TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan SNI 01-3820-1995, sosis

Berdasarkan SNI 01-3820-1995, sosis daging adalah produk makanan yang ... Komposisi nutrisi sosis daging sapi menurut Dewan Standardisasi Nasional,...

12 downloads 498 Views 350KB Size
TINJAUAN PUSTAKA Sosis Berdasarkan SNI 01-3820-1995, sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dan dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diijinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Kadar protein sosis minimal 13,0% (% b/b), kadar lemak maksimal 25,0% (%b/b), dan kadar air maksimal 67,0% (% b/b) (Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Komposisi nutrisi sosis daging sapi menurut Dewan Standardisasi Nasional, 1995 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nutrisi Sosis Nutrisi

Persentase (%)

Air

maks 67,0

Protein

min 13,0

Abu

maks 3,0

Lemak

maks 25,0

karbohidrat

maks 8,0

Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (DSN) (1995)

Produk daging proses sosis mengandung air kira-kira 45% - 60% dari beratnya, tergantung pada jumlah cairan yang ditambahkan san macam daging. Kadar air akhir produk daging, misalnya sosis masak harus tidak melebihi 4 kali kadar protein daging hasil analisis ditambah 10 %. Kadar lemak mempengaruhi keempukan, jus daging, dan kelezatan sosis (Soeparno,1992). Penyimpanan Dingin Penyimpanan dingin biasanya diartikan sebagai penggunaan suhu rendah dalam kisaran 1o sampa 3,5o C, suhu yang jauh melebihi permulaan pembekuan otot, tetapi masih berada dalam suhu optimum -2o C dan 7o C bagi pertumbuhan organisme psikrofilik. Suhu rendah sampai saat ini selalu digunakan untuk memperlambat

kecepatan berkembangnya pencemaran permukaan dari tingkat awal sampai ke tingkat akhir di mana terjadi kerusakan (Buckle et al,1987). Penyimpanan pada suhu mendekati 0o-2o C, diantisipasikan dapat memperpanjang daya simpan makanan. Tidak hanya laju respirasi makanan, akan tetapi pertumbuhan dari mikroba dapat dihambat. Pengendalian suhu merupakan cara yang positif untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba pembusuk makanan, akan tetapi harus diingat bahwa pertumbuhan dihambat, tetapi tidak dihentikan (Desroiser, 1988). Mikrobiologi Daging Daging merupakan tempat yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme karena mengandung kadar air sekitar 68-75% nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, karbohidrat, kaya akan mineral dan nilai pH yang menguntungkan yaitu sekitar 5,3-6,5 (Soeparno, 1994). Lawrie (1994) menyatakan bahwa mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh pada daging karena di dalam daging terdapat sumber karbon, nitrogen, serta vitamin. Selain itu ada juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging yaitu Temperatur Merupakan faktor yang paling utama dalam pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi temperatur maka semakin besar tingkat pertumbuhan. Banyak mikroorganisme daging yang akan tumbuh (sedikit atau banyak) pada semua temperatur di bawah 0 o

C sampai di atas 65 oC tetapi untuk mikroorganisme tertentu, pertumbuhan yang

baik terjadi pada temperatur tertentu yang terbatas kisarannya. Organisme pembusuk pada daging dibagi menjadi tiga kategori yaitu psikrofilik yang mempunyai temperatur optimum antara -2 oC dan 7 oC, mesofilik antara 10 oC dan 40 oC serta termofilik dari 43 oC hingga 66 oC. Perbedaan tersebut tidaklah mutlak, tetapi seperti halnya bakteri Gram-negatif bentuk batang (biasanya dimasukkan dalam kategori mesofil) dapat tumbuh pada temperatur -1,5 oC. Temperatur dingin dalam kondisi aerob, flora pembusuk daging didominasi oleh pseudomonas dan dalam anerob oleh bakteri lactobacilli. Bakteri tersebut pada awalnya menyerang glukosa dan lama kelamaan menyerang asam amino yang dimiliki oleh daging.

Ketersediaan Air dan Tekanan Osmosis Faktor yang tidak kalah pentingnya untuk pertumbuhan mikroba daging walau beberapa tipe bakteri dapat tetap dalam keadaan dorman dalam jangka waktu yang lama dalam kadar air yang rendah dan spora-spora lebih tahan destruksi dengan panas

kering

daripada

panas

basah.

