01 PP OK PERSEPSI JALAN LAYANG-JURNAL-LINGKUNGAN-BINAAN

Download kajian yang diangkat adalah mengenai persepsi pemilik rumah pada permukiman di sekitar jalan ... adanya jalan layang. Sementara itu, penuru...

0 downloads 417 Views 4MB Size
Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi Kasus Studi: Jalan Layang Pasupati Bandung, Jawa Barat Samsirina(1), Syahyudesrina(2), Mohamad Jehansyah Siregar(3) (1) (2) (3)

Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB. Peneliti Perumahan Permukiman. Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.

Abstrak Artikel ini berisi salah satu dari hasil penelitian yang dilakukan di tahun 2009 mengenai studi dampak pembangunan jalan yang menembus area permukiman. Permukiman di sekitar jalan layang Pasupati yang terletak di Bandung, Jawa Barat, menjadi lokasi kasus studi. Bagian dari kajian yang diangkat adalah mengenai persepsi pemilik rumah pada permukiman di sekitar jalan layang terhadap kehadiran jalan layang yang menembus daerah permukiman mereka. Persepsi digali melalui penyebaran kuesioner wawancara. Dari analisis persepsi, terdapat sejumlah kategori kondisi lingkungan yang dirasakan para pemilik rumah tidak mengalami perubahan (sama saja dengan kondisi sebelum adanya jalan layang), ada yang mengalami peningkatan dan ada pula yang mengalami penurunan setelah adanya jalan layang. Tingkat aksesibilitas dari dan menuju rumah dirasakan sama saja dengan kondisi sebelum adanya jalan layang. Tidak adanya perubahan aksesibilitas lebih diakibatkan tidak adanya integrasi jalan layang dengan jalan ke daerah permukiman. Jalan layang hanya berfungsi untuk menghubungkan wilayah antarkota saja. Selain itu, jalan layang yang semestinya merupakan solusi untuk mengatasi kemacetan kota justru menimbulkan kemacetan terutama pada daerah ‘mulut’ dari jalan layang tersebut. Lalu lalang kendaraan dan kemacetan dirasakan oleh para pemilik rumah semakin meningkat setelah adanya jalan layang. Sementara itu, penurunan dirasakan terutama pada tingkat kebetahan, tingkat kenyamanan, kondisi lingkungan (polusi udara, suara, kemacetan, kebersihan lingkungan dan lain-lain.). Namun demikian, ketidakbetahan dan ketidaknyamanan tidak otomatis menyebabkan para pemilik rumah ingin pindah dan menjual hunian mereka. Mayoritas pemilik rumah tetap memilih untuk tinggal. Sebagian besar memilih tetap menjadikan huniannya sebagai murni tempat tinggal saja, sedangkan beberapa pemilik rumah lainnya berencana untuk menyewakan sebagian atau menjadikan sebagian dari rumah mereka untuk membuka usaha. Oleh karena itu, perlu diambil sejumlah tindakan pengendalian agar lingkungan perumahan tersebut tetap kondusif dan nyaman sebagai sebuah tempat untuk tinggal. Sejumlah usulan strategi tindakan yang dapat diambil menjadi bagian penutup dari artikel ini. Kata-kunci : kehadiran jalan layang, persepsi pemilik rumah, perubahan permukiman.

Pendahuluan Pembangunan jalan raya yang menembus daerah permukiman banyak terjadi terutama di kota-kota besar akibat dari tuntutan pembangunan infrastruktur jalan untuk

menampung peningkatan jumlah transportasi dan tuntutan kemudahan aksesibilitas antarbagian di dalam kota. Di kota Bandung misalnya, jalan layang Pasupati dibangun menembus daerah permukiman yang telah lama terbangun sebelumnya. Pembangunan Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 1

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi

jalan yang menembus daerah permukiman tentu saja akan menimbulkan dampak, baik terhadap fisik lingkungan permukiman, maupun terhadap ekonomi dan sosial dari penghuni permukiman tersebut.

jalan terutama apabila lokasi jalan yang bersangkutan akan menembus suatu permukiman yang memang sudah terbangun, akan dampaknya terhadap permukiman tersebut.

Menurut Litman (2008), transportasi dapat mempengaruhi pola tata guna lahan dan menghasilkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan. Dampak-dampak tersebut mencakup dampak langsung terhadap tata guna lahan untuk fasilitas transportasi, dan dampak tidak langsung yang diakibatkan oleh perubahan pola perkembangan tata guna lahan di sekitarnya. Dinas Tata Kota Bandung (1999) telah memperkirakan dampak positif dan negatif dari jalan layang Pasupati. Dampak positif meliputi dapat tergabungnya dua jalan yaitu jalan Pasteur dan jalan Pasupati, nilai lahan yang cenderung meningkat, berkembangnya kegiatan komersial, peningkatan aksesibilitas, penurunan tingkat kemacetan, dan akses yang lebih dekat dengan pusat pendidikan akan merangsang tumbuhnya bisnis penyewaan kamar, sehingga pendapatan penduduk dapat meningkat. Sementara itu, dampak negatif meliputi polusi udara dan polusi suara, penurunan estetika lingkungan, akan ada proses pengambilan status hak atas lahan, hilangnya sumber pendapatan sebagian masyarakat dan modal kerja bagi penduduk yang dipindahkan, serta melemahnya struktur masyarakat dan interaksi sosial. Berangkat dari latar belakang tersebut, maka artikel ini mencoba untuk mengangkat bagaimana pemilik rumah dari permukiman yang terkena dampak pembangunan jalan layang tersebut mempersepsikan kehadiran jalan layang beserta dampak positif dan negatif yang mereka rasakan. Rekomendasi dalam artikel ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berharga bagi para pengambil keputusan, para perumus kebijakan serta para perencana infrastruktur dan transportasi kota dalam memutuskan dan mengambil tindakan modernisasi infrastruktur

2 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

Gambar 1. Jalan Layang Pasupati Bandung, Jawa Barat.

Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan gabungan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan untuk mengukur tingkat persepsi penghuni permukiman terhadap kehadiran jalan layang serta dampak yang mereka rasakan terhadap lingkungan perumahan mereka, serta kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Oleh karena penelitian kuantitatif memerlukan dasar yang kuat terutama dalam perumusan variabel-variabel persepsi yang akan diukur, maka perlu untuk dilakukan penelitian kualitatif sebagai penelitian pendahuluan. Dengan demikian melalui gabungan kedua metode dapat dihasilkan kajian yang komprehensif mengenai persepsi pemilik rumah terhadap kehadiran jalan layang dan terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan permukiman mereka. Metode Pengumpulan Data

Metode Kualitatif Pada bagian awal dilakukan kajian cepat di lapangan melalui teknik pengamatan langsung terhadap kondisi fisik spasial di lapangan. Dari hasil pengamatan dan analisis foto udara selanjutnya ditentukan batas-batas kawasan yang akan diteliti dan dilakukan pembagian

Samsirina dkk.

kili ka irs aP n al aJ

s lae p m a h i C n al aJ

SEGMEN  3

SEGMEN  1   (Cihampelas  – Pasteur)

SEGMEN  2

(Surapati – Tamansari)

(Tamansari – Cihampelas )

Gambar 2. Tiga Segmen pengamatan: Cihampelas-Pasteur, Tamansari-Cihampelas, dan Surapati-Tamansari

segmen lokasi. Pembagian segmen lokasi didasarkan pada karakteristik fisik (seperti tata guna lahan, kondisi rumah, kondisi infrastruktur, dan lain-lain), sosial, dan ekonomi (seperti tingkat pendapatan, pekerjaan dan lain-lain) dari masing-masing segmen. Terdapat 3 (tiga) segmen lokasi yaitu Surapati-Tamansari, Tamansari-Cihampelas, dan Cihampelas-Pasteur. Selain pengamatan langsung, dilakukan pula wawancara dengan sejumlah informaninforman kunci yang memiliki pengetahuan yang terkait dengan berbagai isu yang diteliti. Dalam kajian cepat diperoleh petunjuk tentang informan kunci yang harus diwawancarai dari setiap segmen lokasi yang terpilih.

