Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 10 KENDARI La Ode Muh. Arisman Silea1), Hasnawati2) 1)
Alumni Program Studi Pendidikan Matematika, 2)Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO. Email:
[email protected] Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional pada siswa Kelas VIII SMPN 10 Kendari pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 10 Kendari pada semester genap TA 2014/2015. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 10 Kendari, dan sampelnya adalah kelas VIII6 sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas VIII4 sebagai kelas kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Instrumennya adalah tes belajar matematika pada materi SPLDV. Data hasil tes belajar tersebut dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Berdasarkan analisis inferensial melalui uji t dapat disimpulkan bahwa secara signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Kelas VIII6 ) lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional (Kelas VIII4 ) SMPN 10 Kendari pada pokok bahasan SPLDV. Kata Kunci: pembelajaran kooperatif; konvensional; NHT
THE COMPARISON OF COOPERATIVE LEARNING MODEL USING NUMBER HEAD TOGETHER TYPE WITH CONVENTIONAL LEARNING TO THE RESULT OF STUDENT’S LEARNING MATHEMATICS AT THE SECOND GRADE OF SMPN 10 KENDARI Abstract This study is aimed to know about what is the result of learning mathematics between students who is taught by using cooperative learning model with NHT type is higher than the students who is taught by using conventional learning at the second grade students of SMPN 10 Kendari on the subject of linear equations of two variables (SPLDV). This study was taken place in SMPN 10 Kendari at the second semester in the academic year of 2014/2015. The population are all of second grade students of SMPN 10 Kendari while the sample is class VIII 6 as the experimental class which taught by using cooperative learning model with NHT type and class VIII4 as the control class which taught by using conventional learning. The instrumental is learning mathematics test on the subject of SPLDV. The data of learning test result will be analyzed descriptively and also inferentially. Based on analysis inferential by using experiment, it can be concluded that significantly the result of learning mathematics between students who is taught by using cooperative learning with NHT type (class VIII6 ) is higher than students who is taught by us ing conventional learning (class VIII4 ) of SMPN 10 Kendari on the subject of SPLDV. Keywords: cooperative learning; conventional; NHT
La Ode Muh. Arisman Silea, Hasnawati
61
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
Pendahuluan Mata pelajaran matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang selalu ada pada tiap jenjang pendidikan formal mempunyai peranan yang cukup penting. Sebab matematika merupakan suatu sarana berfikir untuk mengkaji secara logis, analitis dan sistematis. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Renregdaupe (1998) bahwa ilmu matematika mengarahkan manusia berfikir logis karena ilmu matematika sendiri bersifat logis. Ilmu pengetahuan dan teknologi umumnya bersifat logis, karena kesamaan dari sifat logis inilah memungkinkan manusia mudah mengerti, memahami dan menghayati dengan baik akan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama bagi mereka yang menguasai ilmu matematika dengan baik. Namun saat ini, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dihindari dan kurang disenangi oleh kebanyakan siswa. Banyak siswa yang memberikan reaksi negatif saat mendengar kata matematika. Matematika dianggap pelajaran yang rumit dengan ratusan rumus dan logika yang membingungkan. Akibatnya hal ini dapat mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan dalam meningkatnya suatu mutu pendidikan dapat dilihat melalui hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan faktor pendukung upaya peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan dapat dikatakan berhasil apabila peserta didiknya memperoleh hasil yang baik. Hasil belajar yang kurang akan berpengaruh pada prestasi belajar dan utamanya mutu pendidikan. Sudjana (1998) menyatakan bahwa hasil belajar yang baik haruslah bersifat menyeluruh, artinya bukan sekedar penguasaan semata-mata tetapi juga nampak dalam perubahan sikap dan tingkah laku secara terpadu. Dari pengertian hasil belajar tersebut dapat kita melihat bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar dimana ada perubahan tingkah laku siswa yang terjadi setelah proses pembelajaran. Peran guru serta kemampuan yang ada pada diri siswa merupakan faktor utama dalam peningkatan hasil belajar di sekolah. Kenyataan yang ada saat ini menunjukkan bahwa, dalam proses pembelajaran matematika siswa terlihat kurang antusias, daya kreativitasnya rendah, dan siswa bersikap acuh tak acuh dalam pembelajaran. Hal ini terjadi karena guru kurang 62
www.jppm.hol.es
memotivasi dan strategi pembelajarannya yang kurang memiliki daya dukung terhadap hasil belajar siswa. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, guru dituntut untuk lebih inovatif dan kreatif mengembangkan pembelajaran di kelas agar proses belajar mengajar menjadi lebih efektif, aktif dan menyenangkan bagi siswa. Salah satu metode pembelajaran yang sering diterapkan oleh guru di dalam kelas adalah metode pembelajaran konvensional. Metode pembelajaran konvensional lebih terpusat pada guru sehingga menyebabkan siswa kurang aktif dan kreatif dalam menyelesaikan soal yang diberikan serta kurang memiliki minat dalam proses pembelajaran matematika. Pembelajaran yang dilakukan kurang memperhatikan aspek kemampuan siswa dan sejauh mana pembelajaran dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pemahaman siswa. Pembelajaran yang diterapkan hampir semua cenderung text book oriented dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Berdasarkan hasil observasi awal penelitian yang dilakukan pada tanggal 29 September 2014 di SMPN 10 Kendari melalui wawancara dengan Bapak Drs. Yusuf Maming selaku guru mata pelajaran matematika kelas VIII menjelaskan bahwa penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika masih tergolong rendah salah satunya pada materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Hal ini terlihat pada nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa pada materi pokok SPLDV kelas VIII tahun ajaran 2013/2014 yaitu sekitar 68, rata-rata tersebut belum mencapai standar ketuntasan hasil belajar matematika di SMPN 10 Kendari yaitu 72. Guru tersebut mengungkapkan bahwa siswa masih sulit mengerjakan soal SPLDV berkaitan dengan soal cerita sehingga siswa tidak dapat menentukan himpunan penyelesaian yang tepat. Selain itu, siswa juga masih sulit mengerjakan soal yang sedikit berbeda dengan contoh soal yang diberikan oleh guru seperti pada penyelesaian SPLDV dan menggambar grafik penyelesaian dari persamaan linear tersebut. Dengan kondisi hasil belajar yang masih rendah tersebut, maka diperlukan solusi yang tepat dengan mengupayakan perbaikan proses pengajaran melalui model pembelajaran yang tepat salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut