KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA KOMUNITAS LSL (LAKI-LAKI SEKS DENGAN LAKI-LAKI) ODHA DI KOTA PAREPARESULAWESI SELATAN COMPLIANCE OF DRUG ANTIRETROVIRAL (ARV) IN COMMUNITY LSL (MAN SEX WITH MAN) PLHIV IN PAREPARE CITY OF SOUTH SULAWESI M. Hidayat lasti¹, Sudirman natsir², anwar³ ¹Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS (Email:
[email protected]) ²Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS (Email:
[email protected]) ³Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS (Email:
[email protected])
Alamat Korespondensi : M. Hidayat Lasti, SKM Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP 0822 9383 2201 Email:
[email protected] Abstrak
Antiretroviral (ARV) belum mampu menyembuhkan penyakit, namun dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan, serta meningkatkan kualitas hidup ODHA (orang dengan HIV dan AIDS), dibutuhkan kepatuhan yang optimal untuk mendapatkan manfaatnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis kepatuhan minum obat ARV pada komunitas LSL ODHA dengan fokus pada Karakteristik Induvidu, Dukungan Keluarga, Institusi Penyedia Layanan, dan Konteks Sosial. Lokasi penelitian di kota Madya Parepare. Pada penelitian ini menggunakan teori Health Belief Model (HBM). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kualitatif dengan desain fenomenologi. Teknik pengumpulan data dengan indepth interview, Focus Group Discussion, Observasi dan Photovoice. Dengan informan 6 ODHA LSL dan 7 orang dari institusi terkait. Instrumen penelitian yang digunakan berupa pedoman wawancara, catatan lapangan, alat perekam dan kamera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL adalah optimal (> 95%). Faktor pendukung kepatuhan minum obat ARV adalah tingkat pendidikan, manfaat ARV, dukungan keluarga, akses ARV, hubungan dengan penyedia layanan, pengetahuan tentang HIV dan AIDS, kelompok dukungan sebaya dan program ramah ODHA. Faktor penghambat kepatuhan minum obat ARV adalah efek samping, lama mengantri di rumah sakit, beban pil, stigma terhadap ODHA dan stigma terhadap LSL. Kata Kunci: Terapi ARV, LSL, ODHA,kepatuhan minum obat ARV. Abstract Antiretroviral (ARV) has not been able to cure the disease, it can reduce mortality and morbidity, and improve the quality of life of people living with HIV and AIDS, Optimal compliance is required to get the benefits.The aim of research was to analyze the obedience of taking ARV drug in ODHA LSL community by focusing on individual characteristics, family support, service provider institution, and social context. The research was conducted in Parepare municipality using Health Belief Model (HBM). The method used in the research was qualitative study with phenomenological design. The data were obtained through interview, focus group discussion, observation, and photovoice. The informants consisted of 6 ODHA LSL and 7 people from related institution. The instrument used was interview, field notes, recording, and camera. The results of the research indicate that the obedience level of taking ARV drug for ODHA LSL is optimum (>95%). The supporting factors of obedience level in taking ARV drug are education level, ARV benefit, family support, ARV access, relationship with service providers, knowledge on HIV and AIDS, peer supporting groups, and friendly program. Meanwhile, the inhibiting factors of the obedience of taking ARV drug are side effects, long queue in the hospital, pill burden, stigma on ODHA, and stigma on LSL. Key words : ARV therapy, LSL, ODHA, obedience on taking ARV drug
PENDAHULUAN
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) sampai saat ini belum bisa disembuhkan, namun infeksi ini dapat dikendalikan dengan pengobatan antiretroviral (ARV). ARV ditemukan pada tahun 1996, meskipun belum mampu menyembuhkan penyakit dan menambah tantangan efek samping serta resistensi kronis terhadap obat namun dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan, serta meningkatkan kualitas hidup ODHA (orang dengan HIV dan AIDS) (DepkesRI, 2007). Pertengahan dekade keempat dari epidemi HIV (Human Immunodeficiency Virus), ada ruang untuk sedikit optimisme. Pada Hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2015, UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV and AIDS) mengumumkan bahwa 15,8 juta orang sudah mengakses pengobatan HIV yang menyelamatkan jiwa. Dampaknya terlihat pada berkurang 35%infeksi HIV baru sejak tahun 2000, serta mengurangi 42% kematian akibat AIDS yang memuncak di tahun 2004. Laporan UNAIDS ini meyakinkan bahwa kita berada di jalur cepat untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030 sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan yang membutuhkan investasi, komitmen dan inovasi (Parker et al., 2016). Beberapa negara berpenghasilan tinggi termasuk Australia, Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat, trend epidemi HIV secara keseluruhan menurun kecuali dalam komunitas LSL (laki-laki seks dengan laki-laki), dimana mereka telah berkembang di era ART yang digambarkan sebagai epidemi yang muncul kembali pada komunitas LSL. Di Amerika Serikat, infeksi HIV pada LSL diperkirakan akan meningkat pada sekitar 8% per tahun sejak tahun 2001.Dan di sebagian besar Afrika, Asia, dan Amerika Latin, tingkat tertinggi infeksi HIV dalam kelompok risiko berada LSL (Beyrer et al., 2012). Di Cina penularan HIV melalui perilaku homoseksual meningkat dari 0,3% sebelum 2005 menjadi lebih dari 13,7% di 2011,dan 25,8% dari pengidap HIV baru ditemukan terinfeksi melalui homoseksual pada tahun 2014 (Pan et al., 2015). AIDS merupakan sekumpulan gejala yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia, yang disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV, dimana perjalanan HIV akan berlanjut menjadi AIDS membutuhkan waktu sekitar 2 sampai 15 tahun (WHO, 2016).Human Immunodeficiency Virus atau HIV ialah suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.Dengan memperlemah ketahanan tubuh terhadap penyakit, HIV menjadikan tubuh rentan terhadap infeksi yang berpotensi mengancam jiwa dan kanker. HIV besifat menular, bisa ditularkan seseorang ke orang lain (UNAIDS, 2004).
Tersedianya obat ARV untuk ODHA masih belum cukup, karena kepatuhan berobat ARV diperlukan untuk keberhasilan pengobatan.Ketidakpatuhan dapat menyebabkan kegagalan virologi yang rendah rejimen pengobatan lini pertama dan penyebaran bentuk yang resisten terhadap obat virus, yang mengakibatkan bencana kesehatan masyarakat. Tidak seperti banyak penyakit lainnya, sangat penting bahwa ODHA mengkonsumsi semua dosis obat untuk mencegah resistensi dan untuk meningkatkan peluang mereka untuk bertahan hidup (Wasti et al., 2012a). Kepatuhan terhadap terapi ARV adalah prediktor kunci keberhasilan pengobatan ARV, dan berpotensi sesuai dengan intervensi. Tingkat yang cukup tinggi dari kepatuhan terhadap ART yang diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan penekanan virus dan mencegah perkembangan penyakit dan kematian, namun, banyak pasien yang terinfeksi HIV tidak berhasil mencapai atau mempertahankan tingkat yang memadai dari kepatuhan terhadap ART (Langebeek et al., 2014). Studi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dapat dikelompokkan dalam empat kategori utama.1) Berkaitan dengan faktor pasien, misalnya karakteristik
demografi.
2)
Berkaitan
dengan
pengetahuan,
parameter
psikologis,
keterampilan pribadi. 3) Berkaitan dengan pengobatan, terkait faktor rejimen seperti tahun pengobatan, beban pil, efek samping; faktor yang berhubungan dengan penyedia termasuk hubungan pasien-penyedia. 4) Berhubungan dengan faktor lingkungan dan sosial seperti pengawasan pengobatan, stigma terkait HIV dan dukungan sosial (Hansana et al., 2013). Menurut laporan Dirjen P2P Kemenkes RI, Jumlah ODHA yang sedang mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan bulan desember 2015 sebanyak 63.066 orang. Pemakaian rejimennya adalah 75,58% (47.667 orang) menggunakan rejimen iriginal lini 1; 21,16% (13.343 orang) subtansi; dan 3,26% (2.056) switch (KemenkesRi, 2016). ODHA yang mejalani pengobatan ARVdi kota Parepare sebanyak 57 orang yang semuanya merupakan dampingan dari Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Sahabat kota Parepare. Dari ODHA yang menjalani ART ini terdiri dari berbagai latar belakang yaitu; ibu rumah tangga sebanyak 12 orang, kemudian LSL 7 orang, waria 4 orang, PSK 3 orang, IDU 2 orang dan lainnya. Dari ODHA yang menjalani ART terdapat komunitas LSL yang merupakan salah satu populasi kunci yang diestimasi akan meningkat. Sehingga tujuan penelitian ini untuk “Menganalisis kepatuhan minum obat antiretroviral (ARV) pada komunitas laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) ODHA di Kota Parepare”.