PENENTUAN BATAS LAPISAN DAN ZONA ENDAPAN PLACER INTAN DI

Download LANDAK KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK ... endapan placer intan yang terakumulasi terdapat pada titik sounding T2, T3, T5, ...

0 downloads 361 Views 287KB Size
PENENTUAN BATAS LAPISAN DAN ZONA ENDAPAN PLACER INTAN DI KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS Heriyanto, Makhrani, Syamsuddin Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Email: [email protected] ABSTRACT This study aimed to identify the layer boundary and placer sediment zone of diamond in the district of Ngabang and Air Besar, Landak regency, West Kalimantan. The method used in this study was the geoelectrical resistivity method of Schlumberger configuration type with 24 sounding points. The result obtained was a resistance cross section of 1D type and 3D model. Based on the resistance cross section of the 1D type was obtained 5 layer variations. Rocks of diamond minerals associated with conglomerate rocks, sand rocks, clay rocks and gravel allegedly located in layers 3,4 and 5 with Value of Resistivity were 5-700 Ωm. In the 3D resistivity model, the potential of placer sediment of diamond which accumulates occurred at T2, T3, T5, T6, T8, T9, T11, T12, T13, T14, T15 and T17 sounding points. Keywords: resistivity, Schlumberger, placer, potential

SARI BACAAN Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi batas lapisan dan zona endapan placer intan di daerah Kecamatan Ngabang dan Air Besar, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Metode yamg digunakan dalam penelitian ini adalah metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Schlumberger dengan jumlah titik sounding sebanyak 24. Hasil yang diperoleh berupa penampang tahanan jenis 1D dan model 3D. Berdasarkan penampang tahanan jenis 1D diperoleh 5 variasi lapisan. Batuan pembawa mineral intan yang berasosiasi dengan batuan konglomerat, batuan pasir, batuan lempung dan kerikil diduga berada pada lapisan 3,4 dan 5 dengan nilai tahanan jenis 5-700 Ωm. Pada model tahanan jenis 3D, potensi endapan placer intan yang terakumulasi terdapat pada titik sounding T2, T3, T5, T6, T8, T9, T11, T12, T13, T14, T15 dan T17. Kata kunci: tahanan jenis, Schlumberger, placer, intan, potensi

PENDAHULUAN Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah mineral. Mineral dapat didefinisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana atom-atom di dalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistematis (Djauhari, 2009). Di dalam bumi terdapat berbagai macam mineral yang bernilai ekonomis untuk mengangkat pendapatan ekonomi masyarakat sekitar dan juga pendapatan daerah. Hal ini perlu diperhatikan mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam. Berdasarkan penyelidikan Badan Survei Geologi yang dilakukan di Kabupaten Landak, ditemukan beberapa daerah yang mengindikasikan adanya prospek endapan mineral, salah satunya adalah mineral intan. Mineral intan merupakan mineral yang terbentuk pada kedalaman sekitar 150 km dibawah permukaan bumi (Nursaham, 2005). Dalam penelitian ini digunakan metode geolistrik tahanan jenis atau dikenal sebagai metoda resistivitas merupakan metoda yang berisifat dinamik (aktif), karena menggunakan gangguan aktif berupa injeksi arus yang di pancarkan ke bawah permukaan bumi yang dapat digunakan dalam pencarian mineralmineral tambang dan air tanah. Penerapan metoda geolistrik ini adalah dengan mengukur sifat kelistrikan batuan, sehingga dapat membantu dalam memberikan data yang diinginkan dan gambaran tentang jenis mineral yang terkandung di dalamnya. Untuk mengetahui penyebaran maupun perlapisan mineral khususnya mineral intan, maka akan digunakan metoda geolistrik tahanan jenis konfigurasi schlumberger yang cukup bagus untuk mendeteksi perlapisan mineral intan karena mempunyai penetrasi yang cukup dalam dibandingkan dengan konfigurasi geolistrik yang lainnya. Adapun penelitian ini dikakukan di daerah Kecamatan Ngabang dan Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dengan menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis konfigurasi schlumberger. Target dari penelitian ini adalah menentukan batas lapisan