Metode Kuantitatif Teknik yang digunakan adalah dengan metode kuesioner wawancara. Bentuk pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner merupakan pertanyaan tertutup dan responden diberikan beberapa pilihan jawaban yang telah ditentukan sebelumnya. Data yang dikumpulkan melalui kuesioner ini yaitu mengenai persepsi responden terhadap perubahan yang mereka alami setelah ada pengembangan jalan raya yang menembus daerah permukiman mereka, dalam hal ini jalan Layang Pasupati Bandung. Kuesioner disusun berdasarkan wawancara pada kajian cepat di lapangan, hasil studi literatur terkait dampak pembangunan infrastruktur baru dan berdasarkan perkiraan dampak-dampak yang

disebutkan di dalam Laporan Kerja Dinas Tata Kota Bandung 1999. Pada kuesioner tersebut, responden diminta untuk mengungkapkan pendapat mereka mengenai dampak yang dirasakan setelah adanya jalan layang, dan persepsi mereka terhadap sejumlah kondisi yang seringkali mengalami perubahan setelah dibangunnya infrastruktur jalan baru seperti jalan layang. Kondisi tersebut diantaranya kondisi tingkat kenyamanan dan kebetahan, tingkat peluang ekonomi dan harga tanah, tingkat polusi udara dan polusi suara, tingkat lalu lintas kendaraan dan aksesibilitas, penghijauan, kebersihan lingkungan, kualitas bangunan dan lain-lain. Selain itu, ditanyakan pula rencana-rencana ke depan mereka yang berhubungan dengan rumah yang mereka tempati saat ini. Pada masing-masing segmen lokasi dijaring secara acak minimal 30 responden dari pemilik rumah yang lokasi rumahnya berdekatan dengan kaki jalan layang, baik itu yang langsung berhadapan dengan jalan layang, maupun yang tidak langsung berhadapan namun masih dapat diakses dengan mudah dengan berjalan kaki dari kaki jalan layang. Metode Analisis Data Pada tahap analisis, data yang terkumpul kemudian disederhanakan ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dipahami dan diinterpretasikan. Dalam studi ini analisis dibagi menjadi dua jenis analisis yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Hasil semua

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 3

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi

analisis tersebut ditelaah secara terintegrasi untuk dapat menjawab pertanyaan studi. Analisis kualitatif lebih menitikberatkan pada hasil pengamatan lapangan pada lokasi studi. Hasil analisis kualitatif pada tahap kajian cepat menjadi dasar dalam penyusunan variabelvariabel dalam kuesioner wawancara untuk selanjutnya dianalisis secara kuantitatif. Pada analisis kuantitatif, untuk mengukur persepsi responden terhadap perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah pengembangan jalan layang digunakan metode Osgood. Metode Osgood ini dikenal dengan istilah semantic differential scale. Jenis kuesioner ini digunakan untuk mengukur arah, kualitas, dan intensitas dari pemaknaan yang dipersepsikan seseorang. Melalui cara ini responden diminta menyatakan pendapatnya terhadap beberapa kata sifat yang disusun dalam dua kutub yang saling berlawanan. Data dikelompokkan atas dasar kata sifat yang berkonotasi negatif berada di sebelah kiri dengan nilai bobot 1 dan kata sifat yang berkonotasi positif berada di sebelah kanan dengan bobot nilai 5. Hasil jawaban responden kemudian dianalisis dengan Anova (analysis of variance)1. Anova digunakan untuk mengetahui perbedaan parameter antarkelompok dari setiap kategori data. Melalui diagram Anova dapat diketahui perbedaan preferensi antar kelompok segmen lokasi terhadap setiap kategori data yang ditanyakan (misalnya: kategori tingkat kenyamanan, tingkat kebetahan, tingkat kebisingan, dan seterusnya). Selain dapat melihat perbedaan preferensi antarkelompok segmen melalui nilai rata-rata preferensi masing-masing kelompok, melalui analisis ini dapat pula dilihat nilai rata-rata preferensi dari seluruh kelompok segmen. Analisis dan Interpretasi Bagian ini merupakan hasil analisis kualitatif dan kuantitatif pada tiga segmen lokasi studi. Pembahasan dimulai dari uraian deskripsi jalan layang Pasupati itu sendiri, dan dilanjutkan dengan gambaran kondisi permukiman pada

4 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

masing-masing segmen. Bahasan utama pada bagian ini memuat persepsi pemilik rumah terhadap jalan layang dan terhadap perubahan permukiman yang terjadi. Deskripsi Jalan Layang Pasupati Bandung Menurut Widjananto dkk (1999), pembangunan Jalan Layang dan Jembatan Pasteur - Cikapayang - Surapati (PASUPATI) secara historis telah tercantum dalam dokumen Carsten Plan. Masih menurut Widjananto, tujuan pembangunan jalan layang ini diantaranya adalah menambah kapasitas ruas jalan, mengurangi kemacetan lalulintas, melengkapi sistem jaringan jalan di kota Bandung, mendukung ekonomi regional dengan adanya pengurangan biaya operasi kendaraan dan waktu tempuh perjalanan pada jalur Barat – Timur, meningkatkan kondisi lingkungan kota, menambah aset infrastruktur kota Bandung yang akan menjadi landmark kota, menata kawasan Taman Sari sehingga menjadi kawasan yang layak dan diharapkan pelaksanaan proyek ini dapat ditindak lanjuti dengan peningkatan dan pelebaran jalan ruas Surapati – Cicaheum. Kondisi Permukiman pada Ketiga Segmen

Segmen Surapati-Tamansari Pada segmen ini terletak titik entry kendaraan menuju Pasteur dan titik exit kendaraan dari arah Pasteur. Sebelum adanya jalan layang, pada segmen ini terdapat jalan Surapati yang menghubungkan jalan H. Juanda (Dago) dengan jalan P.H. Mustofa. Jalan Surapati kemudian diperlebar untuk pembangunan ‘mulut’ jalan layang Pasupati. Pada segmen ini jalan layang Pasupati melintas melewati jalan Cikapayang sampai pada jalan Tamansari dan menuju segmen kedua (TamansariCihampelas). Perumahan pada ruas Jalan Surapati yang berada pada sisi jalan Pasupati dan jalan Prabudimuntur sebagian besar telah berubah fungsi menjadi apotek, rumah makan, fasilitas latihan kesehatan, dan lain-lain. Sebagian daerah di bawah jalan layang telah dilengkapi

Samsirina dkk.

