MODIFIKASI PATI SINGKONG (MANIHOT ESCULENTA)

Download Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk ... Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi enzi...

1 downloads 714 Views 636KB Size
Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015

MODIFIKASI PATI SINGKONG (Manihot esculenta) DENGAN ENZIM α-AMILASE SEBAGAI AGEN PEMBUIH SERTA APLIKASINYA PADA PROSES PEMBUATAN MARSHMALLOW Modification of Tapioca Starch (Manihot esculenta) by α-Amylase Enzyme in Foaming Agent and Its Application of Marshmallows Production Rera Suryani 1*, Fithri Choirun Nisa 1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email: [email protected] ABSTRAK Pada industri pangan, penggunaan gelatin merupakan salah satu polimer larut air yang dapat digunakan sebagai agen pembentuk gel, pengental, penstabil, pembuih, dan pengemulsi. Produksi gelatin dapat diperoleh dari kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan mamalia. Gelatin yang saat ini dikembangkan sebagai gelatin alternative adalah gelatin polisakarida. Pati singkong merupakan salah satu polisakarida yang berpotensi dikembangakan menjadi gelatin alternative sebagai foaming agent. Perlu adanya pengembangan pati singkong untuk dijadikan sebagai foaming agent dengan memodifikasi sifat pati alami singkong menjadi termodifikasi melalui proses modifikasi pati dengan enzim α-amilase (EC. 3.2.1.1) yang bersumber dari Bacillus sp untuk menghasilkan maltodekstrin. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi enzim α-amilase (EC. 3.2.1.1) dan lama inkubasi untuk menghasilkan maltodekstrin yang mendekati gelatin sebagai agen pembuih; menentukan karakteristik maltodekstrin sebagai agen pembuih dari modifikasi pati singkong secara enzimatis; dan menentukan formulasi terbaik untuk aplikasi maltodekstrin pada produk marshmallow. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok. Faktor 1 yaitu konsentrasi enzim α-amilase (EC. 3.2.1.1) yaitu 3.33, 5, dan 6.67 mg/100gram, sedangkan faktor 2 yaitu lama inkubasi yaitu 10, 15, dan 20 menit. Pemilihan perlakuan terbaik dengan metode Multiple Attribute dan uji organoleptik pada produk marshmallow dianalisis menggunakan acceptable test method dan triangle test method. Perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi enzim α-amilase 5 mg/100g dan lama inkubasi 10 menit. Kata kunci: Enzim α-amilase, Gelatin, Pati Singkong ABSTRACT In food industry, gelatin is one of the polymer which can be used as gelling agent, thickening, foaming, and emulsifiying. The gelatin production was obtained from skin, bones, and connective tissue of mammalian. In recent decades, gelatin polysaccaride was developed as gelatin alternative. Tapioca starch is one of the starch which has potency to develop become gelatin alternative as foaming agent. It was needed tapioca starch development to become gelatin alternative with modify characteristic of native tapioca starch through tapioca modification by α-amylase (EC. 3.2.1.1) enzyme which from Bacillus sp to produce maltodextrin. The purposes of this research were to determine the concentration of α-amilase (EC. 3.2.1.1) enzyme and the length of incubation time to create maltodextrin which as foaming agent; to determine maltodextrin characteristics foaming agent from tapioca starch modification in enzymatic; and to determine the best formulation to apply maltodextrin for marshmallow product. The research was arranged by using the Randomized Block Design (RBD) with 2 factors. The first factor was concentration of α-amilase (EC. 3.2.1.1) enzyme with 3 levels (3.33, 5, and 6.67 mg/100gram). The second factor was the 723