berupa perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (Sadiman, 2006). Belajar menurut Hamalik (2008) adalah modifikasi atau memperteguh kelekukan melalui pengalaman, suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. (Slameto, 2003) dari sisi psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan serta modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Mengajar menurut Hamalik (2008) adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah, mewariskan kebudayaan pada generasi muda melalui pendidikan lembaga sekolah dalam usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, memberikan bimbingan belajar kepada murid, kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik dengan tuntunan masyarakat, serta suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Nasution (1995) mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak, menyampaikan pengetahuan pada anak, serta suatu aktifitas organisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Slameto (2003) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalamanpengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal. Pengertian proses belajar mengajar matematika dapat diketahui dengan menguraikan istilah proses, belajar, mengajar dan matematika. Proses merupakan suatu
interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Proses belajar mengajar matematika merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Hudojo, 1988). Simanjuntak (2000) mengemukakan bahwa keberhasilan proses belajar matematika tidak terlepas dari kesiapan siswa dan guru dibidangnya, dan bagi siswa yang sudah mempunyai minat untuk belajar matematika akan merasa senang dengan penuh perhatian mengikuti pelajaran tersebut. Ada 4 sasaran pokok yang ingin dicapai dalam mempelajari matematika yaitu : (a) penanaman konsep (apa artinya), (b) Pembuktian (apa sebabnya), (c) keterampilan berhitung dan (d) penyelesaian soal. Berdasarkan keempat pokok sasaran mempelajari matematika diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika adalah melatih cara berpikir, bernalar, dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa ditunjukkan oleh perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pemahaman, keterampilan, analisis, sintesis, evaluasi, serta nilai dan sikap. Perubahan yang dihasilkan dari belajar dapat berupa perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu dilihat sebagai tingkah laku. Adanya perubahan itu tercermin dalam hasil belajar yang diperoleh siswa (Soekamto, 2001). Perubahan perilaku dan kemampuan untuk mengubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar, karena kemampuan mengubah melalui belajar itu siswa dapat secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya, dan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi akibat proses belajar tersebut merupakan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa. Sugandi (2004) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan “Apa yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan oleh siswa? ”Hasil belajar ini merefleksikan keleluasaan, kedalaman, dan kompleksitas (secara bergradasi) dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Perbedaan tentang kompetensi dan hasil belajar
La Ode Muh. Arisman Silea, Hasnawati
63
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja siswa yang dapat diukur. Hasil belajar erat kaitannya dengan pemahaman, karena hasil belajar diukur dari apa yang telah dipahami oleh siswa dan kinerja-kinerja siswa selama dalam proses pembelajaran. Hasil belajar yang baik juga haruslah bersifat menyeluruh, artinya bukan sekedar penguasaan pengetahuan sematamata tetapi juga nampak dalam perubahan sikap dan tingkah laku secara terpadu. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Dalam hal ini, proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuantujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Pendapat yang dikemukakan oleh Romiszowski dalam Abdurrahman (2003) mendefinisikan hasil belajar sebagai keluaran (outputs) dari suatu pemrosesan masukan (inputs). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance). Hal ini juga dapat dikatakan bahwa, hasil belajar diperoleh dari berbagai macam informasi, dan perubahan-perubahan perilaku dan kemampuan siswa merupakan hasil dari belajar. Seperti halnya Romiszowski, Keller dalam Abdurrahman (2003) memandang hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemrosesan berbagai masukan yang berupa informasi. Berbagai masukkan tersebut menurut Keller dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kelompok masukkan pribadi (personal input) dan kelompok masukkan yang berasal dari lingkungan (environmental inputs). Dari beberapa pendapat para ahli tentang hasil belajar maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan nilai yang dicapai oleh siswa setelah melalui kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Jadi hasil belajar matematika adalah kemampuan yang dimiliki atau dikuasai oleh siswa dari kegiatan belajar matematika. 64
www.jppm.hol.es
Model pembelajaran sebagai kerangka konseptual dari kegiatan pembelajaran tersebut. Soekamto memberi batasan tentang model pembelajaran yaitu suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas (Soekamto, 2001). Senada dengan hal tersebut, model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu jenis model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama yakni kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ide mengenai kooperatif ini berkembang dari pendapat filosof pada awal abad pertama bahwa untuk dapat belajar seseorang harus dapat memiliki pasangan/teman (Ismail, 2002). Henny dalam Yamin (2011) menyebutkan dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong peserta didik aktif menemukan sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses. Pembelajaran kooperatif dimunculkan dalam 5 unsur (Lie, 2002), dimana setiap siswa harus: 1) Adanya saling ketergantungan positif antara anggota kelompok, 2) Adanya tanggung jawab perseorangan. Artinya, setiap anggota kelompok harus melaksanakan tugasnya dengan baik untuk keberhasilan tugas kelompok, 3) Adanya tatap muka, setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi, 4) Harus ada komunikasi antar anggota. Dalam hal ini siswa tentu harus dibekali dengan teknik berkomunikasi, 5) Adanya evaluasi proses kelompok, yang dijadwalkan dan dilaksanakan oleh guru. Menurut slavin (2005) hakikat pembelajaran koperatif adalah berkembangnya sikap kerjasama antara siswa yang satu dengan siswa lainnya. Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, siswa diharapkan dapat saling membantu, saling
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
mendiskusikan dan beargumetasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Widyantini, 2006) :
Tabel 1 Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Kooperatif Langkah Langkah 1
Langkah 2 Langkah 3
Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6
Indikator Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Menyajikan informasi Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Membimbing kelompok belajar. Evaluasi. Memberikan penghargaan.
Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa. Guru menyajikan informasi kepada siswa. Guru menginformasikan pengelompokkan siswa.
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar. Guru mengevaluasi hasil relajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok
Model pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa pendekatan yang salah satu diantaranya adalah pendekatan struktural. Ibrahim (2000) membagi pendekatan struktural kedalam dua tipe yaitu Think-Pair-Share (TPS) (berpikir-berpasangan-berbagi) dan NHT yang lebih menekankan pada struktur-struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. TPS dan NHT adalah struktur yang dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan akademik siswa. Berikut ini langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Widyantini (2006). 1) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 2) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama. 3) Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. 4) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan dan memberi penegasan pada akhir pembelajaran. 6) Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual. 7) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individu dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan (Harfi, 2012). Hal ini sejalan dengan Kusumo dalam Baharuddin (2003) yang mengatakan bahwa pembelajaran secara konvensional diartikan melakukan tugas dengan berdasarkan tradisi atau apa yang telah dilaksanaan oleh para guru atau pendidik terdahulu tanpa ada usaha untuk memperbaiki diri dan daya kreasi yang ada padanya. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dimulai dengan pertemuan secara klasikal, berisi penyampaian materi dan hal-hal lain yang dianggap perlu kemudian dilakukan tanya jawab secara umum. Pelaksanaannya didominasi metode ceramah yakni guru menjelaskan sementara siswa memperhatikan dan mencatat hal-hal yang
La Ode Muh. Arisman Silea, Hasnawati
65
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
dianggap penting dan siswa diberi pertanyaan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan secara keseluruhan sehingga pengetahuan tidak dapat dikembangkan sebagaimana yang diharapkan (Nugraha, 2006). Metode Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan pembelajaran konvensional pada materi SPLDV di kelas VIII SMPN 10 Kendari. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015 bertempat di SMPN 10 Kendari. Tahapan pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan pada tanggal 21 Februari 2015 sampai 12 Maret 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 10 Kendari yang tersebar dalam 7 kelas paralel yaitu VIII 1 – VIII7 . Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, dengan pertimbangan mengambil dua kelas yang memiliki kemampuan/nilai yang relatif sama. Dari cara tersebut diperoleh kelas VIII 4 dan kelas VIII6 . Penentuan kelas yang akan diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran konvensional dilakukan secara random kelas, dari hasil proses pengacakan diperoleh kelas VIII4 sebagai kelas kontrol yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional dan kelas VIII6 sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Randomized Control Grup Design, yaitu memilih dua kelompok secara acak. Kelompok pertama sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk perlakuan dan kelompok kedua sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang diajar dengan model pembelajaran konvensional untuk pembanding. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:
66
R
E
T
O1
R
K
.
O2
www.jppm.hol.es
Keterangan: R = Random, E = Eksperimen K = Kontrol T = Perlakukan pembelajaran kooperatif tipe NHT . = Pembelajaran konvensonal Ok = Observasi, k = 1, 2 (Djaali, 1986). Penelitian ini mempunyai dua instrumen, yaitu instrumen berupa lembar observasi dan instrumen hasil belajar siswa. Lembar observasi digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas/partisipasi guru dan siswa dalam proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Lembar observasi yang dibuat terdiri atas beberapa aspek observasi yang bertujuan untuk mengontrol setiap tindakan/aktivitas yang dilakukan guru dan siswa di dalam kelas. Untuk mengukur hasil belajar matematika, digunakan instrumen penelitian berupa tes tertulis dalam bentuk uraian sebanyak 11 nomor pada materi pokok SPLDV. Sebelum digunakan, instrumen terlebih dahulu dianalisis melalui uji coba untuk mengetahui validitas dan reabilitasnya. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian lembar observasi dan tes hasil belajar matematika. Observasi dilakukan pada setiap pertemuan untuk proses pembelajaran, yaitu lima kali pertemuan. Hasil observasi digunakan untuk data mengenai aktivitas atau partisipasi guru dan siswa. Setelah kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dilaksanakan, maka dilakukan tes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar matematika siswa. Kemudian tes tersebut dikerjakan oleh siswa, selanjutnya hasil pekerjaan siswa dikumpulkan oleh peneliti untuk diperiksa dan diberi nilai. Nilai dari hasil pekerjaan siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT inilah yang akan dijadikan data dalam penelitian ini. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui ukuran yang menunjukan tingkat kesahihan atau tingkat kevalidan suatu instrumen, dan ini mesti dilakukan oleh peneliti untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Validitas butir soal hasil uji coba instrumen dihitung dengan menggunakan rumus korelasi
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
product moment dengan angka kasar sebagai berikut :
rXY
0,20 < r11 0,40 < r11 0,70 < r11 0,90 < r11
X Y N X X N Y Y N XY 2
2
2
0,00 < r11 ≤ 0,20
2
Keterangan: rXY = koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = skor butir soal Y = skor total N = jumlah subjek Adapun kriteria pengujian sebagai berikut. a. Jika rXY ≥ rtabel dengan α = 0,05 maka butir soal tersebut valid b. Jika rXY < rtabel dengan α = 0,05 maka butir soal tersebut tidak valid. (Arikunto, 2005). Berdasarkan hasil analisis validitas uji coba instrumen pada 30 orang siswa kelas VIII5 SMP Negeri 10 Kendari pada tanggal 5 Maret 2015, diperoleh bahwa dari 12 butir soal pada uji coba instrumen tes hasil belajar matematika, diperoleh 11 butir soal dengan kategori valid yaitu butir soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11 dan 12 sedangkan butir soal nomor 9 tidak valid. Hal ini berarti bahwa butir soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11 dan 12 dapat digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar matematika siswa, sedangkan butir soal nomor 9 belum dapat mengukur kemampuan hasil belajar matematika siswa. Dari 11 butir soal yang valid masing-masing mewakili indikator hasil belajar matematika siswa untuk dijadikan soal tes hasil belajar matematika siswa. Untuk mengetahui reliabilitas hasil uji coba instrumen digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut (Arikunto, 2005) : 2 k i r 1 11 k 1 2 t
Keterangan: r11 = reliabilitas, k = banyaknya item soal yang valid ∑σi 2 = jumlah varians skor tiap butir soal, σt 2 = varians total Selanjutnya dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes ( r11 ) pada umumnya digunakan patokan:
≤ 0,40 ≤ 0,70 ≤ 0,90 ≤ 1,00
reliabilitas : sangat rendah reliabilitas : rendah reliabilitas : sedang reliabilitas : tinggi reliabilitas : sangat tinggi (Jihad, 2008).
