MUTASI GEN CAT P PADA BAKTERI SALMONELLA TYPHII YANG RESISTEN TERHADAP KHLORAMPHENIKOL
CAT P GENE MUTATION IN SALMONELLA TYPHI BACTERIA WHICH RESISTANT TO CHLORAMPHENICOL
Andi Salsa Anggeraini1, Mochammad Hatta2, Asaad Maidin2
1
Pasca Biomedik Konsentrasi Mikrobiologi, Fakultas Kodekteran, Universitas Hasanuddin, 2Bagian Imunologi Dan Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Univeritas Hasanudddin, Makassar.
Alamat Korespondensi: Andi Salsa Anggeraini Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, HP: 082197449933 Email:
[email protected]
1
Abstrak Tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi Salmonella typhi dan resistensi Plasmid-encoded kloramfenikol pertama kali dilaporkan tahun 1970. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat mutasi atau tidak pada gen CATp pada Salmonella typhii yang resisten terhadap kloramfenikol pada penderita demam tifoid. Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 30 isolat salmonella typhii yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Pengambilan sampel berasal dari darah pasien yang didiagnosa demam tifoid dengan pemeriksaan fisik dan tes widal titer 1/320. Isolate S.typhii didapatkan dengan mengambil sampel yang tumbuh pada medium agar SS dan uji biokima dengan tes TSIA (+) . Uji sensitivitas menunjukkan resisten dan sensitif. Data diolah menggunakan perhitungan biasa dengan alat hitung kalkulator. Hasil penelitian menunjukkan dari 100 sampel ditemukan 31 isolat S.typhii. Isolat yang resisten ditemukan 1 isolat dan sensitif ditemukan 6 isolat. Untuk ekspresi gen CATp hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 (100%) isolat sampel Salmonella typhii yang resisten mengekspresikan gen CATp dan 6 (20%) isolat sampel S.typhii yang sensitif mengekspresikan gen CATp . Yang tidak menunjukkan ekspresi gen CATp sekitar 24 (70%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Gen CATp dapat ditemukan pada isolate salmonella typhii yang resisten dan sensitif Kata Kunci: Demam Tifoid, Salmonella typhii, Kloramphenicol, Gen CATp
Abstract Typhoid is an acute systemic disease caused by infection at Salmonella typhii and the plasmidencoded chloramphenicol resistance was first reported in 1970,). This study aims to determine whether or not there is a mutation in a gene on Salmonella typhii CATp resistant to chloramphenicol in patients with typhoid fever. The study design was a cross sectional study with a sample of 30 isolates of salmonella typhii selected by purposive sampling. Blood sampling from typhoid fever patients diagnosed by physical examination and test Widal titer 1/320. S.typhii isolates obtained by taking samples grown on agar with SS and test biokima TSIA test (+). Sensitivity test showed resistant and sensitive. The data were processed using the usual calculations with a calculator count. The results showed 31 of the 100 samples found S.typhii isolates. Found 1 isolates resistant and sensitive isolates discovered 6 isolates. For CATp gene expression results showed that 1 (100%) isolates were resistant samples expressing Salmonella genes typhii CATp and 6 (20%) isolates were sensitive samples S.typhii CATp gene expression. Which did not show gene expression CATp around 24 (70%). From this study it can be concluded that the Gen CATp match typhii salmonella isolates were resistant and sensitive Keywords: Typhoid fever, Salmonella typhii, chloramphenicol, CATp Gene
2
PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan masalah kesehatan didunia terutama di negara berkembang seperti yang ditemukan secara endemik di seluruh Afrika, Amerika Selatan, Asia Timur dan khususnya di Asia Selatan. (Haque et al.,2005). Demam tifoid atau typhoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhii. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses. (Parry ,.2012 ; Gaind .,2006) Demam tifoid telah menjadi masalah yang cukup penting di beberapa negara. Pada hampir seluruh dunia, diperkirakan 17 juta orang menderita penyakit ini per tahunnya. Hampir sebagian besar terjadi di kota-kota dengan pendepatan pertahunnya rendah, terutama di Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin.(Chau, 2007) Di negara maju, angka kasus kejadian dan kematian telah jauh menurun hal ini disebabkan oleh kombinasi dari peningkatan sanitasi dan kebersihan, vaksin, dan terapi antimikroba yang efektif. (Mirza et al., 2000). Dua hal pertama sulit bahkan tidak mungkin untuk diterapkan di negara berkembang, dan sayangnya efektivitas terapi antimikroba juga menjadi terkikis oleh munculnya resistensi antibiotik di negara berkembang, antibiotik yang paling tersedia untuk pengobatan tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol.( Mirza et al., 2000). Prevalensi di Indonesia pada tahun 2007 adalah 358 sampai 810 per 100.000 atau
kira-kira sekitar 64% penduduk
Indonesia menderita demam
typhoid dalam kurun waktu 3 sampai 19 tahun . Tingkat kematian bervariasi antara 3,1-10,4% dalam kurun waktu sepanjang tahun.(Hatta et al., 2008). Sulawesi adalah salah satu dari lima pulau terbesar di kepulauan Indonesia dan memiliki populasi 42.708.400 , prevalensi penderita demam tifoid di Selatan-Sulawesi merupakan salah satu yang tertinggi , rate untuk kasus tahun 1991 adalah dari 100 ribu penduduk 257 orang penduduk terkena demam typhoid dan pada tahun 2007 menjadi meningkat menjadi 386 per 100 ribu penduduk. Demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemik di Sulawesi selatan dan 3
merupakan empat penyakit infeksi tersering yang dilaporkan dari 24 kabupaten di Sulawesi Selatan. Tifoid dapat menyebabkan septikemia, dan dilaporkan insiden rata-rata sekitar 2.500 per 100.000 penduduk. (Hatta et al., 2007) Berdasarkan penelitian sebelumnya , sebelum tahun
2001 tingkat
resistensi antibiotik pada Salmonella Typhi yang di laporkan dari Indonesia khususnya Sulawesi selatan sangat rendah
yaitu kurang dari 1%
dan
kloramfenikol tetap menjadi obat pilihan, namun sejak tahun 2001 resistensi telah meningkat dan pada tahun 2007 sekitar 6,8% dari isolate salmonella typhii telah resisten terhadap ketiga obat lini pertama yaitu: ampicillin, kloramfenikol, dan kotrimoksazol. (Hatta et al., 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Haque menyatakan resistensi beberapa obat (MDR) merupakan masalah utama dalam pengendalian dalam kasus tifoid, karena dikaitkan dengan peningkatan morbiditas yang mengarah ke toksisitas demam tifoid yang dapat mengakibatkan angka kematian meningkat secara signifikan. (Haque et al., 2005) Resistensi obat pada demam tifoid ini merupakan suatu hal yang serius di Indonesia , karena dibutuhkan obat pengganti yang cukup mahal untuk terapi tifoid. Sebuah usaha serius diperlukan dengan pelayanan medis untuk mendapatkan diagnosis yang benar sehingga pengobatan atau vaksinasi dapat digunakan untuk mengendalikan penyebaran resistensi obat-obatan tifoid ini. (Hatta et al., 2008) Resistensi Plasmid-encoded kloramfenikol pertama kali dilaporkan tahun 1970, dengan peningkatan jumlah resistensi di Amerika Tengah. (Mirza et al., 2000) . Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol ada tiga , yaitu penurunan permeabilitas membran, mutasi sub unit ribosom 50S, dan penguraian kloramfenikol asetiltransferase. Sangat mudah untuk memilih mengurangi permeabilitas membran terhadap kloramfenikol secara in vitro dengan passage bakteri secara serial, dan hal ini merupakan mekanisme yang paling sering dari resistensi kloramfenikol level rendah. Resistensi level tinggi biasanya karena gen CAT, gen ini mengkode enzim kloramfenikol asetiltrasferase, dimana enzim ini menginaktivasi kloramfenikol lewat ikatan secara kovalen dengan satu atau dua 4
