PERANAN FORENSIC AUDITING DALAM PENEGAKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Oleh : Muh. Muh Arief Effendi,SE,MSi,Ak,QIA Effendi SE MSi Ak QIA (Senior Auditor Operasional PT. Krakatau Steel , Dosen Luar Biasa FE Universitas Trisakti, Trisakti School of Management (STIE) Trisakti & Universitas Bakrie Jakarta)
KULIAH UMUM
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG, 22 MEI 2010
TOPICS ¾What is Good Corporate Governance (GCG)? ¾What is Forensic Auditing ? ¾Role of Forensic Auditing on Implementing GCG ¾Fraud Terminology. ¾Auditor responsibility p y to investigate g of fraud. ¾The “Four” phase of forensic audit process
GOOD CORPORATE GOVERNANCE : BACKGROUND 1. Penggunaan perusahaan sebagai kendaraan (vehicle) untuk mendapatkan dana murah dari masyarakat. 2 Ketidakterbukaan atas informasi bisnis yang berisiko. 2. berisiko 3. Penggunaan nama perusahaan untuk pinjaman pribadi. 4. Keputusan bisnis yang diambil karena moral hazard. 5 Intervensi pemegang saham atau pihak lain (termasuk Pejabat, 5. Pejabat partai politik) dalam kegiatan perusahaan. 6. Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan. 7 Perusahaan “highly 7. highly leveraged” leveraged tidak mempertimbangkan service capacity. 8. Diversifikasi dan ekspansi usaha yang tidak hati-hati (prudential). 9. Risiko tidak dikelola secara hati-hati. 10. Diabaikannya hak-hak pemegang saham minoritas (minority interest).
CORPORATE GOVERNANCE REFORM IS A WORLDWIDE PHENOMENON Corporate governance codes during the last decade Date code published (latest code)
Pre-1997 Australia (2002) Canada (2004) France (2002) Ireland (1999) New Zealand 1997 (2000) Finland (2000) South Africa (2002) Japan J (2001) Spain (2003) Kyrgyz Republic Sweden (2001) Netherlands UK (2003) (2003) US (2003) Sri Lanka Thailand
Source: ECGI; web sites; clippings
1998 Belgium (2000) Greece (2001) Germany (2003) India (2003)
2002 1999 Austria Brazil (2002) Chile China, Hong Kong (2001) 2000 Colombia 2001 Italy (2002) Denmark (2001) Pakistan Argentina Indonesia (2001) Kenya (2000) Poland China,, Philippines Phili i Malaysia l i Russia i mainland (2002) Mexico Slovakia Czech Republic Romania (2002) Portugal Switzerland Malta Singapore (2001) South Korea Peru (2002)
2003 Cyprus Mauritiu s Oman Turkey
PREMIUM INVESTORS WOULD PAY FOR A WELLGOVERNED COMPANY VARIES BY COUNTRY Average premiums of those investors willing to pay premium
41
39 38
25 25 24 24 24 23 23 22 22 22 21 21 21 20 20 19 19 18
16 15 14 14 13 13 13 12 11
Morocco Egypt Russia Turkey Indonesia China Argentina Venezuela Brazil Poland India Malaysia Philippines P So outh Africa Japan Singapore Colombia So outh Korea Thailand Mexico Taiwan Chile Italy Sw witzerland U.S. Spain Germany France Sweden U.K. Canada
27
Source : Advanced Risk Management Workshop, The World Bank, Washington, DC, May 2004
PROGRESS ACROSS THE REGION ON SOME ISSUES Independent director and audit committee requirements 1997 Independent directors?
2003
Audit committees?
China Hong Kong
9
India Indonesia Malaysia
9
9
9
9
Philippines Singapore South Korea Taiwan Thailand Source: Asian Corporate Governance Association
Independent directors?
Audit committees?
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Good Governance in ASEAN Countries Angka CPI Indonesia Diantara Negara-negara ASEAN
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 2001
2002
Indonesia
2003 Filipina
2004
2005
Thailand
2006 Malaysia
Source: Tranparency International, 2008
2007
2008
Singapura
CORRUPTION PERCEPTION INDEX (CPI) 2009
ASEAN COUNTRIES
Good Governance in the World P Persentase t Penyuapan P Dalam D l P Pelayanan l P Publik blik
Quintile
Countries/Territories
Topp qquintile: Albania, Cambodia, Albania Cambodia Cameroon, Cameroon FYR Macedonia, Macedonia Kosovo, Kosovo More than 32% Nigeria, Pakistan, Philippines, Romania, Senegal % of Second quintile: Bolivia, Dominican Republic, Greece, India, Indonesia, Lithuania, respondents 18 – 32% Moldova Peru Moldova, Peru, Serbia Serbia, Ukraine reporting Third quintile: 6 – Bulgaria, Croatia, Czech Republic, Luxembourg, Malaysia, they paid a 18% Panama, Russia, Turkey, Venezuela, Vietnam bribe to obtain a Fourth quintile: 2 Argentina, Bosnia-Herzegovina, Finland, Hong Kong, Ireland, service – 6% Portugal, South Africa, Spain, United Kingdom, United States Bottom quintile: Austria, Austria Canada, Canada Denmark, Denmark France, France Iceland Iceland, Japan Japan, South Korea, Korea Less than 2% Netherlands, Sweden, Switzerland Source: Transparency International Global Corruption Barometer 2007.
