PENGERTIAN ANAK DAN PENTINGNYA KONSISTENSI MENDEFINISIKAN ANAK

Download Bahan Bacaan: Modu 2. Pengertian Anak. Pengertian Anak dan. Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum1. Oleh: Adzk...

0 downloads 357 Views 188KB Size
Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum1 Oleh: Adzkar Ahsinin

A.

Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya di 25 negara dunia belum memiliki aturan mengenai penetapan usia

wajib berpendidikan. Setidaknya di 33 negara belum ada aturan mengenai usia minimal anak diperbolehkan bekerja. Kemudian, di 44 negara anak perempuan dapat menikah lebih awal daripada anak laki-laki. Setidaknya, di 125 negara anak-anak usia 7 – 15 tahun berhadapan dengan pengadilan dengan risiko menerima hukuman penjara karena tindak pidana yang dilakukannya. Selain itu, di negara yang sama, tidak jarang diketemukan anak-anak secara hukum wajib bersekolah sampai usia usia 14 atau 15 tahun, namun di sisi yang lain hukum yang berbeda

memungkinkan anak-anak

bekerja pada

usia dini atau menikah pada

usia 12 atau harus mempertanggungjawabkan tindak pidananya pada usia 7 tahun (Angela Melchiorre, 2004). Penetapan usia sangat penting karena memiliki implikasi hukum bagi upaya perlindungan anak. Hal ini menyangkut ruang lingkup perlindungan dan subyek hukum yang akan mendapatkan jaminan penikmatan semua hak-hak yang diatur dalam KHA, yakni setiap manusia yang memiliki usia di bawah 18 tahun. Perlindungan anak merupakan masalah bagi setiap anak di setiap negara di dunia karena situasi-situasi yang melingkupi kehidupan anak sebagai berikut (Dan O'Donnell, 2004): 1.

Terdapat lebih dari 300.000 tentara anak-anak, sebagian masih berusia 8 tahun dieksploitasi dalam konflik bersenjata di lebih dari 30 negara. Lebih dari 2 juta anak

Draft Bahan Bacaan untuk Penyusunan Modul Anak Berhadapan dengan Hukum The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) 1

1|Hal.

diperkirakan telah meninggal sebagai akibat langsung dari konflik bersenjata sejak tahun 1990; 2. Lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia hidup dalam penahanan karena berhadapan dengan hukum. 3. Diperkirakan, lebih dari 13 juta anak menjadi yatim piatu akibat AIDS; 4. Sekitar 250 juta anak terlibat dalam perburuhan anak, dengan lebih dari 180 juta bekerja dalam situasi yang berbahaya. 5. Diperkirakan terdapat 1,2 juta anak diperdagangkan setiap tahunnya. Bahkan perkiraan pada 1995 dari jumlah anak dalam perdagangan seks komersial menunjukkan terdapat 1 juta anak-anak, terutama anak perempuan, juga sejumlah anak laki-laki, memasuki industri yang bernilai miliaran dolar setiap tahun. 6. Empat puluh juta anak di bawah usia 15 menderita akibat penyalahgunaan dan penelantaran, dan memerlukan penanganan kesehatan dan perawatan. Kemudian menurut hasil Studi PBB mengenai Kekerasan terhadap anak terungkap bahwa setiap tahun 50.000 - 60.000 anak di seluruh dunia tewas dalam keluarga mereka sendiri akibat kekerasan (Carolyne Willow, 2010). Semua dokumen hak asasi manusia internasional menegaskan kembali keyakinan akan martabat dan nilai pribadi setiap manusia, dan menyatakan bahwa hak dideklarasikan berlaku untuk semua orang. Setiap orang berhak untuk menikmati hak asasi manusia dan kebebasan fundamentalnya tanpa ada pembedaan apapun seperti asal-usul sosial, kelahiran, dan status lainnya. Oleh karena itu, tujuan perlindungan anak adalah untuk mempromosikan, melindungi dan memenuhi hak-hak anak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi penelantaran, dan kekerasan seperti dinyatakan dalam KHA, konvensi hak asasi manusia lainnya, dan hukum nasional. Kegagalan memberikan upaya perlindungan kepada anak-anak dari kekerasan, penyalahgunaan, penelantaran, dan eksploitasi merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

2|Hal.

