PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN

Download PAPER BIOMETRIKA HUTAN. PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA. SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN. (HPH). Oleh : Ke...

0 downloads 446 Views 262KB Size
PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH)

Oleh : Kelompok 4 Dinda Wahyuni Venza Rhoma S Meiliana Larasati Rinaldo Pratama Ari Sulistianto

E14110019 E14110024 E14110046 E14110054 E14110056

Dosen : Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan yang ada di Indonesia menyimpan berbagai kekayaan alam dan merupakan ekosistem yang kompleks. Salah satu sumberdaya hutan yang banyak dimanfaatkan adalah kayu. Pemanfaatan kayu yang dilakukan perusahaan yang memiliki hak pengusahaan hutan mendapat sorotan dari LSM, masyarakat lokal maupun dunia internasional. Pengelolaan hutan harus dilaksanakan secara ramah lingkungan. Ijin pengusahaan hutan yang diberikan pada hutan alam produksi harus melakukan sistem pengelolaan yang tepat agar sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku. Penetapan suatu sistem diperlukan agar menjamin kelestarian hutan alam produksi. Menurut Elias (2002) ekosistem hutan pada umumnya mempunyai keterbatasan daya tahan terhadap perubahan lingkungan. Ekosistem akan rusak bila batas-batas ketahanannya dilampaui. Inventarisasi tegakan tinggal (ITT) dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan tegakan tinggal yang diakibatkan oleh kegiatan pemanfaatan hutan dan untuk mengetahui pohon yang masih tersisa. Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT) adalah kegiatan pencatatan, pengukuran pohon dan permudaan alam pada areal bekas tebangan/tegakan tinggal. Maksudnya adalah untuk mengetahui jumlah, jenis dan mutu pohon inti/pohon binaan dan permudaannya, serta untuk mengetahui jumlah dan jenis pohon inti dan permudaan yang rusak akibat kegiatan pemanenan. Selain itu juga untuk mengetahui lokasi dan luas areal tegakan yang kurang permudaan alamnya dan tempat-tempat yang terbuka seperti bekas jalan sarad, TPn dan TPK. Tujuannya adalah untuk menentukan perlakuan silvikultur pada petak-petak kerja tahunan setelah dilaksanakannya kegiatan pemanenan atau penebangan dan memastikan perlu tidaknya dilakukan kegiatan pengayaan dan rehabilitasi. Tegakan tinggal adalah tegakan yang telah dipilih, yang menjadi modal pengusahaan berikutnya, berisi pohon-pohon binaan dan pohon pendamping. Potensi tegakan tinggal diduga dapat menambah ekonomi perusahaan melalui pemanfaatan pohon yang masih layak tebang. Sehingga perlu diadakan kajian terhadap potensi tegakan tinggal karena tegakan tinggal berdampak besar terhadap kelestarian ekosistem dan penambahan pendapatan perusahaan. Tujuan Tujuan dari paper ini yaitu menduga potensi ekonomi pada tegakan tinggal melalui pemodelan untuk memprediksi pendapatan pada suatu perusahaan yang memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

