Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
TEKNOLOGI OLAH LIMBAH PERTANIAN DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN MENDUKUNG PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN I Ketut Kariada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Jl. By Pass Ngurah Rai, Denpasar Bali e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Teknologi Tepat Guna (TTG) merupakan salah satu upaya untuk mendorong peran pertanian yang rtamah lingkungan, sebagai media pendidikan pertanian untuk generasi berikutnya, menjadikan pertanian yang lebih efisien, menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan petani. Limbah pertanian yang sudah tak terpakai bila tidak diberdayakan akan mempunyai nilai ekonomi rendah, serta agar berguna dapat diproses pengomposan secara tradisi memerlukan waktu 3–4 bulan. Waktu tersebut sangat tidak efektif jika petani menggunakan sistem pertanian intensif dengan pola tanam yang jelas. Oleh karenanya untuk mempercepat waktu pemanfaatan, terdapat beberapa alternatif teknologi yang bisa merespon dengan baik hasil sisa limbah tanaman maupun ternak misalnya teknologi pengomposan dengan mikroorganisme lokal (MOL) serta teknologi pengomposan dengan cacing yang dikenal dengan kascing dan olah limbah cair bio urine.. Kajian pemanfaatan hasil olah limbah ini diaplikasikan pada tanaman jagung bisma di dusun Marga Tengah Desa Kerta Payangan Gianyar pada MK 2010. Rancangan yang digunakan adalah Acak Kelompok dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah : P0–cara petani (200 kg N/ ha, 150 kg P/ ha, dan 150 kg K/ ha), P1–pupuk organik diolah dari MOL 5 ton/ha, P2–pupuk organik cair bio urine 250 l/ha (diencerkan 5 kali), P3–pupuk organik kascing 5 ton/ha. Jarak tanam yang digunakan adalah 80 x 40 cm dengan 2 tanaman per lubang (populasi 62.500 tanaman/ha). Hasil jagung panen muda (untuk sayur/rebus) tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 (perlakuan pupuk organik kascing) 11.30 ton/ha dan terendah pada cara petani dengan hasil 10.44 ton/ha. Kata kunci : jagung bisma, pupuk organic, bio urine, kascing, ramah lingkungan PENDAHULUAN Peran sektor pertanian adalah vital dalam menyediakan kebutuhan pangan. Pada sisi inilah keberlanjutan produksi membutuhkan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi secara berkelanjutan. Zuhal (2006) menyampaikan bahwa ”Penguasaan teknologi merupakan prasyarat (pre-requisite) dalam meraih kemakmuran (prosperity) yang merupakan investasi (capital) dominan dalam pembangunan ekonomi. Kekayaan sumber daya alam bukan lagi penentu utama keberhasilan ekonomi melainkan penguasaan teknologi akan mampu menjadi peran utama dalam memberdayakan segala potensi lokal yang ada. Untuk itu diperlukan upaya-upaya membangun pengetahuan (knowledge-based society) dalam mendorong terciptanya teknologi di tingkat petani”. Untuk itu peran TTG sangat baik dalam membangun pertanian. Teknologi adalah suatu inovasi yang mampu menggugah Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
sehingga terjadi perubahan untuk memberikan dampak pada peningkatan nilai tambah dan efisiensi terhadap suatu objek. Dalam meramu/merakit teknologi-teknologi pertanian yang mengakar di wilayah maka pendekatan partisipatif adalah sangat penting (Jazairy, 1999) agar teknologi yang dihasilkan di tingkat petani dapat dipahami, dihayati dan dilaksanakan (Oka, 2000). Pendekatan partisipatif dideskripsikan sebagai pendekatan dan metoda yang mendorong petani mengambil bagian atau bersama-sama turut serta meningkatkan dan menganalisis kondisi kehidupan mereka sendiri agar dapat membuat rencana dan tindakan yang dibutuhkan (Sudaryanto dan Basuno 2000). Terkait dengan aspek penerapan teknologi di tingkat petani, maka beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas menunjukkan pada pendekatan sistem usahatani terpadu dan integratif antar komoditas dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi dan pendapatan petani (Abdulgani, et al., 2000; Suprapto, et al., 2001) dan bahkan sudah ada kecenderungan pengembangan pertanian yang ramah lingkungan. Di desa Kerta pengelolaan komoditi-komoditi