Organismenya

yaitu

Pseudomonas,

Achromobacter, Proteus, dan Micrococcus. Ketersediaan air bersifat komplementer terhadap tekanan osmose yang merupakan fungsi dari konsentrasi substansi yang larut dan didialisis (garam, karbohidrat, dan lain-lain) dalam mesia ekuilibrum. Tingginya kadar solute cenderung menghambat pertumbuhan pengeringan substrat dan bukan hanya dengan temperatur yang rendah, menghambat pertumbuhan mikroba pada produk-produk daging yang dibekukan. Sekalipun demikian ada banyak variasi antar spesies walau hampir semua organisme yang tumbuh pada daging dihambat oleh garam. Nilai pH Nilai pH daging pada saat masih hidup sekitar 6,8-7,2 (Forrest et al, 1975) sedangkan menurut Buckle et al (1987) berkisar antara 7,2-7,4. Nilai pH pasca mati akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob yaitu sekitar 5,1-6,2 dan hal ini disebabkan hewan lelah, kelaparan atau takut pada hewan sebelum dipotong, hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh di bawah pH 4 atau di atas pH 9. Nilai pH tidak langsung turun begitu saja tetapi menurun secara bertahap yaitu pada satu jam pertama setelah ternak dipotong dan semakin menurun lagi setelah tercapainya rigormortis (Forrest et al,1975). Potensial Oksidasi Reduksi Pengaruh potensial oksidasi reduksi terhadap pertumbuhan mikroba adalah memperpanjang fase lag awal selanjutnya pertumbuhan tidak lagi dipengaruhi oleh potensial oksidasi reduksi, organisme pada saat adaptasi terhadap potensial oksidasi reduksi yang tinggi maka tingkat pertumbuhannya akan menjadi sama dengan potensial oksidasi reduksi yang rendah.

Atmosfer Atmosfer yang terdiri atas 100% karbondioksida dapat digunakan untuk menghambat laktobacili dan enterobakteria (Lawrie,1994). Kebanyakan bakteri tumbuh di permukaan, namun tidak tertutup kemungkinan ditemukan bakteri di dalam daging. Bakteri dapat memcapai jaringan dalam karkas dengan berbagai cara, diantaranya melalui mekanisme berikut : (1) jaringan ternak sehat dapat mengandung sebuah populasi kecil bakteri namun dinamis bila bakteri secara terus-menerus memperoleh akses ke dalam jaringan ternak hidup, dengan penetrasi membran mukpsa saluran respirasi dan percernaan, untuk mengganti yang telah dibasmi oleh mekanisme ketahanan tubuh ternak, (2) bakteri dari usus dapat menyerang jaringan karkas, baik selama pemotongan ( agonal invasion) maupun setelah pemotongan ( postmortem invasion), (3) bakteri dapat terbawa ke jaringan oleh luka sebelum pemotongan dan (4) bakteri yang mengkontaminasi permukaan karkas dapat mempenetrasi ke lapisan jaringan otot yang lebih dalam ( Gill, 1982). Tipe bakteri yang umum dalam daging adalah strain dari Pseudomonas, Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermophacta ( sebelumnya dikenal dengan Microbacterium thermosphactum) dan beberapa genera dari famili Enterobacteriaceae ( Gill, 1982). Batas maksimum cemaran mikroba pada daging dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g) No

Jenis cemaran mikroba

1.

Angka lempeng total bakteri Escherischia coli* Staphylococcus aureus Clostridium sp. Salmonella sp.* * Coliform Enterococci Campylobacter sp. Listeria sp.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Keterangan: Sumber:

(*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif SNI No. 01-6366-2000

Batas maksimum cemaran mikroba Daging tanpa Daging segar/beku tulang 4 1X10 1X104 5X101 5X101 1X101 1X101 0 0 Negatif Negatif 2 1X10 1X102 1X102 1X102 0 0 0 0

Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan. Bakteri ini hidup pada susu, daging segar, dan sayur-sayuran dalam jumlah yang kecil (Rini, 1995). Bakteri asam laktat pada proses fermentasi daging spontan yang berasal dari bahan mentah atau lingkungan menyebabkan terbentuknya asam laktat dari penggunaan karbohidrat, serta penurunan nilai pH hingga 5,9 – 4,6 (Hugas dan Monfort, 1997). Bakteri asam laktat juga digunakan sebagai probiotik karena mampu : (1) menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH, (2) dalam kondisi aerob memproduksi hidrogen

