PROFIL LEUKOSIT PADA SAPI FH (FRIESIAN

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Profil Leukosit pada Sapi FH ... doa' nya selama penulis menjalani studi di Fakultas Kedokteran...

0 downloads 395 Views 2MB Size
PROFIL LEUKOSIT PADA SAPI FH (Friesian Holstein) SELAMA MASA PERTUMBUHAN

YUGA NUGRAHA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Profil Leukosit pada Sapi FH (Friesian Holstein) Selama Masa Pertumbuhan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010

Yuga Nugraha B04060052

ABSTRACT YUGA NUGRAHA. Leukocyte Profile of Friesian Hosltein Dairy Calves. Under direction of SUS DERTHI WIDHYARI. The aim of this study was to investigate the leukocyte profile of growing calves in order to evaluate the need for defining reference values at different age groups. Fifteen Friesian Holstein calves were divided into five groups of age (1, 3, 6, 9, and 12 months). Each animal was examined and considered to be clinically normal at the time of blood collection. Blood samples were taken from jugular vein using EDTA anticoagulated venoject. Differential leukocyte blood were stained by Giemsa and performed microscopically. The results showed that the profile of lymphocytes and total leukocytes showed a relatively stable value at the age of 3-9 months and the highest numbers of leukocyte and lymphocyte were at 12 months of age. The highest numbers of neutrophil were at 1 months of age and the lowest were at 6 months of age. Keywords : dairy calves, leukocyte, neutrophil, lymphocyte.

RINGKASAN YUGA NUGRAHA. Profil Leukosit pada Sapi FH (Friesian Holstein) Selama Masa Pertumbuhan. Dibimbing oleh SUS DERTHI WIDHYARI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil leukosit pada sapi FH selama masa pertumbuhan. Hewan coba yang digunakan adalah 15 ekor sapi FH yang sehat secara klinis. Sapi dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan umur yaitu 1, 3, 6, 9, dan 12 bulan. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis, menggunakan venoject yang berisi antikoagulan EDTA. Pemeriksaan jenis sel leukosit dilakukan dengan membuat preparat ulas darah dan diberi pewarnaan Giemsa, kemudian diamati di bawah mikroskop. Hasil penelitian menujukkan bahwa profil limfosit dan total leukosit memperlihatkan nilai yang relatif stabil pada umur 3-9 bulan dan nilai tertinggi dijumpai pada umur 12 bulan. Jumlah neutrofil tertinggi dijumpai pada umur 1 bulan dan jumlah terendah dijumpai pada umur 6 bulan. Kata kunci: sapi perah, leukosit, neutrofil, limfosit.

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PROFIL LEUKOSIT PADA SAPI FH (Friesian Holstein) SELAMA MASA PERTUMBUHAN

YUGA NUGRAHA

SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

HALAMAN PENGESAHAN Judul Skripsi

: Profil Leukosit pada Sapi FH (Friesian Holstein) Selama Masa Pertumbuhan

Nama

: Yuga Nugraha

NIM

: B04060052

Disetujui

Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, MSi Pembimbing

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Profil Leukosit pada Sapi FH (Friesian Holstein) Selama Masa Pertumbuhan” disusun untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. drh Sus Derthi Widhyari, MSi sebagai dosen pembimbing atas kesabaran ibu dalam menuntun dan memberi masukan kepada penulis saat penelitian dan penyelesaian penyususnan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak I Made Soewecha sebagai pimpinan PT. Rejo Sari Bumi unit Tapos, Ciawi, Jawa Barat beserta staf, yang telah memberikan kesempatan dan membantu pengambilan data penelitian. Bapak Dr. drh Razak Ahmad Hamzah, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bibmbingan, dorongan, dan doa’nya selama penulis menjalani studi di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Ibu Dr. drh. Elok Budi Retnani, MS dan Ibu drh. Tutik Wresdiati, MS. PhD selaku dosen penguji sidang atas segala masukan ilmu, serta kritik dan saran yang telah diberikan. Ibu Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtyas, MSc sebagai penilai seminar dan Ibu Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi sebagai moderator seminar atas saran dan masukannya terhadap makalah seminar penulis. Keluarga terkasih Abah dan Mama tercinta, adikku Uci dan Ichad, serta keluarga besar D Mu’min yang telah memberikan do’a, dukungan, dan semangat yang tak tergantikan. Kepada rekan satu penelitian penulis Rian, Bakhtiar, dan Kris atas kerjasamanya. Bapak Jajad dan Bapak Suryono atas bantuaanya dalam terlaksananya penelitian dan skripsi ini. Teman-teman Aesculapius (Binol, Yevie, Harigs, Kiki, Egha, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu) atas kebersamaannya. Teman-teman Wisma Byru (Sonni, Mbambith, Mas Agus, Rofi, Riza, Indra, James, Gembul, Anang, Aero, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu) atas bantuan dan rasa kekeluargaan yang telah diberikan. Kepada Zulhijah Basalamah atas

perhatian, bantuan, motivasi, serta dukungannya. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu selama penelitian sampai penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Bogor, Desember 2010

Yuga Nugraha

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 17 September 1988 dari ayah Asep Sudjana dan ibu Dede Muksinat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Assa’idiyah 1992-1994, Sekolah Dasar Negeri Cipanas III pada tahun 1994-2000, SLTP Negeri I Pacet pada tahun 2000-2003, SMU Negeri I Sukaresmi pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Pada tahun 2007 penulis diterima masuk di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis berpartisipasi di dalam organisasi mahasiswa, yaitu Himpunan Profesi Satwaliar.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................

1

Tujuan Penelitian ....................................................................................

2

Manfaat Penelitian ..................................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah ...............................................................................................

3

Masa Pertumbuhan Sapi ...................................................................

4

Darah ......................................................................................................

5

Leukosit ..................................................................................................

6

Neutrofil ...........................................................................................

7

Eosinofil ...........................................................................................

