PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI DALAM EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANDROGRAPHOLIDE DARI TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees)
SKRIPSI
ENDAH PRATIWI F34063255
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
COMPARISON OF MACERATION, REMACERATION, PERCOLATION AND REPERCOLATION METHODS IN ANDROGRAPHOLIDE EXTRACTION FROM Andrographis paniculata(Burm.F.) Nees Endah Pratiwi, Chilwan Pandji, Chaidir Amin Department of Agroindustry Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural Technology, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. e-mail:
[email protected] ABSTRACT Andrographis paniculata Nees has been extensively used for traditional medicine and help against fever, dysentery, diarrhoea, inflammation, and sore throat. In this study, andrographolide, the main component of this plant was extracted from the leaves of A. paniculata using maceration, remaceration, percolation, and repercolation. The methode are compared to get the best methode. The extraction using ethanol 95% to this solvent in 1:10 and operated at room temperature. The specific parameters are yield and content of andrographolide. The identity of andrographolide was confirmed by HPLC. The result indicated that the best of method is remaceration which yield is about 9,9-11,9%. Keywords: maceration, remaceration, percolation, repercolation, andrographolide, Andrographis paniculata
Endah Pratiwi. F34063255. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm.f.) Nees). Di Bawah Bimbingan Chilwan Pandji dan Chaidir Amin. 2010.
RINGKASAN Sambiloto merupakan salah satu tanaman obat yang sering digunakan masyarakat untuk mengobati berbagai macam penyakit misalnya antipiretik, penyakit kulit, diabetes, diuretika, antialergi dan anti-inflamatory. Menurut Calabres et al., (2000) di Malaysia, tanaman ini digunakan sebagai metode baru untuk mengobati beberapa penyakit seperti HIV, AIDS, dan beberapa gejala penyakit yang berhubungan dengan kekebalan tubuh. Terdapat tiga komponen utama diterpenoid lakton dalam daun sambiloto, yaitu andrografolide, neo-andrografolid dan deoksiandrografolid. Komponen-komponen tersebut merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam sambiloto. Selain komponen diterpenoid lakton, ada komponen lain yaitu saponin, flavonoid, dan tanin (Hanan, 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode ekstraksi yang terbaik dalam pengekstrakkan senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam daun sambiloto. Metode yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah maserasi, remaserasi, perkolasi dan reperkolasi. Empat metode tersebut merupakan metode ekstraksi dingin, dimana dalam prosesnya tidak menggunakan energi panas, sehingga dapat menjaga aktivitas senyawa aktifnya. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut pada suhu ruang, dimana terdapat penggantin pelarut pada simplisia yang sama. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya. Reperkolasi adalah proses ekstraksi yang hampir sama dengan perkolasi, namun pelarut yang telah melewati simplisia disirkulasi kembali sampai penarikan sempurna. Hasil penelitian menyatakan bahwa metode remaserasi memilki hasil rendemen yang tertinggi dibandingkan dengan ketiga metode lainnya (9,91 -11,92 %). Uji statistik menyatakan bahwa perbedaan lama waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Pada metode perkolasi perbedaan lama waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang sama dengan metode reperkolasi, namun berbeda pengaruhnya dengan metode maserasi dan remaserasi. Untuk perbedaan metode, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan pada tiap lama waktu ekstraksi masing-masing metode. Berdasarkan hasil uji kruskal walis, kadar andrographolide yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan lama waktu ekstraksi dan perbedaan jenis metode yang digunakan.
PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI DALAM EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANDROGRAPHOLIDE DARI TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh ENDAH PRATIWI F34063255
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
Nama NIM
: Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F.) Nees) : Endah Pratiwi : F34063255
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Drs. Chilwan Pandji, Apt., Msc.) NIP 19491209 198011 1 001
(Dr. Chaidir Amin, Apt.) NIP 19670308 199303 1 003
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus : 29 November 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan sengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F.) Nees) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2010 Yang membuat pernyataan
Endah Pratiwi F34063255
BIODATA PENULIS Endah Pratiwi. Lahir di Banjarnegara, 3 Juli 1988 dari ayah Kirno dan ibu Nur Hidayah, sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA N 1 Banjarnegara, Banjarnegara dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten mata kuliah Teknologi Penyimpanan, Distribusi dan Transportasi pada tahun 2008-2009 dan mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri, Rempah dan Fitofarmaka pada tahun 2009-2010. Pada tahun 2009 mengikuti Kejuaraan Pencak Silat Bupati Cup 2009 antar perguruan pencak silat se-Kabupaten Bogor dan memperoleh juaran III. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2009 di PT. Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT yang telah memberikan rahmat ,hidayah, dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F.) Nees) dilaksanakan di LAPTIAB, BPPT Serpong, Tangerang Selatan sejak bulan Maret sampai Agustus 2010. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah dan Ibuku tersayang Bapak Kirno dan Ibu Nur Hidayah serta adik-adik terbaikku Rachmi Wilada Tika dan Wili Prasetyo yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang kepada penulis, terima kasih atas semua kasih sayang, doa, dukungan, semangat, motivasi, dan pengorbanannya. 2. Drs. Chilwan Pandji, Apt., M.sc. atas saran dan bantuan moril yang diberikan selaku dosen pembimbing utama. 3. Dr. Chaidir Amin, Apt. sebagai dosen pembimbing pendamping. 4. Dr. Ono Suparno, S.TP, MT. sebagai dosen penguji. 5. Seluruh staff Teknologi Farmasi Medika, LAPTIAB, BPPT. 6. Ashri Purwaningtyas yang telah membantu dan memberikan dukungan serta semangat. 7. Teman-teman TIN 43, Merpati Putih IPB, Harmony dan SEKBER PAB Banjarnegara yang telah memberikan motivasi dan semangat. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dari awal penelitian hingga penyusunan skripsi selesai. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak sehingga dapat membangun kearah yang lebih baik. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang farmasi.
Bogor, November 2010 Penulis
Endah Pratiwi
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... viii I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................................ 1 1.2. TUJUAN .................................................................................................................... 2 1.3. RUANG LINGKUP ................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SAMBILOTO ............................................................................................................. 3 2.1.1. Klasifikasi ....................................................................................................... 3 2.1.2. Morfologi ........................................................................................................ 3 2.1.3. Ekologi ............................................................................................................ 4 2.1.4. Bagian Tanaman yang Dimanfaatkan ............................................................. 4 2.1.5. Kandungan. ..................................................................................................... 4 2.1.6. Khasiat. ........................................................................................................... 6 2.2. EKSTRAKSI .............................................................................................................. 7 2.2.1. Maserasi .......................................................................................................... 9 2.2.2. Remaserasi ...................................................................................................... 9 2.2.3. Perkolasi ......................................................................................................... 9 2.2.4. Reperkolasi .................................................................................................... 10 2.3. KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) .......................................... 10 III. METODOLOGI 3.1. ALAT DAN BAHAN ................................................................................................ 12 3.2. METODE .................................................................................................................. 12 3.2.1. Standarisasi Simplisia .................................................................................... 12 iv
3.2.2. Penentuan Washing Time ............................................................................... 13 3.2.3. Pembuatan Ekstrak ......................................................................................... 13 3.2.4. Analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ..................................... 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA ............................................................................... 16 4.2. PENENTUAN WASHING TIME .............................................................................. 17 4.3. EKSTRAKSI SAMBILOTO ..................................................................................... 18 4.3.1. Maserasi ......................................................................................................... 19 4.3.2. Remaserasi ..................................................................................................... 20 4.3.3. Perkolasi ......................................................................................................... 21 4.3.4. Reperkolasi..................................................................................................... 22 4.3.5. Perbandingan Rendemen ................................................................................ 24 4.4. ANALISIS KADAR SENYAWA ANDROGRAPHOLIDE .................................... 24 4.5. ANALISIS STATISTIK ............................................................................................ 27 V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 28 5.1. KESIMPULAN ......................................................................................................... 28 5.2. SARAN .................................................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 29 LAMPIRAN. ......................................................................................................................... 31
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Nilai Konstanta Dielektrik Berbagai Zat Pelarut....................................................... 8 Tabel 2. Perbandingan Fase Gerak ......................................................................................... 15 Tabel 3. Hasil Karakterisasi Simplisia Sambiloto .................................................................. 16 Tabel 4. Pengaruh polaritas terhadap rendemen andrographolide dan deoxyandrographolide ............................................................................................. 19
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. F.) Nees) ........................................ 4 Gambar 2. Andrografolida, R=H dan Andrografisida, R= glc ................................................ 5 Gambar 3. 14-deoksiandrografolida, R = H dan deoksiandrografolida, R = glc ..................... 6 Gambar 4. Neoandrografolida R = glc .................................................................................... 6 Gambar 5. Diagram blok KCKT ............................................................................................ 11 Gambar 6. Grinder ................................................................................................................. 16 Gambar 7. Rendemen washing time ....................................................................................... 17 Gambar 8. Mekanisme penarikan senyawa ............................................................................ 18 Gambar 9. Maserasi menggunakan shaker............................................................................. 20 Gambar 10. Grafik rendemen hasil maserasi ......................................................................... 20 Gambar 11. Grafik rendemen hasil remaserasi ...................................................................... 21 Gambar 12. Grafik rendemen hasil perkolasi ......................................................................... 22 Gambar 13. Rangkaian perkolator.......................................................................................... 23 Gambar 14. Grafik rendemen hasil reperkolasi ...................................................................... 23 Gambar 15. Perbandingan rendemen empat metode ekstraksi ............................................... 24 Gambar 16. Analisa kualitatif ekstrak yang mengandung andrographolide pada waktu retensi 23,5 menit ............................................................................................... 25 Gambar 17. Spectrum UV ...................................................................................................... 26 Gambar 18. Perbandingan kadar andrographolide ................................................................ 26 Gambar 19. Persentase kandungan andrographolide pada tiap bagian tanaman sambiloto ............................................................................................................ 27
vii
LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram Alir Proses Maserasi ........................................................................... 31 Lampiran 2. Diagram Alir Proses Remaserasi. ...................................................................... 32 Lampiran 3. Diagram Alir Proses Perkolasi. .......................................................................... 33 Lampiran 4. Diagram Alir Proses Reperkolasi....................................................................... 34 Lampiran 5. Rendemen Hasil Penentuan Washing Time. ...................................................... 35 Lampiran 6. Rendemen Hasil Maserasi. ................................................................................ 35 Lampiran 7. Rendemen Hasil Remaserasi.............................................................................. 36 Lampiran 8. Rendemen Hasil Perkolasi. ................................................................................ 36 Lampiran 9. Rendemen Hasil Reperkolasi. ............................................................................ 37 Lampiran 10. Kurva Standar Senyawa Andrograpolide. ....................................................... 37 Lampiran 11. Luas Area Puncak. ........................................................................................... 38 Lampiran 12. Kadar Andrograpolide. .................................................................................... 39 Lampiran 13. Pola Kromatogram. .......................................................................................... 40 Lampiran 14. Hasil Uji Statistik. ............................................................................................ 45
viii
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Sambiloto merupakan salah satu tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat untuk obat tradisional. Tanaman ini dikenal sangat pahit, bahkan memiliki sebutan ‘King of Bitter’. Dengan adanya perkembangan teknologi, kini sambiloto digunakan sebagai salah satu bahan baku obat herbal terstandar. Beberapa efek farmakologi yang dimiliki oleh sambiloto antara lain seperti imunostimulan (meningkatkan kekebalan tubuh), antibiotik, antipiretik (penurun panas dan demam), anti-inflamasi (anti radang), hepatoprotektor, hipotensif, hipoglikemik, antibakteri, antiradang saluran pernafasan, serta meridian jantung dan paru-paru (Mahendra, 2005). Menurut Calabres et al. (2000) di Malaysia, tanaman ini digunakan sebagai metode baru untuk mengobati beberapa penyakit seperti HIV, AIDS, dan beberapa gejala penyakit yang berhubungan dengan kekebalan tubuh. Selain itu dibeberapa daerah, sambiloto biasa digunakan sebagai obat penurun demam, disentri, diare, radang, dan sakit tenggorokan (Kumoro dan Hasan et al. 2000). Banyak senyawa-senyawa kimia yang terkandung didalamnya, seperti, saponin, flavonoid, tannin dan lakton. Saponin merupakan senyawa yang menyebabkan penyabunan atau menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Flavonoid merupakan senyawa karbon yang terdapat pada bagian vegetatif maupun bunga dan berfungsi sebagai pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis dan anti mikroba. Terdapat tiga komponen utama diterpenoid laktone dalam daun sambiloto, yaitu andrographolide, neo-andrographolide dan deoksiandrographolide. Komponenkomponen tersebut merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam sambiloto (Hanan, 1996). Senyawa-senyawa aktif tersebut yang berperan dalam mengobati beberapa penyakit. Dari ketiga komponen aktif diatas, senyawa andrographolide merupakan senyawa yang paling banyak terdapat pada daun sambiloto dan paling berperan dalam pengobatan. Senyawa-senyawa aktif tersebut dapat dipisahkan dari tanamannya melalui proses yang disebut dengan ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan senyawa dari campurannya yang biasanya menggunakan pelarut tertentu dengan prinsip perbedaan kelarutan. Menurut Winarno et al. (1973), Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen yang terpisah. Setiap komponen mempunyai perbedaan kelarutan yang cukup besar dalam zat pelarut tersebut. Ada empat metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu maserasi, remaserasi, perkolasi dan reperkolasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia di dalam pelarut, disertai dengan pengadukan. Remaserasi pada prinsipnya sama dengan maserasi namun pada remaserasi terjadi penggantian pelarut yang baru. Perkolasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dimana pelarut dialirkan perlahan melewati simplisia. Sedangkan reperkolasi, pelarut yang telah melewati simplisia disirkulasi kembali melewati simplisia hingga waktu tertentu. Empat metode tersebut merupakan metode ekstraksi dingin, dimana dalam prosesnya tidak menggunakan energi panas, sehingga dapat menjaga aktivitas senyawa aktifnya. Keempat metode diatas merupakan metode yang biasa digunakan dalam mengektraksi senyawa aktif dan merupakan metode yang sederhana serta murah sehingga mudah diterapkan di dunia industri. Penelitian dilakukan menggunakan keempat metode tersebut yaitu maserasi, remaserasi, perkolasi, dan reperkolasi dalam mengekstraksi senyawa aktif andrographolide dari tanaman sambiloto,
kemudian dibandingkan keempat metode tersebut dengan parameter spesifik (rendemen, kualitas dan kuantitas) senyawa andrographolide dalam ekstrak kental yang diperoleh dari masing-masing metode.