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015 length of incubation time with 3 levels (10, 15, and 20 minutes). Data was analyse using ANOVA (Analysis of Variant) and continued use LSD or DMRT at 5% level. The best treatment was compared with tapioca starch and be analysed by T-test. The organoleptic test for marshmallow product was analysed acceptable test and triangle test method. The best treatment which made from concentration of α-amilase (EC. 3.2.1.1) enzyme 5 mg/100gram and the length of incubation time 10 minutes. Keywords: α-Amylase Enzyme, Gelatin, Tapioca Starch PENDAHULUAN Pada industri pangan, penggunaan gelatin merupakan salah satu polimer larut air yang dapat digunakan sebagai agen pembentuk gel, pengental penstabil, pembuih, dan pengemulsi. Sifat fungsional gelatin terbagi menjadi dua kelompok yaitu sifat fungsional gelatin sebagai pembentuk gel dan sifat fungsional gelatin untuk sifat permukaan produk [1] Indonesia hingga saat ini masih mengimpor 100% gelatin [2] dengan jumlah impor gelatin mencapai 3,435,419 kg dengan harga 25,254,314 US $ [3]. Produksi gelatin dapat diperoleh dari kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan mamalia. Berbagai riset telah dilakukan dengan menciptakan gelatin alternative yang dapat berasal dari non mammalian (gelatin ikan dan unggas), polisakarida (modifikasi pati secara kimia dan enzimatis), dan gelatin microbial (teknik genetik) [4]. Gelatin yang saat ini dikembangkan sebagai gelatin alternative adalah gelatin dari polisakarida. Polisakarida yang dapat dijadikan sebagai gelatin alternative adalah pati yang dapat membentuk agen pembuih dengan sifat yang stabil pada produk permen lunak. Pati singkong merupakan salah satu pati yang berpotensi dikembangakan sebagai agen pembuih (foaming agent) dengan kandungan patinya tinggi yaitu 85% [5]. Singkong (Manihot esculenta) merupakan salah satu sumber daya lokal yang ketersediannya melimpah di Indonesia yang termasuk golongan secondary crops (komoditi kelas dua) setelah beras. Singkong (Manihot esculenta) juga merupakan tanaman yang sangat mudah dibudidayakan secara massal, proses penanamannya tidak terlalu sulit, dan bahkan tanaman ini sangat kebal terhadap serangan hama penyakit [6]. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan pati singkong untuk dijadikan sebagai agen pembuih dengan memodifikasi sifat pati alami singkong menjadi termodifikasi melalui proses modifikasi pati secara enzimatis. Maltodekstrin dapat digunakan sebagai agen pembuih dalam formulasi marshmallow yang merupakan salah satu fungsi gelatin sebagai agen pembuih dan merupakan salah satu sifat fungsional gelatin untuk permukaan produk [7]. Tujuan dari penelitian ini adalah Menentukan konsentrasi enzim α-amilase (EC. 3.2.1.1) dan lama inkubasi untuk menghasilkan modifikasi pati singkong berupa maltodekstrin yang mendekati gelatin sebagai agen pembuih; menentukan karakteristik maltodekstrin sebagai agen pembuih dari modifikasi pati singkong dengan enzim α-amilase (EC. 3.2.1.1); dan menentukan formulasi terbaik untuk aplikasi maltodekstrin pada produk marshmallow. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan dasar yang digunakan untuk penelitian ini adalah umbi singkong yang diperoleh dari Dusun Bumirejo, Kecamatan Wonosari, Wonorejo, Malang dan enzim amylase (EC. 3.1.2.1) dari bakteri Bacillus sp yang diperoleh dari SigmaAldrich untuk modifikasi pati singkong secara enzimatis. Bahan kimia yang dibutuhkan untuk analisis yaitu aquades, etanol 80%, PE, alkohol 10%, aquades, HCl 25%, reagen Nelson, reagen Arsenomolibdat, etanol 95%, NaOH 1 N, asam asetat 1 N, dan larutan iod. Sedangkan bahan yang digunakan untuk pembuatan marshmallow yaitu gelatin sapi komersial, sukrosa, sirup glukosa, air, dan flavor. 724

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015 Alat Alat yang digunakan untuk pembuatan pati singkong yaitu pengering kabinet otomatis, blender (philips), ayakan retsch 5657 100 mesh, dan neraca analitik (Denver Instrument M-310). Alat yang digunakan untuk perlakuan modifikasi pati dengan enzim αamilase yaitu spatula, erlenmeyer (pyrex), shaker waterbath (memmert), vortex (LW Scientific), neraca analitik (Denver Instrument M-310), oven listrik (memmert), pH meter (ezido), dan ayakan retsch 5657 80 mesh. Alat yang digunakan untuk pembuatan marshmallow yaitu kompor, pengaduk, mixer (Cosmos), termometer, panci, neraca analitik, dan wadah pencetak. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu neraca analitik (Denver Instrument M-310, desikator, mesin oven kering (memmert), spektofotometer (Unico UV2100), bola hisap, pendingin balik, homoginizer, serta alat-alat gelas, termometer, dan SEM (Scanning Electron Microscopy). Metode Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor I terdiri dari 3 level dan faktor II terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Faktor tersebut adalah : Faktor I : Konsentrasi enzim α-amilase E1 = 3.33 mg/100g E2 = 5 mg/100g E3 = 6.67 mg/100g Faktor II: Lama inkubasi L1 = 10 menit L2 = 15 menit L3 = 20 menit Tahapan Penelitian Ekstraksi Pati Singkong 1. Singkong dikupas kulitnya, kemudian dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan sisa kotoran 2. Potongan singkong dihancurkan dengan menggunakan mesin pemarut sehingga membentuk bubur umbi 3. Bubur umbi disaring dengan menggunakan kain saring yang akan menghasilkan ampas dan filtrat 4. Ampas disaring lagi dengan perbandingan ampas : air (1 : 2) sehingga mendapatkan filtrat. 5. Filtrat diendapakan selama 3-5 jam dengan 4 kali pencucian. 6. Endapan yang dihasilkan dipisahkan dari air dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 5 jam 7. Pati kering kemudian dihancurkan dengan blender dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh sehingga didapatkan butiran pati singkong halus Modifikasi Pati Singkong secara Enzimatis 1. Pati singkong ditimbang sebanyak 30% (b/v) dengan air terdemineralisasi (200 ppm CaCl2) 2. Suspensi pati singkong dikondisikan pada pH 6.50 dengan penambahan NaOH 0.10 N 3. Suspensi pati singkong digelatinisasi pada shaker waterbath dengan suhu 900C selama 30 menit dengan setiap 10 menit dilakukan pengadukan secara kontinyu untuk mengoptimalkan proses gelatinisasi 4. Pati singkong tergelatinisasi ditambahkan enzim α-amilase 3.33, 5, dan 6.67 mg/100g dalam buffer phosphat pH 6.5 kemudian diinkubasi pada shaker waterbath pada suhu 750C dan lama inkubasi 10, 15, dan 20, menit 5. Hasil modifikasi pati singkong dipanaskan pada suhu 1050 C selama 15 menit kemudian dikeringkan pada suhu 500C selama 96 jam 725