grup asetil yang berasal dari asetil-S-koenzim A, dengan grup hidroksil pada molekul kloramfenikol. Asetilasi mencegah kloramfenikol berikatan dengan ribosom. Resistensi terkait mutasi pada subunit ribosom 50S merupakan hal yang jarang Menurut penelitian yang dilakukan oleh N Nogrady pada tahun 1990 ada beberapa peneliti pernah mengungkapkan resistensi terhadap chloramfenikol (Cm) diperantarai oleh enzim yang terletak pada plasmid yang disebut Acetyltransferase kloramfenikol (CAT). Enzim CAT dikodekan oleh family gen CAT yang terdapat dalam bakteri Gram negatif (N. Nogrady et al., 2005) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mutasi gen CATp berhubungan dengan resistensi S.typhii terhadap kloramfenikol karena resistensi kloramfenikol yang terkait dengan analisis mutasi pada gen CATp pada Salmonella typhii sebagai penyebab demam tifoid belum banyak diketahui, khususnya di Indonesia,
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan metode cross sectional, dilaksanakan di Laboratorium Imunologi dan Biologi Molekuler, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosa demam tifoid deng widal tes 1/320 di RS Syeh Yusf dan Puskesmas Maros dengan sampel penelitian sebanyak 30 sampel. Isolat diperoleh dari sampel darah penderita demam tifoid dipilih secara Purposive Sampling yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu isolat salmonella typhii yang sensitive dan resisten terhadap khloramfenikol dan
menyetujui dan
menandatangani
informed consent
Pengambilan darah dilakukan oleh petugas laboratorium yang terlatih dan data seperti umur, jenis kelamin, dan hasil tes widal dilakukan dengan mengambil data dari status pasien. 5
Analisis Data Data diolah menggunakan kalkulator dan data laboratorium yang dilaporkan berupa tabel pengamatan, gambar pertumbuhan koloni S typhi, dan gambar isolat salmonella typhii positip dengan menggunakan uji biokimia TSIA dan untuk melihat ekspresi mutasi gen CATp menggunakan PCR dan elektroforesis. Dan gambar hasil elektroforesis.
HASIL Karasteristik sampel Total sampel positif dalam penelitian ini yaitu 100 sampel dari penderita demam typhoid dengan tes widal positif dan titer 1/320 di RS Syeh Yusuf dan Puskesmas Maros dengan 31 isolat Salmonella typhii positif. Pengumpulan Sampel dan Kultur bakteri. Sampel yang dikumpulkan berupa darah sebanyak 5cc dan dimasukkan dalam medium broth lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah di Inkubasi sampel dikultur dalam medium agar SS dan di Inkubasi kembali selama 24 jam. Tampak koloni bulat, putih, licin. berukuran kecil dan sedang. Hasil yang diperoleh terdapat 31 koloni sampel Salmonella typhii. (Gambar 1) Tes Biokimia. Untuk membedakan apakah isolate yang ditemukan merupakan isolate Salmonella typhii bukan salmonella yang lainnya kita melakukan uji biokimia. Uji biokimia yang kita lakukan adalah tes TSIA dengan cara menanam isolate yang ditemukan kedalam agar miring TSIA, dan di inkubasi pada suhu 37 °C. Hasilnya dapat kita baca setelah 24 jam. Hasil yang diperoleh terdapat 31 sampel positif S typhii (Gambar 2). Uji sensitivitas. Uji ini dilakukan untuk melihat sensitivitas isolat terhadap antibiotik, antibiotik yang digunakan adalah kloramfenikol menggunakan Metode Kirby Bauer. Isolate S.typhi yang telah di tes TSIA dilakukan uji sensitivitas terhadap kloramfenikol dengan
menggunakan disk cakram kloramfenikol 30µg.
