REKONSTRUKSI MODEL PENANGANAN ANAK JALANAN MELALUI

Download Jurnal Penelitian Psikologi ... sosial dan spiritual serta upaya pemberdayaan anak jalanan. .... pelajaran membaca dan memahami Qur'an ...

0 downloads 447 Views 556KB Size
Jurnal Penelitian Psikologi 2013, Vol. 04, No. 02, 142-153

REKONSTRUKSI MODEL PENANGANAN ANAK JALANAN MELALUI PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS, SUATU INTERVENSI BERBASIS KOMUNITAS Festa Yumpi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah, Jember

Abstract: This study aims to explore models of community -based treatment of street children, namely finding other forms of psychological support, as well as social and spiritual empowerment of street children. This study design in a case study design a qualitative approach as a basis for analysis and interpretation of data . Conclusion The results of this study that 1 ) the handling of street children conducted by several complementary ways, including outreach, shelter home, with group (support group), home visit, family empowerment and occupational programs . 2 ) mentoring is done using the principle of receiving street children are (unconditional positive regard) , empowerment do include social, psychological and spiritual . The results of this study can contribute to community development theory, particularly those working in the field of human resource development. Contribution is practically the early consideration in designing government policies to deal with street children, and can be input for the development of the capacity of community -based agencies in dealing with street children . Keywords: Handling of street children, mentoring psychological, social, spiritual Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi model penanganan anak jalanan berbasis komunitas, yaitu menemukan bentuk-bentuk dukungan psikologis, sosial dan spiritual serta upaya pemberdayaan anak jalanan. Desain penelitian ini merupakan desain penelitian kasus yang menggunakan pendekatan kualitatif sebagai basis analisis dan interpretasi data. Kesimpulan hasil penelitian ini bahwa 1) penanganan anak jalanan dilakukan dengan beberapa cara yang saling melengkapi, antara lain outreach, shelter home, kelompok bersama (support group), home visit (kunjungan rumah), pemberdayaan keluarga dan program okupasi. 2) pendampingan yang dilakukan menggunakan prinsip menerima anak jalanan apa adanya (unconditional positive regard), pemberdayaan dilakukan mencakup aspek sosial, psikologis dan spiritual. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi secara teori dalam pengembangan komunitas, khususnya yang bergerak dalam bidang pengembangan sumber daya manusia. Kontribusi secara praktis adalah sebagai bahan pertimbangan pagi pemerintah dalam merancang kebijakan penanganan anak jalanan, serta dapat menjadi masukan bagi pengembangan kapasitas lembaga berbasis komunitas dalam menangani anak jalanan. Kata Kunci: Penanganan anak jalanan, pendampingan psikologis, sosial, spiritual

142

The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability

143

Pendahuluan Persoalan anak jalanan sesungguhnya terkait erat dengan kerentanan keluarga akibat aspek sosial ekonomi. Berdasarkan faktor keluarga, kesulitan yang dihadapi adalah kesadaran orang tua yang menganggap anak sebagai aset yang dapat membantu keluarga dalam perolehan eknomi keluarga, padahal secara yuridis terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah untuk terus berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama, Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada pasal 6 ayat 1 menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Kedua, Konvensi Hak Anak yang secara eksplisit menganjurkan kepada semua negara yang meratifikasi konvensi untuk menjamin kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia sendiri meratifikasi konvensi dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan pengamatan peneliti diperoleh gambaran bahwa lingkungan strategis yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan anak jalanan adalah: (1) orangtua atau keluarga asal anak jalanan, (2) lingkungan pergaulan seharihari anak di jalanan, dalam hal ini adalah: komunitas sebaya anak jalanan (3) masyarakat pemakai jalan yang menjadi konsumen anak jalanan, 4) aparat yang terkait dengan keberadaan setting kehidupan anak jalanan di jalan-jalan (seperti: polisi, dinas sosial, dan aparat penertiban), 5) organisasi sosial yang memiliki kepedulian terhadap anak jalanan. Temuan empirik menunjukkan bahwa karakteristik anak jalanan dapat dikategorikan, kedalam: (1) anak jalanan turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi dalam keluarga, sehingga orang tua menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan ekonomi keluarga, (2) rendahnya pendidikan orang tua menyebabkan mereka tidak mengetahui fungsi dan perannya sebagai orang tua, disamping tidak mengetahui hak-hak yang dimiliki oleh anaknya, (3) orangtua tidak memiliki kemampuan dalam pola asuh yang tepat bagi anak sehingga anak tidak memiliki kecakapan dalam menghadapi tekanan (4) peran masyarakat dalam memberikan kontrol sosial masih sangat rendah, (5) masih ditemukan pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari kehidupan anak jalanan, (6) lembaga-lembaga, organisasi sosial belum berperan dalam mendorong partisipasi masyarakat menangani masalah anak jalanan, (7) belum ada payung kebijakan mengenai pencegahan anak agar tidak turun ke jalan atau penanganan menyeluruh yang mencakup aspek sosial, psikologis dan spiritual. Berdasarkan permasalahan di atas, pengentasan anak jalanan secara terpadu sesuai dengan latar belakang sosial dan psikologis harus memperoleh perhatian. Dalam konteks pemikiran itu, maka peneliti melakukan studi

