BAB II LANDASAN PEMIKIRAN 1. Landasan Filosofis Filosofi

untuk menyejahterakan kehidupan bangsa diharapkan memberikan landasan filosofis pendidikan kedokteran untuk bersifat inklusif dan bertumpu pada kebena...

58 downloads 598 Views 31KB Size
BAB II LANDASAN PEMIKIRAN 1. Landasan Filosofis Filosofi ilmu kedokteran Ilmu kedokteran secara bertahap berkembang di berbagai tempat terpisah. Pada umumnya masyarakat mempunyai keyakinan bahwa seorang yang terkena musibah dan sakit tidak mampu menolong dirinya sendiri. Ia memerlukan pertolongan dari orang lain setidaknya dari keluarganya dan dari orang yang dianggap mampu memberikan perawatan serta penyembuhan. Dokter di masa dulu, apapun sebutannya, merupakan profesi yang mempunyai kedudukan tinggi di masyarakat. Di berbagai suku, ilmu yang dimiliki dapat bercampur dengan berbagai fenomena termasuk yang gaib sehingga menghasilkan sebuah seni pengobatan yang sulit diajarkan. Dengan filosofi semacam itu pula masyarakat modern masih melihat keberadaan dokter sebagai profesi yang mulia dan terhormat di jajaran sosialnya. Ketika ilmu kedokteran semakin berkembang, dokter melakukan porfesinya tidak lagi sendiri, dan semakin dilengkapi dengan berbagai peralatan termasuk sarana rumahsakit. Keberhasilan pengobatan suatu penyakit tergantung pada derajat penyakit, tingkat kompetensi dokter, dan sarana dan prasarana penunjangnya serta tingkat teknologinya. Dalam situasi ini perkembangan kedokteran semakin menggunakan ilmu pengetahuan kedokteran dibanding seni pengobatan, walaupun tidak meninggalkannya sama sekali. Filosofi Pendidikan Kedokteran dan Priviledge Pendidikan modern dokter yang lebih mengutamakan ilmu pengetahuan dimulai dari calon peserta didik yang diseleksi mengikuti kaidah-kaidah akademis dengan menetapkan tingkat kemampuan akademik. Ambang batas ini lebih tinggi dari rata-rata nilai calon peserta didik untuk cabang ilmu selain pendidikan kedokteran. Disamping penilaian kemampuan keilmuan, di berbagai tempat dilakukan seleksi tambahan berupa profil psikologi agar peserta dapat dipilih yang cocok untuk menjadi dokter. Sistem seleksi ketat ini penting agar mendapat peserta didik yang bermutu tinggi, proses belajar mengajar berjalan optimal, dan menghasilkan lulusan yang mampu menerapkan ilmu kedokteran secara benar, baik, dan mempunyai integritas yang tinggi sehingga mendapat kepercayaan masyarakat1. Pendidikan kedokteran menghasil seseorang yang mempunyai priviledge untuk mengobati. Priviledge ini tidak diberikan ke sembarang orang. Di berbagai negara dilakukan kriminalisasi bagi orang yang tidak mempunyai priviledge namun melakukan pengobatan secara sengaja. . Ada proses rumit yang harus dilalui dengan berbagai ujian selama proses pendidikan kedokteran. Dalam usaha menjadi spesialis, proses pengujian semakin mendalam dan rumit sehingga menghasilkan lulusan yang jumlahnya relatif sedikit dan mempunyai kemampuan tinggi, dengan priviledge spesifik untuk menangani suatu masalah kesehatan di seseorang.

1

Banyak buku membahas mengenai mengapa masyarakat mempercayai dokter untuk melakukan manipulasi pada tubuhnya. Salahsatu buku menarik dari Irvine.