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015 6. Hasil modifikasi pati singkong yaitu maltodekstrin kering, dihaluskan dengan blender kemudian diayak 80 mesh sehingga didapatkan butiran maltodekstrin yang halus. Aplikasi Maltodekstrin sebagai Agen Pembuih pada Produk Marshmallows 1. 46.80% sukrosa, 17.71% air, dan 22.14% sirup glukosa dipanaskan pada suhu 1200C selama 10 menit yang dijadikan adonan 1 2. 5% maltodekstrin, 2.50% gelatin sapi komersial, dan 1.47% albumin yang dilarutkan dalam air bersuhu 800C kemudian dicampur hingga homogen dengan mixer selama 10 menit yang dijadikan adonan 2 3. Adonan 1 dan 2 dicampur dengan mixer hingga homogen dan membentuk buih stabil yang dijadikan adonan marshmallow 4. Adonan marshmallow dituangkan ke dalam wadah cetakan dan didiamkan selama 12 jam HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Rendemen Maltodekstrin Hasil rerata rendemen dari maltodekstrin perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi yaitu berkisar antara 58.24 – 60.73%. Rendemen maltodekstrin pada berbagai kondisi perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi dapat dilihat pada Gambar 1. Rendemen

61,00

Lama inkubasi 10 menit

60,00 59,00

Lama Inkubasi 15 menit

58,00 3,33

5

6,67

Konsentrasi Enzim (mg/100g)

Lama Inkubasi 20 menit

Gambar 1. Rerata Rendemen Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim α-amilase dan Lama Inkubasi Konsentrasi enzim merupakan faktor penting untuk mempengaruhi aktivitas enzim. Kecepatan suatu reaksi akan bertambah dengan bertambahanya konsentrasi enzim yang berperan sebagai katalis pada reaksi tersebut. Aktivitas enzim berhubungan linier dengan konsentrasi enzim. Beberapa penyimpangan linier aktivitas enzim dapat terjadi dan disebabkan oleh beberapa faktor penghambat, yaitu inhibitor dalam preparasi enzim, aktivator dalam preparasi enzim, habisnya substrat, dan inaktivator (adanya logam berat dalam campuran reaksi) [8]. Amilosa pada pati lebih banyak dipecah oleh enzim α-amilase dengan semakin bertambahnya lama inkubasi untuk menghasilkan maltodekstrin. Enzim α-amilase mendegradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak dan sangat cepat. Selain itu, enzim α-amilase bekerja pada molekul amilopektin untuk menghasilkan glukosa, maltosa, dan berbagai jenis α-limit dekstrin, yaitu oligosakarida [9]. 2. Kadar Air Maltodekstrin Hasil Rerata kadar air dari maltodekstrin perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi yaitu berkisar antara 5.25 – 6.34 %. Kadar air maltodekstrin pada berbagai kondisi perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi dapat dilihat pada Gambar 2. Kadar air mengalami peningkatan seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi enzim dan lama inkubasi. Hal ini dikarenakan komponen maltodekstrin yang masih mengandung glukosa, maltosa, oligosakarida, dan dekstrin. Peningkatan kadar air yang tinggi berhubungan dengan komponen glukosa yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh literatur 726

