FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2

Download berperan dalam patofisiologi DM tipe 2 yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta ... Kata kunci: Diabetes Melitus tipe 2, Faktor risi...

0 downloads 499 Views 802KB Size
Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE-2 Oleh: Ade Heryana, SST, MKM Email: [email protected]

ABSTRAK Diabetes Melitus tipe 2 adalah jenis diabetes yang didapat setelah dewasa yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga disebut DM Tidak Tergantung Insulin (TTIDM). Gejala DM ditandai dengan keadaan hiperglikemia yaitu kondisi kadar glukosa dalam darah seseorang melebihi kadar normal yang diperbolehkan. Kondisi hiperglikemia sendiri terbagi atas dua kondisi yaitu Pre-diabetes dan Diabetes Melitus. Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, bukan hanya berdasarkan adanya glukosa dalam urine atau glukosuria saja. Terdapat dua keadaan yang berperan dalam patofisiologi DM tipe 2 yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Upaya pencegahan DM meliputi pencegahan tersier, sekunder, dan primer. Sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM tahun 2006 di Indonesia, prinsip penatalaksanaan DM adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu 1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan DM, dan riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari 2500 gram); dan 2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Overweight, Obesitas, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, merokok, dan stress/depresi). Kata kunci: Diabetes Melitus tipe 2, Faktor risiko DM, Penyakit kronis

ABSTRACT Type 2 diabetes melitus is one of diabetes that adolescence occured and caused by insulin resistance (Non-Insuline Dependence Diabetes Melitus/NIDDM). The symptom of DM signed by hyperglicemic that the blood glucose level over the normal conditon. Hiperglicemic condition consist of Pre-diabetes and Diabetes melitus statue. The diagnose of DM should based on the measurment of blood glucose, not even glucosuria condition. There are two condition that role ini pathophysiologic of DM i.e insulin resistance and disfunction of beta cell. According to 2006 Indonesian Diabetic Management Concensus, the basic management of DM is increasing the patient’s quality life. Factors related to DM grouping into two main factors, ie unmodiafiable risk factor (race & ethnicity, age, gender, family history, and lower birth history), and modifiable risk factors (overweight, obesity, sedentary life style, hypertension, dyslipidemia, poor diet, tobacco smoking, and stress/deprecion). Keywords: Type 2 Diabetes Melitus, DM Risk Factors, Chronic disease

1

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2



PENDAHULUAN Dalam bukunya “Penatalaksanaan Terpadu

Awal”



1921 menemukan insulin, dan pada Pada papyrus Ebers di Mesir tergambar

tahun

adanya penyakit dengan tanda-tanda

1923

keduanya

mendapat

anugerah Nobel

banyak kencing yakni pada kurang



lebih 1500 SM;

Tahun berikutnya ditemukan berbagai macam obat yang dapat meningkatkan

Kemudian Celsus atau Paracelsus juga

kadar insulin, seperti sulfonilurea

menemukan penyakit sama pada 30

(1954-1956), dan glibenklamid (1969)

SM; 

Kemudian Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best pada tahun

penyakit DM sebagai berikut:



Minkowski

tahun 1889

(2011)

menggambarkan sejarah atau asal mula



dan

anjing yang diambil pankreasnya pada

Melitus

Suyono

Mehring

mendapatkan gejala diabetes pada

yang berjudul

Diabetes

Von



Aretaeus (170 SM) menamai penyakit

Persoalan baru dalam perkembangan penyakit DM adalah komplikasi jangka

“aneh” ini dengan nama “Diabetes”

panjang

yang diambil dari akar kata “diabere”

yang

sebelumnya

tidak

dikenal

yang berarti sifon atau tabung untuk Diabetes

mengalirkan cairan dari satu tempat ke





yang

timbul

sebagai

tempat lain. Aretaeus menggambarkan

kumpulan

penyakit tersebut sebagai melelehnya

seseorang yang disebabkan oleh

daging dan tungkai ke dalam urin

adanya peningkatan kadar glukosa dalam

Pada abad 3 – 6 Masehi, cendekiawan

darah. Peningkatan kadar glukosa dalam

India dan Cina menemukan penyakit

darah ini disebabkan oleh penurunan

ini yang ditandai dengan rasa manis

sekresi insulin yang progresif, dilatar

pada urine

belakangi oleh resistensi insulin (Suyono,

pada karena

2011).

Ibnu Sina pada tahun 1000 pertama

Terdapat dua jenis DM yakni 1) DM

kali melukiskan gangren diabetes 

gejala

didefinisikan

Tahun 1674, Willis menyatakan urine

tipe 1 atau disebut diabetes juvenile yaitu

pada

ini

diabetes yang umumnya didapat sejak masa

digelimangi madu dan gula, sehingga

kanak-kanak yang disebabkan oleh jumlah

sejak itu ditambahi kata “mellitus”

insulin kurang, sehingga disebut DM

yang artinya madu

Tergantung Insulin (TIDM); dan 2) DM

penderita

penyakit

tipe 2 yaitu diabetes yang didapat setelah 2

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

dewasa yang disebabkan oleh resistensi

Glukosa

insulin, sehingga disebut DM Tidak

Diabetes Melitus meliputi tiga kondisi

Tergantung Insulin (TTIDM) (Riskesdas,

yakni 1) tidak membutuhkan insulin; 2)

2013).

membutuhkan insulin untuk pengontrolan; dan

Gejala dan Tanda-Tanda

3)

Puasa.

Sedangkan

membutuhkan

kondisi

insulin

untuk

bertahan hidup. Pada DM tipe 1, fase Gejala dan tanda DM ditandai dengan

keadaan

kondisi

kadar

hiperglikemia glukosa

dalam

gangguan

yaitu

membutuhkan

darah

kadar insulin

glukosa untuk

darah bertahan

hidup, sedangkan DM tipe 2 dan tipe

seseorang melebihi kadar normal yang

lainnya, kebutuhan insulin hanya untuk

diperbolehkan. Menurut Suyono (2011)

pengontrolan saja, bahkan beberapa tidak

dua hal melatarbelakangi keadaan tersebut

membutuhkan insulin.

yaitu: 1) jumlah insulin yang kurang; dan 2) keadaan resistensi insulin atau kualitas

DM tipe 2 disebabkan oleh kondisi

insulinnya tidak baik. Pada keadaan kedua,

hiperglikemia yang tidak terdeteksi secara

meskipun insulin dan reseptor insulin ada,

spesifik pada pada gejala awal dan

tetapi karena ada kelainan pada sel organ,

berkembang secara bertahap. Pada kondisi

maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam

ini, pasien mengalami peningkatan risiko

organ untuk dibakar. Akibatnya glukosa

terhadap komplikasi makrovaskuler dan

tetap berada di pembuluh darah, sehingga

mikrovaskuler. Diperkirakan usia penyakit

kadarnya meningkat dalam darah.

DM rata-rata mencapai 5-8 tahun saat seseorang terdiagnosa penyakit tersebut.

