LEMBAH PALU ONION

Download Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih mendalam daya adaptasi dan potensi hasil bawang merah varietas lembah Palu pada tiga sistem l...

0 downloads 415 Views 75KB Size
1

DAYA ADAPTASI DAN POTENSI HASIL BAWANG MERAH VARIETAS LEMBAH PALU Adaptability and Yield Potential of “Lembah Palu Onion” Variety Abdul Rahim1) Sumbangan Baja2), Muslimin Mustafa2), dan Bachrul Ibrahim2) 1)

Mahasiswa S3 Ilmu Pertanian UNHAS, 2) Dosen Fakultas Pertanian UNHAS jl. Perintis Kemerdekaan viii Komp. Perdos UNHAS Tamalanrea Blok R3 Makassar HP 081 341 325 567 Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih mendalam daya adaptasi dan potensi hasil bawang merah varietas lembah Palu pada tiga sistem lahan di Lembah Palu dalam rangka mengatasi kelangkaan bahan baku indusri pengolahan bawang goreng Palu. Meliputi: Faktor pertama, bahan organik dua level (O0 dan O1), faktor kedua, kadar air tanah tersedia (AT) 4 level, yaitu A1 (100-80% AT), A2 (80-60% AT), A3 (60-40% AT) dan A4 (40-20% AT), faktor ketiga, pengelolaan hara, yaitu H0 (-S-Ca), H1 (+S-Ca), H2 (-S+Ca) dan H3 (+Ca+S). Dirancang dengan percobaan faktorial 3 faktor dalam kelompok (ulangan). Nilai tengah perlakuan diuji dengan uji BNJ (P05), data dianalisis dengan analisis univariat dengan program excell 2007. Hasil percobaan pot menunjukkan bahwa Pemberian bahan organik 10 ton ha-1 dengan mempertahankan kadar lengas tanah sekitar 100-80% air tersedia (A1) pada taraf pemberian hara +S-Ca (H1) menghasilkan bobot umbi basah, bobot umbi kering eskip dan jumlah umbi tertinggi, tidak berbeda nyata pada kadar lengas tanah 80-60% air tersedia dan 60-40% air tersedia. Kadar lengas tanah 40% merupakan titik kritis yang masih dapat memberi hasil yang memadai dengan kualitas umbi bawang yang baik. Dibawah titik kritis tsb, tanaman bawang merah var. Lembah Palu sudah tidak menghasilkan umbi. Kata Kunci: Daya adaptasi, agroekologi, potensi hasil, Agroindustri, dan sistem lahan Abstract This research aims to examine more deeply the adaptabilty and Yield Potential of “Lembah Palu Onion” variety in three land systems in the Palu velley in order to overcome the scarcity of the raw material of the fried Palu onion of the processing industry. Including: the first factor, two levels of organic material (O0 and O1 ), the second factor, the soil water content (AT) 4 levels, that is the A1 (100-80% AT), A2 (80-60% AT), A3 (60-40% AT) and A4 (40-20% AT), the third factor, nutrient management, that is H0 (-S-Ca), H1 (S-Ca), H2 (-S+Ca) and H3 (+Ca+S). was designed with factorial experiment of three factors in the groups (replications). The middle value of treatment was tested with the BNJ test (P05), the data were analyzed with univariate analysis with Excel 2007 program. The results of pot experiments showed that the giving of organic materials 10 tons ha-1 with maintained soil moisture levels around 100-80% water available (A1) in the degree of giving nutrient +S-Ca (H1) produced weight of the wet tuber, weight of dry tuber eskip and amount of the highest tuber, was not significantly different in soil moisture levels around 80-60% water available and 60-40% of water was available. The level 40% of soil moisture was a critical point that is still able to give

2

adequate results with good quality shallot tubers. Below that critical point, the variety Onion of Palu Valley already did not produce tubers. Keywords: Adaptability, Agroecology, Yield Potential , Agroindustry, and land systems