1.2. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode yang terbaik dari 4 metode ekstraksi yaitu maserasi, remaserasi, perkolasi, dan reperkolasi dalam mengekstraksi senyawa aktif andrographolide dari tanaman sambiloto ( Andrographis paniculata (Burm f.) Nees ) dengan parameter spesifik rendemen dan kadar senyawa andrographolide.
1.3. RUANG LINGKUP Penelitian ini menyangkut karakterisasi simplisia yang digunakan sebagai bahan baku penelitian, penentuan waktu pencucian (washing time), ekstraksi senyawa andrographolide dengan metode ekstraksi maserasi, remaserasi, perkolasi, reperkolasi dan membandingkan hasil dari keempat metode tersebut berdasarkan hasil rendemen dan kadar senyawa andrographolide yang diperoleh.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. SAMBILOTO 2.1.1. Klasifikasi Secara taksonomi, menurut Prapanza dan Merianto (2003) sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Subkelas : Gamopetalae Ordo : Personales Famili : Acanthaceae Subfamili : Acanthoidae Genus : Andrographis Spesies : Andrographis paniculata Nees Di beberapa daerah di Indonesia, sambiloto dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, takilo, paitan, dan sambiloto. Di Jawa Barat disebut dengan ki oray, takila, atau ki peurat. Di Bali lebih dikenal dengan samiroto. Masyarakat Sumatera dan sebagian besar masyarakat Melayu menyebutnya dengan pepaitan atau ampadu. Sementara itu, nama-nama asing sambiloto diantaranya chuan xin lian, yi jian xi, dan lan he lian (Cina), kalmegh, kirayat, dan kirata (India), xuyen tam lien dan congcong (Vietnam), quasabhuva (Arab), nainehavandi (Persia), green chiretta dan king of bitter (Inggris).
2.1.2. Morfologi Menurut Mahendra (2005), sambiloto tergolong terna (herba) semusim, tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dan rasanya sangat pahit. Batang sambiloto berkayu, berpangkal bulat, berbentuk segi empat saat muda dan bulat saat tua, percabangan monopodial, dan berwarna hijau. Daun sambiloto tunggal, tersusun berhadapan, berbentuk lanset, bertepi rata (integer), ujung dan pangkal daun tajam atau runcing, daun bagian atas dari batang berbentuk seperti braktea, permukaan daun halus, berwarna hijau, tidak ada stipula (daun penumpu), berukuran 312 cm x 1-3 cm. Bunganya berukuran kecil, biseksual, zigomorf, sepal (daun kelopak) berjumlah 5 buah, petal (tajuk) berjumlah 5 buah, mempunyai bibir yang terbelah dua, berwarna putih dengan setrip buah, stamen (benangsari) berjumlah 2 buah dengan antenna bergabung, filament (tangkai sari) digabungkan dengan tabung (daun buah) dan 2 ruang dan bakal biji berjumlah 2 atau lebih (dalam tap ruang). Perbungaan rasemosa yang bercabang membentuk malai. Buah kapsula berbentuk jorong (memanjang) dengan 2 ruang dan biji berbentuk gepeng. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees)
2.1.3. Ekologi Sambiloto dapat tumbuh di semua jenis tanah sehingga tidak heran jika tanaman ini terdistribusi luas di belahan bumi. Habitat aslinya adalah tempat-tempat terbuka yang teduh dan agak lembab, seperti kebun, tepi sungai, pekarangan, semak, atau rumpun bambu (Prapanza dan Merianto, 2003). Tumbuhan sambiloto memiliki daya adaptasi pada lingkungan ekologi setempat. Tumbuhan tersebut terdapat di seluruh Nusantara karena dapat tumbuh dan berkembang baik pada berbagai topografi dan jenis tanah. Tumbuh baik pada curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun, suhu udara 25 – 32 0C serta kelembaban yang dibutuhkan antara 70 – 90 %. Tumbuhan sambiloto dapat tumbuh pada semua jenis tanah, ialah yang subur, mengandung banyak humus, tata udara dan pengairan yang baik. Sambiloto tumbuh optimal pada pH tanah 6–7 (netral). Pada tingkat kemasaman tersebut, unsur hara yang dibutuhkan tanaman cukup tersedia dan mudah diserap oleh tanaman. Kedalaman perakaran sambiloto dapat mencapai 25 cm dari permukaan tanah (Anonim, 2002; Anonim, 2003).
2.1.4. Bagian Tanaman Yang Dimanfaatkan Semua bagian tanaman sambiloto, seperti daun, batang, bunga, dan akar, terasa sangat pahit jika dimakan atau direbus untuk diminum. Diduga ini berasal dari andrographolide yang dikandungnya. Sebenarnya, semua bagian tanaman sambiloto bisa dimanfaatkan sebagai obat, termasuk bunga dan buahnya. Namun bagian yang paling sering digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional adalah daun dan batangnya (Prapanza dan Merianto, 2003).
2.1.5. Kandungan Menurut Mahendra (2005), daun sambiloto mengandung saponin, flavonoida, dan tannin sedangkan menurut Prapanza dan Marianto (2003), daun dan percabangan tanaman sambiloto lebih banyak mengandung lakton sedangkan komponen flavonoid dapat diisolasi dari akarnya. Saponin berasal dari kata sapo ( bahasa latin yang berarti sabun). Saponin adalah senyawa permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Dikenal dua jenis saponin, yaitu glikosida triterpenoida alkohol dan glikosida struktur steroid. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Dalam larutan yang sangat encer saponin bersifat sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Pada beberapa tahun terakhir ini 4
saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1991). Flavonoid merupakan senyawa dengan inti C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Flavonoid terdapat dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Fungsi flavonoid dalam tumbuhan yang mengandungnya ialah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesa, dan anti mikroba (Robinson, 1991). Flavonoid dari akar mengandung polymethoxyflavone, andrographin, panicolin, mono-omethilwthin, apigenin-7, 4-dimethil ether, alkane, ketone, aldehyde, kalium, natrium, asam kersik, dan dammar. Kandungan lain yaitu andrografolida kurang dari 1%, kalmegin (zat amorf), dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit (Mahendra, 2005). Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas pada berbagai tumbuhan. Tanin terbagi atas dua jenis tanin , yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhirolisis yang terbentuk dari reaksi asam fenolat dengan gula sederhana. Tanin terkondensasi terbentuk akibat kondensasi flavonoid yang merupakan polimer dari katekin dan epikatekin (Cordell, 1995). Berdasarkan hasil penelitian kimiawi diketahui bahwa lakton pada daun dan cabang sambiloto terdiri dari deoxy-andrographolide, andrographolide (zat pahit), neoandrographolide, 14-deoxy-11,12 didehydroandrographolide, dan homoandrographolide (Mahendra, 2005). Matsuda et al. (1994) melakukan isolasi senyawa-senyawa penyusun sambiloto dengan cara mengekstraksi tanaman sambiloto sebanyak lima kilogram dengan pelarut metanol. Setelah melalui proses pengoloman yang berulang-ulang diperoleh beberapa penyusun sambiloto, antara lain adalah andrografolida, andrografisida, 14-doeksiandrografolida, deoxyandrografisida dan neoandrografolida.
Gambar 2. Andrografolida, R=H Andrografisida, R= glc
5
Gambar 3. 14-deoksiandrografolida, R = H deoksiandrografolida, R = glc
Gambar 4. Neoandrografolida R = glc (Matsuda et al. 1994) Senyawa andrographolide termasuk didalam kelompok trihidroxy laktone tak jenuh dengan rumus molekuler C20H30O5. Andrograpolide merupakan komponen utama pada
daun sambiloto yang dapat dengan mudah dilarutkan pada methanol, ethanol, pyridine, acetic acid dan acetone, tetapi sedikit larut pada ether dan air. Sifat fisik yang dimiliki antara lain: titik cair pada 228-230 0C, spectrum ultraviolet pada ethanol λ max adalah 223 nm (Rajani et al. 2000). Kadar senyawa andrographolide di dalam daun sambiloto sebesar 2,54,8% dari berat keringnya (Prapanza dan Merianto, 2003).
2.1.6. Khasiat Sambiloto merupakan salah satu tanaman yang secara turun-temurun digunakan sebagai obat. Menurut Aldi et al. (1996), tanaman ini diyakini dan digunakan oleh masyarakat sebagai obat radang, sakit gula, tonikum, gatal-gatal, demam, serta berbagai penyakit lainnya. Hal ini dikarenakan sambiloto memiliki efek farmakologi seperti imunostimulan (meningkatkan kekebalan tubuh), antibiotik, antipiretik (penurun panas dan demam), anti-inflamasi (anti radang), hepatoprotektor, hipotensif, hipoglikemik, antibakteri, antiradang saluran pernafasan, serta meridian jantung dan paru-paru Mahendra (2005).
6
2.2. EKSTRAKSI Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen yang terpisah (Winarno et al. 1973). Pada proses ekstraksi pada dasarnya dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi. • Fase Pencucian (Washing Out) Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel-sel yang rusak karena proses pengecilan ukuran langsung kontak dengan bahan pelarut. Komponen sel yang terdapat pada simplisia tersebut dapat dengan mudah dilarutkan dan dicuci oleh pelarut. Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase pertama ini sebagian bahan aktif telah benpindah ke dalam palrut. Semakin halus ukuran simplisia, maka semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut. • Fase Ekstraksi (Difusi) Untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak, maka pelarut harus masuk ke dalam sel dan mendesak komponen sel tersebut keluar dari sel. membrane sel simplisia yang mula-mula mengering dan menciut harus diubah terlebih dahul agar terdapat suatu perlintasan pelarut ke dalam sel. Hal ini dapat terjadi melalui proses pembengkakkan, dimana membran mengalami suatu pembesaran volume melalui pengambilan molekul bahan pelarut. Kemampuan sel untuk mengikat pelarut menyebabkan struktur dinding sel tersebut menjadi longgar, sehingga terbentuk ruang antarmiselar, yang memungkinkan bahan ekstraksi, mencapai ke dalam ruang dalam sel. Peristiwa pembengkakkan ini sebagian besar disebabkan oleh air. Campuran alkohol-air lebih disukai untuk mengekstraksi bahan farmasetik karena terbukti lebih cepat (Voigt, 1994). Tahapan yang harus diperhatikan dalam mengekstraksi jaringan tumbuhan adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi, proses pengambilan pelarut, pengawasan mutu dan pengujian yang dikenal pula sebagai tahapan penyelesaian. Penggunaan pelarut bertitik didih tinggi menyebabkan adanya kemungkinan kerusakan komponen-komponen senyawa penyusun pada saat pemanasan. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah didapat dan harganya murah (Sabel dan Waren, 1973). Dalam pemilihan cairan penyari harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan (Anonim,1986). Menurut Stahl (1969), polaritas pelarut sangat berpengaruh terhadap daya larut. Indikator kelarutan pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektrik dan nilai polaritas pelarut. Besarnya nilai polaritas pelarut proporsional dengan konstanta dielektriknya, seperti yang digambarkan pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Nilai Konstanta Dielektrik Berbagai Zat Pelarut (Stahl, 1969) Konstanta Dielektrik Nama Zat Pelarut Polaritas 1,890
Petroleum ringan
2,023
Sikloheksan
2,238
Karbon tatraklorida Trikoloroetilen Toluen
2,284
Benzen Diklorometan
4,806
Kloroform
4,340
Etileter
6,020
Etilasetat
20,700
Aseton n-propanol
24,300
Etanol
33,620
Metanol
80,370
Air
Zat pelarut dan terlarut dengan nilai total kelarutan yang hampir sama akan mudah melarut. Nilai parameter kelarutan diwakili oleh tiga komponen, yaitu dispersi atau non polar (δd), polar (δp) dan ikatan hidrogen (δh). Parameter total kelarutan (secara matematik) dapat dinyatakan sebagai akar kuadrat dari jumlah kuadrat pada komponen non polar, polar dan ikatan hidrogen (Archer, 1996),. Air dipertimbangkan sebagai penyari karena murah, mudah didapat, stabil, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak beracun, alamiah, dan mampu mengekstraksi banyak bahan kandungan simplisia. Adapun kerugian air sebagai penyari adalah tidak selektif, diperlukan waktu yang lama untuk memekatkan ekstrak, sari dapat ditumbuhi kapang atau kuman serta cepat rusak (Anonim, 1986; Voight, 1994). Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, dapat mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Selain itu, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Guna meningkatkan penyarian, biasanya digunakan campuran antara etanol dan air dalam berbagai perbandingan tergantung pada bahan yang akan disari (Anonim, 1986; Voight, 1994) Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurn. Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi. Selain itu, metode ekstraksi juga dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989). Menurut Kurnia (2010), ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain dengan reflux, soxhlet, digesti, destilasi uap dan infuse. Reflux merupakan ekstraksi pelarut pada suhu didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya 8
pendingin balik. Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi kinetik pada suhu lebih tinggi dari suhu kamar sekitar 40-50 oC. Destilasi uap adalah ekstraksi zat kandungan menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. Infuse adalah ekstraksi pelarut air pada suhu penangas air 96-98 oC selama 15-20 menit.
