1 ARI SRIANTINI - Perhitungan Posisi Sejati Kapal

ilmu pelayaran, Penentuan Posisi Astronomi telah dikenal sejak lama, dan untuk menjamin keselamatan pelayaran sistem tersebut terus ditumbuh...

57 downloads 624 Views 225KB Size
PERHITUNGAN POSISI SEJATI KAPAL DENGAN PENGAMATAN TERHADAP BENDA-BENDA ANGKASA Ari Sriantini Jurusan Nautika, Program Diploma Pelayaran, Universitas Hang Tuah ABSTRAK Penentuan posisi astronomi merupakan suatu sistem penentuan posisi kapal melalui observasi benda angkasa seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan planet. Instrumen yang digunakan adalah sextant, chronometer, dan compass dengan perhitungan tabel-tabel serta Almanak Nautika. Dari hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan arah garis tinggi dan azimuth dari suatu benda angkasa. Namun, untuk mendapatkan posisi sejati kapal harus dilakukan pengamatan dua kali atau lebih. Posisi sejati kapal adalah perpotongan antara arah garis tinggi penilikan pertama dengan arah garis tinggi penilikan berikutnya. Untuk mendapatkan posisi sejati kapal dengan perpotongan dua garis tinggi atau lebih dapat dilakukan secara konstruksi dan perhitungan. Ada beberapa cara dalam menentukan posisi sejati kapal, antara lain: Dua benda yang dibaring dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan, satu benda yang dibaring dua kali dalam waktu yang berbeda. Dalam prakteknya, posisi duga kapal sangat memegang peranan penting dalam penentuan posisi sejati kapal dengan benda-benda astronomi. Kata Kunci: Posisi Astronomi, Arah garis tinggi, dan Azimuth. Dalam hubungan ini waktu ditentukan dengan pengukur waktu. Pada umumnya dengan perhitungan ini bumi dianggap benar-benar bulat, sebab pengaruh pipihan bumi sedikit sekali dibandingkan dengan hasil yang dapat dicapai. Sehingga pipihan bumi diabaikan. Dari hasil observasi benda angkasa dapat diperoleh garis tempat kedudukan (LOP = Line of Position).

PENDAHULUAN Di laut lepas jika benda-benda darat tidak tampak lagi untuk menentukan tempat kedudukan dengan mengambil baringan, maka kita harus menggunakan benda-benda angkasa untuk menentukan posisi kapal di laut. Mengukur tinggi benda angkasa kemudian menggunakan koordinatkoordinat lainnya bagi perhitungan posisi kapal disebut ”Penentuan Posisi Astronomi”. Sebagai salah satu sistem di dalam ilmu pelayaran, Penentuan Posisi Astronomi telah dikenal sejak lama, dan untuk menjamin keselamatan pelayaran sistem tersebut terus ditumbuh kembangkan sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelaksanaan perhitungan posisi tersebut kita perlukan waktu GMT, posisi duga pengamatan, dan lain-lain.

TINJAUAN PUSTAKA 1. Penentuan Posisi Astronomi Menurut Capt. Arso Martopo, Penentuan Posisi Astronomi adalah suatu sistem penentuan posisi kapal melalui observasi benda angkasa seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan planet. Instrumen yang digunakan adalah sextant, chronometer, dan compass dengan perhitungan tabel-tabel serta Almanak Nautika. 77

78

Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 2, Maret 2011

Menurut A. Frost, B.Sc., ada beberapa prosedur yang perlu dilakukan dalam penentuan Posisi Astronomi: a. Dari waktu yang ditunjukkan oleh chronometer, digunakan untuk menentukan nilai GMT. b. Dari GMT tersebut, kita dapat menentukan nilai GHA dan declinasi benda angkasa. c. Dengan menggunakan bujur duga pengamat dan GHA, dapat kita tentukan besarnya nilai LHA. d. Gabungkan nilai lintang duga pengamat dan declinasi benda angkasa. Jika lintang dan declinasi senama, maka L-D. Jika lintang dan declinasi tidak senama, maka L+D. e. Gunakan rumus sinus untuk menentukan nilai tinggi hitung. f. Tentukan tinggi sejati dari benda angkasa. g. Dengan menggunakan tinggi hitung dan tinggi sejati benda angkasa, sehingga dapat kita tentukan nilai selisih tinggi (p). h. Dengan menggunakan daftar ABC dapat kita tentukan nilai azimuth benda angkasa. Dari hasil observasi benda-benda angkasa dapat diperoleh garis tempat kedudukan kapal (LOP = line of position), dan dengan beberapa line of position tersebut akan didapatkan posisi sejati kapal. 2. Proyeksi Bumiawi Dalam menggunakan benda angkasa untuk menentukan tempat kedudukan dengan mengukur tinggi benda angkasa tersebut, maka harus diketahui letaknya di angkasa pada saat diadakan penilikan. Dengan menggunakan pengukur waktu untuk mendapatkan GMT, maka koordinat tersebut dapat dicari dalam Almanak Nautika. Apabila telah diketahui koordinat-koordinat tersebut sehingga kita dapat dengan mudah memproyeksikan