dengan penghijauan dan dimanfaatkan sebagai tempat berteduh, berkumpul dan tempat para pengamen dan pengemis mengais rezeki. Pada ruas jalan Cikapayang, sebagian besar rumah telah berubah fungsi menjadi fasilitas perkantoran, komersial dan pendidikan. Meskipun demikian, sebagian besar perubahan fungsi dilakukan dengan tidak banyak melakukan perubahan pada denah dan fasade bangunan. Perubahan pada fasade lebih banyak berupa perubahan warna cat dan penambahan dinding-dinding estetis untuk menampilkan citra atau identitas perusahaan/organisasi, serta pemasangan papan nama. Pada sisi ruas jalan ini terdapat jalan masuk menuju kantung-kantung permukiman yang sebagian telah berubah fungsi menjadi hunian sewa mahasiswa, meski demikian sebagian besar masih berfungsi sebagai murni tempat tinggal. Sejumlah pohon-pohon tua berukuran besar menjadi tanaman pelindung pada sepanjang sisi jalan permukiman. Pada daerah lebih ke dalam dari salah satu kantung permukiman yaitu pada ujung dari permukiman di jalan Munding Laya, terdapat sejumlah fungsi perkantoran pemerintah seperti kantor PDAM dan DPD RI. Kehadiran perkantoran ini mengapit daerah permukiman yang bersifat lebih privat di jalan Munding Laya dengan dua daerah publik yaitu daerah perkantoran dan daerah jalan arteri.

Segmen Tamansari-Cihampelas Pada segmen ini jalan layang Pasupati membelah dua daerah permukiman informal padat di lembah sungai Cikapundung. Daerah di bawah jalan layang yang cukup luas dimanfaatkan warga sekitar dari permukiman informal tersebut sebagai tempat mengumpulkan barang-barang bekas oleh para pemulung, tempat bermain anak, dan tempat parkir sewa. Kondisi bawah jalan layang ini masih berupa tanah tandus yang belum mengalami perkerasan, akibatnya permasalahan debu tanah menjadi salah satu

permasalahan utama yang dihadapi masyarakat di sekitarnya terutama pada musim kemarau. Kondisi permukiman pada segmen ini cukup padat dengan kualitas sanitasi yang kurang baik dan jalan-jalan lingkungan berupa ganggang sempit berukuran 0.6 m – 1.5 m. Bangunan-bangunan rumah sebagian besar telah permanen dengan dinding bata, dan ada pula yang masih dalam bentuk semi permanen yang menggabungkan material bata dan kayu.

Segmen Cihampelas-Pasteur Pada segmen ini terdapat titik exit kendaraan dari arah Surapati dan titik entry kendaraan dari dr. Djunjunan dan kendaraan yang datang dari pintu tol Pasteur menuju Surapati. Bangunan pada ruas jalan Dr. Junjunan, pada sisi jalan di dekat titik exit dan entry dari jalan layang hampir seluruhnya merupakan fungsi komersial, jasa, perkantoran, rumah kost dan rumah yang berfungsi multi fungsi dengan toko atau tempat usaha di bagian depan atau lantai dasarnya. Kehadiran jalan layang membentuk semacam gated community dan tidak terdapat akses langsung menuju jalan arteri utama sehingga penduduk harus mengambil jalan memutar. Tata guna lahan pada segmen ini meliputi: fasilitas komersial, jasa, perkantoran, rumah kost, rumah multi fungsi, pendidikan, dan perumahan yang umumnya berada dalam kantung-kantung yang berada lebih ke dalam dari sisi jalan arteri. Tata guna lahan pada ruas jalan Pasteur mayoritas merupakan fungsi jasa dan perkantoran. Pada ruas jalan ini telah tumbuh sejumlah fasilitas yang berkaitan dengan fungsi pendidikan kesehatan seperti sekolah keperawatan, apotik, pusat penelitian kedokteran dan lain-lain. Hal ini adalah sesuatu yang wajar terjadi mengingat lokasinya yang berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin. Pada ruas jalan Pasteur terdapat sejumlah jalan-jalan masuk menuju beberapa kantung permukiman yang

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 5

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi

Gambar 3. Pola Permukiman di Tiga Segmen Pengamatan (Sumber: Siregar, dkk., 2009)

mayoritas terdiri dari rumah-rumah dengan langgam arsitektur lama. Adanya perubahan fungsi bangunan di segmen ini menyebabkan perubahan yang lainnya yaitu: perubahan penggunaan halaman menjadi tempat parkir, perubahan gaya dan bentuk bangunan, berubahnya jumlah lantai dari satu lantai menjadi dua atau tiga lantai, berubahnya bangunan individual rumah tinggal menjadi blok akibat adanya penggabungan lebih dari satu kapling, dan perubahan yang bersifat polesan berupa penambahan dinding estetis, perubahan warna cat, serta penambahan papan nama/reklame. Perubahan-perubahan yang bersifat besar ini umumnya terjadi pada daerah sisi jalan arteri utama, sedangkan pada kantung-kantung

permukiman lama perubahan lebih pada peralihan sejumlah ruang dalam rumah sebagai fungsi kantor tanpa dilakukan perubahan tampak bangunan. Berkaitan dengan fungsi jalan, pada jalur jalan Pasteur ini, terdapat sejumlah jalan lokal permukiman yang oleh para pengguna kendaraan bermotor menjadi jalur tembus alternatif. Selain itu, ruang di bawah jalan layang pada segmen ini telah dilengkapi oleh penghijauan. Namun demikian ruang di bawah jalan layang ini juga dimanfaatkan sejumlah pengemis dan pengamen sebagai tempat mengais rezeki di jalan dan pengendara taksi sebagai tempat mereka menunggu calon pelanggan.

Tabel 1. Perbandingan Kondisi di Tiga Segmen Pengamatan (Sumber: Siregar, dkk., 2009) No. 1.

Karakteristik Pengaruh jalan layang untuk pembangunan

Pasteur - Cihampelas Lahan yang termakan untuk pembangunan: • Rumah dan lahan rumah penduduk • Lahan pekuburan • Sebagian tanah sudut depan RSU Hasan Sadikin

6 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

Segmen Jalan Layang Cihampelas - Tamansari Lahan yang termakan untuk pembangunan: • Perumahan padat dan kumuh di lembah sungai Cikapundung

Tamansari - Surapati Lahan yang termakan untuk pembangunan: • Jalur hijau dan daerah penyangga kanal air sungai Cikapayang

Samsirina dkk. Tabel 1. Perbandingan Kondisi di Tiga Segmen Pengamatan (Sumber: Siregar, dkk., 2009) No.

Karakteristik •

2.

Pengaruh jalan layang setelah pembangunan







3.

Tata Guna Lahan (Land Use) saat ini

4.