PENDAHULUAN Bawang merah varietas Lembah Palu merupakan salah satu komoditas unggulan Sulawesi Tengah dan merupakan bahan baku industri pengolahan bawang goreng serta telah menjadi “brand lokal” Palu. Salah satu keunikan bawang ini yang membedakan dengan bawang merah lainnya adalah umbinya mempunyai tekstur yang padat sehingga menghasilkan bawang goreng yang renyah dan gurih serta aroma yang tidak berubah walaupun disimpan lama dalam wadah yang tertutup (Limbongan dan Maskar, 2003). Selain sebagai bumbu masak, bawang merah merupakan obat tradisional misalnya sebagai kompres penrun panas, menurunkan kadar gula dan kolestrol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh darah dan Maag karena kandungan senyawa Alliin dan Allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994; dalam Ambarwati dan Yudono, 2003). Senyawa Flavonols mengandung radikal bebas yang kuat dan antioxidan yang dapat mencegah dan melawan penyakit-penyakit cardiovascular dan colorectal cancers (Caridi et al., 2007). Tidak kurang 25 Flavonols yang berbeda dapat diidentifikasi pada bawang merah dalam bentuk quarcetin dan derivat quarcetin yang mendominasi cultivar bawang merah (Eduvigis et al., 2009). Hasil rata-rata varietas ini ditingkat petani masih rendah sekitar 3-5 ton ha-1 (Maskar dan Rahardjo, 2000). Faktor-faktor yang menyebabkan rendah hasil yang dicapai selama ini adalah rendahnya tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air yang terbatas, penggunaan bibit yang tidak seragam dan bermutu rendah serta kualitas SDM yang rendah (Purnom et al., 2006). Faktor lain yang dapat menyebabkan rendahnya hasil

3

adalah gangguan OPT. Salah satu jenis penyakit yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar adalah penyakit bercak ungu (trotol) yang disebabkan oleh jamur Alternaria porri (Nur, 2005) dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 57%.

Perbaikan

kesuburan tanah dapat dilakukan melalui pemberian bahan organik dan pemupukan sesuai tuntutan kebutuhan tanaman dan hasil yang diharapkan. Ketersediaan hara dalam tanah dalam keadaan cukup dan seimbang merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya bawang merah (Muhammad et al. 2003). Keterbatasan air dapat diatasi denga irigasi, tetapi jika dibandingkan dengan luas lahan yang dapat diirigasikan jauh lebih kecil dibandingkan lahan yang tidak mendapat air irigasi. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mempelajari efiensi penggunaan air dalam budidaya bawang merah varietas Lembah Palu perlu terus dilakukan. Kemampuan petani untuk memproduksi benih dengan kualitas yang baik perlu terus ditingkatkan. Keberhasilan petani untuk dapat meningkatkan hasil ditentukan oleh seberapa jauh petani dapat memahami hal-hal yang diuraikan diatas dan dalam hubungan ini implementasinya sangat tergantung oleh kualitas sumber daya manusia dan modal yang dimiliki oleh petani. Rendahnya produktivtas bawang merah varietas Lembah Palu berdampak pada kemampuan petani untuk mensuplai kebutuhan bahan baku industri pengolahan bawang goreng. Data BPS tahun 2007 menunjukkan bahwa di Kabupaten Donggala terdapat 45 unit industri pengolahan bawang goreng, namun berdasakan survei awal penelitian, diperoleh data industri pengolahan bawang goreng yang masih menjalankan usahanya berjumlah 17 unit (Yulanti dan Sari, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 28 unit industri yang tidak menjalankan usaanya lagi. Dengan kata lain, laju perkembangan industri pengolahan bawang goreng lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan petani untuk memperoduksi bahan baku. dipecahkan bersama.

Hal ini merupakan masalah yang harus dapat

4

Untuk memecahkan masalah ini dapat dilakukan melalui 2 cara, pertama dengan program intensifikasi pada lahan-lahan yang dikelolah oleh petani saat ini dan kedua dengan program ekstensifikasi. Dalam hubungan dengan program ekstensifikasi, di Kota Palu tersedia lahan seluas 2.558,9 ha yang terdisi dari 1.656,06 ha lahan S2 dan 903 ha lahan kelas S1 yang tersebar pada berbagai sistem lahan