posisi benda angkasa tersebut ke permukaan bumi. Koordinat benda angkasa tersebut adalah GHA dan deklinasi benda angkasa, yang nilainya dapat diperoleh di dalam Almanak Nautika. Sedangkan koordinat proyeksi bumiawi adalah lintang proyeksi bumiawi dan bujur proyeksi bumiawi. Menurut M. Pardi, Proyeksi Bumiawi adalah titik potong di permukaan bumi dengan garis yang menghubungkan pusat benda angkasa dengan pusat bumi.

Keterangan: P ku Gr Pb BA Ki KU

= Pusat bumi = Kutub Utara bumi = Greenwich = Proyeksi bumiawi = Benda Angkasa = Equator bumi = Kutub Utara

3. Jajar Tinggi Dengan diketahuinya letak benda angkasa di angkasa dan letak proyeksinya di permukaan bumi, serta diukurnya tinggi benda angkasa tersebut, maka kita dapatkan lingkaran kecil di permukaan bumi yang disebut jajar tinggi. Menurut M. Pardi, jajar tinggi adalah lingkaran kecil pada permukaan bumi dengan proyeksi bumiawi sebagai pusatnya dimana tempat kedudukan penilik, pada saat yang sama mengukur

Ari Sriantini: Perhitungan posisi sejati kapal dengan pengamatan terhadap ...

benda angkasa yang sama, mendapatkan tinggi sejati yang sama. 4. Lengkungan Tinggi dan Garis Tinggi Bentuk lengkungan tinggi tergantung pada kedudukan jajar tinggi terhadap kutub bumi. Dalam melukis jajar tinggi pada bulatan bumi dilakukan dengan cara terlebih dahulu menentukan lintang dan bujur proyeksi bumiawi. Lengkungan tinggi adalah gambaran jajar tinggi pada peta lintang bertumbuh (proyeksi Mercator). Garis tinggi adalah sebuah garis lurus di peta yang merupakan sebagian dari lengkungan tinggi, dilukis pada titik tinggi tegak lurus terhadap arah azimuth benda angkasa. 5. Azimuth Azimuth adalah arah sejati dari benda angkasa. Adapun perhitungan azimuth dapat dilakukan dengan beberapa cara yang berhubungan unsur-unsur dari segitiga parallax. Untuk mendapatkan nilai azimuth dengan menggunakan rumus: ⎡ tgz tgl ⎤ − Cotg T sec l = ⎢ ⎥ ,dengan: ⎣ sin P tgP ⎦ T = Azimuth l = lintang z = deklinasi/zawal P = Sudut jam Yang selanjutnya perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan Daftar Ilmu Pelayaran pada daftar XIA, XIB, dan XII, yang didasarkan pada rumus tersebut. 6. Perhitungan titik tinggi Perhitungan titik tinggi dipakai untuk mendapatkan nilai tinggi hitung (th),dengan menggunakan bantuan Daftar Ilmu Pelayaran dan Almanak Nautika. Perhitungannya dengan menggunakan rumus:

79

Sin th = Cos (lt + z ) – cos l x cos z x sin Vers P Keterangan: Th = tinggi hitung Lt = lintang duga Z = zawal benda P = Sudut jam benda angkasa 7. Penentuan Posisi Kapal Contoh perhitungan dalam menentukan posisi sejati kapal di laut: a. Pada tanggal 19 September 2003, pada posisi duga kapal 18˚44’U/ 117˚12’B. Mengukur matahari dengan menggunakan sextant, didapatkan tinggi ukur tepi atas 24˚50,0’, salah index (-) 0,6’, tinggi mata 18 m. Pada jam 00h 01m 42s GMT. Tentukan arah garis tinggi dan posisi titik tinggi. b. Pada tanggal 9 Januari 2003, pada posisi duga kapal 35˚10’S/ 127˚50’E, pada jam 11h 15m 10s GMT. Mengukur tinggi bintang Sirius didapatkan tinggi ukur 53˚10,4’,salah indeks (+) 0,4’, tinggi mata 15 m. Tentukan arah garis tinggi dan posisi titik tinggi pada penilikan tersebut. Penyelesaian: a. GMT = 00h 01m 42s ( tanggal 19 september 2003) GHA Θ = 181˚ 28,9’ Increment = 0˚ 25,5’ + GHA Θ = 181˚ 54,4’ BB = 117˚ 12’ LHA Θ = 64˚ 42,4’ P/HAΘ = 64˚ 42,4’ B Dec Θ D corrn (d=1,0) Dec Θ