Menurut

American

Diabetes

Association kondisi glukosa dalam darah

Selain DM tipe 1 dan tipe 2,

terbagi dua yaitu Normoglycemia (kadar

klasifikasi lainnya menurut Soegondo

glukosa dalam darah normal sesuai dengan

(2011) adalah DM Gestasional dan DM tipe

standar yang berlaku) dan Hyperglycemia

lainnya yang disebabkan antara lain oleh: defek genetik fungsi sel beta, defek genetik

(kadar glukosa dalam darah melebihi standar

yang

berlaku).

kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

Kondisi

hiperglikemia sendiri terbagi atas dua

endokrinopati,

kondisi yaitu Pre-diabetes dan Diabetes

infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan

Melitus.

sindrom genetik lain yang berkaitan dengan

Prediabetes

ditandai

dengan

karena

obat/zat

kimia,

DM.

kejadian Impaired Glucose Tolerance atau Gannguan Toleransi Glukosa (GTG), atau

Kondisi bukan DM menurut Nuovo

Impaired Fasting Glucose atau Gangguan

(2006) disebut juga Pre-diabetes. Kondisi 3

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

ini adalah kondisi dimana seseorang

yang meliputi: obesitas, dislipidemia, dan

mengalami gangguan toleransi glukosa

hipertensi.

akan tetapi tidak menujukkan gejala-gejala

Diagnosa

DM. Gangguan Toleransi Glukosa atau Soegondo

Impaired Fasting Glucose adalah kondisi

diagnosa

seseorang yang memiliki level glukosa

DM

(2011) harus

menyatakan

didasarkan

atas

pemeriksaan kadar glukosa darah, bukan

puasa 101 – 125 mg/dL. Seseorang yang

hanya berdasarkan adanya glukosa dalam

dinyatakan pre-diabetes memiliki risiko

urine atau glukosuria saja. Tabel 2.1.

yang relatif tinggi untuk berkembang

berikut

menjadi DM. Gangguan Toleransi Glukosa

menyajikan

pedoman

dalam

penyaringan dan diagnosa DM di Indonesia

berhubungan dengan sindrom metabolik

menurut Perkeni tahun 2006. Tabel 2.1. Pedoman Penyaringan dan Diagnosa DM sesuai Konsensus Pengelolaan & Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia menurut PERKENI 2006 (Sumber: disadur dari Soegondo, 2011) Jenis Kadar Glukosa

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL)

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL)

Asal Spesimen Darah

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Plasma vena

< 100

100-199

≥200

Darah kapiler

<90

90-199

≥200

Plasma vena

<100

100-125

≥126

Darah kapiler

<90

90-99

≥100

Catatan: Penyaringan diulang 1 tahun sekali, pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil; dan Penyaringan diulang 3 tahun sekali, pada kelompok berusia ≥ 45 tahun tanpa faktor risiko lain.

Pelaksanaan penyaringan/skrining

cepat diketahui hasilnya, dan lebih murah

DM biasanya dilakukan dengan tiga jenis

(Nuovo, 2006).

tes laboratorium yakni Glukosa Darah

Menurut Nuovo (2006), American

Puasa (GDP), Glukosa Darah 2 jam pasca

Diabetes Association telah menetapkan

asupan, dan HbA1C. American Diabetes

kriteria untuk mendiagnosis DM:

Association

a.

(ADA)

lebih

Terdapat gejala-gejala DM dan level

merekomendasikan menggunakan tes GDP,

glukosa sewaktu > 200 mg/dL. Istilah

karena pelaksanaannya lebih mudah, lebih

‘sewaktu’ didefinisikan sebagai waktu 4

Ade Heryana, SST, MKM

kapan

b.

c.

saja

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

dalam

tanpa

secara autoimun. Pada penderita DM tipe

berpatokan pada waktu, sejak makan

2, defisiensi insulin hanya bersifat relatif

terakhir. Gejala klasik DM antara lain:

dan tidak absolut. Disfungsi sel beta

poliuria (banyak buang air kecil),

pankreas

polidipsia

dan

tertanganinya kondisi kegagalan sekresi

penurunan berat badan tanpa diketahui

insulin mengkompensasi resistensi insulin.

penyebabnya;

Keadaan ini terjadi secara progresif dan

Glukosa Darah Puasa (GDP) > 126

sering menyebabkan defisiensi insulin,

mg/dL. Definisi ‘puasa’ adalah tidak

sehingga akhirnya penderita memerlukan

ada intake kalori selama 8 jam terakhir;

insulin eksogen (suntik insulin).

Glukosa Darah 2 jam pasca asupan >

Pencegahan

(banyak

sehari,

minum),

terjadi

akibat

kurang

200 mg/dL atau Tes Glukosa Toleransi

Seperti halnya penyakit lain, upaya

(TGT). Tes ini, sesuai pedoman WHO,

pencegahan DM meliputi pencegahan

dilakukan dengan memberikan asupan

tersier, sekunder, dan primer. Waspadji

glukosa yang setara dengan 75 gram

(2011) menjabarkan pencegahan pada DM

glukosa

sebagai berikut:

anhidrat

yang

dilarutkan

dalam air.

a.

mencegah timbulnya penyakit DM;

Patofisiologi Terdapat

Pencegahan primer, yang bertujuan

dua

keadaan

yang

b.

Pencegahan sekunder, yang bertujuan

berperan dalam patofisiologi Diabetes

mencegah

Melitus tipe 2 yaitu 1) Resistensi insulin;

meskipun telah terjadi penyakit DM;

dan 2) Disfungsi sel beta pankreas. DM tipe

dan

2

disebabkan

oleh

gagalnya

atau

c.

timbulnya

penyulit,

Pencegahan tersier, yang bertujuan

ketidakmampuan sel-sel sasaran insulin

mencegah

dalam merespon insulin secara normal,

kanjut, meskipun telah terjadi penyakit

sehingga bukan disebabkan oleh kurangnya

DM.

sekresi insulin. Keadaan tersebut dikenal dengan

Resistensi

Insulin.

terjadi kecacatan

Gambar 2.1 berikut menjelaskan

Resistensi

upaya

insulin umumnya disebabkan oleh obesitas,

pencegahan

Upaya

pencegahan

penuaan. Penderita DM tipe 2 dapat pula

dilakukan dengan:

menghasilkan

a.

hepatik

yang

disesuaikan

dengan riwayat alamiah penyakit DM.

kurangnya aktivitas fisik, dan proses

glukosa

lebih

yang

DM

Pendekatan

dapat

kepada

berlebihan, namun hal ini tidak diikuti

penduduk/populasi/komunitas.

dengan perusaka sel-sel beta Langerhans

Pendekatan ini berupaya mengubah 5

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

dan memperbaiki gaya hidup agar menguntungkan,

b.

Mempertahankan pola makan sehari-

mencegah

hari yang sehat dan seimbang, yaitu:

terhadap timbulnya DM atau penyulit

meningkatkan konsumsi sayuran dan

kroniknya. Pendekatan ini dilakukan

buah,

pada pencegahan primer dan sekunder;

lemak dan karbohidrat sederhana, dan

dan

mempertahankan

Pendekatan

dan

a.

kepada

perorangan.

tinggi

berat

badan

dan tinggi badan;

yang berisiko tinggi mengidap DM dan pasien/penyandang

makanan

normal/idaman sesuai dengan umur

Pendekatan ini dilakukan pada mereka

pada

membatasi

b.

DM,

Melakukan kegiatan jasmani yang cukup

dilakukan pada pencegahan primer,

sesuai

dengan

umur

dan

kemampuan; dan

sekunder, dan tersier.

c.

Penyulit kronik DM pada dasarnya

Menghindari

obat

yang

bersifat

diabetogenik.

terjadi pada semua pembuluh darah di

Upaya

yang

dilakukan

pada

tubuh atau disebut angiopati diabetik.

pencegahan sekunder antara lain untuk

Angiopati ini dibagi menjadi dua yaitu

jangka pendek melakukan deteksi dini

makroangiopati

dan

penyakit DM dengan kegiatan penyaringan

mikroangiopati (mikrovaskulaer). Penyulit

(general check up) glukosa darah terutama

makrovaskuler meliputi: ginjal (penyakit

pada mereka yang memiliki faktor risiko

ginjal kronik) dan retina mata (terjadi

tinggi. Usaha ini dilakukan oleh semua

kebutaan).

penyulit

petugas kesehatan pada setiap kesempatan,

mikrovaskuler meliputi: pembuluh darah

atau juga oleh pasien yang berisiko tinggi

jantung

atas permintaan yang bersangkutan.

