MODEL ALAT DESALINASI DENGAN EVAPORASI DAN KONDENSASI MENJADI SATU SISTEM RUANGAN MODELING DESALINATION WITH EVAPORATION AND CONDENSATION BE ONE ROOM SYSTEM Abdu Fadli Assomadi, SSi.,MT., Fajrin Nil Lathif Environmental Engineering of Civil Engineering and Planning - Institute of Technology Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Banyak pulau-pulau kecil di Indonesia yang masih kekurangan air bersih. Sebagian besar karena infiltrasi air laut sehingga air tanah menjadi payau. Oleh sebab itu diperlukan suatu pengolahan air payau yang tepat guna untuk daerah pesisir. Penelitian ini dilakukan pembuatan model desalinasi surya dengan menyatukan ruang evaporator dan kondensasi terpisah dari bak pemanas. Variabel dalam penelitian ini adalah variasi bentuk aliran, penambahan butiran arang pada bak pemanas serta variasi debit pengolahan.. Hasil penelitian menunjukkan laju desalinasi terbesar adalah 25,3 ml/m2jam, pada bak pemanas tanpa baffle dengan penambahan butiran arang dengan debit pengolahan 80 l/8 jam. Bentuk aliran pada bak pemanas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume produk desalinasi. Pada pengolahan dengan debit 80 l / 8 jam memiliki uap air dan air produk potensial sebesar 11,24 liter dan 8,25 liter. Kata kunci : Desalinasi, Evaporasi, Kondensasi, uap air,. Abstract Many little island in Indonesia still lack of clean water. Many of them causing by infiltrating sea water so the ground water be brackish water. On that score it needs some desalination water treatment applicative for coastal area. This research made modeling desalination to get clean water with joined evapotator and condensation separated with heating basin. The variable of this research are shape of flow in heater basin, adding charcoal granular in the heater basin and variation of flow rate. The parameter are the volume of water product desalination, conductivity and checking temperature of heating basin, evaporation condensation place, ambient temperature, daily evaporation, and quality of water source and the product of desalinations.
Result of research showed the best distillation rate is 25,3 ml/m2hour on heater basin use baffle and granule charcoal with processing rate is 80 l / 8 hour. Shape of flow in heater basin is not has significant effect of volume distillation product. In processing rate is 80 l / 8 hour, has water vapor and water product potential are 11,24 liter and 8,25 liter. Keyword
: Desalination, Evaporation, Condensation, Water vapor
Pendahuluan Pada tahun 2009 penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun berpengaruh pada semakin bertambah pula kebutuhan akan air bersih. Di sisi lain kebutuhan air bersih di Indonesia masih terdapat banyak kendala, salah satunya yaitu pemenuhan air bersih di daerah pesisir. Indonesia yang merupakan negara maritim, memiliki wilayah dengan luas daratan 1,9 juta km2 dan lautan 5,8 juta km2 (Anonim,2008). Perubahan kondisi alam/lingkungan dan ekploitasi daratan yang besar menyebabkan banyak daerah pesisir di Indonesia yang air tanahnya telah terinfiltrasi oleh air laut sehingga perlu pengolahan yang lebih lanjut untuk dapat memanfaatkan air tanah tersebut. Berbagai teknik pengolahan air asin/payau telah dilakukan antara lain: reverse osmosis (RO), elektrrodialisis, destilasi transfer membrane, ion exchange, dan penguapan/evaporasi. (Heitmann, 1990). Akan tetapi teknik pengolahan air payau tersebut dari segi ekonomis masih terlalu mahal. Oleh karena itu, diperlukan adanya alternatif metoda pengolahan air payau yang memiliki efisiensi pengolahan yang tinggi dan biaya yang relatif terjangkau. Salah satu pengolahan yang relatif murah yaitu dengan cara penguapan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energinya (desalinasi surya). Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya alternatif model desalinasi air payau yang bisa digunakan bagi masyarakat. Terutama untuk masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan pulau–pulau kecil untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. Model alat desalinasi ini diupayakan dengan memperhatikan kesederhanaan, kemudahan dan keterjangkauan dalam operasionalnya.
