POTENSI TERUMBU KARANG INDONESIA“TANTANGAN DAN UPAYA

Download Terumbu karang merupakan salah satu potensi sumberdaya perairan yang melimpah ... Di Kepulauan Seribu misalnya, hasil kajian dari Yayasan T...

0 downloads 402 Views 1MB Size
Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

POTENSI TERUMBU KARANG INDONESIA“TANTANGAN DAN UPAYA KONSERVASINYA” (The Challengeand Conservation Efforts of Indonesian Coral Reefs)

Diah Irawati Dwi Arini Balai Penelitian Kehutanan Manado Jl. Raya Adipura Kelurahan Kima Atas, Kecamatan Mapanget Manado Telp: (0431) 3666683, email: [email protected]

ABSTRACT Indonesia is an archipelagic country where two-thirds of its territory is ocean. Coral reefs are one of the potential water resources are abundant in Indonesia, because the ecology of coral reefs can only grow in tropical regions. Indonesia is ranked top 2 for the breadth and richness of coral reef species. More than 75,000 km or 14% of the total area of the world's coral reefs. Coral reefs serveas a place to live different kinds of marine life; its existence was very sensitive to changes. Damage to coral reefs will have an impact on marine life due to the inter dependence with one another. Damage to coral reefs detected in 93 countries from 109 countries that have a wealth of coral reefs, including in Indonesia. The damage mostly caused by human activities such as tourism activities that exceed the carrying capacity of the region, the use off is hpoison, pollution and sedimentation even harvesting of coral reefs on a large scale. Top reven the continuing damage done needed coral reef management activities. Management is essentially done in the form of controlling human action to utilize wisely coral reefs. The concepts of Marine Protected Areas (MPA) is an effort to protect coral reefs in the context of the structure, function and integrates ecosystems and maintain biodiversity at all tropic levels in the ecosystem. Keywords : coral reef, ecosystem, biota, ocean, conservation ABSTRAK Indonesia adalah negara kepulauan dimana dua per tiga wilayahnya merupakan lautan. Terumbu karang merupakan salah satu potensi sumberdaya perairan yang melimpah di Indonesia, karena secara ekologi terumbu karang hanya dapat tumbuh di wilayah beriklim tropis. Indonesia menempati peringkat teratas untuk luas dan 2 kekayaan jenis terumbu karang. Lebih dari 75.000 km atau sebesar 14% dari luas

147

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

total terumbu karang dunia. Terumbu karang berfungsi sebagai tempat hidup berbagai jenis biota laut, keberadaannya pun sangat peka terhadap perubahan. Kerusakan pada terumbu karang akan menimbulkan dampak pada kehidupan bawah laut karena adanya saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Kerusakan terumbu karang terdeteksi di 93 negara dari 109 negera yang memiliki kekayaan terumbu karang termasuk di Indonesia. Kerusakan yang terjadi sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti kegiatan wisata yang melebihi daya dukung kawasan, adanya penggunaan racun ikan, polusi dan sedimentasi bahkan pemanenan terumbu karang secara besar-besaran. Untuk mencegah semakin berlanjutnya kerusakan yang terjadi, diperlukan sebuah kegiatan pengelolaan terumbu karang. Pengelolaan pada hakekatnya dilakukan dalam bentuk pengontrolan terhadap tindakan manusia untuk memanfaatkan terumbu karang secara bijaksana. Konsep Kawasan Konservasi Laut (KKL) merupakan salah satu usaha untuk melindungi terumbu karang dalam konteks struktur, fungsi dan integritas ekosistem serta mempertahankan keanekaragaman hayati pada semua tingkatan trofik dalam ekosistem. Kata kunci : terumbu karang, ekosistem, biota, laut, konservasi

I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Selain diberikan gelar sebagai negara bahari, posisinya yang strategis yaitu di wilayah tropis menjadikan Indonesia juga dikenalsebagai negara yang kaya akan keragaman hayati. Hamparan laut yang sangat luas merupakan potensi sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengembangkan sumberdaya perairannya. Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya perairan yang sangat melimpah di Indonesia. Sebagai penghuni ekosistem laut, terumbu karang indonesia menempati peringkat teratas dunia untuk luas dan kekayaan jenisnya. Lebih dari 75.000 km2 atau sebesar 14% dari luas total terumbu karang dunia (Dahuri, 2003).

Terumbu karang merupakan

ekosistem yang sangat peka dan sensitif. Jangankan dirusak, hanya diambil sebuah pun keutuhannya akan terganggu hal ini disebabkan oleh adanya saling ketergantungan antara ribuan makhluk yang ada di dalam terumbu karang tersebut. Proses terciptanya pun tidak mudah, dibutuhkan waktu