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Andi Makkasau dan Puskesmas Madising Na Mario kota madya Parepare Sulawesi Selatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kualitatif dengan desain fenomenologi dengan menggunakan teori Health Belief Model (HBM). Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini adalah ODHA dari komunitas LSL (laki-laki seks dengan laki-laki), Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Sahabat, Keluarga dari ODHA, Petugas kesehatan yang menangani ODHA dan Komisi penaggulangan AIDS (KPA) kota Parepare. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah indepth interview, Focus Group Discussion, Observasi dan Photovoice. Dengan instrumen penelitian yang digunakan berupa pedoman wawancara, catatan lapangan, alat perekam dan kamera. Analisis data Sesuai karakteristik penelitian kualitatif dalam bentuk fenomena, maka analisis data dilakukan sepanjang proses berlansungnya penelitian. Data yang berhasil dikumpulkan diklasifikasikan kemudian bergerak ke arah pembentukan kesimpulan. Proses analisis data didasarkan pada penyederhanaan dan interpretasi data yang dilaksanakan sebelum, selama dan sesudah proses pengumpulan data. Proses ini terdiri dari tiga sub proses yang saling berkaitan yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification HASIL PENELITIAN Karakteristik Individu Hasil wawancara dengan ODHA LSL terkait kepatuhan minum obat ARV diungkapkan sebagai berikut : “Kebetulan teman bergaul saya banyak yang pendamping ODHA, mereka selalu mengajak saya untuk pemeriksaan VCT.Trus saya VCT ditemani mereka”.
(FR, 27 tahun) “Pas dia liat lidahku toh, wah kayak-kayak kenaki..dia bilang begitu toh, jadi bagaimanami ini... saya bilang begitu toh. ai tidak bisaka tidur itu 3 hari 3 malam.”
(GS, 45 tahun) “karnakan saya masih punya hidup, masih punya keluarga, masa saya langsung menyerah. Saya punya tanggung jawab sama keluarga, jadi saya harus terus minum supaya tetap sehat.”
(GS, 45 tahun) “pernah juga saya putus 1 hari, karna dulu saya pernah demam makan obat lagi begitu”. “Oleng ka kurasa jalan, merangkak ka di tangga, 3 bulan kubawa itu oleng. Jadi pada saat saya mau tidur baru saya makan itu obat”
(AB, 33 tahun) “Dulu waktu pertama pemeriksaan CD4 ku dibawa 100 sekarang CD4 ku 817 mi waktu periksa ka bulan 4 kemarin.”
(AZ, 34 tahun) “saya tidak pernah putus cuma aturan waktunya beda-beda biasa 2 jam biasa 3 jam pertama itu selama 3 bulan dulu itu. Saya belum tahu dulu itu yang penting 1 kali 1 hari.Pas saya pergi di makassar pelatihan baru saya fokus berobat. Dua kali saya pergi pelatihan”
(AB, 33 tahun) Dukungan Keluarga Hasil wawancara terkait dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL diungkapkan sebagai berikut : “Kalau orang tua sih sudah tau sama saudara-saudara saya sudah tau. Saya sendiri yang kasih tahu waktu itu saya di damping sama bu anti”
(RB, 37 tahun) “Bateku kodong itu bujuk-bujuk minum obat sampe-sampe kalo saya mau marah dia duluan marahi ka, kayak mauka namakan... jadi mengerti ma kasian kodisinya bagaimana dia.”
(Irma, saudara IZM) Institusi Penyedia Layanan Hasil wawancara terkait institusi penyedia layanan terhadap kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL diungkapkan sebagai berikut : “Biasa saya juga kalau waktu dirawat begitu toh, nda bisa pergi mau habis obatku 10 hari.Saya langsung telpon gitu, pak obatku mau habis tapi saya tidak bisa kesana.Dia bilang sinimi alamatta nanti saya kirim.Dia kirimkan ka untuk 2 bulan.”
(GS, 45 tahun) “Saya biasa telpon saja pak iman karena biasa saya kerja sampai malam sip ku atau dia juga biasa yang hubungika kalo dekat-dekatmi mau habis obatku, 3 atau 2 hari sebelumnya toh. Karena biasa saya lupa.”
(FR, 27 tahun) “Untuk kebutuhan obat di parepare itu selalu cukup, karna apa? Berdasarkan dari laporan LBPH dari layanan CST, itu dijadikan sebagai dasar untuk pemenuhan ARV. Kita di parerpare ini baper stocknya itu sampai 6 bulan”.
