1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem ekonomi Islam

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem ekonomi Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor utama, yaitu sektor publik, swasta dan kesejahteraan sos...

15 downloads 453 Views 646KB Size
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sistem ekonomi Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor utama, yaitu sektor publik, swasta dan kesejahteraan sosial yang masing-masing memiliki fungsi, institusi dan landasan syariahnya. Sektor-sektor ini terdapat dalam berbagai aktifitas ekonomi seperti pada praktik aktifitas di pasar modal yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berkaitan langsung dengan ketiga sektor tersebut.1 Islam sangat menekankan bahwa kegiatan ekonomi manusia merupakan salah satu perwujudan dari pertanggungjawaban manusia sebagai khalifah di bumi agar keseimbangan dalam kehidupan dapat terus terjaga. Dalam konteks ajaran Islam, ekonomi Islam atau yang juga dikenal dengan ekonomi Syariah merupakan nilai-nilai sistem ekonomi yang dibangun berdasarkan ajaran Islam, sebagaimana Muhammad bin Abdullah al-Arabi mendefinisikan2: “Ekonomi Islam adalah kumpulan prinsipprinsip umum tentang ekonomi yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan pondasi ekonomi yang dibangun diatas dasar pokok-pokok tersebut dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu”.

1

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 7. 2 Abdullah Abd al-Husain al-tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan, Terjemahan, (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004), hlm. 14.

1

Universitas Sumatera Utara

2

Pengertian ekonomi Islam dari perspektif hukum sangat jarang ditemukan, hal tersebut kemungkinan dipengaruhi karena pengembangan kajian ekonomi Islam awalnya bukan lahir dari bidang hukum tetapi melalui kajian-kajian ekonomi meskipun sama-sama sebagai bagian dari muamalah. Secara sosiologis, hukum merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya suatu masyarakat manusia. Oleh karena itu, suatu masyarakat tertentu memiliki hukumnya sendiri sesuai dengan apa yang dicitrakan oleh kebudayaan suatu masyarakat tertentu itu sendiri. Sifat, corak, dan watak suatu masyarakat sangat mempengaruhi bentuk hukum sebagai pranata sosialnya. Itulah sebabnya berdasarkan pendekatan sejarah dikenal dua visi hukum, yaitu (a) visi idealitas spiritual dan (b) visi materialistis sosiologis. “Visi hukum idealitas spiritual pada intinya kelahiran hukum sebagai pencitraan ide, seperti keadilan, rasio dan lain-lain yang merupakan gagasan absolut. Sedangkan visi hukum yang materialis sosiologis pada intinya menjelaskan bahwa hukum adalah pencitraan dari produk kenyataan kemasyarakatan”.3 Dari dua visi hukum ini dapat diketahui bahwa hukum dipandang sebagai suatu produk rasio manusia. Selama pernyataan ini dipegang teguh, maka tidak dapat dipungkiri bahwa akan muncul keanekaragaman norma-norma hukum dalam suatu tata pergaulan lalu lintas hukum di dunia. Keanekaragaman norma-norma hukum dalam prakteknya menimbulkan berbagai sistem hukum dalam masyarakat bangsa-bangsa juga memiliki keragaman 3

John Gilissent, Frits Gorle, Sejarah Hukum, terjemahan, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 14. Dalam filsafat hukum hal ini dikenal dengan istilah aliran pemikiran idealisme dan aliran pemikiran realisme.

Universitas Sumatera Utara

3

akar dan sistem hukum satu sama lain. Menurut Eric L.Richard, pakar hukum global business dari Indiana University, menjelaskan sistem hukum yang utama di dunia adalah: 1. Civil law. Sistem hukum ini berakar dari hukum Romawi (Roman Law) yang dipraktikkan oleh Negara-Negara Eropa Kontinental termasuk bekas jajahannya. 2. Common Law. Sistem hukum common law ini dipraktikkan di Negara Anglo Saxon, seperti Inggris dan Amerika. 3. Islamic law, hukum yang berdasarkan Syariah Islam yang bersumber dari al Quran dan hadist. 4. Socialist law, sistem hukum yang dipraktikkan di Negara-Negara sosialis. 5. Sub-sahara Africa, sistem hukum yang dipraktikkan di Negara-Negara Afrika yang berada di sebelah selatan gurun Sahara. 6. Far East, sistem hukum ini merupakan sistem hukum yang kompleks yang merupakan perpaduan antara sistem civil law, common law dan hukum Islam sebagai basis fundamental masyarakat.4 Dalam praktik masing-masing sistem hukum ini saling bersentuhan, hal ini terjadi karena pada abad millenium sekarang ini, masing-masing bangsa di dunia ini tidak lagi dapat mengisolasikan diri dari bangsa-bangsa lainnya dan akan melakukan interaksi satu sama lainnya. Fakta ini mengharuskan semua ahli hukum, baik praktisi maupun kalangan akademis dituntut pemahamannya tentang konsep-konsep hukum. Dari kutipan di atas, maka dapat diketahui bahwa saling bersentuhan antara sistem hukum melahirkan benturan konsep hukum dan penyelesian masalah hukum yang sesuai dengan kebutuhan pergaulan masyarakat Internasional maupun dalam pergaulan secara nasional dari suatu negara bila dilihat dari aspek norma hukumnya. Pada sisi lain, bila dilihat dari nilai yang terkandung dalam suatu norma hukum atau

4

Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 19-20.