endapan placer intan berdasarkan penampang tahanan jenis 1D. Geologi Daerah Penelitian Kabupaten Landak termasuk dalam zona C, yaitu daerah kontinen daratan Sunda. Kondisi zona C di Kalimantan Barat kurang stabil karena tidak mengalami Diastrofisma Tersier. Struktur lipatan berarah barat-timur. Struktur kelulusan dan patahan berkembang di bagian timur, pada batuan beku berumur kapur, umumnya ke arah barat laut-tenggara (Bappeda, 2013). Statigrafi Kabupaten Landak dari peta geologi lembar Singkawang, Kalimantan tersusun atas Satuan batuan gunungapi Raya (Klr) Satuan Granodiorit Mensibau (Klm), Formasi Hamisan (Toh), Endapan Alluvial, dan Rawa (Qa) (Suwarna,1993). Secara regional Lokasi penelitian tersusun atas formasi Pendawan, endapan alluvial dan batu pasir Landak (Priyono, 2006). 1. Formasi Pedawan (Kp) terdiri dari perselingan antara batupasir, batulanau, batulumpur, serpih, tuf, batugamping dan batulempung. Umumnya bersifat gampingan 2. Endapan Aluvial (Qa), berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan, setempat mengandung partikel emas plaser dan butiran intan sekunder,terutama di daerah aliran dan aluvium sungai Landak serta cabangcabangnya. 3. Batu pasir landak (Tola) yang terdiri atas batu pasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batulumpur karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Endapan Placer Placer adalah jenis spesifik aluvium yang dibentuk oleh proses sedimentasi selama periode waktu panjang dan mengandung konsentrasi pasir, kerikil, mineral-mineral logam dan batu hias. Lingkungan placer dibedakan dari lingkungan sedimen karena sangat dipengaruhi oleh sumber batuan asal dan kondisi geomorfologi tempat pengendapan, antara lain (Macdonald, 1983):

a. Batuan sebagai sumber geologi, yang menentukan diendapkannya jenis-jenis mineral di dalam placer. b. Iklim dan kondisi kimiawi, merupakan gabungan penentu terjadinya tingkat dan bentuk mineral-mineral setelah dibebaskan dari batuan sumber. c. Kondisi geometris dan batas permukaan yang mencerminkan kendala-kendala fisik pada saat transportasi dan pengendapan. d. Unsur-unsur perubahan lingkungan yang mengubah pola penyebaran mineral. Mineral Intan di Kalimantan Mineral karbon terdapat di alam dengan 3 bentuk dasar, yaitu sebagai (Djauhari, 2009). : 1. Diamond (Intan)- Sangat Keras, dengan kristal (berwarna) jernih. 2. Graphite- Lunak, berwarna hitam, tersusun dari (unsur) karbon murni, struktur molekulernya tidak padat sekuat diamond (intan), hal tersebutlah yang menjadikan graphite lebih lunak dibandingkan diamond. 3. Fullerite, merupakan mineral yang terbuat dari molekul yang berbentuk bulat sempurna yang tersusun dari 60 atom karbon. Koolhoven (1935) menyebutkan bahwa a pipe of ultrabasic rock yang disebutnya “Pamali intrusive breccia” adalah sumber intan di Kalimantan Selatan. Penelitian Steve Bergman (1987) pada Craton Schwaner di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur karena produksi intan skala besar di seluruh dunia hanya terjadi di sekitar Inti-Inti Benua (Craton) menemukan pipa-pipa intrusi lamproit dan kimberlit. Menurut Smith (2009) intan di Kalimantan berasal dari subcontinental lithospheric mantle, yaitu suatu kedalaman di sekitar 175 km, yang merupakan lapisan paling bawah litosfer di bawah kerak benua yang terbentuk sebagai craton kemudian intan dibawa ke permukaan oleh pipa-pipa intrusif lamproit dan kimberlit, itulah sumber primer intan. Bila pipa-pipa ini tererosi, maka intan kemudian akan mengendap sebagai bagian deposit sedimentasi dan dikenal sebagai intan sekunder atau intan alluvial.

METODE PENELITIAN Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara menginjeksikan arus listrik DC (Direct Current) dengan tegangan tinggi ke bawah permukaan bumi. Injeksi arus ini mempunyai dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang AB maka akan semakin dalam lapisan batuan ditembus oleh arus listrik. Sedangkan dua elektroda potensial yang berada di dalam konfigurasi digunakan untuk mengukur beda potensialnya (Sudaryo, 2008). Apabila terdapat dua elektroda memiliki jarak tertentu (gambar 1), potensial pada titik di permukaan yang letaknya antara dua elektroda arus, potensial pada setiap titik di permukaan akan di pengaruhi oleh kedua elektroda arus.