Desalinasi dengan Metoda Evaporasi Penguapan (evaporasi ) adalah perubahan suatu zat cair menjadi uap pada beberapa suhu dibawah titik didihnya. Sebagai contoh, air ketika ditempatkan pada wadah dangkal yang terbuka ke udara, tiba – tiba menghilang, keceatan penguapan bergantung pada sejumlah permukaan yang terbuka, kelembaban udara dan suhu. Penguapan (evaporasi) terjadi dikarenakan diantara molekul– molekul yang dekat dengan permukaan zat cair tersebut selalu terdapat cukup energy panas untuk mengatasi gaya kohesi sesama molekul kemudian melepas. Kecepatan penguapan bergantung pada suhu zat cair tersebut, seberapa kuat ikatan antar molekul dalam zat cair tersebut, luas permukaan zat cair, suhu, tekanan, dan pergerakan udara di sekitar hingga penguapan tersebut dapat terjadi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penguapan zat cair. •
Tekanan uap. Tekanan uap adalah tekanan uap intrisik suatu zat dimana dalam kondisi setimbang dengan bentuk zat cairnya. Air pada 25°C tekanan uapnya 25 mmHg. Pada 0°C, titik beku air murni, tekanan uap air/es adalah sekitar 4,5 mmHg. Maka kecepatan penguapan es + air lebih rendah daripada air pada saat keduanya bersuhu 25°C.
•
Bertambahnya suhu, meningkatkan tekanan uap dan akibatnya meningkatnya kecepatan penguapan (faktor lainnya dianggap sama). Maka pada suhu 100°C, tekanan uap air adalah 760 mmHg atau 1 atmosfer.
•
Adanya tekanan uap suatu larutan yang rendah atau dapat siabaikan akan mengurangi kecepatan penguapan. Maka, sebagai contoh, kecepatan penguapan air dari air garam akan menjadi berkurang dibandingkan dari air bersih (faktor lainnya dianggap sama).
•
Pada kasus air, kelembaban relative, dimana persen tekanan uap pada udara diatas zat cair dibandingkan dengan tekanan uap pada suhu tertentu, mengurangi kecepatan penguapan. Kecepatan penguapan air diperkirakan seperti sebuah garis lurus dari titik maksimum pada 0% kelembaban relative hingga pada titik 100 kelembaban relatif.
•
Faktor yang penting dalah kcepatan udara bergerak melintang pada permukaan zat cair.
•
Gerakan udara (angin) yang lebih cepat akan memindahkan lebih banyak uap air dan lebih cepat kecepatan penguapannya. Tapi terdapat faktor yang bertentangan, sebagai contoh, kecepatan udara yang sangat cepat akan endinginkan air, dimana mengurangi tekanan uap dan kecepatan penguapan.