Universitas Sumatera Utara

4

berkaitan dengan nilai dari suatu norma hukum, masyarakat membutuhkan suatu hukum yang mewakili kepentingan nilai-nilai yang dianutnya. Secara praktis, kebutuhan akan suatu sistem hukum tertentu yang dinilai mampu memberikan hal yang terbaik bagi kebutuhan akan aturan hukum yang mengatur hubungan individu dengan individu dan hubungan antara individu dengan publik menyebabkan terjadinya pemberlakukan sistem hukum yang dikenal dalam masyarakat bangsa-bangsa. Sebagaimana terlihat dalam praktik, bahwa hukum ekonomi yang diatur dalam suatu sistem hukum civil law atau common law atau sistem sosialis mengalami degradasi penilaian yang dianggap sudah tidak lagi mampu memberi kegunaan yang maksimal dan menguntungkan bagi pihak penggunanya. Sebagaimana terlihat, sekarang ini sudah familiarnya sistem hukum Islam dibelahan dunia dan menjadi salah satu alternatif pengaturan tentang hukum ekonomi. Aturan hukum tentang Pasar Modal di Indonesia pada awalnya diatur di dalam Undang-undang Darurat Bursa Nomor 13 Tahun 1951 kemudian ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Undangundang tersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (untuk selanjutnya disebut UUPM) karena dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan pasar modal Indonesia di mana pasar modal Indonesia yang tidak lagi bersifat tertutup, kepemilikannya tidak hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia tetapi juga dapat dimiliki oleh warga negara asing.

Universitas Sumatera Utara

5

UUPM merupakan landasan yang kukuh dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam melakukan kegiatan di bidang pasar modal Indonesia. Namun ketentuan UUPM ini haruslah juga mengikuti perkembangan kegiatan pasar modal yang berlaku di dunia internasional. Kebutuhan dan respon terhadap perkembangan pasar modal yang ditandai adanya kecenderungan terintegrasinya pasar modal di dunia mengharuskan Indonesia untuk menyesuaikan diri serta harus merevisi dan membuat peraturan perundang-undangan yang sesuai dalam merespons perkembangan global dan dinamika yang terjadi untuk berusaha memajukan pasar modal Indonesia agar sesuai dengan perkembangan ekonomi dunia.5 Sebagaimana Bismar Nasution juga mengatakan: Globalisasi ekonomi dewasa ini juga menyebabkan terjadinya globalisasi hukum melalui usaha-usaha standarisasi hukum pasar modal. Hal ini dapat dilihat dengan adanya General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang mencantumkan beberapa tuntutan yang harus dipenuhi oleh negara-negara anggota berkaitan dengan penanaman modal, hak milik intelektual dan jasa, sehingga globalisasi hukum terjadi melalui kontrak-kontrak bisnis internasional sebagai konsekuensi dengan hadirnya pengusaha-pengusaha negara maju membawa transaksi-transaksi baru ke negara-negara berkembang yang menerima model kontrak bisnis Internasional. Persamaan ketentuanketentuan hukum berbagai negara juga bisa terjadi dikarenakan negara mengikuti model negara lain berkaitan dengan institusi-institusi hukum baru untuk mendapatkan akumulasi modal. Misalnya peraturan pasar modal dari negara civil law maupun common law berisikan substansi yang serupa atau tidak banyak berbeda antara satu dengan yang lain.6 Oleh sebab itu, apabila dicermati mengenai aturan hukum yang termuat di dalam UUPM tersebut maka dapat diketahui ketentuan yang terdapat di dalam UUPM sebenarnya menganut visi hukum yang materialistis sosiologis. Hal ini terjadi

5

Abdul Manan, Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 9. 6 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), hlm. 1-2.

Universitas Sumatera Utara

6

karena pembentukan UUPM tersebut dibuat dengan berlatar-belakang atas pemikiran sekuler atau keduniawian yang memisahkannya dengan dunia spiritual atau keyakinan terhadap kepercayaan agama sebagaimana yang terjadi pada hukum yang menganut sistem civil law maupun sistem common law. Bagi bangsa Indonesia, berdasakan pandangan hidup yang dianutnya, yakni Pancasila, visi hukum tidaklah semata-mata didasarkan pada visi materalistis sosiologis tetapi juga mengandung visi idealistis spiritual sebagaimana dapat diketahui dari isi sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Di Indonesia sendiri, tuntutan akan visi hukum yang bersifat idealitas spiritual sudah menjadi kebutuhan praktik, khususnya bagi penduduk yang beragama Islam. Kebutuhan akan hukum yang bersifat idealitas spiritual tersebut sudah terlihat sejak awal dibentuknya negara Indonesia khususnya pada saat menyusun Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana terlihat di dalam Piagam Jakarta. Secara historis, persentuhan antara sistem hukum telah terjadi di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini ditandai dengan adanya ketentuan hukum yang diatur di dalam Indische Staatregeling (IS) sebagaimana terlihat dari ketentuan Pasal 131 IS dan Pasal 163 IS yang mengatur tentang penggolongan hukum yang didasarkan pada penggolongan penduduk pada waktu itu. Jadi fakta dibutuhkannya pluralisme hukum sudah terlihat sejak jaman penjajahan dan hal ini menjadi aktual kembali, khususnya dalam lapangan hukum perdata dan atau hukum bisnis sekarang ini.