Gambar 1 Dua pasang elektroda arus dan potensial pada permukaan medium homogen isotropis (Telford, 1990) Untuk menentukan potensial antara dua titik yang ditimbulkan oleh sumber arus listrik A dan B, maka dua elektroda potensial misalnya M dan N ditempatkan di dekat sumber. Beda potensial antara titik M dan N yang ditimbulkan oleh arus A dan B adalah (Telford, 1990): ∆ = atau, =



− ∆



Konfigurasi Schlumberger Konfigurasi schlumberger merupakan konfigurasi yang tersusun atas dua elektroda arus dan dua elektroda potensial. Elektroda arus diletakkan di bagian luar dan elektroda potensial diletakkan di bagian dalam, dan dengan jarak spasi antar elektroda arus sebesar L-l , sedangkan untuk elektroda potensial sebesar 2l.

menggambarkan jumlah perlapisan dan kedalaman (Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5). Selanjutnya penampang terebut akan diinterpretasi dengan mengkorelasi data geologi dan data geolistrik hasil invrsi.. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut: Titik Pengukuran 1 Titik pengukuran 1 terletak pada koordinat 0o 14’ 9.788" LU dan 109o 58’ 14.52" BT dengan elevasi 30 meter. Panjang lintasan pengukuran 250 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.

Gambar 2 Susunan elektroda konfigurasi schlumberger (Telford, 1990) Dalam konfigurasi schlumberger r1= r4= L-l dan r2 = r3= L+l, maka faktor geometri konfigurasi schlumberger adalah sebagai berikut: =

(

Gambar 3 Hasil Inversi Titik Pengukuran 1

)

Data hasil pengukuran geolistrik berupa nilai beda potensial (V) dan besaran arus (I). Peralatan yang digunakan adalah seperangkat perangkat lunak IPI2win untuk mengolah data mentah hasil pengukuran. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil pengukuran geolistrik tahun 2007 yang diperoleh dari Pusat Survei Geologi (PSG) di Bandung, Jawa Barat. Data hasil pengukuran selanjutnya diolah pada microsof excel untuk memeperoleh nilai tahanan jenis semu. Nilai tahanan jenis semu ini kemudian akan diinversi dengan bantuan komputer (perangkat lunak IPI2win) untuk menghasilkan data 1D sebagai penggambaran tahanan jenis bawah permukaan yang sebenarnya.

Berdasarkan hasil pengolahan data (Gambar 3) diperoleh RMS (error) 13.8% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Adapun hasil interpretasinya adalah sebagai berikut: 





HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan data geolistrik berupa tahanan jenis semu, selanjutnya diolah menggunakan software IPI2Win untuk mendapatkan nilai tahanan jenis sebenarnya. Data tahanan jenis yang sudah melalui tahap pengolahan dapat berupa penampang yang



lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.19 meter serta tahanan jenis 1236 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan granit. Lapisan kedua yaitu lapisan dengan tahanan jenis 146 Ωm, berada pada kedalaman 3.22 meter dengan ketebalan 2.03 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan konglomerat Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 14.7 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan lempung pasiran yang tersaturasi air. Lapisan dengan ketebalan 16.9 meter ini berada pada kedalaman 20.1 meter. Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 3.59 Ωm diasumsikan batuan lempung yang tersaturasi air pada kedalaman 41.7

meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 21.6 meter. Lapisan kelima dengan kedalaman >41.7 meter dari permukaan bumi memiliki nilai tahanan jenis 534 Ωm diduga sebagai lapisan batuan pasir.





permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 61.6 meter. Lapisan kelima dengan tahanan jenis 103 Ωm diduga sebagai lapisan batuan pasir. Lapisan ini berada pada kedalaman >66.79 meter.

Titik Pengukuran 2 Titik pengukuran 2 terletak pada koordinat 0o 14’ 16.62" LU dan 109o 57’ 57.1212" BT dengan elevasi 41 meter. Panjang lintasan pengukuran 400 meter dengan arah bentangan timur-barat. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.