Tekanan Uap Menurut Brady (1999) menjelaskan bahwa bila suatu cairan pada suatu wadah yang terbuka menguap, semua cairan lama – lama akan hilang, sebab molekul - lmolekul yang membentuk uap akan berdifusi ke udara. Tetapi bila wadahnya kita tutup, molekul-molekul yang menguap ini tak dapat keluar dan akan berkumpul pada ruang uap diatas cairan. Di sini uap akan memberikan tekanan, seperti juga molekul-molekul gas lainnya. Tekanan yang dihasilkan oleh uap air itu disebut tekanan uap. Besarnya tekanan uap dipengaruhi sifat dari gaya tarik cairan dan yang kedua adalah suhunya. Kedua faktor ini akan mempengaruhi kecepatan menguap. Pada cairan dimana gaya tarik menariknya kuat maka, kecepatan menguapnya akan rendah, dan begitu sebaliknya. Selain dipengaruhi oleh gaya tari menarik antar molekul di dalam larutan, kecepatan menguap juga dipengaruhi oleh suhu. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hubungan antara tekanan uap dan suhu. Keberadaan uap air di udara maka akan mempengaruhi dari densitas udara itu sendiri. Dengan semakin banyaknya uap air maka akan semakin meningkatkan densitas dari udara tersebut. Pada persamaan dibawah ini akan menjelaskan hubungan antara tekanan uap air terhadap dunsitas udara. w = 0.0022 pw / T dimana:
pw = tekanan parsial uap air (Pa, N/m2) w = densitas uap air (kg/m3) T = temperatur (K)
Pengembunan/Kondensasi Menurut Karnaningroem (1990) proses pengembunan adalah proses perubahan wujud gas menjadi wujud cair karena adanya perbedaan temperatur. Temperatur pengembunan berubah sejalan dengan tekanan uap. Oleh karena itu temperatur pengembunan didefinisikan sebagai temperatur pada kondisi jenuh akan dicapai bila udara didinginkan pada tekanan tetap tanpa penambahan kelembaban. Untuk menghasilkan pengembunan dilakukan dua cara, yaitu: • Menurunkan temperatur sehingga mereduksi kapasitas dari uap air. • Menambah jumlah uap air Laju Destilasi Hasil dari proses desalinasi surya sangat bergantung pada panas matahari. Oleh sebab itu untuk menghitung besar dari laju desalinasi dipengaruhi oleh besarnya luasan dari tempat pemanasan air baku. Untuk menghitung laju desalinasi dapat menggunakan persamaan berikut ini: Volume air produk (liter) Luas ruang pemanasan (m2) X lama pengoperasian (jam) Pelaksanaan Penelitian 1. Penelitian dilakukan dengan lama penyinaran selama 8 jam (09.00-17.00 WIB) dan penelitian dianggap berhasil apabila penyinaran minimum dilakukan selama 7 jam. 2. Variasi debit aliran. Pada tahapan ini dilakukan variasi berupa pengaturan debit aliran sebesar 3, 6, 9, 40, dan 80 liter per 8 jam. Variasi debit tersebut didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan. 3. Variasi penambahan arang pada bak pemanas. Pada tahapan ini dilakukan variasi berupa adanya butiran arang atau tidak pada bak pemanas. Butiran arang yang akan digunakan diameter kurang lebih 0,5 cm. 4. Variasi bentuk aliran pada bak pemanas. Pada tahapan penelitian dilakukan dengan variasi bentuk aliran dnegan penambahan baffle pada bak pemanas. Pada tahapan ini penelitian
dilakukan dengan membandingkan bak pemanas yang menggunakan baffle dan tidak menggunakan baffle. 5. Dilakukan pemantauan laju penguapan air di udara terbuka.
Gambar 1. Skema penelitian
Bak Pemanas (plat besi dengan tutup kaca) 0.500 Bak air baku Pipa air panas mantel (gerabah) 0.500
Ruang evaporasi (Pipa PVC yang dilubangi)
0.350 Air pendingin
Ruang kondensasi (berbahan kaca) Bak air sisa pengolahan Bak air produk
0.170 0.200 0.075
Potongan A - A Tanpa Skala
satuan : meter
Gambar 2. Tampak samping destilator A. Hubungan Penambahan Butiran Arang Pada Bak Pemanas Terhadap Suhu Rata – Rata Air dan Ruang Kondensasi. Suhu rata – rata bak pemanas dan ruang kondensasi yang menggunakan butiran arang pada bak pemanasnya memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan bak pemanas yang tidak ditambahai dengan butiran arang, yaitu pada debit 9, 40 dan 80 l/ 8 jam. Akan tetapi bila