sudah mulai diarahkan pada komoditi yang ramah lingkungan sehingga pengelolaan komoditi-komoditi dapat dilakukan secara terpadu dengan konsep sistem holistik. Sistem holistik yang diterapkan disini bermakna pada setiap subkomponen akan mampu memberikan nilai manfaat terhadap komponen lainnya (Petheram, 1989). Dengan menerapkan konsep tersebut maka akan terjadi komposisi yang mengarah pada penanganan secara zero waste dan mengarahkan pembangunan pertanian lebih efisien dan berwawasan ramah lingkungan. Konsep ini juga akan mendukung konsep sistem agribisbis dimana setiap subsistem akan mampu saling bersinergi secara tuntas. Dengan mengaplikasikan sistem holistik maka para petani diharapkan mampu mandiri dan membebaskan diri dari lingkaran pendegradasian lahan karena mengarahkan pengembangan komoditi yang ramah lingkungan. Untuk mendukung hal tersebut maka telah digambarkan konsep teoritis integrasi ternak dan tanaman hingga pada aspek peningkatan pendapatan secara holistik dengan menerapkan teknologi tepat guna (TTG) seperti dalam Gambar 1. Dalam upaya mencapai target yang dicanangkan tersebut, maka diperlukan langkah-langkah perbaikan pada setiap subsistem agribisnisnya mulai dari pembelajaran pembuatan input-input pertanian, teknik budidaya yang benar, penanganan pasca panen serta pengembangan kelembagaan penunjang seperti pasar tani maupun kelembagaan permodalan.
2
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
KEBUTUHAN RUMAH TANGGA TABUNGAN
PENDAPATAN BERSIH RP / TH
BURSA TERNAK
PASAR TANI INPUT Benih, pupuk, tenaga kerja, dll
INPUT Benih, pupuk, tenaga kerja, dll
Diolah Limbah Kakao / Kopi
TANAMAN SAYURAN, JERUK, KOPI, KAKAO,DLL
Lebah
Bio urine
Biomas
SINERGI
TERNAK SAPI PENGGEMUKAN, SAPI BIBIT, BABI
Urine
Limbah padat
Madu Kompos
Biogas
Gambar 1. Kerangka teoritis sistem integrasi ternak tanaman ( Kariada, I.K. 2008).
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Energi
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
TEKNOLOGI OLAH LIMBAH DALAM KONSEP PENGEMBANGAN PERTANIAN TERPADU Dengan berkembangnya budidaya pertanian dengan basis “teknologi green revolution” yang dimasa lalu hingga kini masih luas diterapkan terutama di sawah dengan dukungan input-input produksi yang bersifat kimiawi secara intensif, oleh petani diyakini sangat instant’ maka secara dramatis dalam kurun waktu yang sangat cepat penerapan kotoran ternak/bahan-bahan organik mulai ditinggalkan oleh petani karena dipandang tidak efisien. Hal ini telah berlangsung sangat lama merambah setiap petak lahan sehingga akhir-akhir ini sering menimbulkan kekhawatiran banyak pihak terutama terhadap kerusakan sumberdaya lahan, lingkungan dan kesehatan. Dalam mengatasi masalah ini, salah satu model dalam mengelola sumberdaya lahan adalah dengan mengembangkan pola pertanian integratif antara ternak dan tanaman dengan memanfaatkan olah limbah seefisien mungkin. Dalam pola ini maka diterapkan beberapa cakupan aktivitas yang menyangkut aspek ternak dan tanaman dalam suatu sistem yang holistic yang memadukan suatu mata rantai dari setiap komponen di dalam sitem yang saling memberikan nilai tambah. Sasarannya diarahkan pada upaya introduksi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi dan partisipasi petani dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya lokal. Terdapat beberapa aspek penting dalam pelaksanaan integrasi tersebut yaitu : (a) meningkatkan produktivitas pada aspek peternakan, (b) meningkatkan produktivitas pada aspek tanaman, (c) meningkatkan efisiensi inputan/saprodi, (d) meningkatkan daya dukung tanah dan air, (e) serta meningkatkan kapasitas petani agar mampu mandiri dalam pengelolaan komoditinya yang menyangkut aspek “upstream dan downstream agribusiness”. Konsep perpaduan tersebut tergambar dalam Gambar 2 berikut :
4
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
TTG : SUATU KONSEP DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN YANG BERLANDASKAN PADA PERCEPATAN DAN KEMUDAHAN ADOPSI TEKNOLOGI DI TINGKAT GRASS ROOT DENGAN MENGIKUTI PRINSIPPRINSIP PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AGROINDUSTRI PEDESAAN.
