290383 0.475676335 0.584438335 0.415146982 0.559560334 0.43802398 0.382657308 0.415264232 0.442358902 0.459378798 0.353747426 0.546459481 0.475223346 0.31006173 0.519476487 0.53742458 0.482489324 0.53901531 0.504640271 0.532396862 0.485374997 0.497658914 0.516044733 0.468476457 0.456933068 0.461189626 0.514439943 0.433889163 0.523405119 0.467720962 0.523160662 0.503823803 0.470409858

372 Lampiran 3. Lanjutan No. 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120

Nilai TE 0.864331549 0.86411128 0.823627281 0.851748031 0.835050253 0.810677778 0.878722464 0.826421833 0.867402985 0.83245728 0.767564323 0.788914402 0.684092838 0.830638831 0.902298986 0.832387443 0.84747095 0.815776348 0.832634007 0.736263848 0.801109743 0.804540577 0.801835432 0.777084845 0.745942993 0.861667284 0.803590323 0.839032605 0.785141552 0.846934281 0.847558371 0.879151205 0.802497062 0.886062605 0.849938556 0.714817705 0.827734958 0.83569802 0.837517616 0.682449941

Nilai AE 0.536706643 0.579620783 0.658177736 0.528229992 0.626281837 0.624286347 0.527983747 0.521456142 0.495908917 0.524251498 0.527892713 0.510637055 0.580316206 0.395627746 0.485492218 0.595605451 0.510930752 0.673354041 0.621105647 0.498055895 0.578155123 0.65634584 0.563600816 0.626547299 0.591182835 0.580037152 0.530533288 0.511982933 0.50003313 0.479990574 0.664213078 0.673887955 0.602150762 0.645347024 0.639897779 0.596097077 0.592377044 0.673508692 0.533457806 0.598529064

Nilai EE 0.463892484 0.500856857 0.54209314 0.449918856 0.522976807 0.506095069 0.463951179 0.43094274 0.430152875 0.436416976 0.405191613 0.402848927 0.39699016 0.328623768 0.438059136 0.495774498 0.43299897 0.549306301 0.517153683 0.36670055 0.463165702 0.52805686 0.451915104 0.486880411 0.440988693 0.499799037 0.426331416 0.429570374 0.392596788 0.406520472 0.562959354 0.592449408 0.483224218 0.571817865 0.543873794 0.426100745 0.490331188 0.56284988 0.44678031 0.408466124

373 Lampiran 3. Lanjutan No. 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 150 152 153 154 155 156 157 158 159 160

Nilai TE 0.853491901 0.757487412 0.858305513 0.7623535 0.718097044 0.81442182 0.856931169 0.788942105 0.81980214 0.791484372 0.710598845 0.720075365 0.809376491 0.840433366 0.836217363 0.865536014 0.851131618 0.876364913 0.842334029 0.825371555 0.861194653 0.792032612 0.81594682 0.804040602 0.804381457 0.776064931 0.767236058 0.805482611 0.792707256 0.84158094 0.851539413 0.853450587 0.696120774 0.83552705 0.850460925 0.836991095 0.812962299 0.847347792 0.81049669 0.842712168

Nilai AE 0.626671588 0.701645839 0.625212955 0.634152328 0.560175261 0.631651256 0.548383563 0.579427425 0.726021633 0.703410572 0.598101339 0.612368258 0.699917221 0.663071341 0.696023766 0.670981454 0.72217371 0.681366247 0.683198788 0.617091435 0.603566765 0.708486091 0.702495084 0.59096089 0.629513889 0.661655991 0.580683133 0.590009156 0.659874115 0.651624729 0.718053013 0.667972472 0.693325217 0.752493826 0.625074986 0.619921014 0.709581435 0.696447479 0.702010841 0.713855809

Nilai EE 0.534859125 0.531487891 0.536623726 0.483448247 0.4022602 0.514430565 0.469926967 0.457134692 0.595194088 0.556738475 0.425010121 0.440951296 0.566496544 0.557267279 0.582027159 0.580758613 0.614664878 0.597125472 0.575481587 0.509329717 0.519788471 0.561144089 0.57319863 0.47515655 0.506369299 0.513488011 0.445521038 0.475242116 0.523086999 0.548394952 0.611450441 0.570081498 0.482638087 0.628728947 0.531601851 0.518868368 0.576862955 0.590133234 0.568977463 0.601574977

374 Lampiran 3. Lanjutan No. 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200

Nilai TE 0.835442306 0.853676837 0.82520597 0.848831464 0.864856307 0.837459905 0.862666013 0.882250274 0.839627107 0.845349725 0.863545771 0.808469634 0.83842797 0.802242609 0.799041068 0.793762619 0.859282483 0.880006094 0.843655429 0.892877524 0.878641066 0.768607933 0.878901156 0.848334588 0.793890309 0.84268776 0.875529793 0.883037586 0.830506217 0.865207035 0.710136564 0.862976187 0.912699191 0.836530145 0.873886411 0.834519074 0.841390791 0.840824024 0.819513463 0.843738686

Nilai AE 0.587526748 0.599003608 0.658644833 0.653738314 0.578486122 0.689159514 0.560460375 0.661898074 0.652614222 0.639831223 0.621859517 0.652627768 0.650655991 0.685326828 0.60234616 0.568097773 0.724432449 0.683974588 0.584668878 0.713523296 0.557582171 0.651581676 0.558029636 0.73775971 0.618952122 0.650555654 0.644636897 0.610458311 0.631572861 0.618136561 0.56774978 0.673980007 0.686836691 0.528500297 0.586812188 0.568086354 0.512480965 0.56291337 0.536379707 0.576918823

Nilai EE 0.490844701 0.511355505 0.543517648 0.55491365 0.500307371 0.577143461 0.483490117 0.583959757 0.547952591 0.540881148 0.537004157 0.527629733 0.545528182 0.549798383 0.481299319 0.450934776 0.622492114 0.601901806 0.493259073 0.637088914 0.489914593 0.500810845 0.490452893 0.62586708 0.491380091 0.548215287 0.564398809 0.539057633 0.524525188 0.534816101 0.403179878 0.581628697 0.626875292 0.442106431 0.512807196 0.474078899 0.431196765 0.473311085 0.439570391 0.486768729

375 Lampiran 4. Hasil Estimasi Efisiensi Teknis (TE), Efisiensi Alokatif (AE), dan Efisiensi Ekonomi (EE), Usahatani Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No.

Nilai TE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

0.929629 0.94637 0.941532 0.941919 0.896293 0.918447 0.941655 0.941197 0.956732 0.904493 0.955632 0.912143 0.867761 0.935986 0.949403 0.942713 0.904771 0.960041 0.934909 0.926681 0.943602 0.955743 0.950527 0.954106 0.942495 0.947693 0.932447 0.915902 0.933953 0.938954 0.963703 0.955788 0.95884 0.938983 0.955794 0.954622 0.931867 0.973574 0.918775 0.935791

Nilai AE 0.668677169 0.652617623 0.641094606 0.690183062 0.572462663 0.573600895 0.667111142 0.661041871 0.639306855 0.574168704 0.692528224 0.552178389 0.565570728 0.532177801 0.522656407 0.553785916 0.64344708 0.634364892 0.564191365 0.576937311 0.643865323 0.714482214 0.580055123 0.578091085 0.706101024 0.599000935 0.627536283 0.620251099 0.684003811 0.656256987 0.657203304 0.666690695 0.629161348 0.650294858 0.652458685 0.652323636 0.534461732 0.637443263 0.637688316 0.603747389

Nilai EE 0.621621934 0.617617964 0.603610797 0.650096782 0.513094048 0.526822068 0.628188396 0.622170605 0.61164545 0.519331749 0.661802034 0.503665869 0.490780089 0.498111093 0.496211711 0.522061208 0.582172356 0.609016482 0.527467308 0.53463663 0.607552492 0.682861224 0.551357913 0.551560081 0.665496994 0.56766881 0.585144254 0.568089497 0.638827628 0.616195093 0.633348869 0.637215137 0.603265262 0.610615752 0.623615856 0.622722522 0.498047264 0.620598182 0.58589184 0.564981515

376 Lampiran 4. Lanjutan No. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80

Nilai TE 0.929768 0.903166 0.96864 0.91477 0.936099 0.955292 0.909393 0.896626 0.920484 0.951622 0.941622 0.92688 0.953968 0.943581 0.916207 0.937118 0.960056 0.920734 0.939091 0.914595 0.923399 0.958215 0.940896 0.942227 0.93055 0.920603 0.937079 0.939654 0.955043 0.957608 0.946815 0.882838 0.930468 0.948221 0.94729 0.943099 0.928932 0.938542 0.929648 0.945687

Nilai AE 0.670124962 0.682634107 0.653775672 0.578536988 0.682359034 0.540042667 0.606662931 0.660408889 0.632876286 0.634731155 0.578704817 0.58777687 0.643006299 0.702186256 0.533333817 0.623157276 0.478801773 0.52608947 0.479895452 0.672732473 0.609912592 0.68625321 0.620761074 0.75428394 0.53291019 0.534610063 0.582414682 0.542910687 0.63557144 0.65672379 0.646801698 0.520440886 0.596294584 0.379751844 0.553525559 0.506684239 0.655373541 0.536551832 0.532763469 0.498766725

Nilai EE 0.623060598 0.616531873 0.63327343 0.529228235 0.638755882 0.515898538 0.55169524 0.592139652 0.582552183 0.604024435 0.544921412 0.544798485 0.613407323 0.662569688 0.488643972 0.583971956 0.459676659 0.484388405 0.450665401 0.615277439 0.563192646 0.657577911 0.584071623 0.71070678 0.495899629 0.4921634 0.545768719 0.510148268 0.606998002 0.62888385 0.612401457 0.459464949 0.554832821 0.36008876 0.524349101 0.477853164 0.608797335 0.503576449 0.495282527 0.471677117

377 Lampiran 4. Lanjutan No. 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96

Nilai TE 0.949834 0.958498 0.960211 0.933436 0.966953 0.958638 0.940616 0.949882 0.911081 0.970966 0.947696 0.982974 0.973113 0.975997 0.937615 0.957822

Nilai AE 0.518984887 0.735890126 0.587416266 0.519645275 0.589421246 0.733057912 0.666179118 0.689984765 0.618361343 0.736374343 0.623737155 0.667062596 0.667730301 0.627705663 0.568297832 0.449942306

Nilai EE 0.492949422 0.705349109 0.564043584 0.485055444 0.569942551 0.702737045 0.626618676 0.655404175 0.563377251 0.714994817 0.591112906 0.655704909 0.649777148 0.612638838 0.53284483 0.430964513

378 Lampiran 5. Hasil Estimasi Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 The SAS System

17:55 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable

ie ie

Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var

DF

Sum of Squares

Mean Square

65 334 399

34.78214 29.43312 64.21526

0.535110 0.088123

0.29686 0.00000 1.97903E12

R-Square Adj R-Sq

F Value

Pr > F

6.07

<.0001

0.54165 0.45245

Parameter Estimates Variable Intercept Lnx1 Lnx2 Lnx3 Lnx4 Lnx5 Lnx6 Lnx7 Lnx8 Lnx9 Lnx10 Lnx1Lnx1 Lnx2Lnx2 Lnx3Lnx3 Lnx4Lnx4 Lnx5Lnx5 Lnx6Lnx6 Lnx7Lnx7 Lnx8Lnx8 Lnx9Lnx9 Lnx10Lnx10 Lnx1Lnx2 Lnx1Lnx3 Lnx1Lnx4 Lnx1Lnx5 Lnx1Lnx6

DF

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

-2.09827 0.635257 1.286151 0.158473 -0.48116 -0.00442 -0.88903 0.387095 0.646593 0.216203 -0.03557 -0.06555 -0.24597 0.059264 -0.05227 0.008334 -0.01424 -0.00727 -0.06362 -0.00879 0.001931 0.116946 0.019082 -0.08624 0.076070 -0.06747

5.945576 0.390247 0.929533 0.735649 0.629300 0.002681 0.737729 0.785182 0.719029 0.416480 0.010572 0.013802 0.073525 0.027798 0.030189 0.062423 0.010602 0.047199 0.054296 0.005653 0.063962 0.037959 0.024040 0.024261 0.048703 0.038038

-0.35 1.63 1.38 0.22 -0.76 -1.65 -1.21 0.49 0.90 0.52 -3.37 -4.75 -3.35 2.13 -1.73 0.13 -1.34 -0.15 -1.17 -1.56 0.03 3.08 0.79 -3.55 1.56 -1.77

Pr > |t| 0.7244 0.1045*** 0.1674 0.8296 0.4451 0.1011*** 0.2290 0.6223 0.3692 0.6040 0.0009* <.0001* 0.0009* 0.0337** 0.0843*** 0.8939 0.1803 0.8777 0.2421 0.1209 0.9759 0.0022* 0.4279 0.0004* 0.1193 0.0770**

3

379 Lampiran 5. Lanjutan The SAS System

17:55 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Parameter Estimates Variable

DF

Lnx1Lnx7 1 Lnx1Lnx8 1 Lnx1Lnx9 1 Lnx1Lnx10 1 Lnx2Lnx3 1 Lnx2Lnx4 1 Lnx2Lnx5 1 Lnx2Lnx6 1 Lnx2Lnx7 1 Lnx2Lnx8 1 Lnx2Lnx9 1 Lnx2Lnx10 1 Lnx3Lnx4 1 Lnx3Lnx5 1 Lnx3Lnx6 1 Lnx3Lnx7 1 Lnx3Lnx8 1 Lnx3Lnx9 1 Lnx3Lnx10 1 Lnx4Lnx5 1 Lnx4Lnx6 1 Lnx4Lnx7 1 Lnx4Lnx8 1 Lnx4Lnx9 1 Lnx4Lnx10 1 Lnx5Lnx6 1 Lnx5Lnx7 1 Lnx5Lnx8 1 Lnx5Lnx9 1 Lnx5Lnx10 1 Lnx6Lnx7 1 Lnx6Lnx8 1 Lnx6Lnx9 1 Lnx6Lnx10 1 Lnx7Lnx8 1 Lnx7Lnx9 1 Lnx7Lnx10 1 Lnx8Lnx9 1 Lnx8Lnx10 1 Lnx9Lnx10 1 NOTE: K-Class Estimation with K=1

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

-0.03086 -0.03783 -0.01818 0.116842 0.034444 0.219646 -0.05098 0.109291 -0.17507 0.194619 0.034894 -0.19116 -0.04672 0.081452 0.135489 -0.04028 -0.11768 -0.09454 -0.17900 0.069999 -0.09503 0.026274 -0.03914 0.045629 0.172063 -0.03720 -0.04122 -0.07727 0.055479 0.025386 0.042902 0.002157 0.022633 0.060211 -0.01751 0.029902 0.084435 0.033790 0.015992 -0.10349

0.037665 0.033987 0.020503 0.048719 0.058033 0.065539 0.092792 0.075611 0.080179 0.073416 0.041321 0.117584 0.035799 0.071798 0.049155 0.051459 0.047454 0.032504 0.082137 0.078154 0.055591 0.052655 0.043768 0.031870 0.073111 0.073212 0.073386 0.102753 0.058564 0.075957 0.063564 0.059994 0.039984 0.091575 0.075456 0.036840 0.070654 0.038391 0.078488 0.050835

-0.82 -1.11 -0.89 2.40 0.59 3.35 -0.55 1.45 -2.18 2.65 0.84 -1.63 -1.31 1.13 2.76 -0.78 -2.48 -2.91 -2.18 0.90 -1.71 0.50 -0.89 1.43 2.35 -0.51 -0.56 -0.75 0.95 0.33 0.67 0.04 0.57 0.66 -0.23 0.81 1.20 0.88 0.20 -2.04

Pr > |t| 0.4132 0.2664 0.3759 0.0170** 0.5532 0.0009* 0.5831 0.1493 0.0297 0.0084* 0.3990 0.1050*** 0.1927 0.2574 0.0062* 0.4344 0.0136** 0.0039* 0.0300** 0.3711 0.0883*** 0.6181 0.3719 0.1532 0.0192** 0.6117 0.5747 0.4526 0.3442 0.7384 0.5002 0.9713 0.5717 0.5113 0.8166 0.4175 0.2329 0.3794 0.8387 0.0426**

4

380 Lampiran 6. Hasil Estimasi Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 The SAS System

20:54 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable

ie ie

Analysis of Variance Source

DF

Sum of Squares

Mean Square

Model Error Corrected Total

67 28 95

4.397747 0.984453 5.382200

0.065638 0.035159

Root MSE Dependent Mean Coeff Var

0.18751 0.28905 64.87062

R-Square Adj R-Sq

F Value

Pr > F

1.87

0.0347

0.81709 0.37942

Parameter Estimates Variable Intercept Lnx1 Lnx2 Lnx3 Lnx4 Lnx5 Lnx6 Lnx7 Lnx8 Lnx9 Lnx10 Lnx1Lnx1 Lnx2Lnx2 Lnx3Lnx3 Lnx4Lnx4 Lnx5Lnx5 Lnx6Lnx6 Lnx7Lnx7 Lnx8Lnx8 Lnx9Lnx9 Lnx10Lnx10 Lnx1Lnx2 Lnx1Lnx3 Lnx1Lnx4 Lnx1Lnx5 Lnx1Lnx6

DF

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

32.80683 3.024372 -0.91542 -0.02110 0.527622 -5.36393 -2.19522 -2.62732 -1.29011 -0.10499 -1.10750 -0.09930 0.172053 0.121073 0.050911 -0.30127 -0.00773 0.070427 -0.06313 0.063847 0.218020 0.049895 0.058698 -0.15627 0.280064 0.032577

25.78001 1.642057 0.517398 0.009518 1.780005 3.776740 1.538295 3.826152 1.980159 0.018278 3.322709 0.166394 0.083274 0.063748 0.115397 0.191589 0.010060 0.103772 0.167439 0.081497 0.168073 0.146707 0.160935 0.158004 0.348563 0.220373

1.27 1.82 -1.84 -2.22 0.30 -1.42 -1.43 -0.69 -0.65 -5.74 -0.33 -0.60 2.07 1.90 0.44 -1.57 -0.77 0.68 -0.38 0.78 1.30 0.34 0.36 -0.99 0.80 0.15

Pr > |t| 0.2136 0.0262** 0.0982*** 0.0294** 0.7691 0.1666 0.1646 0.4979 0.5200 <0.0001* 0.7414 0.5555 0.0482** 0.0679*** 0.6625 0.1271 0.4489 0.5029 0.7090 0.4399 0.2052 0.7363 0.7181 0.3311 0.4285 0.8835

32

381 Lampiran 6. Lanjutan The SAS System

20:54 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Parameter Estimates Variable

DF

Lnx1Lnx7 1 Lnx1Lnx8 1 Lnx1Lnx9 1 Lnx1Lnx10 1 Lnx2Lnx3 1 Lnx2Lnx4 1 Lnx2Lnx5 1 Lnx2Lnx6 1 Lnx2Lnx7 1 Lnx2Lnx8 1 Lnx2Lnx9 1 Lnx2Lnx10 1 Lnx3Lnx4 1 Lnx3Lnx5 1 Lnx3Lnx6 1 Lnx3Lnx7 1 Lnx3Lnx8 1 Lnx3Lnx9 1 Lnx3Lnx10 1 Lnx4Lnx5 1 Lnx4Lnx6 1 Lnx4Lnx7 1 Lnx4Lnx8 1 Lnx4Lnx9 1 Lnx4Lnx10 1 Lnx5Lnx6 1 Lnx5Lnx7 1 Lnx5Lnx8 1 Lnx5Lnx9 1 Lnx5Lnx10 1 Lnx6Lnx7 1 Lnx6Lnx8 1 Lnx6Lnx9 1 Lnx6Lnx10 1 Lnx7Lnx8 1 Lnx7Lnx9 1 Lnx7Lnx10 1 Lnx8Lnx9 1 Lnx8Lnx10 1 Lnx9Lnx10 1 NOTE: K-Class Estimation with K=1