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015

Kadar Air (%)

yang menyatakan bahwa jika retensi air di dalam sampel tinggi karena adanya penyerapan atau reaksi kimia dengan sampel maka menghilangkan air dengan metode penguapan akan menjadi sukar. Adanya senyawa glukosa, maltosa, laktosa, dan senyawa hidrat lainnya serta senyawa polimer yang bersifat mengikat air dalam bahan dapat menyebabkan air sulit keluar dari sampel tersebut [10]. 7,20 6,20 5,20 4,20

Inkubasi 10 menit Inkubasi 15 menit 3,33

5

6,67

Konsentrasi Enzim (mg/100g)

Inkubasi 20 menit

Gambar 2. Rerata Kadar Air Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim α-amilase dan Lama Inkubasi Air dapat membentuk ikatan hidrogen dengan komponen bahan pangan yang mempunyai gugus O seperti karbohidrat. Pembentukan ikatan hidrogen antara air dan karbohidrat tertentu seperti dekstrosa, maltosa, dan laktosa dapat menghasilkan senyawa hidrat yang bersifat stabil [10]. Pembentukan hidrat antara air dengan makromolekul menyebabkan air berubah sifatnya dari air murni, yaitu tidak dapat membeku dan sulit dihilangkan selama proses pengeringan [11].

Kadar Gula Reduksi (%)

3. Kadar Gula Reduksi Maltodekstrin Rerata kadar gula reduksi dari maltodekstrin perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi yaitu berkisar antara 3.78 - 5.59%. Kadar gula reduksi maltodekstrin pada berbagai kondisi perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi dapat dilihat pada Gambar 3. 6,50

Inkubasi 10 menit

5,50 4,50

Inkubasi 15 menit

3,50 3,33

5

6,67

Konesentrasi Enzim (mg/100g)

Inkubasi 20 menit

Gambar 3. Rerata Kadar Gula Reduksi Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim αamilase dan Lama Inkubasi Kadar gula reduksi mengalami peningkatan dengan semakin meningkat konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi. Hal ini diduga dengan semakin meningkat konsentrasi enzim α-amilase maka semakin meningkat gula-gula sederhana yang terdapat dalam maltodekstrin. Struktur linier rantai amilosa mempermudah enzim α-amilase untuk menghidrolisis ikatan glikosidik (α 1-4) secara acak dan cepat untuk menjadi glukosa, maltosa, dan maltotriosa. Sedangkan untuk struktur bercabang (α 1-6) rantai amilopektin tidak dapat dihidrolisis oleh enzim α-amilase pada ujung non pereduksinya sehingga hanya menjadi limit dekstrin, namun enzim α-amilase mampu menghidrolisis struktur linier rantai amilopektin pada ujung pereduksinya di ikatan glikosidk (α 1-4) sehingga menghasilkan glukosa, maltosa, dan maltotriosa. Semakin banyak ikatan glikosidik (α 1-4) yang dapat dipecah maka akan menyebabkan jumlah gula reduksi meningkat [9] Semakin lama inkubasi maka enzim α-amilase akan bekerja secara spesifik pada substrat pati untuk menghasilkan gula-gula sederhana. Menurut teori Michaelis – Menten mengemukakan bahwa enzim E akan bergabung dengan substratnya S dan akan reaksi 727

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015 dapat balik, membentuk kompleks enzim – substrat ES. Reaksi ini berlangsung relatif cepat. Pada lama reaksi selanjutnya, kompleks ES lalu terurai dalam reaksi dapat balik kedua, yang lebih lambat menghasilkan produk reaksi P dan enzim bebas E. Namun pada penelitian ini, masih belum terjadinya reaksi balik karena hasil dari gula reduksi belum mencapai angka yang stabil sehingga dapat dimungkinkan terjadi peningkatan kadar gula reduksi akibat dipepanjang lama inkubasi enzimatis tersebut [12].

Dextrose Equivalent

4. Dextrose Equivalent Maltodekstrin Hasil rerata kadar dextrose equivalent dari maltodekstrin perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi yaitu berkisar antara 4-5.96 %. Kadar dextrose equivalent maltodekstrin pada berbagai kondisi perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi dapat dilihat pada Gambar 4 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00

Inkubasi 10 menit Inkubasi 15 menit 3,33

5

6,67

Konsentrasi Enzim (mg/100g)