Karakter permukiman saat ini

-

Pasteur - Cihampelas Hilangnya deretan pohon Palm Raja yang semula merupakan ciri khas kawasan Terdapat titik exit dan entry pada jalan Dr. Junjunan • On ramp pada persimpangan jl. Pasirkaliki dan jl. Pasteur • Off ramp di Jl. Cihampelas Hilangnya akses visual dari pengguna jalan terhadap bangunanbangunan tua di sisi kanan kiri jl. Pasteur Penggunaan ruang bawah jalan: • Tempat berkumpul dan mengais rezeki pengamen, pengemis jalanan • Pangkalan taksi informal

Tata guna lahan di sekitar jalan layang: • Komersial • Jasa • Perkantoran • Rumah sakit • Fasilitas pendidikan kedokteran • Perumahan • Rumah sewa Ruas jl. Dr. Junjunan: • Permukiman sisi jalan mayoritas telah berubah fungsi menjadi murni fasilitas komersial dan jasa, dan sebagian kecil rumah multi fungsi • Mayoritas permukiman informal yang padat penduduk • Terdapat permukiman dengan kualitas yang baik Ruas jl. Pasteur • Permukiman sisi jalan mayoritas adalah perumahan dengan langgam arsitektur lama yang sebagian telah berubah fungsi dan multifungsi • Kantung-kantung permukiman dengan laggam arsitektur tahun 4080an

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Jalan Layang dan terhadap Perubahan yang terjadi Berikut hasil kuesioner yang menunjukkan persepsi pemilik rumah terhadap kehadiran jalan layang Pasupati serta persepsi mereka terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan permukiman mereka setelah adanya jalan

Segmen Jalan Layang Cihampelas - Tamansari

Tamansari - Surapati

• Terdapat titik on ramp pada jl. Cihampelas dan off ramp pada jl. Tamansari • Membelah dua daerah permukiman padat • Kondisi tanah di bawah jalan layang menjadi tandus • Penggunaan ruang bawah jalan: • Tempat pemulung mengumpulkan barang bekas • Tempat dan lapangan bermain anak • Penyewaan tempat parkir Tata guna lahan di sekitar jalan layang: • Permukiman padat dan kumuh di lembah sungai Cikapundung (rumah dan rumah sewa mahasiswa)

• Terdapat titik exit dan entry pada jl. Surapati • Hilangnya taman linear terpanjang di pulau Jawa (Juniana Boulevard) • Sungai Cikapayang mengalami penyempitan menjadi selokan kecil • Penggunaan ruang bawah jalan: • Tempat berkumpul dan mengais rezeki pengamen dan pengemis jalanan • Daerah parkir di sisi kanan dan kiri jalan pada situasi-situasi tertentu, berkaitan dengan kegiatan dari salah satu bangunan publik yang ada

• Permukiman padat dan kumuh • Jalan lingkungan berupa gang-gang sempit (0.6 s/d 1.5 m) • Mayoritas rumah permanen dan sebagian lainnya semipermanen • Kondisi sanitasi rendah, seluruh buangan wc dialirkan ke sungai Cikapundung

Ruas jl. Cikapayang: • Sebagian besar rumah di sisi jalan telah berubah fungsi menjadi fasilitas perkantoran, komersial dan pendidikan • Perubahan fungsi lebih banyak pada perubahan cat dan penambahan dindingdinding estetis serta pemasangan papan nama • Terdapat jalan masuk ke kantung-kantung permukiman yang sebagian telah berubah fungsi menjadi hunian sewa mahasiswa. Terdapat pohon-pohon tua berukuran besar Ruas jl. Surapati: • Sebagian besar perumahan di sisi jalan telah berubah fungsi menjadi bangunan multi fungsi (rumah dan komersial) • Hilangnya kerimbunan pepohonan yang sebelumnya menjadi ciri khas permukiman di ruas jalan ini

Tata guna lahan di sekitar jalan layang: • Perumahan • Jasa • Perkantoran • Komersial

layang. Untuk mempersingkat penggunaan istilah, segmen Surapati-Tamansari selanjutnya akan disingkat sebagai segmen Surapati, segmen Tamansari-Cihampelas disingkat menjadi segmen Tamansari, dan segmen Cihampelas-Pasteur disingkat menjadi segmen Pasteur.

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 7

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi

Dengan adanya pembangunan jalan layang, warga cenderung merasa ada hal positif atau manfaat yang diperoleh, walaupun dampak negatif keberadaan jalan layang tidak bisa terelakkan. Berdasarkan hasil analisis kuesioner, pada segmen Pasteur mayoritas responden cenderung setuju dengan keberadaan jalan layang Pasupati. Sementara itu, di kedua segmen lainnya (Tamansari dan Surapati), para pemilik rumah cenderung merasa biasa saja namun lebih ke arah setuju dengan kehadiran jalan layang.

bahwa daerah perumahan Surapati adalah perumahan menengah ke atas yang dihuni oleh sebagian besar warga lansia. Bila dilihat dari sisi arsitektural, umumnya bangunan rumah di jalan Surapati dan jalan Cikapayang masih berupa bangunan lama dengan langgam kolonial. 90 80 70

Umur

Kehadiran Jalan Layang serta Dampak Positif dan Negatif yang ditimbulkannya

60 50 40 30 20 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Gambar 4. Analisis Umur Responden per Segmen 90 80 70

Lama Tinggal

Tingkat toleransi warga untuk kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi adalah alasan utama yang dikemukakan warga dari semua hal positif atas keberadaan jalan layang seperti mempersingkat waktu, memperpendek jarak, terhindar dari macet dan lain-lain. Terdapat pula warga yang cenderung tidak setuju dengan kehadiran jalan layang, sebagian besar alasan mereka lebih menyangkut proses pembangunan yang ‘tidak adil’ seperti proses pembangunan tidak transparan, terjadi penggusuran, aspirasi masyarakat tidak didengar, tidak adanya kompensasi lahan yang terpotong untuk pembangunan jalan. Alasan lainnya terkait penurunan kualitas lingkungan akibat adanya jalan layang di lingkungan permukiman mereka yaitu peningkatan kebisingan dan penurunan kualitas udara akibat debu dan asap kendaraan bermotor.

60 50 40 30 20 10 0 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Gambar 5. Analisis Lama Tinggal per Segmen

Setelah adanya jalan layang, para pemilik rumah di segmen Pasteur dan Tamansari cenderung agak tidak betah untuk tetap tinggal di perumahan tersebut. Sedangkan pada segmen Surapati tingkat ketidakbetahan lebih tinggi lagi setelah adanya jalan layang.

Lama Tinggal dan Tingkat Kebetahan 5 4

Kebetahan

Rata-rata pada ketiga lokasi pemilik rumah yang menjadi responden telah tinggal kurang lebih 35 tahun di lokasi studi. Rata-rata usia pemilik rumah sudah cukup lanjut yaitu berkisar 51 tahun di Pasteur dan di Tamansari.

3 2 1

Sedangkan di Surapati rata-rata usia lebih lanjut dari dua segmen lainnya yaitu di kisaran 60 tahun ke atas. Berdasarkan observasi di lapangan, kawasan Surapati merupakan wilayah perumahan pensiunan pejabat negara dan pensiunan diplomat. Dapat dikatakan

8 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Keterangan: (1) Lebih tidak betah (2) Agak lebih tidak betah (3) Sama saja

(4) Agak lebih betah (5) Lebih betah

Gambar 6. Analisis Tingkat Kebetahan per Segmen

Samsirina dkk.

