KAJIAN PERSIAPAN PELAKSANAAN UPAYA KHUSUS MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN DI JAWA TENGAH I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pertanian untuk pembangunan (agriculture for development) menjadi isu
hangat sepanjang sejarah kehidupan manusia (FAO, 2011). Urgensi pembangunan pertanian untuk pembangunan nasional suatu negara secara teoritis telah teruji dan tidak terbantahkan lagi, namun dalam tataran impelementasi kebijakan terutama di negara-negara berkembang sering terjadi ketidak konsistenan antara apa yang secara formal tertuang dalam rumusan kebijakan dengan tataran implementasinya, sehingga pembangunan pertanian tidak berjalan seperti yang diharapkan. Wong (2007) mengemukakan tiga argumen pentingnya pertanian untuk pembangunan, yaitu : (1) Revolusi di bidang bioteknologi pertanian, terutama dipicu oleh pengembangan ilmu genetika dan mikrobiologi, (2) Tumbuh pesatnya pasar modern seperti super market dan hiper market yang mentransformasikan rantai pasokan pertanian ke makanan, dan (3) Penurunan kemiskinan dan pelestarian lingkungan, dimana sektor pertanian menjadi kendaraan utama untuk menurunkan kemiskinan dan pelestarian lingkungan di kawasan pedesaan. Rendah dan tidak stabilnya pertumbuhan produksi padi, jagung dan kedelai dalam beberapa tahun terakhir ini diperkirakan masih akan berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, jika tidak dilakukan upaya khusus untuk mengatasinya. Setidaknya ada dua argumen pokok yang melandasi perkiraan tersebut. Pertama, lambatnya pertambahan luas areal tanam baru akibat terbatasnya anggaran untuk pembangunan lahan sawah baru dan pentingnya rehabilitasi infrastruktur irigasi secara luas. Kedua, berdasarkan beberapa penelitian empiris gejala melambatnya pertumbuhan produktivitas pangan masih belum berhasil dipecahkan secara holistik (Simatupang, 2000; Kasryno et al., 2001). Kondisi ini akan semakin berat dengan terjadinya iklim El-Nino yang terjadi di wilayah di Indonesia. Pada tatanan operasional di lapangan, terdapat beberapa permasalahan pokok usahatani dan peningkatan kesejahteraan petani, yaitu: (a) Penyempitan penguasaan lahan karena faktor fragmentasi sebagai akibat peningkatan jumlah 1
penduduk dan pola pewarisan lahan; (b) Semakin terbatasnya peningkatan kapasitas produksi usahatani padi, jagung dan kedelai; dan (c) Terdapat beberapa kendala baik yang bersifat teknis, sosial-kelembagaan, dan ekonomi dalam pengembangan komoditas padi, jagung dan kedelai. Dalam jangka pendek ke depan, peluang dan aksesibilitas kesempatan kerja non-pertanian bagi sebagian besar petani diperdesaan akan tetap terbatas. Pilihan yang dinilai strategis adalah upaya khusus mendukung swasembada pangan khususnya padi, jagung dan kedelai. Terdapat dua sumber pertumbuhan produksi pangan, yaitu perluasan
areal tanam atau panen dan peningkatan produktivitas
komoditas pangan. Perluasan tanam secara ektensifikasi horisontal sudah terbatas di Jawa Tengah, namun peningkatan luas areal melalui ekstensifikasi secara vertikal melalui peningkatan intensitas tanam masih cukup terbuka melalui perbaikan infrastruktur pertanian, terutama infrastruktur irigasi serta alat dan mesin pertanian. Secara teoritis terdapat tiga sumber pertumbuhan produktivitas, yaitu perubahan teknologi (technological change/TC), peningkatan efisiensi teknis (technical efficiency, TE), dan skala usaha ekonomi (economic of scale/ES) (Coelli et
al., 1998). Sumber pertumbuhan produktivitas yang terpenting adalah perubahan teknologi ke arah teknologi yang lebih maju. Menurut Gathak dan Ingersent (1984), perbaikan teknologi di bidang pertanian memiliki dua karakteristik, yaitu : (1) membentuk fungsi produksi yang baru yang lebih tinggi dari penggunaan sejumlah input yang jumlahnya tetap, dan (2) dapat dihasilkan output yang sama akan dapat dihasilkan dengan memberikan sejumlah input yang lebih sedikit, sehingga akan menurunkan biaya produksi. 1.2.
Justifikasi Definisi atau pengertian ketahanan pangan versi negara Republik ini telah
dirumuskan dalam UU Pangan (Suryana, 2013b,). Dengan mengacu pada berbagai definisi yang berlaku di Indonesia dan di masyakat internasional, para penyusun UU Pangan ini merumuskan batasan ketahanan pangan yang didalamnya merangkum beberapa butir penting sebagai berikut: (1) Terpenuhinya kebutuhan pangan bagi negara sampai tingkat perseorangan; dan (2) Tolok ukur terpenuhinya itu adalah: (a) dari sisi kuantitas jumlahnya cukup, (b) dari sisi kualitas mutunya baik, aman 2
dikonsumsi, jenis pangan tersedia beragam, memenuhi kecukupan gizi, (c) dari sisi keamanan pangan rohani, pangan harus tidak bertentangan dengan kaidah agama, keyakinan dan budaya masyarakat, dan (d) dari sisi keterjangkauan ekonomi, pangan tersedia merata ke seluruh pelosok Indonesia dengan harga terjangkau oleh seruruh komponen masyarakat. Definisi ini belum mengindikasikan sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat. Dengan masuknya konsep kedaulatan pangan dan kemandirian pangan, aspek sumber pangan menjadi salah satu hal yang penting dan stategis yang diatur dalam pasal-pasal pada UU Pangan tersebut, diantaranya pada pasal 14 dan 15 (Suryana, 2013b). Pasal tersebut mengatur bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Apabila dari kedua sumber tersebut tidak mencukupi, pangan dapat dipenuhi dari impor dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata lain impor pangan adalah kebijakan terakhir yang dapat diambil (food import is the
last resort). Ketahanan pangan merupakan isu multi-dimensi dan sangat komplek, meliputi aspek teknis, sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik. Aspek terakhir seringkali menjadi faktor dominan pada proses pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan pangan. Mewujudkan swasembada pangan khususnya padi, jagung, dan kedelai secara berkelanjutan menjadi isu dan prioritas utama bagi Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Yusuf Kala. Pentingnya swasembada pangan dalam tatanan ekonomi global dan nasional telah dipahami oleh berbagai kalangan, baik kepala negara dan pemerintahan, pimpinan organisasi internasional, pengelola sektor swasta, maupun lembaga kemasyarakatan. Satu hal yang mereka sadari bersama adalah pemenuhan pangan bagi setiap individu merupakan hak azasi dan pemenuhannya menjadi kewajiban bersama, termasuk individu itu sendiri. Mewujudkan swasembada pangan pada tingkat makro (nasional) ke depan akan semakin sulit karena kecenderungan pergerakan penawaran dan permintaan pangan menuju ke arah yang berlawanan. Penawaran atau pasokan pangan pertumbuhannya akan semakin terbatas karena menghadapi berbagai kendala fisik, ekonomi dan lingkungan; sementara itu permintaan pangan akan terus tumbuh 3
sejalan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, serta preferensi dan dinamika permintaan pasar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada pangan. Peran ketersediaan sumberdaya lahan dan air, kapasitas SDM yang handal, inovasi dan teknologi, serta rekayasa sosial-kelembagaan yang mampu meningkatkan efisiensi usaha, produktivitas dan dayasaing produk pangan mutlak diperlukan. 1.3.
Tujuan Kajian persiapan pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada pangan
di Jawa Tengah ini bertujuan untuk : 1. Membangun sistem koordinasi yang efektif antar intansi terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai. 2. Memantau perkembangan data dan validasi data terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai. 3. Menganalisis faktor-faktor baik teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan dan aspek kebijakan yang mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai. 1.4.
Keluaran Kajian persiapan pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada pangan
di Jawa Tengah ini bertujuan untuk : 1. Terbangunnya sistem koordinasi yang efektif antar intansi terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai. 2. Terpantaunya
perkembangan
data
dan
validasi
data
terkait
dalam
pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai. 3. Diketahuinya faktor-faktor baik teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan dan aspek kebijakan yang mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai.
4
1.5.
Penerima Manfaat Penerima manfaat dari kegiatan yang akan dilaksanakan adalah para
stakeholder di bidang pembangunan pertanian mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, serta masyarakat petani. Beberapa manfaat antara lain adalah : terbangunnya sistem koordinasi yang efektif antar
instansi
terkait,
tersedianya
data
dan
informasi
yang
akurat,
dan
tesridentifikasinya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi, jagung, dan kedelai, baik yang bersifat teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan, serta aspek kebijakan pendukung.
II. 2.1.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian meliputi 5 (lima) kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yaitu :
(1) Kabupaten Klaten, (2) Kabupaten Sukoharjo, (3) Kabupaten Wonogiri, (4) Kabupaten Magelang, dan (5) Kabupaten Temanggung.
Kabupaten Klaten,
Sukoharjo, dan wonogiri mewakili daerah sentra produksi padi, jagung, dan kedelai baik untuk lahan sawah dataran rendah maupun lahan sawah dataran tinggi, sedangkan Kabupaten Magelang dan Temanggung mewakili lahan sawah dataran tinggi. Waktu penelitian dilakukan dari Januari - Maret 2014, karena ditujukan untuk kajian awal persiapan pelaksanaan Program Upaya Khusus Mendukung Swasembada padi, jagung dan kedelai. 2.2.
Sumber dan Jenis Data Untuk mendukung kelengkapan data dan informasi dalam penelitian analisis
kebijakan kajian awal program upsus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai, maka ada beberapa data yang dibutuhkan baik berupa data primer maupun data sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui berbagai dokumen dari instansi pemerintah terkait, seperti Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian Kabupaten. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap informan kunci terutama yang
terkait
dengan
persiapan
pelaksanaan
Program
Upsus
Mendukung
Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jawa Tengah, terutama dari Dinas 5
Pertanian, Koordinanor Jabatan Fungsional (Koordinator Penyuluh Pertanian), UPTD, Mantri Tani dan PPL dengan menggunakan instrumen wawancara secara terbuka terkait dengan tujuan penelitian. 2.3.
Metode Analisis Untuk menjawab tujuan pertama, yaitu: “Membangun sistem koordinasi yang
efektif antar intansi terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai” diperlukan informasi berupa data dan informasi kualitatif terkait organisasi dan sistem koordinasi baik dipusat, daerah, serta antara pusat dan daerah. Analisis data dan informasi dilakukan dengan pendekatan kelembagaan dan deskriptif-kualitatif. Untuk menjawab tujuan kedua, yaitu: “Memantau perkembangan data dan validasi data terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai”, diperlukan informasi berupa data perkembangan luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas padi, jagung dan kedelai. Berdasarkan data yang tersedia dapat diketahui potensi produksi serta peluang peningkatan kapasitas produksi masing-masing komoditas pangan, yaitu padi, jagung dan kedelai. Analisis data dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan teknik tabulasi. Untuk menjawab tujuan ketiga, yaitu: “Diketahuinya faktor-faktor baik teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan dan aspek kebijakan yang mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai” diperlukan informasi dari berbagai stakeholder terkait, seperti Dinas Pertanian, KJF, UPTD, Mantri Tani dan PPL. Dengan mengetahui faktot-faktor yang mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan produksi, maka diharapkan akan dapat direkomendasikan upayauapaya peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai baik dari aspek teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan serta aspek dukungan kebijakan pemerintah secara lebih baik.
6
III. 3.1. 3.1.1.
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kabupaten Klaten Iklim Anomali iklim yang sering terjadi di wilayah nusantara akibat perubahan iklim
global adalah El Nino dan La Nina. Gejala munculnya El Nino biasanya dicirikan dengan meningkatnya suhu muka laut di kawasan pasifik secara berkala dengan selang waktu tertentu dan meningkatnya perbedaan tekanan udara antara Darwin dan Tahiti (Fox, 2000; Nicholls and Beard, 2000). Secara meteorologis kejadian El Nino dan La Nina tersebut ditunjukkan oleh Southern Osccilation Index (SOI) dan perubahan
suhu
permukaan
laut
di
samudra
Pasifik
(World
Meteorology
Organization, 1999). Pada kondisi iklim normal nilai SOI berkisar antara -1 hingga +1 tetapi pada peristiwa El Nino nilai SOI dapat turun di bawah kisaran normal dan sebaliknya pada kejadian La Nina naik di atas normal. Bagi sektor pertanian kedua dampak perubahan iklim global tersebut dapat menimbulkan
pengaruh
negatif.
Meningkatnya
permukaan
air
laut
dapat
meningkatkan salinitas tanah di daerah pantai sehingga mengurangi lahan pertanian yang potensial untuk ditanami padi dan palawija, sedangkan kejadian anomali iklim dapat menimbulkan perubahan curah hujan (kekurangan atau kelebihan) yang selanjutnya menimbulkan kekeringan atau banjir dan eksplosi hama/penyakit di daerah tertentu. Kondisi curah hujan di Kabupaten Klaten selama tahun 2013 sebesar 100.373 mm dengan hari hujan sebanyak 5.086 hari hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2013 sebesar 22.774 mm dan terendah terjadi pada bulan September 2013 sebesar 0,00 mm. Berdasarkan kondisi iklim terutama curah hujan di Klaten, Badan Litbang Pertanian telah menyusun kalender tanam pertama untuk padi di Kabupaten Klaten diperinci menurut kecamatan (Tabel 1). Kalender tanam berdasarkan prediksi sifat hujan dimana konsisi curah hujan dibawah normal, namun diperkirakan di Kabupaten Klaten dapat menanam secara keseluruhan luas lahan baku sawah yang ada.
7
Tabel 1. Kalender Tanam Padi Tanam Pertama di Kabupaten Klaten, 2014-2015 No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Prambanan Gantiwarno Wedi Bayat Cawas Trucuk Kalikotes Kebonarum Jogonalan Manisrenggo Karangnongko Ngawen Ceper Pedan Karangdowo Juwiring Wonosari Delanggu Polanharjo Karanganom Tulung Jatinom Kemalang Klaten Selatan Klaten Tengah Klaten Utara Jumlah
3.1.2.
Luas Baku Sawah
Prediksi Sifat Hujan
1.264 1.628 1.160 819 2.333 1.926 757 730 1.593 1.516 767 1.053 1.582 888 2.054 2.017 2.257 1.339 1.934 1.697 1.746 610 54 868 342 392 33.326
Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal Normal Normal Normal Bawah Normal Bawah Normal Bawah Normal
Tanam Pertama Waktu tanam Luas (ha) (dasarian) Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov Nov
III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des III-Des
I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
1.264 1.628 1.160 819 2.333 1.926 757 730 1.593 1.516 767 1.053 1.582 888 2.054 2.017 2.257 1.339 1.934 1.697 1.746 610 54 868 342 392 33.326
Sumberdaya Lahan dan Air Batasan pengertian mengenai tanah (land) tidak hanya mencakup tanah
dalam pengertian fisik (soil), tetapi mencakup juga air, vegetasi, lanscape, dan komponen-komponen iklim mikro suatu ekosistem. Dari sudut pandang sumberdaya, masalah lahan terkait dengan konfigurasi daratan, persebaran penduduk, dinamika sosial budaya mayarakat, serta kebijakan pemerintah. Lahan merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan usahatani, bukan saja lahan merupakan media tumbuh bagi tanaman, namun kepemilikan lahan mempunyai arti sosial bagi pemiliknya (Sumaryanto dkk., 2002; Saptana dkk., 2003). Luas wilayah Kabupaten Klaten seluas 65.556 Ha terdiri atas lahan sawah 33.220 Ha (50,67 %), bukan sawah 6.581 Ha (10,04 %), dan lahan bukan pertanian
8
25.755 Ha (39.29 %). Rata-rata luas lahan sawah pada periode (2009-2013) sebesar 33.344 Ha, namun perkembangan luas lahan sawah di Kabupaten Klaten mengalami penurunan sebesar -0.14 %/tahun, sehingga pada tahun 2014 tinggal 33.326 Ha. Informasi secara terperinci tentang perkembangan luas wilayah Kabupaten Klaten menurut jenis lahan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Luas Wilayah menurut Jenis Lahan di Kabupaten Klaten, Tahun 2009-2013 Lahan Sawah 33412 33398 33374 33314 33220 33343.6
Lahan Bukan Sawah 6384 6383 6384 6396 6581 6425.6
Lahan Bukan Pertanian 25760 25775 25798 25856 25755 25788.8
-0.14
0.77
0.00
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata Trend (%/tahun)
Total Lahan 65556 65556 65556 65556 65556 65556 0.00
Sumber: BPS Kabupaten Klaten, 2013.
Distribusi luas wilayah Kabupaten Klaten menurut kecamatan dapat disimak pada Tabel 3 berikut.
Luas wilayah terbesar dijumpai di Kecamatan Kemalang
dengan luas wilayah mencapai 5.166 Ha yang sebagian merupakan lahan kering dataran tinggi yang berada di lereng Merapi sebelah Timur dan Selatan.
Luas
wilayah terkecil dijumpai di Kecamatan Klaten Tengah hanya seluas 890 Ha yang merupakan wilayah perkotaan. Jika diperhatikan dari luas lahan sawah saja, maka kecamatan yang memiliki lahan sawah terluas dijumpai di Kecamatan Cawas dengan luas mencapai 2.318 Ha, sedangkan terkecil ditemukan di Kecamatan Kemalang hanya seluas 54 Ha. Daerah persawahan tersebar di daerah selatan dari Kecamatan Prambanan, Ganti Warno, Wedi hingga Cawas, sedangkan di daerah utara dari barat ke timur terhampar dari Kecamatan Karanganon, Polanharjo, Delanggu, Juwiring dan Wonosari.
9
Tabel 3. Luas Wilayah menurut Kecamatan dan Jenis Lahan di Kabupaten Klaten, Tahun 2013 No
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Prambanan Gantiwarno Wedi Bayat Cawas Trucuk Kalikotes Kebonarum Jogonalan Manisrenggo Karangnonko Ngawen Ceper Pedan Karangdowo Juwiring Winosari Delanggu Polanharjo Karanganom Tulung Jatinom Kemalang Klate Selatan Klaten Tengah Klaten Utara Total
Lahan Sawah 1.251 1.625 1.555 815 2.318 1.911 753 722 1.577 1.510 764 1.064 1.556 875 2.048 2.005 2.224 1.313 1.824 1.689 1.739 607 54 820 300 319 33.220
Lahan Bukan Sawah 13 155 18 785 46 2 8 2 1 139 851 8 7 445 69 12 14 1 92 11 467 1.543 1.848 3 1 40 6.581
Lahan Bukan Pertanian 1.179 784 865 2.343 1.083 1.468 537 243 1.092 1.047 1.059 643 882 597 806 962 876 564 468 706 994 1.403 3.264 620 591 679 25.755
Total Lahan 2.443 2.564 2.438 3.943 3.447 3.381 3.300 966 2.670 2.696 2.674 1.697 2.445 1.917 2.923 2.979 3.114 1.878 2.384 2.406 3.200 3.553 5.166 1.444 890 1.038 65.556
Sumber: BPS Kabupaten Klaten, 2013.
Luas lahan sawah di Kabupaten Klaten pada tahun 2013 seluas 33.220 Ha terdiri atas lahan sawah irigasi teknis seluas 19.097 Ha (57,49 %), sawah setengah teknis seluas 10.430 Ha (31,40 %), sawah irigasi sederhana seluas 2.038 Ha (6,13 %), dan sawah tadah hujan seluas 1.665 Ha (5,01 %). Rata-rata luas lahan sawah pada periode (2009-2013) sebesar 33344 Ha, namun perkembangan luas lahan sawah di Kabupaten Klaten mengalami penurunan sebesar -0.14 %/tahun. Informasi secara terperinci tentang perkembangan luas lahan sawah Kabupaten Klaten menurut tipe irigasi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
10
Tabel 4. Perkembangan Luas Lahan Sawah menurut Jenis Irigasi di Kabupaten Klaten, Tahun 2009-2013
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata Trend (%/tahun)
Teknis
½ Teknis
Sederhana
19193 19859 19210 19119 19097 19296 -0.10
10099 9877 10439 10443 10430 10258 0.85
2657 2441 2068 2038 2038 2248 -6.22
Tadah Hujan 1463 1221 1657 1714 1665 1544 4.94
Jumlah 33412 33398 33374 33314 33220 33344 -0.14
Distribusi luas lahan sawah menurut tipe irigasi di Kabupaten Klaten menurut kecamatan dapat disimak pada Tabel 5 berikut. Luas lahan sawah sawah terluas dijumpai di Kecamatan Cawas dengan luas mencapai 2.318 Ha, sedangkan terkecil ditemukan di Kecamatan Kemalang hanya seluas 54 Ha.
Jika hanya
ditinjau dari luas lahan sawah irigasi teknis, maka luas lahan sawah irigasi teknis terluas dijumpai di Kecamatan Wonosari seluas 1998 Ha, sedangkan terkecil ditemukan di Kecamatan Jatinom hanya seluas 41 Ha. Tabel 5. Luas Sawah menurut Kecamatan dan Jenis Pengairan di Kabupaten Klaten, Tahun 2013 No
Kecamatan
Teknis
½ teknis
sederhana
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Prambanan Gantiwarno Wedi Bayat Cawas Trucuk Kalikotes Kebonarum Jogonalan Manisrenggo Karangnonko Ngawen Ceper Pedan Karangdowo Juwiring
973 633 700 129 1.123 968 117 722 704 158 123 448 1.556 531 1.310 1.366
177 394 705 38 860 732 559 765 652 411 595 324 646 509
456 90 215 67 108 567 230 3 20 18 -
11
Tadah hujan 101 142 60 433 335 211 10 133 74 130
Jumlah 1.251 1.625 1.555 815 2.318 1.911 753 722 1.577 1.510 764 1.046 1.556 875 2.048 2.005
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Winosari Delanggu Polanharjo Karanganom Tulung Jatinom Kemalang Klaten Selatan Klaten Tengah Klaten Utara Total
1.998 1.313 1.438 1.689 507 41 54 93 84 319 19.097
192 381 1.001 563 710 216 10.430
5 231 1 17 2.028
2.224 1.313 1.824 1.689 1.739 607 54 820 300 319 33.220
34 2 1.665
Sumber: BPS Kabupaten Klaten, 2013.
Permasalahan utama lahan pertanian di Kabupaten Klaten berkaitan dengan masalah penguasaan lahan yang kecil, degradasi sumberdaya lahan, struktur penguasaan
yang
tidak
merata,
perpecahan
(division)
dan
perpencaran
(fragmentation) lahan, konversi lahan, dan tidak terkonsolidasi denga baik. Selama tahun 2013, terjadi perubahan lahan dari sawah dan tegalan menjadi bangunan untuk perumahan, industri, perusahaan dan jasa seluas 79.77 Ha, atau naik sebesar 28,68 % dibanding konversi yang terjadi pada tahun 2012 (BPS Kabupaten Klaten, 2014). Berdasarkan pada
sifat tanah dan tipe
iklim terdapat enam jenis
agroekosistem sebagai basis pengembangan pola pertanaman dalam setahun (annual cropping pattern) yang dapat dilakukan di Kabupaten Klaten sebagai berikut: (1) Lahan sawah irigasi dengan ketersediaan air irigasi 10-12 bulan dapat dikembangkan pola tanam: (a) padi sawah-padi sawah-padi sawah. Pola ini dianjurkan pada kondisi kesulitan drainase, dengan kewajiban menggunakan VUTW dan pengembalian bahan organik tanaman atau pemakaian kompos dan pergiliran varietas; (b) padi sawah-padi sawah-palawija/sayuran. (2) Lahan sawah irigasi dengan jaminan ketersediaan air irigasi 7-9 bulan dapat dikembangkan pola tanam : (a) Padi sawah-padi sawah walik jeramipalawija/sayuran; (b) padi sawah-palawija/sayuran-palawija/sayuran. (3) Lahan sawah irigasi dengan ketersediaan air irigasi 5-6 bulan terutama pada lahan sawah irigasi setengah teknis dan irigasi sedehana dapat dikembangkan
12
pola tanam: (a) Padi gogo rancah-padi sawah walik jerami-palawija; (b) Palawija-padi sawah-palawija/ sayuran; (c) Padi sawah-palawija/sayuran. (4) Lahan sawah tadah hujan dapat dikembangkan pola tanam : (a) Padi gogo rancah-padi sawah-kacang tunggak; (b) Padi sawah-palawija/sayuran-bera; (c) Padi gogo rancah-palawija-palawija/sayuran; dan (c) Budidaya usahatani dengan sistem surjan. 3.1.3.
Sumberdaya Manusia Kualitas sumberdaya manusia (SDM) pertanian di Kabupaten Klaten tergolong
moderat, yaitu antara lulus SMP hingga lulus SLTA dan bahkan beberapa petani lulusan sarjana, namun secara umum mengalami kemunduran dalam budaya bertaninya. Diperlukan kerjasama yang harmonis antara pemerintah daerah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), perguruan tinggi dan swasta dalam menciptakan SDM yang berkualitas berupa pelatihan dan penyuluhan pertanian, mulai dari hulu hingga hilir. Revitalisasi SDM pertanian di Kabupaten Klaten dapat difokuskan pada pemantapan sistem penyuluhan pertanian dan pemantapan sistem pelatihan pertanian. Dalam
UU
No.
16/2006
Pasal
4,
penyuluhan
pertanian
berfungsi
menumbuhkan kemandirian petani dan ini sejalan dengan salah satu target Kementerian pertanian berupa upaya khusus swasembada pangan teruatama komoditas padi, jagung dan kedelai (PJK). PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (produk turunan UU No. 32/2004), pada Bab V tentang besaran organisasi dan perumpunan perangkat daerah yang membatasi jumlah instansi/dinas di daerah (pasal 20-21). Hal ini tidak sinkron dengan UU No. 16/2006 pasal 8 mengenai kelembagaan penyuluhan. PP No. 41/2007 menjadi kendala untuk terbentuknya kelembagaan penyuluhan, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun kecamatan. Hingga kini kelembagaan penyuluhan dalam bentuk KJF (Koordinator Jabtan Fungsional) dan masih dibawah Dinas Pertanian Pangan dan Hortikultura. Visi dan misi pimpinan daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) terhadap pembangunan pertanian dan penyuluhan pertanian sangat mempengaruhi dan menentukan dalam membuat kebijakan kelembagaan penyuluhan di tingkat
13
provinsi dan kabupaten/kota. Ditingkat provinsi Jawa Tengah telah ada Bakorluh, namun di Kabupaten Klaten belum ada Bapeluh. Kelembagaan penyuluhan pertanian dinilai penting dalam mengakselerasikan kegiatan pembangunan pertanian, karena dengan kejelasan bentuk institusi, seperti struktur kewenangan dalam sistem pemerintah daerah, SDM yang sesuai dengan kompetensi, struktur organisasi yang menopang operasional kewenangan, sistem pendanaan, dan sistem akuntabilitas),
dapat
dilakukan pembinaan dan
pengawasan kepada penyuluh baik PNS, THL maupun penyuluh swadaya secara optimal. Penyuluh pertanian dapat melaksanakan pendampingan dengan baik, sehingga diharapkan dapat berdampak terhadap peningkatan kemampuan petani baik dari aspek keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerial dalam usahatani terutama komoditas padi, jagung dan kedelai. Kelembagaan penyuluhan
pertanian, perikanan, dan kehutanan yang
didasarkan pada UU No 16 tahun 2006 dibentuk dari tingkat pusat sampai tingkat kecamatan. Dalam implementasinya di beberapa provinsi maupun kabupaten tidak semua diatur oleh peraturan daerah, seperti yang terjadi di Kabupaten Klaten. Pada Pasal 18 UU No. 16/2006 disebutkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penyuluhan pemerintah diatur dengan peraturan presiden.” Perpres mengatur hal yang lebih spesifik dan lebih operasional, dibanding dengan PP yang mencakup pengaturan lebih luas. Kelengkapan peraturan yang berupa Perpres ini sampai saat ini belum diterbitkan. Dengan adanya otonomi daerah, pembentukan kelembagaan penyuluhan disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan diatur dengan PP 41/2007. Untuk melihat keterkaitan antara UU No. 16/2006 dengan PP No. 38/2007 dalam konteks kegiatan penyuluhan yang mendukung swasembada pangan perlu mencermati Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra) dinas/institusi terkait. Ketahanan pangan menjadi prioritas dalam RPJMD dan Renstra.
Provinsi Jawa Tengah termasuk provinsi pendukung utama
bagi tercapainya swasembada pangan dalam RPJMD. Dalam implementasi di lapangan program yang mendukung ketahanan pangan dan swasembada pangan, keduanya dilakukan bersamaan, termasuk program/kegiatan pemberdayaan penyuluhan pertanian. 14
Pembedanya adalah
besaran dan sumber anggaran yang dialokasikan. Program peningkatan ketahanan pangan (yang merupakan unsur wajib) didukung dana APBD yang relatif besar, sedangkan program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mendukung swasembada pangan didanai APBN, melalui dana dekonsentrasi (provinsi) dan tugas pembantuan (kabupaten). Kebijakan operasional penyuluhan diserahkan sepenuhnya kepada pelaksana di lapangan, di Kabupaten Klaten dibawah koordinasi KJF. Kewenangan penyuluh pertanian lapangan hendaknya jelas batas-batasnya, baik batas materi teknis, maupun batas operasional fisik. Guna mencermati hal ini, seyogyanya dilakukan pemantauan terhadap proses penyusunan programa penyuluhan sesuai kebutuhan petani, dan pelaksanaannya mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. Kemampuan penyuluh pertanian saat ini kurang mendapatkan perhatian, pelatihan-pelatihan terkait dengan tupoksinya dalam mensukseskan programpembangunan pertanian dirasakan penyuluh sangat kurang. Kondisi ini disebabkan karena tidak adanya standar kompetensi penyuluh, dan juga tidak ada pelatihan kearah penjenjangan fungsional. Tugas penyuluh kurang fokus, banyak penyuluh yang alih tugas ke jabatan lain, sehingga berakibat pada penurunan jumlah dan kinerja kegiatan penyuluh pertanian. Eksistensi dan keberadaan penyuluh pertanian harus mendapatkan perhatian pemerintah daerah, dengan mengembangkan pola pengembangan karir yang jelas, kenaikan jabatan fungsional dan pangkat berjalan lancar, dan kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan perlu ditingkatkan. Penyuluh pertanian yang ada sekarang pada umumnya belum menyadari terjadinya perubahan dari petani dengan budaya petani produsen menjadi petani dengan budaya bisnis, akibatnya misi penyuluhan pertanian untuk menjadikan petani sebagai aktor dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Dari aspek pembinaan pada kelompok tani berjalan sangat lambat. Metode penyuluhan konvensional masih sangat melekat dalam diri penyuluh pertanian yaitu bagaimana melakukan trasfer teknologi dan belum sampai bagimana memberikan pilihan-pilihan terbaik bagi petani dalam mengambil keputusan terkait usahataninya. Nampak peningkatan keterampilan teknis menonjol dan kurang pada aspek kapabilitas manajerial petani. 15
Pola integrasi antara program pembangunan pertanian antar unit eselon satu diakui
dapat
meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi
penyuluhan
pertanian.
Pengintegrasian antara Program PTT, SL-PTT, dan GP-PTT antara Badan Litbang Pertanian yang merancang teknologinya, Program SL-PTT yang merupakan program Ditjen Tanaman Pangan dan dukungan penyuluh pertanian yang telah dilatih SL-PTT yang merupakan pendidikan non formal merupakan tupoksi dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian
meningkatkan akselerasi pencapaian target
program-program pembangunan pertanian. Hal yang masih kurang optimal adalah pengembangan SL-PTT dan GP-PTT masih terfokus pada daerah sentra produksi lama dan bukan pada daerah pengembangan baru, sehingga dampak terhadap peningkatan produksi pangan nasional masih terbatas. Dinamika pola pikir petani dan pergeseran orientasi kegiatan pertanian yang semakin bergeser ke arah kegiatan pertanian terpadu (dari hulu ke hilir) mulai dari bertanam
sampai
ke
pemasaran
produk
olahan
harus
disikapi
dengan
mengevolusikan posisi tenaga penyuluh dari posisi agen perubahan ke posisi pendamping petani. Baik UU No.16/2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, maupun kondisi operasional di lapangan belum menunjukkan arah perubahan status dan posisi penyuluh sebagai pendamping petani. Instrumen UU No. 16/2006 dan beberapa produk peraturan turunannya (PP, Perpres, Permentan, Perda, Pergub, dan Perbup), diperkirakan dapat mendukung pencapaian swasembada beras di tahun 2014 dengan catatan apabila programprogram yang telah dicanangkan oleh pemerintah dapat dijalankan secara sinergis dan terintegrasi lintas sektoral (dengan dukungan anggaran yang memadai). Dalam hal ini termasuk kegiatan penyuluhan dan pendampingan pelaksanaan dan implementasi program-program tersebut. Produksi padi yang dihasilkan petani peserta program (SL-PTT, GP-PTT, kaji terap, denfarm) meningkat sekitar 29-32,7 % dibandingkan petani non peserta yang tidak mengikuti teknologi anjuran yang diterapkan petani peserta program dan tanpa pendampingan/pengawalan penyuluh pertanian. Rekrutmen penyuluh (terutama PNS) relatif lambat, padahal banyak penyuluh yang berusia mendekati pensiun dan ini berdampak negatif terhadap keberadaan penyuluh PNS di masa mendatang.
Demikian juga dengan diklat penyuluh yang 16
relatif lambat. Frekuensi penyuluh mengikuti diklat dapat dikatakan sangat jarang dalam lima tahun terakhir.
Padahal untuk dapat melakukan perannya sebagai
fasilitator juga sebagai pendidik, penyuluh dituntut mengikuti perkembangan yang sangat dinamis dalam masyarakat, juga informasi global. Materi teknis penyuluhan yang merupakan teknologi yang telah direkomendasikan, sebagian besar (70 persen) berupa teknik budidaya (hulu). Proporsi materi penyuluhan tentang penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasaran (hilir) hanya sekitar 30 persen, termasuk di dalamnya nilai-nilai kewirausahaan untuk peningkatan nilai tambah pengelolaan sumberdaya keluarga petani di pedesaan. PP No. 43/2009 tentang pembiayaan memberikan insentif bagi Pemerintah Daerah berupa aliran dana dari Pusat ke Daerah melalui dana APBN. Demikian juga Permentan No. 51/Permentan/ OT.140/12/2009 mendukung adanya sarana dan prasarana penyuluhan pertanian.
Di Kabupaten Klaten dukungan sarana dan
prasarana masih terfokus pada 5 (lima) UPTD, belum semua Balai Penyuluhan yang ada di kecamatan mendapat fasilitas yang memadai, yaitu masih terbatas di UPTD Delanggu, UPTD Pedan, UPTD Jogonalan, UPTD Ngawen, dan UPTD Jatinom. Permasalahan pokok dalam pembangunan pertanian terkait program upaya khusus dalam rangka swasembada pangan nasional adalah : ketersediaan benih varietas unggul, ketersediaan pupuk, infrastruktur pengairan, ketersediaan alsintan dan ketersediaan penyuluhan. Secara umum permasalahan dari aspek kelembagaan pertanian di Klaten adalah : (1) Kurangnya jumlah SDM penyuluh, mantri tani, dan POPT; (2) Pentingnya peningkatan pengetahuan bagi tenaga penyuluh pertanian, mantri tani dan POPT; (3) Kurangnya sarana dan prasarana/alat penyebaran materi penyuluhan pertanian; dan (4) Pentingnya peningkatan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial penyuluh dalam memberikan penyuluhan teknis pertanian dan pilihan-pilihan keputusan terbaik terkait usahatani padi, jagung dan kedelai. Secara empiris permasalahan penyuluh pertanian di Kabupaten Klaten : (1) Ketersediaan tenaga penyuluh masih kurang, dimana jumlah PPL 207 orang terdiri PNS 80 orang dan THL 127 orang, sedangkan kebutuhan ideal 295 orang, sehingga ada kekurangan sebanyak 88 tenaga penyuluh; (2) Jumlah mantri tani hanya 15 orang dan tinggal 9, karena 6 diantaranya menjelang pensiun, idealnya dalam 1 kecamatan terdapat 1 petugas mantri tani, (3) Tenaga POPT juga mengalami 17
kekurangan, idealnya ada 1 tenaga POPT per kecamatan; (4) Untuk mengatasi kekurangan tenaga PPL, mantri tani dan POPT dilakukan kerjasama antara Bupati Klaten dengan Kodim melalui keterlibatan Brigader Babinsa dalam pelaksanaan program upsus padi, jagung dan kedelai. Kelemahan sistem penyuluhan dapat ditelusuri antara lain mulai dari aspek struktur kelembagaan, materi dan program penyuluhan, sistem penunjang, hingga kualifikasi dan penyebaran SDM penyuluh. Saat ini kuantitas penyuluh mulai berkurang karena sebagian sudah memasuki masa purna tugas (pensiun) sementara pengangkatan penyuluh PNS tetap terbatas bahkan mengalami moratorium selama 5 tahun, status penyuluh THL masih belum jelas apakah kontrak diperpanjang atau tidak, dan eksistensi penyuluh swadaya juga masih belum optimal. Honor penyuluh THL 10 bulan ditanggung Kementerian Pertanian dan 2 bulan ditanggung Pemda. Perbaikan kualitas penyuluh dapat dilakukan melalui penerapan prinsip efisiensi dalam manajemen administrasi dan keuangan, produksi dan distribusi, serta komunikasi dan informasi agar mampu melancarkan pelayanan kepada petani secara berkesinambungan. Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian tidak semata-mata dapat ditempuh hanya
melalui
perbaikan
kelembagaan
internal
penyuluhan
dengan
cara
pembentukan Bakorluh dan Bapeluh semata, melainkan juga harus ada revitalisasi SDM penyuluh dan materi penyuluhan pertanian. Revitalisasi SDM dilakukan baik dari aspek keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerialnya mengikuti subsistem agribisnis. Revitalisasi materi penyuluhan terkait dengan inovasi teknologi, pembentukan dan penguatan kelembagaan, serta keluasan cakupan yang mengacu pada sub-sistem agribisnis secara terpadu. Revitalisasi sistem pelatihan pertanian ditujukan guna menghasilkan SDM pertanian yang kompeten dalam pengembangan pertanian secara lebih baik (better
farming), lebih menguntungkan (better business), lebih sejahtera (better living), dan lebih sehat (better environment). Pola SL-PTT dapat terus dilanjutkan dengan fokus pada daerah-daerah sentra pertumbuhan produksi baru, yaitu pada lokasi-lokasi yang memiliki titik ungkit peningkatan produksi dan produktivitas yang tinggi.
