Peran Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Di SLBN Bintan
Andi Setiawan, Suryaningsih, Emmy Solina Email :
[email protected] Program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Dalam kaitanya dengan penelitian memahami situasi sosial secara mendalam adlah untuk mengungkapkan secara cermat permaslahan yang berkaiatan dengan maslah penelitian, yaitu bagaimana peran orangtua terhadap anak tunagrahita di SLB Bintan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai macam jenis anak disablitas atau anak berkebutuhan khusus, anak-anak tunagrahita merupakan salah satu kelompok murid yang sangat menyulitkan bagi orangtua dalam proses belajar-belajar disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang mereka miliki baik secara intelektual dalam hal kelemhan daya tangkap dan daya ingat mereka serta keterbatasan dalam hal berkomunikasi, Orangtua murid menunjukkan adanya berbagai trik yang dilakuakan mereka agar anak mereka mau belajar baik di sekolah maupun di rumah dengan cara memberi jajan lebih dan juga menggambarkan lukisan agar anak lebih mengingat pelajaran. Orangtua murid melakuakan peran mereka dengan baik dalam mengajarkan anak mereka tentang kebersihan rumah, cara bekerja dengan baik, dan merespon pembelajaran yang diajarkan tapi orangtua murid tidak lelah ataupun letih dengan terus melatih anak mereka dalam keseharian anak baik di lingkungan keluarga maupun sekola. Orangtua sadar akan kekurangan anak mereka, yang meskipun adanya perbedaan pendapat antara orangtua, guru dan murid, hal ini tidak sampai menyebabkan adanya kekerasan yang dialami oleh murid dalam pendidikan anak di sekolah karena saling memahami satu sama lainya. Kata kunci: Peran Orangtua, Pendidikan
PENDAHULUAN Peran keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak. Di dalam suatu keluarga peran orang tua sangatlah penting bagi seseorang anak, hal tersebut dikarenakan dengan peran yang dimiliki oleh orangtua tersebut maka aka dapat mempengaruhi prilaku anak. Ketika anak ingin 1
berprilaku maka anak tersebut akan menyesuaikan prilakunya dengan prilaku orang – orang disekitarnya. Setiap orangtua tentu akan memiliki perasaan berbahagia dan bangga bila memiliki anak sehat, cerdas, seperti kebanyakan anak lainya, namun bagaimana dengan perasaan orangtua yang memiliki anak kebutuhan khusus, bagi orangtua anak berkebutuhan tersendiri, dan tidak dapat disamaratakan dngan orangtuanya lanya. Sebelum banyak yang tau adanya sekolah SLB banyak anak ABK yang tidak sekolah, ketika adanya sosialisasi ke masyarakat baru orangtua yang mempunyai anak ABK ingin menekolahkan anaknya ke SLB negeri bintan orangtua menyadari bahwa anak ABK masih bisa untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak umumnya. Pendidikan berkebutuhan khusus memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap anak berkebutuhan atau kelainan, emosional, mental dan sosial untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuaidengan kebutuhan dan kemampuanya, layanan khusus adalah pengajaran yang di rancang untuk merespon karakteristik unik anak yang memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat diakomodasi, seperti: 1. Anak dengan hambatan komunikasi, interaksi dan bahasa (HMKIB). 2. Anak dengan hambatan persepsi motoric dan mobalitas (HPMM) 3. Anak adalah hambatan emosi dan prilaku (HEP) 4. Anak dengan hamabatan kecerdasan dan akademik (HKA) (Tunanetra, tunarungu-wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras) Jadi apabila diantara mereka ada yang mengalami ketidak sempurnaan dalam kehidupan sebagai manusia normal pada umumnya maka, sebalinya mereka 2