2.2.1. Maserasi Istilah maserasi berasal dari bahasa latin ”macerare” yang artinya mengairi, melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan jamu yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau diserbuk kasarkan) disatukan dengan bahan ekstraksi. Rendaman tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu maserasi adalah berbedabeda, masing-masing farmakope mancantumkan 4-10 hari. Namun pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai. Pengocokan dilakukan agar cepat mendapat kesetimbangan antara bahan yang diekstraksi dalam bagian sebelah dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan. Keadaan diam tanpa pengocokan selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar perbandingan jamu terhadap cairan ekstraksi, akan semakin baik hasil yang diperoleh (Voight, 1994). Dalam referensi lain disebutkan bahwa maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Proses pengerjaan dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986). Keuntungan dari metode maserasi yaitu prosedur dan peralatannya sederhana (Agoes, 2007).
2.2.2. Remaserasi Remaserasi merupakan metode ekstraksi yang terjadi pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Pelarut kedua ditambahkan sebanyak penambahan pelarut pertama (Depkes, 2000).
2.2.3. Perkolasi Istilah perkolasi berasal dari kata ‘percolare’ yang artinya penetesan, merupakan ekstraksi yang dilakukan dengan penetesan cairan penyari dalam wadah silinder atau kerucut (perkolator), yang memilki jalan masuk dan keluar. Bahan ekstraksi yang dimasukkan secara kontinyu dari atas mengalir lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui pembaharuan terus-menerus bahan pelarut berlangsung sesuai suatu maserasi banyak tingkat. Jika pada maserasi sederhana suatu ekstraksi sempurna dari simplisia tidak terjadi, karena kesetimbangan konsentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya dapat diatur, 9
maka pada perkolasi melalui pemasukan bahan pelarut yang ekstraksi total secara teoritis adalah mungkin, berkaitan dengan perbedaan konsentrasi pada posisi yang baru, secara praktek diperoleh sampai 95% bahan yang terekstraksi. Sebelum perkolasi dilakukan, simplisia terlebih dahulu direndam menggunakan pelarut dan dibiarkan membengkak agar mempermudah pelarut masuk ke dalam sel. Namun pembengkakan ini juga dapat menyebabkan pecahnya wadah itu sendiri. Dalam pengisian simplisia tidak boleh terdapat ruang rongga. Hal ini akan menggagu keteraturan aliran cairan dan menyebabkan berkurangnya hasil ekstraksi, namun suatu pengisian yang kompak dapat menghambat aliran pelarut atau malah menghentikannya (Voigt, 1994). Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari tumbuhan lebih sempurna, sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan peralatan yang digunakan mahal (Agoes, 2007). Perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi dikarenakan adanya aliran cairan penyari menyebabkan pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi dan keberadaan ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran kapiler tempat mengalir cairan penyari menyebabkan meningkatnya perbedaan konsentrasi (Anonim, 1986)
2.2.4. Reperkolasi Cara yang dicantumkan dalam beberapa farmakope, terutama untuk membuat ekstrak cair dari jamu yang mengandung minyak atsiri, dinyatakan bahwa simplisia tersebut dibagi dalam beberapa bagian. Bagian pertama diperkolasi, tetesan pelarut ditampung dan kemudian digunakan kembali untuk mengekstrak bagian berikutnya. Tetesan yang diperoleh dari bagian 1,2 dan 3 disatukan dan menghasilkan preparat jadinya (Voigt, 1994).
2.3. KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisis berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain (Putra, 2004). Banyak kelebihan yang dimiliki KCKT jika dibandingkan dengan kromatografi lainnya (Snyder dan Kirkland, 1979). Kelebihan itu antara lain: • Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran • Mudah melaksanakannya • Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi • Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis • Resolusi yang baik 10
• Dapat digunakan bermacam-macam detektor • Kolom dapat digunakan kembali • Mudah melakukan "sample recovery" Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1991). Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solutsolut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007). Putra (2004) menyatakan bahwa ada beberapa komponen penting di dalam KCKT. Komponen-komponen penting tersebut terdiri dari wadah fase gerak, pompa, injektor, kolom, detektor untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Blok KCKT
11
III. METODOLOGI
3.1. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah peralatan gelas seperti erlenmeyer 250 ml, gelas piala, labu rotary evaporator, sudip, buchner , cawan porselen. Selain peralatan gelas, penelitian ini menggunakan peralatan lain yaitu shaker, timbangan analitik, pompa vakum, saringan vakum, , rotary evaporator, eppendorf, lempeng silika, oven, HPLC, tanur, desikator, kertas saring,. Bahan-bahan yang digunakan yaitu simplisia daun, batang, akar sambiloto yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional B2P2TO & OT Tawang Mangu, etanol 95%, asam klorida encer P, kloroform P, metanol P, metanol proanalisis, larutan pembanding (Andrographolid 0.1%).
3.2. METODE 3.2.1. Standarisasi Simplisia 3.2.1.1. Kadar Abu (AOAC, 1970) Simplisia yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 2 sampai 3 gram dan dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silika yang telah dipijarkan dan ditara. Kemudian diarangkan dan dipijarkan perlahan hingga arang habis, dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Jika dengan cara tersebut arang belum dapat dihilangkan, maka perlu ditambahkan air panas, dan disaring menggunakan kertas saring bebas abu. Kemudian dipijarkan sisa dan kertas saring tersebut dalam krus yang sama. Selanjutnya fitrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dan dipijarkan hingga bobot tetap, dan ditimbang. Kadar abu dihitung berdasarkan rumus berikut. Kadar Abu = Bobot Simplisia X 100% Bobot Abu
3.2.1.2. Kadar Sari Larut Etanol (Materia Medika, 1995) Serbuk simplisia sebanyak 5 gram dimaserasi menggunakan 100 ml etanol 95% didalam labu bersumbat sambil dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Selanjutnya disaring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol 95%. Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan dalam cawan dangkal yang telah ditara hingga kering. Sisa penguapan dipanaskan didalam oven pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung berdasarkan rumus berikut. Kadar Sari larut Etanol =
Bobot Sari
X 100 X 100%
Bobot Simplisia
2
3.2.1.3. Kadar Sari Larut Air (Materia Medika, 1995) Serbuk simplisia sebanyak 5 gram dimaserasi menggunakan 100 ml airchloroform P didalam labu bersumbat sambil dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Selanjutnya disaring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol 95%. Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan dalam cawan dangkal yang telah ditara hingga kering. Sisa penguapan dipanaskan didalam oven pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung berdasarkan rumus berikut. Kadar Sari Larut Air = Bobot Sari Bobot Simplisia
X 100 X 100% 2
3.2.2. Penentuan Washing Time (List PH dan Schmidt PC, 2000) Simplisia ditimbang sebanyak 20 gram, dimaserasi menggunakan 200 ml etanol 95% di dalam erlenmeyer 250 ml dengan waktu 5, 10, 20, 40, sampai 120 menit sambil digoyanggoyang menggunakan shaker. Kemudian disaring menggunakan saringan yang dilengkapi dengan pompa vakum, diukur volume dan filtrat yang diperoleh di oven hingga bobot konstan dan kemudian hitung rendemen yang diperoleh. Motode ini merupakan modifikasi dari sumber yang telah ada. Rendemen = Bobot Ekstrak X 100% Bobot Simplisia
3.2.3. Pembuatan Ekstrak 3.2.3.1. Maserasi (List PH dan Schmidt PC, 2000) Simplisia sebanyak 10 gram dimaserasi menggunakan 100 ml etanol 95% di dalam Erlenmeyer 250 ml selama 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24 jam sambil digoyang-goyangkan menggunakan shaker. Kemudian disaring menggunakan saringan yang dilengkapi dengan pompa vakum, filtrat yang diperoleh diukur volumenya dan selanjutnya di evaporasi menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
3.2.3.2. Remaserasi (List PH dan Schmidt PC, 2000) Simplisia sebanyak 10 gram dimaserasi dengan 100 ml etanol 95% selama 2 jam sambil digoyang-goyangkan menggunakan shaker, selanjutnya disaring cepat dan filtrat yang diperoleh diukur volumenya, volume 1. Residu sisa penyaringan ditambahkan lagi 100 ml etanol 95% yang baru, dan di maserasi kembali selama 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 jam, kemudian disaring cepat dan filtrat yang diperoleh diukur volumenya yaitu volume 2. Filtrat 1 dan filtrat 2 digabungkan dan dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Metode ini merupakan modifikasi dari sumber yang ada.
13
3.2.3.3. Perkolasi (List PH dan Schmidt PC, 2000) Simplisia sebanyak 10 gram dimaserasi dengan 100 ml etanol 95% selama 2 jam sambil digoyang-goyangkan menggunakan shaker, selanjutnya disaring cepat mengunakan saringan berpompa vakum dan filtrat yang diperoleh diukur volumenya, volume 1. Residu sisa penyaringan dimasukkan kedalam kolom perkolator dan dialiri pelarut etanol 95% secara perlahan selama 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 jam. Pelarut yang melewati simplisia diukur volumenya yaitu volume 2, dan digabungkan dengan filtrat 1. Kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
3.2.3.4. Reperkolasi (List PH dan Schmidt PC, 2000) Simplisia sebanyak 10 gram dimaserasi dengan 100 ml etanol 95% selama 2 jam sambil digoyang-goyangkan menggunakan shaker, selanjutnya disaring cepat mengunakan saringan berpompa vakum dan filtrat yang diperoleh diukur volumenya, volume 1. Residu sisa penyaringan dimasukkan kedalam kolom perkolator dan dialiri pelarut etanol 95% secara perlahan, pelarut yang telah melewati simplisia disirkulasi kembali ke atas dan dilewatkan kembali melalui simplisia selama 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 jam. Filtrat yang diperoleh diukur volumenya dan digabungkan dengan filtrat 1, kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Metode ini merupakan modifikasi dari sumber yang ada.