= 1˚ 43,7’ U = 0,0’ = 1˚ 43,7’ U

Log sin vers.P/HAΘ = 9,75796 Log cos l = 9,97636 Log cos d = 9,99980 + Log x = 29,73412 x = 0,54215 L D L-D

= 18˚ 44’ U = 1˚ 43,7’ U = 17˚ 00,3’

80

Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 2, Maret 2011

Cos (l-d) X Sin ThΘ Th Θ

= 0,95628 = 0,54215 – = 0,41413 = 24˚ 27,9’

Tu Θ KI Dip App.Alt

= 24˚ 50’ = (+) 0,6’ = (-) 7,5’ = 24˚ 43,1’ Cor.App.Alt = (-) 17,9’ Ts Θ = 24˚ 25,2’ Th Θ = 24˚ 27,9’ – p = (-) 2,7’ A = 0,16 B = 0,03 A-B= 0,13 (T= Tumpul) T = U 97˚01,1’B  

Agt

 

 

 

       

Azimuth

           

  TD        

           

 

 

 

               

 

 

              

H  

b. GMT = 11h 15m 10s (tanggal 9 Januari 2003) GHA γ = 273˚ 34,2’ Increment = 3˚ 48,1’ + GHA γ = 277˚ 22,3’ SHA*Sirius = 258˚40,7’ BT = 127˚50,0’ LHA * = 663˚53,0’ P/HA* = 56˚ 07,0’ Dec * Sirius = S 16˚ 43,2’ Log sin vers.P/HA= 9,26131 Log cos l = 9,91248 Log cos d = 9,98124 + Log x = 29,15503 x = 0,1429 L = 35˚10’ S D = 16˚43,2’ S L-D= 18˚26,8’

Ari Sriantini: Perhitungan posisi sejati kapal dengan pengamatan terhadap ...

Cos (L-D) X Sin Th * Th*

= 0,94862 = 0,14290 = 0,80572 = 53˚ 40,8’

Tu * Sirius = 53˚55,2’ KI = (-) 4,0’ DIP = (-) 6,8’ App.Alt = 53˚44,7’ Corr = (-) 0,7’ Ts * = 53˚44,0’ Th * = 53˚40,8’ Intercept = (+) 3,2’ A B C T

= 0,473 = 0,362 = 0,111 ( T=Tumpul ) = S 95˚11,1’ T

81

Namun, dengan diadakan hanya satu penilikan, maka tempat kedudukan kapal belum dapat ditentukan, masih diperlukan satu atau lebih penilikan lagi atau baringan. Perpotongan antara arah garis tinggi penilikan pertama dengan arah garis tinggi penilikan berikutnya, merupakan posisi kapal. Untuk mendapatkan posisi sejati kapal dengan perpotongan dua garis tinggi atau lebih dapat dilakukan secara konstruksi dan perhitungan. Secara Konstruksi 1. Secara konstruksi di peta laut/plotting sheet Dua observasi yang dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan dapat dihitung dari tempat duga yang sama.

Keterangan: H= Titik tinggi PEMBAHASAN Dalam penentuan posisi astronomi kita menggunakan bantuan benda-benda angkasa sebagai alat bantu untuk bernavigasi. Benda-benda angkasa tersebut meliputi matahari, bintang, bulan, dan planet (Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus). Dari hasil pengamatan terhadap benda angkasa tersebut, yang dilakukan dengan menggunakan sextant, akan didapatkan tinggi ukur dari benda angkasa. Kemudian tinggi ukur tersebut dikoreksi dengan koreksi index, tinggi mata, refraksi, maupun semi diameter benda angkasa, untuk mendapatkan tinggi sejati benda angkasa. Dari hasil pengamatan terhadap benda angkasa dapat diperoleh azimuth benda angkasa, tinggi hitung maupun arah garis tinggi.