9

Basofil .............................................................................................. 10 Monosit ............................................................................................ 11 Limfosit ........................................................................................... 12 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 14 Materi Penelitian ..................................................................................... 14 Bahan dan Alat ........................................................................................ 14 Metode Penelitian ................................................................................... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Total Leukosit ......................................................................................... 16 Neutrofil ................................................................................................. 17 Limfosit .................................................................................................. 19 Eosinofil ................................................................................................. 21 Monosit ................................................................................................... 22 Basofil .................................................................................................... 24

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................. 25 Saran ....................................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 26 LAMPIRAN ................................................................................................... 27

DAFTAR TABEL

Halaman 1

Referensi hematologi leukosit sapi FH berbagai umur .............................. 7

2

Rata-rata total leukosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan ............. 16

3

Jumlah rata-rata neutrofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan ......... 17

4

Jumlah rata-rata limfosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan ........... 19

5

Jumlah rata-rata eosinofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan ......... 21

6

Jumlah rata-rata monosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan .......... 22

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1

Sapi perah Friesian Holstein .................................................................. 3

2

Pembentukan sel darah di sumsum tulang dan organ limfoid ................... 6

3

Sel neutrofil ........................................................................................... 8

4

Sel eosinofil ........................................................................................... 9

5

Sel basofil .............................................................................................. 10

6

Sel monosit ............................................................................................ 11

7

Sel limfosit ............................................................................................ 12

8

Profil leukosit total sapi FH pada umur satu sampai duabelas bulan ....... 16

9

Profil neutrofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan ...................... 18

10

Profil limfosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan ........................ 20

11

Profil eosinofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan ...................... 21

12

Profil monosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan ....................... 23

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi protein hewani masih rendah, rata-rata orang Indonesia mengonsumsi pangan asal hewan baru mencapai 81.9 gr/hari dari standar yaitu 150 gr/hari (Westra 2009). Susu sebagai salah satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Perlu dilakukan upaya peningkatan populasi sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu yang semakin meningkat. Oleh karena itu bibit sapi perah memegang peranan penting dalam upaya peeningkatan populasi sapi perah (Siwi et al. 2010). Pembibitan sapi perah sangat tergantung pada keberhasilan program pembesaran pedet sebagai pengganti induk (replacement stock) (Sugeng 1998). Manajemen pemeliharaan pedet yang optimal sejak lahir sangat diperlukan untuk memperoleh sapi yang mempunyai kualitas dan produktivitas yang baik yang siap menggantikan sapi yang sudah tidak berproduksi lagi, baik sebagai induk maupun pemacek. Peningkatkan produksi peternakan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan menggunakan bibit yang bermutu baik serta pemberian pakan yang cukup dan berkualitas baik (Siwi et al. 2010). Gangguan kesehatan pada pedet dalam suatu peternakan tidak dapat dihindari. Perbaikan tata-laksana, sanitasi, dan penanganan pedet yang baik sangat membantu dalam menurunkan angka kematian (mortalitas) pedet. Kematian pada pedet beberapa hari setelah lahir sampai umur tiga bulan mencapai 20%. Kesalahan dalam penanganan dan pemeliharaan pada pedet dapat menyebabkan pedet mati lemas saat lahir, lemah, mudah terinfeksi penyakit, dan sulit dibesarkan. Penyakit dan kematian pada pedet merupakan hal yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar dalam pengembangan pembibitan sapi perah (Soetarno 2003). Usaha pencegahan dan penanganan penyakit pada pedet perlu dilakukan untuk menekan kematian pedet dalam upaya memperoleh sapi yang sehat dan kuat. Munculnya kejadian penyakit akan dicirikan melalui perubahan yang terjadi pada gambaran darahnya, sehingga perlu adanya data tentang gambaran darah

2

terutama sel leukosit pada anak sapi untuk membantu penegakan diagnosa penyakit.

Tujuan Memperoleh data tentang jumlah dan jenis sel leukosit pada sapi FH umur satu sampai duabelas bulan. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai referensi normal akibat adanya perubahan fisiologis yang terjadi selama masa pertumbuhan.

Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran leukosit sapi FH yang sehat secara klinis umur satu sampai duabelas bulan serta dapat digunakan sebagai acuan normal dalam membantu penegakan diagnosa suatu penyakit.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari negara Belanda tepatnya di provinsi North Holland dan West Friesland, dimana kedua daerah ini memiliki padang rumput yang bagus (Blakely dan Bade 1998). Taksonomi sapi FH menurut Tyler dan Esminger (2006) dalam Anggraeni (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Artiodactyla

Subordo

: Ruminansia

Famili

: Bovidae

Subfamili

: Bovinae

Genus

: Bos

Spesies

: Bos taurus

Gambar 1 Sapi perah Friesian Holstein. (IGCARL 2008) Sapi FH memiliki ciri fisik warna bulu belang hitam putih dengan perbatasan tegas sehingga tidak terdapat warna bayangan. Pada dahi terdapat warna putih berbentuk segitiga, bagian dada, perut bawah, kaki dari teracak

4

sampai lutut dan bulu ekor berwarna putih. Memiliki tanduk berukuran kecil, menjurus ke depan dengan membentuk sudut 45º dengan garis wajah. Sapi betina memiliki ambing yang besar dan simetris (DSN 1992). Berat badan pedet sapi yang sehat dapat mencapai 45 kg atau lebih pada saat lahir. Sapi FH dapat dikawinkan pada umur 13 bulan ketika beratnya mencapai 200 kg dan diharapkan dapat melahirkan pertama kali pada umur 23 sampai 26 bulan. Masa kebuntingan sapi FH adalah sembilan bulan (Ansi 2010). Sapi FH mampu memproduksi susu dalam jumlah tinggi pada masa laktasi di daerah asalnya, tetapi pada daerah tropis seperti Indonesia, sifat tersebut tidak terekspresi secara maksimal karena tidak sesuai dengan kondisi daerah asalnya (Usman 2006). Produksi sapi FH di Amerika Serikat sekitar 7245 kg/laktasi sedangkan di Indonesia produksi rata-rata kurang dari 10 liter/ekor/hari atau kurang dari 3050 kg/laktasi (Sudono et al. 2003). Manajemen yang baik, penggunaan bibit unggul, pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak serta lingkungan yang mendukung dapat meningkatkan produktivitas sapi FH (Prihatman 2000).

Masa Pertumbuhan Sapi Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur (Sugeng 1998). Lawrence dan Fowler (2002) menjelaskan bahwa pertumbuhan adalah salah satu sifat utama dari sesuatu yang hidup. Ternak sapi seperti makhluk hidup lainnya mengalami pertumbuhan. Secara umum, periode pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu periode prenatal atau sebelum lahir dan periode postnatal atau sesudah lahir. Pertumbuhan prenatal dibedakan menjadi tiga periode, yaitu periode ovum, embrio, dan fetus (Soeparno 2005). Pertumbuhan postnatal dapat dibagi menjadi pertumbuhan sebelum penyapihan

dan

setelah

penyapihan.