3.2.4. Analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Ekstrak sebanyak 10 mg diencerkan menjadi 1000 ppm dengan menambahkan 1 ml metanol. Dari hasil pengenceran tersebut diambil sebanyak 100 µl dan kemudian ditambahkan kembali 900 µl methanol. Kemudian dilarutkan dengan bantuan menggunakan sentrifuse. Setelah larut, dimasukkan ke dalam botol vial dan diinjekkan ke dalam KCKT. Bahan analisis yang telah siap kemudian di analisis menggunakan KCKT dengan kondisi operasi sebagai berikut: Jenis kolom : Sunfire TM C18 Panjang kolom : 15 cm Diameter kolom : 4.6 mm Fase gerak : metanol: air Flow rate : 1ml/menit Pressure limit : 200kg/cm2 Volume sampel : 20 µl Panjang gelombang : 223 nm Detektor : DAD detector Pompa : K-1001
14
Perbandingan fase gerak yang digunakan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Fase Gerak Waktu (menit)
Laju alir (ml/menit)
0
1
Methanol (%) 20
5
1
20
80
7
1
30
70
10
1
30
70
12
1
45
55
20
1
45
55
22
1
60
40
27
1
60
40
30
1
70
30
35
1
70
30
37
1
85
15
45
1
85
15
47
1
100
0
5
1
100
0
Air (%) 80
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO&OT) Tawangmangu. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun, ranting, dan akar tanaman. Sebelum digunakan sebagai bahan baku, tanaman ini dilakukan perlakuan pendahuluan yaitu pengeringan dan penghalusan. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari sampai daun benar-benar kering, yang ditandai dengan pecahnya simplisia tersebut apabila diremas menggunakan tangan. Setelah pengeringan, simplisia tersebut dihancurkan atau dihaluskan menggunakan mesin penghalus (grinder). Grinder yang digunakan dalam penghalusan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grinder
Simplisia yang sudah siap, dilakukan karakterisasi simplisia meliputi uji kadar abu total, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol. Karakterisasi tersebut merujuk pada Materia Medika (1995) tanaman sambiloto. Karakterisasi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari simplisia tersebut. Hasil dari pengujian karakterisasi simplisia tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil karakterisasi simplisia sambiloto Karakteristik
Persen (%)
Materia medika
Kadar abu total
18
≤ 12%
Kadar sari larut air
19
≥18%
Kadar sari larut etanol
13
≥ 9,7%
Dari Tabel 3 dapat dilihat kadar abu total yang terkandung di dalam tanaman sambiloto adalah sebesar 18%. Kadar abu ini menunjukkan kandungan mineral dalam bahan tersebut. Mineral yang terkandung di dalam bahan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, malat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Nilai
kadar abu total yang diperoleh tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada Materia Medika (1995), dimana kadar abu total simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional atau herbal terstandar harus ≤ 12% sedangkan hasil pengukuran menyatakan bahwa kadar abu total sebesar 18%. Ketidaksesuaian ini terjadi akibat bahan yang digunakan merupakan campuran antara daun, ranting dan akar. Selain itu, kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan juga tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Kadar sari larut air menunjukkan banyaknya senyawa-senyawa di dalam simplisia yang terlarut di dalam air. Dari Tabel 6 dapat diketahui kadar sari yang larut dalam air sebesar 19%. Nilai tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada materia medika yaitu harus ≥18%. Ini berarti simplisia layak untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan obat tradisional atau obat herbal terstandar. Begitu juga dengan nilai kadar sari larut etanol, dimana hasil pengujian menyatakan dalam simplisia tersebut terkandung kadar sari larut etanol sebesar 13%. Nilai tersebut sesuai dengan yang ditetapkan di dalam materia medika, dimana kadar sari larut etanol harus memiliki nilai ≥ 9,7%. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa simplisia tersebut memiliki kandungan senyawa-senyawa (sari) yang layak untuk dilakukan ekstraksi.
4.2. PENENTUAN WASHING TIME Washing time merupakan waktu yang dbutuhkan untuk proses pencucian senyawa-senyawa yang ada di luar sel. Simplisia yang akan di ekstrak, sebelumnya telah dilakukan perlakuan pendahuluan seperti dikeringkan dan dihaluskan. Proses tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel tanaman simplisia sehingga senyawa-senyawa yang terkandung di dalam simplisia keluar dari sel. Pada proses pencucian ini pelarut mencuci atau melarutkan senyawa yang ada dipermukaan atau di luar sel. Washing time ditentukan dengan cara merendam simplisia di dalam pelarut (etanol 95%) dengan nisbah pelarut dan simplisia 1:10 selama 5, 10, 20, 40 hingga 120 menit. Rendemen yang diperoleh dari perendaman tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Rendemen washing time Berdasarkan Gambar 7, dapat diketahui bahwa pada perendaman selama dua jam, rendemen yang dihasilkan sudah mulai stabil. Waktu dua jam ini merupakan waktu yang cukup untuk proses pencucian. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa proses ekstraksi dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian (washing out) dan fase ekstraksi (difusi). Fase washing out merupakan proses penarikan senyawa-senyawa yang terdapat di luar sel yang merupakan akibat dari pecahnya dinding sel pada saat proses pengecilan ukuran sehingga senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya pecah keluar sel. 17
Fase berikutnya adalah fase ekstraksi (difusi). Pada fase difusi, pelarut menarik senyawasenyawa yang ada di dalam sel dengan cara menembus dinding sel terlebih dahulu. Pelarut dapat masuk ke dalam sel karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dalam sel dengan pelarut yang mula-mula masih tanpa bahan aktif. Proses penarikan ini akan berlangsung sampai terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di sebelah dalam dan di sebelah luar sel. Mekanisme kedua fase tersebut digambarkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Mekanisme penarikan senyawa (List dan Schmidt, 2000)
4.3. EKSTRAKSI SAMBILOTO Ekstraksi merupakan suatu usaha dalam penyarian senyawa tertentu dan memisahkannya dari bahan yang dicari. Ekstraksi biasanya menggunakan cairan penyari yang disebut dengan pelarut. Pelarut akan melarutkan senyawa yang memiliki kelarutan yang sama atau hampir sama dengan kelarutan pelarut, ekstraksi tersebut biasa disebut dengan sebutan solvent extraction atau ekstraksi menggunakan pelarut. Menurut Ansel (1989), ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dan menggunakan pelarut yang memiliki kelarutan sama dengan zat yang akan ditarik. Dalam penelitian ini digunakan empat metode yaitu maserasi, remaserasi, perkolasi, dan reperkolasi. Keempat metode ini merupakan ekstraksi dingin atau ekstraksi yang tidak menggunakan panas, sehingga tidak merusak senyawa yang terkandung di dalamnya. Metode ekstraksi tersebut dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Selain itu, metode ekstraksi juga dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989). Pada ekstraksi tersebut, perlarut yang digunakan adalah etanol 95%. Pemilihan pelarut ini berdasarkan beberapa sebab, antara lain kepolaran, toksisitas, dan penelitian-penilitian yang telah dilakukan sebelumnya. Kumoro et al. (2009) menyatakan bahwa metanol merupakan pelarut yang terbaik dalam ekstraksi diterpenoid lakton dari A. paniculata dalam hal rendemen dan komponen yang dihasilkan tinggi, sedangkan etanol dan aseton juga merupakan pelarut yang mampu untuk mengekstrak andrographolide, namun hasilnya lebih kecil. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 4.
18
Tabel 4. Pengaruh polaritas terhadap rendemen andrographolide dan deoxyandrographolide
4.3.1. Maserasi Maserasi merupakan ekstraksi dingin, dimana simplisia direndam di dalam pelarut, dan dilakukan pengadukan atau pengocokan hingga pelarut menarik atau melarutkan senyawa yang diinginkan secara maksimal. Menurut List dan Schmidt (2000), maserasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu maserasi sederhana, maserasi kinetik, dan maserasi dengan penggunaan tekanan. Maserasi sederhana merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara merendam simplisia di dalam pelarut dalam waktu tertentu yang disertai atau tidak disertai pengadukan pada suhu ruang. Kinetika maserasi memikili pengertian yang hampir sama dengan maserasi sederhana, namun pada kinetika maserasi dilakukan pengadukan dengan kecepatan konstan. Pada maserasi bertekanan ekstraksi dilakukan bukan pada tekanan ruang sehingga proses ekstraksi lebih efektif. Pada penelitian ini, metode maserasi yang digunakan adalah maserasi kinetik, karena maserasi dilakukan dengan menggunakan pengadukan yang konstan yaitu pada kecepatan 200 rpm. Pengadukan ini dilakukan menggunakan shaker. Gambaran proses maserasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
19
Gambar 9. Maserasi menggunakan shaker Rendemen yang diperoleh dari maserasi ini berkisar antara 5,7 - 7,0 % (Lampiran 6). Rendemen terendah terdapat pada waktu maserasi 4 jam, dan rendemen tertinggi terdapat pada waktu maserasi 24 jam. Rata-rata rendemen yang diperoleh yaitu 6,4%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama maserasi, maka rendemen yang dihasilkan pun semakin tinggi. Hal tersebut digambarkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Rendemen hasil maserasi Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada grafik tersebut cenderung naik. Seharusnya, semakin lama waktu maserasi maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Namun pada maserasi 12 dan 18 jam rendemen yang dihasilkan menurun. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan merupakan campuran batang, daun, dan akar dimana tiap bagian tanaman memiliki komposisi yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan.
4.3.2. Remaserasi Remaserasi pada prinsipnya hampir sama dengan maserasi, yaitu merendam simplisia di dalam pelarut hingga waktu tertentu yang disertai dengan pengadukan atau pengocokan. Namun ada sedikit perbedaan dimana pada remaserasi ini terjadi penggantian pelarut setelah dimaserasi selama 2 jam. Penggunaan pelarut pada metode ini dua kali lipat bila dibandingkan dengan metode maserasi. Karena hal tersebut mengacu pada literatur dimana perbandingan antara simplisia dan pelarut yang digunakan adalah 1:10. Hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi ekstraksi agar tetap sama. Rendemen yang dihasilkan pada metode ini berkisar antara antara 9,9 -11,9 %. Ratarata rendemen yang diperoleh yaitu sebesar 10,8 %. Rendemen terendah terdapat pada 20
remaserasi 4 jam dan tertinggi terdapat pada remaserasi 24 jam. Rendemen hasil remaserasi dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Rendemen hasil remaserasi Dari Gambar 11, dapat dilihat bahwa grafik hasil remaserasi memiliki kecenderungan yang hampir sama dengan grafik hasil maserasi, dimana grafik memiliki kecenderungan naik. Hal ini mengindikasikan bahwa pelarut masih mampu untuk menarik senyawa setelah waktu remaserasi 24 jam. Namun perbedaan lamanya waktu ekstraksi disini juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen yang dihasilkan sehingga akan percuma jika ekstraksi dilakukan dalam waktu yang panjang. Rendemen ekstrak hasil remaserasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen ekstrak hasil maserasi. Hal ini dikarenakan pada saat remaserasi terdapat penggantian pelarut. Dengan penggantian pelarut ini ada beberapa hal yang terjadi, antara lain jumlah pelarut yang digunakan lebih banyak sehingga senyawa yang tertarik pun lebih banyak. Selain itu, karena mengunakan pelarut baru maka gradient konsentrasi antara pelarut dan sel berbeda jauh, sehingga mempermudah dalam penarikan senyawa-senyawa yanga ada di dalam sel.
4.3.3. Perkolasi Perkolasi selalu menggunakan pelarut yang baru dan merupakan proses yang kontinyu. Hal yang sangat berpengaruh pada proses perkolasi adalah laju alir pelarut melewati simplisia. Semakin cepat laju alir pelarut maka waktu kontak antara bahan dengan pelarut semakin kecil, sehingga senyawa yang tertarik pun sedikit, dan sebaliknya. Laju alir yang digunakan pada penelitian ini tergantung dari lama waktu ekstraksi, laju alir diatur sedemikian rupa agar 100 ml pelarut habis pada waktu tersebut. Sebelum perkolasi, simplisia dilakukan meserasi terlebih dahulu selama 2 jam untuk proses pencucian. Selain untuk proses pencucian, perendaman tersebut juga membantu mempermudah pelarut masuk ke dalam sel dengan cara membentuk suatu perlintasan melalui pembengkakan. Pada saat pelarut baru membasahi simplisia, maka dengan mudah pelarut tersebut masuk dan menarik senyawa-senyawa yang ada di dalamnya. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi dan dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif 21
pada perkolat terakhir. Untuk obat yang belum diketahui zat aktifnya, dapat dilakukan penentuan dengan cara organoleptis seperti rasa, bau, warna dan bentuknya (Anonim, 1986). Perkolasi ini memperoleh hasil rendemen yang berkisar sekitar 9,7 -10,8%. Rata-rata rendemen yang diperoleh adalah 10,4%. Rendemen tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan rendemen hasil maserasi, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan rendemen hasil remaserasi. Hal ini terjadi karena pada perkolasi, kecepatan alir yang digunakan pada saat perkolasi terlalu cepat sehingga waktu kontak antara pelarut dan simplisia kecil. Hal ini menyebabkan pelarut akan tercuci keluar sebelum pelarut menarik senyawa-senyawa yang ada di dalam sel secara sempurna atau bahkan pelarut akan tercuci ke luar sebelum pelarut masuk ke dalam sel. Hasil rendemen perkolasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Rendemen hasil perkolasi Dari gambar 12 ,dapat dilihat bahwa perbedaan waktu yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan. Grafik yang ditunjukkan cenderung lurus membentuk garik horizontal. Hal ini berarti perbedaan laju alir yang digunakan pada saat perkolasi selama 4 jam hingga 24 jam tidak memberikan perbedaan terhadap rendemen yang dihasilkan.
4.3.4. Reperkolasi Reperkolasi merupakan metode yang hampir sama dengan metode perkolasi, simplisia tidak direndam di dalam pelarut namun dialirkan melalui simplisia. Perbedaan metode reperkolasi dengan perkolasi antara lain pelarut yang digunakan pada reperkolasi tidak menggunakan pelarut yang selalu baru. Pelarut yang telah melewati simplisia akan disirkulasi kembali ke atas dan akan melewati simplisia kembali sehingga pelarut yang belum sempurna dalam menarik senyawa-senyawa dalam sel akan digunakan kembali untuk menarik senyawa tersebut. Pada reperkolasi, pelarut disirkulasi menggunakan pompa kecil yang dihubungkan dengan selang kecil. Rangkaian alat perkolasi atau perkolator dapat dilihat pada Gambar 13.