SUKSE S
T ER NAK
TANAMAN
PENDAPATAN KESEJAHTE RAAN KEBERLANJUTAN
LIMBAH POTENSI LOKAL
Gambar 2 : Konsep perpaduan integrasi ternak, tanaman dan limbah: Limbah padat pertanian seperti limbah sapi atau limbah tanaman sering proses pengolahannya membutuhkan waktu yang lama 3-4 bulan sehingga dibutuhkan teknologi yang mampu mengolah limbah untuk mempercepat proses dekomposisinya. Beberapa teknologi telah terbukti mampu mempercepat proses tersebut misalnya dengan memanfaatkan jasad-jasad renik fermentor atau mikroba terutama dalam memproses pupuk organik. Decomposer seperti cacing, IMO (indigenous microorganism) atau sering disebut MOL (mikroorganisme lokal) ternyata merupakan pabrik alamiah yang mampu mengomposkan limbah dengan cepat sehingga menghasilkan pupuk organik yang segera dapat dimanfaatkan oleh petani sebagai pupuk. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil produk pupuk organik yang dihasilkan oleh cacing disebut kascing maupun hasil olah limbah dengan MOL, keduanya mengandung mikroba-mikroba pelarut P serta zat tumbuh auxin, citokinin, giberillin. Gambar 3 dan 4 berikut memberikan ilustrasi tentang proses olah limbah sapi dengan cacing dan MOL sehingga menghasilkan pupuk organik plus yang siap pakai.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Gambar 2.Proses Olah Limbah Sapi Dengan Cacing Untuk Menhasilkan Pupuk Organik Kascing
Gambar 3. Proses Pengolahan Limbah Sapi Dengan MOL Untuk Menhasilkan Pupuk Organik
6
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
METODE Lahan kering dataran tinggi beriklim basah di kecamatan Payangan Gianyar khususnya di desa Kerta mempunyai potensi dan beberapa permasalahan seperti kesuburan tanah yang bervariasi dari subur hingga agak rendah, tofografi bergelombang sampai berbukit-bukit dan tingkat kelembaban yang tinggi membutuhkan pengelolaan yang spesifik (Kariada, et al., 2002). Dengan kondisi seperti itu maka paket teknologi tepat guna dalam konsep yang ramah lingkungan sangat dibutuhkan oleh para petani seperti teknologi pengolahan pupuk organik Kegiatan pengkajian ini diarahkan pada upaya demonstrasi paket teknologi pupuk organik sebagai bagian dari konsep teknologi integrasi tanaman dengan sapi bali yang berwawasan agribisnis dimana teknologi ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi dan partisipasi dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya lokal dan mengarah pada pertanian ramah lingkungan. Dalam kegiatan ini dilakukan aktivitas aplikasi berbagai pupuk organik pada jagung varietas Bisma. Pengkajian dilakukan di lahan petani di dusun Marga Tengah, desa Kerta Kecamatan Payangan Gianyar pada MK 2010. Sasaran yang ingin dicapai adalah diperoleh produksi jagung muda yang baik dengan perlakuan pupuk yang tepat. Daerah pengkajian merupakan lahan kering dataran tinggi beriklim basah. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan diulang 5 kali. Perlakuan tersebut adalah : P0 – cara petani (200 kg N/ ha, 150 kg P/ ha, dan 150 kg K/ ha), P1 – pupuk organik diolah dengan MOL dosis 5 ton/ha, P2 – pupuk organik cair bio urine 250 l/ha (diencerkan 5 kali sesuai dengan kebiasaan petani), P3 – pupuk organik kascing 5 ton/ha. Jarak tanam yang digunakan adalah 80 x 40 cm dengan 2 tanaman per lubang (populasi 62.500 tanaman/ha). Parameter tanaman jagung yang diamati diantaranya adalah : tinggi tanaman saat panen muda, jumlah tongkol, bobot tongkol, panjang tongkol, diameter tongkol dan hasil jagung panen muda per hektar. Data yang dikumpulkan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam. Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT 5 % (Gomez dan Gomez, 1984). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penampilan pertumbuhan jagung secara keseluruhan baik dan sehat dengan indikasi data tinggi tanaman dan jumlah helai daun cukup baik (Tabel 1). Perlakuan pupuk organik kascing menunjukkan tinggi dan jumlah yang terbaik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya sementara perlakuan pupuk an-organik (NPK) menunjukkan tinggi dan jumlah daun tanaman yang paling rendah. Faktor media tanah di daerah pengkajian yang cukup gembur dan mempunyai tekstur lempung berpasir dengan porositas yang cukup baik dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang mempunyai tingkat penguapan dan pencucian /leaching tinggi seperti unsur N sehingga kemungkinan unsur N yang diberikan dapat mengalami pencucian dan penguapan. Berdasarkan hasil analisis kimia tanah BBSDL (2007) disampaikan bahwa secara umum di daerah kajian kadar nutrisi tanah adalah miskin dengan indikasi pH masam (4.8 ) hingga agak netral (6.0), kadar N tersedia sangat rendah, kadar P Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
tersedia antara sedang hingga tinggi dan kadar K tersedia tinggi. Dengan kondsi ini maka unsur hara dalam tanah tidak berimbang, dan dengan adanya pengaruh perlakuan pupuk organik akan dapat memacu ketersediaan unsur hara N sehingga akan dapat menyeimbangkan keseimbangan unsur NPK tanah. Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Beberapa Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Bisma Di Dusun Marga Tengah Desa Kerta Perlakua
Rataan tinggi tanaman (cm)
Rataan jumlah daun (helai)
85 HST 184,20 a 250,05 b 252,00 b 261,50 b
85 HST 11,15 a 11,40 a 11,30 a 11,45 a
P0 P1 P2 P3
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %. Dari data-data tersebut di atas terlihat bahwa pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman jagung pada umur 85 HST menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05). Pengaruh pupuk organik (kompos MOL, bio urine dan kascing) pada umur 85 HST (tinggi saat panen) berbeda nyata dengan cara petani (P0) dan tidak berbeda antar pupuk organik. Hal ini menunjukkan bahwa faktor ketersediaan unsur hara dari pupuk organik secara lambat laun terus tersedia sehingga pertumbuhannya merata antar pupuk organik. Tinggi tanaman terbaik dihasilkan oleh perlakuan P3 (kascing) yaitu pada umur 85 HST (261.50 cm) dan terendah pada perlakuan P0 (NPK) pada umur 85 HST (184.20 cm). Jumlah helai daun menunjukkan tidak berbeda nyata karena secara fisiologis pertumbuhan jagung yang baik akan menghasilkan jumlah daun yang hampir seimbang pada tahap waktu pertanaman yang sama dan yang membedakan biasanya lebar daun, lebar kanopi serta tingkat kehijauan daun yang nantinya terkait dengan kemampuan berfotosintesa untuk menghasilkan buah. Perlakuan P3 menunjukkan hasil terbaik dengan jumlah helai daun 11.45 serta terendah pada perlakuan P0 yaitu11.15. Data pengaruh perlakuan pupuk terhadap diameter dan panjang tongkol serta bobot tongkol, hasil per hektar dan berat berangkasan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Beberapa Jenis Pupuk Organik Terhadap Komponen Hasil Tanaman Jagung Bisma di Dusun Marga Tengah Desa Kerta Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Diameter tongkol (cm) 5,08 a 5,12a 5,10 a 5,16 a
Panjang Tongkol (cm) 19,00 a 20,00 a 19,10 a 20,14 a