18
3.1.4.
Alat dan Mesin Pertanian Terdapat tiga sumber pertumbuhan produktitvitas pertanian, yaitu (Coelli et
al, 1998): (1) Perubahan teknologi ke arah penggunaan teknologi yang lebih maju; (2) Perbaikan atau peningkatan efisiensi teknis dengan memberikan input sesuai kebutuhan tanaman dan atau ternak; dan (3) Peningkatan skala usaha sehingga mencapai skala yang ekonomis. Perubahan teknologi merupakan faktor pertama dan utama dalam meningkatkan produktivitas pertanian khususnya komoditas pangan. Dalam penerapan teknologi pertanian harus memperhatikan beberapa hal berikut (Ellis, 1988): (1) Apakah paket teknologi baru tersebut dapat memecahkan permasalahan pokok yang dihadapi oleh petani; (2) Apakah pengguna teknologi mengetahui tentang teknik,cara, dan bahan yang digunakan; (3) Apakah petani mengetahui makna dan logika yangterkandung dalam paket teknologi tersebut; dan (4) Apakah paket teknologi tersebut mampu beradaptasi terhadap permasalahan alamiah dan sosial ekonomiyang dihadapi oleh petani pengguna. Analaisis ketersediaan dan kebutuhan Alat dan Mesin (Alsin) UPJA terutama untuk Traktor Roda 2 (TR 2) dan Combine Harvester (CB) belum semua berhasil diidentifikasi dengan baik.
Beberapa kecamatan yang berhasil diidentifikasi pada
tahap awal terbatas TR 2 dan CB di beberapa kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Ketersediaan dan Kebutuhan Traktor Roda 2 di Kabupaten Klaten menurut Kecamatan, Tahun 2014-2015 Kecamatan
Luas baku (ha)
Luas tanam existing (ha)
IP Existing
Kebutuhan TR2 (unit)
Kekurangan TR2 (unit)
152
Ketersediaa n TR2 (unit) 83
Prambanan
1264.3
1384.38
1.09
Jogonalan
1592.6
1650.65
1.04
181
106
75
Manisrenggo
1515.5
2216.21
1.46
244
102
142
Ceper
1581.6
1972.97
1.25
217
93
124
Pedan
887.9
1305.30
1.47
143
90
53
Karanganom
1696.7
1768.77
1.04
194
74
120
Tulung
1745.7
1471.47
0.84
162
58
104
Jatinom
609.6
432.43
0.71
48
19
29
392
308.57
0.79
34
19
15
Klaten Utara
19
69
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Klaten (2015)
Tabel 7. Kebutuhan Power Thresher/Combine Harvester di Kabupaten Klaten menurut Kecamatan, Tahun 2014-2015 Kecamatan
Luas baku (ha)
Luas tanam existing (ha)
IP Existing
Luas Tanam Dg IP 1,8 2275.74
Kebutuhan Power Thresher (unit) 175
Kebutuhan Combine Harvester (unit) 14
Prambanan
1264.3
1384.38
1.09
Jogonalan
1592.6
1650.65
1.04
2886.68
221
17
Manisrenggo
1515.5
2216.21
1.46
2727.90
210
16
Ceper
1581.6
1972.97
1.25
2846.88
219
17
Pedan
887.9
1305.30
1.47
1598.22
123
10
Karanganom
1696.7
1768.77
1.04
3054.06
235
18
Tulung
1745.7
1471.47
0.84
3142.26
242
19
Jatinom
609.6
432.43
0.71
1097.28
84
7
392
308.57
0.79
705.60
54
4
Klaten Utara
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Klaten (2015)
3.2.
Kabupaten Sukoharjo 3.2.1.
Iklim
Kabupaten Sukoharjo terletak di Provinsi Jawa Tengah bagian Selatan Pulau Jawa, perbatasan sebelah Timur adalah Kabupaten Klaten, sebelah selatan Kabupaten Wonogori, sebelah Barat Daerah Istimewa Yogkarta dan sebelah utara adalah Karang Anyar dan Boyolali. Keadaan iklim yang dicirikan oleh jumlah curah hujan di kabupaten Sukoharjo, secara rinci dapat dilihat seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Keadaan curah hujan di Kabupaten Sukoharjo, 2007-2013 Kecamatan
Bulan (mm) Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agust.
Sept.
Okt.
Nov.
Des.
Total
010. W e r u
322
274
90
377
161
0
19
0
0
22
224
306
1795
020. B u l u
ts
ts
ts
ts
ts
ts
ts
ts
ts
ts
ts
ts
ts
030. Tawangsari
247
252
171
404
231
185
59
0
0
42
157
285
2033
040. Sukoharjo
461
381
229
236
179
107
56
0
0
131
145
261
2186
050. Nguter
274
318
236
454
181
201
131
0
0
196
217
274
2482
060. Bendosari
341
337
178
374
168
219
92
0
0
112
190
199
2210
070. Polokarto
134
232
193
192
173
113
76
0
0
59
159
247
1578
20
080. Mojolaban
156
167
121
404
209
141
169
0
0
273
165
236
2041
090. Grogol
263
194
175
239
133
222
40
4
0
100. B a k i
286
181
237
233
41
144
70
2
5
205
81
333
1889
83
173
263
1718
110. G a t a k
153
220
112
232
0
103
79
2
0
55
97
133
1186
120. Kartasura
169
231
206
298
127
139
36
0
0
88
110
238
1642
Rata-Rata Kab
255
253
177
313
146
143
75
1
0
115
156
252
1887
2012
320
302
169
187
94
2011
326
217
320
197
193
15
1
0
0
42
202
312
1644
11
31
0
2
97
153
243
1790
2010
307
258
339
203
239
88
43
64
233
248
271
331
2624
2009
490
312
241
162
183
48
1
0
0
103
151
132
1823
2008
169
294
2007
152
355
471
146
59
7
0
4
2
239
303
188
1882
274
369
57
29
16
1
0
100
159
591
2103
Sumber : Statistik Kabupaten Sukoharjo, 2014
Dari data curah hujan tersebut dapat dijelaskan bahwa iklim di Kabupaten Sukoharjo termasuk dalam kategori sedang. Total curah hujan pada tahun 2013 mencapai 1.887 mm dan penyebaran curah hujan antara kecamatan relative tidak merata, kisarannya adalah antara 1.186 – 2.400 mm per tahun. Curah hujan terendah terjadi di Kecamatan Gatak yaitu 1.186 mm per tahun dan curah hujan tertinggi adalah terjadi di Kecamatan Nguter yaitu sebanyak 2.482 mm per tahun. Berdasarkan data sebaran curah hujan menurut bulan sepanjang tahun, maka di Kabupaten Sukaharjo sangat memungkinan pengembangan pola tanam yang beragam, dan pada wilayah yang jaringan irigasinya baik memungkinan intensitas tanam padi dapat ditingkatkan, hal ini disebabkan karena : (1) Jumlah curah hujan tergolong sedang hingga tinggi; (2) sebaran curah hujan menurut bulan relatif merata; dan (3) Jumlah bulan keringnya sangat sedikit yaitu hanya pada bulan Agustus dan September. Berdasarkan sebaran curah hujan bulanan, sebenarnya pola tanam padi pada MT-I yang dapat dimulai dari bulan oktober. Akhir-akhir ini agak bergeser ke bulan November terutama terjadi pada tahun 2011, 2012 dan sedikit 2013. Oleh karena itu, menurut aparat Dinas Pertanian, sebenarnya petani tidak berani mulai menanam padi jika curah hujan belum stabil yaitu jika dalam satu bulan sudah mencapai lebih dari 150 mm/bulan.
21
3.2.2. Sumberdaya Lahan dan Air Potensi lahan di Sukoharjo cukup luas, secara keseluruhan mencapai sekitar 46.500 hektar yang sebagian besar terdiri dari lahan pertanian sawah, pertanian bukan sawah dan lahan non pertanian. Secara rinci luas potensi luas lahan di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 10. Tadel 10. Potensi luas lahan di kabupaten Sukoharjo, 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Sawah Non Sawah Weru 1,989 634 Bulu 1,123 1,647 Tawangsari 1,674 757 Sukoharjo 2,363 101 Nguter 2,569 875 Bendosari 2,569 890 Polokarto 2,453 1,749 Mojolaban 2,169 13 Grogol 934 67 Baki 1,249 0 Gatak 1,251 4 Kartasura 471 3 Jumlah 20,814 6,740 Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015
NonPert. 1,395 1,616 1,567 1,994 2,044 1,840 2,016 1,372 1,999 948 691 1,449 18,931
Total 4,018 4,386 3,998 4,458 5,488 5,299 6,218 3,554 3,000 2,197 1,946 1,923 46,485
Dari sekitar 46.500 hektar terdapat 21 Ha (44,8 %) adalah merupakan lahan sawah, 6.740 Ha (14,5%) adalah lahan pertanian non sawah, dan 19 ribu Ha (40,7%) adalah pekarangan dan penggunaan lainnya. Dengan demikian potensi pengembangan pertanian di kabupaten Sukoharjo adalah pertanian lahan sawah baik dengan padi maupun palawija. Sedangkan di lahan sawah sendiri, potensi pengembangan pertanian lebih besar pada lahan irigasi teknis. Proporsi luas lahan sawah dapat di lihat pada tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Proporsi luas lahan sawah menurut jenis irigasi, di Sukoharjo, 2014 No
Kecamatan
1 2 3
Weru Bulu Tawangsari
Teknis 1,082 587 1,484
Pertanian Sawah (ha) 1/2 Teknis Sederhana Tadah hujan 20 511 376 125 411 165 25 22
Jumlah 1,989 1,123 1,674
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sukoharjo 2,363 Nguter 1,350 26 Bendosari 1,234 936 Polokarto 1,116 788 Mojolaban 2,169 Grogol 395 266 Baki 1,249 Gatak 1,251 Kartasura 471 Jumlah 14,751 2,161 Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015
688 258 273 1,895
505 399 291 2,007
2,363 2,569 2,569 2,453 2,169 934 1,249 1,251 471 20,814
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa dari sekitar 21 ribu hektar lahan sawah ada 14,8 ribu hektar merupakan sawah irigasi teknis, dan ada 2.161 hektar lahan sawah setengah teknis, 1.895 hektar sawah irigasi sederhana dan 2.007 hektar sawah tadah hujan. Kondisi intensitas pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi teknis di Kabupaten Sukoharjo sudah berada pada kisaran 230-240% yang berarti tergolong tinggi. Dengan demikian potensi pengembangan IP pada lahan pertanian sawah adalah pada lahan irgasi teknis, setengah teknis, sederhana dan lahan tadah hujan. Sedangkan potensi pengembangan pertanian pada lahan kering khususnya dapat digunakan untuk komoditas jagung dan kedelai adalah tertera pada Tabel 12. Tabel 12. Proporsi potensi lahan non Sawah (lahan kering) di Sukoharjo, 2014 Pertanian Non Sawah (ha) No Kecamatan Hutan Hutan Perkebun Tegal Kolam Negara Rakyat an 1 Weru 334 3 297 2 Bulu 681 1 378 587 3 Tawangsari 505 12 240 4 Sukoharjo 75 26 5 Nguter 751 3 121 6 Bendosari 797 1 92 7 Polokarto 1,039 2 708 8 Mojolaban 11 2 9 Grogol 61 6 10 Baki 11 Gatak 4 12 Kartasura 3 Jumlah 4,254 51 390 1,337 708 Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015 23
Jumlah 634 1,647 757 101 875 890 1,749 13 67 0 4 3 6,740
Potensi pertanian pada lahan kering adalah pada lahan tegalan, kolam dan perkebunan. Luas tegalan di Sukoharjo mencapai 4.254 hektar, kolam 51 hektar dan perkebunan 708 hektar. Untuk komoditas pertanian yang dikembangkan di lahan tegalan pada umumnya tanaman campuran antar tanaman semusim (jaging, kedelai, kacang tanah, ubikayu, ubijalar) dengan tanaman tahunan, seperti kelapa, nangka, bamboo, dan lain-lain. Sementara untuk potensi air, hanya dapat diterangkan mengenai aliran sungai dan sumber pasokan air dari Daerah Aliran Sungai atau Catchment Area. Kabupaten Sukoharjo terletak dilembah dua Gunung yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi, namun aliran sungai yang melintas ke Sukoharjo lebih banyak dari Gungung Lawu. 3.2.3.
Sumberdaya Manusia (SDM) Pertanian
Keberhasilan sektor pertanian sangat tergantung kepada siapa pengelolanya, siapa yang mengkoordinasikan, siapa
yang memberikan motivasi, seperti apa
lembaganya, bagaimana rasio pengelola dibandingkan dengan luas wilayah. Sumberdaya pertanian terdiri atas rumah tangga petani, gapoktan dan Penyuluh Pertanian. Semua ini akan terlihat seperti pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Komposisi luas wilayah/jumlah desa dengan SDM Pertanian, Sukoharjo, Tahun 2013 No
SDM Pertanian
Jumlah
1 Jumlah Desa 168 2 Rumah Tangga Petani 41,526 a. Tanaman Pangan 40,034 b. Hortikultura 375 c. Perkebunan d. Peternakan 1,117 3 Peyuluh pertanian 239 a. PNS 67 b. THL 60 c. Swadaya 112 4 Gapoktan 169 Sumber : Statistik SDM dan Kelembagaan Petani, 2013
Rasio per desa 1.00 247.18 238.30 2.23 6.65 1.42 0.40 0.36 0.67 1.01
Dengan memperhatikan tabel tersebut tampak bahwa Kabupaten Sukoharjo dapat dikatakan sebagai suatu wilayah yang basis ekonominya adalah pertanian, 24
dimana sumber pendapatan utama masyarakatnya adalah dari pertanian tanaman dan peternakan. Dari total rumah tangga pertanian sebanyak 41.526 rumah tangga ternyata hampir 96% adalah rumah tangga pertaniaan tanaman pangan. Urutan kedua adalah jumlah rumahtangga peternakan yaitu sejumlah 1117 rumah tangga. Dengan jumlah desa 168 maka rata-rata rumah tangga pertanian tanaman pangan adalah 238.80 rumah tangga/desa. Sedangkan sumber pendapatan kedua di sektor pertanai di Sukoharjo adalah dari peternakan mencapai 1117 rumah tangga atau 6,65 rumah tangga per desa. Untuk menggerakkan petani dalam berusahatani dan beternak, terutama dalam penyampaian inovasi pertanian kepada rumah tangga pertanian digerakan oleh sekitar 239 penyuluh pertanian (agricultural extension worker). Dari sujumlah penyuluh tersebut terdiri dari 67 penyuluh PNS, 60 penyuluh THL dan 112 penyuluh swadaya masyarakat (tokoh). Dalam konsep penyuluhan pertanian, idealnya 1 desa adalah 1 penyuluh pertanian. Di Sukoharjo dari total penyuluh sudah melebihi 1 penyuluh per desa, namun disana terdapat penyluh THL yang masih honorer dan swadaya. Permasalahan penyuluh THL adalah tidak dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan akan seterusnya menjadi penyuluh, manakala ada kesempatan lain yang lebih menguntungkan, maka penyuluh tersebut dipastikan akan pindah profesi. Begitu juga penyuluh swadaya, jika ikatan diantara mereka tidak diikat dengan kepentingan bersama, maka eksistensi penyuluh swadaya pun tidak akan terjamin secara berkelanjutan. Sedangkan mengikatkan kepentingan bersama sangat terkait erat dengan aktivitas dan kreativitas dari penyuluh penyuluh PNS. Begitu juga kelembagaan petani, pada saat ini menjadi prasyarat utama untuk mendapat program dari pemerintah terkait dengan pengembangan pertanian dan perdesaan. Jika di pertanian perdesaan tidak ada kelompok tani atau gapoktan, maka pemerintah kesulitan untuk menyalurkan program-program yang telah dicanangkan. Di kabupaten Sukoharjo dipastikan bahwa seluruh desa memeiliki gabungan kelompok tani (Gapoktan), dari jumlah desa 168 terdapat Gapoktan sebanyak 169 artinya ada satu desa yang memiliki 2 Gapoktan. Masing-masing Gapoktan biasanya memiliki antara 5-7 kelompok tani (Poktan), tergantung jumlah dusun.
25
Selain itu, di dalam menggerakan pelaksanaan Upsus ini, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan SK tentang mekanisme hubungan kerja antar lembaga yang membidangi pertanian dalam mendukung peningkatan produksi pangan strategis nasional yaitu Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 131/Permentan/ OT.140/12/2014.
Dalam
Bab
II
SK
tersebut
memuat
tentang
organisasi
Penyelenggaran Peningkatan Produksi Pangan Strategis Nasional, dimana tim pelaksana ada 4 level yakni : (a) Tim Pelaksana Kecamatan, (b) Tim Pelaksana Kabupaten/Kota, (c) Tim Pelaksana Pembina dan (d) Tim Pelaksana Pengendali. Masing-masing tim pelaksana ini memiliki tugas masing-masign sesuai dengan tusinya. Badan Litbang pertanian adalah sebagai anggota dari Tim Pengendali yang ketuanya adalah semua ditjen teknis sesuai dengan tusinya. Di dalam tugas da ntanggungjawab masing-masing lembaga, Badan Litbang pertanian memiliki tugas adalah : (a) memberikan rekomendasi varietas unggul dan teknologi tepat guna, (b) menyediakan kalender tanam terpadu, (c) memberikan rekomendasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, (d) menyediakan benih/bibit sumber untuk pangan strategis nasional, (e) melaksanakan monitoring dan supervise penerapan inovasi teknologi tepat guna, (f) menyediakan publikasi hasil penelitian dan pengembangan pertanian sebagai bahan materi penyuluhan, dan (g) mengalokasikan anggaran untuk mendukung program dan kegiatan pengembangan komoditas pangan strategis nasional. 3.2.4.
Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan)
Dalam kaitannya peningkatan produksi di Kabupaten Sukoharjo, dibarengi dengan telah beralihnya tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian, maka pada saat ini tenaga kerja disektor pertanian semakin langka, bahkan ada indikasi untuk pengelola pertanian itu sendiri dilaksanakan oleh petani-petani yang sudah berusia lanjut (aging), penduduk usia muda cenderung beralih bekerja ke sektor non pertanian. Secara rinci alat mesin pertanian yang ada di kabupaten Sukoharjo pada tahun 2014 tersaji di Tabel 14. Dari data tersebut menginformasikan bahwa alat mesin pertanian yang paling utama digunakan di Sukoharjo adalah penggunaan traktor (1.306 unit), sprayer 9.995 unit, pompa air 2.923 unit dan thresher 1.639 unit. Sementara untuk 26
tranplanter masih belum digunakan kecuali di kecamatan Tawangsari ada 4 unit dan Mojolaban ada 1 unit. Dapat dipahami bahwa di Tawangsari adalah kecamatan yang sudah merupakan wilayah urban, sehingga tenaga wanita untuk kegiatan menanam padi sudah dirasakan semakin sulit. Sementara di kecamatan lain tenaga untuk tanam padi masih menggunakan tenaga wanita. Tabel 14. Alat mesin pertanian di kabupaten Sukoharjo, 2014 Luas Alsin Tanaman Pangan Sawah N Kecamatan o Transpl Pompa (ha) Traktor Sprayer Threser anter Air 1 Weru 1,989 79 0 671 182 58 2 Bulu 1,123 66 0 480 133 18 3 Tawangsari 1,674 82 4 686 151 39 4 Sukoharjo 2,363 141 0 1,440 370 82 5 Nguter 2,569 104 0 913 200 338 6 Bendosari 2,569 180 0 940 359 395 7 Polokarto 2,453 142 0 1,524 248 350 8 Mojolaban 2,169 149 1 1,312 511 168 9 Grogol 934 106 0 722 189 29 1 0 Baki 1,249 131 0 478 286 67 1 1 Gatak 1,251 88 0 615 163 86 1 2 Kartasura 471 38 0 214 131 9 Jumlah 20,814 1,306 5 9,995 2,923 1,639 Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015
Sementara
itu,
tenaga
kerja
untuk
pengolahan
lahan
sudah
RMU 30 19 42 40 25 43 96 65 21 53 32 4 470
mulai
dipergunakan tenaga kerja traktor, yang menjadi pertimbangan petani memilih menggunaan traktor adalah : (a) dari sisi biaya lebih murah dibanding dengan tenaga manusia, (b) diperlukan kecempatan waktu, karena mengejar musim tanam, (c) tenaga kerja pria untuk mencangkul sudah relatif jarang/sulit untuk dicari, dan (d) lebih praktis. Apabila dilihat rasio luas areal sawah di kecamatan dengan populasi traktor, tampak bahwa rata- rata pengolahan lahan sawah di Kabuapaten Sukoharjo adalah 15,9 hektar per 1 unti traktor. Apabila rata-rata kemampuan mengolahan lahan sawah 2 hektar per hari, maka masa pengolahan lahan dapat diselesaikan selama 7-8 hari. Sementara itu, sebaran menurut kecamatan tampak bahwa di Kecamatan Weru Nguter dan Tawangsari relatif masih kurang traktor, hal ini 27
diindikasikan bahwa rata-rata pengolahan lahan per musim adalah 20-25 hektar per musim. Namun demikian, dalam radius kabupaten atau antar kecamatan di Sukoharjo masih dapat dicapai dengan memindahkan unit traktor dari kecamatan satu ke kecamatan lainnya. 3.3.
Kabupaten Wonogiri 3.3.1.
Iklim
Topografi lahan di Kabupaten Wonogiri sebagian tanahnya berupa perbukitan, dengan ± 20% bagian wilayah merupakan perbukitan kapur, terutama yang berada di wilayah selatan Wonogiri. Sebagian besar topografi tidak rata dengan kemiringan rata-rata 300, sehingga terdapat perbedaan antara kawasan yang satu dengan kawasan lainnya yang membuat kondisi sumberdaya alam yang saling berbeda. Hanya sebagian kecil wilayah yang memiliki kesuburan dan potensial untuk pertanian. Dengan topografi daerah yang tidak rata, perbedaan antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat kondisi sumber daya alam juga saling berbeda. Di Kabupaten Wonogiri hampir sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk pertanian, berbatu kapur dan kering membuat penduduknya lebih banyak merantau (nglemboro). Kabupaten Wonogiri mempunyai Waduk buatan yaitu Gajah Mungkur yang selain menjadi sumber mata pencaharian petani nelayan dan sumber irigasi persawahan juga merupakan aset wisata yang telah banyak dikunjungi oleh para wisatawan domestik. Kondisi waduk Gajah Mungkur saat sangat memprihatinkan, karena sedimen yang semakin besar menyebabkan pendangkalan waduk, sehingga diperkirakan umur ekonomis akan berkurang (tidak sesuai target awal pembangunan waduk. Bila hal tersebut tidak ditangani dengan baik, antara lain dengan pengerukan, maka akan berdampak pada daerah hilir yang dalam hal ini sebagai pengguna air irigasi. Secara Klimatologi, Kabupaten Wonogiri beriklim tropis, mampunyai 2 musim yaitu penghujan dan kemarau dengan suhu rata-rata antara 240 - 320 dengan curah hujan rata-rata 1,845 mm/tahun
dengan jumlah hari hujan rata-rata 100
hari/tahun. Besarnya hujan potensial pertahun rata-rata 3.631.708.820 m3 dengan tingkat evaporasi sebesar 10% maka jumlah air hujan efektif di Kabupaten Wonogiri 28
pertahun rata-rata sebesar 3.268.537.937 m3 dengan penyebaran daerah hujan yang tidak merata. 3.3.2.
Sumberdaya Lahan Pertanian
Kondisi lahan pertanian di Kabupaten terdiri dari lahan sawah dan lahan kering, namun berdasarkan luasnya maka pertanian di Wonogiri didominasi di lahan kering (>70%). Luas sawah (bersih) tercatat 32 170 hektar, dari luasan tersebut sebagian besar ditanami padi pada musim hujan. Berdasarkan frekuensi tanam padi maka dapat dijelaskan bahwa hanya ditanami padi satu kali sekitar (35 %), sawah bisa ditanami padi dua kali setahun (40,3 %), dan dapat ditanami padi 3 kali (23,4 %). Sisanya sekitar (5,2 %) ditanami lainnya (tidak ditanami padi). Untuk lahan yang dapat ditanami padi satu kali umumnya adalah sawah tadah hujan, sehingga sulit untuk meningkatkan IP di lahan tersebut, kecuali suplesi dengan tambahan air irigasi pompa, terutama yang dekat sumber air (sungai atau mata air). Secara rinci Tabel 15 menyajikan sebaran lahan sawah menurut kreteria frekuensi tanam padi dan kecamatan.
Untuk mendukung program UPSUS Pajale, maka dengan
meningkatkan IP, diharapkan dapat berpeluang meningkatkan produksi Pajale. Hal yang menarik untuk disimak adalah lahan pasang surut, pasang surut dalam hal ini bukan merupakan irigasi pasang surut (pantai), tetapi merupakan lahan sekeliling waduk Gajah Mungkur yang memenfaatkan lahan untuk budidaya tanaman.
Wilayah yang tercakup dalam kreteria tersebut adalah Kecamatan
Nguntoronadi, Batu Retno, Eromoko, Wonogiri, Wuryantoro dan Selogiri.
Lahan
sekitar waduk tersebut mestinya untuk konservasi, namun bagi masyarakat sekitar lahan tersebut merupakan peluang memperluas usaha budidaya tanaman pertanian, khususnya padi. Dilain pihak fenomena tersebut mengganggu konservasi air di waduk tersebut, sehingga terjadi kedangkalan karena menumpuknya sedimen mestinya dilakukan pengerukan secara berkala, pengerukan yang dilakukan cenderung hanya sekitar lokasi turbin.
Bila hal tersebut dibiarkan maka akan
berdampak menurunnya permukaan air waduk, lebih lanjut akan menurunkan umur teknis dari waduk itu sendiri. Waduk Gajahmungkur didesain untuk 100 tahun terhitung sejak beroperasi tahun 1982 sampai tahun 2082, dengan kemampuan maksimal penyimpanan sedimen (dead strorage) sebesar 120 juta m3 dengan asumsi laju sedimen (endapan 29
lumpur) sebesar 2 milimeter per tahun. Tetapi kenyataan sekarang laju sedimentasi mencapai 8 milimeter per tahun. DAS Keduang penyumbang sedimentasi terbesar kepada Waduk Gajah Mungkur, sedangkan penyumbang sedimentasi lainnya dari DAS Tirtomoyo, Temon, Solo Hulu, Alang dan beberapa DAS kecil lainnya Dikhawatirkan pintu intake Waduk Gajah Mungkur menjadi tidak berfungsi sebagai akibat dari percepatan laju sedimen di Sungai Keduang yang mengarah ke pintu
intake tersebut (Ahmad dan
Ardi,
2009).
Penanganan sedimentasi Waduk
Gajahmungkur harus dilihat dari sumber permasalahan secara umum dan sumber penyebab sedimentasi itu sendiri. Tanpa adanya kajian permasalahan untuk duduk bersama-sama dari berbagai lembaga dan instansi terkait lepas dari kepentingan tertentu maka penyelamatan waduk tak akan membuahkan hasil yang optimal. Selain sawah, potensi lahan kering untuk pertanian tanaman pangan sangat prospektif, luas lahan kering menurut penggunaanya disajikan pada Tabel 16. Jenis lahan yang potensial untuk pertanian Tanaman Pangan adalah Tegal/Kebun yang mencapai luas 88.836 hektar. Lahan ini merupakan penyangga untuk produksi tanaman pangan, baik padi (gogo), jagung, kedelai dan tanaman palawija lainnya. Di Kabupaten Wonogiri, tanaman padi sawah banyak dihasilkan oleh petani di wilayah Kecamatan Giriwoyo, Tirtomoyo, Baturetno, Eromoko, Selogiri, Ngadirojo, Sidoharjo, Purwantoro, Slogohimo, Jatisrono, dan Girimarto. Dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri jumlah penduduk Tahun 2013 menurut registrasi sebanyak 1.252.930 jiwa bertambah 7.007Jiwa dari tahun sebelumnya 1.245.923 jiwa. Dari jumlah penduduk akhir
tahun
2011
tersebut
629.439
laki-laki
dan
623.498
perempuan.
SementaraWarga NegaraAsing yang tercatat hanya 1 orang. Penduduk terbanyak tercatat di Kec.Wonogiri (98.151 jiwa) dan paling sedikit di Kec.Paranggupito (21.515 jiwa). Dari jumlah penduduk akhir tahun 2011 yang tercatat maka tingkat kepadatan penduduk per kilometer adalah 688 jiwa.
30
Tabel 15. Luas Lahan Sawah menurut Jenis Irigasi dan Frekuensi Tanam Padi, di Kabupaten Wonogiri, 2013 No.
Kecamatan
Irigasi
JUM LAH
Tadah Hujan Ditanami 1X 2X tan lain 228 -
JUM
Rawa Pasang Surut Ditanami 1X 2X Tan lain -
JUM LAH
JUMLAH
1
Pracimantoro
323
410
-
Ditanami Tan lain -
-
961
2
Paranggupito
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
Giritontro
136
55
-
-
191
-
-
-
-
-
-
-
-
191
4
Giriwoyo
-
377
223
-
600
556
-
-
556
-
-
-
-
1,156
5
Batuwarno
-
29
116
-
145
279
-
-
279
-
-
-
-
424
6
Karangtengah
11
16
15
-
42
418
146
-
564
-
-
-
-
606
7
Tirtomoyo
-
1,055
421
-
1,476
-
330
-
330
-
-
-
-
1,806
8
Nguntoronadi
40
132
-
-
172
550
541
-
1,091
200
25
-
225
1,488
1X
2X
3X
733
LAH 228
SAWAH
9
Baturetno
150
700
360
113
1,323
100
-
55
155
300
-
555
855
2,333
10
Eromoko
413
960
20
-
1,393
600
-
-
600
100
103
-
203
2,196
11
Wuryantoro
-
399
545
-
944
-
215
-
215
125
-
-
125
1,284
12
Manyaran
30
136
149
-
315
214
558
253
1,025
-
-
-
-
1,340
13
Selogiri
-
1,132
479
-
1,611
211
200
-
411
25
-
-
25
2,047
14
Wonogiri
352
461
92
-
905
120
-
-
120
-
-
75
75
1,100
15
Ngadirojo
-
1,052
683
248
1,983
312
-
130
442
-
-
-
-
2,425
16
Sidoharjo
554
606
500
-
1,660
245
-
-
245
-
-
-
-
1,905
17
Jatiroto
146
238
289
-
673
413
-
2
415
-
-
-
-
1,088
18
Kismantoro
354
333
75
-
762
158
195
-
353
-
-
-
-
1,115
19
Purwantoro
513
486
208
-
1,207
223
-
-
223
-
-
-
-
1,430
20
Bulukerto
-
373
258
14
645
109
258
-
367
-
-
-
-
1,012
21
Slogohimo
123
906
471
50
1,550
80
20
-
100
-
-
-
-
1,650
22
Jatisrono
-
193
1,072
-
1,265
160
-
-
160
-
-
-
-
1,425
23
Jatipurno
-
47
584
-
631
137
-
366
503
-
-
-
-
1,134
24
Girimarto
415
268
972
-
1,655
-
-
-
-
-
-
-
-
1,655
25
Puh Pelem JUMLAH
364
-
-
-
364
35
-
-
35
-
-
-
-
399
3,924
10,364
7,532
425
22,245
5,148
2,463
806
8,417
750
128
630
1,508
32,170
31
Tabel 16. Luas Lahan menurut Penggunaannya di Kabupaten Wonogiri, Tahun 2013 Luas Kecamatan
Lahan Bukan Sawah (Ha) Ladang/huma
Perkebunan
Hutan rakyat
Padang rumout
9484
0
0
0
22
JUMLAH
Lahan Bukan Pertanian
0
366
9872
3381
14214
Paranggupito
-
5726
0
0
0
0
0
0
5726
749
6475
Giritontro
191
4205
0
0
328
0
0
373
4906
1066
6163
Giriwoyo
1,156
7686
0
0
0
828
0
0
8514
390
10060
Batuwarno
424
3865
0
0
326
0
0
112
4303
438
5165
Karangtengah
606
4343
0
413
541
0
0
1983
7280
573
8459
Tirtomoyo
1,806
4258
0
0
0
0
0
1662
5920
1575
9301
Nguntoronadi
1,488
2340
0
0
200
0
0
634
3174
3379
8041
Baturetno
2,333
2916
0
0
400
22
0
308
3646
2931
8910
Eromoko
2,196
5755
0
0
1001
0
0
300
7056
2784
12036
Wuryantoro
1,284
2977
0
0
0
0
0
70
3047
2930
7261
Manyaran
1,340
3519
0
0
0
79
0
200
3798
3026
8164
Selogiri
2,047
1376
0
0
58
0
0
864
2298
673
5018
Wonogiri
1,100
2482
0
60
0
0
0
1680
4222
2970
8292
Ngadirojo
2,425
5781
0
0
0
0
0
250
6031
870
9326
Sidoharjo
1,905
2337
0
0
0
31
0
741
3109
706
5720
Jatiroto
1,088
3359
0
0
0
0
0
1315
4674
515
6277
Kismantoro
1,115
1256
0
0
0
0
0
2316
3572
2299
6986
Purwantoro
1,430
2841
0
0
0
0
167
191
3199
1324
5953
Bulukerto
1,012
1274
0
0
0
0
0
739
2013
1027
4052
Slogohimo
1,650
1836
0
0
448
0
0
1515
3799
966
6415
Jatisrono
1,425
2942
0
0
0
0
0
8
2950
628
5003
Jatipurno
1,134
1782
0
0
163
0
0
1228
3173
1239
5546
Girimarto
1,655
2142
0
0
356
3
0
557
3058
1524
6237
Puh Pelem
399
2354
0
0
0
1
0
254
2609
154
3162
32,170
88836
0
473
3821
986
167
17666
111949
38117
182236
32
Sementara tdk diush
Luas Baku
Pracimantoro
JUMLAH
Tegal/kebun
Lainnya
Sawah 961
3.4.
Kabupaten Magelang 3.4.1. Sumberdaya Pertanian Kabupaten Magelang mempunyai wilayah seluas 108.573 ha. Dari wilayah
seluas itu, terdiri atas lahan sawah sekitar (34,05 %), lahan kering sekitar (38,61 %) dan sisanya bukan lahan pertanian sekitar (27,34 %) (Gambar 3.1). Lahan sawah di Kabupaten Magelang mayoritas adalah lahan sawah irigasi sederhana yaitu sekitar 26,33%. Untuk lahan kering didominasi oleh tegal/kebun dengan luasan sekitar 84,66 % dari seluruh lahan kering di Kab. Magelang (Tabel 3.1). Seiring dengan terjadinya proses urbanisasi dan pengembangan ekonomi di wilayah Magelang, maka terjadi konversi lahan termasuk lahan sawah. Pada Tabel 17 terlihat selama tiga tahun (2009-2012) terjadi konversi lahan sawah. Konversi lahan irigasi teknis mencapai 446 hektar lebih kecil dibandingkan konversi lahan sawah irigasi setengah teknis yang mencapai 680 hektar.
Dari Tabel 17 terlihat bahwa konversi lahan
sawah tidak hanya untuk irigasi setengah teknis dan teknis, namun juga pada irigasi sederhana dan lahan sawah tadah hujan.
Gambar 3.1. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kab. Magelang, 2012 Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang letaknya berbatasan dengan beberapa kabupaten dan kota, antara lain Kabupaten Temanggung, Semarang, Boyolali, Purworejo, Wonosobo, serta Kota Magelang dan Provinsi Daerah Iistimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan data curah hujan tahun 2008, jumlah curah hujan bervariasi antar bulan, paling banyak pada 33
bulan November sebesar 8282 dan bulan Maret (8016 m2) dengan hari hujan banyak juga bulan Maret (305 m2). Berdasarkan curah hujan tersebut Kabupaten Magelang sangat potensial untuk menghasilkan prduksi pertanian baik untuk lahan sawah maupun lahan kering dataran tinggi. Tabel 17. Lahan sawah Menurut Kriteria di Kab. Magelang, 2012
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang, 2013
3.4.2. Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Magelang pada tahun 2012 sejumlah 1.219.371 jiwa yang terdiri dari 611.711 jiwa berjenis kelamin lakilaki dan 607.660 jiwa berjenis kelamin perempuan. Laju pertumbuhan penduduk tahun 2000-2010 sebesar 0,62 % lebih rendah daripada tahun 1990-2000 (0,91%). Kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Mertoyudan yaitu sebesar 109.147 jiwa atau sekitar 8,95 % dari total penduduk di Kabupaten Magelang. Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Kajoran yaitu sebesar 617 jiwa/km2. Hal ini disebabkan secara 34
geografi wilayah Kecamatan Kajoran ini berbukit bukit dan sangat luas yaitu sebesar 83,41 km2 dan hanya berpenduduk 51.477 jiwa. …… Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga kerja, Sosial dan Transmigrasi Kabupaten Magelang tahun 2012, sebagian besar berasal dari lulusan Sekolah Menengah Atas (3.307 orang atau sekitar 69,63 % dari seluruh pencari kerja terdaftar). Dari seluruh pencari kerja terdaftar hanya dapat diterserap sebanyak 2.070 orang atau hanya sebesar 43,59 % dari total pencari kerja. Salah satu yang mempengarui kualitas tenaga kerja adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan akan semakin terampil dan mudah untuk mengerjakan pekerjaan yang menjadi bidangnya. Pada Tabel 18, sebagian besar angkatan kerja yang bekerja ternyata mempunyai kualifikasi tingkat pendidikan rendah setingkat SD. Tabel 18. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yg Bekerja Seminggu Yang Lalu Menurut Tingkat Pendidikan, 2012
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang, 2013
Kabupaten Magelang termasuk salah satu wilayah potensi di bidang pertanian seperti terlihat dari penggunaan lahannya. Hal ini juga terlihat dari sumber mata pencaharian penduduknya, dimana yang terbanyak adalah bekerja di pertanian (Tabel 19). Kemudian diikuti dari sektor perdagangan dan hotel serta industri. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani harus terus dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berbagai program pertanian menjadi pemicu untuk meningkatkan produktivitas pertanian. 35
Tabel 19. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yg Bekerja Seminggu Yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2012
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang, 2013
3.5.
Kabupaten Temanggung 3.5.1.