TINJAUAN PUSTAKA Model adalah abstraksi atau penyederhanaan dunia nyata, yang menggambarkan struktur dan interaksi elemen serta perilaku keseluruhan sesuai sudut pandang dan tujuan yang diinginkan. Pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan seni. Sebuah pengetahuan karena ada logika yang dibangun dengan urutan yang sesuai. Sebuah seni karena pemodelan mencakup bagaimana menuangkan presepsi manusia atas dunia nyata dengan segala keunikannya (Purnomo 2012). Tegakan tinggal adalah tegakan yang telah dipilih, yang menjadi modal pengusahaan berikutnya, berisi pohon-pohon binaan dan pohon pendamping. Pohon binaan adalah pohon yang harus dirawat setelah tebang pilih, yang berupa pohon-pohon niagawi yang muda dan sehat berdiamter kurang dari diameter minimum tebangan, dapat berasal dari permudaan alam maupun dari pengayaan (Departemen Kehutanan, 1990). Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan yang terjadi pada bagian tegakan yang sebenarnya tidak termasuk dalam rencana untuk dipanen hasilnya pada waktu itu. Kerusakan-kerusakan itu antara lain berupa pohon roboh atau pohon masih berdiri yang bagian batang, banir atau tajuknya rusak dan diperkirakan tidak dapat tumbuh lagi dengan normal (Sastrodimedjo dan Radja 1976). Ingrowth adalah banyaknya pohon yang masuk ke dalam kelas diameter terkecil selama satu tahun pada luasan satu hektar. Dalam penelitian ini ingrowth adalah jumlah pohon per tahun yang memasuki tingkat tiang atau telah mencapai diameter 10 cm ke atas. Persamaan ingrowth berdasarkan fungsi kerapatan pohon dan luas bidang dasar total (Buongiorno dan Michie, 1980; Vanclay, 2001). Ingrowth digambarkan melalui persamaan regresi yang dibangun menggunakan kerangka pikir berdasarkan jumlah pohon yang masuk dalam kelas diameter di atasnya dalam waktu satu tahun. Pada ingrowth merupakan perpindahan dari tingkat pancang ke dalam tingkat tiang. Upgrowth adalah banyaknya pohon yang masuk ke dalam kelas diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter di bawahnya dalam waktu satu tahun per ha. Upgrowth ditentukan berdasarkan fungsi diameter rata-rata dan luas bidang dasar (Favrichon dan Kim, 1998). Upgrowth adalah peluang pohon yang hidup dalam kelas diameter tertentu yang pindah ke dalam kelas diameter di atasnya dalam waktu satu tahun. Dipterocarpace merupakan kelompok komersial utama pada hutan hujan tropis. Sangat penting mengetahui potensi dipterocarpace dalam tegakan tinggal hutan bekas tebangan yang harus dipenuhi terutama dalam penyiapan produksi kayu pada siklus kedua. Potensi permudaan alam dari jenis komersial khususnya untuk jenis Dipterocarpace di hutan primer dan hutan bekas tebangan 1 tahun cukup melimpah sehingga dapat meningkatkan ekonomi perusahaan.

METODOLOGI Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pembuatan paper ini yaitu laptop dengan software Stella. Bahan yang digunakan adalah data sekunder berupa data inventarisasi tegakan tinggal dan data laporan tahunan perusahaan. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yaitu data potensi tegakan pada hutan bekas tebangan/ tegakan tinggal yang diperoleh melalui pengukuran berkala pada Petak Ukur Permanen (PUP) dan laporan tahunan perusahaan. Prosedur Analisis Data Data yang telah diperoleh dikelompokkan menjadi beberapa kategori komponen sistem antara lain : 1. State Variable (Stok) State variable menyatakan titik akumulasi dari materi dalam sebuah sistem. 2. Auxiliary Variable (Peubah Pembantu) Auxiliary variable adalah peubah yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh model. 3. Constant (Konstanta) Constant adalah nilai numerik yang menyatakan sebuah karakteristik yang tidak berubah atau dianggap tidak berubah dalam berbagai kondisi selama waktu simulasi. 4. Driving Variable (Peubah Penggerak) Driving variable adalah peubah yang memengaruhi model tetapi tidak dipengaruhi oleh model. 5. Information and Material Transfer Transfer informasi menyatakan transfer nilai dari suatu peubah ke peubah lainnya yang disimbolkan dengan garis tunggal dengan ujung anak panah yang menjelaskan darimana dan kemana transfer nilai itu dilakukan. Sedangkan transfer materi menunjukkan transfer fisik atau materi pada periode waktu tertentu. 6. Source and Sink Source and Sink atau sumber dan buangan menyatakan titik awal dan tujuan atau buangan dari transfer materi (Purnomo 2012). Menurut Purnomo (2012) pembuatan model sistem terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Identifikasi isu, tujuan dan batasan Melakukan identifikasi isu bermanfaat untuk mengetahui dimana pemodelan perlu dilakukan. Kemudian menentukan tujuan pembuatan model dan batasan model yang dapat berupa batas ruang, waktu atau batasan isu. 2. Konseptualisasi model