Bobot Tongkol / tan (g) 167.10 a 170,14 a 180,22 a 180.80 a
Hasil per Hektar (ton) 10,44 a 10,63 a 11,26 a 11,30 a
Berangkasan per tanaman (g) 550,00 a 570,12 a 585,00a 590,60 a
Berangkasan per hektar (ton) 34.38 a 35.63 a 36.56 a 36.88a
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %. Dari Tabel 2 tersebut terlihat bahwa perlakuan pupuk terhadap komponen produksi yaitu diameter tongkol, panjang tongkol, bobot tongkol, hasil per hektar serta berat berangkasan per hektar tidak berpengaruh nyata (P<0,05). Pengaruh perlakuan P3 memberikan nilai tertinggi untuk seluruh parameter (diameter tongkol, panjang tongkol, 8
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
bobot tongkol dan hasil per hektar yaitu masing-masing 5.16 cm, 20.14 cm, 180.80 g, 11.30 ton serta bobot berangkasan 36.88 ton per hektar. Menurut Kartini (2000) dan Kariada, et. al. (2003), pemberian pupuk organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, menahan kelembaban dalam tanah. Dalam kelembaban yang cukup maka aktivitas jasad renik menjadi aktif sehingga pupuk organik dapat menyediakan unsur hara tersedia bagi akar tanaman. Selain itu, pupuk organik juga merupakan sumber energi bagi aktivitas jasad renik dalam tanah. Dekomposisi bahan organik di dalam tanah menghasilkan unsur-unsur makro dan mikro yang secara hakiki dibutuhkan oleh tanaman. Dari hasil dekomposisi tersebut juga menghasilkan peningkatan pH tanah. Adanya peningkatan pH tanah akan mampu melepaskan unsur hara P yang terjerap oleh unsur-unsur Fe dan Al seperti Fe-P, Al-P maupun occluded-P (P-terjerap) sehingga menjadi tersedia. Pengaruh pupuk kascing memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan pupuk lainnya karena pupuk kascing menyediakan hara (N,P,K, Ca dan Mg) dalam jumlah seimbang dan dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, disamping menyediakan hormon pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002a dan Sutanto 2002b). Kascing mempunyai kelebihan dari pupuk organik lainnya, sehingga sering disebut ” pupuk organik plus” (Kartini, 2000) karena unsur hara yang dikandungnya baik unsur makro maupun mikro dapat langsung terserdia bagi tanaman (Kartini, 2000; Trimulat, 2003). Pengujian kadar nutrisi pupuk organik kascing menunjukkan kandungan sebagai berikut : N = 1,99%, P = 3,92 %, K = 0,69 %, S = 0,26 %, Cu = 0,045 % serta Fe = 0,081 % (C.V. Sarana Petani Bali, 2000) sementara menurut Suwardi (2004) kascing mempunyai kandungan unsur hara yang sangat baik yaitu pH 6,8; N-total 1,9%; Ca tersedia 30 meq/100gr, Mg tersedia 15.23 meq/100gr serta KTK 69.0 meq/100gr yang mampu mendukung perkembangan dan pertumbuhan jaringan dengan baik. Demikian pula Kariada et al. (2004) telah melakukan kajian-kajian terhadap pupuk organik kascing pada tanaman sayuran dan secara nyata memberikan peningkatan hasil per hektar. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai beikut: (a) perlakuan pupuk organik dan an-organik secara keseluruhan memberikan nilai produksi yang cukup baik yang diindikasikan oleh hasil jagung bisma dari seluruh perlakuan tidak berbeda nyata. (b) Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 (kascing) dengan total produksi panen muda 11.30 ton/ha dan terendah pada perlakuan cara petani (NPK) dengan hasil 10.44 ton/ha. c) Penggunakan pupuk organik sebagai sumber nutrisi tanaman maka secara langsung dapat mensubstitusi peran pupuk anorganik NPK yang semakin mahal dan bersifat kimiawi yang merusak dan meracuni sumberdaya tanah serta pupuk organik merupakan pengamanan lingkungan. Disarankan agar dilakukan kajian skala luas untuk melihat dampak lanjutan dari perlakuan pemupukan organik sehingga secara signifikan dapat dikembangkan konsep pertanian ramah lingkungan. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