Titik Pengukuran 3 Titik pengukuran 3 terletak pada koordinat 0o 14’ 9.42" LU dan 109o 57’ 45" BT dengan elevasi 47 meter. Panjang lintasan pengukuran 300 meter dengan arah bentangan barat-utara. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.

Gambar 4 Hasil inversi titik pengukuran 2

Gambar 5 Hasil inversi titik pengukuran 3

Berdasarkan hasil pengolahan data (Gambar 4) diperoleh RMS (error) 14.9% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Adapun hasil interpretasinya adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil pengolahan data (lampiran 2) diperoleh nilai RMS (error) 13.7% yang terdiri atas 6 variasi tahanan jenis. Adapun hasil interpretasinya adalah sebagai berikut:









Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 0.941 meter serta tahanan jenis 6671 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan pasir tufaan hingga batuan granit. Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 736 Ωm, berada pada kedalaman 2.43 meter dengan ketebalan 1.49 meter. Lapisan ini diduga sebagai endapan alluvium dan pasir. Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 5921 Ωm yang diasumsikan sebagai batuan granit. Lapisan dengan ketebalan 2.76 meter ini berada pada kedalaman 5.19 meter. Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 71.5 Ωm diasumsikan sebagai batuan pasir pada kedalaman 66.79 meter dari









Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 0.351 meter serta tahanan jenis 27140 Ωm yang di duga sebagai batuan granit. Lapisan kedua merupakan lapisan dengan ketebalan 1.1 meter serta tahanan jenis 263 Ωm yang diduga sebagai batuan konglomerat. Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 5.86 Ωm, berada pada kedalaman 3.11 meter dengan ketebalan 2.01 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan lempung yang tersaturasi air. Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis 63.2 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir. Lapisan dengan ketebalan 20.4 meter ini berada pada kedalaman 23.5 meter.

Lapisan kelima merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 6.68 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung yang tersaturasi air dengan kedalaman 41.8 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 18.3 meter. Lapisan keenam dengan tahanan jenis 1224 Ωm diduga sebagai batuan gamping. Lapisan ini berada pada kedalaman >41.8 meter.

Smith, C.B., Bulanova, G.P., Milledge, H.J., Hall, A.E., Griffin, B.J., Pearson, D.G., 2008. Nature and genesis of Kalimantan diamonds. Lithos (2009), doi: 101016/j lithos. 2009.05.04.

Kesimpulan Berdasarkan penampang tahanan jenis 1D placer intan berada pada lapisan 3 sampai 5 dengan batuan konglomerat, batuan pasir, batuan lempung, pasir dan kerikil yang berasosiasi dengan batuan pembawa intan dengan nilai tahanan jenis 5 – 700 ohm/m.

Suwarna, N. dan Langford, R.P., 1993, Peta geologi lembar singkawang, Kalimantan, skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan pengembangan Geologi, Bandung.





Daftar Pustaka Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,. 2013. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Landak. Kalimantan Barat. Bergman, S.C., Turner, W.S., Krol, L.G., 1987.A reassessment of thediamond iferous Pamali Breccia, southeast Kalimantan, Indonesia: Intrusive kimberlite breccia sedimentary conglomerate?Geological Society of America, Special Paper 215, 183-195. Djauhari, N. 2009. Pengantar Geologi, Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Bogor. Koolhoven w.C.B., 1935. The primary occurrence of South BorneoDiamond. Macdonald, E.H., 1983. Alluvial Mining–The geology, technology and economics of placers, London-New York, Chapman and Hall. Nursaham, I. 2005. Invetarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di Daerah Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat. Pusat Survei Geologi. Bandung. Priyono, S., Bahar, N., Kaelani, M.S., Supomo., Susilo. H., 2006. Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Non Logam di Daerah Kabupaten landak dan Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Pusat Survei Geologi. Bandung.

Surdaryo, B. & R.S. Afifah. 2008. Pengolahan Data Geolistrik Dengan Metode Schlumberger. Teknik, 29(2): 120-128. ISSN: 0852-1697. Tersedia di http://eprints.undip.ac.id/ [diakses 15-012015].

Telford, M. W., L. P. Geldard, R. E. Sheriff,. 1990. Applied Geophysics (2nden.) New YOrk: Cambridge University Press.