HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN, AKTIVITAS FISIK

Download intentionally for several reasons. The research was conducted on February-. March 2016. Based on the result of spearman correlation test sh...

0 downloads 1018 Views 2MB Size
HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI DENGAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KOTA BANDUNG

SHARRAH FADHILAH KURNIA PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Antropometri dengan Hipertensi pada Masyarakat di Kota Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016 Sharrah Fadhilah Kurnia Putri NIM I14120073

iii

ABSTRAK SHARRAH FADHILAH KURNIA PUTRI. Hubungan Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Antropometri dengan Hipertensi pada Masyarakat di Kota Bandung. Dibimbing EVY DAMAYANTHI dan IKEU EKAYANTI. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan berbagai faktor risiko hipertensi dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di Kota Bandung. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah subjek 60 orang yang terdiri dari 30 perempuan dan 30 laki-laki yang mewakili masyarakat Kota Bandung. Tempat penelitian dipilih secara sengaja karena beberapa alasan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016. Berdasarkan uji korelasi spearman terdapat hubungan signifikan antara usia (p=0.001; r=0.408),, frekuensi konsumsi makanan berlemak (p=0.033; r=0.276) dan aktivitas fisik (p=0.007 ; r= -0.347) dengan hipertensi. Berdasarkan uji korelasi spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi, kebiasaan konsumsi makanan asin, kebiasaan konsumsi kopi, frekuensi konsumsi sayur dan buah, tingkat keukupan lemak dan kecukupan natrium serta riwayat keluarga dengan hipertensi (p>0.05). Kata kunci: aktivitas fisik, hipertensi, masyarakat, pola konsumsi pangan, status gizi

ABSTRACT SHARRAH FADHILAH KURNIA PUTRI. Correlation betweenFood Pattern, Physical Activity and Anthrophometry Nutritional Status with Hypertension on Community in Bandung City. Supervised by EVY DAMAYANTHI and IKEU EKAYANTI. This research was aimed to review relationship of many risk factors of hypertension with hypertension on society in Bandung City. The study design was cross sectional study with 60 subjects that consist of 30 women and 30 men who represent the community of the people in Bandung. Place were selected intentionally for several reasons. The research was conducted on FebruaryMarch 2016. Based on the result of spearman correlation test showed significant correlation between age (p=0.001; r=0.408), frecuency of fatty food consumption (p=0.033; r=0.276), and physical activity (p=0.007 ; r= -0.347) with hypertension. There was no significant relationship between nutritional status, salty food consumption habits, fatty and coffee consumption habits, frecuency of fruits and vegetables consumption, level of fat and sodium, alcohol consumption habits, stress and also genetics history with hypertension (p>0.05). Key words: food pattern, hypertension, nutritional status, physical activity, society

v

HUBUNGANPOLA KONSUMSI PANGAN, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI DENGAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KOTA BANDUNG

SHARRAH FADHILAH KURNIA PUTRI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016



55': %0"/1":

: 55+ +: ,&: ,+15)1": + +: %2"6"21: "1"%: +: 2251: "9": +20,.,)20": + +: ".04+1": .: 170%2: ": ,2: +5+ :

):

: !00!: !#'!:5*":530":

:

 

"125$5": ,(!:

:

0-: 0: 0: )")"+ ::

"%2!5#: '!:

+

&: #125$5": 

   

ix

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret ini merupakan penelitian di bidang gizi terapan, dengan judul Hubungan Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Antropometri dengan Hipertensi pada Masyarakat di Kota Bandung Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan kenikmatan, kelancaran, dan kemudahan hingga saat ini. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS dan Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes., selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Rimbawan selaku ketua Departemen. 3. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked, M. Gizi selaku dosen pemandu seminar da penguji yang telah memberikan ulasan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Pembahas seminar (Dwikani Oklita A, Bella Carina Putri, Dwi Ayu O, Dwinda Listya I) atassaran dalam penyempurnaan skripsi ini. 5. Ayahanda, H. Deden Kurnia, SH dan Ibunda, Hj. Tati Rohaeti, SE serta Sheilla Salsabila Kurnia Putri, Shoffie Firdaus Kurnia Putri, AKP Muhammad Bima Gunawan Jauharie, SIK, Salma Carissa Mughny Jauharie serta Sabina Callysta Ghanniy Jauharie yang selalu memberikan doa dan semangatnya serta selalu saya jadikan penyemangat hidup. 6. Putri Sofhia Khairunnisa, SE, Budi Kusuma Astuti, ST, Genialita Fadhilla, S.Farm. Stefanus Mahendra Kusuma Djati, S.Si, Andri Laksono, STP, Letda KAV Ridho Danang Perkasa,S.T.Han, Ninik Susadi Putri, ST dan sahabat-sahabat SMA yang saling memberikan doa dan semangat. 7. Dwikani Oklita Anggiruling, Dini Kurnianingsih, Disa Prawidasari, Diva Ayu Rivyana, Maulidya Ayu Hidayanty, Muhammad Nuzul Azhim Ash Siddiq, S.Gz, Andi Hakim Jodi Saputro, I Putu Agus Mahendra Yasa, Mohd. Lutfi Adrian, Seila Pramadania Sativa, S.Gz, Syifa Fauziah, Arif Aulia Rachman, Fika Rafika Nurhalimah, S.Gz, Wilda Yustisia Syarifah, Meisya Eadyana Maharani, Levita Sari Darmawan, Karina Listyani yang selalu membantu dan setia selama 4 tahun ini. 8. Teman-teman AKG Gizi Masyarakat IPB 49 yang sudah seperti keluarga saya sendiri, Pengurus HIMAGIZI dan HUMAS HIMAGIZI 2013-2014 dan 2014-2015, pengurus ILMAGI serta teman-teman satu perjuangan KKN-P Desa Margaluyu, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016 Sharrah Fadhilah Kurnia Putri

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definsi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik contoh Kejadian Hipertensi Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi Aktivitas Fisik Status Gizi Kebiasaan merokok Stres Kebiasaan konsumsi alkohol Hubungan usia dengan hipertensi Hubungan jenis kelamin dengan hipertensi Hubungan riwayat keluarga dengan hipertensi Hubungan pola konsumsi pangan dengan hipertensi Hubungan aktivitas fisik dengan hipertensi Hubungan status gizi dengan hipertensi Hubungan kebiasaan merokok dengan hipertensi Hubungan konsumsi alkohol dengan hipertens Hubungan stres dengan hipertensi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran

ix xi xii xiii xiii 1 1 4 4 4 5 8 8 8 9 11 16 17 17 18 21 27 30 31 32 33 34 34 35 36 40 42 43 44 44 44 45 46

xii

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

47 55 75

DAFTAR TABEL 1 Jenis dan cara pengambilan data 2 Cara pengkategorian variabel penelitian 3 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik contoh 4 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi hipertensi 5 Riwayat penyakit hipertensi subjek 6 Sebaran subjek berdasarkan pola konsumsi pangan 7 Sebaran subjek berdasarkan konsumsi kopi 8 Sebaran subjek berdasrkan jenis makanan yang dikonsumsi 9 Frekuensi makanan subjek 10 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi 11 Rata-rata lama kegiatan berdasarkan jenis aktivitas fisik 12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga 14 Sebaran contoh berdasarkan status gizi 15 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok 16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres 17 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan konsumsi alkohol 18 Hubungan karakteristik usia dengan hipertensi 19 Hubungan karakteristik jenis kelamin dengan hipertensi 20 Hubungan konsumsi makanan asin dengan hipertensi 21Hubungan konsumsi kopi dengan hipertensi 22 Hubungan frekuensi konsumsi pangan dengan hipertensi 23 Hubungan tingkat kecukupan lemak dengan hipertensi 24 Hubungan kecukupan natrium dengan hipertensi 25 Hubungan aktivitas fisik dengan hipertensi 26 Hubungan kebiasaan olahraga dengan hipertensi 27 Hubungan status gizi dengan hipertensi 28 Hubungan kebiasaan merokok dengan hipertensi 29 Hubungan stres dengan hipertensi

10 14 17 19 20 22 23 23 24 26 27 28 29 30 32 33 34 34 35 36 36 38 39 39 40 41 42 43 44

xiii

DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran hubungan pola konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi antropometri dengan hipertensi pada masyarakat di kota Bandung 2 Persentase klasifikasi hipertensi berdasarkan pengukuran

7

19

DAFTAR LAMPIRAN 1 Penjelasan informoed consent 2 Formulir informed consent 3 Kuesioner 4 Hasil uji normalitas dan korelasi

55 57 59 73

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia yang semakin meningkat mengakibatkan munculnya berbagai macam hal baru, baik positif maupun negatif khususnya pada bidang kesehatan. Perubahan gaya hidup yang terjadi menyebabkan adanya perubahan dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). Hal ini sesuai dengan WHO (2011) yang menyatakan bahwa peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang semakin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup. Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular sedangkan menurut Depkes (2006), penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian secara global. Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insiden dan prevalensi PTM secara cepat, hal ini merupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang akan datang. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Negara yang diperkirakan paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia (Syah 2002, WHO 2005).Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi perhatian saat ini adalah hipertensi. Hipertensi dapat disebut sebagai the silent killer yang biasanya berhubungan dengan gangguan metabolisme, terutama obesitas, diabetes dan dislipidemia. Pada kenyataannya, hubungan yang signifikan antara hipertensi sistemik dan faktor risiko kardiometabolik lainnya sudah dikenal, seperti indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, glukosa puasa dan trigliserida yang tinggi serta kolesterol HDL yang berkurang.. Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2014) adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Menurut Riskesdas (2013), hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan zat gizi di dalam tubuh. Jika dibiarkan penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Hipertensi juga dapat memicu atau menyebabkan komplikasi beberapa masalah kesehatan. Tekanan darah berhubungan langsung dengan angka kematian dan kesakitan pada risiko penyakit kardiovaskuler, seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal, atau kematian lebih cepat (Siyad 2011). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkenahipertensi.Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan

2

oleh pola hidup (life style) yang tidak sehat serta faktor sosial budaya masyarakat Indonesia. Hipertensi adalah suatu penyakit yang bisa terjadi kepada siapa saja dan kapan saja juga dapat terjadi karena faktor tertentu. Hipertensi disebut juga the silent killer karena gejalanya dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan penyakit lainnya. Gejala tersebut tidak terlihat hingga komplikasi serius mulai berkembang. Berdasarkan data Depkes (2006), asma dan hipertensi merupakan penyakit yang persentase kematiannya terus meningkat dari tahun 2009-2010 pada pasien rawat inap di rumah sakit. Jumlah yang menderita hipertensi di dunia pada kelompok umur 20 tahun ke atas pada tahun 2006 dilaporkan sebanyak 73.600.000 (Kokkinos 2010), sedangkan prevalensi di Indonesia yaitu 25.8% sesuai dengan data hasil Riskesdas (2013). Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan tingkat prevalensi hipertensi keempat tertinggi setelah Bangka Belitung, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Menurut Riskesdas (2013),prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan ibu kota Jawa Barat.Lokasi Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh posisi Bandung yang terletak pada pertemuan poros jalan raya di mana sebelah barat - timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara serta sebelah utara - selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan) (BPS Kota Bandung 2002). Bandung merupakan kota dengan kepadatan tertinggi di Jawa Barat yaitu sebesar 14.613orang/km2(Jawa Barat dalam Angka 2014). Kondisi ini melampaui standar sehat kepadatan penduduk yang dikeluarkan oleh World Health Organization(WHO) yaitu sebesar97 jiwa / Ha. Selain itu, laju perekonomian di Kota Bandung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)Kota Bandung meningkat signifikan dari 8,73% pada tahun 2011menjadi 9,40% pada tahun 2012. Peningkatan LPE ini juga mempengaruhi indeks daya beli penduduk di kota Bandung. Indeks Daya Beli tahun 2012 adalah sebesar 66,35 naik dari Tahun 2011 sebesar 65,90. Indeks Daya Beli merupakan alat ukur untuk mengetahui standar kehidupan yang layak.Letak geografis yang strategis, perekonomian dan indeks daya beli penduduk yang semakin meningkat cenderung mengubah gaya hidup masyarakat di kota Bandung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipertensi. Berdasarkan laporan yang masuk dari puskesmas yang ada di Kota Bandung pada Tahun 2012, hipertensi menempati posisi ke-3 dari 20 penyakit terbanyak yang terjadi di Kota Bandung dengan persentaenya sebesar 6.86 % (Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2012). Menurut Sugiharto (2007), saat ini terdapat kecenderungan yang terjadi pada masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini dihubungkan dengan gaya hidup masyarakat perkotaan yang berkaitan dengan risiko hipertensi seperti stres, obesitas (kegemukan), kurangnya olahraga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Selain itu, perubahan gaya hidup seperti perubahan pola

3

makan yang lebih gemar mengonsumsi makanan siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi. Menurut penelitian Martaliza (2010)menyatakan bahwa pembangunan nasional membawa perubahan pada peningkatan taraf kehidupan dengan berbagai kemudahan fasilitas yang mengarah pada gaya hidup yang sedentaris sehingga mengarah pada perilaku modern, khususnya masyarakat perkotaan dan pinggiran kota dengan kecenderungan memilih makanan yang mengandung tinggi kalori, lemak serta karbohidrat namun rendah serat sehingga haltersebut dapat menimbulkan masalah gizi di masyarakat. Penduduk Kota Bandung yang umumnya bekerja di bidang perdagangan dan industri menurut data Badan Pusat Statistik (2014) juga mempengaruhi pada tingkat aktivitas mereka. Waktu olahraga menjadi berkurang, tingkat stres yang tinggi membuat sebagian masyarakat lebih memilih menghibur diri dengan memanfaatkan fasilitas yang ada seperti mengonsumsi makanan tinggi kalori dan tinggi lemak dibandingkan dengan berolahraga. Hal ini merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 2014).Selain dilihat dari tingkat aktivitas, hipertensi juga dipengaruhi oleh status gizi. Status gizi seseorang berhubungan dengan IMT atau Indeks Massa Tubuh. IMT merupakan pengukuran tidak langsung dari lemak, mudah dilakukan, dapat diandalkan dan banyak digunakan dalam berbagai penelitian obesitas. Menurut WHO (2006), IMT adalah indeks sederhana dari berat badan dan tinggi badan yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa. Menurut penelitian Widman et al. (2005), yang dilakukan di Cina, menyatakan bahwa tekanan darah baik sistolik maupun diastolik meningkat seiring pertambahan IMT dan lingkar pinggang. Sebuah penelitian yang lain menunjukkan bahwa status gizi berpengaruh kepada tekanan darah seseorang. Menurut Undari (2006), seseorang dengan IMT berlebih (gemuk) berpeluang terkena hipertensi 2.25 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang memiliki nilai IMT normal. Berdasarkan analisis Rikesdas (2007) di Bangka Belitung menyebutkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara kegemukan dan hipertensi (Lidya 2007). Letak geografis Kota Bandung yang strategis menyebabkan banyaknya fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, ditambah dengan laju perekonomian yang terus meningkat, aktivitas yang tidak menentu, tingkat stres yang tinggi serta pola makan yang tidak teratur sehingga menyebabkan adanya perubahan status gizi memicu terjadinya hipertensi pada masyarakat kota Bandung. Data Riskesdas dalam Angka Provinsi Jawa Barat (2013) menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada laki-laki usia di atas 30 tahun sebesar 7.0%, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi pada perempuan (14.3%). Namun di sisi lain, banyak pula faktor risiko hipertensi yang lebih tinggi terjadi pada perempuan pada kondisi tertentu. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis gaya hidup yang dilihat dari pola konsumsi, tingkat aktivitas dan status gizi yang dihubungkan dengan hipertensi pada masyarakat di Kota Bandung.

4

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hubungan berbagai faktor risiko hipertensi dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di Kota Bandung. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik masyarakat di Kota Bandung meliputi: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, ukuran keluarga, riwayat keluarga dan menganalisis hubungannya dengan hipertensi. 2. Mengidentifikasi pola konsumsi pangan di Kota Bandung meliputi: jenis makanan yang biasa dikonsumsi, intensitas/frekuesnsi makan, dan menghitung kecukupan zat gizi berdasarkan kebutuhan individual. 3. Mengidentifikasi dan mengukur aktivitas fisik yang dilakukan dalam dua hari. 4. Mengukur status gizi berdasarkan IMT. 5. Menganalisis hubungan antara beberapa karakteristik dengan hipertensi. 6. Menganalisis hubungan antara pola konsumsi, aktivitas fisik, dan status gizi dengan hipertensi.

Hipotesis Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang dirumuskan. Sehingga, dari penelitian di atas dugaan sementara yang dapat dirumuskan antara lain: 1. Terdapat hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga) dengan hipertensi pada masyarakat di Kota Bandung. 2. Terdapat hubungan pola konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi antropometri dengan hipertensi pada masyarakat di Kota Bandung.

Manfaat Penelitan terhadap masyarakat di Kota Bandung ini mempunyai beberapa manfaat, baik bagi masyarakat di kota Bandung dan bagi peneliti. Manfaatmanfaat ini berguna untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian hubungan kebiasaan makan, tingkat aktivitas dan status gizi dengan hipertensi pada masyarakat di Kota Bandung.

5

1. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat di Kota Bandung terkait bahaya dan faktor risiko hipertensi terhadap kejadian hipertensi. Harapannya, masyarakat dapat mengendalikan dan mencegah terjadinya hipertensi dengan menjalankan hidup sehat, menjaga atau menormalkan status gizi dan mengonsumsi pangan yang bergizi, beragam dan berimbang serta menerapkan gaya hidup yang sehat sehingga dapat mengurangi prevalensi hipertensi di Indonesia. 2. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi untuk peneliti lain dan memberikan pengalaman baru dengan menerapkan teori yang telah dipelajari semasa kuliah.