Iklim
Kabupaten Temanggung sebagian besar merupakan daerah dataran dengan ketinggian antara 500 m – 1450 m dpl. Secara geografis Kabupaten Temanggung terletak antara 110o 23' – 110o 46'30" Bujur Timur 7o14' – 7o32'35" Lintang Selatan. Batas - batas wilayah Kabupaten Temanggung adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Wonosobo dan sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang. Secara klimatologi, Kabupaten Temanggung memiliki dua musim yaitu musim kemarau antara bulan April sampai dengan September dan musim penghujan antara bulan Oktober sampai dengan Maret.
3.5.2.
Sumberdaya Lahan
Kabupaten Temanggung secara administrasi terdiri dari 20 kecamatan, dilihat dari luas areal lahan maka wilayah ini memiliki luas areal seluas 87.065 ha dengan penggunaannya sebagai lahan sawah seluas 20.634 ha (23.70 %), bukan lahan 36
sawah sawah 66.431 ha (76.30 %). Distribusi penggunaan lahan menurut jenis lahan dan kecamatan di Kabupaten Temanggung dapat disimak pada Tabel 20. Tabel 20. Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Di Kabupaten Temanggung , 2012 ( Hektar )
Kecamatan
Lahan Sawah
Bukan Lahan Sawah
Jumlah
Prosentase
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Parakan
1 223
1 000
2 223
2,55
2. Kledung
247
2 974
3 221
3,70
3. Bansari
619
1 635
2 254
2,59
4. B u l u
1 364
2 940
4 304
4,94
5. Temanggung
1 890
1 449
3 339
3,84
6. Tlogomulyo
385
2 099
2 484
2,85
7. Tembarak
752
1 932
2 684
3,08
8. Selopampang
790
939
1 729
1,99
9. Kranggan
1 425
4 336
5 761
6,62
10. Pringsurat
639
5 088
5 728
6,58
11. Kaloran
1 436
4 956
6 392
7,34
12. Kandangan
1 516
6 320
7 836
9,00
13. K e d u
2 190
1 306
3 496
4,02
14. Ngadirejo
1 505
3 826
5 331
6,12
15. J u m o
1 278
1 654
2 932
3,37
643
6 068
6 711
7,71
16. Gemawang 17. Candiroto
1 195
4 799
5 994
6,88
18. Bejen
678
6 206
6 884
7,91
19. Tretep
57
3 308
3 365
3,86
802
3 596
4 398
5,05
87 065
100,00
20. Wonoboyo
Jumlah
20 634
66 431
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung, 2013
Dari lahan sawah seluas 20.634 ha tersebut, dilihat dari kelas irigasi maka luas lahan sawah tersebut terdiri dari lahan sawah beririgasi teknis seluas 4641, sawah irigasi setengah teknis 8.538 ha, sawah dengan irigasi sederhana PU seluas 2.989 ha, lahan sawah dengan irigasi sederhana non PU seluas 3.525 ha dan sawah tadah hujan seluas 941 ha. Sementara lahan non sawah seluas 66.431 ha terdiri dari lahan hutan negara maupun hutan rakyat seluas 16.117, lahan perkebunan negara 37
maupun perkebunan swasta seluas 10.816 ha dan lahan lainnya seluas 2.100 ha. Distribusi penggunaan lahan sawah menurut jenis irigasi dan kecamatan di Kabupaten Temanggung dapat disimak pada Tabel 21.
Tabel 21. Luas Penggunaan Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan per Kecamatan di Kabupaten Temanggung , 2012 ( Hektar )
Kecamatan
Pengairan Teknis
Pengairan Setengah Teknis
Pengairan Sederhana PU
(1)
(2)
(3)
(4)
1. Parakan
417
2. Kledung 3. Bansari
637
75
-
17
100
-
396
113
4. B u l u
170
588
546
5. Temanggung
684
530
164
6. Tlogomulyo
-
268
103
7. Tembarak
292
302
93
8. Selopampang
372
301
-
9. Kranggan
512
142
80
10. Pringsurat
284
111
37
11. Kaloran
197
889
277
12. Kandangan
188
232
346
13. K e d u
1 162
931
59
14. Ngadirejo
164
966
375
15. J u m o
199
861
190
16. Gemawang
-
198
248
17. Candiroto
-
965
24
18. Bejen
-
-
30
19. Tretep
-
47
-
20. Wonoboyo
-
157
129
Jumlah
4 641
8 538
2 989
Sumber Data :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung, 2013
38
Lanjutan tabel 21
Kecamatan
Pengairan Sederhana Non-PU
Tadah Hujan
Jumlah
(1)
(5)
(6)
(7)
1. Parakan
91
3
1 223
2. Kledung
247
130
-
3. Bansari
-
110
619
4. B u l u
-
60
1 364
5. Temanggung
511
1
1 890
6. Tlogomulyo
14
-
385
7. Tembarak
65
-
752
8. Selopampang
96
-
790
9. Kranggan
682
9
1 425
10. Pringsurat
63
144
639
11. Kaloran 12. Kandangan 13. K e d u 14. Ngadirejo 15. J u m o
-
73
1 436
532
218
1 516
36
2
2 190
-
-
1 505
-
28
1 278
73
124
643
17. Candiroto
178
28
1 195
18. Bejen
533
115
678
16. Gemawang
19. Tretep
10
-
57
20. Wonoboyo
511
5
802
Jumlah
3 525
941
20 634
Sumber Data :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung, 2013
39
Lanjutan tabel 21.
Kecamatan
Hutan Negara / Rakyat
Perkebunan Negara / Swasta
Lahan Lainnya
Jumlah
(1)
(5)
(6)
(7)
(8)
1. Parakan
135
16
62
1 000
2. Kledung
680
-
32
2 974
3. Bansari
647
27
1
1 635
4. B u l u
411
-
59
2 940
5. Temanggung
14
9
257
1 449
6. Tlogomulyo
190
-
54
2 099
7. Tembarak
640
62
32
1 932
8. Selopampang
115
29
17
939
9. Kranggan
-
697
352
4 336
10. Pringsurat
590
1 375
176
5 088
11. Kaloran 12. Kandangan 13. K e d u 14. Ngadirejo 15. J u m o
22
1 590
95
4 956
727
2 629
442
6 320
50
230
76
1 306
2 174
14
55
3 826
325
791
48
1 654
16. Gemawang
1 544
2 190
120
6 068
17. Candiroto
2 308
-
100
4 799
18. Bejen
3 547
439
58
6 206
19. Tretep 20. Wonoboyo Jumlah Sumber Data :
887
-
29
3 308
1 111
718
35
3 596
16 117
10 816
2 100
66 431
Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung, 2013
40
IV.
4.1.
SISTEM KOORDINASI DALAM PERSIAPAN PELAKSANAAN UPSUS PADI JAGUNG DAN KEDELAI
Klaten 4.1.1.
Sistem Koordinasi serta Mekanisme Pengumpulan dan Pelaporan Data dan Informasi
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
Nomor
131/Permentan/OT.140/12/2014 tentang “Mekanisme dan Hubungan Kerja antar Lembaga yang Membidangi Pertanian Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Strategis Nasional” menjelaskan: (1) Pada pasal 1, dikemukakan bahwa mekanisme kerja antar lembaga yang membidangi pertanian dalam mendukung peningkatan produksi pangan strategis nasional sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; dan (2) Pada pasal 2, mekanisme dan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan sebagai acuan pelaksanaan tugas masing-masing lembaga dalam mendukung peningkatan produksi pangan strategis nasional. Pada lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia tentang “Mekanisme dan hubungan kerja antar lembaga yang membidangi pertanian dalam mendukung peningkatan produksi pangan strategis nasional” pada Bab II bahwa susunan organisasi penyelenggara peningkatan produksi pangan strategis nasional, terdiri atas: 1. Kecamatan
: Tim Pelaksana Kecamatan.
2. Kabupaten/Kota : Tim Pelaksana Kabupaten/Kota. 3. Provinsi
: Tim Pembina
4. Pusat
: Tim Pengendali
Tim Pelaksana Kecamatan mempunyai tugas: 1. Melaksanakan kegiatan peningkatan produksi
pangan strategis nasional
yang telah ditetapkan oleh kabupaten/kota, yang meliputi: (a) Penetapan target produksi/produktivitas, kebutuhan sarana dan prasarana, paket teknologi, penyenggaraan penyuluhan, dan pembiayaan dalam peningkatan produksi pangan strategis nasional di kelompok tani; (b) Pengusulan calon 41
petani dan calon lokasi kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional yang telah ditetapkan kawasannya; (c) Penetapan sasaran dan realisasi luas areal tanam, sasaran dan realisasi luas panen, Indeks Pertanaman
(IP),
luas
lahan
penggembalaan,
produksi/populasi
dan
produktivitas; (d) Pendataan intensitas dan luas serangan hama penyakit dan dampak perubahan iklim (DPI), kebanjiran dan kekeringan, dan potensi serangan hama penyakit; (e) Pendataan angka kesakitan, angka kematian, dan wilayah tertular; (f) Pendampingan dan pengawalan dalam penyusunan Rencana
Definitif
Kelompok/Rencana
Defenitif
Kebutuhan
Kelompok
(RDK/RDKK); (g) Pengusulan kebutuhan anggaran pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional di kecamatan; dan (h) Fasilitasi pengembangan kemitraan petani/kelompok tani dan pelaku usaha. 2. Melaksanakan Latihan, Kunjungan dan Supervisi (LAKUSUSI), dan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 3. Melakukan identifikasi permasalahan dan upaya pemecahannya. 4. Menyusun laporan pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 5. Melaporkan hasil pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional secara berkala kepada Bupati/Walikota. Hubungan kerja Tim Pelaksana Kabupaten/Kota dengan Tim Pelaksana kecamatan adalah hubungan koordinasi pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. Hubungan kerja tersebut dimaksudkan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan penyediaan sarana prasarana sesuai kebutuhan programa penyuluhan yang mendukung produksi pangan strategis nasional. Koordinasi difokuskan pada : 1. Memantau pelaksanaan pencapaian target peningkatan produksi pangan strategis nasional di kecamatan; 2. Memantau penyaluran sarana produksi di kecamatan; 3. Memantau penerapan rekomendasi teknologi spesifik lokasi kecamatan; 4. Memantau pelaksanaan pendampingan penyuluh dalam penerapan teknologi di petani;
42
5. Memantau terjadinya eksplosi organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyakit hewan di kecamatan; 6. Memantau terjadinya bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi) yang menyebabkan terjadinya puso dan kematian ternak sapi dan kerbau di kecamatan. Tim Pelaksana Kabupaten/Kota mempunyai tugas: 1. Menyusun rencana kerja pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional,
meliputi:
(a)
Penetapan
masing-masing
target
produksi/produktivitas, kebutuhan sarana dan prasarana, paket teknologi, penyenggaraan penyuluhan, dan pembiayaan dalam peningkatan produksi pangan strategis nasional di desa; (b) Penetapan sasaran dan realisasi luas areal tanam, sasaran dan realisasi luas panen, Indeks Pertanaman (IP), luas lahan penggembalaan, produksi/populasi dan produktivitas; (c) Pendataan intensitas dan luas serangan hama penyakit dan DPI, kebanjiran dan kekeringan, dan potensi serangan hama penyakit; (d) Pendataan angka kesakitan, angka kematian, dan wilayah tertular; (e) Penetapan sentra produksi pangan strategis nasional berdasarkan luas areal, luas tanam, luas panen dan luas lahan penggembalaan; (f) Pengusulan dan penetapan calon petani dan calon lokasi kegiatan peningkatan produkdi pangan strategis nasional yang telah ditetapkan kawasannya; (g) Pelaksanaan penyuluhan pertanian,
pengawalan,
dan
pendampingan
teknologi
serta
realisasi
penerapan teknologi (varietas, bibit, pupuk, pakan, pascapanen, pola tanam, kalender tanam, dan RDK/RDKK; (h) Pengalokasian kebutuhan anggaran kegiatan pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional; (i) Penetapan program/kegiatan di wilayah kerja BP3K agar memenuhi skala ekonomi kawasan masing-masing komoditas. 2. Melaksanakan
supervisi,
monitoring
dan
evaluasi
terpadu
kegiatan
peningkatan produksi pangan strategis nasional. 3. Menyusun laporan pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 4. Melaporkan hasil pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional kepada Bupati/Walikota. 43
Tim Pembina Provinsi mempunya tugas: 1. Menyusun rencana kerja pembinaan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional yang meliputi: (a) Penetapan target produksi pangan strategis
nasional,
kebutuhan
sarana
prasarana,
paket
teknologi,
penyelenggaraan penyuluhan, pembiayaan dalam peningkatan produksi pangan strategis nasional di kecamatan; (b) Penetapan sentra produksi pangan strategis nasional berdasarkan
jumlah produksi, luas tanam, luas
panen, populasi ternak; (c) Kompilasi data calon petani dan calon lokasi kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional, (d) Pengalokasian anggaran kegiatan pembinaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 2. Melaksanakan
supervisi,
monitoring
dan
evaluasi
terpadu
kegiatan
peningkatan produksi pangan strategis nasional. 3. Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan pembinaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 4. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pembinaan peningkatan produksi pangan strategis nasional kepada Gubernur. 5. Mengarahkan program/kegiatan di BP3K agar memenuhi skala ekonomi kawasan masing-masing komoditas. Hubungan kerja Tim Pelaksana Kabupaten/Kota dengan Tim Pembina Provinsi adalah hubungan koordinasi pembinaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. Hubungan kerja tersebut dimaksudkan dalam melakukan perumusan program dan rencana kerja penelitian dan pengembangan, penyuluhan, prasarana dan sarana mendukung program peningkatan produksi pangan strategis nasional di kabupaten/kota. Tim pembina melaksanakan Koordinasi dan komunikasi dua arah dengan Tim Pelaksana Kabupaten yang meliputi: 1. Memantau pelaksanaan pencapaian target peningkatan produksi pangan strategis nasional di kabupaten/kota; 2. Memantau penyaluran sarana produksi di kabupaten/kota;
44
3. Memantau
penerapan
rekomendasi
teknologi
spesifik
lokasi
kabupaten/kota; 4. Memantau pelaksanaan pendampingan penyuluh dalam penerapan teknologi di petani; 5. Dalam keadaan khusus Tim Pembina Provinsi dengan Tim Pelaksana Kabupaten/Kota memantau terjadinya eksplosi organisme pengganggu tanaman dan penyakit hewan di kecamatan; 6. Dalam keadaan khusus Tim Pembina Provinsi dengan Tim Pelaksana Kabupaten/Kota memantau terjadinya bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi) yang menyebabkan terjadinya puso dan kematian ternak sapi dan kerbau di kecamatan. Tugas tim pengendali di pusat; 1. Menyusun petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) peningkatan produksi pangan strategis nasional oleh masing-masing Direktorat Jenderal Teknis. 2. Menyusun rencana kerja pengendalian kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional yang meliputi: (a) Penetapan masing-masing target produksi pangan strategis nasional, kebutuhan sarana prasarana, paket teknologi, penyelenggaraan penyuluhan, pembiayaan dalam peningkatan produksi pangan strategis nasional di kabupaten/kota; (b) Penetapan sentra/kawasan produksi pangan strategis nasional berdasarkan luas areal, luas tanam, luas panen; (c) Kompilasi data calon petani dan calon lokasi kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional, (d) Pengalokasian kebutuhan anggaran kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 3. Melaksanakan
supervisi,
monitoring
dan
evaluasi
terpadu
kegiatan
peningkatan produksi pangan strategis nasional. 4. Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan pengendalian peningkatan produksi pangan strategis nasional. 5. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pengendalian peningkatan produksi pangan strategis nasional.
45
Hubungan kerja Tim Pengendali Pusat dengan Tim Pembina Provinsi adalah hubungan koordinasi pengendalian program peningkatan produksi pangan strategis nasional. Hubungan ini ditujukan untuk: 1. Memantau pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional; 2. Memantau pencapaian target peningkatan produksi pangan strategis nasional; 3. Mengidentifikasi permasalahan dan upaya pemecahannya; 4. Dalam keadaan khusus Tim Pengendali dan Tim Pembina Provinsi memantau terjadinya eksplosi organisme pengganggu tanaman yang berpengaruh secara nyata terhadap penurunan produksi; 5. Dalam keadaan khusus Tim Pengendali dan Tim Pembina Provinsi memantau terjadinya bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi) yang menyebabkan terjadinya puso dan kematian ternak sapi dan kerbau. Hubungan
kerja
antar
instansi
teknis
pertanian
lingkup
Pemerintah
Kabupaten/Kota dan unsur penyuluh pendamping dari BPTP dalam Tim Pelaksana Kabupaten/Kota adalah hubungan kerja koordinatif fungsional sesuai dengan tugas masing-masing dalam pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis nasional.
Selanjutnya, hubungan kerja antar instansi teknis pertanian lingkup
Pemerintah Provinsi dan UPT lingkup Kementerian Pertanian dalam Tim Pembina adalah hubungan kerja koordinatif fungsional sesuai dengan tugas masing-masing dalam pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis nasional. Demikian pula, hubungan kerja antar instansi Eselon I teknis pertanian lingkup Kementerian Pertanian dalam Tim Pengendali adalah hubungan kerja koordinatif fungsional sesuai dengan tugas masing-masing dalam pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis nasional. Mekanisme sistem koordinasi dibangun dengan melibatkan PPL, Koordinator PPL/Mantri Tani, dan UPTD, baru ke Dinas Pertanian Kabupaten Kalten dan selanjutnya ke Kementrian Pertanian Pusat melalui Kapus PSEKP/Staf yang ditugaskan. Data yang dilakukan sesuai dengan form yang telah disiapkan oleh BP
46
SDM, yang mencakup luas baku sawah, luas tanam, luas panen, produktivitas, produksi, dan IP, serta nama penyuluh dan No HP. Penyuluh. Berdasarkan hasil pertemuan dengan Dinas Pertanian (Kabid Produksi, KJF, dan staf lainnya) disepakati bahwa pengumpulan data dan pelaporan data dapat dilakukan sifatnya dua mingguan, namun karena dari pusat mengharuskan pengumpulan data mingguan akan diupyakan, pengumpulan data tahap awal akan dikumpulkan pada hari Kamis-Jumat tanggal dan data dikirimkan pada hari selasa minggu depannya.
4.1.2.
Sasaran Produksi Pangan Propinsi Jateng dan Klaten 2015
Sasaran awal produksi Padi, Jagung, Kedelai pada Tahun 2015 di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Berdasarkan tabel tersebut memberikan beberapa gambaran sebagai berikut: (1) Sasaran luas tanam padi, jagung dan kedelai di Provinsi Jawa Tengah secara berturut-turut untuk padi seluas 1.892.562 Ha, jagung seluas 552.690 Ha, dan kedelai 96.998 Ha; (2) Sasaran luas panen padi, jagung dan kedelai di Provinsi Jawa Tengah secara berturut-turut untuk padi seluas 1.892.360 Ha, jagung seluas 550.901 Ha, dan kedelai seluas 93.267 Ha; (3) Sasaran produktivitas padi, jagung dan kedelai di Provinsi Jawa Tengah secara berturut-turut untuk padi sebesar 60,12 Ku/Ha, jagung sebesar 55,13 Ku/Ha, dan kedelai sebrsar 14,99 Ku/Ha; dan (4) Berdasarkan sasaran luas areal panen dan produktivitas yang mungkin dapat dicapai tersebut maka saranan produksi padi di Provinsi Jawa Tengah ditetapkan sebesar 11.136.967 ton, jagung 3.037.317 ton, dan 139.900 ton. Tabel 22. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2015. No.
Uraian
Komoditas Padi
Jagung
Kedelai
1.
Luas tanam (ha)
1.892.562
552.690
96.998
2.
Luas panen (ha)
1.892.360
550.901
93.267
3.
Produktivitas (Ku/ha)
60,12
55,13
14,99
47
4.
Produksi (ton)
11.136.967
3.037.317
139.900
Sasaran awal produksi Padi, Jagung, Kedelai pada Tahun 2015 di kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 23 berikut. Berdasarkan tabel tersebut merefleksikan beberapa hal pokok sebagai berikut: (1) Sasaran luas tanam padi, jagung dan kedelai di Kabupaten Klaten secara berturut-turut untuk padi seluas
62.885 Ha,
jagung seluas 9.126 Ha, dan kedelai 2.786 Ha; (2) Sasaran luas panen padi, jagung dan kedelai di Kabupaten Klaten secara berturut-turut untuk padi seluas 62.688 Ha, jagung seluas 9.321 Ha, dan kedelai seluas
2.940 Ha; (3) Sasaran produktivitas
padi, jagung dan kedelai di Kabupaten Klaten secara berturut-turut untuk padi sebesar 61,84 Ku/Ha, jagung sebesar 70.00 Ku/Ha, dan kedelai sebesar 16,24 Ku/Ha; dan (4) Berdasarkan sasaran luas areal panen dan produktivitas yang mungkin dapat dicapai tersebut maka saranan produksi di Kabupaten Klaten ditetapkan untuk padi sebesar 387.833 ton, jagung 65.137 ton, dan 4.775 ton. Tabel 23. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Kabupaten Klaten, Tahun 2015. No.
Uraian
Komoditas Padi
Jagung
Kedelai
1.
Luas tanam (ha)
62.885
9.126
2.786
2.
Luas panen (ha)
62.688
9.321
2.940
3.
Produktivitas (Ku/ha)
61,84
70.00
16,24
4.
Produksi (ton)
387.833
65.137
4.775
4.1.3.
Langkah Pengawalan dan Pendampingan
Pentingnya ketersediaan data dasar dalam pengawalan dan pendampingan oleh penyuluh pertanian lapang: (1) Luas baku lahan, (2) Pola tanam, (3) Kebutuhan saprotan, (4) Ketersediaan alsintan, (5) Sarana penunjang (kios pertanian, lembaga keuangan, UPJA, buruh tandur dll), (6) Iklim, dan (7) Faktor-faktor lainnya. Selanjutnya
menentukan
target
atau
sasaran
48
produksi
dengan
melakukan
breakdown kecamatan menurut propinsi terutama terkait data: (1) Luas tanam, (2) Luas panen, (3) Produktivitas, dan (4) Produksi. Melakukan identifikasi permasalahan-permasalahan pokok yang mungkin dihadapi, baik permasalahan yang bersifat teknis, ekonomi, maupun sosialkelembagaan.
Aspek teknis terkait dengan teknologi dan biofisik. Permasalahan
aspek teknologi mencakup: (1) Penyiapan benih unggul bermutu/umur benih yang optimal; (2) Penetapan jumlah populasi tanaman dalam luasan tertentu; (3) Cara taman (tegel/legowo), (4) Bagaimana melakukan pemupukan secara lengkap dan berimbang, (5) Pengendalian OPT utama (Wereng Coklat, Tikus, Kresek/busuk akar), (6) Masalah pengairan mencakup ketersediaan air irigasi, kontinyuitas pasokan air, serta kondisi infrastruktur irigasi; (7) Masalah panen dan pasca panen. Masih terkait aspek teknis adalah masalah ketersediaan sarana produksi pertanian dan alsintan.
Ketersediaan sarana produksi mencakup: benih, pupuk, dan obat-
obatan yang mencakup 6 tepat (tepat tempat, jenis, jumlah, mutu, harga, waktu). Masalah ketersediaan alat dan mesin pertanian mencakup : (1) Ketersediaan alat olah tanah (traktor), (2) Alat Tanam (transplanter), (3) Alat untuk pemeliharaan, (4) Alat untuk pengendalian OPT, dan (5) Alat panen dan pasca panen (sabit bergerigi, power thresher, drying). Permasalahan kelembagaan dan pelaku utama.
Pentingnya melakukan
membangun sistem koordinasi antara kelembagaan komunitas, kelembagaan pemerintah ditingkat lokal dan kelembagaan ekonomi.
Kelembagaan Penyuluhan:
(1) Pentingnya peningkatan pengetahuan bagi tenaga penyuluh, (2) Penyebaran materi penyuluhan, (3) Pentingnya peningkatan keterampilan teknis, (4) Pentingnya peningkatan kapabilitas manajerial petani. Oleh karena itu pentingnya melakukan kegiatan pelatihan untuk penyuluh dan petani, magang , alat bantu penyuluhan, sekolah lapang. Permasalahan terkait faktor ekonomi adalah masalah permodalan serta jaminan pasar dan harga. Permodalan sangat berguna dalam membeli sarana produksi dan menerapkan teknologi yang dianjurkan. Adanya harga yang memberikan insentif berusahatani bagi petani sangat penting. Pada kondisi hargaharga produksi hasil pertanian yang ada sekarang ini, petani lebih memilih usaha
49
non pertanian dari pada pertanian, memilih usahatani padi dibandingkan palawija (jagung dan kedelai) dan lebih memilih jagung dibandingkan kedelai. Diperkirakan target produksi padi dan jagung di Kabupaten Klaten sangat mungkin dapat dicapai, namun pencapaian produksi kedelai dirasakan sangat berat. Hal ini terkait tidak adanya insentif harga untuk komoditas kedelai, kurangnya ketersediaan benih unggul bersertifikat, dan penggunaan lahannya bersaing dengan komoditas lain. Aspek kebijakan, dapat difokuskan pada : (1) kebijakan subsidi benih dan pupuk; (2) kebijakan kredit program atau subsidi bunga, (3) pembangunan infrastrutur pertanian (irigasi dan jalan usahatani), (4) kebijakan Harga Pokok Pembelian padi, jagung dan kedelai yang berpihak kepada petani.
4.2.
Sukoharjo Landasan koordinasi pelaksanaan Upsus Padi Jagung dan Kedelai (PJK),
didasarkan kepada struktur organisasi penyelenggara peningkatan produksi pangan strategis nasional, yang di SK kan oleh Kementerian Pertanian No. 131/Permentan/ OT.140/12/2014.
Dalam
Bab
II
SK
tersebut
memuat
tentang
organisasi
Penyelenggaran Peningkatan Produksi Pangan Strategis Nasional, dimana tim pelaksana ada 4 level yakni : (a) Tim Pelaksana Kecamatan, (b) Tim Pelaksana Kabupaten/Kota, (c) Tim Pelaksana Pembina dan (d) Tim Pelaksana Pengendali. Ada dua sistim koordinasi pelaksanaan Upsus, yakni koordinasi untuk tingkat regional Jawa Tengah dilaksanakan di kabupaten Klaten dihadiri oleh seluruh stakeholder yang ada di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Pusat, seperti para Kepala Dinas Pertanian, para Eselon II Pusat, Pangdam, dan para Kodim di lingkup Jawa Tengah. Pada koordinasi ini lebih kepada mengukuhkan dan sosialisasi tentang program Upsus Padi Jagung Kedele, kondisi sebelumnya saat ini dan target yang ingin di capai. Sistem koordinasi di dalam pelaksanaan Upsus Padi, Jagung, dan Kedele di Kabupaten Sukoharjo adalah dipusatkan di Dinas Pertanian Tanaman Pangan di kabupaten Sukoharjo. Untuk tingkat Kabupaten Sukoharjo, koordinasi pernah dilakukan beberapa kali. Koordinasi pertama, dilaksanakan pada bulan Februari 2015 50
yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian, Kepala Pusat Sosial Eknomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Kepala Badan Penyuluhan Pertanian, Staf dari Ditjen PSP, BPTP Jateng, LO dan para pendamping. Koordinasi pertama ini lebih kepada persiapan kunjungan kerja Menteri Pertanian dan Presiden RI dalam rangka peninjauan kondisi jaringan irigasi tersier, kunjungan terhadap pertanian modern, dan pembagian alsintan di Kabupaten Sukoharjo. Koordinasi kedua lebih bersifat teknis, dilaksankan pada bulan Maret 2015 yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian Sukoharjo, Kepala PSEKP, Pendamping, para Kabid dan Kasi terkait, serta para KCD dan koordinator penyuluh dari seluruh kecamatan di kabupaten Sukoharjo. Koordinasi yang dilaksanakan lebih bersifat teknis dan menyamakan pandangan terutama mengenai pengumpulan data. Data apa yang dikumpulkan, kapan jadwal pengumpulannya, form isiannya seperti apa, templatenya seperti apa. Hasil dari koordinasi ini adalah lancarnya pengisian form mulai dari desa, kecamatan sampai dengan di kabupaten dan pusat. Di dalam SK Kementan, dinyatakan baik pada bab tugas masing-masing lembaga maupun di dalam mekanisme hubungan kerja, bahwa pada masing-masing lembaga terutama teknis baik dari tingkat kecamatan, kebupaten dan pusat ada tugas dan fungsi untuk mengkoordinasikan kegiatan Upsus PJK pada kegiatan yang sedang di tangani oleh masing-masing pihak. Begitu juga pada tim Pembina atau tim pengendali ada salah satu mekanisme kerjanya adalah melakukan rapat koordinasi pembinaan (Rakorbin) yang didahului dengan rapat teknis (ratek) setiap SKPD lingkup pertanian dan UPT pusat, hasilnya adalah sebagai bahan untuk di bawa ke rakorbin. Koordinasi pada Tim Kabupaten, telah dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2015. Fokus aktivitas pada kegiatan ini adalah : (1) Melakukan koordinasi dengan para petugas UPTD dan koordinator penyuluh pada lingkup kecamatan se Kabupaten Sukoharjo; (2) Menyepakati form pelaporan dari desa/kecamatan ke kabupaten dan dari kabupaten ke pusat; (3) Mengsinkronkan data yang masih simpang-siur terutama mengenai kemajuan realisasi tanam, realisasi panen dan penetapan luas sasaran tanam setelah adanya tambahan target yang di instruksikan Presiden RI; (4) Pencarian penjelasan tentang kemajuan program UPSUS PJK termasuk penyerapan anggaran, pembagian alsintan, dan sara produksi pertanian; dan (5) Melakukan 51
peninjauan calon lokasi dan kelompok sasaran atau petani dalam rangka mencari peluang trigger ekonomi dari sektor pertanian. Koordinasi dilaksanakan di ruangan Aula Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang dihadiri oleh sekitar 70 orang yang terdiri dari Kepala UPTD Kecamatan dilingkup Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo, para PPL sekabupaten Sukoharjo, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kepala Seksi Tanaman Pangan, Staf kelompok Fungsional, Kepala Pusat PSEKP, dan Kepala Dinas Pertanian. Hasil dari koordinasi tersebut utamanya adalah menyepakati mekanisme sistim pelaporan bahwa dari daerah/kecamatan laporan harus sudah masuk pada hari Selasa dan dari kabupaten ke pusat paling lambat laopran hari Rabu pagi. Koordinasi sinkronisasi data di tingkat desa dilakukan pada hari Senin antara penyuluh dan Babinsa untuk disetorkan ke tingkat kecamatan dengan data hasil sinkronisasi. Format yang diminta dari pusat membuat bingung di daerah, ada beberapa bentuk form yang dipegang dan berubah-rubah sejak form pertama yang mereka pegang, termasuk juga jenis data yang diminta juga berubah misalnya antara menurut kasus, bulanan dan atau bersifat akumulasi. Pada koordinasi atas saran dari Kepala Dinas maka form yang diisi dari Sukoharjo agar bermanfaat juga bagi Dinas dilakukan modifikasi terutama pada Worksheet 3. Perubahan yang terjadi adalah tidak ada kolom per minggu, tetapi laporan tersebut dikirim perminggu yang memuat akumulasi data sampai minggu akhir, perubahan data minggu ini dan akumulasi sampai dengan minggu ini. Hal ini berlaku untuk perkembangan areal tanam, perkembangan areal panen. Selain itu, ada tambahan worksheet 4 dan 5 yang bentuknya sama dengan worksheet 3 untuk jagung dan kedele. Untuk memformulasikan ke form yang akan dilaporkan ke pusat menjadi tanggungjawab penanggungjawab kabupaten. Format yang disepakti di Sukoharjo adalah seperti terlampir. Mengsinkronkan
data
dilaksankan
bersama
dengan
penanggungjawab
pelaporan yaitu bagian Kelompok Fungsional dan Bagian Pangan dan Hortikultura. Hasil dari singkornisasi data ini adalah : (1) Untuk perkembangan luas tanam disepakati direkap mulai dari Oktober 2014 sampai dengan September 2015; (2) Untuk perkembangan luas panen disepakati mulai dari Januari 2015 sampai dengan Desember 2015; (3) Data yang dilaporkan disinkronkan dengan hasil SP yang 52
pelaporannya satu bulan sekali, namun untuk UPSUS para petugas mengamati setiap minggu dan melaporkan setiap hari Selasa; dan (4) Sejak pelaporan Rabu-1 bulan Maret 2015 sasaran tanam sudah disinkronkan dengan perubahan sasaran tanam ada penambahan dari 1.5 juta ton menjadi 2 juta ton di Jawa Tengah dan mengkoreksi sasaran tanam pada masing-maing kecamatan yang selama ini masih berbeda. 4.3.
Wonogiri Untuk
peningkatan produksi
padi,
jagung dan kedelai
(PJK) dalam
mendukung tercapainya swasembada, maka dilaksanakan program melalui upaya khusus (UPSUS) PJK. Dalam pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai tersebut, lahan merupakan salah satu faktor produksi utama, selain itu ketersediaan air. Dalam program UPSUS PJK, antara lain melalui kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RIJT) dan kegiatan pendukung lainnya. Kabupaten Wonogiri tergolong wilayah sentra ke padi, jegung dan kedelai, sehingga kegiatan UPSUS mencakup pengembangan ke tiga komoditas tersebut. Mekanisme dan hubungan kerja antar lembaga dalam rangka UPSUS peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai dalam pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung, serta swassembada kedelai mengacu pada Permentan 131/Permentan/OT.140/120/2014 tentang Mekanisme dan hubungan kerja antar lembaga yang membidangipertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Nasional. Dalam SK tersebut, menunjuk salah satu Tim Supervisi dan Pendampingan adalah Kepala PSEKP yang membawahi 5 wilayah Kabupaten (Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Magelang dan Temanggung) yang tercakup dalam wilayah Pokja IV. Dalam pelaksanaan di lapang ditunjuk 5 orang peneliti PSEKP sebagai penanggung jawab
masing-masing kabupaten.
Dalam persiapan
pelaksanaan Upsus telah dilakukan serangkaian kegiatan di tingkat kabupaten seperti telah dirangkum pada Tabel 24. Keterlibatan instansi terkait di pusat dan daerah diperlukan untuk menjamin efektivitas pelaksanaan pencapaian swasembada komoditas pangan strategis tersebut.
Dalam pelaksanaannya mengacu pada Pedoman Umum yang disusun
melalui Peraturan Menteri Pertanian RI, Nomor 03/Permentan/ar.140/2015 tentang 53
Pedoman UPSUS peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukung Tahun Anggaran 2015. Di tingkat Kabupaten, Bupati membentuk Tim pelaksana teknis UPSUS peningkataan produksi padi, jagung dan kedelai, perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukungnya tingkat kabupaten dipimpin oleh Kepala Dinas Pertanian, dalam hal ini di Kabupaten Wonogiri adalah Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) dengan anggota dari Dinas TPH termasuk Koordinator Jabatan Fungsional (KJF). Namun demikian sampai akhir Maret 2015, SK penunjukan belum disusun (masih draft) sehingga dalam pelaksanaan masih belum terkoordinasi dengan baik. Sebagai contoh untuk tanggung jawab data mingguan (tambah tanam, panen dan produksi) dilakukan di Sub Bid Produksi Tanaman Pangan, Kabid Tanaman Pangan, sementara untuk perkembangan kegiatan yang terkait dengan prasarana berada di Bidang Sapras, dengan kurangnya koordinasi diantara pelaksana tersebut terkadang pelaporan data mingguan tidak sinkron. Untuk tahap awal
lebih kepada menggali data tahun 2014 dengan fokus
untuk tanaman padi, jagung dan kedelai. Data perkembangan luas areal tanam, panen, produktivitas dan produksi dengan berbagai data penunjangnya termasuk sarana dan prasarana, infrastruktur, jenis lahan menurut jenis irigasi, serta data penyuluh
dan gapoktan/kelompok tani. Untuk selanjutnya melakukan koordinasi
dan penjadwalan serta pengumpulan data serta perkembangannya. Tanggal 15 Januari 2015, diadakan pertemuan dengan koordinator penyuluh kecamatan, dalam acara tersebut Tim Supervisi Pusat bersama LO UPSUS Pajale dari BPTP Jawa Tengan dan Kepala Dinas Pertanian Tanaman
dan Hortikultura
Kabupaten Wonogiri mempresentasikan tentang rencana dan pelaksanaan Program Pajale serta keterlibatan Penyuluh dalam pelaksanaan Pajale di Kabupaten Wonogiri. Jumlah Penyuluh di Kabupaten Wonogiri tercatat berjumlah 191 (92 orang PNS dan 99 orang THL) yang meliputi wilayah 294 desa. Selain itu dalam pelaksanaan di lapang (desa) juga melibatkan Babinsa yang tersebar di seluruh desa di Wonogiri. Kelembagaan pelaksana harus dikondisikan, termasuk persiapan dan perencanaan kegiatan.
Sinergitas pelaksana program UPSUS PAJALE seyogyanya harus lebih
terorganisir dengan baik.
54
Tabel 24. Perkembangan Sinkronisasi, Koordinasi dan Sosialisasi Program Upsus Padi, Jagung, Kedele di Kabupaten Wonogiri No. 1
2
15-16 Januari 2015
Kegiatan Pemerintah Daerah Bersama Petani dan TNI Mendukung Program Swasembada Pangan nasional Koordinasi dan Sosialisasi Kegiatan UPSUS Pajale: Jenis dan Sistem Pelaporan Data Mingguan
3
20 Januari 2015
Peletakan Batu Pertama Rehabilitasi Irigasi
Desa Setrorejo, Kec. Baturetno
4
24 Januari 2015? 25 Februari 2015
Workhsop Menyepakati Target dan Kinerja UPSUS Pajale Pertemuan terbatas dalam rangka koordinasi pelaporan data secara berkala
Rumah Makan Wonogiri Kodim 0728
6
26 Februari 2015
Aula Dinas Pertanian TPH Wonogiri
7
4 Maret 2015
Sosialisasi Kegiatan Ketahanan Pangan dlm Rangka Upsus Percepatan Target Produksi Pajale 2015 Rapat Koordinasi Penyuluh dan Babinsa
8
31 Maret 2015
Temu Teknis Penyuluh dalam Rangka Mendukung Kegiatan UPSUS Pajale
Rumah makan FAJAR Wonogiri
5
Tanggal 14 Januari 2015
Tempat Pendopo Klaten
Peserta Pemda, Kadistan, Bapeluh, Kodim, KTNA, Kementan
Aula Dinas Pertanian TPH Wonogiri
Kadis, Kabid, Koordinator dan sebagian penyuluh, PSEKP, BPTP, Dandim 0728, Kadistan, Gapoktan/ Poktan, P3A, Aster dan babinsa Kec. Baturetno Koordinator Penyuluh, Danramil Aster dan staf, Kasie Produksi dan Kasi Monev Dinas Pertanian TPH, PSEKP PSEKP, BPTP, Dinas Pertanian TPH (Kadis, Kabid dan KJF) serta koordinator Penyuluh BPTP, Banisa (50 orang), Penyuluh (50 orang), Koordinator Penyuluh, Dinas Pertanian TPH (Kadis, Kabid dan KJF) Seluruh Penyuluh se Kabupaten Wonogiri, Dinas Pertanian TPH Wonogiri (Sekdin, Kabid dan KJF), PSEKP, BPTP, Bapeluh Provinsi Jateng, BKDPemda Kab. Wonogiri
Aula Dinas Pertanian TPH Wonogiri
Pada tanggal 26 Februari 2015, dilakukan Pertemuan Koordinasi yang dilaksanakan di ruangan Aula Dinas Pertanian TPH.