Kondisi lingkungan perumahan di daerah permukiman yang letaknya berdekatan dengan jalan layang mengalami perubahan seiring dengan peningkatan kualitas infrastruktur perkotaan tersebut. Posisi daerah permukiman terhadap jalan layang akan sangat berpengaruh terhadap aksesibilitas para warganya. Berdasarkan analisis persepsi, pada segmen Pasteur dan segmen Surapati, aksesibilitas dirasakan cenderung sama saja dengan sebelum adanya jalan layang. Sebelum dan sesudah adanya jalan layang, di segmen Pasteur aksesibilitas dirasakan mudah dan cenderung agak mudah. Sedangkan pada segmen Surapati para pemilik rumah sudah merasakan aksesibilitas cenderung agak sulit dari sebelum adanya jalan layang sampai setelah adanya jalan layang. Akses warga masyarakat dari dan menuju daerah permukiman sebenarnya tidak begitu terpengaruh dengan adanya jalan layang. Hal ini menurut warga disebabkan tidak adanya integrasi jalan layang dengan jalan ke daerah permukiman. Jalan layang hanya berfungsi untuk menghubungkan wilayah antarkota saja. Sementara itu, pada segmen Tamansari, berbeda dengan kedua segmen lainnya, setelah adanya jalan layang, para pemilik rumah justru merasa lebih mudah dalam beraksesibilitas terutama dalam menjangkau jalan besar dari rumah mereka. Sebelum adanya pembangunan jalan layang, kondisi perumahan yang sangat padat dengan akses berupa gang-gang sempit yang berkelok-kelok membutuhkan waktu tempuh yang lebih panjang dan lebih lama untuk mencapai jalan utama. Setelah adanya jalan layang yang membelah daerah perumahan mereka, tercipta jalan pintas bagi sejumlah rumah yang

5

Aksesibilitas

Tingkat Aksesibilitas Kawasan

berdekatan dengan kaki jalan layang sehingga dapat mengakses jalan besar dengan lebih cepat.

4 3 2 1 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Keterangan: (1) Lebih sulit (2) Agak lebih sulit (3) Sama saja

(4) Agak lebih mudah (5) Lebih mudah

Gambar 7. Analisis Aksesibilitas per Segmen

Arus Lalu Lintas dan Tingkat Kemacetan Pada ketiga segmen, terjadi peningkatan arus lalu lintas kendaraan setelah adanya jalan layang. Arus lalu lintas yang meningkat biasanya menyebabkan peningkatan pada tingkat kemacetan yang terjadi apabila tidak ada dukungan infrastruktur seperti ukuran jalan yang diperbesar dan lain-lain. Dengan adanya jalan layang, pada segmen Tamansari dan Surapati dirasakan tingkat kemacetan masih sama dengan kondisi sebelum adanya jalan layang. Namun tidak demikian halnya dengan pada segmen Pasteur, pada segmen ini tingkat kemacetan dirasakan justru menjadi agak lebih macet. Hal ini dapat dipahami oleh karena daerah Pasteur merupakan titik pintu keluar masuk kendaraan dari-menuju Jakarta. 4

Lalu Lalang Kendaraan

Ketidakbetahan ini dapat disebabkan oleh perubahan kondisi fisik lingkungan perumahan setelah adanya jalan layang. Berikut beberapa persepsi pemilik rumah terhadap perubahan kondisi fisik tersebut.

3 2 1 0 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Keterangan: (1) Lebih banyak (2) Agak lebih banyak (3) Sama saja

(4) Agak lebih sedikit (5) Lebih sedikit

Gambar 8. Analisis Tingkat Lalu Lalang Kendaraan per Segmen

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 9

5

5

4

4

Kondisi Udara

Kemacetan

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi

3 2 1

3 2 1

pasteur

surapati

tamansari

pasteur

surapati

Lokasi

Keterangan: (1) Lebih macet (2) Agak lebih macet (3) Sama saja

tamansari

Lokasi

(4) Agak lebih lancar (5) Lebih lancar

Keterangan: (1) Lebih kotor oleh polusi (2) Agak lebih kotor o/ polusi (3) Sama saja

(4) Agak lebih bersih (5) Lebih bersih

Gambar 9. Analisis Tingkat Kemacetan perSegmen

Gambar 11. Analisis Kondisi Udara perSegmen

Tingkat Kebisingan dan Kualitas Udara

Berdasarkan pengamatan, beberapa rumah mengambil solusi menanam vegetasi yang lebat dan tinggi sebagai batas kapling rumah mereka dengan daerah jalan sehingga dapat membantu menyaring kebisingan dan polusi suara yang masuk ke dalam rumah.

Peningkatan arus lalu lintas kendaraan dapat menyebabkan peningkatan tingkat kebisingan dan polusi udara yang ditimbulkan oleh kendaraan-kendaraan tersebut. Pada ketiga segmen, rata-rata dirasakan lebih bising setelah adanya jalan layang. Dari segi kualitas udara, pada ketiga segmen terjadi penurunan kualitas udara karena udara dirasakan lebih kotor oleh polusi. Pada segmen Tamansari, selain udara menjadi lebih kotor karena asap kendaraan, debu yang berasal dari tanah di daerah bawah jembatan layang yang tidak ditutupi oleh rumput terasa mengotori udara terutama pada musim kemarau.

Kondisi Penghijauan Pembangunan infrastruktur baru seperti jalan layang, biasanya menyebabkan penghijauan seperti pepohonan yang sebelumnya ada menjadi hilang oleh karena berada pada jalur pembangunan jalan layang tersebut. Demikian pula halnya yang terjadi pada pembangunan jalan layang Pasupati. Daerah jalur hijau yang sebelumnya merupakan karakteristik khas koridor jalan Pasteur dan Surapati menjadi hilang.

4.5 4

5

3

Penghijauan

Kebisingan

3.5

2.5 2 1.5

4 3 2

1 0.5 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Keterangan: (1) Lebih bising (2) Agak lebih bising (3) Sama saja

1 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

(4) Agak lebih tenang (5) Lebih tenang

Gambar 10. Analisis Tingkat Kebisingan perSegmen

Keterangan: (1) Berkurang (2) Agak berkurang (3) Sama saja

(4) Agak bertambah (5) Bertambah

Gambar 12. Analisis Penghijauan per Segmen

10 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

Samsirina dkk.

Menurut Widjananto dkk (1999), pada segmen Pasteur, sebelumnya terdapat deretan pepohonan Palm Raja yang menjadi ciri khas koridor jalan Pasteur yang kemudian hilang oleh perlebaran jalan. Sebelum pembangunan jalan layang, pada segmen Surapati terdapat taman memanjang di tengah-tengah antara jalan Surapati dan jalan Prabudimuntur. Taman ini ditumbuhi oleh pohon-pohon besar yang rimbun yang berfungsi sebagai jalur hijau dan sempadan kanal air dari sungai Cikapayang yang menampung dan mengalirkan air dari sungai Cikapundung untuk mengairi Taman Lalu Lintas (insulindepark) and Taman Merdeka (Pieterspark). Taman yang rimbun ini memang direncanakan untuk memberikan kesejukan di tengah-tengah lingkungan perumahan. Namun demikian, pembangunan jalan layang telah menyebabkan hilangnya taman linear terpanjang di Pulau Jawa ini dan sekaligus juga hilangnya paru-paru kota. Lebar sungai Cikapayang sendiri saat ini telah berkurang dan menjadi lebih mirip seperti selokan air. Segmen Pasteur sebelum Jalan Layang

Segmen Surapati sebelum Jalan Layang

Segmen Surapati setelah Jalan Layang

Gambar 14. Potongan Jalan di Segmen Surapati Sebelum dan Sesudah Pembangunan Jalan Layang (Sumber: Widjananto dkk, 1999)

