PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEKTOR BARANG KONSUMSI
LATIFA DINNA PRAYUDIPTA
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Barang Konsumsi adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015
Latifa Dinna Prayudipta NIM H24110095
ABSTRAK LATIFA DINNA PRAYUDIPTA. Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Barang Konsumsi. Dibimbing oleh FARIDA RATNA DEWI. Sektor barang konsumsi merupakan industri yang memiliki pasar potensial di Indonesia karena tingginya populasi penduduk. Peluang tersebut membuat persaingan pada industri ini semakin ketat. Perusahaan dengan kinerja yang baik akan mampu bertahan dalam persaingan. Keputusan struktur modal yang tepat dapat mengoptimalkan kinerja keuangan perusahaan.Sebanyak 21 perusahaan barang konsumsi periode 2009-2013 menjadi sampel berdasarkan judgment sampling. Penelitian ini dianalisis menggunakan structural equation modeling. DAR dan DER merupakan faktor loading dari variabel laten struktur modal. ROA, ROE, dan NPM merupakan faktor loading dari variabel laten kinerja keuangan. Struktur modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan pada subsektor rokok dan subsektor farmasi. Terdapat pengaruh negatif namun tidak signifikan terdapat pada subsektor kosmetik dan barang perlengkapan rumah tangga. Terdapat pengaruh positif namun tidak signifikan pada subsektor makanan dan minuman dan subsektor barang perlengkapan rumah tangga. Struktur modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan sektor barang konsumsi. Kata kunci: barang konsumsi, kinerja keuangan, struktur modal
ABSTRACT LATIFA DINNA PRAYUDIPTA. The Impact of Capital Structure on Financial Performance of Consumer Goods Sector Companies. Supervised by FARIDA RATNA DEWI. Consumer goods sector is an industry that has potential market in Indonesia because of the high number of population. That opportunity makes the competition in this industry is getting tougher. The company with good performance will survive in the competition. The proper capital structure decision can optimize corporate financial performance. There are 21 consumer goods companies for period 2009-2013 becomes sample based on judgment sampling. This research was analyzed using structural equation modeling. DAR and DER are loading factor of latent variable capital structure. ROA, ROE, and NPM are loading factor of latent variable financial performance. Capital structure has significantly negative impact on financial performance of tobacco manufacturers and pharmaceuticals subsector. There is insignificantly negative impact on cosmetics and household subsector. There is insignificantly positive impact on food and beverages and houseware subsector. Capital structure has significantly negative impact on financial performance of consumer goods sector. Keywords: capital structure,consumer goods, financial performance
PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEKTOR BARANG KONSUMSI
LATIFA DINNA PRAYUDIPTA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi :Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Barang Konsumsi Nama : Latifa Dinna Prayudipta NIM : H24110095
Disetujui oleh
Farida Ratna Dewi, SE, MM Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Mukhamad Najib, STP, MM Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah struktur modal, dengan judul Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Barang Konsumsi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Farida Ratna Dewiselaku pembimbing. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman, dosen, dan staf Departemen Manajemen Institut Pertanian Bogor atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015 Latifa Dinna Prayudipta
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Struktur Modal
4
Kinerja Keuangan
4
Penelitian Terdahulu
4
METODE
5
Kerangka Pemikiran Penelitian
5
Lokasi dan Waktu Penelitian
6
Pengumpulan Data
7
Pengolahan dan Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Keuangan pada Setiap Subsektor dalam Sektor Barang Konsumsi
9 9
Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan pada Setiap Subsektor dalam Sektor Barang Konsumsi 13 Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Barang Konsumsi di Indonesia
18
Implikasi Manajerial
19
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Pengeluaran per kapita sebulan menurut kelompok barang (rupiah) Nilai outer loading convergent validity Nilai AVE discriminant validity Nilai composite reliability Nilai R-Square uji goodness-fit model Hasil path coefficient Hasil evaluasi outer model sektor barang konsumsi Evaluasi inner model sektor barang konsumsi
1 14 15 15 15 16 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran penelitian 2 Model awal SEM 3 Rata-rata kinerja keuangan subsektor makanan dan minuman 20092013 4 Rata-rata kinerja keuangan subsektor rokok 2009-2013 5 Rata-rata kinerja keuangan subsektor farmasi 2009-2013 6 Rata-rata kinerja keuangan subsektor kosmetik dan barang perlengkapan rumah tangga 2009-2013 7 Rata-rata kinerja keuangan subsektor peralatan rumah tangga 20092013 8 Model akhir SEM setiap subsektor 9 Model akhir SEM sektor barang konsumsi
6 8 9 10 11 11 12 14 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Daftar sampel perusahaan penelitian Variabel penelitian Perhitungan variabel penelitian subsektor makanan dan minuman Perhitungan variabel penelitian subsektor rokok Perhitungan variabel penelitian subsektor farmasi Perhitungan variabel penelitian subsektor kosmetik dan perlengakapan rumah tangga 7 Perhitungan variabel penelitian subsektor peralatan rumah tangga
24 25 26 27 28 29 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 diproyeksikan mencapai lebih dari 255 juta jiwa (BPS 2012b) menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi para pelaku usaha. Hal tersebut juga didukung dengan adanya peningkatan pengeluaran per kapita sebulan dari tahun ke tahun, baik untuk kategori makanan maupun bukan makanan. Pengeluaran per kapita sebulan menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1Pengeluaran per kapita sebulan menurut kelompok barang (rupiah) Kelompok Barang Makanan Bukan Makanan Jumlah
Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan (rupiah) 2008 2009 2010 2011 2012 193828 217720 254520 293556 323478 192542 212345 240325 300108 309791 386370 430065 494845 593664 633269
Sumber: BPS, 2012a (diolah) Adanya peningkatan pengeluaran masyarakat untuk konsumsi pada Tabel 1 menunjukkan adanya peluang yang baik bagi industri manufaktur di Indonesia. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah baik setengah jadi maupun setengah jadi. Industri manufaktur diproyeksikan tumbuh 5.6%-6.1% pada 2015 dengan sektor andalan alat angkutan, mesin dan peralatan, makanan, minuman, tembakau, dan barang kayu dan hasil hutan lainnya sedangkan sektor yang diminati para investor adalah industri makanan, minuman, dan investasi pengolahan tambang atau smelter(Kemenperin 2014a, 2014b). Sektor barang konsumsi merupakan bagian dari industri manufaktur yang pasar dari produknya ditujukan untuk konsumen akhir. Sektor ini cukup berperan dalam perindustrian Indonesia. Kementerian Perindustrian mencatat daya tahan sektor manufaktur terutama ditopang oleh sektor barang konsumsi yang tumbuh 28% pada semester I 2013. Kinerja sektor barang konsumsi juga lebih tinggi dari 2 sektor lainnya yakni sektor aneka industri dan industri dasar dan kimia yang juga menjadi bagian indeks manufaktur (Kemenperin 2013). Adanya peluang dan pasar yang potensial menjadikan para pengusaha tertarik untuk turut bersaing di industri sektor barang konsumsi. Sebanyak 8 perusahaan baru tercatat (listing) di sektor barang konsumsi Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2010. Dengan demikian, semakin besar tantangan para pelaku usaha sektor barang konsumsi dengan semakin banyaknya pesaing. Salah satu tantangan yaitu mempertahankan dan bahkan meningkatkan kinerja perusahaan di tengah persaingan. Tak sedikit perusahaan yang terpaksa go private akibat ketidakmampuan perusahaan bersaing mempertahankan kinerja. Oleh karena itu dalam menghadapi persaingan, perusahaan memerlukan persiapan dan strategi yang baik di segala aspek. Salah satunya terkait kemampuan perusahaan dalam
2 mengelola modal sebagai sumber daya penunjang pertumbuhan perusahaan.Teori mengenai struktur modal terus mengalami perkembangan karena pada dasarnya banyak faktor yang dapat memengaruhi komposisi struktur modal suatu perusahaaan. Modigliani dan Miller menyatakan struktur modal tidak berpengaruh pada nilai perusahaan namun terdapat asumsi yang menyertai teori ini yaitu tidak ada pajak dan pasar modal berfungsi dengan baik. Teori ini dinilai tidak relevan, oleh karena itu Modigliani dan Miller memodifikasi teori dengan memberlakukan pajak. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan utang dalam struktur modal dapat meningkatkan nilai perusahaan karena penggunaan utang dapat menghemat pembayaran pajak (Brealey, et al. 2007). Teori ini dikoreksi oleh Kraus dan Lizenberger yang menyatakan bertambahnya leverage berdampak meningkatnya probabilitas risiko kebangkrutan dan akhirnya meningkatkan pula biaya kebangkrutan. Di samping memperhitungkan biaya kebangkrutan, teori struktur modal yang relatif baru juga mempertimbangkan dua unsur biaya lain, yakni biaya keagenan dan biaya akibat informasi tak simetris (Mardiyanto 2009). Berdasarkan teori pecking order, urutan pendanaan yang disukai oleh perusahaan yaitu dana internal, utang, dan ekuitas. Utang menjadi prioritas dalam memenuhi kebutuhan pendanaan eksternal perusahaan karena penerbitan saham oleh perusahaan diterjemahkan sebagai pertanda buruk bagi investor karena investor khawatir bahwa saham baru itu ternyata dihargai terlalu tinggi (Brealey, et al. 2007). Inti persoalan struktur modal adalah menemukan keseimbangan antara manfaat dan biaya dari penggunaan utang. Manajer keuangan dapat menentukan berapa proporsi utang terhadap ekuitas yang sebaiknya digunakan perusahaan sehingga harga saham mencapai tingkat paling optimal (Mardiyanto 2009:260). Semakin besar penggunaan utang maka semakin besar pula keuntungan akibat utang tersebut namun PV biaya financial distress dan agency juga [besar] bahkan lebih besar. Jadi disebut model trade-off karena struktur modal optimum terjadi jika terdapat keseimbangan antara biaya financial distress dan agency problem dan atas manfaat penggunaan leverage atau utang (tax-shield)(Ambarwati 2010:50). Berdasarkan uraian tersebut, mengelola struktur modal di perusahaan sektor barang konsumsi menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha dan pengambil keputusan yang berkepentingan. Oleh karena itu, modal dan komposisinya menjadi faktor penting bagi kinerja perusahaan karena terdapat manfaat dan risiko dari keputusan struktur modal. Penelitian mengenai struktur modal telah banyak dilakukan, di antaranya melihat pengaruhnya terhadap kinerja keuangan yang ternyata hasilnya tidak selalu positif. Perusahaan yang dapat mengelola struktur modal dan kinerja keuangannya dengan baik akan dapat bertahan di tengah pertumbuhan dan persaingan industri barang konsumsi di Indonesia.
Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi kinerja keuangan pada setiap subsektor dalam sektor barang konsumsi di Indonesia?
3 2. Bagaimana pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada setiap subsektor dalam sektor barang konsumsi di Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada sektor barang konsumsi di Indonesia?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah adalah: 1. Mengetahui kinerja keuangan pada setiap subsektor dalam sektor barang konsumsi. 2. Menganalisis pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada setiap subsektor dalam sektor barang konsumsi di Indonesia. 3. Menganalisis pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada sektor barang konsumsi di Indonesia.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu: 1. Bagi pengambil keputusan di sektor barang konsumsi Bagi perusahaan yang bergerak di sektor barang konsumsi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan dalam mengelola kinerja keuangannya. 2. Bagi investor Bagi para investor, hasil penelitian menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di BEI. 3. Bagi peneliti lainnya Bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya bagi pihakpihak yang berkepentingan.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan perusahaan sektor barang konsumsi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Sektor barang konsumsi meliputi 5 subsektor yaitu makanan dan minuman (food and beverages), rokok (tobacco manufacturers), farmasi (pharmaceuticals), kosmetik dan barang perlengkapan konsumsi (cosmetic and households), dan peralatan rumah tangga (houseware).
4
TINJAUAN PUSTAKA Struktur Modal Ambarwati (2010) menyatakan struktur modal sangat penting bagi perusahaan karena menyangkut kebijakan penggunaan sumber dana yang paling menguntungkan. Perusahaan dapat menggunakan modal sendiri dan modal asing atau utang dalam mendanai kebutuhan pendanaan perusahaan. Mardiyanto (2009:258) menjelaskan neraca perusahaan terdiri dari sisi kiri dan sisi kanan. Sisi kiri adalah aktiva, disebut struktur harta/usaha (asset/business structure). Sisi kanan adalah utang dan ekuitas yang disebut struktur keuangan (financial structure). Struktur modal (capital structure) didefinisikan sebagai komposisi dan proporsi utang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan perusahaan. Dengan demikian, struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi oleh utang jangka pendek. Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan). Terdapat 3 teknik analisis dalam mengelola struktur modal yaitu (1) rasio utang (debt ratio), (2) rasio tingkat kemampuan membayar bunga (times interest earned ratio), (3) rasio cakupan kas (cash coverage ratio). Utang adalah leverage keuangan biasanya diukur dengan rasio utang, ukuran ini didefinisikan berdasarkan nilai buku dan bukan nilai pasar. Alasannya karena nilai pasar sering tidak siap tersedia dan mencakup nilai aset tak berwujud yang dapat hilang seluruhnya apabila perusahaan mengalami masa-masa sulit (Brealey, et al. 2007).
Kinerja Keuangan Salah satu cara dalam menilai kinerja keuangan perusahaan adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan. Mardiyanto (2009) menjelaskan bahwa analisis rasio keuangan merupakan peralatan (tools) untuk memahami laporan keuangan khususnya neraca dan laba rugi. Ada 5 aspek keuangan yang penting dianalisis, yakni (1) likuiditas (liquidity), (2) aktivitas atau aktiva (activity or assest), (3) utang (debt) atau solvabilitas (solvability) atau leverage, (4) profitabilitas (profitability), dan (5) nilai pasar (market value).
Penelitian Terdahulu Sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian mengenai struktur modal di berbagai perusahaan dan industrimengingat keputusan pendanaan penting bagi andAlsawalhah (2012) keberlangsungan suatu perusahaan.Shubita menelitipengaruh struktur modal terhadap profitabilitas perusahaan manufaktur di Jordania. Hasil penelitian ini menyatakan kenaikan tingkat utang jangka pendek dan jangka panjang dapat dikaitkan dengan turunnya profit perusahaan. Hal sebaliknya terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Fachrudin (2011) terhadap perusahaan industri dasar dan kimia di Indonesia yang diolah menggunakan analisis jalur. Hasil penelitian ini struktur modalsignifikan positif berpengaruh
5 terhadap kinerja perusahaan, artinya penggunaan utang dapat meningkatkan imbal hasil bagi perusahaan. Penelitian ini menggunakan debt to equity ratio(DER) sebagai variabel struktur modal dan return on equity (ROE) sebagai variabel kinerja perusahaan. Penelitian mengenai struktur modal lainnya dilakukan di industri jasa oleh Sandy (2014)menggunakan data sekunder dari Bursa Efek Indonesia terhadap 26 sampel bank dengan metode structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian menyatakan bahwa setiap kenaikan struktur modal akan terjadi penurunan pada kinerja keuangan. Hal ini disebabkan komposisi struktur modal pada perbankan lebih banyak didanai oleh utang. Variabel struktur modal yang paling berpengaruh dalam penelitian ini yaitucapital adequacy ratio(CAR) sedangkan variabel kinerja keuangan yang paling banyak dipengaruhi yaitu return on asset(ROA).