Mengapa GCG harus diimplementasikan dii l t ik ?
Company
Company
Bad Corporate Governance
Good Corporate Governance
GCG in Simple Terms
For the balanced interests of shareholders and other stakeholders Based B d on th the principles i i l TARIF : Transparency Accountability Responsibility Indepedency Fairness
GCG
Doing the right thing D i the Doing th thi thing right i ht THE RIGHT WTPP : In the Right Way At the Right Time In the Right Place By the Right People
MELAKUKAN APA YANG DITULIS DAN MENULISKAN APA YANG DILAKUKAN
ISO CONCEPT
GOOD CORPORATE GOVERNANCE : DEFINITION SISTEM (SYSTEM): Mengatur bagaimana korporasi diarahkan dan dikendalikan untuk meningkatkan kemakmuran bisnis secara accountable untuk mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tidak mengabaikan kepentingan stakeholder lainnya. STRUKTUR (STRUCTURE): Memberikan kejelasan fungsi, hak, kewajiban dan tanggungjawab antara pihak-pihak pihak pihak yang berkepentingan atas korporasi korporasi, mencakup proses kontrol internal dan eksternal yang efektif serta menciptakan keseimbangan internal (antar organ perusahaan) dan keseimbangan eksternal (antar stakeholders) (Sumber : OECD Principles, 2004)
GOOD CORPORATE GOVERNANCE : BENEFIT • Pengelolaan sumber daya (resources) perusahaan secara amanah dan bertanggungjawab, yang akan meningkatkan kinerja perusahaan secara berkelanjutan (sustainable company). • Perbaikan citra (image) perusahaan sebagai agen ekonomi yang bertanggungjawab (good corporate citizen) sehingga meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm). • Peningkatkan keyakinan investor terhadap perusahaan sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi. investasi • Memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing • Melindungi Direksi dan Dewan Komisaris dari tuntutan hukum
FORENSIC AUDITING : OVERVIEW Forensic auditing is a new discipline in the modern auditing. Dalam Forensic Auditing memerlukan alat bantu (tool) Ilmu g) Akuntansi Forensik ((Forensic Accounting). Akuntansi Forensik merupakan integrasi antara akuntansi (accounting), teknologi informasi (information technology) dan ketrampilan investigasi (investigation skill).
FORENSIC AUDITING : P i i Prinsip-prinsip i i Forensic audit adalah tindakan mencari kebenaran, melalui aktivitas investigasi. Aktivitas investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan. Semakin kecil selang (gap) antara waktu terjadinya fraud dengan waktu untuk ‘merespons’ maka kemungkinan bahwa suatu fraud dapat terungkap g akan semakin besar. Auditor mengumpulkan fakta-fakta sehingga bukti-bukti (evidence) yang diperolehnya tersebut dapat memberikan kesimpulan sendiri/bercerita. sendiri/bercerita
FORENSIC AUDITING : P i i Prinsip-prinsip i i Bukti fisik (physical evidence) merupakan bukti nyata. Bukti tersebut sampai kapanpun akan selalu mengungkapkan hal yang sama. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara (interview) d dengan saksi k i akan k sangatt dipengaruhi di hi oleh l h kelemahan k l h manusia. Jika auditor mengajukan pertanyaan (kuesioner) yang cukup kepada sejumlah orang yang cukup, maka akhirnya akan mendapatkan jawaban yang benar. Informasi merupakan nafas dan darahnya investigasi.
PERANAN FORENSIC AUDITING DALAM IMPLEMENTASI GCG Auditor Internal merupakan salah satu pilar GCG yang memiliki peran cukup penting dalam implementasi GCG, terutama dari aspek pengendalian. Auditor Internal dapat berperan untuk mendorong implementasi GCG melalui pencegahan, pendeteksian & penginvestigasian tindak kecurangan (fraud) yang terjadi di suatu organisasi / perusahaan. Melalui teknik forensic audit maka Auditor Internal ( (termasuk k Auditor A di Ek Eksternal) l) dapat d mengungkap k terjadinya j di fraud lebih cepat dan lancar, dibandingkan dengan audit tradisional.