Pertumbuhan

sebelum penyapihan

dipengaruhi oleh sifat keibuan induk (mothering ability), produksi susu induk atau pemberian susu pengganti (milk replacer), umur induk, waktu kelahiran, dan tingkat kesehatan pedet tersebut (Santosa 2001). Pertumbuhan setelah penyapihan sangat ditentukan oleh jenis dan kualitas pakan, jenis kelamin, hormon, kastrasi, dan bangsa (Soeparno 2005). Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat,

5

tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan daripada bangsa ternak yang kecil. Ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang sama lebih berat (Chaniago & Boyes 1980; Hammond et al. 1984, diacu dalam Soeparno 2005). Perbedaan laju pertumbuhan antara kedua jenis kelamin tersebut dapat menjadi lebih besar sesuai dengan bertambahnya umur. Manajemen pakan merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam proses pertumbuhan sapi. Menurut Sugeng (1998), pada saat pedet lahir alat pencernaannya belum berfungsi. Ternak sapi sebagai hewan ruminansia semenjak lahir telah memiliki empat bagian perut seperti halnya sapi dewasa, namun keempat bagian perut tadi belum berfungsi seluruhnya (Santosa 2001). Oleh karena itu, pedet mulai diberikan pakan kasar berupa calf starter dan hijauan untuk merangsang perkembangan rumen. Calf starter adalah pakan formula khusus untuk pedet yang diberikan dalam bentuk kering, berenergi tinggi, kandungan protein kasar 16-18%, dan disukai oleh pedet. Penghentian pemberian susu (disapih) pada pedet dilakukan pada umur tiga bulan, pada umur tiga sampai enam bulan calf starter mulai diganti dengan pakan formula lain. Pemberian pakan formula pada pedet umur lima sampai enam bulan dibatasi 2 kg/hari dan diberikan hijauan sebanyak-banyaknya agar rumen dapat berkembang. Pedet umur tujuh sampai duabelas bulan diberikan pakan berupa hjauan 10% dari bobot badan dan konsentrat tidak lebih dari 2 kg/hari (Siwi et al. 2010).

Darah Darah merupakan cairan yang mengalir ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah sistem kardiovaskular (Colville & Bassert 2008). Menurut Isnaeni (2006), darah tersusun atas plasma dan sel darah. Volume darah mamalia berkisar antara 7-8% dari berat badan (Junqueira & Caneiro 2005). Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit) yang tersuspensi dalam plasma (Ganong 2003). Fungsi darah menurut Colville dan Bassert (2008), adalah 1) sebagai sistem trasportasi, 2) sebagai sistem regulasi, dan 3) sebagai sistem pertahanan. Sumsum tulang merupakan organ tempat dihasilkannya sel darah. Di dalam sumsum tulang terdapat sel yang disebut stem hemopoietik pluripoten yang akan berdiferensiasi

6

menjadi sel induk khusus. Selanjutnya sel ini akan berdiferensisasi menjadi berbagai jenis sel darah tertentu (Ganong 2003).

Gambar 2 Pembentukan sel-sel darah di sumsum tulang dan organ limfoid. (Anonim 2006) Leuksoit Leuksoit berasal dari bahasa Yunani yaitu leukos yang berarti putih dan kytos yang berarti sel. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Leukosit terdiri dari lima tipe yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit. Leukosit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu berdasarkan fungsi, berdasarkan bentuk inti, dan berdasarkan ada atau tidaknya granul sitoplasma hasil pewarnaan (Colville & Bassert 2008). Leukosit granulosit memiliki butir khas dan jelas dalam sitoplasma sedangkan agranulosit tidak memiliki butir khas dalam sitoplasma (Junqueira & Caneiro 2005). Granul ini merupakan komponen enzim membran lipid yang berfungsi melakukan proses endositosis. Leukosit granulosit dapat dibedakan berdasarkan afinitasnya terhadap zat warna. Eosinofil mempunyai granul sitoplasma yang berwarna merah cerah, dan basofil mempunyai granul yang berwarna biru gelap, sebaliknya granul neutrofil mempunyai afinitas yang rendah terhadap zat warna sehingga granulnya berwarna relatif cerah dan bening (Swenson 1997). Leukosit agranulosit merupakan leukosit yang tidak memiliki

7

butir sitoplasmik spesifik, tetapi sering mengandung butir azurofil yang tidak spesifik (Junqueira & Caneiro 2005). Kelompok ini terdiri atas limfosit dan monosit. Menurut Guyton (2008), pembentukan leukosit granulosit dan monosit terjadi pada sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma terutama dibentuk dalam organ limfogen yaitu kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid di seluruh tubuh terutama peyer dan sumsum tulang. Pembentukan leukosit dimulai saat diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem. Selain menghasilkan sel bakal untuk membentuk sel darah merah, proses ini juga menghasilkan sel bakal leukosit yaitu mielositik dan limfositik. Fungsi dari leukosit adalah sebagai pertahanan tubuh untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun yaitu produksi antibodi (Guyton 2008).

Tabel 1 Referensi hematologi leukosit sapi FH berbagai umur Parameter

Umur 2 minggu-6 bulan

6 bulan sampai 2 tahun

Leukosit (x 103/µl)

5.6-13.7

6.3 -14.4

Neutrofil (x 103/µl)

0.6-6.1

1.0-4.6

Limfosit (x 103/µl)

2.2-8.7

3.4-9.4

Monosit (x 103/µl)

0.8-1.2

0.0-1.0

Eosinofil (x 103/µl)

0.0-0.3

0.0-2.4

Basofil (x 103/µl)

0.0-0.1

0.0-0.1

(Lumsden et al.1980)

8

Neutrofil Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), karena intinya memiliki berbagai jenis bentuk dan bersegmen. Tizard (2000), neutrofil berupa sel bundar dengan diameter 12 µm, memiliki sitoplasma yang bergranula halus dan di tengahnya terletak nukelus bersegmen. Neutrofil matang yang berada dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai lima segmen, sedangkan neutrofil yang belum matang (neutrofil band) akan memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville & Bassert 2008). Neutrofil band dapat dijumpai di dalam darah akibat kebutuhan neutrofil perifer yang meningkat dan cadangan neutrofil dewasa berkurang maka keadaan ini disebut left shift, dan jika dalam darah banyak terdapat neutrofil multi segmen keadaan ini dinamakan neutrofil

right

shift.

Keberadaan

neutrofil

multi

segmen

di

perifer

mengindikasikan neutrofil tersebut telah lama berada dalam peredaran darah perifer (Colville & Bassert 2008).