Inkubasi 20 menit

Gambar 4. Rerata Dextrose Equivalent Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim α-amilase dan Lama Inkubasi Peningkatan konsentrasi enzim akan terjadi peningkatan nilai degree polymerisation (DP) yang berhubungan dengan kandungan amilosa yang terdapat pada maltodekstrin. DP merupakan jumlah unit monomer yang terikat pada struktur karbohidrat. Enzim α-amilase akan memecah amilosa dan amilopektin menjadi monomer-monomer yang lebih sederhana yaitu dalam bentuk maltooligosakarida. Maltodekstrin merupakan salah satu subkelompok maltooligosakarida yang memiliki nilai DP sebesar 10-200. Semakin tinggi nilai DP maka semakin banyak unit monomer yang terkandung dalam maltodekstrin. Unit-unit monomer tersebut merupakan hasil hidrolisis pati oleh enzim α-amilase dalam bentuk gula-gula sederhana [11]. Aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh banyaknya substrat yang diubah dalam jangka waktu tertentu pada suhu optimum tertentu [8] Suhu optimum dari enzim α-amilase dari Bacillus sp. untuk memecah substrat berkisar antara 70-750C dengan pH optimum 6.50 [13] 5. Foaming Capacity Hasil rerata % foaming capacity dari maltodekstrin perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi yaitu berkisar antara 8.12-12.50%. Foaming capacity maltodekstrin pada berbagai kondisi perlakuan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi dapat dilihat pada Gambar 5. Maltodekstrin yang dihasilkan dari modifikasi pati singkong dengan enzim α-amilase mengalami kemampuan berbuih yang berbeda dari setiap perlakuan konsentrasi enzim αamilase dan lama inkubasi. Peningkatan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi akan memiliki nilai DE (Dextrose Equivalent) yang semakin tinggi. Nilai DE yang semakin tinggi akan mengurangi kemampuan maltodekstrin membentuk buih. Rendahnya kapasitas buih disebabkan kurangnya repulsi elektrostatik, kurangnya kelarutan, dan interaksi antar protein [14]. Maltodekstrin yang mempunyai sifat hidrofilik yang mampu membentuk kompleks buih dengan gelembung udara lebih kecil [15]. Buih terbentuk akibat dari dispersi secara luas dari gas di dalam cairan dimana volume fraksi gas lebih besar. Buih tersebut

728

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015

Foaming Capacity (%)

terdiri dari kumpulan secara acak dari gelembung-gelembung gas di dalam cairan yang relatif kecil [16] 15,00 Inkubasi 10 menit

10,00 5,00

Inkubasi 15 menit

0,00 3,33

5

6,67

Konsentrasi Enzim (mg/100g)

Inkubasi 20 menit

Gambar 5. Rerata Foaming Capacity Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim αamilase dan Lama Inkubasi

Foaming Stability (%)

6. Foaming Stability Hasil rerata foaming stability dari maltodekstrin perlakuan konsentrasi enzim αamilase dan lama inkubasi yaitu berkisar antara 93.21-97.22%. Foaming stability maltodekstrin pada berbagai kondisi perlakuan konsentrasi enzim -amilase dan lama inkubasi dapat dilihat pada Gambar 6. 98,00 Inkubasi 10 menit

96,00 94,00

Inkubasi 15 menit

92,00 90,00

Inkubasi 20 menit Konsentrasi Enzim α-Amylase (mg/100g) 3,33

5

6,67

Gambar 6. Rerata Foaming Stability Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim αamilase dan Lama Inkubasi Maltodekstrin yang dihasilkan dari peningkatan konsentrasi enzim α-amilase dan lama inkubasi akan memiliki nilai DE (Dextrose Equivalent) yang semakin tinggi. Nilai DE yang semakin tinggi akan mengurangi kemampuan maltodekstrin untuk membentuk buih yang stabil. Kemampuan agen pembuih tidak dapat stabil secara termodinamikal pada cairan murni. Selain itu, stabilitas buih juga dipengaruhi oleh susunan gelembung udara. Jika susunan gelembung udara berbentuk dry pilyhedall maka buih yang dihasilkan lebih stabil daripada susunan gelembung udara berbentuk wet sperichal. Hal ini menunjukkan bahwa maltodekstrin memilki gelembung udara berbentuk wet sperichal jika dihomogenkan pada cairan murni yang akan menghasilkan buih yang kurang stabil [16]. 7. Perlakuan Terbaik Penentuan perlakuan terbaik diperoleh dengan menggunakan metode Multiple Attribut. Berdasarkan hasil pengujian perlakuan terbaik terhadap parameter rendemen, % foaming capacity, dan % foaming stability diperoleh perlakuan terbaik kombinasi antara konsentrasi enzim α-amilase 5 mg/100g dan lama inkubasi sebesar 10 menit yangdapat menghasilkan karakteristik maltodekstrin yang dapat dijadikan sebagai agen pembuih. Hasil penentuan perlakuan terbaik dan Uji T terhadap karakteristik maltodekstrin perlakuan terbaik dengan kontrol dapat dilihat pada Tabel 1, dimana kontrol merupakan pati singkong yang belum mengalami modifikasi dengan enzim α-amilase.