FRAUD TERMINOLOGY ¾ Fraud : tindakan kriminal (crime) yang dilakukan secara sengaja oleh sesorang atau beberapa orang berupa kecurangan / ketidakberesan (irregularities) atau penipuan yang melanggar hukum (illegal act) untuk mendapatkan keuntungan atau mengakibatkan kerugian suatu organisasi / perusahaan. ¾ Fraud dapat dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan. ¾ Fraud F d umumnya dilakukan dil k k oleh l h orang d dalam l perusahaan h (i (internal t l fraud) f d) yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan. ¾ Internal fraud : Employee fraud & Fraudulent financial reporting
PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT FRAUD Internal fraud : ¾ Employee fraud . ¾ Management Fraud : Fraudulent financial reporting. Eksternal fraud : ¾ Supplier pp / Vendor. ¾Customer ¾Auditor Independen / KAP ¾Bank, Pajak, Instansi Pemerintah dll
AKSIOMA DALAM FRAUD
Fraud pada hakekatnya selalu tersembunyi. ¾ Tidak ada keyakinan absolut yang dapat diberikan bahwa fraud benar-benar terjadi atau tidak terjadi. terjadi
Pembuktian fraud secara timbal balik (reverse proof /audit dua sisi) : ¾ Untuk mendapatkan bukti bahwa fraud tidak terjadi, auditor harus juga berupaya membuktikan fraud telah terjadi. ¾ Untuk mendapatkan bukti bahwa fraud telah terjadi, auditor harus juga berupaya membuktikan fraud tidak terjadi.
Hanya pengadilan (hakim) yang menetapkan final bahwa fraud memang terjadi, bukan auditor. ¾ Bersalah atau tidaknya seseorang adalah merupakan dugaan atau bagian dari “teori”, sampai pengadilan memberikan keputusan.
PROSES & UNSUR FRAUD Proses fraud : 11. penc pencurian rian (theft). (th ft) 2. konversi (conversion) . 3 pengelabuhan 3. l b h / penutupan t ((concealment). l )
Unsur-unsur fraud : 1. 2. 3. 4.
Minimal ada dua pihak (collussion), tindakan penggelapan (false representation). dilakukan dengan sengaja. menimbulkan kerugian nyata atau potensial
PENYEBAB / FAKTOR PEMICU FRAUD 1. Tekanan (Unshareable pressure/ ncentive) merupakan motivasi seseorang melakukan fraud, misalnya motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi) dan nilai (values). 2. Adanya kesempatan (Perceived Opportunity) : kondisi yang memungkinkan seseorang melakukan / menutupi tindakan i d k tidak id k jujur. j j 3. Rasionalisasi (Rationalization) atau sikap (Attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri.
SEGITIGA FRAUD (THE FRAUD TRIANGLE)
JENIS JENIS FRAUD JENIS-JENIS 1. Pemalsuan (Falsification) data dan tuntutan palsu (illegal act). 2. Penggelapan kas (embezzlement cash), pencurian persediaan/aset ((Theft p f off inventoryy / asset)) dan kesalahan (false) atau misleading catatan & dokumen. 3. Kecurangan Komputer (Computer fraud) : tindakan ilegal yang mana pengetahuan tentang teknologi komputer adalah esensial untuk perpetration, investigation atau prosecution.
KATEGORI FRAUD 1. Penyalahgunaan wewenang/jabatan (Occupational Frauds); kecurangan yang dilakukan oleh individuindividu yang bekerja dalam suatu organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. 2 Kecurangan Organisatoris (Organisational Frauds); 2. kecurangan yang dilakukan oleh organisasi itu sendiri demi kepentingan/keuntungan organisasi itu. 3. Skema Kepercayaan (Confidence Schemes). Dalam kategori g ini, p pelaku membuat suatu skema kecurangan dengan menyalahgunakan kepercayaan korban.
KATEGORI FRAUD Fraud yang dilakukan demi keuntungan suatu organisasi, misalnya : 1. Penjualan asset fiktif. 2. Pembayaran y yang y g tidak syah, y , seperti p p penyuapan, y p ,p pemberian komisi,, donasi politis, pembayaran kepada pejabat, pelanggan atau pemasok. 3. Dengan sengaja melakukan penilaian yang salah atas transaksi, asset, pendapatan atau kewajiban. 4. Dengan sengaja melakukan transaksi hubungan istimewa. 5. Dengan sengaja tidak mencatat (unrecorded) atau tidak menjelaskan informasi yang signifikan sehingga gambaran keuangan dari suatu organisasi i i tidak tid k menggambarkan b k apa yang senyatanya. t 6. Melakukan aktivitas bisnis yang bertentangan dengan peraturan perundangan Pemerintah. 7 Kecurangan dibidang perpajakan (Tax Fraud). 7. Fraud)
KATEGORI FRAUD Fraud yang dilakukan dengn jalan merugikan suatu organisasi, misalnya : 1 Menerima 1. M i uang suap atau t komisi. k ii 2. Pengalihan keuntungan yang akan diterima oleh organisasi (perusahaan) kepada seseorang di dalam ataupun diluar perusahaan. 3. Dengan sengaja menyalahgunakan harta kekayaan organisasi (perusahaan) dan memalsukan catatan-catatan catatan catatan keuangan. 4. Dengan sengaja menyembunyikan atau salah (falsifikasi) menyajikan data atau kejadian. kejadian 5. Tuntutan atas imbalan jasa atau barang yang tidak diberikan kepada organisasi (perusahaan) tersebut.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA FRAUD ¾ Pengendalian intern suatu organisasi (perusahaan) tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif. ¾ Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka. mereka ¾ Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah h ti tindakan d k fraud. f d ¾ Model manajemen sendiri melakukan fraud, tidak efsien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.. ¾ Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan , biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan. ¾ Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi fraud .