Analisis reliabilitas instrumen kemampuan hasil belajar menggunakan bantuan aplikasi Microsoft office excel 2007. Berdasarkan hasil analisis Microsoft office excel 2007 diperoleh koefisien reliabilitas hasil uji coba instrumen soal essay yang mempunyai skor butir kontinum (rii ) yaitu 0,7026. Berdasarkan penafsiran tingkat reliabilitas maka tes essay tersebut berada pada kategori tinggi. Dari hasil analisis reliabilitas uji coba butir soal maka dapat disimpulkan bahwa tes tersebut baik dan dapat dipercaya (reliabel) untuk mengukur kemampuan hasil belajar matematika siswa, sehingga tes tersebut dapat dipergunakan dalam pengambilan data penelitian. Analisis deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk menggambarkan keadaan sampel dalam bentuk rata-rata ( ), median (Me), modus (Mo), standar deviasi (S), varians (S2 ), nilai maksimum ( ), dan nilai minimum ( ). Pedoman penilaian untuk menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi digunakan konversi skala lima yaitu : X ≥ 80 : Sangat Baik 66 X < 80 : Baik 56 X< 66 : Cukup 40 X < 56: Kurang X < 40 : Sangat Kurang (Arikunto, 2005). Sebelum melakukan analisis inferensial, terlebih dahulu melakukan uji persyaratan analisis, yakni Uji Normalitas dan Uji Homogenitas. Bila data berdistribusi normal dan homogen, maka data tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan analisis inferensial. Uji normalitas data merupakan prasyarat untuk melakukan alat uji yang tepat dalam menentukan alat-alat uji selanjutnya. Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, jika data berdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas varians kedua kelompok data dan jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan statistik non-parametrik. Untuk
La Ode Muh. Arisman Silea, Hasnawati
67
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
keperluan ini digunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Data hasil pengamatan variabel Y diurutkan mulai dari data yang terkecil sampai data yang terbesar. 2. Menentukan proporsi distribusi frekuensi kumulatif relatif setiap data variabel yang sudah diurutkan dan diberi simbol Fa(Y). 3. Menghitung nilai Z dengan rumus:
4.
5. 6.
7.
Keterangan: = skor rata-rata (digunakan ) = standar deviasi (digunakan Sx ) Menentukan proporsi distribusi frekuensi kumulatif teoritis (luas daerah di bawah kurva normal) dari variabel Y dinotasikan Fe (Y). Menentukan nilai mutlak dari selisih Fa (Y) dan Fe (Y), yaitu: Membandingkan nilai D maks = maks dengan nilai Jika n > 36 pada taraf kesalahan , dimana n adalah banyaknya sampel. Kriteria untuk pengambilan keputusan adalah: Jika maka H0 diterima. Ini berarti data berdistribusi normal. Jika maka H0 ditolak. Ini berarti data tidak berdistribusi normal. (Djarwanto, 1995).
Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data kedua kelompok data yang telah diteliti mempunyai varians yang homogen atau tidak. Hipotesis yang akan diuji mengatakan bahwa kedua kelompok data yang diteliti mempunyai varians yang homogen. Uji homogenitas data dilakukan jika data berdistribusi normal. Uji homogenitas data digunakan uji-F dengan rumus:
68
www.jppm.hol.es
Kriteria uji homogenitas data adalah: a. Jika , maka H0 diterima. Ini berarti kedua kelompok sampel yang diselidiki mempunyai varians yang homogen dengan taraf kesalahan dan dk = (n1 – 1; n2 -1). b. Jika , maka H0 ditolak. Ini berarti kedua kelompok sampel yang diselidiki mempunyai varians yang tidak homogen dengan taraf kesalahan dan dk = (n1 – 1; n2 -1). (Sugiyono, 2010). Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis: Menguji kesamaan rata-rata kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2, jika kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 mempunyai varians homogen maka digunakan rumus: (Sudjana, 2005) Keterangan : = rata-rata skor hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen = rata-rata skor hasil belajar matematika siswa kelas kontrol gab = standar deviasi gabungan 1 = jumlah siswa pada kelas eksperimen 2 = jumlah siswa pada kelas kontrol Dengan :
Keterangan:
1 2
= kuadrat standar deviasi pada kelas eksperimen = kuadrat standar deviasi pada kelas kontrol = jumlah siswa pada kelas eksperimen = jumlah siswa pada kelas konrol
Hasil Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi SPLDV, keberhasilan pengelolaan pembelajaran pada pertemuan pertama sudah baik dengan tingkat keberhasilan sebesar 80%. Namun pada pertemuan pertama, peneliti masih menyesuaikan kondisi siswa dengan model pembelajaran yang baru
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
diterapkan di kelas. Peneliti mengamati, membimbing, mengarahkan siswa serta memberikan umpan balik. Peneliti juga mengarahkan siswa saat pembelajaran kelompok yang terlebih dahulu diawali dengan penjelasan mengenai tata cara pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Pada pertemuan pertama ini peneliti tidak memberikan evaluasi secara individu dengan memberikan Lembar Penilaian 1 (LP-01) kepada siswa karena keterbatasan waktu yang ada. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan kedua sampai pertemuan kelima mengalami peningkatan yang sangat baik. Pada pertemuan kedua dan ketiga berturut-turut keberhasilan pengelolaan pembelajaran yaitu sebesar 86,66% dan 93,33%, sedangkan pada pertemuan keempat dan kelima keberhasilan pelaksanaan pembelajaran mencapai 100%. Secara keseluruhan, peneliti telah melaksanakan rangkaian kegiatan pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan sebelumnya telah merefleksi kekurangan pada saat kegiatan pembelajaran pertemuan pertama. Begitu pula pembelajaran pada pertemuan kedua sampai kelima, memperlihatkan peningkatan ketercapaian seluruh aspek yang diamati, karena siswa maupun peneliti sudah dapat menyesuaikan diri dengan proses pembelajaran yang baru, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi SPLDV. Pada pertemuan pertama ketercapaian dari seluruh aspek yang diamati adalah 50% yang berarti bahwa keaktifan siswa pada pertemuan pertama tergolong cukup. Pada pertemuan pertama siswa