144

Festa Yumpi

mengenai intervensi berbasis komunitas dalam upaya melakukan rekonstruksi model penanganan anak jalanan melalui pendampingan psikologis. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi bentuk dan model penanganan anak jalanan. Lokasi penelitian adalah MA Modern AL Islam Yayasan Tribungan Bercahaya Wirowongso Kecamatan Ajung Jember. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi secara teori dalam bidang pengembangan komunitas. Adapun kontribusi secara praktis adalah sebagai bahan pertimbangan pagi pemerintah dalam merancang kebijakan penanganan anak jalanan, serta dapat menjadi masukan bagi pengembangan kapasitas lembaga berbasis komunitas dalam menangani anak jalanan. Pengertian Anak Jalanan Anak jalanan dari segi usia digolongkan sebagai kelompok remaja. Sebagaimana remaja pada umumnya, mereka menghadapi dua permasalahan; 1) Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai; 2) Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua (Santrock, 1996) Masa transisi atau peralihan antara periode masa kanak-kanak dengan masa dewasa ini banyak menimbulkan kesulitan dalam penyesuaian terhadap diri maupun terhadap lingkungan sosialnya, akibatnya mereka mudah mengalami stres dan mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan. Menurut Erikson (Santrock, 2007) selama rentang kehidupan ini remaja pada umumnya mulai mencari jati diri, hidup yang bagaimanakah yang akan mereka jalani? Pada saat itulah mereka mengalami identity confusion. Kebingungan ini dapat mengakibatkan dua kemungkinan yaitu remaja akan menarik diri dan mengisolasi diri dari teman dan keluarga atau menenggelamkan diri mereka di lingkungan pergaulan sehingga kehilangan identitas dalam kelompok. Kelompok anak jalanan yang tergolong remaja juga mengalami kebingungan identitas diri. Dalam penelitian Yumpi dan Angin (2010) menemukan bahwa ada sekelompok anak jalanan dalam rangka menunjukkan identitas dirinya cenderung berkelompok dengan mengenakan atribut khusus, yaitu baju warna hitam, telinga atau bibir di tindik. Mereka juga melakukan aktifitas bersama seperti mengamen di perempatan jalan, pusat pertokoan, sex bebas, minum minuman keras. Dalam penelitian Yumpi dan Ervina (2010), juga terungkap bahwa masyarakat di

The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability

145

Jember sudah merasakan bahwa perilaku mereka sudah mengganggu masyarakat. Metodologi Desain penelitian ini merupakan desain penelitian kasus yang menggunakan pendekatan kualitatif sebagai basis analisis dan interpretasi data. Penentuan unit analisis penelitian ini diarahkan pada kegiatan penanganan anak punk jalanan di Madrasah Aliyah Modern Al Islam Yayasan Tribungan Bercahaya Wirowongso Kecamatan Ajung Jember. Lima responden dipilih berdasarkan purposive. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, observasi, dan diskusi kelompok terfokus (focus group). Data-data yang dikumpulkan dianalisis dengan model interaktif dan alir (Milles dan Huberman, 1992). Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Model Pendampingan dan Kegiatan Yayasan Tribungan Bercahaya adalah lembaga yang memiliki kepedulian pada anak-anak yang mengalami kekurangan dalam berbagai aspek, yaitu anak-anak yang memiliki kekurangan dalam hal ekonomi, moral dan pendidikan. Yayasan ini memiliki pondok bagi remaja dan Madrasah Aliyah Modern Al Islam. Pondok ini juga berfungsi sebagai shelter home. Program layanan yang dikembangkan adalah memberikan pendidikan bagi anak-anak miskin, terlantar, putus sekolah dan anak jalanan. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan. 1. Outreach Outreach adalah bentuk kegiatan aktif dengan cara menjangkau anak ke lapangan berdasarkan rujukan berbagai pihak yang tidak datang langsung ke lembaga. Outreach ini merupakan wujud kepedulian yang mendalam dari Yayasan Tribungan Bercahaya, sehingga walaupun anak tidak dapat datang langsung ke lembaga karena berbagai kendala, maka mereka tetap memungkinkan untuk mendapatkan layanan pendampingan melalui proaktivitas staf menjangkau anak ke lapangan. Seperti yang diungkapkan salah satu anak jalanan yang sudah memiliki perilaku adaptif “Saya diajak pak haji kesini, pak haji cari anak-anak yang nggak mampu sekolah, saya mau” Staf juga melakukan persuasi pada anak agar melanjutkan sekolah, menerima anak apa adanya.