SYMPTOMS ¾ Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan buktibukti tidak sifatnya y langsung. g g ¾ Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala gejala-gejala gejala (symptoms) sbb : 1. Adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang. 2 Dokumentasi 2. D k t i yang mencurigakan. i k 3. Keluhan dari pelanggan (customer) / pemasok (supplier). 4. Kecurigaan dari rekan sekerja.
SYMPTOMS ¾ Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi / keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. ¾ Karakterikstik yang bersifat kondisi / situasi tertentu, pperilaku / kondisi seseorangg personal p tersebut dinamakan Red flag (Fraud indicators).
WARNING SIGNS ¾ Warning sign timbulnya fraud dapat diketahui oleh Auditor Internal pada saat melakukan audit kinerja (performance audit), audit keuangan (financial audit) maupun audit operasional (operational audit) berupa red flag atau fraud indicator. ¾ Dalam hal perencanaan audit (audit plan) guna mencari informasi tentang masalah-masalah keuangan yang dihadapi para karyawan atau k flik yang tterjadi konflik j di antara t perusahaan h d dan karyawan sebagai warning sign
WARNING SIGNS Auditor harus waspada apabila memperoleh informasi sebagai b ik : berikut ¾ Terdapat perubahan yang tidak biasa pada perilaku dan pola hidupp karyawan y yang y g mengelola g aktiva-aktiva pperusahaan yang rentan terhadap penyalahgunaan. ¾ Karyawan yang menangani aktiva-aktiva perusahaan menghadapi h d i kesulitan k li keuangan. k ¾ Karyawan yang mengelola aktiva-aktiva perusahaan ternyata tidak disenangi g oleh karyawan-karyawan y y lain.
LEGAL ASPECT Banyak kasus fraud tidak dapat dibawa ke sidang pengadilan karena barang bukti yang ditinjau dari aspek hukum (legal aspect) tidak memadai. Alasannya adalah bukti yang dikumpulkan pada kasus fraud sangat kompleks dan memerlukan perlakuan / pengujian khusus. Oleh karena itu bukti harus ditangani secara hati-hati untuk mencegah penolakan dalam pengadilan dan agar diperhatikan aspek hukum sehingga apabila digunakan sebagai bahan bukti memiliki kekuatan hukum yang vaild.
FORENSIC AUDIT : Tanggung Jawab Auditor Independen Statements on Auditing Standards (SAS) No. 82: ¾ Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. ¾ Diterbitkan oleh ASB pada Februari 1997. ¾ Auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. ¾ setiap melakukan audit auditor harus menilai risiko (assessment of risk) kemungkinan terdapat salah saji material (material misstatement) pada laporan keuangan yang disebabkan oleh fraud.
FORENSIC AUDIT : Tanggung Jawab Auditor Independen Statements on Auditingg Standards No. 99 (Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit). ¾ Revisi dari SAS No. 82, diberlakukan efektif untuk audit laporan keuangan setelah tgl 15 Desember 2002 2002. ¾ Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mendapatkan reasonable assurance bahwa b h laporan l keuangan k bebas b b d darii salah l h saji ji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan error maupun fraud. fraud ¾ Terdapat perubahan penting terhadap prosedur audit serta dokumentasi yang harus dilakukan oleh auditor . ¾ Menegaskan M k agar auditor di independen i d d memiliki iliki iintegritas i serta menggunakan professional skepticism melalui critical assessment terhadap audit evidence yang dikumpulkan.
FORENSIC AUDIT : Tanggung Jawab Auditor Independen Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Standar Auditing Seksi 110 : Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen Independen” “Tanggung •
Pada paragraf 2, auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
•
Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor d dapat t memperoleh l hk keyakinan ki memadai, d i namun b bukan k mutlak, tl k b bahwa h salah saji material terdeteksi.