dengan input pengelolaan

bahan organik, pengelolaan air dan pemupukan (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Palu, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk 1) menelaah pengaruh pemberian bahan organik, kadar air tersedia dan hara tanaman (Ca dan S) terhadap produksi dan kualitas bawang merah varietas Lembah Palu. 2) Untuk menelaah interaksi antara bahan organik, air tersedia dan hara tanaman terhadap produksi dan kualitas bawang merah varietas Lembah Palu. BAHAN DAN METODE PENELTIAN Peneltian ini mulai dilaksanakan pada awal Mei hingga Juli 2010.Percobaan pot dengan menggunakan contoh tanah yang berasal dari 3 sistem lahan di Lembah Palu diantaranya adalah PLU, SDO dan SSU. Dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Percobaan ini dirancang dengan menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial (Gomes dan Gomes, 1978; Gaspersz, 1991),. Untuk memperkecil pengaruh keragaman faktor lingkungan, maka satuan-satuan percobaan di tempatkan ke dalam 3 kelompok sekaligus berfungsi sebagai ulangan.

Percobaan ini terdiri dari 3 faktor.

Faktor pertama, aplikasi bahan organik yang terdiri dari tanpa bahan organik (O0) dan aplikasi bahan organik setara 10 ton ha-1 (O1). Faktor kedua, persen air tersedia (AT) yang terdiri dari: 100-80% (AT) (A1), 60-80% (AT) (A2), 40-60% (AT) (A3 ) dan 40-20% (AT) (A4). Faktor ketiga, hara tanaman yang terdiri dari kontrol (H0), pupuk belerang

5

tanpa Ca (H1), tanpa belerang dengan pemberian Ca (H2) dan Kombinasi belerang dan Kalium (H3). Dengan demikian, terdapat 32 kombinasi perlakuan (2x4x4) yang diulangi tiga kali sehingga diperoleh 96 unit percobaan. Contoh tanah dari 3 sistem lahan di Lembah Palu dijadikan sebagai dasar pengelompokan. Apabila uji F signifikan, maka nilai tengah perlakuan diuji dengan uji BNJ pada taraf 95% (P0.05). Data yang dikumpulkan ditabulasi dengan menggunakan tabel dua arah. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat

dengan menggunakan software MINITAB

Release 13.20. dan program excell 2007.

Untuk memastikan apakah analisis univariat

dapat dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan beberapa tahap uji sebagai berikut: 1) Uji keaditifan model Linear Tukey; bertujuan untuk mengetahui apakah model bersifat aditif atau tidak, 2) Uji kesamaan ragam Bartlett; bertujuan untuk mengetahui apakah ragam dari masing-masing kombinasi perlakuan homogen atau tidak dan 3)

Uji

normalitas data Lilliefors; bertujuan untuk mengetahui apakah sebaran data setiap peubah dalam keadaan normal atau tidak. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil penelitian 1. Tinggi Tanaman Maksimum Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kadar air tersedia (A) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman maksimum, sedangkan pembarian pupuk kandang ayam (O), hara tanaman (H) dan interaksi (OA), interaksi (OH), interaksi (AH) dan interaksi (OAH) tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman maksimum. Perlakuan air tersedia 40-20% didrop karena pertumbuhan sangat kerdil dan tidak menghasilkan umbi (Tabel 1).

6

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman maksimm umur 45 (HST) K AT

Hara tanaman (S dan Ca)

Rata-rata

(%)

H0

H1

H2

H3

A1

28,167

27,117

26,867

29.300

27,86b

A2

26,500

25,750

27,667

27,217

26,78b

A3

28,150

22,567

25,767

24,583

25,27a

27,656a

25,144a

26,733a

27,888a

Rata-rata Keterangan:

 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ (P0.05)  KAT = Kadar air tersedia (%)  O1 = Tanpa ppk kandang O2 = 10 ton ha-1  A1 = 100-80% air tersedia (AT) A2= 80-60% AT, A3 =60-40% AT  H0= -S-Ca, H1=+S-Ca, H2= -S+Ca, H3=+S+Ca Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan kadar air tanah dari 100% air tersedia hingga 60% air tersedia tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman maksimum, tetapi penurunan kadar air tersedia hingga 40% nyata menurunkan pertambahan tinggi tanaman. 2. Bobot Umbi basah(g) Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam (O), persen air tersedia (A), pemberian hara (H) dan interaksi (OA), interaksi (OH), interaksi (AH) dan interaksi (OAH) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah umbi per rumpun. Mempertahan kadar air tanah pada kiaran 100-80% air tersedia tanpa pemberian bahan organik menghasilkan bobot umbi