22
Gambar 13. Rangkaian perkolator Pada perkolator diatas, kecepatan laju alir yang digunakan tidak dapat ditentukan, laju alir tergantung pada ukuran pipa pada kolom perkolator dan kekuatan pompa yang digunakan. Sama halnya dengan pekolasi, simplisia di maserasi terlebih dahulu selama 2 jam sebelum dilakukan reperkolasi. Rendemen yang dihasilkan dari reperkolasi disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Rendemen hasil reperkolasi Rendemen yang diperoleh pada metode reperkolasi berkisar antara 8,2 – 8,2 % dengan rendemen rata-rata 9,1%. Rendemen hasil reperkolasi ini lebih kecil dibandingkan rendemen hasil remaserasi dan reperkolasi namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan rendemen hasil maserasi. Hal ini terjadi karena laju alir yang digunakan lebih cepat dari pada laju alir yang digunakan pada saat perkolasi sehingga mengakibatkan waktu kontak antara pelarut dan simplisia yang singkat. Waktu kontak yang kecil ini disebabkan penggunaan pompa untuk mensirkulasi pelarut sehingga laju alir tidak dapat diatur. Berbeda halnya dengan perkolasi, laju alir pelarut pada perkolasi dapat diatur sesuai dengan lamanya waktu yang digunakan walaupun perbedaan waktu pada akhirnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan. Perbedaan waktu pada reperkolasi dimaksudkan untuk memperbanyak sirkulasi pelarut yang melalui simplisia sehingga diharapkan dapat lebih banyak melarutkan senyawa-senyawa yang ada di dalam sel. Dari Gambar14, dapat dilihat bahwa terdapat titik puncak pada waktu reperkolasi 14 jam. Diatas 14 jam, rendemen turun kembali ke posisi yang setara dengan rendemen sebelumya. Pada dasarnya rendemen yang dihasilkan tidak terlalu terpengaruh terhadap perbedaan lamanya waktu reperkolasi. Titik puncak tersebut dapat disebabkan oleh kondisi simplisia yang kurang seragam. Ketidakseragaman ini dikarenakan simplisia yang 23
digunakan berasal dari campuran daun, batang, dan akar tanaman sambiloto. Pada setiap bagian tanaman memiliki kandungan senyawa yang berbeda, sehingga perbedaan rendemen yang dihasilkan.
4.3.5. Perbandingan Rendemen Dari keseluruhan metode yang telah dilakukan, rendemen yang diperoleh berkisar antara 5,7 -11,9%. Rendemen terkecil terdapta pada metode meserasi dan tertinggi pada metode remaserasi. Perbandingan rendemen dari keempat metode tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Perbandingan rendemen empat metode ekstraksi Berdasarkan Gambar 15, rendemen terendah terdapat pada metode maserasi, dan tertinggi pada metode remaserasi. Kecilnya rendemen maserasi ini disebabkan karena pelarut yang digunakan pada metode tersebut memang paling sedikit jumlah pelarutnya dibandingkan dengan ketiga metode yang lain. Pada maserasi jumlah pelarut yang digunakan adalah 100 ml, sedangkan pada remaserasi, perkolasi, dan reperkolasi jumlah pelarut yang digunakan sebanyak 200 ml. Metode remaserasi memiliki nilai rendemen yang tertinggi. Hal ini dikarenakan pada metode remaserasi waktu kontak yang lama antara pelarut dan simplisia, sehingga pelarut dapat lebih mudah masuk ke dalam sel dan menarik senyawa-senyawa secara maksimal tanpa takut terjadinya wash out atau tercuci keluar. Adanya pengocokan juga sangat membantu mempermudah pelarut dalam melarutkan senyawa-senyawa tersebut. Selain itu, juga karena pelarut yang digunakan lebih banyak bila dibandingkan dengan metode maserasi. Secara otomatis, molekul yang menarik senyawa yang ada dalam sel juga banyak. Namun secara keseluruhan, perbedaan lama waktu ekstraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata atau signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan pada waktu ekstraksi 4 jam tidak jauh berbeda dengan rendemen yang dihasilkan pada waktu ekstraksi 24 jam.
4.4. ANALISIS KADAR SENYAWA ANDROGRAPHOLIDE Senyawa andrographolide merupakan senyawa aktif yang terdapat di dalam tanaman sambiloto. Senyawa ini yang dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit. Andrographolide merupakan senyawa utama yang ada di dalam tanaman sambiloto dan tergolong ke dalam kelompok trihidroxy lakton tak jenuh dengan rumus molekuler C20H30O5. Kadar 24
andrograpolide inilah yang dijadikan parameter spesifik selain rendemen hasil masing-masing metode. Kadar andrographolide ditentukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut dengan istilah High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). Penentuan kadar andrographolide ini dihitung menggunakan metode luas puncak. Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2). Teknik ini hanya dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa (Johnson dan Stevenson, 1991). Kadar andrographolide ditentukan berdasarkan luas puncak atau peak. Luas peak ini diperoleh dengan cara membandingkan antara peak standar dengan peak sampel. Data yang diperoleh dari hasil analisis HPLC diubah kedalam bentuk persamaan regresi linier (Lampiran10). Analisa kualitatif dilihat dari pola kromatogram andrographolide. Pola kromatogram andrographolide diketahui berdasarkan kemiripan waktu retensi dan spektrum UV antara senyawa standar dan sample ekstrak. Perbandingan waktu retensi dan spectrum UV dapat dilihat pada Gambar 16, 17 dan selengkapnya ada pada Lampiran 13. A-300 K-2800 [1] Andrographolide
500
500
Name RetentionTime
(a)
400
400
andrographolide
200
200
1.3 2.0 2.9
26.6
39.9
100
49.0 49.5
mAU
300
mAU
300
100
0
23.5
0
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
RP 16 K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
250
250
(b)
200
200
andrographolide
52.6
49.6 50.7 51.2
100
44.1
33.4 34.1 34.5
32.0
14.7 15.8 17.1 18.0 18.8 19.4 20.3 21.6
10.5
8.3
4.7 5.5 6.6
0.4 1.4 2.0 3.0
50
24.6 25.0 25.6 26.3 26.6 27.0 27.7
100
39.9 40.5 41.3 42.5
29.7
mAU
150
mAU
150
50
0
23.5
0
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Gambar 16. Analisa kualitatif ekstrak yang mengandung andrographolide pada waktu retensi 23,5 menit. (a) Senyawa standar andrographolide (b) Ekstrak sambiloto 25
Spektrum UV-Vis Andrograpolide
(a)
500
500
400
224
400
mAU
300
mAU
300
369
397
100
391
100
380
200
334
200
0
200
0
210
220
230
240
250
260
270
280
290
300
310
320
330
340
350
360
370
380
390
400
nm
Spektrum UV-Vis Sampel Sambiloto P 18 500
500
(b)
400
400
300
mAU
mAU
224
300
100
382
395
100
385
200
323
200
0
200
0
210
220
230
240
250
260
270
280
290
300
310
320
330
340
350
360
370
380
390
400
nm
Gambar 17. Spectrum UV (a) Senyawa standar andrographolide (b) Sample ekstrak Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada kromatogram senyawa standar, andrographolide memiliki waktu retensi 23,5 sehingga pada kromatogram sampel waktu retensi 23,5 dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah andrographolide karena memiliki retensi waktu yang mirip. Dari gambar tersebut juga diperoleh waktu retensi lain, ini berarti terdapat banyak senyawa lain yang terkandung didalam ekstrak tersebut. Perbandingan kadar andrographolide hasil analisis HPLC pada masing-masing metode dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Perbandingan kadar andrographolide Berdasarkan Gambar 18, diketahui bahwa kadar andrographolide tertinggi dperoleh dengan metode perkolasi pada lama waktu ekstraksi 24 jam yaitu 23,5 % sedangkan kadar terendah terdapat pada metode remaserasi selama 8 jam yaitu 3,7%. Jika dilihat dari grafik tersebut, kadar 26
andrographolide yang diperoleh tidak menentu. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan untuk bahan baku tidak seragam atau merupakan campuran bagian daun, batang, dan akar. Setiap bagian tanaman mengadung senyawa andrographolide dengan kadar berbeda-beda. Menurut Panday dan Mandal (2009), kandungan andrographolide masing-masing bagian tanaman dipresentasikan pada Gambar 19.
Gambar 19. Persentase kandungan andrographolide pada tiap bagian tanaman sambiloto Kandungan senyawa andrographolide tertinggi terdapat pada bagian daunnya yaitu sebesar 2,35%, kandungan terbanyak kedua terdapat pada bagian akar yaitu sebesar 0,52% dan terendah terdapat pada batang yaitu 0,35%.
4.5. ANALISIS STATISTIK Perhitungan ANOVA ini dilakukan dengan menggunakan Statistical Analisys Software (SAS). Dengan menggunakan 2 faktor, dimana faktor 1 adalah perbedaan waktu dan faktor kedua adalah perbedaan metode. Hasil perhitungan ANOVA terdapat pada Lampiran 14. Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa faktor 1 yaitu perbedaan metode memiliki nilai p value lebih kecil dari nilai alpha sehingga tolak H0, artinya perbedaan metode ekstraksi (maserasi, remaserasi, perkolasi, reperkolasi) berpengaruh secara nyata terhadap besarnya rendemen ekstrak yang dihasilkan. Namun pada faktor 2 yaitu perbedaan lama ekstraksi, nilai p value lebih besar dari nilai alpha maka terima H0, yang artinya perbedaan lama ekstraksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap besarnya rendemen yang dihasilkan. Dari hasil tersebut, perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui lebih rinci lagi bagian mana yang berpengaruh secara nyata. Uji lanjut ini menggunakan uji Duncan. Hasil dari perhitungan Uji Duncan menyatakan bahwa pada metode remaserasi dan maserasi lamanya waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang berbeda antara metode satu dengan yang lainnya, sedangkan pada metode perkolasi dan reperkolasi lama waktu ekstraksi tidak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap rendemen tiap metode. Uji Duncan untuk melihat korelasi perbedaan metode terhadap rendemen menyatakan bahwa perbedaan metode tidak berpengaruh nyata atau signifikan terhadap besarnya rendemen yang dihasilkan pada tiap lamanya waktu ekstraksi yang digunakan. Rendemen yang dihasilkan pada lama waktu ekstraksi 4 jam tidak berbeda secara nyata dengan rendemen yang dihasilkan pada lama waktu ekstraksi 24 jam, dan lama waktu ekstraksi yang lainnya. Sehingga berdasarkan uji Duncan tersebut ekstraksi sebaiknya dilakukan hanya dalam waktu 4 jam saja. Selanjutnya analisis statistik guna mengetahui korelasi antara perbedaan lama waktu ekstraksi terhadap kadar andrographolide digunakan uji kruskal walis. Hasil dari uji kruskal 27
meyatakan bahwa nilai p value (0,47) lebih besar dari nilai alpha (0,05) maka terima H0 artinya kadar andrographolide tidak berbeda nyata dengan yang lainnya. Dengan kata lain bahwa perbedaan lama waktu ekstraksi dan perbedaan metode ekstraksi yang digunakan ridak berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan. Dari uji statistik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perbedaan lama waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Pada metode perkolasi perbedaan lama waktu ekstraksi memilki pengaruh yang sama dengan metode reperkolasi, namun berbeda pengaruhnya dengan metode maserasi dan remaserasi. Untuk perbedaan metode, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan pada tiap lama waktu ekstraksi masing-masing metode. Berdasarkan hasil uji kruskal walis, kadar andrographolide yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan lama waktu ekstraksi dan perbedaan jenis metode yang digunakan.
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN Pada karakterisasi bahan baku, pengukuran kadar abu belum memenuhi standar mutu dimana standar mutu yang ditetapkan adalah sebesar ≤ 12% sedangkan hasil pengukuran sekitar 18%. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan belum memenuhi standar mutu. Lama proses pencucian (washing time) ditetapkan selama 2 jam. Pada proses pencucian ini rendemen yang dihasilkan belum memenuhi standar mutu yaitu 9,6% sehingga perlu adanya proses difusi. Dari keempat ekstraksi diatas, metode yang terbaik yaitu metode remaserasi. Metode ini memiliki rendemen tertinggi yaitu berkisar antara 9,9 -11,9 % dan rata-rata rendemen yang diperoleh yaitu sebesar 10,8%. Tingginya rendemen tersebut dikarenakan waktu kontak antara pelarut dan simplisia pada metode remaserasi lebih lama dibandingkan dengan metode perkolasi dan reperkolasi, dan pelarut yang digunakan lebih banyak dari pada jumlah pelarut pada metode maserasi sehingga pelarut dapat lebih mudah masuk ke dalam sel dan menarik senyawa-senyawa secara maksimal. Pengocokan juga membantu mempermudah pelarut dalam melarutkan senyawasenyawa tersebut. Berdasarkan uji statistik, dinyatakan bahwa perbedaan lama waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Pada metode perkolasi perbedaan lama waktu ekstraksi memiliki pengaruh yang sama dengan metode reperkolasi, namun berbeda pengaruhnya dengan metode maserasi dan remaserasi. Untuk perbedaan metode, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rendemen yang dihasilkan pada tiap lama waktu ekstraksi masing-masing metode. Kadar andrographolide tertinggi terdapat pada metode perkolasi, yaitu sekitar 23,4%. Berdasarkan hasil uji kruskal walis, kadar andrographolide yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan lama waktu ekstraksi dan perbedaan jenis metode yang digunakan.