Pada pertemuan tersebut
dihadiri oleh para koordinator Penyuluh seluruh kecamatan se Kabupaten Wonogiri, Kepala Bidang Tanaman Pangan, Kepala Seksi Produksi Tanaman Pangan, Staf kelompok Fungsional dan Koordinator Jabatan Fungsional (KJF), Kepala Pusat PSEKP, dan Kepala Dinas Pertanian. Hasil dari koordinasi tersebut utamanya adalah menyepakati mekanisme sistim pelaporan bahwa dari daerah/kecamatan laporan harus sudah masuk pada hari Selasa dan dari kabupaten ke pusat paling lambat laporan hari Rabu pagi. Koordinasi sinkronisasi data di tingkat desa dilakukan pada 55
hari Senin antara penyuluh dan Babinsa untuk disetorkan ke tingkat kecamatan dengan data hasil sinkronisasi dan direkap. Diharapkan data yang dilaporkan adalah satu ouput data yang sama (satu angka). Oleh karena itu format yang diisikan harus sama. Di tingkat Dinas Pertanian, masih belum terbentuk koordinasi yang baik, hal ini ditemukan bahwa antar bidang (Tanaman Pangan, Sarana Prasarana dan KJF) masih bekerja sendiri.
Selama ini kegiatan UPSUS PJK dianggapnya adalah
pekerjaan Bidang TPH, sementara pihak Bidang TPH mengemukakan bahwa kegiatan lebih banyak di Bidang Sapras, dan KJF sebagai sekretariat UPSUS Pajale belum berfungsi sebagaimana
dalam Pedum. Belum adanya satu persepsi dan
pandangan tentang tugas pokok dan fungsi masing-masing pihak menjadi hambatan dalam pengumpulan data, pengelolaan data di kabupaten, dan pelaporan ke provinsi dan pusat. Mengsinkronkan data dilaksanakan bersama dengan penanggungjawab pelaporan yaitu Bidang TPH. Hasil dari singkornisasi data ini adalah : (1) Untuk perkembangan luas tanam disepakati direkap mulai dari Oktober 2014 sampai dengan September 2015; (2) Untuk perkembangan luas panen disepakati mulai dari Januari 2015 sampai dengan Desember 2015, namun data realisasi panen 2014 sudah tersedia tingkat kabupaten (per kecamatan); (3) Data yang dilaporkan disinkronkan dengan hasil SP yang pelaporannya satu bulan sekali, namun untuk UPSUS para petugas mengamati setiap minggu dan melaporkan setiap hari Selasa; (4) Sejak pelaporan Rabu-1 bulan Maret 2015 sasaran tanam sudah disinkronkan dengan perubahan sasaran tanam dengan penambahan 2 juta ton di Jawa Tengah dan mengkoreksi sasaran tanam pada masing-maing kecamatan yang selama ini masih berbeda. Sehubungan dengan itu mestinya juga harus disinkronkan dengan pendataan di tingkat desa. Temu Teknis Penyuluh pada tanggal 31 Maret, yang dihadiri sekitar 200 orang yang terdiri dari penyuluh seluruh wilayah di Kabupaten Wonogiri, Sekdin dan Kepala Bidang Dinas Pertanian TPH Kab. Wonogiri serta nara sumber (Bapeluh Provinsi Jateng, BPTP Jateng, PSEKP dan BKD Kabupaten Wonogiri). Dari Bapeluh Provinsi Jateng menyampaikan tentang peran dan komitmen penyuluh dalam mendukung kegiatan UPSUS PJK, dari BPTP menyampaikan tentang teknologi dan 56
penerapannya dalam mendukung UPSUS PJK mencapai swasembada Pangan, dari PSEKP menyampaikan tentang sinkronisasi dan harmonisasi para pelaksana UPSUS PJK di daerah serta akurasi data pelaporan secara berkala dalam mensukseskan swasembada Padi Jagung dan Kedelai. 4.4.
Magelang Walaupun pemerintah melaksanakan kebijakan upaya khusus (Upsus) untuk
peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai, namun untuk Kabupaten Magelang hanya titujukan untuk komoditas padi dan jagung. Hal ini dikarenakan Kabupaten Magelang bukan merupakan sentra produksi kedelai, memiliki iklim yang kurang sesuai, petani jarang yang menanam tanaman kedelai, dan petani memiliki tanaman-tanaman alternatif yang jauh lebih menguntungkan. Untuk melaksanakan Upsus tersebut, pemerintah Kabupaten Magelang telah melaksanakan serangkaian koordinasi dan sinkronisasi dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten. Pelaksanaan koordinasi di tingkat pemerintah daerah dilakukan antara Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan, Badan Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan (BP2KP) dan Kodim Kabupaten Magelang. Sesuai dengan mekanisme kerja yang digariskan oleh Kementerian Pertanian (seperti pada Gambar 4.1).
TATA HUBUNGAN KERJA KASAD
MENTAN
PUSAT/TIM PENGENDALI
BADAN LITBANG
DITJEN PSP/TP/P2HP
PROVINSI TIM PEMBINA
BPPSDMP
GUBERNUR BPTP
DINAS TEKNIS
PENELITI/ PENYULUH
DINAS TEKNIS
KODAM
KAB/KOTA PELAKSANA
BAKORLUH
PT/BALAI/STPP
BUPATI/WALIKOTA
BP4K
KODIM
KECAMATAN/ TIM PELAKSANA
DOSEN/WI
CAMAT POPT/ PBT
UPTD
BP3K
KORAMIL
DESA
LURAH/DESA Alur Komando Alur Pengendalian Alur Pembinaan Alur Pelaksanaan Alur Koordinasi Fungsional Alur Koordinasi Operasional
BABINSA
PENYULUH
MAHASISWA
POKTAN, P3A, GAPOKTAN DAN GP3A
GO
10
Gambar 4.1. Mekanisme Hubungan Kerja Pelaksanaan Upsus
57
Bupati Magelang bertanggung jawab dalam kebijakan upsus Padi Jagung dan Kedelai di wilayahnya. Dalam implementasi di tingkat kabupaten, selain unsur dari pemda dan Kodim, juga melibatkan peneliti/penyuluh dari BPTP Jawa Tengah, dengan Liason Officer (LO) Ibu Ir. Tri Reni Prastuti, sedangkan LO dari Kodim Magelang adalah Perwira Puji Basuki. Implementasi di lapangan dari jajaran Kodim adalah melibatkan Bintara Pembina Desa (Babinsa) sekitar 302 orang dengan tugas: (1) Menggerakkan dan memotivasi petani untuk melaksanakan tanam serentak, perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi, gerakan pengendalian OPT dan panen; (2) Melaksanakan pengamanan penyaluran benih, pupuk dan alsintan serta insfrastruktur jaringan irigasi; (3) Melakukan pengawasan terhadap pemberkasaan administrasi, pencairan dan penyaluran bantuan kepada penerima manfaat. Sementara
itu,
Kementerian
Pertanian
menerbitkan
keputusan
No.
1243/Kpts/OT.160/ 12/2014 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Peningkatan produksi Padi, Jagung dan Kedelai Melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya. Dalam keputusan tersebut salah Tim Supervisi dan Pendampingan Upsus adalah Kepala PSEKP, dan beliau menugaskan Ir. Mewa Ariani, MS untuk membantu beliau di Kabupaten Magelang. Dalam persiapan pelaksanaan Upsus Padi Jagung dan Kedelai telah dilakukan serangkaian kegiatan di tingkat kabupaten seperti telah dirangkum pada Tabel 4.1. Khusus kegiatan terkait peletakan batu pertama rehabilitasi irigasi disajikan tersendiri seperti pada Tabel 4.2, karena Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen. PSP) meminta laporan khusus untuk kegiatan ini. Kegiatan workhsop untuk menyepakati target dan kinerja UPSUS Pajale pada tanggal 21 Februari 2015 dihadiri oleh Mantri Tani, Koordinator PPL, Danramil yang dilakukan di BP2KP membahas beberapa hal sebagai berikut: a) Penjelasan pengisian blanko pelaporan tingkat desa dan kecamatan, b) prosedur dan batasan waktu pelaporan, c) Menyepakati luas tanam dan target luas tanam, d) Merencanakan lokasi kegiatan optimalisasi lahan dan GPPTT jagung, e) Merencanakan lokasi yang membutuhkan traktor roda 2, traktor roda 4 dan pompa air dan f) rekayasan pola tanam padi-padijagung di daerah hulu irigasi tangsi dan aji temon. Kegiatan pada tanggal 2-3 Februari 2015 seperti pada Tabel 25 dilakukan di Aula Makodim dengan materi adalah: (1) Pembukaan, (2) Sambutan Dandim, (3) 58
Upaya peningkatan khusus pencapaian target produksi pajale oleh Ir. Mewa Ariani, MS, (4) Kebijakan dan strategi upsus pajale oleh Kepala Distanbuthut Kabupaten Magelang, (5) Sosialisasi teknologi padi dengan PTT dan SRI oleh Ir. Tri Wardoyo, 6) PTT Jagung oleh Gunadi J.S, SP, dan (7) Penutupan oleh Damdim 0705 Kabupaten Magelang.
Namun kegiatan tersebut hanya sampai awal bulan Februari, yang
kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi dan implementasi tingkat kecamatan, desa serta koordinasi antar pelaksana di lapangan.
Tabel 25. Perkembangan Sinkronisasi, Koordinasi dan Sosialisasi Program Upsus Padi, Jagung, Kedele di Kab. Magelang No. 1
Tanggal 14 Januari 2015
2
14-16 Januari 2015
3
20 Januari 2015
4
21 Januari 2015
5
22 Januari 2015 22 Januari 2015
6
7
23-29 Januari 2015
8
2-3 Februari 2015
Kegiatan Pemerintah Daerah Bersama Petani dan TNI Mendukung Program Swasembada Pangan nasional Koordinasi dan Sosialisasi Kegiatan UPSUS Pajale: Jenis dan Sistem Pelaporan Data Mingguan Peletakan Batu Pertama Rehabilitasi Irigasi
Tempat Pendopo Klaten
Peserta Pemda, Kadistan, Bapeluh, Kodim, KTNA, Kementan
Distanhutbun, BP2KP
Distanhutbun, BP2KP, PSEKP, BPTP, Kodim
Dusun Kebokurung, Desa Sawangan, Kec. Sawangan
Workhsop Menyepakati Target dan Kinerja UPSUS Pajale MOU Bupati dengan Dandim Koordinasi Penyuluhan Tahun 2015 dlm Rangka Mensukseskan Visi, Misi Bupati Magelang dan Program Nasional Sosialisasi Pajale di Setiap BP3K dan Desa
Distanhutbun
Sosialisasi Kegiatan Ketahanan Pangan dlm Rangka Upsus
Kodim 0705
WK. Bupati, Dandim 0705, SKPD, Muspika Kec, Kades Se Kec. Sawangan, Gapoktan/Poktan, Aster dan babinsa Kec. Sawangan Mantri Tani, Koordinator PPL, Danramil Dandim, Distanhutbun, SKPD Bupati, SKPD, Distanhutbun, Koordinator penyuluh, PPL, BPTP, Dandim Koramil, Koordinator penyuluh, PPL, Mantri tani, Babinsa, Camat, Kepala desa Babinsa, PSEKP, BPTP, BP2KP, Distanhutbun
Kantor Bupati BP2KP
BP2KP
59
Percepatan Target Produksi Pajale 2015
Beberapa kegiatan di lapangan sebagai berikut: (1) Kepala BPS Kabupaten Magelang melakukan ubinan di Kecamatan Salam; (2) Pertemuan pembahasan Upsus Pajale antara camat, dinas terkait dengan Baninsa di Kecamatan Muntilan; (3) Kodim mencoba traktor dan rice transplanter di Kec. Tempuran; (4) Pertemuan silaturahmi dan koordinasi antara Kapus PSEKP, dengan Kepala Dinas Pertanian, kepala BP2KP. Selain itu, berdasarkan informasi dari LO Kodim Magelang, komandan Kodim Magelang ditunjuk mewakili Korem DIY dalam ketahanan pangan. Oleh karena itu, komando dari Komandan Kodim untuk semua jajaran Kodim di lapangan terus meningkatkan kegiatan penyuluhan, tanam, pemeliharaan, membasmi hama sampai panen. Pelaksanaan pendampingan ditingkatkan, dilaporkan dan diarsipkan. Luas dan hasil panen telah mencapai target. Pabung dan pasiter berkoordinasi terus menerus dengan Dinas Pertanian
untuk dukungan alat mesin pertanian, pupuk,
bibit, dan lainnya. Jumlah Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang dilibatkan dalam program Upsus Padi dan Jagung ini sebanyak 302 orang yang tersebar di setiap desa se Kabupaten Magelang. Salah satu kegiatan Upsus PJK ini adalah adanya pengiriman laporan dari daerah ke pusat setiap minggu. Hasil koordinasi BP2KP dengan jajarannya diputuskan jadwal pelaporan dan mekanismenya sebaggai berikut: (a) Senin, melakukan koordinasi antara PPL dan Babinsa untuk menyepakati data luas tanam, luas panen padi dan jagung yang dikirim setiap hari Senin sore, (b) Selasa, Koordinator PPL dan Danramil melakukan rekapitulasi dari setiap desa dan selasa sore dikirim ke BP2KP dan Kodim; (c) Rabu, BP2KP melakukan rekapitulasi semua data yang masuk disesuaikan dengan tabel-tabel yang diminta, kemudian rabu jam 10 an dikirim ke sekretariat PSEKP, Pajale Jateng, BSDMP dan sekretariat Kodim. Tabel 26. Peletakan Batu Pertama RIJT di Kab. Magelang No
Uraian
1
Tanggal
2
Lokasi:
Keterangan 20 Januari 2015
- Desa
Sawangan
- Kecamatan
Sawangan
60
3
Pihak mencanangkan Peserta/pemangku kepentingan yang hadir
Wabup Magelang Bupati dan jajarannya, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kepala BP2KP, BPTP Jateng, KCD, PPL, Poktan dan Petani, Kodim, Babinsa, Koordinator penyuluh, SKPD Lainnya, kepala dan perangkat desa
4 5
Jumlah yang hadir
150 orang
Foto : Pencanangan Gerakan Perbaikan Irigasi di Kab. Sawangan oleh Wabup Magelang
4.5.
Temanggung Tugas pokok dan fungsi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Temanggung tertuang dalam Peraturan Bupati Temanggung Nomor 59 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung. Dinas Pertanian, Perkebunan
dan
Kehutanan
Kabupaten
Temanggung
mempunyai
tugas
melaksanakan urusan pemerintah daerah dalam bidang Pertanian Sub bidang 61
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Sub bidang Perkebunan dan Sub bidang Kehutanan
berdasarkan
Otonomi
Daerah
dan
Tugas
Perbantuan.
Untuk
melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung mempunyai fungsi
diantaranya adalah : (1)
Perumusan kebijakan teknis di bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan dan Kehutanan; (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; (3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; (4) Pengelolaan perijinan di bidang Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; (5) Penyebaran informasi
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan dan
Kehutanan; (6) Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas-tugas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; (7) Pembinaan SKPD UPTD dalam lingkungan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; (8) Penyelenggaraan kesekretariatan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; dan (9) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan memiliki 4 (empat) bidang, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Pertanian. Sekretariat : Sekretariat melaksanakan sebagian tugas dan fungsi dinas yang meliputi koordinasi perencanaan, penyusunan program dan penyelenggaraan tugas-tugas bidang secara terpadu, pengelolaan administrasi keuangan, administrasi umum dan kepegawaian. Terdiri dari : (a) Subag Umum dan Kepegawaian, Subag Perencanaan dan Subag Keuangan; (b) Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura melaksanakan sebagian tugas dan fungsi di bidang tanaman pangan dan hortikultura. Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura terdiri dari Seksi Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Seksi Usaha Tani dan Agribisnis dan Seksi Sarana Produksi Pertanian; (c) Bidang Perkebunan, Bidang Perkebunan melaksanakan sebagian tugas dan fungsi dinas di bidang perkebunan.
Bidang perkebunan terdiri dari Seksi produksi perkebunan,
Seksi usaha perkebunan dan agribisnis dan Seksi sarana produksi perkebunan; (d) Bidang Kehutanan, Bidang Kehutanan melaksanakan sebagian tugas dan fungsi
62
dinas di bidang kehutanan. Bidang kehutanan terdiri dari Seksi pengembangan dan pelestarian hutan, Seksi produksi kehutanan dan Seksi usaha kehutanan. Dalam upaya kelancaran tugas pelaksanaan Program UPUS Padi Jagung dan Kedelai (Upsus PJK) di wilayah Kabupaten Temanggung maka telah dibentuk struktur organisasi yang khusus menangani program tersebut. Struktur organisasi tersebut terdiri dari ketua yang dalam hal ini adalah Ka. Dintanbunhut, sekretaris Ka. Bappeluh. Sementara anggota terdiri dari Ka. KKP (Kantor Ketahanan Pangan, Ka. Dinas Pekerjaan Umum, Kabid TPH, Ka Lab HPT Kedu, Ka. BAPPEDA, Ka. BPS, DANDIM kab. Temanggung, Pendamping Tim UPSUS dari Kementan, dan Pendamping Tim UPSUS dari BPTP Jawa Tengah.
KETUA Kadintanbunhut SEKRETARIS Ka. Bappeluh ANGGOTA
Ka. KKP
Ka. Dinas PU
Kabid TPH
Ka. Lab HPT Kedu
Ka. BAPPEDA
Dandim
Pendamping dari Kementan
Ka. BPS Pendamping dari BPTP Jawa Tengah
Gambar 1. Struktur organisasi UPSUS Pajale Kab. Temanggung Berdasarkan Surat Keputusan Bupati No. 520/57 Tahun 2015 tentang penunjukkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dana Tugas Pembantuan Dirjen Tanaman Pangan kepada Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung Tahun Anggaran 2015 telah diputuskan bahwa Kepala Dinas Pertanian 63
Perkebunan dan Kehutanan ditunjuk sebagai penanggung-jawab pemegang Kuasa Pengguna Anggaran Dana Tugas Pembantuan tersebut. Secara organisasi, maka strutur tim pelaksana UPSUS PJK wilayah Kabupaten Temanggung ditampilkan dalam gambar 1.
V.
5.1.
PROGRAM-PROGRAM MENDUKUNG UPAYA KHUSUS PADI JAGUNG DAN KEDELAI
Klaten Strategi peningkatan produksi pangan (padi, jagung, dan kedelai) dapat
dilakukan melalui: (a) peningkatan produktivitas, (b) perluasan areal tanam, (c) pengamanan hasil produksi, dan (d) penguatan kelembagaan dan manajemen. Terdapat tiga sumber pertumbuhan produktivitas padi, jagung dan kedelai, yaitu perubahan teknologi yang lebih maju, peningkatan efisiensi teknis, dan peningkatan skala usaha hingga mencapai skala usaha ekonomis. Perluasan tanam padi, jagung, dan kedelai dapat dilakukan melalui ekstensifikasi dan peningkatan indek pertanaman. Pengamanan produksi padi, jagung, dan kedelai dapat dilakukan dengan sistem panen dan penanganan pasca panen secara lebih baik. Sementara itu, penguatan kelembagaan dan manajemen dapat mendukung peningkatan produksi melalui tiga point terdahulu. Terdapat beberapa program pembangunan pertanian guna mendukung upaya khusus padi, jagung, dan kedelai, diantaranya adalah : (a) Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), (b) Optimalisasi Lahan, (c) Perluasan Areal Tanam (PAT) untuk komoditas jagung, dan (d) Perluasan areal tanam (PAT) untuk komoditas kedelai. Secara terperinci keragaan volume, progres atau kemajuan yang dicapai, dan permasalahan pelaksanaan program-program pembangunan pertanian mendukung Program Upsus PJK di kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 27 berikut. Tabel 27. Program-Program Pembangunan Pertanian mendukung Program Upsus Padi Jagung, dan Kedelai di Kabupaten Klaten, 2015. 64
No 1
Kegiatan Utama
Progres sd Maret 2015
Volume
2
Pengembangan Jaringan Irigasi Optimasi Lahan
3
Penyediaan Bantuan Alsintan - TR - 2
4,000
Ha
100%
500
Ha
100%
24
Unit
100%
- Pompa Air
Unit
- TR - 4
Unit
Permasalahan Keterangan APBN-P 2000 ha, belum CPCL
APBN-P (Alsintan) menunggu Pedum
- Combain harvester mini = 12 unit -
- Combine Harvester - Rice transplanter
- power threser = 5 unit - dryer jagung = 1 unit - corn sheller = 6 unit
- Power Thresher - Dryer - Corn Sheller
4
Penyediaan Bantuan Pupuk (padi) bantuan pupuk jagung
APBN-P : TR-2 = 25 unit - pompa air = 5 unit -
4
Ton
3.75
ton
menunggu proses pengadaan di provinsi menunggu dr provinsi
5
Bantuan Benih
6
GP-PTT (padi)
2500 Ha/Pkt
7
PAT-Jagung
3000
8
PAT- Kedelai
1000
9
Revitalisasi RMU
10
Pengawalan/Pendampingan 4260 OH/OB
100%
- sudah tanam
Poses Surat Keputusan Pejabat
- TNI-AD
Pembuat Komitmen
- Mahasiswa - Penyuluh
11
waspada WBC, Pb, Tikus
Pengendalian OPT
sdh mengajukan pest ke Dipertan Prov
TOTAL
Pemilihan penempatan calon lokasi GP-PTT dengan prioritas produktivitas masih berpotensi dapat ditingkatkan dan petani bersifat responsif terhadadap perubahan teknologi.
Dengan demikian penentuan lokasi mencakup beberapa 65
persyaratan: (1) Lokasi dapat berupa persawahan irigasi, sawah tadah hujan, lahan kering, pasang surut dan lebak yang produktivitas atau indek pertanamannya masih dapat ditingkatkan; (2) Diprioritaskan bukan daerah endemis hama dan penyakit, bebas dari bencana kekeringan, kebanjiran dan sengketa; (3) Diusahakan berada dalam satu kawasan yang strategis dan mudah dijangkau petani atau disesuaikan dengan kondisi dilapangan; (4) Luas satu unit GP-PTT padi adalah seluas 25 Ha atau disesuaikan dengan kondisi dilapang (Ditjen Tanaman Pangan, 2015). Sementara itu, persyaratan dalam penentuan calon petani/kelompok tani peserta GP-PTT adalah: (1) Kelompok tani/petani yang dinamis, pro aktif dan bertempat tinggal dalam satu desa/wilayah yang saling berdekatan dan diusulkan oleh Kepala Desa, KCD, dan PPL; (2) Petani yang dipilih adalah petani aktif yang memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau menerima teknologi baru; dan (3) Bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan GP-PTT (Ditjen Tanaman Pangan, 2015).
Berdasarkan
persyaratan
tersebut
lokasi
GP-PTT
Kabupaten
Klaten
ditempatkan di Kecamatan Manisrenggo, Prambanan, dan Karangdowo. 5.2.
Sukoharjo Di dalam mensukseskan program Upsus Padi, Jagung dan Kedelai, pemerintah
telah memberikan dukungan anggaran untuk mekasanakan program pendukung Upsus baik yang dibiayai oleh hasil penghematan APBN 2014 maupun dari anggaran APBNP 2015. Informasi mengenai program pendukung Upsus PJK yang ada di Kabupaten Sukoharjo adalah tertera pada Tabel 28. Program yang dicanangkan oleh Pemerintah adalah progam yang dapat memfasilitasi fator pengungkit produksi padi, jagung dan kedelai. Tabel 28. Program pendukung Upsus di Kabupaten Sukoharjo, 2014/2015 No 1 2 3
Kegiatan Utama Pengembangan Jaringan Irigasi : (Refocusing 2500 ha, APBNP2015 2000ha) Optimasi Lahan (refocusing 1000 ha) Penyediaan Bantuan Alsintan - TR - 2 (Refocusing 17 unit, APBNP2015 56 unit) - Pompa Air
Volume 4,500
Ha
Realisasi Pencairan Dana SP2D sudah sejak Maret 2015
Ha
Pencairan Dana SP2D sudah sejak Maret 2015
73
Unit
6
Unit
Sudah di laksanakan oleh Presiden RI Sudah di laksanakan oleh
1,000
66
4 5
6
7
Presiden RI Sudah di laksanakan oleh Presiden RI
- TR - 4 (Refocusing ; 2 unit)
2
Unit
- Combine Harvester - Rice transplanter (APBNP 2015 : 14) - Power Thresher - Dryer - Corn Sheller Penyediaan Bantuan Pupuk (APBNP Jagung) Bantuan Benih (APBNP Jagung 45 ton; GP-PTT Kedelai 50 ton; Kedelai Swasaya 25 ton) GP-PTT (GP-PTT Kedelai 1000 ha; Kedelai Swadaya 500 ha)
0 14
Unit Unit
0 0 0 900
Unit Unit Unit Ton
Sudah dilaksanakan untuk MT1
120
Ton
Padi+Jagung+Kedelai
1500
Ha/Pk t
PAT-Jagung
1000
Sudah di laksanakan oleh Presiden RI
Pemberkasan pencairan di Provinsi Jawa Tengah direncanakan tanggal 1 April 2015 dari APBN-P 2015
Ha/Pk t Sumber : Laporan Mingguan Upsus, Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015
Dari tabel tersebut menginformasikan bahwa program pendukung UPSUS PJK di kabuapten Sukoharjo ada sekitar 7 program yang diharapkan dapat mengungkit pencapaian target produksi padi, jagung, dan kedelai. Program tersebut lebih memberikan fasilitasi terhadap program upsus sesuai dengan prakiraan faktor apa yang akanmenjadi pengungkit peningkatan produksi. Jika di perhatikan dari jenis programnya, maka pemerintah akan mencoba untuk emningkatkan produksi dari berbagai peluang faktor pengungkit, yakni : (1) Perbaikan jaringan irigasi teknis (RJIT), di Kabupaten Sukoharjo dialokasikan anggaran untuk 4.500 hektar diharapkan program ini dapat meingkatkan intensitas tanaman yang pada gilirannya dapat meningkatkan produksi; (2) Optimalisasi lahan sawah, seluas 1000 hektar, dari hasil diskusi diperkirakan masih ada lahan yan gbelum optimal di Tanami padi, maka melalui program ini dapat dioptimalkan dengan bantuan dan pembinaan dari aparat Dinas Pertanian; (3) Progam pengadaan bantuan alat mesin pertanian, yang terdiri dari traktor roda-2 sebanyak 73 unit, traktor roda-4 2 unit, rice transplanter sebanyak 14 unit. Terutama untuk traktor dan rice transplanter diharapkan dapat memecahkan masalah kekurangan tenaga kerja pengolahan tanah dan tanam, kecepatan waktu tanam, sehingga indeks pertanaman (IP) dapat di tingkatkan. 67
Program lain yang terkait dengan penyediaan input faktor adalah bantuan penyediaan pupuk sebanyak 900 ton, di kabupaten Sukoharjo bantuan pupuk ini khusus dari APBNP jagung, bantuan penyediaan benih sebanyak 120 ton yang terdiri dari 45 ton untuk benih jagung, 50 ton untuk GPPTT kedelai dan 25 ton benih kedelai untuk pengembangan kedekai swadaya. Selain itu ada juga dari APBNP 2015 program GP-PTT kedelai sebesar 1500 hektar diantaranya 500 hektar merupakan program swadaya masyarakat dan perluasan areal tanam jagung (PAT-jagung) sebesar 1000 hektar. 5.3.
Wonogiri Terkait dengan implementasi UPSUS Padi Jagung dan Kedelai (PJK), CPCL
kegiatan Rehabilitasi Irigasi Jaringan Tersier (RIJT) sudah dilaksanakan, SP2D sudah terbit tanggal 31 Maret 2015, dan dana sudah cair. Pada saat ini (awal sampai pertengahan April 2015) petani melaksanakan panen raya dan mempersiapkan tanam MT II, sehingga pelaksanaan kegiatan pengembangan jaringan irigasi tersier sebagaian
belum dapat dilaksanakan pada bulan Maret 2015, karena apabila
dilaksanakan akan merusak tanaman disekitar lokasi jaringan, dan pelaksanaan pengembangan jaringan irigasi tersier dapat dilaksanakan setelah panen MT II sekitar bulan Juni. Sementara dilaksanakan.
untuk
kegiatan
Optimalisasi
Lahan
(Oplah),
SP2D sudah terbit tanggal 25 Maret 2015,
CPCL
sudah
dana sudah cair,
Persiapan olah tanah sudah dilaksanakan poktan/gapoktan kurang lebih (50 %). Kasus di Kecamatan Krismantoro diungkapkan bahwa sampai awal April ketersediaan pupuk masih belum siap, bila tidak segera ditindaklanjuti dikawatirkan akan terjadi keterlambatan pemupukan. Koordinasi dengan distributor dan penyalur pupuk serta sarana produksi pertanian lainnya agar segera ditindaklanjuti, bisa bersinergi dengan pihak Kodim. Selain itu dengan maraknya peredaran pupuk palsu (terutama untuk jenis NPK dan SP36) maka perlu diantisipasi agar petani tidak terkena dampaknya. Tabel 29 menyajikan jenis dan bantuan berdasarkan program untuk komoditas padi.
Tabel 29. Jenis dan Jumlah Bantuan Berdasarkan Program untuk Komoditas Padi di Kabupaten Wonogiri, Tahun 2015
68
Kegiatan
Volume
Permasalahan
Keterangan
Refocusing 2015 Optimasi Lahan
Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tertier (RJIT)
1.500 ha
2.000 ha
Dokumen anggaran belum diterbitkan.
CPCL sudah dilaksanakan. SP2D sudah terbit tanggal 25 Maret 2015, dana sudah cair, Persiapan olah tanah sudah dilaksanakan poktan/gapoktan ± 50%.
Maret harus sudah tanam, karena ketersediaan air untuk kecamatan Pakis, Ngablak, Ngluwar, Muntilan, Salam Borobudur sangat kurang. Pada saat ini petani melaksanakan panen raya dan mempersiapkan tanam MT II, sehingga pelaksanaan kegiatan pengembangan jaringan irigasi tersier belum dapat dilaksanakan pada bulan Maret karena apabila dilaksanakan akan merusak tanaman disekitar lokasi jaringan, dan pelaksanaan pengembangan jaringan irigasi tersier dapat dilaksanakan setelah panen MT II.
Koordinasi dengan distribtor dan penyalur benih serta sarana produksi pertanian lainnya
Penyediaan Bantuan Alsintan - TR – 2 37 unit Alokasi sasaran masih belum jelas terutama terkait dengan sasaran dari aspirasi masyarakat - Pompa Air Tidak dialokasikan - TR – 4 - Rice transplanter Pengembangan 2000 ha SRI APBNP Optimasi Lahan 5.000 ha Dokumen anggaran belum diterbitkan RJIT
2.500 ha
Penyediaan Bantuan Alsintan - Traktor R 2 120 unit - TR – 4
11 unit
-
CPCL sudah dilaksanakan. SP2D sudah terbit tanggal 31 Maret 2015, dana sudah cair
Posisi masih di gudang Dinas Pertanian TPH sejak pertengahan Februari 2015
Dokumen anggaran belum diterbitkan Dokumen anggaran belum diterbitkan Dokumen anggaran belum diterbitkan
Untuk program pengembangan jagung dilakukan melalui kegiatan GP-PTT dengan luas areal 500 Ha dan APBNP 2015 dengan sasaran luas areal tanam 15.760 Ha. Informasi secara lebih terperinci dapat disimak pada tabel 30.
Tabel 30. Jenis dan Jumlah Bantuan Berdasarkan Program untuk Komoditas Jagung di Kabupaten Wonogiri, Tahun 2015 Kegiatan GP - PTT
Volume
Permasalahan
69
Keterangan
Luas Areal
500
Kebutuhan Benih
7.500 kg
Biaya (Rp000) APBN P 2015 Sasaran luas tanam
Rp. 367.500
Kebutuhan Benih
45 ton
Urea NPK Kebutuhan Alsin
300 ton 600
- Corn Celler - Vertical Dryer - Combine Harvester Jagung
6 6 12
15760
Penyelesaian administrasi : penyusunan RUK, jadual tanam, pembukaan rekening dll. Tanam pada bulan Agustus September Pasokan benih sering terlambat
Sudah diterbitkan SK Kadistan Prov. Nomor 8/2015 tetang Penetapan PPK TP Pada Distan Prov. CPCL GP PTT Jagung sudah final Sebagian sudah realisasi
Dokumen anggaran belum diterbitkan. Penyediaan benih harus dikawal hingga ke lapangan sehingga pada saat dibutuhkan tersedia
Petugas Kabupaten harus benar-benar mengkawal hingga peralatan yang diserahkan ke Kabupaten bermanfaat
Untuk program pengembangan kedelai dilakukan melalui kegiatan GP-PTT dengan luas areal 3.000 Ha dan APBNP 2015 dengan luas areal 5.000 Ha. Informasi secara keseluruhan dapat disimak pada tabel 31.
Tabel 31. Jenis dan Jumlah Bantuan Berdasarkan Program untuk Komoditas Kedelai di Kabupaten Wonogiri, Tahun 2015 Kegiatan GP - PTT Luas Areal
Kebutuhan Benih (Kg) Biaya (Rp000)
Volume
Permasalahan
Keterangan
3000
Penyelesaian administrasi : penyusunan RUK, jadual tanam, pembukaan rekening dll.
Sudah diterbitkan SK Kadistan Prov. Nomor 8/2015 tetang Penetapan PPK TP Pada Distan Prov. CPCL GP PTT Kedelai sudah final
150.000
- Tanam pada bulan November Desember (lahan Kering) - Tanam juli-Agustus (lahan Sawah) Ketersediaan benih berlabel langka dan keterlambatan alokasi
5.412.000
70
Sebagian sudah realisasi
APBN P 2015 (Kedelai Swadaya) Sasaran luas tanam
5000
Kebutuhan Benih
2,5 ton
5.4.
Dokumen anggaran belum diterbitkan. Penyediaan benih harus dikawal hingga ke lapangan sehingga pada saat dibutuhkan tersedia. Dapat memanfaatkan Jabalsim dengan memantau kualitas benih
Magelang Seperti telah disampaikan oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo (Kompas, 7
Maret 2015), Pemerintah Kabinet Kerja akan mendukung penuh petani untuk meningkatkan produktivitasnya dengan berbagai kebijakan. Pemerintah antara lain dengan memberikan bantuan alat pertanian, seperti traktor tangan 41.000 unit, pompa air 10.028 unit, benih dan pupuk untuk 1,7 juta hektar lahan pada tahun 2015. Selain itu, pemerintah berkomitmen memperbaiki saluran irigasi untuk 1,5 juta hektar melalui dana APBN dan 1,1 juta hektar melalui dana APBNP. Berdasarkan data dan informasi yang disampaikan oleh
Wakil Bupati dan
Kepala Distanbunhut Kabupaten Magelang (Radar Magelang, 28 Maret 2015), Kabupaten Magelang memperoleh bantuan pertanian dari Kementerian Pertanian sebesar Rp 34,794 miliar, untuk membiayai sarana dan prasarana meningkatkan produktivitas padi, dalam rangka memenuhi target swasembada pangan. Adapun rincian dari dana tersebut sebagai berikut: renovasi jaringan irigasi tingkat usaha tani Rp 7,5 miliar untuk memfasilitasi lahan 7.500 ha. Kemudian 115 unit traktor roda dua senilai Rp 2,760 miliar, 6 unit traktor roda empat senilai Rp 480 juta, 22 unit penanam padi senilai Rp 17,850 miliar. Dalam bentuk uang sebesar Rp. 17,850 miliar untuk pembelian saprodi dalam rangka optimalisasi lahan dan pendampingan petugas. Sementara untuk peningkatan budidaya jagung mendapatkan bantuan berupa benih jagung 52.500 kg senilai Rp 2.520.000, pupuk Urea 300 ton NPK 600 ton. Enam unit mesin pemipil dan enam unit mesin pengering jagung senilai Rp 720 juta, dan 12 unit Combine Haverter jagung senilai Rp 432 juta. 71
Program-program tersebut berasal dari pusat melalui pendanaan APBN P, refocusing untuk komoditas padi dan jagung. Adapun jenis program, volume dan status program seperti pada Tabel 32 dan 33.
Selain itu, Kab. Magelang juga
mendapat program SRI sebanyak 2000 ha dengan total dana sebesar Rp.4,2 Milyard. Pemerintah Kabupaten Magelang telah selesai menentukan Calon Petani Calon lahan (CPCL) untuk program optimasi lahan dan rehabilitasi jaringan tersier seperti pada Tabel 32 dan 33. Pada awal bulan Maret 2015, pemerintah daerah melakukan evaluasi pelaksanaan Upsus padi dan jagung yang mencakup realisasi tanam dan program lainnya. Untuk realisasi tanam akan disampaikan pada
bab terkait sasaran dan
realisasi tanam. Dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan BP2KP sebagai berikut: (1) Realisasi distribusi pupuk bersubsidi sampai bulan Februari 2015. Distribusi pupuk di Kab. Magelang relatif tidak mengalami kendala karena pengawasan dan pembinaan kepada distributor dan kios dilaksanakan dengan baik. Disamping itu sudah ditetapkan SK Bupati Magelang No.52 Tahun 2014 dan SK Kadinas Pertanian tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kab. Magelang No. 188.4/08/Kep/22/I/2015 tentang sebaran bulanan pupuk bersubsidi Kab. Magelang; (2) Realisasi benih tanaman padi disediakan oleh produsen benih PT Pertani dan PT Sanghyangsri. Stok benih oleh kedua produsen benih tersebut tidak secara khusus dialokasikan untuk kabupaten tertentu karena sudah di lepas mengikuti pasar bebas; (3) Optimalisasi lahan seluas 3500 ha sampai dengan tanggal 12 Maret 2015 sudah terealisir semua berkas pencairan anggaran dan tinggal mengajukan pencairan anggaran di Satker Provinsi; (4) Traktor roda 2 sebanyak 27 Unit dan pompa air sebanyak 14 unit sampai saat ini telah diselesaikan persyaratan administrasi pengajuan oleh kelompok (proposal, nama kelompok, struktur pengurus kelompok, pakta integritas, NPHD dan draft berita acara serah terima barang). Ditargetkan pendistribusiannya akan dilaksanakan sebelum tanggal 25 Maret 2015; dan (5) Rehab jaringan irigasi seluas 4500 ha masih belum selesai pengajuan rencana detail bangunan, namun ditargetkan selesai bulan April 2015. Bantuan alat pertanian berupa traktor (27 unit) dan pompa air (14 unit) telah disampaikan kepada kelompok tani. Penyerahan bantuan setelah upacara HUT Ke-31 Kota Mungkid, Ibu Kota Kabupaten Magelang oleh Wakil Bupati Magelang Zaenal 72
Arifin didampingi Pelaksana Tugas Sekda Pemkab Magelang Agung Trijaya dan Pasiter Kodim 0705 Magelang Kampten Inf Puji Basuki.