KERANGKA PEMIKIRAN Penyakit tidak menular saat ini sudah menjadi perhatian khusus di seluruh dunia. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh PTM. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kematian akibat PTM diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Salah satu PTM yang sering terjadi adalah hipertensi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2014) adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Hipertensi memiliki faktor risiko yang dapat terjadi kepada siapa saja. Masyarakat perkotaan yang cenderung memiliki gaya hidup yang kurang baik saat ini Berdasarkan penelitian Aisyiyah (2009), prevalensi hipertensi tertinggi dialami olehorang yang kurang melakukan aktivitas fisik (49.8%) dan konsumsi buah sayur (49.4%); tidak melakukan aktivitas fisik berat (49.6%), aktifitas fisik sedang (54.5%), dan berjalan kaki/bersepeda kayuh (53.2%); tidak pernah mengonsumsi makanan asin (60.0%), makanan berlemak (58.2%), makanan awetan (51.6%), dan minuman beralkohol (49.8%); mengkonsumsi makanan/minuman manis 1-2 kali per minggu (54.0%), jeroan >1 kali per hari (62.1%), dan minuman berkafein 1 kali per hari (52.3%); sebelumnya merokok (68.8%), dan stress (52.9%). Hipertensi dapat disebabkan oleh dua faktor yakni faktor risiko yang tidak dapat dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol. Karakteristik sosial dan ekonomi masyarakat di kota Bandung memiliki keterkaitan dengan hipertensi terutama dilihat dari segi usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit keluarga (faktor

6

genetik). Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan sebagai faktor risiko yang tidak dapat dikontrol (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 2014). Selanjutnya adalahfaktor makanan yang merupakan salah satu faktor risiko penting dalam terjadinya hipertensi. Menurut Kurniawan (2002), faktor gizi sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi, salah satunya arteroskelrosis yang merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi. Pola konsumsi pangan seseorang umumnya berbeda-beda. Pola konsumsi pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya lingkungan. Kota Bandung dengan letak yang strategis dan perekonomian yang terus meningkat menjadikan Bandung juga sebagai tempat wisata kuliner sehingga masyarakat cenderung mengonsumsi makanan di luar rumah. Aktivitas atau kegiatan sehari-hari masyarakat perkotaan dari segi pekerjaan baik di dalam kantor maupun di lapangan, aktivitas di luar pekerjaan, dan aktivitas fisik seperti olahraga juga diamati sebagai faktor risiko hipertensi. Pekerjaan sebagian masyarakat yang padat juga dapat menimbulkan stres di mana akan mengakibatkan peningkatan aliran darah pada individu (Depkes 2006). Berat badan dan tinggi badan juga dapat menentukan status gizi masyarakat perkotaan. Individu dengan status gizi obesitas cenderung lebih berisiko menderita hipertensi. Status gizi overweight maupun obesitas secara signifikan berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Apabila dibandingkan dengan orang dewasa yang berstatus gizi normal, seseorang dengan IMT 40 atau lebih dari itu berisiko 1.88 kali menderita hipertensi (Mokdad et al 2003).

7

Karakteristik subjek:  usia  jenis kelamin  riwayat keluarga

Aktivitas Fisik: Aktivitas kerja Aktivitas di luar pekerjaan  Olahraga

Status Gizi berdasarkan IMT

Faktor Lain:  Kebiasaan merokok  Konsumsi alkohol Stress

Pola Konsumsi Pangan: Frekuensi makan sehari. Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Kebiasaan konsumsi makanan Tingkat kecukupan gizi

Tekanan darah Gambar 1 Kerangka pemikiran hubunganpola konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan status gizi antropometridengan hipertensi pada masyarakat di Kota Bandung.

: Variabel yang akan diteliti

: Hubungan yang diteliti : Hubunganyang tidak diteliti

8

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian Cross sectional study Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandung (bagian utara, selatan, barat dan timur). Pemilihan lokasi dilakukan secara disengaja dengan pertimbangan Jawa Barat adalah daerah dengan prevalensi hipertensi keempat tertinggi yaitu 29.4% setelah Bangka Belitung (30.9%), Kalimantan Selatan (30.8%) dan Kalimantan Timur (29.6%) (Riskesdas 2013). Pertimbangan lainnya adalah kemudahan akses dengan tempat tinggal peneliti. Waktu penelitian dilakukan pada bulan FebruariMaret 2016. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi sampel pada penelitian ini adalah masyarakat kota Bandung. Sampel penelitian adalah masyarakat kota Bandung yang memiliki tekanan darah normal dan tinggi. Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini antara lain 1)Subjek: laki-laki dan perempuan usia > 30 tahun, tidak sedang hamil atau menyusui bagi perempuan, memiliki tekanan darah normal atau hipertensi, mengonsumsi obat antihipertensi atau tidak mengonsumsi obat anti-hipertensi, bersedia untuk menjadi subjek penelitian. Metode yang digunakan dalam penarikan sampel adalah convenience sampling. Pengambilan sampel dengan convenience sampling(disebut juga sembarang sampling atau secara tidak sengaja)merupakan teknik pengambilan sampel dengan jenis nonprobability atau non random di mana anggota populasi sasaran yang memenuhi kriteria terterntu seperti aksesibiltas yang mudah, kedekatan geografis, ketersediaan pada waktu terrtentu dan kemauan untuk disertakan dalam tujuan penelitian (Etikan 2016). Cara ini dipilih karena peneliti sudah menetapkan subjek sesuai usia dan kriteria berdasarkan screening tekanan darah. Selanjutnya, subjek diklasifikasikan sebagai penderita hipertensi 1, hipertensi 2, prehipertensi, atau normal. Penelitian ini diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan kepada subjek serta melakukan wawancara dengan kuesioner kepada subjek untuk mengetahui individu yang terdeteksi hipertensi. n = Z1-a/2 P(1-P) d2

n = 48 orang (Lameshow 1997)

9

Keterangan: n = jumlah atau besar subjek minimal Z 1-α/2 = nilai baku distribusi normal pada α tertentu (1,96) P = Proporsi variabel dependen dan variabel independen pada penelitian sebelumnya, 14,7% (Riskesdas Dalam Angka Provinsi Jawa Barat 2013) d = derajat akurasi / presisi mutlak (10%) Berdasarkan rumus tersebut, jumlah subjek minimal yang dibutuhkan sebanyak 48 orang. Namun, untuk menghindari terjadinya drop out dan memudahkan penelitian ditambahkan 25% sehingga kurang lebih sebanyak 60 subjek dibagi menjadi 30 subjek laki-laki dan 30 subjek perempuan. Sebanyak 20 subjek diambil dari wilayah Bandung selatan, 15 subjek dari Bandung timur, 14 subjek dari Bandung barat dan 11 subjek dari Bandung utara. Pengambilan subjek tersebut dilakukan secara convenience sampling.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer. Data primer diperoleh dari pengukuran dan wawancara secara langsung. Data karakteristik subjek (nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, ukuran keluarga, pendapatan dan riwayat penyakit keluarga) dilakukan dengan wawancara langsung, pengukuran berat badan dengan timbangan digital dan tinggi badan dengan stature meter untuk mengetahui data status gizi dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pengukuran tekanan darah menggunakan Sphygmomanometerair raksaoleh tenaga kesehatan, dilakukan sebanyak 2x pengukuran dengan jeda ±5 menit untuk mendapatkan hasil yang valid. Selain itu dilakukan wawancara food recall2x24 jam, Food Frecuency Quesionaire (FFQ) dan pertanyaan tertutup untuk mengetahui pola konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi subjek. Kemudian, diberikan pula formulir recall aktivitas 2x24 jam untuk mengetahui tingkat aktivitas yang meliputi: alokasi waktu dan jenis kegiatan selama 2x24 jam yaitu hari kerja dan hari libur serta pertanyaan terbuka untuk melihat gaya hidup seperti kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Kemudian, diberikan beberapa pernyataan yang dirasakan subjek dalam 1 bulan terakhir untuk mengukur stres dengan menggunakan kuesioner stres menurut Rahayu (2012) yang diadaptasi dari Perceived stress scale (PSS-10,yaitu self-report questionnaire berisi pernyataan yang dirasakan dan dipikirkan oleh subjek satu bulan yang lalu. Subjek harus memilih salah satu dari 5 jawaban yang telah ditentukan. Pernyataan terdiri dari 6 soal bersifat negatif dan 4 soal bersifat positif. Pemberian skor dari 0 hingga 4 untuk soal bersifat negatif dan 4 hingga 0 untuk soal bersifat positif. Setiap jawaban subjek memiliki nilai yang kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan nilai akhir. Subjek dikatakan stres ketika mendapatkan nilai >12 untuk perempuan dan >14 untuk laki-laki. Data primer tersebut antara lain dapat dilihat pada tabel 1.

10

Tabel 1Jenis dan cara pengambilan data No.

Variabel

1.

Data karakteristik individu

2.

Usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, ukuran keluarga, pendapatan, riwayat keluarga Data status gizi -

3.

Jenis Data Primer

Wawancara dengan kuesioner

Primer

Berat Badan Tinggi Badan

- IMT (kg/m2) Data pola konsumsi pangan

Pengukuran dengan timbangan digital Pengukuran dengan stature meter Primer

-

4.

Jenis pangan, jumlah pangan, frekuensi konsumsi pangan, konsumsi buah dan sayur, konsumsi kopi - Konsumsi makanan tinggi natrium, konsumsi makanan tinggi lemak, frekuensi makan sehari - Konsumsi pangan, Tingkat kecukupan zat gizi Dataaktivitas fisik

Cara Pengumpulan Data

-

-

Food Frecuency Questionaire

Wawancara dengan kuesioner

Food Recall 2x24 jam

Primer

Jenis dan durasi aktivitas pekerjaan (hari kerja dan hari libur) Kebiasaan Olahraga Jenis dan durasi aktivitas olahraga

Kuisioner recall activity 2x24 hours Wawancara dengan kuesioner

5.

Data tekanan darah

Primer

6.

Data faktor lainnya - Kebiasaan merokok - Kebiasaan konsumsi alkohol - Stress

Primer

Pengukuran dengan Sphygmomanometermanual (raksa) oleh tenaga kesehatan, dilakukan 2x pengukuran.

Wawancara dengan kuesioner

11

Semua data karakteristik subjek didapat dengan melakukan wawancara. Variabel status gizi diketahui dengan mengukur berat badan dan tinggi badan. Berat badan dan tinggi badan digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh subjek (IMT) menurut WHOWestern Pasific Region 2000. Berat badan subjek diukur langsung dengan menggunakan timbangan digital injak dengan ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi badan menggunakan stature meterdengan ketelitian 0.1 cm. Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel dan Statistical Package for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows. Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan cara analisis sebaran berdasarkan kategori. Uji korelasi spearman digunakan untuk melihat hubungan antara usia, riwayat keluarga, pola konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi dengan kejadian hipertensi. Data usia dan pendidikan diperoleh dari wawancara dengan kuesioner kepada subjek. Klasifikasi data usia subjek dibagi 2, yaitu usia ≤45 tahun dan > 45 tahun (Widjaja et al. 2013). Data pendidikan subjek diklasifikasikan menjadi dua yaitu SD, SMP, SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi. Data kebiasaan makan diperoleh dari kuesioner dan FFQ. Data jenis pangan, jumlah pangan, frekuensi konsumsi pangan, Konsumsi buah dan sayur, konsumsi kopi, konsumsi alkohol diperoleh dari FFQ serta kebiasaan konsumsi makanan tinggi natrium, konsumsi makanan tinggi lemak, konsumsi fastfood dan frekuensi makan sehari diperoleh dari wawancara dengan kuesioner.Selanjutnya, konsumsi pangan dan tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dari food recall 2x24 jam di hari kerja serta di hari libur yang meliputi nama makanan, bahan pangan, URT (ukuran rumah tangga), dan berat yang dikonsumsi (gram). Data yang dikumpulkan selama dua hari kemudian dirata-ratakan dan dikonversi sehingga diketahui asupan zat gizi contoh dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (2007). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kei = Bi x BDDi x Gi 100

100

Keterangan: Kei : Kandungan energi dari bahan makanan i yang dikonsumsi (g) Bi : Berat bahan makanan i yang dikonsumsi (g) Gi : Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDi : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD) Pengukuran tingkat kecukupan gizi (TKG) dihitung dengan cara membandingkan antara asupan zat gizi aktual subjek dengan kebutuhan masingmasing individu (TEE/Total Energy Expenditure) yang ditetapkan oleh Institute of Medicine (IOM 2002) dalamMahan & Escoot-stump (2008) kemudian

12

membandingkan jumlah asupan gizi dengan TEE tersebut. Rumus yang digunakan sebagai berikut. Laki-laki usia 19-64 tahun dengan status gizi normal TEE = 662 – (9.53 x U) + PA x (15.91 x BB) + (539.6 x TB) Keterangan : PA = 1.0 (Sangat Ringan) PA = 1.11 (Ringan) PA = 1.25 (Aktif) PA = 1.48 (Sangat Aktif) Laki-laki usia 19-64 tahun dengan status gizi berlebih TEE = 864 – (9.72 x U) + PA x (14.2 x BB) + (503 x TB) Keterangan : PA = 1.0 (Sangat Ringan) PA = 1.12 (Ringan) PA = 1.27 (Aktif) PA = 1.54 (Sangat Aktif) Laki-laki usia 19-64 tahun dengan status gizi obesitas TEE = 1086 – (10.1 x U) + PA x (15.7 x BB) + (416 x TB) Keterangan : PA = 1.0 (Sangat Ringan) PA = 1.12 (Ringan) PA = 1.29 (Aktif) PA = 1.59 (Sangat Aktif) Perempuan usia 19-64 dengan status gizi normal TEE = 354 – (6.91 x U) + PA (9.36 x BB) + (726 x TB) Keterangan : PA = 1.0 (Sangat Ringan) PA = 1.12 (Ringan) PA = 1.27 (Aktif) PA = 1.45 (Sangat Aktif) Perempuan usia 19-64 dengan status gizi berlebih TEE = 387 – (7.31 x U) + PA (10.9 x BB) + (660.7 x TB) Keterangan : PA = 1.0 (Sangat Ringan) PA = 1.14 (Ringan) PA = 1.27 (Aktif) PA = 1.45 (Sangat Aktif)

13

Perempuan usia 19-64 tahun dengan status gizi obesitas TEE = 448 – (7.95 x U) + PA (11.4 x BB) + (619 x TB) Keterangan : PA = 1.0 (Sangat Ringan) PA = 1.14 (Ringan) PA = 1.27 (Aktif) PA = 1.45 (Sangat Aktif)

Kemudian menggunakan rumus: ℎ

=

x 100%

TEE Tingkat kecukupan tersebut kemudian dikategorikan sebagai berikut (WNPG 2012): 1. Defisit berat : <70% AKG 2. Defisit sedang : 70-79% AKG 3. Defisit ringan : 80-89% AKG 4. Normal : 90-119% AKG 5. Kelebihan : ≥120% AKG Data aktivitas fisik selama 24 jam diperoleh dengan cara menghitung pengeluaran energi. Tingkat aktivitas fisik ditentukan berdasarkan hasil recall aktivitas2x24 jam yang terdiri dari hari libur dan hari kerja. Variabel aktivitas fisik dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL)dengan rumus sebagai berikut. =Σ

× 24

Keterangan: PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical Activity Ratio (Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu). Penilaian aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut (FAO/WHO/UNU 2001): 1. Ringan (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69) 2. Sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99) 3. Berat (2.00 ≤ PAL ≤ 2.39) Data status gizi subjek ditentukan dengan menggunakan metode IMT. Variabel yang digunakan berupa berat badan dan tinggi badan. Rumus perhitungannya sebagai berikut. =

( [

) ( )]2

14

Hasil perhitungan IMT dikategorikan berdasarkan rentang tertentu. IMT kurang dari 18.5 disebut gizi kurang, 18.5-22.9 disebut normal, 23-24.9 disebut berisiko, 25-29.9 disebut obesitas Idan ≥30 dikategorikan ke dalam obesitas II (WHO 2000). Faktor lainnya seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan stress hanya digunakan uji spearman untuk mengetahui hubungannya dengan hipertensi. Analisis korelasi dilakukan terhadap variabel konsumsi makanan asin, konsumsi kopi, frekuensi konsumsi sayur dan buah serta makanan berlemak, tingkat kecukupan lemak dan natrium, aktivitas fisik, dan status gizi. Analisis dilakukan dengan uji non-parametrik Spearman karena data tidak menyebar normal (p<0.05) berdasarkan uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Tabel 2 Cara pengkategorian variabel penelitian No Variabel Karakteristik Subjek 1. Jenis kelamin 2.

Usia (Widjaja et al. 2013)

3.

Pendidikan

4.

Pekerjaan

5.

Status Perkawinan

6.

Besar keluarga (BKBN 1998)

7.

Pendapatan keluarga per bulan (Upah minimum kabupaten/kota Jawa Barat Tahun 2015)) Riwayat Keluarga

8.

Kebiasaan Makan 9. Frekuensi makan sehari (Moeliono et al. 2007) 10. Kebiasaan konsumsi fast food(Moeliono et al. 2007) 11. Kebiasaan konsumsi makanan asin dan aweran (Riskesdas 2013) 12. Kebiasaan konsumsi makanan berlemak (Riskesdas 2013)

Kategori Pengukuran 1. 2. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2.

Laki-laki Perempuan ≤ 45 tahun ≥ 45 tahun SD SMP SMA/sederajat Perguruan Tinggi Tidak Bekerja PNS Wiraswasta Pegawai Swasta Polisi/ABRI Petani/Nelayan/Buruh Lainnya.. Belum menikah Menikah Cerai hidup Cerai mati Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5 – 6 orang) Keluarga besar (≥ 7 rang) < Rp 2.310.000,00 > Rp 2.310.000,00

1. 2.

Ya Tidak

1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2.

1-2 kali/hari 2-3 kali/hari Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

15

Tabel 2 Cara pengkategorian variabel penelitian No

Variabel

13.

Jumlah konsumsi kopi (Zhang et al. 2011)

1. 2. 3. 4.

Rendah (< 1 gelas kopi/hari) Sedang (1-2 gelas kopi/hari) Tinggi (3-5 gelas kopi/hari) Sangat tinggi (>5 gelas kopi/hari)

14.

Frekuensi konsumsi alkohol

1. 2. 3. 4.

Rendah (1-2 kali/bulan) Sedang (3-4 kali/bulan) Tinggi (5-8 kal/bulan) Sangat tinggi (> 8 kali/ bulan)

15.

Frekuensi buah dan sayur (Kemenkes RI 2014) Tingkat kecukupan energi dan protein (WNPG 2012)

1. 2. 1. 2. 3. 4. 5. 1.

1. 2.

Cukup ( ≥3 kali/hari) Kurang ( < 3 kali/hari) Defisit berat (< 70%) Defisit Sedang (70-79%) Defisit Ringan (80-89%) Normal (90-119%) Berlebih (> 120%) Cukup (20-30% kecukupan energi) Berlebih (>30% kecukupan energi) Cukup ≤ 1500 mg Lebih >1500 mg

1. 2. 3.