•
Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
FORENSIC AUDIT : T Tanggung JJawab bA Auditor dit IInternal t l Menurut Standar Profesi Audit Internal (2004 : 66-67) , dalam melakukan investigasi, auditor internal diwajibkan : a. Melakukan M l k k asesmen yang seksama k atas t kkemungkinan ki tterjadinya j di f d fraud. b. Meyakini bahwa pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk menangani investigasi ini secara kelompok memang dimiliki oleh auditor internal. c Membuat suatu alur prosedur untuk mengidentifikasi : siapa yang terlibat (pelaku c. fraud), sejauhmana luasnya fraud, kapan dan dimana dilakukan serta bagaimana teknik fraud yang dipakai dan tentunya juga berapa potensi kerugian yang diderita akibat perbuatan fraud tadi. d. Dalam melakukan investigasi diharapkan auditor internal selalu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, misalnya bagian Personalia, Hukum, Security dan lain sebagainya. g y e. Untuk menjaga reputasi organisasi, pelaksanaan investigasi agar menjunjung tinggi harkat dan martabat personil yang diinvestigasi.
FORENSIC AUDIT : I Investigation ti ti Technique T h i Agar forensic audit yang dilakukan oleh auditor internal & auditor eksternal dapat optimal, serta menghasilkan pembuktian yang meyakinkan maka auditor harus menguasai beberapa teknik investigasi, sbb : 1. 2 2. 3. 4. 5.
Teknik penyamaran / teknik penyadapan. T k ik wawancara / interview, Teknik i t i dilakukan dil k k untuk t k memperoleh l h informasi i f i yang relevan dengan fraud. Teknik merayu untuk mendapatkan informasi, dapat dilakukan oleh auditor sendiri atau dengan minta bantuan pihak lain, lain Mengerti bahasa tubuh, hal ini untuk mengetahui apakah jawaban auditee bohong atau jujur. Dapat dilakukan dengan bantuan software, seperti CAAT (Computer Assisted Audit Tools).
FORENSIC AUDITING : THE FOUR PHASES
Phase I
: Problem Recognition and
Phase II
: Evidence Collections
Phase III
: Evidence Evaluation
Phase IV
: Report Findings
Review Planning
PROBLEM RECOGNITION : Tujuan penyusunan Hipotesis
1. Memberikan batasan serta mempersempit ruang lingkup g p ((scope) p ) audit. 2. Menyiagakan auditor terhadap semua fakta dan hubungan antar fakta yang telah teridentifikasi. 3. Sebagai alat yang sederhana dalam membangun fakta-fakta yang tercerai-berai tanpa koordinasi ke d l dalam suatu t kesatuan k t penting ti dan d menyeluruh l h 4. Sebagai panduan dalam pengujian (testing) serta penyesuaian fakta dan antar fakta. fakta
PROBLEM RECOGNITION
Source data (internal/ external). t l) Who; How; Where; When
Analyzing
Hypothesis
Testing
Revised Hypothesis
Tentative Audit Objective
Final Audit Objecti e Objective
PROBLEM RECOGNITION : Fl Chart Flow Ch t COMPLAINT/ RED FLAGS
IDENTIFICATION
EVALUATION
ANALYSIS
ADDITIONAL INFORMATION
Indication YES NO Indication Forensic Audit
STOP
PROBLEM RECOGNITION : 5W+1H 1. What. 2. Who. 3. Where. 4. When. 5 Why. 5. Wh 6. How.
PROBLEM RECOGNITION : Wh t What ¾ Informasi penyimpangan “Apa (What)” yang telah dilakukan berguna dalam hipotesa awal untuk dilakukan, menentukan unsur melawan hukum dan atau penyimpangan yang dilakukan. ¾ Penyimpangan harus dianalisis apakah kegiatan tersebut mengakibatkan dampak adanya kerugian keuangan perusahan.
PROBLEM RECOGNITION : Who Wh ¾ Informasi tentang “Siapa/(Who)” yang melakukan penyimpangan mungkin saja tidak terungkap penyimpangan, dalam pengaduan. ¾ S Sepanjang j informasi i f i lainnya l i diungkap di k dalam d l pengaduan seperti unsur what, where, dan when, maka auditor dapat melakukan hipotesa awal kemungkinan siapa yang melakukan penyimpangan dan mungkin saja data/informasi ini akan diperoleh setelah melakukan forensic audit melalui aktivitas investigatif .
PROBLEM RECOGNITION : Where Wh ¾ Informasi tentang “Dimana (Where)” terjadinya penyimpangan juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang harus ada untuk menentukan layak tidaknya dilakukan forensic audit. dit ¾ Tidak adanya informasi ini akan menjadi kendala dalam menentukan ruang lingkup penugasan. Oleh karena itu diperlukan informasi/data tambahan sehingga kriteria tersebut dapat diperoleh.
PROBLEM RECOGNITION : When Wh ¾ Informasi tentang “Kapan (When)” terjadinya penyimpangan juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang harus ada untuk menentukan layak tidaknya dilakukan forensic audit. dit ¾ Tidak adanya informasi ini akan menjadi kendala dalam menentukan ruang lingkup penugasan. Oleh karena itu diperlukan informasi/data tambahan sehingga kriteria tersebut dapat diperoleh.
