BAB I PENDAHULUAN Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah

Hal ini disebabkan oleh glikolisis sel-sel darah dimana sampel serum dan plasma ... Penelitian ini dibatasi pada sampel plasma EDTA dan serum hanya me...

53 downloads 540 Views 286KB Size
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu pada tingkat glukosa dalam darah. Konsentrasi gula darah atau tingkat glukosa serum diatur dengan ketat dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar glukosa darah puasa tidak boleh lebih tinggi dari 110 mg/dl dan jangan lebih rendah dari 60 mg/dl. Untuk mengatur hal ini tubuh mempunyai mekanisme pengaturannya. Apabila mekanisme pengaturan kadar gula dalam darah tidak berjalan dengan baik atau terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh maka akan mengakibatkan ganguan pada proses metabolisme glukosa, oleh karena itu perlu adanya pemeriksaan kdar glukosa dalam darah sehingga dapat diketahui kadar glukosa melebihi batas normal atau tidak. Tujuan pemeriksaan glukosa darah ini salah satunya adalah untuk menentukan

ada

tidaknya

penyakit

diabetes

mellitus.

Diabetes

mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah atau kelainan metabolisme karbohidrat. Dalam kasus ini

glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik,

sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia. Penundaan waktu pemeriksaan dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Hal ini disebabkan oleh glikolisis sel-sel darah dimana sampel serum dan plasma harus segera dipisahkan dari sel-sel darah sebab eritrosit dan leukosit dalam darah biarpun sudah berada diluar tubuh tetap merombak glukosa untuk metabolismenya (Widmann, 1995). Hal tersebut mencerminkan aktivitas glukosa tetap terjadi meski berada di luar tubuh. Dari pengalaman dan survei yang didapat dari lapangan, pemeriksaan kimiawi khususnya pemeriksaan glukosa darah tidak pernah menggunakan sampel plasma EDTA terkadang sampel plasma dijadikan 1

2

pilihan untuk pemeriksaan glukosa darah apabila adanya permintaan glukosa yang cito (segera), karena dari segi efisiensi waktu sampel plasma lebih cepat didapat dibandingkan dengan serum. Akan tetapi pemeriksaan glukosa darah lebih akurat jika menggunakan sampel serum dibandingkan dengan sampel plasma EDTA. Pada pengalaman juga selama praktek di laboratorium klinik pada tahap praanalitik yang dimulai dari pengambilan sampel darah, sampel darah yang diambil atau dikumpulkan kemudian diperiksa secara bersamasama. Sampel yang pertama kali datang diperiksa bersamaan dengan sampel yang terakhir kali datang sehingga pada sampel yang pertama kali datang mengalami penundaan waktu pemeriksaan. Fenomena seperti ini biasanya disebabkan karena jumlah sampel yang diperiksa dan untuk mengefektifkan waktu dan mengefisienkan pemakaian reagen dan hal ini juga disebabkan karena pemeriksaan dilakukan secara seri. Selama melakukan penelitian di Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya bahwa banyak pasiean yang melakukan pemeriksaan glukosa darah pada bulan februari-juni 2014. Pada bulan februari pemeriksaan GDS 145 orang sedangkan yang melakukan pemeriksaan GDP dan G2JPP ada 85 orang, bulan maret GDS 637 orang, G2JPP 294, pada bulan april GDS 732 orang, G2JPP 239, pada bulan mei GDS 659 orang, G2JPP 220, pada bulan juni GDS 690 orang, G2JPP 354 orang. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Menggunakan Sampel Plasma EDTA dan Serum yang Langsung Diperiksa dan yang Ditunda Selama Dua Jam”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil antara plasma EDTA dan serum glukosa darah puasa yang diperiksa langsung dan yang ditunda selama dua jam. Penelitian ini dilakukan terhadap sampel glukosa darah puasa. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

3

B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah

puasa

yang diperiksa langsung dan yang ditunda selama dua jam antara serum dan plasma EDTA?

C. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada sampel plasma EDTA dan serum hanya melihat perbedaan dan berapa besar tingkat penurunanya.

D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara kadar glukosa darah puasa dan tingkat penurunanya yang menggunakan plasma EDTA dan serum yang diperiksa langsung dan ditunda selama dua jam.

E. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak berikut. 1. Laboratorium Klinik Telitian ini dapat digunakan sebagai acuan pemeriksaan kadar glukosa darah. 2. Mahasiswa Analis Kesehatan Telitian ini dapat mernjadi acuan untuk penelitian. Penelitian berikutnya yang berkaitan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah 3. Peneliti Telitian ini merupakan pengalaman baru bagi peneliti sehingga dapat menambah wawasan peneliti dalam bidang analis kesehatan.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Glukosa Glukosa merupakan salah satu karbohidrat penting yang digunakan sebagai sumber tenaga. Glukosa dapat diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat. Glukosa berperan sebagai molekul utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh, sebagai sumber energi utama bagi kerja otak, dan merupakan bahan bakar utama untuk jaringan tertentu seperti otak dan sel darah merah (Marks, 1996). Energi untuk sebagian besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme asam lemak. Tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran langsung glukosa. Proses ini juga menghasilkan metabolitmetabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat mempertahankan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keaadan puasa (Sacher, 2004). Metabolisme glukosa menghasilkan asam piruvat, asam laktat, dan asetil-coenzim A. Jika glukosa dioksidasi total maka akan menghasilkan karbondioksida, air, dan energi yang akan disimpan didalam hati atau otot dalam bentuk glikogen. Hati dapat mengubah glukosa yang tidak terpakai melalui jalur-jalur metabolik lain menjadi asam lemak yang disimpan sebagai trigliserida atau menjadi asam amino untuk membentuk protein. Hati berperan dalam menentuka apakah glukosa langsung dipakai untuk menghasilkan energi, disimpan atau digunakan untuk tujuan struktural (Sacher, 2004). Banyak hormon ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang adekuat, baik dalam keaadan normal maupun sebagai respon terhadap stres. Hormon yang berperan dan mengatur metabolisme karbohidrat adalah hormon insulin. Insulin adalah zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas. 4