Rendah (1.40≤PAL≤1.69) Sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99) Tinggi (2.00 ≤ PAL ≤ 2.39)

16.

17.

18.

Tingkat kecukupan lemak (Hardinsyah dan Tambunan WNPG VIII 2004) Kecukupan Natrium (WNPG 2012)

Aktivitas Fisik 19. Aktivitas 2001) Status Gizi 20.

Kategori Pengukuran

Fisik

(FAO/WHO/UNU

Status Gizi (The Asia Perspective, WHO 2000)

Pasific

Tekanan Darah 21. Tekanan Darah (JNC VII*2003)

2.

1. Gizi kurang (IMT < 18.5) 2. Normal(18.5 ≤ IMT ≤ 22.9) 3. Berisiko (23.0 ≤ IMT ≤ 24.9) 4. Obesitas I (25.9≤ IMT ≤ 29.9 ) 5. Obesitas II ( IMT ≥ 30) 1. 2. 3. 4.

Kebiasaan lain 22. Status merokok

23.

Kebiasaan merokok (Cahyono 2012)

24.

Klasifikasi stres (Cohen 1983)

Normal (<120/80 mHg) Prehipertensi (120-139/80-89 mmHg) Hipertensi 1 (140-159/90-99 mmHg) Hipertensi 2 (>160/>100 mmHg)

1. Merokok 2. Pernah merokok 3. Tidak merokok 1. Ringan (≤ 10 batang/hari) 2. Sedang (11-20 batang/hari) 3. Berat (≥ 21 batang/hari) 1. Stres 2. Tidak stres

16

Definisi Operasional Sampel adalah masyarakat di Kota Bandung yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian. Populasi adalah seluruh masyarakat kota Bandung yang memiliki peluang untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Berat Badan adalah suatu angka yang menunjukkan massa tubuh setiap individu yang hidup di kota Bandung yang diukur dengan alat penimbangan berat badan digital dengan satuan kilogram sebagai satuan internasional untuk menentukan status gizi. Tinggi Badan adalah suatu angka yang menunjukkan tinggi setiap individu yang hidup di kota Bandung yang diukur dengan alat pengukur tinggi badan dengan satuan meter sebagai satuan internasional untuk menentukan status gizi Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular yang dialami oleh beberapamasyarakat di kota Bandung yang memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau memiliki riwayat penyakit hipertensi dan sedang mengonsumsi obat anti-hipertensi. Faktor Risiko Hipertensi adalah hal yang dilakukan oleh setiap individu yang hidup di Kota Bandung yang dapat memicu terjadinya hipertensi. Usia adalah lamanya hidup seseorang yang dijadikan subjek terhitung sejak hari pertama lahir. Pendidikan adalah kegiatan edukasi yang bersifat formal yang pernah didapatkan oleh subjek. Pekerjaan adalah kegiatan yang saat ini sedang ditekuni subjek dan dapat menghasilkan uang biasanya untuk kehidupan sehari-hari. Riwayat keluarga adalah sejarah atau riwayat penyakit hipertensi yang (sebelumnya) pernah terjadi pada anggota keluarga subjek. Pola Konsumsi pangan adalah suatu gambaranindividu yang menjadi sampel,berhubungan dengan makan dan makanan yang dikonsumsi setiap hari termasuk di dalamnya frekuensi dan jenis pangan. Konsumsi pangan adalah asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, yang diperoleh dari hidangan baik makanan pokok maupun jajanan yang dikonsumsi masyarakat perkotaan di Bandungperhari dengan metode food recallselama 2x24 jam. Aktivitas fisik adalah berbagai macam kegiatan fisik tubuh yang dilakukan oleh masyarakat kota Bandung yang menjadi sampel dalam kehidupan seharihari yang dibedakan dengan aktivitas ringan, sedang, dan berat termasuk kebiasaan olahraga diukur melalui kuesioner dan pengamatan secara langsung. Olahraga adalah kegiatan fisik yang direncanakan, terstruktur dan teratur yang dilakukan masyarakat kota Bandung dengan tujuan untuk kesehatan tubuh/jasmani Status Gizi adalahpenilaian tubuh setiap subjek berdasarkan berat badan dan tinggi badan yang dapat memicu kejadian hipertensi. Riwayat Kesehatan adalah perjalanan atau sejarah kesehatan sampel atau keluarganya yang dapat menjadi hubungan dengan terjadinya hipertensi.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, ukuran keluarga, pendapatan dan riwayat keluarga hipertensi. Penelitian ini dilakukan secara convenience di mana proporsi antara perempuan dan laki-laki berimbang. Sebagian contoh berada pada rentang usia di atas 45 tahun (72%), dengan rata-rata usia 48,6±7,8 tahun. Usia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi dan akan meningkat pada saat usia sesorang telah mencapai paruh baya. Menurut Widjaja et al (2013) seseorang dengan tekanan darah normal dan prehipertensi, mempunyai risiko menjadi hipertensi ketika usianya mencapai 45 tahun. Tingkat pendidikan subjek tergolong tinggi karena lebih dari separuhnya merupakan lulusan perguruan tinggi (63%), baik gelar sarjana maupun magister. Menurut Rifai dan Gulat (2003), sikap dan perilaku masyarakat terhadap gizi dipengaruhi oleh pendidikan baik formal maupun non formal. Pengaruh tersebut dapat berupa konsumsi maupun produksi. Pendidikan yang rendah akan berpengaruh pada kesalahan pemilihan pangan untuk pemenuhan kebutuhan gizi (Uliyah dan Hidayat 2008). Karakteristik subjek dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik contoh Variabel 1.

2.

3.

4.

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia <45 tahun >45 tahun Total Min-Maks (tahun) Rata-rata ±SD (tahun) Pendidikan SD SMP SMA/Sederajat Perguruan Tinggi Total Pekerjaan Tidak Bekerja PNS Wiraswasta Pegawai swasta Guru Ibu Rumah Tangga Notaris Asisten Rumah Tangga Satpam Pensiunan Total

Jumlah (n)

Persentase (%)

30 30 60

50 50 100

17 43 60

28 72 100 31-64 48,6±7,8

1 4 17 38 60

2 7 28 63 100

0 14 14 7 6 13 2 2 1 1 60

0 23 23 12 10 22 3 3 2 2 100

18

Tabel 3 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik contoh (lanjutan) Variabel 5.

6.

7.

Status Perkawinan Belum menikah Menikah Cerai hidup Cerai mati Total Ukuran keluarga Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5 – 6 orang) Besar (≥ 7 orang) Total Pendapatan <2.310.000 >2.310.000 Total 8. Riwayat Keluarga Ya Tidak Total

Jumlah (n)

Persentase (%)

0 51 5 4 60

0 85 8 7 100

39 18 3 60

65 30 5 100

16 44 60

27 73 100

22 38 60

37 63 100

Jenis pekerjaan subjek dikategorikan menjadi beberapa kelompok pekerjaan, Beberapa subjek bekerja sebagai PNS (23%) dan wiraswasta (23%), namun sebagian besar perempuan bekerja sebagai ibu rumah tangga (22%). Pada penelitian kali ini tidak ada satu pun subjek yang tidak bekerja. Sebagian besar subjek sudah menikah (85%) dan memiliki keluarga dalam lingkup kecil (65%) dan sedang (30%). Tingkat pendapatan subjek tergolong tinggi, sebanyak 44 subjek (73%) subjek memiliki pendapatan >2.310.000/bulan dan sisanya memiliki pendapatan <2.310.000. Lebih dari separuhnya (63%) tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi dan sisanya memiliki riwayat keluarga hipertensi (37%). Seseorang dengan riwayat keturunan hipertensi memiliki risiko lebih besar untuk menderita hipertensi.Menurut Sheps (2005), hipertensi cenderung menjadi penyakit keturunan, apabila salah satu dari orang tua mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup memiliki risiko 25% kemungkinan mengalami hipertensi. Sedangkan apabila kedua orang tua mempunyai hipertensi, kemungkinan risiko mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%.

Kejadian Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan zat gizi tubuh (Riskesdas 2013). Secara umum, seseorang dikatakan menderita hipertensi ketika tekanan sistolik dan/atau diastoliknya ≥140/90 mmHg atau sedang mengonsumsi obat anti hipertensi. Tekanan darah sistolik merupakan tekanan darah tertinggi pada saat kontraksi ventrikel sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah terendah yang dicapai ketika ventrikel relaksasi maksimum (JNC VII 2003). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik subjek yaitu

19

119.83±16.5 mmHg dengan kisaran 90-160 mmHg sedangkan tekanan diastolik subjek yaitu 77.50±13.483 mmHg dengan kisaran 50-110 mmHg. Pengukuran pada subjek dilakukan ketika subjek dalam kondisi istirahat pada hari yang sama ketika wawancara yang dibantu oleh tenaga medis. Pengukuran dilakukan dua kali untuk mendapatkan hasil yang valid. Berikut adalah sebaran subjek berdasarkan klasifikasi hipertensi. Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi hipertensi Tekanan Darah Klasifikasi Normal (>120/80 mmHg) Prehipertensi(120-139/80-89 mmHg) Hipertensi1(140-159/90-99 mmHg) Hipertensi 2(>160/100 nnHg) Total

Jumlah (n)

Persentase (%)

25 14 14 7 60

42 23 23 12 100

Sumber : JNC VII*2003 Subjek dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik dan/atau diastolik melebihi batas normal. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum terdapat 14 subjek (23%) menderita hipertensi 1 dan 7 subjek (12%) menderita hipertensi 2, sedangkan sebanyak 25 subjek (42%) memiliki tekanan darah normal dan 14 subjek(23%) mengalami prehipertensi. Subjek dengan kategori prehipertensi perlu mewaspadai karena dapat berisiko menjadi hipertensi seiring dengan meningkatnya faktor risiko hipertensi.

Hipertensi 2 12%

Hipertensi 1 23%

Normal 42%

Prehipertensi 23%

Gambar 2 Persentase klasifikasi hipertensi berdasarkan pengukuran

20

Selain dari pengukuran, subjek juga ditanyakan mengenai riwayat hipertensi, riwayat keluarga dan riwayat penyakit lain selain hipertensi. Sebanyak 16 subjek (27%) memiliki riwayat penyakit hipertensi dan 11 subjek tersebut sedang mengonsumsi obat anti-hipertensi. Obat yang paling sering dikonsumsi adalah amlodipin dan captopril. Amlodipin adalah salah satu obat antihipertensi yang berperan sebagai Calcium channel blockers (CCB)yaitumenurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Amlodipin termasuk jenis dihidropiridin yang mempunyai sifat vasodilator perifer, merupakan kerja antihipertensinya (Gormer 2007). Captopril termasuk jenis golongan obat Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif. ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi.Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek (Gomer 2007). Sebanyak 7 dari 16 subjek memiliki riwayat penyakit lain selain hipertensi. Pernyakit tersebut antara lain diabetes melitus, asam urat, hiperkoleterol, dan sesak yang memiliki keterkaitan dengan hipertensi, khususnya hiperkoletsterol yang erat kaitannya dengan dislipidemia yang merupakan salah satu penyebab hipertenssi. Subjek dengan riwayat hipertensi dan sering mengonsumsi obat antihipertensi digolongkan menjadi hipertensi 1 karena subjek yang mengonsumsi obat memiliki tekanan darah yang tergolong hipertensi 1.Berikut disajikan riwayat penyakit hipertensi pada tabel berikut. Tabel 5 Riwayat penyakit hipertensi subjek Variabel Jumlah (n) 1. Riwayat HT Ya 16 Tidak 44 Total 60 2. Konsumsi obat anti-Hipertensi Ya 11 Tidak 5 Total 16 3. Riwayat Penyakit lain Ya 7 Tidak 9 Total 16 4. Riwayat keluarga Ya 10 Tidak 6 Total 16

Persentase (%) 27 73 100 69 31 100 44 56 100 63 37 100

21

Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Gizi Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan menjadi bagian dari kehidupan. Setiap imdividu mempunyai ekspresi dan gambaran tersendiri terhadap makanan yang mempengaruhi konsumsi makanan sehingga membentuk suatu pola konsumsi terhadap pangan yang menjadi kebiasaan. Pola konsumsi makanan merupakan susunan makanan yang biasa dimakan mencakup jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang/ penduduk dalam frekuensi dan jangka waktu tertentu (Kemenkes RI 2012).Pola konsumsi pangan terdiri dari jumlah, jenis, frekuensi dan proporsi makanan yang dikonsumsi (Sanjur 2002). Makanan sangat berpengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit. Menurut Kemenkes RI (2012) menyatakan bahwa rekomendasi The UN HighLevel Meeting on Non-communicable Diseases, 2011, salah satu intervensi prioritas untuk mengendalikan PTM adalah memperbaiki pola konsumsi makanan termasuk mengurangi konsumsi gula, garam, lemak dan alkohol, serta melakukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur. Pola konsumsi makanan dengan susunan gizi seimbang dan beranekaragam dapat membantu mempertahankan berat badan normal sehingga mencegah terjadinya obesitas. Namun pengetahuan masyarakat untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang untuk individu dan keluarga masih kurang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan budaya. Penelitiaan kali ini melihat pola konsumsi pangan subjek melalui pertanyaan tertutup pada kuesioner terkait frekuensi makanan dan makanan berisiko dan melalui Food Frecuency Questionaire (FFQ) untuk melihat frekuensi konsumsi subjek. Perilaku konsumsi makanan berisiko dikelompokkan ‘sering’ apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu kali atau lebih setiap hari (Riskesdas 2013).Sebagian besar (57%) subjek memiliki kebiasaan 2-3 kali makan utama dalam sehari. Selain itu, sebanyak 39 subjek (65%) sering mengonsumsi makanan asin seperti ikan asin dan makanan awetan. Makanan asin umumnya mengandung natrium yang tinggi. Konsumsi natrium yang berlebih dapat menyebabkan natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut dapat menyebabkan meningkatanya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto 2010). Menurut Gray et al (2005), pengaturan volume cairan ekstraseluler, dibantu oleh aldosteron yang akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.Makanan berlemak seperti gorengan dan semua makanan yang digoreng cukup sering dikonsumsi oleh sebagian besar subjek yaitu sebanyak 72%. Konsumsi makanan berlemak erat kaitannya dengan peningkatan tekanan darah. Hal ini berhubungan dengan pembentukan kolesterol yang menyebabkan terjadinya arterosklerosis suatu kondisi dimana kolesterol menumpuk di dinding pembuluh darah arteri. Selanjutnya pembuluh darah akan semakin sempit karena adanya pembentukan plak dan membuat elastisitasnya menjadi berkurang sehingga tekanan darah akan

22

meningkat (Cahyono 2008). Namun pada penelitian ini hanya 40% subjek yang sering mengonsumsi fastfood. Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan pola konsumsi pangan 1.

2.

3.

4.

Variabel Jumlah (n) Frekuensi makan 1-2 kali 26 2-3 kali 34 Total 60 Konsumsi makanan asin Ya 39 Tidak 21 Total 60 Konsumsi makanan lemak/gorengan Ya 43 Tidak 17 Total 60 Konsumsi makanan fast food Ya 24 Tidak 36 Total 60

Persentase (%) 43 57 100 65 35 100 72 28 100 40 60 100

Kopi adalah salah satu minuman terpopuler di seluruh dunia dengan data konsumsi di dunia mencapai 6.7 juta ton per tahun (Baylin 2006). Namun, efek samping dari kopi sebagai salah satu risiko hipertensi masih menjadi pertanyaan kesehatan di masyarakat. Hubungan antara konsumsi kopi dengan tekanan darah pertama kali diberitakan sekitar 75 tahun yang lalu, namun hubungan tersebut masih menjadi kontroversi. Kopi mengandung kafein yang merupakan stimulan ringan yang dapat mengatasi kelelahan, meningkatkan konsentrasi dan membuat suasana hati lebih gembira. Kopi merupakan sumber kafein terbesar yang mana konsumsi kafein terlalu banyak akan menyebabkan jantung berdegup lebih cepat dan tekanan darah meningkat. Menurut Khomsan (2004), kafein bukan sebagai zat gizi namun dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu singkat dan kemudian kembali normal. Selain mengandung kafein, minuman kopi juga merupakan sumber yang kaya akan senyawa bioaktif yang dapat mengontrol dan/atau menurukan tekanan darah antara lain asam klorogenat, magnesium dan kalium yang dapat mengimbangi efek kafein pada tingkat konsumsi tertentu (Esquivel & Victor 2012). Sebanyak 52% subjek mengonsumsi kopi minimal 1x sehari dan sisanya tidak mengonsumsi kopi. Frekuensi konsumsi kopi subjek yang tergolong rendah/tidak mengonsumsi kopi yaitu sebesar 48% dan tergolong sedang sebesar 42%, sisanya tergolong tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan Zhang (2011), menyatakan bahwa kebiasaan konsumsi kopi lebih dari 3 cangkir sehari tidak memiliki hubungan dengan hipertensi dibandingkan dengan mengonsumsi kopi 13 cangkir per hari. Hal ini berarti, konsumsi kopi dengan frekuensi lebih sedikit (1x/hari) lebih berisiko mengalami hipertensi dibandingkan dengan konsumsi kopi dengan frekuensi lebih sering. Sebagian besar subjek mengonsumsi kopi dalam

23

bentuk instan. Rata-rata konsumsi kopi jika dilihat dari subjek yang mengonsumsi kopi adalah 1.87 ± 1.12 kali per harinya. Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan konsumsi kopi Variabel 1. Konsumsi kopi Ya Tidak Total 2. Frekuensi konsumsi kopi Rendah (< 1 gelas/ hari) Sedang (1-2 gelas/hari) Tinggi (3-5 gelas/hari) Sangat tinggi >5 gelas/hari) Total Max±Min (kali/hari)

Jumlah (n)

Persentase (%)