(makrovaskuler)

Sedangkan

(penyakit

jantung

koroner),

pembuluh darah kaki (luka sukar sembuh), dan

pembuluh

darah

otak

Upaya jangka panjang pencegahan

(stroke).

sekunder adalah mencegah timbulnya

Keduanya dapat terjadi bersamaan (tidak

penyulit

saling terpisah) dan bukan berrati tidak

mikroangiopati,

terjadi sekaligus.

neuropati. Upaya ini dikerjakan bersama-

Tindakan yang dilakukan untuk usaha

pencegahan

primer

kronik

dalam

makroangiopati,

bentuk dan

sama oleh dokter dan para petugas

meliputi

kesehatan. Namun demikian perlu juga

penyuluhan mengenai perlunya pengaturan

peran aktif para penyandang DM.

gaya hidup sehat sedini mungkin, dengan memberikan pedoman sebagai berikut:

6

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

Pencegahan Primer

Pencegahan Sekunder

Pencegahan Tersier

Mulai dicegah

Meninggal

Penyulit Kronik Cacat Mulai DM

Faktor risiko: Hiperglikemia - Obesitas Hipertensi - Nutrisi - Kurang aktifitas H

Genetik

Retinopati Nefropati Aterosklerosis Neurofati

Buta Gagal ginjal PJK Amputasi

TGT

Resistensi insulin Hiperinsulinemia H

Gambar 2.1. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus disesuaikan dengan Riwayat Alamiah Penyakit (Sumber: disadur dari Waspadji, 2011)

7

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

Exercise

Penatalaksanaan Sesuai

dengan

atau

latihan

fisik

Konsensus

dianjurkan secara teratur 3-4 kali seminggu,

Pengelolaan DM tahun 2006 di Indonesia,

selama kurang lebih 30 menit. Sifat latihan

prinsip

penatalaksanaan

meningkatkan

kualitas

DM

adalah

sesuai

dengan

hidup

pasien.

Continous,

prinsip

CRIPE

Rhythmical,

yaitu

Interval,

Adapun tujuannya terbagi menjadi dua:

Progresive, dan Endurance. Pelaksanaan

a.

Tujuan jangka pendek antara lain

training sesuai dengan kemampuan pasien.

menghilangkan keluhan dan tanda DM,

Sebagai contoh adalah olah raga ringan

mempertahankan rasa nyaman, dan

jalan

tercapainya

Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang

target

pengendalian

glukosa darah; b.

biasa

selama

30

menit.

gerak atau bermalasmalasan.

Tujuan jangka panjang antara lain mencegah

c.

kaki

dan

Pendidikan

menghambat

penting

dalam

kesehatan penatalaksanaan

DM.

progresivitas penyulit mikroangiopati,

Pendidikan

makroangiopati, dan neuropati.

pencegahan primer yang harus diberikan

Tujuan

kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.

akhir

adalah

turunnya

morbiditas dan mortalitas DM.

kesehatan

sangat

merupakan

Pendidikan kesehatan sekunder diberikan

Adapun penatalaksanaan DM tipe 2

kepada kelompok pasien DM. Sedangkan

terdiri dari upaya-upaya sebagai berikut:

pendidikan kesehatan untuk pencegahan

Diet, Exercise (latihan fisik/olahraga),

tersier diberikan kepada pasien yang sudah

Pendidikan kesehatan, dan Pengobatan.

mengidap DM dengan penyulit menahun.

Prinsip pengaturan makan (Diet)

Pengobatan DM diberikan dalam

pada penyandang DM adalah makanan

dua jenis obat yaitu antibiabetik oral dan

yang

dengan

insulin. Indikasi antidiabetik oral terutama

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-

ditujukan untuk penanganan pasien DM

masing individu. Pada pasien diabetes perlu

tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal

ditekankan pentingnya keteraturan makan,

dikendalikan dengan pengaturan asupan

yang meliptu jadwal makan, jenis dan

energi dan karbohidrat serta olahraga. Obat

jumlah makanan, terutama pada mereka

antidiabetik oral ditambahkan bila selama

yang menggunakan obat penurun glukosa

4-8 minggu upaya diet dan olahraga

darah atau insulin. Standar yang dianjurkan

dilakukan, kadar glukosa darah tetap di atas

adalah makanan dengan komposisi yang

200 mg/dL dan HbA1C di atas 8 mg/dL.

seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%,

Pemilihan antidiaberik oral bisa dilakukan

lemak 20-25% dan protein 10-15%.

dengan satu jenis obat atau kombinasi, yang

seimbang

dan

sesuai

8

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

disesuaikan dengan tingkat keparahan DM.

riwayat lahir dengan BBLR atau kurang

Golongan antidiabetik oral antara lain

dari 2500 gram), dan faktor risiko yang

sulfonilurea,

dapat dimodifikasi (Berat Badan berlebih,

biguanid,

inhibtor

alfa

glukosidase, dan insulin sensitizing.

Obesitas

Insulin merupakan protein kecil

abdominal/sentral,

kurangnya

aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet

dengan Berat Molekul (BM) 5.808 pada

tidak sehat/tidak seimbang, dan merokok).

manusia, mengandung 51 asam amino yang

Suyono (2011) menyebut faktor

tersusun dalam sua rantai. Rantai tersebut

risiko atau penyebab DM tipe 2

dihubungkan dengan jembatan disulfide.

disebabkan oleh: Faktor turunan, obesitas

Fungsi insulin antara lain: menaikkan

terutama yang bersifat sentral (bentuk

pengambilan glukosa ke dalam sel–sel

apel), diet tinggi lemak dan rendah

sebagian

menaikkan

karbohidrat, atau pola makan yang salah,

oksidatif,

kurang gerak badan, minum obat-obatan

menaikkan pembentukan glikogen dalam

yang dapat menaikkan kadar gula darah,

hati dan otot, serta mencegah penguraian

usia (faktor menua), stress, dan lain-lain.

besar

penguraian

glikogen,

jaringan,

glukosa

secara

menstimulasi

dapat

pembentukan

Sementara itu, faktor risiko DM tipe

protein dan lemak dari glukosa. Kombinasi

2 menurut American Diabetes Association

insulin dengan obat-obat lain efektif untuk

(ADA) adalah sebagai berikut: Usia ≥ 45

pasien yang tidak terkontrol dengan diet

tahun, overweight atau IMT > 25 kg/m2,

atau pemberian hipoglikemik oral. Selama

riwayat penyakit diabetes pada keluarga,

kehamilan, kadang insulin dijadikan pilihan

gaya hidup kurang bergerak, ras/etnis, level

sementara. Pada pasien DM tipe 2 yang

Gangguan Toleransi Glukosa, Riwayat DM

memburuk, dibutuhkan penggantian insulin

Gestasional atau pernah melahirkan bayi

secara total.

dengan berat > 9 lbs, hipertensi (> 140/90 mmHg), level HDL Kolesterol < 35 mg/dL, Polycystic Ovarian Syndrome (PCO), dan

FAKTOR RISIKO DIABETES TIPE-2 Kemenkes dalam bulletin Infodatin

riwayat penyakit kardiovaskular.

tahun 2014 dalam rangka Hari Diabetes Sedunia menyatakan faktor-faktor yang

Faktor

berhubungan dengan kejadian Diabetes

Dimodifikasi

Melitus dapat dikelompokkan menjadi 2

A.

yaitu faktor risiko yang tidak dapat

Risiko

yang

Tidak

Dapat

Ras dan etnik Dalam The Sage Dictionary of

dimodifikasi (ras dan etnik, umur, jenis

Sociology,

kelamin, riwayat keluarga dengan DM, dan

sekelompok orang atau negara yang 9

ras

atau

etnik

adalah

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

menganggap memliki keturunan yang sama

Ras dan etnis minoritas menurut

dan biasanya dipersatukan dengan bahasa,

Cordario (2011) memiliki kecenderungan

agama, kultur dan sejarah yang sama

lebih

(Bruce & Yearly, 2006).

melakukan pengontrolan kadar gula darah.