146

Festa Yumpi

“Ayo sekolah, itu ada seragam bagus-bagus, kamu bisa memilih. Kamu dulu kan sudah kelas 1, sekarang boleh masuk di kelas 2” 2. Kunjungan Rumah (Home Visit) Program kunjungan rumah ini bertujuan untuk melakukan edukasi pada keluarga. kenyataan yang dihadapi adalah bahwa keluarga menganggap anak adalah aset, sehingga anak didukung untuk bekerja dan tidak menempatkan pendidikan sebagai prioritas. Staf melakukan persuasi agar orangtua menyekolahkan anak 3. Kegiatan Spiritual Kegiatan spiritual di lembaga ini dilakukan dalam bentuk pengajian rutin, yaitu pengajian bulanan dengan mengundang tokoh-tokoh masyrakat atau ulama. Selain itu ada pendidikan non formal yang memberikan pelajaran membaca dan memahami Qur’an serta kajian tafsir. Materi kegiatan spiritual ini adalah 1) bersyukur, sabar, sholat, cara meraih ikhlas; 2) pendidikan karakter antara lain membentuk peduli, tanggungjawab dan kerjasama. 4. Program Pendidikan Formal Yayasan Tribungan Bercahaya memiliki SMP terbuka yang bekerja sama dengan SMP Negeri Jenggawa dan Madrasah Aliyah Modern Al Islam Madrasah Aliyah Al Islam yang bekerjasama dengan Madrasah Aliyah Negeri Jember. Dalam kerjasama ini ada bantuan dana BOS untuk operasional pendidikan. 5. Okupasi Kegitan okupasi merupakan kegiatan pengembangan ketrampilan dan bimbingan karir yang disiapkan untuk bekerja. Kegiatan pengembangan ketrampilan yang sudah dilakukan adalah kursus singkat pengolahan hasil pertanian dan menjahit. Bimbingan karir merupakan program yang mencakup pengenalan minat bakat dan pengenalan secara teknis untuk memasuki dunia kerja, misalnya cara menulis lamaran kerja, menghadapi wawancara. Dalam kegiatan ini para staf juga mendampingi anak-anak mencari lowongan kerja. 6. Rumah Aman (Shelter) Rumah aman ini sebenarnya adalah pondok pesantren yang memiliki program terpadu, yaitu pendidikan agama. Pondok ini difungsikan sebagai rumah aman. Program ini diadakan dalam rangka memberikan wadah sementara bagi anak jalanan yang memerlukan tempat berlindung agar

The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability

147

terhindar dari berbagai kemungkinan yang fatal berupa gangguan, ancaman, dan tekanan-tekanan lainnya. 7. Kelompok Bersama (Support Group) Tujuan diadakannya program support group ini adalah untuk memberikan penguatan pada anak jalanan dan keluarganya. Ada support group orangtua dan support group bagi anak. Forum ini hanya dapat diikuti oleh keluarga dan anak-anak yang secara mental-psikologis dan fisik telah mengalami proses pematangan diri dan jumlah waktunya lebih banyak di lingkungan sekolah dan keluarga dibandingkan di jalanan. Support group diadakan setiap sebulan sekali. Anak-anak dikumpulkan dan difasilitasi untuk saling berbagi rasa dan saling memberikan dukungan. Anak-anak membicarakan tekanan luar yang kadang masih dialami, yaitu ajakan temanteman mereka yang masih ada dijalan. Dalam support group juga dibicarakan upaya mengajak teman-teman yang masih hidup dijalanan dan ada potensi diajak bergabung dalam program lembaga. Support group bagi orangtua jarang dilakukan karena kesulitan jadwal yang sesuai antara orangtua satu dengan yang lain. 8.