Universitas Sumatera Utara

7

Tuntutan terhadap visi hukum yang idealitas spiritual, di Indonesia sistem hukum Islam yang mengatur hubungan keperdataan dan dalam dunia bisnis sudah menjadi tuntutan. Hal ini terlihat dilahirkannya undang-undang bidang keuangan yang menganut sistem hukum Islam sebagaimana dapat dilihat diundangkannya Undang-undang Perbankan Syariah. Selain itu, dapat juga dilihat dalam praktik kebutuhan masyarakat akan sistem Syariah dalam lembaga keuangan lainnya seperti dalam praktik kegiatan di Pasar Modal. Kebutuhan akan peraturan perundang-undangan berdasarkan visi idealitas spiritual juga terlihat dalam praktik pasar modal. Kalangan pasar modal menyadari potensi penghimpunan dana umat muslim. Dalam rangka itu, BAPEPAM meluncurkan pasar modal Syariah pada tanggal 14-15 Maret 2003 sekaligus melakukan Nota Kesepahaman (Memorendum of Understanding) dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan PT Bursa Efek Jakarta bekerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management membentuk Jakarta Islamic Index. Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja investasi pada saham dengan basis Syariah. Melalui index diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuitas secara Syariah. Tercatat 30 jenis saham yang sudah diperdagangkan pada Jakarta Islamic Index.7 Bagi negara Indonesia, dibutuhkannya hukum pasar modal Syariah memberikan bukti, bahwa visi hukum yang tertuang di dalam undang-undang di Indonesia tidak lagi didasarkan pada visi hukum materialis sosiologis semata-mata, melainkan juga ada kebutuhan visi hukum yang idealitas spiritual. Jadi interaksi dan saling pengaruh mempengaruhi berbagai sistem hukum tidak saja terjadi dalam 7

M Irsan Nasaruddin, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.

17.

Universitas Sumatera Utara

8

interaksi antara bangsa-bangsa tetapi juga dapat terjadi dalam suatu negara nasional tertentu yang berdaulat. Salah satu contoh tentang hukum yang mengandung visi idealitas spiritual adalah Hukum Islam. Ada perbedaan antara hakikat dan etos Hukum Islam dengan Hukum Barat sebagaimana diungkapkan oleh Anderson : Satu hal yang tidak dapat diragukan lagi adalah bahwa perbedaan pertama yang mendasar dan paling jelas di antara perbedaan-perbedaan lainnya, perbedaan yang tampak paling mencolok dalam merancang pembahasan tersebut adalah bahwa hukum Barat, sebagaimana diketahui bersama, pada dasarnya bersifat sekuler sedangkan hukum Islam pada dasarnya bersifat keagamaan. Hal ini merupakan perbedaan fundamental.8 Lebih lanjut Anderson mengatakan: Hukum Islam jauh lebih luas cakupannya dibandingkan dengan hukum Barat. Menurut pemikiran Barat, hukum sebagaimana dipahami oleh para ahli hukum sebagai hukum kenyataan, atau setidak-tidaknya dapat dinyatakan, berlaku oleh badan-badan peradilan. Sebaliknya, hukum Islam memasukkan seluruh perbuatan manusia ke dalam cakupannya.9 Hal senada juga diungkapkan Bassiouni yang menulis : “Islam merupakan pandangan hidup juga bentuk pemerintahan, struktur sosial, norma yang mengatur hubungan inpersonal. Islam merupakan suatu ajaran yang menyeluruh dalam mengatur aspek kehidupan”.10 Sesuai dengan pendapat di atas, maka dalam ajaran Islam bahwa kegiatan berinvestasi dapat dikategorikan sebagai kegiatan ekonomi yang sekaligus kegiatan tersebut termasuk kegiatan muamalah yaitu suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar manusia. Sementara itu berdasarkan kaidah Fikih, bahwa hukum asal dari 8

J.N.D Anderson, Hukum Islam di Dunia Modern. Terjemahan, Machnun Husein, (Surabaya: Amarpress, 1991), hlm.2. 9 Ibid, hlm. 4 10 Ade Maman Suherman, Op.cit, hlm. 127.