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

-0.00403 -0.09175 -0.28528 -0.02795 0.302442 -0.10539 -0.19694 -0.09208 -0.05340 -0.04233 0.296342 -0.29198 -0.11959 -0.34068 0.114838 0.040130 0.155373 -0.00772 -0.25261 0.312268 -0.15464 0.065439 -0.08533 0.024733 0.217595 0.082961 0.024514 0.360423 0.276787 0.498357 0.268838 -0.06960 0.093326 0.075466 0.076411 -0.14540 -0.10796 0.160466 0.071824 0.083041

0.260601 0.216344 0.234328 0.026044 0.080896 0.091983 0.187388 0.133515 0.200060 0.130294 0.147928 0.147831 0.086715 0.167308 0.117825 0.107767 0.145354 0.137800 0.096607 0.208346 0.141201 0.143995 0.134918 0.127912 0.123941 0.145563 0.285751 0.245810 0.248779 0.251861 0.159446 0.154909 0.155176 0.135516 0.146338 0.227221 0.283042 0.153810 0.158711 0.228029

-0.02 -0.42 -1.22 -1.07 3.74 -1.15 -1.05 -0.69 -0.27 -0.32 2.00 -1.98 -1.38 -2.04 0.97 0.37 1.07 -0.06 -2.61 1.50 -1.10 0.45 -0.63 0.19 1.76 0.57 0.09 1.47 1.11 1.98 1.69 -0.45 0.60 0.56 0.52 -0.64 -0.38 1.04 0.45 0.36

Pr > |t| 0.9878 0.6747 0.2336 0.2924 0.0008* 0.2616 0.3023 0.4961 0.7915 0.7477 0.0549** 0.0582*** 0.1788 0.0513** 0.3381 0.7124 0.2942 0.9557 0.0142* 0.1451 0.2828 0.6530 0.5322 0.8481 0.0901*** 0.5733 0.9322 0.1537 0.2753 0.0578*** 0.1029 0.6567 0.5524 0.5820 0.6057 0.5274 0.7058 0.3057 0.6544 0.7185

33

382 Lampiran 7. Contoh Prosedur Perhitungan Inefisiensi Alokatif terhadap Input Pupuk N pada Petani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009. No.

f’(xi)

g'(xi)

q'(xi)

θ*g'(xi)

λ*q'(xi)

Ƞ

1

-0.19706640 -0.41025641 -0.58857809 -0.19706640 -0.58857809 -0.57234432 -0.26353276 -0.58857809 -0.30982910 -0.26353276 -0.34313726 -0.58857809 -0.34313726 -0.34313726 -0.34313726 -0.34313726 -0.56166056 -0.37126068 -0.34313726 -0.31738587 -0.31738587 -0.33216783 -0.34313726 -0.31738587 -0.31505728 -0.31738587 -0.33819629 -0.32905983 -0.25987526 -0.34313726 -0.15980614 -0.31135531 -0.32051282 -0.27472528 -0.28005975 -0.28895975 -0.28090473 -0.31039136 -0.30977399 -0.30482956

2.55E-23 8.05E-23 9.97E-23 2.57E-23 9.64E-23 8.51E-23 1.65E-22 9.59E-23 9.94E-23 3.8E-23 7.44E-23 9.8E-23 1.25E-22 1.36E-22 2.35E-22 2.03E-22 1.09E-22 3.79E-23 1.98E-22 8.85E-23 9.03E-23 6.24E-23 8.15E-23 8.13E-23 8.71E-23 5.67E-23 1.16E-22 1.06E-22 6.08E-23 9.92E-23 5.73E-24 1.31E-22 1.03E-22 8.36E-23 9.28E-23 9.3E-23 1.63E-22 6.01E-23 1.04E-22 9.82E-23

-7.6E-13 -3.2E-12 -3.4E-12 -9.3E-13 -3.9E-12 -3.2E-12 -1E-11 -3.9E-12 -3.5E-12 -1.6E-12 -4E-12 -3.6E-12 -6.5E-12 -7.9E-12 -1.4E-11 -1.1E-11 -4.1E-12 -1.4E-12 -1.1E-11 -4.2E-12 -4.2E-12 -3E-12 -4E-12 -3.8E-12 -4.2E-12 -2E-12 -5.7E-12 -5.4E-12 -3.1E-12 -6.4E-12 -4.4E-13 -6.4E-12 -4.2E-12 -4.1E-12 -4.7E-12 -4.6E-12 -9.9E-12 -3.2E-12 -5E-12 -5.8E-12

1.54737E-68 1.34417E-66 -1.83877E-68 -1.4802E-69 -2.76233E-67 7.33035E-68 -2.0837E-66 2.81499E-67 -9.88982E-67 -7.56472E-68 9.70598E-67 6.08708E-67 -5.74828E-66 -1.71308E-65 -8.08859E-65 -1.73479E-64 1.51507E-66 2.95271E-68 -1.37884E-64 -7.39664E-68 9.56762E-68 1.92722E-66 6.29066E-67 1.17361E-66 3.38322E-66 -8.11554E-67 2.93541E-66 2.06049E-66 1.80225E-66 2.80566E-66 -4.71842E-69 -5.04923E-66 2.57247E-67 1.28447E-66 2.34787E-67 5.17108E-68 -9.88248E-66 6.63114E-69 8.02063E-67 1.30248E-67

-2.10106E-12 -1.05926E-11 -7.8632E-12 -4.33557E-12 -1.34211E-11 -1.07103E-11 -7.26905E-11 -9.51675E-12 -8.18819E-12 -4.65598E-12 -7.69987E-12 -1.21379E-11 -1.30523E-11 -1.50844E-11 -5.06465E-11 -2.10853E-11 -1.49252E-11 -6.33983E-12 -2.12533E-11 -1.03082E-11 -1.31378E-11 -5.78755E-12 -8.44053E-12 -6.90596E-12 -8.51334E-12 -5.52076E-12 -1.29796E-11 -1.20294E-11 -7.46169E-12 -1.14243E-11 -1.04518E-12 -2.15788E-11 -1.80723E-11 -1.07269E-11 -2.11518E-11 -1.96708E-11 -2.2186E-11 -1.07015E-11 -2.12745E-11 -1.72163E-11

-0.19707 -0.41026 -0.58858 -0.19707 -0.58858 -0.57234 -0.26353 -0.58858 -0.30983 -0.26353 -0.34314 -0.58858 -0.34314 -0.34314 -0.34314 -0.34314 -0.56166 -0.37126 -0.34314 -0.31739 -0.31739 -0.33217 -0.34314 -0.31739 -0.31506 -0.31739 -0.3382 -0.32906 -0.25988 -0.34314 -0.15981 -0.31136 -0.32051 -0.27473 -0.28006 -0.28896 -0.2809 -0.31039 -0.30977 -0.30483

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

383 Lampiran 7. Lanjutan No.

f’(xi)

g'(xi)

41

-0.396270396 -0.310391363 -0.196232339 -0.17471091 -0.205960368 -0.337955695 -0.377867746 -0.484554815 -0.290927022 -0.199430199 -0.567210567 -0.325027086 -0.340236686 -0.60968661 -0.621600622 -0.341880342 -0.559440559 -0.87995338 -0.206698064 -0.450660451 -0.341880342 -0.31575841 -0.355937922 -0.476706392 -0.408769974 -0.433925049 -0.437569677 -0.473372781 -0.242673993 -0.270761577 -0.316421167 -0.274299344 -0.283199388 -0.195360195 -0.462543992 -0.195360195 -0.948887010 -0.517799353 -0.391162029 -0.391162029

9.65E-23 2.34E-22 4.42E-23 1.75E-23 5.09E-23 6.2E-23 1.24E-22 2.89E-22 6.46E-23 3.97E-23 1.6E-22 5.56E-22 8.7E-22 1.1E-22 7.33E-23 6.78E-23 1.03E-22 5.75E-23 6.19E-23 5.41E-23 6.08E-23 1.57E-23 8.47E-23 6.49E-23 8.76E-23 7.3E-23 8.67E-23 1.32E-22 2.11E-23 2.05E-23 1.53E-23 9.92E-24 9.66E-24 2.02E-23 2.28E-23 2.07E-23 2.28E-23 3.31E-23 5.22E-23 6.2E-23

42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80

q'(xi)

-5.5E-12 -9.8E-12 -2.2E-12 -8.7E-13 -2.4E-12 -3.2E-12 -4.4E-12 -2.1E-11 -2.9E-12 -1.8E-12 -6.8E-12 -2.6E-11 -3.1E-11 -5.2E-12 -3E-12 -2.8E-12 -4.7E-12 -3E-12 -3.8E-12 -2.3E-12 -2.4E-12 -5.3E-13 -3.2E-12 -2.4E-12 -3.1E-12 -3E-12 -3.1E-12 -5.4E-12 -1.6E-12 -8E-13 -6.8E-13 -4.4E-13 -3.9E-13 -8.7E-13 -1E-12 -8.6E-13 -1.4E-12 -2.3E-12 -2.8E-12 -3.6E-12

θ*g'(xi)

3.82355E-66 -9.38088E-65 -7.00596E-67 7.59551E-68 2.87275E-67 6.43975E-67 1.15074E-66 -1.93286E-63 3.42064E-67 -1.53977E-67 4.22784E-66 2.62342E-63 -3.66969E-64 -1.76994E-67 4.28457E-67 2.69049E-68 2.74232E-66 1.90472E-68 2.21188E-65 9.29371E-68 -4.87258E-69 2.56225E-69 -5.67411E-68 5.72498E-68 -2.52016E-67 -8.69123E-67 -3.06801E-67 -5.39992E-66 4.76059E-67 2.49481E-69 9.14137E-70 2.09197E-69 -2.20764E-70 -7.14277E-69 -4.0373E-69 1.2742E-69 1.3304E-69 3.27345E-68 -1.24938E-67 1.08815E-67

λ*q'(xi)

-2.01082E-11 -3.44815E-11 -8.04533E-12 -2.47916E-12 -1.27871E-11 -1.11854E-11 -1.12718E-11 -4.76792E-11 -9.67548E-12 -5.21986E-12 -2.59627E-11 -8.56416E-11 -1.66058E-10 -1.90936E-11 -1.55705E-11 -8.28739E-12 -1.71928E-11 -1.24679E-11 -8.03062E-12 -1.39614E-11 -2.55676E-11 -1.85288E-12 -1.55769E-11 -1.10256E-11 -1.33036E-11 -1.31528E-11 -1.18429E-11 -2.42996E-11 -3.53605E-12 -4.20048E-12 -2.97834E-12 -1.82932E-12 -1.73897E-12 -3.55686E-12 -4.3949E-12 -3.46143E-12 -4.34255E-12 -9.46717E-12 -8.8356E-12 -1.4679E-11

Ƞ

-0.39627 -0.31039 -0.19623 -0.17471 -0.20596 -0.33796 -0.37787 -0.48455 -0.29093 -0.19943 -0.56721 -0.32503 -0.34024 -0.60969 -0.6216 -0.34188 -0.55944 -0.87995 -0.2067 -0.45066 -0.34188 -0.31576 -0.35594 -0.47671 -0.40877 -0.43393 -0.43757 -0.47337 -0.24267 -0.27076 -0.31642 -0.2743 -0.2832 -0.19536 -0.46254 -0.19536 -0.94889 -0.5178 -0.39116 -0.39116

384 Lampiran 7. Lanjutan No.

f’(xi)

81

-0.759734093 -0.151679307 -0.134496989 -0.862876254 -0.196914405 -0.229577241 -0.459629023 -0.828819068 -0.828819068 -0.459629023 -0.724358974 -0.724358974 -0.151253241 -1.378205128 -0.627530364 -0.231718898 -1.315496098 -0.30243261 -0.38163387 -0.338958288 -1.194871795 -0.183431953 -0.358686258 -0.138461538 -0.236263736 -0.192307692 -0.459629023 -0.995726496 -0.724358974 -0.545823813 -0.174376905 -0.16750502 -0.111111111 -0.21685761 -0.18011257 -0.111111111 -0.362426036 -0.20815327 -0.395927602 -0.111111111

82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120

g'(xi)

9.54E-24 1.03E-23 1.08E-23 2.54E-23 1.92E-23 1.18E-23 1.42E-23 1.92E-23 1.15E-23 1.72E-23 2.69E-23 6.18E-23 1.16E-22 2.74E-23 2.25E-23 2.5E-23

q'(xi)

-6.4E-13 -5.8E-13 -6.4E-13 -1.5E-12 -1E-12 -5.9E-13 -7.2E-13 -1.2E-12 -6.8E-13 -7.5E-13 -1.5E-12 -4.6E-12 -4.7E-12 -1.3E-12 -8.9E-13 -1.4E-12

1.6E-23

-9E-13

3.1E-23 5.03E-23 5.03E-23 6.5E-23 1.64E-23 1.79E-23 1.25E-23 1.22E-22 6.04E-23 2.37E-23 1.77E-23 2.88E-22 1.78E-23 2.63E-23 4.24E-23 1.12E-22 4.4E-23 4.64E-23 4.47E-23 1.47E-23 2.44E-23 2.75E-23 1.62E-22

-1.3E-12 -2.3E-12 -2.3E-12 -2.7E-12 -6.9E-13 -9.1E-13 -7.7E-13 -7.8E-12 -3E-12 -1.2E-12 -8.3E-13 -2.2E-11 -8.6E-13 -1.4E-12 -2.2E-12 -6.1E-12 -2.4E-12 -3.2E-12 -1.7E-12 -6.6E-13 -1.3E-12 -1.6E-12 -6.2E-12

θ*g'(xi)

7.61956E-70 2.41195E-69 -4.27633E-69 -1.21851E-69 -3.77267E-69 9.80124E-71 1.80073E-69 -2.32322E-69 2.02243E-70 -2.51016E-69 -8.58057E-70 1.22088E-67 3.93499E-68 -2.23115E-71 -1.5359E-69 -1.598E-68 2.59798E-69 4.44211E-68 8.98229E-68 -1.19708E-69 2.47994E-67 3.11617E-69 -4.79101E-69 -3.83487E-68 -2.93603E-66 4.36315E-67 -2.07211E-68 -3.0711E-72 8.45516E-65 2.41975E-69 -8.19407E-69 -1.04989E-66 4.70781E-66 4.17333E-67 -1.75706E-67 -1.21447E-68 -2.61209E-71 1.25752E-67 -2.33443E-68 -1.06226E-66

λ*q'(xi)

-2.15128E-12 -1.95749E-12 -2.61172E-12 -5.38209E-12 -4.05966E-12 -3.14139E-12 -2.40645E-12 -5.45877E-12 -2.36146E-12 -2.77407E-12 -8.29789E-12 -2.46834E-11 -3.99278E-11 -5.82575E-12 -1.98805E-12 -5.88447E-12 -4.14057E-12 -8.00758E-12 -1.14318E-11 -1.71403E-11 -1.54953E-11 -3.9197E-12 -4.74305E-12 -3.27452E-12 -4.27298E-11 -9.12678E-12 -4.58884E-12 -3.53628E-12 -1.32377E-10 -3.7747E-12 -5.46045E-12 -5.55876E-12 -3.03001E-11 -6.43886E-12 -1.08791E-11 -1.33521E-11 -3.06907E-12 -5.80583E-12 -6.20757E-12 -5.08308E-11

Ƞ

-0.75973 -0.15168 -0.1345 -0.86288 -0.19691 -0.22958 -0.45963 -0.82882 -0.82882 -0.45963 -0.72436 -0.72436 -0.15125 -0.15125 -0.62753 -0.23172 -0.30243 -0.30243 -0.38163 -0.33896 -0.18343 -0.18343 -0.35869 -0.13846 -0.23626 -0.19231 -0.45963 -0.99573 -0.72436 -0.54582 -0.17438 -0.16751 -0.11111 -0.21686 -0.18011 -0.11111 -0.36243 -0.20815 -0.39593 -0.11111

385 Lampiran 7. Lanjutan No.

f’(xi)

121

-0.339250493 -0.183150183 -0.371208312 -0.174825175 -0.484330484 -0.198355104 -0.350877193 -0.302749459 -0.111111111 -0.22317189 -0.111111111 -0.111111111 -0.131943528 -0.166191833 -0.18668466 -0.144230769 -0.111111111 -0.16025641 -0.151515152 -0.15224359 -0.183946488 -0.156742482 -0.198135198 -0.250954719 -0.159763314 -0.175909362 -0.418552036 -0.338243317 -0.230769231 -0.184842884 -0.133333333 -0.17987568 -0.21978022 -0.146520147 -0.220797721 -0.177462888 -0.21978022 -0.177462888 -0.137790558 -0.171621207

122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160

g'(xi)

1.36E-22 5.54E-23 3.76E-23 8.3E-23 8.3E-23 9.05E-24 1E-23 1.94E-23 1.75E-23 1.5E-22 1.48E-22 2.31E-23 2.26E-23 4.06E-23 6.17E-23 1.58E-23 7.05E-23 3.05E-23 4.16E-23 3.34E-23 1.47E-23 2.29E-23 4.02E-23 1.69E-23 2.31E-23 1.79E-23 3.46E-23 1.68E-23 2.03E-23 2.28E-23 4.11E-23 2.38E-23 8.24E-22 3.38E-23 1.57E-23 1.39E-23 2.21E-22 1.4E-23 4.93E-23 2.43E-23

q'(xi)

-7.9E-12 -3.2E-12 -2.2E-12 -3.9E-12 -3.9E-12 -6.3E-13 -4.6E-13 -1E-12 -9.2E-13 -9.3E-12 -6.6E-12 -1E-12 -1.2E-12 -1.8E-12 -1.9E-12 -7.4E-13 -2.6E-12 -8.7E-13 -1.6E-12 -1.1E-12 -5.6E-13 -1.7E-12 -2.7E-12 -1.1E-12 -1.9E-12 -1.3E-12 -2.2E-12 -1E-12 -1.1E-12 -6.6E-13 -1.7E-12 -9.8E-13 -3.5E-11 -1.4E-12 -6.9E-13 -6.1E-13 -5.1E-12 -4.9E-13 -2.8E-12 -8.4E-13

θ*g'(xi)

-1.51704E-65 -8.60203E-67 1.65126E-67 1.37556E-68 -7.84132E-69 -1.20388E-69 -1.22595E-69 1.09007E-69 -1.44487E-68 -7.92147E-66 -1.70385E-66 -5.02364E-70 -6.30648E-69 -1.29906E-67 -2.26565E-67 2.96829E-69 -1.86822E-66 1.7023E-67 -2.26204E-66 1.79163E-67 6.24649E-69 -5.40878E-68 -3.65753E-67 3.43158E-69 2.43044E-68 -1.02564E-69 -1.81763E-68 8.19371E-71 -5.78982E-70 -1.83238E-67 -3.01758E-67 -3.64925E-68 -1.49943E-63 -7.03187E-67 1.49195E-67 1.15111E-69 4.31449E-65 -3.14723E-69 -2.34099E-66 -2.27665E-67

λ*q'(xi)