31 29 60

52 48 100

29 25 6 0

48 42 10 0

60

100 5±0

Pola konsumsi subjek kemudian dilihat juga dari Food Frecuency Questionaire (FFQ). Frekuensi konsumsi sayur dan buah serta konsumsi makanan berlemak menjadi aspek penelitian di mana jenis makanan tersebut dapat mempengaruhi tekanan darah. Penelitian yang dilakukan oleh Dauchet et al. (2007), menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi sayur dan buah, penurunan konsumsi lemak pangan, disertai dengan penurunan konsumsi lemak total dan lemak jenuh, dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi buah dan sayur >400 gr/hari dapat menurunkan risiko hipertensi dengan bertambahnya umur. Menurut WHO (2003), rekomendasi yang cukup untuk mengonsumsi buah dan sayur yaitu sebanyak 400 gram atau 3-5 porsi sehari. Hal ini tidak saja disebabkan oleh aktivitas antioksidan dalam buah dan sayur, tetapi juga karena adanya komponen lain seperti serat, mineral kalium, dan magnesium. Mengonsumsi buah dan sayuran merupakan salah satu indikator sederhana dari gizi seimbang (Kemenkes RI 2014). Tabel 8 Sebaran subjek beradasarkan jenis makanan yang dikonsumsi Variabel 1. Buah Rendah ( <3x per hari) Tinggi (>3x per hari) Total Max±Min (kali/hari) 2. Sayur Rendah ( <3x per hari) Tinggi (>3x per hari) Total Rata-rata±SD (kali/hari) 3. Makanan berlemak Rendah (<= 1x per hari)

Jumlah (n)

Persentase (%)

54 6 60

90 10 100 9.14±0.0

41 19 60

68 32 100 2.28±1.70

9

15

24

Tabel 8 Sebaran subjek beradasarkan jenis makanan yang dikonsumsi (lanjutan) Variabel Tinggi (>= 1x per hari) Total Rata-rata±SD (kali/hari)

Jumlah (n) 51 60

Persentase (%) 85 100 2.33±1.43

Keterangan diperoleh dari Food Frecuency Questionaire

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek (90%) tergolong rendah dalam mengonsumsi buah-buahan. Rata-rata subjek mengonsumsi buah 1.65 ± 1.63 kali per harinya. Buah-buahan yang sering dikonsumsi adalah pisang dan pepaya. Hal ini sama dengan konsumsi buah, sebanyak 68% subjek tergolong rendah dalam mengonsumsi sayur. Rata-rata subjek mengonsumsi sayur 2.28 ± 1.70 kali per hari. Rata-rata konsumsi buah dan sayur subjek tidak sesuai dengan anjuran yang seharusnya, yaitu ≥3 kali/hari (Kemenkes RI 2014). Berbagai kajian telah membukikan bahwa mengonsumsi buah dan sayur yang cukup dapat menjaga kenormalan tekanan darah, kadar gula dan kolesterol darah, mengendalikan tekanan darah (Kemenkes RI2014). Berbeda dengan buah dan sayur, sebanyak 51 subjek (85%) mengonsumsi makanan berlemak dengan frekuensi tinggi. Rata-rata subjek mengonsumsi makanan berlemak 2.33 ± 1.43 kali per hari. Rata-rata konsumsi lemak tersebut dikatakan sering (Riskesdas 2013).Menurut Kemenkes RI (2014), konsumsi lemak/minyak total lebih dari 67 g (5 sendok makan) per orangper hari akan meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan seranganjantung. Konsumsi makanan berlemak yang dimaksud pada penelitian ini adalah semua jenis makanan yang digoreng, gorengan maupun makanan yang bersantan. Jenis makanan yang sering dikonsumsi subjek per minggu dapat dilihat pada tabel 9 . Tabel 9 Frekuensi konsumsi makanan subjek Jenis Pangan 1. Karbohidrat Nasi putih Nasi merah 2. Makanan berlemak Gorengan Daging sapi Santan Daging kambing Bakso Mentega Daging bebek 3. Buah-buahan Pisang Apel Pepaya

Normal

Frekuensi makan (kali/minggu) Hipertensi Hipertensi Prehipertensi 1 2

14.7 0.7

15.5 0.2

18 0.02

13 1.3

7.1 0.8 0.5 0.1

11.5 2.4 0.3 0.3

12 0.9 0.6 0.1

12 1.1 0.1 0.04

1.3 1.2 0.1

1.0 2.1 0.1

0.8 0.2 0.1

1.0 0.8 0.1

2.5 1.0 0.9

2.5 0.4 2.3

2.4 1.1 3.4

3.3 0.3 1.6

25

Tabel 9 Frekuensi konsumsi makanan subjek (lanjutan) Jenis Pangan Jeruk Jambu Belimbing Melon 4. Sayuran Wortel Tauge Bayam Buncis Sawi Jagung muda Labu siam Brokoli Kembang kol Daun singkong

Frekuensi makan (kali/minggu) Hipertensi Hipertensi Normal Prehipertensi 1 2 0.9 2.1 1.8 2.0 0.4 1.0 1.9 0.6 0.1 0.2 0.5 0.4 0.5 0.7 0.4 1.1 2.4 1.4 1.3 1.2 0.9 1.2 0.9 0.8 0.7 0.7

1.5 1.5 0.4 0.8 1.4 0.2 1.1 1.5 1.0 0.2

2.5 1.4 0.8 1.1 1.2 1.2 0.5 0.8 1.8 0.9

2.4 1.5 0.3 1.1 0.9 0.7 1.5 1.8 0.9 0.3

Tingkat kecukupan energi, protein dan lemak pada subjek merupakan jumlah dari asupan konsumsi energi, protein dan lemak harian masing-masing subjek yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode food recall 2x24 jam dan dibandingkan dengan masing-masing kebutuhan subjek. Kebutuhan subjek dihitung dengan menggunakan TEE atau EER (Total Energy Expenditure or Estimated Energy Requirements) yaitu energi yang dibutuhkan manusia setiap hari dan ditetapkan oleh jumlah dari 3 komponen, yaitu BEE (Basal Energy Expenditure), DIT (Diet Induced Thermogenesis), dan PA (Physical Activity) (IOM 2002). Perhitungan kecukupan energi yang terkini didasarkan model persamaan IOM (2005) dari meta analisis tim pakar Institute of Medicine (IOM 2002). Model ini diperoleh dari data energi basal (EB) yang diukur dengan metode doubly labeled water (DLW)yang lebih valid dibanding model sebelumnya. DLW dianggap metode paling akurat dan tepat untuk mengukur TEE. Hal ini didasarkan DLW dianggap aman karena menggunakan deuterium (H2) dan Oksigen-18 (O18), elemen nonradioaktif yang secara alami ditermukan dalam tubuh manusia. Keakuratan DLW mencapai 97-99% dibandingkan metide IC (Indirect Calorimetry) juga dianggap sebagai golden standard (Scagliusi 2005). Berdasarkan hasil penelitian Oliveira, EER mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk overestimate dibandingkan dengan persamaan prediksi dari FAO/WHO/UNU tahun 1985 dan 2001. Hal ini mungkin disebabkan karena bukti dari persamaan IOM sudah didasarkan dari metode DLW dan juga karena persamaan FAO didasarkan pada data dari orang-orang Amerika Utara dan Eropa yang memiliki perbedaan dalam hal pola konsumsi makanan, Physical Activity Level (PAL), karakteristik fisik dan kondisi iklim dari populasi yang berbeda. Selain itu, apabila dibandingkan dengan persamaan mifflin yang diturunkan dari

26

sampel normal, berlebih, obesitas 1 dan obesitas 2, namun tidak spesifik menggambarkan etinisitas indovidu dan kelemahan lainnya adalah kurang represenatif (Volp 2011). Hal ini mendasari pemilihan metode TEE untuk mencari kebutuhan energi subjek. Rata-rata tingkat kecukukupan energi yang dikonsumsi subjek adalah 73.43±16.56 %, dengan minimum sebesar 36.60% dan maksimum 114.90%. Ratarata tingkat kecukupan protein yang dikonsumsi subjek adalah 78.18±26.28% dengan minimum sebsar 40.3% dan maksimum 153.72%. Selain itu rata-rata tingkat kecukupan lemak yang dikonsumsi subjek adalah 21.8±7.5 % dengan nilai minimum 5.9% dan maksimum 35.7%. Sementara itu, sebagian besar subjek (97%) tergolong cukup untuk kecukupan natrium dan sisanya tergolong berlebih (3%) dengan rata-rata konsumsi natrium adalah 591.7±431.5 mg. Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi Tingkat Kecukupan 1. Energi Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Berlebih Total 2. Protein Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Berlebih Total 3. Lemak Cukup Berlebih Total Rata-rata±SD (%) Max±Min 4. Natrium Cukup Lebih Total Rata-rata±SD (mg) Max±Min

Jumlah (n)

Persentase (%)

24 15 11 10 0 60

40 25 18 17 0 100

28 7 10 9 6 60

47 12 17 15 10 100

55 5 60

92 8 100 21.8±7.5 5.9±35.7

58 2 60

97 3 100 591.7±431.5 1916.6±97.9

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa distribusi subjek berdasarkan konsumsi pangan menurut tingkat kecukupan energi terbanyak adalah kategori defisit berat (40%), kemudian defisit sedang (25%) dan hanya 17% subjek yang tergolong normal. Selanjutnya, sebanyak 47% subjek tergolong defisit berat untuk tingkat kecukupan protein, hanya 15% subjek yang tergolong normal dan 10% subjek tergolong berlebih. Hal ini disebabkan banyak subjek yang mengonsumsi sumber pangan protein tidak sesuai dengan anjuran per hari yaitu 2-4 porsi per hari untuk protein nabati maupun hewani (Kemenkes RI 2014). Berdasarkan hasil food recall 2x24 jam, secara umum subjek mengonsumsi

27

makanan sumber protein 2 porsi dalam sehari. Hal ini pula sesuai dengan Riskesdas (2010) yang menyatakan bahwa kualitas protein yang dikonsumsi ratarata perorang perhari masih rendah. Selain itu, untuk tingkat kecukupan lemak secara umum tergolong cukup yakni 92% dan sisanya berlebih. Apabila dilihat dari segi pekerjaan dan tingkat pendidikan, hal ini sesuai karena menurut Rifai dan Gulat (2003), sikap dan perilaku masyarakat terhadap gizi dipengaruhi oleh pendidikan baik formal maupun non formal. Pengaruh tersebut dapat berupa konsumsi maupun produksi. Pendidikan yang rendah akan berpengaruh pada kesalahan pemilihan pangan untuk pemenuhan kebutuhan gizi (Uliyah dan Hidayat 2008). Meskipun beberapa subjek setiap hari masih mengonsumsi gorengan tetapi masih dalam batas normal. Kecukupan natrium subjek sebagian besar (97%) termasuk kategori cukup atau kurang dari 1500 mg per hari menurut WNPG (2012). Subjek mengaku sering mengonsumsi makanan asin seperti ikan asin atau makanan awetan namun tidak setiap hari dan dalam porsi yang tidak berlebihan. Beberapa subjek terutama subjek yang terdiagnosis hipertensi sudah mengetahui dampak dari mengonsumsi makanan asin terhadap tekanan darah, namun mereka mengaku belum bisa lepas dari makanan berlemak terutama gorengan. Selain itu penelitian ini hanya melihat kecukupan natrium dari makanan yang dikonsumsi dan tidak termasuk bumbu yang dipakai, sehingga kecukupan natrium didapatkan hanya dari makanan yang dikonsumsi oleh subjek. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya, sehingga aktivitas fisik memiliki konsep yang lebih luas dari olahraga dan dapat didefinisikan sebagai pergerakan otot yang menggunakan energi. Menurut Armilawati (2007), aktivitas fisik dapat mempengaruhi tekanan darah, karena seseorang yang memiliki aktivitas fisik yang rendah cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Aktivitas fisik yang diukur pada subjek dilakukan dua kali yaitu ketika hari kerja dan hari libur. Aktivitas fisik tersebut diukur dengan menggunakan PAL (Physical Activity Level) yang secara umum menunjukkan aktivitas subjek tergolong rendah. Berikut adalah jenis kegiatan yang dilakukan subjek pada tabel 11. Tabel 11 Rata-rata lama kegiatan berdasarkan jenis aktivitas fisik Jenis Aktivitas Fisik Tidur Berkendara dalam bus/mobil Aktivitas santai (menonton tv dan mengobrol) Makan Duduk Mengendarai mobil/berkendara Memasak Berdiri, membawa barang ringan Mandi dan berpakaian

Rata-rata ± SD (jam) Hari Kerja Hari Libur 7.38 ± 1.99 7.61 ±1.86 0.29 ± 0.55 0.67 ± 1.30 2.52 ± 1.20 2.66 ± 1.37 1.02 ± 0.09 1.96 ± 0.98 0.85 ± 1.10 0.42 ± 0.63 0.68 ± 0.77 0.97 ± 0.13

1.05 ± 0.26 1.99 ± 1.08 0.76 ± 1.66 0.53 ± 1.38 0.44 ± 0.43 0.97 ± 0.13

28

Tabel 11 Rata-rata lama kegiatan berdasarkan jenis aktivitas fisik (lanjutan) Jenis Aktivitas Fisik Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin Mengerjakan pekerjaan rumah tangga Berjalan Olahraga ringan Kegiatan yang dilakukan dengan duduk Transportasi dengan bis Kegiatan ringan

Rata-rata ± SD (jam) Hari Kerja Hari Libur 0.85 ± 1.42 0.75 ± 1.11 0.75 ± 1.11 0.68 ± 0.53 0.10 ± 0.27 3.50 ± 1.93 0.01± 0.06 2.03 ± 1.13

0.74 ± 1.20 0.75± 0.61 0.26 ± 0.63 2.66 ± 1.37 0.07 ± 0.36 2.11 ±1.10

Hampir seluruh subjek berada pada tingkat aktivitas fisik yang tergolong rendah yaitu sebesar 93%. Hal ini disebabkan sebagian subjek bekerja sebagai PNS dan wiraswasta yang setiap harinya bekerja di kantor sehingga waktu yang dialokasikan untuk pekerjaan dalam kondisi duduk terus menerus dan kurang bergerak. Setelah bekerja, umumnya subjek menghabiskan waktu dengan beristirahat dan melakukan aktivitas santai (menonton) ataupun melakukan pekerjaannya kembali dengan posisi duduk. Selain itu, para ibu rumah tangga lebih sering menghabiskan waktunya dengan kegiatan ringan setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga yang dilakukan seperti menyapu dan memasak karena sebagian besar ibu rumah tangga mencuci dengan mesin cuci atau dibantu oleh asisten rumah tangga. Pada hari libur, subjek lebih banyak melakukan aktivitas rumah tangga atau melakukan aktivitas santai di rumah. Lebih dari separuh subjek seringmelakukan aktivitas olahraga, namun intensitasnya masih tergolong rendah.Berikut sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik yang dihitung dengan menggunakan rumus PAL. Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik Tingkat Aktivitas Fisik Rendah (1,40 ≤ PAL ≤ 1,69) Sedang (1,70 ≤ PAL ≤ 1,99) Tinggi (2,00 ≤ PAL ≤ 2,39) Total Rata-rata±SD

Jumlah (n) 56 4 0 60

Persentase (%) 93 7 0 100 1.53±0.12

Menurut Riskesdas (2013), kriteria aktivitas fisik aktif ketika seseorang melakukan aktivitas fisik berat atau sedang atau keduanya sedangkan kriteria kurang aktif ketika individu tidak melakukan aktivitas fisik sedang maupun berat. Perilaku sedentari seperti duduk atau berbaring baik di tempat kerja (kerja di depan komputer, membaca dll), di rumah (menonton tv, bermain game), di perjalanan/transportasi, tetapi tidak termasuk waktu tidur. Berdasarkan data di atas sebagian besar subjek memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah (93%) dan sisanya tergolong sedang. Hal ini karena kegiatan subjek sebagian besar bekerja sebagai PNS dan wiraswasta yang bekerja di ruangan tertutup dan sering mengalokasikan waktunya dengan kegiatan ringan sehingga dapat dikategorikan kegiatan sedentari.Menurut Riskesdas (2010), PNS merupakan jenis pekerjaan

29

sedentarian yang melibatkan aktivitas fisik yang kurang. Terdapat beberapa subjek dengan aktivitas sedang disebabkan adanya aktivitas lebih yang dilakukan seperti berolahraga. Olahraga merupakan aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur dan dikerjakan secara berulang dan bertujuan memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani (Gale Encyclopedia of Medicine 2008). Menurut Giriwijoyo (2005) mengatakan bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya. Menurut jenisnya, olahragadibedakan atas olahraga aerobik dan anaerobik. Olahraga aerobik adalah aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan konsumsi oksigen dan meningkatkan fungsi sistem respirasi dan sistem kardiovaskuler (Dorland’s Medical Dictionary 2007). Menurut WHO (2001), olaharaga yang teratur dibutuhkkan untuk memelihara kesehatan berat badan dan untuk mengurangi risiko obesitas yang diharapkan dapat membantu mengurangi risiko penyakit kronis. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga Variabel 1. Kebiasaan olahraga Ya Tidak Total 2. Jenis olahraga Jalan sehat Senam Bulu tangkis Jogging Bersepeda Sepeda statis Zumba Gym Lari Berenang Sepakbola Total 3. Durasi Olahraga <30 menit 30-60 menit >60 menit Total Max±Min (menit) 4. Frekuensi olahraga 1-2 kali/miiggu 3-4 kali/minggu 5-7 kali/minggu >7 kali/minggu Total

Jumlah (n)

Presentase (%)

37 23 60

62 38

7 6 3 6 6 3 1 1 2 1 1 37

19 16 8 16 16 8 3 3 5 3 3 100

5 21 11 37

14 57 30 100 180±5

20 11 6 0 37

54 30 16 0 100

30

Tabel 13 menunjukkan bahwa lebih dari separuh subjek (62%) memiliki kebiasaan olahraga. Namun sebagian besar subjek (54%) memiliki frekuensi olahraga 1x seminggu atau belum sesuai dengan anjuran WHO (2001). Menurut Divine (2006), frekuensi olahraga yang baik adalah ketika seseorang melakukan olahraga 3-5 kali dalam waktu seminggu dan dilakukan secara teratur dengan intensitas yang sedang dapat menurunkan tekanan darah. Secara umum subjek berolahraga pada akhir pekan ketika libur dari pekerjaannya. Jenis olahraga yang paling digemari adalah jalan sehat (19%) kemudian senam aerobik (16%). Ratarata durasi olahraga yang dilakukan subjek yang melakukan olahraga adalah 68.4± 45.8 menit. Menurut American Heart Association (2002), durasi waktu untuk olahraga adalah 30 hingga 60 menit yang dilakukan 3-4 kali setiap minggu. Status Gizi Menurut Almatsier (2006), status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi underweight, at risk, obese 1 dan obese II (WHO 2000).Kelebihan gizi atau status gizi yang lebih dapat berdampak buruk terhadap kesehatan seseorang seperti halnya dengan obesitas. Survei terhadap masyarakat menunjukkan bahwa variasi tekanan darah berkaitan dengan berat badan mereka, yakni sekitar 1 mmHg per KgBB (Beevers 2002). Status gizi mempunyai korelasi positif dengan kualitas fisik manusia. Semakin baik status gizi seseorang semakin baik pula kualitas fisiknya (Hapsari et al. 2007). Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan produktivitas yang memadai akan lebih dimiliki oleh individu dengan status gizi baik (Adrianto dan Ningrum 2010). Penilaian status gizi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara langsung dan secara tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supriasa 2002). Penelitian kali ini, dilakukan pengukuran status gizi secara langsung kepada subjek dengan mengukur berat badan menggunakan timbangan digital dan tinggi badan dengan menggunakan stature meter kemudian dihitung dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Variabel 1. Status Gizi Gizi kurang Normal Berisko Obesitas I Obesitas II Total Max±Min