5

Insulin

berasal dari kata insula

yang berarti ‘pulau’. Insulin

merupakan suatu polipeptida yang disekresikan oleh sel-sel pulau Langerhans. Kadar insulin

yang rendah akan mengurangi penyerapan

glukosa dan tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi. Insulin digunakan dalam pengobatan diabetes melitus. Kadar glukosa dalam tubuh dapat meningkat apabila pankreas yang memproduksi insulin mengalami gangguan dan tidak dapat bekerja dengan baik. Glukosa darah dikatakan abnormal apabila kurang atau melebihi nilai rujukan. Nilai rujukan glukosa adalah pada rentang 60–110 mg/dl (Widmman, 1995). Kadar gula darah yang terlalu

tinggi dinamakan

hiperglikemia. Kadar glukosa kurang dari normal dinamakan hipoglikemia. Dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah.

B. Jenis Pemeriksaan Glukosa Darah Dahulu pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap darah lengkap,

tetapi

sekarang

sebagian

besar

laboratorium

melakukan

pengukuran kadar glukosa dalam serum. Karena eritrosit memiliki kadar protein (yaitu hemoglobin) yang lebih tinggi daripada serum dimana serum memiliki kadar melarutkan lebih banyak glukosa (Sacher, 2004). Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan mekanisme-mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah mengisyaratkan gangguan homeostasis dan dari hal tersebut mendorong kita melakukan pemeriksaan untuk mencari etiologinya (Sacher, 2004). Salah satu proses metabolisme glukosa yang terjadi adalah glikolisis, Proses ini bertujuan agar sel-sel darah terutama eritrosit tetap memperoleh energi.

6

Menurut Hardjoeno (2003)

macam-macam pemeriksaan glukosa

darah adalah sebagai berikut. 1) Glukosa darah sewaktu (GDS) Pemeriksaan glukosa darah sewaktu adalah pemeriksaan yang dilakukan seketika waktu itu, dan lakukan kapan saja, tanpa ada puasa. Nilai normal kadar glukosa darah sewaktu adalah 70 – 125 mg/dl. 2) Glukosa darah puasa (GDP) Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam mengatur kadar glukosa darah supaya dapat terkontrol secara baik. Sebelum dilakukan pemeriksaan pasien disarankan agar puasa lebih dahulu puasa selama 8–10 jam. Nilai normal glukosa darah puasa adalah 60–110 mg/dl. 3) Glukosa darah dua jam post prandial (G2JPP) Pemeriksaan ini merupakan tes penyaring untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam menghilangkan beban glukosa yang ada dalam tubuh. Setelah melakukan puasa selama 8–10 jam kemudian pasien diminta untuk puasa kembal selama dua jam. Nilai normal kadar glukosa G2JPP adalah 100–140 mg/dl. 4) Test toleransi glukosa oral ( TTGO) Pemeriksaan ini dilakukan untuk tes jika kadar glukosa dua jam post prandial tidak normal (abnormal). Test ini bertujuan memberikan keterangan yang lebih lengkap mengenai adanya ganguan metabolisme karbohidrat. Pada test toleransi glukosa oral, kadar glukosa darah puasa diukur, nilai normal TTGO >140 mg/dl.

7

C. Fungsi Pemeriksaan Glukosa Darah Menurut

Hardjoeno

(2003)

kepentingan/fungsi

pemeriksaan

glukosa darah adalah sebagai berikut. 1. Tes Saring Tes saring digunakan untuk mendeteksi kasus diabetes melitus sedini mungkin sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi kronik akibat penyakit ini. Tes saring biasanya mengambil glukosa darah sewaktu sebagai sampel pemeriksaan. 2.

Tes Diagnostik Tes ini bertujuan untuk memastikan diagnosis Diabetes melitus

pada individu dengan keluhan klinis khas diabetes melitus, atau mereka yang terdiagnosis pada tes saring. Tes diagnostik ini biasanya mengambil glukosa darah puasa dan glukosa darah dua jam post prandial sebagai sampel pemeriksaan. 3.

Tes Pengendalian Tes ini bertujuan untuk memantau keberhasilan pengobatan untuk

mencegah terjadinya komplikasi kronik. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses terapi pengobatan dilakukan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, glukosa darah puasa dan glukosa darah dua jam post prandial. Apabila pemeriksaan glukosa darah dua jam post prandial abnormal maka dapat dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. Menurut Hardjoeno (2003) hal penting mengenai tes glukosa darah adalah. 1.

Menggambarkan faktor risiko penyakit kardivaskular (penyakit

gangguan pada jantung dan pembuluh darah) dan 2.