PROBLEM RECOGNITION : Why Wh ¾ Identifikasi tentang “Why” dalam informasi awal penting untuk menentukan alasan logis atas terjadinya suatu penyimpangan sehingga memperkuat hipotesa yang akan ditetapkan. ¾ Meskipun informasi ini jarang terungkap dalam pengaduan, namun hal ini tidak mengurangi perlunya dilaksanakan forensic audit atas suatu informasi awal, apabila informasi atas unsur-unsur lainnya telah mencukupi.
PROBLEM RECOGNITION : How ¾ Unsur “Bagaimana (How)” berkaitan langsung dengan modus operandi atau cara seseorang atau pihak tertentu melakukan penyimpangan atau pelanggaran. ¾ Unsur “how” merupakan tindakan-tindakan verbal seseorang sehingga secara keseluruhan merupakan indikasi penyimpangan, atau sebaliknya seseorang tidak melakukan suatu tindakan sehingga mengakibatkan penyimpangan atau kerugian perusahaan / keuangan negara.
REVIEW PLANNING : ¾ Karakteristik yang unik :
Sasaran Sumber informasi Ruang lingkup dampak
Referensi yang digunakan
¾ Variabel struktural :
Peran setiap individu Ruang lingkup Tujuan K d l Kedalaman analisis li i
¾ Kesulitan yang umum :
Komunikasi tentang g biaya y Kesepakatan Struktur Tim Kerahasiaan Kecukupan Data
REVIEW PLANNING : SMEAC MODEL
¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Situations Missions Execution Administration & Logistic Communications.
REVIEW PLANNING : Situations ¾ Gambaran keadaan yang terjadi. ¾ Substansi pengaduan/penyimpangan yang akan dibuktikan.
REVIEW PLANNING : Mi i Missions ¾ Harapan yang ingin dicapai. ¾ Misi dapat dijabarkan dalam Subsub komponen. komponen u tu membuktikan e bu t a hipotesis potes s ¾ Upaya untuk
REVIEW PLANNING : E Execution ti ¾ Bagaimana misi dapat dicapai • Penyusunan Program Forensic Audit • Penentuan Komposisi Tim Audit • Jangka waktu dan Anggaran Biaya
REVIEW PLANNING : Ad & L Adm Log ¾ Tugas, tujuan hasil yang akan dicapai. ¾ Dukungan tenaga ahli (spesialis) yang diperlukan. ¾ Pendelegasian, Pendelegasian pemisahan tugas/wewenang. ¾ Peralatan khusus yang akan digunakan. ¾ Contingency planning. ¾ Hal-hal penting lainnya.
REVIEW PLANNING : C Communication i ti ¾ Kegagalan perencanaan disebabkan k kegagalan l berkomunikasi b k ik i atau sistem komunikasi. ¾ Komunikasi merupakan salah satu kunci u c sukses su ses dalam da a investigasi est gas fraud.
COLLECTIONS ¾ Meyakini bahwa bukti-bukti (evidence) yyang g diperoleh p selama fase identifikasi masalah dapat diandalkan atau tidak ( (misleading). g) ¾ Mengidentifikasi ketiga elemen fraud : Tindakan (act). Penyembunyian (concealment). Pengubahan / konversi (conversion).
COLLECTIONS : E id Evidence Without evidence, there is no case. ¾
Hasil investigasi yang dilakukan auditor dapat dianggap dan digunakan sebagai bukti awal untuk menunjang suatu pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh pihak Kepolisian atau Kejaksaan.
¾
Selain itu dapat digunakan sebagai bukti pendahuluan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila memang suatu fraud diduga terjadi yang mengarah kepada suatu peristiwa kriminal (crime acts), dalam hal ini adalah korupsi.
¾
Kesimpulan akhir dari audit investigasi oleh auditor dapat disampaikan kepada lembaga yang berwenang, seperti Kejaksaan, Kepolisian, KPK, apabila diminta, dengan mengikuti ketentuan / perundang-undangan yang berlaku.
COLLECTIONS : E id Evidence Hal-hal yang perlu diperhatikan : 1.
Relevan dan sah ¾ Is it relevant ? ¾ Is it admissible ? ¾ Is The Witness Competent ?
2.
Teknik Pengumpulan g p Bukti : ¾ Observasi Fisik ¾ Analisis ¾ Interview
3.
Langkah-Langkah Pengumpulan Bukti : ¾ Membangun circumstantial Evidence dan mengumpulkan informasi melalui saksi yang kooperatif. ¾ Identifikasi bukti langsung (Direct Evidence) berdasarkan circumstantial evidence ¾ Seal the case
COLLECTIONS : E id Evidence T Type (1) 1. 2. 3. 4. 5. 6 6.