Universitas Sumatera Utara

9

kegiatan muamalah itu adalah mubah (boleh) yaitu semua kegiatan dalam pola hubungan antar manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang jelas ada larangannya (haram). Ini berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang kegiatan tersebut baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan tersebut dianggap dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist yang melarangnya secara implisit maupun eksplisit.11 Dalam pengertian yang kontekstual dewasa ini, bahwa seluruh Muslim harus memenuhi kebutuhan ekonomi melalui perdagangan, industri, pertanian, dan berbagai bentuk wiraswasta secara bebas. “Di samping anjuran untuk mencari rejeki, Islam sangat menekankan (mewajibkan) aspek kelalaiannya, baik dari sisi perolehan maupun pendayagunaannya (pengolahan dan pembelanjaan)”.12 Sementara itu terdapat sejumlah teori-teori ekonomi dalam Al-Qur’an yang semua prinsip dasar moral dan etika harus berlandaskan pada-Nya. Dalam beberapa literatur Islam klasik memang tidak ditemukan adanya terminologi investasi maupun pasar modal, akan tetapi sebagai suatu kegiatan ekonomi, kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan jual beli (al Bay). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah kegiatan investasi di pasar modal

11

Bapepam-LK, Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, http://bapepam.go.id/syariah/publikasi/riset/index.html, diakses tanggal 9 Maret 2011, pukul 13.27 WIB. 12 Ade Maman Suherman, Op.cit.

Universitas Sumatera Utara

10

merupakan sesuatu yang dibolehkan atau tidak menurut ajaran Islam, perlu diketahui hal-hal yang dilarang/diharamkan oleh ajaran Islam dalam hubungan jual beli.13 Secara prinsip terdapat perbedaan fundamental kegiatan perekonomian pasar modal konvensional dengan pasar modal Syariah. “Praktek kegiatan ekonomi konvensional, khususnya dalam kegiatan pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya sepertinya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal”.14 Dalam implementasi prinsip Syariah pada praktiknya ditemukan perbedaan pasar modal Syariah dengan pasar modal konvensional. Pasar modal Syariah tidak mengenal kegiatan perdagangan semacam short selling, yaitu jual atau beli dalam waktu yang amat singkat untuk mendapatkan keuntungan antara selisih jual dan beli. Pemegang saham Syariah merupakan pemegang saham untuk jangka relatif panjang, pola kepemilikan saham demikian tentunya membawa dampak positif. Perusahaan tentunya akan mendapatkan pemegang saham yang jelas lebih menaruh perhatian dan mempunyai rasa memiliki, ini akan menjadi kontrol yang efektif. Karakteristik pemilikan saham Syariah yang hanya mengutamakan pencapaian keuntungan yang akan dibagi atau kerugian yang akan ditanggung bersama (profit-loss sharing), tidak

13

Bapepam-LK, Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Op.cit. Muhammad Ismail Yusanto, Muhammad Kareber Widjajakesuma, Menggagas Bisnis Islami,(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm.17. 14

Universitas Sumatera Utara

11

akan menciptakan fluktuasi kegiatan perdagangan yang tajam dan bersifat spekulasi.15 Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dengan pasar modal Syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham Syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar Syariah. Secara umum konsep pasar modal Syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal Syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria Syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.16 Sebagaimana telah disebutkan di atas, dan merujuk Pasal 1 angka 4 UUPM dan Pasal 1 angka 13 UUPM aktivitas di Pasar Modal melalui perangkatnya Bursa Efek adalah tempat bertemunya antara permintaan dan penawaran atas surat berharga yang dilakukan melalui transaksi. Transaksi adalah istilah yang berlaku dalam dunia ekonomi, terhadap istilah itu disebut kontrak atau perjanjian dalam dunia hukum. Dengan demikian untuk melakukan perdagangan atas instrumen pasar modal dalam pandangan hukum dibutuhkan ketentuan hukum kontrak. Hukum kontrak adalah hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan yang substansi hukumnya membicarakan bagaimana harta kekayaan diperoleh dan dialihkan dari satu pihak kepada pihak lain. Konsepsi tentang hukum

kontrak dipengaruhi oleh sistem hukum yang

mengaturnya. Dalam pasar modal dan kegiatan di Bursa Efek sebelum lahirnya pasar

15

Abdul Manan, Op.cit., hlm. 10. Wahana Investasi dan Alternatif Pembiayaan http://pasarmodal.blog.gunadarma.ac.id, diakses tanggal 31/3/2011, pukul 23.02 WIB. 16

Perusahaan,

Universitas Sumatera Utara

12

modal Syariah, dipergunakan hukum kontrak konvensional yang didasarkan pada hukum Barat. Namun dalam perkembangannya, kontrak-kontrak di dalam pasar modal dipergunakan hukum kontrak berdasarkan sistem Hukum Islam, sebagaimana yang diberlakukan pada Pasar Modal Syariah

yang benar-benar mampu

menghilangkan unsur spekulasi yang menjadi tujuan utama dari Syariah dalam dunia hubungan perdagangan. Bangkitnya ekonomi Islam di Indonesia dewasa ini menjadi fenomena yang menarik dan menggembirakan terutama bagi penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Praktek kegiatan ekonomi konvensional, khususnya dalam kegiatan pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal, sekalipun berlabel Syariah. Salah satu produk pasar modal adalah reksadana. Reksadana merupakan Kontrak Investasi Kolektif yang dilakukan antara manajer investasi (pengelola investasi) dengan investor. Reksadana merupakan sebuah unit investasi yang dibentuk dengan tujuan tertentu. Mengacu pada Pasal 1 angka 27 UUPM “reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi”. Membeli reksadana tidak ubahnya menabung, bedanya surat tanda menabung tidak dapat diperjualbelikan, sebaliknya reksadana bisa diperjualbelikan. Unit penyertaan yang bisa dijual kembali kepada manajer investasi disebut reksadana