Gambar 3 Sel Neutrofil. (Eis et al. 2006) Fungsi utama neutrofil adalah penghancuran bahan asing melalui proses fagositosis. Proses fagositosis ini dibagi menjadi empat tahapan yaitu kemotaksis, perlekatan, penelanan, dan pencernaan (Tizard 2000). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), neutrofil dikenal sebagai garis pertahanan pertama (first line of defense). Granul neutrofil mengandung enzim yang dapat menghancurkan bakteri maupun virus yang sedang difagosit. Granul neutrofil tersebut sering disebut dengan lisosom (Colville & Bassert 2008). Neutrofil juga berperan dalam memulai dan membatasi besaran dan durasi proses peradangan akut (Guyton 2008).

9

Menurut Colville dan Bassert (2008), jumlah neutrofil yang beredar dalam pembuluh darah perifer dipengaruhi oleh beberapa faktor 1) pelepasan neutrofil yang matang dari pool penyimpanan di sumsum tulang, 2) jumlah neutrofil yang keluar dari pembuluh darah menuju ke jaringan atau organ, 3) peningkatan jumlah sel stem hemopoietik pluripoten yang akan memproduksi neutrofil. Neutrofil mampu ke luar pembuluh darah menuju daerah infeksi untuk membunuh bakteri dan membersihkan pecahan jaringan sebagai respon terhadap infeksi (Junqueira & Caneiro 2005). Pool tempat neutrofil yang sudah matang di peredaran darah perifer ada dua, yaitu circulating pool dan marginal pool (Colville & Bassert 2008).

Eosinofil Jumlah eosinofil dalam keadaan normal kira-kira berada dalam kisaran 2% dari seluruh jumlah leukosit (Guyton 2008). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), eosinofil berdiameter 10-15 µm, intinya bergelambir dua, sitoplasmanya dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar berukuran 0.5-1.0 µm, dan jangka hidupnya tiga sampai lima hari. Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses perbarahan, mengatur investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit antigen-antibodi kompleks, memfagosit mikoplasma, dan memfagosit ragi (Junqueira & Caneiro 2005). Menurut Tizard (2000), eosinofil memiliki dua fungsi istimewa yaitu, eosinofil secara unik cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup, dan enzim eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil.

Gambar 4 Sel Eosinofil. (Eis et al. 2006)

10

Eosinofil diproduksi di sumsum tulang. Eosinofil sering kali diproduksi dalam jumlah besar pada penderita infeksi parasit, dan eosinofil ini bermigrasi ke jaringan yang menderita infeksi parasit (Guyton 2008). Eosinofil tidak tinggal lama di peredaran darah akan tetapi bermigrasi dan tinggal di jaringan seperti kulit, paru-paru, dan usus halus (Colville & Bassert 2008). Eosinofil bermigrasi ke jaringan yang mengalami reaksi alergi dikarenakan sel mast dan basofil melepaskan faktor kemotaktik eosinofil yang menyebabkan eosinofil bermigrasi ke arah jaringan alergik yang meradang (Guyton 2008).

Basofil Basofil adalah sel mieloid yang jumlahnya paling sedikit di dalam darah hewan, berjumlah 0.5-1.5% dari total leukosit dalam aliran darah. Basofil berdiameter 10-12 µm, dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan (Junqueira & Caneiro 2005). Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor kemotaktik. Menurut Guyton (2008), basofil di dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast. Perbedaan antara sel mast dan basofil menurut Colville dan Bassert (2008), yaitu 1) sel mast ditemukan pada jaringan dan tidak bermigrasi ke peredaran darah, sedangkan basofil tidak ditemukan pada jaringan, 2) ukuran sel mast lebih besar dibandingkan dengan basofil, memiliki granul sitoplasma yang lebih banyak dan granulnya tidak larut air, 3) sel mast bentuk intinya tidak bersegmen.

Gambar 5 Sel Basofil. (Eis et al. 2006)

11

Sel mast dan basofil sangat berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu Imunoglobulin E (IgE) mempunyai kecendrungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil (Guyton 2008). IgE memiliki bagian Fc yang unik yang memungkinkannya berikatan dengan sel jaringan tertentu terutama sel mast dan basofil. Bersamasama dengan antigen, IgE menyebabkan keluarnya zat vasoaktif dari sel mast dan basofil (Tizard 2000).

Monosit Monosit adalah leukosit terbesar yang berdiameter 15-20 µm dan berjumlah 3-9% dari total leukosit. Sitoplasma monosit berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda (Junqueira & Caneiro 2005). Menurut Colville dan Bassert (2008), intinya memiliki berbagai bentuk yang berbeda (pleomorfik), tapi tidak membentuk segmen. Monosit darah tidak pernah mencapai dewasa sebelum bermigrasi ke luar pembuluh darah dan masuk ke jaringan. Monosit akan berubah menjadi makrofag tetap (fixed macrophage) di dalam jaringan seperti pada sinusoid hati, sumsum tulang, alveoli paru-paru, dan jaringan limfoid.

Gambar 6 Sel Monosit. (Eis et al. 2006) Monosit masuk ke jaringan melalui proses kemotaksis yang dihasilkan oleh proses kerusakan jaringan akibat trauma atau serangan mikroorganisme (Colville & Bassert 2008). Jaringan yang terluka itu akan melepaskan berbagai substansi yang menimbulkan perubahan sekunder dalam jaringan. Substansi atau

12

produk yang dihasilkan dari jaringan yang rusak antara lain histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam reaksi komplemen, dan limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi. Beberapa substansi ini dapat mengaktifkan sistem makrofag dengan kuat (Guyton 2008). Makrofag tertarik secara kemotaktik tidak hanya pada produk mikroorganisme dan produk reaksi kebal tetapi juga pada faktor yang dikeluarkan oleh sel yang rusak, terutama neutrofil yang rusak (Tizard 2000). Fungsi monosit menurut Colville dan Bassert (2008) adalah membersihkan sel debris yang dihasilkan dari proses peradangan atau infeksi, memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan makrofag, dan memiliki kemampuan yang sama dengan neutrofil yaitu untuk menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Menurut Tizard (2000), berlawanan dengan neutrofil, makrofag dari sistem mononuklir mampu memiliki aktivitas fagositosis yang tahan lama. Beberapa perbedaan neutrofil dengan monosit menurt Colville dan Bassert (2008) antara lain, respon kemotaksis monosit lebih lambat apabila dibandingkan dengan respon kemotaksis neutrofil. Makrofag memiliki masa hidup yang lebih lama dibandingkan dengan neutrofil, sehingga makrofag sering diasosiasikan dengan kejadian infeksi kronis.