Dalam sambutannya,
Wabup mengatakan saat ini lahan pertanian di daerah itu semakin berkurang, sedangkan jumlah warga setempat terus meningkat. Hal ini dapat mengancam ketahanan pangan. Oleh karena itu, dengan lahan yang semakin menyempit diharapkan petani dapat melakukan berbagai inovasi agar diperoleh hasil pertanian yang tetap baik dan banyak. Selanjutnya dikatakan Kabupaten Magelang dengan tanah yang subur sebagai penyangga pangan yang tidak hanya lingkup Jawa Tengah, namun juga nasional, karena selama ini surplus beras. Para petani, hendaknya tidak hanya memanfaatkan lahan untuk ditanami padi, tetapi juga perlu ditanami komoditas lainnya yang menjadi sumber pangan masyarakat. Pemerintah mengharapkan program Upsus Padi Jagung dan Kedelai dapat berhasil dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Tabel 32. Jenis dan Jumlah Bantuan Berdasarkan Program untuk Padi Kegiatan APBN P Optimasi Lahan
Volume 5.000 ha
Permasalahan
Keterangan
Dokumen anggaran belum diterbitkan. Maret harus sudah tanam, karena ketersediaan air untuk kecamatan Pakis, Ngablak, Ngluwar, Muntilan, Salam Borobudur sangat kurang.
Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tertier (RJIT) Penyediaan Bantuan - TR - 2 - Pompa Air - TR - 4 - Rice transplanter Pengembangan SRI Refocusing 2015 Optimasi Lahan
RJIT
3.000 ha Alsintan 88 unit 6 unit 6 unit 22 unit 2000 ha
3.500 ha
4.500 ha
CPCL sudah dilaksanakan. penetapannya menunggu Dokumen anggaran resmi dari Kementan Koordinasi dengan distribtor dan penyalur benih serta sarana produksi pertanian lainnya CPCL sudah dilaksanakan. penetapannya menunggu Dokumen anggaran resmi dari Kementan
Belum Belum Belum Belum
ada ada ada ada
realisasi realisasi realisasi realisasi Dana Rp. 4,2 Milyard
Penyelesaian administrasi : penyusunan RUK, jadual tanam, pembukaan rekening dll. Maret harus sudah tanam, karena ketersediaan air untuk kecamatan Pakis, Ngablak, Ngluwar, Muntilan, Salam Borobudur sangat kurang. Perencanaan rehab sdh dimulai pada awal bulan Pebruari 2015 pada 68 titik.
Penyediaan Bantuan Alsintan
73
Sudah diterbitkan SK Kadistan Prov. Nomor 8/2015 tetang Penetapan PPK TP Pada Distan Prov. SK Kadistan No. 188.4/13/PSP/III/2015 tgl 4 Maret 2015 tentang CPCL Optimasi lahan
SK Kadistan No. 188.4/15/PSP/III/2015 tgl 5 Maret 2015 tentang CPCL Rehab Jaringan Irigasi Tersier
- Traktor R 2
27 unit
- Pompa Air
14 unit
Dalam proses persiapan pendistribusian Dalam proses persiapan pendistribusian
Penyiapan administrasi pemberkasan, undangan dll Pompa air 4" sudah di terima oleh Distanbunhut Kab. Magelang sebanyak 14 unit pada Hari Selasa, 3 Pebruari 2015
Tabel 33. Jenis dan Jumlah Bantuan Berdasarkan Program untuk Jagung Kegiatan GP - PTT Luas Areal
Volume
Permasalahan
Keterangan
500
Penyelesaian administrasi : penyusunan RUK, jadual tanam, pembukaan rekening dll. Tanam pada bulan Agustus September
Sudah diterbitkan SK Kadistan Prov. Nomor 8/2015 tetang Penetapan PPK TP Pada Distan Prov.
Kebutuhan Benih Biaya APBN P 2015 Sasaran luas tanam Kebutuhan Benih
7.500 kg Rp. 367.500
Urea NPK Kebutuhan Alsin
300 ton 600
- Corn Celler - Vertical Dryer - Combine Harvester Jagung
6 6 12
15760
CPCL GP PTT Jagung sudah final
Dokumen anggaran belum diterbitkan.
45 ton
Penyediaan benih harus dikawal hingga ke lapangan sehingga pada saat dibutuhkan tersedia
Petugas Kabupaten harus benarbenar mengkawal hingga peralatan yang diserahkan ke Kabupaten bermanfaat
Tabel 34. Usulan Calon Lokasi Kegiatan Pengembangan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier dengan Dana Refocusing No.
Nama Daerah Irigasi / Daerah Irigasi Rawa
Calon Petani dan Calon Lokasi Kecamatan
Desa
P3A/Poktan
Luas (ha)
1
Cangkring
Dukun
Ngadipuro
Tani Maju
70
2
Gowok
Dukun
Sengi
Gemah Ripah I
70
3
Gowok
Dukun
Sengi
Ngudi Mulyo
60
4 5
Banyu Sumurup Krogowanan
Dukun Sawangan
Banyudono Sawangan
Tri Karso Mulyo P3A sawangsari
70 100
6
Krogowanan
Sawangan
Sawangan
Kebo Kuning
80
7
Dawung
Tegalrejo
Klopo
Tani Ayem
60
8
Dawung
Tegalrejo
Klopo
Usaha maju
60
74
9
Mangun
Tegalrejo
Flamboyan
60
10
Mangun
Tegalrejo
Mangunrejo
Sido Rahayu
60
11
Clapar
Tegalrejo
12
Clapar
Tegalrejo
Purwodadi
Tani Asri
60
Girirejo
Giri Tani
70
13
Clapar
Tegalrejo
Sidorejo
Sidodadi
50
14
Dawung
Tegalrejo
Ngasem
Budi Asih
70
15
Clapar
Tegalrejo
Banyusari
Tani Makmur
50
16
Mangun
Tegalrejo
Donorojo
Sumber Rejeki
80
17
Dawung
Tegalrejo
Dawung
Sumber Rejeki
50
18
Dawung
Tegalrejo
Sobo karang
Rahayu
50
19
Aji Temon
Grabag
Sambungrejo
Sido Rukun
60
20
Udal
Grabag
Lebak
Tani Makmur
80
21
Aji Temon
Grabag
Bayusari
Tani Makmur
50
22
Aji Temon
Grabag
Kartoharjo
Sugeng makmur
60
23
Sumur Arum
Grabag
Sumur Arum
Sumber Rejeki
50
24
Aji Temon
Grabag
Citrosono
Eko Brayan
70
25 26
Aji Temon Aji Temon
Grabag Grabag
Grabag Ngrancah
Nada karya Margo Makmur
70 50
27
Kali Loro
kajoran
Ngargosari
Ngudi Makmur
80
28
kali Loro
kajoran
Wadas
Ngudi Makmur
80
29
kali Loro
kajoran
Banjaretno
90
Kali loro
Kajoran
Sambak
Mugo dadi Rukun Agawe Santoso
31
Loning
Bandongan
Suko Dadi
Maju Makmur
70
32
Kali Karang
Bandongan
Kebonagung
Guyup rukun
80
33
Si Kluwung
Bandongan
Kalegen
Loh Jinawi
60
34 35
Ngepeh Ngepeh
Bandongan Bandongan
Trasan Gandusari
Al-Iklas P3A Tirta Kencana
50 100
36
Loning
Bandongan
Sidorejo
Makmur jaya
50
37
Loning
Tempuran
Tempurejo
P3A Rejo Mulyo
60
38
Loning
Tempuran
Sumberarum
Sumber Rejeki
60
39 40
Jombang Wiji
Tempuran Tempuran
Kemutuk Ringin Anom
Wono Asri I P3A Ringin Mulyo
80 70
41
Sidandang
Windusari
Karya Bakti
60
42 43
Sidandang Sidandang
Windusari Windusari
Balesari Kentengsari
Margo Rejo P3A Tirto Aji
80 90
44
Sidandang
Windusari
Candisari
Sri Rejeki
80
45
Kendal
Ngluar
Pakunden
Tani Rahayu
60
46
Kemadu
Srumbung
Bringin
Ngudi Makmur 2
60
47
Kemadu
Srumbung
Pucanganom
Sido Maju
80
48
Gondang Treko
Mungkid
Treko
Suko Mulyo
50
49
Pasekan
Mungkid
Rambeanak
Sri Makmur
50
50 51
Pundong Pundong
Muntilan Muntilan
Sokorini Sriwedari
Sumber waras Sido dadi
100 70
52
Sidadi
kaliangkrik
Balerejo
Santoso
60
30
Mangunrejo
Semen
75
70
53
Baturan
kaliangkrik
Temanggung
Loh Jinawi
50
54
Sumberan
Secang
Pirikan
Srikandi
60
55
Sumberan
Secang
Sidomulyo
Bakti Mulyo
60
56
Sumberan
Secang
Ngadirojo
Tanjungsari
60
57
Balong kaliaji
Secang
Madusari
P3A Tirto Mulyo
70
58
Sumberan Sumberan
Secang Secang
Ngadirojo Karangkajen
Maju Makmur Sumber Makmur
80 60
61
Progo Mangis Progo Mangis
Mertoyudan Mertoyudan
Mertoyudan Danurejo
P3A Tirto Merto P3A Guyup Rukun
80 80
62
Anggas
Candimulyo
Podosuko
P3A Sumber Rejeki
60
63
Wiji
Salaman
Kebonrejo
P3A Tirto Mulyo
60
64
Watu Ketuk
Salaman
Ngargoretno
Ingon Tani
50
65
Kali Karang
Kaliangkrik
Girirejo
Ngudi rejeki
50
66
kali Karang
Kaliangkrik
Ngendrokilo
Sido Dadi
60
67
Loning
Kaliangkrik
Balekerto
Sido Dadi
50
68
Ngemplak
Salam
Sirahan
Dadi Makmur
70
59 60
Jumlah Total
4500
Tabel 35. Usulan Calon Lokasi Kegiatan Pengembangan Optimasi Lahan Mendukung Tanaman Pangan di Kab. Magelang, Tahun 2015 NO
Nama Kelompok
Calon Petani dan Calon Lokasi Desa
Kecamatan
Luas (ha)
keterangan
1
Ngudi Hasil
Tempurejo
Tempuran
20
Maret
2
Maju Makmur
Prajegsari
Tempuran
20
Maret
3
Tani Santoso
Ringinanom
Tempuran
20
Oktober
4
Sidorejo
Ringinanom
Tempuran
20
Oktober
5
Sumber Makmur
Tugurejo
Tempuran
20
Oktober
6
Sumber Hidup
kalisari
Tempuran
20
Oktober
7
Jongko Makmur
Kalisari
Tempuran
20
Oktober
8
Mekar
Tanggulrejo
Tempuran
20
Maret
9
Sumber Widodo
Jogo Mulyo
Tempuran
20
Maret
10
Maju Makmur I
Giri Rejo
Tempuran
20
Oktober
11
Tansah Makmur
Rejosari
Bandongan
20
April
12
Tansah Makmur
Gandusari
Bandongan
20
April
13
Bangkit Sejahtera
Trasan
Bandongan
20
April
14
Sri Rejeki
Sido Rejo
Bandongan
20
April
15
Ngudi Undaing Tani
Tonoboyo
Bandongan
20
April
16
Loh Jinawi
Kalegen
Bandongan
20
April
17
Usaha Tani
Kedungsari
Bandongan
20
April
18
Tani Mulyo
Rejosari
Bandongan
20
April
19
Ngudi Hasil
Pancuran Mas
Secang
20
Mei
20
Jaya Sakti
Pirikan
Secang
20
April
21
Subur
Sidomulyo
Secang
20
Mei
22
Wicoro Karyo
Pucang
Secang
20
Mei
76
23
Rukun Tani
Madusari
Secang
20
Juni
24
Sumber Makmur
Ngadirojo
Secang
20
Oktober
25
Usaha Tani
Madyocondro
Secang
20
April
26
Sido Maju
Ngabean
Secang
20
April
27
Sumber Rejeki
Karangkajen
Secang
20
April
28
Tirto Bawono
Karangkajen
Secang
20
April
29
Mugo Dadi
Banjaretno
Kajoran
20
April
Bumiayu
Kajoran
20
April
30
Ngudi rahayu
31
Sedyo rahayu
Ngendrosari
Kajoran
20
April
32
Sidodadi
Ngendrosari
Kajoran
20
April
33
Upet
Pucungroto
Kajoran
20
April
34
Rejeki Makmur
Krinjing
Kajoran
20
April
35
Mardi Rahayu
Sidorejo
Kajoran
20
April
36
Ngudi Tentrem
Sambak
Kajoran
20
April
37
Ngudi Raharjo
Sambak
Kajoran
20
April
38
Makmur
Banjaragung
Kajoran
20
April
39
Ngudi Mulyo
Banjaragung
Kajoran
20
April
40
Tani Makmur
Jebengsari
Salaman
20
April
41
Maju Makmur
Purwosari
Salaman
20
April
42
Swadaya
Sriwedari
Salaman
20
April
43
Lestari
Sriwedari
Salaman
20
April
44
Guyup Rukun
Kebonrejo
Salaman
20
April
45
Sido rahayu
Kebonrejo
Salaman
20
April
46
Pari Jaya
Salaman
Salaman
20
April
47
Margo rukun
Krasak
Salaman
20
April
48
Santoso
Sawangargo
Salaman
20
April
49
Sido Tentrem
kalisalak
Salaman
20
April
50
Pangudi Luhur
Bumirejo
kaliangkrik
20
Februari
51
Usaha tani Makmur
Beseran
kaliangkrik
20
Februari
52
Mangku Rejeki
Giriwarno
kaliangkrik
20
April
53
Ngudi rahayu
Ketangi
kaliangkrik
20
Maret
54
Sumbingrejo
Giri rejo
kaliangkrik
20
Maret
55
Giri Makaryo
Giri Tengah
Borobudur
20
Maret
56
Giri Martani
Giri Tengah
Borobudur
20
Maret
57
Giri Manunggal
Giri Tengah
Borobudur
20
Maret
58
Jati Mulyo
Waringin Putih
Borobudur
20
Maret
59
Ngudi Luhur
Waringin Putih
Borobudur
20
Maret
60
Kedungrejeki
Tegalarum
Borobudur
20
Maret
61
Pelita jaya
Kebonsari
Borobudur
20
Maret
62
Subur makmur
Ngadiharjo
Borobudur
20
Maret
63
Ungul Rejeki
Ngadiharjo
Borobudur
20
Maret
64
Ngudi Mulyo
Ngadiharjo
Borobudur
20
Maret
65
Sumber Boga
Ngadiharjo
Borobudur
20
Maret
66
Bumi Mulyo
Banyubiru
Dukun
20
Maret
67
Ngudi Makmur
Dukun
Dukun
20
Maret
77
68
Maju Lancar
Banyudono
Dukun
20
Maret
69
Subur Makmur
Banyudono
Dukun
20
Maret
70
Tirto Kencono
Banyudono
Dukun
20
Maret
71
Subur Barokah
Ketunggeng
Dukun
20
Maret
72
Tani Sejahtera
Ketunggeng
Dukun
20
Maret
73
Ngudi Makmur
Ngadipuro
Dukun
20
Maret
74
Ngudi Makmur
Banyubiru
Dukun
20
Maret
75
Rukun Tani
Sumber
Dukun
20
Maret
76
Maju Makmur
Tampir Kulon
Candimulyo
20
Maret
77
Bangun Utomo
Tampir Kulon
Candimulyo
20
Maret
78
Wahana Cipta Organik Ngudi Rejeki
Tampir Kulon Tampir Wetan
Candimulyo
20
Maret
79
Candimulyo
20
Maret
80
Tani Maju
Tampir Wetan
Candimulyo
20
Maret
81
Tani Mulyo
Podosoko
Candimulyo
20
Maret
82
Ngudi Rahayu
Podosoko
Candimulyo
20
Maret
83
Sri Rejeki
Kembaran
Candimulyo
20
Maret
84
Ngudi Rejo
Kebonrejo
Candimulyo
20
Maret
85
Sri Rejeki
Bateh
Candimulyo
20
86
Budi Luhur
Sidorejo
Tegalrejo
20
Maret Maret
87
Dwi Karso
Tampingan
Tegalrejo
20
Maret
88
Serasi
Purwosari
Tegalrejo
20
Maret
89
Ngudi Karyo I
Dawung
Tegalrejo
20
Maret
90
Al- Barokah
Dawung
Tegalrejo
20
Maret
91
Sido Mukti
mangunrejo
Tegalrejo
20
Maret
92
Lestari
Wonokerto
Tegalrejo
20
Maret
93
Budi Asih
Ngasem
Tegalrejo
20
Maret
94
Sri Rejeki
Japan
Tegalrejo
20
Maret
95 96
Waluyo Jati Sidodadi
Glagah Ombo Glagah Ombo
Tegalrejo Tegalrejo
20 20
Maret Maret
97
Sumber Rejeki
Donorojo
20
Maret
98
Sumber Makmur
Lebak
Tegalrejo Grabag
20
Mei
99
Bina Usaha
Pucungsari
Grabag
20
Maret
100
Tani Makmur
Banyusari
Grabag
20
Juni
101
Sido Rukun
Grabag
Grabag
20
Maret
102
Suka Makmur
Grabag
Grabag
20
Maret
103
Sido Rukun
Sambungrejo
Grabag
20
Maret
104
Sayuk Rukun
Citrosono
Grabag
20
Maret
105
Sido Mukti
Sidogede
Grabag
20
Mei
106
Sido Makmur
Seworan
Grabag
20
Mei
107
Sari Bumi Lestari
Ngrancah
Grabag
20
Mei
108
Jaya makmur
Gondowangi
Sawangan
20
Mei
109
Tani Mulya
Gondowangi
Sawangan
20
Mei
110
Puji Rahayu
Gondowangi
Sawangan
20
Juni
111
Sumber Rejeki
Gondowangi
Sawangan
20
Juni
112
Kebo Kuning
Sawangan
Sawangan
20
Mei
78
113
Tani Unggul
Sawangan
Sawangan
20
Juni
114
Margorejo
Sawangan
Sawangan
20
Juni
115
Sumber Rejeki
Sawangan
Sawangan
20
Mei
116
Karya tani
Butuh
Sawangan
20
Mei
117
Tri Rejeki
Butuh
Sawangan
20
Juni
118
Tani Maju
Mertoyudan
Mertoyudan
20
Maret
119 120
Poktan Gemah Ripah
Bondowoso
Mertoyudan
20
Maret
Laras Tani
Deyangan
Mertoyudan
20
Maret
Sumberejo
Mertoyudan
Bulurejo
Mertoyudan
20
Maret
122
Paguyuban Tani Lestari Tani Makmur I
123
Maju Bersama
Bondowoso
Mertoyudan
20
Maret
124
Sumber Rejeki
Danurejo
Mertoyudan
20
Maret
125
Guyup Rukun V
Banjarnegoro
Mertoyudan
20
Maret
126
Sumber Makmur
Donorojo
Mertoyudan
20
Maret
127
Tunas Harapan
Banyurojo
Mertoyudan
20
Maret
128
Tani Rukun
Pabelan
Mungkid
20
April
129
Tani Maju
Pabelan
Mungkid
20
April
130
Maju Makmur
Bojong
Mungkid
20
Mei
131
Sumber Rejeki
Gondang
Mungkid
20
Pebruari
132
Sido dadi
Sriwedari
Muntilan
20
Oktober
133
Sumber Dadi
Gondosuli
Muntilan
20
Oktober
134
Ngudi Makmur
Taman Agung
Muntilan
20
Oktober
135
Sri Rejeki
Sokorini
Muntilan
20
Oktober
136
Tani Sejahtera
Congkrang
Muntilan
20
Oktober
137
Ngudi Rejeki
Keji
Muntilan
20
Oktober
138
Sumber Rejeki
Keji
Muntilan
20
Oktober
139
Ngudi hasil
Ngawen
Muntilan
20
Oktober
140
Marsudi Tani
Muneng
Pakis
20
Maret
141
Sumber Rejeki
Daseh
Pakis
20
Maret
142
Margo Rukun
Gejakan
Pakis
20
Maret
143
Dadi rejo
Sirahan
Salam
20
April
144
Sido Harjo
Mancasan
Salam
20
April
145
Sido Mulyo
Sucen
Salam
20
April
146
Sido harjo
Sucen
Salam
20
April
147
Sido mulyo
Kadiluwih
Salam
20
April
148
Ngudi Harjo
Salam
Salam
20
April
149
Sri Ulih
Gulon
Salam
20
April
150
Sri Waras
Gulon
Salam
20
April
151
Soka
Ngargosoka
Srumbung
20
April
152
Waru Doyong
Ngargosoko
Srumbung
20
April
153
Ngudi Makmur IV
Bringin
Srumbung
20
April
154
Sumber Rejeki IV
Bringin
Srumbung
20
April
155
Ngudi Makmur II
Bringin
Srumbung
20
April
156
Margo dadi
Bringin
Srumbung
20
April
121
79
20
Maret
157
Sido Makmur
Tegalrandu
Srumbung
20
April
158
Sido Panen
Pucanganom
Srumbung
20
April
159
Argodadi
Sudimoro
Srumbung
20
April
160
Sido Dadi
Blongkeng
Ngluwar
20
Maret
161
Sido rahayu
Blongkeng
Ngluwar
20
Maret
162
Tani subur
Karangtalun
Ngluwar
20
Maret
163
Katon Makmur
Karangtalun
Ngluwar
20
Maret
164
Subur Waras
Jamus Kauman
Ngluwar
20
Maret
165
Subur makmur
Jamus Kauman
Ngluwar
20
Maret
166
Ngudi Subur
Somokaton
Ngluwar
20
Maret
167
Ngudi rejeki
Ngluwar
Ngluwar
20
Maret
168
Margi rahayu
Windusari
Windusari
20
April
169
Lestari
Windusari
Windusari
20
April
170
Ngudi Hasil
Banjarsari
Windusari
20
Maret
171
Rukun Santoso
Bandar Sedayu
Windusari
20
April
172
Tani Makmur
Gondangrejo
Windusari
20
Juni
173
Tentrem
Kentengsari
Windusari
20
Juni
174
Margo Mulyo
Balesari
Windusari
20
Juni
175
Sido Mulyo
Kembang Kuning
Windusari
20 3500
Juni
Jumlah Total
5.5.
Temanggung Program Peningkatan Produksi Pertanian/ Perkebunan dilaksanakan untuk
mencapai 3 (tiga) indikator kinerja yaitu (1) peningkatan produktivitas tanaman pertanian/perkebunan, (2) peningkatan produksi tanaman pertanian/ perkebunan, dan (3) Terwujudnya pemetaan lahan sawah berkelanjutan. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan dilaksanakan untuk mencapai indikator kinerja yaitu terwujudnya pengembangan tanaman hortikultura bernilai ekonomi tinggi. Selain dana APBD Kabupaten, untuk mencapai sasaran strategis pertama juga didukung kegiatan dana Tugas Pembantuan dari Ditjen Hortikultura dan Ditjen Tanaman Pangan melalui : (a) Program Peningkatan produksi, Produktivitas dan Mutu
Tanaman
Pangan
Untuk
Mencapai
Swasembada
dan
Swasembada
Berkelanjutan. (b) Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan, Disamping dana Tugas Pembantuan juga diperoleh dana Dekonsentrasi baik dari Ditjen PSP, Ditjen
80
Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura maupun Ditjen Perkebunan yang ikut berkontribusi dalam mencapai sasaran kinerja yang sudah ditetapkan.
VI.
6.1.
PERKEMBANGAN DAN SASARAN : LUAS AREAL TANAM, LUAS AREAL PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI JAGUNG DAN KEDELAI
Klaten 6.1.1.
Perkembangan Realisasi Tanam Padi
Sejak dicanangkan Program Upsus Padi, Jagung dan Kedelai (PJK) melalui rapat koordinasi se Jawa Tengah di Kabupaten Klaten dengan sasaran untuk komoditas padi di Provinsi Jawa Tengah adalah : (1) sasaran luas areal panen 1.852.360 Ha, (2) sasaran produksi sebesar 11.136.977 ton, dan (3) sasaran produktivitas sebesar 60,12 Kuintal/Ha.
Sementara itu, untuk komoditas padi di
Kabupaten Klaten mendapatkan alokasi sebagai berikut: (1) sasaran luas areal panen 62.688 Ha, (2) sasaran produksi sebesar 387.833 ton, dan (3) sasaran produktivitas sebesar 61,84 Kuintal/Ha. Setelah pelaksanaan Program Upsus padi 2015 telah mencapai realisasi tanam seluas 29.984 Ha (Januari-Maret 2015) dan ditambah luas tanam hingga April Minggu III yang mencapai 14.786 Ha. Informasi realisasi areal tanam padi di Kabupaten Klaten menurut periode waktu dan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 36 berikut. Tabel 36. Realisasi Luas Areal Tanam Padi di Kabupaten Klaten menurut Kecamatan, 2015
No
KECAMATAN
Luas Sawah (Ha)
1. Prambanan
1,129
2. Gantiwarno 3. Wedi
1,671 1,762
Realisasi Tanam Januari- Maret 2015 869 773 1,438 81
Realisasi Tanam Padi (Ha) April I II III 69 153 306 132 383
240 706
672 1642
4. Bayat
1,276
5. Cawas 6. Trucuk
3,560 2,684
7. Kalikotes 8. Kebonarum 9. Jogonalan
1,140 883 1,441
10. Manisrenggo 11. Karangnongko
1,829 848
12. Ngawen 13. Ceper 14. Pedan
1,081 2,002 1,271
15. Karangdowo 16. Juwiring
2,617 1,962
17. Wonosari 18 Delanggu
2,293 1,597
19 Polanharjo 20 Karanganom 21 Tulung
2,020 1,420 1,596
22 Jatinom 23 Kemalang
525 105
24 Klaten Selatan 25 Klaten Tengah 26 Klaten Utara Total
987 273
6.1.2.
225 38,197
667 1,633 1,826 527 610 1,326 1,344 670 783 675 752 2,255 1,102 1,707 828 1,355 1,190 1,304 425 48 516 195 168 24,984
112
170
355
246 238
1448 976
2896 2753
88
150 40 331
541 126 704
70
258 133
597 411
51 88
105 260
273 520
43 41
162 16 144
520 235 352
116 65
116 65
361 168
53 88
146 19 192
374 38 396
33 -
66 0
163 0
21 16
46 47
124 142
33 2,340
51 6,040
117 14,786
31 178 145
Perkembangan Realisasi Luas Areal Panen Padi
Sasaran realisasi areal panen di Kabupaten ditetapkan sebesar 62.688 Ha. Realisasi panen padi di Kabupaten mencapai seluas 19.330 Ha (Januari-Maret 2015) dan ditambah luas tanam hingga April Minggu III yang mencapai 7.505 Ha atau sudah lebih dari sepertiga dari sasaran yang ingin dicapai. Informasi realisasi areal panen padi di Kabupaten Klaten menurut periode waktu dan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 37 berikut. Tabel 37. Realisasi Luas Areal Panen Padi di Kabupaten Klaten menurut Kecamatan, 2015 No
Kecamatan
Luas Sawah (Ha)
Total luas panen JanuariMaret
April 2015 I
82
II
III
IV
Total (Ha)
1.
Prambanan
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18 19 20 21 22 23 24 25
Gantiwarno 1,603 Wedi 1,551 Bayat 816 Cawas 2,318 Trucuk 1,913 Kalikotes 774 Kebonarum 722 Jogonalan 1,567 Manisrenggo 1,519 Karangnongko 764 Ngawen 1,152 Ceper 1,551 Pedan 881 Karangdowo 2,053 Juwiring 2,008 Wonosari 2,223 Delanggu 1,280 Polanharjo 1,824 Karanganom 1,695 Tulung 1,739 Jatinom 613 Kemalang 48 Klaten Selatan 814 Klaten 295 Tengah Klaten Utara 307 Total 33,402
26
6.2.
1,374
2015 760
144
104
0
248
733 558 748 1,467 1,631 376 116 736 1,171 277 252 756 554 1,010 626 2,195 621 1,100 1,243 1,131 379 48 471 135
260 317 2 293 279 146 66 159 0 50 48 120 77 819 91 145 28 74 0 199 33 0 52 28
191 265 0 56 32 112 35 126 0 18 44 111 55 1,036 128 153 6 69 78 49 36 0 34 27
120 128 0 0 0 80 15 105 0 51 41 0 45 0 158 116 28 174 0 93 35 0 69 30
571 710 2 349 311 338 116 390 0 119 133 231 177 1,855 377 414 62 317 78 341 104 0 155 85
236 19,330
9 3,439
6 2,771
7 1,295
22 7,505
Sukoharjo 6.2.1.
Sasaran Luas Areal Tanam, Luas Areal Panen, Produktivitas Padi Jagung dan Kedelai
Sasaran areal tanam padi, jagung dan kedelai di kabupaten Sukoharjo agak berfluaktuasi setiap tahunnya tergantung dari kondisi curah hujan, jika tahun berjalan memperoleh curah hujan yang tinggi (disebut tahun basah), maka biasanya sasara luas areal tanam pada tahun berikutnya adalah lebih kecil, dan sebaliknya jika terjadi tahun kering (curah rendah dan datang terlambat), maka tahun berikutnya mestinya intensitas tanamnya menjadi lebih besar, karena sebagian waktu tanam ada yang menyebran ke taun berikutnya. Sasaran tanam untuk tahun 2015 terkait dengan target program Upsus, secara rinci terdapat pada Tabel 38. 83
Tabel 38. Sasaran luas areal tanam padi, jagung dan kedelai di Sukoharjo, Tahun 2015 Rencana Luas Tanam Padi (Ha) No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan
Luas Sawah (Ha)
Oktobe r-Maret
AprilSeptem ber
Tota l (Ha) 4,927 2,656 4,234 6,403 6,498 6,628 6,391 6,184 2,298 3,131 3,134 1,216 53,70 0
WERU BULU TAWANGSARI SUKOHARJO NGUTER BENDOSARI POLOKARTO MOJOLABAN GROGOL BAKI GATAK KARTASURA
1,989 1,123 1,674 2,363 2,569 2,569 2,453 2,169 934 1,249 1,251 471
3,478 1,704 2,339 2,561 3,473 2,988 3,523 3,161 1,402 1,648 1,601 594
1,449 952 1,895 3,842 3,025 3,640 2,868 3,023 896 1,483 1,533 622
Total
20,814
28,472
25,228
Sasar an IP 248 237 253 271 253 258 261 285 246 251 251 258 258
Rencana Palawija Jagu Kede ng lai (ha)
(ha)
175 80 195 25 896 249 822 0 32 136 224 87
1,745 0 729 5 50 196 4 0 0 0 0 0
2,921
2,729
Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015
Berdasarkan tabel tersebut, di Sukoarjo dari luas lahan baku sawah 20.814 hektar ditargetkan dalam tahun 2015 dapat menanam padi seluas 53.700, rencana ini sudah mengakomodir arahan Presiden RI untuk tanaman areal tanam di Jawa Tengah seluas 1 juta hektar. Dari sasaran tanam padi tersebut di bagi dua musim yaitu Oktober-Maret seluas 28.472 ha
dan April-September seluas 25.228 ha,
sehingga sasaran total indeks pertanaman (IP) adalah 258 persen. Sebenarnya sasaran sebesar itu sangat berat karena sebelumnya IP sudahmencapai hampir 250 persen dan dari waktu ke waktu sudah kecil untuk di tingkatkan karena sudah
leveling off dan di Jawa Tengah termasuk yang paling tinggi, sementara luas lahan sawah urutan kedua dari bawah. Untuk sasaran tanaman jagung, sebenarnya di Sukoharjo bukan menjadi sasaran utama, karena keterbatasan lahan yang ada. Apabila jagung diutamakan sebenarnya bisa namun terjadi trade-off dengan penggunaan lahan untuk padi, sehingga dapat dipastikan bahwa luas areal tanam padi akan menurun. Sasaran tanaman jagung di arahkan pada kecamatan tertentu yang kondisi lingkungannya kurang kondisif untuk tanaman padi seperti kecmaatan Nguter, Bendosari, Polokarto,
84
Tawangsari, Weru Baki dan Gatak. Total sasaran tanaman jagung di Sukoharjo sekitar 2.921 hektar pada tahun 2015. Hal yang sama juga sasaran tanaman kedelai, disampaing karena rebutan penggunaan lahan, juga masyarakat petani sudah cermat memilih mana yang ekonomis lebih menguntungkan. Kondisi kedelai disamping produktivitas masih kurang memuaskan petani, juga ketika panen harganya sering tidak sesuai dengan harapan petani. Pengembangan sasaran tanam kedelai yang biasa masyarakat menanamnya adalah dikecamatan Weru, Tawangsari, Bendosari, Nguter, Sukoharjo dan Polokarto. Total sasaran tanaman kedelai adalah hampir sama dengan Jagung tahun 2015 yaitu 2.729 hektar. Untuk sasaran produksi padi, jagung dan kedelai dapat disimak pada Tabel 39 dibawah ini.
Tabel 39. Sasaran produksi padi, jagung dan kedelai di Sukoharjo, Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan
Luas Sawah (Ha)
WERU 1,989 BULU 1,123 TAWANGSARI 1,674 SUKOHARJO 2,363 NGUTER 2,569 BENDOSARI 2,569 POLOKARTO 2,453 MOJOLABAN 2,169 GROGOL 934 BAKI 1,249 GATAK 1,251 KARTASURA 471 Total 20,814 Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015
Padi (GKG) 35.364 19.966 29.762 42.011 45.676 45.676 43.611 39.646 16.605 21.125 22.241 8.374 370.058
Sasaran Produksi (ton) Jagung Kedelai (Pipil (Wose Kering) Kering) 1.519 3.333 694 0 1.692 1.393 217 10 7.794 95 2.162 379 7.133 8 0 0 278 0 1.180 0 1.944 0 755 0 25.368 5.218
Dari luasan yang di atrgetkan, maka dengan meningkatkan produktivitas yang dipertahankan sebesar 68,91 ton per hektar untuk padi, 86,85 ton per hektar untuk jagung, dan 1,91 ton per hektar untuk kedelai, maka sasaran produksi yang hendak di capai di Sukoharjo pada tahun 2015 adalah 370.058 ton padi gabah kering giling, 25.368 ton jagung pipil kering dan 5.218 ton kedelai wose kering. Tantangan yang dihadapi untuk mencapai produksi tersebut adalah : (a) kepastian ketersediaan pupuk, (b) pendampingan petani atau penyuluhuan tentang penggunaan teknologi budidaya padi, jagung dan kedelai, (c) jaminan ketersediaan 85
air, hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim yang terkadang diluar jangkauan manusia. Namun palign tidak kita berusaha untuk mengurangi kebocoran air melalui pemeliharaan dan perbaikan saluran air, dan menjaga daerah tangkapan air, (d) jaminan harga padi, jagung, dan kedelai, dan (e) kesiagaan menghadapi serangan OPT melalui program persediaan pestisida.
6.2.2.
Pencapaian Luas Areal Tanam, Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Jagung dan Kedelai
Dengan upaya yang telah dilakukan oleh segenap aparat baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah mencapai luas tanam seperti yang diharapkan.
Sampai dengan bulan Mei 2015 pencapaian luas tanam dan panen
padi, jagung dan kedelai di kabupaten Sukoharjo adalah seperti tertera pada Tabel 40. Tabel 40. Pencapaian luas tanam dan panen padi, jagung dan Kedelai di Sukaharjo, (sd Mei 2015) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan
Capaian Luas Tanam (ha)
Luas Sawah (Ha)
WERU 1,989 BULU 1,123 TAWANGSARI 1,674 SUKOHARJO 2,363 NGUTER 2,569 BENDOSARI 2,569 POLOKARTO 2,453 MOJOLABAN 2,169 GROGOL 934 BAKI 1,249 GATAK 1,251 KARTASURA 471 Total 20,814 Sumber : Dinas Pertanian Kab. Sukoharjo, 2015
Padi
Jagung
Kedelai
3.969 (80,56%) 1.605(98,08%) 2.297(54,25%) 2.894(45,20%) 4.662(71,75%) 4.584(69,16%) 4.482(70,13%) 3.906(63,16%) 1.831(79,68%) 2.384(76,14%) 2.333(74,44%) 931(76,53%) 35.878(66,81%)
164(93,71%) 98(122,5%) 128(65,64%) 40(160%) 505(56,36%) 243(97,59%) 763(92,82%) 0(0,00%) 0(0,00%) 0(0,00%) 0(0,00%) 6(0,07%) 1.447(49,54%)
363(20,80%) 0(0,00%) 373(51,17%) 0(0,00%) 28(56,00%) 2(1,02%) 4(100,00%) 0(0,00%) 0(0,00%) 0(0,00%) 0(0,00%) 0(0,00%) 770(28,22%)
Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa pencapaian realisasi tanam padi di Kabuapten Sukoharjo pada Mei minggu III adalah 66,81% atau seluas 35.878 hektar. Hasil capaian ini realtif optimis karena pergeseran tanam pada MT 1 juga sekitar 2-3 bulan tergantung kepada daerah kecamatan. Pada kecamatan yang irigasinya terjamin luas areal tanam sudah mencapai 80-90% seperti yang terjadi di 86
Kecamatan Bulu dan Weru masing-masing adalah 98,08% dan 80,56%. Pada kecamatan lain baru berkisar antara 63 – 79%. Permasalahan utama yang dihadapi adalah ketersediaan air dan datangnya curah hujan relatif berbeda pada masingmasing kecamatan. Sementara untuk capaian realisasi tanam jagung dibandingkan dengan sasaran tanam pada lingkup Kabupaten Sukoharjo baru mencapai 49,54%. Hal ini dipandang sangat wajar, karena jagung di tanam ketika padi sudah selesai, realisasi tanam yang ada itu sebagain besar adalah pada lahan kering pada MT I (MH), untuk di lahan sawah dapat dipastikan akan ditanam sebagian besar setelah panen MT II. Kecamatan yang sudah terbiasa menanam jagung capaiannya sudah begitu besar, seperti pada Kecamatan Weru, Bulu, Bendosari, dan Polokarto. Bahkan untuk kecamatan tertentu realisasi tanam jagung sudah mencapai di atas 100% seperti dikecamatan Bulu dan Sukoharjo masing-masing 122,5% dan 160%. Hal ini dapat dijelaskan bahwa realisasi tanam melebihi sasaran tanam, karena sebagian realisasi tanam di lakukan masyarakat dilahan tegalan dan pekarangan, sementara pekarangan tidak dihitung sebagai luasan sasaran tanam. Sebaliknya untuk kecamatan lainnya seperti Grogol, Baki, Gatak dan Kartasura capaian realisasi tanam masih 0% karena diwilayah tersebut pada MT I dan MT II hampir secara keseluruhan menanam padi, sehingga penanaman jagung baru dilakukan menunggu MT II berakhir. Begitu juga untuk capaian realisasi tanam Kedelai masih sangat rendah, karena tanam kedelai betul-betul menunggu akhir MT II padi. Biasanya petani memanfaatkan sisa air tanah yang masih lembab untuk ditanami kedelai, sehingga capaiannya baru mencapai 28,22%. Kecuali di Kecamatan Polokarto sudah mencapai 100% dan Kecamatan Nguter sudah mencapai 56%. 6.3.
