Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain
IMPLEMENTASI UNSUR TRADISI DAN KEBUDAYAAN BATAK DENGAN PENDEKATAN MODERN DALAM PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM ULOS SUMATERA UTARA Feny Ambarsari
Pembimbing: Dr. Pribadi Widodo, M.Sn
Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : budaya, harmonisasi, modern, museum, tradisi
Abstrak Tradisi merupakan suatu bagian dari masyarakat tradisional yang tidak pernah bisa ditinggalkan, sejauh mana pun masyarakat itu telah berkembang. Pada perancangan interior sebuah museum, khususnya sebuah museum peninggalan/artefak budaya seperti ulos, unsur tradisi merupakan salah satu faktor penting yang perlu dikaji penerapannya, khususnya dalam merefleksikan spirit serta nilai kesejarahan yang tertuang di dalam materi museum itu. Di sisi lain, pendekatan yang bersifat modern juga menjadi sebuah upaya penting dalam pembentukan karakter sebuah museum yang berorientasi pada pelestarian dan pengembangan materinya. Sehingga, harmonisasi dari kedua unsur tersebut menjadi kunci utama dalam perancangan sebuah museum ulos.
Abstract Tradition is a part of traditional society that can never be abandoned, no matter how far the society has progressed. In designing a museum’s interior, especially a heritage/cultural artifacts museum such as ulos, elements of traditions is one of the important factors that need to be applied, especially in reflecting the spirit and the historical value of the material contained in the museum. On the other hand, modern approach is also important in the establishment of a museum which is oriented in conservation and revitalization.Thus, the harmonization of that two elements is the key factor in designing an ulos museum.
1. Pendahuluan Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki banyak sekali khasanah budaya nasional. Dilatarbelakangi oleh beragam suku bangsa yang ada didalamnya, Indonesia memiliki peninggalan bernilai sejarah kebudayaan yang sangat beragam dan tidak ternilai, termasuk di dalamnya yaitu kain-kain tradisional. Salah satunya adalah ulos, kain tradisional peninggalan budaya masyarakat Batak. Meskipun merupakan suatu peninggalan budaya yang memiliki nilai kesejarahan yang sangat tinggi, upaya pelestarian terhadap ulos dapat dinilai sangat kurang. Penyampaian informasi yang tidak terfasilitasi dengan baik, serta kurangnya upaya pelestarian lebih lanjut terhadap kain ini menjadi salah satu penyebab utamanya. Oleh karena itu, penyediaan fasilitas sebagai media penyampaian informasi serta pelestarian ulos tersebut dinilai sangat penting dan memiliki urgensi yang cukup tinggi. Namun seperti halnya setiap perancangan, dalam perancangan museum ulos ini tentu ada masalah-masalah yang perlu dihadapi. Baik itu permasalahan dari luar (eksternal), maupun dari dalam (internal). Masalah eksternal yang sangat krusial dalam pendirian sebuah museum, khususnya di Indonesia, adalah kurangnya minat masyarakat. Berbeda dengan kondisi di sebagian besar negara maju, dimana kehadiran museum pada umumnya mendapat apresiasi yang sangat baik, museum justru kurang menjadi daya tarik bagi masyarakat di Indonesia. Salah satu penyebab utamanya, adalah pandangan masyarakat terhadap museum itu sendiri. Sebagian besar masyarakat masih menganggap museum sebagai sebuah fasilitas yang identik dengan bangunan yang tidak terawat dan hanya berisikan benda-benda tua dari masa lalu saja. Padahal sebenarnya, museum lebih dari sekadar itu. Museum selain menguatkan spirit menggali masa lalu, juga bertujuan untuk membaca arah berkembangnya materi museum – dalam hal ini ulos – di masa depan, sehingga dapat berkembang selain hanya sebagai benda peninggalan.
Feny Ambarsari
Gambar 1. Masyarakat suku Batak
Sementara itu, masalah internal yang dihadapi dalam perancangan interior museum ini adalah bagaimana cara mengkondisikan desain interior museum untuk menguatkan karakter serta identitas budaya dari ulos itu sendiri. Sehingga, peran desainer interior disini menjadi sangat penting dalam keseluruhan proses penyampaian informasi yang ingin disampaikan kepada masyarakat, sebagaimana sepatutnya sebuah museum menjadi sebuah sarana edukasi. Kedua permasalahan tersebut pada akhirnya menuju pada satu kesimpulan masalah dalam perancangan, yaitu pengkondisian interior museum yang dapat merefleksikan nilai tradisi dan budaya dari ulos, namun tanpa membuat museum ini menjadi terkesan kuno dan ‘terjebak’ di masa lalu. Untuk mengatasi masalah tersebut, upaya yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan harmonisasi unsur-unsur tradisi dan kebudayaan masyarakat suku Batak – sebagai masyarakat tradisional penghasil ulos – dengan pendekatan desain secara modern, yang identik dengan hal-hal bersifat baru dan kekinian, dalam perancangan interior museum ulos. Sehingga pada prakteknya, diperlukan adanya tinjauan mengenai kedua hal tersebut – unsur tradisi suku Batak dan pendekatan desain secara modern – secara lebih lanjut, sebelum akhirnya dilakukan upaya harmonisasi terhadap keduanya.