masih kurang menyesuaikan diri dengan teman kelompoknya masing-masing dan masih mempelajari tahap demi tahap dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Mereka cenderung kurang aktif dalam pelaksanaan yang dilakukan dan kurang adanya kerja sama tiap siswa dalam satu kelompok untuk menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan. Pertemuan kedua sampai kelima, ketercapaian aspek yang diamati berturut-turut adalah 68,75%, 83,33%, 95,83%, dan 100%. Secara umum, ketercapaian keseluruhan aspek yang diamati pada pertemuan kedua sampai kelima mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan pelaksanaan pada pertemuan pertama. Bahkan ketercapaian pada pertemuan keempat dan kelima tergolong sangat baik. Mereka mulai bisa menyesuaikan diri dengan teman kelompoknya, aktif dalam kelompok, mampu mengemukakan ide atau pendapat yang mereka miliki serta memiliki minat yang lebih baik dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa memerlukan waktu untuk beradaptasi terhadap suatu pembelajaran yang mereka anggap baru, hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan persentase ketercapaian aspek yang diamati pada setiap pertemuan. Ukuran statistik data diperoleh dari analisis data tes hasil belajar matematika yang dilaksanakan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan jumlah peserta didik masing-masing 34 orang. Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh data hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen dan kontrol yang disajikan pada tabel 3 berikut ini
Tabel 3 Statistik Deskriptif Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Rata-rata ( )
74,78
Rata-rata ( )
69,83
SD (S)
7,95
SD (S)
9,28
Varians (S2 )
63,318
Varians (S2 )
86,261
Max
95,45
Max
92,73
Min
59.09
Min
50
La Ode Muh. Arisman Silea, Hasnawati
69
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
Berdasarkan Tabel 3 diatas diketahui keseluruhan distribusi nilai matematika siswa hasil analisis deskriptif hasil belajar matematika pada kelas eksperimen dan nilai 69,83 mewakili siswa pada kelas eksperimen diperoleh nilai keseluruhan distribusi nilai matematika siswa rata-rata sebesar 74,78 dengan standar deviasi pada kelas kontrol. Berdasarkan nilai rata-rata sebesar 7,95. Sedangkan untuk kelas kontrol terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa diperoleh nilai rata-rata sebesar 69,83 dengan yang diajar dengan model pembelajaran standar deviasi sebesar 9,28. Nilai rata-rata yang kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan diperoleh pada kedua kelompok menunjukkan hasil belajar matematika siswa yang diajar bahwa nilai 74,78 tersebut mewakili dengan pembelajaran konvensional. Tabel 4 Gambaran Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Tingkat Penguasaan Siswa
No. Interval Nilai 1 Y < 40 2 40 ≤ Y < 56 3 56 ≤ Y < 66 4 5
Tingkat Penguasaan Siswa Sangat Kurang Kurang Cukup
NHT Frekuensi 0 0 5
66 ≤ Y < 80 Baik 80 ≤ Y ≤ 100 Sangat Baik Jumlah
Berdasarkan Tabel 4 di atas, maka dapat dibuat grafik distribusi data hasil belajar siswa .
20 9 34
Pembelajaran Konvensional
Persentase Persentase (%) Frekuensi (%) 0 0 0 0 5 14.8 14,7 2 5,8 58,8 26,5 100
24 3 34
70,6 8,8 100
kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut
80 60 40
NHT
20
Konvensional
0
Sangat Kurang
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik
Gambar 1. Distribusi Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Tabel 4 dan gambar grafik di atas menunjukkan bahwa setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT diperoleh data siswa untuk hasil belajar matematika pada kategori sangat kurang dan kurang yaitu sebesar 0,00% atau tidak ditemukan siswa dengan hasil belajar matematika dengan kategori sangat kurang dan kurang. Siswa dengan hasil belajar matematika 70
www.jppm.hol.es
berkategori cukup sebanyak 5 orang atau 14,7%, berkategori baik sebanyak 20 orang atau 58,8%, dan pada kategori sangat baik sebanyak 9 orang atau 26,5%. Nilai ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah siswa telah memahami konsep SPLDV dengan baik dan sudah mampu menyusun strategi dalam menyelesaikan soalsoal yang diberikan. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa secara
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
klasikal tingkat hasil belajar matematika siswa melakukan analisis uji hipotesis yaitu analisis uji pada materi SPLDV yang diajar menggunakan normalitas data dan analisis uji homogenitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih data. Analisis uji normalitas data dimaksudkan tinggi daripada pembelajaran konvensional. untuk mengetahui apakah data hasil belajar yang Tahap selanjutnya dalam analisis data diperoleh berdistribusi normal atau tidak, adalah analisis inferensial. Melalui analisis sedangkan analisis homogenitas dimaksudkan inferensial dapat diketahui apakah hipotesis untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dalam penelitian ini diterima atau ditolak. homogen atau tidak, setelah melalui syarat uji Dalam analisis inferensial, terdapat beberapa normalitas dan homogenitas maka dilanjutkan tahap analisis yang menjadi prasyarat untuk dengan uji hipotesis. Tabel 5 Hasil Analisis Statistik Uji Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa pada Kelas Eksperiman dan Kelas Kontrol Kelas
N
Dmaks
Dtabel
Kelas Eksperimen
34
0,0768
Kelas Kontrol
34
0,1544
Keterangan Karena nilai D maks < Dtabel 0.2276 Maka masing-masing data hasil belajar kedua kelas 0.2276 berdistribusi Normal. Dmaks = 0,1544. Dengan banyaknya data 34 dan taraf nyata α = 0,05, diperoleh nilai D tabel = 0.2276, sehingga D maks < Dtabel . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data nilai hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional berdistribusi normal. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data mempunyai varians yang sama (homogen) atau tidak. Untuk menguji apakah data mempunyai varians yang sama atau tidak digunakan statistik uji-F seperti yang disajikan pada Tabel 6 berikut.