peroksida dan (3) memproduksi komponen penghambat

yang spesifik misalnya bakteriosin (Fuller, 1992). Peran bakteri asam laktat dalam produk pangan yaitu meningkatkan keamanan pangan dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan perusak makanan bakteri gram positif maupun gram negatif. Keuntungan lainnya adalah bakteri ini termasuk mikroorganisme GRAS (Generally Recognized as Safe) yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan atau safe food grade organism yaitu mikroorganisme yang tidak bersifat toksik dan tidak menghasilkan toksin (Hugas dan Monfort, 1997). Bakteri asam laktat menurut Varnam dan Sutherland (1995) yang digunakan sebagai starter kultur harus memenuhi kriteria antara lain : 1) Mampu bersaing dengan mikroorganisme lain 2) Memproduksi asam laktat dalam waktu cepat 3) Mampu tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari enam persen 4) Mampu bereaksi dengan NaNO3 dengan konsentrasi kurang dari 100 mg/kg 5) Mampu tumbuh pada temperatur antara 15 – 40 oC 6) Termasuk golongan homofermentatif 7) Bersifat proteolitik 8) Tidak menghasilkan peroksida dalam jumlah besar 9) Dapat mereduksi nitrat dan nitrit 10) Dapat meningkatkan flavor produk akhir 11) Tidak memproduksi senyawa amina 12) Dapat membunuh bakteri pembusuk dan patogen 13) Bersifat sinergis dengan senyawa starter lain

Daya hambat yang dimiliki BAL terhadap mikroorganisme negatif dimungkinkan karena BAL menghasilkan produk metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam organik, dan bakteriosin (Schved et al, 1993). Salah satu genus BAL yang potensial dalam memproduksi antimikroba adalah Lactobacillus sp, L. plantarum yang memiliki zone penghambat terbesar terhadap semua bakteri patogen dibandingkan dengan spesies BAL yang lain (Rini, 1995). Lactobacillus plantarum 1A5 L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan bentuk batang, umumnya dalam rantai – rantai pendek. Lactobacillus merupakan bakteri gram positif, tidak menghasilkan spora, anaerob fakultatif, koloninya dalam media agar berukuran 2-5 mm, konfeks, opak atau sedikit transparan dan tak berpigmen. Genus ini tumbuh baik pada suhu 30 – 40oC (Holt et al., 1994). Bakteriosin merupakan senyawa polipeptida atau protein yang bersifat bakterisidal yang dihasilkan oleh kultur bakteri, terutama L. plantarum (Lindgren dan Dobrogosz, 1990). L. plantarum umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteri ini sering digunakan dalam fermentasi susu, sayuran dan daging khususnya sosis. L. plantarum tampaknya yang paling banyak berperan dalam fermentasi, ini mungkin karena suhu fermentasi yang digunakan lebih tinggi dibanding bakteri fermentasi yang lainnya. Selain itu, fermentasi dari L. plantarum merupakan homofermentatif sehingga tidak menghasilkan gas (Buckle et al., 1987). Lactobacillus sp (1A5) memiliki daya hambat paling besar dibandingan dengan isolat lainnya. Rataan diameter zona hambat yang terbentuk dari substrat antimikroba 1A5 mempunyai penghambatan yang paling baik terhadap ketiga bakteri patogen dan memiliki nilai asam tertitrasi cukup tinggi yang berbanding lurus terhadap nilai pH yaitu 0,57 % (Permanasari, 2009). Antimikroba Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan akivitas mikroba. Mekanisme penghambatan pertumbuhan

mikroba oleh senyawa antimikroba antara lain (1) perusakan dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh,

(2)

mengubah

permeabilitas

membrane sitoplasma

yang

menyebabkan kebocoran nutrient di dalam sel, (3) denaturasi protein, (4) perusakan system metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluller (Pelezar et al., 1979). Menurut Fardiaz (1989), zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinisasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain (1) konsentrasi zat pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4)sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah srnyawa di dalamnya. Menurut Fardiaz (1992), makanan mungkin mengandung komponen yang dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Komponen antimikroba tersebut terdapat di dalam makanan melalui berbagai cara , yaitu: (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, (2) ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, (3) terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan. Zat-zat yang digunakan sebagai antimikroba harus mempunyai beberapa kriteria ideal antara lain tidak bersifat racun bagi bahan pangan, ekonomis, tidak menyebabkan resisten timbulnya galur resisten dan sebaiknya membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988). Bakteriosin Bakteriosin adalah salah satu kategori substansi yang diproduksi oleh bakteri yang dapat menghambat bakteri lainnya yang merugikan. Disamping bakteriosin ada juga senyawa litik, enzim, dan produk metabolisme seperti hydrogen peroksida dan diacetil. Bakteriosin disintesis oleh bakteri asam laktat yang berhubungan dengan asam organik. Bakteriosin sering dihubungkan dengan senyawa antimikroba berupa protein yang mudah didegradasi oleh enzim proteolitik dan mampu menghambat pertumbuhan mikroba spesies lain yang biasanya berkerabat dekat dengan spesies