Kerjasama dengan Masyarakat Sekitar Program kerjasama dengan masyarakat merupakan bentuk kepedulian Yayasan Tribungan Bercahaya sebagai implikasi dari program okupasi. Setelah menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyah Al Islam, mereka dirujuk kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan jasa, misalnya mengecat rumah, membantu tempat-tempat pencucian mobil.

b. Paradigma Intervensi Berbasis Komunitas Lingkungan individu tumbuh dan berkembang dapat mempengaruhi perilaku. Teori ekologi Urie Brofenbrener (Santrock, 2007) menganalisis konteks sosial perkembangan dari lima sistem lingkungan: 1) Mikrosistem, merupakan tempat individu hidup, seperti keluarga, dunia teman sebaya, sekolah, pekerjaan dan seterusnya 2) Mesosistem, yang terdiri atas hubungan antara berbagai mikrosistem, seperti hubungan antar antara proses keluarga dengan hunbugan teman sebaya. 3) Ekosistem, yang terdiri dari atas pengaruh dari latar atau tempat lain yang tidak dialami individu secara langsung, seperti pengalaman orangtua dapat mempengaruhi pengasuhan kepada anaknya di rumah. 4) Makrosistem atau budaya yang ada di lingkungan individu, seperti bangsa atau suku

148

Festa Yumpi

5) Kronosistem atau lingkungan sosio historis, seperti peningkatan orangtua yang bercerai, keluarga dengan kondisi kemiskinan. Teori ekologi diatas menjelaskan bahwa perkembangan keluarga tidak terjadi di ruang hampa sosial. Pengaruh sosiokultural dan historis memengaruhi proses keluarga, selanjutnya keluarga memengaruhi perkembangan anak. Paradigma inilah yang digunakan sebagai upaya metodologis dalam intervensi berbasis komunitas. Meningkatnya minat dalam pengembangan komunitas merupakan respon dari temuan masalah yang muncul. Human ecology mendefinisikan komunitas sebagai struktur hubungan yang melokalisir kebutuhan masyarakat (Luloff & Krannich, 2002). Mekanisme diatur sendiri untuk bisa memenuhi kebutuhannya dalam lingkungan tertentu. Dalam komunitas terdiri dari status dan peran, kelompok dan lembaga yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Pendekatan berbasis komunitas adalah pendekatan pencegahan dan penanganan. Pendekatan ini merupakan pendekatan alternatif untuk melembagakan anak jalanan (Childhope Asia, 1990). Hal ini merupakan usaha mengatasi masalah yang tidak hanya difokuskan pada anak, melainkan juga melakukan penguatan pada keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakat merupakan human resource yang menjadi elemen komunitas (Matarrita-Cascante & Brennan, 2012). Proses pendekatan berbasis komunitas berlangsung pada keluarga anak jalanan dan masyarakat yang memungkinkan mereka untuk menciptakan perubahan. Satu hal menarik dalam paradigma intervensi berbasis komunitas ini terletak pada fungsi dukungan psikologis yang dapat dilakukan keluarga dan masyarakat. Model intervensi ini mengkolaborasi beberapa pendekatan sekaligus, seperti konseling keluarga, pengembangan ketrampilan, spiritual dan psikososial. Program rehabilitasi psikososial ini juga mendapat tanggapan ilmiah oleh berbagai praktisi psikologi konseling. Orford (1992) menjelaskan bahwa pusatpusat krisis sebagai lembaga yang menyediakan layanan bantuan pribadi (selfhelp organization) hendaknya menyelenggarakan beberapa fungsi layanan, diantaranya, yaitu dukungan emosional (emotional support). Dukungan emosional merupakan fungsi bantuan diri yang paling banyak diterapkan. Levine (Orford, 1992) mengklaim bahwa ketika kelompok bantuan diri (self-help group) bekerja dengan baik, maka setting kelompok akan lebih mendukung. Selama peneliti mengobservasi pendekatan yang dilakukan para staf Yayasan Tribungan Bercahaya dan mendalaminya lebih jauh, paradigma yang digunakan adalah pendekatan humanistik terutama Client Centered Therapy dari Carl R. Rogers (Non-direktif konseling). Sikap yang paling dominan