dibandingkan dengan intensitas penyinaran matahari, dalam hal ini dapat diketahui oleh besarnya penguapan harian, penggunaan butiran arang pada bak pemanas akan menghasilkan suhu rata – rata yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan bak pemanas yang tidak menggunakan butiran arang. Hal ini dapat terlihat pada debit 3 dan 6 liter / 8 jam. Pada kedua debit tersebut rata – rata intensitas penyinaran matahari relatif sama antara bak pemanas yang diberikan butiran arang, maupun yang tidak, yaitu 6 liter / 8 jam. Pada debit pengolahan 3 dan 6 liter / 8 jam mennjukkan bahwa bak pemanas tanpa penambahan butiran arang memiliki suhu rata – rata yang lebih tinggi dibandingkan bak pemanas dengan penambahan butiran arang. Lebih rendahnya suhu pada bak pemanas dan ruang kondensasi pada bak pemanas yang diberikan butiran arang dibandingkan yang tidak diberikan butiran arang, disebbakan oleh butiran arang tersebut juga menyerap energi matahari. Jumlah intensitas penyinaran yang sama, maka bak pemanas yang diberikan butiran arang akan lebih lama peningkatan suhunya dibandikan oleh bak pemanas yang tidak diberikan butiran arang. Hal itu disebabkan oleh butiran arang juga menyerap kalor dari matahari, sehingga untuk mencapai suhu yang sama dengan bak pemanas tanpa butiran arang, dibutuhkan energi yang lebih untuk memanaskan bak
25
Temperatur (
45 20 40 15 35
10
40
55
35
50 45
25 20 40 15 35
30
5
30
25
0
25
3
6
9
40
Debit ( liter / 8 Jam )
80
30
10 5 0 3
6
9
40
80
Suhu Bak Pemanas (arang) Penguapan Harian (liter )
30
50
60
C)
35
O
55
Temperatur (
40
Penguapan Harian (liter )
60
O
C)
pemanas yang diberikan butiran arang.
Suhu ruang kondensasi (arang) Suhu Bak Pemanas ( Tanpa Butiran Arang ) Suhu Ruang Kondensasi ( Tanpa Butiran arang ) Penguapan harian dengan Arang (Liter) Penguapan harian Tanpa Arang (Liter)
Debit ( liter / 8 Jam )
Gambar 3 Grafik suhu rata – rata air bak pemanas berbaffle (kiri) dan tanpa baffle (kanan), ruang kondensasi dan penguapan harian dengan variable penambahan butiran arang
B. Nilai Laju Destilasi Dari Masing – Masing Destilator Laju destilasi terbesar pada destilator dengan bak pemanas tanpa baffle dengan penambahan butiran arang, yaitu 25,3 ml/m2jam. Laju destilasi terendah ialah pada destilator dengan bak pemanas tanpa baffle dengan penambahan butiran arang pada bak pemanasnya,yaitu sebesar 2 ml/2jam.. Laju destilasi ini sangat dipengaruhi oleh intensitas matahari pada saat penelitian. Intensitas matahari yang besar akan menignkatkan suhu air pada bak pemanas. Semakin tinginya suhu air pada bak pemanas, maka air tersebut memiliki tekanan uap yang semakin besar juga. Tekanan uap yang besar menandakan semakin besarnya juga kandungan uap air di udara. Pada penelitian dengan debit pengolahan 9 dan 40 l / 8 jam menunjukkan adanya perbedaan laju destilasi antara bak pemanas dengan baffle maupun yang tanpa menggunakan baffle. Adanya perbedaan laju destilasi tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah awal air pada bak pemanas. Perbedaan jumlah air pada bak pemanas dapat terjadi karena adanya kebocoran pada bak pemanas. Adanya perbedaan jumlah air pada bak pemanas tersebut menyebabkan kalor yang dibutuhkan untuk memanaskan air pada bak pemanas akan berbeda, sehingga suhu yang dihasilkan akan berbeda pula dan volume air produk yang dihasilkan akan berbeda juga.
Laju destilasi ( ml / m 2 Jam)
30.0 25.0
Bak Pemanas Berbaffle (Arang)
20.0 15.0
Bak Pemanas Tanpa baffle (Arang)
10.0
Bak Pemanas Berbaffle
5.0 0.0 3
6
9
40
80
Bak Pemanas Tanpa baffle
Debit (liter / 8 Jam )
Gambar 4 Grafik laju desalinasi .