Limfosit Limfosit merupakan satu-satunya leukosit yang tidak mempunyai kemampuan fagositik. Secara umum limfosit menunjukkan heterogenitas dalam morfologi dan fungsinya, karena sifatnya yang aktif dan memiliki kemampuan merubah bentuk serta ukurannya. Pada sediaan ulas yang diwarnai dapat dibedakan adanya limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit kecil berdimater 6-9 µm, inti besar dan kuat mengambil zat warna, dikelilingi sedikit sitoplasma yang berwarna biru pucat, sedangkan limfosit besar berdiameter 12-15 µm, memiliki lebih banyak sitoplasma, dan inti lebih besar dan sedikit pucat dibandingkan dengan limfosit kecil (Junqueira & Caneiro 2005).

13

Gambar 7 Limfosit (Eis et al. 2006) Kebanyakan dari sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan bersirkulasi kembali secara konstan ke pembuluh darah (Colville & Bassert 2008). Limfosit dapat digolongkan menjadi dua yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi sedangkan sel limfosit T akan berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira & Caneiro 2005).

14

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009-Juli 2010, dengan menggunakan sampel darah sapi FH yang diambil dari peternakan sapi perah PT Rejo Sari BumiUnit Tapos, Ciawi, Jawa Barat. Pemeriksaan leukosit darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian Penelitian ini menggunakan sapi yang sehat secara klinis sebanyak 15 ekor yang berumur satu sampai duabelas bulan. Masing-masing sapi dikelompokkan berdasarkan umur (1, 3, 6, 9, dan 12 bulan) dan setiap kelompok terdiri dari 3 ekor. Pakan diberikan sesuai kebutuhan yang berdasarkan bobot badan dan umur sedangkan air minum diberikan secara ad libitum.

Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, metanol, larutan Turk, pewarna Giemsa 10%, aquades, minyak emersi, dan xylol. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah disposable syringe, venoject berantikoagulan potasium

EDTA (ethylendiaminetetraacetic

acid), ice box, aspirator, mechanical shaker, hemositometer, kamar hitung, gelas obyek, gelas penutup, bak pewarnaan, kertas label, dan mikroskop.

Pengambilan Darah Pengambilan darah dilakukan melalui vena jugularis. Lokasi pengambilan darah dibersihkan menggunakan kapas beralkohol. Darah diambil menggunakan venoject yang berisi antikoagulan potasium EDTA. Sampel darah kemudian dimasukan ke dalam ice box, dan segera dibawa ke laboratorium untuk dianalisis terhadap total leukosit dan diferensiasi leukosit.

15

Penghitungan Total Leukosit Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet leukosit dan aspirator sampai tera 0.5. Selanjutnya, larutan Turk dihisap hingga tera 11, aspirator dicabut kemudian dihomogenkan menggunakan mechanichal shaker. Selanjutnya dimasukan ke dalam kamar hitung dan ditutup dengan gelas penutup. Pembacaan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 (Weiss & Wardrop 2010).

Pembuatan Preparat Ulas Darah Preparat ulas darah dibuat dengan menggunakan dua buah gelas objek. Darah diambil sedikit dan diteteskan di atas gelas objek, selanjutnya dengan gelas objek yang lain diratakan dengan menempatkan salah satu sisi ujung gelas objek sehingga membentuk sudut 30-45o. Gelas objek digeser dengan cepat sehingga didapat ulasan darah tipis (Weiss & Wardrop 2010).

Pewarnaan Sediaan Ulas Darah Preparat ulas darah difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Preparat kemudian diwarnai dengan Giemsa 10% selama 30 menit, setelah itu dibilas dengan air dan dikeringkan dengan cara dianginkan (Weiss & Wardrop 2010).

Diferensial Leukosit Preparat ulas yang telah diwarnai diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 kali menggunakan minyak emersi. Penghitungan diferensial leukosit berdasarkan hasil pengamatan dengan menghitung jumlah neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit dalam 100 butir leukosit. Nilai absolut didapat dengan mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan total leukosit (Weiss & Wardrop 2010).

Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dan dibandingkan dengan menggunakan metoda analisis of varian (ANOVA) yang kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya 1999).

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Leukosit Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Berdasarkan hasil pengamtan profil total leukosit tertinggi dijumpai pada umur duabelas bulan sedangkan terendah dijumpai pada umur tiga bulan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rata-rata total leukosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Umur (Bulan) Rata-rata total leukosit (x103/µl) 1 9.6±0.0bc 3 6.8±0.4a 6 6.9±0.0a 9 7.3±1.5ab 12 10.6±2.5c Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Menurut Lumsden et al.(1980), total leuksoit pada sapi FH pada umur dua minggu sampai enam bulan adalah 5.6-13.7x 103/µl dan enam bulan sampai dua tahun adalah 6.3-14.4 x 103/µl. Secara umum total leukosit hasil pengamatan masih berada dalam kisaran normal. Tingginya rata-rata total leukosit pada umur satu bulan diduga karena pengaruh stres. Stres dapat mengakibatkan tingginya konsentrasi kortisol plasma. Kadar kortisol yang tinggi akan meningkatkan pembentukan neutrofil dan mengurangi pembentukan limfosit (Squires 2003). Tizard (2000) menjelaskan, peningkatan total leukosit dapat terjadi karena peningkatan salah satu jenis sel leukosit seperti peningkatan neutrofil atau limfosit. Rata-rata total leukosit pada sapi umur tiga sampai sembilan bulan lebih rendah daripada umur satu bulan diduga karena terjadi penurunan jumlah limfosit dan neutrofil di sirkulasi.

Jumlah (103/µl)

17

12 10 8 6 4 2 0 1

3

6

9

12

Umur (bulan) Gambar 8 Profil leukosit sapi FH pada umur satu sampai duabelas bulan. Rata-rata total leukosit pada umur duabelas bulan adalah 10.6±2.5 x 103/µl, atau meningkat 45% dari rata-rata total leukosit umur sembilan bulan yaitu 7.3±1.5 x 103/µl. Peningkatan rata-rata total leukosit pada umur duabelas bulan ini diduga karena tingginya jumlah limfosit yang berada di sirkulasi akibat terbentuknya imunitas berperantara sel dan humoral yang baik. Junqueira dan Caneiro (2005) menjelaskan, sel limfosit T berperan dalam imunitas berperantara sel dan sel limfosit B berperan dalam imunitas humoral yang akan menghasilkan antibodi. Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) dapat bersifat fisiologis dan patologis. Leukositosis fisiologis terjadi karena adanya respon terhadap kortisol dan epinefrine sehingga dapat memobilisasi neutrofil dan limfosit dari pool marginal menuju sirkulasi umum. Leukositosis fisiologis dapat disebabkan karena rasa takut, aktivitas latihan, kortikosteroid, dan stres. Leuksoitosis patologis terjadi akibat respon terhadap antigen asing yang masuk kedalam tubuh, kadang bisa terjadi pada kondisi inflamasi kronis maupun akut (Colville & Bassert 2008).