Wonogiri Padi sebagian besar diusahakan di lahan sawah, data rata-rata tahun 2010-
2014 tercatat 61 625 Ha atau sekitar 78 presen dari total areal tanam padi. Sementara itu padi gogo berkonstribusi sekitar 22 persen (16707 Ha), namun demikian dalam kurun tahun 2010-2014 luas tanam padi gogo meningkat cukup signifikan
(15,05%
per
tahun),
sehingga 87
berkonstribusi
positif
terhadap
pertumbuhan luas tanam padi secara keseluruhan, sedangan luas tanam padi sawah relatif stagnan, bahkan cenderung menurun dengan semakin luasnya konversi lahan sawah ke penggunaan lainnya termasuk non pertanian. Secara rinci perkembangan luas tanam padi sawah dan gogo per kecamatan disajikan pada Tabel 41. Untuk perkembangan produksi dan produktivitas disajikan dengan menggunakan data 2010 dan 2013 (Tabel 42), mengingat data produksi per kecamatan tahun 2014 belum tersedia.
Mengacu dengan data produksi tersebut, maka untuk menyajikan
perkembangan data luas panen juga menggunakan data tahun 2010 dan 2013 (Tabel 43), agar dapat dibandingkan dengan variabel produksi dengan tahun yang sama. Tabel 41. Perkembangan Luas Tanam Padi Sawah, Padi Gogo dan Padi Total Menurut Kecamatan, di Kabupaten selama tahun 2010-2014
Laju Pertumbuhan Luas Tanam Padi selama 2010-2014 (%/tahun) Padi sawah
Padi Gogo
Padi Total
1
Pracimantoro
19.96
16.99
9.19
2
Paranggupito
0.00
1.47
0.00
3
Giritontro
187.20
-3.39
11.89
4
Giriwoyo
-14.18
20.60
1.97
5
Batuwarno
4.15
16.02
10.02
6
Karangtengah
170.81
175.64
162.50
7
Tirtomoyo
-6.23
8
Nguntoronadi
15.08
9
Baturetno
-19.07
10
Eromoko
20.41
61.66
28.04
11
Wuryantoro
47.09
50.32
45.48
12
Manyaran
-1.38
56.03
0.58
13
Selogiri
14
Wonogiri
-0.34 46.27
5.89 -18.56
-36.86
-39.86
8.07
5.20
88
7.80
15
Ngadirojo
26.96
100.94
27.27
16
Sidoharjo
4.58
-14.27
2.92
17
Jatiroto
4.55
18
Kismantoro
-11.90
84.22
-6.10
19
Purwantoro
20.56
-167.75
14.27
20
Bulukerto
-19.92
0.00
-19.92
21
Slogohimo
-18.69
0.00
-18.69
22
Jatisrono
18.52
0.00
18.52
23
Jatipurno
-13.82
0.00
-13.82
24
Girimarto
38.14
0.00
38.14
25
Puh Pelem
-30.30
0.00
-29.80
-0.39
15.05
2.63
61265
16707
77972
4.55
Rataan Kabupaten Wonogiri (%/tahun) Rataan Luas Tanam Kabupaten Wonogiri (ha)
Tabel 42. Perkembangan Produksi Padi Sawah, Padi Gogo dan Padi Total Menurut Kecamatan, di Kabupaten selama tahun 2010-2013
No
Kecamatan
Produksi tahun 2010 (Ton)
Produksi tahun 2013 (Ton)
Padi sawah
Padi sawah
Padi Gogo
Padi
Padi Gogo
Padi
Perubahan Produksi Padi (%)
1
Pracimantoro
3633
14835
18468
7201
14642
21843
118.3
2
Paranggupito
0
8197
8197
0
10046
10046
122.6
3
Giritontro
636
6514
7150
1326
5761
7088
99.1
4
Giriwoyo
13490
9819
23310
16206
12738
28944
124.2
5
Batuwarno
4748
4169
8917
4553
4585
9138
102.5
6
Karangtengah
3888
1059
4947
5746
6668
12414
250.9
89
7
Tirtomoyo
20877
2613
23490
25353
1794
27147
115.6
8
Nguntoronadi
7501
2856
10357
9022
5231
14253
137.6
9
Baturetno
15238
0
15238
16446
68
16513
108.4
10
Eromoko
11836
4023
15860
23040
8895
31935
201.4
11
Wuryantoro
9427
1050
10477
14770
1668
16437
156.9
12
Manyaran
9703
702
10405
15480
1608
17088
164.2
13
Selogiri
28539
590
29130
27497
1224
28721
98.6
14
Wonogiri
8676
764
9440
11291
913
12204
129.3
15
Ngadirojo
20606
111
20717
17323
107
17430
84.1
16
Sidoharjo
15300
873
16173
16149
1400
17549
108.5
17
Jatiroto
6588
0
6588
10320
0
10320
156.6
18
Kismantoro
6745
264
7009
7835
917
8751
124.9
19
Purwantoro
14950
155
15104
15628
503
16131
106.8
20
Bulukerto
10811
0
10811
10718
0
10718
99.1
21
Slogohimo
28654
0
28654
17797
0
17797
62.1
22
Jatisrono
15039
0
15039
19441
0
19441
129.3
23
Jatipurno
10830
0
10830
9931
0
9931
91.7
24
Girimarto
14007
0
14007
22906
0
22906
163.5
25
Puh Pelem
8509
95
8604
6011
0
6011
69.9
290230
58689
348920
331989
78767
410756
117.7
JUMLAH
Tabel 43. Perkembangan Luas Panen Padi Sawah, Padi Gogo dan Padi Total Menurut Kecamatan, di Kabupaten selama tahun 2010-2013
Luas Panen 2010 (Ha)
No 1
Kecamatan Pracimantoro
Padi sawah 685
Padi Gogo 3455
Padi 4140
90
Luas Panen 2013 (Ha) Padi sawah 1162
Padi Gogo 3715
Padi 4877
Perubahan Luas Panen (%) 117.8
2
Paranggupito
0
1767
1767
0
2032
2032
115.0
3
Giritontro
121
1556
1677
229
1520
1749
104.3
4
Giriwoyo
2495
2015
4510
2552
2621
5173
114.7
5
Batuwarno
927
901
1828
795
1023
1818
99.5
6
Karangtengah
729
256
985
1050
1433
2483
252.1
7
Tirtomoyo
3883
648
4531
4357
375
4732
104.4
8
Nguntoronadi
1387
685
2072
1717
1320
3037
146.6
9
Baturetno
2658
0
2658
2701
15
2716
102.2
10
Eromoko
2217
952
3169
3674
1801
5475
172.8
11
Wuryantoro
1674
225
1899
2434
352
2786
146.7
12
Manyaran
1852
157
2009
2532
395
2927
145.7
13
Selogiri
4332
139
4471
4442
261
4703
105.2
14
Wonogiri
1692
190
1882
1836
195
2031
107.9
15
Ngadirojo
3548
25
3573
3066
32
3098
86.7
16
Sidoharjo
2564
204
2768
2774
285
3059
110.5
17
Jatiroto
1146
0
1146
1776
0
1776
154.9
18
Kismantoro
1248
65
1313
1329
235
1564
119.1
19
Purwantoro
2285
38
2323
2668
125
2793
120.2
20
Bulukerto
1867
0
1867
1988
0
1988
106.5
21
Slogohimo
4295
0
4295
3211
0
3211
74.8
22
Jatisrono
2557
0
2557
3286
0
3286
128.5
23
Jatipurno
1841
0
1841
1681
0
1681
91.3
24
Girimarto
2325
0
2325
3857
0
3857
165.9
25
Puh Pelem
1548
21
1569
1027
0
1027
65.5
49876
13299
63175
56144
17735
73879
116.9
JUMLAH
Tabel 44. Perkembangan Produktivitas Padi Sawah, Padi Gogo dan Padi Total Menurut Kecamatan, di Kabupaten selama tahun 2010-2013
91
Luas Panen 2010
No
Kecamatan
Padi sawah
Padi Gogo
2013
Padi
Padi sawah
Padi Gogo
Padi
Perubahan (%)
1
Pracimantoro
53.01
42.94
44.60
61.97
39.41
44.79
100.4
2
Paranggupito
-
46.39
46.39
-
49.44
49.44
106.6
3
Giritontro
52.39
41.86
42.62
57.92
37.90
40.52
95.1
4
Giriwoyo
54.06
48.73
51.68
63.50
48.60
55.95
108.3
5
Batuwarno
51.23
46.27
48.79
57.27
44.82
50.26
103.0
6
Karangtengah
53.35
41.38
50.24
54.72
46.53
50.00
99.5
7
Tirtomoyo
53.77
40.32
51.85
58.19
47.84
57.37
110.7
8
Nguntoronadi
54.10
41.69
50.00
52.55
39.63
46.93
93.9
9
Baturetno
57.33
-
57.33
60.89
45.00
60.80
106.1
10
Eromoko
53.40
42.26
50.05
62.71
49.39
58.33
116.5
11
Wuryantoro
56.30
46.66
55.16
60.68
47.37
59.00
107.0
12
Manyaran
52.40
44.72
51.80
61.14
40.72
58.38
112.7
13
Selogiri
65.87
42.48
65.15
61.90
46.90
61.07
93.7
14
Wonogiri
51.27
40.21
50.16
61.50
46.82
60.09
119.8
15
Ngadirojo
58.07
44.32
57.97
56.50
33.36
56.26
97.0
16
Sidoharjo
59.67
42.80
58.43
58.22
49.14
57.37
98.2
17
Jatiroto
57.47
-
57.47
58.11
-
58.11
101.1
18
Kismantoro
54.06
40.58
53.39
58.95
39.00
55.95
104.8
19
Purwantoro
65.42
40.71
65.02
58.58
40.20
57.75
88.8
20
Bulukerto
57.91
-
57.91
53.91
-
53.91
93.1
21
Slogohimo
66.71
-
66.71
55.43
-
55.43
83.1
22
Jatisrono
58.81
-
58.81
59.16
-
59.16
100.6
23
Jatipurno
58.84
-
58.84
59.08
-
59.08
100.4
24
Girimarto
60.26
-
60.26
59.39
-
59.39
98.6
25
Puh Pelem
54.96
45.27
54.83
58.53
-
58.53
106.7
JUMLAH
58.19
44.13
55.23
59.13
44.41
55.60
100.7
92
6.1.
Perkembangan Luas Areal Tanam, Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung
Padi sebagian besar diusahakan di lahan sawah, data rata-rata tahun 20102014 tercatat 61 625 Ha atau sekitar 78 presen dari total areal tanam padi. Sementara itu padi gogo berkonstribusi sekitar 22 persen (16707 Ha), namun demikian dalam kurun tahun 2010-2014 luas tanam padi gogo meningkat cukup signifikan
(15,05%
per
tahun),
sehingga
berkonstribusi
positif
terhadap
pertumbuhan luas tanam padi secara keseluruhan, sedangan luas tanam padi sawah relatif stagnan, bahkan cenderung menurun dengan semakin luasnya konversi lahan sawah ke penggunaan lainnya termasuk non pertanian. Secara rinci perkembangan luas tanam padi sawah dan gogo per kecamatan disajikan pada Tabel 41. Untuk perkembangan produksi dan produktivitas disajikan dengan menggunakan data 2010 dan 2013 (Tabel 42), mengingat data produksi per kecamatan tahun 2014 belum tersedia.
Mengacu dengan data produksi tersebut, maka untuk menyajikan
perkembangan data luas panen juga menggunakan data tahun 2010 dan 2013 (Tabel 43), agar dapat dibandingkan dengan variabel produksi dengan tahun yang sama. Tabel 45. Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Jagung Menurut Kecamatan, di Kabupaten selama tahun 2010-2013
Luas Tanam (Ha) NO.
KECAMATAN
1 Pracimantoro 2 Paranggupito 3 Giritontro 4 Giriwoyo 5 Batuwarno
2010
Luas Panen (Ha)
2013 Perubahan
2010
2013 Perubahan
5862
7402
126.27
41825
33884
81.01
1128
1283
113.74
3250
7024
216.11
1650
1655
100.30
13472
7849
58.26
4487
4163
92.78
22259
32458
145.82
4431
3270
73.80
13856
17068
123.18
93
6 Karangtengah 7 Tirtomoyo 8 Nguntoronadi 9 Baturetno 10 Eromoko 11 Wuryantoro 12 Manyaran 13 Selogiri 14 Wonogiri 15 Ngadirojo 16 Sidoharjo 17 Jatiroto 18 Kismantoro 19 Purwantoro 20 Bulukerto 21 Slogohimo 22 Jatisrono 23 Jatipurno 24 Girimarto 25 Puh Pelem JUMLAH
2250
842
37.42
32934
13096
39.76
2000
825
41.25
12744
5850
45.91
1583
1130
71.38
7973
8460
106.11
2256
2083
92.33
12780
12992
101.66
1227
3458
281.83
17341
14864
85.72
1705
576
33.78
15896
6475
40.73
1327
1100
82.89
8652
5970
69.00
856
230
26.87
4511
5242
116.20
1692
1142
67.49
9531
7114
74.64
4470
4275
95.64
22990
20654
89.84
1870
2255
120.59
16358
15652
95.68
3513
2796
79.59
24617
18741
76.13
1396
1093
78.30
11562
6480
56.05
1798
2182
121.36
16578
15222
91.82
1053
437
41.50
10535
3360
31.89
2026
1243
61.35
15592
10889
69.84
1955
1907
97.54
13876
10140
73.08
979
853
87.13
5948
3964
66.65
2978
2555
85.80
19093
17046
89.28
929
1992
214.42
9999
10153
101.54
55421
50747
91.57
384172
310647
80.86
Tabel 46. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Jagung Menurut Kecamatan, di Kabupaten selama tahun 2010-2013
NO.
KECAMATAN
Produksi (T0n) 2010
Perubahan
2013
Produktivitas (Ku/Ha) 2010
94
2013
Perubahan
1
Pracimantoro
41825
33884
81.01
61.11
48.59
79.51
2
Paranggupito
3250
7024
216.11
53.02
60.81
114.70
3
Giritontro
13472
7849
58.26
63.76
46.83
73.45
4
Giriwoyo
22259
32458
145.82
59.31
60.62
102.21
5
Batuwarno
13856
17068
123.18
58.04
41.87
72.14
6
Karangtengah
32934
13096
39.76
57.82
59.02
102.07
7
Tirtomoyo
12744
5850
45.91
52.10
44.28
85.00
8
Nguntoronadi
7973
8460
106.11
51.86
56.82
109.55
9
Baturetno
12780
12992
101.66
60.29
53.27
88.35
10
Eromoko
17341
14864
85.72
60.86
43.64
71.71
11
Wuryantoro
15896
6475
40.73
56.42
68.59
121.58
12
Manyaran
8652
5970
69.00
28.83
36.38
126.19
13
Selogiri
4511
5242
116.20
51.61
86.36
167.34
14
Wonogiri
9531
7114
74.64
52.82
62.40
118.14
15
Ngadirojo
22990
20654
89.84
51.56
46.54
90.26
16
Sidoharjo
16358
15652
95.68
62.22
71.86
115.50
17
Jatiroto
24617
18741
76.13
68.90
58.90
85.49
18
Kismantoro
11562
6480
56.05
57.30
60.22
105.09
19
Purwantoro
16578
15222
91.82
58.21
71.33
122.55
20
Bulukerto
10535
3360
31.89
63.58
63.16
99.33
21
Slogohimo
15592
10889
69.84
65.57
66.80
101.88
22
Jatisrono
13876
10140
73.08
69.00
53.45
77.47
23
Jatipurno
5948
3964
66.65
52.86
46.47
87.92
24
Girimarto
19093
17046
89.28
55.12
61.87
112.25
25
Puh Pelem
9999
10153
101.54
58.00
55.12
95.03
384172
310647
80.86
57.56
54.54
94.75
JUMLAH
95
6.2.
Perkembangan Luas Areal Tanam, Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai
Padi sebagian besar diusahakan di lahan sawah, data rata-rata tahun 20102014 tercatat 61 625 Ha atau sekitar 78 presen dari total areal tanam padi. Sementara itu padi gogo berkonstribusi sekitar 22 persen (16707 Ha), namun demikian dalam kurun tahun 2010-2014 luas tanam padi gogo meningkat cukup signifikan
(15,05%
per
tahun),
sehingga
berkonstribusi
positif
terhadap
pertumbuhan luas tanam padi secara keseluruhan, sedangan luas tanam padi sawah relatif stagnan, bahkan cenderung menurun dengan semakin luasnya konversi lahan sawah ke penggunaan lainnya termasuk non pertanian. Secara rinci perkembangan luas tanam padi sawah dan gogo per kecamatan disajikan pada Tabel 41. Untuk perkembangan produksi dan produktivitas disajikan dengan menggunakan data 2010 dan 2013 (Tabel 42), mengingat data produksi per kecamatan tahun 2014 belum tersedia.
Mengacu dengan data produksi tersebut, maka untuk menyajikan
perkembangan data luas panen juga menggunakan data tahun 2010 dan 2013 (Tabel 43), agar dapat dibandingkan dengan variabel produksi dengan tahun yang sama.
Tabel 47. Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen KedelaiMenurut Kecamatan, di Kabupaten selama tahun 2010-2013
NO .
Luas Tanam (Ha) KECAMATAN
2010
2013
Luas Panen (Ha) Perubahan
2010
2013
Perubahan
1 Pracimantoro
3642
1959
53.79
4031
2269
56.29
2 Paranggupito
152
0
-
115
0
-
3 Giritontro
1170
685
58.55
1164
836
71.82
4 Giriwoyo
1757
1049
59.70
3085
793
25.71
5 Batuwarno
2378
2065
86.84
1806
2602
144.08
6 Karangtengah
1058
87
8.22
1624
94
5.79
7 Tirtomoyo
1363
755
55.39
1668
705
42.26
96
8 Nguntoronadi
435
20
4.60
561
19
3.38
9 Baturetno
1819
1399
76.91
2009
1579
78.59
10 Eromoko
1890
305
16.14
2248
772
34.34
11 Wuryantoro
2509
730
29.10
3046
904
29.68
12 Manyaran
977
1649
168.78
2136
2213
103.61
13 Selogiri
228
0
-
274
0
-
14 Wonogiri
86
100
116.28
81
94
116.05
15 Ngadirojo
365
53
14.52
316
50
15.82
16 Sidoharjo
636
389
61.16
666
364
54.65
17 Jatiroto
147
13
8.84
18
12
66.67
18 Kismantoro
794
542
68.26
1018
547
53.74
19 Purwantoro
1123
594
52.89
1083
561
51.79
20 Bulukerto
94
0
-
56
0
-
21 Slogohimo
65
6
9.23
59
6
10.17
22 Jatisrono
179
230
128.49
179
230
128.49
23 Jatipurno
89
0
-
113
50
44.08
24 Girimarto
45
0
-
42
0
-
25 Puh Pelem
90
40
44.44
56
20
35.57
23091
12670
54.87
27439
14720
53.65
JUMLAH
Tabel 48. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kedelai Menurut Kecamatan, di Kabupaten selama tahun 2010-2013 Produksi (T0n) NO.
KECAMATAN
Perubahan 2010
2013
Produktivitas (Ku/Ha) 2010
Perubahan
2013
1
Pracimantoro
4926
2284
46.36
12.22
10.06
82.36
2
Paranggupito
116
0
-
10.11
-
-
3
Giritontro
1356
970
71.54
11.65
11.61
99.61
4
Giriwoyo
3455
1096
31.74
11.20
13.83
123.47
5
Batuwarno
2225
3849
172.98
12.32
14.79
120.06
97
6
Karangtengah
1866
151
8.09
11.49
16.06
139.78
7
Tirtomoyo
1987
1210
60.89
11.91
17.16
144.07
8
Nguntoronadi
638
28
4.39
11.36
14.74
129.77
9
Baturetno
2847
2037
71.54
14.17
12.90
91.02
10
Eromoko
2926
958
32.75
13.02
12.41
95.35
11
Wuryantoro
4187
1237
29.54
13.75
13.68
99.51
12
Manyaran
2954
3491
118.19
13.83
15.78
114.07
13
Selogiri
297
0
-
10.83
-
-
14
Wonogiri
107
128
119.47
13.23
13.62
102.94
15
Ngadirojo
394
68
17.25
12.47
-
-
16
Sidoharjo
888
478
53.84
13.34
13.14
98.52
17
Jatiroto
19
12
63.37
10.52
10.00
95.06
18
Kismantoro
1129
686
60.71
11.09
12.53
112.98
19
Purwantoro
1366
716
52.42
12.61
12.76
101.21
20
Bulukerto
76
0
-
13.59
-
-
21
Slogohimo
82
5
6.11
13.86
8.33
60.13
22
Jatisrono
223
263
118.15
12.44
11.43
91.95
23
Jatipurno
95
64
67.14
8.40
12.80
152.33
24
Girimarto
50
0
-
11.90
-
-
25
Puh Pelem
66
21
32.45
11.69
10.66
91.22
34275
19752
57.63
12.49
13.42
107.42
JUMLAH
6.4.
Magelang Kabupaten Magelang termasuk salah satu kabupaten sentra produksi padi.
Pada tahun 2014, Kabupaten Magelang mengalami surplus beras sebanyak 58.272 ton. Perkembangan luas tanam, dan uas panen padi di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada Tabel 49 berikut. Tabel 49. Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi, 2010-2014
98
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kecamatan
2010
Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Muntilan Mungkid Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabag Ngabak Total
4106 2379 2668 2779 2106 1408 3385 2402 3228 1772 3068 2197 4456 2521 4609 2836 4641 2156 190 4397 180 57484
Luas Tanam 2014 3693 1986 2892 2709 2427 2218 2887 2907 3402 1343 3096 2067 4175 2632 4287 3095 4584 2238 52 4322 147 57159
Perubaha n -10,1 -16,5 8,4 -2,5 15,2 57,5 -14,7 21,0 5,4 -24,2 0,9 -5,9 -6,3 4,4 -7,0 9,1 -1,2 3,8 -72,6 -1,7 -18,3 -0,6
2010 3521 1606 2634 3136 1748 1406 3006 3052 3264 1633 2897 2089 4085 2355 4548 2851 4183 1636 191 4746 180 54767
Luas Panen 2014 3817 2032 2908 2718 2137 2308 3030 2918 3530 1423 3115 1957 4267 2711 4288 3186 4576 2213 52 4244 149 57579
Perubaha n 8,4 26,5 10,4 -13,3 22,3 64,2 0,8 -4,4 8,1 -12,9 7,5 -6,3 4,5 15,1 -5,7 11,8 9,4 35,3 -72,8 -10,6 -17,2 5,1
Selama lima tahun terakhir (2010-2014) terjadi penurunan luas tanam dalam jumlah yang relatif kecil. Namun demikian, pada kurun waktu yang sama terjadi peningkatan luas panen mencapai 5 persen. Kalau dilihat menurut kecamatan, terdapat kecamatan dengan penurunan
luas panen yang tajam dan sebaliknya
kenaikan luas panen yang juga cukup tajam. Informasi dari petugas lapangan (Koordinator Penyuluh Pertanian), penurunan luas panen dikarenakan terjadinya konversi lahan sawah dan beberapa kasus terjadi peralihan komoditas yang diusahakan oleh petani (dari padi ke hortikultura). Ada delapan kecamatan yang merupakan sentra hortikultura yang umumnya ditanam di lahan sawah yaitu Ngablak, Pakis, Kajoran, Kaliangkrik, Dukun, Sawangan, Srumbung dan Windusari. Perkembangan produksi dan produktivitas padi di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada Tabel 50 berikut. Tabel 50. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi, 2010-2014
No.
Kecamatan
2010
Produksi 2014
Perubahan
99
2010
Produktivitas 2014 Perubahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Muntilan Mungkid Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabag Ngabak Total
Selain luas
20574 10513 16648 18626 11568 8280 18780 18016 19183 10054 17846 12235 20677 13477 27878 16612 25750 9938 895 29357 834 327650
22543 12206 19071 16798 12733 13908 18375 17747 20470 8727 18939 12048 21860 14974 26341 18665 28285 13873 270 27271 779 345883
9,6 16,1 14,6 -9,8 10,1 68,0 -2,2 -1,5 6,7 -13,2 6,1 -1,5 5,7 11,1 -5,5 12,4 9,8 39,6 -69,8 -7,1 -6,6 5,6
panen, pada periode
5,0 4,4 6,2 6,7 5,5 5,9 5,5 7,5 5,9 5,7 5,8 5,6 4,6 5,3 6,0 5,9 5,5 4,6 4,7 6,7 4,6 5,7
6,1 6,1 6,6 6,2 5,2 6,3 6,4 6,1 6,0 6,5 6,1 5,8 5,2 5,7 6,1 6,0 6,2 6,2 5,2 6,3 5,3 6,1
tersebut juga terjadi
21,8 39,1 5,7 -7,5 -4,5 6,6 14,7 -18,6 1,3 14,5 5,2 4,7 12,8 6,4 1,6 3,0 11,2 34,5 10,2 -5,5 14,4 6,2
peningkatan
produktivitas (Tabel 50), sehingga produksi padi selama kurun waktu 2010-2014 meningkat sebesar 5,6%. Untuk jagung, terjadi penurunan luas panen mencapai 12%, demikian pula juga penurunan untuk produktivitas, sehingga produksi jagung menurun mencapai lebih dari 15 %.
Penurunan ini terjadi disebabkan selain
konversi lahan sawah juga terjadinya musim kering yang panjang pada tahun 2013/2014
sehingga banyak petani yang tidak menanam jagung. Perkembangan
luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas untuk jagung disajikan pada Tabel 51 dan Tabel 52. Tabel 51. Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Jagung, 2010-2014
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Muntilan Mungkid Sawangan Candimulyo
2013 37 155 596 137 159 152 43 56 564 965
Luas Panen 2014 42 111 466 94 253 95 3 59 233 351
Perubahan
13,5 -28,4 -21,8 -31,4 59,1 -37,5 -93,0 5,4 -58,7 -63,6
100
2010 147 802 4300 850 1035 935 277 397 3240 5991
Produksi 2014 222 556 3092 605 1636 514 20 394 1344 2197
Perubahan
51,0 -30,7 -28,1 -28,8 58,1 -45,0 -92,8 -0,8 -58,5 -63,3
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabag Ngabak Total
5 119 1007 2359 541 1760 121 1016 1615 876 252
1 118 975 2548 501 1715 119 919 1476 523 368 10970
12535
-80,0 -0,8 -3,2 8,0 -7,4 -2,6 -1,7 -9,5 -8,6 -40,3 46,0 -12,5
30 590 5287 10483 3127 10136 885 6745 11881 5688 1361
74187
6 521 5378 12831 3006 10355 835 6456 7668 3216 2017 62869
-80,0 -11,7 1,7 22,4 -3,9 2,2 -5,6 -4,3 -35,5 -43,5 48,2 -15,3
Walaupun dari kinerja produksi jagung mengalami penurunan namun dari segi kinerja kelembagaan (dari tingkat kabupaten sampai pada tingkat kelompok tani) berjalan dengan baik dan penuh dedikasi. Salah satunya ditunjukkan dengan penghargaan yang diperoleh pemerintah daerah Magelang pada tahun 2013 dari Gubernur Jawa Tengah yaitu penghargaan "Adhikarya Pangan Nusantara”. Pemberian penghargaan tersebut bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kemampuan para kelompoktani/masyarakat untuk membangun kesejahteraan dirinya maupun perekonomian di pedesaan berdasarkan kerjasama yang dinamis antara petani dalam kelompok masyarakat yang difasilitasi oleh para pembinanya sehingga dapat berkembang dengan baik. Dari 10 kategori yang dinilai, Kabupaten Magelang memperoleh penghargaan pada 3 kriteria yaitu Pelaku Ketahanan Pangan Kelompok Desa Mandiri Pangan (DMP), Pelaku Ketahanan Pangan Kelompok P2KP dan Penyuluh pendamping P2KP. Tabel 52. Perkembangan Produktivitas Jagung, 2010-2014
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Muntilan Mungkid Sawangan Candimulyo
Luas Panen 2014
2013
4,0 5,2 7,2 6,2 6,5 6,2 6,4 7,1 5,7 6,2
101
Perubahan
5,3 5,0 6,6 6,4 6,5 5,4 6,7 6,7 5,8 6,3
33,0 -3,2 -8,0 3,7 -0,7 -12,0 3,5 -5,8 0,4 0,8
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabag Ngabak Total
6.5.
6,0 5,0 5,3 4,4 5,8 5,8 7,3 6,6 7,4 6,5 5,4 5,9
6,0 4,4 5,5 5,0 6,0 6,0 7,0 7,0 5,2 6,1 5,5 5,7
0,0 -10,9 5,1 13,3 3,8 4,8 -4,1 5,8 -29,4 -5,3 1,5 -3,2
Temanggung 6.5.1. Perkembangan Luas Areal Tanam, Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Jagung dan Kedelai
Dinamika Luas areal produksi dan produktivitas padi, jagung dan kedelai (2012 – 2014) menunjukkan bahwa padi sebagai tanaman bahan makanan pokok, memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Tanaman padi juga merupakan tanaman yang banyak diusahakan oleh sebagian besar masyarakat Temanggung. Pada tahun 2013 produksi padi sebesar 150.287,94 ton, mengalami penurunan sebesar 5,89 persen. Luas panen padi terluas adalah Kecamatan Kedu yang mencapai seluas 2.754 hektar dengan produksi sebesar 15.600,94 ton (10,38 %) dari total produksi padi Kabupaten Temanggung. Produksi jagung, kacang tanah, dan kacang kedelai pada tahun 2013 ini mengalami penurunan dan sedangkan produksi ketela pohon, ketela rambat, sedangkan ketela rambat mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Tabel
53. Perkembangan luas panen dan produksi padi jagung di Kab. Temanggung selama 5 tahn terakhir (2009 - 2013) Padi
Jagung
No
Tahun
Luas panen (ha)
Produksi (ton)
Luas panen (ha)
Produksi (ton)
1
2013
26 530,00
150 287,94
22 331,00
111 327,40
2
2012
25 753,00
159 689,10
24 872,00
139 394,70
102
3
2011
26 169,00
153 586,00
19 015,00
76 080,00
4
2010
28 177,00
176 389,00
30 474,00
154 642,00
5
2009
27 879,00
173 027,00
32 684,00
136 057,00
Sumber
: Laporan tahunan Dinas Tanbunhut Kab. Temanggung, 2014
6.5.2. Sasaran Luas Areal Tanam, Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Jagung dan Kedelai
Guna mendukung program Upsus Padi Jagung dan Kedelai (Upsus PJK), pemerintah daerah Kabupaten Temanggung melalui Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan telah merencanakan untuk menetapkan sasaran luas areal tanam padi seluas 27,78 ribu ha yang tersebar di 20 kecamatan dengan perkiraan/estimasi produksi hasil panen padi sebanyak 171,98 ribu ton gabah kering giling (GKG). Guna mencapai sasaran tersebut, pemerintah daerah Kabupaten Temanggung telah membuat skenario upaya pencapaian Upsus PJK melalui beberapa program atau kegiatan. Adapun program kegiatan yang diharapkan dapat menunjang kegiatan UPSUS swasembada padi adalah: (a) Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) yang diharapkan mampu mengairi lahan sawah seluas 2700 ha. Dari luas areal program ini produksi gabah diharapkan dapat mencapai 16,71 ribu ton; (b) Program GP-PTT seluas 2000 ha yang diharapkan dapat menghasilkan produksi padi sebesar 14.000 ton; (c) Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) yang sumber dananya berasal dari DAK (Dana Alokasi Khusus) seluas 1500 ha. Program ini diharapkan mampu menyumbang produksi padi sebesar 9,28 ribu ton; (d) Program Optimalisasi lahan seluas 600 ha yang diharapkan mampu menghasilkan produksi padi sebanyak 4,20 ribu ton; (e) Program SLPTT padi unggul seluas 80 ha diharapkan mampu meghasilkan produksi padi dalam bentuk GKG sebesar 600 ton; (f) Program Pengembangan Padi Organik seluas 110 ha yang diharapkan dapat menghasilkan produksi padi sebanyak 715 ton; dan (g) Swadaya petani padi seluas 20.794 ha yang diharapkan mampu menghasilkan padi sebanyak 128,71 ribu ton. Dari beberapa program pengembangan tersebut diharapkan padi yang dihasilkan sejak bulan Oktober 2014 s/d September 2015 dapat mencapai seluas 27,78 ribu ha.
103
Untuk komoditas jagung, pemerintah daerah Kabupaten Temanggung melalui Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan telah merencanakan sasaran tanam jagung seluas 26,27 ribu. Dari luas areal tanam ajgung tersebut direncanakan mampu menghasilkan produksi jagung pipilan kering sebesar 152,46 ribu ton. Guna mencapai sasaran tersebut, maka melalui beberapa program kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui Dintanbunhut, diharapkan program kegiatan tersebut dapat mencapai sasaran yang ditargetkan. Ada tiga program kegiatan pengembangan tanaman jagung yaitu : (a) Program Pengembangn Jagung yang dananya bersumber dari APBD II seluas 250 ha, dengan program ini diharapkan mampu menghasilkan produksi jagung sebesar 1,62 ribu ton; (b) Program Pengembangan Jagung melalui dana APBN-P seluas 3.100 ha yang diharapkan dapat menghasilkan produksi jagung sebesar 18,60 ribu ton, dan (c) Swadaya petani jagung dengan sasaran luas areal tanam seluas 22,92 ribu ha dan diharapkan mampu menghasilkan produksi jagung sebesar 132,24 ribu ton. Untuk komoditas kedelai, produksi secara keseluruhan direncanakan sebesar 99 ton. Wilayah Kabupaten Temanggung memang bukan merupakan daerah sentra produksi dan pengembangan komoditas kedelai, sehingga dalam program Upsus PJK ini pemerintah daerah sengaja tidak mentargetkan sasaran luas pengembangan areal tanam kedelai. Kalaupun ada kegiatannya terbatas dari swadaya masyarakat dan dari Program Kegiatan Introduksi Budidaya Kedelai. Hasil diskusi dengan pihak Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan menunjukkan bahwa luas areal pengembangan komoditas kedelai hanya ditargetkan tidak lebih dari 5 ha. Untuk pengembangan produksi yang tergolong terbatas ini sifatnya juga dalam rangka uji coba melalui Program Kegiatan Introduksi Budidaya Kedelai yang didanai dari APBD II. Program ini diharapkan mampu meningkatkan produksi kedelai sekitar 7,95 ton. Sementara dari sumbangan swadaya masyarakat diperkirakan seluas 57 ha, dan dari luasan tersebut diharapkan mampu memproduksi kedelai sebanyak 90,63 ton. 6.6.
Sasaran Luas Areal Tanam, Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Jagung dan Kedelai 6.6.1. Sasaran Luas Areal Tanam Padi
104
Sasaran luas areal tanam padi di kabupaten Klaten menurut kecamatan pada tahun 2015 memberikan beberapa gambaran pokok sebagai berikut: (1) Luas baku sawah seluas 38.197 Ha, (2) Sasaran luas areal tanam secara total sebesar 62.838 Ha, luas tanam tersebut ditanam pada Musim Hujan (Oktober-Maret) seluas 38.197 Ha (60.79 %) dan pada Musim Kemarau (April-September seluas 24.641 Ha (39.21 %); dan (3) Berdasarkan luas baku sawah dan luas tanam pada MH dan Mk maka sasaran IP tanaman padi sebesar 1.65. Informasi secara lebih terperinci tentang sebaran sasaran luas areal tanam di kabupaten Klaten menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 54 berikut.
Tabel 54. Sararan Luas Areal Tanam Padi di Kabupaten Klaten menurut Kecamatan, 2015 Target Luas Tanam Padi (Ha) Oktober-Maret April-September Total (Ha) 1,129 731 1,860
No.
Kecamatan
Luas Swah (Ha)
1
Prambanan
1,129
2.
Gantiwarno
1,671
1,671
1,155
2,826
3.
Wedi
1,762
1,762
505
2,267
4.
Bayat
1,276
1,276
227
1,503
5.
Cawas
3,560
3,560
1,588
5,148
6.
Trucuk
2,684
2,684
850
3,534
7.
Kalikotes
1,140
1,140
516
1,656
8.
Kebonarum
883
883
867
1,750
9.
Jogonalan
1,441
1,441
939
2,380
10.
Manisrenggo
1,829
1,829
1,295
3,124
11.
Karangnongko
848
848
589
1,437
12.
Ngawen
1,081
1,081
1,110
2,191
13.
Ceper
2,002
2,002
754
2,756
14.
Pedan
1,271
1,271
354
1,625
15.
Karangdowo
2,617
2,617
2,460
5,077
16.
Juwiring
1,962
1,962
2,017
3,979
17.
Wonosari
2,293
2,293
1,781
4,074
18
Delanggu
1,597
1,597
2,072
3,669
19
Polanharjo
2,020
2,020
2,009
4,029
20
Karanganom
1,420
1,420
974
2,394
21
Tulung
1,596
1,596
287
1,883
22
Jatinom
525
525
296
821
105
23
Kemalang
105
105
79
184
24
Klaten Selatan
987
987
610
1,597
25
Klaten Tengah
273
273
373
646
26
Klaten Utara
225
225
203
428
38,197
38,197
24,641
62,838
Total
6.2.1.