-2.60923E-11 -1.81512E-11 -7.89396E-12 -2.53341E-11 -3.1347E-11 -2.47708E-12 -1.46743E-12 -5.45692E-12 -3.6389E-12 -4.60975E-11 -4.97636E-11 -8.27939E-12 -5.23867E-12 -6.58663E-12 -6.883E-12 -2.3764E-12 -8.12876E-12 -2.36767E-12 -4.72319E-12 -4.268E-12 -1.80933E-12 -8.08567E-12 -1.08512E-11 -6.07134E-12 -8.95426E-12 -6.60444E-12 -1.21181E-11 -4.58783E-12 -5.31016E-12 -2.33213E-12 -5.41981E-12 -3.35378E-12 -3.0881E-10 -5.19943E-12 -2.51436E-12 -2.54828E-12 -2.19283E-11 -1.84181E-12 -1.1562E-11 -2.80826E-12

Ƞ

-0.33925 -0.18315 -0.37121 -0.17483 -0.48433 -0.19836 -0.35088 -0.30275 -0.11111 -0.22317 -0.11111 -0.11111 -0.13194 -0.16619 -0.18668 -0.14423 -0.11111 -0.16026 -0.15152 -0.15224 -0.18395 -0.15674 -0.19814 -0.25095 -0.15976 -0.17591 -0.41855 -0.33824 -0.23077 -0.18484 -0.13333 -0.17988 -0.21978 -0.14652 -0.2208 -0.17746 -0.21978 -0.17746 -0.13779 -0.17162

386 Lampiran 7. Lanjutan No. 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200

f’(xi) -0.297766749 -0.245299145 -0.282051282 -0.260416667 -0.04330107 -0.256410256 -0.386587771 -0.19705603 -0.168269231 -0.192922094 -0.19705603 -0.243589744 -0.121002593 -0.376068376 -0.400000000 -0.923076923 -0.126602564 -0.151515152 -0.373303167 -0.124334785 -0.331837607 -0.635792779 -0.44534413 -0.13986014 -0.375773652 -0.320512821 -0.381701632 -0.256410256 -0.18278751 -0.403608737 -0.431235431 -0.220797721 -0.133333333 -0.213919414 -0.196250509 -0.512820513 -2.137888707 -0.564102564 -0.564102564 -0.564102564

g'(xi) 7.74E-23 2.85E-22 1.48E-22 2.58E-22 3.72E-22 2.20E-22 4.54E-23 1.07E-22 4.64E-23 3.43E-23 1.05E-22 4.49E-22 1.44E-22 9.86E-22 1.17E-22 8.40E-22 2.46E-22 5.39E-23 1.00E-22 2.77E-23 5.41E-23 1.25E-21 5.92E-22 2.10E-23 3.49E-22 2.48E-22 9.59E-23 2.06E-23 1.32E-22 1.44E-22 2.31E-22 2.44E-23 8.58E-23 5.22E-23 2.44E-23 1.82E-21 1.07E-20 5.07E-21 2.88E-21 2.57E-21

q'(xi) -2.4E-12 -1.2E-11 -6.7E-12 -1.1E-11 -1.9E-11 -1.1E-11 -1.3E-12 -3.2E-12 -1.8E-12 -1.3E-12 -3.9E-12 -2.1E-11 -8.1E-12 -4E-11 -5.1E-12 -3.9E-11 -8.4E-12 -2.5E-12 -4.4E-12 -1E-12 -2.8E-12 -5.5E-11 -4.3E-11 -7.1E-13 -1.8E-11 -8.1E-12 -3.5E-12 -8.7E-13 -4.5E-12 -5.6E-12 -8E-12 -1.3E-12 -4.9E-12 -1.9E-12 -1E-12 -7.1E-11 -4.9E-10 -2.1E-10 -9.6E-11 -9.5E-11

θ*g'(xi) 3.11622E-66 1.59801E-64 -2.90858E-65 -2.72193E-64 2.99961E-63 -1.27137E-64 1.1724E-68 7.0115E-66 -1.79477E-67 -3.4755E-68 7.95105E-66 8.03597E-64 3.21615E-66 1.0519E-63 -1.54465E-67 9.06092E-64 2.22066E-65 -3.4618E-67 3.93781E-66 -9.03809E-68 -5.1384E-70 -5.50276E-62 3.72894E-63 -6.95289E-69 3.85929E-65 2.59733E-64 -7.43184E-68 8.01521E-70 -1.99122E-65 -2.19001E-66 -8.26954E-66 6.2017E-67 5.67838E-65 -2.84613E-66 7.77997E-68 -7.84133E-64 5.52357E-60 1.66043E-60 -3.16696E-61 2.77903E-61

λ*q'(xi) -1.12644E-11 -4.16638E-11 -2.62909E-11 -3.55994E-11 -6.65039E-11 -3.97407E-11 -4.49308E-12 -9.31659E-12 -7.29694E-12 -5.14008E-12 -1.2896E-11 -1.13574E-10 -3.14912E-11 -2.07658E-10 -2.68876E-11 -2.12865E-10 -2.82669E-11 -6.74236E-12 -1.90884E-11 -2.39261E-12 -7.85386E-12 -2.62494E-10 -1.19531E-10 -2.55303E-12 -9.74871E-11 -3.48321E-11 -1.04108E-11 -2.35045E-12 -1.79863E-11 -1.75205E-11 -6.01289E-11 -4.58731E-12 -9.80648E-12 -6.08389E-12 -2.75563E-12 -2.68189E-10 -1.69955E-09 -7.99495E-10 -3.88409E-10 -3.42437E-10

Ƞ -0.29777 -0.2453 -0.28205 -0.26042 -0.0433 -0.25641 -0.38659 -0.19706 -0.16827 -0.19292 -0.19706 -0.24359 -0.121 -0.37607 -0.4 -0.92308 -0.1266 -0.15152 -0.3733 -0.12433 -0.33184 -0.63579 -0.44534 -0.13986 -0.37577 -0.32051 -0.3817 -0.25641 -0.18279 -0.40361 -0.43124 -0.2208 -0.13333 -0.21392 -0.19625 -0.51282 -0.5641 -0.5641 -0.5641 -0.5641

387 Lampiran 8. Contoh Prosedur Perhitungan Inefisiensi Alokatif terhadap Input Pupuk N pada Petani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

f’(xi) -0.2849 -0.40393 -0.26675 -0.30946 -0.82692 -0.19658 -0.2334 -0.07826 -0.05128 -0.83077 -0.15385 -0.66665 -0.83077 -0.80769 -0.82692 -0.92308 -0.18697 -0.2396 -0.76923 -0.82692 -0.83077 -0.12193 -0.80769 -0.53846 -0.33333 -0.51282 -0.51282 -0.51282 -0.51282 -0.29412 -0.33368 -0.33085 -0.40724 -0.35503 -0.34615 -0.48718 -0.66665 -0.19658 -0.3252 -0.48718

g’(xi) 8.76414E-27 7.40351E-27 7.00078E-26 1.00568E-25 3.9086E-17 1.56404E-19 6.49267E-27 4.67857E-26 1.12463E-21 5.9019E-29 3.96025E-26 1.26146E-17 1.33028E-23 3.04347E-29 2.45952E-26 3.90284E-28 8.75381E-23 2.70496E-25 1.7297E-26 1.64611E-21 8.75753E-28 5.93099E-28 5.32101E-25 1.94041E-28 8.29451E-24 1.30569E-26 3.96229E-22 5.68431E-24 1.14011E-23 1.14085E-23 2.03901E-26 1.94259E-26 4.8926E-26 4.8785E-26 2.87078E-26 2.60305E-26 2.52536E-24 1.72673E-20 7.38215E-27 2.47021E-26

q’(xi) 6.19E-05 0.00738 0.006649 0.006496 0.002606 0.003017 0.006963 0.006603 0.003854 0.008999 0.006591 0.002755 0.00535 0.008881 0.006659 0.007952 0.004757 0.00589 0.006529 0.003728 0.007452 0.007967 0.006 0.007943 0.004953 0.007199 0.00408 0.005276 0.004989 0.005262 0.006585 0.006931 0.006587 0.00665 0.006783 0.006817 0.005409 0.003707 0.007487 0.006918

g’(xi)*θ -1.47049E-61 1.27681E-61 2.81506E-59 7.50935E-59 6.73853E-42 1.27047E-44 2.16654E-60 -2.54637E-58 9.66609E-49 -5.70487E-66 -1.33487E-59 7.18731E-44 -1.85817E-55 1.81298E-66 -1.62849E-60 5.75753E-64 7.37846E-53 3.13601E-57 -2.22711E-60 -1.02385E-48 -4.82202E-63 -9.5461E-63 -2.9954E-58 -2.70946E-64 -6.72469E-55 1.00123E-61 3.13686E-51 -1.02851E-55 2.40724E-54 5.50637E-55 -4.60076E-60 3.68676E-61 -7.57255E-62 -1.97336E-59 8.04504E-61 -5.35739E-61 -4.54426E-56 -3.88504E-48 -9.53386E-62 -1.09623E-61

q’(xi)*λ 0.000283 0.029232 0.028946 0.027164 0.013513 0.014869 0.030066 0.026555 0.012886 0.047119 0.022501 0.013829 0.032337 0.035913 0.023665 0.031387 0.024554 0.019404 0.027382 0.016536 0.02888 0.027289 0.022379 0.027443 0.019578 0.027784 0.017337 0.025725 0.021549 0.022006 0.021191 0.023953 0.022088 0.028058 0.024232 0.02446 0.023983 0.010222 0.03765 0.029864

Ƞ -0.28496 -0.41131 -0.2734 -0.31596 -0.82953 -0.1996 -0.24036 -0.08486 -0.05514 -0.83977 -0.16044 -0.66941 -0.83612 -0.81657 -0.83358 -0.93103 -0.19172 -0.24549 -0.77576 -0.83065 -0.83822 -0.1299 -0.81369 -0.5464 -0.33829 -0.52002 -0.5169 -0.5181 -0.51781 -0.29938 -0.34027 -0.33778 -0.41383 -0.36168 -0.35294 -0.494 -0.67206 -0.20029 -0.33269 -0.4941

388 Lampiran 8. Lanjutan No. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80

f’(xi) -0.72331 -0.27149 -0.129 -0.64102 -0.29412 -0.83077 -0.25264 -0.22699 -0.34842 -0.31397 -0.33299 -0.39058 -0.64957 -0.23077 -0.49231 -0.16388 -1.02564 -0.73427 -0.96531 -0.60332 -0.87083 -0.08481 -0.58843 -0.18177 -0.59402 -0.51282 -0.48982 -0.55878 -0.53846 -0.06838 -0.13819 -0.831 -0.24436 -1.8205 -0.27503 -0.30048 -0.39966 -0.46154 -0.5305 -0.72398

g’(xi) 1.00107E-23 5.36891E-26 1.95719E-25 3.73242E-25 1.53421E-23 4.26509E-26 2.57042E-27 5.65099E-26 3.48794E-26 6.6152E-25 3.39237E-27 7.30929E-27 4.49713E-27 7.90932E-24 1.17766E-25 5.6224E-25 7.6002E-26 1.27369E-26 1.32983E-25 7.63634E-26 1.30952E-24 5.07493E-25 1.84644E-24 6.63034E-26 7.51611E-27 1.3471E-26 7.38611E-26 1.4024E-27 2.37942E-26 6.02384E-27 1.73146E-25 1.88226E-26 6.72794E-27 2.62674E-27 4.1721E-24 9.40289E-28 2.54314E-28 9.32611E-28 9.12314E-25 1.39932E-26

q’(xi) 0.005022 0.006849 0.006044 0.006102 0.004935 0.006593 0.007931 0.006645 0.006791 0.006103 0.007553 0.007344 0.007544 0.005252 0.00636 0.005803 0.006477 0.007228 0.006316 0.006626 0.005735 0.005997 0.005666 0.006634 0.007274 0.006899 0.006511 0.007995 0.007052 0.007109 0.006196 0.007255 0.007321 0.007675 0.005212 0.008028 0.00827 0.008106 0.005725 0.007235

g’(xi)*θ -4.51226E-54 -1.11674E-59 2.45902E-58 4.06144E-58 -5.51374E-54 2.9003E-60 8.72669E-64 3.90858E-59 9.908E-60 7.72585E-59 3.45123E-62 2.7582E-62 4.38105E-62 1.66663E-54 -1.20805E-59 2.101E-56 -5.95607E-60 4.097E-61 -1.59274E-58 -6.87374E-61 -5.08959E-57 -2.39458E-57 -3.42057E-56 8.45174E-60 -8.04753E-62 8.42285E-60 -3.5218E-59 -1.43692E-63 -1.14529E-61 1.26908E-60 -6.38816E-58 -6.07629E-64 4.71368E-61 -1.53544E-62 -2.76997E-55 -5.59395E-63 6.80687E-64 -4.6753E-64 -1.03416E-56 2.74557E-61

q’(xi)*λ 0.021425 0.037467 0.017952 0.031077 0.02149 0.023585 0.039142 0.03368 0.030767 0.021992 0.029172 0.03197 0.029742 0.022542 0.029415 0.022248 0.020804 0.036643 0.025847 0.031439 0.027406 0.020268 0.023381 0.027896 0.032036 0.030496 0.026748 0.035434 0.025421 0.023369 0.023756 0.041871 0.032511 0.029612 0.019386 0.031407 0.036705 0.034631 0.024351 0.028775

Ƞ -0.72833 -0.27834 -0.13505 -0.64713 -0.29905 -0.83736 -0.26057 -0.23363 -0.35521 -0.32007 -0.34054 -0.39792 -0.65712 -0.23602 -0.49867 -0.16968 -1.03212 -0.74149 -0.97163 -0.60994 -0.87656 -0.09081 -0.5941 -0.1884 -0.60129 -0.51972 -0.49633 -0.56678 -0.54551 -0.07549 -0.14439 -0.83826 -0.25168 -1.82817 -0.28024 -0.30851 -0.40793 -0.46964 -0.53623 -0.73122

389 Lampiran 8. Lanjutan No. 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96

f’(xi) -0.66835 -0.33284 -0.46532 -0.55988 -0.82692 -0.08766 -0.08512 -0.05643 -0.51082 -0.20513 -0.94268 -0.51282 -0.45093 -0.00513 -0.00573 -0.94268

g’(xi) 5.03138E-27 5.75261E-26 2.35408E-27 2.34825E-27 1.54923E-24 5.14732E-25 8.61071E-25 3.74024E-26 5.00003E-27 1.97706E-26 3.41892E-26 9.36732E-24 8.3823E-26 4.36532E-26 1.16291E-26 1.16291E-26

q’(xi) 0.007279 0.00676 0.007826 0.007759 0.005496 0.005909 0.005784 0.006294 0.007199 0.007026 0.006292 0.004992 0.006377 0.006824 0.007168 0.007168

g’(xi)*θ -1.94661E-61 -1.94154E-60 8.41205E-64 6.09637E-64 1.75708E-55 6.91646E-56 1.27157E-55 -6.51886E-59 9.68936E-62 -5.24326E-61 -4.74117E-59 -3.58077E-54 1.12432E-56 -3.04158E-58 -2.59155E-61 -2.59155E-61

q’(xi)*λ 0.024299 0.022675 0.032856 0.024276 0.01838 0.023669 0.020882 0.031824 0.020806 0.027231 0.016174 0.014157 0.017145 0.028309 0.029735 0.029735

Ƞ -0.34012 -0.47208 -0.56771 -0.83468 -0.09316 -0.09103 -0.06222 -0.51711 -0.21233 -0.94971 -0.51911 -0.45592 -0.01151 -0.01255 -0.94985 -0.94985

390 Lampiran 9. Hasil Estimasi Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 The SAS System

19:36 Sunday, November 13, 2005

1

The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: TI Number of Observations Read Number of Observations Used

200 200

Analysis of Variance DF

Sum of Squares

Mean Square

20 176 196

0.12401 0.31179 0.43580

0.00620 0.00177

Root MSE Dependent Mean Coeff Var

0.04209 0.16174 26.02390

Source Model Error Corrected Total

R-Square Adj R-Sq

F Value

Pr > F

3.50

<.0001

0.2845 0.2032

Parameter Estimates Variable

DF

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

Intercept z1 z2 z3 z4 z5 z6 z7 z8 d5 d6 d7 d8 d9 d10 d11 d12 d13 d14 d15 d16

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0.19777 -0.00133 -0.02196 -0.00101 -0.01032 -0.01819 0.00271 -0.00070 0.00343 0.00006982 0.00123 -0.01538 -0.00143 -0.00383 0.00575 -0.00628 0.00735 0.00158 -0.00522 -0.00271 -0.00886

0.09820 0.00537 0.01714 0.00471 0.00486 0.01451 0.00861 0.00847 0.01146 0.00377 0.00477 0.00576 0.00351 0.00415 0.00515 0.00348 0.00424 0.00383 0.00363 0.00421 0.00339

2.01 -0.25 -1.28 -0.21 -2.12 -1.25 0.31 -0.83 0.30 0.02 0.26 -2.67 -0.41 -0.92 1.12 -1.80 1.74 0.41 -1.44 -0.65 -2.61

Pr > |t| 0.0455 0.8053 0.2018**** 0.8311 0.0351** 0.2118 0.7536 0.4070 0.7652 0.9853 0.7963 0.0082* 0.6828 0.3566 0.2657 0.0728*** 0.0845*** 0.6800 0.1544**** 0.5197 0.0098*

391 Lampiran 10. Hasil Estimasi Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 The SAS System

20:43 Sunday, November 13, 2005

2

The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: TI Number of Observations Read Number of Observations Used

96 96

Analysis of Variance Source

DF

Sum of Squares

Mean Square

Model Error Corrected Total

12 83 95

0.00765 0.03196 0.03961

0.00063760 0.00038502

Root MSE Dependent Mean Coeff Var

0.01962 0.06069 32.32903

R-Square Adj R-Sq

F Value

Pr > F

1.66

0.0921

0.1932 0.0765

Parameter Estimates Variable

DF

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

Intercept z1 z2 z3 z4 z5 z6 z7 z8 d9 d12 d13 d15

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

-0.03262 -0.01105 -0.00771 0.00730 -0.00029481 -0.00218 -0.01203 -0.00662 -0.00178 -0.00269 -0.00311 0.00165 -0.00047919

0.08047 0.00461 0.00459 0.00410 0.00441 0.00852 0.00638 0.00300 0.00718 0.00211 0.00237 0.00260 0.00359

-0.41 -2.40 -1.68 1.78 -0.07 -0.26 -1.89 -2.21 -0.25 -1.28 -1.31 0.63 -0.13

Pr > |t| 0.6863 0.0188** 0.0970*** 0.0785*** 0.9469 0.7988 0.0627*** 0.0301** 0.8045 0.2056**** 0.1935**** 0.5284 0.8942

392 Lampiran 11. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 The SAS System

17:55 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable

ris ris

Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var

DF

Sum of Squares

Mean Square

68 288 356

753.1320 61.84874 814.9808

11.07547 0.214753

0.46341 1.17344 39.49201

R-Square Adj R-Sq

F Value

Pr > F

51.57

<.0001

0.92411 0.90619

Parameter Estimates Variable Intercept Lnx1 Lnx2 Lnx3 Lnx4 Lnx5 Lnx6 Lnx7 Lnx8 Lnx9 Lnx10 Lnx1Lnx1 Lnx2Lnx2 Lnx3Lnx3 Lnx4Lnx4 Lnx5Lnx5 Lnx6Lnx6 Lnx7Lnx7 Lnx8Lnx8 Lnx9Lnx9 Lnx10Lnx10 Lnx1Lnx2 Lnx1Lnx3 Lnx1Lnx4 Lnx1Lnx5 Lnx1Lnx6