B. Pengertian Anak Pengertian anak tercantum pada Pasal 1 Konvensi Hak Anak (KHA) yang menyebutkan bahwa:

Untuk tujuan Konvensi ini, seorang anak berarti setiap manusia di bawah usia 18 tahun, kecuali apabila menurut hukum yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Menurut penafsiran Komite Hak Anak dalam Komentar Umum No. 7 Tahun 2005 mengenai Pelaksanaan Hak Pada Anak Usia Dini (Implementing child rights in early childhood), Komite menegaskan definisi ini memiliki konsekuensi bahwa setiap manusia yang belum berusia 18 tahun adalah pemegang semua hak yang dijamin dalam KHA. Dengan demikian, setiap anak berhak mendapatkan upaya-upaya

perlindungan khusus

dan

sesuai dengan kapasitas

mereka yang tengah berkembang agar anak-anak semakin dapat melaksanakan hak-hak mereka (CRC/C/GC/2005). Elemen terakhir dari penggalan definisi anak, yakni, “apabila menurut hukum yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal,” secara substantif melemahkan pelaksanaan bagian pasal lain dan

memberikan pembenaran

perbedaan penafsiran dan praktik. Hal ini secara tidak langsung merupakan pengakuan bahwa sebenarnya penetapan batas usia anak mayoritas di semua negara tidak sama (Angela Melchiorre, 2004).

Dengan kata lain, KHA menyerahkan kepada Negara untuk

memutuskan siapa yang dimaksud dengan seorang anak karena memang KHA memberikan izin Negara untuk menentukan batas usia dewasa yang lebih awal. Pada umumnya dewasa dipahami sebagai batas usia seseorang secara hukum memiliki kapasitas bertindak untuk melakukan perbuatan hukum (Catherine Beaulieu, 2008). Dalam kaitan ini, beberapa undang-undang yang berlaku di Indonesia memberikan batas usia yang berbeda-beda sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini.

3|Hal.

Judul Undang-Undang KUH Pidana KUH Perdata UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Batasan Usia Anak Belum berusia 16 tahun (Pasal 45) Belum berusia 21 tahun dan belum menikah (Pasal 330).  Syarat perkawinan bagi seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orangtuanya (Pasal 6 ayat (2));  Usia menikah 16 tahun untuk perempuan, dan 19 tahun untuk laki-laki (Pasal 7 ayat (1));  Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orangtuanya. Belum berusia 21 tahun dan belum menikah (Pasal 1 angka (2)). Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umum 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1). Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya (Pasal 1 angka (5)). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 angka (1)). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 angka (5)).

Selain undang-undang di atas, dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, batas usia dewasa diatur dalam Pasal 98 ayat (1) yang menyebutkan bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Disharmoni peraturan perundangan-undangan mengenai penetapan batas usia akan berdampak

pada potensi terjadinya pelanggaran hak anak. Penetapan batas usia anak

berkaitan dengan permasalahan dilekatkannya tanggung jawab atas setiap perbuatan hukum yang dilakukannya. Hal ini menyangkut permasalahan kapan seseorang dianggap memiliki kapasitas hukum sehingga dapat bertanggung jawab atas setiap perbuatan hukum yang 4|Hal.

dilakukannya. Seseorang dapat dianggap memiliki kapasitas hukum apabila seseorang yang dianggap telah dewasa. Dengan demikian, sangat penting untuk mendefinisikan anak secara konsisten dalam sistem hukum karena menyangkut ruang lingkup berlakunya perlindungan khusus yang menjadi hak setiap anak. Terkait dengan kapasitas untuk bertindak, badan ahli yang yang memantau Konvensi Mengenai Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dalam Rekomendasi Umum No. 21

secara eksplisit menyebutkan

bahwa

(Hedia Belhadj-El

Ghouayel, et.al. 2007):

Mengenai kesepakatan yang setara dalam perkawinan dan hubungan keluarga, tidak sahnya perkawinan anak, dan menetapkan 18 tahun sebagai usia minimal untuk menikah bagi perempuan dan laki-laki. Ini adalah usia minimal ketika kaum muda mencapai kedewasaan penuh dan memiliki kapasitas untuk bertindak. Penetapan usia merupakan masalah yang kompleks karena menyangkut perolehan hak-hak tertentu atau

kehilangan perlindungan tertentu. Hal ini

terkait

dengan

permasalahan

bagaimana menyeimbangkan konsep anak sebagai subyek hak yang tengah berkembang kapasitasnya yang

harus dihormati, sebagaimana

diakui dalam Pasal 5 dan Pasal 14,

dengan konsep kewajiban Negara untuk menyediakan perlindungan khusus (Rachel Hodgkin & Peter Newell, 2007). Penetapan usia anak perlindungan khusus

menjadi sangat penting karena permasalahan

hak atas

memiliki keterkaitan erat dengan batasan hukum usia anak, seperti

(Rachel Hodgkin & Peter Newell, 2007): 1.