Tujuan tahap ini untuk menetapkan konsep dan tujuan model yang akan dibuat. Penyusunan model dilakukan dengan mengaitkan segala komponen yang ada untuk dimasukkan ke dalam model simulasi untuk dapat mendekati kondisi yang sebenarnya di lapangan. 3. Spesifikasi model Tujuan dari tahap ini adalah untuk membuat model kuantitatif dari sistem yang diinginkan. Tahapan yang harus dilakukan yaitu pemilihan struktur model, penentuan basic time unit, identifikasi hubungan fungsional persamaan model, dan menjalankan simulasi model. 4. Evaluasi model Evaluasi model dilakukan dengan menguji kelogisan model yang dibuat dengan dunia nyata. 5. Penggunaan model Menggunakan model yang telah dibuat untuk mencapai tujuan yang diidentifikasikan di awal pembangunan model tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan Tegakan tinggal dari suatu kegiatan pemanenan biasanya tidak dianggap penting dalam menambah pendapatan dari suatu perusahaan. Pandangan perusahaan yang memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH) lebih fokus kearah pengelolaan lahan lain yang lebih potensial dibandingkan tegakan tinggal. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemodelan yang bertujuan untuk memprediksi potensi ekonomi dari tegakan tinggal tersebut sebagai pendapatan perusahaan. Batasan model yang digunakan yaitu: a. Tegakan tinggal dengan jumlah pohon per hektar pada setiap kelas diameter berdasarkan pengukuran berkala PUP serta potensi tebangannya. b. Ingrowth adalah besarnya tambahan terhadap banyaknya individu pohon per hektar, tahap pertumbuhan terendah yaitu semai selama periode waktu tertentu. Menurut Labetubun (2004) untuk Dipterocarpaceae persamaan ingrowth I = 11.8 – 0.275LBDS, sedangkan untuk Non Dipterocarpaceae, persamaan ingrowth I = 15.9 – 0.314LBDS, dimana LBDS adalah luas bidang dasar tegakan (m3/ha). c. Upgrowth yaitu besarnya tambahan jumlah pohon per hektar terhadap kelas diameter tertentu dari kelas diameter dibawahnya selama periode waktu. Persamaan upgrowth Dipterocarpaceae b = -0.0184 0.000975 LBDS + 0.00884D – 0.0002553D2 + 0.00000266D3, Non Dipterocarpaceae b = -0.119 – 0.00054LBDS+ 0.0186D – 0.000582D2 + 0.000006D3 (Labetubun 2004), dimana D adalah diameter pohon (cm). d. Mortality adalah banyaknya pohon yang mati pada setiap kelas diameter karena penebangan maupun kematian alami selama selang waktu tertentu. Berdasarkan Labetubun (2004) persamaan mortality Dipterocarpaceae m = -0. 06239 + 0.007659D – 0.0002158D2 + 0.00000198D3 dan Non

Dipterocarpaceae m = -0.04735 + 0.006734D – 0.000211D2 + 0.00000222D3 dimana D adalah diameter pohon (cm). e. Siklus tebang merupakan batasan waktu untuk pemanenan suatu tegakan. Konseptualisasi Model Pemodelan ini disusun oleh dua submodel yaitu submodel tegakan tinggal dan submodel pendapatan yang saling berkaitan sehingga membentuk hubungan saling mempengaruhi. Submodel Tegakan Tinggal Submodel tegakan tinggal menggambarkan sediaan tegakan pada setiap kelas diameter sehingga dapat diketahui jumlah pohon per hektar tiap tahunnya. Model ini dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain luas bidang dasar tegakan, jumlah pohon per kelas diameter, ingrowth, upgrowth dan mortality. Pada submodel ini jumlah pohon pada masing-masing kelas diameter menjadi state variable. Sedangkan untuk aliran materi ditunjukkan oleh parameter ingrowth, upgrowth, dan mortality. Penentuan nilai ketiga parameter tersebut dipengaruhi oleh luas bidang dasar tegakan. Jumlah pohon per ha pada awal pengukuran untuk Dipterocarpaceae dan Non Dipterocapaceae adalah sebagai berikut: KD 10-19 = 25 KD10-19 = 224 KD 20-29 = 7 KD 20-29 = 61 KD 30-39 = 3 KD 30-39 = 29 KD 40-49 = 2 KD 40-49 = 18 KD 50up = 2 KD 50up = 15