Jumlah (n)

Persentase (%)

0 7 21 24 8 60

0 12 35 40 13 100 37.53±20.80

31

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian subjek tergolong obese 1 (40%). Ukuran berat badan subjek dari 49.6-95.0 kg dengan rata-rata berat badan subjek perempuan sebesar 64 ± 9.49 kg dan subjek laki-laki sebesar 71..1±9.57 kg atau dikatakan lebih apabila dibandingkan dengan AKG (2013). Ukuran tinggi badan subjek berkisar antara 145-178 cm dengan rata-rata tinggi badan perempuan 154±4.8 cm dan tinggi badan subjek laki-laki adalah 167±6.0cm atau cenderung lebih pendek dibandingkan dengan AKG (2013). Pengukuran status gizi menurut IMT dilakukan dengan menggunakan data tinggi badan dan berat badan. Indeks Masa Tubuh merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan keebihan berat badan (Supriasa et al 2002). Cara ini dipakai karena mudah, cepat dan murah selain itu karena penelitian ini hanya melihat obesitas secara umum kepada orang dewasa. Data pengukuran fisik pada tabel 14 menunjukkan bahwa hampir sebagian (40%) status gizi subjek tergolong obesitas tingkat 1 dan sebanyak 35 % tergolong berisikodengan rata-rata IMT 26.34 ± 3.71 kg/m2. Namun tidak ada subjek yang mengalami gizi kurang dan hanya 12% subjek yang status gizinya tergolong normal, serta sisanya tergolong obesitas tingkat II. Prevalensi seseorang dengan status gizi obesitas akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Menurut Misnadiarly (2007),obesitas sering dianggap sebagai kelainan yang dimulai pada umur pertengahan. Sehingga dapat diduga faktor usia juga mempengaruhi status gizi subjek. Kebiasaan Merokok Depkes RI Pusat Promkes (2008) telah membuktikan dalam penelitian bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya termasuk 43 senyawa di dalamnya. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat, yaitu Nikotin, tar dan CO. Nikotin merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dengan adanya penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung, pengerasan pembuluh darah dan pengumpalan darah. Kemudian tar yang dapat mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker. Selanjutnya, Karbon Monoksida (CO), merupakan gas beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen. Sebagian besar subjek (67%) mengakutidak pernah merokok, hanya 17% subjek yang merokok dan sisanya pernah merokok namun saat ini sudah berhenti merokok. Rata-rata usia awal merokok subjek adalah 24.9 ± 12.8 tahun dengan rentang usia 35-64 tahun. Sebanyak 10 dari 17 subjek yang merokok tergolong perokok ringan yaitu kurang dari 10 batang per hari, sisanya tergolong sedang dan berat. Namun sebagian besar subjek (71%) sudah merokok lebih dari 10 tahun. Subjek mengatakan sering merokok setelah makan atau sedang mengalami stres. Selain itu, ada pula subjek yang mengatakan setiap saat merokok. Berikut sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok pada tabel 15.

32

Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok Variabel Jumlah (n) Presentase (%) 1. Status merokok Merokok 17 28 Pernah merokok 9 15 Tidak merokok 34 67 Total 60 100 2. Jumlah rokok yang dihisap Ringan (≤10 batang/hari) 10 59 Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan merokok (lanjutan) Sedang (11-20 batang /hari) Berat (≥21 batang/hari) Total Max±Min (batang) 3. Lama merokok ≤ 10 tahun > 10 tahun Total

4 3 17

24 18 100 36±1

5 12 17

29 71 100

Gas CO yang dihisap akan menurunkan kapasitas sel darah merah untuk mengangkut oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati. Di dalam tubuh perokok, tempat untuk O2 ditempati oleh CO, karena kemampuan darah 200 kali lebih besar untuk mengikat CO daripada mengikat O2. Akibat dari itu, otak, jantung dan organ vital tubuh lainnya akan kekurangan oksigen. Jika jaringan yang kekurangan oksigen adalah otak, maka akan terjadi stroke (kelumpuhan). Stimulasi sistem saraf simpatik ditengahi oleh nikotin yang bisa membuat detak jantung meningkat dan tekanan darah sistolik secara langsung sebagai hasil dari peningkatan pengeluaran epineprin dan norepineprin. Hubungan antara merokok dengan hipertensi masih harus diidentifikasi lebih lanjut, karena masih menjadi kekeliruan untuk menilai apakah hipertensi muncul secara spontan dan bebas pada individu yang terpengaruh rokok atau sebaliknya hipertensi merupakan hasil dari kebiasaan merokok (Leone 2015). Stres Stres adalah reaksi tubuh berupa serangkaian respons yang bertujuan untuk mengurangi dampak (Depkes 2009). Stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Stres merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Selain itu menurut Damayanti (2003), stres juga dapat diartikan suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (Depkes 2008). Stres mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kejadian hipertensi. Kondisi stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan keluaran jantung. Stres juga dapat memacu pengeluaran hormon kortisol dan

33

epinefrin yang berhubungan dengan imunosuoresi, aritmia, dan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung (Davis 2004). Stres yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan penyakit salah satunya adalah hipertensi. Alat ukur tingkat stres dilakukan dengan kuesioner melalui sistem scoring yang akan diisi oleh responden dalam suatu penelitian. Terdapat beberapa kuesioner yang yang sering dipakai untuk penelitian, pertama adalah Kessler Psychological Distress Scale (Caroline 2010). Kedua adalah Perceived stress scale (PSS-10,yaitu selfreport questionnaire yang terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat mengevaluasi tingkat stres beberapa bulan yang lalu dalam kehidupan subjek penelitian(Olpin & Hesson 2009).. Terakhir, Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col), biasanya terdiri dari 54 pertanyaan yang merupakan suatu skala yang terdiri dari kejadian umum yang tidak menyenangkan (Silalahi 2009). Penelitian kali ini menggunakanPerceivedStress Scale (PSS-10) di mana subjek diberikan 10 pernyataan yang dirasakan dalam 1 bulan terakhir. Stres diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan yang dirasakan dan dipikirkan oleh subjek satu bulan yang lalu, terdiri dari 6 soal bersifat negatif dan 4 soal bersifat positif.Setiap jawaban subjek memiliki nilai yang kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan nilai akhir. Subjek dikatakan stres ketika mendapatkan nilai >12 untuk perempuan dan >14 untuk laki-laki. Berdasarkan data yang didapatkan, sebagian besar subjek (62%) tidak mengalami stres dan sisanya sebanyak 38% subjek mengalami stres. Sebagian besar subjek terkadang merasa kecewa ketika mengalami hal yang tidak diharapkan dan marah ketika sesuatu di luar kontrol mereka. Namun di samping itu, sebagian subjek merasa cukup sukses. Berikut adalah sebaran subjek berdasarkan tingkat stres pada tabel 16. Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres Variabel Stres Tidak Stres Total

Jumlah (n) 23 37 60

Persentase (%) 38 62 100

Kebiasaan Konsumsi Alkohol Berhubungan dengan stres, penyebab utama hipertensi adalah gaya hidup modern, sebab dalam gaya hidup modern seingkali terjadi situasi yang penuh tekanan dan stres (Gunawan 2005). Gaya hidup yang penuh kesibukan menyebabkan seseorang berusaha mengatasi stres salah satunya dengan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol yang diduga berpengaruh dalam meningkatkan risiko hipertensi walaupun mekanismenya belum diketahui secara pasti. Penelitian kali ini, sebagian besar (83%) subjek tidak pernah mengonsumsi alkohol dan sisanya pernah mengonsumsi. Beberapa subjek beralasan karena persoalan agama serta mereka lebih memilih pergi berlibur dibandingkan mengonsumsi alkohol. Sebanyak 8.3% subjek masih mengonsumsi alkohol namun dalam frekuensi rendah.

34

Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan konsumsi alkohol Variabel 1.

2.

Konsumsi Alkohol Pernah Tidak Pernah Total Frekuensi Konsumsi Alkohol Rendah (1-2 kali/bulan) Sedang (3-4 kali/bulan) Tinggi (5-8 kali/bulan) Sangat Tinggi (>8 kali/bulan) Total

Jumlah (n)

Persentase (%)

10 50 60

17 83 100

4 1 0 0 5

80 20 0 0 100

Hubungan Usia dengan Hipertensi Ketika seseoang semakin bertambah usia maka semakin tinggi pula orang tersebut mengalami kenaikan tekanan darah. Menurut Krummel (2004), hingga usia 80 tahun tekanan sistolik akan terus meningkat dan tekanan diastolik terus meningkat hingga usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun ke atas. Menurut Yogiantoro (2006) menyebutkan bahwa seseorang yang berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi. Setelah usia 45 tahun akan terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Selain itu, pada usia lanjut sensitivitas pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor yang diperantarai oleh saraf otonom mulai berkurang, demikian juga halnya dengan peran ginjal, dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus terus menurun (Kumar et al 2005). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara usia dengan kejadian hipertensi dengan nilai p= 0.001 (p<0.05; r= 0.408). Hal ini sesuai dengan penelitian Aisyiyah (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara usia dan hipertensi. Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara usia dengan hipertensi di mana semakin bertambahnya usia, semakin tinggi pula prevalensi hipertensi (Prastyo 2015). Maka dapat dikatakan bahwa semakin meningkatnya usia, tekanan darah akan semakin meningkat. Tabel 18 Hubungan karakteristik usia dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Total

Kelompok Usia <45 tahun >45 tahun Jumlah Persentase Jumlah Persentase (n) (%) (n) (%)

11 3 3 0 17

65 18 18 0 100

14 11 11 7 48

33 26 26 16 100

r

Total Jumlah (n)

Persentase (%)

25 14 14 7 60

42 23 23 12 100

(p value)

0.408 (p<0.05)

35

Hubungan Jenis Kelamin dengan Hipertensi Faktor gender memiliki pengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Menurut WHO (2001), pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung akan meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan darah diastolik (Pratiwi 2004). Namun setelah memasuki masa menopause, prevalensi hipertensi pada wanita akan meningkat (Depkes 2006). Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh hormon estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Kadar hormonakan menurun setelah menepouse (Gray 2005). Tabel 19 Hubungan karakteristik jenis kelamin dengan hipertensi Variabel

Normal Prehipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Total

Perempuan Jumlah Persentase (n) (%)

14 5 6 5 30

47 17 20 17 100

Laki-laki Jumlah Persentase (n) (%)

11 9 8 2 30

37 30 27 7 100

Jumlah (n)

25 14 14 7 60

Total Persentase (%)

42 23 23 12 100

r (p value)

0.013 (p>0.05)

Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan hipertensi (p>0.05) dengan nilai korelasi r=0.013. Hal ini sejalan dengan penelitian Sulistiani (2005) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan hipertensi. Hal ini diduga karena beberapa alasan salah satunya karena laki-laki akan mengalami peningkatan tekanan darah dari usai 15-65 tahun dan pada perempuan tekanan darah akan meningkat pada usia 46-55 tahun (Maliga et al 2012). Penelitian kali ini perempuan memiliki risiko 1.16 kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Hipertensi Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi, terutama hipertensi primer. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Depkes 2006). Menurut Sheps (2005), hipertensi cenderung menjadi penyakit keturunan, jika salah satu dari orang tua memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup keturunannya memiliki risiko 25% kemungkinan mengalami hipertensi., sedangkan apabila kedua orang tua mempunyai hipertensi, kemungkinan keturunannya berisiko penyakit tersebut sebesar 60%. Berdasarkan hasil uji korelasi spearman didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga dengan hipertensi (p>0.05) dengan nilai r adalah 0.055. Beberapa subjek mengaku memiliki riwayat keturunan hipertensi, namun setelah pengukuran tekanan darahsubjek tidak tergolong hipertensi. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hasirungan (2002) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga dengan hipertensi. Namun di sisi lain, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Bhende (2012), menyatakan bahwa tidak ditemukannya

36

peningkatan risiko hipertensi bagi mereka yang melaporkan kondisi riwayat keluarga. Hal ini diduga subjek yang memiliki riwayat keluarga hipertensi, sudah mulai menerapkan pola hidup sehar sehingga faktor risiko tersebut dapat dicegah.

Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Hipertensi Pola konsumsi pangan seseorang akan menentukan perilaku yang berhubungan dengan makanan, baik frekuensi makan, jenis makanan dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Pola konsumsi pangan yang diuji pada penelitiaan ini termasuk pada kebiasaan konsumsi pangan berisiko seperti makanan asin dan kopi. Frekuensi konsumsi buah dan sayur yang dapat membantu dalam menjaga kenormalan tekanan darah, kadar gula, dan kolesterol darah, mengendalikan tekanan darah (Kemenkes RI 2014) serta dilihat pula frekuensi konsumsi makanan berlemak. Selain itu, tingkat kecukupan lemak dan kecukupan natrium yang dihubungkan dengan hipertensi. Tabel 20 Hubungan konsumsi makanan asin dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Total

Konsumsi makanan asin Jumlah Persentase (n) (%)

15 10 9 5 39

38 26 23 13 100

Tidak Konsumsi Makanan Asin Jumlah Persentase (n) (%)

10 4 5 2 21

48 19 24 10 100

Total Jumlah (n)

25 14 14 7 60

Persentase (%)

42 23 23 12 100

r (p value)

0.072 (p>0.05)

Tabel 21 Hubungan konsumsi kopi dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Total

Konsumsi Kopi Jumlah Persentase (n) (%)

14 8 7 2 31

45 26 23 6 100

Tidak Konsumsi Kopi Jumlah Persentase (n) (%)

11 6 7 5 29

38 21 24 17 100

Jumlah (n)

25 14 14 7 60

Total Persentase (%)

42 23 23 12 100

r (p value)

-0.117 (p>0.05)

Tabel 20 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan mencolok untuk konsumsi makanan asin antara subjek yang tergolong normal ataupun hipertensi. Menurut Riskesdas (2013), perilaku konsumsi makanan berisiko dikelompokkan ‘sering’ apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu kali atau lebih setiap harinya. Berdasarkan uji korelasi, tidak ada hubungan antara konsumsi makanan asin dengan hipertensi (p>0.05; r=-0.072). Hasil ini diduga karena lebih dari separuh subjek gemar mengonsumsi makanan asin atau data tidak menyebar normal. Hal ini tidak sesuai dengan penelitianMappagiling (2014) yang menyatakan terdapat hubungan konsumsi makanan asin dengan kejadian hipertensi. Namun, dengan hasil korelasi positif menunjukkan bahwa semakin sering mengonsumsi makanan asin, maka tekanan darah akan meningkat. Menurut

37

penelitian He FJ (2012) menyatakan bahwa konsumsi garam dari 10-15 g/hari akan meningkatkan risiko tekanan darah meningkat. Konsumsi natrium erat kaitannya dengan peningkatan cairan ekstraseluler. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut dapat menyebabkan meningkatanya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto 2010). Kopi adalah salah satu minuman yang paling sering dikonsumsi dan menjadi salah satu risiko terjadinya hipertensi. Tabel 21 menunjukkan bahwa cukup banyak subjek yang mengonsumsi kopi baik untuk subjek yang dengan tekanan darah normal ataupun hipertensi. Hasil uji Spearmanmenunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi kopi dengan hipertensi (p>0.05) dengan nilai r=-0.117. Hal ini sejalan dengan penelitian Prastyo (2015) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi kopi dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (p>0.05). Selain karena data yang tidak menyebar normal, menurut Marliani dan Tantan (2007), konsumsi kafein pada kopi menimbulkan efek yang berbeda-beda terhadap yang orang-orang mengonsumsi kopi, sebagian orang tidak mengalami peningkatan tekanan darah, namun di sisi lain kafein terbukti dapat meningkatkan tekanan darah pada sebagian orang yang lain. Hasil dari penelitian ini juga diduga karena hampir seluruh subjek mengonsumsi kopi dalam bentuk instan, yang mana kandungan kafein pada kopi instan tidak sebesar kopi asli seperti arabika dan robusta. Kopi arabika memiliki kualitas tinggi dan beraroma harum, sedangkan kopi robusta cenderung berasa asam dan pahit serta kandungan kafein yang lebih tinggi 2–3 kali dari kopi arabika (Muchtadi 2009).Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Satu cangkir kopi setara dengan 120—480 ml dapat mengandung kafein 75 mg—400 mg atau lebih, bergantung pada jenis biji kopi, cara pengolahan kopi dan mempersiapkan minuman kopi (Weinberg & Bonnie 2010), sedangkan kopi instan mempunyai kandungan kafein sebesar 69-98 mg per sachet kopi dalam 150 ml air (Dollemore D. dan Mark G 2001). Menurut Zhang et al. (2011), peningkatan tekanan darah terjadi melalui mekanisme biologi antara lain kafein mengikat reseptor adenosine, mengaktivasi sitem saraf simpatik dengan meningkatkan konsentrasi katekolamin dalam plasma, dan menstimulasi kelenjar adrenalin serta meningkatkan produksi kortisol. Hal ini kemudian berdampak pada vasokontriksi dan meningkatkan total resistensi perifer yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. Berdasarkan penelitian Zhang (2011) mengonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir/hari (1 cangkir=237 ml) tidak memiliki hubungan dengan peningkatan risiko hipertensi dibandingkan dengan mengonsumsi 1 cangkir kopi per hari. Walaupun peningkatan risiko akan terlihat berhubungan dengan mengonsumsi kopi pada tingkat sedang (1-3 cangkir/hari), hal ini berarti mengonsumsi kopi dalam jumlah sedikit lebih berisiko terhadap kenaikan tekanan darah. Hasil penelitian lain oleh Klag et al (2002), mengonsumsi kopi 1 cangkir/hari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 0,19 mmHg dan diastolik sebesar 0,27 mmHg. Selain itu, risiko terkena hipertensi akan meningkat pada konsumsi kopi 3-4 cangkir/hari dibandingkan dengan konsumsi kopi ≥ 5 cangkir/hari pada konsumsi awal. Namun, selama periode tindak lanjut yang panjang, jumlah kopi yang dikonsumsi memiliki dampak terhadap risiko hipertensi. Ketika konsumsi kopi terbaru dibandingkan pada konsumsi awal,