Konvensi menetapkan garis yang jelas bahwa tidak ada hukuman mati atau penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan untuk mereka yang di bawah usia 18 tahun (Pasal 37 KHA);

2.

Tidak ada perekrutan anak ke dalam angkatan bersenjata atau partisipasi langsung dalam permusuhan bagi mereka yang di bawah umur dari 15 (Pasal 38 KHA). Bahkan menurut Protokol Opsional mengenai larangan

5|Hal.

keterlibatan anak dalam konflik bersenjata dan perekrutan ke dalam angkatan bersenjata bagi seseorang yang berusia di bawah 18; 3.

Penetapkan usia minimum anak untuk bekerja (Pasal 32 KHA) dan untuk tanggung jawab pidana (Pasal 40 KHA);

4.

Persyaratan menyelenggarakan pendidikan dasar wajib menyiratkan pengaturan usia (Pasal 28 KHA).

Dalam konteks ini, KHA mengakui

cara-cara anak mempergunakan hak-haknya

dan

pembatasan yang dapat diterapkan

pada pelaksanaan hak-hak anak dapat dan harus

beragam sesuai dengan usia ana. Hal ini diatur dalam Pasal 5 KHA yang menyatakan bahwa:

Negara-negara Pihak harus menghormati tanggung jawab, hak dan kewajiban orang tua, atau, jika berlaku, anggota-anggota keluarga besar atau komunitas sebagaimana ditentukan oleh adat setempat, wali hukum yang sah atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab atas anak tersebut, untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam pelaksanaan hak-hak anak yang diakui dalam Konvensi ini, dengan cara yang sesuai dengan perkembangan kemampuan seorang anak. Prinsip ini kemudian kembali diperkuat melalui aturan Pasal 12 yang menyatakan bahwa:

Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa anak-anak yang mampu membentuk pandangannya sendiri, mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak-anak tersebut, dan pendapat anak-anak dipertimbangkan sesuai dengan usia dan kematangan mereka. Di samping itu, Komite juga menekankan bahwa, ketika Negara pihak mendefinisikan usia minimum anak dalam undang-undang, maka harus melakukannya dalam konteks prinsipprinsip dasar dalam Konvensi, khususnya prinsip non-diskriminasi (Pasal 2), prinsip kepentingan terbaik anak (Pasal 3) dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup maksimum dan pengembangan (Pasal 6) (Rachel Hodgkin & Peter Newell, 2007). Hak anak atas perlindungan dari kekerasan, penyalahgunaan, penelantaran, eksploitasi tidak mengenal pembatasan keterbatasan

atau dibatasi

oleh

usia mereka.

kapasitas anak-anak untuk melindungi diri mereka sendiri

dan

Usia dan

justru sebagai

6|Hal.

pertimbangan untuk memperkuat hak anak atas perlindungan, bukan malah memperlemah (Dan O'Donnell, 2004).

C.

Pentingnya Definisi Anak yang Konsisten dalam Sistem Hukum Dalam istilah praktis, seseorang telah mencapai usia dewasa karena dianggap mampu

untuk melakukan hal-hal tertentu seperti memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum atau melakukan penandatangan suatu kontrak yang mengikat secara hukum. Hukum nasional biasanya menetapkan usia dewasa yang berbeda antara satu Negara dengan Negara yang lain. (Catherine Beaulieu, 2008). Penetapan ini akan berdampak pada hilangnya hak seseorang untuk mendapatkan perlindungan yang semestinya masih melekat padanya. Sebagai contoh ketika suatu Negara telah menentukan usia dewasa terlalu rendah, misalnya 14 tahun maka salah satu dampak langsung yang akan dialaminya adalah bahwa orang-orang yang berusia telah berusia 14 tahun bisa keluar dari ruang lingkup KHA karena mereka sudah dianggap bukan sebagai anak-anak lagi (Catherine Beaulieu, 2008). Permasalahan ini telah menjadi perhatian Komite Hak Anak yang menyatakan bahwa aturan yang terdapat dalam KHA harus memberikan keuntungan bagi semua anak sampai dengan usia 18 tahun. Dalam Kesimpulan Pengamatan yang ditujukan kepada Negara Iran pada paragraf 22, Komite Hak Anak menyatakan keprihatinan yang mendalam bahwa:

Penentuan usia dewasa untuk anak laki-laki pada usia 15 tahun dan untuk perempuan pada usia 9 tahun menunjukkan anak laki-laki dari usia 15 sampai 18 tahun dan anak perempuan dari usia 9 sampai 18 tahun tidak tercakup oleh aturan dan prinsip KHA. Atas situasi tersebut, Komite memberikan rekomendasi agar Negara Iran mengkaji kembali peraturan perundang-undangannya sehingga usia dewasa ditetapkan pada usia 18 tahun (Catherine Beaulieu, 2008). Terkait dengan permasalahan yang sama, Komite Hak Anak dalam Kesimpulan Pengamatan terhadap Laporan Negara Indonesia menyatakan bahwa memastikan tidak lagi ada perlakuan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, termasuk meningkatkan usia layak untuk menikah untuk anak perempuan agar sama dengan anak laki-laki (CRC/C/Add.223). Ketidakkonsistensian Negara Indonesia dalam menetapkan usia pertanggungjawaban pidana 7|Hal.

anak dengan standar Internasional juga menjadi keprihatinan

Komite Hak Anak karena

Negara Indonesia menetapkan usia 8 tahun bagi anak dianggap layak bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya. Atas penetapan ini Komite Hak Anak memberikan rekomendasi agar Negara Indonesia menambah usia minimal pertanggungjawaban pidana sampai pada batas usia yang dapat diterima di tingkat internasional (CRC/C/Add.223). Penting penetapan usia konsisten dengan standar internasional agar Negara dapat melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi seksual.

Konsistensi ini akan

mengurangi kerentanan anak terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual. Hal-hal yang perlu untuk mendapatkan peninjauan menyangkut (Catherine Beaulieu, 2008): 1. Usia izin seksual Usia izin seksual merujuk pada waktu seseorang dianggap secara hukum mampu untuk melakukan dan memberi izin atas aktivitas seksual dengan orang lain. Usia izin seksual disuatu Negara tertentu dapat disimpulkan dengan melihat aturan tentang tindak pidana seksualnya. Di Negara-negara yang menetapkan izin seksualnya rendah, anak-anak yang telah mencapai usia izin seksual tersebut sangat rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi, khususnya jika tidak ada aturan hukum yang mendefinisikan dan melarang berbagai bentuk eksploitasi terhadap anak. Oleh karena itu dalam mengkaji ulang peraturan perundang-undangan, Negara harus mempertimbangkan perbedaan antara: a) Aktivitas seksual yang terjadi dalam konteks perkembangan seksual anak sehingga izin seksual sangat penting; b) Aktivitas seksual yang sifatnya sangat eksploitatif. Prinsip bahwa anak sampai 18 tahun harus dilindungi dari eksploitasi seksual tidak hanya berasal dari aturan dalam KHA, tetapi secara jelas tercantum pada: a) Protokol mengenai Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Orang, Khususnya Perempuan dan Anak memberikan perlindungan khusus bagi semua anak sampai usia 18 tahun;

8|Hal.

b) Konvensi ILO No. 182 mengenai Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak menetapkan definisi anak istilah “anak”berarti semua orang yang berusia di bawah 18 tahun. 2. Usia Perkawinan Di beberapa Negara penetapan usia seseorang diperbolehkan menikah sangat rendah, bahkan kadang-kadang penetapan usia perkawinan berbeda dengan usia izin melakukan aktivitas seksual. Seringkali undang-undang mengenai penetapan kapasitas seseorang, khususnya perempuan untuk menikah dikesampingkan oleh hukum adat dan tradisi. Oleh karena itu, definisi tentang penetapan usia seseorang dianggap memiliki kapasitas untuk menikah harus disesuaikan dengan standar internasional. 3. Usia Tanggung Jawab Tindak Pidana Anak-anak di seluruh dunia sering diperlakukan sebagai penjahat karena keterlibatan mereka dalam aktivitas seperti pelacuran. Permasalahan ini menjadi lebih buruk ketika usia tanggung jawan pidana terlalu rendah. Dalam kasus seperti ini anak-anak berisiko diperlakukan sebagai pelaku kejahatan oleh para aparat penegak hikum walaupun faktanya mereka membutuhkan perlindungan. 4. Usia Minimal untuk Bekerja Anak-anak juga bisa dieksploitasi secara seksual dan komersial melalui penghambaan rumah tangga atau kerja ijon. Seorang anak anak bisa diikat kontrak untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga anak, tetapi majikan bahwa anak tersebut juga dapat dipergunakan untuk tujuan-tujuan seksual. Di Negara-negara yang memiliki ambang batas usia untuk bekerja yang rendah, anak-anak sangat rentan untuk dieksploitasi.

9|Hal.