148

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

berjuta-juta tahun hingga terbentuk secara utuh. Diperkirakan terumbu karang di Indonesia terbentuk sejak 450 tahun silam. Keragaman terumbu karang di Indonesia cukup tinggi, terdapat lebih dari 480 jenis karang batu telah teridentifikasi dan 60% dari jenis karang telah dideskripsikan itupun baru di bagian Timur Indonesia. Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Secara ekologis, terumbu karang berperan dalam melindungi pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga berfungsi sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan serta pemijahan bagi biota laut. Secara ekonomis, terumbu karang memiliki fungsi sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut, ikan hias, bahan baku farmasi serta pilihan daerah wisata yang menarik. Hasil perhitungan valuasi ekonomi dari kegiatan perikanan, perlindungan

pantai

serta

pariwisata

di

Indonesia

diperkirakan

menghasilkan nilai sekitar 1,6 miliyar dollar AS (Burke et al., 2002). Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis. Untuk mencapai pertumbuhan maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih dengan suhu perairan yang hangat, gerakan gelombang yang besar dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar dari proses sedimentasi. Ekosistem terumbu karang memiliki kemampuan yang baik dalam memperbaiki bagian yang rusak apabila karakteristik habitat dari berbagai macam formasi terumbu karang dan faktor lingkungan yang memengaruhinya terpelihara dengan baik. Seperti ekosistem lainnya, terumbu karang tidak memerlukan campur tangan atau manipulasi langsung manusia untuk kelangsungan hidupnya (Dahuri, 2003). Nampaknya keragaman hayati karang, fungsi ekologis dan ekonomis yang tinggi ini juga dibarengi oleh ancaman yang tinggi. Berbagai aktivitas manusia seperti pengambilan karang secara ilegal, penggunaan bom, penangkapan ikan, pembuangan jangkar, sedimentasi, serta isu dunia saat ini yaitu perubahan iklim, semuanya ini dapat menurunkan kualitas dan kuantitas terumbu karang di perairan khususnya Kepulauan Indonesia. Hasil

149

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

pengamatan

terhadap

324

lokasi

terumbu

karang

di

Indonesia

menunjukkan sekitar 43% terumbu karang rusak atau bahkan dapat dianggap berada diambang kepunahan, sedangkan yang masih sangat baik hanya sekitar 6,48% Soekarno(1995) dalam Adriman (2012). Selanjutnya Sjafrie (2011) melaporkan bahwa berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, dari 985 stasiun yang tercatat sampai dengan tahun 2008 menunjukkan hanya 5,48% terumbu karang di Indonesia dalam keadaan sangat baik. Di Kepulauan Seribu misalnya, hasil kajian dari Yayasan Terangi tahun 2013 menjelaskan bahwa kerusakan terumbu karang sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan sebagai akibat pembuangan berton-ton limbah dan sampah yang mengalir ke Teluk Jakarta (Kusuma, 2013). Di Pulau Bangka, kerusakan terumbu karang yang cukup vital disebabkan oleh kapal isap yang melakukan penambangan timah lepas pantai secara besar-besaran. Kerusakan ini tidak hanya menyebabkan kerusakan terumbu karang tapi juga padang lamun yang merupakan penyangga sektor perikanan dan pariwisata bahari yang merupakan sektor harapan (Ambalika, 2010). Data dan fakta di atas mengisyaratkan bahwa jika tidak diambil langkah-langkah progresif, maka dipastikan laju degradasi terumbu karang di negara kita akan semakin menghawatirkan. Artinya, harus ada upaya nasional minimal untuk mengurangi laju kerusakannya. Jika tidak, degradasi terumbu karang dikuatirkan akan semakin luas dan besar serta konsekuensinya juga akan berdampak secara ekologis maupun ekonomis bagi Indonesia sendiri tentunya. Ekosistem perairan laut dan sumberdaya yang dikandungnya harus dijaga untuk menjamin produktivitas sumber daya terutama perikanan yang menjadi sektor unggulan bagi bangsa Indonesia. Terumbu karang merupakan aset sekaligus benteng alami yang mampu melindungi pantai dari gempuran ombak sekaligus sebagai sumber makanan dan obat-obatan. Di Indonesia nilai ekonomis untuk terumbu karang sendiri mencapai 1,6 miliar US dollar per tahun, memang masih rendah jika dibandingkan dengan nilai ekonomis terumbu karang dunia yang mencapai hampir 30 miliar US dollar per tahunnya (Anonim, 2011). Dapat dibayangkan berapa kerugian

150

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

material dan non material yang timbul akibat rusaknya terumbu karang yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak bagi kehidupan manusia. Usaha konservasi yang dapat memberikan perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan sumberdaya alam yang ada secara lestari sangat diperlukan dalam hal ini. Keterpaduan masyarakat dengan pihak-pihak terkait harus dapat diciptakan agar usaha tersebut dapat tercapai. Kepedulian masyarakat dunia terhadap terumbu karang telah ditunjukkan dengan terselenggaranya CTI (Coral Triangle Initiative) Summit yaitu pertemuan Internasional negara Filipina, Indonesia, Papua Nugini, Malaysia, Timor Leste dan Kepulauan Solomon di Manado Sulawesi Utara pada tahun 2008. Pertemuan ini merupakan sebuah dedikasi upaya kemitraan antar pemerintah dari negara-negara tersebut untuk mempromosikan laut yang sehat serta membantu masyarakat dalam mengelola sumber daya laut melalui penciptaan dan penguatan Kawasan Perlindungan Laut (Marine Protected Area). Selain itu, kemitraan ini dibangun juga untuk mempromosikan manajemen bentang laut pada skala besar, meningkatkan perikanan, adaptasi terhadap perubahan iklim serta pemulihan spesies terancam

punah

(Conservation

International,

2008).