38

risiko hipertensi lebih besar pada konsumsi kopi ≥ 5 cangkir/hari dibandingkan dengan konsumsi kopi ≤ 5 cangkir/hari. Maka dari itu, hubungan konsumsi kopi dengan hipertensi sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Tabel 22 Hubungan frekuensi konsumsi pangan dengan hipertensi Frekuensi Rendah n % 1. Konsumsi buah-buahan Normal 25 46 Prehipertensi 12 22 Hipertensi 1 11 20 Hipertensi 2 6 11 Total 54 100 2. Konsumsi sayuran Normal 17 46 Prehipertensi 10 27 Hipertensi 1 9 24 Hipertensi 2 1 3 Total 37 100 3. Konsumsi makanan berlemak Normal 8 89 Prehipertensi 0 0 Hipertensi 1 0 0 Hipertensi 2 1 11 Total 9 100 Variabel

Frekuensi Tinggi n %

n

%

0 2 3 1 6

0 33 50 17 100

25 14 14 7 60

42 23 23 12 100

8 4 5 6 23

35 17 22 26 100

25 14 14 7 60

42 23 23 12 100

17 14 14 6 51

33 27 27 12 100

25 14 14 7 60

42 23 23 12 100

r

Total

(pvalues)

0.139 (p>0.05)

-0.021 (p>0.05)

0.276 (p<0.05)

Tabel 22 menunjukkan frekuensi pangan subjek antara lain buah-buahan, sayuran dan makanan berlemak. Seperti diketahui bahwa konsumsi sayur dan buah akan mempercepat rasa kenyang. Keadaan ini menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas, selain itu kandungan serat dalam buah dan sayur pada akhirnya akan menurunkan risiko hipertensi (Krisnatuti dan Yenrina 2005). Secara keseluruhan konsumsi buah dan sayur pada subjek masih tergolong rendah terutama untuk buah-buahan. Rata-rata subjek mengonsumsi buah sebanyak 1.6 kali/hari dan konsumsi sayur 2.3 kali/hari, kebiasaan subjek belum sesuai dengan anjuran yang seharusnya. Berdasarkan hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi buah (p>0.05 ; r= 0.139) dan sayur (p>0.05; r= -0.021) dengan kejadian hipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian Prastyo (2015) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi buah dan sayur dengan tekanan darah sitolik maupun diastolik. Berdasarkan penelitian Sofyarti (2013) juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi sayur dan buah dengan tekanan darah. Berbeda dengan konsumsi buah dan sayur, frekuensi mengonsumsi makanan berlemak subjek cukup sering. Seluruh subjek yang tergolong prehipertensi dan hipertensi mempunyai frekuensi yang lebih tinggi untuk konsumsi makanan berlemak seperti gorengan. Berdasarkan uji hubungan korelasi

39

didapatkan bahwa frekuensi konsumsi makanan berlemakberhubungan signifikan dengan hipertensi (p<0.05) dengan kekuatan korelasi signifikan yaitu r=0.276. Menurut hasil penelitianSugihartono (2007) diketahui bahwa seringnya mengonsumsi lemak jenuh mempunyai risiko untuk terserang hipertensi sebasar 7.72 kali dibandingkan orang yang tidak biasa mengkonsumsi lemak jenuh. Namun berbeda dengan penelitian Safitri (2014) yang menyatakan tidak ada hubungan antara frekuensi makanan berlemak dengan tekanan darah.Kebiasaan konsumsi makanan berlemak erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Sehingga dapat dikatakan semakin sering seseorang mengonsumsi makanan berlemak, maka tekanan darahnya akan meningkat. Sebagian besar subjek gemar mengonsumsi gorengan setiap hari. Gorengan adalah salah satu makanan yang mengandung lemak dan kolesterol yang sangat tinggi. Golongan makanan ini memiliki kandungan kalori, lemak/minyak, dan oksidan yang tinggi. Bila dikonsumsi terus-menerus, gorengan dapat menyebabkan kegemukan yang merupakan salah satu penyebab hipertensi dan meningkatkan kadar asam lemak dalam darah (Nur 2012). Darah yang mengandung lemak berlebihandapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan pembuluh darah menyempit sehingga dapat memicu tekanan darah menjadi naik (Yekti 2011). Tingkat kecukupan lemak dan kecukupan natrium didapatkan dari hasil food recall 2x24 jam. Konsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi natrium merupakan salah satu risiko terjadinya hipertensi. Lemak dan natrium yang berlebih akan meningkatkan tekanan darah. Makanan asin dan makanan yang diawetkan adalah makan dengan kadar natrium yang tinggi. Natrium merupakan mineral yang sangat berpengaruh dengan mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan natrium terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Tabel 23 Hubungan tingkat kecukupan lemak dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Total

Cukup Jumlah Persentase (n) (%)

23 12 14 6 55

42 22 25 11 100

Berlebih Jumlah Persentase (n) (%)

2 2 0 1 58

40 40 0 20 100

Jumlah (n)

25 14 14 7 60

Total Persentase (%)

42 23 23 12 100

r (p value)

0.231 (p>0.05)

Tabel 24 Hubungan asupan natrium dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Total

Cukup Jumlah Persentase (n) (%)

25 13 13 7 58

43 22 22 12 100

Berlebih Jumlah Persentase (n) (%)

0 1 1 0 2

0 50 50 0 100

Jumlah (n)

25 14 14 7 60

Total Persentase (%)

42 23 23 12 100

r (p value)

0.013 (p>0.05)

40

Berdasarkan uji korelasididapatkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kecukupan lemak (p>0.05 ; r= 0.231) dan kecukupan natrium subjek dengan hipertensi (p>0.05; r= 0.013). Hal ini diduga karena hampir seluruh subjek termasuk kategori cukup untuk tingkat kecukupan lemak sehingga data tidak tersebar dengan baik. Walaupun frekuensi konsumsi lemak subjek tergolong sering, namun sebagian besar tingkat kecukupan lemak masih di batas normal.Tingkat kecukupan lemak diperoleh dari perhitungan asupan lemak dibagi dengan kebutuhan lemak per individu yang didapatkan melalui metode food recall 2x24 jam. Selain itu hampir seluruh subjek termasuk kategori cukup untuk konsumsi natrium. Hal ini juga karena kecukupan natrium subjek secaraumum cukup dan alasan lain karena asupan natrium yang dihitung hanya dari makanan yang dikonsumsi subjek, tidak termasuk bumbu-bumbu yang dipakai. Hasil ini tidak sejalan dengan Widyaningrum (2012) yang menyebutkan bahwa tingkat kecukupan lemak dan natrium berhubungan dengan kejadian hipertensi. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Hipertensi Aktivitas fisik merupakan salah satu indikator terjadinya hipertensi. Aktivitas yang rendah dapat menjadi pemicu terjadinya hipertensi. Penelitian BadanKesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa gaya hidup duduk terusmenerus dalambekerja menjadi penyebab 1 dari 10 kematian dan kecacatan dan lebih dari dua juta kematian setiap tahun disebabkan oleh kurangnya bergerak/aktivitas fisik. Aktivitas fisiksecara teratur yang dilakukan paling sedikit 30 menit dalam sehari sehingga membuat jantung, paru-paru, serta alat tubuh lainnya lebih sehat, jika lebih banyak waktu yang digunakan untuk beraktivitas fisik, maka manfaat yang diperoleh juga lebih banyak. Sebagian besar subjek memiliki aktivitas yang rendah/ringan yang didapatkan dari perhitungan PAL (Physical Activity Level). Hal ini disebabkan sebagian besar subjek bekerja di ruangan dan bekerja dengan posisi duduk ataupun hanya kegiatan yang ringan. Aktivitas yang kurang akan meningkatkan risiko kegemukan yang kemudian akan menjadi risiko hipertensi dan penyakit degeneratif lainnya. Aktivitas fisik memiliki konsep yang lebih luas dari olahraga karena termasuk kegiatan sehari-hari. Aktivitas fisik berpengaruh secara langsung terhadap tekanan darah. Menurut Armilawati (2007), aktivitas fisik dapat mempengaruhi tekanan darah, karena seseorang yang memiliki aktivitas fisik yang rendah cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Tabel 25 Hubungan aktivitas fisik dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Total

Rendah n %

Sedang N %

Tinggi n %

Total n %

21 14 14 7 56

3 0 0 0 3

1 0 0 0 1

25 14 14 7 100

37.5 25 25 12.5 100

100 0 0 0 100

100 0 0 0 100

42 23 23 12 100

r (p value) 0.392 (p<0.05)

41

Berdasarkan hasil uji korelasi, menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan hipertensi (p<0.05) dengan kekuatan korelasi negatif yaitu r=-0.392. Hal ini disebabkan hampir seluruh subjek yang tergolong hipertensi memliki aktivitas rendah seperti menonton tv, melakukan aktivitas ringan dan melakukan pekerjaan rumah tangga serta jarang melakukan olahraga atau olahraga dengan intensitas waktu yang rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa hasil analisis bivariat dari aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian hipertensi di Kelurahan Tlogosari Kulon Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Berdasarkan uji statistik pun diperoleh hasil hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi yang berarti bahwa seseorang dengan aktivitas fisik yang ringan memiliki peluang atau berisiko hipertensi lebih besar dibandingkan dengan seseorang dengan aktivitas sedang. Menurut Mutiarawati (2009) disimpulkan bahwa responden yang mempunyai aktivitas fisik ringan cenderung lebih besar berisiko terkena hipertensi tetapi begitu sebaliknya responden yang memiliki aktivitas fisik sedang cenderung lebih sedikit berisiko terkena hipertensi. Jadi aktivitas fisik seseorang yang rendah akan mempengaruhi terjadinya hipertensi. Bagian dari aktivitas fisik lainnya adalah olahraga. Olahragamerupakan aktivitas fisik yang apabila dilakukan secara teratur dan terukur dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh darah nadi (Aries 2007). Olahraga juga dapat mengurangi risiko hipertensi dan obesitas disebabkan aktivitas akan melebarkan diameter pembuluh darah (vasodilatasi) dan membakar lemak dalam pembuluh darah jantung, sehingga aliran darah menjadi lancar. Penelitian Sugihartono (2007) menyatakan bahwa seseorang yang tidak biasa melakukan olahraga mempunyai risiko menderita hipertensi sebesar 4,73 kali dan olahraga tidak ideal mempunyai risiko sebesar 3.46 kali dibandingkan orang yang mempunyai kebiasaan olahraga ideal. Penelitian kali ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga (p>0.05; r= 0,205), frekuensi olahraga maupun durasi olahraga dengan hipertensi berdasarkan uji korelasi spearman. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ismanto (2013) bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi dan durasi olahraga dengan hipertensi. Salah satu penyebabnya adalah karena lebih dari separuh subjek baik dengan tekanan darah normal maupun hipertensi memiliki kebiasaan olahraga dan meningkatnya tekanan darah tidak hanya disebabkan oleh kurangnya kebiasaan olahraga namun banyak faktor yang mempengaruhinya (Muhammadun 2010). Tabel 26 Hubungan kebiasaan olahraga dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Total

Kebiasaan olahraga n % 16 42 6 14 10 26 7 18 39 100

Tidak berolahraga n % 9 43 8 38 4 19 0 0 21 100

Total N 25 14 14 7 60

% 42 23 23 12 100

r (p values)

0.205 (p>0.05)

42

Hubungan Status Gizi dengan hipertensi Menurut Sumarti (2004), status gizi seseorang merupakan gambaran refleksi dari konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh. Status gizi mempunyai korelasi positif dengan kualitas fisik manusia. Semakin baik status gizi seseorang semakin baik kualitas fisiknya(Hapsari et al. 2007). Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan produktivitas yang memadai akan lebih dimiliki oleh individu dengan status gizi baik (Adrianto dan Ningrum 2010). Penilaian status gizi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara langsung dan secara tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survey konsumsi makanan, statistik vital dan fakor ekologi (Supriasa 2002). Penelitian kali ini menggunakan IMT untuk mengukur status gizi subjek. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang (Supariasa2002). Tabel 27 Hubungan status gizi dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi I Hipertensi II Total

Normal

Berisiko

n 4 2 0 1 7

n 7 5 5 4 21

% 57 29 0 14 100

% 33 24 24 19 100

Obesitas I n 9 6 7 2 24

% 38 25 29 8 100

Obesitas II n % 5 63 1 13 2 25 0 0 8 100

Total n 25 14 14 7 60

r (p values)

% 42 23 0.066 23 p>0.05 12 100

Berdasarkan hasil uji kolerasi diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi subjek dengan hipertensi, dengan nilai r= -0.066 dan p>0.05. Sebanyak 40% subjek tergolong obesitas 1 dan 35 % tergolong berisiko, yang berarti sebagian besar subjek memiliki status gizi berlebih. Hasil penelitian ini sesuai dengan Firdaus (2014) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan tekanan darah subjek. Namun, hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Sihombing (2009) yang menunjukkan bahwa peningkatan IMT berkaitan erat dengan peningkatan tekanan darah baik pada laki-laki maupun perempuan. Masalah gizi berlebih merupakan status gizi yang rawan terhadap penyakit karena dapat memicu penyakit degeneratif. Beberapa subjek dengan status gizi berlebih maupun obesitas umumnya mempunyai penyakit lain, seperti penyakit jantung, hypotensi, asam urat, dan maag. Sebagiansubjek dengan status gizi tersebut tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi dari keluarganya. Beberapa subjek yang memiliki riwayat hipertensi umumnya mengonsumsi obat anti-hipertensi sehinggan ketika pengukuran tergolong normal. Selain itu, subjek yang memiliki berat badan berlebih umumnya sudah menyadari atas apa yang dimakannya, terutama untuk makanan asin. Beberapa hal tersebut diduga menjadi alasan status gizi tidak berhubungan kejadian hipertensi. Namun berdasarkan uji lainnya, seseorang yang mengalami obesitas memiliki peluang 3.6 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan seseorang dengan status gizi normal, dengan kemungkinan tertinggi dengan kemungkinan terkecil 0.408 kali dan terbesar 32.4 kali.

43

Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi Satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya termasuk 43 senyawa di dalamnya. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat, yaitu nikotin, tar dan karbonmonoksida (CO). Nikotin merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dengan adanya penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung, pengerasan pembuluh darah dan pengumpalan darah. Kemudian tar yang dapat mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker. Selanjutnya, Karbon Monoksida (CO), merupakan gas beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen (Depkes RI Pusat Promkes 2008). Penelitiaan ini menunjukkan lebih dari separuh subjek tidak merokok dan hanya 17 subjek yang masih merokok.Berdasarkan hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan hipertensi (p>0.05) dengan kekuatan korelasi yaitu r= 0.105. Tabel 28 Hubungan kebiasaan merokok dengan hipertensi Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi I Hipertensi II Total

n

%

Pernah Merokok n %

6 4 4 3 17

35 24 24 18 100

3 2 4 0 9

Merokok

33 22 44 0 100

Tidak Merokok n %

n

%

16 8 7 3 34

25 14 15 6 60

42 23 0.105 25 p>0.05 10 100

47 24 21 9 100

Total

r (p values)

Hal ini didukung dengan pernyatan bahwa hubungan antara merokok dengan hipertensi masih perlu diidentifikasi lebih lanjut karena masih menjadi suatu perdebatan, apakah hipertensi muncul secara spontan dan bebas pada individu yang terserang atau merupakan hasil dari kebiasaan merokok (Leone 2015). Menurut Aronow et al, pada percobaannya menyatakan bahwa ada efek positif rokok dengan tekanan darah dan juga analisis dari jumlah nikotin pada rokok jadi rokok akan meningkatkan secara signifikan terhadap tekanan darah sistolik maupun diastolik. Di sisi lain terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan menurunnya tekanan darah. Borzelleca dan Dominiak menemukan adanya substansi baru pada salah satu metabolisme nikotin, cotinine, yang dapat merelaksasi otot vascular dan mendilatasi pembuluh darah secara in vitro. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif antara merokok dengan hipertensi sesuai dengan penelitian Abtahi (2011).