Dalam

(bahkan

tidak

pernah)

kesehatan

Kecenderungan tersebut disebabkan oleh

masyarakat, ras merupakan konsep yang

tiga faktor yaitu 1) faktor pasien (kepatuhan

penting

penyakit

yang rendah, biologis dan genetik, selera,

berhubungan erat dengan aspek biologis

penolakan pengobatan, hambatan ekonomi,

dari suatu ras tertentu. Ras berhubungan

dan kurangnya akses terhadap jaminan dan

dengan interaksi antara gen dan lingkungan

pelayanan kesehatan); 2) faktor dokter

(Last, 2001). Ras juga berhubungan dengan

(steretotipe dan bias, managed care, dan

status ekonomi sosial seseorang yang

hambatan peresepan obat); dan 3) faktor

berdampak pada akses terhadap layanan

sistem kesehatan (bahasa dan budaya,

kesehatan, perilaku sehat, diskriminasi, dan

pembiayaan,

dukungan sosial dalam rangka peningkatan

pemeriksaan

kesehatan dan penyembuhan penyakit

pengobatan).

(Codario, 2011).

B.

karena

perspektif

jarang

beberapa

Konsep ras sering

dan

lingkup

laboratorium

jaminan dan

Umur

digunakan dalam penelitian kesehatan

Konsep umur/usia menurut WHO

untuk mengetahui faktor risiko suatu

adalah sejumlah waktu yang telah dilalui

penyakit.

seseorang

Ras dan etnik berhubungan erat

hingga

saat

ini

dengan

menghitung hari/tanggal lahir sebagai

dengan kejadian DM. Ras Asia lebih

angka nol (Last, 2001).

berisiko mengalami DM dibanding Eropa.

Fungsi sel beta pada organ pankreas

Hal ini disebabkan karena orang Asia

akan

kurang

aktivitas

penambahan/peningkatan usia (Holth &

dibanding orang Eropa. Kelompok etnis

Kumar, 2003). Pada usia 40 tahun

tertentu seperti India, Cina, dan Melayu

umumnya manusia mengalami penurunan

lebih berisiko terkena DM. Pengaruh ras

fisiologis lebih cepat. DM lebih sering

dan etnis terhadap kejadian DM tipe 2

muncul pada usia setelah 40 tahun

sangat kuat pada masa usia muda. Pada

(Yuliasih & Wirawanni, 2009), terutama

berbagai studi, kasus DM tipe 2 pada

pada usia di atas 45 tahun yang disertai

pediatrik kebanyakan terjadi pada ras non-

dengan overweight dan obeistas. Penderita

eropa (Nadeau & Dabelea, 2008).

DM di Indonesia sebagian besar pada usia

sering

melakukan

menurun

seiring

dengan

38-47 tahun dengan proporsi sebesar 10

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

25,3%. Risiko DM makin meningkat sesuai

menunjukkan kejadian DM di Indonesia

dengan perkembangan usia (Soewondo &

lebih

Pramono, 2011). Nainggolan dkk (2013)

(61,6%) dengan jenis pekerjaan terbanyak

dalam studinya menunjukan semakin tua

adalah

kecenderungan menderita diabetes semakin

Demikian pula studi yang dilakukan

tinggi. Kelompok umur

Nainggolan dkk (2013) perempuan lebih

yang paling

berisiko adalah pada usia 55-64 tahun. Studi

Zahtamal

dkk

banyak

ibu

menyerang

rumah

perempuan

tangga

(27,3%).

banyak mengalami diabetes, namun tidak

(2007)

ada perbedaan risiko antara perempuan

menunjukkan 84% kasus DM dapat dicegah

maupun laki-laki.

dengan memperhatikan faktor risiko umur,

D.

Pendidikan

serta probabilitas terjadinya DM pada usia

Pendidikan merupakan bagian dari

< 45 tahun dan 45 tahun adalah sekitar 1

karakteristik status sosial ekonomi (SES)

berbanding 6.

seseorang. Menurut Cordario (2011) status

Sementara

Trisnawati

dan

ekonomi

sosial

meliputi

pekerjaan,

Setyorogo (2012) menunjukkan terdapat

pendapatan, pendidikan, dan keadilan

hubungan antara umur dengan kejadian DM

sosial-ekonomi. Kondisi status ekonomi

tipe 2 dengan risiko pada kelompok usia <

seseorang berdampak pada akses terhadap

45 tahun 72 persen lebih rendah dibanding

layanan

kelompok usia ≥ 45 tahun. Sementara

diskriminasi, dan dukungan sosial dalam

menurut Nainggolan dkk (2013) kelompok

rangka

umur 55-64 tahun memiliki risiko 14 kali

penyembuhan penyakit.

menderita diabetes dibanding kelompok

kesehatan,

peningkatan

perilaku

kesehatan

sehat,

dan

Pendidikan menjadi modal yang

usia 25-34 tahun.

baik bagi seseorang untuk meningkatkan

C.

Jenis kelamin

pola pikir dan perilaku sehat, karena itu

Jenis kelamin adalah penentuan

pendidikan dapat membantu seseorang

kesadaran, sikap, dan kepercayaan terhadap

untuk memahami penyakit dan gejala-

gender laki-laki atau perempuan secara

gejalanya (Anderson, 2004). Berbagai studi

kultural (Last, 2001). Baik pria maupun

menunjukkan terdapat hubungan yang

wanita memiliki risiko yang sama besar

bermakna antara tingkat pendidikan dengan

mengalami DM. Risiko lebih tinggi dialami

kejadian DM tipe 2. Studi yang dilakukan

wanita dengan usia di atas 30 tahun

Soewondo dan Pramono (2011) dan

dibandingkan pria.

Mongisidi (2014) menunjukkan proporsi

Sebuah studi yang dilakukan oleh Soewondo

&

Pramono

populasi yang mengalami DM di Indonesia

(2011) 11

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

sebagian besar ada pada orang dengan

stress dan tekanan serta gaya hidup yang

pendidikan sekolah menengah (26%).

menyebabkan kejadian DM tipe 2.

Penelitian

yang

dilakukan

Studi tentang hubungan pendidikan

Trisnawati dan Setyorogo di Puskesmas

dengan kejadian diabetes telah banyak

Cengkareng (2012), Mongisidi (2014), dan

dijalankan, diantaranya yang dilakukan

Nainggolan dkk (2013) menunjukkan tidak

oleh Soewondo dan Pramono (2011) yang

ada hubungan antara pendidikan dengan

menunjukkan bahwa di Indonesia sebagian

kejadian

2.

besar risiko DM ada pada ibu rumah tangga

dilakukan

(27,3%) dan pengusaha atau penyedia jasa

Diabetes

Sementara

Melitus

penelitian

Nainggolan

dkk

yang

(2013)

tipe

menunjukkan

(20%).