Makalah

ini

merupakan hasil ulasan dari berbagai sumber yang dirangkum dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang morfologi, habitat, manfaat terumbu karang serta tantangan dan upaya konservasinya di Indonesia. II. EKOSISTEM TERUMBU KARANG A. Definisi Terumbu Karang Terumbu karang tersusun dari dua kata yaitu terumbu dan karang, jika berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda jika kedua kata tersebut digabungkan. Sama halnya jika kedua kata tersebut digabungkan menjadi karang terumbu akan memiliki makna yang berbeda dengan terumbu karang. Istilah terumbu, karang, karang terumbu dan terumbu karang dijelaskan sebagai berikut (Anonim, 2007).

151

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

Terumbu (Reef)

: Merupakan endapan masif batu kapur (limestone) terutama

kalsium

karbonat

(CaCO3),

yang

utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biotabiota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur

dan

moluska.

Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir.

Dalam

dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air. Karang (Coral)

: Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.

Karang Terumbu

: Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral). Berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.

Terumbu Karang

: Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis - jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis-jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.

152

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

Gambar (Figure) 1. Ekosistem terumbu karang (The Coral reefs ecosystem) B. Distribusi Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000 km2, dengan batas sebaran di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30 °LU dan 30 °LS (Dahuri, 2003). Terumbu karang dapat ditemukan di 109 negara di seluruh dunia, namun diduga sebagian besar dari ekosistem ini telah mengalami kerusakan atau dirusak oleh kegiatan manusia setidaknya terjadi di 93 negara. Berdasarkan distribusi geografinya maka 60% dari

153

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

terumbu dunia ditemukan di Samudera Hindia dan Laut Merah, 25% berada di Samudera Pasifik dan sisanya 15% terdapat di Karibia. Gambar 2 memperlihatkan peta lokasi sebaran ekosistem terumbu karang di seluruh dunia.

Gambar (Figure) 2. Distribusi terumbu karang (The Coral Reefs Distribution) Terumbu karang adalah ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Terbatasnya penyebaran terumbu karang di perairan tropis dan secara melintang terbentang dari wilayah selatan Jepang sampai utara Australia dikontrol oleh faktor suhu dan sirkulasi permukaan (surface circulation). Penyebaran terumbu karang secara membujur sangat dipengaruhi oleh konektivitas antar daratan yang menjadi stepping stones melintasi samudera. Kombinasi antara faktor lingkungan fisik (suhu dan sirkulasi permukaan) dengan banyaknya jumlah stepping stones yang terdapat di wilayah Indo-Pasifik diperkirakan menjadi faktor yang sangat mendukung luasnya pemencaran terumbu karang dan tingginya keanekaragaman hayati biota terumbu karang di wilayah tersebut. Sebaran terumbu karang di Indonesia lebih banyak terdapat di

154

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

sekitar Pulau Sulawesi, Laut Flores dan Banda. Sebaran karang di pantai timur Sumatera, sepanjang Pantai Utara Jawa, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan yang dibatasi oleh tingginya sedimentasi. Tumbuh dan berkembang baik di wilayah Sulawesi khususnya Sulawesi Utara oleh karena adanya arus lintas Indonesia yang mengalir sepanjang tahun dari Laut Pasifik dan Laut Hindia (Suharsono, 1996 dalam Adriman, 2012). C. Biologi dan Ekologi Terumbu Karang Hewan karang adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Hewan karang berukuran sangat kecil disebut sebagai polip. Dalam jumlah ribuan polip membentuk koloni yang dikenal sebagai karang (karang batu atau karang lunak) atau koral. Sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Di Indonesia, semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan oleh koral sehingga koral merupakan “insinyur” ekosistem terumbu karang (Guilcher, 1988 dalam Darmadi, 2010).

Keterangan Gambar : 1. Skeleton 2. Septa 3. Mouth 4. Tentacle 5. Coral cup 6. Bagian yang berwarna merah disebut endodermis

Gambar (Figure) 3. Polip dari Lophelia pertusa (Polyp of Lophelia pertusa) (Hovland, 2008) Menurut Nybakken (1992) dalam Adriman (2012) terumbu karang memiliki respon spesifik terhadap lingkungan sekitarnya. Pertumbuhan

155

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

pesat pada kedalaman antara 2-15 meter dan cahaya menjadi faktor utama yang memengaruhi distribusi vertikalnya. Karang pembentuk terumbu ini hanya dapat tumbuh baik pada daerah-daerah tertentu seperti pada pulaupulau yang sedikit mengalami sedimentasi atau di sebelah timur dari benua yang umumnya tidak terpengaruh oleh arus dingin. Hardianto et al. (1998) dalam Adriman (2012) menjelaskan keberadaan terumbu karang ditandai oleh menonjolnya jenis biota yang hidup di dalamnya, diperkirakan sekitar 0,2% dari luas samudera atau 70,8% permukaan bumi. Sebagian besar terumbu karang tumbuh di perairan tropis yang jernih dan agak dangkal yaitu kedalaman kurang dari 40 meter pada rentang isothermal 20 oC dengan ketersediaan nutrisi rendah.