penghasil ( Jack et al., 1995). Substansi ini, diproduksi oleh beberapa strain bakteri, termasuk dalam hal ini bakteri asam laktat ( BAL) (Gorris dan Bennik, 1994). Bakteri mempunyai sifat bakterisidal yaitu mampu menghambat bakteri lainnya seperti Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum. Bakteriosin bersifat irreversible, mudah dicerna, berpengaruh positif terhadap kesehatan, aktif pada konsentrasi rendah dan pada bakteri asam laktat biasanya digunakan sebagai biopreservatif makanan (Vuyst dan Vandamme, 1993). Asam Organik Asam ini dapat menyebabkan penurunan nilai pH yang menyebabkan mikroba terhambat pertumbuhannya. Asam organik merupakan salah satu hasil metabolit bakteri asam laktat yang bersifat antimikroba. Pembentukan asam organik terjadi melalui proses fermentasi glukosa yang terdiri dari dua tahap yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang karbon atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi dibandingkan glukosa. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama sehingga membentuk asam piruvat; (2) tahap dua, asam piruvat bertindak sebagai penerima hidrogen, sehingga asam piruvat yang direduksi oleh NADH2 menghasilkan asam laktat dan senyawa lain seperti asam asetat, CO2 dan etanol (Fardiaz,1992). Jenie (1996) juga menyatakan bahwa akumulasi produk akhir asam yang rendah dapat menghasilkan penghambatan yang luas terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Efek penghambatan dari asam organik terutama berhubungan dengan jumlah asam yang tidak terdiosiasi yang dapat berdifusi ke dalam membran sel, asam tersebut membelah menjadi proton dan anion mempengaruhi pH didalamnya (Rini, 1995). Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida merupakan senyawa yang tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk. Senyawa ini terdekomposisi menjadi air dan oksigen dan pada suhu ruang dekomposisi H2O2 berjalan lambat. Hidrogen peroksida ini merupakan oksidator, bleanching agent dan antibakteri. Senyawa ini tergantung pada kenaikan suhu dimana apabila suhu meningkat maka keefisienan menghancurkan bakteri meningkat dan kecepatan terdekomposisinya

juga semakin meningkat. Bakteri yang paling sensitif terhadap senyawa ini adalah bakteri Gram negatif terutama koliform (Branen et al., 1990). Bakteri Patogen Bakteri patogen dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan garam yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memberikan respon berwarna biru jika dilakukan uji pewarnaan Gram sedangkan bakteri Gram negatif memberikan respon berwarna merah ( Suriawiria, 2005). Kelompok bakteri Gram positif diantaranya adalah S. Aureus dan S. Epidermis, sedangkan bakteri Gram negatif diantaranya adalah E. Coli dan S. Typhimurium. Berikut penjelasan singkat mengenai sifat-sifat bakteri tersebut: Staphylococcus aureus Bakteri ini termasuk famili micrococcaceae, berbentu bulat dengan ukuran diameter 0,8-1,0 mikron, membentuk pigmen berwarna kuning keemasan, bersifat Gram positif, tidak membentuk spora dan katalase positif ( Fardiaz, 1992). Sebagian dari galur Staphylococcus aureus bersifat koagulase positif ( mampu mengkoagulase plasma darah) dapat memproduksi enterotoksin yang dapat menimbulkan keracunan makanan ( Frazier dan westhoff, 1988). Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, dengan bentuk tunggal, berpasangan, rantai pendek atau bergerombol seperti anggur, non motil, tidak membentuk spora (Fardiaz, 1992). Koloni pada media agar berbentuk bundar, licin, berwarna jingga hingga putih, berkilauan, menonjol dan menyebar serta membutuhkan thiamin dan asam nicitinat untuk pertumbuhannya. Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk Bakteri S.aureus (sumber: Ernest, 1996) Suhu optimium, minimum dan maksimum untuk pertumbuhan bakteri berturut-turut 37°C, 6,7 C dan 45,5 ° C ( Fardiaz,1992). Bakteri ini tumbuh pada 4,0

-8,0 dengan pH optimum 7-7,5, dan tetap dapat tumbuh dengan baik pada media dengan konsentrasi NaCl 7,5%. Bakteri ini mempunyai waktu generasi 27-30 menit (Fardiaz, 1989). Escherichia coli E.coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, seperti terlihat pada Gambar 2, termasuk dalam famili Enterobactericeae. Bakteri ini mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 mikron sering terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan bersifat anaerobik fakultatif. Kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40° C dengan suhu optimum 37° C. Nilai pH medium optimum pertumbuhannya 7,0-7,5 ( Fardiaz, 1992).