Studi

Mongisidi

(2014)

pendidikan rendah dan menengah lebih

menunjukkan kejadian diabetes lebih sering

bersifat protektif dibandingkan dengan latar

dialami pasien yang tidak bekerja.

belakang pendidikan tinggi. Pendidikan

Studi yang dilakukan Mongisidi

tinggi memiliki risiko 1,43 kali lebih tinggi

(2014) menunjukan terdapat hubungan

dibanding pendidikan rendah.

antara status pekerjaan dengan kejadian

Pendidikan secara tidak langsung

diabetes, dengan tingkat risiko sebesar

berhubungan dengan pengetahuan pasien.

1,544.

Hasil

F.

studi

hubungan

menunjukkan

terdapat

antara pengetahuan dengan

Riwayat keluarga dengan DM Riwayat

keluarga

merupakan

kejadian DM, dan sebagai faktor protektif

kondisi yang merefleksikan genetik dan

terhadap DM (Zahtamal dkk, 2007).

lingkungan yang sama pada beberapa orang

E.

Pekerjaan

(Ahrens & Pigeot, 2005). Riwayat keluarga

Pekerjaan menggambarkan secara

turut mempengaruhi kerentanan seseorang

langsung keadaan kesehatan seseorang

terhadap

melalui lingkungan pekerjaan baik secara

dengan DM pada level pertama (misalnya:

fisik dan psikologis (Oakes & Kaufman,

orang tua) merupakan faktor risiko yang

2006 dalam Rothman dkk, 2008). Seperti

kuat terhadap kejadian DM pada seseorang

halnya

pekerjaan

(Holt & Kumar, 2003). Ada dugaan bahwa

menggambarkan status sosial ekonomi

gen resesif membawa bakat diabetes pada

seseorang yang berdampak pada bagaimana

seseorang. Artinya hanya orang dengan

orang tersebut mendapat akses pelayanan

sifat homozigot dengan gen resesif tersebut

kesehatan dalam rangka upaya promosi,

yang menderita diabetes (Fatimah, 2015).

pendidikan,

preventif dan kuratif. Disamping itu

diabetes.

Berbagai

pekerjaan ada kaitannya dengan tingkat

Riwayat

studi

keluarga

menunjukkan

hubungan yang kuat antara riwayat DM 12

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

pada keluarga dengan risiko DM tipe 2

disebutkan oleh Cordario (2011), status

terutama pada populasi usia muda. Anak

ekonomi dan sosial berdampak pada akses

usia muda memiliki proporsi risiko DM tipe

terhadap layanan kesehatan, perilaku sehat,

2 sebesar 45-80% jika paling sedikit salah

diskriminasi, dan dukungan sosial dalam

satu orangtuanya menderita DM (Nadeau &

rangka

Dabelea, 2008). Hal ini didukung studi

penyembuhan penyakit.

peningkatan

kesehatan

dan

Nainggolan dkk (2013) yang menunjukkan

Beberapa studi dilakukan untuk

kejadian diabetes lebih tinggi pada orang

membuktikan Social Economic Statue

dengan riwayat keluarga DM dibanding

(SES) berhubungan secara positif dengan

yang tidak memiliki riwayat.

kejadian DM. Makin tinggi status sosial

Studi yang dilakukan Zahtamal dkk

ekonomi, risiko terkena DM semakin

(2007) terdapat hubungan yang bermakna

tinggi. Studi yang dilakukan Soewondo &

antara riwayat keluarga menderita DM

Pramono (2011) serta Nainggolan dkk

dengan

(2013)

kejadian

DM.

Probabilitas

menunjukkan bahwa proporsi

terjadinya DM pada orang dengan riwayat

penderita DM pada status sosial ekonomi

DM dibandingkan orang dengan tidak ada

tinggi

riwayat DM adalah 1 berbanding 4.

ekonomi rendah. Demikian pula studi yang

Disamping itu 73% kasus DM dapat

dilakukan

dicegah dengan memperhatikan faktor

diabetes lebih banyak diderita pasien

riwayat turunan DM. Demikian pula studi

dengan pendapatan di atas UMR (Upah

yang dilakukan Najah (2014) terdapat

Minimum Regional).

hubungan antara riwayat keluarga dengan

Studi

lebih

tinggi

Mongisidi

yang

dibanding

(2014)

sosial

kejadian

dilakukan

oleh

kejadian diabetes, dengan odd ratio sebesar

Mongisidi (2014) terdapat hubungan antara

4,78.

pendapatan

G.

mempengaruhi

sosial posisi

dengan

kejadian

diabetes dengan faktor risiko sebesar 1,440.

Status Sosial Ekonomi Faktor

pasien

ekonomi individu

H.

atau

Riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari 2500 gram

kelompok yang akan berkaitan dengan

Menurut WHO (2016), Bayi Berat

struktur masyarakat. Status ekonomi sosial

Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang

merupakan salah satu dimensi stratifikasi

baru lahir dengan berat badan kurang atau

sosial dan mekanisme penting untuk

sama dengan 2500 gram. Faktor risiko

melihat ditribusi sumberdaya dan barang

BBLR atau Berat Badan Lahir Rendah

terakumulasi pada kelompok sosial tertentu

terhadap DM tipe 2 dimediasi oleh faktor

(Boslaugh,

turunan dan lingkungan. BBLR disebabkan

2008).

Sebagaimana 13

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

keadaan malnutrisi selama janin di rahim

kejadian DM tipe 2 (Kousta & Frank,

yang

2006).

menyebabkan

kegagalan

perkembangan sel beta yang memicu peningkatan risiko DM selama hidup.

Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi

BBLR juga menyebabkan gangguan pada

A.

Overweight

sekresi insulin dan sensitivitas insulin

Overweight adalah kondisi tubuh

(Nadeau & Dabelea, 2008). Malnutrisi

dengan Indeks Massa Tubuh lebih dari 25

intrauterin

selama

kg/m2 (Ahrens & Pigeot, 2005).

perkembangan janin secara siginifikan

Risiko DM tipe 2 meningkat

dapat mempengaruhi metabolisme glukosa,

bersamaan dengan peningkatan berat badan

serta

(Nadeau & Dabelea, 2008). Menurut

dapat

mempengaruhi

kegagalan

fungsi sel beta yang berperan dalam sekresi

Infodatin

insulin pada manusia (Cordario, 2011 dan

bersumber dari Riskesdas tahun 2013,

Laakso, 2008).

proporsi faktor risiko kegemukan atau berat

I.

Riwayat

Polycystic

badan

Ovarian

berlebih

Ovarian

Syndrome

(overweight)

yang

pada

5,7%, dan 11,5% pada kelompok usia di

adalah gangguan sistem endokrin yang

atas

umumnya

menunjukkan

menyerang

(2014)

kelompok usia di atas 16-18 tahun adalah

Syndrome (PCO) Polycystic

Kemenkes

wanita

yang

18

tahun.

Data

proporsi

tersebut faktor

juga risiko

mempengaruhi usia reproduksi. Berbagai

kegemukan pada penderita DM pada usia di

studi menunjukkan hubungan yang kuat

bawah 15 tahun cukup tinggi yakni sebesar

antara PCO dengan kejadian diabetes pada

20,6%.

wanita. Risiko diabetes tipe 2 meningkat

B.

pada hampir ¾ wanita dengan PCO. Studi

Obesitas Obesitas

adalah

kondisi

tubuh

lain menunjukkan dari seluruh populasi,

dengan Indeks Massa Tubuh lebih dari 30

4% penderita DM tipe 2 mengalami

kg/m2 (Ahrens & Pigeot, 2005).

obesitas dan PCO. Onset gangguan gula

Obesitas

merupakan

komponen

darah pada wanita dengan PCO terjadi pada

utama dari sindom metabolik dan secara

usia 30-40 tahun. Meskipun wanita dengan

signifikan beehubungan dengan resistensi

PCO memiliki kadar gula darah yang

insulin. Pedoman yang dikeluarkan oleh

normal, namun dengan pengujian yang

The National Cholesterol Program-Adult

detail memperlihatkan adanya gangguan

Treatment

metabolik yang berkontribusi terhadap

menunjukkan

Panel

(NCEP-ATP

seseorang

III)

terdiagnosa

sindrom metabolik jika menderita tiga atau 14

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

lebih dari lima faktor risiko berikut

penyebab diabetes yakni mencapai 26,6%

(Cordario, 2011):

(pada kelompok usia 15 tahun ke atas).