Universitas Sumatera Utara

13

terbuka (open end). Kebalikannya adalah reksadana tertutup (close end), yakni reksadana yang hanya bisa dijual kepada investor lain melalui pasar sekunder. Sebagian besar reksadana yang ada sekarang ini berbentuk reksadana terbuka. Dengan variasi produk investasi yang makin variatif ini menjadikan pasar modal sebagai sarana dan wahana investasi dari hari ke hari kian lengkap. Investor memiliki banyak pilihan produk yang bisa menjadi ajang investasinya yang tentunya disesuaikan dengan tujuan investasinya. Begitu juga bagi yang pihak membutuhkan modal (issuer), produk yang bisa dijual kepada investor bisa lebih variatif. Di samping saham, issuer atau emiten bisa menjual obligasi atau bisa juga kombinasi saham dengan obligasi atau obligasi dengan opsi tertentu.17 Untuk melakukan kegiatan jual beli reksadana dapat dilakukan melalui pasar modal Syariah dan pasar modal konvensional. Piranti hukum yang dipergunakan untuk melakukan jual beli reksadana di Pasar Modal Syariah dipergunakan akad-akad atau perjanjian yang didasarkan pada konsep hukum Islam. Dalam perjalanannya perkembangan pasar modal Syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran bahwa setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan Pasar Modal Syariah yang patut dicatat hingga tahun 2004, diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Selanjutnya disebut DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun ke 6 (enam) fatwa dimaksud adalah: 1. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam; 2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah; 17

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

14

3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah; 4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah; 5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal; 6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Fatwa-fatwa tersebut di atas mengatur prinsip-prinsip Syariah di bidang pasar modal yang meliputi bahwa suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip Syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian Syariah secara tertulis dari DSN-MUI. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh sertifikat/predikat Syariah dari DSN-MUI yaitu bahwa calon emiten terlebih dahulu harus mempresentasikan terutama struktur bagi hasilnya dengan nasabah/investor, struktur transaksinya, bentuk perjanjiannya seperti perjanjian perwali-amanatan dan lain-lain. Sebagai tindak lanjut dari Fatwa DSN-MUI tersebut, BAPEPAM-LK melalui Keputusan Ketua BAPEPAM-LK Nomor Kep-131/BL/2006 tanggal 23 Nopember 2006 menerbitkan peraturan yang berisikan Peraturan No.IX.A.14 yang menegaskan akad-akad yang digunakan dalam penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal dan Keputusan Ketua BAPEPAM No.Kep 130/BL/2006 tanggal 23 Nopember 2006 yang berisi Peraturan No. IX.IX.A.13 Penerbitan Efek Syariah. Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia secara umum ditandai oleh berbagai indikator diantaranya adalah semakin maraknya para pelaku pasar modal

Universitas Sumatera Utara

15

Syariah yang mengeluarkan efek-efek Syariah selain saham-saham dalam Jakarta Islamic Index (JII). Perkembangan transaksi saham Syariah di Bursa Efek Jakarta (BEJ) bisa digambarkan bahwa, berdasarkan lampiran Pengumuman BEJ Nomor.Peng 499/BEJDAG/ U/12-2004 tanggal 28 Desember 2004, bahwa daftar nama saham tercatat yang masuk dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (selanjutnya disebut JII) untuk periode 3 Januari 2005 s.d Juni 2005 adalah sebagai berikut: Anggota JII Periode Januari s.d. Juni 2005 adalah Astra Agro Lestari, Adhi Karya (persero), Aneka Tambang (Persero), Bakrie & Brothers, Barito Pacific Timber, Bumi Resources, Ciputra Developmen, Energi Mega Persada, Gajah Tunggal, International Nickel Ind, Indofood Sukses Makmur, Indah Kiat Pulp & Paper, Indocement Tunggal Prakasa, Indosat, Kawasan Industri Jababeka, Kalbe Farma, Limas Stokhomindo, London Sumatera, Medco Energi International, Multipolar Perusahaan Gas Negara (Persero), Tambang Batu Bara Bukit Asam, Semen Cibinong, Semen Gresik (Persero), Timah, Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, Telekomunikasi Indonesia, Tempo Scan Pacific, United Tractors, Unilever Indonesia.18 Adapun kinerja saham-saham Syariah yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII) dimaksud juga mengalami perkembangan yang cukup baik, hal ini terlihat: Dari kenaikan index JII sebesar 37,90% dari 118,952 pada akhir tahun 2003 menjadi 164,029 pada penutupan akhir tahun 2004. Begitu pula nilai kapitalisasi saham-saham Syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat

18

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

16

signifikan sebesar 48,42% yaitu dari Rp.177,78 Triliun pada akhir Desember 2003 menjadi Rp.263,86 Triliun pada penutupan akhir Desember 2004.19 Salah satu indikasi pertumbuhan dan perkembangan obligasi Syariah pada akhir-akhir ini dapat dilihat dari maraknya penawaran umum perdana obligasi Syariah dengan akad Ijarah. Sebagai gambaran bahwa sampai dengan akhir tahun 2003 hanya terdapat 6 (enam) emiten yang menawarkan obligasi Syariah di pasar modal Indonesia dengan total nilai emisi sebesar Rp 740 Milyar, sedangkan pada tahun 2004 ada penambahan sebanyak 7 (tujuh) emiten baru yang telah mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2004 secara kumulatif terdapat 13 (tiga belas) emiten yang menawarkan obligasi Syariah atau meningkat sebesar 116,67% jika dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya ada 6 (enam) emiten obligasi.20 Perkembangan selanjutnya adalah ditandai dengan meningkatnya nilai emisi obligasi Syariah di pasar modal Indonesia. Nilai emisi obligasi Syariah pada akhir tahun 2003 baru mencapai sebesar Rp 740 Milyar sedangkan nilai emisi obligasi yang sama pada akhir tahun 2004 mencapai Rp 1.424 Triliun yang berarti ada peningkatan sebesar 92,43%, namun jika dibandingkan dengan total nilai emisi obligasi di pasar modal Indonesia di tahun 2004 secara keseluruhan yaitu sebesar Rp. 83.005,349 Triliun, maka presentasenya masih terlalu kecil yaitu baru mencapai 1,72%.21 Di tengah maraknya instrumen investasi yang berlabel Syariah, perlu dicermati pula bahwa minimnya aturan-aturan hukum yang memayungi setiap kegiatan dan atau transaksi Syariah di pasar modal juga dirasakan sebagai ketidakjelasan aspek perlindungan terhadap para investor atau nasabah pasar modal Syariah.

19

Ibid. Ibid. 21 Ibid. 20

Universitas Sumatera Utara

17

Berdasarkan fakta tersebut tidak dapat dipungkiri secara praktis maupun teoritis peranan perbandingan hukum menjadi amat penting untuk mengamati dan menganalisis masing-masing konsep hukum yang ada khususnya tentang kegiatan di pasar modal. Seperti apa yang diungkapkan oleh Koopmans, seorang mantan hakim Mahkamah Peradilan Masyarakat Eropa yang mengatakan: Abad ke 21 akan menjadi sebuah era bagi metode-metode komparatif. Karena kita sama-sama menghadapi banyak permasalahan masyarakat yang sulit, dan karena kita hidup bersama semakin dekat di planet ini, kita tampaknya memang harus melihat kepada pendekatan-pendakatan dan pandangan satu sama lain. Dengan demikian, kita dapat menemukan berbagai hal menarik, tetapi kita juga dapat menemukan cara untuk mengatasi berbagai tantangan hukum yang amat besar yang tampak sudah tersedia bagi kita. 22 Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian berkaitan dengan konsep hukum Islam dalam kegiatan di Pasar Modal khususnya tentang perdagangan reksadana yang menggunakan hukum Islam sebagai piranti hukum dalam melakukan kegiatan di Pasar Modal Syariah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah di atas, dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi pertimbangan pembentukan Pasar Modal Syariah di Indonesia? 2. Apa yang menjadi prinsip (dasar) ketentuan hukum pada kegiatan perdagangan Bursa Efek dalam Pasar Modal Syariah?

22

Peter de Cruz, Perbandingan Sistem Hukum, Comon Law, Civil Law dan Socialist Law, terjemahan, Narulita Yusron, (Jakarta: Nusa Media, 2010), hlm. 708.

Universitas Sumatera Utara

18

3. Bagaimana pelaksanaan prinsip-prinsip Syariah dalam kegiatan investasi melalui instrumen Reksadana Syariah di Pasar Modal Syariah? C. Tujuan Penelitian Beranjak dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Menggali landasan pertimbangan yang dijadikan dasar untuk membentuk Pasar Modal Syariah di Indonesia. 2. Menemukan prinsip-prinsip Syariah yang dijadikan dasar untuk membentuk ketentuan hukum atau norma hukum yang mengatur kegiatan perdagangan Bursa Efek dalam Pasar Modal Syariah. 3. Untuk menemukan dan menganalisis penerapan prinsip-prinsip Syariah ke dalam akad-akad transaksi perdagangan instrument reksadana Pasar Modal Syariah. D. Manfaat Penelitian Sebagai suatu karya ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran atau masukan sebagai informasi kepada para akademisi maupun bagi pelaku bisnis, Bursa, Bapepam-LK, dan ahli ekonomi tentang prinsip-prinsip Syariah yang dapat dijadikan acuan pengembangan atau pembangunan hukum pasar modal Syariah.