5.2. SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, masih banyak kekurangan dalam penelitian tersebut. Kekurangan ini dapat dijadikan pembelajaran untuk penelitan berikutnya. Beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk menyempurnakan penelitian ini : 1. Bahan baku yang digunakan sebagai simplisia seharusnya berasal dari tanaman yang berkualitas baik, diolah dengan cara yang baik, dan sebaiknya dipisahkan antara daun, batang dan akar. 2. Pada proses repekolasi, sebaiknya rancangan alat yang digunakan dapat diatur kecepatan alir pelarutnya, sehingga laju dapat diatur agar tidak terlalu cepat. 3. Perlu dilakukan optimasi ekstraksi pada metode terbaik yaitu metode remaserasi dengan beberapa variable seperti ukuran pertikel, nisbah pelarut, komposisi pelarut. 4. Kadar andrographolide yang diperoleh sangat fluktuatif, perlu dilakukan perbaikan metode dalam preparasi sample untuk KCKT.
DAFTAR PUSTAKA AOAC, 1970. Official Method and Analysis of The Association oh The Official Analytical Chemists. 11th. Edition. Washington D. C. Agoes G. 2007. Teknologi Bahan Alam. 21,38 – 39. Bandung : ITB Press Aldi Y, Andrianus AS, Ranti AS, dan Sugiarso NC. 1996. Pengujian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) untuk Antihistaminergik. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3(1) : 17. Anonymous. 2002. Andrographis paniculata: how an eastern remedy is finally gaining recognation for its wide range of medicinal powers. http://www. thehealthierlife co.uk/ health-alert. [12 Oktober 2010]. Anonymous. 2003. Andrographis paniculata, Ness. http://www.hartwick.edu. [10 Oktober 2010]. Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. EdisiIV. Jakarta : UI Press. Archer WL. 1996. Industrial Solvent Hand Book. Marcel Decker Inc., New York. Calabrese C, Berman SH, dan Babish JG. 2000. A phase I trial of andrographolide in HIV Positive Patients and Normal Volunteers, Phytother. Res., 14, 333–338. Cordell GA. 1995. Changing strategies in natural products chemistry. Phytochemistry, 40: 15851612. [DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi I. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta. [DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Depkes RI. Jakarta. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Depkes RI. Jakarta. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Metode Analisis PPOM. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hanan A. 1996. Beberapa catatan penting tentang Sambiloto. Warta Tumbuhan Obat Indo. 3(1) : 19 - 20. Johnson EL dan Stevenson. 1991. Dasar Kromatogafi Cair. Bandung: ITB Kumoro AC, Masitah H, dan Harcharan S. 2009. Effect of Solvent Properties on The Soxhlet Extraction of Diterpenoid Lactones from Andrographis paniculata Leaves. Short Report. Departement of Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Diponegoro University. Semarang. Indonesia. Kurnia, R. 2010. Ekstraksi dengan pelarut. http://lordbroken.wordpress.com/2010/02/17/ekstraksipelarut/. [17 oktober 2010]. List PH, Schmidt PC. 2000. Phytopharmaceutical Technology. Institute rof Pharmaceutical Technology. University of Marburg. Germany. Mahendra B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Penebar Swadaya. Jakarta. Matsuda T, Kuroyanagi M, Sugiyama S, Umehara K, Ueno A, dan Nishi K. 1994. Cell differentiation-inducing diterpenes from Andrographis paniculata Nees. Chemical Pharmaceutical Bulletin. 42(6) : 1216-1225 Munson B. 1991. Thermal Effects on the Mass Spectra of Benzophenone Oximes Obtained by Gas Chromatography Electron Ionization Mass Spectrometry, Org. Mass Spectrom. 26, 821. Pandey AK dan Mandal AK. 2009. Variation in Morphological Characteristic and Andrpgrapholide Content in Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness of Central India. Iranica Journal of Energy & Environmental 1 (2): 165-169, 2010. Tropical Forest Research Institute, P.O. RFRC, Mandla Road, Jabalpur 482 021, India. Prapanza E. Dan Marianto LM. (2003). Khasiat & Manfaat Sambiloto: Raja Pahit Penakluk Aneka Penyakit. AgroMedia Pustaka. Hal: 3–9. Putra, E.D.L. 2004. Kromatografi cair kinerja tinggi dalam bidang farmasi. Fakultas Matematikan Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Rajani M, Shrivastava N, dan Ravishankara MN. 2000. A rapid method for isolation of andrographolide from Andrographis paniculata Nees (Kalmegh). Pharmaceut. Biol., 38, 204–209.
Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta. Sabel W dan Warren JDF. 1973. Theory and Practise of Oleoresin Extraction. Di dalam Proceeding of The Conference of Spice, 10th-14th April 1972. Trop. Prod. Inst, London. Snyder LR dan Kirkland JJ. 1979. Introduktion to modern liquid chromatography. Edisi II. John Wiley & Sons.Inc NewYork, Chihester, Briebane, Toronto, Singapore. Stahl E. 1969. Analisis Obat Secara Kromatografi Dan Mikroskopi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Voigt R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh: Dr. Soendani Noerono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Winarno FG, Fardiaz D dan Fardiaz S. 1973. Ekstraksi, Kromatografi Dan Elektrophoresis. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fatemeta- Institut Pertnian Bogor, Bogor.
30
Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi
Lampiran 2. Diagram alir proses remaserasi Simplisia (10 gram) Etanol 95% (100 ml)
Perendaman dan pengocokan (2 jam)
Campuran simplisia dan pelarut
Penyaringan
Residu
Filtrat 1
Ethanol 95% (100 ml)
Pengeringan (rotary evaporator )
Perendaman dan pengocokan (2, 4, 6,8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 jam)
Campuran simplisia dan pelarut
Ekstrak kering
Penimbangan hingga konstan
Penyaringan
Residu
Filtrat 2
32
Lampiran 3. Diagram alir proses perkolasi
33
Lampiran 4. Diagram alir proses reperkolasi
34
Lampiran 5. Rendemen hasil penentuan washing time Waktu Perendaman
Rendemen (%)
5 menit
1.7
10 menit
2.1
20 menit
3.9
40 menit
4.4
60 menit
3.9
80 menit
4.6
100 menit
6.0
120 jam
6.0
Lampiran 6. Rendemen hasil maserasi Waktu Maserasi (Jam)
Rendemen (%)
4
5.7
6
5.8
8
6.2
10
6.5
12
6.3
14
6.5
16
6.7
18
6.5
20
6.7
22
6.9
24
7.0
35
Lampiran 7. Rendemen hasil remaserasi Waktu Remaserasi (Jam)
Rendemen (%)
4
9.9
6
10.1
8
10.2
10
10.8
12
11.2
14
10.8
16
10.9
18
10.6
20
11.5
22
10.9
24
11.9
Lampiran 8. Rendemen hasil perkolasi Waktu Perkolasi (Jam)
Rendemen (%)
4
9.7
6
10.2
8
10.4
10
10.8
12
10.7
14
10.8
16
10.4
18
10.6
20
10.7
22
10.3
24
10.1
36
Lampiran 9. Rendemen hasil reperkolasi Waktu Reperkolasi
Rendemen
4
8.4
6
8.6
8
8.6
10
9.7
12
10.4
14
11.0
16
9.0
18
8.6
20
8.9
22
8.2
24
8.7
Lampiran 10. Kurva standar senyawa andrograpolide Data Luas Area Standar Andrographolide Andrographolide
Area
50 ppm
2653923
100 ppm
4848311
150 ppm
6839431
200 ppm
10078697
300 ppm
13224659
37
Kurva Standar Andrographolide
Lampiran 11. Luas area puncak Area Waktu (jam) maserasi
remaserasi
Perkolasi
Reperkolasi
4
5950197
5226640
8558893
6050266
6
4718292
6220313
5845574
6296233
8
4368942
1641274
5734275
5756744
10
9956861
7138590
5233398
5777666
12
5402825
6267991
4768964
5164264
14
7518868
6113098
6032487
5903633
16
8175335
4885800
5921167
7287254
18
6151329
4229152
8184077
8868587
20
3982674
4925833
3728128
7963255
22
6226030
5455199
5269878
4057176
24
4510413
4225451
10184158
4363132
38
Lampiran 12. Kadar andrograpolide Kadar Andrographolide, ppm Waktu (jam) maserasi
remaserasi
perkolasi
reperkolasi
4
135.9
119.2
196.1
138.2
6
107.5
142.2
133.5
143.9
8
99.4
36.5
131.0
131.5
10
228.4
163.4
119.4
132.0
12
123.3
143.3
108.7
117.8
14
172.1
139.7
137.8
134.9
16
187.3
111.4
135.3
166.8
18
140.6
96.2
187.5
203.3
20
90.5
112.3
84.7
182.4
22
142.3
124.5
120.2
92.3
24
102.7
96.1
233.6
99.3
Kadar Andrographolide, % Waktu (jam) maserasi
remaserasi
perkolasi
reperkolasi
4
13.6
11.9
19.6
13.8
6
10.8
14.2
13.4
14.4
8
9.9
3.7
13.1
13.1
10
22.8
16.3
11.9
13.2
12
12.3
14.3
10.9
11.8
14
17.2
14.0
13.8
13.5
16
18.7
11.1
13.5
16.7
18
14.1
9.6
18.7
20.3
20
9.1
11.2
8.5
18.2
22
14.2
12.5
12.0
9.2
24
10.3
9.6
23.4
9.9
39
Lampiran 13. Pola kromatogram Andrographolide 50 ppm
Andrographolide 100 ppm
A-50 120
a-100 120
K-2800 [1] Andrographolide
K-2800 [1] Andrographolide 250
Name Retention Time
250
100
49.1
100
Name Retention Time
200
150
150
80
49.6
80
200
40
0
40.1 40.6 41.8 6.5
0.7 1.4 2.0 2.5 3.4
50
0
0
23.9
24.2
0
100
10.1
50
20
mAU
49.2 49.6
mAU
mAU
100
36.2
34.0
26.9
25.2
20.6
14.7
6.6
9.6
41.7 42.5
mAU
20
1.71.9
40
46.1
60
40.1 40.6
60
-20
-20 -50
2.5
0.0
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
-50
0.0
55.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
Andrographolide 150 ppm
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Andrographolide 200 ppm A-200
A-150 K-2800 [1] Andrographolide
K-2800 [1] Andrographolide
Name Retention Time
400
300
250
250
200
200
400
350
350
300
300
250
250
200
200
150
150
100
39.9
100
mAU 100
26.7 23.7
0
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
50
23.6
0
-50 2.5
100
0
-50 0.0
39.9 40.5 41.4
25.1 26.1 26.6
20.4
50
0
14.6
50
1.9 2.8
11.8
6.6
1.3 1.9 2.5 2.7
50
49.0 49.5
49.1 49.5
mAU
150
mAU
150
Name Retention Time
mAU
300
30.0
Minutes
Minutes
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
-50
55.0
-50
Minutes
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Andrographolide 300 ppm