Gambar (Figure) 4. Keindahan terumbu karang Taman Laut Bunaken Sulawesi Utara (The figure of Coral Reefs from Bunaken National Park) Menurut Supriharyono (2007), adanya simbiosis antara koloni karang dan zooxanthellae atau sel alga renik yang terdapat pada jaringan terluar dari karang menyebabkan ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas primer yang tinggi. Purnomo et al. (2010) mengatakan bahwa zooxanthellae termasuk salah satu biota dinoflagellata fototrofik. Organisme ini selalu hidup bersimbiosis dengena beberapa invertebrata

156

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

laut. Hubungan antara zooxanthellae dengan karang bersifat mutualistik yang dicirikan dengan adanya ciri transfer nutritif dan fisiologis. Dengan karakter ini, maka hampir tidak ditemukan karang dapat hidup tanpa zooxanthellae. Menurut Nybakken (1992) dalam Adriman (2012) faktor-faktor lingkungan yang membatasi pertumbuhan serta kelangsungan hidup terumbu karang adalah sebagai berikut: 1. Suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan terumbu karang di perairan adalah berkisar antara 23-30o C dengan suhu minimum 18 oC. Namun hewan ini masih bisa hidup sampai suhu 15 oC, tetapu akan terjadi penurunan pertumbuhan, reproduksi, metabolisme serta produktivitas kalsium karbonat. Hubbard (1990) dalam Arifin (2008) menjelaskan bahwa sensitivitas terumbu karang terhadap suhu dibuktikan dengan dampak yang ditimbulkan oleh perubahan suhu akibat pemanasan global yang melanda perairan Indonesia pada tahun 1998 dimana terjadi pemutihan karang yang diikuti kematian masal mencapai 90 hingga 95% karena adanya kenaikan suhu sebesar 2-3 oC di atas suhu normal. 2. Tingkat Pencahayaan. Intensitas cahaya matahari sangat memengaruhi kelangsungan hidup karang. Dalam proses kehidupannya, hewan ini bersimbiosis dengan mikro alga (zooxanthellae) yang dalam hidupnya mutlak memerlukan cahaya matahari sebagai energi utama untuk pembentukan zat hijau daun (Chlorophyl). Faktor kedalaman dan intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi kehidupan binatang karang, sehingga pada daerah yang keruh serta daerah dalam tidak ditemukan terumbu karang. Kedalaman air untuk terumbu karang tidak lebih dari 50 meter. Menurut Kanwisher dan Wainwright (1997) dalamArifin (2008) titik kompensasi binatang karang terhadap cahaya adalah pada intensitas cahaya antara 200 – 700 fluks. Intensitas cahaya secara umum di permukaan laut adalah 2500 – 5000 fluks. Mengingat kebutuhan tersebut maka binatang karang umumnya tersebar di daerah tropis. Pertumbuhan karang juga dipengaruhi faktor kedalaman. Perairan yang jernih memungkinkan penetrasi cahaya bisa masuk pada

157

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

lapisan yang sangat dalam, sehingga binatang karang juga dapat hidup pada perairan yang cukup dalam. 3. Salinitas. Hewan karang peka terhadap perubahan salinitas (kadar garam), sehingga pada perairan yang tidak banyak mengalami perubahan salinitas atau relatif stabil saja karang bisa hidup normal. o

Salinitas optimal untuk kehidupan terumbu karang antara 32 – 35 /oo, sehingga jarang ditemukan pada daerah muara sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan kadar garam tinggi (hipersalin). 4. Kejernihan air. Kejernihan air ini sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya matahari, agar cahaya dapat mencapai dasar perairan, syarat kejernihan air diperlukan. Bila terdapat benda-benda yang larut atau melayang di laut akan mengganggu masuknya cahaya matahari. Pasir dan lumpur bisa menutupi polip dan akhirnya mematikan hewan karang ini. 5. Pergerakan Air. Ombak dan arus turut berperan dalam pertumbuhan karang. Ombak dan arus membawa oksigen dan bahan makanan; oleh karena karang batu yang hidup menetap di dasar dan tidak berpindah tempat maka karang batu ini hanya dapat mengandalkan bahan makanan yang dibawa oleh arus. Di samping itu arus atau ombak dapat membersihkan polip dari kotoran-kotoran yang menempel atau masuk kedalamnya. Kedalaman 3 – 10 meter merupakan lingkungan yang menguntungkan bagi hewan karang untuk hidup. 6. Sedimentasi.Sedimentasi merupakan masalah yang umum terjadi di wilayah tropis, pengembangan di daerah pantai serta aktivitas-aktivitas lainnya seperti pengerukan, pertambangan, pengeboran minyak, pembukaan hutan, aktivitas pertanian dapat membebaskan sedimen ke perairan pantai atau ke terumbu karang melalui runoff. Disamping sedimen yang disebabkan oleh aktivitas di atas, ada pula sedimen yang dikenal dengan carbonate sediment yaitu sedimen yang berasal dari erosi karang-karang, baik secara fisik maupun biologis (bioerosion). Bioerosi biasanya dilakukan oleh hewan-hewan laut seperti bulu babi, ikan, bintang laut dan sebagainya.