DF

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

4.457130 0.076095 0.307357 -0.01051 -0.03257 0.155200 -0.19589 0.108317 -0.00600 -0.05625 -0.34377 -0.03571 0.079697 0.000614 -0.03050 -0.01035 -0.00465 -0.00956 -0.07939 0.003665 0.025077 0.025238 -0.01400 -0.07976 0.044103 0.020941

0.798610 0.070889 0.079367 0.115497 0.117608 0.039930 0.130243 0.135260 0.119048 0.075976 0.165751 0.020940 0.072623 0.037209 0.041932 0.064946 0.011461 0.026641 0.065384 0.007288 0.041833 0.052300 0.035784 0.030662 0.062944 0.041228

5.58 1.07 3.87 -0.09 -0.28 3.89 -1.50 0.80 -0.05 -0.74 -2.07 -1.71 1.10 0.02 -0.73 -0.16 -0.41 -0.36 -1.21 0.50 0.60 0.48 -0.39 -2.60 0.70 0.51

Pr > |t| <.0001 0.2840 0.0002* 0.9276 0.7820 0.0002* 0.1330 0.4239 0.9598 0.4597 0.0390** 0.0892*** 0.2734 0.9868 0.4677 0.8735 0.6850 0.7198 0.2257 0.6154 0.5493 0.6298 0.6958 0.0098* 0.4841 0.6119

9

393 Lampiran 11. Lanjutan The SAS System

17:55 Sunday, November 13, 2005

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Parameter Estimates Variable

DF

Lnx1Lnx7 1 Lnx1Lnx8 1 Lnx1Lnx9 1 Lnx1Lnx10 1 Lnx2Lnx3 1 Lnx2Lnx4 1 Lnx2Lnx5 1 Lnx2Lnx6 1 Lnx2Lnx7 1 Lnx2Lnx8 1 Lnx2Lnx9 1 Lnx2Lnx10 1 Lnx3Lnx4 1 Lnx3Lnx5 1 Lnx3Lnx6 1 Lnx3Lnx7 1 Lnx3Lnx8 1 Lnx3Lnx9 1 Lnx3Lnx10 1 Lnx4Lnx5 1 Lnx4Lnx6 1 Lnx4Lnx7 1 Lnx4Lnx8 1 Lnx4Lnx9 1 Lnx4Lnx10 1 Lnx5Lnx6 1 Lnx5Lnx7 1 Lnx5Lnx8 1 Lnx5Lnx9 1 Lnx5Lnx10 1 Lnx6Lnx7 1 Lnx6Lnx8 1 Lnx6Lnx9 1 Lnx6Lnx10 1 Lnx7Lnx8 1 Lnx7Lnx9 1 Lnx7Lnx10 1 Lnx8Lnx9 1 Lnx8Lnx10 1 Lnx9Lnx10 1 NOTE: K-Class Estimation with K=1

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

-0.04658 -0.02271 -0.00182 0.114004 0.035488 0.004840 0.111005 -0.14787 -0.01177 0.094620 -0.03446 -0.01468 0.028373 -0.00964 0.110498 0.002058 -0.05398 -0.07048 -0.12523 0.027137 0.041228 -0.03871 0.022502 -0.01970 0.078846 -0.14280 0.026747 0.052158 0.050714 -0.05102 0.097413 -0.06369 0.015269 0.005652 0.058865 -0.02210 -0.08625 0.043709 0.040955 0.067197

0.049898 0.045355 0.027343 0.053012 0.059185 0.040714 0.092302 0.070426 0.084516 0.090755 0.046144 0.072872 0.050618 0.074506 0.051695 0.069924 0.044525 0.041453 0.066881 0.075801 0.056293 0.054665 0.052062 0.037210 0.053875 0.074699 0.070641 0.063547 0.058956 0.074769 0.042851 0.065041 0.035739 0.053732 0.073223 0.028379 0.061953 0.046377 0.044425 0.054287

-0.93 -0.50 -0.07 2.15 0.60 0.12 1.20 -2.10 -0.14 1.04 -0.75 -0.20 0.56 -0.13 2.14 0.03 -1.21 -1.70 -1.87 0.36 0.73 -0.71 0.43 -0.53 1.46 -1.91 0.38 0.82 0.86 -0.68 2.27 -0.98 0.43 0.11 0.80 -0.78 -1.39 0.94 0.92 1.24

Pr > |t| 0.3514 0.6170 0.9471 0.0323** 0.5492 0.9054 0.2301 0.0366** 0.8893 0.2980 0.4558 0.8404 0.5756 0.8971 0.0334** 0.9765 0.2263 0.0901*** 0.0622*** 0.7206 0.4645 0.4795 0.6659 0.5970 0.1444 0.0569*** 0.7052 0.4124 0.3904 0.4956 0.0237** 0.3283 0.6695 0.9163 0.4221 0.4368 0.1649 0.3467 0.3574 0.2168

10

394 Lampiran 12. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Produktivitas Usahatani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 The SAS System

20:54 Sunday, November 13, 2005

23

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable

ris ris

Analysis of Variance Source

DF

Sum of Squares

Mean Square

Model Error Corrected Total

65 30 95

11.25703 3.075216 14.33224

0.173185 0.102507

Root MSE Dependent Mean Coeff Var

0.32017 -0.32320 -99.06088

R-Square Adj R-Sq

F Value

Pr > F

1.69

0.0579

0.78543 0.32054

Parameter Estimates Variable Intercept Lnx1 Lnx2 Lnx3 Lnx4 Lnx5 Lnx6 Lnx7 Lnx8 Lnx9 Lnx10 Lnx1Lnx1 Lnx2Lnx2 Lnx3Lnx3 Lnx4Lnx4 Lnx5Lnx5 Lnx6Lnx6 Lnx7Lnx7 Lnx8Lnx8 Lnx9Lnx9 Lnx10Lnx10 Lnx1Lnx2 Lnx1Lnx3 Lnx1Lnx4 Lnx1Lnx5 Lnx1Lnx6

DF

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

64.35692 7.845167 2.159898 -2.59071 -0.56932 0.467364 -2.89443 -6.03607 -1.99497 -5.04151 -5.88375 -0.26952 0.279103 0.098150 0.166528 -0.35466 -0.02115 0.025071 -0.17272 0.117689 0.537915 0.071137 0.247626 -0.45109 0.873303 0.064270

43.55063 4.144426 0.726709 1.985165 2.928339 0.200952 2.585634 6.451783 3.346479 4.276340 5.310553 0.278295 0.141615 0.097048 0.192873 0.318320 0.016676 0.167264 0.283926 0.135469 0.273134 0.247823 0.264589 0.248713 0.540680 0.365817

1.48 1.89 2.97 -1.26 -0.19 2.33 -1.12 -0.94 -0.60 -1.18 -1.11 -0.97 1.97 1.01 0.86 -1.11 -1.27 0.15 -0.61 0.87 1.97 0.29 0.94 -1.81 1.62 0.18

Pr > |t| 0.1499 0.0680*** 0.0039** 0.0392** 0.8472 0.0225** 0.2718 0.3570 0.5556 0.2477 0.2767 0.3406 0.0580*** 0.3199 0.3948 0.2741 0.2143 0.8819 0.5476 0.3919 0.0582*** 0.7760 0.3568 0.0797*** 0.1167 0.8617

395 Lampiran 12. Lanjutan The SAS System

20:54 Sunday, November 13, 2005

24

The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Parameter Estimates Variable

DF

Lnx1Lnx7 1 Lnx1Lnx8 1 Lnx1Lnx9 1 Lnx1Lnx10 1 Lnx2Lnx3 1 Lnx2Lnx4 1 Lnx2Lnx5 1 Lnx2Lnx6 1 Lnx2Lnx7 1 Lnx2Lnx8 1 Lnx2Lnx9 1 Lnx2Lnx10 1 Lnx3Lnx4 1 Lnx3Lnx5 1 Lnx3Lnx6 1 Lnx3Lnx7 1 Lnx3Lnx8 1 Lnx3Lnx9 1 Lnx3Lnx10 1 Lnx4Lnx5 1 Lnx4Lnx6 1 Lnx4Lnx7 1 Lnx4Lnx8 1 Lnx4Lnx9 1 Lnx4Lnx10 1 Lnx5Lnx6 1 Lnx5Lnx7 1 Lnx5Lnx8 1 Lnx5Lnx9 1 Lnx5Lnx10 1 Lnx6Lnx7 1 Lnx6Lnx8 1 Lnx6Lnx9 1 Lnx6Lnx10 1 Lnx7Lnx8 1 Lnx7Lnx9 1 Lnx7Lnx10 1 Lnx8Lnx9 1 Lnx8Lnx10 1 Lnx9Lnx10 1 NOTE: K-Class Estimation with K=1

Parameter Estimate

Standard Error

t Value

-0.03578 0.135617 -0.81003 -0.08842 0.382827 -0.06276 -0.43666 -0.21914 -0.24319 -0.22059 0.552757 -0.35370 -0.17418 -0.43774 0.220667 0.004043 0.191057 -0.03975 -0.35664 0.623661 -0.25086 0.130134 -0.16839 0.099903 0.437167 0.125897 0.147882 0.377918 0.504492 1.070543 0.479106 -0.17116 0.116615 0.057174 0.117765 0.009611 0.206486 0.384975 0.169168 0.227445

0.430069 0.337293 0.360932 0.039470 0.127589 0.148220 0.310227 0.224651 0.315096 0.206169 0.245998 0.243337 0.147675 0.266289 0.200447 0.180298 0.246246 0.223809 0.161837 0.351330 0.240683 0.245174 0.227057 0.210265 0.206407 0.247976 0.461226 0.398450 0.419687 0.412229 0.265183 0.258687 0.262765 0.229256 0.246668 0.362980 0.442848 0.249540 0.266725 0.385225

-0.08 0.40 -2.24 -2.24 3.00 -0.42 -1.41 -0.98 -0.77 -1.07 2.25 -1.45 -1.18 -1.64 1.10 0.02 0.78 -0.18 -2.20 1.78 -1.04 0.53 -0.74 0.48 2.12 0.51 0.32 0.95 1.20 2.60 1.81 -0.66 0.44 0.25 0.48 0.03 0.47 1.54 0.63 0.59

Pr > |t| 0.9342 0.6905 0.0323** 0.0326** 0.0054* 0.6750 0.1695 0.3371 0.4463 0.2932 0.0322** 0.1565 0.2475 0.1106 0.2797 0.9823 0.4439 0.8602 0.0354** 0.0860*** 0.3056 0.5995 0.4641 0.6381 0.0426** 0.6154 0.7507 0.3505 0.2387 0.0144** 0.0808*** 0.5132 0.6604 0.8048 0.6365 0.9791 0.6444 0.1334 0.5307 0.5593

396 Lampiran 13. Prosedur Perhitungan Perilaku Risiko Terhadap Input Pupuk N (X2) pada Petani Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No.

UX2'

UX2''

UX2"'

q (xi)

rasio px2/py

1.3E-01

3.9E-01

g(xi)

U2'1

AR

DR

2.0E-01

-2.0E-01

-1.3E-44

-5.9E-57

1

1.2E-29

-2.6E-45

1.2E-57

2

4.5E-29

-6.7E-44

2.2E-55

3.4E-01

4.5E-01

4.1E-01

-4.1E-01

-1.6E-43

3

5.8E-29

-1.3E-43

5.8E-55

-2.0E-03

3.4E-01

5.9E-01

-5.9E-01

-2.1E-43

4

1.2E-29

-1.9E-45

6.6E-58

-2.8E-02

5.7E-01

2.0E-01

-2.0E-01

5

6.1E-29

-1.1E-43

4.3E-55

-5.3E-02

4.6E-01

5.9E-01

6

5.0E-29

-7.8E-44

2.6E-55

2.1E-02

4.5E-01

7

8.5E-29

-2.7E-43

1.8E-54

-9.1E-02

7.4E-01

8

6.0E-29

-1.2E-43

5.5E-55

3.4E-02

9

5.7E-29

-4.8E-44

8.6E-56

10

2.3E-29

-1.7E-44

11

5.8E-29

-1.4E-43

12

6.0E-29

13

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

6.1E-46

1.6E+01

2.8E+00

5.7E+00

1.7E-45

2.8E+00

-5.3E-55

5.5E-44

3.3E+00

1.7E-44

2.0E+01

3.3E+00

5.9E+00

-9.9E-55

-4.2E-46

2.3E+00

-1.8E-46

1.2E+01

2.3E+00

5.4E+00

-9.5E-45

-3.4E-57

-2.7E-46

4.7E+00

-5.8E-47

2.9E+01

4.7E+00

6.3E+00

-5.9E-01

-1.9E-43

-7.4E-55

-9.9E-45

3.5E+00

-2.9E-45

2.1E+01

3.5E+00

6.0E+00

5.7E-01

-5.7E-01

-1.4E-43

-4.5E-55

2.9E-45

3.4E+00

8.6E-46

2.0E+01

3.4E+00

6.0E+00

2.6E-01

-2.6E-01

-1.0E-42

-6.9E-54

-9.2E-44

7.3E+00

-1.3E-44

4.8E+01

7.3E+00

6.6E+00

3.6E-01

5.9E-01

-5.9E-01

-2.1E-43

-9.4E-55

7.2E-45

2.5E+00

2.9E-45

1.4E+01

2.5E+00

5.5E+00

-1.5E-01

3.4E-01

3.1E-01

-3.1E-01

-1.5E-43

-2.8E-55

-2.3E-44

2.4E+00

-1.0E-44

1.3E+01

2.4E+00

5.5E+00

2.8E-56

-8.7E-02

4.0E-01

2.6E-01

-2.6E-01

-6.5E-44

-1.0E-55

-5.6E-45

2.8E+00

-2.0E-45

1.6E+01

2.8E+00

5.7E+00

7.4E-55

6.2E-02

2.9E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-4.1E-43

-2.1E-54

2.5E-44

2.0E+00

1.3E-44

9.9E+00

2.0E+00

5.1E+00

-7.5E-44

2.0E-55

1.7E-01

4.5E-01

5.9E-01

-5.9E-01

-1.3E-43

-3.4E-55

2.1E-44

3.4E+00

6.2E-45

2.0E+01

3.4E+00

6.0E+00

1.1E-28

-1.1E-42

2.1E-53

-3.0E-02

2.9E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-3.1E-42

-6.3E-53

-9.2E-44

2.0E+00

-4.6E-44

1.0E+01

2.0E+00

5.1E+00

14

1.2E-28

-8.6E-43

1.3E-53

-9.6E-02

2.8E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-2.5E-42

-3.8E-53

-2.4E-43

1.9E+00

-1.3E-43

9.6E+00

1.9E+00

5.1E+00

15

2.2E-28

-1.7E-42

2.7E-53

-2.5E-01

4.7E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-4.8E-42

-7.9E-53

-1.2E-42

3.6E+00

-3.4E-43

2.1E+01

3.6E+00

6.0E+00

16

1.9E-28

-2.0E-42

4.5E-53

-2.7E-01

2.7E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-5.8E-42

-1.3E-52

-1.6E-42

1.8E+00

-8.6E-43

9.1E+00

1.8E+00

5.0E+00

17

6.3E-29

-9.4E-44

3.0E-55

3.0E-01

4.8E-01

5.6E-01

-5.6E-01

-1.7E-43

-5.4E-55

5.1E-44

3.6E+00

1.4E-44

2.2E+01

3.6E+00

6.0E+00

18

1.8E-29

-5.9E-45

4.1E-57

2.2E-01

5.5E-01

3.7E-01

-3.7E-01

-1.6E-44

-1.1E-56

3.5E-45

4.5E+00

7.8E-46

2.8E+01

4.5E+00

6.2E+00

19

1.8E-28

-1.8E-42

3.9E-53

-2.5E-01

2.8E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-5.3E-42

-1.2E-52

-1.3E-42

1.9E+00

-7.0E-43

9.6E+00

1.9E+00

5.1E+00

20

5.6E-29

-1.3E-43

6.2E-55

-5.1E-03

3.6E-01

3.2E-01

-3.2E-01

-4.0E-43

-2.0E-54

-2.1E-45

2.5E+00

-8.4E-46

1.4E+01

2.5E+00

5.5E+00

397 Lampiran 13. Lanjutan No.

UX2'

UX2''

UX2"'

g(xi)

q (xi)

rasio px2/py

U2'1

AR

DR

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

21

5.6E-29

-1.9E-43

1.4E-54

5.4E-03

4.3E-01

3.2E-01

-3.2E-01

-6.1E-43

-4.6E-54

5.4E-03

4.3E-01

3.3E-45

3.1E+00

1.1E-45

1.8E+01

22

4.9E-29

-1.5E-43

1.0E-54

1.3E-01

2.8E-01

3.3E-01

-3.3E-01

-4.5E-43

-3.0E-54

1.3E-01

2.8E-01

5.9E-44

1.9E+00

3.1E-44

9.6E+00

23

6.4E-29

-2.9E-43

2.9E-54

1.9E-02

3.1E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-8.6E-43

-8.6E-54

1.9E-02

3.1E-01

1.6E-44

2.1E+00

7.7E-45

1.1E+01

24

5.2E-29

-8.4E-44

2.9E-55

9.9E-02

2.6E-01

3.2E-01

-3.2E-01

-2.6E-43

-9.3E-55

9.9E-02

2.6E-01

2.6E-44

1.8E+00

1.4E-44

8.9E+00

25

5.5E-29

-1.3E-43

6.9E-55

1.9E-01

3.0E-01

3.2E-01

-3.2E-01

-4.2E-43

-2.2E-54

1.9E-01

3.0E-01

7.9E-44

2.0E+00

3.9E-44

1.1E+01

26

3.2E-29

-7.0E-44

3.3E-55

-1.8E-01

3.9E-01

3.2E-01

-3.2E-01

-2.2E-43

-1.0E-54

-1.8E-01

3.9E-01

-3.9E-44

2.7E+00

-1.4E-44

1.6E+01

27

7.5E-29

-1.7E-43

7.9E-55

1.2E-01

3.3E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-4.9E-43

-2.3E-54

1.2E-01

3.3E-01

5.8E-44

2.3E+00

2.5E-44

1.2E+01

28

6.7E-29

-1.1E-43

4.1E-55

1.2E-01

3.2E-01

3.3E-01

-3.3E-01

-3.5E-43

-1.3E-54

1.2E-01

3.2E-01

4.3E-44

2.2E+00

1.9E-44

1.2E+01

29

3.6E-29

-3.9E-44

9.1E-56

4.8E-01

3.5E-01

2.6E-01

-2.6E-01

-1.5E-43

-3.5E-55

4.8E-01

3.5E-01

7.2E-44

2.4E+00

3.0E-44

1.3E+01

30

9.0E-29

-4.1E-43

4.1E-54

4.2E-02

2.6E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-1.2E-42

-1.2E-53

4.2E-02

2.6E-01

5.1E-44

1.8E+00

2.8E-44

8.9E+00

31

5.7E-30

-1.1E-45

4.8E-58

-2.7E-01

3.4E-01

1.6E-01

-1.6E-01

-7.1E-45

-3.0E-57

-2.7E-01

3.4E-01

-1.9E-45

2.3E+00

-8.2E-46

1.3E+01

32

9.2E-29

-1.5E-43

5.6E-55

-2.6E-01

4.5E-01

3.1E-01

-3.1E-01

-5.0E-43

-1.8E-54

-2.6E-01

4.5E-01

-1.3E-43

3.4E+00

-3.8E-44

2.0E+01

33

6.1E-29

-9.5E-44

3.1E-55

3.7E-02

5.4E-01

3.2E-01

-3.2E-01

-2.9E-43

-9.8E-55

3.7E-02

5.4E-01

1.1E-44

4.3E+00

2.5E-45

2.7E+01

34

6.2E-29

-1.1E-43

3.9E-55

1.0E-01

3.7E-01

2.7E-01

-2.7E-01

-3.9E-43

-1.4E-54

1.0E-01

3.7E-01

4.0E-44

2.6E+00

1.5E-44

1.5E+01

35

5.9E-29

-5.9E-44

1.3E-55

5.4E-02

5.5E-01

2.8E-01

-2.8E-01

-2.1E-43

-4.5E-55

5.4E-02

5.5E-01

1.1E-44

4.5E+00

2.5E-45

2.8E+01

36

5.9E-29

-6.4E-44

1.5E-55

1.1E-02

5.3E-01

2.9E-01

-2.9E-01

-2.2E-43

-5.2E-55

1.1E-02

5.3E-01

2.4E-45

4.3E+00

5.6E-46

2.6E+01

37

1.6E-28

-1.1E-42

1.5E-53

-3.6E-02

3.3E-01

2.8E-01

-2.8E-01

-3.8E-42

-5.4E-53

-3.6E-02

3.3E-01

-1.4E-43

2.2E+00

-6.0E-44

1.2E+01

38

4.6E-29

-4.5E-44

9.5E-56

2.6E-03

4.5E-01

3.1E-01

-3.1E-01

-1.5E-43

-3.1E-55

2.6E-03

4.5E-01

3.7E-46

3.4E+00

1.1E-46

2.0E+01

39

6.9E-29

-8.1E-44

2.0E-55

1.2E-01

5.3E-01

3.1E-01

-3.1E-01

-2.6E-43

-6.6E-55

1.2E-01

5.3E-01

3.2E-44

4.2E+00

7.7E-45

2.6E+01

40

8.2E-29

-3.1E-43

2.6E-54

3.8E-03

4.1E-01

3.0E-01

-3.0E-01

-1.0E-42

-8.5E-54

3.8E-03

4.1E-01

3.9E-45

3.0E+00

1.3E-45

1.7E+01

398 Lampiran 13. Lanjutan No.

UX2'