Maserasi 4 jam S4
A-300 K-2800 [1] Sambiloto
450
K-2800 [1] Andrographolide
500
Name Retention Time
400
450
Name RetentionTime
400
350
350
300
300
250
250
200
200
150
150
400
mAU
300
mAU
300
54.6
49.6 50.2 50.7 51.1
47.0
43.8
34.8
33.2
25.6 26.1 26.8 27.1 27.7 28.0 28.7 29.6
24.1
21.1 21.8
18.7 19.6
14.0 14.8 15.0 15.5 16.3 17.0
10.3 10.7
8.1
50
39.4 39.6 40.5 41.1 41.4 42.2
1.5
100
100
2.0 2.4 3.4 4.6
1.3 2.0 2.9
26.6
39.9
100
31.5
200
49.0 49.5
200
mAU
400
mAU
100
50
0
0
0
23.5
0
24.8
500
-50
2.5
0.0
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
-50
25.0
55.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Minutes
Maserasi 6 jam
Maserasi 8 jam
S6
S8
K-2800 [1] Pegagan
250
150
150
200
150
150
mAU
200
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
2.5
0.0
5.0
7.5
10.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
43.5
45.8
49.8 32.5
35.0
37.5
Minutes
Minutes
Maserasi 10 jam
Maserasi 12 jam
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
K -2800 [1] SAMB IL OTO
150
46.8
45.5
0
24.6 5.0
7. 5
10. 0
12. 5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
53.9
51.2
52.6
42.8 43.7
39.4 39.9 40.5 41.0
37.5
33.1
28.8
25.6 26.2
27.3 27.8
19.8
21.3 21.9
18.8
14.8 15.1 15.5 15.9 16.4 17.2
12.9 13.4
5. 0
6.9
2. 5
50
0
-50
2.5
100
24.9
0
50
4.9
0
100
1.9 2.4
53.5
51.0 51.5
49.7
46.8
43.3 44.1
39.1 39.4 40.3 40.9 41.6
35.5
34.4
100
49.8
mAU
200
150
200
32.9
25.4 25.9 26.8 27.4 28.3 29.2
20.4 21.1
18.2 19.1
14.7 15.1 15.9 16.6
12.2
6.8
1.1 1.4 2.0
200
250
200
36.2
300
31.5
300
300
250
34.8
400
350
300
1.5
400
Name Retention Time
mAU
500
31.2
600
500
mAU
350
600
0.0
55.0
S 12
K-2800 [1] SAMBI LOTO
Name Retention Time
mAU
34.7
24.7
24.7
0
-50 2.5
S 10
100
100
50
0
0
-50 0.0
33.1
25.5 26.1 27.1 27.6 28.6
15.0
20.9 21.6
15.0 15.4 16.3 16.9
12.5
18.6 19.2
12.4
3.4
1.1 2.0
50
6.7
50
0
39.3 39.6 39.8 40.4 41.3 42.1
31.4
100
1.4
54.7
49.8 50.7 51.1
47.0
43.5
33.1
39.3 39.6 39.8 40.4 41.0 41.3 42.1
31.4 18.6 19.6 20.0 21.0 21.7
14.9 15.4 15.9 16.2 16.9
6.2 6.8
1.9
50
25.5 26.1
100
1.4
100
54.3
200
250
200
51.1
250
mAU
300
250
Name Retention Time
mAU
mAU
300
K-2800 [1] Pegagan
Name Retention Time
27. 5 Minutes
30.0
32.5
35. 0
37.5
40. 0
42.5
45.0
47. 5
50.0
52.5
55.0
0.0
-50 7.5
10. 0
12. 5
15. 0
17. 5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37. 5
40. 0
42. 5
45.0
47.5
50.0
52.5
Minutes
40
55.0
Maserasi 14 jam
Maserasi 16 jam
S 14
S 16
K-2800 [1] SAMBILOTO
K-2800 [1] SAMBILOTO
Name Retention Time
500 500
300
300
200
200
100
100
500
400
300
300
200
200
0
2.5
0.0
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
53.2
51.1 51.9
49.8
46.9
43.7
39.4 40.5 41.1 41.4 41.9
34.8
36.2 37.5
Maserasi 20 jam
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
S 20 K-2800 [1] SAMBILOTO
400
Name Retention Time
500
Name Retention Time
500
350
mAU 200
34.7
33.1
24.9
24.8
0
-50 2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
0.0
55.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
32.5
35.0
37.5
Minutes
Maserasi 22 jam
Maserasi 24 jam
S 22
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
S 24 K-2800 [1] SAMBILOTO 450
150
53.6 54.8
37.0
25.4 25.9 26.8 27.4 28.4 29.3 30.1
23.8
20.3 21.1 22.0
18.1 19.0
15.1 15.9 16.5
11.2
6.7
50 0
1.1 1.4 2.0
49.7 50.5 51.2 52.4
46.9
43.8
39.4 39.6 40.5 41.1 42.0
36.4
100 50
34.5
31.5
200
150 100
33.1 34.2 34.8
25.6 26.1 26.8 27.2 27.8 28.8 29.7 30.6
50
0
24.5
24.8
0 -50
-50
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
-50
25.0
27.5
120
120
100
100
160
15.0
17.5
20.0
22.5
27.5
30.0
32.5
140
120
100
100
mAU
37.5
40.0
42.5
47.5
50.0
52.5
24.5 24.9 25.5
39.9 45.0
8.9
5.3 6.5
1.5 1.9 2.9
17.0 35.0
40
20
0
23.3
0
-20
0.0
55.0
80
60
18.6
41.4
160
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
-20
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
Minutes
Minutes
Remaserasi 8 jam
Remaserasi 10 jam
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
RM 10
RM 8 K-2800 [1] Sambiloto 60
55.0
120
20
-20
25.0
52.5
140
40
20
23.5 12.5
50.0
60
0
10.0
47.5
K-2800 [1] Sambiloto
80
40
0
7.5
45.0
Name Retention Time
42.8
40.0
60
32.1 33.3
24.6 25.0 25.6
21.5
17.1 17.9 18.7 19.3 20.1
14.8 15.9
5.5 6.5 7.0 8.0 8.8
1.4 1.7 2.0 2.1 2.9 3.2 3.5 4.0
80
mAU
29.7 60
27.0 27.8
mAU
80
-20
42.5
29.5
140
49.6
140
40
40.0
RM 6 160
5.0
37.5
Remaserasi 6 jam
K-2800 [1] Sambiloto
2.5
35.0
Remaserasi 4 jam Name Retention Time
0.0
32.5
Minutes
RM 4
20
30.0
Minutes
53.4
12.5
49.5 50.6
10.0
46.7
7.5
33.2
5.0
26.4 26.8 27.4 28.1
2.5
41.3 42.0 42.3
-50
100
mAU
21.1 21.8
3.7
6.6
15.0 15.3 16.3 17.0 18.0 18.7 19.6
100
250
200
54.7
150
53.3
150
300
250
49.8 50.6 51.1 51.6
200
43.4
200
350
300
46.8
250
400
350
45.0
250
450
400
39.2 39.5 40.3 41.0 41.7
300
Name Retention Time
31.2
300
mAU
350
mAU
350
mAU
400
mAU
K-2800 [1] SAMBILOTO
Name Retention Time
1.0 1.8 1.5
30.0
Minutes
35.7
0.0
160
100
0
0
-50
0.0
54.6
52.6
51.1
25.6 26.1 26.8 27.1 27.7 28.7
21.1 21.8
18.7 19.6
14.8 15.4 16.4 17.0
10.4 10.6 10.9
8.1
50
0
4.6 5.4 5.7
1.1 1.5 1.9
100
49.8
31.4
53.3
51.2 52.0
43.7
47.0
39.4
40.5 41.0 41.9
49.8
31.6 33.2
25.6 26.2 27.3 27.8 28.8
21.3 21.9
18.8 19.8
14.8 15.1 15.6 16.4 17.1
10.5
11.7
5.6 5.9 6.7
3.4
1.1 1.5 2.0
200
100
45.4
150
100
300
43.6
150
mAU
200
mAU
200
400
300
39.3 39.5 40.5 41.0 41.4 42.2
250
400
mAU
300
250
0
35.0
Maserasi 18 jam
300
50
32.5
Minutes
350
400
30.0
Minutes
K-2800 [1] SAMBILOTO
50
33.1
25.6 26.1 27.2 27.7 28.7
21.1
18.8 19.7
14.8 15.5 16.4 17.1
10.5
5.6
8.2
3.4 4.4
0
24.8
25.0
S 18
400
100
0
24.8
0
1.1 1.5 2.0
54.6
52.9
51.1 51.7
49.8
43.6
46.0
39.3
40.5 41.1 41.9
34.8
33.1
25.6 26.1 26.8 27.2 27.7 28.7
24.1
18.8 19.7
21.1 21.8
14.8 15.1 15.4 16.4 17.1
10.4 10.9 11.9
8.3
100
3.5 4.5 5.4
1.1 1.5 2.0
31.5
31.5
mAU
400
mAU
mAU
400
mAU
400
Name Retention Time
32.9
500
500
Name Retention Time
50
500
400
400
300
300
200
200
40.0
50
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
60
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5 Minutes
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
mAU
-20
55.0
0.0
53.1
46.8
39.3 39.8 40.2 40.5 40.9 41.5
26.0 26.8 27.2
19.0
17.3
9.8 10.4 11.5
0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
100
0
24.9
53.6
49.6 50.8
23.7
-20
7.5
1.3 1.6 1.8
100
-10
4.9 5.6 6.1
0
3.5
0
49.6 50.1 50.5 51.5
31.8
10
-10
0.0
mAU
20
mAU
32.3 33.5
25.1
17.3 18.2 18.9
30
9.1 9.5
5.6 6.5
3.9 4.0 4.3
15.9
20
1.71.4 2.0
mAU
30
10
40
30.0
40
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
Minutes
41
55.0
Remaserasi 12 jam
Remaserasi 14 jam RM 14
RM 12 K-2800 [1] Sambiloto
K-2800 [1] Sambiloto 200
Name Retention Time
175
200
175
150
175
175
150
150
125
125
100
100
150
125
125
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
mAU
53.5
49.6 50.7 41.5
38.9 40.0
33.5
32.2
-25
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
Minutes
Remaserasi 16 jam
Remaserasi 18 jam
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
RM 18 K-2800 [1] Sambiloto
300
53.4
49.5 50.6
40
17.0 2.8 3.5
50
4.8
20
18.6
100
1.4 1.9
49.6 50.1 50.5 51.5 52.0 52.7 53.1 46.7
43.0
39.3 39.8 40.5 40.8 41.4
26.0
18.9
4.9
10.4
1.6 1.8
1.3
100
39.8
150
60
41.3
150
80
60
29.4
200
24.9 25.5 26.4 26.8 27.5
200
100
80
mAU
250
mAU
250
Name Retention Time
40
20
0
0
2.5
0.0
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
23.3
0
24.8
0
mAU
100
6.5
Name Retention Time
31.8
mAU
25
Minutes
K-2800 [1] Sambiloto
50
50
23.7 5.0
RM 16
300
52.2
30.0 1.4 1.8 2.0 2.5
0.0
55.0
75
0
-25
-25
25.0
24.7 25.1 25.8 26.5 27.1
0
21.9
0
17.2 18.3 18.9
25
14.8 15.9
25
9.2 9.5
50
5.6 6.6
50
33.2
2.5
0.0
75
3.6 4.3
39.9
41.3
42.5
23.3
0
-25
75
33.3
31.8
24.5 24.9 25.5 26.3 26.8 27.6
18.6
1.4 2.0
17.0
50
mAU
49.5 50.6
mAU
75
53.5
100
29.5
100
25
Name Retention Time
200
mAU
200
-20
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
0.0
Minutes
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
-20
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Remaserasi 20 jam
Remaserasi 22 jam RM 22
RM 20 K-2800 [1] Sambiloto
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
160
350
120
100
100
mAU
49.6 50.7
300
300
250
250
200
200
150
150
23.7
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
39.3 39.8 40.5 40.9 41.5 42.4 43.1
26.1 26.8 27.5
19.0
9.8 10.4 11.3
7.7
50
0
-20
25.0
100
0
24.9
-20
4.8
0
6.2
50
1.6 1.8
20
0
49.6 50.2 50.5 51.6
100
1.3
33.4
40
31.8
60
46.8
21.8
17.2 18.2 18.8
20.4
14.8 15.9
9.0
5.6 6.5
3.6
1.4 1.7 1.9
32.2
24.6 25.1 25.7 26.5 27.1
40.0
60
80
41.5
mAU
29.9
80
40
53.7
120
20
350
140
mAU
140
Name Retention Time
mAU
160
55.0
0.0
Minutes
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Remaserasi 24 jam
Remaserasi 24 jam
RM 24
RM 24
K-2800 [1] Sambiloto
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
180
250
180
250
160
160
140
140
120
120
100
100
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
39.9
mAU
53.4
51.9
33.4
24.6 25.1 25.7 26.3 27.1 27.8
13.9 14.5 14.8 15.5 15.9
9.3 9.8
4.3
40
20
23.6
0
-20
27.5
80
60
0
0
24.9
0
5.6 6.7
20
1.5 1.9 2.5 3.0
50
17.2 18.2 18.9
40
46.8
43.1
39.3 39.8 40.5 40.9 41.5
26.1
19.1
17.3
9.8 10.4 11.6
5.0 5.6 6.2 6.9 7.4
3.6
60
49.6 50.2 50.5 51.5 52.0 53.1
31.9 1.3 1.6 1.8
50
80
41.3
100
29.8
100
mAU
150
mAU
150
49.6 50.6
200
mAU
200
0.0
Name Retention Time
-20
55.0
0.0
Minutes
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Perkolasi 4 jam