Glukosa post prandial merupakan pemeriksaan yang lebih akurat dan

baik dibandingkan dengan glukosa darah puasa.

8

D. Klasifikasi Tipe Diabetes Mellitus Menurut WHO diabetes adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup, atau sebaliknya ketika tubuh tidak mampu secara efektif menngunakan insulin yang diproduksi.

American

Diabetes

Association

(ADA)

memberikan

klasifikasi diabetes mellitus tipe 1,tipe 2, diabetes melitus gestational, dan diabetes melitus tipe khusus lain. Klasifikasi ini telah disepakati oleh WHO dan telah dipakai diselurruh dunia (ADA, 2010). 1.

Diabetes melitus tipe 1 (IDDM: Insulin Dependent Diabetes Melitus) Diabetes melitus tipe 1 adalah diabetes yang tergantung dengan insulin. Pada tipe ini terdapat kerusakan sel-sel dalam pankreas sehingga tidak dapat memproduksi insulin lagi, akibatnya sel-sel tidak bisa meyerap glukosa dari darah. Tipe 1 banyak diderita oleh orangorang dibawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia remaja 10-13 tahun. Tipe 1 biasanya diterapi dengan pemberian insulin.

2.

Diabetes melitus tipe 2 (NIDDM: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes melitus tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung dengn insulin akibat proses dari penuaan. Banyak penderita jenis ini mengalami penurunan fungsi sel-sel dalam pankreas sehingga insulin yang dihasilkan jumlahnya berkurang. Umumnya tipe ini dimulai pada usia diatas 40 tahun dengan kejadian lebih banyak pada orang gemuk.

3.

Diabetes gestational ini biasanya terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada masa kehamilan Wanita hamil yang belum pernah mengalami diabetes namum memiliki kadar gula yang tinggi. Diabetes gestational biasanya terdeteksi pertama kali pada usia kehamilan trisemester II atau III (setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Diabetes ini belum diketahui secara

9

pasti, namun besar kemungkinan terjadi akibat hambatan sehingga terjadi resistensi insulin yang membuat tubuh bekerja untuk menghasilkan insulin sebanyak tiga kali normalnya. Diabetes ini terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin glukosa tidak dapat dihantarkan

ke

jaringan

untuk

diubah

menjadi

energi

dan

mengakibatkan glukosa meningkat didalam darah. 4.

Pra-Diabetes

merupakan

diabetes

yang

terjadi

sebelum

berkembang menjadi tipe dua. Penyakit ini ditandai dengan naiknya kadar glukosa didalam darah melebihi nilai normal, kadar glukosa darah puasa berada diantara 60110 mg/dl.

E. Metode Pemeriksaan Glukosa Darah Pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode enzimatik, metode kimia, dan alat meter. 1.

Metode Enzimatik Metode ezimatik biasanya digunakan pada pemeriksaan glukosa darah karena metode ini memberikan hasil speksifitas yang tinggi. Metode ini hanya mengukur kadar glukosa dalam darah. Ada dua macam metode enzimatik yang digunakan yaitu metode glukosa oksidase dan metode heksokinase. a. Metode Glukosa Oksidase (GOD-PAP) Metode glukosa oksidase (GOD-PAP) adalah metode spesifik untuk melakukan pengukuran kadar glukosa dalam serum atau plasma melalui reaksi dengan glukosa oksidase. Prinsip metode ini adalah glukosa oksidasi secara enzimatis menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD), membentuk asam glukonik dan H2O2 kemudian bereaksi dengan fenol dan 4aminoantipirin dengan enzim peroksidase (POD) sebagai katalisator membentuk quinonemine. Intensitas warna yang

10

terbentuk sebanding dengan konsentrasi dalam serum spesimen dan diukur secara fotometris (Depkes, 2005) Reaksi pembentukan warna quinonemine dari glukosa dapat dilihat (Depkes, 2005). Glukosa Oksidase

Glukosa + O2+ H2O

Asam Glukonik + H2O 2 2 H2O2 + 4 – Aminophenazone + Phenol POD Quinonemine + 4 H 2O Reaksi glukosa oksidase (GOD) b. Metode Heksokinase Metode ini digunakan untuk pengukuran glukosa. Metode ini dianjurkan oleh WHO dan IFCC. Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah heksokinase akan mengkatalisis reaksi

fosforilasi glukosa dengan ATP, membentuk

glukosa-6-fosfat, dan ADP. Enzim kedua yaitu glukosa-6-posfat dengan nicotinamide adenin dinocloetide phosphate (NADP) (Depkes, 2005). Reaksi yang terjadi pada heksokinase Glukosa + ATP

Heksokinase

Glukosa-6-fosfat + ADP

Glukosa -6-fosfat + NADP (p)G-6-DP 6-fosfoglukonat + NAD(p) H+H +

Metode heksokinase jarang digunakan karena menggunakan alat-alat yang otomatis. Kelebihan metode ini yaitu lebih kecil kemungkinan untuk terjadi human error (kesalahan oleh manusia). Waktu inkubasi sedikit lebih cepat dan penggunaan reagen lebih irit bila dibandingkan dengan metode GOD PAP. Pemeriksaan kadar glukosa sekarang sudah diisyaratkan dengan cara enzimatik, tidak lagi dengan prinsip reduksi untuk menghindari ikut terukurnya zat-zat lain yang akan memberikan hasil tinggi/rendah palsu.