Gambar 1 Submodel Tegakan Tinggal

Pohon yang ditebang berasal dari kelas diameter 40 cm up. Pohon yang ditebang kemudian dikonversi ke volume. Rata-rata volume tebang pohon Dipterocarpaceae per hektar yaitu 50 m3 dan Non Dipterocarpaceae 25 m3. Nilai volume pohon yang telah ditebang kemudian akan digunakan untuk menduga pendapatan perusahaan dari hasil kayu. Submodel Pendapatan Pendapatan perusahaan berasal dari kayu yang dikeluarkan selama proses produksi. Sedangkan pengeluaran terdiri dari biaya pemanenan per m3 kayu yang dipanen dan biaya operasional tahunan. Faktor yang mempengaruhi pendapatan antara lain pohon layak tebang per tahunnya yang dipengaruhi oleh jumlah pohon pada kelas diameter 40up dan tingkat kematian pohon. Data yang digunakan untuk melengkapi model ini antara lain : 1. Biaya penebangan = Rp 16 250/ m3 2. Biaya penyaradan = Rp 92 250/ m3 3. Biaya pengangkutan = Rp 185 000/ m3 4. Biaya pengiriman = Rp 42 250/ m3 5. Biaya muat bongkar = Rp 25 000/ m3 6. Harga Kayu Dipterocarpaceae = Rp 1 250 000/ m3 7. Harga Kayu Non Dipterocarpaceae = Rp 650 000/ m3 8. Biaya operasional per tahun = Rp 10 000 000

Gambar 2 Submodel Pendapatan

Evaluasi Model Evaluasi model dilakukan dengan cara uji kelogisan model. Berdasarkan pemodelan yang telah dilakukan, model penduga potensi ekonomi tegakan tinggal dinyatakan logis berdasarkan hasil pada gambar berikut ini:

Gambar 3 Pendugaan Potensi Ekonomi Tegakan Tinggal Pada gambar 3 dapat terlihat bahwa pada tahun ke 35 atau sebesar siklus tebang, tegakan tinggal dapat dipanen dan menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp 53 128 082 871.96 dengan potensi total jumlah pohon sebesar 550 pohon. Kemudian pada siklus selanjutnya tegakan tinggal dapat dimanfaatkan kembali dengan pendapatan perusahaan sebesar Rp 84 303 251 947 dengan potensi pohon sejumlah 504 pohon. Pendapatan pada siklus tebang kedua lebih besar dibandingkan siklus tebang pertama, hal ini terjadi karena pada siklus tebang kedua jumlah pohon Dipterocarpaceae meningkat. Penggunaan Model Model ini digunakan untuk memprediksi potensi ekonomi tegakan tinggal suatu perusahaan dalam bentuk pendapatan yang dihasilkan dari pemanenan tegakan tinggal tersebut selama siklus tebangan yang diperkirakan. Pada awalnya perusahaan mengeluarkan biaya pengelolaan untuk pemeliharaan tegakan tinggal sebesar Rp 10 000 000 per tahun sampai tahun ke 35. Pada akhir siklus tebang, pendapatan yang dihasilkan perusahaan meningkat pesat dan dapat menutupi semua biaya operasional pada setiap tahunnya. Pada siklus tebang selanjutnya tetap sama akan tetapi perusahaan mendapatkan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan siklus tebang pertama. Dengan demikian model tersebut dapat diaplikasikan agar perusahaan memperoleh informasi mengenai potensi ekonomi dari tegakan tinggal.

Kesimpulan Tegakan tinggal suatu perusahaan jika dikelola dan diperhatikan maka akan menyumbang pendapatan bagi perusahaan dalam jumlah besar meskipun dalam jangka waktu yang relatif lama. DAFTAR PUSTAKA Buongiorno J., B.R. Michie BR. 1980. A Matrix Model of Uneven-Aged Forest Management. Journal of Forest Science 26(4):609-625. Departemen Kehutanan. 1990. Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Direktorat Jendral Pengusahaan Hutan. Jakarta. Elias. 2002. Reduce Impact Logging. IPB PRESS. Bogor. Favrichon V., dan Y.C. Kim. 1998. Modelling the Dynamics of a Lowland Mixed Dipterocarp Forest Stand: Application of a Density-Dependent Matric Model. In Bertault JG, Kadir, editors. Silvicultural Research in A Lowland Mixed Dipterocap Forest of East Kalimantan. The Contributions od STREK Project, CIRAD-Foret, FORDAand PT Inhutani I. CIRAD ForestPublication: 229-245. Purnomo H. 2012. Teori Sistem Kompleks, Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sastrodimedjo S, Radja. 1976. Aspek – Aspek Eksploitasi Hutan Di Bidang Potensi Hutan Pada Pengusahaan hutan. Paper Pada Loka Karya Intensifikasi Pemungutan Hasil Hutan Dan Pemanfaatannya Di Surabaya. Surabaya. Vanclay, J.K. 2001. Modelling Forest Growth and Yield. Applications to Mixed Tropical Forest. Royal Veterinary and Agriculture University, Copenhagen-Denmark. CABI Publishing.