METODE Kerangka Pemikiran Penelitian Sektor barang konsumsi merupakan bagian dari industri manufaktur yang diproyeksikan mengalami pertumbuhan 5.6%-6.1% pada 2015 (Kemenperin 2014a). Peluang dari industri ini dilihat dari jumlah penduduk Indonesia namun muncul tantangan adanya perusahaan baru di industri ini sebagai pesaing. Modal menjadi salah satu sumber daya penunjang pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang mampu mengelola komposisi struktur modal dengan baik akan mendapat lebih banyak manfaat dibandingkan biaya dibalik keputusan pendanaan. Adanya manfaat dan risiko biaya dari struktur modal secara tidak langsung dapat memengaruhi kinerja perusahaan. Perusahaan barang konsumsi yang berkinerja baik akan dapat bertahan di tengah persaingan industri. Struktur modal dalam penelitian ini diwakili oleh rasio solvabilitas dengan indikator debt to assets ratio (DAR) dan debt to equity ratio (DER). DAR menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didanai oleh utang. Semakin tinggi nilai rasio ini maka akan semakin besar risiko keuangan. Risiko keuangan adalah tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham sebagai hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang. Nilai DER yang tinggi artinya struktur modal perusahaan lebih didominasi oleh utang dibandingkan ekuitas. Oleh karena itu perlindungan terhadap pemberi pinjaman lemah karena pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham sedikit. Kinerja keuangan diwakili oleh rasio profitabilitas dengan indikator return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan net profit margin (NPM). Rasio profitabilitas terutama ROE memungkinkan pemegang saham mengetahui berapa banyak laba yang dihasilkan perusahaan dari setiap investasi mereka dalam perusahaan (Brealey, et al.2007). Melalui ROA dan NPM, manajer keuangan juga dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva dan penjualan perusahaan. Rasio profitabilitas yang semakin tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba semakin baik. ROA merupakan indikator yang sering dibandingkan dengan rata-rata industri. Apabila ROA suatu
6 perusahaan nilainya di atas rata-rata industrinya, artinya perusahaan tersebut menggunakan lebih sedikit aktiva untuk menghasilkan penjualan dibandingkan perusahaan lain dalam industrinya. Nilai ROE yang tinggi mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif. Nilai NPM yang semakin tinggi menandakan perusahaan cukup baik dalam menghemat biaya penjualan, dan biaya umum dan administrasi dibandingkan penjualannya. Selanjutnya dilihat pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada setiap subsektor dan secara keseluruhan di industri barang konsumsi menggunakan structural equation modeling (SEM). Struktur modal sebagai variabel laten eksogen dan kinerja keuangan sebagai variabel laten endogen.Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi perusahaan sektor barang konsumsi dan para investor dalam pengambilan keputusan. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Perusahaan sektor barang konsumsi
Investor
Adanya pertumbuhan dan persaingan sektor barang konsumsi di Indonesia
Modal salah satu sumber daya untuk menunjang pertumbuhan perusahaan Terdapat manfaat dan biaya akibat keputusan struktur modal
Kinerja Keuangan (Rasio Profitabilitas) 1. ROA 2. ROE 3. NPM
Struktur Modal (Rasio Solvabilitas) 1. DAR 2. DER
Pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan Rekomendasi
Gambar 1Kerangka pemikiran penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor barang konsumsi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Waktu penelitian yang dibutuhkan selama 3 bulan sejak Januari hingga Maret 2015.
7 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan sektor barang konsumsi yang menjadi sampel penelitian periode 2009-2013. Perusahaan yang menjadi sampel dipilih berdasarkan kriteria menggunakan judgment sampling. Berikut ini kriteria agar perusahaan dapat dijadikan sebagai sampel penelitan: 1. Perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. 2. Perusahaan yang tercatat tersebut tidak delisting kemudian lisitng kembali di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. 3. Perusahaan telah mempublikasikan laporan keuangan lengkap sesuai kebutuhan periode penelitian dan telah melalui proses audit oleh kantor akuntan publik. Berdasarkan kriteria di atas, sebanyak 21 perusahaan menjadi sampel dari total populasi sebanyak 38 perusahaan. Daftar perusahaan yang memenuhi pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengolahan dan Analisis Data Data diolah dan dianalisis menggunakan rasio keuangan selanjutnya dilihat pengaruhnya melalui model persamaan struktural atau structural equation modeling (SEM). SEM merupakan generasi kedua teknik analisis multivariate. Ghozali dan Fuad (2008:25) menyatakan SEM memiliki 2 tujuan utama dalam analisisnya. Tujuan pertama adalah untuk menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau fit. Tujuan kedua untuk menguji berbagai hipotesis yang telah dibangun sebelumnya. Penelitian ini dianalisis menggunakanpartial least square-structural equation modeling (PLS-SEM). PLS-SEM merupakan tipe SEM yang bertujuan untuk menguji hubungan prediktif antar konstruk. Pengujian dapat dilakukan tanpa dasar teori yang kuat, mengabaikan beberapa asumsi (non parametrik) dan parameter ketepatan model prediksi dilihat dari R-square. PLS-SEMyang terdiri dari 2 submodel yaitu outer model(measurement model) dan inner model (structural model). Ghozali dan Latan (2015) menjelaskan outer model menunjukkan bagaimana variabel manifest atau indikator mereprentasi variabel laten untuk diukur. Inner model menunjukkan kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk. Perangkat lunak yang digunakan dalam analisis ini yaitu SmartPLS 3.0. Berikut ini merupakan langkah evaluasi dan interpretasi model yang digunakan dalam penelitian: 1. Evaluasi outer model (model pengukuran) Terdapat 2 hal yang dievaluasi pada langkah ini yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Indikator individu dapat diterima apabila nilai convergent validity di atas 0.7. Namun demikian pada riset tahap pengembangan, skalaouterloading 0.5 sampai 0.6 masih dapat diterima. Apabila nilai tersebut kurang dari 0.7 maka loadingfactortersebut harus dikeluarkan dari model. Langkah uji validitas kedua yaitu melihat nilai discriminant validity untuk menilai indikator dengan konstruknya melalui nilai average variance extracted (AVE), dipersyaratkan dalam model yang baik jika
8 AVE masing-masing konstruk nilainya lebih besar dari 0.5. Uji reliabilitas konstruk diukur menggunakancomposite reliability dan cronbach’s alpha. Namun demikian penggunaan cronbach’s alpha untuk pengujian reliabilitas konstruk akan memberikan nilai lebih rendah sehingga lebih disarankan untuk menggunakan composite reliability. Nilai tersebut harus lebih besar dari 0.7. 2. Evaluasi inner model (model struktural) Langkah pertama dalam evaluasi inner model melalui Nilai R-squareyang digunakan untuk menjelaskan variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen. Evaluasi model selanjutnya dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t-tabel dan p-value berdasarkan melalui path coefficient untuk mengetahui pengaruh antar variabel melalui prosedur boostrapping. Bootstrapping merupakan metode untuk melakukan proses penyampelan kembali (resampling). Metode ini lebih sering digunakan dalam model persamaan struktural. Bootstrapping menggunakan seluruh sampel asli untuk melakukan resampling. Setiap model pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada setiap subsektor dan sektor keseluruhan akan melalui langkah evaluasi di atas. Model awal SEM untuk penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2Model awal SEM
Struktur modal merupakan variabel laten yang diwakili oleh rasio solvabilitas dengan indikator debt to assets ratio(DAR)dan debt to equity ratio(DER). Rasio profitabilitas dengan indikator return on asset(ROA),return on equity(ROE), dan net profit margin (NPM)akan mewakili variabel laten kinerja keuangan. Hipotesis yang diajukan untuk model SEM dengan nilai siginfikansi 5% yaitu: H0 : Tidak ada pengaruh signifikan struktur modal terhadap kinerja keuangan Ha : Terdapat pengaruh signifikan struktur modal terhadap kinerja keuangan Hipotesis nol akan ditolak jika p-value<0.05 dan nilai t-hitung>t-tabel (1.96) yang artinya model memiliki pengaruh signifikan.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Keuangan pada Setiap Subsektor dalam Sektor Barang Konsumsi Sektor barang konsumsi memiliki 38 perusahaan yang terbagi menjadi 5 subsektor yang terdiri atasmakanan dan minuman (food and beverages), rokok (tobacco manufacturers), farmasi (pharmaceuticals), kosmetik dan barang perlengkapan konsumsi (cosmetic and households), dan peralatan rumah tangga (houseware).Pengukuran kinerja keuangan menggunakan rasio profitabilitas dengan indikator ROA, ROE, dan NPM.