11

2.

Metode Kimiawi Metode kimiawi metode yang memanfaatkan sifat mereduksi dari glukosa dengan bahan indikator yang akan berubah warna apabila terduksi. Akan tetapi, metode ini tidak spesifik karena senyawa-senyawa lain yang ada di dalam darah juga dapat mereduksi (misalnya:urea, yang dapat meningkat, cukup bermakna pada uremia) (Sacher, 2004) contoh metode kimiawi yang masih digunakan untuk pemeriksaan glukosa adalah metode toluidin. Metode ini murah, dengan cara kerja yang sederhana dan bahan mudah didapat ( Depkes, 2005).

3.

Cara Strip POCT (Point Of Care Testing ) POCT merupakan alat pemeriksaan laboratorium sederhana yang dirancang hanya untuk penggunaan sampel darah kapiler, bukan untuk sampel serum atau plasma. Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah strip test diletakan pada alat. Ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam darah. Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam strip setara dengan konsentrasi glukosa dalam darah (Depkes, 2005). Kelebihan dari cara strip ini adalah hasil pemeriksaan dapat segera diketahui. Pemeriksaan jenis ini hanya membutuhkan sampel yang sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis, dan mudah dibawa kemana-mana. Kekurangan dari cara strip adalah akurasinya belum diketahui serta memiliki keterbatasan yang dipengaruhi oleh suhu, volume sampel yang kurang. Cara strip ini tidak untuk menegakkan diagnosis klinis.

12

F. HbA1c ( Hemoglobin A1c) Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF( fetus) Hemoglobin

A (HbA) terdiri atas 91% sampai 95% dari jumlah

hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari hemoglobin. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Pada penyandang DM, glikolisasi hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 120 hari terakhir, bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal selama 120 hari terakhir, maka hasil hemoglobin A1c akan menunjukkan

nilai

normal.

Hasil

pemeriksaan

hemoglobin

A1c

merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik. Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120 hari, yang merupakan rentang hidup sel darah merah. HbA1 terdiri atas tiga molekul, HbA1a, HbA1b dan HbA1c sebesar 70 %, HbA1c dalam bentuk 70% terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah hemoglobin yang terglikolisasi bergantung pada jumlah glukosa yang tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan glikohemoglobin (Kee, 2003). Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang, menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan. Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35% (Kee, 2003).

13

Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (Kee, 2003). Ada beberapa kondisi dimana pemeriksaan kadar HbA1c akan sangat terganggu dan tidak akurat, misalnya : 1. Spesimen Ikterik Warna kekuningan pada serum akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh yang menandakan terjadinya gangguan fungsi dari hepar (Widmann, 2004). 2. Spesimen Hemolisis Pada destruksi Eritrosit , membran sel pecah sehingga Hb keluar dari sel, hemolisis menunjukkan destruksi eritrosit yang terlalu cepat, baik kelainan intrinsik maupun proses ektrinsik terhadap eritrosit dan serum berwarna merah atau kemerahan( Widmann, 2004) 3. Penurunan Sel Darah Merah (Anemia, talasemia, kehilangan darah jangka panjang) mengakibatkan penurunanan kadar HbA1c palsu. Anemia didefenisikan sebagai berkurangnya kadar Hb darah, penurunan kadar Hb biasanya disertai penurunan Eritrosit dan Hematokrit.

G. Sampel untuk Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa Glukosa darah puasa dapat diperiksa dengan menggunakan sampel serum dan sampel dengan antikoagulan (EDTA). 1.

Plasma Plasma adalah komponen darah dalam tabung yang telah berisi

antikoagulan yang kemudian disentrifuge dalam waktu tertentu dengan kecepatan tertentu sehingga bagian plasma dan bagian lainnya terpisah. Plasma yang masih mengandung fibrinogen tidak mengandung faktorfakt or pembekuan II, V, VIII, tetapi mengandung serotinin tinggi. Plasma masih mengandung fibrinogen karena penambahan antikoagulan yang mencegah terjadinya pembekuan darah tersebut (Guder, 2009).

14

Plasma hanya digunakan sebagai alternatif pengganti serum apabila serum yang diperoleh sangat sedikit pada kondisi darurat. 2.

Serum Serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen. Serum merupakan

fraksi cair dari seluruh darah yang dikumpulkan setelah darah diperbolehkan untuk membeku. Bekuan dihilangkan dengan sentrifugasi dan supernatan yang dihasilkan. Serum merupakan bagian cairan darah tanpa faktor pembekuan atau sel darah. Serum didapatkan dengan cara membiarkan darah di dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan membeku dan kemudian disentrifuge dengan kecepatan tinggi untuk mengendapkan semua selselnya. Cairan di atas yang berwarna kuning jernih disebut serum. Serum mempunyai susunan yang sama seperti plasma, kecuali fibrinogen dan faktor pembekuan faktor II, V, VIII, XIII yang sudah tidak ada (Widmann, 1995). Penggunaan serum dalam kimia klinik lebih luas dibandingkan penggunaan plasma. Hal ini disebabkan serum tidak mengandung bahanbahan dari luar seperti adanya penambahan antikoagulan sehingga komponen-komponen yang terkandung di dalam serum tidak terganggu aktifitas atau reaksinya. Kandungan yang ada pada serum adalah antigen, antibodi, hormon, dan 6-8% protein yang membentuk darah. Serum ini terdiri dari tiga jenis berdasarkan komponen yang terkandung di dalamnya yaitu serum albumin, serum globulin, dan serum lipoprotein.