158

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

D. Tipe Terumbu Karang 1. Berdasarkan Jenisnya Berdasarkan jenisnya, terumbu karang dibedakan menjadi dua macam yaitu Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) dan Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) (Hovland, 2008). Terumbu karang keras merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Terumbu karang lunak tidak membentuk karang. 2. Berdasarkan Bentuknya Berdasarkan bentuknya terumbu karang dibedakan menjadi empat yaitu sebagai berikut (Hovland, 2008). a. Terumbu karang tepi (fringing reefs) Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

Gambar (Figure) 5. Terumbu karang tepi (Fringing reefs)

159

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

b. Terumbu karang penghalang (barrier reefs) Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0,52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

Gambar (Figure) 6. Terumbu karang penghalang (Barrier reefs) c. Terumbu karang cincin (atolls) Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.

Gambar (Figure) 7. Terumbu karang cincin (Atolls)

160

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

d. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs) Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu.

Gambar (Figure) 8. Terumbu karang datar (Patch Reefs) E. Zonasi Terumbu Karang Zonasi terumbu karang dibedakan berdasarkan paparan angin menjadi dua yaitu Winward reef (terumbu karang yang menghadap angin) dan Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin). Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur. Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat.

161

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau alga ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal. Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar (Anonim, 2007). Zonasi terumbu karang diilustrasikan dalam Gambar 9.

Gambar (Figure) 9. Zonasi terumbu karang (The Coral Reefs Zonation) III.FUNGSI DAN MANFAAT TERUMBU KARANG Sebagai suatu ekosistem yang sangat produktif, terumbu karang memiliki keragaman hayati yang cukup tinggi sehingga menampakkan panorama dasar laut yang sangat indah. Ekosistem ini membentuk jaringan mata rantai yang menumbuhkan siklus fauna, siklus flora, siklus air dan berbagai siklus lainnya. Salim (1992) dalam Adriman (2012) menyatakan bahwa ekosistem terumbu karang setidaknya memiliki lima fungsi penting yaitu : 1. Fungsi keterkaitan 2. Fungsi keanekaragaman

162

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

3. Fungsi keserasian antar komponen satu dengan yang lain 4. Fungsi efisien 5. Fungsi keberlanjutan Sedangkan Nybakken(1992) danDahuri (1996) dalam Adriman (2012); menyebutkan bahwa ekosistem terumbu karang memiliki peran sebagai: 1. Tempat tumbuhnya biota lain, karena fungsinya sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan berbagai biota laut. 2. Sumber plasma nutfah 3. Mencegah erosi dan mendukung terbentuknya pantai berpasir 4. Melindungi pantai dari hempasan ombak dan keganasan badai disamping melindungi bangunan fisik. Pelindung usaha perikanan dan pelabuhan-pelauhan kecil dari badai dan hempasan air laut. 5. Bahan baku untuk berbagai macam kegiatan seperti karang batu dan pasir sebagai bahan bangunan, karang hitam sebagai bahan perhiasaan, dan berbagai macam kerang atau moluska yang digunakan untuk hiasan rumah. 6. Dinegara-negara berkembang, terumbu karang secara tidak langsung merupakan penghasil protein bagi panduduk. 7. Sebagai obyek wisata Hasil temuan terdahulu diketahui bahwa pada ekosistem terumbu karang yang sehat menghasilkan 35 ton ikan/km2/tahun, sedangkan dalam ekosistem terumbu karang rusak menghasilkan kurang dari lima ton ikan (Allister, 1989 dalam Arifin, 2008). Dalam kondisi fisik yang baik, terumbu karang dapat berfungsi secara optimal sebagai sumber penghidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan. Berdasarkan fungsinya yaitu fungsi ekologis dan ekonomi maka manfaat dari terumbu karang dapat dibedakan menjadi nilai ekonomi dan nilai ekologi. A.Nilai Ekonomi Terumbu Karang Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem pesisir mempunyai nilai guna yang sangat penting, baik ditinjau dari aspek ekologi maupun ekonomi. Terumbu karang menyumbang hasil perikanan laut kurang lebih