2. Proses Studi Kreatif Dalam perancangan museum ini, penulis menetapkan sebuah konsep perancangan terpadu dengan tema besar ‘ModernTradisional’. Konsep perancangan museum ulos ini diambil dari dua kata kunci utama, yaitu ‘modern’ dan ‘tradisional’. Istilah atau kata modern berasal dari kata latin yang berarti ‘sekarang ini’. Modern biasanya merujuk pada sesuatu yang "terkini", "baru", dsb. Sementara itu, tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Nilai-nilai tradisi juga memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan suatu kelompok masyarakat, termasuk masyarakat Batak. Selain menjadi bagian dari materi museum, unsur tradisi itu pula yang akan membentuk identitas desain dari fasilitas museum ini. Tabel 1. Visualisasi karakter desain filosofis No 1
Karakter Modern
2
Tradisional
Sifat yang Muncul Fungsional Dinamis Efektif Efisien Teknologi Ornamental Simbolis Tegas Keras Magis Dramatis
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2
Feny Ambarsari
Gambar 2. Berbagai jenis ulos
Tujuan dari penerapan konsep ini adalah untuk menggabungkan kedua sifat dari masing-masing kata kunci ini dalam satu desain yang harmonis. Museum ini diharapkan dapat senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai suatu sarana edukasi masyarakat, tanpa kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai pusat budaya dan tradisi. Sementara itu, tema besar perancangan museum kemudian diterapkan ke dalam konsep setiap elemen desain. Berikut ini adalah penjabaran konsep dari beberapa komponen desain utama. 1.
Konsep Bentuk Bentuk-bentuk yang digunakan di dalam desain meliputi bentuk-bentuk geometris sederhana yang diambil dari bentuk dasar ulos, seperti persegi. Selain itu, bentuk geometris segitiga juga menjadi salah satu bentuk yang memiliki makna bagi masyarakat Batak, karena dekat dengan teori kepercayaan mereka. Selain itu, karena ulos merupakan sebuah benda tekstil berupa kain, maka bentuk-bentuk organis sepert bentuk lengkung yang menyerupai sifat kain juga akan digunakan dalam desain.
Gambar 2. Proses studi konsep bentuk
Gambar 3. Proporsi bangunan tradisional suku Batak
Gambar 4. Rumah tradisional Batak dengan penerapan elemen tiang, bidang miring, dan gorga Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3
Feny Ambarsari
2.
Konsep Gubahan Ruang Gubahan ruang pada area museum, utamanya pada ruang pameran utama, dimaksudkan untuk mengangkat suasana huta Batak, khususnya kondisi fasad bangunan rumah tradisional suku Batak. Penerapannya adalah dengan menggunakan tiang-tiang seperti layaknya konstruksi rumah Batak sebagai bagian dari elemen interior. Selain itu dengan menerapkan pemakaian bidang-bidang miring, berikut dengan gorga (ukiran tradisional Batak) yang menyertainya.
3.
Konsep Warna Warna yang digunakan meliputi warna-warna kayu seperti coklat tua, coklat muda, dan beige. Selain itu sebagai aksen digunakan warna hitam, merah, dan putih yang merupakan ciri khas atau warna tradisi dari suku Batak itu sendiri.
4.
Konsep Material Material yang digunakan pada perancangan meliputi material-material yang sesuai untuk standar sebuah fasilitas museum sebagai sebuah public space, yaitu material dengan tingkat ketahanan yang tinggi dan mudah dari segi perawatan/maintenance, seperti marmer, granit, serta concrete exposed pada flooring. Selain itu juga ada material fabrikasi modern seperti industrial parquette, besi dan kaca. Selain itu, material lain yang cukup dominan dalam desain adalah material kayu, yang ditujukan untuk mengangkat suasana huta Batak yang banyak menggunakan material tersebut.
5.
Konsep Pencahayaan Seperti halnya karakter suku Batak yang identik dengan hal-hal berbau magis ataupun msitik, maka konsep pencahayaan museum yang diterapkan kurang lebih sesuai dengan nuansa tersebut. Selain untuk membangun suasana, pencahayaan seperti demikian juga bertujuan untuk meningkatkan daya tarik dari materi pamer itu sendiri. Namun demikian, tentunya pencahayaan pada setiap ruangan atau area akan disesuaikan dengan kebutuhan aktivitasnya, sehingga konsep pencahayaan diatas akan diterapkan pada beberapa area saja, misalnya pada area lobby dan ruang pameran museum.