Neutrofil Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), karena intinya memiliki berbagai jenis bentuk dan bersegmen. Profil neutrofil tertinggi dijumpai pada umur satu bulan dan terendah dijumpai pada umur enam bulan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.

18

Tabel 3 Jumlah rata-rata neutrofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Umur (Bulan) Neutrofil(x103/µl) 1 2.6±1.2a 3 2.3±0.3a 6 1.6±0.8a 9 2.2±0.9a 12 2.5±0.6a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Lumsden et al. (1980) melaporkan bahwa jumlah neutrofil pada sapi FH dengan umur dua minggu sampai enam bulan adalah 0.6-6.1 x 103/µl dan enam bulan sampai dua tahun adalah 1.0-4.6 x 103/µl. Jumlah rata-rata neutrofil pada kelompok umur satu bulan adalah 2.6±1.2 x 103/µl, jumlah ini masih berada dalan kisaran normal. Jumlah yang cukup tinggi ini diduga karena faktor stres. Hewan muda seperti pedet sangat mudah mengalami stres (Morrill 2004). Stres dapat mengakibatkan tingginya konsentrasi kortisol plasma. Kadar kortisol yang tinggi akan meningkatkan jumlah neutrofil dan mengurangi jumlah limfosit (Squires

Jumlah (103/µl)

2003). 3 2 1 0 1

3

6

9

12

Umur (bulan) Gambar 9 Jumlah neutrofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan. Jumlah neutrofil pada kelompok umur tiga sampai enam bulan mengalami penurunan, namun demikian jumlahnya masih berada dalam kisaran normal. Jumlah

terendah

dijumpai

pada

kelompok

umur

enam

bulan

yaitu

1.6±0.8 x 103/µl. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang yang akan dilepaskan ke sirkulasi apabila dibutuhkan dan selanjutnya masuk ke jaringan (Colville & Bassert 2008). Neutrofil di dalam jaringan akan melakukan fungsinya yaitu memfagosit bahan asing atau akan mati dengan sendirinya akibat kehabisan

19

energi. Tizard (2000) menjelaskan bahwa neutrofil memiliki sediaan cadangan energi yang terbatas, yang tidak dapat diisi kembali. Neutrofil sangat dibutuhkan untuk melawan agen atau bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Penghancuran bahan asing oleh neutrofil melalui proses fagositosis. Proses fagositosis ini dibagi menjadi empat tahapan yaitu kemotaksis, perlekatan, penelanan, dan pencernaan (Tizard 2000). Granul neutrofil mengandung enzim yang dapat menghancurkan bakteri maupun virus yang sedang difagosit. Granul neutrofil tersebut sering disebut dengan lisosom (Colville & Bassert 2008). Jumlah rata-rata neutrofil pada umur sembilan sampai duabelas bulan secara berurutan adalah 2.2±0.9 x 103/µl dan 2.5±0.6 x 103/µl. Meningkatnya jumlah neutrofil tersebut diduga karena produksi neutrofil yang tinggi oleh sumsum tulang. Menurut Colville dan Bassert (2008), jumlah neutrofil yang tinggi di sirkulasi umum bisa dikarenakan tingginya pelepasan neutrofil yang matang dari pool penyimpanan di sumsum tulang dan peningkatan jumlah sel stem hemopoietik pluripoten yang akan memproduksi neutrofil. Peningkatan jumlah neutrofil yang berada di atas jumlah normal disebut dengan neutrofilia. Neutrofilia disebabkan oleh meningkatnya pergerakan sel dari pool marginal, menurunnya perpindahan sel ke jaringan, dan berkurangnya pengeluaran dan produksi neutrofil dari susum tulang (Jain 1993). Faktor lain yang menyebabkan neutrofilia secara fisiologis disebabkan oleh peningkatan stress (kortikosteroid) dan inflamasi (Colville & Bassert 2008).

Limfosit Limfosit merupakan satu-satunya leukosit yang tidak mempunyai kemampuan fagositik. Secara umum jumlah rata-rata limfosit hasil pengamatan masih berada dalam kisaran normal. Profil limfosit terendah dijumpai pada kelompok umur tiga bulan dan tertinggi dijumpai pada kelompok umur duabelas bulan.

20

Tabel 4 Jumlah rata-rata limfosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Umur Limfosit (Bulan) (x103/µl) 1 5.5±1.2ab 3 3.9±0.9a 6 4.1±0.7a 9 4.8±1.7a 12 7.9±2.1b Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Jumlah rata-rata limfosit sapi FH dengan umur dua minggu sampai enam bulan adalah 2.2-8.7 x 103/µl dan enam bulan sampai dua tahun adalah 3.4-9.4 x 103/µl (Lumsden et al. 1980). Jumlah rata-rata limfosit hasil pengamatan pada umur satu bulan cukup tinggi apabila dibandingkan dengan umur tiga sampai sembilan bulan. Jumlah yang tinggi ini diduga karena pengaruh fungsi timus yang aktif pada umur muda.Timus terdapat pada hewan muda, kemudian akan terjadi atrofi setelah hewan tersebut dewasa (Colville & Bassert 2008). Timus diklasifikasikan sebagai organ limfoid primer karena berfungsi sebagai sumber limfosit T yang banyak beredar di sirkulasi umum (Tizard 2000). Jumlah rata-rata limfosit pada umur tiga sampai sembilan bulan relatif stabil yaitu 3.9±0.9 x 103/µl 3

Jumlah (103/µl)

sampai 4.8±1.7 x 10 /µl.