15

3.

Perbedaan Serum dan Plasma Tabel 1: Ciri – ciri plasma dan serum ( Sadikin, 2001).

Ciri –ciri

Serum

Plasma

Warna

Agak kuning dan jernih

Agak

kuning

dan

jernih Kekeruhan

Lebih kental dari air

Lebih kental dari air

Antikoagulan

Tidak pakai

Pakai

Pemisahan sel

Penggumpalan spontan

Pemusingan

Selter

kumpul Gumpalan

Endapan (sedimen)

didalam Suspensi

Tidak ada

Dapat

Tidak ada lagi

Masih ada

kembali sel Fibrinogen

Dari tabel 1 diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan antara serum dan plasma. Perbedaan itu terjadi karena cara pemisahan cairan dalam keadaan yang berbeda. Serum dipisahkan dengan cara membiarkan darah beberapa lama dalam tabung agar darah tersebut akan membeku. Selanjutnya serum akan mengalami penggumpalan akibat terperasnya cairan dari dalam bekuan. Darah biasanya sudah membeku dalam jangka waktu 10 menit. Pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan alat pemusing (sentrifuge) dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Sedangkan plasma dipisahkan dengan cara menambahkan antikoagulan secukupnya pada tabung yang kemudian diisi sejumlah volume darah lalu diputar (sentrifuge) dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit (Depkes RI, 2010). Menurut Sacher (2004) perbandingan plasma dan serum yaitu plasma adalah bagian cair dari darah. Di luar sistem vaskuler, darah dapat tetap

cair

dengan

mengeluarkan

fibrinogen

atau

menambahkan

antikoagulan, yang sebagian besar mencegah koagulasi dengan mengelasi atau menyingkirkan ion-ion kalsium, sitrat, okasalat, EDTA. Serum adalah cairan yang tersisa setelah darah menggumpal atau membeku serum

16

normal tidak mengandung

fibrinogen dan beberapa faktor koagulasi

lainnya, sedangkan plasma yang baru diambil mengandung semua protein yang terdapat di dalam darah yang bersikulasi

H. Faktor-faktor

yang Memengaruhi Hasil Pemeriksaan Glukosa

Darah 1.

Pengaruh obat: obat kortison, tiazid dan “loop”- diuretik dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah

2. Trauma atau stress, dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah 3. Merokok, dapat meningkatan kadar glukosa darah 4. Aktifitas yang berat sebelum uji laboratorium, dapat menurunkan kadar glukosa darah. 5. Penundaan pemeriksaan Penundaan pemeriksaan akan menurunkan kadar glukosa darah dalam sampel. Hal ini dikarenakan adanya aktifitas yang dilakukan sel darah. Penyimpanan sampel pada suhu kamar akan menyebabkan penurunanan kadar glukosa darah kurang lebih 1-2 % per jam (Kee, 2003). Berdasarkan berbagai faktor yang disebut diatas, hal tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, sehingga pada penderitaan diabetes disarankan melakukan pemeriksaan HbA1c karena glukosa darah rata-rata sebenarnya selama 2-3 bulan sebelum dilakukan pemeriksaan dapat diketahui, karena kadar HbA1c ini tidak dipengaruhi oleh fluktuasi glukosa harian sehingga dapat diketahui kepatuhan penderita untuk pengontrolan diabetes selama waktu itu membaik atau semakin memburuk. Pemeriksaan HbA1c ini dapat memberi gambaran kadar gula darah dalam kurun waktu 3 bulan ke belakang sehingga pemeriksaan HbA1c ini banyak manfaatnya baik untuk penderita diabetes atau juga orang yang memiliki resiko terkena penyakit diabetes. . Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang cukup penting untuk penderita diabetes apakah

17

kadar gulanya terkontrol dengan baik atau tidak. Hal ini juga dapat memberikan informasi apakah obat diabetes yang diminum cukup efektif atau tidak dalam mengendalikan kadar gula darah.

18

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19-31 Mei 2014 di Instalansi Laboratorium Patologi Klinik, ruang kimia klinik RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

B. Metode penelitian Karya tulis

ilmiah

ini

menggunakan

metode

deskriptif

kuantitatif. Metode deskriftif kuantitatif suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dan membahas data-data yang ada dengan menggunakan parameter serta hipotesis sebagai tolak ukur (Notoatmodjo, 1993)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti. Sebagai tujuan utama

atau sebagai populasi dalam penelitian

ini adalah

pasien yang melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa di Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus Palangkaraya pada tanggal 19-31 Mei 2014 sebanyak 198 pasien yang melakukan pemeriksaan glukosa darah. 2. Sampel Sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian (Imron, 2010). Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling, Pengambilan secara purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 1993). Sampel yang diambil adalah pasien yang melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa dimana sampel yg 18

19

diambil tidak semua dari populasi melainkan hanya 35 orang saja yang diambil sebagai sampel 35 sampel yang diambil sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan sehingga volume sampelnya dapat diambil sebagian sebagai sampel penelitian peneliti.