Kondisi Kebersihan Lingkungan Perumahan Setelah adanya jalan layang dirasakan kebersihan lingkungan menjadi agak lebih kotor bila dibandingkan dengan sebelum adanya jalan layang. Penurunan tingkat kebersihan lingkungan terutama sangat dirasakan pada segmen Tamansari. Daerah kolong jembatan selain dipenuhi oleh grafity juga difungsikan oleh sejumlah orang untuk fungsi-fungsi yang tidak semestinya seperti sebagai tempat pembuangan sampah, tempat penampungan barang rongsokan, tempat tunawisma dan pengemis jalanan berkumpul, tempat parkir sewa, dan fungsi-fungsi lain yang semakin memperkuat kesan kumuh kawasan permukiman Tamansari tersebut. 5

Segmen Pasteur sesudah Jalan Layang

Kebersihan

4 3 2 1 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Gambar 13. Potongan Jalan di Segmen Pasteur Sebelum dan Sesudah Pembangunan Jalan Layang (Sumber: Widjananto dkk, 1999)

Keterangan: (1) Lebih kotor (2) Agak lebih kotor (3) Sama saja

Gambar 15. Segmen

(4) Agak lebih bersih (5) Lebih bersih

Analisis Kebersihan Lingkungan per

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 11

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi

Penurunan kondisi lingkungan juga memiliki pengaruh terhadap tingkat kenyamanan untuk tinggal. Berbeda dengan jenis aktifitas lainnya seperti komersial dan jasa, aktifitas untuk tinggal membutuhkan tingkat kenyamanan tersendiri yang mendukung secara psikologis sebagai tempat beristirahat, bersantai, berkeluarga dll.

Tingkat Kenyamanan untuk Tinggal Rata-rata pada ketiga segmen, terjadi penurunan tingkat kenyamanan untuk tinggal menjadi agak lebih tidak nyaman setelah adanya jalan layang. Penurunan tingkat kenyamanan yang paling tinggi terjadi di segmen Surapati. Pada segmen ini terjadi perubahan streetscape yang sangat drastis akibat pembangunan jalan layang. Sebelum adanya jalan layang, pada segmen Surapati terdapat taman rimbun yang kemudian hilang sama sekali dan berganti menjadi perkerasan jalan layang.

Kenyamanan

5 4 3 2 1 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Keterangan: (1) Lebih tidak nyaman (2) Agak lebih tidak nyaman (3) Sama saja

Gambar 16. Segmen

(4) Agak lebih nyaman (5) Lebih nyaman

Analisis Tingkat Kenyamanan per

(dengan tanpa menjual rumahnya saat ini_untuk disewakan ataupun untuk dijadikan rumah kedua). Hanya 1 orang responden di segmen Pasteur dan 25% responden di segmen Tamansari yang memiliki rencana untuk pindah tanpa menjual. Mayoritas alasan dari mereka yang berencana pindah tanpa menjual dikarenakan lahan yang mereka tempati merupakan tanah milik pemerintah dan milik mertua sehingga kalaupun mereka ingin pindah mereka tidak dapat menjual tanahnya. Pada ketiga segmen, hanya terdapat segelintir pemilik rumah yang memiliki rencana untuk pindah dengan menjual rumahnya saat ini. Mayoritas yang lain lebih memilih tidak menjual rumahnya saat ini dan tetap menjadikannya sebagai tempat tinggal. Sebagian besar alasan yang dikemukakan adalah karena rumah yang dihuni saat ini adalah rumah warisan milik keluarga besar dan ada ikatan emosional terhadap rumah. Selain itu, karena mereka sudah sangat lama tinggal di rumahnya saat ini sehingga tidak berkeinginan untuk pindah. Sementara itu, alasan dari mereka di segmen Pasteur dan Surapati yang berencana menjual dan pindah lebih dikarenakan rumah yang bersangkutan adalah rumah warisan yang sudah saatnya akan dibagi-bagikan kepada para ahli waris. Pada segmen Tamansari rencana untuk menjual (bangunan rumah) dan pindah lebih dikarenakan rasa takut mereka akan adanya rencana penggusuran untuk pembangunan rumah susun dan ketidaknyamanan akibat jalan layang.

Tingkat ketidaknyamanan untuk tinggal, tingkat ketidakbetahan, dan penurunan kualitas lingkungan pada lokasi studi ternyata tidak terlalu mempengaruhi keinginan para pemilik rumah untuk pindah, baik itu pindah dengan menjual maupun pindah dengan tidak menjual rumahnya saat ini.

Keinginan untuk Pindah Pada ketiga segmen hampir seluruh pemilik rumah tidak memiliki keinginan untuk pindah 12 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

Gambar 17. Analisis Rencana Pindah tanpa Menjual per Segmen

Samsirina dkk.

kalaupun ada yang berminat menyewakan rumahnya, mereka akan menyewakan sebagian dari rumah untuk orang lain dan sebagian dari rumah tetap digunakan sebagai tempat tinggal.

Gambar 18. Analisis Rencana Pindah dan Menjual per Segmen

Salah satu dampak positif kehadiran jalan layang yang dirasakan oleh beberapa pemilik rumah adalah peningkatan peluang untuk usaha dengan menjadikan rumah mereka selain sebagai tempat tinggal juga sebagai tempat untuk membuka usaha.

Peluang Usaha dan Keinginan membuka Usaha

Gambar 19. Segmen

Analisis Rencana Menyewakan per

Gambar 20. Analisis Rencana Membuka Usaha per Segmen

Terdapat dua jenis peluang membuka usaha yaitu dengan menyewakan dan dengan membuka usaha sendiri. Oleh karena seluruh responden menyatakan bahwa mereka tidak berminat untuk pindah dengan tanpa menjual rumahnya saat ini, dapat disimpulkan bahwa

Sebanyak 50% dari responden di segmen Surapati berminat menyewakan sebagian dari rumah mereka untuk pihak lain. Tidak ada dari para pemilik rumah yang berminat membuka usaha di hunian mereka. Sementara itu di segmen Tamansari terjadi sebaliknya, mereka yang tertarik untuk membuka usaha di hunian mereka lebih banyak bila dibandingkan mereka yang berminat menyewakan bagian dari hunian mereka. Berbeda dengan dua segmen lainnya, segmen Tamansari merupakan daerah kampung padat perkotaan yang berada di sempadan sungai Cikapundung. Ukuran rumah yang sempit menyebabkan tidak ada ruang yang bisa disewakan. Jikapun disewakan lebih berupa penyewaan kamar/kost. Sedangkan untuk usaha, pada daerah ini beberapa pilihan usaha yang digambarkan sebagian besar warga adalah usaha dengan karakteristik modal kecil, tidak perlu keterampilan khusus, dan manajemen yang sederhana. Contoh usaha meliputi: warung kebutuhan sehari-hari, warung makan, warnet, wartel dll. Pada segmen Pasteur, hanya sedikit sekali pemilik rumah yang berminat menyewakan ataupun membuka usaha di hunian mereka. Sebagian besar masih akan tetap memungsikan rumah mereka hanya sebagai hunian. Alasan tidak berminat menyewakan sebagian besar karena merasa tidak ada ruang untuk disewakan. Perlu dicatat bahwa responden dari penelitian ini adalah para pemilik dari bangunanbangunan rumah yang masih difungsikan sebagai tempat tinggal. Berdasarkan pengamatan, terutama di segmen Surapati dan Pasteur, sudah banyak bangunan rumah yang kemudian beralih fungsi dari rumah tinggal menjadi murni sebagai bangunan komersial dan jasa. Berbeda dengan segmen Tamansari, jenis usaha pada segmen Surapati

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 13

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi

Tingginya peluang usaha serta peningkatan kualitas infrastruktur jalan dapat meningkatkan harga tanah setempat. Demikian pula yang terjadi di ketiga segmen lokasi.