Subsektor Makanan dan Minuman 30.00 25.00 20.00 ROA
15.00
ROE 10.00
NPM
5.00 0.00 ADES
AISA
CEKA
MYOR
STTP
ULTJ
Gambar 3Rata-rata kinerja keuangan subsektor makanan dan minuman 2009-2013 Subsektor makanan dan minuman merupakan subsektor dengan jumlah perusahaan terbanyak yaitu 16 perusahaan. Sebanyak 4 perusahaan baru terdaftar di atas tahun 2010. Hal ini menandakan bahwa subsektor ini merupakan industri dengan banyak perusahaan baru yang dapat dengan mudah menjadi pesaing. Subsektor ini memiliki rata-rata ROA 8.16%, ROE 16.9%, dan NPM 7.8% (Lampiran 3).Akasha Wira International Tbk (ADES) menjadi perusahaan dengan ketiga rasio profitabilitas di atas rata-rata. Perusahaan ini memproduksi serta menjual produk air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merek dagang Ades, Ades Royal yang dimiliki oleh The Coca Cola Company, dan Nestle Pure Life yang dimiliki oleh Nestle SA. Banyaknya merek produk AMDK yang mampu dijual Akasha Wira International Tbk (ADES) menjadi keuntungan tersendiri karena pada dasarnya investasi yang dibutuhkan untuk merek tersebut sama. Ratarata ROA terendah terdapat pada Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) sebesar 4.92%, sebagian aktiva pada perusahaan ini masih berupa pabrik yang masih dalam pembangunan sehingga belum bisa digunakan untuk kegiatas operasional perusahaan. Siantar Top Tbk (STTP) memiliki rata-rata ROE terendah yaitu sebesar 11.51% yang berarti laba bagi para pemegang saham dari perusahaan rendah karena komposisi ekuitas dibanding utang Siantar Top Tbk (STTP) cukup
10 besar dibandingkan perusahaan lain. Rata-rata NPM terendah yaitu PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (CEKA) dengan 4.78% akibat beban usaha, dan beban umum dan administrasi yang tinggi
Subsektor Rokok 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
ROA ROE NPM HMSP
RMBA
Gambar 4Rata-rata kinerja keuangan subsektor rokok 2009-2013 Populasi subsektor ini berjumlah 4 perusahaan. Sebanyak 2 perusahaan menjadi sampel untuk subsektor ini yaitu PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan Bentoel International Investama Tbk (RMBA). Keduanya tercatat telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1990.Rata-rata ROA, ROE, dan NPM subsektor ini yaitu 17.29%, 23.21%, dan 6.67% (Lampiran 4). Kinerja PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) lebih unggul jika dibandingkan Bentoel International Investama Tbk (RMBA). Bentoel International Investama Tbk (RMBA) tercatat memiliki nilai ROA, ROE, dan NPM negatif sejak 2012. Pada 2011 penjualan perusahaan ini mencapai Rp 10 trilyun, namun turun menjadi Rp 9 trilyun pada 2012. Hal ini membuat Bentoel International Investama Tbk (RMBA) mengalami rugi bersih sebesar Rp 323 milyar pada 2012, padahal laba bersih 2011 mencapai Rp 305 milyar. Faktor yang menyebabkan turunnya laba di antaranya adanya kenaikan tarif cukai dan harga cengkeh yang melonjak di akhir 2011. Pada 2013 perusahaan ini meningkatkan beban penjualannya untuk menunjang kegiatan di bidang pemasaran. Hal tersebut berhasil meningkatkan penjualan menjadi Rp 12 trilyun namun beban pokok penjualan masih tinggi sehingga perusahaan ini masih belum mampu menutupi kerugian.Beban pokok penjualan yang tinggi akibat kenaikan harga tembakau dan cengkeh juga di alami PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), namun bertahan karena didukung dengan adanya pangsa pasar yang mencapai 36.1%, sedangkan pangsa pasar Bentoel International Investama Tbk (RMBA) hanya 7%. Pangsa pasar yang tinggi akan berpengaruh pada volume penjualan produk yang lebih tinggi, sehingga pendapatan perusahaan akan lebih besar.
11 Subsektor Farmasi 60.00 40.00 20.00 ROA
0.00 -20.00
DVLA INAF KAEF MERK PYFA
SCPI SQBB TSPC
ROE NPM
-40.00 -60.00 -80.00
Gambar 5Rata-rata kinerja keuangan subsektor farmasi 2009-2013 Sebanyak 8 dari total 10 perusahaan di subsektor farmasi menjadi sampel dalam penelitian ini. Kedelapan sampel perusahaan tersebut memberikan rata-rata rasio profitabilitas ROA, ROE, dan NPM sebesar 12.39%,8.41%, dan9.57% (Lampiran 5).Pada Gambar 5, terlihat kinerja terbaik yaitu Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQBB) dan kinerja terendah yaitu Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (SCPI). Kinerja SCPI tercatat negatif sejak 2010. Perusahaan ini mengalami penurunan penjualan dari Rp 285 milyar pada 2009 menjadi Rp 260 milyar pada 2010. Selain itu pada 2010 beban usaha juga meningkat dalam rangka penyelesaian urusan merger perusahaan ini dengan Merck & Co., Inc. Pada 2011 sampai 2013 penjualan produk baik primary care (obat-obatan generik) maupun specialty care (obat-obatan dengan resep dokter) mengalami peningkatan namun SCPI hanya bisa menekan kerugian. Awal tahun 2014, mayoritas pemegang saham SCPI menyetujui rencana penghapusan pencatatan saham perusahaan dari BEI dan mengubah status menjadi perusahaan tertutup (go private).
Subsektor Kosmetik dan Barang Perlengkapan Rumah Tangga 16 14 12 10 8 6 4 2 0
ROA ROE NPM
MRAT
TCID
Gambar 6Rata-rata kinerja keuangan subsektor kosmetik dan barang perlengkapan rumah tangga 2009-2013
12 Perusahaan yang menjadi sampel dalam subsektor ini adalah Mustika Ratu Tbk (MRAT) dan Mandom Indonesia Tbk (TCID) dari total populasi sebanyak 4 perusahaan. Nilai rata-rata ROA, ROE, dan NPM dari 2 sampel perusahaandalam subsektor ini berturut-turut yaitu 8.42%, 9.68%, dan 6.66% (Lampiran 6). Gambar 6 memperlihatkan bahwa kinerja TCID lebih baik dibandingkan MRAT. Penurunan kinerja MRAT secara signifikan terjadi pada 2013. Pada tahun tersebut penjualan MRAT turun sebesar Rp 100 milyar akibat turunnya semua produk berupa kosmetik, jamu, dan minuman kesehatan. Adanya pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan upah minimum regional semakin berdampak pada pendapatan perusahaan. Hal tersebut membuat MRAT yang pada 2012 membukukan laba Rp 30 milyar harus mengalami kerugian sebesar Rp 6 milyar pada 2013. Pada TCID, posisi pasar ekspor perusahaan ini semakin kuat mulai dari Uni Emirat Arab, Malaysia, India, Thailand, dan beberapa negara Eropa Timur akibatnya pelemahan rupiah tidak terlalu berdampak bagi perusahaan ini.
Subsektor Peralatan Rumah Tangga 8 7 6 5 4 3 2 1 0
ROA ROE NPM
KDSI
KICI
LMPI
Gambar 7Rata-rata kinerja keuangan subsektor peralatan rumah tangga 20092013 Urutan peringkat kinerja tertinggi sampai terendah berdasarkan Gambar 7 yaituKedawung Setia Industrial Tbk (KDSI), Kedaung Indah Can Tbk (KICI), dan Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI). Kinerja Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI) pada 2013 tercatat negatif untuk ROA, ROE, dan NPM (Lampiran 7). Hal ini disebabkan perusahaan ini mengalami rugi bersih sebesar Rp 12 milyar dibandingkan tahun sebelumnya mengalami laba bersih Rp 2.3 milyar, padahal penjualan tahun 2013 mengalami kenaikan Rp 78 milyar. Beberapa hal yang mempengaruhi yaitu tingginya beban penjualan dan beban operasional. Kenaikan biaya terutama terjadi pada biaya tenaga kerja akibat kenaikan standar upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI) teramati memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya. Perusahaan ini tercatat mengalami perubahan klasifikasi industri emiten berdasarkan Pengumuman No. Peng-00371/BEI.OPP/06-2014. Dalam pengumuman tersebut, klasifikasi baru Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI) menjadi subsektor pulp and paper yang termasuk sektor industri dasar dan kimia. Perubahan tersebut mulai berlaku efektif sejak 1 Juli 2014. Rata-rata rasio
13 profitabilitas subsektor ini yang dapat diperoleh dari 3 perusahaan tersebut adalah ROA 1.92%, ROE 3.13%, dan NPM 1.34% (Lampiran 7). Rata-rata ini merupakan yang terendah di antara subsektor lainnya mengingat produk yang dihasilkan dari subsektor ini produk yang tidak begitu bersifatfastmovingdibandingkan produk yang dihasilkan subsektor lainnya mengingat produk dari industri ini yaitu produk alat dapur yang terbuat dari plastik dan aluminium.
Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan pada Setiap Subsektor dalam Sektor Barang Konsumsi Pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan structural equation modeling (SEM) dengan perangkat lunak SmartPLS 3.0. Seluruh model akan melalui evaluasi outer model(model pengukuran) dan inner model(model struktural).