Dari Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov untuk kelas eksperimen, diperoleh nilai D maks = 0,0768. Dari tabel distribusi Z dengan banyaknya data 34 dan taraf nyata α = 0,05, diperoleh nilai Dtabel = 0.2276, sehingga D maks < Dtabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data nilai hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan statistik uji KolmogorovSmirnov untuk kelas kontrol, diperoleh nilai Tabel 6 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 2
Kelas Kelas Eksperimen
Fhitung
63,318 1,36
Kelas Kontrol
86,261
Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan untuk kelas eksperimen diperoleh varians = 63,318 dan untuk kelas kontrol diperoleh varians = 86,261. Dari perbandingannya diperoleh F = 1,36. Dari hitung
tabel distribusi F dengan taraf nyata 5% dan dk pembilang = 33 serta dk penyebut = 33, diperoleh F = 1,79. Karena F = 1,36 < tabel
F
tabel
hitung
= 1,79, maka dapat disimpulkan bahwa
Ftabel
Keterangan
Karena nilai Fhitung < Ftabel maka kedua data Homogen kedua kelompok memilki varians yang sama. Ini berarti data hasil belajar matematika siswa kedua kelompok yaitu yang mendapat model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan metode pembelajaran konvensional memiliki varians yang sama (homogen). Selanjutnya, dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Uji-t dua sampel (two sample t-test) pada skor hasil belajar matematika. Pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 7 1,79
La Ode Muh. Arisman Silea, Hasnawati
71
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
Tabel 7 Hasil Analisis Statistik Uji Hipotesis Hasil Belajar Matematika Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kontrol Kelas
N
thitung
ttabel db ( : 66)
Keterangan
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
34 34
2,36
1,998
Karena nilai thitung > ttabel db ( : 66) Maka H0 ditolak
Pada Tabel 7 diatas terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel (thitung = 2,36 > ttabel = 1,998), maka H0 ditolak, dengan ditolaknya H0 berarti hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi secara signifikan dibandingkan hasil belajar matematika siswa pada kelas kontrol yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional pada pokok bahasan SPLDV. Pembahasan Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi SPLDV, untuk pertemuan pertama mengalami sedikit hambatan. Model pembelajaran dan guru yang baru bagi siswa memerlukan waktu untuk penyesuaian. Kegaduhan yang terjadi pada waktu pengelompokkan cukup menyita waktu pembelajaran. Ketika siswa secara berkelompok dihadapkan pada masalah yang disajikan dalam lembar kerja siswa (LKS) sebagian besar siswa tampak kebingungan. Siswa kebingungan untuk melakukan langkah awal apa yang akan digunakannya untuk menyelesaikan soal-soal yang ada dalam LKS. Tidak semua kelompok mampu menyelesaikan semua masalah yang ada dan tampak masih banyak siswa yang tidak aktif dalam kelompok. Selain itu, masih sedikit siswa yang berani menampilkan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas karena malu dan takut salah. Pada pertemuan kedua, dengan arahan yang secukupnya oleh guru, siswa mulai aktif dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hambatan-hambatan yang terjadi perlahan-lahan dapat berkurang karena siswa merasa tertarik dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT karena setiap siswa dalam 72
www.jppm.hol.es
kelompok menyelesaikan satu permasalahan yang berbeda. Namun masih tampak sebagian siswa belum aktif mengerjakan LKS terutama siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Siswa yang berkemampuan rendah masih merasa malu untuk bertanya pada siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang. Pembelajaran pertemuan ketiga sudah lebih terartur dibandingkan dengan pembelajaran pada pertemuan pertama. Pada pertemuan ketiga, siswa dalam kelompoknya sudah lebih aktif mengikuti pembelajaran matematika yang diterapkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan menyelesaikan soal yang diberikan dalam LKS. Siswa juga sudah berani menampilkan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas dan mulai terbiasa dengan tanggungjawab yang diberikan. Selain itu pada siswa juga sudah terjadi saling menanggapi terhadap hasil pekerjaan temannya yang tidak sependapat dengan jawaban dalam kelompoknya sehingga tercipta suasana diskusi yang baik. Pada pertemuan keempat dan kelima, siswa dalam kelompoknya sudah mandiri dan lebih aktif dalam menjawab soal yang diberikan. Selain itu, seluruh siswa dalam kelompok juga sudah saling membantu temannya untuk memahami permasalahan yang diberikan. Pada tahap menkomunikasikan jawaban, sudah sebagian besar dari jumlah siswa yang aktif dalam kelompok. Sehingga pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini sudah cukup baik dalam meningkatkan rasa ketertarikan siswa dalam belajar matematika, meningkatkan partisipasi siswa dalam membuat keputusan, menyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam bentuk LKS maupun bentuk lembar penilaian produk (LP-01). Berdasarkan hasil penelitian sesuai dengan tabel 3 terlihat bahwa rata-rata hasil
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
belajar siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi SPLDV adalah 74,78, dimana dari 34 jumlah siswa pada kelas ini 24 diantaranya atau sekitar 71% telah memenuhi nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah yakni 72. Hal ini berbeda dengan sebelumnya dimana pada data nilai awal siswa dengan nilai rata-rata 69,91 yang memenuhi KKM hanya 7 orang atau 21% atau dengan kata lain ada pengaruh yang signifikan terhadap nilai rata-rata hasil belajar dan KKM untuk setiap siswa setelah diberi perlakuan dalam hal ini model pembelajaran yang diberikan. Pada Tabel 3 juga terlihat untuk kelas eksperimen diperoleh nilai standar deviasi atau gambaran ukuran penyebaran data terhadap nilai rata-rata sebesar 7,95 dengan varians 63,31. Median atau nilai tengah setelah data diurutkan sebesar 74,55, modus atau nilai yang paling banyak muncul adalah 73,64, sementara untuk nilai tertinggi (Max) yaitu 95,45 dan untuk nilai terendah (Min) yaitu 59,09. Rata-rata hasil belajar siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional pada materi SPLDV adalah 69,83, dimana dari 34 jumlah siswa pada kelas ini 14 diantaranya atau sekitar 41% telah memenuhi nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah yakni 72 atau dengan kata lain cukup meningkat dari sebelumnya, dimana pada data nilai awal siswa yang memenuhi KKM yaitu hanya 3 orang atau 9%, hanya saja untuk nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh tidak jauh berbeda yakni 69,97. Ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang cukup signifikan terhadap nilai rata-rata hasil belajar siswa setelah diberi pembelajaran dengan metode yang sama. Pada tabel 3 juga terlihat untuk kelas kontrol diperoleh nilai standar deviasi atau gambaran ukuran penyebaran data terhadap nilai rata-rata sebesar 9,28 dengan varians 86,26. Median atau nilai tengah setelah data diurutkan sebesar 70,91, modus atau nilai yang paling banyak muncul adalah 68,18, sementara untuk nilai tertinggi (Max) yaitu 92,73 dan untuk nilai terendah (Min) yaitu 50. Selain itu sesuai dengan tabel 4 terlihat bahwa tingkat penguasaan siswa pada materi SPLDV untuk siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT secara klasikal lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan
menggunakan metode pembelajaran konvensional. Secara signifikan rata-rata hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan SPLDV. Ini diduga disebabkan karena prinsip dari kedua model pembelajaran tersebut, dimana pada model pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika pada materi SPLDV, sedangkan pada metode pembelajaran konvensional yang berperan aktif adalah guru (teacher centered). Penelitian yang telah dilakukan juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Harfi, 2012) yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas X SMA Negeri 7 Kendari tahun ajaran 2011/2012 pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh (Andilah, 2013) menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa antara yang diajar dengan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT (kelas VIII1 ) dan yang diajar dengan model pembelajaran langsung (VII I3 ) pada materi Faktorisasi suku aljabar di SMP Negeri 15 Kendari tahun ajaran 2013/2014. Dan selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh (Syarifuddin, 2015) menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi Kesebangunan siswa kelas IX SMP Negeri 12 Kendari tahun ajaran 2014/2015. Hal ini juga sejalan dengan Suwarno (2010) yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT mempunyai kelebihan diantaranya terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktifitas belajar kooperatif serta guru juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinannya. Kenyataan diatas juga searah dengan pendapat
La Ode Muh. Arisman Silea, Hasnawati
73
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
yang dikemukakan oleh Krismanto dalam Ibrahim (2000) bahwa model kooperatif tipe NHT memiliki beberapa kelebihan yaitu, 1) melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain, 2) melatih siswa untuk bisa menjadi tutor sebaya, 3) memupuk rasa kebersamaan dan 4) membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan pendapat. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT juga siswa dituntut lebih aktif dalam mengembangkan sikap dan pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih bermakna pada siswa. Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional siswa terlihat kurang aktif sebab hanya mendengarkan dan menerima materi yang diberikan oleh guru tanpa mengembangkan materi tersebut. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran yang sangat berguna bagi siswa yang mempunyai kemampuan rendah khususnya dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT juga memiliki kelemahan. Kelemahan yang ditemukan oleh peneliti selama proses pembelajaran berlangsung diantaranya ada beberapa siswa yang sedikit kewalahan dalam menerima model pembelajaran kooperatif karena mungkin terbiasa dengan metode pembelajaran konvensional atau bahkan terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe lainnya. Selain itu juga tidak semua siswa mendapat giliran tampil pada saat persentasi hasil diskusi kelompok karena hanya nomor tertentu saja yang dipanggil oleh guru. Pada kelas yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional, keaktifan siswa sebagaimana pada kelas yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tampak berbeda. Ketika guru menjelaskan materi pelajaran, aktivitas yang muncul sangat beragam, ada yang mencatat, berdiskusi kecil dengan teman sebangkunya, minta izin keluar untuk ke kamar kecil bahkan ada yang mengkhayal dan mengantuk. Kondisi demikian kemungkinan ada kejenuhan dalam diri siswa, sebab metode pembelajaran konvensional ini didominasi oleh kegiatan ceramah yang 74
www.jppm.hol.es
dilakukan guru tidak dilakukan secara variatif dan terkesan monoton. Pembelajaran konvensional lebih cenderung telah menjadi model pembelajaran yang dipraktekkan/dilakukan di SMPN 10 Kendari. Selama proses belajar mengajar berlangsung, siswa cenderung pasif dan hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru. Jika diberikan pertanyaan oleh guru, kebanyakan dari mereka hanya menjawab apa adanya yang mereka tahu pada saat itu, bahkan ada juga yang tidak bisa menjawab sama sekali. Keadaan ini menjadikan siswa menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran, yang berakibat rendahnya hasil belajar yang mereka peroleh. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan metode pembelajaran konvensional yang diterapkan pada siswa-siswa yang kemampuannya beragam. Pada penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini, siswa diminta untuk mengemukakan apa saja yang telah dipelajari pada setiap permasalahan dengan bantuan guru untuk mengarahkan siswa tersebut. Jadi, pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini yang berperan aktif adalah siswa-siswa sendiri, guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan pada penelitian menggunakan metode pembelajaran konvensional, pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered), siswa hanya menerima apa yang diberikan oleh guru saja tanpa mengembangkan apa yang telah diperolehnya selama pembelajaran berlangsung. Pada pembelajaran konvensional, guru mendominasi pelajaran, sedangkan pada pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan siswalah yang aktif didalamnya. Perbedaan prinsip pada kedua pembelajaran ini tentu akan berdampak pada hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan nilai hasil tes belajarnya. Sehingga dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran konvensional akan mengakibatkan perbedaan hasil belajar matematika pada kedua kelas yang diteliti. Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut.