C. Nilai Penurunan DHL ( Daya Hantar Listrik ) dan Kualitas Air Produk Pada proses desalinasi, salah satu parameter keberhasilan dari alat yang digunakan ialah kemampuan dalam mepenurunan DHL kandungan Cl-. Konsentrasi CL- akan berbanding lurus terhadap nilai konduktivitasnya. Untuk mengetahui adanya penurunan DHL Cl-, maka dapat digunakan DHL sebagai parameternya. Penggunaan DHL dikarenakan analisa yang dilakukan lebih mudah dan cepat bila dibandingkan dengan analisa Cl-. Penurunan DHL dari destilator berkisar antara 94-96 %. Penurunan DHL terbesar (96,2%) terjadi pada reaktor dengan variabel bak pemanas dengan penambahan butiran arang tanpa menggunakan baffle pada debit pengolahan 3,9 dan 40 l / 8 jam. Nilai penurunan DHL terendah (94,2%) terdapat pada reaktor dengan variabel bak pemanas dengan baffle tanpa penambahan butiran arang pada debit pengolahan 6 l / 8 jam. DHL air baku yang digunakan ialah berkisar 8050 µmhos/cm yang tergolong air payau. Penurunan DHL yang mencapai 96 %, maka DHL air produk yang dihasilkan ialah berkisar antara 300-420µmhos/cm. Nilai DHL air produk yang dihasilkan telah tergolong pada air yang bersifat tawar. Selain terjadi penurunan secara persentase yang besar, yaitu diatas 90 %, penurunan DHL terjadi penurunan sebesar ±7600 µmhos/cm. Berdasarkan penurunan DHL yang besar tersebut,
sehingga alat ini termasuk sukses dalam mepenurunan DHL dan
mendestilasi air payau. Penurunan DHL pada destilator ini dapat disebabkan oleh proses penguapan. Air baku dengan DHL 8050 µmhos/cm dipanaskan sehingga menghasilkan uap air. Setalah menguap, uap air tersebut didinginkan sehingga didapatkan air produk. Pada proses penguapan tersebut terjadi penurunan DHL. Garam - garam yang terkandung dalam air baku sebagian ikut menguap bersama uap air, sehingga pada air baku masih terdapat kandungan garam. Kandungan garam tersebut akan membentuk ion pada air produk dan selanjutnya akan menghasilkan nilai DHL pada air produk. Berdasarkan beberapa faktor tersebut, maka penurunan DHL menjadi berbeda
dari setiap penelitian. Akan tetapi perbedaan terhadap penurunan DHL memiliki interval yang kecil antara penurunan DHL yang terbesar dengan penurunan DHL yang terkecil. D. Kinerja Alat Desalinasi •
Bak Pemanas Apabila dibandingkan dengan penelitian – penelitian sebelumnya, suhu rata – rata air di
ruang pemanasan hanya berkisar antara 38-47 °C dan pada bak pemanas pada penelitian ini suhu rata – rata berkisar antara 43-55 °C. Dapat dikatakan, dalam proses pemanasan air untuk desalinasi surya, model bak pemanas dengan ketinggian air 1 cm dan dengan penutup kaca datar dinilai lebih efektif dibandingkan dengan pemanasan air pada ruang pemanas pada alat desalinasi surya dengan atap miring. Cukup tingginya suhu rata – rata pada bak pemanas, maka secara empiris dapat diperkirakan potensi uap air yang dapat dihasilkan. Dengan suhu rata-rata pada bak pemanas didapatkan tekanan uap airnya. Setelah tekanan uap didapat, maka dapat diperkirakan persentasi air yang menguap pada suhu tersebut dengan cara membandingkan densitas uap air pada suhu 100 °C pada tekanan 1 atm dengan densitas yang berasal dari suhu yang lebih rendah. Penggunaan pembandingan air pada suhu 100 °C pada tekanan 1 atm, dikarenakan pada suhu dan tekanan tersebut air dapat menguap secara sempurna. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini. Diketahui