10 8 6 4 2 0 1

3

6

9

12

Umur (bulan) Gambar 10 Jumlah limfosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan. Jumlah rata-rata limfosit tertinggi dijumpai pada kelompok umur duabelas bulan, yaitu berkisar 7.9±2.1 x 103/µl. Peningkatan jumlah limfosit pada umur duabelas bulan diduga karena pada usia tersebut sudah terbentuk sitem imun beperantara sel dan humoral yang baik. Menurut Tizard (2000), limfosit terdiri

21

dari limfosit T dan limfosit B. Limfosit B menghasilkan antibodi sedangkan limfosit T menimbulkan kekebalan berperantara sel. Antigen yang terikat pada sel-sel ini merupakan awal kejadian pada tanggap kebal. Antigen diolah oleh makrofag sebagai Antigen Presenting Cell (APC). Antigen yang telah diolah ini akan dikenali oleh limfosit T, kemudian memperbanyak diri. Limfosit T juga akan mengeluarkan Interleukin yang memberikan informasi pada limfosit B, kemudian limfosit B menghasilkan antibodi untuk mengikat antigen. Fungsi antibodi yaitu sebagai penetral antigen dengan cara pengendapan, penggumpalan, dan bloking, selain itu juga antibodi menghasilkan opsonin untuk mempermudah eliminasi antigen oleh fagosit. Peningkatan limfosit bisa terjadi secara fisiologis maupun patologis. Peningkatan limfosit secara fisiologis yaitu dengan meningkatnya epineprin. Limfosit juga meningkat sebagai respon terhadap antigen asing yang masuk kedalam tubuh, kadang-kadang bisa terjadi pada kondisi inflamasi kronis (Jain 1993). Eosinofil Profil tertinggi dijumpai pada kelompok umur satu bulan dan terendah dijumpai pada kelompok umur enam bulan. Tabel 5 menujukkan bahwa jumlah rata-rata eosinofil tinggi pada umur satu bulan dan relatif stabil pada umur tiga sampai duabelas bulan. Tabel 5 Jumlah rata-rata eosinofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Umur (Bulan) Eosinofil(x103/µl) 1 0.4±0.2b 3 0.2±0.2ab 6 0.1±0.0a 9 0.1±1.5a 12 0.2±0.1ab Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Jumlah eosinofil pada sapi FH dengan umur dua minggu sampai enam bulan adalah 0.0-0.3 x 103/µl dan enam bulan sampai dua tahun adalah 0.0-0.24 x 103/µl (Lumsden et al. 1987). Secara umum jumlah eosinofil hasil pengamatan masih berada dalam kisaran normal. Eosinofil sering kali diproduksi dalam jumlah besar pada penderita infeksi parasit. Eosinofil ini bermigrasi ke jaringan yang menderita infeksi parasit (Guyton 2008). Menurut Collvile dan

22

Bassert (2002) peningkatan jumlah eosinofil di sirkulasi umum dapat terjadi karena kondisi 1) meningkatnya pelepasan eosinofil yang matang dari pool penyimpanan yaitu di sumsum tulang, 2) eosinofil bermigrasi dari pool marginal ke pool sirkulasi, 3) meningkatnya produksi eosinofil di sumsum tulang, dan 4) lamanya waktu eosinofil beredar di aliran darah perifer sebelum masuk ke

Jumlah (103/µl)

jaringan. 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 1

3

6

9

12

Umur (bulan) Gambar 11 Jumlah eosinofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan. Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses perbarahan, mengatur investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit antigenantibodi kompleks, memfagosit mikoplasma, dan memfagosit ragi (Junqueira & Caneiro 2005). Menurut Tizard (2000), eosinofil memiliki dua fungsi istimewa yaitu, eosinofil secara unik cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup, dan enzim eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil.

Monosit Hasil pengamatan menunjukkan bahwa profil monosit pada umur satu sampai duabelas bulan berfluaktuatif sperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Monosit berfungsi sebagai fagositik mononuklear. Monosit di dalam jaringan disebut dengan makrofag. Makrofag memiliki peran melakukan fagositosis dan menghancurkan partikel asing dan jaringan mati serta mengolah bahan asing tersebut untuk dapat merangsang sistem tanggap kebal di tubuh sehingga terbentuk komplek antigen antibodi (Tizard 2000).

23

Tabel 6 Jumlah rata-rata monosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Umur (bulan) Monosit (x103/µl) 1 1.0±0.2b 3 0.4±0.2a 6 0.9±0.1b 9 0.2±0.1a 12 0.1±0.1a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Jumlah monosit pada sapi FH dengan umur dua minggu sampai enam bulan adalah 0.8-1.2 x 103/µl dan enam bulan sampai dua tahun adalah 0.0-1.0 x 103/µl (Lumsden et al. 1987). Secara umum jumlah monosit hasil pengamatan masih berada dalam kisaran normal. Monosit merupakan prekursor makrofag jaringan dan memiliki inti sel yang pleomorfik (Junqueira & Caneiro 2005). Makrofag memiliki peran melakukan fagositosis dan menghancurkan partikel asing dan jaringan mati serta mengolah bahan asing tersebut untuk dapat merangsang sistem tanggap kebal di tubuh sehingga terbentuk komplek antigen antibodi (Tizard 2000). Menurut Colville dan Bassert (2008), fungsi monosit adalah 1) membersihkan sel debris yang dihasilkan dari proses peradangan atau infeksi, 2) memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan makrofag, dan 3) memiliki kemampuan yang sama dengan neutrofil yaitu untuk

Jumlah (103/µl)

menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh. 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 1

3

6

9

12

Umur (bulan) Gambar 12 Jumlah monosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan. Monosit masuk ke jaringan melalui proses kemotaksis yang dihasilkan oleh proses kerusakan jaringan akibat trauma atau serangan mikroorganisme (Colville & Bassert 2008). Apabila terjadi luka pada jaringan, maka jaringan yang terluka itu akan melepaskan berbagai substansi yang menimbulkan perubahan

24

sekunder dalam jaringan. Substansi atau produk yang dihasilkan dari jaringan yang rusak antara lain histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam reaksi komplemen, substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi. Beberapa substansi ini dapat mengaktifkan sistem makrofag dengan kuat (Guyton 2008). Selain itu dalam Tizard (2000), makrofag tertarik secara kemotaktik tidak hanya pada produk mikroorganisme dan produk reaksi kebal tetapi juga pada faktor yang dikeluarkan oleh sel yang rusak, terutama neutrofil yang rusak.

Basofil Basofil tidak ditemukan di sepanjang waktu pengamatan. Persentase jumlah basofil normal pada sapi FH adalah 0-1% dari total sel darah putih (Lumsden et al. 1980). Persentase basofil yang kecil ini menyebabkan basofil sulit ditemukan.