Keterangan: K = Posisi sejati kapal TD= Tempat duga 2. Secara konstruksi di kertas biasa Gunakan kertas bergaris tegak sejajar yang dapat dipakai sebagai skala bujur. Lukiskan sudut lintang duga kapal pada ujung garis-garis tersebut untuk dipakai sebagai skala lintang. Sisi mendatar berfungsi sebagai skala bujur peta dan sisi tegak/miring sebagai skala lintang. Dengan cara ini koordinat posisi sejati dapat diperoleh dengan konstruksi dari tempat duga. Skema perhitungan posisi sejati:

82

Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 2, Maret 2011

didapat sejauh pelayaran kapal yang di hitung dari titik tinggi I ke arah haluan sejati kapal.

Secara Perhitungan 1. Dengan 2 observasi dalam waktu bersamaan Perhitungannya dilakukan bertahap, pertama menghitung letak titik tinggi observasi I, titik ini kemudian dipakai sebagai tempat duga untuk perhitungan observasi II. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan daftar I dan II, untuk memperoleh Δ ltd dan Δ bu, dimana azimuth berfungsi haluan dan p (selisih tinggi) sebagai jauh. Dari TD dilukis azimuth *1 dan selisih tinggi penilikan pertama(p1), untuk mendapatkan titik tinggi pertama dan selanjutnya berfungsi sebagai tempat duga ke dua dari observasi ke dua. Dari titik tinggi I dilukiskan azimuth *2 dan selisih tinggi (p2) dan mendapatkan titik tinggi penilikan ke dua. Perpotongan antara arah garis tinggi I dengan arah garis tinggi II adalah posisi kapal (K). Untuk mencari koordinat K adalah sebagai berikut: a. Dari TD dengan azimuth *1 sebagai haluan dan p1 sebagai jauh, akan didapatkan koordinat titik tinggi penilikan pertama (TT1) b. Dari TT1 dengan T1-T2 sebagai haluan dan TT1-K sebagai jauh, akan didapat koordinat K secara perhitungan. 2. Dengan 2 observasi yang berbeda waktu Dalam hal ini perlu dilakukan penggeseran garis tinggi pertama yang

Keterangan : TD = Tempat Duga K = Posisi sejati kapal TT1 = Titik tinggi penilikan I TT2 = Titik tinggi penilikan II Pada prakteknya posisi duga kapal harus kita ketahui terlebih dahulu, karena rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan ini selalu berhubungan dengan posisi duga kapal, dalam hal ini lintang dan bujur. Sehingga tempat duga memegang peranan yang sangat penting, dalam penentuan posisi secara astronomi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam perhitungan dan penentuan posisi astronomi, merupakan penentuan posisi sejati kapal dengan menggunakan benda-benda angkasa sebagai alat bantu untuk bernavigasi. Pengamatan terhadap benda angkasa tersebut bisa dilakukan pada 2 benda angkasa atau lebih dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan, dan bisa juga terhadap satu benda angkasa, namun waktu pengamatannya berbeda. Dan perhitungan dan penentuan koordinat posisi kapal dapat dilakukan dengan cara konstruksi maupun perhitungan.

Ari Sriantini: Perhitungan posisi sejati kapal dengan pengamatan terhadap ...

Saran 1. Pada saat menentukan tinggi dan baringan dari benda angkasa, kecepatan kapal harus dikurangi, karena akan mempengaruhi perhitungan. 2. Dalam perhitungan titik tinggi, azimuth, dan tinggi benda angkasa harus dilakukan dengan teliti. 3. Keberhasilan penentuan posisi astronomi tergantung pada keterampilan, kemampuan, dan ketelitian pengamat. DAFTAR PUSTAKA Bowditch, Nathaniel. 1966. American Practical Navigator An Epitome of Navigation. Amerika: Navy Hydrographic Office. Cotter. 1983. The Elements of Navigation and Nautical Astronomy. London: Brown, Son & Ferguson LTD. Nautical Publishers. Dinas Hidrografi TNI-AL. 1993. Almanak Nautika. Jakarta: Hidrografi TNIAL. Frost, A. 1991. Practical Navigation for Second Mates. London: Brown, Son & Ferguson LTD. Nautical Publishers. Frost, A. 1991. Principle and Practice of Navigation. London: Brown, Son & Ferguson LTD. Nautical Publishers. House, David. 1998. Navigation for Masters. London: Witherby & Co Ltd. Martopo, Arso. 1997. Ilmu Pelayaran Astronomi. Semarang: Politeknik Ilmu Pelayaran. M. Pardi. 1961. Ilmu Pelayaran Astronomik. Jakarta: Gunung Agung.

83