PARITAS DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU HAMIL DI RSUD Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO KOTA MOJOKERTO LINDA FITRIANTI 1212020014 Subject : Paritas, Ibu Bersalin, Ketuban Pecah Dini DESCRIPTION Berbagai permasalahan yang membahayakan ibu hamil saat ini sangat rentan terjadi. Salah satu masalah yang paling menonjol akibat komplikasi kehamilan saat ini adalah kejadian ketuban pecah dini (KPD). Hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di Ruang Gayatri RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto didapatkan bahwa pada bulan Januari-Desember 2014 didapatkan 54 responden yang mengalami KPD. Tujuan dalam penelitian ini mengetahui hubungan paritas dengan kejadian pecah dini pada ibu bersalin. Jenis penelitian analitik, rancangan penelitian korelasional. Variabel independen adalah paritas dan variabel dependen adalah kejadian ketuban pecah dini. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin sebanyak 227 responden dengan sampel sebanyak 227 responden diambil menggunakan teknik total sampling. Penelitian dilaksanakan di Ruang Gayatri RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto pada tanggal 20-23 Juni 2015. Instrumen penelitian menggunakan master tabel sebagai pengumpul data sekunder. Teknik analisa data menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang dari setengah responden primipara yaitu sebanyak 94 responden (41,4%) dan hampir seluruhnya responden tidak mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 220 responden (96,9%). Hasil uji chi square dengan tingkat signifikan 0,05 didapatkan nilai ρvalue = 0,048 < α = 0,05 yang artinya H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu hamil. Simpulan dalam penelitian ini terdapat hubungan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini. Ibu diharapkan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur ketika hamil sehingga kasus ketuban pecah dini dapat diminimalkan dan ibu serta janinnya dapat diselamatkan. ABSTRACT Various problems that endanger pregnant women are very prevalent these days. One of the most prominent problems due to complications of pregnancy at this time is the incidence of premature rupture of membranes (PROM). Results of a preliminary study conducted at Gayatri Room of RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo soggest that from January to December 2014 54 respondents suffered from PROM. The aim of this study was to determine the parity relationshipsof with the incidence of PROM in delivening mothers. The type of the research is analytical research with correlational research design. Idependent variable is the parity and the dependent variable the incidence of PROM in delivering mothers. The population in this study was all in delivering
mothers as manyby as 227 respondents with the sample was 227 respondents taken using total sampling technique. The experiment was conducted at Gayatri Room of RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo from 20 to 23 of June 2015. The research instrument used the master table as secondary data collector. Data analysis technique used chi square test. The results saggest that less than half of the respondents primiparity as many as 94 respondents (41.4%) and almost all of the respondents did not experience premature rupture as many as 220 respondents (96.9%). Result of chi square test with a significant level of 0.05 obtained ρvalue value = 0.048 <α = 0.05, which means H1 accepted so that it can be concluded that there is a relationship between parity and incidence of premature rupture of membranes in pregnant women. The conclusion in this study was that there is parity relationship with the incidence of premature rupture of membranes. Mother is expected to conduct regular prenatal care during pregnancy so that premature rupture of membranes incidence can be minimized and both mother and the fetus can be saved. Keywords
: Parity, Mother membranes
Maternity,
premature
rupture
of
Contributor
: 1. Dwiharini P, S. Kep. Ns., M.Kep 2. Umul Fatkhiyah, S.Kep. Ns. Date : Type Material : Laporan Penelitian Permanen Link : Right : Open Dokument Summary : Latar Belakang Berbagai permasalahan yang membahayakan ibu hamil saat ini sangat rentan terjadi, hal ini seiring banyaknya kejadian atau kasus-kasus yang ditemui terkait dengan tanda-tanda bahaya kehamilan. Salah satu masalah yang paling menonjol akibat komplikasi kehamilan saat ini adalah kejadian ketuban pecah dini (KPD) (Pujiningsih, 2012). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm (Tahir, 2010). Tanda dan gejala yang ditimbulkan kejadian ketuban pecah dini yakni keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina dan aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak (Nugroho, 2012). Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan dan persalinan yang berperan dalam meningkatkan kesakitan dan kematian meternal-perinatal yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana selaput ketuban yang menjadi penghalang masuknya kuman penyebab infeksi sudah tidak ada sehingga dapat membahayakan bagi ibu dan janinnya (Utomo, 2013). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan dari daerah yang diterima Kementerian
Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak (Depkes RI, 2013). Penyebab utama kematian ibu dan bayi tersebut rata-rata disebabkan pendarahan, hipertensi saat kehamilan, pernikahan usia muda infeksi akibat ketuban pecah dini. Angka kejadian KPD di Indonesia cukup tinggi, data dari RSCM pada bulan Pebruari 2012 sebanyak 57 dan pada bulan Maret 2012 sebanyak 69 pasien (Suhartono, 2013). Angka Kematian Ibu (AKI) di provinsi Jawa Timur sudah berada di bawah target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, sebesar 102 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Secara rinci, data laporan kematian ibu Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota melaporkan tahun 2011 sebesar 101,4 per 100.000 kelahiran hidup; tahun 2012 sebesar 97,43 per 100.000 kelahiran hidup; dan tahun 2013 sebesar 97,39 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jatim, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di Ruang Gayatri RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto bulan Maret 2015 didapatkan bahwa pada bulan Januari-Desember 2014 didapatkan 54 responden yang mengalami KPD pada data persalinan. Data menunjukkan bahwa dari 54 responden yang mengalami KPD didapatkan bahwa 24 responden mengalami KPD dengan paritas (1 anak) primipara, sebanyak 15 responden mengalami KPD dengan paritas (2-3 anak) multipara dan sebanyak 11 responden mengalami KPD dengan paritas (>3 anak) multipara. Sampai saat ini penyebab ketuban pecah dini (KPD) belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis dan paritas (Tahir, 2010). Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini adalah paritas. Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama sampai dengan anak terakhir (Pujiningsih, 2012). Ibu hamil dengan multipara lebih besar kemungkinan terjadinya infeksi karena proses pembukaan serviks lebih cepat dari nulipara, sehingga dapat terjadi pecahnya ketuban lebih dini. Pada kasus infeksi tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah. Pada multipara, karena adanya riwayat persalinan yang lalu maka keadaan jaringan ikatnya lebih longgar dari pada nulipara. Pada multipara jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang sehingga multipara lebih beresiko terjadi ketuban pecah dini dibandingkan nulipara (Fatkhiyah, 2008). Komplikasi yang timbul akibat kejadian ketuban pecah dini adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya di evaluasi untuk kemungkinan terjadi korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD. Risiko kecacatan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD pretem ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu, infeksi intrauterine, tali pusat menumbang, prematuritas, dan distosia (Nugroho, 2012). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi yakni tenaga kesehatan terlatih yang ditempatkan di tengah masyarakat seyogyanya bertindak konservatif yang artinya tidak terlalu banyak melakukan intervensi. Dengan akibat tingginya angka kesakitan dan kematian ibu / bayi-janin, sikap yang paling penting adalah melakukan rujukan, sehingga penangan ketuban pecah dini mendapat tindakan yang tepat. Setelah mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya, tenaga kesehatan dapat melakukan pengawasan setelah tindakan dan disertai beberapa pertunjuk khusus (Manuaba, 2012). Disamping hal tersebut ibu hamil diharapkan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan meningkatkan keadaan sosial ekonomi sehingga kasus ketuban pecah dini dapat diminimalkan dan ibu serta janinnya dapat diselamatkan (Susilowati, 2010) METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan analitik. Variabel independen dalam penelitian ini adalah paritas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian ketuban pecah dini pada ibu hamil. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang ada di Ruang Gayatri RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto sebanyak 227 responden pada bulan Januari-April tahun 2015. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang ada di Ruang Gayatri RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto sebanyak 227 responden pada bulan Januari-April tahun 2015. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan teknik sampling jenuh. Penelitian ini dilakukan di Ruang Gayatri RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. Instrument dalam penelitian ini menggunakan data rekam medik. Teknik pengolahan data editing, coding, data entry, cleaning (Pembersihan Data), tabulating. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel, maka uji statistik yang digunakan adalah uji chi square HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto didapatkan bahwa kurang dari setengah responden primipara yaitu sebanyak 94 responden (41,4%). Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama sampai dengan anak terakhir (Pujiningsih, 2012). Paritas diklasifikasikan menjadi tiga yakni primipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan bayi viable satu kali. Multipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan bayi viable sebanyak dua kali atau lebih. Grandemultipara adalah seorang wanita yang melahirkan bayi viable lebih dari atau sama dengan tiga kali (Utomo, 2013). Paritas 1-2 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 0 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 0 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik. Sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Susilowati, 2010). Hasil penelitian menunjukkan kurang dari setengah ibu bersalin di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto adalah primipara. Hal ini menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan paritas 0 atau 1 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Semakin tinggi paritas, maka semakin tinggi juga kematian maternal. Pada paritas rendah, sebagian besar ibu belum siap secara fisik maupun mental dalam menjalani kehamilannya, risiko kematian maternal dapat dicegah dengan asuhan keperawatan yang lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi, ibu telah banyak melahirkan yang menyebabkan fungsi organ reproduksi mengalami kemunduran, risiko dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar ibu melahirkan dengan primipara sebagian besar ibu belum siap secara fisik maupun mental dalam menjalani kehamilannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto didapatkan bahwa hampir seluruhnya responden tidak mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 220 responden (96,9%). Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak (Ayurai, 2012). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD dibagi menjadi dua kategori yaitu KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Sujiyatini, 2009). Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruhnya ibu bersalin di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto tidak mengalami ketuban pecah dini. Namun dalam penelitian ini masih terdapat sebagian kecil ibu sedikitnya 7 responden yang mengalami mengalami ketuban pecah dini. Hal tersebut terjadi dikarenakan rujukan ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dari pelayanan disekitar kabupaten mojokerto, sehingga ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini dikarenakan rujukan yang terjadi di Kabupaten Mojokerto. Disamping hal tersebut faktor penyabab ketuban pecah dini umumnya belum dapat diketahui secara pasti namun dalam penelitian ini faktor umur dan pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada ibu bersalin.
Berdasarkan faktor umur didapatkan bahwa kurang dari setengah responden berumur <20 tahun yaitu sebanyak 103 responden (45,4%) dan berdasarkan tabulasi silang didapatkan bahwa kurang dari setengah responden berumur <20 tahun tidak mengalami ketuban pecah dini dan sebagian kecil responden berumur < 20 tahun mengalami ketuban pecah dini sebanyak 6 responden (2,6%). Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan golongan risiko tinggi untuk melahirkan. Kematian maternal pada wanita dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kelahiran dari primigravida berusia 35 tahun atau lebih berkisar 3% dari semua kelahiran. Ini merupakan risiko lebih tinggi terhadap komplikasi medik dan obstetri (Susilowati, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada ibu bersalin. Ibu bersalin dengan usia <20 tahun memiliki resiko tinggi kehamilan dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin usia < 20 tahun mengalami ketuban pecah dini. Sesuai teori bahwa umur ibu <20 tahun organ reproduksi belum berfungsi secara optimal yang akan mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi abnormal. Ibu yang hamil pada umur >35 tahun juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis sehingga pembentukan selaput lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya. Pada faktor pekerjaan didapatkan bahwa sebagian besar responden bekerja yaitu sebanyak 122 responden (53,7%) dan berdasarkan tabulasi silang didapatkan bahwa sebagian besar responden bekerja tidak mengalami KPD yaitu sebanyak 121 responden (53,3%). Pada kondisi ekonomi sekarang banyak wanita hamil yang bekerja (Susilowati, 2010). Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin (Tahir, 2012). Pekerjaan merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap KPD. Ibu yang kerja fisiknya menyebabkan kelelahan dan lama kerja melebihi 3 jam perhari mempunyai risiko 3,6 kali lebih besar mengalami KPD dibandingkan ibu yang kerja fisiknya tidak menyebabkan kelelahan dan lama kerja maksimal 3 jam perhari. Berdasarkan yang didapatkan bahwa kurang dari setengah responden prmipara mengalami ketuban pecah dini preterm yaitu sebanyak 6 responden (2,6%) dan kurang dari setengah responden primipara yaitu sebanyak 63 responden (38,8%) tidak mengalami ketuban pecah dini. Pada ibu multipara didapatkan bahwa kurang dari setengan responden yaitu sebanyak 63 responden (27,3%) tidak mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan pada ibu grandemultipara didapatkan baha sebagian kurang dari setengah responden yaitu sebanyak 69 responden (30,3%) tidak mengalami ketuban pecah dini