1.

Obesitas abdomen dengan lingkar

Jenis kelamin perempuan lebih besar

pinggang > 102 cm (pria) dan > 88 cm

proporsinya (42,1%) dibanding laki-laki

(wanita);

(11,3%).

2.

Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl;

3.

Kadar HDL < 40 mg/dl (pria) dan 50

Roselinda,

mg/dl (wanita);

menunjukkan prevalensi obesitas baik

4.

Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg; dan

abdominal atau sentral, mulai meningkat

5.

Kadar glukosa puasa ≥ 100 mg/dl.

pada umur ≥ 25 tahun dan mulai menurun

Risiko

penyakit

DM

Studi yang dilakukan Soetiarto,

tipe

dan

Suhardi

(2010)

pada usia ≥ 65 tahun sampai dengan usia

2

meningkat bersamaan dengan peningkatan

75+

indeks massa tubuh, rasio pinggul terhadap

meningkat pada usia ≥ 35 tahun pada

pinggang, dan penimbunan lemak terpusat.

wanita dan menurun di usia 75+ tahun.

Masalah obesitas bukan hanya terjadi di

Berbeda dengan laki-laki yang mulai

negara maju, namun juga di negara

meningkat prevalensi DM pada usia ≥ 45

berkembang (seperti Indonesia, India)

tahun tetapi makin tinggi sampai usia 75+

terutama pada masyarakat urban. Sebuah

tahun. Terlihat bahwa mulainya tinggi

studi di India melaporkan bahwa 18%

prevalensi obesitas pada usia yang lebih

populasi usia 13-18 tahun mengalami

muda dari pada mulai tingginya prevalensi

overweight,

DM, ini menunjukkan kejadian obesitas

yang

behubungan

positif

dengan usia dan status sosial ekonomi

tahun

.

Prevalensi

DM

mulai

mendahului terjadinya DM.

(Nadeau & Dabelea, 2008). Sementara

Studi

Yuliasih dan Wirawanni

studi yang dilakukan Soewondo dan

(2009)

Pramono (2011) proporsi penderita DM

menunjukkan terdapat hubungan yang

yang mengalami obesitas abdominal di

bermakna

Indonesia

Sementara

dengan peningkatan kadar Gula Darah

proporsi pada obesitas sentral sebesar

Puasa dan Gula Darah 2 Jam PP. Studi lain

40,9%.

menunjukkan, wanita dengan indeks massa

sebesar

33,6%.

dan

Nainggolan

antara

obesitas

dkk

(2013)

abdominal

Menurut Infodatin Kemenkes RI

tubuh (IMT) di atas 35 kg/m2 memiliki

(2014) faktor risiko DM akibat obesitas di

risiko 40 kali menderita diabetes dibanding

Indonesia banyak terjadi pada kelompok

wanita dengan IMT < 23 kg/m2 (Laakso,

usia di atas 18 tahun (14,8%). Obesitas

2008). Sementara menurut Trisnawati dan

sentral merupakan faktor risiko utama

Setyorogo (2012) orang dengan obesitas 15

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

memiliki risiko 2,7 kali lebih besar

D.

Hipertensi

dibanding yang tidak obesitas. Studi

Hipertensi atau dikenal dengan

Nainggolan dkk (2013) juga menunjukkan

“tekanan darah tinggi” adalah kondisi

bahwa

maupun

dimana tekanan darah seseorang terhadap

kegemukan sama-sama memiliki risiko

dinding pembuluh arteri secara konsisten

diabetes dibandingkan dengan berat badan

tinggi, yakni tekanan darah ketika jantung

normal.

berkontraksi (sistolik) lebih besar sama

C.

Kurangnya aktivitas fisik

dengan 140 mmHg dan tekanan darah

Gaya hidup kurang aktivitas fisik

ketika

berat

badan

kurus

jantung

melemah/menguncup

(sedentary life style) turut mempengaruhi

(diastolik) sebesar lebih besar atau sama

patogenesis kegagalan dalam toleransi

dengan 90 mmHg (Boslaugh, 2008).

glukosa dan merupakan faktor risiko utama

Ketidaktepatan penyimpanan garam

diabetes (Laakso, 2008). Latihan aerobik

dan air serta meningkatnya tekanan dari

dapat

dalam tubuh pada sirkulasi darah perifer

menunda

bahkan

mencegah

perkembangan diabetes tipe 2, dengan

merupakan

meningkatkan sensitivitas insulin secara

berkaitan erat dengan resistensi insulin

langsung

sebagai

(Cordario,

2011).

Dengan

demikian, kurang aktifitas fisik dapat

penyebab

pencetus

tekanan

kejadian

darah

diabetes

(Fatimah, 2015).

menyebabkan risiko DM makin tinggi.

Hipertensi

Faktor risiko DM akibat kurang

dengan risiko

sangat

berhubungan

perkembangan diabetes

aktifitas fisik pada populasi usia 10 tahun

melitus tipe 2, serta sebagai prediktor

ke atas mencapai 26,1% (Kemenkes, 2014).

penting

Studi Soewondo & Pramono (2011)

retinopati,

dan

kardiovaskuler

yang

menunjukkan proporsi penderita DM yang

menyertai

DM.

Sebuah

yang

kurang

dilakukan di Osaka (Osaka Health Survey),

melakukan

aktivitas

fisik

di

Indonesia sebesar 72,7%. Menurut

Laakso

terhadap

kejadian

nefropati,

studi

risiko relatif (RR) perkembangan diabetes (2008)

risiko

melitus tipe 2 sebesar 1,76 pada pria

wanita yang kurang melakukan aktifitas

hipertensi dibandingkan sebesar 1,39 pada

fisik lebih tinggi menderita diabetes

pria tensi normal (Cordario, 2011). Studi

dibanding yang aktif berolahraga. Wanita

Nainggolan

dengan berolahraga kurang dari 7 jam per

terdapat

minggu, 39% menderita diabetes lebih

hipertensi

rendah dibanding yang beraktifitas fisik

dengan risiko diabetes pada kelompok yang

kurang dari 0,5 jam per minggu.

memiliki riwayat hipertensi lebih tinggi 16

dkk

(2013)

hubungan dengan

menunjukkan

bermakna kejadian

antara diabetes,

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

dibanding kelompok dengan tensi normal

HDL, serta peningkatan kadar kolesterol

yaitu 3,41 kali.

LDL densiti rendah (small dense LDL)

Hipertensi dan diabetes merupakan

(Cordario, 2011). Selengkapnya disajikan

faktor risiko yang saling berhubungan (autokorelasi).