UX2''

UX2"'

g(xi)

q (xi)

rasio px2/py

U2'1

AR

DR

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

41

8.7E-29

-3.0E-43

2.3E-54

1.9E-01

4.8E-01

1.9E-01

4.8E-01

-7.6E-43

-5.7E-54

1.4E-43

3.6E+00

4.0E-44

2.2E+01

3.6E+00

6.0E+00

42

1.5E-28

-1.0E-42

1.5E-53

-4.2E-01

4.7E-01

-4.2E-01

4.7E-01

-3.3E-42

-4.8E-53

-1.4E-42

3.5E+00

-4.0E-43

2.1E+01

3.5E+00

6.0E+00

43

2.6E-29

-1.6E-44

2.1E-56

-7.2E-01

4.8E-01

-7.2E-01

4.8E-01

-8.1E-44

-1.1E-55

-5.8E-44

3.7E+00

-1.6E-44

2.2E+01

3.7E+00

6.1E+00

44

1.2E-29

-5.3E-45

5.0E-57

4.1E-01

4.0E-01

4.1E-01

4.0E-01

-3.0E-44

-2.8E-56

1.2E-44

2.8E+00

4.3E-45

1.6E+01

2.8E+00

5.7E+00

45

2.4E-29

-1.9E-44

3.1E-56

3.3E-01

6.1E-01

3.3E-01

6.1E-01

-9.1E-44

-1.5E-55

3.0E-44

5.3E+00

5.6E-45

3.3E+01

5.3E+00

6.4E+00

46

4.3E-29

-3.6E-44

6.3E-56

3.4E-01

4.6E-01

3.4E-01

4.6E-01

-1.1E-43

-1.9E-55

3.6E-44

3.5E+00

1.0E-44

2.1E+01

3.5E+00

6.0E+00

47

8.0E-29

-2.2E-43

1.3E-54

4.2E-02

3.7E-01

4.2E-02

3.7E-01

-5.7E-43

-3.4E-54

2.4E-44

2.6E+00

9.3E-45

1.4E+01

2.6E+00

5.6E+00

48

3.3E-28

-1.9E-41

2.3E-51

-4.0E-01

3.4E-01

-4.0E-01

3.4E-01

-3.9E-41

-4.8E-51

-1.5E-41

2.3E+00

-6.7E-42

1.2E+01

2.3E+00

5.4E+00

49

3.9E-29

-3.1E-44

5.5E-56

1.7E-01

4.6E-01

1.7E-01

4.6E-01

-1.1E-43

-1.9E-55

1.8E-44

3.4E+00

5.3E-45

2.0E+01

3.4E+00

6.0E+00

50

2.1E-29

-1.5E-44

2.3E-56

-1.5E-01

4.0E-01

-1.5E-01

4.0E-01

-7.6E-44

-1.2E-55

-1.1E-44

2.8E+00

-3.9E-45

1.6E+01

2.8E+00

5.7E+00

51

1.1E-28

-3.8E-43

2.9E-54

1.5E-01

4.9E-01

1.5E-01

4.9E-01

-6.8E-43

-5.0E-54

1.0E-43

3.8E+00

2.6E-44

2.3E+01

3.8E+00

6.1E+00

52

5.2E-28

-2.0E-41

1.6E-51

2.6E-01

4.5E-01

2.6E-01

4.5E-01

-6.1E-41

-5.0E-51

1.6E-41

3.3E+00

4.7E-42

2.0E+01

3.3E+00

5.9E+00

53

7.0E-28

-1.4E-41

5.8E-52

-5.6E-02

6.2E-01

-5.6E-02

6.2E-01

-4.0E-41

-1.7E-51

-2.3E-42

5.4E+00

-4.2E-43

3.4E+01

5.4E+00

6.4E+00

54

7.7E-29

-1.9E-43

1.0E-54

-1.9E-02

4.8E-01

-1.9E-02

4.8E-01

-3.1E-43

-1.7E-54

-5.9E-45

3.6E+00

-1.6E-45

2.2E+01

3.6E+00

6.0E+00

55

4.3E-29

-3.6E-44

6.6E-56

5.2E-01

6.0E-01

5.2E-01

6.0E-01

-5.8E-44

-1.1E-55

3.0E-44

5.2E+00

5.8E-45

3.3E+01

5.2E+00

6.4E+00

56

5.0E-29

-4.1E-44

7.3E-56

9.6E-03

4.1E-01

9.6E-03

4.1E-01

-1.2E-43

-2.1E-55

1.2E-45

2.9E+00

4.0E-46

1.7E+01

2.9E+00

5.8E+00

57

6.7E-29

-2.4E-43

1.8E-54

2.3E-01

4.8E-01

2.3E-01

4.8E-01

-4.2E-43

-3.2E-54

9.8E-44

3.7E+00

2.7E-44

2.2E+01

3.7E+00

6.0E+00

58

3.7E-29

-4.1E-44

9.8E-56

3.0E-02

5.2E-01

3.0E-02

5.2E-01

-4.7E-44

-1.1E-55

1.4E-45

4.2E+00

3.3E-46

2.6E+01

4.2E+00

6.2E+00

59

6.9E-29

-4.9E-43

7.4E-54

3.2E-01

3.1E-01

3.2E-01

3.1E-01

-2.3E-42

-3.6E-53

7.5E-43

2.1E+00

3.6E-43

1.1E+01

2.1E+00

5.3E+00

60

2.5E-29

-1.2E-44

1.3E-56

3.8E-01

6.6E-01

3.8E-01

6.6E-01

-2.8E-44

-2.9E-56

1.0E-44

6.0E+00

1.7E-45

3.9E+01

6.0E+00

6.5E+00

399 Lampiran 13. Lanjutan No.

UX2'

UX2''

UX2"'

q (xi)

rasio px2/py

U2'1

AR

DR

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

-3.0E-02

9.2E-01

-3.4E-01

-2.8E-44

-2.8E-44

-2.8E-56

-8.6E-46

1.1E+01

-8.0E-47

7.3E+01

1.1E+01

6.8E+00

g(xi)

61

2.1E-29

-9.7E-45

9.6E-57

62

7.4E-30

-1.6E-45

7.3E-58

1.1E-01

4.7E-01

-3.2E-01

-5.0E-45

-5.0E-45

-2.3E-57

5.7E-46

3.5E+00

1.6E-46

2.1E+01

3.5E+00

6.0E+00

63

4.8E-29

-5.3E-44

1.3E-55

-2.2E-02

5.7E-01

-3.6E-01

-1.5E-43

-1.5E-43

-3.5E-55

-3.2E-45

4.8E+00

-6.7E-46

3.0E+01

4.8E+00

6.3E+00

64

3.3E-29

-2.2E-44

3.2E-56

8.8E-02

5.6E-01

-4.8E-01

-4.7E-44

-4.7E-44

-6.8E-56

4.1E-45

4.7E+00

8.8E-46

2.9E+01

4.7E+00

6.3E+00

65

4.8E-29

-5.3E-44

1.3E-55

-9.4E-02

5.3E-01

-4.1E-01

-1.3E-43

-1.3E-43

-3.1E-55

-1.2E-44

4.3E+00

-2.9E-45

2.6E+01

4.3E+00

6.2E+00

66

4.1E-29

-5.5E-44

1.6E-55

-4.2E-01

5.4E-01

-4.3E-01

-1.3E-43

-1.3E-43

-3.6E-55

-5.3E-44

4.4E+00

-1.2E-44

2.8E+01

4.4E+00

6.2E+00

67

4.8E-29

-5.4E-44

1.3E-55

-1.1E-01

5.0E-01

-4.4E-01

-1.2E-43

-1.2E-43

-2.9E-55

-1.4E-44

3.9E+00

-3.5E-45

2.4E+01

3.9E+00

6.1E+00

68

8.1E-29

-2.2E-43

1.3E-54

-3.9E-01

5.5E-01

-4.7E-01

-4.7E-43

-4.7E-43

-2.8E-54

-1.8E-43

4.5E+00

-4.1E-44

2.8E+01

4.5E+00

6.2E+00

69

2.0E-29

-2.9E-44

9.2E-56

4.1E-01

3.2E-01

-2.4E-01

-1.2E-43

-1.2E-43

-3.8E-55

4.9E-44

2.2E+00

2.3E-44

1.2E+01

2.2E+00

5.3E+00

70

1.0E-29

-1.2E-45

3.1E-58

1.4E-01

6.1E-01

-2.7E-01

-4.5E-45

-4.5E-45

-1.1E-57

6.4E-46

5.3E+00

1.2E-46

3.4E+01

5.3E+00

6.4E+00

71

9.2E-30

-3.3E-45

2.5E-57

2.5E-02

5.4E-01

-3.2E-01

-1.0E-44

-1.0E-44

-7.8E-57

2.6E-46

4.4E+00

6.0E-47

2.7E+01

4.4E+00

6.2E+00

72

5.7E-30

-1.2E-45

5.8E-58

1.9E-01

5.2E-01

-2.7E-01

-4.5E-45

-4.5E-45

-2.1E-57

8.7E-46

4.1E+00

2.1E-46

2.6E+01

4.1E+00

6.2E+00

73

5.3E-30

-1.5E-45

8.5E-58

-2.0E-02

5.4E-01

-2.8E-01

-5.1E-45

-5.1E-45

-3.0E-57

-1.0E-46

4.4E+00

-2.3E-47

2.8E+01

4.4E+00

6.2E+00

74

1.1E-29

-2.2E-45

9.6E-58

-1.3E-01

5.2E-01

-2.0E-01

-1.1E-44

-1.1E-44

-4.9E-57

-1.4E-45

4.1E+00

-3.5E-46

2.5E+01

4.1E+00

6.2E+00

75

1.4E-29

-3.2E-45

1.6E-57

-1.1E-01

5.3E-01

-4.6E-01

-7.0E-45

-7.0E-45

-3.5E-57

-7.4E-46

4.2E+00

-1.8E-46

2.6E+01

4.2E+00

6.2E+00

76

1.1E-29

-1.6E-45

5.1E-58

3.0E-02

5.1E-01

-2.0E-01

-8.3E-45

-8.3E-45

-2.6E-57

2.5E-46

4.0E+00

6.1E-47

2.5E+01

4.0E+00

6.1E+00

77

1.6E-29

-2.7E-45

9.4E-58

6.4E-02

4.2E-01

-9.5E-01

-2.8E-45

-2.8E-45

-9.9E-58

1.8E-46

3.1E+00

5.8E-47

1.8E+01

3.1E+00

5.8E+00

78

2.4E-29

-9.6E-45

8.2E-57

2.2E-01

5.2E-01

-5.2E-01

-1.9E-44

-1.9E-44

-1.6E-56

4.1E-45

4.2E+00

9.9E-46

2.6E+01

4.2E+00

6.2E+00

79

3.3E-29

-1.2E-44

9.4E-57

-2.4E-01

4.3E-01

-3.9E-01

-3.1E-44

-3.1E-44

-2.4E-56

-7.5E-45

3.1E+00

-2.4E-45

1.8E+01

3.1E+00

5.9E+00

80

4.2E-29

-2.0E-44

2.0E-56

1.4E-01

5.2E-01

-3.9E-01

-5.0E-44

-5.0E-44

-5.1E-56

7.2E-45

4.1E+00

1.8E-45

2.5E+01

4.1E+00

6.2E+00

400 Lampiran 13. Lanjutan No.

UX2'

UX2''

UX2"'

g(xi)

q (xi)

rasio px2/py

4.3E-01

4.5E-01

U2'1

AR

DR

7.6E-01

-7.6E-01

-6.2E-46

-9.9E-59

81

6.4E-30

-4.7E-46

7.5E-59

82

6.8E-30

-5.1E-46

8.3E-59

2.3E-01

4.5E-01

1.5E-01

-1.5E-01

-3.4E-45

83

5.8E-30

-5.3E-46

1.0E-58

-4.1E-01

5.2E-01

1.3E-01

-1.3E-01

-3.9E-45

84

2.1E-29

-1.1E-44

1.1E-56

-1.4E-02

4.8E-01

8.6E-01

-8.6E-01

85

1.0E-29

-9.4E-46

1.9E-58

-1.6E-01

5.1E-01

2.0E-01

86

5.6E-30

-2.6E-46

2.5E-59

4.0E-02

6.1E-01

87

7.1E-30

-2.9E-46

2.6E-59

6.6E-01

4.5E-01

88

1.4E-29

-1.8E-45

4.8E-58

-2.5E-01

89

7.7E-30

-3.1E-46

2.7E-59

90

8.5E-30

-4.9E-46

91

1.5E-29

-1.5E-45

92

4.8E-29

93

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

8.0E-47

2.0E+01

3.4E+00

6.0E+00

2.7E-46

3.4E+00

-5.5E-58

7.9E-46

3.4E+00

2.3E-46

2.0E+01

3.4E+00

6.0E+00

-7.7E-58

-1.6E-45

4.1E+00

-4.0E-46

2.5E+01

4.1E+00

6.2E+00

-1.2E-44

-1.3E-56

-1.8E-46

3.6E+00

-4.8E-47

2.2E+01

3.6E+00

6.0E+00

-2.0E-01

-4.8E-45

-9.7E-58

-7.8E-46

3.9E+00

-2.0E-46

2.4E+01

3.9E+00

6.1E+00

2.3E-01

-2.3E-01

-1.1E-45

-1.1E-58

4.4E-47

5.3E+00

8.3E-48

3.4E+01

5.3E+00

6.4E+00

4.6E-01

-4.6E-01

-6.3E-46

-5.6E-59

4.2E-46

3.3E+00

1.3E-46

2.0E+01

3.3E+00

5.9E+00

5.5E-01

8.3E-01

-8.3E-01

-2.1E-45

-5.8E-58

-5.4E-46

4.4E+00

-1.2E-46

2.8E+01

4.4E+00

6.2E+00

1.7E-01

4.6E-01

8.3E-01

-8.3E-01

-3.7E-46

-3.2E-59

6.2E-47

3.5E+00

1.8E-47

2.1E+01

3.5E+00

6.0E+00

6.2E-59

-5.0E-01

4.8E-01

4.6E-01

-4.6E-01

-1.1E-45

-1.3E-58

-5.4E-46

3.7E+00

-1.5E-46

2.2E+01

3.7E+00

6.1E+00

3.4E-58

-8.7E-02

6.4E-01

7.2E-01

-7.2E-01

-2.1E-45

-4.7E-58

-1.8E-46

5.7E+00

-3.2E-47

3.6E+01

5.7E+00

6.4E+00

-1.9E-44

1.6E-56

4.1E-01

6.1E-01

7.2E-01

-7.2E-01

-2.6E-44

-2.1E-56

1.1E-44

5.3E+00

2.0E-45

3.4E+01

5.3E+00

6.4E+00

5.7E-29

-1.1E-44

4.2E-57

4.1E-02

8.0E-01

1.5E-01

-1.5E-01

-7.0E-44

-2.8E-56

2.9E-45

8.5E+00

3.4E-46

5.6E+01

8.5E+00

6.7E+00

94

1.5E-29

-1.3E-45

2.5E-58

-3.9E-03

5.6E-01

1.4E+00

-1.4E+00

-9.6E-46

-1.8E-58

-3.7E-48

4.6E+00

-8.1E-49

2.9E+01

4.6E+00

6.3E+00

95

1.4E-29

-2.5E-45

9.4E-58

-3.8E-02

3.3E-01

6.3E-01

-6.3E-01

-4.0E-45

-1.5E-57

-1.5E-46

2.2E+00

-6.8E-47

1.2E+01

2.2E+00

5.4E+00

96

1.5E-29

-2.2E-45

7.0E-58

-2.7E-01

5.2E-01

2.3E-01

-2.3E-01

-9.7E-45

-3.0E-57

-2.6E-45

4.1E+00

-6.4E-46

2.5E+01

4.1E+00

6.2E+00

97

8.8E-30

-1.3E-45

4.2E-58

7.4E-01

5.5E-01

1.3E+00

-1.3E+00

-9.9E-46

-3.2E-58

7.4E-46

4.5E+00

1.7E-46

2.8E+01

4.5E+00

6.2E+00

98

1.6E-29

-3.2E-45

1.3E-57

8.2E-01

6.5E-01

3.0E-01

-3.0E-01

-1.0E-44

-4.4E-57

8.5E-45

5.9E+00

1.4E-45

3.8E+01

5.9E+00

6.5E+00

99

2.8E-29

-6.8E-45

3.6E-57

4.9E-01

5.8E-01

3.8E-01

-3.8E-01

-1.8E-44

-9.3E-57

8.7E-45

4.9E+00

1.8E-45

3.1E+01

4.9E+00

6.3E+00

100

2.8E-29

-6.8E-45

3.6E-57

-8.7E-03

7.4E-01

3.4E-01

-3.4E-01

-2.0E-44

-1.0E-56

-1.7E-46

7.3E+00

-2.4E-47

4.8E+01

7.3E+00

6.6E+00

401 Lampiran 13. Lanjutan UX2"'

g(xi)

q (xi)

rasio px2/py

U2'1

AR

DR

-7.6E-44

3.4E-55

3.4E-01

6.4E-01

-1.2E+00

-6.4E-44

-6.4E-44

-2.8E-55

8.1E-30

-8.8E-46

2.1E-58

2.2E-01

6.3E-01

-1.8E-01

-4.8E-45

-4.8E-45

1.1E-29

-1.3E-45

3.7E-58

-3.7E-01

6.0E-01

-3.6E-01

-3.7E-45

-3.7E-45

104

8.5E-30

-1.7E-45

7.0E-58

-1.1E+00

5.3E-01

-1.4E-01

-1.2E-44

105

1.0E-28

-1.8E-43

6.6E-55

-1.8E-01

6.2E-01

-2.4E-01

106

4.7E-29

-5.2E-44

1.3E-55

8.1E-02

4.2E-01

107

1.3E-29

-1.2E-45

2.2E-58

-1.3E+00

4.9E-01

108

1.0E-29

-6.8E-46

1.0E-58

-1.1E-03

109

2.6E-28

-4.6E-42

1.7E-52

110

9.5E-30

-6.5E-46

111

1.5E-29

-4.9E-45

112

2.6E-29

113

No.