Hubungan Kebiasaan Konsumsi Alkohol dengan Hipertensi Menurut Sudoyo (2009), alkohol adalah suatu zat yang pada dosis rendah mempunyai efek menguntungkan seperti menurunkan kejadian infark miokard, stroke, batu kantong empedu dan kemungkinan penyakit Alzheimer. Akan tetapi bila konsumsi dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan masalah kesehatan. Subjek pada penelitian kali ini sebagian besar tidak pernah mengonsumsi alkohol,

44

hanya 10 subjek yang pernah mengonsumsi alkohol dan 5 diantaranya masih mengonsumsi dalam 12 bulan terakhir ini. Berdasarkan hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan hipertensi ( p>0.05) dengan nilai r= -0.013. Hal ini sejalan dengan penelitian Syahrini (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi. Hampir seluruh subjek tidak pernah mengonsumsi alkohol diduga menjadi alasan tidak ada hubungan bermakna antara konsumsi alkohol dengan hipertensi. Selain itu, di sisi lain, alkohol memiliki manfaat juga bagi kesehatan. Menurut Handoyo (2007), mengonsumsi alkohol dalam jumlah sedang atau 1x sehari terbukti baik bagi kesehatan arteri dan jantung, walaupun bagi sebagian orang dengan keluhan penyakit tertentu memang perlu dibatasi bahkan tidak dianjurkan untuk mengonsumsi alkohol. Sebagian besar subjek berpendapat bahwa dengan mengonsumsi alkohol hanya akan membahayakan diri mereka dan berdosa. Hal ini sejalan pula dengan hasil penelitian Sugiharto (2007) yang menyatakan bahwa konsumsi alkohol ringan hingga sedang tidak terbukti sebagai faktor risiko hipertensi (p>0.05).Namun, mengonsumsi alkohol secara berlebihan dan dengan frekuensi tinggi memiliki efek yaitu dapat merangsang timbulnya penyakit hipertensi. Hal ini disebabkan adanya peningkatan sintesis katekholamin yang dalam jumlah besar yang dapat memicu kenaikan tekanan darah (Dalimartha et al. 2008).Konsumsi alkohol yang dibatasi sampai kurang 2-3 kali/hari atau 12x/bulan merupakan salah stau pencegahan dari risiko hipertensi. Hubungan Stres dengan Hipertensi Stres merupakan keadaan yang akan memberikan efek negatif terhadap tubuh. Pada saat seseorang mengalami stres, tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan hormon stres berupa hormon adrenalin dan kortisol. Peningkatan hormon adrenalin mengakibatkan jantung berdenyut lebih kencang atau cepat sedangkan hormon kortisol menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Sehingga saat terjadi vasokontriksi pembuluh darah dan jantung berdenyut cepat akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah.Stres bisa bersifat fisik maupun mental, yang menimbulkan ketegangan dalam kehidupan sehari–hari dan mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat dan lebih cepat, kelenjar seperti tiroid dan adrenalin juga akan bereaksi dengan meningkatkan pengeluaran hormon dan kebutuhan otak terhadap darah akan meningkat yang pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah. Tabel 29 Hubungan stres dengan hipertensi Stres

Variabel Normal Prehipertensi Hipertensi I Hipertensi II Total

n 12 4 6 1 23

% 52 17 26 4 100

Tidak Stres N 13 10 8 6 37

% 35 27 22 16 100

Total n 25 14 14 7 60

% 42 23 23 12 100

r (p values)

0.166 p>0.05

45

Hasil uji korelasi pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara tingkat stres dengan hipertensi dengan nilai p>0.05 dan kekuatan korelasi yaitu r=0.166. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahayu (2012) dan yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara stres dengan kejadian hipertensi. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara stres dengan hipertensi. Kondisi stres akan meingkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan keluaran jantung. Stres juga dapat memacu pengeluaran hormon kortisol dan epinefrin yang berhubungan dengan imunosuoresi, aritmia, dan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung (Davis 2004). Menurut Irza (2009) keadaan stres hanya akan meningkatkan darah sementara waktu dan akan kembali normal setelah stres sudah hilang. Namun apabila stres berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan tidak dikelola dengan baik, maka tubuh akan menyesuaikan keadaan dan mengubah patologis.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Subjek pada penelitian ini memiliki rentang usia dari 31-64 tahun. Jenis kelamin subjek berimbang antara laki-laki dan perempuan. Tingkat pendidikan subjek tergolong tinggi, yaitu perguruan tinggi. Pekerjaan subjek pada penelitian ini didominasi oleh PNS, wiraswasta serta ibu rumah tangga untuk perempuan. Sebagian besar subjek berstatus menikah dengan ukuran keluarga umumnya kecil dan pendapatan yang dihasilkan sebagian besar di atas >2.310.000 per bulan. Sebagian besar subjek tidak memiliki riwayat keuarga hipertensi. Frekuensi makan subjek umumnya 2-3 kali/hari di mana sebagian besar subjek sering mengonsumsi makanan asin dan makanan berlemak namun tergolong jarang mengonsumsi fastfood. Sebagian besar sering mengonsumsi kopi minimal 1x sehari. Hampir seluruh subjek memiliki frekuensi makan buah dan sayur yang rendah. Namun, frekuensi makanan berlemak untuk sebagian besar subjek tergolong tinggi. Tingkat kecukupan energi subjek secara umum tergolong defisit berat dan sedang serta tingkat kecukupan protein subjek tergolong defisit berat dan tingkat kecukupan lemak dan natrium subjek tergolong cukup. Sebagian besar subjek melakukan aktivitas rendah karena umumnya subjek bekerja dalam posisi duduk. Sebagian besar subjek memiliki kebiasaan olahraga rutin dengan frekuensi dan durasi olahraga yang dilakukan belum sesuai anjuran. Secara umum status gizi subjk tergolong obesitas 1 dan berisiko. Berdasarkan uji korelasi terdapat hubungan yang signifikan antara usia (r= 0.408), frekuensi konsumsi lemak (r=0.276) dan aktivitas fisik (r=-0.347). Sementara itu, tidak terdapat hubungan dengan jenis kelamin, konsumsi makanan asin, konsumsi kopi, frekuensi konsumsi buah dan sayur, tingkat kecukupan lemak dan natrium, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan stres.

46

Saran Tingginya prevalensi hipertensi di Jawa Barat sebaiknya menjadi perhatian khusus agar masyarakat lebih peduli dan sadar dengan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas lagi mengenai hipertensidiperlukan agar mereka lebih peduli akan bahaya hipertensi dan kesadaran untuk mengontrol kesehatan khususnya tekanan darah. Masyarakat perlu melakukan pemilihan makanan yang baik dan menerapkan pola hidup sehat seiring pertambahan usia, membatasi konsumsi makanan berlemak terutama gorengan dan menggantikannya dengan sayur dan buah, serta peningkatan aktivitas fisik menjadi lebih aktif dengan melakukan kegiatan yang dapat mengeluarkan energi lebih banyak serta olahraga rutin 3-5 kali/minggu dengan durasi 30-60 menit. Adanya kerja sama dengan pemerintah melalui sosialisasi terkait gaya hidup sehat, hipertensi dan bahaya dari hipertensi atau kegiatan lain yang bisa mempraktikan langsung pola hidup sehat kepadamasyarakat karena masalah hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan. Penelitian selanjutnya diharapkan dengan subjek yang lebih banyak dan memperhatikan data statistik dengan penambahan variabel lain sehingga hasil penelitian lebih representatif.

47

DAFTAR PUSTAKA

Abathi F, Kianpour Z, Zibaeenezhad MJ, Naghshzan A, Heydari ST, Beigi MAB, Khosropanah Sh, Moared AR, Zamirian M. Correlation between cigarette smoking and blood presure and pulse pressure among teachers residing in Shiraz, Southerm Iran. Shiraz (Iran): Health Policy Resaerch Center, Shiraz University of Medical Science. AdriantoEH. Ningrum DN. 2010. Hubungan antara Tingkat Kesegaran Jasmani dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5. 145-150. Aisyiyah, FN. 2009. Faktor Risiko Hipertensi pada Empat Kabupaten/Kota dengan Prevalensi hipertensi Tertinggi Di Jawa dan Sumatera [skripsi]. Bogor(ID):Departemen gizi masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB. [AKG]

Angka Keucukupan Gizi. 2013. (terhubung berkala) http://himagizi.lk.ipb.ac.id/files/2014/01/AKG2013-Hardin-Final-Editbersama.pdf . (Tanggal akses 3 Juni 2016).

Almatsier S. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Cetakan IX. Armilawati. 2007. Hipertensi dan Faktor Resikonya dalam Kajian Epidemiolog. Makassar (ID):Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2014. [internet].[diakses pada 25 Januari 2016]. Tersedia pada: http://bandungkota.bps.go.id. Bangun. 2002. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional untuk Hipertensi. Jakarta (ID): Argo Media Pustaka. Baylin A, Hernandez-Diaz S, Kabagambe EK, Siles X, Campos H. 2006. Transient exposure to coffee as a trigger of a first nonfatal myocardialinfarction. Epidemiology;17:506–11. Beevers DG. 2002. Tekanan Darah. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Bhende AM, Zade SB, Sitre SR. 2012. Influence of family hypertension on blood presure, serum cholesterol, high density lipoprotein cholesterol in general population. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Nagpur (India): Departement of Zoology, RTM Nagpur University Campus. Vol 3/Issue 1/Jan-Mar 2012 Cahyono S. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta (ID): Kanisius. Carolin. 2010. Gambaran Tingkat Stres pada Mahasiswa Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan (ID): FK USU. Cohen S., Kamarck T., Mermelstein R. 1983. A global measure of perceived stress. The PSS Scale is reprinted with permission of the American

48

Sociological Association, from Journal of Health and Social Behavior, 24, 386-396. Dalimartha et al. 2008. Care Yourself Hypertensi. Jakarta (ID): Pentuar plus. Dauchet et al. 2007. Dietary patterns and blood pressure change over 5-y followup in the SU.VI.MAX cohort. Am J Clin Nutr 85:1650–6. Davis LL. 2004. Biopsychological markers of distress in informal caregivers, Biol Res Nurs. 2004; 6: 90. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta (ID): Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Departemen Kesehatan RI. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2008. Panduan Promosi Perilaku Tidak Merokok. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2008. Rumah Tangga Ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta (ID): Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI. Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2012. Profil Kesehatan Kora Bandung Tahun 2012. Bandung (ID): Dinkes Kota Bandung. Divine GJ. 2006. Program olahraga: tekanan darah tinggi. Klaten (ID): PT Intan Sejati. [DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2004. Jakarta (ID): LIPI Dollemore D, Mark G. 2001. Rahasia Awet Muda bagi Pria. Penerjemah : Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Esquivel P, Victor MJ. 2012. Functional properties of coffee and coffee byproducts. Food Research International, 46, 488-495. Etikan I, Musa SA, Alkassim RS. 2016. Comparison of convenience sampling and purposive sampling. American Journal of Theoritical and Applied Statictics. Department of Biostatistics, Near East University, NicosiaTNRC, Cyprus doi: 10.11648/j.ajtas.20160501.11 [FAO/WHO/UNU] Food Agriculture Organization, World Health Organization, United Nations University. 2001. Human Energy Requirement. Rome (IT): FAO/WHO/UNU. Firdaus A. 2014. Gaya hidup, pola konsumsi pangan, status gizi dan produktivitas kerja penderita hipertensi dan non hipertensi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Griwijoyo S. 2005. Manusia dan Olahraga. Bandung (ID): Penerbit ITB Gray H. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta (ID): Erlangga. Guffey JE, Larson JG, Lasley J. 2011. Police Officer Fitness, Diet, Lifestyle and its Relationship Performance and Injury. USA: The United States Army Medical Department, A Professional Publication of Th AMEDD Community Journal. Gunawan B. 2005. Hipertensi. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

49

Hapsari M, Penggalih ST, Huriyati E. 2007. Gaya hidup, status gizi, dan stamina atlet pada sebuah klub sepakbola [jurnal]. Yogyakarta (ID): Program Studi Gizi Kesehatan FK UGM. Hasirungan J. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipetensi pada Lansia Di Kota Depok Tahun 2002. Depok: Program Pasca Sarjana FKM UI. He FJ, Campbell NRC, MacGregor GA. 2012. Reducing salt intake to prevent hypertension and cardiovascular disease. Rev Panam Salud Publica. 2012;32(4);293-300. Irza S. 2009. Analisis Faktor-Faktor Risiko Hipertensi pada MasyarakatNagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Farmasi USU. [diakses tanggal 2015 Jan 4]. Tersedia pada: http://www.digilibusu.or.id. Ismanto I. 2013. Hubungan olahraga terhadap tekanan darah penderita hipertensi rawat jalan di rumah sakit PKU Muhamammadiyah Surakarta [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta. [KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan RI 2012. Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi, Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. [KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan RI. 2014 Infodatin-Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.. Hipertensi [internet]. Jakarta (ID): hlmn 1-7; [diunduh 2015 Sept 21]. Tersedia pada: http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodati n/infodatin-hipertensi.pdf. [KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi, Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Khomsan A. 2000. Teknik pengukuran pengetahuan gizi [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Klag JM, Wang NY, Meoni LA, Brancati FL, Cooper LA, Liang KY, Young JH, Ford DE. 2002. Coffee intake and risk of hypertension The Johns Hopkins Precursors Study. Arch intern med.2002;162(6):657-662.doi: 10.1001/archinte.162.6.657. Kokkinos, PF., narayan P., Colleran JA., Pittaras, A., Notargiacomo, A., Reda, D., Papademetriou, V. 2010. Effects of Regular Exercise on Blood Pressure and Left Ventricular Hypertrophy in African-American Man With Severe Hypertension. Eng: J Med, vol 333 pp. 1462-7. Krisnatuti D, Yenrina R. 2005. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung Koroner. Jakarta (ID): Trubus Agriwidya.

50

Krummel DA. 2004. Medical Nutrition Therapy in Hypertension. Di dalam: Mahan LK dan Escott-Stump S, editor. 2004. Food, Nutrition and Diet Therapy.USA: Saunders co. hlm. 900-918. Kumar V. Abbas AK., Fausto, N. 2005. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robin and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: elsevier Saunders. Kurniawan, A. 2002. Gizi Seimbang Untuk Mencegah Hipertensi. Seminar Hipertensi Senat Mahasiswa Fak. Kedokteran Yarsi. Jakarta (ID): Direktorat Gizi Masyarakat Lidya HA. 2007. Studi prevalensi dan analisis faktor resiko hipertensi di babel Propinsi Kepulauan Bangka Belitung [skripsi]. Jakarta (ID): Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia. Mahan LK, Raymond JL, Escott-Stump S. 2008. Krause’s Food & The Nutrition Care Process. Missuri (US): Elsevier Inc. Mappagiling AR. 2014. Hubungan faktor konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Pattingaloang Kota Makassar tahun 2013 [skripsi]. Makassar (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Martaliza RW. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada polisi di kepolisian resort Kota Bogor [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negerii Syarif Hidayatullah Jakarta. Marliani, Tantan. 2007. 100 Question and Answer Hipertensi. Jakarta (ID): PT. Elex Media Komputindo. Misnadiarly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Beberapa Penyaki. Jakarta (ID): Pustaka Obor Populer. Moeliono M, Limberg G, Gonner C, Wollnberg E, Iwan R. 2007. Towards Wellbeing: Monitoring Proverty in Malinau, Indonesia [internet]. Bogor (ID): Center for International Forestry Research (CIFOR). hlm 1-3; [diunduh 2016 Feb 22]. Tersedia pada: http: //www.cifor.org/publications/pdf_files/ Books /BMoeliono0701E.pdf. Mokdad AH, Ford ES, Bowman BA, Dietz WH, Vinicor F, Bales VS, Marks JS. 2003. Prevalence of obesity, diabetes, and obesity-related health risk factors. JAMA. 289:76–79. Muchtadi D. 2009. Komponen Fitokimia dalam Kopi. Laporan Kegiatan Diskusi Ilmiah Polifenol dan Kopi Serta Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jakarta (ID): Four Seasons Hotel. Muhammadun. 2010. Hidup Bersama Hipertensi Seringai Darah Tinggi Sang Pembubuh Sejati. Jogjakarta (ID): In Books. Mutiarawati R. 2009. Hubungan antara riwayat aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada usia 45-54 tahun study di wilayah kelurahan Tlogosari Kulon Semarang tahun 2009. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang.

51

Olpin M., Hesson M. 2009. Stress management for life: a research-based experiental approach. 2th edition. USA: Wadsworth Cengage Learning. Pratiwi S. 2004. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit hipertensi pada lansia di Kabupaten Sleman DIY Yogyakarta tahun 2003 [skripsi]. Depok (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Pratiwi MW. 2010. Hubungan pola makan fast food dengan kejadian hipertensi pada usia produktif di Dusun Tegal Ngijon Sumber Agung Moyudan Sleman Yogyakarta [skripsi]. Yogyakarta (ID): Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Prastyo A. 2015. Hubungan status gizi, pola konsumsi pangan dan gaya hidup terhadap tekanan darah pada pria dewasa perdesaan [skripsi]. Bogor (ID): Insititut Pertanian Bogor. Rahayu H. Faktor risiko hipertensi pada masyarakat RW 01 Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan [skripsi]. Jakarta (ID): Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Rifai A, Gulat MEM. 2003. Identifikasi Tingkat Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Pelalawan [internet]. Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru (ID). SAGU, Maret 2003, Vol. 2 No. 3: 34-44 ISSN 14124424; [diunduh 2014 Okt 29]. Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.php?article=32207&val=2286 [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengebangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar Dalam Angka Provinsi Jawa Barat. 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengebangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perapektifes in Nutrition. Washington DC: New York (USA): Prentice Hall. Inc. Scagliusi FB, Lancha-Júnior AH. Estudo do gasto energéticopor meio da água duplamente marcada: fundamentos, utilizaçãoe aplicações. Rev Nutr 2005; 18 (4): 541. Sheps SG. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta (ID): PT Intisari Mediatama. Sihombing M. 2010. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan Aktifitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada Responden Obes Usia Dewasa di Indonesia, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 60, Nomor: 90. Silalahi, N. 2010. Gambaran Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [skripsi]. Medan (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Sugihartono A. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar)[Tesis]. Semarang

52

(ID):Program Studi Magister Epidemiologi Pasca Sarjana UNDIP. [diakses pada 2016 Jan 5]. Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id. Sulistiani W. 2005. Analisis faktor resiko yang berkaitan dengan kejadian hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I Kabupaten Cicalap. [Skripsi]. Semarang (ID): SKM UNDIP. Supriasa, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran. Sutanto. 2010. Cegah & Tangkal Penyakit Modern: Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol, dan Diabetes (gejala-gejala, Pencegahan dan Pengendalian). Yogyakarya (ID): Andi. Syafni A. 2015. Hubungan konsumsi western fast food dengan hipertensi pada remaja di SMAN 1 Semarang [skripsi] Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Syah B.2002. Non-communicable disease surveillance and prevention in SouthEast Asia region. Report of an inter-country consulta-tion. New Delhi: WHO-SEARO. Syahrini EN, Susanto HS, Udiyono A. 2012. Faktor-faktor resiko hipertensi primer di puskesma tlogosari kulon kota semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volum 1; No. 2; Hal 315-325. Tersedia pada: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Uliyah M, Hidayat AAA. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Ed ke-2. Nurdini A, editor. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Medika. Undari J. 2006. prevalensi hipertensi terkait dengan stress kerja dan faktor-faktor lain yang berhubungan pada karyawan Rumah Sakit X di Jakarta. [tesis]. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Uripi V. 2004. Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta (ID): Puspa Swara. Volp ACP, Oliveira FCE, Alves RDM, Esteves EA, Bressan J. 2011. Energy expenditure: components and evaluation methods. Nutrition Hospitalaria 26:430-440. Morro do Cruzeiro, s/n. Ouro Preto, MG. Brazil.DOI:10.3305/nh.2011.26.3.518. Wahyuni S. 2013. Hubungan konsumsi fast food dengan obesitas pada remaja di akademi kebdanan muhamadiyah banda aceh [skripsi]. Banda Aceh (ID): Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’budiyah Program Studi Diploma IV Kebidanan. Waluya. 2007. Perubahan konsumsi pangan pada mahasiswi peserta program pemberianmakanan tambahan di IPB [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Weinberg BA, Bonnie KB. 2010. The Miracle of Caffeine: Manfaat Tak Terduga Kafein Berdasarkan Penelitian Paling Mutakhir. Bandung (ID): Penerbit Qanita. Widyaningrum S. 2012. Hubungan antara konsumsi makanan dengan hipertensi pada lansia [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember.