telah mendapatkan kelebihan yang diberikan tuhan. Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian khusus di bidang masing-masing. Walaupun keadaan yang yang serba terbatas tetapi mereka ingin membuktikan pada dunia bahwa dia juga bisa seperti yang lainya “normal”. Keadaan serba terbatas didalam sistem kerja saraf anak berkebutuhan khusus (tunagrahita) yang dominan, seperti halnya kesulitan dalam belajar / keterampilan kognitif (pengertian), kesulitan berbahasa, maupun motoric (gerak reflek), dan hubungan dengan kemasyarakatan atau dengan istilah lain disebut “ganguan kualitatif”. Pada anak tuna grahita hal itu ddapat kita pahami mungkin disebabkan oleh lebih dari sekedar perkembangan yang lambat, seperti cacat mental, sensorik atau motoric. Anak adalah titipan tuhan yang maha kuasa, karena itu nasib anak masa depan anak adalah tanggung jawab kita semua. Tetapi tanggung jawab utama terletak pada orangtua masing-masing. Orangtualah yang pertama berkewajiban memelihara, mendidik dan membesarkan anak-anaknya agarmenjadi manusia yang berkemampuan dan berguna. Peran orangtua selanjutnya adalah memberikan niai-nilai pendidikan kepada anaknya. Meningkatkan pembelajaran anak kebutuhan khusus sangat di butuhkan bagi mereka semua karna selama ini mereka yang mempunyai kekurangan fisik tidak dapat mendapatkan pendidikan yang layak. Pembelajaran sudah ada sejak yang tercantum dalam pembukaan UUD 1995 alenia 4 dan pasal 31 berbunyi “setiap warga Negara Indonesia berhak mendapat pendidikan dan pengajaran, artinya pendidikan dan pengajaran bukan hanya saja diberikan kepada warga Negara yang normal melainkan juga kepada warga Negara yang memiliki 3
kebutuhan khusus seperti yang tertuang dalam UU Sidiknas, No. 20 tahun 2003 pada pasal 5 ayat 2 yang berbunyi warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosioal, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh kebutuhan khusus. Sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Fenomena yang ada di SLB N BINTAN siswa dan siswi sangat berbakat anak selalu di ajarkan keerampilan dan kesenian yang mereka sukai. Setiap hari anak-anak selalu di ajarkan di setia bidangnya masing-masing, sampai mereka bisa dan menguasai, sebelum mereka masuk di sekolah SLB mereka belum bisa memahami apa itu kesenian, olahraga, dan keterampilan. Ketika orangtua mereka membawanya ke sekolah SLB anak diajarkan dan di bombing dan selalu di beri pengetahuan sampai akhirnya mereka paham, cara pengajaran harus sabar sebab anak SLB bukan seperti anak normal, orangtua pun di ikut sertakan dalam pengajaran, sampai anak bisa memahaminya, sehingga dapat bahwa orangtua harusla lebih berperan aktif dalam mengembangkan pendidikan dan pembelajaran anak. Dari hal di atas tujuan di lakukannya penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana peran orangtua terhadap anak tunagrahita di SLB Negeri Bintan.
BAHAN DAN METODE Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode kualitatif. Menurut Sugiyono (2008:292) pada umumnya alasan menggunakan metode kualitatif yaitu permasalaan belum jelas, holistic, kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Selain itu peneliti bermaksudmemahami situasi sosial secara mendalam. 4
Penelitian ini di laksanakan di SLBN BINTAN yang berlokasi di Jl. Berdikasri. Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian ingin mengetahui bagaimana peran orangtua dalam menjalankan peranya terhadap anak tunagrahita. Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan berupa penelitian deskriptif kualitatif yaitu menganalisa data yang diperoleh di lapangan dalam bentuk kualitatif dan diberi penjelasan kesimpulan dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan atau kalimat logis yang berkaitan dengan peran orangtua terhadap anak tunagrahita. Analisis data dalam penelitian ini yang peneliti dilakukan berdasarkan acuan dari pendapat Miles dan Huberman (Sugiono, 2008:246) yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas hingga data sampai jenuh data diperoleh dilapangan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi jumlah yang cukup banyak untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan daya tangkap rendah (kemampuan intelektual rendah), dalam hal belajar, sulit berkmunikasi, merawat diri sendiri. Untuk melakukan pendidikan terhadap anak tunagrahita hars melakukan pendidikan khusus yang spesifik, secara sederhana anak tunagrahita ada jenisnya, ada anak tunagrahita ringan dan anak tunagrahita berat.