D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel a. Variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubah variabel terikat, jadi variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan variabel bebas adalah penggunaan sampel plasma EDTA dan serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam. b. Variabel terikat Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, pada penelitian ini, yang dimaksud variabel terikat adalah kadar glukosa darah puasa. 2. Definisi Operasional Variabel Bahwa variabel adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi), dan sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 1993). a. Penggunaan sampel plasma EDTA dan serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam adalah jeda waktu dan penggunaan sampel yang sengaja dilakukan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa. Serum

adalah cairan yang

diperoleh

dari

darah

menggunakan sentrifuge.

berwarna

yang

kuning

dibekukan

dan

jernih

yang

dipusingkan

20

Plasma adalah cairan kuning jernih yang diperoleh dengan cara darah diberikan antikoagulan didalam tabung reaksi lalu di pisahkan dengan sentrifuge. b.

Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah merupakan pusat dari metabolisme yang sangat penting bagi tubuh, sebagai sumber energi dan bahan bakar utama untuk jaringan tertentu seperti otak dan sel darah merah

E. Teknik Pengambilan Data Penelitian ini dilakukan dengan cara obsevarsi eksperimental yaitu pengamatan laboratorium klinik dengan mengukur kadar glukosa darah puasa secara fotometris yang diperiksa dan

ditunda

waktu

pemeriksaaannya selama dua jam. Dalam penelitian ini plasma didapat dengan cara menggunakan antikoagulan EDTA dan serum tanpa antikoagulan.

F. Instrumentasi Penelitian 1.

Alat a.

Fotometer

b.

Sentrifuge

c.

Spuit 5 cc

d.

Mikro pipet 1000 µl

e.

Mikro pipet 10 µl

f.

Tabung reaksi 12 x 75 mm

g.

Tabung reaksi 15 x 100 mm

h.

Tip putih dan tip biru

i.

Rak tabung reaksi

j.

Stopwatch / timer

2. Bahan a. Kit reagen glukosa b. Antikoagulan ( EDTA)

21

c. Aquades d. Sampel : serum dan plasma EDTA 3. Langkah – langkah penelitian a. Metode Metode pemeriksaan yang digunakan pada pemeriksaan yaitu menggunakan metode GOD – PAP b. Prinsip Glukosa oksidasi secara enzimatis menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD), membentuk asam glukonik dan H2O2 kemudian bereaksi dengan fenol dan 4 – aminoantipirin dengan enzim peroksidase (POD) sebagai katalisator memebentuk quinonemine. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi dalam serum spesimen da diukur secara fotometris (Depkes, 2005). Reaksi pembentukan warna quinonemine adalah Glukosa + O2 + H2O Glukosa Oksidase Asam Glukonik + H2O POD 2 2 H2O2 + 4 – Aminophenazone + Phenol Quinonemine + 4 H 2O

c. Pengambilan sampel Sampel serum dan plasma diperoleh dari darah vena yang diambil sebanyak lima cc lalu darah dibagi dua masing – masing 2,5 cc untuk plasma dan serum yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi ukuran 15 x 100 mm kemudian diperiksa langsung dan didiamkan selama dua jam 1) Cara pembuatan serum Darah yag berada di dalam tabung reaksi dibiarkan dalam suhu ruang 20–250C selama

10 menit, kemudian

disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. 2) Cara pembuatan plasma Darah yang berada di dalam tabung reaksi yang sudah berisi antikoagulan EDTA segera dikocok perlahan–lahan,

22

kemudian disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. d. Langkah –langkah pemeriksaan Pemeriksaan ini dilakukan secara photometris, maka diperlukan

preparasi, dari pembuatan blanko, blanko reagen,

standar dan sampel. a. Siapkan semua alat dan bahan b. Lakukan preparasi blanko, blanko reagen, standar dan sampel dengan melakukan pipetasi Blanko

Standar

Reagen

Glukosa

Sampel

-

-

10 µl

Standar Glukosa

-

10 µl

-

Reagen

1000 µl

1000 µl

1000 µl

Sampel

c. Homogenkan, lalu inkubasi selama 10 menit pada suhu 20250C atau 5 menit pada suhu 370C. d. Lakukan pengukuran menggunaka fotometer Hitachi 4020 dengan panjang gelombang 546 nm Sumber (Leaflet Reagen Glukosa)

G. Teknik Analisa Data 1.

Pengujian Hipotesis Data hasil penelitian kadar glukosa darah puasa antara sampel

serum dan plasma EDTA dianalisis menggunkan uji-t untuk 2 sampel bebas. Uji t-test untuk 2 sampel bebas adalah uji statistik parametrik yang digunakan untuk menguji perbedaan dari data indenpenden (sampel bebas). Dengan dua jenis sampel diukur dengan metode yang sama dan hasil pengukuran sampel pertama dan kedua dibandingkan dengan taraf signifikansi α = 0,01

α

α

= 0.005, t-tabel =

35+35-2= t 0.005, 68= 2.6501

t

2/2, n1 + n2 – 2 = t 0.005,

23

Uji Hipotesis adalah : Ho : µ1 = µ2 Ha : µ1≠µ2 Keterangan : Ho = tidak ada perbedaan pemeriksaan glukosa antara plasma dan serum Ha = ada perbedaan hasil pemeriksaan glukosa antara plasma dan serum µ1 = kadar glukosa pada serum µ2 = kadar glukosa pada plasma Kriteria : Jika, thitung < ttabel maka Ho diterima Jika, thitung>ttabel maka Ha ditolak Rumus t-test untuk dua sampel bebas