Evaluasi Outer Model(Model Pengukuran)
Model SEM subsektor makanan dan minuman
Model SEM subsektor rokok
Model SEM subsektor farmasi
14
Model SEM subsektor kosmetik dan peralatan rumah tangga
Model SEM subsektor peralatan rumah tangga Gambar 8Model akhir SEM setiap subsektor Kelima model SEM yang ditunjukkan oleh Gambar 8 tidak mengalami perubahan. Nilai convergent validity pada evaluasi outer model telah terpenuhi sehingga tidak ada indikator yang dikeluarkan dari model. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa seluruhnilai outer loading di atas 0.7 kecuali indikator ROE pada kinerja keuangan subsektor makanan dan minuman. Angka tersebut masih dapat diterima berdasarkan Chin (1998 dalam Ghozali dan Latan 2015) yang menyatakan skala 0.5 sampai 0.6 dianggap cukup. Berdasarkan Tabel 2 semua indikator memenuhi langkah convergent validity sehingga dapat dikatakan indikator valid secara individual. Tabel 2Nilai outer loading convergent validity Nilai Convergent Validity Makanan dan Minuman
Rokok
Farmasi
Kosmetik
Houseware
DAR
0.991
0.976
0.949
0.998
0.967
DER
0.991
0.966
0.891
0.997
0.968
ROA
0.804
0.992
0.930
0.957
0.779
ROE
0.590
0.977
0.938
0.994
0.914
NPM
0.892
0.969
0.890
0.990
0.983
Konstruk
Indikator
Struktur Modal Kinerja Keuangan
Langkah selanjutnya adalah menilai indikator dengan konstruknya dengan melihat nilai average variance extracted(AVE).Tabel 3 memperlihatkan bahwa indikator pada seluruh model telah memenuhi syarat yaitu memiliki nilai average variance extracted (AVE) lebih dari 0.5. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa indikator seluruh model valid terhadap konstruk.
15 Tabel 3Nilai AVE discriminant validity Nilai AVE Konstruk
Struktur Modal Kinerja Keuangan
Makanan dan Minuman
Rokok
Farmasi
Kosmetik
Houseware
0.982
0.959
0.846
0.961
0.803
0.597
0.943
0.847
0.995
0.936
Berikutnya adalah menentukan reliabilitas konstruk dengan nilai composite reliability yang harus lebih besar dari 0.7. Berdasarkan nilai composite reliability pada Tabel 4, seluruh konstruk telah memenuhi uji reliabilitas karena nilai tersebut telah lebih besar dari 0.7. Tabel 4Nilai composite reliability Nilai Composite Reliability Konstruk
Makanan dan Minuman
Rokok
Farmasi
Kosmetik
Houseware
Struktur Modal
0.991
0.986
0.943
0.987
0.924
Kinerja Keuangan
0.812
0.971
0.917
0.998
0.967
Berdasarkan uraian evaluasi outer model di atas, masing-masing model SEM telah memenuhi uji validitas dan uji reliabilitas.
Evaluasi Inner Model (Model Struktural) Langkah pertama dalam evaluasi inner modelyaitu uji goodness-fit model dengan melihat nilai R-Square. Nilai R-squaredigunakan untuk menjelaskan variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen. Nilai R-Square pada setiap model dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5Nilai R-Square uji goodness-fit model Nilai R-Square Uji goodnessfit model Struktur Modal > Kinerja Keuangan
Makanan dan Minuman
Rokok
Farmasi
Kosmetik
Houseware
0.314
0.776
0.572
0.047
0.082
Selanjutnya melalui path coefficientdapat dilihat nilai pengaruh variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen sekaligus signifikansi model. Pengaruh konstruk pada model dapat berupa pengaruh positif maupun negatif. Signifikansi model akan menguji hipotesis melalui nilai t-hitung dan p-value. Tabel 6 memperlihatkan hasil path coefficientmodel.
16 Tabel 6Hasil path coefficient Nilai Koefisien Parameter Makanan dan Minuman
Rokok
Farmasi
Kosmetik
Houseware
Struktur Modal > Kinerja Keuangan
0.561
-0.881
-0.756
-0.217
0.287
Sample Mean
0.234
-0.892
-0.759
-0.330
0.045
Standard Error
0.554
0.046
0.069
0.317
0.402
t-hitung
1.012
19.256*
11.012*
0.685
0.713
p-value
0.312
0.000*
0.000*
0.493
0.476
*H0 ditolak : p-value< 0.05 dan t-hitung>t-tabel (1.96) *H0 ditolak artinya variabel laten eksogen (struktur modal) memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel laten endogen (kinerja keuangan)
Interpretasi Model Interpretasi model dilakukan dengan melihat nilai-nilai dalam inner model. Tabel 6 memperlihatkan struktur modal memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pada subsektor rokok, farmasi, dan kosmetik dan barang perlengkapan rumah tangga. Keputusan struktur modal merupakan keputusan yang di dalamnya terdapat trade-off antara manfaat dan biaya. Pengaruh negatif dapat diartikan bahwa perusahaan mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan manfaat yang didapat dari penambahan utang. Akibatnya terjadi penurunan rasio profitabilitas yang menandakan pengelolaan laba perusahaan menjadi kurang efektif. Penambahan utang pada industri tersebut dapat dijadikan sebagai pendanaan dalam pertumbuhan aktiva perusahaan. Adanya pertumbuhan aktiva dapat semakin menarik minat investor sehingga total ekuitaspun meningkat. Tersedianya dana bagi perusahaan dapat menunjang aktivitas perusahaan sehingga penjualan juga meningkat. Meningkatnya penjualan dapat meningkatkan harapan terhadap peningkatan laba namun semakin meningkatnya aktivitas perusahaan, beban perusahaan juga bertambah. Tabel 6 menunjukkan subsektor rokok dan farmasi merupakan subsektor dengan pengaruh negatif struktur modal terhadap kinerja keuangan paling tinggi masing-masing sebesar 88.1% dan 75.6%. Hasil pvalue dan t-hitung menunjukkan signifikan, artinya hipotesis nol ditolak. Nilai Rsquare kedua subsektor ini menunjukkan yang terbesar (Tabel 5). Pada subsektor rokok, terdapat pengeluaran yang tidak ada di subsektor lainnya yaitu pita cukai. Cukai merupakan pungutan negara yang akan diperhitungkan sebagai beban produksi pada industri rokok. Semakin banyak produksi rokok akan semakin banyak pita cukai yang dibutuhkan. Rata-rata pengeluaran kedua perusahaan untuk pita cukai mencapai 62.56% dari total beban pokok penjualan. Pemberlakuan tarif cukai pada produk rokok bertujuan untuk membatasi peredaran rokok karena sifat produknya yang berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Penjualan produk rokok juga semakin dibatasi
17 dengan adanya sosialisasi, gerakan, dan penyuluhan anti merokok baik oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Penambahan modal berupa utang maupun ekuitas pada perusahaan farmasi berbanding terbalik dengan rasio profitabilitas karena perusahaan pada industri ini keberhasilannya bergantung pada riset yang menghasilkan hak paten dan aset berharga industri ini yaitu tenaga kerja yang cerdas dan terlatih. Industri ini akan mengeluarkan biaya untuk kegiatan inovasi dalam menghasilkan hak paten. Kegiatan tersebut dapat berupa penelitian yang dicatatkan sebagai beban, pengembangan yang dicatatkan sebagai aset tak berwujud, maupun penggunaan lisensi perusahaan lain yang mengharuskan perusahaan membayar royalti. Setelah masa hak paten produk hampir berakhir artinya produk telah mencapai tahap kedewasaan, produk specialty care (obat resep dokter) akan menjadi produk primary care (obat generik). Keuntungan perusahaan dari produk primary care (obat generik) tidak banyak karena banyaknya pesaing pada tingkat ini. Oleh karena itu industri farmasi dituntut untuk terus berinovasi. Selain itu, berdasarkan penelitiaan Yoshendy (2014) penjualan produk dari subsektor ini sesuai dengan tingkat kesehatan masyarakat bukan karena peningkatan ekonomi masyarakat. Subsektor kosmetik dan barang perlengkapan rumah tangga yang juga memiliki pengaruh negatif sebesar 21.7%. Subsektor ini memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan subsektor farmasi. Produk dari industri ini yang berupa kosmetik dan produk personal carebergantung pada tingkat kecocokkan terhadap tubuh dan selera manusia. Banyak hal yang dipertimbangakan masyarakat sebelum mengonsumsi produk dari industri ini. Perusahaan dalam industri kosmetik terutama harus inovatif baik dalam hal produk maupun pemasaran karena semakin banyak produk kecantikan dari luar negeri yang memasuki pasar domestik. Konstruk kinerja keuangan dapat dijelaskan oleh konstruk struktur modal hanya sebesar 4.7% dan 