The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability

149

muncul dari pendamping, yaitu penerimaan positif, penerimaan secara penuh terhadap diri anak jalanan dan keluarga tanpa prasyarat apapun (unconditional positive regard). Selama berkomunikasi, pendamping mengambil peran bukan sebagai figur yang otoritatif dan selalu mengarahkan, namun ia lebih mengambil posisi sebagai pendengar yang aktif dan menjadi teman berkeluhkesah bagi anak jalanan. Dalam penelitian ini dapat diidentifikasi model penanganan bagi anak jalanan berdasarkan data yang terkumpul. Model penanganan dalam bentuk pendampingan psikologis ini merupakan intervensi berbasis komunitas. Hal ini melibatkan sumber daya manusia dalam bentuk lembaga yang memiliki nilai-nilai sosial dan religius. Berikut ini adalah gambaran model penanganan anak jalanan melalui pendampingan psikologis. Secara garis besar proses dan siklus pendampingan psikologis meliputi daur sebagai mana tampak pada gambar 1. 1. Asesmen, yaitu evaluasi secara holistik yang mengeksplorasi kebutuhan anak jalanan, antara lain kemampuan yang dimiliki, baik secara emosi, sosial, spiritual, hambatan dan potensi lingkungan yang dihadapi (Hershenson, Power, Waldo, 1996). Asesmen ini merupakan tahap awal yang ditujukan untuk mengenal anak jalanan, dalam asesmen ini anak jalanan dan keluarganya atau significant others lainnya (untuk istilah lembaga, pihak terkait yang memberi rujukan) mendapat informasi tentang lembaga/panti. Data awal yang dikumpulkan diantaranya; keluarga, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, katagori lamanya menjadi anak jalanan. 2. Intervensi psikologis, sebagai langkah awal, anak jalanan yang masuk ke dalam lingkungan lembaga akan diperkenalkan mengenai; tujuan, norma, nilai, kegiatan, dan kebiasaaan yang dirancang secara umum dan khusus untuk memulihkan anak jalanan agar dapat kembali ke masyarakat umum (keluarga sebagai basis utama) dengan peran dan fungsi sesuai kemampuan dan keterbatasannya. Tahap ini terdiri dari empat program, yaitu:

150

Festa Yumpi

2. Intervensi psikologis

1. Asesmen Konseling keluarga

Spiritual Comitment

Berpikir Positif

Okupasi

Perasaan Positif

3. Penguatan

Monitoring

Positif Peer Group

Konseling Kelompok

Perilaku Maladaptif 4. Evaluasi perilaku adaptif (dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan) Perilaku Adaptif

 Kembali pada keluarga  Melanjutkan sekolah  Bekerja

Gambar 1 Model Penanganan Anak Jalanan Melalui Pendampingan Psikologis

Program positif parenting skill, yaitu pihak keluarga anak jalanan diberikan pemahaman mengenai pola asah, asih dan asuh. Tujuannya, memberikan pemahaman keluarga tentang berbagai aspek bahaya jika anak terus menerus berada di jalan, juga membentuk jaringan hubungan antar sesama orang tua agar dapat saling mendukung dalam menghadapi masalah yang dialaminya.