tertinggi pada saat panen pada perlakuan

7

kombinasi pemupkan belerang dan kalsium, tetapi tidak berbeda nyata dengan pelakuan pemupukan kalsium, berbeda nyata dengan perlakukan pemupukan belerang (S) Tabel 2 . Rata-rata bobot umbi basah rumpun-1 sebagai hasil interaksi antara bo, kadar air tersedia dan hara tanaman (g) Intraksi

Perlakuan hara tanaman

(OA)

H0

H1

H2

H3

O0A1

15,73 aA

15,88aA

15,95aAB

16,34aB

O0A2

16,38 aA

17,29aB

16,80aAB

16,92aAB

O0A3

15,47aA

16,05aA

O1A1

15,73aA

18,00aAB

17,15aA

18,14aB

O1A2

17,19bA

18,20aA

15,80aA

15,82aA

O1A3

16,67aA

18,35aA

16,97aA

13,87aA

14,02 aA

14,67aA

Keterangan:  Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama ke arah baris berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ (P0.05).  Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama ke arah kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ (P0.05).  O0 = Tanpa ppk kandang ayam O1 = 10 ton ha-1  A1 = 80-100% air tersedia (AT) A2= 60-80% AT, A3 = 40-60% AT  H0= -S-Ca, H1=+S-Ca, H2= -S+Ca, H3=+S+Ca Dan kontrol.

Perlakuan kadar air tanah pada kisaran 80-60% tanpa bahan organik

menghasilkan bobot umbi saat panen tertinggi pada perlakuan pemupukan belerang, namun tidak perbeda dengan perlakuan pemupukan lainnya kecuali kontrol. Mempertahankan kadar air pada kisaran yang lebih rendah, yakni 60-40% air tersedia tanpa bahan organik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua perlakuan pemupukan (Tabel 2). Mempertahankan kadar air tersedia pada kisaran 100-80% yang dikombinasikan dengan pemberian bahan organik 10 ton ha-1 menghasilkan bobot umbi basah tertinggi pada saat panen pada perlakuan pemupukan belerang yang dikombinasikan dengan

8

kalsium, namun tidak berbeda dengan perlakuan yang hanya diberi pupuk belerang, tetapi berbeda nyata lebih tinggi dengan perlakuan tanpa pupuk dan perlakuan pemupukan yang hanya diberi kalsium. Mempertahankan kadar air tersedia pada kisaran 80-60% dan kisaran 60-40% yang dikombinasikan dengan bahan organik 10 ton ha-1 menghasilkan bobot umbi saat panen tertiggi pada perlakuan pemberian belerang, tetapi tidak bebeda dengan perlakuan pemupukan lainnya. Interaksi persen air tersedia, bahan organik dan pemberian hara tanaman yang menghasikan bobot umbi tertinggi pada saat panen terjadi pada perlakuan 100-80% dengan 10 ton ha-1 bahan organik yang diberi pupuk kombinasi belerang dan kalsium. Semua perlakuan pemupukan pada semua taraf interaksi persen air tersdia dan bahan organik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, kecuali pada perlakuan kontrol (Tabel 2). 3. Bobot Umbi kering (g) Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam (O) dan pemberian hara (H) berpengaruh sangat nyata, sedangkan persen air tersedia (A) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot umbi setelah dua minggu penyimpanan. Interaksi (OA), interaksi (OH), interaksi (AH) dan interaksi (OAH) berpengaruh nyata terhadap bobot umbi kering. Mempertahankan kadar air tersedia pada kisaran 100-80% dan 80-60% tanpa pemberian bahan organik menghasilkan bobot umbi kering tertinggi pada perlakuan kombinasi pupuk belerang dan kalsium,

tidak berbeda nyata dengan perlakuan

pemupukan yang hanya diberi kalsium, tetapi berbeda nyata lebih tinggi dengan perlakuan yang hanya diberi belerang dan kontrol (Tabel 3). Disamping itu, juga tidak berbeda nyata pada semua taraf interaksi

antara air tersedia dan bahan organik.