Insiden

pada tabel 2.2 berikut.

hipertensi

Infodatin

Kemenkes

(2014)

meningkat pada pasien diabetes 1,5 – 3 kali

menunjukkan proporsi faktor risiko DM

dibanding pasien normal. Sebuah studi

populasi

menunjukkan 40% orang dengan diabetes

dislipidemia

mengalami hipertensi pada usia 45 tahun,

kolesterol pada posisi borderline dan tinggi

dan lebih dari 60% pada usia 60 tahun

yakni sebesar 35,9%. Sementara pada

(Cordario, 2011).

kondisi

lainnya

(22,9%),

LDL

Faktor risiko DM akibat hipertensi

15

tahun

ke

tertinggi

adalah tinggi

atas

akibat

akibat

kadar

HDL

rendah

(15,9%),

dan

pada populasi usia 18 tahun ke atas

trigliserida tinggi (11,9%). Penelitian yang

mencapai

2014).

dilakukan Trisnawati dan Setyorogo (2012)

Namun secara umum proporsi penderita

dan Nainggolan dkk (2013) menunjukkan

DM yang menderita hipertensi hampir sama

adanya hubungan antara kadar kolesterol

(Soewondo & Pramono, 2011).

dalam darah dengan kejadian diabetes,

25,8%

(Kemenkes,

Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati

dan

Setyorogo

dengan risiko sebesar 2,41 kali dibanding

(2012)

orang dengan kolesterol total normal.

menunjukkan terdapat hubungan yang

F.

Diet tidak sehat/tidak seimbang

bermakna antara tekanan darah dengan

Tidak dapat dipungkiri bahwa diet

kejadian DM dengan odss ratio 6,85 kali

merupakan salah satu cara yang dapat

dibanding orang dengan tensi darah normal.

dilakukan seseorang untuk meningkatkan

E.

Dislipidemia

kesehatan.

Diet

Dislipidemia merupakan kondisi

melindungi

seseorang

yang

sehat dari

dapat

serangan

kadar lemak dalam darah tidak sesuai batas

penyakit kronis, salah satunya adalah

yang ditetapkan atau abnormal (AIHW,

diabetes.

2012). Resistensi insulin berhubungan

menunjukkan seseorang yang secara rutin

dengan ketidaknormalan dan peningkatan

makan buah-buahan dan sayuran memiliki

metabolisme asam lemak dan lipoprotein.

risiko yang rendah terkena diabetes tipe 2

Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar

(AIHW, 2012).

trigliserida dan penurunan kadar kolesterol

17

Bukti-bukti

epidemiologis

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

Tabel 2.2. Karakteristik Abnormalitas Lipoprotein pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 1. Peningkatan LDL 2. Peningkatan VLDL 3. Peningkatan residu 4. Penurunan HDL 5. Peningkatan Trigliserida 6. Peningkatan Small dense LDL 7. Peningkatan fungsi glikasi LDL 8. Peningkatan fungsi oksidari LDL 9. Peningkatan pembentukan antibodi yang meningkatkan aterogenesis 10. Peningkatan Trigliserida yang kaya lipoprotein bersamaan dengan penurunan aktivitas enzim lipase lipoprotein Sumber: Cordario (2011, hal. 214) dewasa

sigaret, “tingwe”, cigar, dan pipa) yang

menunjukkan diet ketat serat, lemak, dan

dilakukan setiap hari, tidak termasuk

glukosa

tembakau kunyah atau produk bukan

Studi

pada

menurunkan

wanita

risiko

terhadap

diabetes (Laakso, 2008). Sementara pada

tembakau yang dihisap (AIHW, 2012).

populasi 10 tahun ke atas, proporsi faktor risiko

DM

akibat

Kemungkinan

terdapat

proporsi

mengkonsumsi

yang sama antara prevalensi perokok yang

makanan/minuman manis lebih dari 1x/hari

mengalami diabetes dan non-diabetes.

adalah 53,1%. Faktor risiko lainnya adalah

Merokok dapat mempengaruhi beberapa

mengkonsumsi

makanan/minuman

faktor yang dapat meningkatkan resistensi

berlemak lebih dari 1x/hari sebesar 40,7%

insulin dan berperan terhadap aktivitas

dan makanan/minuman asin lebih dari

insulin. Merokok juga secara siginifikan

1x/hari sebesar 26,2% (Kemenkes, 2014).

dapat

Hasil studi Zahtamal dkk (2007)

meningkatkan

risiko

penyakit

kardiovaskuler, serta terhadap neropati dan

menunjukkan tidak terdapat hubungan

nefropati (Haire-Joshu dkk, 1999).

antara pola makan tidak sehat dengan

Faktor risiko DM akibat merokok

kejadian DM, dan hanya 6% kasus DM

setiap hari pada populasi berusia 10 tahun

dapat dicegah dengan menjaga pola makan

ke atas adalah 24,3% (Kemenkes, 2014).

yang sehat.

Studi

G.

Pramono (2011) menunjukkan proporsi

Merokok Perilaku

merokok

atau

daily

berupa

dilakukan

Soewondo

&

penderita DM yang merokok setiap hari

smoking merupakan salah satu faktor risiko perilaku

yang

mencapai 18,9%.

menghirup/menghisap

Studi

tembakau atau produk tembakau (meliputi

menunjukkan 18

Nainggolan tidak

ada

dkk

(2013)

hubungan

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

signifikan antara perilaku merokok dengan

gangguan emosi dengan diabetes, serta

diabetes, serta proporsi diabetes pada orang

proporsi penderita diabetes pada orang

merokok lebih rendah dibanding yang tidak

dengan gangguan emosional tinggi lebih

merokok. Namun menurut Laakso (2008)

rendah dibanding orang dengan gangguan

merokok lebih dari 14 batang rokok jenis

emosional yang rendah.

sigaret per hari meningkatkan risiko diabetes sebesar 39%.

KESIMPULAN

H.

1.

Stress dan depresi Stress adalah respon fisik dan

Diabetes Melitus tipe 2 adalah jenis diabetes yang didapat setelah dewasa

psikologis terhadap tekanan (stressor), dan

yang

merupakan

bisa

insulin, sehingga disebut DM Tidak

kesehatan

Tergantung Insulin (TTIDM). Gejala

faktor

mempengaruhi

risiko

yang

kondisi

disebabkan

resistensi

seseorang. Stress dapat disebabkan oleh

DM

berbagai macam faktor seperti tekanan

hiperglikemia yaitu kondisi kadar

pekerjaan, menganggur, masalah keuangan,

glukosa

penyakit, penyakit pada anggota keluarga,

melebihi

putus

atau

diperbolehkan. Kondisi hiperglikemia

meninggalnya salah satu anggota keluarga

sendiri terbagi atas dua kondisi yaitu

(AIHW, 2012).

Pre-diabetes dan Diabetes Melitus.

hubungan,

dan

hadirnya

ditandai

oleh

dengan

dalam

darah

kadar

keadaan

seseorang

normal

yang

Hubungan antara DM tipe 2 dengan

Diagnosa DM harus didasarkan atas

depresi bisa terjadi secara dua arah (saling

pemeriksaan kadar glukosa darah,

mempengaruhi). Beberapa orang dengan

bukan

DM tipe 2 mengalami obesitas yang

glukosa dalam urine atau glukosuria

berperan

depresi

saja. Terdapat dua keadaan yang

terutama pada anak muda. Orang dewasa

berperan dalam patofisiologi DM tipe

dengan diabetes memiliki risiko mengalami

2 yaitu resistensi insulin dan disfungsi

depresi dua kali lebih besar dibandingkan

sel beta pankreas. Upaya pencegahan

kelompok yang non-DM (Nadeau &

DM

Dabelea, 2008). Penelitian yang dilakukan

sekunder, dan primer. Sesuai dengan

Trisnawati

Konsensus Pengelolaan DM tahun

dalam

dan

munculnya

Setyorogo

(2012)

hanya

meliputi

menunjukkan ada hubungan antara stress

2006

dengan kejadian diabetes.

penatalaksanaan

Studi

Nainggolan

dkk

(2013)

di

berdasarkan

pencegahan

adanya

tersier,

Indonesia,

prinsip

DM

adalah

meningkatkan kualitas hidup pasien.

menunjukkan tidak ada hubungan antara 19

Ade Heryana, SST, MKM

2.