(Edi Kusuma, Dinkes) “Kalau saya ingatkan adaji juga bantuka ingatkanki. Kalo Saya ingatkanki biasa melalui sms, kalo lagi di salon adaji aji yang ingatkanki juga, biasa juga shela ingatkan tonji juga Kalo dirumah saya ingatkan juga, kadang itu biasa dia lupa penyakitnya, jadi saya selalu ingatkanki, bilangka e mauko mati? Matiko itu nanti..”
(Irma, Saudara IZ) Pas saya pergi di makassar pelatihan baru saya fokus berobat. Dua kali saya pergi pelatihan”
(AB, 33 tahun) Konteks Sosial
Hasil wawancara terkait konteks sosial terhadap kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL diungkapkan sebagai berikut : “Saya senang sekali waktu dimakassar, langsung dijemput di rumah sakit. Saya bilang tunggu ka saya mau kesitu. Oh iya sayapi yang urus semuanya langsungka naurus tidak ba bi bu langsung masuk, dia bilang tenang moko saja jangan moko bicara-bicara. Dia pigi rongsen ambil obat ambil ini ambil itu”.
(GS, 45 tahun) “Kalau pergika di rumah sakit kututup mami badanku mataku mami saja kelihatan takutka we..maluka.”
(AB, 33 tahun) ”Kalau status HIV keluarga sudah tahu, tapi kalo status LSL saya tidak mungkin bukalah sama keluarga. Saya bisa di bunuh atau pasti saya diusir dari rumah”.
(RB, 37 tahun)
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat ARV pada 6 ODHA LSL adalah optimal (> 95%) dengan pembaigan tingkat kepatuhan 5 ODHA sebesar 100% dan 1 ODHA sebesar 99%. Kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar diri ODHA. Untuk mendapatkan informasi lebih dalam maka penelitian ini lebih fokus pada, 1) Menganalisis karakteristik induvidu ODHA LSL. 2) Menganalisis dukungan keluarga. 3) Menganalisis institusi penyedia layanan, dan 4) Menganalisis konteks sosial. Karakteristik yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL yang ada di kota Parepare adalah tingkat pendidikan, inisiatif VCT, motivasi terapi ARV, efek samping, manfaat ARV dan pengetahuan awal. Tingkat pendidikan ODHA LSL yang rata-rata sekolah menengah atas (SMA) keatas memungkinkan memberi kontribusi dalam mengotimalkan kepatuhan minum obat ARV. Studi terdahulu yang diadakan di Laos menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pendidikan sekolah menengah pertama dan non-kepatuhan (Hansana etal., 2013). Penelitian lain menunjukkan rendahnya tingkat pendidikan sebagai faktor penting yang terkait dengan ketidakpatuhan dan penghalang umum untuk perawatan medis (Tucker etal., 2003). Sebaliknya, sebuah studi di Bangalore, India menemukan bahwa pendidikan tidak berpengaruh pada kepatuhan (Cauldbeck et al., 2009). Perbedaan temuan ini mungkin karena kelompok peserta kami pada umumnya berpendidikan tinggi dan dengan demikian lebih sadar akan masalah pengobatan yang kurang optimal. Inisiatif untuk VCT sendiri pada ODHA LSL adalah bentuk kesiapan untuk menerima apapun hasil dari tes tersebut. Dengan kata lain ODHA LSL sudah punya kesiapan mental
untuk menjalani terapi ARV. Ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kami sekarang menyadari bahwa perawatan harus diatur dan tersedia namun ditunda sampai dimulainya, karena individu tersebut 'siap' untuk mematuhinya. Kepatuhan yang optimal mensyaratkan 'kesiapan' pada bagian pasien untuk memulai dan tetap berpegang pada pengobatan (Sylvain & Delmas, 2011). Motivasi adalah kekuatan awal atau semangat awal dalam melakukan sesuatu. Motivasi tersebut mengarah pada menjaga diri dari resiko penyakit HIV dan menjaga orang-orang yang ada di sekitar mereka utamanya keluarga. Sehingga motivasi ini sebagai dasar untuk mengoptimalkan kepatuhan minum obat ARV. Ini sama dengan penelitian sebelunya dimana orang Uganda yang membeli obat antiretroviral tampaknya sangat termotivasi untuk mematuhi untuk mempertahankan kesehatan mereka dan memungkinkan mereka untuk membesarkan anak-anak mereka (Crane et al., 2006). Penelitian ini menemukan ODHA LSL yang kehilangan 1 kali dosis ARV akibat efek samping. Ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa dua puluh dua tema individual, termasuk kesulitan keuangan, efek samping, akses, stigma dan diskriminasi, hanya lupa dan terlalu sibuk, menghambat kepatuhan terhadap ART (Wasti et al., 2012b). Namun manfaat ARV yang sudah dirasakan berupa kondisi tubuh yang dirasakan lebih bugar dan peningkatan CD4, membuat mereka puas dengan hasil dari ARV. Ini sama dengan Penelitian yang dilakukan Miller et al (2010) juga menemukan pasien secara universal melaporkan bahwa mereka telah mengalami manfaat kesehatan yang luar biasa dan bahkan luar biasa dari penggunaan ART dan menyadari bahwa menghentikan ART akan menyebabkan penyakit. Peningkatan berat badan dan mobilitas yang lebih baik biasanya. Kesalahan dalam minum obat ARV sangat mempengaruhi oleh minimnya pengetahuan tentang HIV dan ARV.Penelitian ini menemukanbahwa salah satu ODHA mengaku salah prosedur dalam minum obat ARV karena tidak tahu.ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa pengetahuan tentang terapi ARV merupakan faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi kepatuhan terapi ARV(Martoni dkk., 2013). Dukungan Keluarga sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan kepatuhan munim obat ARV pada ODHA LSL yang ada di kota Parepare dimana bentuk dukungan yang diberikan berupa, mengingatkan waktu minum obat, memberi semangat untuk tetap patuh, dan mengantarkan ke layanan kesehatan. Ini sejalan dengan penelitian di Afrika Selatan yang mengungkapkan sejumlah besar pengguna ARV dari kelompok yang patuh mengungkapkan bahwa
mereka
menerima
dukungan
dari
keluarga
yang
mencakup
dukungan
emosional/psikologis, dukungan finansial, dukungan perawatan fisik serta pengingat untuk memastikan bahwa mereka menggunakan obat mareka tepat waktu (Mathivha, 2012). Institusi Penyedia Layanan yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL yang ada di Parepare adalah, akses terhadap ARV, hubungan petugas dengan pasien, peningkatan pengetahuan pada ODHA LSL. Ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa meningkatkan kepatuhan membutuhkan lingkungan yang mendukung, Perawatan yang mudah diakses, Instruksi yang jelas tentang rejimen, Dan rejimen disesuaikan dengan gaya hidup individu pasien. Petugas kesehatan harus menangani beberapa masalah praktis dan budaya seputar pengobatan ART sementara pembuat kebijakan harus mengembangkan kebijakan sosial yang sesuai untuk meningkatkan kepatuhan di antara pasien yang diberi resep ART (Wasti et al., 2012a). Begitu juga dengan hasilyang telah dicapai melalui pelatihan yaitu kepatuhan minum obat pada ODHA meningkat hingga di atas 95%, meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) ODHA tentang kepatuhan minum obat yaitu sebelum intervensi 70% dan sesudah intervensi 90%. Konteks sosial yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL yang ada di Parepare adalah peran KDS yang sangat membantu/menfasilitasi ODHA LSL dalam terapi ARV dan pemberian informasi terkait HIV dan terapi ARV kepada ODHA, masih tingginya stigma pada terhadap ODHA di masyarakat umum dan stigma terhadap LSL yang dirasakan lebih tinggi lagi. Menurut Yuniar (2013), faktor yang memengaruhi kepatuhan minum obat pada ODHA adalah faktor dukungan sosial yaitu dukungan keluarga, rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap anak, keinginan menikah, dukungan teman-teman di KDS, LSM dan dari tokoh agama serta hubungan baik dengan tenaga kesehatan. Dalam penelitian Botnick telah menghubungkan ini dengan pengamatan bahwa pria gay yang HIV-positif memiliki kecenderungan meningkat untuk menarik diri dari adegan sosial mereka yang biasa dan masyarakat luas. Polarisasi ini dapat berdampak negatif terhadap hubungan dan aspek kesehatan fisik dan emosional lainnya, kehidupan sosial, perilaku tes HIV, pengungkapan, pencegahan penyakit, dan kepatuhan pengobatan dan terapi. KESIMPUNAN DAN SARAN Tingkat Kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL yang ada di kota Parepare adalah optimal (> 95%), persentase rata-rata tingkat kepatuhan ODHA LSL yang ada di Parepare adalah 99%. Karakteristik yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL yang ada di kota Parepare adalah tingkat pendidikan, inisiatif VCT, motivasi