Bukti Utama (Primary Evidence) Bukti Tambahan (Secondary Evidence) Bukti langsung (direct evidence) Bukti Tidak Langsung (Circumstantial Evidence) Bukti Gabungan (Comparative Evidence) B kti St Bukti Statistik ti tik (St (Statistical ti ti l Evidence) E id )
COLLECTIONS : E id Evidence T Type (2) 1. 2. 3. 4. 5 5.
Keterangan Saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa
COLLECTIONS : E id Evidence S Source 1. Saksi 2 Client 2. Cli agency 3. Instansi Pemerintah 4 Perusahaan / Badan-badan Swasta 4. 5. Informasi elektronik 6. Bukti forensik 7. Alat komunikasi elektronik 8. Tersangka 9 Kepolisian 9. K li i dan d badan b d intelijen i lij 10. Sumber informasi lain (umum).
COLLECTIONS : Q Quantity tit Evidence E id “Hakim tidak boleh menjatuhkan j pidana p pada seseorang kecuali apabila sekurangg y dua alat bukti yyangg sah ia kurangnya memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
COLLECTIONS : Q lit Evidence Quality E id
1.Relevant 1 Relevant 2.Competent p 3.Material
COLLECTIONS : R l Relevant t E Evidence id ¾ Bukti dianggap cukup relevan jika bukti tersebut merupakan salah satu bagian dari rangkaian bukti-bukti (chain of evidence) yang menggambarkan b k suatu t proses kejadian k j di atau t jika jik bukti tersebut secara tidak langsung menunjukkan kenyataan dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perbuatan.
COLLECTIONS : C Competent &M Material i l Evidence E id ¾ Bukti dianggap kompeten jika bukti tersebut sah dan meyakinkan (valid) yang menggambarkan suatu modus operandi suatu fraud.
¾ materialitas (materiality) dalam forensic audit menekankan pada hubungan bukti terhadap sangkaan yang diindikasikan.
COLLECTIONS : Q lit Evidence Quality E id ¾ Bentuk ¾ Sumber ¾ Cara Perolehannya
COLLECTIONS : M th d Method ¾
Membangun circumstantial case;
¾
Menggunakan circumstantial evidence untuk mengidentifikasi dan beralih ke saksi internal yang dapat memberikan bukti langsung tentang pihak-pihak yang diduga terlibat;
¾
Seal the case
EVALUATIONS
¾
Untuk meyakinkan bahwa simpulan yang diambil telah didukung dengan bukti-bukti yang cukup;
¾
Suatu tahapan dimana ditentukan apakah kegiatan reviu dianggap cukup atau perlu diperluas;
¾
Perlunya menggunakan Value Judgement auditor dalam menentukan kecukupan bukti.
¾ Dalam melakukan analisa dan evaluasi bukti dapat menggunakan gg pendekatan p berdasarkan: • Jenis-jenis bukti yang dihasilkan (Evidence Square). •
Elemen-elemen Elemen elemen fraud
EVALUATIONS
Testimonial T i i l Evidence
Documentary D Evidence
Physical Evidence
Personal Observation
EVALUATIONS Elements of Fraud
+
Inquiry Approach
1.
1. Document Examination 2 Computer Search 2. 3. Physical Assets Counts
2. 3.
CONVERSION 1. Public Records Search 2. Net Worth Method
Surveillance & covert operation Invigilation Physical evidence
EVALUATIONS
1. 2. 3. 4 4. 5. 6 6.
Find Read and Interpret Document Determined Relevance Verify The Evidence Assemble The Evidence Draw Conclusions
EVALUATIONS
menilai kesesuaian hipotesa yang disusun terhadap fakta kenyataan yang ada
perlu atau tidaknya pengembangan suatu bukti
EVALUATIONS
• • • • •
Sebagai referensi dalam permintaan keterangan (interview) kepada pihak-pihak terkait; Sebagai bahan evaluasi bukti yang diperoleh; Sebagai acuan dalam menentukan bukti-bukti yang h harus di diperoleh; l h Sebagai acuan dalam menentukan kasus posisi; Sebagai bagian dalam penyusuanan laporan forensic audit.
EVALUATIONS Evidence Forensic Audit
Hukum
Audit’s Working Paper Physical Examination, Confirmation, Documentation,,
Keterangan Saksi Keterangan Ahli
Observation,
Surat
Inquires of the clients,
Petunjuk
Mechanical Accuracy, Accuracy Analytical Procedures
Auditor /Investigator Audit Report
Informasi yang diucapkan, dikirim, diterima/disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa. Dokumen (rekaman data/informasi) Keterangan Terdakwa.
KESAKSIAN Auditor dapat menjadi saksi ahli dalam sidang Pengadilan, apabila kasus fraud yang telah diauditnya disidangkan sebagai kesaksian atas kasus fraud tersebut. Saat ini perlindungan saksi bagi kasus-kasus korupsi masih lemah, sehingga para saksi yang mengetahui kasus korupsi sebagian besar tidak berani mengungkapkan fakta yang sebenarnya.