53

Widjaja FF, Santoso LA, Barus NRV, Pradana GA, dan Estetika C. 2013. Prehypertension and Hypeberrtension among Young Indonesian Adults at a Primary Health Care in a Rural Area. Vol. 22, No. 1, February 2013. Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia. Widmann, Frances K. 2005. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta (ID): EGC. [WHO] World Health Organization Western Pacific Region. 2000. The AsiaPaasific perspective: Redefining Obesity and Its Treatment. International Obesity TaskForce. [WHO] World Health Organization. 2005. Nutrition in adolescence Issue andChallenges for the Health Sector. Issues in Adolescent Health andDevelopment. [WHO] World Health Organization (2011) Noncommunicable disease country profiles 2011 WHO global report, Geneva. World Health Organization. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX (ID). 2012. Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2012 untuk orang Indonesia. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Setiadi, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 599. Zhang Z, Hu G, Caballero B, Appel L, Chen L. 2011. Habitua Coffee Consumption and Risk of Hypertension: a Systematic Review and MetaAnalysis of Prospective Observational Studies. Am J Clin Nurt. doi; 10.3945/ajcn. 110.004044.

55

LAMPIRAN Lampiran 1 Penjelasan Inform Consent

PENJELASAN INFORM CONSENT

HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI DENGAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KOTA BANDUNG Berdasarkan hasil pemilihan secara purposive (sengaja), Bapak/Ibu terpilih sebagai salah satu contoh penelitian berjudul Hubungan Kebiasaan Makan, Tingkat Aktivitas dan Status Gizi dengan Hipertensi pada Masyarakat di Kota Bandung. Saya ucapakan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu berpartisipasi dalam kegiatan penelitian yang dilakukan oleh saya sendiri, Sharrah Fadhilah Kurnia Putri, mahasiswi jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat ini saya sedang menyusun skripsi saya sebagai persyaratan lulus menjadi Sarjana Gizi. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari hubungan pola konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi antropometridengan hipertensi dan hubungan faktor risiko lainnya yang diperkirakan berpengaruh. Informasi dari kegiatan ini sepenuhnya untuk tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana. Bagi Bapak/Ibu kegiatan ini bermanfaat untuk mengetahui ada tidaknya penyakit hipertensi dan faktor risiko hipertensi. Dengan demikian Bapak/Ibu dapat melakukan pencegahan ataupun tindak lanjut secara lebih dini. Saya sangat mengaharap kesedian Bapak/Ibu menjawab beberapa pertanyaan yang saya ajukan. Materi pertanyaan adalah mengenai data indentitas Bapak/Ibu dan keluarga, riwayat sakit Bapak/Ibu dan keluarga, kebiasaan makan seperti kebiasaan konsumsi sayur dan buah, konsumsi makanan dengan natrium tinggi, konsumsi makanan berlemak, konsumsi fast food, konsumsi kopi, dan konsumsi alkohol, pola konsumsi, aktivitas sehari-hari, kebiasan olah raga, kebiasaan merokok. Selain itu, saya juga akan melakukan pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan serta pengukuran tekanan darah yang dibantu oleh tenaga kesehatan. Maka dari itu, saya sangat menghargai kejujuran Bapak/Ibu dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner ini. Apabila Bapak/Ibu berkenan untuk mengikuti kegiatan ini, Bapak/Ibu dapat mengisi lembar persetujuan yang telah saya sediakan. Terima kasih.

57

Lampiran 2 Formulir informed consent

INFORMED CONSENT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI CONTOH PENELITIAN

PENELITIAN TENTANG: Hubungan Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Antropometri dengan Hipertensi pada Masyarakat di Kota Bandung. Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama

: ..................................................................................

Jenis kelamin

: 1. Laki-laki 2. Perempuan

Umur

: ......................................................................... tahun

Alamat

: .................................................................................. ..................................................................................

Telepon rumah/HP : .................................................................................. Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi contoh dalam penelitian yang akan dilakukan oleh Sharrah Fadhilah Kurnia Putri, mahasiswi Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). Adapun bentuk kesediaan saya adalah bersedia diwawancarai, dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan serta tekanan darah. Demikian pernyataan dibuat tanpa ada unsur keterpaksaan dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Bandung,

2016 Mengetahui:

Peneliti

(Sharrah Fadhilah Kurnia Putri)

Contoh

(……………………………....)

59

Lampiran 3 Kuesioner

KUESIONER HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI DENGAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KOTA BANDUNG Oleh: Sharrah Fadhilah Kurnia Putri

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dan data secara langsung dari sampel penelitian di wilayah kota Bandung. Demi kelancaran penelitian ini dukungan dan kejujuran anda sangat saya harapkan. Terimakasih Kode Responden

Tanggal Wawancara Enumerator Nama Responden Jenis Kelamin No. Tlp/HP Alamat Rumah

: .............................................. : .............................................. : .............................................. : L/P : .............................................. : ...............................................

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

61

A. KARAKTERISTIK SUBJEK 1. Nama Lengkap

2. Usia (Tahun) 3. Pendidikan terakhir 4.Pekerjaan

5. Status Perkawinan

6. Ukuran keluarga

7. Pendapatan 8.Riwayat keluarga hipertensi

5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 4. 5. 6. 3. 4. 3. 4.

SMA/sederajat Perguruan Tinggi Tidak Bekerja PNS Wiraswasta Pegawai Swasta Polisi/ABRI Petani/Nelayan/Buruh Lainnya, Sebutkan .................. Belum menikah Menikah Cerai hidup Cerai mati Keluarga kecil (≤ 4 orang) Keluarga sedang (5 – 6 orang) Keluarga besar (≥ 7 rang) < Rp 2.310.000,00 > Rp 2.310.000,00 Ya Tidak

B. RIWAYAT PENYAKIT CONTOH DAN KELUARGA

9.. Apakah Anda memiliki riwayat penyakit hipertensi? 10. Apakah Anda sedang mengkonsumsi obat anti-hipertensi? 11. Sejak kapan Anda didiagnosa ...............................Tahun/bulan/minggu memiliki penyakit hipertensi? 12 Apakah Anda memliki riwayat penyakit tidak menular lain selain hipertensi?

62

13. Bila ada, sebutkan

14. Apakah di dalam keluarga Anda ada yang menderita hipertensi? 15. Bila ada, siapa yang menderita hipertensi? 16. Apakah di dalam keluarga Anda ada yang memliki riwayat penyakit tidak menular lain selain hipertensi? 17. Bila ada, sebutkan

C. PENGUKURAN FISIK Berat Badan (BB)

....................... kg

Tinggi Badan (TB)

........................cm

Status Gizi

1. Kurus (IMT < 18.5) 2. Normal (18.5 ≤ IMT < 25.0) 3. Overweight (25.0 ≤ IMT < 27.0) 4. Obesitas (IMT ≥ 27.0)

Tekanan Darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

a. Pengukuran 1 b. Pengukuran 2

D. POLA KONSUMSI Pertanyaan

Jawaban

18. Berapa kali Anda makan lengkap(3x makan utama dan 2x makanselingan)? 19. Apakah Anda mempunyai kebiasaan makan makanan asin/instant ? 20. Apakah Anda mempunyai kebiasaan

a. 1-2 kali b. 2-3 kali a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak

Keterangan

63

Pertanyaan makan/minum mengandung lemak atau jeroan ? 21. Apakah Anda mempunyai kebiasaan makan makanan cepat saji (Fast Food)dan minum minuman bersoda?

Keterangan

Jawaban

a. Ya b. Tidak

E. POLA KONSUMSI KOPI 22. Apakah Anda mempunyai kebasaan minum kopi ?

a. Ya b. Tidak

23. Dalam sehari berapa kali anda minum kopi ?

......................... kali

E. FOOD FRECUENCY QUESTIONNAIRE (FFQ) Jenis makanan yang dikonsums isubjek selama 1 bulan terakhir 1. Makanan sehat No.

Nama Pangan

1

Golongan Makanan Pokok Nasi (Beras putih) Nasi merah (Beras merah) Nasi hitam (Beras hitam) Bihun Kentang Makaroni Mie kering Miebasah Rotiputih Singkong Ubi Sereal Lainnya...

2

Golongan Lauk Tempe Tahu Ayam

Frekuensi dan Jumlah Konsumsi Pangan(per kali)

Hari

Minggu

Bulan

64

No.

Nama Pangan

Frekuensi dan Jumlah Konsumsi Pangan(per kali)

Hari Telur Ikansegar Daging sapi Daging kambing Daging bebek Lainnya... 3

Golongan Sayuran Bayam Buncis Brokoli Daun Singkong Jagung muda Jantung pisang segar Kacang panjang Kembang kol Labu siam Nangka muda Pare Pepaya muda Sawi Tauge Sayur asem Kangkung Wortel Sayur sop Lainnya...

4

Golongan Buah Apel Jambu Jeruk Mangga Melon Pepaya Pisang Semangka Jusbuah(sebutkan) Lainnya...

5

Susu dan Hasil Olahannya Susu segar Susu bubuk Yoghurt Lainnya...

Minggu

Bulan

65

No.

Nama Pangan

Frekuensi dan Jumlah Konsumsi Pangan(per kali)

Hari

Minggu

Bulan

1. Makanan Berisiko

No.

Bahan Pangan

Frekuensi dan Jumlah Konsumsi Pangan(per kali)

Hari 1

Makanan dan Minuman Manis

Dodol Cake Kue-kue manis Coklat Susu kentalManis Sirup teh manis Gula pasir Gula jawa Lainnya... 2

Makanan berlemak Otak Mentega Keju Kepiting Lobster Gajih Kerang-kerangan Gorengan Soto ayam(santan/benih) Soto daging Soto babat Soto jeroan Bakso Santan Lainnya..

3

Jaroan Paru Hati Lidah Usus Jantung Babat Ampela

Minggu

Bulan

66

No.

Bahan Pangan Limpa Lainnya..

Frekuensi dan Jumlah Konsumsi Pangan(per kali)

Hari

Minggu

Bulan

67

F. RECALL KONSUMSI PANGAN (2X24 JAM) Hari, Tanggal: Keterangan

: Hari Kerja / Hari Libur

Waktu

Pagi(06. 00-10.00)

SelinganI(1 0.00-12.00)

Siang (12.00-16.00)

SelinganII(1 6.00-19.00)

Malam(19. 00- ≥ 21.00)

Namamakanan

BahanPangan

Jumlahyang dikonsumsi URT Gram*

68

URT (Ukuran Rumah Tangga):piring, mangkok, piring kecil, gelas bungkus, sendok makan, sendok teh, cangkir, tusuk, bungkus, potong, porsi,b uah. *=tidak

perlu

diisi

oleh

subjek

69

E. RECALL AKTIVITAS(2X24) Hari ,Tanggal: Keterangan : Hari kerja / Hari Libur

Waktu Pagi

(Bangun tidur-12.00 WIB)

Siang

(12.00-16.00 WIB)

Sore

(16.00-19.00 WIB)

Malam

(19.00WIB-tidur)

Aktivitas*

Waktu (Rentang waktudalam menit)

70

*Aktivitas= Tidur(siang dan malam), berbaring, duduk dan diam, berdiri dan diam, berdiri dan bergerak, berkeliling atau berjalanjalan, berjalan pelan atau santai, berjalan normal, mengendarai motor, menontonTV, membersihkan rumah, mencuci pakaian (berdiri), bersepeda, joging, bermain sepak bola, bermain basket.

71

G. GAYA HIDUP a. Aktivitas Fisik 1. Apakah Anda berolahraga secara rutin? ………………………………………………………………….. 2. Jenis olah raga apa yang Anda lakukan? (jawaban boleh lebih dari 1) ………………………………………………………………….. ………………………………………………………………….. 3. Berapa lama Anda melakukan olahraga dalam satu hari? …………………………………………………………………… menit/jam 4. Berapa hari dalam seminggu Anda melakukan olah raga? …………………………………………………………………… hari b. Merokok 5. Apakah Anda merokok? …………………………………………………………………… 6. Bila dulu pernah, sudah berapa lama berhenti? …………………………………………………………………bulan/tahun 7. Bila ya, sudah berapa lama Anda merokok? …………………………………………………………………bulan/tahun 8. Sejak umur berapa Anda mulai merokok? a. ………………………………………….. tahun b. Tidak ingat 9. Berapa banyak rokok yang Anda hisap dalam satu hari? ……………………………………………….. batang 10. Kapan waktu atau situasi Anda merokok? ……………………………………………………….……….. c. Konsumsi Alkohol 11. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol seperti beer, wine, anggur, whiskey, fermentasi sari buah, dll? …………………………………………………………… 12. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol dalam 12 bulan terakhir? …………………………………………………………… 13. Dalam 12 bulan terakhir, berapa jumlah terbanyak minuman beralkohol yang Anda minum pada satu kesempatan? ………………………………………………….. sloki/gelas/botol/kaleng

72

FAKTOR RISIKO HIPERTENSI: STRES

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda check list (v) No. Di satu bulan yang lalu, Tidak Hampir Kadang- Cukup seberapa sering anda pernah tidak kadang sering merasakan hal ini: pernah Bangian pertama 1. Saya merasa kecewa karena mengalami hal yang tidak diharapkan. 2. Saya merasa tidak mampu mengatasi hal penting dalam hidup saya 3. Saya merasa gugup dan tertekan 4. Saya merasa tidak mampu mengatasi segala sesuatu yang seharusnya saya atasi 5. Saya marah karena sesuatu di luar kontrol saya telah terjadi 6. Saya merasa kesulitankesulitan menumpuk semakin berat sehingga saya tidak mampu mengatasinya Bagian kedua 7. Saya percaya terhadap kemampuan saya sendiri untuk mengatasi masalah pribadi 8. Saya merasa segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan rencana saya 9. Saya mampu mengatasi semua masalah dalam hidup saya 10. Saya merasa sukses Sumber : Rahayu 2012

Sangat sering

73

Lampiran 4 hasil uji normalitas dan korelasi pearson Tests of Normality a

Kolmogorov-Smirnov

Tekanan darah Usia Jenis Kelamin Riwayat Keluarga Frekuensi Makan Konsumsi makanan asin Konsumsi makanan lemak Konsumsi fastfood Konsumsi Kopi Frekuensi konsumsi buah

Shapiro-Wilk

Statistic

df

Sig.

Statistic

df

Sig.

.255 .104 .339 .408 .374 .417 .450 .391 .267 .187

60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

.000 .165 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

.822 .977 .637 .610 .630 .603 .564 .622 .771 .737

60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

.000 .311 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality a

Kolmogorov-Smirnov

Tekanan darah Frekuensi konsumsi sayur Frekuensi makanan lemak Tingkat Kecukupan Lemak kecukupan natrium Aktivitas Fisik Kebiasaan olahraga Kebiasaan merokok Konsumsi Alkohol Stress Status Gizi Status HT

Shapiro-Wilk

Statistic

df

Sig.

Statistic

df

Sig.

.255 .123 .120 .052 .137 .108 .207 .372 .509 .107 .143 .417

60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

.000 .024 .031 * .200 .007 .080 .000 .000 .000 .088 .004 .000

.822 .891 .949 .990 .878 .928 .816 .523 .254 .981 .918 .603

60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

.000 .000 .014 .916 .000 .002 .000 .000 .000 .482 .001 .000

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Correlations

Spearman's rho

Tekanan darah

Usia

Tekanan darah

Usia

Correlation Coefficient

1.000

.408

Sig. (2-tailed)

.

.001

N

60

60 **

Correlation Coefficient

.408

Sig. (2-tailed)

.001

.

N

60

60

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

**

1.000

74

Correlations

Spearman's rho

Tekanan darah

Frekuensi makanan lemak

Tekanan darah

Frekuensi makanan lemak

Correlation Coefficient

1.000

.276

Sig. (2-tailed)

.

.033

N

60

*

60 *

Correlation Coefficient

.276

1.000

Sig. (2-tailed)

.033

.

N

60

60

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

Spearman's rho

Tekanan darah

Aktivitas Fisik

Tekanan darah

Aktivitas Fisik

Correlation Coefficient

1.000

-.347

Sig. (2-tailed)

.

.007

N

60

**

60 **

Correlation Coefficient

-.347

1.000

Sig. (2-tailed)

.007

.

N

60

60

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate Estimate ln(Estimate) Std. Error of ln(Estimate) Asymp. Sig. (2-sided) Asymp. 95% Confidence Interval

Common Odds Ratio ln(Common Odds Ratio)

Lower Bound

3.636 1.291 1.117 .248 .408

Upper Bound

32.448

Lower Bound

-.898

Upper Bound

3.480

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the common odds ratio of 1,000 assumption. So is the natural log of the estimate.

75

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 3 Januari 1994 dan merupakan putri pertama dari ayahanda H. Deden Kurnia, SH dan ibunda Hj. Tati Rohaeti. Penulis menempuh pendidikan di TK Assalaam dan lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan ke SD Assalaam I dan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Bandung dan lulus pada tahun 2009. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2012 di SMA Negeri 5 Bandung. Penulis selanjutnya melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan di Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan akademik maupun non akademik. Penulis aktif sebagai staf HUMAS Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) IPB pada tahun 2014 dan 2015, staf HUMAS Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia (ILMAGI) tahun 2014/2015. Selain itu, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitian seperti Nutrition Fair 2014 dan Nutrition Fair 2015. Welcome Party 2014, Musyawarah Nasional ILMAGI VII tahun 2015, Festival Kampus 2014, dll. Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKN-P) di Desa Margaluyu, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut pada bulan Juni-Agustus 2015. Penulis juga melaksanakan Prakrek Kerja Lapang dalam bidang Gizi Klinis dan Food Service pada bulan September-Oktober 2015 di RSU Tangerang.