Hasil uji chi square dengan tingkat signifikan 0,05 didapatkan nilai ρvalue = 0,048 < α = 0,05 yang artinya H1 diterima da H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. Kehamilan adalah proses pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa). Perubahan yang terjadi pada wanita hamil meliputi perubahan fisiologis dan psikologis (Saminem, 2009). Pada beberapa wanita ada kemungkinan mengalami penyimpangan dalam perjalanan kehamilannya. Ada beberapa komplikasi yang dapat dialami seorang wanita hamil salah satunya adalah ketuban pecah dini. Pengeluaran air ketuban (amnion) sebagian besar terjadi menjelang persalinan dengan pembukaan lengkap. Oleh karena pembukaan lengkap menyebabkan selaput bagian depan menonjol dan merupakan bagian paling rapuh sehingga menyebabkan selaput pecah dan mengeluarkan air. Selama terjadi his (kekuatan kontraksi untuk melahirkan) selaput janin menjadi pelindung bagian terendah, sedangkan air ketuban yang keluar setelah selaput pecah menjadi sarana penting persalinan yaitu untuk melicinkan jalan lahir, bersifat antibiotika sehingga jalan lahir steril. Penyebab terjadinya ketuban pecah (selaput janin) diantaranya karena trauma langsung pada perut ibu, kelainan letak janin dalam rahim,a tau pada kehamilan grande multipara (Manuaba, 2009). Ketuban pecah dini yaitu pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan serviks <4 cm fase laten. Hal ini terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Nugroho, 2012). Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relative lebih aman untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan baik. Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan (Tahir, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu hamil, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil ibu primipara mengalami ketuban pecah. Pada ibu Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Ibu yang mengalami kecemasan, emosi saat hamil akan mengganggu kondisi ibu, karena kelenjar adrenal akan menghasilkan hormon kortisol. Sehingga ketika ibu mengalami kecemasan dapat menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini. Saran kepada responden yaitu agar lebih berhati-hati dalam bekerja, jangan terlalu sering melakukan pekerjaan fisik yang terlalu berat, gunakanlah waktu istrahat seefektif mungkin, karena pekerjaan merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap
KPD. Agar lebih intensif dalam melakukan pemeriksaan antenatal sesuai dengan standar pelayanan kesehatan bagi ibu yang pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya dan yang memiliki risiko hamil kembar sehingga dapat lebih mengantisipasi secara dini jika ada tanda-tanda ketuban pecah. Agar dapat lebih memperhatikan kondisi kehamilannya dengan cermat terutama bagi ibu yang belum atau baru mempunyai anak, serta anaknya >3 orang disarankan untuk mengakhiri kehamilannya setelah persalinan ini. karena persalinan yang berulang-ulang berisiko terhadap KPD. Tetap melakukan hubungan seksual asalkan saja dapat mengontrol dirinya secara lebih baik agar tidak terjadi kontraksi pada uterus. Agar lebih meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang komplikasi kehamilan terutama KPD, karena faktor yang berpengaruh terhadap KPD adalah pekerjaan, riwayat KPD sebelumnya dan kehamilan kembar. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Utomo (2013) menunjukkan sebagian besar responden dengan ibu hamil yang mengalami KPD tertinggi pada primipara (49,6%) dibandingkan dengan grandemultipara (7,3%). Diantaranya ada juga faktor lain yang memicu terjadinya KPD seperti kelainan letak janin misalnya letak lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. Ada pun penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini seperti infeksi genetalia, servik inkompeten, kelahiran gemeli, hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik. Yang berhubungan erat dengan KPD dan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena akibat persalinan dan kuretase. Yang dapat meningkatkan tekanan secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya tumor, hidramnion, dan kelahiran gemelli. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut : 1. Kurang dari setengah responden primipara yaitu sebanyak 94 responden (41,4%). 2. Hampir seluruhnya responden tidak mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 220 responden (96,9%). 3. Hasil uji chi square dengan tingkat signifikan 0,05 didapatkan nilai ρvalue = 0,048 < α = 0,05 yang artinya H1 diterima da H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. SARAN Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian tentang kejadian ketuban pecah dini dengan wilayah yang lebih luas dan jumlah responden yang lebih banyak hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan yang tepat untuk menentukan intervensi mengenai penanganan
ketuban pecah dini sehingga dapat digunakan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukkan bagi Rumah Sakit dalam melakukan penatalaksanaan ketuban pecah dini. Mengevaluasi pemahaman mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit tentang penelitian ilmiah dan hasil penelitian dapat dijadikan masukan untuk proses belajar mengajar di Politeknik Kesehatan Majapahit. Alamat Correspondensi : E-Mail Alamat No. Hp
:
[email protected] : PaguanTamanKrocok Bondowoso : 085233052550