REPORTING ¾ Kegiatan menuangkan hasil audit dalam format tertentu untuk dikomunikasikan kepada pihakpihak yang relevan relevan.
LAPORAN HASIL FORENSIC AUDIT
mempertimbangkan p g penggunaan p gg buktibukti audit Sebagai alat bukti hukum.
REPORTING PRINCIPLES
• Pengungkapan (disclosure) atas arti p penting. g • Kegunaan informasi dan ketepatan waktu pelaporan. • Objektifitas informasi yang disajikan. g keyakinan y p penyajian. y j • Tingkat • Penyajian yang ringkas, sederhana namun jelas dan lengkap
REPORTING Laporan atas forensic audit yang dibuat oleh Internal Auditor disampaikan p langsung g g kepada p Top p Management g (Direktur Utama) sesuai penugasan dan tidak disampaikan kepada manajemen operasional. Top Management yang akan menyampaikan kepada pihak terkait, sekaligus menindaklanjuti rekomendasi dari Internal Auditor. Auditor Laporan forensic audit memuat modus operandi serta dampak kerugian yang timbul akibat fraud tersebut. tersebut
REPORTING Statement on Internal Auditing Standards (SIAS) No. 3,, tentangg Deterrence,, Detection,, Investigation, and Reporting of Fraud (1985), pedoman bagi g auditor internal memberikan p tentang bagaimana auditor internal melakukan pencegahan, p g , ppendeteksian dan ppenginvestigasian g g terhadap fraud. SIAS No. 3 tersebut juga g tanggung gg g jjawab auditor internal menegaskan untuk membuat laporan audit tentang fraud.
REPORTING : F Format t • Laporan Bentuk Surat : ¾ ¾
tidak ditemukan adanya penyimpangan yang memerlukan tindak lanjut (follow up), adanya penyimpangan yang perlu segera ditindaklanjuti sebelum audit selesai dilaksanakan seluruhnya.
• Laporan Bentuk Bab ¾ ¾
Laporan dibuat sesuai pedoman yang baku. L Laporan dilengkapi dil k i dengan d flow fl chart h t modus d operandi di dan dampak kerugian yang timbul.
SIMPULAN •
Forensic Auditing merupakan teknik audit modern yang perlu diterapkan oleh auditor dalam rangka mengungkap k terjadinya t j di f fraud. d
•
Peranan Forensic Auditing cukup penting dalam penegakan k G Good d Corporate C t G Governance.
•
Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, f maka ilmu Forensic Accounting sangat membantu dalam pelaksanaan Forensic Auditing.
REFERENSI Colbert, Janet L. & C. Wayne Alderman, The Internal Auditor’s Responsibility for Fraud, The CPA Journal, 1998. Effendi, M. Arief , Mengungkap KKN / Fraud melalui Audit Forensic, Majalah Krakatau Steel Group / KSG, Edisi 5, Tahun 1/Mei 2006. Effendi, M. Arief , Pencegahan, Pendeteksian dan Penginvestigasian Kecurangan Komputer oleh Auditor melalui Audit Sistem Informasi, Jurnal TEKNOINFO, Vol. 02 No. 1, 2008 Effendi, Eff di M M. Arief, A i f Tanggung T Jawab J b Akuntan Ak Publik P blik dalam d l Pencegahan, P h Pendeteksian P d ki dan Penginvestigasian Kecurangan, Akuntan Indonesia, Edisi No. 6, Tahun 11/ Maret 2008. Effendi, M. Arief, Tanggung Jawab Auditor Internal dalam Pencegahan, Pendeteksian dan Penginvestigasian Kecurangan, Majalah Krakatau Steel Group / KSG, Edisi No. 30, Tahun 3/2008.
REFERENSI Effendi, M. Arief, The Power of Good Corporate Governance : Teori dan Implementasi, Salemba Empat, Cetakan 1, Jakarta, Nopember 2008. Ikatan Ik t Ak Akuntan t IIndonesia, d i Standar St d P Profesional f i l Ak Akuntan t P Publik blik (SPAP), (SPAP) Standar St d A Auditing, diti Standar Atestasi, Standar Jasa Akuntansi dan Review per 1 Agustus 1994, Jakarta, 1994.
Institute of Internal Auditors,, Statement on Internal Auditing g Standards ((SIAS)) No. 3 : Deterrence, Detection, Investigation, and Reporting of Fraud, 1985. Konsorsium Auditor Internal, Standar Profesi Audit Internal, Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) (YPIA), Cetakan pertama pertama, Jakarta Jakarta, 2004 2004.
Nurhanto, Investigative / Fraud Audit, Diklat Fraud Audit, 2003. The Accounting Standard Boardi (ASB) of the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) , Statement on Auditing Standard (SAS) No. 99, Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit, a revision of SAS No. 82, October, 2002.