The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability

151

Beberapa komponen penting dalam tahap ini, yaitu: (1) cara mengenali dan mengatasi masalah anak, upaya membangun karakter anak berbasis cerdas emosi dan spiritual. (2) cara mengelola marah (anger management), (Yumpi, 2008). a) Spiritual comitment, yaitu anak jalanan diperkenalkan upaya menuju pilihan hidup yang bermakna (ikhlas, sabar dan syukur), menumbuhkan nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan (kejujuran, pemaafan, tanggungjawab, disiplin, kerjasama, peduli) b) Berpikir positif dan perasaan positif, yaitu anak jalanan diperkenalkan kecakapan dalam merespon masalah secara tepat, antara lain berpikir positif, regulasi emosi dan ketrampilan sosial. c) Okupasi yaitu anak punk jalanan diperkenalkan cara mengenali bakat dan minat, kemudian mempraktekannya melalui latihan kerja. 3. Penguatan, bertujuan untuk memperkuat kondisi stabil yang telah dicapai pada tahap intervensi psikologis. Pada tahap ini anak jalanan dan keluarganya dimotivasi untuk menerapkan kecakapan yang telah diperoleh pada tahap dua. Penerapan ini membutuhkan penguatan karena pengalaman stres pada situasi yang sebenarnya masih bisa terjadi, oleh karena itu dibutuhkan program-program sebagai berikut: a) Monitoring, yaitu layanan dalam bentuk kunjungan ke rumah pada keluarga anak jalanan. b) Konseling kelompok, yaitu memberikan konseling secara kelompok pada anak jalanan mengenai: belajar untuk berfungsi dalam komunitas, belajar menghadapi tekanan dan rasa frustrasi, belajar merespon secara tepat ketika mengalami tekanan teman sebaya. c) Tekanan positif teman sebaya, adalah bentuk partisipasi anak jalanan yang telah mencapai penyesuaian diri dan anak jalanan yang masih di jalanan. Anak-anak yang memiliki kemampuan penyesuaian diri tersebut memberikan dorongan pada anak jalanan yang masih rentan terhadap tekanan luar yang negatif. Tekanan positif teman sebaya ini merupakan penerapan dinamika kelompok, didalam kelompok yang memiliki tujuan, individu akan belajar tentang berbagai ketrampilan yang dibutuhkan, misalnya ketrampilan interaksi sosial, pemecahan masalah. Anggota kelompok juga dapat mengungkapkan idenya tentang masalah yang dihadapi anggota lain dan mendengarkan pendapat anggota lain tentang dirinya (Jacobs, Harvill, Masson, 1988) 4. Evaluasi perilaku adaptif, model ini menunjukkan bahwa bila anak jalanan memiliki perilaku adaptif, maka anak jalanan dapat terjun ke masyarakat atau kembali pada keluarga. Anak jalanan yang masih menunjukkan perilaku maladaptif, maka dilakukan asesmen kembali untuk diketahui

152

Festa Yumpi

kebutuhannya secara spesifik. Anak jalanan menjalani program intervensi psikologis, penguatan dan evaluasi, demikian siklus ini seterusnya. Kesimpulan Berdasarkan temuan dan interpretasi hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut ini: 1) bentuk-bentuk pemberdayaan anak jalanan dilakukan dalam berbagai variasi yang saling melengkapi, yaitu intervensi langsung pada anak jalanan dan keluarga. antara lain outreach, shelter home, kelompok bersama (support group), home visit (kunjungan rumah), pemberdayaan keluarga dan program okupasi. 2) pendampingan yang dilakukan menggunakan prinsip menerima anak jalanan apa adanya, pemberdayaan dilakukan mencakup aspek sosial, psikologis dan spiritual. 3) Program intervensi berbasis komunitas ini dilakukan oleh lembaga yang memiliki nilai-nilai religius dan komitmen spiritual.

Daftar Pustaka Angin, Ria dan Yumpi, Festa. (2010). Identitas Komunitas Punk Jalanan di Kabupaten Jember. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah Jember. Childhope Asia, 1990. Community Development Aproach. Pilipina Hershenson, D.B., Power, P.W., Waldo, M. (1996). Community Counseling. Allyn and Bacon. Boston Jacobs, E.E., Harvill, R.L., Masson, R.L., 1988. Group Counseling Strategies and Skill. Brooks/Cole Publishing Company, Pacivic Grove. California Luloff, A.E., & Krannich, R. (2002). Persistence and Change in Rural Communities. A 50 Year Community Follow Up To Six Classic Study. New York. Cabi Publishing . Matarrita-Cascante, D., & Brennan, M.A. (2012). Conceptualizing Community Development in the Twenty-first Century. Community Development. Vol. 43, No. 3. July 2012, 293-305. Miles, M.G., & Hubermen, A.M. (1992). Analisa Data Kualitatif. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia. Orford, Jim. (1992). Community Psychology (Theory and Practice). Chicester. John Wiley and Sons. Santrock, J.W., (1996). Perkembangan Remaja. Ed. 6. Erlangga. Jakarta Santrock, J.W., (2007). Psikologi Perkembangan. Jilid 2. Erlangga. Jakarta

The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability

153

Yumpi, Festa. (2008). Modul Pengembangan Karakter Anak Berbasis Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual. Cahaya Nurani Parenting Skill. Tidak diterbitkan Yumpi, Festa dan Ervina, Iin. (2010). Psikososial Komunitas Punk Jalanan di Kabupaten Jember. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Jember. Jember