Peningkatan Bangunan

Harga

Tanah

dan

Kualitas

Rata-rata di ketiga lokasi, harga tanah dirasakan agak meningkat. Peningkatan harga tanah tertinggi dirasakan di segmen Pasteur. Menurut para pemilik rumah, peningkatan harga tanah dipicu oleh kehadiran jalan layang serta lokasi yang strategis. Sebagian besar dari pada calon konsumen yang berminat membeli tanah dan bangunan di lokasi studi berniat menjadikannya sebagai tempat usaha, bukan sebagai tempat tinggal. Meski harga tanah meningkat, namun dari segi kualitas bangunan di ketiga segmen dirasakan agak menurun setelah adanya jalan layang. Pada segmen Surapati dan Pasteur, penurunan kualitas bangunan terutama dirasakan oleh kehadiran beberapa bangunan rumah yang dibiarkan kosong oleh penghuninya. Pada segmen Tamansari, penurunan kualitas bangunan lebih disebabkan oleh dinding yang retak akibat getaran saat pemasangan tiang pancang.

5

Kondisi Bangunan

dan Pasteur bersifat lebih besar baik dari sisi modal, jaringan, jumlah konsumen dan membutuhkan manajemen yang khusus.

4 3 2 1 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Keterangan: (1) Menurun kualitasnya (2) Agak menurun kualitasnya (3) Sama saja

(4) Agak meningkat kualitasnya (5) Meningkat kualitasnya

Gambar 22. Analisis Kualitas Bangunan per Segmen

Kesimpulan Pembangunan infrastruktur umumnya dan jalan layang khususnya akan sangat mempengaruhi permukiman yang ada disekitarnya. Walaupun tidak dipungkiri adanya manfaat dengan keberadaan jalan layang ini, namun dampak negatifnya tidak dapat terhindarkan. Terutama dampak negatif yang dirasakan langsung oleh para penghuni permukiman di sekitar jalan layang tersebut. Kebesaran hati dan kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah pembangunan di perkotaan membuat masyarakat mampu menerima perubahan negatif yang terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan mayoritas responden yang menerima kehadiran jalan layang di lingkungan perumahan mereka. Persepsi terhadap Kehadiran Jalan Layang

5

Harga Tanah

4 3 2 1 0 pasteur

surapati

tamansari

Lokasi

Keterangan: (1) Menurun (2) Agak menurun (3) Sama saja

Gambar 21. Segmen

(4) Agak meningkat (5) Meningkat

Analisis Tingkat Harga Tanah per

14 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

Beberapa hal yang bisa dicatat sebagai manfaat keberadaan jalan layang adalah: • Adanya peluang usaha yang berarti meningkatkan perekonomian • Perbaikan kondisi lingkungan seperti perbaikan jalan lingkungan, sarana dan prasarana umum • Peningkatan mobilitas Sedangkan hal-hal yang dianggap warga sebagai kerugian dengan adanya jalan layang adalah:

Samsirina dkk.





Menurunnya kualitas lingkungan perumahan seperti kondisi udara, kemacetan, kebisingan, keamanan, dan lain-lain. Kekhawatiran warga akan keberadaan mereka di daerah permukiman yang terletak dekat dengan jalan layang karena mereka sewaktu-waktu bisa dipindah (tergusur)

Persepsi terhadap Permukiman

Perubahan

Kondisi

Dari analisis persepsi, terdapat sejumlah kategori kondisi lingkungan yang dirasakan masyarakat mengalami penurunan dan ada pula yang mengalami peningkatan setelah adanya jalan layang, bahkan ada pula yang tidak mengalami perubahan (sama saja dengan kondisi sebelum adanya jalan layang). Secara umum tingkat kebetahan dan kenyamanan untuk tinggal di ketiga segmen lokasi mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan penurunan kondisi lingkungan permukiman setelah adanya jalan layang yang meliputi: • Peningkatan arus lalu lintas dan tingkat kemacetan • Peningkatan kebisingan dan polusi udara • Penurunan jumlah penghijauan, padahal penghijauan dapat membantu menurunkan kebisingan dan polusi udara • Penurunan kebersihan lingkungan dan kualitas bangunan Sementara itu, aksesibilitas penghuni dari dan menuju huniannya dari jalan besar dirasakan cenderung sama saja dengan kondisi sebelum adanya jalan layang, kecuali untuk segmen Tamansari. Pada segmen Tamansari setelah adanya jalan layang tercipta jalan pintas sehingga akses menuju jalan besar menjadi lebih cepat dan mudah. Sedangkan pada kedua segmen lainnya, tidak adanya perubahan aksesibilitas lebih diakibatkan tidak adanya integrasi jalan layang dengan jalan ke daerah permukiman. Jalan layang hanya berfungsi untuk menghubungkan wilayah antarkota saja.

Ketidakbetahan dan ketidaknyamanan untuk tinggal tidak otomatis menyebabkan para pemilik rumah ingin pindah dan menjual hunian mereka. Mayoritas pemilik rumah tetap memilih untuk tinggal. Sebagian besar memilih tetap menjadikan huniannya sebagai murni tempat tinggal saja. Sementara itu, beberapa pemilik rumah ada yang berencana untuk menyewakan sebagian atau menjadikan sebagian dari rumah mereka untuk membuka usaha. Hal ini menunjukkan masih imbangnya ambang toleransi warga untuk berkehidupan di permukiman ini meski tingkat kebetahan, kenyamanan dan kualitas lingkungan mengalami penurunan. Keberadaan jalan layang ditengah daerah permukiman berpengaruh terhadap kehidupan sosial, budaya dan perekonomian warga. Di sisi perekonomian misalnya, warga merasa dengan adanya jalan layang maka mereka berpeluang untuk membuka usaha di daerah permukiman masing-masing. Hal ini adalah faktor pendorong mereka untuk tetap bertahan di permukiman lama tanpa ada rencana pindah dengan menjual rumah mereka. Bahkan sebagian besar warga berupaya untuk merubah fungsi rumah yang awalnya murni rumah tinggal menjadi rumah tinggal dan usaha dengan berbagai variasi usaha yang mereka anggap berpeluang untuk dikembangkan. Salah satu manfaat nyata lainnya yang dirasakan warga dengan pembangunan jalan layang adalah kenaikan harga tanah. Berdasarkan analisis rata-rata pemilik rumah merasakan harga tanah agak meningkat sesudah adanya jalan layang atau dengan kata lain adanya kenaikan pasar tanah karena peningkatan kualitas infrastruktur. Menciptakan Tempat Tinggal yang Kondusif dan Nyaman Melihat realitas bahwa mayoritas pemilik rumah masih akan tetap tinggal di sisi jalan layang, maka perlu diambil sejumlah tindakan pengendalian agar lingkungan perumahan tersebut tetap kondusif dan nyaman sebagai