Gambar 5. Proses studi konsep warna
3. Hasil Studi dan Pembahasan Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kata kunci pada konsep desain museum, ‘modern’ dan ‘tradisional’, memiliki arti yang saling bertolak belakang. Untuk itu, bagaimana cara agar dapat menerapkan kedua sifat yang berbeda tersebut dalam sebuah harmonisasi di dalam perancangan? Jawabannya adalah dengan menentukan peran masing-masing dari keduanya. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4
Feny Ambarsari
Kata ‘tradisional’ yang dimaksud dalam perancangan museum ini adalah suatu nilai tradisi berupa artefak-artefak budaya masyarakat suku Batak. Artefak peninggalan itu terdiri atas artefak budaya teraga dan tidak teraga. Artefak teraga misalnya saja berupa bangunan tradisional Batak, patung-patung dan ukiran, lukisan, serta kain ulos itu sendiri. Sedangkan artefak yang tidak teraga berupa musik, tarian, perilaku, upacara adat, dan lain-lain. Maka, sebelumnya perlu digaris bawahi bahwa nilai tradisi yang ingin disampaikan dalam perancangan ini adalah melalui artefak-artefak budaya yang teraga, seperti pemakaian ornamen tradisional Batak atau yang biasa dikenal dengan istilah gorga. Sementara itu, kata kunci ‘modern’ yang terdapat pada karakter desain yang ingin dicapai merujuk pada sebuah pendekatan atau cara teknis yang digunakan dalam penyampaian unsur tradisi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan sifat-sifat modern yang disebutkan pada tabel, yaitu fungsional, dinamis, efektif dan efisien, dengan pemanfaatan teknologi dan fabrikasi. Salah satu contoh implementasinya adalah sebagai berikut: Penggunaan ornamen suku Batak yang sering muncul dalam ukiran-ukiran tradisional (gorga) dengan material fabrikasi seperti metal sheet atau akrilik dengan menggunakan metode laser cutting. Inti dari tindakan tersebut adalah membawa unsur atau nilai tradisi berupa ornamen yang bersifat tradisional, dengan penyampaian yang lebih modern, dengan menggunakan bantuan teknologi dan fabrikasi. Cara diatas dinilai dapat mewakili nilai tradisi budaya Batak yang ingin disampaikan pada masyarakat, namun dengan media penyampaian yang berbeda dan lebih bersifat modern atau kekinian, sehingga dapat menjawab tuntutan desain yang sesuai dengan konsep dan tema perancangan.
Gambar 6. Gambar perspektif Museum Ulos Sumatera Utara
4. Penutup / Kesimpulan Dalam merancang sebuah fasilitas museum, terutama museum budaya, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama, tujuan utama dari museum itu sendiri yang merupakan sebuah pusat edukasi terhadap masyarakat. Selain itu juga, seperti pada museum ulos ini, fokus lainnya adalah untuk memfasilitasi segala jenis kegiatan dalam rangka Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5
Feny Ambarsari
upaya pelestarian dan pengembangan ulos itu sendiri, bukan hanya sebagai ruang simpan bagi benda-benda peninggalan budaya semata. Dalam perancangan interior museum ulos ini, perlu diperhatikan peranan-peranan dari kata kunci ‘tradisional’ dan ‘modern’. Seperti, sejauh mana karakter tradisional suku Batak dapat kita tuangkan dalam perancangan, serta bagaimana peran sifat-sifat kebaruan atau modern digunakan dalam perancangan. Yang perlu ditekankan adalah bahwa kata kunci ‘tradisional’ dalam desain digunakan sebagai sebuah nilai/value yang harus disampaikan, sementara kata kunci ‘modern’ merupakan sebuah pendekatan/approach yang digunakan dalam proses penyampaiannya. Sehingga, kedua unsur tersebut dapat berjalan bersama secara harmonis.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh Dr. Pribadi Widodo M, Sn.
Daftar Pustaka Darragh, Joan., James S. Snyder. 1993. Museum Design: Planning and Building for Art. USA: Oxford University Press. Lord, Gail Dexter., Barry Lord. 1999. The Manual of Museum Planning. Maryland: Rowman & Littlefield Sibeth, Achim. 1991. The Batak: People of The Island of Sumatera (Living With Ancestors). London: Thames & Hudson. Sitompul, R.H.P. 2009. Ulos Batak: Tempo Dulu – Masa Kini. Jakarta: Kerabat. Anonim. 2004. Ulos Batak Beserta Pemakaiannya. Jakarta: CV. Tulus Jaya. Panero, Julius., Martin Zelnik. 1979. Human Dimension & Interior Space. Jakarta: Erlangga. Neufert, Ernest. 1996. Data Arsitek (Jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6