95.3% sisanya dijelaskan oleh variabel lain (Tabel 5). Hipotesis nol diterima untuk model pada subsektor kosmetik dan barang perlengkapan rumah tangga karena hasilnya tidak signifikan. Pengaruh positif struktur modal terhadap kinerja keuangan terdapat pada subsektor makanan dan minuman serta peralatan rumah tangga. Hal ini menandakan penambahan utang dalam struktur modal pada kedua subsektor ini dapat membawa manfaat yang lebih besar dibandingkan biaya yang dihadapi perusahaan. Akibatnya dapat membawa pengaruh positif bagi kinerja keuangan perusahaan. Tabel 6 memperlihatkan pengaruh positif sebesar 56.1% untuk subsektor makanan dan minuman dan 28.7% untuk subsektor peralatan rumah tangganamun hasilnya tidak signifikan. Hipotesis nol diterima berdasarkan nilai pvalue dan t-hitung kedua subsektor tersebut.Konstruk kinerja keuangan dapat dijelaskan oleh konstruk struktur modal sebesar 31.4% untuk subsektor makanan dan minuman, sedangkan untuk subsektor peralatan rumah tangga hanya8.2% (Tabel 5). Kenaikan tingkat utangdijadikan sebagai sumber aktivitas operasi yang dapat meningkatkan kinerja (Arafat, et al. 2014). Hal tersebut akan semakin baik apabila perusahaan dapat mencapai skala ekonomi sehingga laba yang dihasilkan lebih maksimal untuk melampaui penambahan total aktiva, ekuitas, dan penjualan. Pengaruh positif juga disebabkan adanya manfaat dari penggunaan utang yaitu sebagai pengendali disiplin manajerial agar berhati-hati dalam dalam mengelola arus kas. Manajer akan lebih berhati-hati karena bertambahnya utang dapat
18 meningkatkan risiko kebangkrutan. Subsektor makanan dan minuman merupakan industri yang diuntungkan dengan banyaknya populasi di Indonesia. Subsektor peralatan rumah tangga juga dengan produk seperti berbagai peralatan rumah tangga dari bahan aluminium, aluminium anti lengket, dan plastik semakin berkembang seiring pertumbuhan ekonomi. Kedua subsektor ini memiliki aset dan persediaan yang tidak sedikit sehingga tidak terlalu berisiko bagi pemberi pinjaman atau utang.
Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sektor Barang Konsumsi di Indonesia Model SEM keenam merupakan model untuk melihat pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada keseluruhan sampel penelitian perusahaan sektor barang konsumsi. Gambar 9 menunjukkan model SEM sektor barang konsumsi.
Gambar 9Model akhir SEM sektor barang konsumsi Model SEM pada Gambar 9tidak mengalami perubahan karena kelima loadingfactor berdasarkan nilaiouter loadingconvergent validitylebih besar dari 0.70 sehingga tidak ada indikator yang dikeluarkan dari model. Nilai AVE juga lebih besar dari nilai divergent validity yang ditentukan yaitu 0.5 sehingga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk yang diteliti. Konstruk penelitian juga memenuhi uji reliabilitas dengan nilai yang lebih besar dari ketentuan nilai composite reliability sebesar 0.7. Model telah memenuhi evaluasi outer model dengan hasil evaluasi outer model yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7Hasil evaluasi outer model sektor barang konsumsi Konstruk Struktur Modal Kinerja Keuangan
Indikator DAR DER ROA ROE NPM
Outer Loading 0.888 0.858 0.904 0.931 0.909
Nilai AVE Composite Reliability 0.763
0.865
0.837
0.939
19 Evaluasi inner model pada sektor ini menunjukkan bahwa struktur modal memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan. Kenaikan tingkat utang dapat menurunkan ROA, ROE, dan NPM secara signifikan berdasarkan nilai thitung yang lebih besar dari t-tabel (1.96) dan p-value yang kurang dari 0.05 artinya hipotesis nol pada model ini ditolak. Struktur modal dalam model ini dapat menjelaskan kinerja keuangan sebesar 29.3% dan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel di luar model. Nilai R-squaremodel yang lemah disebabkan di antaranya oleh struktur modal dalam penelitian hanya berupa total utang tidak mencakup saham preferen dan saham biasa. Evaluasi inner model sektor barang konsumsi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8Evaluasi inner model sektor barang konsumsi Nilai
Struktur Modal > Kinerja Keuangan
R-Square
Koef Parameter
Uji T
P-value
Sample Mean
Standard Error
0.293
-0.541
6.724
0.000
-0.547
0.081
Tabel 8 menunjukkan pengaruh negatif struktur modal terhadap kinerja keuangan sebesar 54.1%. Hal ini berarti penambahan utang akan membuat perusahaan menanggung lebih banyak biaya dari pada manfaat yang didapat. Bertambahnya utangdalam struktur modal perusahaan barang konsumsi akan meningkatkan jumlah pendanaan perusahaan barang konsumsi sehingga lembaga keuangan pemberi pinjaman menginginkan adanya pertumbuhan dalam bisnis perusahaan tersebut. Pertumbuhan perusahaan bisa dalam bentuk aktiva maupun aktivitas penjualannya, diiringi meningkatnya ekuitas karena banyaknya investor yang tertarik namun pertumbuhan tersebut akan disertai dengan bertambahnya beban pokok penjualan. Meningkatnya struktur modal juga membuat perusahaan menanggung biaya modal berupa bunga dan dividen yang lebih besar. Manfaat utang sebagai penghemat pajak dan pengendali disiplin manajerial tidak lebih besar jika dibandingkan dengan biaya-biaya yang terdapat dibalik penambahan utang. Biaya-biaya tersebut terdiri dari biaya kebangkrutan, biaya keagenan, dan biaya akibat informasi tak simestris.
Implikasi Manajerial Teori pecking order mengatakan utang merupakan sumber dana eksternal utama yang lebih disukai oleh perusahaan karena penerbitannya tidak diartikan sebagai sinyal negatif oleh pemegang saham. Penambahan utang dalam struktur modal perusahaan mengakibatkan trade off di masa depan. Pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan tidak selalu positif artinya penambahan utang dalam struktur modal dapat membuat perusahaan menanggung biaya yang lebih besar dibandingkan manfaat yang didapat. Oleh karena itu, sebaiknya pihak manajer keuangan perusahaan selalu mempertimbangkan struktur modal yang optimum bagi perusahaan. Struktur modal yang optimum merupakan kondisi dimana biaya modal perusahaan berada pada titik yang paling minimum.
20 Komposisi struktur modal optimum perusahaan satu dengan yang lain akan berbeda. Banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut salah satunya karakteristik industri dan pasar. Bagi investor, hal tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum berinvestasi. Perusahaan yang mampu mengelola struktur modal dengan baik bahkan mencapai kondisi optimum tentu akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lain sehingga cenderung mampu bertahan di tengah ketatnya persaingan. Kinerja perusahaan yang baik akan meningkatkan harga saham dan nilai kekayaan pemilik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kinerja keuangan dengan indikator ROA dan ROE tertinggi terdapat pada subsektor rokok, sedangkan NPM tertinggi terdapat pada subsektor farmasi. Kinerja keuangan dengan rasio profitabilitas terendah terdapat pada subsektor peralatan rumah tangga. 2. Pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan perusahaan pada subsektor rokok, farmasi, dan kosmetik dan barang perlengkapan rumah tangga hasilnya negatif. Pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan perusahaan subsektor makanan dan minuman, dan peralatan rumah tangga hasilnya positif. Pengaruh signifikan hanya ditunjukkan oleh subsektor rokok dan farmasi. Adanya perbedaan pengaruh tersebut disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya karakteristik industri dan pasar perusahaan. 3. Pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan perusahaan pada sektor barang konsumsi secara keseluruhan adalah negatif signifikan. Penambahan utang dalam struktur modal akan menurunkan rasio profitabilitas perusahaan sektor barang konsumsi di Indonesia. Bertambahnya utang dapat bermanfaat bagi kinerja perusahaan terutama yang sedang tumbuh untuk memperkuat posisi di tengah persaingan namun disertai dengan meningkatnya biaya-biaya yang pada akhirnya dapat mengurangi laba perusahaan.