5
Di kabupaten Bintan fasilitas pendidikan formal yang memberikan pelayanan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus tergolong atau bisa dikatakan nasih sangat minim, bagaimana tidak di kabupaten Bintan hanya terdapat satu-satunya lembaga pendidikan formal yang memberikan layanan pendidikan khusu yaitu SLB Negeri Bintan. Tenaga pendidik di SLB Negeri Bintan sangat bekerja ekstra dalam membimbing anak-anak terkadang semua itu tidak bisa terkaper dengan baik, dalam proses belajar satu kelas anak bisa mencapai 8 anak dengan karakter anak tunagrahita yang berbeda-beda tingkat kelainannya. Disini tenaga pendidik harus lebih sabar dan paham dengan sifat-sifat anak yang dihadapinya, dalam mengajar anak tunagrahita bukan lah hal mudah tenah-ga pendidik harus memahamicara berkomunikasi dengan anak dan pemahaman yang sangat rendah. Peran orangtua adalah hal penting sebagaimana kita ketahui bahwa penyelenggaraan pendidikan itu dapat dilaksanakan dilingkungan keluarga, Sekolah dan masyarakat. Oleh karen itu tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orangtua, pemerintah, dan tokoh-tokoh masyrakat. 1. Peran Pendidik Orangtua Murid di Dalam Rumah Berhubungan dengan hal ini peran orangtua tidaklah hanya mendidik dilingkungan saja, baik di sekolah maupun dikeluarga orangtua harus ekstra dalam mendidik anak terlebih lagi anak yang berkebtuhan khusus (abnormal) yaitu anakanak yang memiliki kekurangan baik secara fisik maupun secara intelektual seperti salah satunya yang menjadi perhatian peniliti dalam penelitian ini yaitu anak-anak Tunagrahita yang mengenyam pendidkan di SLB Negeri Bintan. Anak6
anak tunagrahita yang pada dasarnya memiliki kekurangan baik secara fisik, mental maupun intelektual, sehingga memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi yaitu dalam hal berbicara maupun dalam kemampuan menyerap pelajaran yang diberikan di sekolah. Dengan keberadaan lembaga pendidikan formal yaitu SLB Negeri Bintan tidak membuat keluarga khususnya
para orangtua yang memiliki anak-anak
tunagrahita berpangku tangan dan menyerahkan tugas pendidikan semata-mata kepada pihak sekolah. Menurut Setiadi (2008 : 50) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran ayah sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Dari keterangan informan para orangtua tidak hanya mengharapkan pembelajaran dari sekolah saja melainkan juga melatih dan mengajarkan kegiatan rumah pada anak mereka, orangtua murid melakukan peran mereka dengan baik dalam mengajarkan anak mereka tentang kebersihan rumah cara bekerja dengan baik, dan kerapian maupun kebersihan pada diri sendiri meskipun anak mereka lamban merespon pembelajaran yang di ajarkan tapi orangtua murid tidak lelah ataupu letih dengan terus melatih anak mereka dalam keseharian anak baik dilingkungan keluarga maupun sekolah, peran keluarga memang harus berperan aktif ketimbang guru karena orangtua lah lebih mengetahui watak anak mereka.
7
Menghadapi anak-anak tunagrhita dengan kondisi yang demikian tentunya juga menyulitkan bagi guru-guru di SLB Negeri Bintan dalam proses pembelajaran, seperti dalam memberikan materi dalam pelajaran, hal ini disebabkan oleh kesulitan guru dalam menjalin komunikasi dengan murid yaitu anak-anak tunagrahita yang memiliki daya tangkap yang rendah. Berkaitan dengan hal ini dapat dicermati dari penuturan informan yaitu salah seorang guru di SLB Negeri Bintan. Dalam hal ini guru juga memiliki peran seperti orangtua dalam pendidikan anak dan guru harus menjalankan peran dengan baik layaknya orangtua karena harapan orangtua murid sangat besar terhadap guru baik di sekolah maupun diluar sekolah. Wiirutomo (1981 : 99-101) mengemukakan bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang diharapkan menjalankan kewajibankewajiban yang berhubugan dengan peranan yang di pegangnya. Menurut peran diatas wajib mengajarkan anak mengenai sikap, nilai, dan tingkah laku mereka dalam keseharian sehingga anak bisa bertanggung jawab dalam beraktifitas inilah yang patut diajarkan orangtua dan guru pada anak meskipun anak memiliki kekurangan pada pemikiran dan wawasannya yang kurang juga daya tangkap yang lemah membuat anak tunagrahita terlihat beda pada anak-anak lainnya disinilah bisa kita lihat fungsi keluarga berjalan dengan baik atau malah sebaliknya berjalannya fungsi tersebut tentunya melakukan interaksi pada anak. 2. Adanya Komunikasi antara Murid dan Guru
8
Assoiatif yang merupakan interaksi yang mengarah pada bentuk persatuan, bersifat menguatkan ikatan sosial, cendrung berkellanjutan karena didasarkan kebutuhan yang nyata dari setiap individu atau pelaku interaksinya, seperti halnya dalam proses belajar mengajar, anak memliki kebutuhan mendapatkan pendidikan dari orangtua, lalu terjadi saling tukar informasi antara orangtua dan anak yang terdapat transfer nilai didalamnya, dan tidak terjadi pemaksaan secara fisik dan mental dari masing-masing individu, yang pertama dalam bentuk kerja sama. Asimilasi merupakan sebuah proses interaksi sosial assositif dimana individu mencoba untuk menerima informasi dan menyesuaikan diri dengan situasi sekitarnya. 3. Interaksi Murid dan Orangtua yang Bertolak Belakang Bertolak belakang dengan bentuk interaksi sosial assosiatif, bentuk interaksi sosial disosiatif merupakan bentuk interaksi sosial yang mengarah pada perpecahan. Pada sub bab ini peneliti akan memaparkan tentang bentuk interaksi disosiatif yang terjadi antara Orangtua, Guru dan Anak SLB N Bintan berdasarkan tiga indikator yaitu persaingan, kontraversi dan konflik. Dari pendapat beberapa guru di SLB Negeri Bintan dengan orangtua murid tetpi hal ini tidak berkepanjangan karena mengutamakan kepentingan anak mereka.