729

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015 Tabel 1. Kandungan secara Kimia dan Fisik Maltodekstrin dari Perlakuan Terbaik Parameter Perlakuan Terbaik Kontrol Notasi Rendemen (%) 58.73 15.12 * Kadar air (%) 5.95 6.62 tn Kadar gula reduksi (%) 4.05 0.03 * Dextrose Equivalent 4.29 0.03 * Foaming Capacity (%) 12.50 3.02 * Foaming Stability (%) 97.22 93.13 * Parameter fisik yang menunjukkan ukuran granula pati dan maltodekstrin yang diperbesar merupakan analiisis mikrostruktur dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy). Analisis ini dimaksudkan untuk membandingkan perbedaan ukuran dan bentuk dari granula pati singkong sebelum dimodifikasi (native) dan granula maltodekstrin (pati singkong yang telah dimodifikasi dengan enzim α-amilase). Hasil gambar perbedaan ukuran, bentuk, dan permukaan granula pati singkong dan maltodekstrin dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7.(a)Granula pati singkong dan (b) Granula Maltodekstrin dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microsopy) Pada Gambar 7.a terlihat pengamatan granula pati dilakukan di bawah mikroskop SEM (Scanning Electron Microscopy) menggunakan perbesaran 5000x menunjukkan bentuk granula pati alami mempunyai bentuk yang oval dengan distribusi ukuran granula yang tidak homogen yaitu bekisar antara 3-20µm. Pada umumnya, granula pati singkong berkisar antara 4-35µm [17]. Pada Gambar 7.b terlihat pengamatan granula maltodekstrin dengan menggunakan mikroskop SEM (Scanning Electron Microscopy) menggunakan perbesaran 5000x menunjukkan bentuk granula maltodekstrin terlihat berupa polygonal¸(bersisi banyak) dan lancip dengan distribusi ukuran granula yang tidak homogen yaitu berkisar antara 701.80 x 10-3 - 3.32 µm. Hasil gambar maltodekstrin sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa ukuran granula pati singkong berkisar antara 4-28.90µm. Perubahan ukuran granula pati singkong menjadi maltodekstrin yang lebih kecil telah menunjukkan adanya proses modifikasi pati singkong oleh enzim α-amilase yang menghidrolisis amilosa dan amilopektin pati singkong [18]. Maltodekstrin perlakuan terbaik yaitu pada konsentrasi enzim α-amilase 5 mg/100g dan lama inkubasi 10 menit akan diaplikasikan pada pembuatan marshmallow sebagai agen pembuih. Pada penelitian ini, foaming capacity dan foaming stability merupakan parameter fisik maltodekstrin yang dijadikan acuan untuk aplikasi pada pembuatan produk marshmallow. Hal ini dikarenakan kedua parameter tersebut dijadikan sebagai paremeter foaming agent yang merupakan salah satu sifat fungsional gelatin terhadap sifat permukaan produk [1]. Marshmallow dihasilkan dari sistem koloid yaitu buih. Buih adalah koloid dengan zat terdispersinya fase gas sehingga marshmallow termasuk emulsi gas, dimana zat terdispersi berupa fase cair dan medium pendispersi berupa gas [19]. Hasil data kuantitatif dari kemampuan foaming capacity dan foaming stability pada tiap kontrol yaitu pati