Dalam rangka meningkatkan kompetensi dokter dan dokter gigi, serta dokter spesialis agar priviledge tersebut tidak sia-sia maka diperlukan program pendidikan kedokteran yang terstruktur. Dalam melaksanakan program pendidikan kedokteran yang terstruktur diperlukan lahan pendidikan antara lain rumah sakit. Fungsi rumah sakit di zaman modern juga tidak sesederhana zaman dulu karena saat ini rumah sakit selain sebagai sarana pengobatan juga berfungsi sebagai sarana pendidikan bagi tenaga kesehatan dan penelitian. Adanya rumahsakit pendidikan ini meningkatkan kompleksitas pemberian priviledge bagi seorang calon dokter. Dalam situasi ini, apabila pengelola proses pendidikan yang memberikan priviledge ini tidak memperhatikan adanya conflict of interest, maka secara sengaja atau tidak sengaja dapat terjadi suatu proses yang berusaha untuk mencegah jumlah dokter/dokter spesialis menjadi banyak karena akan mengurangi pendapatan. Hal ini perlu diperhatikan dalam pendidikan dokter dan penyusunan kebijakan yang mengaturnya. Filosofi Pendidikan dokter dalam konteks UUD 1945 dan Pancasila Pendidikan kedokteran Indonesia selalu berjuang untuk terus mengmbangkan ilmu pengetahuan sekuat-kuatnya dalam usaha melaksanakan misi negara dalam UUD 1945: ....mencerdaskan kehidupan bangsa... Dalam rangka mewujudkan visi bangsa Indonesia yang sejahtera, pendidikan kedokteran Indonesia tidak boleh mengurung diri, menutup dari pergaulan internasional, atau kerjasama-kerjasama internasional. Keinginan untuk menyejahterakan kehidupan bangsa diharapkan memberikan landasan filosofis pendidikan kedokteran untuk bersifat inklusif dan bertumpu pada kebenaran universal. Pada hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan dan pengembangan potensi diri. Persatuan Indonesia. Oleh karena itu mutu pendidikan kedokteran di Indonesia diharapkan setara antara fakultas kedokteran di Banda Aceh sampai dengan di Jayapura. Dimasa mendatang diharapkan tidak ada perbedaan mutu lulusan pendidikan kedokteran karena proses pendidikan yang berbeda mutunya. Pendidikan kedokteran diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. . Pendidikan kedokteran Indonesia harus memberikan akses pada seluruh rakyat dengan asas pemerataan dan keadilan yang mencerminkan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu perlu membuka kesempatan bagi lulusan SMA terbaik dan mempunyai minat tinggi menjadi di daerah yang sulit untuk menjadi peserta didik pendidikan kedokteran tanpa harus melalui persaingan bebas denga lulusan SMA di kota-kota besar. Di Indonesia, pendidikan kedokteran dibuka di tingkat fakultas kedokteran di universitas. Saat ini kurikulum pendidikan kedokteran di Indonesia menganut sistem pembelajaran berdasarkan pendekatan/ strategi SPICES (Student-centered, Problembased, Integrated, Community-based, Elective/ Early clinical Exposure, Systematic). Saat ini terus berkembang dengan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi. Ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan merupakan landasan utama bagi dokter Indonesia untuk dapat

melakukan tindakan kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan sesuai dengan jiwa UUD 1945 dan Pancasila.