UX2'

101

3.7E-29

102 103

UX2''

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

3.8E-45

3.7E+01

5.7E+00

6.4E+00

2.2E-44

5.7E+00

-1.1E-57

1.1E-45

5.6E+00

1.9E-46

3.6E+01

5.6E+00

6.4E+00

-1.0E-57

-1.4E-45

5.2E+00

-2.7E-46

3.3E+01

5.2E+00

6.4E+00

-1.2E-44

-5.1E-57

-1.3E-44

4.3E+00

-3.1E-45

2.7E+01

4.3E+00

6.2E+00

-7.5E-43

-7.5E-43

-2.8E-54

-1.3E-43

5.5E+00

-2.4E-44

3.5E+01

5.5E+00

6.4E+00

-1.9E-01

-2.7E-43

-2.7E-43

-6.5E-55

2.2E-44

3.1E+00

7.2E-45

1.8E+01

3.1E+00

5.8E+00

-4.6E-01

-2.5E-45

-2.5E-45

-4.8E-58

-3.3E-45

3.8E+00

-8.7E-46

2.3E+01

3.8E+00

6.1E+00

5.3E-01

-1.0E+00

-6.9E-46

-6.9E-46

-1.0E-58

-7.4E-49

4.3E+00

-1.7E-49

2.7E+01

4.3E+00

6.2E+00

2.8E-01

6.6E-01

-7.2E-01

-6.3E-42

-6.3E-42

-2.3E-52

1.8E-42

6.1E+00

2.9E-43

3.9E+01

6.1E+00

6.5E+00

9.5E-59

5.0E-01

5.4E-01

-5.5E-01

-1.2E-45

-1.2E-45

-1.7E-58

6.0E-46

4.4E+00

1.4E-46

2.7E+01

4.4E+00

6.2E+00

3.3E-57

-4.3E-02

5.0E-01

-1.7E-01

-2.8E-44

-2.8E-44

-1.9E-56

-1.2E-45

3.8E+00

-3.1E-46

2.3E+01

3.8E+00

6.1E+00

-2.7E-44

6.2E-56

-3.9E-01

3.7E-01

-1.7E-01

-1.6E-43

-1.6E-43

-3.7E-55

-6.4E-44

2.6E+00

-2.5E-44

1.4E+01

2.6E+00

5.6E+00

8.8E-29

-9.0E-44

2.0E-55

2.6E-01

5.9E-01

-1.1E-01

-8.1E-43

-8.1E-43

-1.8E-54

2.1E-43

5.0E+00

4.2E-44

3.2E+01

5.0E+00

6.3E+00

114

3.4E-29

-1.6E-44

1.6E-56

3.5E-01

3.8E-01

-2.2E-01

-7.3E-44

-7.3E-44

-7.3E-56

2.5E-44

2.7E+00

9.5E-45

1.5E+01

2.7E+00

5.7E+00

115

4.8E-29

-5.2E-44

1.2E-55

-4.4E-02

4.5E-01

-1.8E-01

-2.9E-43

-2.9E-43

-6.9E-55

-1.3E-44

3.4E+00

-3.8E-45

2.0E+01

3.4E+00

5.9E+00

116

2.0E-29

-1.2E-45

1.6E-58

-1.9E-01

7.6E-01

-1.1E-01

-1.1E-44

-1.1E-44

-1.5E-57

-2.1E-45

7.7E+00

-2.7E-46

5.1E+01

7.7E+00

6.6E+00

117

7.7E-30

-6.6E-46

1.2E-58

-4.6E-03

5.6E-01

-3.6E-01

-1.8E-45

-1.8E-45

-3.3E-58

-8.2E-48

4.6E+00

-1.8E-48

2.9E+01

4.6E+00

6.3E+00

118

1.8E-29

-5.4E-45

3.6E-57

8.7E-01

5.4E-01

-2.1E-01

-2.6E-44

-2.6E-44

-1.7E-56

2.3E-44

4.4E+00

5.2E-45

2.7E+01

4.4E+00

6.2E+00

119

1.7E-29

-4.2E-45

2.2E-57

-3.1E-01

4.9E-01

-4.0E-01

-1.1E-44

-1.1E-44

-5.6E-57

-3.3E-45

3.8E+00

-8.5E-46

2.3E+01

3.8E+00

6.1E+00

120

8.1E-29

-2.8E-44

2.0E-56

-2.2E-01

7.9E-01

-1.1E-01

-2.5E-43

-2.5E-43

-1.8E-55

-5.4E-44

8.2E+00

-6.5E-45

5.5E+01

8.2E+00

6.6E+00

402

Lampiran 13. Lanjutan q (xi)

rasio px2/py

-2.7E-01

4.5E-01

2.5E-56

-8.2E-01

-1.8E-44

3.0E-56

3.7E-29

-3.4E-45

3.7E-29

-3.4E-45

126

7.5E-30

127

No.

UX2'

UX2''

UX2"'

121

1.0E-28

-4.6E-43

4.5E-54

122

3.5E-29

-2.0E-44

123

2.3E-29

124 125

g(xi)

U2'1

AR

DR

θ1

3.4E-01

-3.4E-01

-1.4E-42

-1.3E-53

-2.7E-01

6.4E-01

1.8E-01

-1.8E-01

-1.1E-43

-1.4E-55

3.4E-01

4.8E-01

3.7E-01

-3.7E-01

-4.8E-44

-8.0E-56

7.0E-58

5.4E-02

6.9E-01

1.7E-01

-1.7E-01

-2.0E-44

7.0E-58

-1.1E-01

7.8E-01

4.8E-01

-4.8E-01

-7.1E-45

-5.8E-46

9.7E-59

-1.8E-01

5.0E-01

2.0E-01

-2.0E-01

6.5E-30

-8.4E-46

2.4E-58

-1.6E-01

4.3E-01

3.5E-01

128

1.1E-29

-8.0E-46

1.2E-58

1.1E-01

6.1E-01

129

9.9E-30

-7.5E-46

1.2E-58

-4.9E-01

5.1E-01

130

1.1E-28

-3.3E-43

2.2E-54

-1.8E-01

131

8.4E-29

-6.1E-44

9.6E-56

132

9.0E-30

-2.1E-46

133

1.3E-29

-1.1E-45

134

2.5E-29

135

θ2

θ

λ1

λ2

λ

4.5E-01

-3.7E-43

3.3E+00

-1.1E-43

2.0E+01

-8.2E-01

6.4E-01

-8.9E-44

5.8E+00

-1.6E-44

3.7E+01

3.4E-01

4.8E-01

1.6E-44

3.6E+00

4.4E-45

2.2E+01

-4.0E-57

5.4E-02

6.9E-01

1.1E-45

6.4E+00

1.7E-46

4.2E+01

-1.4E-57

-1.1E-01

7.8E-01

-7.5E-46

8.0E+00

-9.4E-47

5.3E+01

-2.9E-45

-4.9E-58

-1.8E-01

5.0E-01

-5.2E-46

3.9E+00

-1.3E-46

2.4E+01

-3.5E-01

-2.4E-45

-6.7E-58

-1.6E-01

4.3E-01

-3.9E-46

3.2E+00

-1.2E-46

1.9E+01

3.0E-01

-3.0E-01

-2.7E-45

-4.1E-58

1.1E-01

6.1E-01

2.9E-46

5.2E+00

5.6E-47

3.3E+01

1.1E-01

-1.1E-01

-6.7E-45

-1.1E-57

-4.9E-01

5.1E-01

-3.3E-45

4.0E+00

-8.3E-46

2.4E+01

5.8E-01

2.2E-01

-2.2E-01

-1.5E-42

-9.7E-54

-1.8E-01

5.8E-01

-2.6E-43

4.9E+00

-5.3E-44

3.1E+01

-1.6E-01

7.5E-01

1.1E-01

-1.1E-01

-5.5E-43

-8.6E-55

-1.6E-01

7.5E-01

-8.7E-44

7.6E+00

-1.1E-44

5.0E+01

1.1E-59

-9.2E-02

7.9E-01

1.1E-01

-1.1E-01

-1.9E-45

-9.9E-59

-9.2E-02

7.9E-01

-1.8E-46

8.1E+00

-2.2E-47

5.4E+01

1.9E-58

-1.5E-01

5.5E-01

1.3E-01

-1.3E-01

-8.3E-45

-1.5E-57

-1.5E-01

5.5E-01

-1.3E-45

4.5E+00

-2.8E-46

2.8E+01

-5.7E-45

2.8E-57

-3.3E-01

4.7E-01

1.7E-01

-1.7E-01

-3.4E-44

-1.7E-56

-3.3E-01

4.7E-01

-1.1E-44

3.6E+00

-3.2E-45

2.2E+01

3.4E-29

-9.5E-45

5.8E-57

-2.7E-01

4.8E-01

1.9E-01

-1.9E-01

-5.1E-44

-3.1E-56

-2.7E-01

4.8E-01

-1.4E-44

3.7E+00

-3.7E-45

2.2E+01

136

8.5E-30

-3.4E-46

3.0E-59

2.5E-01

4.4E-01

1.4E-01

-1.4E-01

-2.4E-45

-2.1E-58

2.5E-01

4.4E-01

6.1E-46

3.2E+00

1.9E-46

1.9E+01

137

4.7E-29

-5.0E-44

1.1E-55

-1.9E-01

4.3E-01

1.1E-01

-1.1E-01

-4.5E-43

-1.0E-54

-1.9E-01

4.3E-01

-8.4E-44

3.2E+00

-2.6E-44

1.9E+01

138

1.9E-29

-6.5E-45

5.0E-57

3.7E-01

3.9E-01

1.6E-01

-1.6E-01

-4.1E-44

-3.1E-56

3.7E-01

3.9E-01

1.5E-44

2.7E+00

5.6E-45

1.5E+01

139

3.7E-29

-4.2E-44

1.0E-55

-5.8E-01

4.1E-01

1.5E-01

-1.5E-01

-2.8E-43

-6.9E-55

-5.8E-01

4.1E-01

-1.6E-43

3.0E+00

-5.4E-44

1.7E+01

140

1.7E-29

-1.5E-44

2.6E-56

2.1E-01

4.9E-01

1.5E-01

-1.5E-01

-9.5E-44

-1.7E-55

2.1E-01

4.9E-01

2.1E-44

3.8E+00

5.4E-45

2.3E+01

403 Lampiran 13. Lanjutan UX2"'

g(xi)

q (xi)

rasio px2/py

-7.9E-46

1.4E-58

3.2E-01

4.4E-01

2.1E-29

-3.3E-45

1.1E-57

-5.2E-01

3.6E-29

-2.0E-44

2.5E-56

-3.6E-01

144

1.1E-29

-3.6E-46

2.5E-59

145

1.8E-29

-4.4E-45

146

1.0E-29

147

2.1E-29

148

No.

UX2'

141

9.5E-30

142 143

UX2''

U2'1

AR

DR

θ1

θ2

1.8E-01

-1.8E-01

-4.3E-45

-7.7E-58

1.4E-45

3.2E+00

5.6E-01

1.6E-01

-1.6E-01

-2.1E-44

-7.2E-57

-1.1E-44

5.1E-01

2.0E-01

-2.0E-01

-1.0E-43

-1.2E-55

-3.7E-44

7.6E-01

6.2E-01

2.5E-01

-2.5E-01

-1.4E-45

-9.9E-59

2.3E-57

1.8E-01

5.6E-01

1.6E-01

-1.6E-01

-2.8E-44

-4.5E-46

4.3E-59

-1.1E-01

6.0E-01

1.8E-01

-1.8E-01

-3.8E-45

1.5E-57

-3.2E-01

6.3E-01

4.2E-01

-4.2E-01

1.0E-29

-3.3E-46

2.3E-59

2.3E-02

5.5E-01

3.4E-01

149

1.1E-29

-2.9E-46

1.6E-59

-1.2E-01

5.9E-01

150

1.2E-29

-1.9E-44

6.7E-56

-2.7E-01

151

2.2E-29

-3.9E-44

1.5E-55

-8.2E-02

152

1.3E-29

-3.6E-45

2.1E-57

153

5.8E-28

-4.1E-41

154

2.0E-29

155

1.1E-29

156

θ

λ1

λ2

λ

4.2E-46

1.9E+01

3.2E+00

5.9E+00

4.6E+00

-2.4E-45

2.9E+01

4.6E+00

6.3E+00

4.0E+00

-9.1E-45

2.5E+01

4.0E+00

6.1E+00

1.1E-45

5.4E+00

2.0E-46

3.4E+01

5.4E+00

6.4E+00

-1.5E-56

4.9E-45

4.6E+00

1.1E-45

2.9E+01

4.6E+00

6.3E+00

-2.5E-45

-2.4E-58

-2.9E-46

5.1E+00

-5.7E-47

3.2E+01

5.1E+00

6.3E+00

-9.1E-45

-3.5E-57

-2.9E-45

5.6E+00

-5.3E-46

3.6E+01

5.6E+00

6.4E+00

-3.4E-01

-9.7E-46

-6.7E-59

2.2E-47

4.5E+00

4.9E-48

2.8E+01

4.5E+00

6.2E+00

2.3E-01

-2.3E-01

-1.2E-45

-7.0E-59

-1.4E-46

5.0E+00

-2.9E-47

3.2E+01

5.0E+00

6.3E+00

4.7E-01

1.8E-01

-1.8E-01

-1.0E-43

-3.6E-55

-2.9E-44

3.6E+00

-8.0E-45

2.1E+01

3.6E+00

6.0E+00

4.4E-01

1.3E-01

-1.3E-01

-2.9E-43

-1.1E-54

-2.4E-44

3.2E+00

-7.3E-45

1.9E+01

3.2E+00

5.9E+00

-2.6E-01

4.6E-01

1.8E-01

-1.8E-01

-2.0E-44

-1.2E-56

-5.2E-45

3.4E+00

-1.5E-45

2.0E+01

3.4E+00

6.0E+00

6.2E-51

-8.6E-02

8.2E-01

2.2E-01

-2.2E-01

-1.9E-40

-2.8E-50

-1.6E-41

8.7E+00

-1.8E-42

5.8E+01

8.7E+00

6.7E+00

-2.3E-44

5.4E-56

-4.9E-01

4.8E-01

1.5E-01

-1.5E-01

-1.5E-43

-3.7E-55

-7.6E-44

3.6E+00

-2.1E-44

2.2E+01

3.6E+00

6.0E+00

-2.5E-44

1.3E-55

3.0E-01

4.8E-01

2.2E-01

-2.2E-01

-1.2E-43

-5.9E-55

3.5E-44

3.6E+00

9.5E-45

2.2E+01

3.6E+00

6.0E+00

6.9E-30

-7.4E-46

1.7E-58

8.3E-02

5.2E-01

1.8E-01

-1.8E-01

-4.2E-45

-9.6E-58

3.4E-46

4.2E+00

8.3E-47

2.6E+01

4.2E+00

6.2E+00

157

1.4E-28

-2.7E-42

1.1E-52

6.9E-02

5.3E-01

2.2E-01

-2.2E-01

-1.2E-41

-5.1E-52

8.3E-43

4.3E+00

1.9E-43

2.6E+01

4.3E+00

6.2E+00

158

7.1E-30

-9.7E-46

2.9E-58

-1.6E-01

4.9E-01

1.8E-01

-1.8E-01

-5.4E-45

-1.6E-57

-8.5E-46

3.7E+00

-2.3E-46

2.3E+01

3.7E+00

6.1E+00

159

3.0E-29

-7.0E-44

3.5E-55

-3.9E-01

5.2E-01

1.4E-01

-1.4E-01

-5.1E-43

-2.5E-54

-2.0E-43

4.1E+00

-4.8E-44

2.5E+01

4.1E+00

6.2E+00

160

1.4E-29

-1.2E-44

2.2E-56

-4.5E-01

4.5E-01

1.7E-01

-1.7E-01

-6.9E-44

-1.3E-55

-3.1E-44

3.4E+00

-9.4E-45

2.0E+01

3.4E+00

5.9E+00

404 Lampiran 13. Lanjutan UX2"'

g(xi)

q (xi)

rasio px2/py

-9.0E-44

3.8E-55

6.2E-01

5.6E-01

2.5E-28

-5.6E-42

2.7E-52

8.3E-02

1.0E-28

-4.5E-43

4.3E-54

-4.8E-01

164

2.1E-28

-2.8E-42

8.0E-53

165

3.1E-28

-2.9E-42

166

1.8E-28

167

2.4E-29

168

No.