: Tair
= 55°C = 328 K
;
Pa
= 118 mmHg = 15.731,996 Pa
T
= 100°C = 373 K
;
PB
= 760 mmHg = 101.324,72 Pa
Dari data diatas maka densitas untuk air pada suhu 55 °C dan 100 °C sebagai berikut: w = 0.0022 pw / T 55 °C
=
w
= 0,0022 X 15.731,996 / 328
= 0,10551 kg/m3
100 °C
=
w
= 0,0022 X 101.324,72 / 373
= 0,59763 kg/m3
Membandingkan nilai kedua densitas tersebut, maka akan didapat persentase penguapan air pada suhu 55 °C. perhitungannya sebagai berikut:
ρw56°C 0,10551 ×100% = ×100% = 17,65% ρw100°C 0,59763 Pada suhu air sebesar 55 °C dengan debit pengolahan 3 l / 8 jam, maka potensi uap yang dihasilkan sebesar 17,56 % dari 3 liter, yaitu 0,53 liter. Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa dengan sistem menggunakan bak pemanas dengan ketinggian air 1 cm dan menggunakan penutup kaca datar, berpotensi menghasilkan uap air yang lebih besar dibandingkan dengan penguapan harian. Hal ini dapat diketahui pada pengolahan dengan debit 80 l / 8 jam berpotensi menghasilkan uap air sebesar 11,24 liter dengan peguapan harinnya hanya 6 l / 8 jam saja. Dengan kata lain apabila potensi uap air ini dapat dimanfaatkan dengan baik, maka hasil dari desalinasi surya juga akan menghasilkan hasil yang jauh lebih baik dari pada sebelumnya. •
Ruang Evaporasi kondensasi Pada penelitian ini proses kondensasi tidak berjalan dengan baik. Secara empiris destilator
memiliki pontensi uap air yang cukup besar,akan tetapi bila dibandingkan dengan hasil yang didapat sangatlah sedikit. Proses kondensasi tidak berjalan baik dapat disebabkan beberapa hal, yaitu terlalu besarnya ruang kondensasi sehingga proses pendinginan oleh air pendingin menjadi kurang maksimal. Selain itu, kondensasi yang kurang maksimal dapat dikarenakan ruang evaporator terlalu besar sehingga uap air yang telah mengembun banyak terjebak di dalam ruang evaporator dan tidak sampai mengembun di ruang kondensasi. Secara empiris produk desalinasi dapat dihitung dari selisih tekanan uap yang dihasilkan pada ruang evaporasi dengan tekanan uap pada ruang kondensasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini: Diketahui: Suhu evaporator = 55°C TR.kondensasi
= 37°C = 310°K
; % potensi uap ; Pa
= 17 %
= 47,1 mmHg = 6.279,47 Pa
T
= 100°C = 373 °K
; PB
= 760 mmHg = 101.324,72 Pa
Berdasarkan data diatas maka densitas untuk air pada suhu 37 °C dan 100 °C sebagai berikut: = 0,04456 kg/m3
37 °C
=
w
= 0,0022 x 6.279,47 / 310
100 °C
=
w
= 0,0022 x 101.324,72 / 373 = 0,59763 kg/m3
Dengan membandingkan nilai kedua densitas tersebut, maka akan didapat persentase penguapan air pada suhu 37 °C. perhitungannya sebagai berikut: ρw37°C 0,04456 × 100% = × 100% = 7,46% 0,59763 ρw100°C