Saran 1. Perusahaan di sektor barang konsumsi dapat memilih utang sebagai sumber pendanaan untuk menunjang pertumbuhan di tengah persaingan namun tetap dengan memperhitungkan struktur modal yang optimum. 2. Bagi para investor, berinvestasi di sektor barang konsumsi dapat menjadi pilihan yang baik karena pasar dari industri ini cukup potensial dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan tingkat konsumsi masyarakat dari tahun ke tahun. 3. Bagi penelitian selanjutnya dapat memperhitungkan pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan dengan menambahkan rasio-rasio keuangan lainnya. Peneliti selanjutnya juga dapat memisahkan komposisi struktur modal secara lebih terperinci.
21
DAFTAR PUSTAKA AmbarwatiS. 2010. Manajemen Keuangan Lanjut. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Arafat MY, Warokka A, Suryasaputra R. 2014. Capital Structure and Investment Decision: What does Emerging Consumer Goods Tell Us?. JFSR. 2014(220243):1-11. [BEI] Bursa Efek Indonesia. 2014. Laporan Keuangan dan Tahunan [internet]. [diunduh 2015 Februari 02]. Tersedia pada: http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangandantahunan.aspx [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012a. Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan di Daerah Perkotaan dan Perdesaan Menurut Kelompok Barang dan Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan, 2000-2012 [internet]. [diunduh 2015 Januari 14]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek =05¬ab=39 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012b. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 [internet]. [diunduh 2015 Mei 10]. Tersedia pada: http://bps.go.id/index.php/publikasi/16 Brealey RA, Myers SC, Marcus AJ. 2007. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Perusahaan Jilid 2. Sabran B, penerjemah; Wardani HW, Maulana A, penerjemah. Jakarta [ID] : Erlangga. Terjemahan dari: Fundamentals of Corporate Finance. FachrudinKA. 2011. Analisis Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, dan Agency Cost terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 13(1):37-46. Ghozali I, Fuad. 2008. Structural Equation Modeling(Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan Program Lisrel 8.80). Edisi ke-2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali I, Latan H. 2015. Partial Least Squares Konsep, Teknik, dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 3.0 untuk Penelitian Empiris.Edisi ke-2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2013. Manufaktur Ditopang Sektor Barang Konsumsi [internet]. [diunduh 2015 Januari 12]. Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id/artikel/7014/Manufaktur-Ditopang-SektorBarang-Konsumsi [Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2014a. Manufaktur akan Tumbuh 6% [internet]. [diunduh 2015 Januari 12]. Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id/artikel/10725/Manufaktur-akan-Tumbuh-6 [Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2014b. Sektor Makanan dan Minuman Favorit Investor [internet]. [diunduh 2015 Januari 12]. Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id/artikel/10594/Sektor-Makanan-MinumanFavorit-Investor Mardiyanto H. 2009. Inti Sari Manajemen Keuangan (Teori, Soal, dan Jawaban). Kurnia AL, editor. Jakarta (ID): Grasindo. SandyIC. 2014 Analisis Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan pada Perbankan di Indonesia [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
22 ShubitaMF& AlsawalhahJF. 2012. The Relationship between Capital Structure and Profitability. IJBSC. 3(16):105-112. Yoshendy A. 2014. Analisis Struktur Modal pada Perusahaan Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2011 [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
23
LAMPIRAN
24 Lampiran 1Daftar sampel perusahaan penelitian No
Subsektor
Kode
Nama
IPO
Ket
ADES
Akasha Wira International Tbk
1994
2
AISA
Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
1997
3
ALTO
Tri Banyan Tirta Tbk
2012
CEKA
PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk
1996
DLTA
Delta Djakarta Tbk
1984
*
ICBP
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
2010
**
INDF
Indofood Sukses Makmur Tbk
1994
*
MLBI
Multi Bintang Indonesia
1994
*
MYOR
Mayora Indah Tbk
1990
PSDN
Prasidha Aneka Niaga Tbk
1994
*
ROTI
Nippon Indosari Corpindo Tbk
2010
**
4 5 6 7 8 9 10 11
**
Sekar Bumi Tbk
2012
**
SKLT
Sekar Laut Tbk
1993
*
14
STTP
Siantar Top Tbk
1996
15
ULTJ
Ultra Jaya Milk Industry Tbk
1990
16
DAVO
Davomas Abadi Tbk
1994
*
17
GGRM
Gudang Garam Tbk
1990
*
HMSP
Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
1990
RMBA
Bentoel Intenational Investama Tbk
1990
20
WIIM
Wismilak Inti Makmur Tbk
2012
21
DVLA
Darya-Varia Laboratoria Tbk
1994
22
INAF
Indofarma Tbk
2001
23
KAEF
Kimia Farma (Persero) Tbk
2001
24
KLBF
Kalbe Farma Tbk
1991
MERK
Merck Tbk
1981
PYFA
Pyridam Farma Tbk
2001
Merck Sharp Dohme Pharma Tbk
1990
28
SCPI SIDO
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk
2013
29
SQBB
Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk
1983
30
TSPC
Tempo Scan Pacific Tbk
1994
MBTO
Martina Berto Tbk
2011
MRAT
Mustika Ratu Tbk
1995
TCID
Mandom Indonesia Tbk
1993
UNVR
Unilever Indonesia Tbk
1982
*
CINT
PT Chitose Internasional Tbk
2014
**
KDSI
Kedawung Setia Industrial Tbk
1996
KICI
Kedaung Indah Can Tbk
1993
19
25 26 27
31 32 33 34 35 36 37 38 Ket:
FARMASI
18
ROKOK
SKBM
13
KOSMETIK PERALATAN DAN RT PERLENGKAPAN RT
12
MAKANAN DAN MINUMAN
1
LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk * tidak memenuhi kriteria sampling 2 dan 3 ** tidak memenuhi keriteria sampling 1
1994
**
*
**
**
25 Lampiran 2Variabel penelitian Rasio
Profitabilitas
Indikator 𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
Return on assets(ROA)
= 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Return on equity(ROE)
=
Net profit margin(NPM)
=𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Debt to assets ratio(DAR)
= 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Debt to equity ratio(DER)
=
𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
Solvabilitas 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
26 Lampiran 3Perhitungan variabel penelitian subsektor makanan dan minuman Sub
Kode
Tahun 2009 2010
ADES
2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010
AISA
2011 2012 2013 Rata-rata 2009
MAKANAN DAN MINUMAN
2010 CEKA
2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010
MYOR
2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010