terapi ARV, efek samping, manfaat ARV dan pengetahuan awal. Dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan kepatuhan munim obat ARV pada ODHA LSL yang ada di kota Parepare. Institusi penyedia layanan yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL yang ada di Parepare adalah, akses terhadap ARV, hubungan petugas dengan pasien, peningkatan pengetahuan pada ODHA LSL. Konteks sosial yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA LSL yang ada di Parepare adalah peran KDS yang sangat membantu/menfasilitasi ODHA LSL dalam terapi ARV dan pemberian informasi terkait HIV dan terapi ARV kepada ODHA, masih tingginya stigma pada terhadap ODHA di masyarakat umum dan stigma terhadap LSL yang dirasakan lebih tinggi lagi. Diperlukan program khusus yang berkelanjutan untuk penyadaran masyarakat atau sosialisasi tentang perlunya dukungan terhadap ODHA. Adanya perlakuan khusus terhadap ODHA yang datang mengambil obat ARV di RSUD Andi Makkasau. Memprioritaskan mengikut sertakan keluarga ODHA dalam setiap pertemuan bulanan yang diadakan oleh KDS yang ada di kota Parepare. Diharapkan semua fasilitas layanan kesehatan menerapkan program ramah GWL (Gay, Waria dan Lesbian). DAFTAR PUSTAKA Beyrer C.et al.(2012). Global epidemiology of HIV infection in men who have sex with men. The Lancet, 380, 367-377. Cauldbeck M.et al.(2009). Adherence to anti-retroviral therapy among HIV patients in Bangalore, India. AIDS research and therapy, 6, 7. Crane J.et al. (2006). The price of adherence: qualitative findings from HIV positive individuals purchasing fixed-dose combination generic HIV antiretroviral therapy in Kampala, Uganda. AIDS and Behavior, 10, 437-442. DepkesRI. (2007). Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Jakarta: Depkes RI. Hansana V.et al. (2013). Adherence to Antiretroviral Therapy (ART) among People Living With HIV (PLHIV): a cross-sectional survey to measure in Lao PDR. BMC Public Health, 13, 617. KemenkesRI. (2016). Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan IV tahun 2015. Jakarta: Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Langebeek N.et al. (2014). Predictors and correlates of adherence to combination antiretroviral therapy (ART) for chronic HIV infection: a meta-analysis. BMC Medicine, 12, 142. Martoni W.dkk.(2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang Periode Desember 2011-Maret 2012. Jurnal Farmasi Andalas, 1,1. Mathivha T. M. (2012). The role of family support and HIV/AIDS stigma on adherence and non-adherence to antiretrovirals at Nzhelele in Limpopo Province, South Africa. University of Limpopo (Turfloop Campus), 55-56.
Miller C. M.et al.(2010). Why are antiretroviral treatment patients lost to follow‐up? A qualitative study from South Africa. Tropical Medicine & International Health, 15, 48-54. Pan X.et al. (2015). High prevalence of HIV among men who have sex with men in Zhejiang, China: a respondent-driven sampling survey. BMJ Open, 5, e008466. Parker R. G.et al. (2016). Prevention literacy: community-based advocacy for access and ownership of the HIV prevention toolkit. Journal of the International AIDS Society, 19,1. Sylvain H. & Delmas P. (2011). Readiness in HIV treatment adherence: a matter of confidence. An exploratory study. The open AIDS journal, 5, 119. Tucker J. S.et al. (2003). Substance use and mental health correlates of nonadherence to antiretroviral medications in a sample of patients with human immunodeficiency virus infection. The American journal of medicine, 114, 573-580. UNAIDS. (2004). Hidup Bersama HIV dan AIDS, Jakarta. Wasti S. P.et al. (2012a). Factors influencing adherence to antiretroviral treatment in Nepal: a mixed-methods study. PloS one, 7, e35547. Wasti S. P.et al. (2012b). Factors influencing adherence to antiretroviral treatment in Asian developing countries: a systematic review. Tropical Medicine & International Health, 17, 71-81. WHO. (2016). Media Center, HIV / AIDS [Online]. Available: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/. Yuniar Y.(2013). Faktor–Faktor Pendukung Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Dalam Minum Obat Antiretroviral Di Kota Bandung Dan Cimahi. Buletin Penelitian Kesehatan, 41, 72-83.