Potensi uap air yang dapat didinginkan ialah pengurangan antara % potensi penguapan pada evaporator dikurangai % penguapan pada ruang konensasi. Air produk = 16,89 % – 7,46 % = 9,43 % Jadi dalam debit pengolahan 3 l /8 jam potensi air produk 9,43% dari 3 liter yaitu 0,29 liter Didapatkan potensi air produk terbesar dihasilkan oleh alat dengan bak pemanas dengan penambahan butiran arang dengan baffle yaitu sebesar 4,27 liter. Jumlah potensi air produk jauh lebih besar dibandingkan dengan air produk yang didapat pada penelitian ini. Hal tersebut dapat mengindikasikan adanya kekurangan kinerja dari ruang kondensasi dan evaporasi yang digunakan. Kesimpulan 1. Bentuk aliran pada bak pemanas , dengan atau tanpa baffle, tidak berpengaruh terhadap suhu air di bak pemanas, suhu rata – rata maksimum dan minimum pada keduanya memiliki nilai yang sama, yaitu 55 °C dan 42,56 °C. 2. Penambahan butiran arang pada bak pemanas menghambat pemanasan air, suhu rata – rata maksimum dan minimum pada bak pemanas dengan butiran arang adalah 54,33 °C dan
42,78 °C, sedangkan tanpa butiran arang adalah 55 °C dan 42,56 °C. Suhu ini lebih besar dibandingkan dengan desalinasi surya atap miring 3. Pengaruh debit pengolahan a. Debit pengolahan yang terbaik ialah dengan debit 80 liter / 8 jam. Pada debit tersebut menghasilkan air produk terbesar yaitu 202 ml/m2 (0,25%) dan yang terendah 177,6 ml/m2 (0,22%). b. Jumlah uap air potensial yang terbesar ialah 11,24 liter/m2hari dengan debit pengolahan sebesar 80 l / 8 jam. 4. Effisiensi penurunan DHL terbesar ialah 96,2 % dan yang terendah ialah 94,2 % DAFTAR PUSTAKA Anonim.
2002.
Desalinasi:
Menguapkan
Air
Laut
Menjadi
Air
Bersih.
http://digilibampl.net/detail/detail.php?row=0&tp=artikel&ktg=airlimbah&kd_link=&kode =1576> Anonim.
2007.
Menahan
Gelembung
Lumpur
dengan
Bola
Beton.
Anonim. 2010. Densiti Of Dry, Water Vapor, And Moist Humid Air. Brady, J. E. 1999 Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta:Binarupa Aksara. Damiatun. 2005. Pemanfaatan Produk Samping (Limbah) Proses Penyulingan Air Payau Dengan Metoda Desalinasi Sederhana. Tugas Akhir. Jurusan teknik Lingkungan Fakultas teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Dhamayanti, H. K. 2005. Modifikasi Alat Desalinasi Dengan Metoda Evaporasi Menggunakan Energi Matahari Untuk Skala Kecil. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Holman, J.P. 1988. Heat Transfer. 6th Edition. New York:McGraw-Hill Publishing.
Hutabarat, S dan Evans, S.M. 1984. Pengantar Oceanografi.Jakarta. UI-Press. Karnaningroem, N.1990. Efisiensi Evaporsi Sebagai Metoda Penyediaan Air Minum Dari Sumber Air Payau. FTSP. Puslit-ITS. Koestoer, R. A. .2002. Perpindahan Kalor Untuk Mahasiswa Teknik. Jakarta:Salemba Teknik. Miller, A. dan Thompon, J.C.1970. Element of Meterologi. 2 nd Edition. A. Bell & Howell Company. Mulyani, dkk. 2006. Sistem Distilasi Air Laut Tenaga Surya Menggunakan Kolektor Plat Datar Dengan Tipe Kaca Penutup Miring. Jurusan Teknik Mesin Universitas Bung Hatta. Padang. Narmasari, A. 2005. Proses Penyulingan Air Payau dengan Metode Desalinasi Sederhana. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Purwoto, S. 2006. Desalinasi Air Payau Secara Penguapan Dalam Ruang Kaca. TESIS. Program Magister Bidang Keahlian Rekayasa Pengendalian Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Soelasmo,
K.
1988.
Pengaruh
Angin
terhadap
Penghapusan
Panas
Pada
Kaca.
Surabaya:PUSLIT ITS. Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional. Jilid 1. Bandung. Citra Adtya Bakti. Masduki, A dan Abdu F. A. 2008. Perencanaan Alat Tepat Guna Desalinasi Dengan Metoda Evaporasi. Surabaya. Oxtoby, D. W, H.P Gillis dan Norman H.N. 2001. Kimia Modern. Jilid 1. Jakarta : Erlangga