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 15

Persepsi Pemilik Rumah terhadap Kehadiran Jalan Layang dan terhadap Perubahan Permukiman yang terjadi

sebuah tempat untuk tinggal. Hal ini mengingat dampak negatif jalan layang terutama dalam bentuk penurunan kualitas lingkungan (peningkatan polusi suara, polusi udara dan lain-lain) merupakan dampak yang tidak terelakkan menyertai pengembangan infrastruktur jalan. Salah satu bentuk pengendalian yang dapat diterapkan adalah dengan menciptakan infrastruktur hijau untuk mengimbangi infrastruktur keras dalam hal ini jalan layang. Bentuk infrastruktur hijau adalah menghadirkan ruang terbuka hijau terutama pada daerah antara kapling rumah dengan jalan. Penghijauan dan ruang terbuka hijau selain dapat menyaring udara kotor yang dihasilkan oleh kendaraan juga dapat menjadi peredam suara dari kebisingan suara kendaraan bermotor. Penghijauan juga dapat menciptakan suasana lingkungan perumahan yang sejuk dan asri. Bentuk infrastruktur hijau lainnya adalah pedestrian bagi pejalan kaki yang terintegrasi dengan ruang terbuka hijau. Keterhubungan antara fasilitas jalan dan pedestrian merupakan salah satu dari konsep infrastruktur hijau. Jalur hijau perlu disediakan di antara jalur pedestrian dan jalan. Selain berfungsi sebagai pembatas dan meningkatkan kenyamanan pejalan kaki, jalur hijau ini dapat menjadi pelindung pejalan kaki dari kemungkinan bahaya tertabrak kendaraan bermotor. Infrastruktur hijau dapat berfungsi dengan baik apabila membentuk suatu jaringan yang utuh dengan daerah alami di bagian kota lainnya secara keseluruhan seperti sungai, hutan, taman dan berbagai jenis ruang terbuka hijau lainnya. Salah satu segmen yaitu segmen Tamansari merupakan daerah permukiman padat yang dilalui oleh sungai Cikapundung. Permukiman itu sendiri berdiri di atas daerah sempadan sungai yang semestinya tidak dibangun. Untuk membentuk infrastruktur hijau yang utuh, daerah sempadan sungai ini semestinya difungsikan pula sebagai daerah penyangga hijau dan

16 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

terintegrasi dengan ruang terbuka hijau pada bagian kota lainnya, termasuk pula terintegrasi dengan jalur hijau di sisi jalan layang Pasupati. Oleh karenanya, program peremajaan permukiman tepi sungai menjadi permukiman vertikal/susun tidak terelakkan lagi perlu dilakukan. Penurunan kualitas lingkungan yang seringkali terjadi pada kasus pembangunan jalan layang adalah menjadi kumuhnya ruang kolong jalan layang oleh tindakan vandalisme, dan penggunaan yang tidak semestinya (seperti menjadi tempat pembuangan sampah, tempat menampung barang rongsokan, tempat berkumpulnya tunawisma, dan lain-lain.). Kondisi ini sangat terlihat terjadi pada segmen Tamansari, selain digunakan sebagai tempat pembuangan sampah, tempat penampungan barang rongsokan dan berkumpulnya pengemis jalanan, ruang kolong jalan layang yang masih berupa tanah menyebabkan peningkatan jumlah debu di udara terutama pada musim kemarau. Oleh karena itu, perlu perlakuan khusus pada daerah kolong tersebut agar tidak menimbulkan kesan kumuh yang dapat menurunkan citra kawasan perumahan di sekitarnya. Beberapa perlakuan yang dapat diterapkan diantaranya adalah penghijauan pada daerah kolong serta pemanfaatan daerah kolong untuk kegiatan-kegiatan publik yang bermanfaat. Selain infrastruktur hijau yang lebih bersifat mikro, penanganan harus pula dilakukan pada level makro, salah satunya dalam menangani kemacetan. Jalan layang yang semestinya merupakan solusi untuk mengatasi kemacetan kota justru menimbulkan kemacetan terutama pada daerah ‘mulut’ dari jalan layang tersebut seperti yang terjadi pada segmen Surapati dan Pasteur. Kemacetan dirasakan oleh para pemilik rumah semakin meningkat setelah adanya jalan layang. Pada level mikro kemacetan dapat diatasi melalui penyediaan tempat parkir sehingga dapat menghilangkan parkir pada badan jalan, penyediaan rambu lalu lintas yang efektif, perlakuan khusus terutama pada area bottle

Samsirina dkk.

neck sehingga tidak terjadi penumpukan arus lalu lintas terutama pada persimpangan jalan, dan upaya-upaya lainnya. Termasuk pula upaya yang bersifat manajemen seperti three in one, road pricing dan lain-lain. Namun demikian, penyelesaian masalah kemacetan tidak dapat diselesaikan secara mikro saja namun juga harus terintegrasi dengan kebijakan di skala makro. Kebijakan skala makro tersebut diantaranya seperti penerapan konsep transit oriented developement (TOD) yaitu perencanaan kota yang kompak dan didukung pula jaringan transportasi massal yang baik. Penerapan infrastruktur hijau, didukung program peremajaan kampung kota terutama pada daerah sempadan sungai, serta penanganan daerah kolong jalan layang dengan cara yang tepat, yang terintegrasi pula dengan program penanganan kemacetan pada skala mikro dan makro diharapkan dapat menjadi solusi dalam menciptakan lingkungan permukiman di sisi jalan layang yang tetap kondusif dan nyaman sebagai suatu tempat untuk tinggal dan berpenghidupan. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Institut Teknologi Bandung (ITB), yang telah mendanai penelitian dengan judul Pola Transformasi Permukiman Akibat Modernisasi Infrastruktur Jalan: Studi Dampak Pembangunan Jalan yang Menembus Area Permukiman. Penelitian tersebut diselenggarakan secara kolaboratif antara Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman dan Kelompok Keahlian Perancangan Arsitektur di dalam lingkup Program Studi Arsitektur, SAPPK ITB di Tahun 2009. Makalah ini merupakan salah satu publikasi dari penelitian tersebut.

Arsitektur. Magister Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang. Hal 234244. 16 Mei 2009. Litman, Todd Alexander. (2008). Evaluating Transportation Land Use Impacts, Victoria Transport Policy Institute. www.vtpi.org/landuse.pdf Pemerintah Kota Bandung. (2013). Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2013. Raharjo, Yuri J. (2005). Physical Structure and Pattern of Land Use Change from Residential into Commercial: Analyses of Mampang Prapatan, Jakarta, Indonesia. Master’s Program on Urban Management and Development, Institute of Housing and Development Studies, Rotterdam, The Netherlands and Housing Development Management, Lund University, Sweden. Siregar, M. Jehansyah, dkk. (2009). Pola Transformasi Permukiman Akibat Modernisasi Infrastruktur Jalan: Studi Dampak Pembangunan Jalan yang Menembus Area Permukiman. Lembaga Penelitian dan Pen-gabdian Masyarakat (LPPM). Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung. Widjananto, Arief., Francisca Iskandar, Tutur Lussetyowati, dan Vera Juntriesta Vardhani. (1999). Studi Kasus Jalan Layang Pasupati. Laporan Tugas Mata Kuliah Isu Kontemporer dari Program Rancang Kota. Departemen Arsitektur, FTSP ITB. Catatan Kaki 1

Lihat Kusuma, 2009, hal. 237.

Daftar Pustaka Kusuma, H.E. (2009). Memilih Metode Analisis Kuantitatif untuk Penelitian Arsitektur . Prosiding Seminar Nasional Penelitian

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 17