Faktor-faktor

yang

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2 Bruce, Steve dan Steven Yearly, The Sage Dictionary of Sociology, London: Sage Publication, 2006. Codario, Ronald A. Type 2 Diabetes, PreDiabetes, and The Metabolic Syndrome, 2nd edition, PA: Humana Press, 2011. Fatimah, Restyana Noor, “Diabetes Melitus Tipe 2”, dalam Jurnal Majority volume 4 nomor 5, Februari 2015. Gakidou et al, “Management of Diabetes and Associated Cardiovascular Risk Factors in Seven Countries: a Comparison of Data from National Health Examination Surveys”, Bulletin of World Health Organizatons, Vol.89 No.3, March 2011, diakses tanggal 21 April 2016 dari http://www.who.int/bulletin/volumes/8 9/3/10-080820/en/ Haire-Joshu, Debra, Russel E. Glasgow, dan Tiffany L. Tibbs, “Smoking and Diabetes”, dalam Diabetes Care, volume 22, nomor 11, November 1999. Holt, Tim dan Sudhesh Kumar, ABC of Diabetes 6th edition, NJ: WileyBlackwell, 2003. International Diabetes Federation, Annual Report 2014, diunduh tanggal 21 April 2016, dari website http://www.idf.org/publications/annual -report, Kemenkes, Situasi dan Analisis Diabetes, Jakarta: Pusdatin Kemenkes, 2014 Kousta, Eleni dan Stephen Franks, “Polycystic Ovary Syndrome and Women with Diabetes” dalam Diabetes Voice, Issue 4, Volume 51, Desember 2006 Laakso, Markku, “Epidemiology of Type 2 Diabetes”, dalam Barry J. Goldstein dan Dirk Muller-Wieland (ed), Type 2 Diabetes: Principles and Practice, 2nd edition, New York: Informa Healthcare, 2008. Lapau, Buchari, Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi edisi revisi, Jakarta: Pustaka Obor, 2012 -------------------, Prinsip dan Metode Epidemiologi, Jakarta: FKUI, 2013 Last, John M. (ed.), A Dictionary of Epidemiology 4th edition, Oxford: Oxforf Press, 2001 Martyn, Jeffery, “Hypertension Guidelines: Revisiting the JNC 7

berhubungan

dengan kejadian Diabetes Melitus dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu 1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan DM, dan riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari 2500 gram); dan 2) Faktor risiko

yang

(Overweight,

dapat Obesitas,

dimodifikasi kurangnya

aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet

tidak

sehat/tidak

seimbang,

merokok, dan stress/depresi).

DAFTAR PUSTAKA Ahrens, Wolfgang, dan Iris Pigeot (ed.), Handbook of Epidemiology, Bremen: Springer, 2005 Aikins, Ama de-Graft, dan Charles Agyemang, “Introduction: Addressing the Chronic Non-communicable Disease Burden in Low-and-Middle-income Countries”, dalam Ama de-Graft Aikins dan Charles Agyemang, eds. Chronic Noncommunicable Disease in Low and Middle-income Countries, London: CAB Publishing, 2016. American Diabetes Association, “Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus”, Diabetes Care, Vol.27, Supplement 1, January 2004 Anderson, Norman B (ed.), Encyclopedia of Health and Behavior 1, California: Sage publication, 2004. Australian Institute of Health and Welfare, Risk Factors Contributing to Chronic Disease, Canberra: AIHW, 2012 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI, Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta: Balitbangkes, 2013 Boslaugh, Sarah (Ed.), Encyclopedia of Epidemiology 1&2, California: Sage Publication, 2008

20

Ade Heryana, SST, MKM

Faktor Risko Diabetes Melitus Tipe 2

Recommendations”, The Journal of Lancaster General Hospital, Vo.3 No.3, Fall 2008 McPherson, Darlene, “Body Mass Index”, dalam Sarah Boslaugh (eds.)

Soewondo, Pradana, dan Laurentius A. Pramono, “Prevalence, Characteristics, and Predictors of Pre-diabetes in Indonesia”, Medicine Journal Indonesia, Vol.20, No.4, November 2011. Suyono, Slamet, “Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes”, dalam Sidartawan Soegondo, Pradana Soewondo, Imam Subekti (editor), Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Edisi kedua, Jakarta: FKUI, 2011 -------------------, “Patofisiologi Diabetes Melitus”, dalam Sidartawan Soegondo, Pradana Soewondo, Imam Subekti (editor), Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Edisi kedua, Jakarta: FKUI, 2011 Trisnawati, Shara Kurnia dan Soedijono Setyorogo, “Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitas Type II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012”, Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol.5, No.1, Jan 2013. Truman, Benedict I, dan Steven M. Teutsch, “Screening in the Comunity”, dalam Ross C. Brownson dan Diana B. Petiti, Applied Epidemiology: Theory and Practice, New York: Oxford University Press, 1998. Waspadji, Sarwono, “Diabetes Melitus: Penyulit Kronik dan Pencegahannya”, dalam Sidartawan Soegondo, Pradana Soewondo, Imam Subekti (editor), Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Edisi kedua, Jakarta: FKUI, 2011. World Health Organization, Definition and Diagnosis of Diabetes Melitus dan Intermediate Hyperglicemia: Report of the WHO/IDF Consultation, Geneva: WHO, 2006 Yuliasih, Wiwi, dan Yekti Wirawanni, Obesitas Abdominal sebagai Faktor Risiko Peningkatan Kadar Glukosa Darah, Semarang: Universitas Diponegoro, 2009 Zahtamal dkk, “Faktor-faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus” dalam Berita Kedokteran Masyarakat Vol.23 No.3 September 2007.

Encyclopedia of Epidemiology 1&2, California: Sage Publication, 2008 Mongisidi, Gabby, Hubungan Antara Status Sosio-Ekonomi dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Interna BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado, Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, 2014. Nadeau, Kristen dan Dana Dabelea, “Epidemiology of Type 2 Diabetes in Children and Adolescents” dalam Dana Dabelea & Georgeanna J. Klingensmith (ed), Epidemiology of Pediatric and Adolescent Diabetes, New York: Informa Healthcare, 2008. Nainggolan, Olwin, A. Yudi Kristanto, dan Hendrik Edison, “Determinan Diabetes Melitus (Analisa Baseline Data Studi Kohort Penyakit Tidak Menular Bogor 2011)”, dalam Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, volume 16, nomor 3, Juli 2013. Nuovo, Jim, “Type 2 Diabetes”, dalam Jim Nuovo (eds), Chronic Disease Management, California: Springer Science+Business Media, 2007 Rosen, Meghan, “Global obesity rates continue climb” dalam http://sciencenews.org/article, diakses tanggal 21 April 2016 Rothman, Kenneth J., Sander Greenland, dan Timothy L. Lash, Modern Epidemiology 3rd edition, Lippincot William & Wilkins, 2008 Soegondo, Sidartawan, “Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini”, dalam Sidartawan Soegondo, Pradana Soewondo, Imam Subekti (editor), Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Edisi kedua, Jakarta: FKUI, 2011 Soetiarto, Farida, Roselinda, dan Suhardi, “Hubungan Diabetes Melitus dengan Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Pinggang Data Riskesdas 2007”, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol.38, No.1, Maret 2010.

21