Sebelumnya isolat Salmonella typhii di apus dalam medium agar dengan 6
menggunakan kapas lidi, setelah merata , disk cakram diletakkan pada isolate yang telah diapus dalam medium agar. Kemudian medium diinkubasi selama 1824 jam. Dari hasil penelitian diperoleh 1 strain S.typhi yang resisten dan 30 strain S.typhi yang sensitif terhadap kloramfenikol (Gambar 3) PCR. Setelah didapatkan hasil uji sensitivitas tahap selanjutnya melihat mutasi gen
CAT P dengan menggunakan PCR. Sebelum 31 sampel dilihat ekspresi
mutasi gen
CAT P kita menguji 10 sampel secara acak dengan
PCR
(Polymerase Chain Reaction) untuk memastikan apakah sampel yang ada benar salmonella typhii dengan melihat ekspresi gen Salmonella typhi. Dengan siklus 90°C selama satu menit , 94°C selama 45 detik, 57°C selama 45 detik, 72°C selama 1 menit 30 detik selama 40 kali. Hasil yang diperoleh semua sampel yang diuii yaitu 10 sampel semuanya positif mengekspresikan gen Salmonella typhii. Berikutnya ke 31 sampel baik yang sensitif dan resisten diuji untuk melihat ekspresi mutasi gen CAT P di PCR dengan siklus 94°C selama 1 menit, 94°C selama 1,5 menit, 50°C selama 1 menit , 72 °C selama 1 menit dan 72°C selama 5 menit selama 30 kali dan diperoleh 7 sampel yang mengekspresikan mutasi gen CAT P (Gambar 4) Tampak mutasi gen CAT P tidak hanya terdapat pada yang isolate yang resisten, namun mutasi juga didapatkan pada isolate yang sensitive. Prosentase kehadiran mutasi gen CAT P pada isolate yang resisten 100% dan prosentase isolate yang sensitive 20%. Total prosentase isolate yang mengalami mutasi gen CAT P adalah 22 %. (Tabel 1)
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan gen CATp dapat ditemukan pada S typhii yang resisten dan sensitif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan 1 sampel resisten yang positif mengekspreikan gen CATp (100%) dan 6 sampel yang sensitive mengekspresikan mutasi gen CATp (22%). Hal ini
7
belum bisa menunjukkan bahwa gen CATp bertanggung jawab untuk resistensi pada bakteri kloramfenikol sesuai yang dilaporkan oleh (Nogrady et al., 2005). Gen yang bertanggung jawab terhadap resistensi kloramfenikol terletak pada Tn 9 dengan panjang 1102 bp dan yang mengkode enzim CAT panjangnya 293 bp. (Nurtjahyani, 2012) Pada penelitian ini yang mengkode enzim CAT p mempunyai panjang 436 bp. Gen CATp yang terdeteksi pada sampel 1,2,3,10,11,12,13 (7 dari 31 sampel) 23% bukan merupakan gen tunggal yang menjadi penyebab reaksi terhadap kloramphenikol hal ini mungkin di sebabkan juga oleh gen yang di sandi oleh plasmid gen resisten yang dimiliki oleh kuman sehingga tetap tampak secara phenotypenya sensitif terhadap khloramphenikol. Adanya gen CATp positif pada sampel no 1,2,10,11,12,13 yang sensitif terhadap khloramphenikol disebabkan belum terekspresinya gen tersebut secara phenotype sehingga belum terlihat adanya resisten pada sampel tersebut. Pada sampel no 3 ditemukan gen CATp dimana sampel tersebut telah terekspresi phenotypenya yang dapat dinilai dengan menggunakan test disk difusi yang memberi hasil khloramphenikol resisten dengan diameter disk difusi 1 mm. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang. Sampai saat ini untuk menegakkan diagnosis masih menggunakan standar baku yaitu berdasarkan kultur darah .Metode diagnostik yang cepat, sederhana, dan murah sangat dibutuhkan. Tes serologi Widal merupakan tes yang memenuhi kriteria tersebut, dan hingga saat ini masih banyak digunakan. (Rahman A, et al.,2011) Berdasarkan hasil penelitian ini sensitifitas dan spesifitas tes widal sangatlah rendah. Dari 100 sampel yang dikumpulkan , pasien yang diuji dengan tes widal positif dan titer H 1/320 dan dilakukan tes kultur darah yang memberikan hasil positif pada kultur hanya 31(31%) sampel. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman A dan Fatmawati. Dalam penelitiannya mereka melaporkan untuk nilai spesifisitas tes serologi Widal 8
berdasarkan cut-off point adalah: Salmonella thypi O (10%), Salmonella thypi H (16,667%).(Rahman et al., 2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zulfikar A. Butta kultur darah mempunyai nilai sensitifitas
sebesar 40-80%. Dan pada daerah endemik
memiliki nilai yang lebih rendah, kemungkinan hal ini disebabkan karena tingginya penggunaan antibiotik. (Rahman et al., 2011) Di negara maju, angka kejadian infeksi Salmonella dan wabah telah meningkat beberapa kali lipat selama beberapa waktu terakhir. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan dari 100 sampel kami berhasil mengumpulkan 31 (31%) sampel isolat salmonella typhii dan dari penelitian ini isolat Salmonella typhii yang resisten didapatkan 1 isolat dari 31 jumlah sampel. Penelitian ini menunjukkan ada penurunan jumlah pasien yang resisten terhadap khlormfenikol (3,2%). Karena pada penelitian sebelumnya data yang telah dilaporkan oleh Smith pada tahun 2007 ada sekitar 6,8%. (Hatta, 2008). Mungkin hal ini di dapat disebabkan oleh karena jangka waktu penelitian yang singkat dibanding penelitian yang dilakukan oleh Smith.