Universitas Sumatera Utara

19

2. Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah diharapkan dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah hukum atau menemukan hukum atau mengisi kekosongan hukum yang terjadi dalam mengatasi kasus-kasus yang terjadi dalam Pasar Modal Syariah. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terhadap hasil penelitian yang sudah ada maupun yang akan dilakukan, materi penelitian ini belum pernah dilakukan. Tetapi pada Magister Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ditemukan penelitian dari Siti Hapsiah dengan judul “Prinsip Mudarabah Terhadap Obligasi Dalam Pasar Modal Syariah” namun tidak sama dengan penelitian yang akan dilakukan dalam tesis ini karena materi pembahasannya berbeda, yakni memfokuskan kepada obligasi Syariah saja sedangkan penelitian ini berjudul “Analisis Hukum Prinsip-prinsip Syariah dalam Pasar Modal Syariah di Indonesia” yang lebih mengungkapkan Pasar Modal Syariah secara lebih mendalam terutama salah satu instrumen Pasar Modal Syariah yaitu Reksadana Syariah. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya, yang berarti secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kemurniannya karena belum pernah ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

20

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Penelitian ini adalah penelitian norma hukum Syariah yang dijadikan dasar untuk pembentukan hukum di dalam kegiatan pasar modal Syariah, hal ini dilakukan karena belum ada undang-undang di Indonesia yang mengatur secara konkrit tentang hukum kontrak yang diberlakukan dalam kegiatan pasar modal Syariah. Jelasnya penelitian ini adalah untuk membentuk norma hukum yang berkaitan dengan hukum Islam yang akan diterapkan di dalam ketentuan-ketentuan bursa atau pasar modal Syariah. Untuk itu dalam penelitian ini dipergunakan teori mashlahah yang dikemukakan oleh asy-Syatibi dan teori mashlahah yang dikemukakan oleh at-Tufi. Teori mashlahah menurut asy-Syatibi adalah teori maqasyid al Syariah yang mengatakan: Setiap prinsip hukum Islam (mashlahah) yang tidak ditujukan oleh nass tertentu, dan ia sejalan dengan tindakan syara’. Maknanya diambil dari dalildalil syara’ maka mashlahah itu benar, dapat dijadikan landasan hukum Islam dan dijadikan tempat kembali. Demikian apabila prinsip tersebut (mashlahah) berstatus pasti berdasarkan kumpulan dalil-dalil syara’. Sebab dalil tidak harus menunjukkan hukum yang pasti secara berdiri sendiri tanpa digabungkan dengan yang lain. Sekalipun kasus cabang itu tidak ditunjukkan oleh dalil tertentu. namun telah didukung dalil kulli (bersifat umum). Dalil kulli apabila bersifat pasti, kekuatannya sama dengan satu dalil tertentu.23 Sedangkan mashlahah menurut at-Tufi menerangkan : Mashlahah sekalipun termasuk kategori mashlahah mulgah yang oleh para ulama disepakati tidak dijadikan landasaan penetapan hukum, dapat dijadikan 23

Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al Ghazali, Mashlahah Mursalah & Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 84

Universitas Sumatera Utara

21

landasan penetapan hukum. Bahkan mashlahah tersebut terkadang harus diutamakan dan didahulukan dari dalil-dalil hukum yang lain, termasuk nass dan ijma’.24 Kalau dipersandingkan dari dua teori mashlahah yang dikemukakan oleh asySyatibi dan at-Tufi, maka dapat diketahui bahwa acuan dan pegangan untuk menentukan mashlahah sebagai pengembangan hukum Islam bagi asy-Syatibi didasarkan pada nass dalam Al-Qur’an, hadist dan ijma’. Berbeda dengan at-Tufi untuk menentukan mashlahah sebagai dasar pengembangan hukum Islam didasarkan pada akal. Dengan alasan bahwa akal dapat menemukan dan membedakan mashlahat dengan mafsadat. Maksudnya, akal semata tanpa harus melalui wahyu, dapat mengetahui kebaikan dan keburukan yang diperlukan umat manusia. Namun keduanya sepakat bahwa penerapan prinsip mashlahah sebagai dasar pengembangan hukum Islam hanya dapat diberlakukan terhadap perkara-perkara muamalat (hubungan manusia dengan manusia) dan tidak berlaku dalam lapangan ibadah (hubungan manusia dengan Tuhan). Teori mashlahah dipergunakan dalam penelitian ini karena berkaitan dengan kepemilikan individu terhadap harta adalah sesuatu hal yang asasi. Setiap manusia secara alamiah haruslah mempunyai milik. Dengan milik tersebut eksistensi manusia menjadi bermakna. Dalam ajaran Islam, kepemilikan individu adalah izin dari syara’ (Allah SWT) yang memungkinkan siapa saja untuk memanfaatkan zat maupun kegunaan (utility) suatu barang serta memperoleh konpensasi, baik karena barangnya

24

Ibid, hlm. 87.