163

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

10-15% dari total produksi. Hasil penelitian Husni (2001) tentang nilai ekonomi terumbu karang untuk perikanan di kawasan Gili Indah Kabupaten Lombok Barat – NTB adalah sekitar 611,34 kg/ha/tahun dengan nilai Rp. 48.731.275/ha/tahun, sedangkan nilai ekonomi pariwisata bahari sekitar Rp. 69.117.180,36. Selanjutnya Wawo (2000) melaporkan bahwa nilai ekonomi total terumbu karang di Pulau Nusa Laut Maluku adalah Rp. 4.265.174/ha/tahun. Selanjutnya Dahuri (1999) dalam Adriman (2012) melaporkan bahwa nilai ekonomi terumbu karang di Kawasan Barelang dan Bintan mencapai Rp. 1.614.637.864,-/ha/tahun. Fringing reef juga merupakan pelindung pantai yang sangat penting dari terpaan gelombang, sehingga stabilitas pantai bisa tetap terjaga. Hiew dan Lim (1998) dalam Kusumastanto (2000), menyatakan bahwa nilai manfaat terumbu karang per hektar per tahun sebagai pencegah erosi pantai adalah sebesar US$ 34.871,75 atau dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp. 9.500,- maka nilai fungsi tidak langsung terumbu karang sebagai pencegah erosi adalah sebesar Rp. 331.281.625/ha/tahun. Di samping itu nilai keindahan, kekayaan biologi sebagai bagian dari suksesi alam dalam menjaga kelangsungan kehidupan dalam perannya sebagai sumber plasma nutfah, membuat terumbu karang menjadi kawasan ekosistem pesisir yang sangat penting dari berbagai aspek (Garces, 1992 dalam Adriman, 2012). Sementara itu, Ruitenbeek (2001) dalam Partini (2009), menyatakan bahwa nilai fungsi tidak langsung terumbu karang sebagai penyedia biodiversity adalah sebesar US$ 15/ha/tahun atau sekitar Rp. 142.500,-. B. Nilai Ekologi Terumbu Karang Terumbu karang juga berperan dalam proses transpor nutrien baik organik maupun anorganik diantara ekosistem mangrove dan padang lamun. Menurut Baker dan Kaeoniam (1986) dalam Arifin (2008) fungsi fisik terumbu karang antara lain adalah sebagai filter air untuk menjaga kualitas air di kawasan pantai. Selain itu juga sebagai peredam gelombang, pelindung alamiah terhadap daratan yang berhadapan dengannya, meminimalkan abrasi, serta penghasil pasir putih bagi kawasan pantai yang

164

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

berhadapan. Sedangkan dari sisi pemanfaatan terumbu karang, dapat dibedakan ke dalam dua bagian berikut. 1. Pemanfaatan Ekstraktif Pemanfaatan

ekstraktif

meliputi

kegunaan

konsumtif

seperti

penangkapan biota laut yang dijadikan konsumsi pangan maupun kegunaan ornamental, seperti penangkapan ikan hias, kerang dan sebagainya. 2. Pemanfaatan Non Ekstraktif Pemanfaatan non ekstraktif meliputi pendayagunaan ekosistem terumbu karang untuk tujuan pariwisata, penelitian, pendidikan, dan sebagainya.

Menurut Parwinia (2007) nilai ekonomi pemanfaatan

ekstraktif dan non ekstraktif pada terumbu karang di Selat Lembeh Provinsi Sulawesi Utara dengan indikator total revenue dari perikanan berkisar antara Rp. 27 juta per vessel per tahun sampai Rp. 238 juta per vessel per tahun. Nilai ekonomi non ekstraktif merupakan nilai wisata dan ekosistem, meliputi kegiatan diving, transportasi taxi air. Kegiatan diving memberikan manfaat ekonomi tertinggi sekitar Rp. 300 juta per tahun, taxi air Rp. 90 juta per tahun dan nilai ekonomi dari sewa kapal sebesar Rp. 25 juta per tahun. IV. TANTANGAN DAN UPAYA KONSERVASI A. Tantangan Ekosistem terumbu karang saat ini telah mendapat tekanan seiring dengan meningkatnya kepadatan populasi manusia terutama di kawasan pesisir. Burke et al. (2002) melaporkan bahwa penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang di Asia Tenggara termasuk di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut. 1. Pembangunan di wilayah pesisir yang menyebabkan sedimentasi dan pencemaran laut, seperti pengerukan, reklamasi, penambangan pasir, pembuangan limbah padat dan cair; 2. Pencemaran laut akibat aktivitas di laut, seperti pencemaran dari pelabuhan, tumpahan minyak, pembuangan sampah dari atas kapal, dan akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal;

165

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

3. Sedimentasi dan pencemaran dari daratan, seperti penebangan hutan, perubahan tataguna lahan dan praktek pertanian yang tidak konservatif; 4. Penangkapan ikan secara berlebihan; 5. Penangkapan ikan dengan cara merusak, seperti penangkapan ikan dengan menggunakan bom, racun dan alat tangkap lainnya; dan 6. Pemutihan karang akibat perubahan iklim global. Selanjutnya Supriharyono (2007) mengatakan bahwa kesehatan terumbu karang sangat ditentukan oleh baik buruknya aktivitas di daratan. Aktivitas pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik di daerah pantai akan dapat menimbulkan dampak terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang. Beberapa aktivitas seperti pembukaan hutan mangrove, penebangan hutan, intensifikasi pertanian, pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang kurang baik pada umumnya akan meningkatkan kekeruhan dan sedimentasi di daerah terumbu karang. Kekeruhan dapat menurunkan penetrasi cahaya matahari, sehingga menurunkan efisiensi fotosintesis alga, zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dengan karang, sedangkan sedimentasi dapat langsung mengganggu kehidupan karang bahkan dapat menyebabkan kematian karang. Intensifikasi pertanian umumnya dapat meningkatkan run off pupuk dan pestisida ke perairan terumbu karang, walaupun kemungkinan dampak bahan-bahan kimia tersebut terhadap terumbu karang belum banyak diketahui. Disamping itu, ekosistem terumbu karang juga menerima dampak dari aktivitas daratan, yaitu berupa limbah penduduk dan limbah industri. Sedimentasi yang terjadi di ekosistem terumbu karang akan memberikan pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Tomascik (1991) dalam Partini (2009), beberapa kegiatan manusia yang berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya pemanfaatan hutan dan lahan pertanian, kegiatan pengerukan, pertambangan dan pembangunan konstruksi. Pengaruh sedimentasi yang terjadi pada terumbu karang telah disimpulkan oleh beberapa peneliti yaitu (Fabricius, 2005):

166

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

1.