Gambar 2. Bentuk Bakteri E.coli (sumber: Ernest, 1996) Menurut Surono (2004), E.coli 0157:H7, suatu gram negatif berbentuk batang, mengakibatkan keracunan makanan. Peradangan pada usus besar bisa berakibat diare yang disertai darah dan sakit pada pinggang. Pada kondisi yang berat, bisa mengakibatkan gagal ginjal permanen akibat pembekuan darah dalam ginjal, bahkan kerusakan otak akibat pendarahan internal. Salmonella spp. Salmonella merupakan bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dapat memfermentasi glukosa dan biasanya disertai dengan pembentukan gas tetapi tidak memfermentasi laktosa maupun sukrosa. Salmonella tumbuh pada kisaran suhu 2 oC - 47 oC dan mampu tumbuh pada kondisi aerobik maupun anaerobik (Frazier dan Westhoff, 1978). Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk Bakteri Salmonella spp.( sumber: http://web.uconn.edu/ /Salmonellatyphi/Salmonellatyphi.html) Menurut Fardiaz (1992), Salmonella merupakan kelompok bakteri patogen yang sering ditemukan pada produk pangan. Berdasarkan tingkat bahaya dan penyebarannya, Salmonella berada pada kelompok bahaya sedang, dengan cepat dan juga kelompok sangat berbahaya. Pemanasan merupakan cara yang paling banyak dilakukan untuk membunuh Salmonella. Alternatif lainnya adalah dengan mengatur pH, menambahkan bahan-bahan kimia, penyimpanan pada suhu rendah dan radiasi. Pemanasan yang direkomendasikan untuk membunuh Salmonella spp. umumnya dilakukan selama 12 menit pada suhu 66°C atau selama 78-83 menit pada suhu 60°C. Bumbu Garam Garam dapur berfungsi untuk meningkatkan cita rasa sosis, sebagai pelarut protein yaitu miosin sehingga dapat menstabilkan emulsi daging, sebagai pengawet karena mempunyai sifat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga dapat memperlambat kebusukan dan meningkatkan daya mengikat air (Pearson dan Tauber,1984). Menurut Sunarlim (1992), penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari

2%

dan lebih dari 4%, karena konsentrasi garam kurang dari 1,8%

menyebabkan rendahnya protein terlarut. Pada konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya kasar nampaknya kurang asin bila dibadingkan dengan sosis yang halus teksturnya (Kramlich, 1971). Bawang Putih Bawang putih merupakan rempah-rempah yang memiliki sifat antimikroba terbaik terhadap E.coli, Aerobacter aerogenes, Staphylococcus aureus dan Shigella

sonnei. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang bersifat antibakteri dan antiseptik. Kandungan allicin dan allin berkaitan dengan antikolesterol (Setiawan et al. 1999). Di samping itu bawang putih dapat mengurangi jumlah koliform, bakteri dan total bakteri. Bawang putih (Allium sativum) menghasilkan 0,2 % minyak atsiri yang mengandung dialil sulfida, dialil trisulfida, alil propel disulfide, allin dan alisin. Hitokoro et al. (1990), menunjukan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih 10 % dapat menurunkan laju pertumbuhan Aspergilus flavus sedangkan ekstrak bawang putih segar pada konsentrasi 0,5% dapat menghambat Salmonella sp dan E. coli. Sodium Tripolifosfat (STPP) Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan ( Wilson et al., 1981). Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Purnomo (1990) menyatakan bahwa terdapat pembatasan dalam penggunaan polifosfat , hal ini disebabkan fosfat memiliki rasa agak pahit pada konsentrasi tertentu. Penggunaan fosfat pada umumnya berkisar 0,3% dan tidak melebihi 0,5%. Menurut Pearson dan Tauber (1984) konsentrasi STPP yang dapat ditolerir oleh tubuh tanpa ada gangguan fisiologis adalah 0,5%.