UX2'

161

4.7E-29

162 163

UX2''

U2'1

AR

DR

3.0E-01

-3.0E-01

-3.0E-43

-1.3E-54

4.6E-01

2.5E-01

-2.5E-01

-2.3E-41

5.0E-01

2.8E-01

-2.8E-01

-1.6E-42

-3.2E-01

4.4E-01

2.6E-01

-2.6E-01

6.1E-53

4.1E-01

4.6E-01

4.3E-02

-2.4E-42

7.1E-53

-2.2E-01

4.8E-01

-1.8E-44

2.9E-56

1.9E-02

4.5E-01

5.9E-29

-1.4E-43

6.6E-55

2.8E-01

169

2.7E-29

-1.2E-44

1.1E-56

170

1.9E-29

-4.5E-45

171

5.8E-29

-2.2E-43

172

3.5E-28

173

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

4.0E-44

2.9E+01

4.7E+00

6.3E+00

1.9E-43

4.7E+00

-1.1E-51

1.9E-42

3.4E+00

5.6E-43

2.0E+01

3.4E+00

6.0E+00

-1.5E-53

-7.7E-43

3.9E+00

-2.0E-43

2.4E+01

3.9E+00

6.1E+00

-1.1E-41

-3.1E-52

-3.5E-42

3.3E+00

-1.1E-42

1.9E+01

3.3E+00

5.9E+00

-4.3E-02

-6.8E-41

-1.4E-51

2.8E-41

3.5E+00

8.1E-42

2.1E+01

3.5E+00

6.0E+00

2.6E-01

-2.6E-01

-9.5E-42

-2.8E-52

-2.1E-42

3.7E+00

-5.8E-43

2.2E+01

3.7E+00

6.0E+00

3.9E-01

-3.9E-01

-4.6E-44

-7.4E-56

8.7E-46

3.4E+00

2.6E-46

2.0E+01

3.4E+00

5.9E+00

4.0E-01

2.0E-01

-2.0E-01

-6.9E-43

-3.4E-54

1.9E-43

2.9E+00

6.6E-44

1.7E+01

2.9E+00

5.7E+00

-2.2E-01

5.1E-01

1.7E-01

-1.7E-01

-7.0E-44

-6.7E-56

-1.5E-44

4.0E+00

-3.9E-45

2.5E+01

4.0E+00

6.1E+00

2.4E-57

-1.7E-01

5.0E-01

1.9E-01

-1.9E-01

-2.3E-44

-1.2E-56

-4.0E-45

3.9E+00

-1.0E-45

2.4E+01

3.9E+00

6.1E+00

1.7E-54

2.3E-01

4.5E-01

2.0E-01

-2.0E-01

-1.1E-42

-8.7E-54

2.5E-43

3.3E+00

7.5E-44

1.9E+01

3.3E+00

5.9E+00

-5.1E-42

1.6E-52

4.5E-01

6.2E-01

2.4E-01

-2.4E-01

-2.1E-41

-6.8E-52

9.6E-42

5.4E+00

1.8E-42

3.4E+01

5.4E+00

6.4E+00

1.0E-28

-4.2E-43

3.8E-54

2.5E-02

5.0E-01

1.2E-01

-1.2E-01

-3.5E-42

-3.1E-53

8.7E-44

3.9E+00

2.2E-44

2.4E+01

3.9E+00

6.1E+00

174

7.7E-28

-2.5E-41

1.7E-51

8.3E-02

6.0E-01

3.8E-01

-3.8E-01

-6.6E-41

-4.6E-51

5.5E-42

5.2E+00

1.1E-42

3.3E+01

5.2E+00

6.4E+00

175

7.6E-29

-2.4E-43

1.6E-54

-1.2E-02

6.1E-01

4.0E-01

-4.0E-01

-6.0E-43

-4.0E-54

-7.0E-45

5.3E+00

-1.3E-45

3.4E+01

5.3E+00

6.4E+00

176

6.8E-28

-2.3E-41

1.6E-51

2.4E-01

6.2E-01

9.2E-01

-9.2E-01

-2.5E-41

-1.8E-51

5.9E-42

5.5E+00

1.1E-42

3.5E+01

5.5E+00

6.4E+00

177

1.6E-28

-7.9E-43

8.2E-54

4.8E-02

4.5E-01

1.3E-01

-1.3E-01

-6.2E-42

-6.5E-53

3.0E-43

3.3E+00

9.0E-44

2.0E+01

3.3E+00

5.9E+00

178

3.4E-29

-3.9E-44

9.6E-56

-6.8E-02

3.9E-01

1.5E-01

-1.5E-01

-2.6E-43

-6.3E-55

-1.7E-44

2.7E+00

-6.4E-45

1.5E+01

2.7E+00

5.7E+00

179

6.0E-29

-1.3E-43

5.9E-55

5.0E-01

5.4E-01

3.7E-01

-3.7E-01

-3.4E-43

-1.6E-54

1.7E-43

4.4E+00

3.9E-44

2.7E+01

4.4E+00

6.2E+00

180

1.7E-29

-1.1E-44

1.4E-56

-9.1E-02

3.4E-01

1.2E-01

-1.2E-01

-8.5E-44

-1.1E-55

-7.7E-45

2.4E+00

-3.3E-45

1.3E+01

2.4E+00

5.5E+00

405 Lampiran 13. Lanjutan q (xi)

rasio px2/py

-2.0E-04

4.0E-01

4.4E-50

-8.6E-01

5.9E-51

1.7E-01

-2.2E-45

9.0E-58

2.6E-28

-2.0E-42

3.4E-53

186

1.7E-28

-2.5E-42

187

5.8E-29

-4.1E-44

188

1.1E-29

189

No.

UX2'

UX2''

UX2"'

181

3.8E-29

-4.5E-44

1.1E-55

182

1.2E-27

-1.5E-40

183

7.4E-28

-4.5E-41

184

1.1E-29

185

g(xi)

U2'1

AR

DR

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

3.3E-01

-3.3E-01

-1.3E-43

-3.4E-55

-2.7E-47

2.9E+00

-9.5E-48

1.6E+01

2.9E+00

5.7E+00

5.7E-01

6.4E-01

-6.4E-01

-2.4E-40

-6.9E-50

-2.1E-40

4.7E+00

-4.4E-41

3.0E+01

4.7E+00

6.3E+00

3.9E-01

4.5E-01

-4.5E-01

-1.0E-40

-1.3E-50

1.8E-41

2.8E+00

6.3E-42

1.6E+01

2.8E+00

5.7E+00

-7.8E-02

4.8E-01

1.4E-01

-1.4E-01

-1.5E-44

-6.5E-57

-1.2E-45

3.6E+00

-3.3E-46

2.2E+01

3.6E+00

6.0E+00

1.1E-01

6.1E-01

3.8E-01

-3.8E-01

-5.4E-42

-9.0E-53

5.9E-43

5.3E+00

1.1E-43

3.4E+01

5.3E+00

6.4E+00

8.1E-53

5.8E-01

5.3E-01

3.2E-01

-3.2E-01

-7.8E-42

-2.5E-52

4.5E-42

4.3E+00

1.0E-42

2.7E+01

4.3E+00

6.2E+00

6.2E-56

-2.2E-02

4.2E-01

3.8E-01

-3.8E-01

-1.1E-43

-1.6E-55

-2.3E-45

3.0E+00

-7.7E-46

1.7E+01

3.0E+00

5.8E+00

-1.6E-45

5.3E-58

1.6E-02

3.8E-01

2.6E-01

-2.6E-01

-6.4E-45

-2.1E-57

1.0E-46

2.7E+00

3.9E-47

1.5E+01

2.7E+00

5.7E+00

8.9E-29

-6.7E-43

1.1E-53

-1.6E-01

5.1E-01

1.8E-01

-1.8E-01

-3.6E-42

-5.9E-53

-6.0E-43

4.0E+00

-1.5E-43

2.4E+01

4.0E+00

6.1E+00

190

9.2E-29

-1.1E-43

3.0E-55

-1.7E-01

4.3E-01

4.0E-01

-4.0E-01

-2.8E-43

-7.4E-55

-4.7E-44

3.1E+00

-1.5E-44

1.8E+01

3.1E+00

5.9E+00

191

1.5E-28

-7.3E-43

7.7E-54

-1.6E-01

7.5E-01

4.3E-01

-4.3E-01

-1.7E-42

-1.8E-53

-2.7E-43

7.5E+00

-3.6E-44

5.0E+01

7.5E+00

6.6E+00

192

1.7E-29

-3.0E-44

1.2E-55

6.5E-01

4.7E-01

2.2E-01

-2.2E-01

-1.4E-43

-5.4E-55

9.0E-44

3.5E+00

2.5E-44

2.1E+01

3.5E+00

6.0E+00

193

1.0E-28

-1.0E-42

2.1E-53

1.8E-01

3.0E-01

1.3E-01

-1.3E-01

-7.5E-42

-1.6E-52

1.3E-42

2.0E+00

6.6E-43

1.0E+01

2.0E+00

5.2E+00

194

2.8E-29

-5.1E-44

2.1E-55

-7.2E-01

4.3E-01

2.1E-01

-2.1E-01

-2.4E-43

-9.6E-55

-1.7E-43

3.2E+00

-5.5E-44

1.9E+01

3.2E+00

5.9E+00

195

1.4E-29

-1.3E-44

2.6E-56

1.3E-01

3.9E-01

2.0E-01

-2.0E-01

-6.6E-44

-1.3E-55

8.7E-45

2.7E+00

3.2E-45

1.5E+01

2.7E+00

5.7E+00

196

1.5E-27

-9.6E-41

1.3E-50

-8.8E-03

4.9E-01

5.1E-01

-5.1E-01

-1.9E-40

-2.5E-50

-1.6E-42

3.8E+00

-4.3E-43

2.3E+01

3.8E+00

6.1E+00

197

1.4E-26

-8.8E-38

1.2E-45

4.4E-02

4.7E-01

2.1E+00

-2.1E+00

-4.1E-38

-5.6E-46

1.8E-39

3.5E+00

5.2E-40

2.1E+01

3.5E+00

6.0E+00

198

5.1E-27

-3.9E-39

6.3E-48

1.8E-01

5.0E-01

5.6E-01

-5.6E-01

-6.8E-39

-1.1E-47

1.3E-39

3.8E+00

3.3E-40

2.3E+01

3.8E+00

6.1E+00

199

2.5E-27

-9.7E-40

8.2E-49

-2.6E-01

5.1E-01

5.6E-01

-5.6E-01

-1.7E-39

-1.4E-48

-4.4E-40

4.0E+00

-1.1E-40

2.5E+01

4.0E+00

6.1E+00

200

2.5E-27

-1.0E-39

9.0E-49

2.1E-01

4.7E-01

5.6E-01

-5.6E-01

-1.8E-39

-1.6E-48

3.9E-40

3.6E+00

1.1E-40

2.2E+01

3.6E+00

6.0E+00

406 Lampiran 14. Prosedur Perhitungan Perilaku Risiko Terhadap Input Pupuk N (X2) pada Petani Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 No.

UX2'

UX2"

UX2'"

g (xi)

q (xi)

rasio Px2/py

Ux2'1

AR

DR

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

1

-1.6E-29

8.4E-48

-9.3E-63

3.1E-01

-2.6E-01

2.5E-01

-2.5E-01

3.3E-47

3.7E-62

8.6E-48

1.8E+00

4.7E-48

7.0E+00

1.5E+00

4.6E+00

2

-3.3E-29

2.4E-47

-3.7E-62

2.5E-01

2.6E-01

2.5E-01

-2.5E-01

9.5E-47

1.5E-61

-2.4E-47

1.5E+00

-1.6E-47

5.3E+00

1.3E+00

4.0E+00

3

-9.1E-29

1.2E-46

-3.7E-61

2.9E-01

1.4E-01

2.7E-01

-2.7E-01

4.6E-46

1.4E-60

-6.4E-47

1.7E+00

-3.7E-47

6.3E+00

1.5E+00

4.4E+00

4

-6.8E-29

1.9E-46

-1.1E-60

2.7E-01

2.7E-01

2.5E-01

-2.5E-01

7.4E-46

4.3E-60

-2.0E-46

1.6E+00

-1.2E-46

5.8E+00

1.4E+00

4.2E+00

5

-4.2E-28

2.1E-45

-2.3E-59

3.8E-01

3.2E-02

3.5E-01

-3.5E-01

6.2E-45

6.8E-59

-2.0E-46

2.2E+00

-8.9E-47

9.3E+00

1.8E+00

5.2E+00

6

-3.0E-28

9.8E-45

-7.0E-58

3.5E-01

8.9E-02

3.5E-01

-3.5E-01

2.8E-44

2.0E-57

-2.5E-45

2.1E+00

-1.2E-45

8.2E+00

1.7E+00

4.9E+00

7

-1.5E-29

2.1E-47

-6.1E-62

2.8E-01

5.6E-01

2.9E-01

-2.9E-01

7.2E-47

2.1E-61

-4.0E-47

1.7E+00

-2.4E-47

6.2E+00

1.4E+00

4.3E+00

8

-2.6E-29

3.4E-47

-9.6E-62

2.5E-01

-4.2E-01

2.3E-01

-2.3E-01

1.5E-46

4.1E-61

6.1E-47

1.6E+00

3.9E-47

5.4E+00

1.3E+00

4.0E+00

9

-2.9E-29

6.4E-47

-3.1E-61

1.8E-01

1.8E-01

3.5E-01

-3.5E-01

1.9E-46

8.9E-61

-3.3E-47

1.3E+00

-2.6E-47

3.9E+00

1.2E+00

3.3E+00

10

-7.8E-29

1.3E-46

-4.9E-61

3.8E-01

-2.3E-01

2.9E-01

-2.9E-01

4.6E-46

1.7E-60

1.1E-46

2.3E+00

4.6E-47

9.5E+00

1.8E+00

5.2E+00

11

-2.1E-29

1.2E-46

-1.5E-60

1.9E-01

-8.3E-02

2.9E-01

-2.9E-01

4.1E-46

5.0E-60

3.5E-47

1.3E+00

2.6E-47

4.1E+00

1.2E+00

3.4E+00

12

-1.3E-28

3.9E-46

-2.5E-60

3.6E-01

9.1E-03

2.9E-01

-2.9E-01

1.3E-45

8.7E-60

-1.2E-47

2.1E+00

-5.7E-48

8.6E+00

1.7E+00

5.0E+00

13

-6.1E-29

3.3E-46

-3.9E-60

4.9E-01

-9.6E-02

3.5E-01

-3.5E-01

9.6E-46

1.1E-59

9.2E-47

3.1E+00

2.9E-47

1.4E+01

2.4E+00

6.0E+00

14

-1.0E-28

1.6E-46

-5.2E-61

2.5E-01

7.9E-02

2.9E-01

-2.9E-01

5.4E-46

1.8E-60

-4.3E-47

1.6E+00

-2.8E-47

5.5E+00

1.4E+00

4.0E+00

15

-3.6E-29

2.5E-46

-3.7E-60

2.0E-01

-9.3E-02

3.5E-01

-3.5E-01

7.2E-46

1.1E-59

6.7E-47

1.4E+00

4.9E-47

4.4E+00

1.2E+00

3.6E+00

16

-7.6E-29

2.3E-46

-1.6E-60

2.4E-01

1.2E-01

2.7E-01

-2.7E-01

8.7E-46

5.8E-60

-1.1E-46

1.5E+00

-6.9E-47

5.2E+00

1.3E+00

3.9E+00

17

-6.3E-29

6.2E-46

-1.3E-59

3.7E-01

1.1E-01

2.7E-01

-2.7E-01

2.3E-45

4.9E-59

-2.5E-46

2.2E+00

-1.1E-46

9.2E+00

1.8E+00

5.2E+00

18

-4.3E-29

1.6E-46

-1.3E-60

1.8E-01

2.5E-01

2.3E-01

-2.3E-01

6.9E-46

5.6E-60

-1.7E-46

1.3E+00

-1.4E-46

3.9E+00

1.2E+00

3.3E+00

19

-3.1E-29

8.5E-47

-5.0E-61

2.7E-01

-1.7E-01

2.3E-01

-2.3E-01

3.7E-46

2.2E-60

6.1E-47

1.6E+00

3.7E-47

5.9E+00

1.4E+00

4.2E+00

20

-1.0E-27

2.5E-44

-1.3E-57

2.9E-01

-3.5E-02

2.8E-01

-2.8E-01

8.8E-44

4.6E-57

3.1E-45

1.8E+00

1.7E-45

6.6E+00

1.5E+00

4.4E+00

21

-2.4E-29

1.3E-46

-1.6E-60

2.4E-01

-1.1E-01

2.8E-01

-2.8E-01

4.8E-46

5.8E-60

5.4E-47

1.5E+00

3.6E-47

5.1E+00

1.3E+00

3.9E+00

22

-5.2E-29

9.6E-47

-3.8E-61

1.9E-01

-1.4E-01

2.9E-01

-2.9E-01

3.3E-46

1.3E-60

4.8E-47

1.3E+00

3.6E-47

4.1E+00

1.2E+00

3.4E+00

23

-2.0E-29

1.2E-46

-1.6E-60

2.2E-01

-1.1E-01

3.5E-01

-3.5E-01

3.6E-46

4.7E-60

3.8E-47

1.4E+00

2.7E-47

4.7E+00

1.3E+00

3.7E+00

24

-3.1E-29

1.1E-46

-8.7E-61

1.9E-01

-9.2E-02

2.9E-01

-2.9E-01

3.9E-46

3.0E-60

3.6E-47

1.3E+00

2.7E-47

4.2E+00

1.2E+00

3.5E+00

407 Lampiran 14. Lanjutan No.

UX2'

UX2"

UX2'"

g (xi)

q (xi)

rasio Px2/py

Ux2'1

AR

DR

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

25

-1.3E-28

4.3E-46

-3.1E-60

2.4E-01

-4.3E-02

1.9E-01

-1.9E-01

2.3E-45

1.6E-59

9.8E-47

1.5E+00

6.4E-47

5.3E+00

1.3E+00

4.0E+00

26

-3.6E-29

2.9E-47

-4.8E-62

2.3E-01

7.2E-02

2.7E-01

-2.7E-01

1.1E-46

1.8E-61

-7.7E-48

1.5E+00

-5.2E-48

5.0E+00

1.3E+00

3.9E+00

27

-1.3E-28

1.5E-45

-4.1E-59

2.7E-01

1.9E-02

2.5E-01

-2.5E-01

6.2E-45

1.6E-58

-1.2E-46

1.7E+00

-7.0E-47

6.0E+00

1.4E+00

4.2E+00

28

-7.0E-29

9.0E-47

-2.5E-61

3.4E-01

-5.7E-02

2.9E-01

-2.9E-01

3.1E-46

8.7E-61

1.8E-47

2.0E+00

8.8E-48

8.0E+00

1.6E+00

4.9E+00

29

-3.0E-29

4.8E-47

-1.7E-61

2.8E-01

1.5E-01

2.7E-01

-2.7E-01

1.8E-46

6.3E-61

-2.6E-47

1.7E+00

-1.5E-47

6.2E+00

1.4E+00

4.3E+00

30

-1.0E-28

1.4E-46

-4.4E-61

2.7E-01

9.6E-02

2.9E-01

-2.9E-01

5.0E-46

1.5E-60

-4.8E-47

1.6E+00

-3.0E-47

5.8E+00

1.4E+00

4.2E+00

31

-3.3E-29

9.8E-47

-6.2E-61

1.7E-01

-1.0E-01

1.9E-01

-1.9E-01

5.1E-46

3.2E-60

5.2E-47

1.2E+00

4.2E-47

3.7E+00

1.2E+00

3.2E+00

32

-4.2E-29

3.7E-47

-6.9E-62

1.9E-01

4.4E-02

2.4E-01

-2.4E-01

1.5E-46

2.9E-61

-6.8E-48

1.3E+00

-5.2E-48

4.2E+00

1.2E+00

3.5E+00

33

-6.4E-29

8.2E-47

-2.2E-61

1.8E-01

-1.1E-03

1.9E-01

-1.9E-01

4.3E-46

1.2E-60

4.5E-49

1.3E+00

3.5E-49

4.0E+00

1.2E+00

3.4E+00

34

-4.5E-29

8.0E-47

-3.1E-61

2.7E-01

-3.1E-01

1.9E-01

-1.9E-01

4.2E-46

1.6E-60

1.3E-46

1.6E+00

8.0E-47

5.9E+00

1.4E+00

4.2E+00

35

-5.3E-29

6.8E-47

-1.9E-61

2.1E-01

3.8E-02

1.9E-01

-1.9E-01

3.6E-46

9.8E-61

-1.4E-47

1.4E+00

-1.0E-47

4.4E+00

1.2E+00

3.6E+00

36

-4.9E-29

6.5E-47

-1.8E-61

2.1E-01

-4.7E-02

2.9E-01

-2.9E-01

2.2E-46

6.3E-61

1.1E-47

1.4E+00

7.7E-48

4.4E+00

1.2E+00

3.6E+00

37

-2.8E-29

6.2E-47

-2.9E-61

2.9E-01

-4.3E-01

2.9E-01

-2.9E-01

2.1E-46

1.0E-60

9.1E-47

1.8E+00

5.2E-47

6.6E+00

1.5E+00

4.4E+00

38

-1.8E-28

8.1E-46

-8.0E-60

1.1E-01

-4.5E-02

2.5E-01

-2.5E-01

3.3E-45

3.2E-59

1.5E-46

1.1E+00

1.4E-46

2.9E+00

1.1E+00

2.8E+00

39

-1.2E-28

6.4E-47

-7.3E-62

3.6E-01

-8.9E-02

1.9E-01

-1.9E-01

3.3E-46

3.8E-61

3.0E-47

2.1E+00

1.4E-47

8.6E+00

1.7E+00

5.0E+00

40

-1.7E-29

2.3E-47

-6.7E-62

2.8E-01

-2.1E-02

1.9E-01

-1.9E-01

1.2E-46

3.5E-61

2.4E-48

1.7E+00

1.4E-48

6.2E+00

1.4E+00

4.3E+00

41

-5.5E-29

3.5E-46

-4.8E-60

2.8E-01

-4.2E-01

2.7E-01

-2.7E-01

1.3E-45

1.8E-59

5.5E-46

1.7E+00

3.3E-46

6.1E+00

1.4E+00

4.3E+00

42

-2.3E-29

4.9E-47

-2.3E-61

4.1E-01

-2.0E-01

2.9E-01

-2.9E-01

1.7E-46

8.0E-61

3.4E-47

2.5E+00

1.4E-47

1.1E+01

1.9E+00

5.5E+00

43

-6.0E-29

1.9E-46

-1.2E-60

1.4E-01

1.9E-02

2.9E-01

-2.9E-01

6.4E-46

4.3E-60

-1.2E-47

1.2E+00

-1.0E-47

3.3E+00

1.1E+00

3.0E+00

44

-2.2E-29

5.8E-47

-3.2E-61

3.7E-01

3.1E-01

2.3E-01

-2.3E-01

2.5E-46

1.4E-60

-7.8E-47

2.2E+00

-3.6E-47

8.9E+00

1.7E+00

5.1E+00

45

-4.5E-29

1.1E-46

-6.1E-61

2.9E-01

-2.0E-01

2.9E-01

-2.9E-01

3.9E-46

2.1E-60

7.9E-47

1.7E+00

4.6E-47

6.3E+00

1.5E+00

4.4E+00

46

-4.5E-29

4.8E-47

-1.1E-61

2.1E-01

9.0E-02

3.1E-01

-3.1E-01

1.6E-46

3.6E-61

-1.4E-47

1.4E+00

-1.0E-47

4.4E+00

1.2E+00

3.6E+00

47

-5.8E-29

1.3E-46

-6.4E-61

3.5E-01

1.8E-02

2.7E-01

-2.7E-01

4.9E-46

2.4E-60

-9.0E-48

2.1E+00

-4.4E-48

8.2E+00

1.7E+00

4.9E+00

48

-6.9E-29

1.7E-46

-9.5E-61

3.6E-01

5.3E-01

2.5E-01

-2.5E-01

7.0E-46

3.8E-60

-3.7E-46

2.2E+00

-1.7E-46

8.8E+00

1.7E+00

5.1E+00

408 Lampiran 14. Lanjutan No.

UX2'