2. Landasan Sosiologis Pemerataan di sektor kesehatan Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu. Dokter sebagai salah satu komponen utama mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Pada dasarnya pendidikan kedokteran bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi seluruh masyarakat. Di lain pihak kemajuan dalam dunia pendidikan dengan sendirinya menyebabkan kesadaran masyarakat meningkat termasuk di bidang kesehatan baik sebagai individu maupun kelompok. Oleh karena itu diperlukan pengaturan karena pendidikan kedokteran merupakan mata rantai utama dalam pelayanan kesehatan. Pemerataan pendidikan Pendidikan kedokteran harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, khususnya hal yang terkait dengan mahalnya biaya Pendidikan Kedokteran yang pada ujungnya berdampak pada mahalnya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Dampak tersebut tentu saja membawa dampak yang tragis terutama bagi masyarakat miskin, yang semakin sulit mengakses pelayanan kesehatan dengan kualitas yang memadai sehingga perlu adanya peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan kedokteran. Hal ini diperlukan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan pendidikan kedokteran secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Peran Pemerintah dalam pendidikan kedokteran Di seluruh sektor kehidupan selalu ada mekanisme pasar, tidak terkecuali di pendidikan tenaga kedokteran. Pendidikan yang sebenarnya merupakan public goods dapat berubah menjadi private goods. Sektor dengan persaingan bebas mempunyai ciri kekuatan permintaan dan penyediaan jasa yang tidak diintervensi pemerintah. Akibatnya dapat terjadi sebuah kegagalan pasar dimana masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan dalam meminta (masyarakat tidak mampu) akan sulit mendapatkan jasa pendidikan tinggi pendidikan. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dalam pendidikan tinggi kedokteran. Instrumen kebijakan seperti subsidi untuk lembaga pendidikan, diberikan ke fakultas kedokteran. Beasiswa diberikan ke peserta didik pendidikan kedokteran. Akan tetapi disadari bahwa peran pemerintah tidak boleh membelenggu kemajuan ilmu pengetahuan dan minat serta kemampuan masyarakat. Oleh karena itu fakultas kedokteran swasta masih tetap dapat berjalan, dan fakultas kedokteran pemerintah diperbolehkan untuk menerima dana masyarakat dengan pengendalian. Hal ini penting karena kemampuan

fiskal pemerintah tidak akan cukup untuk mendanai sektor pendidikan tenaga kesehatan seluruhnya. Peran pemerintah dalam pendidikan kedokteran tidak terbatas pada pemberi dana untuk mengatasi kegagalan pasar. Pemerintah dapat berfungsi lebih jauh sebagai pengendali mutu pendidikan. Dalam konteks hubungan pemerintah dengan pelaku pendidikan memang ada kecenderungan untuk menyerahkan ke elemen-elemen dalam masyarakat dalam civil-cociety seperti ikatan profesi ataupun asosiasi lembaga dan berbagai lembaga independen. Akan tetapi penyerahan ini perlu dilakukan secara bijaksana karena mempunyai risiko sektor pendidikan menjadi sulit dikelola dan pemerintah akan kehilangan peran sebagai penanggung jawab utama sektor pendidikan. 3. Landasan Yuridis Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur berbagai hal yang menyangkut pendidikan nasional. Pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pendidikan merupakan salah satu unsur perwujudan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 melalui Sistem Pendidikan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tercantum dalam Pasal 28C ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Hak dan kewajiban warga negara dalam bidang pendidikan serta sumber pembiayaannya secara tegas diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Ayat (1) yang menyatakan tiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar. Ayat (2) menyatakan bahwa pemerintah wajib membiayainya serta mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang. Ayat (3) menyatakan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Ayat (4) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Ketiga pasal tersebut merupakan pengakuan sekaligus penegasan negara dalam hal penentuan secara resmi mengenai sistem pendidikan di negara Republik Indonesia.

Dalam praktiknya selama ini undang-undang mengenai kesehatan dan praktik kedokteran hanya diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan diutamakan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam Undangundang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter, dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan dokter. Sedangkan mengenai pendidikan dan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157). Sementara itu pengaturan mengenai pendidikan kedokteran bukan saja belum diatur di dalam undang-undang, melainkan juga belum diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dengan melihat berbagai Undang-Undang mengenai sistem pendidikan yang menerangkan sistem pendidikan nasional secara umum dan belum dikaitkan dengan Undang-Undang tentang kesehatan dan praktik kedokteran dalam hal ini tentang pendidikan kedokteran, maka sudah menjadi suatu keharusan secara yuridis bagi Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat, merumuskan dan menetapkan Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Pendidikan Kedokteran. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu Pasal 20 dan Pasal 21 yang menyatakan bahwa yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang adalah DPR RI.