Perkolasi 6 jam
P-4
P6 K-2800 [1] Sambi loto
Name Retention Time
300 140
250
250
200
200
150
150
Name Retention Time
140
120
120
100
100
39.8
41.3
53.4 54.0 40
36.9
35.4
33.2 33.7
42.5
60
31.0 31.9
24.5 24.9 25.5 26.4 26.8 27.5 28.1
21.2
18.6 19.1
17.0
15.7
14.7
4.8
6.5
20
50
2.9 3.5
40
50.6
29.5
49.5
80
60
1.4 1.9
mAU
mAU
51.9
50.7
53.5
100
45.8
40.0
42.9
41.5
35.7
33.5 34.1
32.1
24.6 25.1 25.8 26.4 27.1 27.9
17.2 18.1 18.9 19.6
1.4 1.8 1.9
14.8
50
15.9
100
49.6
29.9
mAU
80
20
0
0
0
23.3
0
23.7
-20
-50
-50
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12. 5
15. 0
17.5
20. 0
22. 5
-20
25.0
27.5
30. 0
32.5
35.0
37. 5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
Minutes
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
42
55.0
mAU
K-2800 [1] Sambiloto 300
Perkolasi 8 jam
Perkolasi 10 jam
P-8
P 10 K-2800 [1] Sambiloto
140
K-2800 [1] Sambiloto
225
225
200
200
175
175
120
120
100
100
80
80
39.8
41.3
40
33.2 33.8
24.5 24.9 25.5
26.5 26.9 27.5 28.1
17.0
18.6 19.2
14.6 15.7
6.5
20
4.8 5.1
50
mAU
49.6 50.6 29.5
mAU
60
40
75
47.1
41.4 42.6
33.4 34.0
39.9
29.8
25
17.1
0.8 1.4 2.0 2.8
14.7 15.8
50
32.0
24.6 25.1 25.7 26.4 27.0 27.8
75
60
1.5 1.9 3.0 3.5
100
53.0
125
100
49.6 50.8 51.4
125
53.4
150
mAU
150
20
25 0
0
0
0 -20
23.6
-25
23.3
mAU
140
Name Retention Time
Name Retention Time
-20
-25 0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Perkolasi 12 jam
Perkolasi 14 jam
P-12
P-14
K-2800 [1] SAMBILOTO
K-2800 [1] Sambiloto 200 200
100
50
50
54.1
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
-25
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
-25
25.0
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
15.0
17.5
20.0
22.5
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
25.7 26.7 27.4 28.1 29.0
20.3 20.8
18.2
14.7 16.0 16.8
9.5 10.0
5.0
25
0
-25
55.0
0.0
mAU
54.2
49.3 50.5 50.9
50
0
-25
25.0
6.8
25
100
75
24.5
23.7 12.5
39.5 39.6 40.3
40.0 40.6 41.5
25
1.1 1.4 1.9 2.2 2.5
24.7 25.1 25.8 26.7 27.1 28.0
17.2 10.0
125
100
50
9.0
5.6 6.5 7.5
150
125
75
0
5.0
175
150
50
0
-25
200
175
75
32.2 33.5
50
200
42.1 42.8 43.5
49.7 50.7
30.0
75
225
Name RetentionTime
31.1
100 mAU
100
mAU
125
52.5 53.5
125
mAU
150
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
-25
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
Minutes
Minutes
Perkolasi 20 jam
Perkolasi 22 jam
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
P-22
P-20 K-2800 [1] Sambiloto
200
120
Name Retention Time
K-2800 [1] Sambiloto
200
Name Retention Time 175
175
150
150
125
125
100
100
100
49.7 49.9 50.3 50.7
80
53.5
100
80
25
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
0
23.6
23.6
0.0
-20 -25
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
0.0
55.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
-25
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
Minutes
Minutes
Perkolasi 24 jam
Reperkolasi 4
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
RP 4
P-24 160
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
350
75
50
0
-20
mAU
53.3
49.6 50.3 50.7 51.8 42.8
41.4
38.9 40.0
33.4
24.7 25.1 25.7 26.4 27.1 27.9
21.8
17.2 5.5 6.6
0
0.8 1.4 2.0 2.5 2.8 3.2 3.7 4.1
25
0
32.1
32.1 33.4
24.6 25.1 25.7 26.4 27.1
17.2
50
20
8.5 9.4
5.5 6.4
20
29.9 75
40
1.4 2.0 2.1 3.0 3.7
40
mAU
mAU
40.0
mAU
41.5
60
29.8
60
350 140
160
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
140
150
60
39.9
60
4.9
6.6
50
24.5 24.9 25.5 26.4 26.8 27.6 27.9
1.4 2.0 2.9 3.4 3.6
20
19.1
17.0
40
100
44.9
41.5
42.7
38.9 39.5 40.0
37.2
35.7
52.6
49.7 50.8 51.3
29.9
33.5 34.2
32.1
24.7 25.1 25.8 26.5 27.1 27.9
21.9
14.2 14.8 15.9 16.6 17.2 18.1 19.0 19.6 20.3
8.6
10.6 11.4
5.5
0.7 1.4 2.0 3.0 3.4 3.7
100
40
20
0
0
23.3
0
23.7
0
-20
-50 0.0
80
49.6 50.6
150
100
80
41.3 42.4
200
120
100
29.5
200
mAU
250
mAU
250
120
-20
-50 2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5 Minutes
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
Minutes
43
55.0
mAU
300
mAU
300
50
55.0
P-18
150
1.4 1.9 2.1 3.0 3.8 4.2
37.5
K-2800 [1] SAMBILOTO 225
200
175
120
35.0
Perkolasi 18 jam
175
2.5
32.5
Perkolasi 16 jam K-2800 [1] Sambiloto
0.0
30.0
Minutes
Name RetentionTime
25
27.5
Minutes
P-16
200
32.3 33.4
24.6 25.1 25.8 26.4 27.1 27.9 28.3
21.8
14.7 15.9 16.6 17.2 17.9 18.9 19.5 20.2
0
-25
37.1
2.5
25
0
32.9 34.3 35.6
0.0
75
50
23.6
-25
5.5
25
0
24.5
0
1.4 1.9 2.1 2.9 3.3 3.7
25
9.0 9.4 10.4
39.6 40.3
75
37.1
34.3 35.4
32.9
25.8
27.4 28.1 29.0
20.4
18.2
14.6 15.1 15.6 16.1 16.7
7.1
8.7 9.5 9.7 9.9
25
3.4 4.7
1.0 1.5 1.9
50
100
75
42.0 42.8 43.3
31.1
75
125
100
mAU
100
150
125
53.9
125
175
150
49.7 50.4 50.7
125
200
175
29.9
150
mAU
150
49.6 50.9
175
mAU
175
mAU
200
Name RetentionTime
40.0 40.7 41.5 42.3
Name RetentionTime
Reperkolasi 6
Reperkolasi 8
RP 6
RP 8
100
39.9 40.4 41.2
75
33.2 34.3
21.8
10.6 11.2
1.3 2.0 2.9
25
0
33.5 34.3
50 20
32.1
24.7 25.1 25.7 26.4 27.1 27.9
40
17.2
24.5 24.9 25.6 26.4 26.8 27.6
17.0 17.9 18.6
21.2
14.8 15.7
10.3
4.9
6.6
8.3
1.5 1.9 2.9 3.3 3.5
40
125
100
60
mAU
mAU
29.5
mAU
60
150
125
49.8 50.7 51.8 52.5 53.2
80
75
47.0
80
175
150
42.8
100
200
175
29.9
100
mAU
120
52.4 53.5
120
49.6 50.6
140
225
Name Retention Time
200
140
20
K-2800 [1] Sambiloto
225 160
40.0 40.4 41.4
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
160
50
25
0
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
0
23.6
23.4
0
-20
-20
-25
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
-25
55.0
0.0
Minutes
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Reperkolasi 10
Reperkolasi 12
RP 10
RP 12 K-2800 [1] SAMBILOTO
160
140
140
140
140
120
120
120
120
100
100
100
100
80
80
80
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
52.9
50.9 51.2
49.7 39.6 40.3
42.1
40
37.1
35.8
43.4
31.1 32.9
25.7 26.6 27.4 28.1 29.1
18.3
20.2
15.9 16.8
14.6
7.0
8.4 8.7 9.6
11.5
60
20
0
-20
24.5
-20
-20
25.0
1.4 1.9 2.0
33.3
23.4 2.5
80
0
0
0.0
34.3
mAU
20
20
-20
60
40
40
0
160
Name Retention Time
5.1
39.9
41.3
42.6
60
24.5 24.9 25.6 26.3 26.8 27.6
17.0
19.1
6.6
20
5.0
1.4 1.9 3.0 3.2 3.7
40
52.3 53.4
49.6 50.6
29.5
mAU
60
mAU
160
Name Retention Time
-40
55.0
-40
0.0
Minutes
mAU
K-2800 [1] Sambiloto
160
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Reperkolasi 14
Reperkolasi 16
RP 14
RP 16
K-2800 [1] SAMBILOTO
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
250
250
200
Name Retention Time
250
250
200
200
150
150
mAU
52.6
100
44.1
42.5
39.9 40.5 41.3
33.4 34.1 34.5
24.6 25.0 25.6 26.3 26.6 27.0 27.7
21.6
14.7 15.8
10.5
8.3
6.6
0
4.7 5.5
0
0.4 1.4 2.0 3.0
50
17.1 18.0 18.8 19.4 20.3
50
49.6 50.7 51.2
29.7
100
32.0
mAU
54.2
50.9
52.9 53.1
100
39.6 40.3 40.9 41.5 42.0 42.7 43.3
36.9
34.3 35.0 35.6
25.7 26.7 27.3 28.1 29.0 30.1
20.3
18.1
16.0 16.7
14.5 14.8 15.1 15.6
11.5
5.0
8.5 9.3 9.9
6.7
50
0.5 1.1 1.4 1.7 2.0 2.5 2.6 2.8
32.9
31.0
100
mAU
150
mAU
150
200
50
0
0.0
23.5
24.4
0
-50
-50 2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
Minutes
Reperkolasi 18
Reperkolasi 20 RP 20
RP 18 K-2800 [1] Sambiloto
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time
300 250
250
Name Retention Time
250
250 200
150
150
52.4 53.5
100
42.9
39.9 40.5 41.4
33.5 34.1
24.6 25.1 25.8 26.6 27.1 27.9
21.9
14.8 15.9
8.9
1.4 1.9 2.1 2.5 3.0
50
5.6 6.5
50
17.2 18.1 18.9 19.5
100
38.9 39.5 40.0 40.6 41.4 42.3
33.5 34.6 35.6
32.1
24.7 25.1 25.8 26.5 27.1 27.9
22.0
17.2 18.3 18.9 19.5
14.3 14.8 15.9
9.8
5.6 6.6
1.4 1.8 2.0
50
49.8 50.7
49.8
100
100
32.2
29.9
mAU
150
mAU
150
mAU
200
29.9
200
200
mAU
50
0
0
0
23.7
23.7
0
-50
-50 0.0
-50 5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
Reperkolasi 22 160
120
100
100
200
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
200
150
125
125
100
100
52.9 53.8 53.9 54.5
50.0 50.9
75
40
43.5
75
39.6 40.3 40.9 41.8
41.3
175
150
31.1
33.5 34.1
60
42.4
38.8 39.5 40.0 40.5
mAU
36.9
25.8 26.7 27.3 28.1 29.1
20.3
14.6 15.1 15.6 16.0 16.7
6.9
35.8
50
8.6 9.6 9.7
0
5.1
25
0
18.2
50 20
1.4 1.7 2.0 2.4 3.4
17.2
21.9
6.6
14.1 14.4
40
32.1
24.6 25.1 25.7 26.4 27.0 27.8
60
175
80
mAU
80
25
23.6
0
0
-20
24.5
-20
-25 0.0
2.5
5.0
-50 55.0
K-2800 [1] SAMBILOTO
mAU
29.8
49.7 49.9 50.3 50.7 51.1 51.7 52.5 53.2
120
5.5
35.0
Name Retention Time 140
0.7 1.4 1.82.0 2.5 2.9 3.6
32.5
RP 24
K-2800 [1] Sambiloto
Name Retention Time 140
20
30.0
Reperkolasi 24
RP 22 160
27.5 Minutes
Minutes
34.3
2.5
32.9
0.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
mAU
300
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
55.0
-25
Minutes
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
12.5
15.0
17.5
20.0
22.5
25.0
27.5
30.0
32.5
35.0
37.5
40.0
42.5
45.0
47.5
50.0
52.5
Minutes
44
55.0
Lampiran 14. Hasil uji statistik
45
46
47
48
Hasil Uji Kruskal Walis Ranks
andrographolide
perlakuan
N
Mean Rank
1.00
1
26.00
2.00
1
10.00
3.00
1
8.00
4.00
1
43.00
5.00
1
18.00
6.00
1
37.00
7.00
1
39.00
8.00
1
30.00
9.00
1
3.00
10.00
1
32.00
11.00
1
9.00
12.00
1
15.00
13.00
1
31.00
14.00
1
1.00
15.00
1
35.00
16.00
1
33.00
17.00
1
29.00
18.00
1
12.00
19.00
1
6.00
20.00
1
13.00
21.00
1
19.00
22.00
1
5.00
23.00
1
41.00
24.00
1
23.00
25.00
1
20.00
26.00
1
16.00
27.00
1
11.00
28.00
1
27.00
29.00
1
25.00
30.00
1
40.00
31.00
1
2.00
49
32.00
1
17.00
33.00
1
44.00
34.00
1
28.00
35.00
1
34.00
36.00
1
21.00
37.00
1
22.00
38.00
1
14.00
39.00
1
24.00
40.00
1
36.00
41.00
1
42.00
42.00
1
38.00
43.00
1
4.00
44.00
1
7.00
Total
4 4
50