UX2"

UX2'"

g (xi)

q (xi)

rasio Px2/py

Ux2'1

AR

DR

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

49

-6.1E-29

2.5E-46

-2.1E-60

3.0E-01

2.0E-01

2.3E-01

-2.3E-01

1.1E-45

9.2E-60

-2.1E-46

1.8E+00

-1.2E-46

6.8E+00

1.5E+00

4.5E+00

50

-5.1E-30

5.4E-46

-1.2E-58

2.1E-01

9.9E-02

2.4E-01

-2.4E-01

2.2E-45

5.1E-58

-2.2E-46

1.4E+00

-1.6E-46

4.5E+00

1.2E+00

3.6E+00

51

-4.2E-29

8.2E-47

-3.4E-61

2.4E-01

1.1E-01

2.5E-01

-2.5E-01

3.3E-46

1.4E-60

-3.5E-47

1.5E+00

-2.3E-47

5.0E+00

1.3E+00

3.9E+00

52

-4.0E-29

4.2E-47

-9.6E-62

2.9E-01

3.0E-02

2.5E-01

-2.5E-01

1.7E-46

3.8E-61

-5.0E-48

1.7E+00

-2.9E-48

6.3E+00

1.5E+00

4.4E+00

53

-7.8E-29

6.8E-47

-1.3E-61

2.4E-01

2.7E-01

2.7E-01

-2.7E-01

2.5E-46

4.7E-61

-6.8E-47

1.5E+00

-4.5E-47

5.2E+00

1.3E+00

3.9E+00

54

-1.3E-28

1.2E-45

-2.4E-59

2.8E-01

1.9E-01

3.7E-01

-3.7E-01

3.2E-45

6.4E-59

-6.1E-46

1.7E+00

-3.6E-46

6.1E+00

1.4E+00

4.3E+00

55

-1.8E-28

3.0E-45

-1.1E-58

3.1E-01

-3.0E-02

3.1E-01

-3.1E-01

9.7E-45

3.4E-58

3.0E-46

1.9E+00

1.6E-46

7.2E+00

1.5E+00

4.6E+00

56

-8.9E-29

8.9E-46

-1.9E-59

2.3E-01

2.5E-01

3.0E-01

-3.0E-01

3.0E-45

6.5E-59

-7.6E-46

1.5E+00

-5.2E-46

5.0E+00

1.3E+00

3.8E+00

57

-1.2E-29

7.4E-47

-9.7E-61

1.7E-01

-7.6E-02

2.3E-01

-2.3E-01

3.2E-46

4.2E-60

2.4E-47

1.2E+00

2.0E-47

3.7E+00

1.2E+00

3.2E+00

58

-3.7E-29

2.6E-47

-3.9E-62

3.6E-01

3.3E-01

2.5E-01

-2.5E-01

1.0E-46

1.5E-61

-3.3E-47

2.2E+00

-1.6E-47

8.8E+00

1.7E+00

5.1E+00

59

-4.7E-29

9.8E-47

-4.4E-61

2.6E-01

-3.8E-01

2.5E-01

-2.5E-01

3.9E-46

1.8E-60

1.5E-46

1.6E+00

9.6E-47

5.6E+00

1.4E+00

4.1E+00

60

-3.2E-29

7.5E-47

-3.8E-61

3.3E-01

-8.5E-03

2.5E-01

-2.5E-01

3.0E-46

1.5E-60

2.5E-47

1.9E+00

1.3E-47

7.6E+00

1.6E+00

4.7E+00

61

-1.1E-28

2.6E-46

-1.4E-60

3.3E-01

-2.4E-01

2.9E-01

-2.9E-01

9.0E-46

4.7E-60

2.1E-46

2.0E+00

1.1E-46

7.7E+00

1.6E+00

4.8E+00

62

-3.3E-28

4.4E-45

-1.2E-58

1.8E-01

-3.4E-02

2.7E-01

-2.7E-01

1.6E-44

4.6E-58

5.6E-46

1.3E+00

4.3E-46

4.0E+00

1.2E+00

3.4E+00

63

-4.1E-29

1.7E-46

-1.5E-60

2.6E-01

-2.7E-01

2.5E-01

-2.5E-01

6.8E-46

5.9E-60

1.9E-46

1.6E+00

1.2E-46

5.7E+00

1.4E+00

4.1E+00

64

-5.9E-29

4.3E-46

-6.6E-60

2.7E-01

4.1E-02

2.9E-01

-2.9E-01

1.5E-45

2.3E-59

-6.1E-47

1.6E+00

-3.7E-47

5.9E+00

1.4E+00

4.2E+00

65

-3.4E-28

7.4E-45

-3.5E-58

2.9E-01

-3.0E-02

2.9E-01

-2.9E-01

2.6E-44

1.2E-57

7.8E-46

1.7E+00

4.5E-46

6.5E+00

1.5E+00

4.4E+00

66

-2.5E-28

1.2E-44

-1.3E-57

2.9E-01

2.4E-01

2.9E-01

-2.9E-01

4.2E-44

4.4E-57

-9.9E-45

1.7E+00

-5.7E-45

6.5E+00

1.5E+00

4.4E+00

67

-1.8E-28

1.7E-45

-3.4E-59

2.6E-01

-1.5E-01

2.5E-01

-2.5E-01

6.8E-45

1.4E-58

1.0E-45

1.6E+00

6.3E-46

5.6E+00

1.4E+00

4.1E+00

68

-3.8E-29

3.2E-47

-5.9E-62

2.9E-01

-2.2E-01

2.9E-01

-2.9E-01

1.1E-46

2.0E-61

2.4E-47

1.8E+00

1.4E-47

6.5E+00

1.5E+00

4.4E+00

69

-9.4E-29

7.5E-47

-1.3E-61

2.1E-01

-2.8E-02

1.5E-01

-1.5E-01

4.9E-46

8.3E-61

1.4E-47

1.4E+00

9.9E-48

4.5E+00

1.2E+00

3.6E+00

70

-4.3E-29

1.8E-46

-1.7E-60

1.7E-01

1.1E-01

2.7E-01

-2.7E-01

6.8E-46

6.2E-60

-7.5E-47

1.3E+00

-5.9E-47

3.8E+00

1.2E+00

3.3E+00

71

-4.7E-28

2.4E-45

-2.7E-59

2.3E-01

-9.3E-02

2.7E-01

-2.7E-01

9.0E-45

9.9E-59

8.3E-46

1.5E+00

5.7E-46

5.0E+00

1.3E+00

3.8E+00

72

-1.4E-28

9.5E-46

-1.3E-59

4.5E-01

-2.6E-04

2.5E-01

-2.5E-01

3.8E-45

5.4E-59

1.0E-48

2.8E+00

3.6E-49

1.2E+01

2.1E+00

5.8E+00

409 Lampiran 14. Lanjutan No.

UX2'

UX2"

UX2'"

g (xi)

q (xi)

rasio Px2/py

Ux2'1

AR

DR

θ1

θ2

θ

λ1

λ2

λ

73

-3.0E-29

3.2E-47

-7.2E-62

2.9E-01

2.5E-01

2.9E-01

-2.9E-01

1.1E-46

2.5E-61

-2.8E-47

1.8E+00

-1.6E-47

6.6E+00

1.5E+00

4.4E+00

74

-7.0E-29

1.3E-46

-5.2E-61

2.3E-01

-3.8E-01

3.7E-01

-3.7E-01

3.5E-46

1.4E-60

1.4E-46

1.5E+00

9.1E-47

5.0E+00

1.3E+00

3.9E+00

75

-5.8E-28

1.4E-44

-6.9E-58

2.2E-01

-3.4E-02

3.8E-01

-3.8E-01

3.5E-44

1.8E-57

1.2E-45

1.4E+00

8.5E-47

4.7E+00

1.3E+00

3.7E+00

76

-1.6E-28

1.6E-45

-3.6E-59

2.4E-01

-2.2E-01

2.8E-01

-2.8E-01

5.8E-45

1.3E-58

1.3E-45

1.5E+00

8.5E-46

5.2E+00

1.3E+00

3.9E+00

77

-1.8E-28

2.0E-45

-4.5E-59

2.9E-01

2.0E-01

2.5E-01

-2.5E-01

7.8E-45

1.8E-58

-1.6E-45

1.8E+00

-8.9E-46

6.6E+00

1.5E+00

4.4E+00

78

-1.7E-27

3.0E-44

-1.1E-57

2.8E-01

-1.7E-02

2.7E-01

-2.7E-01

1.1E-43

4.3E-57

1.9E-45

1.7E+00

1.1E-40

6.1E+00

1.4E+00

4.3E+00

79

-4.5E-28

2.4E-44

-2.8E-57

2.7E-01

-1.2E-01

2.5E-01

-2.5E-01

9.8E-44

1.1E-56

1.2E-44

1.7E+00

7.2E-45

6.0E+00

1.4E+00

4.3E+00

80

-6.5E-29

1.1E-46

-3.7E-61

2.5E-01

1.5E-01

2.5E-01

-2.5E-01

4.2E-46

1.5E-60

-6.5E-47

1.5E+00

-4.2E-47

5.3E+00

1.3E+00

4.0E+00

81

7.6E-21

-1.1E-29

3.4E-35

2.3E-01

-3.5E-02

2.9E-01

-2.9E-01

-3.8E-29

-1.2E-34

-1.4E-30

1.4E+00

-9.4E-31

4.8E+00

1.3E+00

3.8E+00

82

1.1E-22

-5.0E-34

4.6E-42

1.8E-01

3.4E-02

2.3E-01

-2.3E-01

-2.1E-33

-2.0E-41

7.4E-35

1.3E+00

5.8E-35

3.9E+00

1.2E+00

3.3E+00

83

-8.4E-29

9.0E-45

-2.1E-57

1.8E-01

-1.6E-02

2.9E-01

-2.9E-01

3.1E-44

7.2E-57

5.1E-46

1.3E+00

3.9E-46

4.0E+00

1.2E+00

3.4E+00

84

-2.4E-29

8.6E-47

-6.5E-61

2.7E-01

4.0E-02

3.5E-01

-3.5E-01

2.5E-46

1.9E-60

-9.9E-48

1.6E+00

-6.1E-48

5.9E+00

1.4E+00

4.2E+00

85

-8.8E-29

1.9E-46

-8.7E-61

1.6E-01

1.7E-02

2.3E-01

-2.3E-01

8.2E-46

3.8E-60

-1.4E-47

1.2E+00

-1.1E-47

3.6E+00

1.1E+00

3.1E+00

86

-1.5E-28

1.1E-45

-1.8E-59

1.8E-01

1.4E-01

3.3E-01

-3.3E-01

3.4E-45

5.4E-59

-4.7E-46

1.3E+00

-3.6E-46

4.0E+00

1.2E+00

3.3E+00

87

-8.1E-29

5.5E-46

-8.1E-60

2.5E-01

3.2E-01

3.3E-01

-3.3E-01

1.7E-45

2.5E-59

-5.4E-46

1.5E+00

-3.5E-46

5.4E+00

1.3E+00

4.0E+00

88

-5.2E-29

9.5E-46

-3.7E-59

2.1E-01

8.9E-02

3.3E-01

-3.3E-01

2.9E-45

1.1E-58

-2.6E-46

1.4E+00

-1.9E-46

4.5E+00

1.2E+00

3.6E+00

89

-3.6E-29

3.1E-46

-5.9E-60

3.6E-01

-1.3E-01

4.2E-01

-4.2E-01

7.4E-46

1.4E-59

9.5E-47

2.1E+00

4.4E-47

8.7E+00

1.7E+00

5.1E+00

90

-3.6E-29

1.1E-46

-7.9E-61

1.3E-01

1.0E-01

3.3E-01

-3.3E-01

3.5E-46

2.4E-60

-3.5E-47

1.1E+00

-3.1E-47

3.2E+00

1.1E+00

2.9E+00

91

-1.4E-28

2.6E-46

-1.0E-60

2.4E-01

-1.2E-01

3.8E-01

-3.8E-01

6.6E-46

2.6E-60

7.9E-47

1.5E+00

5.3E-47

5.1E+00

1.3E+00

3.9E+00

92

-3.7E-28

3.3E-45

-6.3E-59

7.8E-02

-7.8E-02

3.1E-01

-3.1E-01

1.1E-44

2.0E-58

8.3E-46

1.1E+00

-7.9E-46

2.7E+00

1.0E+00

2.6E+00

93

-1.1E-28

3.7E-46

-2.6E-60

1.2E-01

-9.3E-02

3.2E-01

-3.2E-01

1.2E-45

8.2E-60

1.1E-50

1.1E+00

9.6E-47

3.1E+00

1.1E+00

2.8E+00

94

-1.2E-28

1.6E-46

-4.7E-61

9.9E-02

1.3E-01

2.5E-01

-2.5E-01

6.4E-46

1.9E-60

-8.2E-50

1.1E+00

7.5E-47

2.8E+00

1.1E+00

2.7E+00

95

-6.8E-29

1.3E-46

-5.6E-61

2.6E-01

-1.8E-01

3.8E-01

-3.8E-01

3.5E-46

1.5E-60

6.3E-47

1.6E+00

-3.9E-47

5.8E+00

1.4E+00

4.1E+00

96

2.5E-20

-2.9E-35

4.2E-47

2.6E-01

-1.8E-01

2.5E-01

-2.5E-01

-1.1E-34

-1.7E-46

-2.0E-35

1.6E+00

-1.3E-60

5.8E+00

1.4E+00

4.1E+00

410 Lampiran 15. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Harga Cabai Merah Besar di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009

regresi data risiko harga cabe merah

1

11:18 Thursday, October 31, 2002 --------------------------------------------- STATPET=1 ----------------------------------Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Analysis of Variance

Source

DF

Model Error C Total

Sum of Squares

Mean Square

20 2630862387 131543119.35 177 1897102016.5 10718090.489 197 4527964403.5

Root MSE Dep Mean C.V.

3273.84949 3506.15152 93.37444

R-square Adj R-sq

F Value

Prob>F

12.273

0.0001

0.5810 0.5337

Parameter Estimates

Variable

DF

Parameter Estimate

Standard Error

T for H0: Parameter=0

INTERCEP YE PCME PCME2 PBENIHE PUREAE PZAE PSP36E PKCLE PKNO3E PNPKE PPONSKAE PPPCE PZPTE PKANDGE PKAPURE PPESTCE PFUNGPE WTKDKE WTKLKE VCME

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1788.730342 0.417993 -0.024678 0.000005236 0.001756 1.377152 -0.256463 2.582223 -0.185715 -0.343585 -0.076528 -0.185531 -0.000295 -0.028306 0.330587 -0.531834 -0.002136 -0.014177 0.097737 -0.145003 0.000415

7856.4862404 0.02976753 0.53793268 0.00002828 0.13340209 3.41003787 2.38632816 3.66897392 0.70741617 0.35949321 0.13168668 1.01003175 0.01513411 0.02480441 1.35247708 1.47118763 0.00426674 0.01677453 0.18609568 0.18805894 0.00049863

0.228 14.042 -0.046 0.185 0.013 0.404 -0.107 0.704 -0.263 -0.956 -0.581 -0.184 -0.019 -1.141 0.244 -0.362 -0.501 -0.845 0.525 -0.771 0.833

Prob > |T| 0.8202 0.0001* 0.9635 0.8533 0.9895 0.6868 0.9145 0.4825 0.7932 0.3405 0.5619 0.8545 0.9845 0.2553 0.8072 0.7182 0.6172 0.3992 0.6001 0.4417 0.4060

411 Lampiran 16. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Harga Cabai Merah Keriting di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 regresi data risiko harga cabe merah

2

11:18 Thursday, October 31, 2002 --------------------------------------------- STATPET=2 ----------------------------------Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 20 316748257.45 15837412.872 15.436 0.0001 Error 74 75922558.172 1025980.5158 C Total 94 392670815.62 Root MSE 1012.90696 R-square 0.8067 Dep Mean 1966.53684 Adj R-sq 0.7544 C.V. 51.50714 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| INTERCEP 1 11224 3724.2731520 3.014 0.0035 YE 1 0.595271 0.04301735 13.838 0.0001* PCME 1 -0.491361 0.26964564 -1.822 0.0725** PCME2 1 0.000021691 0.00001226 1.770 0.0809 *** PBENIHE 1 0.000197 0.13911445 0.001 0.9989 PUREAE 1 -2.530773 1.62774641 -1.555 0.1243 PZAE 1 0.569838 0.98385496 0.579 0.5642 PSP36E 1 -2.496978 1.50791927 -1.656 0.1020*** PKCLE 1 0.027665 0.31834051 0.087 0.9310 PKNO3E 1 -0.081920 0.13434874 -0.610 0.5439 PNPKE 1 -0.077804 0.06903670 -1.127 0.2634 PPONSKAE 1 0.368222 0.85023933 0.433 0.6662 PPPCE 1 0.002916 0.00855989 0.341 0.7343 PZPTE 1 -0.032644 0.01607647 -2.031 0.0459** PKANDGE 1 -1.155276 0.88700201 -1.302 0.1968 PKAPURE 1 0.580981 0.82087335 0.708 0.4813 PPESTCE 1 0.000242 0.00060888 0.397 0.6924 PFUNGPE 1 0.002045 0.00673499 0.304 0.7622 WTKDKE 1 0.000526 0.08054758 0.007 0.9948 WTKLKE 1 -0.020187 0.07079651 -0.285 0.7763 VCME 1 -0.000328 0.00019372 -1.691 0.0950***