Sasaran Luas Areal Tanam Padi
Sasaran luas areal panen secara total sebesar 60.702 Ha, luas panen tersebut dipanen pada Musim Hujan (Oktober-Maret) seluas 35.132 Ha (57.88 %) dan pada Musim Kemarau (April-September seluas 25.570 Ha (42.12 %). Kemungkinan besar sasaran luas areal panen padi akan terlampaui, karena sasaran tersebut lebih rendah jika dibandingkan sasaran luas areal panen 2014 yang mencapai 65.678 Ha. Informasi rencana luas panen menurut periode waktu dan kecamatan di Kabupaten Klaten dapat disimal pada Tabel 55 berikut. Tabel 55. Luas panen Eksisting 2014 dan Rencana Luas Areal Panen Padi di Kabupaten Klaten menurut Kecamatan, 2015 Existing (2014)
No
Kecamatan
Luas Sawah Luas Luas (Ha) Tanam Panen Provitas (Ton/Ha) (Ha) (Ha)
IP
Rencana Luas Panen Padi target (Ha) kenaikan produksi Oktober- AprilTotal Produksi Septem10 % Maret (Ha) ber
1. Prambanan
1,374
3,120
1,933
56.68
1.88
10,592
11,651
1,129
731
1,860
2. Gantiwarno
1,603
2,552
2,448
55.97
1.59
13,320
14,652
1,671
1,155
2,826
3. Wedi
1,551
3,026
2,863
55.55
2.00
15,266
16,793
1,471
1,471
2,942
4. Bayat
816
1,680
1,629
55.23
2.06
8,753
9,714
1,378
114
1,492
5. Cawas
2,318
4,824
4,798
56.06
2.08
25,642
28,206
2,318
2,719
5,037
6. Trucuk
1,913
3,909
4,297
57.96
1.72
23,546
25,901
2,932
1,439
4,371
7. Kalikotes
774
1,828
1,692
56.54
2.00
8,918
9,810
1,140
516
1,656
8. Kebonarum
722
1,714
1,859
57.00
2.50
10,523
11,575
883
867
1,750
9. Jogonalan
1,567
2,635
2,512
56.45
2.18
13,812
15,243
1,735
887
2,622
10. Manisrenggo
1,519
3,073
3,058
55.19
2.02
16,784
18,462
2,668
381
3,049
764
1,721
1,604
56.15
2.19
8,979
9,877
848
589
1,437
12. Ngawen
1,152
2,256
2,373
55.01
1.90
13,336
14,670
1,082
1,110
2,192
13. Ceper
1,551
2,727
2,681
55.27
1.75
14,306
15,737
1,437
1,364
2,801
14. Pedan
881
1,879
1,807
56.84
2.14
9,846
10,831
881
881
1,762
15. Karangdowo
2,053
4,970
4,540
56.65
2.42
24,822
27,304
2,181
2,896
5,077
16. Juwiring
2,008
3,410
3,509
56.34
2.50
19,493
21,442
1,779
1,454
3,233
17. Wonosari
2,223
4,113
3,735
55.12
1.87
20,626
22,689
2,286
1,781
4,067
11. Karangnongko
106
18 Delanggu
1,280
1,983
3,663
56.35
1.89
20,395
22,435
484
472
956
19 Polanharjo
1,824
5,173
5,369
55.86
2.66
29,909
32,900
1,152
709
1,861
20 Karanganom
1,695
2,873
3,008
55.41
1.70
16,475
18,123
1,697
1,697
3,394
21 Tulung
1,739
2,581
2,688
57.18
1.48
14,700
15,716
1,955
313
2,268
22 Jatinom
613
479
580
56.81
1.68
3,238
3,562
428
548
976
23 Kemalang
48
108
108
54.54
2.25
545
561
48
96
144
24 Klaten Selatan
814
1,581
1,566
56.00
2.02
8,724
9,487
877
765
1,642
25 Klaten Tengah
295
776
814
56.24
2.50
4,536
4,860
273
373
646
26 Klaten Utara
307
680
544
56.68
1.62
3,003
3,303
399
242
641
Total
33,402 65,671 65,678 56.61 1.99 360,089 395,502 35,132 25,570 60,702
1.1.1. Sukoharjo *** 1.1.2. Wonogiri Sasaran luas areal tanam padi di kabupaten Wonogiri menurut kecamatan pada tahun 2014/2015 memberikan beberapa gambaran pokok sebagai berikut: (1) Sasaran luas areal tanam secara total Kabupaten Wonogiri 74.741 Ha terdiri atas lahan sawah seluas 57.768 Ha (77,29 %) dan padi gogo seluas 16.973 Ha (22,71 %); (2) Pada lahan sawah seluas 57.768 Ha, luas tanam tersebut ditanam pada Musim Hujan (Oktober-Maret) seluas 41.754 Ha (72,28 %) dan pada Musim Kemarau (AprilSeptember) seluas 16.014 Ha (27,72 %); (3) Pada lahan padi gogo seluas 16.973 Ha yang secara keseluruhan ditanam pada Musim Hujan (Oktober-Maret) (100 %); Informasi secara lebih terperinci tentang sebaran sasaran luas areal tanam di kabupaten Klaten menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 56 berikut.
Tabel 56. Target Sasaran Luas Tanam Padi menurut Jenis Lahan di Kabupaten Wonogiri, 2014/2015 Padi Sawah No 1 2
Kecamatan Pracimantoro Paranggupito
OktoberMaret
AprilSept
1.289 -
174 -
Padi Gogo Total (Ha) 1.463 -
107
Oktober- AprilMaret Sept 3.898 2.138
-
Total (Ha) 3.898 2.138
Padi Total 5.361 2.138
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Giritontro Giriwoyo Batuwarno Karangtengah Tirtomoyo Nguntoronadi Baturetno Eromoko Wuryantoro Manyaran Selogiri Wonogiri Ngadirojo Sidoharjo Jatiroto Kismantoro Purwantoro Bulukerto Slogohimo Jatisrono Jatipurno Girimarto Puh Pelem Jumlah
416 0 1.928 865 824 65 1.090 289 3.280 811 1.254 251 2.662 405 3.755 59 1.988 223 2.131 121 2.023 2107 1.329 311 4.026 544 1.685 1.622 1.133 332 572 717 1788 1154 1602 708 2013 947 1917 1000 944 789 1587 1885 518 635 41.754 16.014
416 2.793 889 1.379 4.091 1.505 3.067 3.814 2.211 2.252 4.130 1.640 4.570 3.307 1.465 1.289 2.942 2.310 2.960 2.917 1.733 3.472 1.153 57.768
1.512 3.161 1.079 874 274 620 14 1.992 378 326 200 40 254 207 6 16.973
-
1.512 3.161 1.079 874 274 620 14 1.992 378 326 200 40 254 207 6 16.973
1.928 5.954 1.968 2.253 4.365 2.125 3.081 5.806 2.589 2.578 4.130 1.840 4.610 3.561 1.465 1.496 2.942 2.310 2.960 2.917 1.733 3.472 1.159 74.741
Sasaran luas areal tanam padi di Kabupaten Wonogiri menurut kecamatan pada tahun 2014/2015 memberikan beberapa gambaran pokok sebagai berikut: (1) Sasaran luas areal tanam padi secara total yang ditargetkan sebesar 54.249 Ha; (2) Realisasi tanam padi mencapai 58.727 Ha; (3) Pencapaian realisasi melebihi target yang ditetapkan atau mencapai (108,30 %).
Informasi secara lebih terperinci
tentang sebaran sasaran dan realisasi luas areal tanam di kabupaten Wonogiri menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 57 berikut.
Tabel 57. Pencapaian Realisasi Luas Tanam Bulan Okt-Maret 2014/2015, di Kabupaten Wonogiri No
Kecamatan
Target
Realisasi
Pencapaian
(Ha)
(Ha)
(%)
108
1
Pracimantoro
4.859
5.187
106,8
2
Paranggupito
2.138
2.138
100,0
3
Giritontro
1.722
1.928
112,0
4
Giriwoyo
5.424
5.089
93,8
5
Batuwarno
1.902
1.903
100,1
6
Karangtengah
1.390
1.964
141,3
7
Tirtomoyo
2.897
3.554
122,7
8
Nguntoronadi
1.881
1.874
99,6
9
Baturetno
1.887
2.676
141,8
10
Eromoko
4.152
5.747
138,4
11
Wuryantoro
1.615
2.366
146,5
12
Manyaran
2.641
2.457
93,0
13
Selogiri
2.752
2.023
73,5
14
Wonogiri
1.404
1.529
108,9
15
Ngadirojo
3.826
4.066
106,3
16
Sidoharjo
2.690
1.939
72,1
17
Jatiroto
572
1.133
198,1
18
Kismantoro
1.047
779
74,4
19
Purwantoro
1.408
1.788
127,0
20
Bulukerto
1.014
1.602
158,0
21
Slogohimo
1.523
2.013
132,2
22
Jatisrono
1.838
1.917
104,3
23
Jatipurno
723
944
130,6
24
Girimarto
2.493
1.587
63,7
25
Puh Pelem
451
524
116,2
54.249
58.727
108,3
Jumlah
109
Sasaran luas areal tanam jagung di kabupaten Wonogiri menurut musim dan kecamatan pada tahun 2014/2015 memberikan beberapa gambaran pokok sebagai berikut: (1) Luas baku sawah seluas 32.539 Ha, (2) Sasaran luas areal tanam jagung secara agregat seluas 63.935 Ha, luas tanam tersebut ditanam pada Musim Hujan (Oktober-Maret) seluas 60.114 Ha (94,02 %) dan pada Musim Kemarau (AprilSeptember) seluas 3.821 Ha (5,98 %); dan (3) Berdasarkan luas baku sawah dan luas tanam pada MH dan Mk maka sasaran IP tanaman padi sebesar 1.53. Informasi secara lebih terperinci tentang sebaran sasaran luas areal tanam di kabupaten Klaten menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 58 berikut.
Tabel 58. Target Sasaran Luas Tanam Jagung di Kabupaten Wonogiri, 2014/2015
Kecamatan
Luas Sawah (Ha)
Luas Lhn Kering (Ha)
1
Pracimantoro
961
2
Paranggupito
3
Target Luas Tanam OktoberMaret
AprilSept
Total (Ha)
Realisasi OktoberMaret
Pencapaian (%)
9484
7471
683
8154
7049
94.35
0
5726
1283
0
1283
1283
100.00
Giritontro
225
4171
1694
15
1709
1715
101.24
4
Giriwoyo
1466
7576
5773
100
5873
4476
77.53
5
Batuwarno
424
3840
4156
315
4471
3504
84.31
6
Karangtengah
635
4401
2916
11
2927
1021
35.01
7
Tirtomoyo
1806
4258
1698
180
1878
799
47.06
8
Nguntoronadi
1488
2340
1219
78
1297
1296
106.32
9
Baturetno
2333
2916
2485
253
2738
1594
64.14
10
Eromoko
2196
5690
2942
365
3307
2934
99.73
11
Wuryantoro
1284
2977
1843
457
2300
894
48.51
12
Manyaran
1340
3519
1753
0
1753
1055
60.18
13
Selogiri
2047
1434
659
197
856
260
39.45
14
Wonogiri
1100
2482
1773
131
1904
1218
68.70
15
Ngadirojo
2425
5753
3988
130
4118
4425
110.96
16
Sidoharjo
1905
2039
2162
28
2190
2260
104.53
17
Jatiroto
1088
3359
3436
0
3436
2796
81.37
18
Kismantoro
1115
1256
1170
11
1181
1048
89.57
No
110
19
Purwantoro
1426
2841
1794
266
2060
2047
114.10
20
Bulukerto
1012
1274
319
295
614
303
94.98
21
Slogohimo
1650
2313
1970
128
2098
1262
64.06
22
Jatisrono
1425
2863
2050
10
2060
1894
92.39
23
Jatipurno
1134
1782
967
20
987
873
90.28
24
Girimarto
1655
2145
2792
123
2915
1939
69.45
25
Puh Pelem
399
2229
1801
25
1826
1917
106.44
32539
88668
60114
3821
63935
49862
82.95
Jumlah
Sasaran luas areal tanam kedelai di Kabupaten Wonogiri menurut musim dan kecamatan pada tahun 2014/2015 memberikan beberapa gambaran pokok sebagai berikut: (1) Luas baku sawah seluas 32.539 Ha, (2) Sasaran luas areal tanam kedelai yang ditetapkan secara agregat seluas 13.816 Ha, luas tanam tersebut ditanam pada Musim Hujan (Oktober-Maret) seluas 7.604 Ha (55,04 %) dan pada Musim Kemarau (April-September) seluas 6.212 Ha (44,96 %); (3) Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu daerah sentra produksi di Jawa Tengah; dan (4) Kecamatan sentra produksi kedelai terutama terdapat di Kecamatan Batuwarno, Pracimantoro, Manyaran, Baturetno, Wuryantoro dan Giriwoyo. Informasi secara lebih terperinci tentang sebaran sasaran luas areal tanam di kabupaten Klaten menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 59 berikut.
Tabel 59. Target Sasaran Luas Tanam Kedelai di Kabupaten Wonogiri, 2014/2015
No
Kecamatan
Luas Sawah (Ha)
Luas Lhn Kering (Ha)
Target Luas Tanam OktoberMaret
April-Sept
Pencapaian (%)
Realisasi Total (Ha)
Okt-Mar
1
Pracimantoro
961
9484
1174
825
1999
1703
145.06
2
Paranggupito
0
5726
-
-
-
-
-
3
Giritontro
225
4171
580
10
590
542
93.45
4
Giriwoyo
1466
7576
640
500
1140
942
147.19
5
Batuwarno
424
3840
1549
455
2004
1424
91.93
6
Karangtengah
635
4401
142
150
292
69
48.59
7
Tirtomoyo
1806
4258
-
600
600
-
-
8
Nguntoronadi
1488
2340
-
300
300
-
-
9
Baturetno
2333
2916
902
545
1447
938
103.99
111
10
Eromoko
2196
5690
257
142
399
161
62.65
11
Wuryantoro
1284
2977
745
490
1235
342
45.91
12
Manyaran
1340
3519
1144
700
1844
713
62.33
13
Selogiri
2047
1434
-
100
100
-
-
14
Wonogiri
1100
2482
-
0
0
-
-
15
Ngadirojo
2425
5753
-
295
295
-
-
16
Sidoharjo
1905
2039
20
250
270
30
150.00
17
Jatiroto
1088
3359
0
10
10
0
0
18
Kismantoro
1115
1256
338
250
588
315
93.20
19
Purwantoro
1426
2841
103
450
553
88
85.44
20
Bulukerto
1012
1274
-
-
-
-
-
21
Slogohimo
1650
2313
-
-
-
-
-
22
Jatisrono
1425
2863
10
140
150
-
-
23
Jatipurno
1134
1782
-
-
-
-
-
24
Girimarto
1655
2145
-
-
-
-
-
25
Puh Pelem
399
2229
-
-
-
-
-
32539
88668
7604
6212
13816
7267
95.57
Jumlah
1.1.3. Magelang Harus diakui terdapat perbedaan luas lahan sawah, target luas panen dan produksi padi yang dapat berbeda antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten. Data dari Kementerian Pertanian (Pusat) untuk Kabupaten Magelang mencantumkan seperti pada Tabel 60. Hasil koordinasi dengan Distanbuthun Kabupaten Magelang menyampaikan bahwa pada tahun 2015, target luas tanam 57.616 ha karena hasil maksimum yang pernah dicapai adalah 57.410. Dengan bantuan program Upsus, pemerintah daerah mentargetkan luas tanam menjadi lebih besar dibandingkan target awal yaitu 59.364. Demikian pula untuk produktivitas padi, selama ini ratarata produktivitas padi sekitar 5,6 ton/ha, oleh karena itu, pemerintah daeran mentarget awal sebesar 5,8 ton/ha. Selama tahun 2015 dengan adanya Program Upsus Padi Jagung dan Kedelai, pemerintah daerah juga melakukan perubahan-perubahan terkait target dan sasaran seperti yang disampaikan dalam laporan mingguan. Pada tanggal 5 Februari 2015, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah 112
mengeluarkan surat keputusan tentang sasaran produksi padi untuk setiap kabupaten. Surat ini menindaklanjuti perintah Presiden RI tanggal 31 Januari 2015 yang mentargetkan produksi padi di Provinsi Jawa Tengah meningkat 2 juta ton GKG. Berdasarkan surat tersebut target produksi padi di Kabupaten Magelang sebesar 380.505 ton. Pada tahun 2015, Kabupaten Magelang
mentargetkan luas areal tanam
sebesar 59.364 hektar yang sebagian besar akan ditanam pada periode oktoberMaret seperti pada Tabel 61. Sasaran setiap kecamatan disesuaikan dengan luas lahan terutama lahan sawah, karena sebagian besar padi ditanam di lahan sawah. Dengan melalui berbagai upaya terkait dengan bantuan traktor, pompa air, tranplanter, dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT), serta koordinasi yang baik dan intensif dalam pelaksanaan Upsus padi maka pada periode Oktober-Maret pencapaian target melebihi dari target yang ditetapkan menjadi 107,8% (Tabel 63). Tabel 60. Target Sasaran Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Uraian Pusat Kabupaten 36.882 36.916 Luas lawah (ha) 36.800 57.61659.364 Luas tanam (ha) 58.991 Luas panen (ha) 59.368 58.289 IP 1,84 1,56 5,86,09 Produktivitas 6,3 (ton/ha) Produksi (ton GKG) 364.156 350.232
Propinsi 57.616 57.603 1,55 6,346 365.550
Tabel 61. Sasaran Tanam Padi Tahun 2015 No Kecamatan Luas Sawah Rencana Luas Tanam Padi (Ha) (Ha) Oktober-Maret AprilTotal September 1 Bandongan 2.601 2.717 1.754 4.471 2 Borobudur 1.207 1.129 747 1.876 3 Candimulyo 1.458 1.225 536 1.761 4 Dukun 2.425 1.366 1.085 2.451 5 Grabag 2.430 2.413 1.809 4.222 6 Kajoran 2.366 2.480 1.847 4.327 7 Kaliangkrik 1.542 1.789 989 2.778 8 Mertoyudan 1.862 1.974 1.393 3.367 9 Mungkid 2.293 1.466 1.394 2.860
113
10 Muntilan 11 Ngabalak 12 Ngluwar 13 Pakis 14 Salam 15 Salaman 16 Sawangan 17 Secang 18 Srumbung 19 Tegalrejo 20 Tempuran 21 Windusari Total Kabupaten
1.738 187 1.426 284 1.903 2.162 1.781 2.752 1.198 1.723 1.858 1.720 36.916
2.340 85 2.264 124 1.479 2.082 1.583 2.681 1.481 1.690 1.546 1.779 35.693
777 99 357 24 1.352 1.959 1.741 1.982 912 637 994 1.283 23.671
3.117 184 2.621 148 2.831 4.041 3.324 4.663 2.393 2.327 2.540 3.062 59.364
Pencapaian luas tanam yang cukup tinggi disebabkan adanya percepatan tanam pada bulan Februari-Maret karena pada sebagian wilayah di Kabupaten Magelang mengejar tanam tembakau pada bulan Juni-Juli. Disamping itu jika tanam padi melewati bulan Maret dikhawatirkan akan kesulitan mendapatkan air setelah memasuki musim kemarau. Untuk data luas panen padi sampai bulan Maret 2015 dapat dilihat pada Tabel 63. Tabel 62. Pencapaian Realisasi Luas Tanam bln Okt-Maret 2014/2015 No Kecamatan Target Realisasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Bandongan Borobudur Candimulyo Dukun Grabag Kajoran Kaliangkrik Mertoyudan Mungkid Muntilan Ngabalak Ngluwar Pakis Salam Salaman Sawangan Secang
2.717 1.129 1.225 1.366 2.413 2.480 1.789 1.974 1.466 2.340 85 2.264 124 1.479 2.082 1.583 2.681
114
100,0 105,4 100,0 114,5 101,1 100,0 93,2 93,6 124,6 104,1 216,6 100,0 144,4 200,6 100,0 100,5 107,3
Pencapaian (%) 100,0 105,4 100,0 114,5 101,1 100,0 93,2 93,6 124,6 104,1 216,6 100,0 144,4 200,6 100,0 100,5 107,3
18 Srumbung 19 Tegalrejo 20 Tempuran 21 Windusari Total Kabupaten
1.481 1.690 1.546 1.779 35.693
115,9 110,6 100,4 101,5 38479,9
115,9 110,6 100,4 101,5 107,8
Tabel 63. Realisasi Luas Panen Padi Sampai Bulan Maret 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kecamatan Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Muntilan Mungkid Sawangan Candimulyo Martoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabag Ngablak Jumlah
Okt-Des 729 61 267 176 267 387 102 594 1069 80 236 266 982 467 747 676 872 35 0 1131 17 9.161
Januari 203 20 24 163 239 135 224 52 38 8 218 116 283 222 191 27 261 1 2.425
Februari
166,00
135,12 292,00
339,00
181,00 1113,12
Maret 68 2 684 175 117 218 310 437 185 58 123 181 370 250 318 160 262 387 67 304 14 4690
Total 1000 63 971 541 547 844 412 1301,12 1770 190 397 455 1570 833 1687 1058 1325 449 67 1877 32 17.357
Selain padi, petani juga menanam jagung yang umumnya menggunakan varietas BISI dan pioner.
Total rencana luas tanam 2014-2015 seluas 9.082 ha,
yang terdistribusi untuk Oktober-Maret 2014/2015 seluas 5.254 ha dan pada AprilSeptember 2015 seluas 4.758 ha. Informasi secara terperinci tentang luas lahan dan rencana tanam jagung dapat dilihat pada Tabel 64. Tabel 64. Luas Lahan dan Rencana Tanam untuk Jagung, 2015 No
Kecamatan
Luas Sawah dan tegal (Ha) Sawah
Tegal
Rencana Tanam Okt-Mar
115
April-Sept
Total
1
Bandongan
2.602
866
479
246
725
2
Borobudur
1207
200
188
12
200
3
Candimulyo
1472,671
0
140
551
691
4
Dukun
200
0
0
200
200
5
Grabag
0
335
145
190
335
6
Kajoran
0
0
0
0
0
7
Kaliangrik
1.535,00
2.744,20
1.363,00
887,00
2.250,00
8
Mertoyudan
0
2033086
61
89
150
9
Mungkid
0
2463
0
75,9
75,9
10
Muntilan
1737,65
0
0
0
0
11
Ngablak
3066,45
138,00
336,00
474,00
0,00
12
Ngluwar
0
1426
0
86
0
13
Pakis
1.450
-
-
-
-
14
Salam
0
326
62
88
150
15
Salaman
2162
2530,481
22
113
135
16
Sawangan
0
3645064,409
81
119
200
17
Secang
0
0
0
0
0
18
Srumbung
350
0
34
0
0
19
Tegalrejo
1716
949
733
537
1270
20
Tempuran
0
1693,171
107
43
150
21
Windusari
1720
2894
1503
1047
2550
19.219
5.694.715
5.254
4.758
9.082
Total
Total realisasi tanam komoditas jagung sampai dengan bulan Maret 2015 telah mencapai 6.556 ha. Daerah sentra produksi utama terdapat di Kecamatan Kali Angrik, Windusari, dan Bandongan. Informasi secara terperinci tentang data realisasi tanam untuk komoditas jagung menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 65. Tabel 65. Realisasi Tanam Jagung Sampai Bulan Maret 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan Bandongan Borobudur Candimulyo Dukun Grabag Kajoran Kaliangrik Mertoyudan Mungkid Muntilan
I
II 11 0 0 0 0 0 51 0 0 0
III 23 0 0 0 0 0 111 0 0 0
116
Total
IV 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
1.085 183 122 0 152,35 0 1.718 22,4 0 0
11
Ngablak
0
4,2
0
0
57,69
12 13 14 15
Ngluwar Pakis Salam Salaman
0 19 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 661 0 22
16 17 18 19 20 21
Sawangan Secang Srumbung Tegalrejo Tempuran Windusari Total
0 0 0 0 0 0 81
0 0 0 0 0 0 138
0 0 0 0 38 0 58
0 0 0 0 0 0 -
32 0 0 716 257 1.528 6.556
tanaman
pertanian/
1.1.4. Temanggung Pengukuran
indikator
peningkatan
produktivitas
perkebunan dilakukan pada sembilan komoditas utama yaitu padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, tembakau, kopi arabika dan kopi robusta. Berdasarkan data capaian kinerja tahun 2013 rata-rata capaian kinerja untuk indikator peningkatan produktivitas tanaman pertanian/ perkebunan sebesar 91,76%. Menurut Skala Pengukuran Pencapaian Sasaran LAKIP 2013, nilai capaian tersebut termasuk kategori Sangat Baik. Dari kesembilan komoditas utama, hanya jagung, ubi kayu dan ubi jalar yang mampu mempertahankan capaian kinerja 100% selama kurun waktu lima tahun. Sedangkan keenam komoditas lainnya bersifat fluktuatif. Penurunan capaian kinerja pada tahun 2013 dialami oleh komoditas padi (79,18%), tembakau (72,06%) dan kacang tanah (61,19%). Jika ditinjau dari rencana lima tahunan dalam Rencana Strategis, pada tahun 2013 terjadi penurunan capaian kinerja produktivitas padi, jagung dan ubi jalar. Penurunan produktivitas tanaman padi disebabkan karena tingginya curah hujan dan serangan hama serta penyakit, diantaranya adalah tikus, wereng batang coklat, hawar daun.
Informasi secara lebih terperinci tentang
117
capaian kinerja produktivitas tiga komoditas utama yaitu padi, jagung dan kedelai dapat dilihat pada Tabel 66. Tabel No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
66. Peningkatan Produktivitas Pertanian/ Perkebunan (Ton/Ha) Komoditas Padi
Jagung
Tahun
Target
Realisasi
Capaian (%)
2009
5,5
6
100
2010
5,6
6,2
100
2011
5,7
5,79
100
2012
5,9
6,28
100
2013
6,1 3,6
5,65 4,1
92,6
2009 2010
3,9
4,94
100
2011
4,1
5,08
100
4,2
5,6
100 100
2009
4,3 1,74
4,99 1,47
84,4
2010
1,78
4,22
100
2011
1,82
1,89
100
1,9
1,9
100
1,98
2,07
100
2012 2013
Kedelai
2012 2013
100
Untuk meningkatkan produktivitas pada tahun mendatang perlu ditingkatkan program yang dapat mengatasi kejadian tidak menentunya iklim, penanganan hama dan penyakit yang lebih berkelanjutan dan terpadu. Melalui program/kegiatan penggunaan benih unggul berkualitas, SL Iklim, pemanfaatan kalender tanam dan prakiraan cuaca, penyediaan sarana pengendalian hama/penyakit, meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Badan Litbang Kementan, Laboratorium hama/ penyakit, petugas POPT, Dinpertan TPH propinsi Jawa Tengah. Untuk komoditas lain yang mengalami penurunan produktivitas yaitu kacang tanah, komoditas ini selama ini belum tersentuh program. Untuk tahun mendatang perlu adanya program yang mendukung peningkatan produktivitas. Sebagaimana halnya
tanaman
pangan,
pada
komoditas
perkebunan
utama,
penurunan
produktivitas terjadi pada tanaman tembakau. Faktor curah hujan menjadi penyebab utama, sehingga tembakau banyak yang terserang penyakit lanas dan busuk batang. Upaya untuk meningkatkan produktivitas tembakau di tahun mendatang adalah dilakukan dengan program : kerjasama dengan Balittas untuk mendapatkan varietas 118
tahan penyakit, melaksanakan sekolah lapang dan perbaikan teknis budidaya yang disesuaikan dengan kondisi iklim ekstrim, pengendalian hayati dan meningkatkan pemanfaatan pupuk organik. Sebagaimana
halnya
pengukuran
indikator
peningkatan
produktivitas
tanaman pertanian/ perkebunan, maka indikator peningkatan produksi pun dihitung hanya pada sembilan komoditas utama saja. Berdasarkan data capaian kinerja tahun 2013 sebagaimana disebutkan dalam tabel 3.2 dan gambar 3.7. diketahui bahwa rata-rata capaian kinerja untuk indikator peningkatan produsi tanaman pertanian/ perkebunan sebesar 74,49%. Menurut Skala Pengukuran Pencapaian Sasaran LAKIP 2013, nilai capaian tersebut termasuk kategori Cukup. Apabila ditinjau dari rencana lima tahunan dalam Rencana Strategis, sampai dengan tahun 2013
terlihat kecenderungan penurunan produktivitas tanaman
pertanian/ perkebunan pada tahun 2013, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan produksi antara lain sebagai berikut : padi 4,9%, jagung 20,1%, kedelai 87,6%, dan kacang tanah 33%. Dengan demikian, meskipun ada support program khususnya untuk tanaman padi dan jagung dari berbagai sumber dana seperti APBD Kabupaten, APBN TP dan APBN Dekonsentrasi belum mampu meningkatkan produksi dan produktivitas dikarenakan faktor cuaca dan serangan hama/penyakit tidak mendukung. Program baru mendukung ± 30% dari luas tanam yang ada. Sehingga untuk tahun mendatang perlu dilakukan perluasan program dan replikasi program-program yang sudah berhasil. Kedelai dan kacang tanah mengalami penurunan produksi yang signifikan, disebabkan animo masyarakat untuk berbudidaya kedelai masih rendah. Terbukti dengan semakin menurunnya luas panen dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 luas panen kedelai mencapai 86 Ha, tetapi terus mengalami penurunan hingga tahun 2013 menjadi 2 Ha. Produksi kacang tanah pada tahun 2013 hanya mencapai 700 ton sedangkan target produksi 3.679 ton. Kondisi ini disebabkan karena harga kedelai dan kacang tanah belum menguntungkan petani, disamping itu tingkat kesulitan dalam berbudidaya terutama untuk mengatasi serangan hama penyakit masih sulit. Sementara belum ada program yang mendukung pengembangan kedelai dan kacang tanah di Kabupaten Temanggung. Selain itu, masyarakat belum menanam kedelai dan kacang tanah secara monokultur dan intensif. 119
VII.
7.1.
KENDALA-KENDALA POKOK PERSIAPAN PELAKSANAAN PROGRAM UPSUS PADI JAGUNG DAN KEDELAI
Kabupaten Klaten Beberapa kendala teknis dalam melaksanakan Program Upsus padi Jagung
dan Kedelai di Kabupaten Klaten adalah : (1) Masalah ketersediaan air irigasi untuk tanaman padi terutama pada saat awal pengolahan tanam, sementara itu untuk komoditas jagung dan kedelai yang banyak diusahakan pada MK terjadi kekurangan air dilokasi-lokasi sawah irigasi sederhana dan sawah tadah hujan; (2) Kurang tersedianya teknologi benih terutama terjadi pada komoditas kedelai, teknologi budidaya spesifik lokasi (spesific location) terutama terjadi pada komoditas padi lokal dan padi organik, jagung dan kedelai; (3) Kurang tersedianya teknologi panen dan pasca panen, baik untuk komoditas padi, jagung dan kedelai, panen yang terjadi pada MH baik padi, jagung maupun kedelai dihadapkan pada masalah pengeringan yang tidak optimal; (4) Kurangnya jumlah dan kualitas penyuluh pertanian lapangan dalam pelaksanaan Program Upsus Padi, Jagung dan Kedelai, kekurangan ini dipenuhi dari penyuluh pertanian THL, TNI/Babinsa, dan mahasiswa; (5) Sifat komoditas pertanian yang cenderung mempunyai risiko produktivitas dan mudah rusak; dan (6) Adanya serangan OPT terutama serangan hama tikus, wereng cokelat, sundep dan beluk, serta penyakit blast pada padi, bulai pada jagung, serta serangan ulat grayak pada kedelai dan daun keriting pada kedelai; serta (7) Rusak dan terbatas infrastruktur pertanian di petak tersier, seperti infrastruktur irigasi dan jalan usahatani, serta infrastruktur pemasaran. Program JITUT dan JIDES dapat membantu petani dalam meningkatkan produksi usahatani padi, jagung dan kedelai. Sementara itu, untuk memperluas daya serap dan tujuan pasar
dapat dilakukan
dengan mengembangkan infra struktur pasar, misalnya sub terminal agribisnis serta membangun aliansi melalui kemitraan usaha yang saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Beberapa kendala ekonomi yang menghambat Program Upsus Padi Jagung dan Kedelai di Kabupaten Klaten adalah : (1) Pada umumnya petani belum dapat membuat rencana usahatani secara baik; (2) Lemahnya permodalan petani untuk 120
modal investasi, bantuan alsintan, seperti traktor, transplatter, combine harvester, power thresher, dan drying sangat membantu mengatasi modal investasi; (3) Lemahnya permodalan petani untuk modal kerja, bantuan benih, subsidi pupuk dan bantuan pestisida secara tepat sangat membantu mengatasi masalah kekeurangan modal kerja; (4) Rendahnya harga jual hasil pertanian (gabah kering giling/GKG, beras,
jagung,
dan
kedelai),
karena
terbatasnya
dayaserap
pasar
dan
BULOG/DOLOG, perlu ada mekanisme proteksi pemerintah terhadap hasil-hasil pertanian, meningkatkan dayaserap gabah/beras oleh BULOG dan meningkatkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk ketiga komoditas tersebut dapat memberikan insentif kepada petani; (5) Kecenderungan meningkatnya harga-harga input pertanian (benih, pupuk, dan obat-obatan), bantuan benih dan subsidi pupuk dan pestisida dapat membantu petani; (6) Terbatasnya ketersediaan tenaga kerja keluarga dan tingginya tingkat upah diperdesaan, bantuan alsintan sangat membantu dalam meningkatkan pengolahan lahan, tanam serta panen dan pasca panen; dan (7) Belum berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian secara masal di perdesaan, menyebabkan nilai tambah tidak dinikmati masyarakat perdesaan. Beberapa kendala sosial kelembagaan dalam dalam program upsus padi jagung dan kedelai di Kabupaten Klaten adalah : (1) Luas penguasaan lahan yang kecil dan tersebar menyebabkan rendahnya efisiensi usahatani; (2) Sebagian petani berstatus sebagai petani penggarap menyebabkan sebagian petani tidak dapat mengambil keputusan terkait program-program yang dilaksanakan pemerintah; (3) Keberadaan kelembagaan kelompok kerja penanam padi yang belum dilatih cara tanam Jajar Legowo, akan menghambat penerapan sistem tanam Jajar Legowo pada padi dan menghambat introduksi transpanter untuk menanam padi; (4) Persepsi petani bahwa komoditas padi adalah komoditas utama sedangkan komoditas jagung dan kedelai hanyalah komoditas sampingan dapat menghambat pencapaian target produksi jagung dan kedelai; (5) Kurangnya jiwa kewirausahaan (enterpreneurship), sehingga sebagian besar petani kurang berani mengambil risiko baik resiko produksi maupun harga;
(6) Rata-rata tingkat pendidikan petani yang rendah-sedang
diperkirakan semakin sulit melaksanakan Program Upsus Padi, Jagung, dan Kedelai dan program-program pendukungnya secara utuh karena keterbatasan wawasan; 121
(7) Rata-rata umur petani sudah tua (aging) dan ketidak tertarikan generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian khususnya tanaman pangan, introduksi mekanisasi pertanian dapat meningkatkan minat generasi muda; dan (8)
Eksistensi dan
dinamika kelembagaan di tingkat kelompok tani rendah, sehingga posisi petani makin lemah.
Stimulan program bantuan melalui pendekatan kelompok dapat
mendorong petani mengkonsolidasikan diri dalam wadah kelompok dan gapoktan sehingga mampu meningkatkan efisiensi produksi dan mempunyai posisi yang seimbang dengan para pedagang. 7.2.
Kabupaten Sukoharjo Masih ada kendala yang dihadapi dalam pengembangan program Upsus baik
dari sisi teknis, ekonomi, kelembagaan dan dukungan Kebijakan. Dari sisi teknis untuk pengembangan padi masalah yang masih dirasakan bukan masalah budidaya tanaman padi akan tetapi terkait dengan masalah persiapan sebelum tanam dan pendukung pada masa pertanaman, seperti : (a)
keserempakan tanam, karena
tenaga kerja kurang, (b) jadwal pembagian air yang mengganggu jadwal pengolahan lahan dan tanam, (c) pendangkalan saluran, (d) ketersediaan pupuk sering tidak tepat waktu sesuai kebutuhan petani, dan (e) datangnya serangan OPT yang tiba-tiba terutama hama tikus dan wereng. Kendala yang terkait dengan masalah ekonomi adalah : (a) Petani belum mampu mengelola cashflow keuangan usahatani secara baik, artinya hasil usaha senantiasa digunakan habis untuk keperluan hidup, sementara untuk pemenuhan kebutuhan biaya input produksi musim berikutnya selalu mencari-cari lagi; (b) Walaupun sudah ada kebijakan pengadaan gabah BULOG/DOLOG dengan HPP-nya, secara empiris dilokasi hal tersebut belum sepenuhnya dapat menangani harapan petani yakni produksi di beli apa adanya, DOLOG-lah yang mengklasifikasi grade setelah terkumpul di gudang dolog; (c) Jaminan harga gabah/beras, jagung, dan kedelai belum terjamin dengan baik, kerap kali ketika panen raya datang, harga turun sampai pada batas usahatani tidak menguntungkan. Kalaupun ada kebijakan “Resi Gudang”, namun tetap petani tidak mampu akses atau harus ada pihak lain yang menjembatani dengan petani.