Menyebabkan kematian karang apabila menutupi atau meliputi seluruh permukaan karang dengan sedimen ;

2.

Mengurangi pertumbuhan karang secara langsung;

3.

Menghambat

planula

karang

untuk

melekatkan

diri

dan

berkembang di substrat; 4.

Meningkatkan kemampuan adaptasi karang terhadap sedimen

Dari sekian banyak komponen limbah antara lain surfaktan, logam berat, bahan organik beracun dan bahan kimia, unsur hara nitrogen dan fosfor merupakan faktor yang paling menentukan kerusakan terumbu karang (Tomascik, 1991 dalam Partini, 2009). Peningkatan konsentrasi unsur hara akan memacu produktivitas fitoplankton dan alga bentik. Hal ini diindikasikan dengan peningkatan klorofil a dan kekeruhan, pada akhirnya memacu populasi hewan filter dan detritus feeder. Pengaruh peningkatan populasi fitoplankton dan kekeruhan, kompetisi alga bentik serta toksisitas fosfat secara bersamaan dapat menurunkan jumlah karang. Wilayah pesisir yang mempunyai pantai pasir putih dan ekosistem terumbu karang merupakan salah satu obyek wisata bahari yang sangat menarik. Selama dua dekade perkembangan pariwisata di wilayah AsiaPasifik, khususnya perkembangan pariwisata pesisir dan wisata bahari menunjukkan pertumbuhan yang cukup hebat. Hal ini mengakibatkan pula semakin banyaknya masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata ini. Peningkatan fasilitas dan aksesibilitas di sekitar kawasan pariwisata ikut pula mempercepat pertumbuhan industri pariwisata di wilayah pesisir. Perkembangan sektor pariwisata juga mendorong kerusakan terumbu karang. Misalnya kerusakan terumbu karang di Malaysia terutama di Pulau Paya, Pulau Lembu, Pulau Songsong dan Pulau Telor telah mengalami rusak berat karena seringnya perahu-perahu wisata menancapkan jangkarnya. Selanjutnya Salm dan Clark (1989) dalam Lubis (2009) merinci lebih lanjut dampak aktivitas pariwisata komersil terhadap terumbu karang sebagai berikut : 1.

Pembangunan fasilitas wisata, dampaknya dapat merubah aliran air sekitar terumbu karang dan akhirnya merubah faktor ekologi utama

167

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

terumbu

karang,

dapat

menimbulkan

kekeruhan

sehingga

mengurangi fotosintesis, dapat menjadi sumber pencemaran tetap. 2.

Kerusakan oleh jangkar, dampaknya memecah dan merusak karang.

3.

Kerusakan oleh penyelam, sering kali aktivitas penyelaman (diving) secara tidak sengaja dapat menimbulkan kerusakan pada karang dan biota lainnya.

4.

Kerusakan oleh perahu kecil, seringkali dasar perahu dan kapal pesiar dapat menabrak terumbu dan menimbulkan kerusakan fisik pada daerah yang dangkal, terutama pada saat surut.

5.

Berjalan pada terumbu, seringkali para wisatawan berjalan-jalan pada terumbu karang saat air surut, dan cara ini sangat potensial menimbulkan kerusakan fisik karang karena terinjak.

Gambar (Figure) 10. Kerusakan terumbu karang (Coral reefs damaged by human activities) Dalam terlihat bahwa ancaman terhadap kerusakan terumbu karang di wilayah perairan Indonesia adalah penggunaan racun ikan dan penggunaan dinamit, Gambar 12 (Sumber : http://www.seaweb.org/markets/coral.php).

168

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

Gambar (Figure) 11. Distribusi ancaman kerusakan terumbu karang dunia (Distribution of the world's coral reefs threats) B. Upaya Konservasi Untuk mencegah semakin rusaknya terumbu karang, maka diperlukan pengelolaan terumbu karang. Pengelolaan pada hakekatnya merupakan suatu proses pengontrolan tindakan manusia agar pemanfaatan terumbu karang dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kelestarian lingkungan. Salah satunya adalah dengan konsep penetapan Kawasan Konservasi Laut (KKL). Agardy (1997); Barr et al. (1997) dalam Arifin (2008) menjelaskan KKL memiliki peran utama sebagai berikut. 1. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem.

Kawasan

konservasi

dapat

berkontribusi

untuk

mempertahankan keanekaragaman hayati pada semua tingkatan trofik dari ekosistem, melindungi hubungan jaringan makanan dan prosesproses ekologis dalam suatu sistem.