730

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015 singkong, gelatin sapi komersial, maltodekstrin komersial serta perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Kuantitatif Uji T Foaming Capacity dan Foaming Stability pada ketiga kontrol Parameter Perlakuan Kontrol Notasi Terbaik I II III I II III Foaming Capacity 12.50 3.02 119.02 10.65 * * tn (%) Foaming Stability 97.22 93.13 99.03 96.16 * * tn (%) Keterangan : Kontrol I = Pati Singkong Kontrol II = Gelatin Sapi Komersial Kontrol III = Maltodekstrin Komersial Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa gelatin komersial dapat menghasilkan buih secara maksimal karena gelatin termasuk protein kolagen yang dapat berfungsi sebagai foaming agent pada produk pangan. Sedangakan pati singkong, maltodekstrin komersial dan perlakuan terbaik belum dapat menyaingi kemampuan buih yang dihasilkan oleh gelatin. Kemampuan maltodekstrin yang dapat membentuk buih dapat meningkat dengan adanya konjugasi dengan protein. Efektifitas dari konjugasi sebagai foaming dalam sistem koloid adalah rasio protein:polisakarida yang sesuai. Pada nilai DE sebesar 6 menunjukkan pembentukan kapasitas buih yang rapat antara legumin (protein), CITREM, dan maltodeksterin (protein) [15]. Oleh karena itu, pada aplikasi produk marshmallow diperlukan konjugasi polisakarida dan protein untuk dapat menghasilkan buih. Protein yang berkonjugasi dengan maltodekstrin yang memiliki derajat polimerisasi tinggi, ikatan kovalen untuk molekul protein menyebabkan terjadinya protein unfolding secara signifikan dan adanya peningkatan total protein hidrofobik. Hal ini dapat meningkatkan tegangan permukaan protein [20]. 8. Uji Organoleptik Uji organoleptik merupakan metode analisis yang dilakukan untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap suatu produk yang diujikan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah uji penerimaan (Acceptable Test) dan uji segitiga (Triangle Test). Uji penerimaan bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sampel yang disajikan. Jenis respon panelis meliputi pilihan menerima dan menolak. Sampel yang disajikan adalah marshmallow yang dibuat dari maltodekstrin hasil dari perlakuan terbaik (E2L1; konsentrasi enzim α-amilase 5 mg/100g dan lama inkubasi 10 menit dengan jumlah panelis sebanyak 20 orang. Uji segitiga dilakukan sebanyak dua kali dengan kombinasi sampel yang berbeda, yaitu kombinasi dengan 2 sampel marshmallow yang dibuat dari maltodekstrin dari perlakuan terbaik (E2L1; konsentrasi enzim α-amilase 5 mg/100g dan lama inkubasi 10 menit) + gelatin sapi dan kombinasi dengan 2 sampel marshmallow yang dibuat dari gelatin komersial (gelatin sapi). Jenis kuisioner yang digunakan dalam uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 7. Data hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Uji Organoleptik Marshmallow dari maltodekstrin dan gelatin sapi Respon Panelis Jumlah No Jenis Uji Panelis Benar/Terima Salah/Tolak 1 Uji Penerimaan 20 14 6 2 Uji Segitiga I (AAB) 20 17 3 3 Uji Segitiga II (BBA) 20 17 3 Keterangan : A = Marshmallow dari maltodekstrin (5%) + gelatin sapi (2.50%) B = Marshmallow dari gelatin sapi (7.50%).

731

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015 Berdasarkan uji penerimaan (acceptable test), diperoleh hasil sebanyak 6 orang panelis menolak dan 14 orang panelis menerima marshmallow dari maltodekstrin perlakuan terbaik. Dapat disimpulkan bahwa sebanyak 70% panelis dapat menerima marshmallow dari maltodekstrin perlakuan terbaik dari segi rasa, tekstur, dan warna. Sebanyak 6 orang panelis yang menolak sampel tersebut mengatakan bahwa tekstur marshmallow dari maltodekstrin perlakuan terbaik + gelatin sapi belum dapat menyamai sempurna dengan marshmallow dari gelatin sapi. Salah satu faktor penyebab panelis menolak marshmallow diduga karena tekstur marshmallow yang kurang chewiness dan firm sehingga kurang disukai oleh keenam panelis tersebut. Berdasarkan uji segitiga (triangle test), diperoleh sebanyak 3 panelis yang menjawab salah dan 17 panelis yang menjawab benar. Disimpulkan bahwa sebagian besar panelis mampu membedakan marshmallow dari maltodekstrin perlakuan terbaik + gelatin sapi dengan marshmallow dari gelatin sapi. Perbedaan tersebut dilihat dari segi rasa, tekstur, dan warna marshmallow yang disajikan. Berdasarkan tabel binomial terlihat bahwa pada pertemuan kolom taraf nyata 5% dan baris jumlah panelis sebanyak 20 orang diperoleh jumlah minimal banyaknya panelis yang menjawab benar adalah 11 orang. Jadi 11 orang adalah jumlah minimum banyaknya panelis yang harus menjawab dengan benar. Jumlah panelis yang menjawab benar pada pengujian lebih besar dari jumlah minimal panelis yang menjawab benar pada tabel maka disimpulkan bahwa produk marshmallow dari maltodekstrin + gelatin sapi berbeda nyata dengan produk marshmallow dari gelatin sapi pada taraf signifikasi 5%. Hal ini diduga karena panelis dapat membedakan marshmallow yang bertekstur lebih kenyal dan tidak. Oleh karena itu, perlu adanya modifikasi formulasi marshmallow yang baik dari berbagai sumber untuk menghasilkan produk marshmallow dari maltodekstrin dan gelatin sapi agar tidak berbeda. SIMPULAN Modifikasi pati singkong dengan enzim α-amilase (EC. 3.2.2.1) menghasilkan maltodekstrin yang mendekati sifat fungsional gelatin sebagai agen pembuih. Maltodekstrin perlakuan terbaik diperoleh dari konsentrasi enzim α-amilase 5mg/100g dengan lama inkubasi 10 menit dengan rendemen 58.77%, kadar air 5.95%, gula reduksi 4.05%, dextrose equivalent 4.29%, kapasitas buih 12.50%, stabilitas buih 97.22% yang diaplikasikan pada produk marshmallow Aplikasi marshmallow dilakukan uji organoleptik dengan hasil uji penerimaan yaitu 14 panelis menerima produk marshmallow dan terdapat 17 panelis yang menjawab benar pada uji segitiga. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih untuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk selaku Panitia Indofood Riset Nugraha 2013 atas pemberian bantuan dana penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1)