9
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Gen CATp bukan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan
resistensi pada
khloramphenikol dan gen CATp dapat ditemukan pada isolate Salmonella yang resisten dan sensitif. Kami menyarankan perlunya melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak selain itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana penggunaan antibiotik seperti kloramphenikol dalam masyarakat dan perlunya pertimbangan untuk mencari alat penegakan diagnosa yang lebih akurat dan cepat selain tes Widal dalam menegakkan diagnosa di Puskesmas dan Rumah sakit. .
10
DAFTAR PUSTAKA
Chau TT, Campbell JI, Galindo CM. (2007). Antimicrobial drugs resistance of Salmonella enteric serovar typhi in Asia and molecular mechanism of reduced susceptibility to the fluoroquinolones. Antimic Agent Chemother, 51(12), 4315-23 Gaind R, Paglietti B, Murgia M, et al. (2006). Molecular characterization of ciprofloxacin- resistant Salmonella enteric seroar typhi and paratyphi A causing enteric fever in India. J Antimic Chemother, 58, 1139-44 Hatta M, Smits HL. (2007). Detection of Salmonella typhi by nested polymerase chain reaction in blood, urine, and stool samples. J Trop Med Hyg, 76(1), 139-43 Hatta M, Ratnawati. (2008). Enteric fever in endemic areas of Indoneisa: an increasing problem of resistance. J Infect Develop Countries, 2(4), 279-82 Haque A, Haque A, Sarwar Y. (2005). Multiplex PCR for determination of drug resistance against standard anti typhoid drugs in blood sampel of typhoid patients Mirza S, Kariuki S, Mamun KZ, Beeching NJ, Hart CA. (2000). Analysis of plasmid and chromosomal DNA of multidrug resistant Salmonella enteric serovar typhi from Asia. J Clin Microbiol, 38(4), 1449-52 N.Noogrady, I.Gado, P. Zsolt Fekete. (2005). Chloramphenicol resistance genes in Salmonella enterica subsp. enterica serovar Typhimurium isolated from human and animal sources in Hungary. Vet. Med. – Czech, 50,(4): 164– 170 Nurtjahyani D,S. (2012). Transformasi dna plasmid salmonella typhi resisten kloramfenikol ke kultur salmonella typhi sensitif kloramfenikol. Prospektus, X(2) Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. (2002). Typhoid Fever. NEJM, 347(22) Rachman, A.,Fatmawati. (2011). Uji Diagnostik Tes Serologi Wudal dibandingkan dengan kultur darah sebagai baku emas untuk diagnostic demam tifoid di RSUP dr.Kariadi Semarang. Semarang : Program Pascasarjana UNDIP
11
Tabel 1. Tabel ekpresi mutasi gen CAT P pada Salmonela typhii yang resisten dan sensitif Gen CAT P Disk Difusi R S Jumlah
Positif
Total Negatif
N 1 6
% 100 20
7
22
12
N 0 24 24
% 0 80 77
1 30 31
b
a
Gambar 1. (a) Isolat Salmonella Negatif tak tampak koloni. (b) Isolat Salmonella Positif. Tampak koloni bulat, putih, licin. berukuran kecil dan sedang .Warna hitam merupakan gas yang dibentuk oleh S typhii
Gambar 2. Tes TSIA Positif. Tampak pada gambar terlihat warna hitam yang merupakan ciri khas S typhii. Mengeluarkan gas
13
b a
Gambar 3. (a) Pada gambar terlihat zona sensitvitas pada Sampel MMS049. (b) Pada sampel MMS 030 tampak resisten tidak terdapat zona
436 bp
Gambar 4 Ekspresi Gen CAT P terlihat di 436 bp tampak pada sampel 1,2,3,10,11,12,13
14