169

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

2. Meningkatkan hasil perikanan. Kawasan konservasi dapat melindungi daerah

pemijahan,

pembesaran,

tempat

mencari

makanan,

meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan. 3. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata. Kawasan konservasi dapat menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang bernilai ekologis dan estetika. Perlindungan terhadap tempat-tempat khusus bagi kepentingan rekreasi dan pariwisata (seperti pengaturan dermaga perahu/kapal, tempat membuang jangkar dan jalur pelayaran) akan membantu mengamankan kekayaan dan keragaman daerah rekreasi dan pariwisata yang tersedia di sepanjang pesisir. 4. Memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem. Kawasan konservasi dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, menyediakan tempat yang relatif tidak terganggu utuk observasi dan monitoring jangka panjang dan berperan penting bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan pentingnya konservasi laut dan dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati laut. 5. Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir. Kawasan konservasi dapat membantu masyarakat pesisir dalam mempertahankan basis ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan secara optimal dan berkelanjutan. Ditambahkan oleh Westmacott et al. (2000), bahwa kawasan konservasi laut memegang peranan penting bagi pelestarian dan pengelolaan terumbu karang dengan cara : a. Melindungi daerah terumbu karang yang tidak rusak yang dapat menjadi sumber larva dan sebagai alat untuk membantu pemulihan. b. Melindungi daerah yang bebas dari dampak manusia dan cocok sebagai substrat bagi penempelan karang dan pertumpuhan kembali. c. Memastikan

bahwa

terumbu

karang

tetap

menopang

kelangsungan kebutuhan masyarakat sekitar yang bergantung padanya.

170

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

V. PENUTUP 1. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi. Beragam jenis terumbu karang tersebar di pulau-pulau di Indonesia dengan berbagai manfaat dan nilai ekonomi maupun ekologi. 2. Laju kerusakan terumbu karang di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan. Aktivitas manusia seperti penggunaan racun ikan dan dinamit menjadi permasalahan utama penyebab rusaknya terumbu karang. 3. Penetapan Kawasan Konservasi Laut (KKL) diharapkan menjadi salah satu upaya yang cukup efektif dalam menjaga dan melindungi kelestarian terumbu karang di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Adriman. 2012. Desain Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Secara Berkelajutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepulauan Riau. [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ambalika, I. 2010. Kerusakan ekosistem terumbu karang Di Pulau Bangka akibat penambangan timah lepas pantai (kapal isap). http://www.ubb.ac.id (diakses tanggal 27 April 2013). Anonim, 2007. Ekosistem terumbu karang. www.ipb.ac.id (diakses tanggal 28 April 2013). Anonim, 2011. Pengaruh pencemaran lingkungan terhadap terumbu karang. http://dinatropika.wordpress.com/2011/01/17/pengaruh-pencemaranlingkungan-terhadap-terumbu-karang/#more-384 (diakses tanggal 26 April 2013). Arifin, T. 2008. Akuntabilitas dan Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Terumbu Karang Di Selat Lembeh Kota Bitung. [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Burke L, Selig, E, Spalding M. 2002. Reef at Risk in Southest Asia. World Resources Institute (WRI), Washongton, DC. Conservation Indonesia. 2008. Inisiatif segitiga terumbu karang. http://www.conservation.org/global/indonesia/aktivitas_lapangan/bentang _laut/cti/pages/inisiatif_segitiga_terumbu_karang.aspx (diakses tanggal 26 April 2013). Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

171

INFO BPK Manado Vol.3 No.2 Tahun 2013

Darmadi, 2010. Ekosistem terumbu karang di Indonesia. http://dhamadharma.wordpress.com/2010/05/04/ekosistem-terumbukarang-di-indonesia/ (diakses tanggal 26 April 2013). Fabricius KE. 2005. Effects of terrestrial runoff on the ecology of coarl and coarl Reefs: Review and Synthesis. Marine Pollution Bulletin 50: 125-146. Hovland, M. 2008. Deep Water Coral Reefs “Unique Biodiversity Hot-Spots”. Springer. Jerman. Husni S. 2001. Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kusuma, E.F. 2013. Kondisi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu memprihatinkan. http://www.detik.com (diakses tanggal 27 April 2013). Kusumastanto T. 2000. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan. Makalah pada Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Bogor. Lubis, M.R.K. 2009. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Di Pulau Poncan Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Partini. 2009. Efek Sedimentasi Terhadap Terumbu Karang Di Pantai Timur Kabupaten Bintan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Parwinia. 2007. Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi-Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Purnomo PW, Soedharma D, Zamani NP, Sanusi HS. 2010. Model Kehidupan Zooxanthelae dan Penumbuhan Massalnya pada Media Binaan. Jurnal Saintek Perikanan 6: 46-54. Sjafrie NDM. 2011. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat Wilayah Indonesia Bagian Barat Tahun 2010. CRITC- COREMAP II-LIPI. Jakarta. Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Wawo M. 2000. Penilaian Ekonomi Terumbu Karang: Studi Kasus di Desa Ameth Pulau Nusa laut Propinsi Maluku. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Westmacott, S., K. Teleki, S. Wells and J. West. 2000. The world conservation Union. http://www.iucn.org (diakses tanggal 25 April 2013).

172

Potensi Terumbu Karang Indonesia…… Diah Irawati Dwi Arini

173