122
Masalah kelembagaan pun masih banyak yang harus dibenahi, eksistensi, dinamika dan soliditas kelompok pun semakin menurun. Pada hal kelompok tani/Gapoktan menjadi salah satu syarat kelompok sasaran dapat menerima program, sehingga ada beberapa kelompok yang tumbuh karena kepentingan bersama dan keinginan masyarakat, tetapi terkadang ditumpangi oleh kepentingan politik sehingga kelompok tersebut menjadi tidak kuat. Selain itu, kelembagaan petani yang ada belum terbangun secara holistik dari on farm sampai dengan off
farm, seperti pemasaran hasil, penetapan kualitas produk, dan penetapan harga. Masalah kelembagaan ke depan yang terpenting adalah masalah penyuluh pertanian dan pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT). Pada saat ini posisinya sudah memprihatinkan dengan kondisi sebagai berikut : (a) Penyuluh pertanian yang ada sudah pada mau memasuki usia pension; (b) Penyuluh THL tidak tidak menjamin keajegannya, karena mereka tidak ada jaminan untuk menjadi PNS, manakala ada kesempatan lain yang lebih baik, maka dengan mudah pula mereka meninggalkan tugas sebagai THL dan karena tidak ada kepastian menjadi PNS, semangatnya pun berbeda dengan ketika ada harapan PNS atau dibanding dengan PNS muda; (c) Sekalipun dibantu tenaga TNI baik ditingkat Kodim pada level kabupaten dan level desa (Babinsa), maka hal tersebut tidak mungkin terjadi selamanya. Dukunga kebijakan, sudah cukup banyak namun implementasinya masih belum optimal, misalnya kelancaran penyaluran pupuk tampaknya masih harus ditinjau kembali, karena pada nyatanya sampai saat ini masih ada beberapa masalah : (a) belum tepat waktu datangnya, (b) jumlahnya dibatasi menurut luas, sementara ada beberapa petani yang melebihi ketentuan luasan tersebut. Peraturan ini dipandang kontra-produktiv dengan peningkatan produksi dan swasembada pangan, (c) aturan menjadi terlalau rijit, misalnya karena tidak tepat waktu datangnya maka pupuk menumpuk di gudang disalahnya juga dan dituduh sebagai menimbun pupuk. 7.3.
Kabupaten Wonogiri Mengingat potensi padi gogo di kabupaten Wonogiri cukup besar (rata-rata
areal tanam padi gogo rata-rata sekitar 17 ribu ha per tahun). Maka dalam program UPSUS Pajale pengembangan komoditi padi gogo perlu diperhatikan. 123
Beberapa
permasalahan terkait dengan pengembangan padi gogo adalah teknologi yang digunakan masih tradisional.
Varietas benih yang digunakan dominan adalah
varietas lokal, walaupun sudah dirilis namun tingkat produktivitasnya masih relatif rendah (<5 ton/Ha).
Benih yang digunakan umumnya hasil dari penangkaran
sendiri, sehingga kualitas benih belum terjamin. Dari sisi positifnya, varietas lokal tersebut relatif tahan kekeringan karena sudah beradaptasi dengan lingkungan setempat, dengan keterbatasan input pemupukan tanaman masih bisa tumbuh dengan baik. Untuk alsintan pasca panen, sasaran yang akan didistribusikan menurut data dari Ditjen Tanaman Pangan, bahwa Wonogiri mendapatkan alokasi 8 unit Combine Harvester, menurut Dinas Pertanian alokasi alsintan tersebut kurang cocok, karena topografi wilayah/sawah yang berbukit menyulitkan penggunaan alat tersebut. Bila memungkinkan bisa diganti dengan alsintan terutama untuk pasca panen seperti alsintan tresher multiguna sangat sesuai dan diperlukan petani, sehingga dapat mebantu dalam mempercepat proses pasca panen seperti merontokkan/memipil. Mengingat serangan OPT baik pada padi, jagung dan kedelai merupakan permasalahan yang sering terjadi, sementara sarana penanganan OPT sangat kurang, seperti ketersediaan hand spriyer terbatas, maka disarankan bahwa alokasi alsintan tersebut dapat dibantu untuk dialokasikan pada petani padi, jagung maupun kedelai. Terkait dengan dukungan untuk fasilitasi kelancaran komunikasi, TA 2015 dari Dinas Pertanian TPH (Bidang Sapras) mempunyai anggaran untuk pembelian modem dan pulsa yang mencakup semua kecamatan. Namun demikian modem
tersebut
tidak akan berfungsi bila tidak dilengkapi dengan komputer/laptop, karena tidak semua koordinator penyuluh memiliki laptop. Mengingat inventaris laptop tersebut ada usulan dari penyuluh bahwa pengadaan komputer/laptop sangat diharapkan untuk dapat ditindaklanjuti.
Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan akan
mempercepat dan memperlancar arus pelaporan informasi dan data utamanya terkait dengan program UPSUS Pajale.
Selama ini pelaporan dari kecamatan
(koordiantor penyuluh) hanya sebagian kecil melalui email, sebagian besar masih melalui sms (HP) untuk tiap minggunya dan yang lokasinya relatif dekat Kantor Dinas Pertanian TPH, biasanya langsung datang ke kantor. Dengan demikian masih 124
perlu lagi untuk menginput data dari sms tersebut.
Momen yang tepat untuk
pertemuan adalah tiap tanggal 1 untuk setiap bulannya atau tanggal muda lainnya bila tanggal 1 jatuh pada hari libur, karena pada tanggal tersebut biasanya para penyuluh datang ke kantor Dinas Pertanian TPH untuk mengambil gaji, sehingga sekaligus melaporkan kegiatan (bulanan). Permasalahan yang ditemukan terkait dengan pelaksanaan UPSUS Pajale di Wonogiri, antara lain adalah bahwa SK pelaksanaan Program UPSUS Pajale belum final, sehingga kewenangan dalam tupoksi masing-masing pelaksana masih belum jelas. Saat ini Kadis masih mengikuti pelatihan SPAMEN, sementara PJS ditunjuk oleh Bupati adalah ASDA II Pemda Kabupaten Wonogiri. Untuk pelaksana hariannya banyak dilakukan olek Sekdin. Permasalahan dari SK tersebut antara lain awalnya ditunjuk sebagai sekretariat (Posko Pajale adalah KJF) sesuai dengan Pedum bahwa sekretaris UPSUS di tingkat Kabupaten adalah lembaga yang membawahi penyuluhan. Namun pihak KJF keberatan, dengan alasan bahwa KJF bukan suatu lembaga, dan apabila mengkoordinasikan diantaranya dengan Kabid merasa kesulitan, akhirnya SK tersebut tertunda, padahan draft sudah disusun lebih dari sebulan yang lalu. Untuk itu Tim Pendamping menyarankan ditindaklanjuti segera.
agar segera
Hasil diskusi untuk solusi tersebut antara lain sekretariat
(Posko) berada di Sekdin, dalam struktur organisasi bisa memanfaatkan bagian perencanaan (dibawah Sekdin), walaupun pelaksanaannya di KJF.
Untuk
tindaklanjutnya akan dikoordinasikan dengan Kadis, minggu depan (6 April 2015) Kadis sementara off dari SPAMEN dan bisa aktif di Dinas untuk menindaklanjuti dan finalisasi SK tersebut. 7.4.
Kabupaten Magelang Tidak
ditemukan
permasalahan
kelembagaan
dan
kebijakan
dalam
pelaksanaan program Upsus padi dan jagung di Kab. Magelang. Hal ini dikarenakan koordinasi yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap SKPD-nya dan dengan Kodim serta Kementerian Pertanian berjalan sangat baik dan lancar. Bupati Magelang sangat mendukung Program Upsus Pajale tersebut, sehingga semua proses persiapan seperti penandatangananan MOU antara Pemda Magelang dengan Kodim dan seterusnya dapat dilaksanakan tepat waktu. 125
Permasalahan utama lebih ke masalah teknis dan budaya petani.
Hasil
identifikasi yang dilakukan oleh Distanbunhut dan BP2KP, permasalahan usahatani padi adalah adanya serangan OPT. Jenis OPT dan tingkatan serangan sebagai berikut: (a) Serangan hama tikus 44,65 ha terbesar di Kecamatan Bandongan mencapai 33,5 ha; (b) Serangan Tungro seluas 4,9 ha terbesar di Kecamatan Kaliangkrik mencapai seluas 2,6 ha; (c) Serangan WBC seluas 0,5 ha terbesar di Kecamatan Mungkid mencapai 0,2 ha; (d) Serangan hama Penggerek batang seluas 15,1 ha terbesar di Kec. Tegalrejo; (e) Serangan Blass seluas 3,1 ha terbesar di Kec. Muntilan mencapai seluas 2,5 ha; dan (f) Serangan Kresek seluas 2,7 ha terbesar di Kecamatan Salam seluas 1,9 ha. Upaya yang telah dilakukan adalah dengan memberitahukan
secara
dini
kepada
petani/kelompok
tani
agar
segera
mengendalikan secara swadaya. Namun demikian untuk daerah-daerah yang luas serangannya cukup luas langsung dibantu dengan pestisida dari Distanbunhut Pertanian kabupaten. Sementara itu, hasil diskusi dengan PPL dan petani termasuk staf dari Distanbunhut dengan kelompok fungsional BP2KP, faktor yang mempengaruhi kinerja produksi padi dan jagung serta komoditas lainnya adalah: (a) Tanaman padi bukan tanaman utama namun sebagai penyela di delapan kecamatan. Di wilayah ini, tanaman utama adalah hortikultura karena wilayah ini mempunyai ketinggian yang baik untuk tanaman tersebut; (b) Budaya petani, kalau mendapat bantuan program maka performa usahatani dan produksi tanaman akan bagus. Anjurananjuran teknologi akan diterapkan, namun apabila program selesai maka petani akan melaksanakan usahatani seperti sebelumnya. Hal ini berdampak pada penurunan produktivitas pangan; (c) Kasus di Kecamatan Bandongan, banyak petani dengan status penggarap, sehingga input usahatani juga terbatas; (d) Keterbatasan modal petani untuk memenuhi pengadaan sarana produksi pertanian sesuai dengan yang dianjurkan; (e) Ketersediaan pupuk terbatas di pasaran sehingga petani sulit untuk mengaksesnya; (f) Usaha pertanian bukan sumber pendapatan utama, fenomena kerja ganda umum ditemukan dipedesaan. Pada umumnya kepemilikan lahan petani hanya sekitar 0,3 ha dan petani sudah berusia tua. Dengan luasan tersebut, pendapatan yang diperoleh tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya, sehingga petani mencari tambahan di luar pertanian terutama di sektor 126
jasa. Dampaknya adalah kegiatan usahatani sering diabaikan, misalnya jadwal pemupukan tidak dapat dilakukan secara tepat waktu, karena sedang bekerja di kegiatan non pertanian; dan (g) Jaringan irigasi banyak yang rusak dan kelompok tani jarang melakukan perbaikan dan kerja bakti. 7.5.
Kabupaten Temanggung Beberapa hambatan atau kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan antara lain terus berkurangnya jumlah SDM petugas pertanian (penyuluh pertanian, POPT) yang ada karena telah memasuki masa purna tugas (pensiun). Sementara penambahan PNS lima tahun terakhir belum pernah ada. Struktur Organisasi : Struktur organisasi yang baru membuat ada beberapa kegiatan yang overloping dengan SKPD lain karena struktur di tingkat atas (propinsi dan departemen) berada pada satu bagian, sedangkan untuk tingkat lapangan masih adanya over lapping kegiatan pemberdayaan oleh penyuluh dan kegiatan teknis oleh UPTD Tanbunhut Kecamatan. Disisi lain pemanfaatan aset kebun dinas yang belum dilengkapi saranaprasarana dan pendanaan yang cukup memadai, sehingga dari kebun dinas yang ada belum bisa memberikan PAD yang optimal serta belum bisa digunakan sebagai percontohan bagi masyarakat. Alokasi dana dalam mencukupi kebutuhan kegiatan pembangunan pertanian, perkebunan dan kehutanan peran APBD masih tergolong rendah, proporsi sumber dana bersumber dari APBD 54% sedangkan sisanya (55,56%) berasal dari dana APBN dan APBD propinsi. Kendala utama pembangunan pertanian adalah masih rendahnya kepemilikan lahan garapan petani yang hanya 0,39 Ha, sehingga untuk usaha kegiatan tidak efektif. Perubahan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian yang terus berlangsung, terutama untuk industri dan perumahan. Selain itu, tingkat pengetahuan dan ketrampilan para petani relatif rendah. Belum optimalnya penggunaan teknologi tepat guna bagi budidaya padi, jagung dan kedelai. Belum membudayanya usaha agribisnis dan agroindustri di kalangan petani dan tingginya serangan hama dan penyakit berpengaruh terhadap produksi dan produktivitas tanaman. Langkah-langkah antisipasi dan koreksi yang akan ditempuh guna perbaikan dalam rangka menghadapi berbagai kendala diatas yaitu mengusulkan tambahan 127
pegawai negeri sipil (PNS) untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan pertanian dan pelayanan publik serta melakukan pelatihan untuk meningkatkan kualitas pegawai. Melakukan koordinasi efektif di semua level organisasi pemerintah untuk memperoleh sinergi dalam setiap kegiatan serta mengusulkan adanya tambahan struktur yang sama antara level kabupaten dan kecamatan. Pemerintah Daerah perlu mengusulkan evaluasi dan peninjauan kembali struktur organisasi Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Dari sisi pemanfaatan aset maka perlu kecukupan sarana dan prasarana termasuk pendanaan untuk mengefektifkan fungsi dan manfaat kebun dinas. Dana perimbangan keuangan dan pendanaan daerah serta terus melakukan upaya menjaring dana untuk kegiatan sektor pertanian dan kehutanan baik dari tingkat pusat (DAK, APBN, TP) maupun dari tingkat propinsi. Kegiatan pembangunan pertanian dilakukan dengan meningkatkan indeks pertanaman (IP) untuk mengatasi kecilnya penguasaan lahan dengan mengembangkan jaringan irigasi tersier di tingkat pedesaan dan tingkat usaha tani. Mengendalikan terjadinya perubahan fungsi lahan melalui regulasi dan law enforcement yang kuat. Pentingnya melakukan diversifikasi usahatani tanaman pangan dan hortikultura, meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan SDM petani. Optimalisasi penggunaan teknologi tepat guna dan alsintan untuk usahatani padi, jagung dan kedelai. Mengusulkan dana proteksi dan perlindungan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit sehingga dapat mengamankan produksi pertanian, perkebunan dan kehutanan. Pemberdayaan dan penumbuhan partisipasi kemandirian petani sehingga ketergantungan pada program pemerintah dapat diminimalisir. Dilaksanakan melalui fasilitasi kemitraan, insentif bagi investasi pertanian, pelatihan bagi petani, dan fasilitasi wirausaha off farm.
128
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN 8.1.
Kabupaten Klaten 1. Susunan organisasi penyelenggara peningkatan produksi pangan strategis nasional, terdiri atas: (a) Tim Pelaksana Kecamatan, (b) Tim Pelaksana Kabupaten/Kota, (c) Tim Pembina, dan (d) Tim Pengendali. lembaga
pemerintah
yang
membidangi
pertanian
dalam
Status susunan
organisasi pada masing-masing tingkatan akan menentukan tugas pokok dan fungsi atau peran masing-masing dalam pelaksanaan Program Upsus Padi, Jagung, dan Kedelai dalam rangka mendukung swasembada pangan nasional. 2. Pelaksanaan program-program pembangunan pertanian di lapang perlu adanya mekanisme koordinasi, hubungan kerja dan pelaporan secara berjenjang secara efektif dan efisien. Terwujudnya mekanisme dan hubungan
kerja
yang
harmonis
dan
sinergis
melalui
koordinasi
pengendalian dari tingkat pusat, pembinaan dari tingkat provinsi, dan pelaksanaan di tingkat kabupaten dan kecamatan antar lembaga terkait sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan Program Upsus Padi, Jagung dan Kedelai. Pentingnya dilakukan evaluasi program dari tahap awal/kebutuhan hingga evaluasi dampak untuk mendapatkan umpan balik dan dapat untuk penyempurnaan program-program selanjutnya. 3. Beberapa kendala teknis dalam melaksanakan program upsus padi jadung dan kedelai di Kabupaten Klaten adalah : (1) Masalah ketersediaan air irigasi pada MK dan kebanjiran akibat luapan sungai dan infrastruktur irigasi yang rusak; (2) Kurang tersedianya benih unggul terutama untuk komoditas kedelai dan teknologi budidaya spesifik lokasi; (3) Kurang tersedianya alat dan mesin pertanian untuk panen dan pasca panen; (4) Kurangnya jumlah dan kualitas penyuluh pertanian; (5) Adanya serangan OPT terutama serangan hama tikus, wereng cokelat, sundep dan beluk, serta penyakit blas pada padi, bulai pada jagung, dan daun keriting pada kedelai; dan (6) Rusak dan terbatas infrastruktur pertanian di jaringan
129
tersier, seperti infrastruktur irigasi dan jalan usahatani, serta infrastruktur pemasaran. 4. Beberapa kendala ekonomi adalah : (1) Lemahnya permodalan petani baik investasi (alsintan) maupun modal kerja; (2) Fluktuasi harga hasil pertanian yang tinggi, terutama rendahnya harga jual relatif hasil pertanian
terutama
pada
saat
panen
raya;
(3)
Kecenderungan
meningkatnya harga-harga input pertanian; (4) Terbatasnya ketersediaan tenaga kerja keluarga dan tingginya tingkat upah diperdesaan; dan (5) Belum berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian di perdesaan, menyebabkan nilai tambah tidak dinikmati masyarakat perdesaan. 5. Beberapa kendala sosial kelembagaan adalah : (1) Luas penguasaan lahan petani yang kecil menyebabkan rendahnya efisiensi usahatani; (2) Sebagian petani berstatus sebagai petani penggarap menyebabkan sebagian petani tidak dapat mengambil keputusan terkait dengan kegiatan program-program pemerintah; (3) Keberadaan kelembagaan kelompok kerja penanam padi, akan menghambat penerapan sistem tanam Jajar Legowo pada padi dan menghambat introduksi transpanter untuk menanam padi; (4) Persepsi petani bahwa komoditas padi adalah komoditas
utama
sedangkan
komoditas
lain
hanyalah
komoditas
sampingan dapat menghambat pencapaian target produksi jagung dan kedelai; (5) Kurangnya jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) sehingga petani berperilaku menghindari resiko; (6) Rendahnya tingkat pendidikan petani sehingga menghambat adopsi teknologi; (7) Secara umum umur petani sudah tua atau kondisi aging, sementara generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian; dan (8) Eksistensi dan dinamika kelembagaan di tingkat kelompok tani rendah, sehingga posisi petani makin lemah. 6. Keberlanjutan Program Upsus mendukung swasembada padi, jagung, dan kedelai secara berkelanjutan sangat ditentukan oleh aspek pelaksanaan program, aspek pendukung, dan aspek promosi. Pada aspek pelaksanaan perlu memperhatikan : (1) Adanya Pedum, Juklak, Juknis, dan buku panduan yang mudah dipahami dan diimplementasikan di lapang; (2) Sosialisasi program secara berkala agar pelaksana dan pendamping 130
Program Upsus Pajale termotivasi untuk melaksanakan perannya dengan sebaik-baiknya; (3) Pelaksana dan pendamping memiliki kompetensi baik dalam
keterampilan
teknis,
kapabilitas
manajerial,
dan
dalam
menggerakkan anggota kelompok; (4) Kegiatan pendampingan dilakukan secara berkala sehingga tujuan tercapai sesuai rencana dan target yang ditetapkan;
(5)
Monitoring
dan
evaluasi
secara
berkala
untuk
mendapatkan data dan informasi serta umpan balik (feed back) yang berguna untuk perbaikan model dan pemecahan teknis lapangan. 7. Pada aspek pendukung perlu dilakukan : (1) Perencanaan kebutuhan benih/bibit, pupuk, serta pestisida kimiawi dan nabati dalam satu kawasan siapa yang menyiapkan, jumlah dan waktu yang tepat; (2) Perlu pembangungan infrastruktur irigasi, jalan usahatani, bantuan alat dan mesin pertanian, serta bantuan input produksi; (3) Perlu ketersedian dan akses terhadap sumber-sumber permodalan; (4) Pentingnya lembaga pasar untuk menampung kelebihan produksi (pasar tani/pasar desa, koperasi, BUMD KUA dengan perusahaan pertanian). 8. Pada aspek promosi Program Upsus Pajale perlu terus dilakukan : (1) rapat koordinasi, temu teknis, dan temu lapang dilakukan secara berkala untuk memotivasi pelaksana dan pendamping dan petani peserta program dalam melaksanakan Upsus Padi jagung dan kedelai; (2) Advokasi program secara berkala ke Pemangku kebijakan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa,
tentang manfaat dan pentingnya
Program Upsus Padi jagung dan Kedelai dalam mendukung pencapaian swasembada pangan berkelanjutan, (3) Disamping itu, pentingnya melakukan
stabilisasi
harga
melalui
penentuan
harga
pembelian
pemerintah/HPP (gabah/besar, jagung dan kedelai) dan peningkatan dayaserap BULOG. 8.2.
Kabupaten Sukoharjo 9. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa : (a) pencapaian UPSUS dalam rangka peningkatan padi, jagung dan kedelai dapat dicapai dengan cukup baik berkisar antara (63-98 %); (b) Optimis jika tidak terjadi 131
perubahan kondisi alam yang tiba-tiba, maka sasaran tanam dan produksi yang telah ditetapkan paling tidak padi dan jagung dapat dicapai; (c) Peran koordinasi pada berbagai level terutama pada level kabupaten, telah memberikan dampak positif terhadap pencapaian Program Upsus Pajale, kualitas dan kontinuitas data; (d) Namun demikian masil ada beberapa masalah yang harus diperbaiki dalam kerangka lebih meningkatkan pencapaian Program Upsus Pajale tersebut; dan (e) Perbaikan pengelolaan dan program itu sendiri tetap masih diperlukan sesuai dari hasil evaluasi demi kesempurnaan program di masa yang akan datang. 10. Hasil dari kunjungan lapangan, terdapat beberapa potensi sebagai trigger yang dapat mendongkrak produksi
khususnya padi di Kabuapten
Sukoharjo, diantraranya adalah : (1) Perbaikan pasokan air secara menyeluruh, bukan hanya pada tingkat sekunder dan tersier, tetapi menyeluruh dari mulai perbaikan pada wilayah areal tangkapan air, primer, sekunder dan tersier. Sementara itu, sesuai tupoksi Kementerian Pertanian yang dilakukukan oleh Program Upsus Pajale lebih banyak di jaringan tersier, diduga itu tidak akan efektif. Perbaikan infrastruktur irigasi secara menyeluruh perlu ada koordinasi aksi dan anggaran antara pusat (Kementerian PU dan Perumahan Rakyat dengan kementerian Pertanian), tingkat I dan tingkat II (Dinas Pertanian dan PU Pengairan) sesuai dengan peraturan yang ada dalam pemeliharaan jaringan irigasi, hasil koordinasi ditetapkan mana yang lebih prioritas; (2) Terjaminnya ketersediaan sarana pengawasan OPT baik dari jumlah POPT maupun ketersediaan pestisida, dan kegiatan pengamatanya. Dari pengalaman selama ini penurunan produksi akibat OPT lebih signifikan. Di Sukoharjo pada tahun 2011 telah terjadi PUSO pertanaman padi seluas 4.094 ha akibat serangan hama wereng coklat, pada tahun 2012 puso seluas 1.127 ha serangan wereng coklat, pada tahun 2013 telah puso 109 ha akibat kekeringan dan 10 ha serangan tikus, dan pada tahun 2014 puso 20 ha serangan wereng coklat dan 4 ha serangan hama tikus; (3) Terjaminnya ketersediaan sarana produksi terutama pupuk baik jumlah, kualitas, waktu dan tempat; (4) Tersedianya ragam varietas, karena dengan memacu IP 132
menjadi di atas 250 % menunutut jaminan kualitas benih dan pergiliran varietas menjadi satu keharusan untuk menghindarkan munculnya OPT secara ekplosif; dan (5) Pentingnya meningkatkan efisiensi manajemen pengelolaan usahatani padi, di Sukoharjo di coba dengan membuat ”Pertanian Modern” yang mengarah kepada Corporate Farming. 11. Hasil peninjauan ”Pertanian Modern” di Kecamatan Tawangsari, Desa Dalangan. Merupakan projek percontohan pertanian yang di integrasikan dan menggunakan mekanisasi penuh (traktor, tranplanter, dan harvester). Namun yang baru terintegrasi adalah pengolahan tanah dan tanam serta sebagian
ada
penggabungan
dalam
pengelolaan
petakan
sawah.
Sementara untuk pemeliharaan, panen dan penjualan hasil masih dilakukan masing-masing anggota. Luas program Pertanian Modern adalah 100 ha, ditambah swadaya 70 ha. Fasilitas yang digunakan pada saat ini adalah 2 unit traktor roda 4, 1 unti traktor roda 2, 2 unit combine
harvester, 3 unit rcie tranplanter, 2 UPO. Permasalahan yang masih dihadapi pada saat ini, terutama untuk menjadi full corporate farming adalah (a) kurangan traktor 3 unit, (b) kekurangan transplanter 3 unit, termasuk tray-nya sejumlah 34 ribu tray, sementara 1 unit transplanter hanya 150 tray harganya Rp 35.000/tray, (c) gudang alsintan dan perbengkelan, (d) RMU untuk menggiling sejumlah 1000 ton per musim, serta (e) gundang gabah untuk sekitar 1000 ton per musim. 12. Beberapa perbaikan terhadap Program Upsus Pajale dalam rangka meningkatkan efektivitas dalam pencapaian peningkatan produksi Padi, Jagung dan Kedelai adalah : (a) Alokasi anggaran untuk alsitan terlalu besar, sementara untuk keperluan lain dalam rangka pencapaian produksi terlupakan seperti untuk pemberdayaan petani dan kelembagaan petani, pelatihan pendamping, penangan pasaca panen (gudang) dan sarana penangan OPT. Sementara untuk traktor sebenarnya dimasyarakat sudah cukup banyak dan mampu membeli sendiri untuk usaha pengolahan lahan; (b) Satuan unit cost yang ditetapkan pusat dalam rangka pengangaran UPSUS, seperti satuan biaya rehabilitasi dan pembuatan embung per hektar sangat tidak logis dan akan menjadi tidak efisien dan 133
tidak efektif manfaat anggaran tersebut, karena pada kondisi tertentu anggaran ”mengantung” tidak ada manfaatnya. Sebaiknya satuan unit cost dibuat per satuan bangunan fisik (m2 bangunan fisik); (b) Program Upsus Pajele belum kelihatan adanya aloaksi anggaran yang jelas dan koordinatif antara pusat, provinsi dan kabuapten dalam rehabilitasi irigasi, karena dalam undang-undang bahwa masing-masing ada kewenangan rehabilitasi antara pusat, provinsi dan kabupaten. Berapapun alokasi dan kegiatan rehabilitasi di tingkat daerah kalau ditingkat kewenangan provinsi dan pusat tidak diperhatikan sama sekali tidak akan efektif; (c) Alokasi tidak seimbang antara kegiatan, misalnya untuk pendampingan sangat kecil atau tidak ada, padahal petugas di ujung tombak dengan adanya UPSUS baik volume pekerjaan dan sarana yang digunakan lebih banyak atau bertambah. 8.3.
Kabupaten Wonogiri 13. Potensi Lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri didominani lahan kering, terutama untuk palawija dan padi gogo. Selain itu wilayah pertanian baik sawah maupun lahan kering didominasi dengan topografi berbukit. Oleh karena itu teknologi dan bantuan yang dialokasikan ke wilayah ini perlu memperhatikan kondisi biofisik tersebut. 14. Berdasarkan evaluasi target dan perkembangan realisasi luas tanam untuk Program Upsus Padi Jagung dan Kedelai, menunjukkan bahwa capaian untuk areal tanam padi terhadap target mencapai >100%. Namun capaian sasaran yang melebihi dari target tersebut lebih disebabkan kontribusi areal tanam padi gogo, sementara untuk luas tanam padi sawah masih belum mencapai target. Oleh karena itu diperlukan terobosan kebijakan untuk lebih menekankan pengembangan Program Upsus untuk padi sawah, mengingat masih ada kesenjangan dibanding potensi yang ada. 15. Untuk komoditas jagung dan kedelai masih belum mencapai target areal tanam pada periode Oktber 2014-Maret 2015, masing-masing capaian menunjukkan (83 %) untuk komoditas jagung dan (96 %) untuk komoditas kedelai. Masalah utama tidak tercapainya sasaran tanam 134
tersebut, antara lain persaingan penggunaan lahan untuk komoditas lain, seperti tembakau, sayuran atau tanaman lainnya. Petani pada umumnya masih ragu dalam mengusahakan tanaman jagung dan kedelai bila tidak jaminan pasar dan harga produk tersebut. 16. Dalam
arus
pelaporan
data
mingguan
masih
terkendala
dengan
komunikasi dari kecamatan, karena sebagian lokasi kecamatan relatif jauh, sehingga untuk solusi kelancaran pelaporan data dengan menggunakan
short message service (sms), sehingga hanya data kumulatif kecamatan yang dilaporkan, sedangkan data per desa tidak bisa dilaporkan tiap minggu. Untuk kelancaran tersebut petugas di kecamatan (koordinator Kecamatan) sebaiknya difasilitasi alat komunikasi seperti laptop dan modem, dengan demikian mereka bisa akses internet untuk sarana dalam rangka mempercepat alur pelaporan data dan juga dapat sebagai wahana untuk melaporkan bila ada permasalaha di lapang, sehingga akan lebih cepat tertangani. 17. Kendala dan permasalahan pokok yang dihadapi tercakup masalah teknis, ekonomi dan sosial kelembagaan. Masalah teknis yang sangat dirasakan adalah masalah kekurangan air saat awal tanam, sehingga bantuan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) dan pompa air sangat diperlukan. Masalah ekonomi utama adalah tidak adanya jaminan pasar dan harga terutama untuk produk jagung dan kedelai. Masalah kelembagaan yang ada adalah masih belum terbangunnya koordinasi yang efektif antara Dinas Pertanian dengan KJF, terutama terkait siapa yang bertanggung jawab terhadap pelaporan, namun akhirnya disepakati Subdin Dinas Pertanian yang menangani hal tersebut. 8.4.
Kabupaten Magelang 18. Kabupaten Magelang termasuk salah satu sentra pangan dengan komoditas pangan utama adalah padi dan jagung. Sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian dengan rata-rata pendidikan yang masih relatif rendah. Terkait dengan program upaya khusus padi, jagung dan kedelai, persiapan program dapat dilakukan dengan baik, yang 135
tercermin
dari
terlaksananya
semua
ketentuan
program
seperti
penandatanganan MOU antar pemerintah daerah dan Kodim, sosialisasi dan koordinasi antara lembaga terkait (Distanbunhut, BP2KP, Kodim, BPS), sosialisasi tingkat kecamatan dan desa serta lancarnya pelaporan perkembangan program secara mingguan. Realisasi tanam padi juga melebihi target yaitu sekitar 107 persen. 19. Sektor pertanian di wilayah ini masih menjadi tumpuan kehidupan masyarakat tani, oleh karena itu upaya peningkatan produktivitas pangan harus terus dilakukan tidak hanya bersumber pada dana APBD akan tetapi juga dana APBD dan memanfaatkan sumber dana dari swasta, misal dari CSR. Selain itu, dalam upaya mencapai target swasembada di Kab. Magelang perlu ditingkatkan dan diintensifkan dengan keterbukaan, transparansi termasuk dalam hal data yang relevan, sehingga terwujud slogan “bekerja bersama-sama
dan bersama-sama bekerja” antar
stakeholder yang bertanggung jawab terhadap program upaya khusus padi dan jagung. 20. Beberapa kendala dan permasalahan pokok dalam pencapaian Program Upsus Pajele di Kabupaten Magelang adalah: (a) Di beberapa kecamatan terutama dataran tinggi tanaman padi, jagung dan kedelai bukan merupakan tanaman utama namun sebagai penyela atau sampingan, sedangkan komoditas hortikultura adalah tanaman utamanya; (b) Kinerja usahatani sangat tergantung pada ada tidaknya program, kalau mendapat bantuan program maka performa usahatani dan produksi tanaman akan bagus dan akan menurun kinerjanya jika program sudah selesai; (c) Di beberapa kecamatan banyak dijumpai petani dengan status penggarap, sehingga penggunaan input produksi juga terbatas; (d) Keterbatasan modal petani untuk memenuhi pengadaan sarana produksi pertanian sesuai dengan yang dianjurkan; (e) Ketersediaan pupuk terbatas di pasaran sehingga petani sulit untuk mengaksesnya; (f) Usaha pertanian bukan sumber pendapatan utama, fenomena kerja ganda umum ditemukan dipedesaan; dan (g) Jaringan irigasi banyak yang rusak dan kelompok tani jarang melakukan perbaikan dan kerja bakti. 136
8.5.
Kabupaten Temanggung 21. Potensi lahan sawah dan lahan sawah irigasi di Kabupaten Temanggung relatif terbatas. Pada tahun 2013 produksi padi sekitar 150.287,94 ton, mengalami penurunan sebesar 5,89 persen thd tahun 2012. Hal tersebut disebabkan produktivitas.
oleh
terjadi
Oleh
penurunan
karena
itu,
luas
areal
Program
tanam
Upsus
padi
Pajale
dan harus
mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan produktivitas padi, jagung dan kedelai dengan introduksi teknologi yang lebih maju, perbaikan efisisnsi teknis, dan peningkatan indek pertanaman (IP). 22. Dalam pelaksanaan Program UPUS Pajale telah dibentuk struktur organisasi yang terdiri dari ketua yang dalam hal ini adalah Ka. Dintanbunhut, sekretaris
Ka. Bappeluh. Sementara anggota terdiri dari
Ka. KKP (Kantor Ketahanan Pangan, Ka. Dinas Pekerjaan Umum, Kabid TPH, Ka Lab HPT Kedu, Ka. BAPPEDA, Ka. BPS, DANDIM kab. Temanggung, Pendamping Tim UPSUS dari Kementan, dan Pendamping Tim UPSUS dari BPTP Jawa Tengah. Dalam pelaksanaan program dan pelaporan belum terdapat koordinasi secara efektif 23. Beberapa kendala dan permasalahan pokok dalam pencapaian Program Upsus Pajele di Kabupaten Temanggung adalah: (a) Di beberapa kecamatan tanaman padi, jagung dan kedelai bukan merupakan tanaman utama namun sebagai penyela atau sampingan untuk tembakau; (b) Kinerja usahatani padi, jagung dan kedelai sangat tergantung pada ada tidaknya program, kalau mendapat bantuan program maka performa usahatani dan produksi tanaman tersebut akan baik dan akan menurun kinerjanya jika program tersebut sudah selesai; (c) Banyak petani di beberapa kecamatan hanya sebagai petani penggarap, sehingga kurang berani mengambil keputusan terkait program pemerintah dan penggunaan input produksi dalam usahataninya; (d) Keterbatasan modal petani untuk memenuhi pengadaan sarana produksi pertanian sesuai dengan yang dianjurkan; (e) Ketersediaan pupuk yang tidak tepat jumlah, kualitas, waktu dan tempat, sehingga berpengaruh terhadap capaian kinerja 137
usahatani; (f) Usahatani padi bukan sumber pendapatan utama tetapi lebih bertumpu pada komoditas utama tembakau, pelaksanaan program Upsus
Pajale
harus
memperhatikan
keberadaan
komoditas
utama
tersebut; dan (g) Jaringan irigasi banyak yang rusak dan kelompok tani jarang melakukan perbaikan dan kerja bakti. 24. Dalam upaya mendukung program swasembada padi, pemerintah daerah
Kab. Temangung merencanakan untuk tanam padi seluas 27,78 ribu ha yang tersebar di 20 kecamatan dengan perkiraan produksi hasil panen padi sebanyak 171,98 ribu ton (GKG) . Guna mencapai sasaran tersebut, upaya pencapaian melalui beberapa kegiatan program UPSUS diantaranya Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi (RJI) seluas 2700 ha, Program GP PTT seluas 2000 ha, Program Optimalisasi lahan (OPLA) seluas 600 ha, Program SLPTT padi unggul seluas 80 ha, Program Pengembangan Padi Organik seluas 110 ha dan Swadaya petani seluas 20.794. Dari beberapa program pengembangan tersebut diharapkan tanaman padi sejak bulan Oktober 2014 s/d September 2015 adalah diperkirakan 27,78 ribu ha. Beberapa hambatan yang dihadapi adalah berkurangnya SDM karena telah memasuki masa purna tugas. Disamping itu struktur organisasi yang baru membuat beberapa kegiatan yang over lapping dengan SKPD lain, sedangkan untuk tingkat lapangan masih adanya over lapping kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad dan Ardi, 2009 (Wonogiri) BPS. 2013. Klaten Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten. Klaten. BPS. 2013. Magelang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. Magelang. BPS. 2013. Sukoharjo Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo. Sukoharjo. BPS.
2013. Temanggung Dalam Temanggung. Temanggung.
Angka.
138
Badan
Pusat
Statistik
Kabupaten
BPS. 2013. Wonogiri Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri. Wonogiri. Coelli, T.J; D.S.P. Rao and G.E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Boston: Kluwer Academic Publisher. Ditjen Tanaman Pangan. 2015. Pedoman Teknis GP-PTT Padi 2015. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta. Disperta. 2013. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Kabupaten Klaten. Klaten. Disperta. 2013. Sukoharjo.
Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo.
Disperbunhut. 2013. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Magelang. Magelang. Disperbunhut. 2013. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung. Temanggung. Disperta. 2013. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri. Wonogiri. Ellis, F. 1988. Peasant Economics : Farm Household and Agricultural Development. Cambridge University Press. Cambridge. FAO. 2011. Save and Grow. A Policy Maker’s Guide to the Sustainable Intensification of Smallholder Crop Production. Food and Agriculture Organization. Rome. Ghatak, S., and K. Ingersent. 1984. Agricultural and Economic Development. The John Hopkins University Press. Baltimore, Meryland. Kasryno, F. , P. Simatupang, E. Pasandaran, dan S. Adiningsih. 2001. Reformulasi Kebijaksanaan Perberasan Nasional. Forum Agro Ekonomi, 19 (2): 1 – 23. Saptana, H. P. S, Rachman dan T. B. Purwantini. 2003. Struktur Penguasaan Lahan dan Kelembagaan Pasar Lahan di Pedesaan. Prosiding: Efisiensi dan Dayasaing Sistem Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian. Bogor. Simatupang, P. 2000. Anatomi Masalah Produksi Beras Nasional dan Upaya Mengatasinya. Makalah disampaikan pada Pra Seminar Nasional Sektor Pertanian Tahun 2001: Kendala, Tantangan dan Prospek, Bogor 4 Oktober 2000. Sumaryanto, Syahyuti, Saptana, Bi Irawan, dan A. M. Hurun. 2002. Dimensi Sosial Ekonomi Masalah Pertanahan di Indonesia: Implikasinya Terhadap Pembaruan Agraria. Makalah disampaikan Dalam rangka Ekpose Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Bogor. 139
Suryana, A. 2013b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Disampaikan dalam Kuliah Umum Mahasiswa Sarjana dan Pasca Sarjana Jurusan Agribisnis IPB. 14 Desember 2013. Bogor. Wong, Larry C. Y. 2007. Development of Malaysia’s Agricultural Sector : Agriculture as an Engine Growth?. Presented at the ISEAS “Conference on the Malaysia’s Economy : Development and Challenges”, 25-26 January 2007. ISEAS, Singapura.
140