DAFTAR PUSTAKA Abdulgani dan H. Sembiring, 2000. Potensi pengembangan lahan kering di NTB. Seminar Nasional IP2TP Denpasar. Ahmad Suryana, 2000. Peran Sektor Pertanian Dalam Memenuhi Kecukupan Pangan Nasional. Prosiding Seminar nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Puslitbang Sosek bekerjasama dengan Universitas Udayana. Balai Besar Sumberdaya Lahan (BBSDL). 2007. Laporan Sumberdaya Lahan Prima Tani Lahan Kering Dataran Tinggi Beriklim Basah Desa Kerta Payangan Gianyar. C.V. Sarana Petani Bali. 2000. Pupuk Organik Kastcing (POK). Pupuk Organik Pertama di Indonesia. Alami, Ramah Lingkungan, Bebas Bahan Kimia. Denpasar. Gomez, A.K. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. UI-Press. Jakarta. 698 hlm. Jazairy, I., 1989. Technology Systems for Small Farmers. Issues and Options. Published in Cooperation with the International Fund for Agricultural Development. Westview Press. Kariada, I.K., FX. Loekito, I.M. Londra dan IG. Pastika. 2002. Laporan Akir Pengkajian Sistim Usaha Tani Integrasi Ternak Sapi Potong dan Sayuran Pada FSZ Lahan Kering Dataran Tinggi Beriklim Basah Baturiti Tabanan. BPTP Bali. Kariada, I.K., I.B. Aribawa, I.M. Londra dan I.N. Dwijana. 2003. Laporan Akir Pengkajian Sistim Usaha Tani Integrasi Ternak Sapi Potong dan Sayuran Pada FSZ Lahan Kering Dataran Tinggi Beriklim Basah Baturiti Tabanan. BPTP Bali. Kariada, I.K., I.B. Aribawa, I.M. Londra dan I.N. Dwijana. 2004. Laporan Akir Pengkajian Sistim Usaha Tani Integrasi Ternak Sapi Potong dan Sayuran Pada FSZ Lahan Kering Dataran Tinggi Beriklim Basah. BPTP Bali. Kariada, I.K., IB Aribawa dan Nengah Dwijana. 2008. Laporan Akhir Prima Tani Gianyar. engkajian Agribisnis Ternak Sapi dan Sayuran di Lahan Kering Dataran Tinggi beriklim Basah. BPTP Bali. Kartini, N.L. 2000. Peranan Pupuk Organik Kastcing (POK) Dalam Pertanian Organik. Makalah Disampaikan Pada Seminar Hasil Pengkajian Pupuk Organik IP2TP Denpasar Oka, I.M., 2000. Panduan Penyelenggaraan LITKAJI dan Diseminasi Teknologi Pertanian. Badan Litbang Dep. Pertanian. Diseminasi Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Petheram, John., 1990. Farming System Research Development. Lecture Material for Post Graduate Student. James Cook University of North Queensland. Townsville, Australia. Suprapto., I.N. Adijaya., I.K. Mahaputra dan I.M. Rai Yasa. 1999. Laporan akhir penelitian sistem usahatani diversifikasi lahan marginal. IP2TP Denpasar. Bali
10
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Sutanto, R. 2002a. Penerapan Pertanian pengembangannya. Kanisius. Jakarta.
Organik
:
Juni, 2012
pemasyarakatan
dan
Sutanto, R. 2002b. Pertanian Organik : menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan. Kanisius. Jakarta. Suprapto., I.N. Adijaya., I.K. Mahaputra dan I.M. Rai Yasa. 2000. Laporan Akhir Penelitian Sistem Usahatani Diversifikasi Lahan Marginal. IP2TP Denpasar. Bali Trimulat. 2003. Membuat dan memanfaatkan Kascing. Pupuk Organik Berkualitas. Cetakan I. Kanisius. Agromedia Pustaka. Jakarta. Zuhal. 2006. Investasi Teknologi dalam Pembangunan Bangsa. Suara Pembaharuan.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012