Perlakuan air tersedia 60-40% tanpa pemberian bahan organik menghasilkan bobot kering

9

umbi yang tidak berbeda nyata pada semua taraf interaksi air tersedia dan bahan organik. Pemupukan belerang, kalsium dan kombinasinya tidak berbeda nyata terhadap bobot kering umbi pada semua taraf interaksi air tersedia dan bahan organik (Tabel 3) Tabel 3

. Rata-rata bobot umbi kering setelah 2 minggu penyimpanan sebagai hasil interaksi antara bo, kadar air tanah tersedia dan hara tanaman (g)

Intraksi

Perlakuan hara tanaman

(OA)

H0

H1

H2

H3

O0A1

12.03 aA

12.79aA

12,81aAB

13,75aB

O0A2

13,62 aA

14,40aA

13,68aAB

14,20aB

O0A3

12,48aA

13,30aA

O1A1

12,12aA

15,63aB

14,34aA

15,02aAB

O1A2

14,17bA

15,15aA

12,65aA

13,65aA

O1A3

13,70aA

15,79aA

15,74aA

12,20aA

11,23 aA

12,13aA

Keterangan:  Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama ke arah baris tidak berbeda nyata pada uji BNJ (P0.05).

berarti

 Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama ke arah kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ (P0.05).  O0 = Tanpa ppk kandang ayam O1 = 10 ton ha-1  A1 = 100-80% air tersedia (AT) A2= 80-60% AT, A3 = 60-40% AT  H0= -S-Ca, H1=+S-Ca, H2= -S+Ca, H3=+S+Ca Perlakuan air tersedia 100-80% dengan penambahan 10 ton ha-1 menghasilkan bobot kering umbi tertinggi pada perlakuan pemupukan belerang, tidak berbeda nyata dengan perlakuan belerang yang dikombinaskan dengan kalsium, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemupuan kalsium dan kontrol. Pemupukan belerang tidak berbeda nyata pada semua taraf interaksi air tersedia dan bahan organik.

10

4. Jumlah Umbi yang terbentuk Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam (O) berpengaruh nyata, sedangkan persen air tersedia (A) dan hara tanaman (H) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi yang terbentuk. Interaksi (OA) berpengaruh nyata, sedangkan interaksi (OH), interaksi (AH) dan interaksi (OAH) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi yang terbentuk. Tabel 4 . Rata-rata jumlah umbi terbentuk sebagai hasil intraksi pupuk kandang ayam (O) dan persen air tersedia Pupuk kandang

Persen air tersedia (A)

ayam (O) A1

A2

A3

O0

4,58 aA

5,17 aA

4,58 aA

O1

5,92b B

4,92a A

5,08 aAB

Keterangan:  Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama ke arah baris berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT (P0.05).  Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama ke arah kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT (P0.05).  O1 = Tanpa ppk kandang ayam O2 = 10 ton ha-1  A1 = 80-100% air tersedia (AT) A2= 60-80% AT, A3 = 40-60% AT  H1= -S-Ca, H2=+S-Ca, H3= -S+Ca, H4=+S+Ca Hasil uji BNT pada taraf 95% (Tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan mempertahankan kadar air tersedia pada kisaran 100-80% AT (A1), 80-60% AT (A2) dan 60-40% AT (A3 ) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah umbi yang terbentuk pada perlakuan tanpa pemberian bahan organik, tetapi peberian bahan organik 10 ton ha-1 pada perlakuan 100-80% AT (A1) menghaslkan jumlah umbi terbanyak (5,92), berbeda nyata dengan perlakuan 80-60% AT (A2) dan tidak berbeda nyata dengan 60-