STTP
2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010
ULTJ
2011 2012 2013
Rata-rata Rata-rata subsektoral
Rasio-rasio Keuangan DAR
DER
0.62 0.69 0.60 0.46 0.40 0.55 0.68 0.70 0.49 0.47 0.53 0.57 0.47 0.64 0.51 0.55 0.51 0.53 0.50 0.54 0.63 0.63 0.59 0.58 0.26 0.31 0.48 0.54 0.53 0.42 0.31 0.35 0.36 0.31 0.28 0.32
1.61 2.25 1.51 0.86 0.67 1.38 2.14 2.28 0.96 0.90 1.13 1.48 0.89 1.75 1.03 1.22 1.02 1.18 1.03 1.18 1.72 1.71 1.47 1.42 0.36 0.45 0.91 1.16 1.12 0.80 0.45 0.54 0.55 0.44 0.40 0.48
0.5
1.12
ROA
ROE
NPM
9.15%
23.92%
12.14%
9.76%
31.70%
14.47%
8.18%
20.57%
8.64%
21.43%
39.87%
17.49%
12.62%
21.02%
11.08%
12.23%
27.42%
12.76%
2.81%
8.83%
7.09%
4.13%
13.57%
11.35%
4.18%
8.18%
8.55%
6.56%
12.47%
9.23%
6.91%
14.71%
8.55%
4.92%
11.55%
8.96%
8.91%
16.80%
4.24%
3.48%
9.57%
4.12%
11.70%
23.78%
7.78%
5.68%
12.59%
5.19%
6.08%
12.32%
2.57%
7.17%
15.01%
4.78%
11.78%
24.18%
8.01%
11.36%
25.09%
6.92%
7.33%
19.94%
5.11%
8.97%
24.27%
7.08%
10.90%
26.87%
8.81%
10.07%
24.07%
7.19%
7.49%
10.15%
6.55%
6.43%
9.33%
5.47%
4.57%
8.71%
4.15%
5.97%
12.87%
5.81%
7.78%
16.49%
6.75%
6.45%
11.51%
5.75%
3.48%
5.06%
3.74%
5.35%
8.27%
5.71%
4.65%
7.22%
4.82%
14.60%
21.08%
12.58%
12.52%
17.47%
10.18%
8.12%
11.82%
7.40%
8.16%
16.90%
7.80%
27 Lampiran 4Perhitungan variabel penelitian subsektor rokok Sub
Kode
Tahun 2009 2010 2011
HMSP
2012 ROKOK
2013 Rata-rata 2009 2010 2011
RMBA
2012 2013 Rata-rata Rata-rata subsektoral
Rasio-rasio Keuangan DAR
DER
ROA
0.41 0.50 0.47 0.49 0.48 0.47 0.59 0.57 0.65 0.72 0.90 0.69
0.69 1.01 0.90 0.97 0.94 0.90 1.45 1.30 1.82 2.60 9.47 3.33
0.58
2.12
ROE
NPM
28.73%
48.65%
13.06%
31.29%
62.88%
14.81%
41.62%
79.05%
15.26%
37.89%
74.73%
14.93%
39.48%
76.43%
14.42%
35.80%
68.35%
14.49%
0.58%
1.43%
0.41%
4.46%
10.27%
2.46%
4.83%
13.62%
3.04%
-4.66%
-16.81%
-3.28%
-11.29%
-118.17%
-8.49%
-1.21%
-21.93%
-1.17%
17.29%
23.21%
6.66%
28 Lampiran 5Perhitungan variabel penelitian subsektor farmasi Sub
Kode
DVLA
INAF
KAEF
FARMASI
MERK
PYFA
SCPI
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010 2011 2012 2013
2009 2010 2011 SQBB 2012 2013 Rata-rata 2009 2010 2011 TSPC 2012 2013 Rata-rata Rata-rata subsektoral
DAR 0.29 0.25 0.22 0.22 0.23 0.24 0.59 0.58 0.45 0.45 0.54 0.52 0.36 0.33 0.30 0.31 0.34 0.33 0.18 0.17 0.15 0.27 0.27 0.21 0.27 0.23 0.30 0.35 0.46 0.32 0.90 0.95 0.93 0.96 0.99 0.95 0.17 0.16 0.14 0.18 0.18 0.17 0.25 0.26 0.28 0.28 0.29 0.27 0.38
Rasio-rasio Keuangan DER ROA ROE 0.41 9.22% 13.02% 0.33 12.98% 17.31% 0.28 13.03% 16.61% 0.28 13.86% 17.69% 0.30 10.57% 13.75% 0.32 11.93% 15.68% 1.44 0.29% 0.71% 1.36 1.71% 4.03% 0.83 3.31% 6.06% 0.83 3.57% 6.52% 1.19 -4.19% -9.18% 1.13 0.94% 1.63% 0.57 4.00% 6.28% 0.49 8.37% 12.45% 0.43 9.57% 13.71% 0.45 9.68% 14.01% 0.52 8.72% 13.28% 0.49 8.07% 11.95% 0.23 33.80% 41.42% 0.20 27.32% 32.72% 0.18 39.56% 46.78% 0.37 18.93% 25.87% 0.36 25.17% 34.25% 0.27 28.96% 36.21% 0.37 3.78% 5.17% 0.30 4.17% 5.44% 0.43 4.38% 6.28% 0.55 3.91% 6.05% 0.86 3.54% 6.60% 0.50 3.96% 5.91% 9.49 5.23% 54.86% 18.28 -3.44% -66.34% 13.47 -8.13% -117.70% 24.48 -2.81% -71.54% 70.83 -1.63% -117.10% 27.31 -2.16% -63.57% 0.21 41.16% 49.82% 0.19 28.95% 34.43% 0.17 33.19% 39.69% 0.22 34.06% 41.57% 0.21 35.50% 43.08% 0.20 34.57% 41.72% 0.34 11.06% 14.98% 0.36 13.78% 19.00% 0.40 13.80% 19.25% 0.38 13.71% 18.94% 0.40 11.81% 16.53% 0.38 12.83% 17.74% 3.82 12.39% 8.41%
NPM 8.32% 11.93% 12.44% 13.69% 11.42% 11.56% 0.19% 1.20% 3.07% 3.67% -4.05% 0.81% 2.19% 4.36% 4.93% 5.39% 4.96% 4.37% 19.52% 14.93% 25.17% 11.59% 14.69% 17.18% 2.86% 2.98% 3.42% 3.00% 3.22% 3.10% 3.79% -3.09% -9.30% -4.08% -2.99% -3.14% 31.27% 30.35% 35.12% 34.90% 35.06% 33.34% 8.02% 9.64% 10.14% 9.58% 9.32% 9.34% 9.57%
29 Lampiran 6Perhitungan variabel penelitian subsektor kosmetik dan perlengakapan rumah tangga
KOSMETIK DAN PERLENGKAPAN RT
Sub
Kode
Tahun
Rasio-rasio Keuangan DAR
DER
Rata-rata
0.13 0.13 0.15 0.15 0.14 0.14 0.11 0.09 0.10 0.13 0.20 0.13
0.16 0.14 0.18 0.18 0.16 0.16 0.13 0.10 0.11 0.15 0.24 0.15
Rata-rata subsektoral
0.13
0.155
2009 2010 MRAT
2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010
TCID
2011 2012 2013
ROA
ROE
NPM
5.75%
6.64%
6.08%
6.32%
7.24%
6.61%
6.60%
7.78%
6.86%
6.75%
7.97%
6.71%
-1.52%
-1.77%
-1.87%
4.78%
5.57%
4.88%
12.53%
14.15%
8.97%
12.55%
13.86%
8.96%
12.38%
13.72%
8.46%
11.92%
13.71%
8.12%
10.92%
13.54%
7.90%
12.06%
13.80%
8.48%
8.42%
9.68%
6.66%
Lampiran 7Perhitungan variabel penelitian subsektor peralatan rumah tangga Sub
Kode
Tahun
DAR
DER
ROA
Rata-rata
0.57 0.54 0.52 0.45 0.59 0.53 0.28 0.26 0.26 0.30 0.25 0.27 0.26 0.34 0.41 0.50 0.52 0.40
1.31 1.18 1.10 0.81 0.59 1.00 0.39 0.34 0.36 0.43 0.33 0.37 0.36 0.52 0.68 0.99 1.07 0.72
Rata-rata subsektoral
0.40
0.70
2009 2010 KDSI
2011 2012
PERALATAN RUMAH TANGGA
Rasio-rasio Keuangan
2013 Rata-rata 2009 2010 KICI
2011 2012 2013 Rata-rata 2009 2010
LMPI
2011 2012 2013
ROE
NPM
1.91%
4.40%
1.10%
3.03%
6.61%
1.50%
4.02%
8.46%
2.00%
6.46%
11.66%
2.83%
4.23%
4.23%
2.60%
3.93%
7.07%
2.01%
-6.19%
-8.59%
-6.28%
3.79%
5.10%
4.04%
0.41%
0.56%
0.41%
2.38%
3.39%
2.38%
7.55%
10.03%
7.49%
1.59%
2.10%
1.61%
1.11%
1.50%
1.57%
0.46%
0.70%
0.70%
0.79%
1.33%
1.08%
0.29%
0.57%
0.39%
-1.46%
-3.03%
-1.78%
0.24%
0.21%
0.39%
1.92%
3.13%
1.33%
30 Lampiran 8 Hasil bootstrappingsetiap subsektor
Hasil bootstrapping subsektor makanan dan minuman
Hasil bootstrapping subsektor rokok
Hasil bootstrapping subsektor farmasi
Hasil bootstrapping subsektor kosmetik dan barang perlengkapan RT
Hasil bootstrapping subsektor peralatan rumah tangga
31 Lampiran 9 Hasil bootstrapping sektor barang konsumsi
32
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir di Klaten pada 15 Maret 1994 dari pasangan Bapak Adi Purnomo dan Ibu Yuniati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Serua 06 tahun 2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 02 Cisauk tahun 2009, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 03 Tangerang Selatan pada 2011. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan tinggi ke Institut Pertanian Bogor dengan Mayor Manajemen melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Kegiatan penulis di luar akademik antara lain tergabung dalam divisi hubungan masyarakat dan publikasi Rumah Harapan IPB 2014 dan aktif menjadi panitia berbagai acara kampus seperti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI), IPB Festival, dan Sportakuler. Prestasi penulis diantaranya menjadi delegasi dalam International Youth Green Summit 2013 dan National Education Conference 2013.