25

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Profil leukosit dan limfosit sama yaitu tinggi pada umur satu bulan, kemudian jumlahnya relatif stabil pada umur tiga sampai sembilan bulan, dan kembali tinggi jumlahnya pada umur duabelas bulan. 2. Profil neutrofil terendah dijumpai pada umur enam bulan dan tertinggi dijumpai pada umur satu bulan. 3. Profil eosinofil realtif stabil dan profil monosit berfluktuatif, sedangkan basofil tidak ditemukan di sepanjang pengamatan.

Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan hewan yang sama dan lebih banyak serta waktu pengamatan lebih lama dengan selang waktu pengamatan yang lebih pendek. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang fungsi sel leukosit.

26

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni FW. 2010. Deteksi Keberadaan Antibodi Anti-Eschericia coli di Dalam Serum Sapi Neonatus yang Diberi Klolostrum Dengan Metode ELISA [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. [Anonim]. 2006. Hematopoiesis. http://www.dentalarticles.com [1 Nov 2010]. [Ansi]. 2010. Breeds of Livestock-Holstein Cattle. http://www.ansi.okstate.ed.htm [30 Okt 2010]. Blakely J, Bade H. 1998. Ilmu Peternakan. Ed ke-4. Srigandono B, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Colville T, Bassert JM. 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technician. Missouri: Elsevier. [DSN]. Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Sapi Perah Bibit. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional; (SNI 01-2735-1992). Eis, Jelinek, Spacek. 2006. Histopatologi Atlas. http://old.lf3.cuni.cz/histologie/ atlas/demo/73/index.htm [19 Jul 2010]. Frandson RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Brahm U, Penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. Guyton AC. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Tengadi AK, Penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari:Textbook of Medical Physiology. [IGCARL] Indira Gandhi Centre for Advanced Research on Livestock. 2008. http://ahfd.ap.nic.in/igcarl/holstein.htm [19 Jul 2010]. Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius. Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger. Junqueira LC, Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. Ed ke-11. USA: The Mc Graw-Hill Companies Inc. Lawrence TLJ, Fowler VR. 2002. Growth of Farm Animals. Ed ke-2. Wallingford: CABI Publishing. Lumsden JH, Mullen K, Rowe R. 1980. Hematology and biochemistry reference values for female Holstein cattle. Can J comp Med 44: 24-31.

27

Mattjik AA, Sumertajaya M . 1999. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS, SPSS dan Minitab. Bogor: IPB Press Morrill JL. 2004. Managing the Calf from Weaning Through Four Months of Age. Frontline 001(34). [terhubung berkala]. http://www.milkproductsinc.com/html [19 Jul 2010]. Prihatman K. 2000. Proyek pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan. Jakarta: Bappenas. Rasyid. 2010. Susu Adalah Makanan Sempurna. http://www.warintek.ristek.go.id [30 Okt 2010]. Santosa U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Jakarta: Penebar Swadaya. Siwi T, Yulianti WS, Nasir M. Manjajemen Pemeliharaan dan Kesehatan Pedet. Purwekerto: BBPTU SP Baturraden. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soetarno T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Sudono, Rosdiana F, Setiawan BJ. 2003. Beternak Sapi secara Intensif. Jakarta: Agro Media Pustaka. Sugeng B. 1998. Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya. Swenson MJ. 1997. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Ed ke-8. London: Cornell University Press. Tizard I. 2000. Veterinary Immunology An Introduction. Ed ke-6. Philadelpia: WB Saundres Company. Usman B. 2006. Dasar Ternak Perah. http://e-course.usu.ac.id/content/peternakan/ dasar/textbook.pdf [30 Okt 2010]. Weiss DJ, Wardrop KJ, editor. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6. New Jersey: Wiley-Blackwell Publishing. Westra P. 2009. Reformasi Industri Perunggasan Menuju Ketahanan Pangan (Protein Hewani) Bagi Masyarakat Miskin Di Jawa Timur. Analisa Kebijakan Pertanian 7 :223-230.

1

LAMPIRAN

2

lampiran 1 Hasil ANOVA total leukosit dan masing-masing jenis sel leukosit

Oneway ANOVA

total_leukosit

Between Groups Within Groups Total

Neutrofil

Between Groups Within Groups Total

Limfosit

Between Groups Within Groups Total

Eosinofil

Between Groups Within Groups Total

Monosit

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

37.283

4

9.321

5.421

.014

17.193

10

1.719

54.476

14

1.651

4

.413

.671

.627

6.147

10

.615

7.797

14

30.767

4

7.692

3.907

.037

19.687

10

1.969

50.453

14

.183

4

.046

2.446

.115

.187

10

.019

.369

14

2.044

4

.511

23.953

.000

.213

10

.021

2.257

14

3

Lampiran 2 Hasil uji Duncan rata-rata total leukosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan total_leukosit Subset for alpha = 0.05 perlakuan Duncana

N

1

2

3 bulan

3

6.800

6 bulan

3

6.900

9 bulan

3

7.333

1 bulan

3

12 bulan

3

3

7.333 9.600

9.600 10.667

Sig.

.645

.060

.343

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Lampiran 3 Hasil uji Duncan jumlah rata-rata neutrofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Neutrofil Subset for alpha = 0.05 perlakuan Duncana

N

1

6 bulan

3

1.633

9 bulan

3

2.233

3 bulan

3

2.333

12 bulan

3

2.500

1 bulan

3

2.567

Sig.

.209

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

4

Lampiran 4 Hasil uji Duncan jumlah rata-rata limfosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Limfosit Subset for alpha = 0.05 perlakuan Duncana

N

1

2

3 bulan

3

3.900

6 bulan

3

4.100

9 bulan

3

4.800

1 bulan

3

5.500

12 bulan

3

5.500 7.867

Sig.

.222

.066

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Lampiran 5 Hasil uji Duncan jumlah rata-rata eosinofil sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Eosinofil Subset for alpha = 0.05 perlakuan Duncana

N

1

2

6 bulan

3

.100

9 bulan

3

.100

12 bulan

3

.167

.167

3 bulan

3

.200

.200

1 bulan

3

Sig.

.400 .422

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

.073

5

Lampiran 6 Hasil uji Duncan jumlah rata-rata monosit sapi FH umur satu sampai duabelas bulan Monosit Subset for alpha = 0.05 perlakuan Duncana

N

1

2

12 bulan

3

.133

9 bulan

3

.167

3 bulan

3

.367

6 bulan

3

.867

1 bulan

3

1.033

Sig.

.091

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

.192