11

40% AT (A3). Perlakuan 80-60% AT (A2) dan perlakuan 60-40% AT (A3) paa taraf 10 ton ha-1 bahan organik tdk berbeda nyata. B. Pembahasan/Diskusi Untuk menjaga keberlanjutan sistem usahatani bawang merah di Lembah Palu, maka keseimbangan penggunaan pupuk organik dan pupuk anorganik mutlak diperhatikan.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini ditelaah interaksi antara bahan

organik, pupuk anorganik dan kadar lengas tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Interaksi antara bahan organik, persen air tersedia dan pemupukan belerang dan kalsium (OAH) nyata terlihat pada parameter bobot umbi basah dan bobot umbi kering. Interaksi antara persen air tersedia dan bahan organik berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi yang terbentuk, sedangkan pengaruh tunggal persen air tersedia nyata terlihat pada parameter tinggi tanaman. Hasil terbaik diperoleh pada interaksi 10 ton ha-1, 60-40% AT dan 48 kg S. Ini berarti potensi hasil umbi segar adalah 18,35 g/ha atau setara dengan 3 ton umbi segar per ha. Bahan organik adalah merupakan bahan pembenah tanah yang sangat penting artinya dalam upaya meningkatkan produktivitas lahan pertanian.

Pada daerah daerah yang

senantiasa tidak memperoleh suplai sedimen/erupsi gunung merapi seperti daerah-daerah pertanian di Luar Jawa, pemberian bahan organik dan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik

dapat saling melengkapi sehingga

meningkatkan produktivitas tanah-tanah

mutlak diperlukan

untuk

mineral (Komunikasi peribadi

dengan

Dr.Ir.Bahrul Ibrahim, 2011). Interaksi yang terjadi antara bahan organik, air tersedia dan pemupukan tidak terlepas dari peranan bahan oranik yang tidak saja sebagai sumber hara tanaman, tetapi juga dapat meningkatkan KTK tanah, meningkatkan daya sanggah tanah, meningkatkan kemampuan tanah memegang air dan hara, mendorong pembentukan dan perkembangan

12

struktur tanah, menurunkan plastisitas tanah, meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah (Tisdale, Nelson dan Beaton, 1985; Essington, 2003), serta berpengaruh terhadap proses-proses genesis tanah seperti pelarutan mineral, transformasi dan translokasi bahanbahan penyusun tanah seperti bahan organik, bahan mineral air dan udara tanah (Hardjowigeno, 2004). Pemberian pupuk anorganik yang berkadar hara tinggi dan cepat tersedia bagi tanaman dapat menutupi kekurangan

bahan organik yang lambat

menyediakan hara dengan kadar hara yang relatif lebih rendah pula.

Sebaliknya

kekurangan pupuk anorganik dapat ditutupi oleh kelebihan bahan organik terutama dalam hal memperbaiki kondisi fisik dan biologi tanah.

Disisi lain, kadar air tanah yang

berbeda-beda dalam tanah mempengaruhi keseimbangan antara air yang menempati poripori tanah dengan udara tanah yang juga mengisi pori-pori tanah. Dosis pupuk kandang, kadar air tersedia dan pemupukan yang memungkinkan terjadinya keseimbangan air dan udara tanah yang optimal menghasilkan interaksi dengan hasil tertinggi. Selain sebagai hara tanaman, air adalah merupakan bahan pelarut dan alat transportasi hara yang memungkinkan hara dapat diserap dan diteranslokasikan ke bagian meristem yang aktif melangsungkan proses metabolisme serta merupakan penyusun utama (83-86%) bahan segar tanaman bawang merah (Purwaningsih et al., 2007). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman bawang merah varietas lembah Palu dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kisaran lengas tanah antara 100-40% AT. Hasil penelitian yang hampir sama menunjukkan bahwa pemberian air antara 100-46% kapasitas lapang menghasilkan umbi basah (pada saat panen) antara 6,44-8,88 ton ha-1 (Limbongan dan Maskar, 2003). Kadar air dalam tanah mempengaruhi komposisi udara dalam tanah