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
1. Selama proses pembelajaran matematika berlangsung, siswa kelas VIII6 yang diajar dengan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT terlihat lebih aktif dan mandiri dibandingkan dengan siswa kelas VIII4 yang diajar dengan metode pembelajaran Konvensional. Sehingga hasil belajar matematika pada pemberian tes hasil belajar siswa kelas VIII6 SMPN 10 Kendari menunjukkan nilai yang cukup tinggi, terlihat dari nilai rata-rata (mean) 74,78 dan nilai maksimum 95,45 serta siswa dengan tingkat penguasaan sangat kurang dan kurang sebanyak 0%, tingkat penguasaan cukup sebanyak 14,7%, tingkat penguasaan baik sebanyak 58,8% dan tingkat penguasaan sangat baik sebanyak 26,5%. 2. Pada siswa kelas VIII4 SMPN 10 Kendari yang diajar dengan metode pembelajaran Konvensional terlihat siswa sudah mandiri dan aktif menjawab soal yang diberikan yang terdapat pada lembar penilaian produk (kognitif) dan LKS namun terlihat hasil belajar pada pemberian tes hasil belajar siswa kelas VIII4 berbeda (lebih rendah) dibandingkan dengan nilai pada kelas VIII6 yang diajar dengan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT, terlihat dari nilai rata-rata (mean) 69,83 dan nilai maksimum 92,73 serta siswa dengan tingkat penguasaan sangat kurang sebanyak 0%, tingkat penguasaan kurang 14,8%, tingkat penguasaan cukup sebanyak 5,8%, tingkat penguasaan baik sebanyak 70,6% dan tingkat penguasaan sangat baik sebanyak 8,8%. 3. Secara signifikan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional pada materi SPLDV di SMPN 10 Kendari.
Saran Berdasarkan dari hasil simpulan di atas, maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut.
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengembangkan sikap dan pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan masingmasing melalui kelompok belajar sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih baik pada siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran NHT sangat cocok digunakan guru pada siswa SMP kelas VIII, khususnya pada materi SPLDV. 2. Perangkat pembelajaran (RPP, bahan ajar, LKS, LP 1) dan tes hasil belajar matematika siswa yang terdapat pada penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru SMP untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 3. Dalam pembelajaran Kooperatif tipe NHT juga memiliki kelemahan dalam penerapannya, salah satunya adalah sulitnya menggunakan waktu yang efisien dalam proses pembelajarannya. Oleh karena itu diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk bisa menggunakan waktu dalam proses pembelajaran di kelas dengan seefesien mungkin, agar proses pembelajaran kooperatif tipe NHT ini bisa terlaksana sesuai sintaksnya. Daftar Pustaka Abdurrahman, Mulyono. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Andilah, Sultan. (2013). Studi Perbandingan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diajar Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Model Pembelajaran Langsung Kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari. Skripsi. Kendari: UHO Arikunto,
Suharsimi. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Baharuddin. (2003). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran IPA-Fisika di Kelas II
La Ode Muh. Arisman Silea, Hasnawati
75
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika Volume 2 No. 3 September 2014
SLTPN 2 Raha, Skripsi. Kendari : FKIP Unhalu. Djaali.
(1986). Desain Eksperimen dan Analisisnya. Ujung Pandang : BPLP
Djarwanto, (1995). Statistik Nonparametrik. Yogyakarta : BPFE Hamalik,
Oemar. (2008). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Sinar Grafika
Harfi, Muhamad. (2012). Perbandingan Prestasi Belajar Matematika Antara Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Konvensional (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 7 Kendari). Skripsi. Kendari: Universitas Halu Oleo. Hudojo, Herman. (1988). Belajar Menagajar Matemaika. Jakarta : Depdikbud. Ibrahim,
M, dkk. (2000). Pembelajaran Koperatif. Surabaya : UNESAUniversity Press.
Ismail. (2002). Model-model pembelajaran. Jakarta: Depdiknas. Jihad, Asep dan Abdul Haris. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Jusnani. (2007). Studi Perbandingan Prestasi Belajar Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Pendekatan Struktural Tipe Think Pair Share dan yang Diajar dengan Model Pemelajaran Konvensional Pada Pokok Bahasan Trigonometri Kelas II MTsN 1 Kendari. Skripsi FKIP. Unhalu Kardi dan Nur. (2008). Fase model pembelajaran langsung. http://degkdmbio.blogspot.com/2012/0 4/5-fase-model-pembelajaranlangsung.html. diakses pada tanggal 7 november 2013
76
www.jppm.hol.es
Lie, Anita. (2002). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo Nasution, (1995). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara Nugraha, Fitri. (2006). Efektifitas Pendekatan Kontekstual terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Segi Empat Siswa Kelas VII SMP Negeri 14 Kendari. Skripsi. Unhalu.Kendari. Renregdaupe, (1988). Hubungan Kebiasaan dengan Indeks Prestasi Semester (IPS) Mahasiswa Strata Satu Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IKIP, Ujung Pandang. Sadiman, A.S., dkk. (2006). Media Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada Simanjuntak, Lisnawaty. Dkk. (2000). Metode Mengajar Matematika 1. Jakarta : Rineka Cipta Slameto, (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Slavin, Robert E. (2005). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media Soekamto, Toeti. (2001). Teori Belajar Modelmodel pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti-Depdikbud.. Sugandi, Ahmad. (2004). Teori Belajar. Jakarta: RinekaCipta. Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Suwarno. (2010). Pembelajaran Kooperatif Jenis Numbered Heads Together. (http://suwarnostatistik.wordpress.com) diakses pada tanggal 7 Juni 2014) Syarifuddin, Irfan. (2015). Studi Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IX SMP Negeri 12 Kendari. Skripsi. Kendari : Universitas Halu Ol