Seorang
pedagang
dalam
mengklasifikasikan
anak
tunagrahita
dikelompokkan menjadi anak tunagrahita maupun didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat. Anak tunagrahita mampu dididik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui 9
pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehinga tidak munggkin mengikuti program yang di peruntukan bagi anak tunagrahita mampu dididik (Muhammad Efendi, 2006 : 90). Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus dirinya sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Anak tunagrahita mampu rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (Muhammad Efendi, 2006 : 91). Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang berkebutuhan khusus dan terdiri dari berbagai gradasi. Orangtua memiliki tanggung jawab dalam kesuksesan anaknya sehingga orangtua memilih sekolah sebagai proses pendewasaan dan melatih kemandirian anak tunagrahita. Sekolah mengajarkan beranekaragam ketermpilan dan ilmu. Guru di sekolah adalah orang yang sangat berpengaruh dan memiliki peran yang sangat mendukung bagi kesuksesan anak tunagrahita.
KESIMPULAN Dari analisis terhadap hasil temuan dilapangan, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut: 1. Orang tua memberikan pembelajaran di rumah dengan mengeleskananak dan mengikuti pengajian. Selain itu para orang tua juga mendididk anak10
anak mereka agar memiliki kemandirian seperti mengajarkan ank mereka memakai baju sendiri, mencuci piring, dn melakukan pekerjaan rumah lainya. 2. Para orang tua tidak hanya mengharapkan pembelajaran dari sekolah saja melainkan juga melatih dan mengajarkan kegiatan rumah pada anak mereka, orang tua murid melakukan peran mereka dengan baik dalam mengajarkan anak mereka tentang kebersihan rumah, cara bekerja dengan baik, dan kerapian maupun kebersihan pada diri sendiri meskipun anak mereka lamban merespon pembelajaran yang diajarkan tapi orangtua murid tidak lelah ataupun letih dengan terus melatih anak mereka dalam keseharian anak baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. 3. Orangtua mereka puas dengan kegiatan anaknya sehari-hari dalam membantu keluarga mereka juga merasa bangga kepada anak mereka karena dapat membantu mereka baik dirumah maupun bekerja, meskipun anak tunagrahita memiliki kekurangan daya tangkap yang lemah sehingga sulit untuk mengingat pelajaran tetapi orangtua murid melakukan peran mereka tanpa merasa lelah walaupun dalam keadaan capek setelah kerja, anak dapat mengerti keadaan orangtua hal ini merupakan penanaman nilai di dalam keluarga. 4. Interaksi yang berjalan setiap harinya terhadap anak yang bersifat disosiatif tidak sampai mengalami konflik antara anak, guru dan orang tua hanya ada beberapa perbedaan pendapat antara guru dan oaring tua dalam proses belajar, tetapi pada akhirnya orangtua sadar akan kekurangan anak 11
tersebut, pihak sekolahpun memberikan perjanjian kontrak belajar terhadap orangtua agar bisa mengerti keadaan anak dengan kesulitan daya tangkap pada anaknya.
DAFTAR PUSTAKA Wirutomo, Paulus, 1981, pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali Press. Berger, Peter L. 1985, Humanisme Sosiologi< Jakarta: Inti Sarana Aksara. Khairuddin, 2002, Sosiologi Keluarga, Yogyakarta: Liberty. ------------, 2008, Sosiologi Keluarga, Yogyakarta: Liberty. Setiadi, 2008, Keperawatan Keluarga, EGC, Jakarta. Soerjono Soekanto,2009, Peranan Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers, Jakarta. Kartono, Kartini, 1992, Psikologi Wanita Jilid I (Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa). Bandung: Mandar Maju. Purwanto, 2011, Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Agus Salim, (2008), “Buku Pintar Sepak Bola”, Bandung: Nuansa. Suharmini,Tin, 2009, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Kanwa Publisher. Mohammad Efendi, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono, 2012, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta. ----------, Metode Penelitian, Bandung: Alfabeta. Soekanto, Soerjono, 1982, Sosilogi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali. Arikonto, Suharsimi, 2002, Prosedur penelitian Sustu Pendekatan Praktek, Yogyakarta: Rineka Cipta. 12