13

KESIMPULAN 1. Bawang merah varietas lembah Palu dapat beradaptasi, tumbuh dan berproduksi dengan kualitas yang baik pada semua sistem lahan yang terdapat di Lembah Palu hingga wilayah perbukitan disekitar lembah Palu dengan ketinggian kurang lebih 300 m dpl dengan memperhatikan aspek pengelolaan bahan organik dan hara, air dan pemilihan benih yang baik dan bermutu. 2. Pemberian bahan organik 10 ton ha-1 dengan mempertahankan kadar lengas tanah sekitar 60-40% air tersedia (A3 ) pada taraf pemberian hara +S-Ca (H1) menghasilkan bobot umbi basah, bobot umbi kering eskip, tidak berbeda nyata pada kadar lengas tanah 100-80% air tersedia dan 80-60% air tersedia. Kadar lengas tanah 40% air tersedia merupakan titik kritis yang masih dapat memberi hasil yang memadai dengan kualitas umbi bawang yang baik. Dibawah titik kritis tsb, tanaman bawang merah varietas Lembah Palu sudah tidak menghasilkan umbi. 3. Potensi hasil yang dicapai dalam percobaan ini adalah 18,35 g per rumpun atau setara dengan 3,0 ton per ha. SARAN-SARAN 1. Perluasan areal pengembangan (ekstensifikasi) dapat dilakukan pada semua sistem lahan di Lembah Palu, namun harus pula memperhatikan potensi air irigasi yang tersedia 2. Dalam

budidaya

bawang

merah

varietas

Lembah

Palu

sebaiknya

menyeimbangkan antara penggunaan bahan oranik dan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk kandang ayam 10 ton ha-1, 200 kg ZA dan mempertahan kada air tersedia antara 60-40% (setara dengan 1x dalam seminggu untuk tanah dengan tekstur sedang). Hara mineral lain diberikan sebagai pupuk dasar

14

DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, E. Dan P. Yudono. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah. Pertanian Vol.10 (2) 2003:1-10 Bloem, E.,

J.Ilmu

S. Haneklaus, and E. Schnug, 2005. Influence of Nitrogen and Sulfur Fertilization on the Alliin Content of Onions and Garlic. Journal of Plant Nutrition, 27 (10): 1827-1839.

BPS Sulteng 2007. Kabupaten Donggala dalam Angka Thn 2006. Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah, Palu Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Palu 2006. Pemetaan Komoditas Unggulan Bawang Merah. Subdin Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Palu. Ambarwati, E. Dan P. Yudono. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah. Pertanian Vol.10 (2) 2003:1-10

J.Ilmu

Eduvigis, R. M., Concepcion, S. M. Rosana Lloria, Begona de Ancos and Pilar Cano. 2009. Onion high-pressure processing: Flavonol content and antioxidant activity. LWT- Food Science and Tecnology 42: 835-841. Essington, M. E. 2004. Soil and water Chemistry. An Integrative Approuch. CRC Press. Boca Raton London. New York Woshington, D. C. Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, IlmuIlmu Teknik dan Biologi. Penerbit CV. Armico, Bandung. Gomez, K. A and A. A. Gomez, 1995. Statistical Prosedures for Agricultural Research. John Wiley and Sons, Inc. Filiphine. Hardjowigewno, S. 1993. Klassifikasi Tanah dan Pedogenesis. Penerbit Akademika Presindo, Jakarta. Limbongan, J. dan Maskar. 2003. Potensi Pengembangan dan Ketersediaan Teknologi Bawang Merah Palu Di Sulawesi Tengah. J. Litbang Pertanian 22 (3): 103108. Muhammad, H., S. Sabihan, A. Rachim dan H. Adijuana. Pengaruh Pemberian Sulfur dan Blotong terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah Pada Tanah Inceptisol. J. Hort. 13 (2):95-104. Nur, Subandi. 2005. Pertumbuhan, Produksi dan Tingkat Serangan Penyakit Bercak Ungu (Alternaria porri (EII) Cif.) pada Tiga Varietas Bawang Merah dengan Perlakukan Pupuk Organik Cair dan Trichoderma harzianum. J. Agrijati I (1), Desember 2005. Purnomo, J., S. Sutomo, W. Hartatik dan Achmad Rachman, 2007. Pengelolaan Kesuburan Tanah untuk Bawang Merah di Kabupaten Donggala. Proceeding Seminar Nasional Penemanga Inovasi Pertanian Lahan Marginal.

15

Tisdale, S. L., W. L. Nelson and J. D. Beaton 1985. Soil Fertiity and Fertilizers. Fourth edition. Macmilan Publishing Company, New york. Yulianti dan Nilam Sari. 2008. Kelayakan Usaha Agroindustri Bawang Goreng Palu Di Kabupaten Donggala. J. Agroland 15 (3): 216-222.