Sp2=

th=

(n1  1).S12  (n2  1).s22 n1  n2  2

x1  x2 2 P

S (1 / n1  1 / n2 ) Keterangan :

24

S2p = Standar devisiasi gabungan n1= Jumlah sampel serum n1= Jumlah sampel plasma n2= Jumlah sample serum n2= Jumlah sample plasma x1 =

Nilai rata–rata serum

x1 =

Nilai rata–rata plasma

x2 =

Nilai rata–rata serum

x2 =

Nilai rata–rata plasma

S1 = Standar devisiasi serum S1 = Standar devisiasi plasma S2= Standar devisiasi serum S2= Standar devisiasi plasma th= Nilai t-hitung

2.

Persentase Penurunan Data hasil penelitian kadar glukosa darah pada pasien yang melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa dihitung penurunan kadar glukosa darah puasa dengan menggunakan rumus presentase, yaitu % =



x 100%

Keterangan : A= Rata-rata kadar glukosa darah yang langsung di periksa B= Rata-rata kadar glukosa darah setelah di tunda dua jam

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa di laboratorium patologi klinik Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Penelitian ini dilakukan tanggal 19-31 Mei 2014. Hasil

penelitian

perbedaan

kadar

glukosa

darah

puasa

menggunakan sampel plasma EDTA dan serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam dengan jumlah sampel 35 orang diperoleh nilai rata-rata (mean) kadar glukosa darah puasa seperti pada tabel berikut ini. Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa antara serum dan plasm yang langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam. No

1

2

Rata-rata pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Sampel

Langsung

Serum

162,1 mg/dl

Plasma

158,4 mg/dl

Ditunda 156,4 mg/dl

147,9 mg/dl

Tabel 4.1 menunjukkan terjadinya bahwa terjadi penurunan kadar glukosa darah setelah dilakukan penundaan pemeriksaan selama dua jam. Nilai rata-rata kadar glukosa darah menggunakan sampel serum yang langsung diperiksa adalah 162,1 mg/dl dan sampel plasma yang langsung diperiksa adalah 158,4 mg/dl sedangkan yang ditunda selama dua jam di peroleh nilai rata-rata sampel serum yang ditunda 2 jam adalah sebesar 156,4 mg/dl, sampel plasma 147,9 mg/dl, perbedaan penurunan sampel serum adalah 3,5%, sedangkan pada sampel plasma adalah 6,6%.

25

26

RERATA HASIL PEMERIKSAAN KADAR GDP (mg/lt) 165.0 162.1 160.0 158.4 156.5

155.0

Serum 150.0 147.7

Plasma

145.0 140.0 Langsung Diperiksa

Ditunda Dua Jam

Gambar 4.2 Grafik rata-rata pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dengan sampel plasma dan serum

B. Persentase penurunan kadar glukosa darah pada sampel serum dan plasma yang langsung diperiksa dan ditunda selama dua jam. Persentase penurunan kadar glukosa darah yang langsung diperiksa dan ditunda selama dua jam dapat dilihat pada lampiran 4. Dari hasil perhitungan persentase penurunan glukosa darah yang langsung diperiksa dan ditunda selama dua jam adalah untuk serum sebesar 3,5% untuk plasma 6,6%.

C. Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis nol (Ho) yang berbunyi tidak ada perbedaan kadar serum dan kadar plasma sedangkan hipotesis alternatif (Ha) berbunyi ada perbedaan antara kadar serum dan kadar plasma. Setelah menganalisa data dengan rumus yang sudah ditentukan langkah berikutnya yaitu memberikan interpretasi terhadap th, dengan terlebih dahulu memperhitungkan dua jenis sampel diukur dengan metode yang sama dan hasil pengukuran sampel pertama dan kedua dibandingkan

27

α

dengan taraf signifikansi α = 0,01 α = 0.005, t-tabel = t 2/2, n1 + n2 – 2 = t

0.005, 35+35-2=t 0.005, 68= 2.6501. Dengan membandingkan besarnya

“t” yang sudah diperoleh dari perhitungan untuk serum (th=0,2073) dan besarnya “t” yang tercantum pada tabel nilai t (ttabel =2,6501) maka dapat diketahui untuk sampel serum bahwa th lebih kecil dari ttabel yaitu th=0,2073 < ttabel =2,6501. Untuk plasma (th=0,2431) dan besarnya “t” yang tercantum pada tabel nilai t (tt=2,6501) maka dapat diketahui bahwa th lebih kecil dari ttabel yaitu th=0,2431 < ttabel =2,6501. Karena th lebih kecil dari ttabel maka hipotesis Ho diterima ini berarti tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan antara glukosa darah puasa mengunakan serum dan plasma. Berdasarkan hasil uji “t” didapat (Ho) yang berbunyi tidak ada perbedaan pemeriksaan antara serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda dua jam dan tidak ada perbedaan pemeriksaan antara plasma yang langsung diperiksa dan yang tunda dua jam. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) berbunyi ada perbedaan pemeriksaan antara serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda dua jam dan tidak ada perbedaan pemeriksaan antara plasma yang langsung diperiksa dan yang tunda dua jam. Ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti pada hasil pemeriksaan glukosa darah puasa menggunakan sampel serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda dua jam.

D. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar glukosa darah puasa dengan menggunakan sampel plasma dan serum dan untuk mengetahui persentase penurunan kadar glukosa darah puasa. Data ini diperoleh dengan membandingkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dengan sampel serum dan plasma dan presentase hasil penurunan kadar glukosa kadar puasa yang ditunda selama dua jam. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskritif yang bertujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif, kemudian

28

dilakukan analisis statistik untuk perbandingan dua varian, dan melakukan persentase. Berdasarkan penelitian, perbedaan pemeriksaan glukosa darah puasa dengan menggunakan sampel plasma EDTA dan serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam dimana kadar serum yang langsung diperiksa sebesar 162,1 mg/dl yang ditunda 156,4 mg/dl dan plasma yang langsung diperiksa 158,4mg/dl dan yang ditunda 147,9 mg/dl. Perbedaan itu terjadi karena pemakaian plasma yang rentan tercampur dengan eritrosit akan mempengaruhi hasil- hasil pemeriksaan dan cara pemisahan yang berbeda. Sampel serum dipisahkan dengan cara membiarkan darah

beberapa lama didalam tabung kemudian darah

tersebut akan membeku dan selanjutnya akan mengalami penggumpalan dengan akibat terperasnya cairan dari dalam bekuan, darah biasanya membeku dalam waktu 10 menit (Depkes, 2010). Dalam pembuatan serum sel-sel darah menggumpal secara baur dan terjebak dalam suatu anyaman yang luas dan kontraktif dari jaring serat-serat fibrin. Dalam pembuatan plasma sel-sel darah terendapka secara jelas didasar tabung, seperti pengendapan suspensi partikel lain (Sadikin, 2001). Perbedaam yang terjadi antara serum da plasma juga disebabkan karena pada plasma yang didalamnya masih terdapat fibrinogen dan juga ada partikel antikoagulan EDTA yang ada didalam plasma sehingga dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan sedangkan pada sampel serum sudah tidak terdapat fibrinogen dan tidak adanya partikel antikoagulant EDTA. Namun setelah dilakukan uji statistik menggunakan uji-t untuk dua sampel bebas dengan mencari terlebih dahulu th-nya yang kemudian membandingkan dengan ttabel pada tingkat signifikansi 0,01% sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar glukosa darah puasa dengan menggunakan serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda dua jam dan tidak ada perbedaan pemeriksaan antara plasma yang langsung diperiksa dan yang tunda dua jam. Karena th lebih kecil dari

29

ttabel, untuk sampel serum dimana th=0,2073 < ttabel =2,6501, untuk plasma th=0,2431< ttabel =2,6501, karena th lebih kecil dari ttabel maka hipotesis Ho diterima artinya tidak ada perbedaan antara pemeriksaan glukosa darah puasa dengan menggunakan sampel serum ataupun sampel plasma. Berdasarkan presentase penurunan kadar glukosa darah puasa hasil penelitian ini membuktikan bahwa penundaan waktu selama dua jam untuk

pemeriksaan glukosa darah puasa mengalami penurunan kadar

glukosa dalam darah setelah dibiarkan atau ditunda pemeriksaannya pada suhu ruang selama dua jam. Penurunan kadar glukosa darah puasa yang ditunda selama dua jam antara serum dan plasma adalah pada serum sebesar 3,5% dan plasma 6,6%. Penelitian

sebelumnya tentang penundaan waktu pemeriksaan

glukosa pada pasien diabetes melitus terjadi penurunan kadar sebesar 10,7 mg/dl (Dedi, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kadar glukosa pada pasien normal relatif sedikit dan tidak lebih besar dibandingkan pada pasien dengan diabetes melitus.

Di karenakan pada pasien diabetes

melitus sel-sel darah sudah mengalami kerusakan dan rentan kontaminasi bakteri sehingga proses glikolisis terjadi cukup cepat dan banyak sedangkan pada pasien normal proses glikolisis terjadi tidak cukup cepat dan banyak.

30

BAB V PENUTUP A. Simpulan Pada penelitian tentang perbedaan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dengan menggunakan sampel plasma EDTA dan serum yang langsung diperiksa dan yang ditunda selama dua jam di Rumah Sakit Umum Daerah Doris Sylvanus Palangka Raya dapat disimpulkan sebagai berikut. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan sampel serum dan plasma, sehingga pemeriksaan kadar glukosa darah dapat menggunakan sampel serum ataupun plasma. Nilai rata-rata kadar glukosa darah yang langsung diperiksa pada serum adalah sebesar 162,1 mg/dl dan yang ditunda dua jam 156,4 mg/dl, pada sampel plasma yang diperiksa langsung diperoleh nilai rata-rata 158,4 mg/dl, dan yang ditunda dua jam 147,9 mg/dl Penurunan kadar glukosa darah puasa serum sebesar 3,5%, plasma 6,6%. B. Saran 1.

Untuk petugas laboratorium Pemeriksaan kadar glukosa sebaiknya dilakukan secara langsung setelah sampel diperoleh agar hasil yang didapat sesuai dengan keadaan tubuh pasien. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan hasil yang bisa memungkinkan hasil tinggi palsu dan rendah palsu.

2.

Untuk mahasiswa analis kesehatan Supaya mengetahui bagaimana yang seharusnya cara pemeriksaan glukosa dengan baik dan benar dan dapat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah

30