2)

3) 4)

Alias, K, A., and Bhat, R. 2008. Gelatin Alternatives for The Food Industry : Recent Developments, Challenges, and Prospects. International Journal of Trends in Food Scince and Technology. Vol. 19:644-656 Republika. 2009. Gelatin, Kulit Babi vs Kulit Sapi. http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/nasional/09/05/15/50310-gelatin-kulibabi-vs-kulit-sapi. Tanggal akses : 16/03/2013 Badan Pusat Statistik. 2012. Data Ekspor-Impor. http://www.bps.go.id/eximframe.php?kat=2. Tanggal akses : 28/03/2013 Alias, K, A. 2009. Update on Current Research on Gelatin Alternatives. Food Biopolymer Research Group, School of Industrial Technology, Univerity Sains Malaysia 732

Modifikasi Pati Singkong Pada Proses Pembuatan Marshmallow – Suryani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.723-733, April 2015 5)

6)

7)

8) 9) 10) 11) 12) 13) 14)

15)

16) 17) 18)

19)

20)

Bastian, F. 2011. Teknologi Pati dan Gula. Hibah Penulisan Buku Ajar Bagi Tenaga Akademik. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar Deo Berita. 2012. Perkuat Ketahanan Pangan, Singkong Bisa Diandalkan. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri RI. http://ditjenpdn.kemendag.go.id/index.php/public/information/articles-detail/berita/66. Tanggal akses : 20/03/2013 Maldonaldo, G, H., Lopez, P, O., and Biliaderis, G, C. 2009. Amylotytic Enzymes and Products Derived from Starch : A review. International Journal of Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 35(5) Bintang, M. 2010. Biokimia – Teknik Penelitian – Erlangga Medical Series. Penerbit Erlangga. Jakarta Winarno, G, F. 2010. Enzim Pangan. Cetakan kedua. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta Pusat Andarwulan, N., Kusnandar, F., dan Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Penerbit Dian Rakyat : Jakarta Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Penerbit Dian Rakyat : Jakarta Lehninger. 2010. Dasar-Dasar Biokimia – Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta Sigma Aldrich. 2014. Certificate of Analysis. http://sigmaaldrich.com. Tanggal akses : 10/04/2014 Appiah F., Asibuo, Y, J., and Kumah, P. Physicochemical and Functional Properties of Bean Flours of Three Cowpea (Vigna unguiculata L. Walp) Varietas in Ghana. African Journal of Food Science Vol. 5(2), pp.100-104 February 2011 Anokhina, S, M., II’in, M, M., Semenova, G, M, Belykova, E, L., and Polikarpov, N, Y. 2005. Calorimetric Investigation of The Thermodynamic Basis of Maltodextrins on The Foaming Ability of Legumin in The Presence of Small-Molecule Surfactant. International Journal of Food Hydrocolloids 19 (2005) 455-466 Delgado, V, J, J. 2013. Emulsions and Foams : Surface and Colloid Chemistry. https://noppa.aalto.fi.id. Tanggal akses : 01/01/2014 Wahyu, M, K. 2009. Pemanfaatan Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible film. Karya Tulis Ilmiah. Bandung: Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran Pentury, H, M., Nursyam, H., Harahap, N., dan Soemarno. 2013. Karakterisasi Maltodekstrin dari Pati Hipokotil Mangrove (Bruguira gymnorrhiza) Menggunakan Beberapa Metode Hidrolisis Enzim. Indonesian Green Technology Journal. EISSN.2338-1787 Sartika, D. 2009. Pengembangan Produk Marshmallows dari Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.). Skripsi. Bogor : Program Studi Teknologi Halsil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Semenova, M, G., Belyakova, E, L., Antipova, S, A., and Jubanova, A, M. 1999. Influence of Maltodextrin with Different Dextrose Equivalent on The Thermodynamic Properties of Legumin in a Bulk and at The Air-Water Interface. International Journal of Colloids and Surface : Biointerface 12 (1999( 287-297)

733