Universitas Sumatera Utara

22

diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa maupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut. Pengkajian terhadap hukum-hukum syara’ menunjukkan bahwa sebab-sebab kepemilikan terdiri dari lima perkara, yakni : 1. 2. 3. 4. 5.

bekerja (al-a’mal); warisan (al-irts); harta yang menyambung hidup; harta pemberian Negara (i’thau ad-daulah); harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan daya dan upaya apa pun.25 Dalam konteks bisnis, dari lima sebab-sebab kepemilikan di atas, hanya sebab

pertamalah (bekerja) yang dapat dikategorikan ke dalam kegiatan bisnis. Bekerja dalam pandangan Islam diarahkan dalam rangka mencari karunia Allah SWT, yakni untuk mendapatkan harta agar seseorang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, sejahtera, dan dapat menikmati perhiasan dunia. Agar nilai ibadah pekerjaan yang dilakukan itu harus merupakan pekerjaan yang halal, sehingga harta yang didapatnya juga merupakan harta yang sah atau halal karena melalui cara yang halal. Bekerja merupakan pengamalan dari perintah syariat Islam, karenanya bila dilakukan dengan cara yang benar (halal) untuk mengerjakan sesuatu yang juga halal, bekerja bukan hanya akan menghasilkan harta, melainkan juga mendapatkan pahala dari Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an dalam surat al-

25

Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Op.cit, hlm. 25.

Universitas Sumatera Utara

23

Jumu’ah, ayat 10 yang artinya: “…maka bertebarlah di muka bumi dan carilah karunia Allah..” Konsekuensi dari bekerja atau berbisnis harus dilakukan dengan cara yang halal, menyebabkan fungsi Syariah menjadi penting.26 Syariah adalah ketentuanketentuan hukum yang diberikan Allah SWT kepada umatnya. Syariah adalah mata air dari segala hukum yang mengatur kehidupan umat manusia agar manusia mendapat kemaslahatan. Dari beberapa ayat Al-Qur’an, hadist Nabi, dan tindakan para sahabat dapat diketahui bahwa tak satupun penetapan hukum Islam yang terlepas dari tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan. Hal ini memang sejalan dengan misi Islam secara keseluruhan yang rahmatan lil-‘Alamin.27 Fitrah manusia selalu ingin merasakan kemaslahatan dan kemaslahatan yang ingin dicari itu terdapat pada setiap penetapan hukum Islam. Potensi untuk dapat menyingkap kemaslahatan itu pun diberikan oleh sang Khaliq yang menetapkan hukum Islam itu kepada manusia. Itulah sebabnya oleh Al-Qur’an disebut sebagai agama fitrah, yakni agama yang ajarannya sejalan dengan fitrah manusia dan kebenarannya pun dapat dideteksi oleh fitrah manusia. Untuk itulah Al Ghazali menyatakan : Setiap mashlahat (kemashlahatan) yang kontra dengan Al-Qur’an, sunnah, atau ijma’ adalah batal dan harus dibuang jauh-jauh. Setiap kemashlatan yang sejalan dengan tindakan syara’ harus diterima untuk dijadikan pertimbangan penetapan hukum Islam. Bila kemashlahatan itu ada dalil tertentu yang menunjukkannya, metode pengembangan hukumnya lewat qiyas. Apabila hal

26 27

Ibid. Ahmad Munif Suratmaputra, Op.cit, hlm. 57.

Universitas Sumatera Utara

24

itu tidak ditunjukkan oleh dalil tertentu, metode pengembangannya melalui istislah.28 Tujuan pokok penetapan hukum Islam untuk mewujudkan kemashlahatan telah menjadi konsensus ulama berdasarkan penelitian secara induktif (istiqra’) terhadap sekian banyak ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Menurut Suratmaputra hal demikian ini “oleh asy-Syatibi penelitian semacam itu menghasilkan pengetahuan yang kebenarannya bersifat pasti yang tidak dapat disanggah”.29 Dari pernyataan di atas dapatlah diketahui bahwa betapa lekatnya hukum Islam dengan mashlahat sebagai tujuan pokok penetapannya, dan berdasarkan prinsip itu para imam mujtahid kemudian mengembangkan hukum Islam, antara lain sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibn-Qayyim sebagaimana dikutip oleh Suratmaputra: Sesungguhnya prinsip dan dasar penetapan hukum Islam adalah kemashlahatan hamba di dunia dan akhirat, Hukum Islam itu semuanya adil, membawa rahmat, mengandung maslahat, dan membawa hikmah. Setiap masalah yang keluar dari keadilan menuju kezaliman, dari rahmat kearah sebaliknya/laknat, dari maslahat ke mafsadat, dan dari hikmah kepada sesuatu yang hampa, tidaklah termasuk ke dalam hukum Islam, sekalipun hal itu dimasukkan ke dalamnya takwil.30 Kemashlahatan yang ingin diwujudkan dan diraih oleh hukum Islam itu bersifat universal, kemashlahatan sejati, bersifat duniawi dan ukhrawi, lahir, bathin, material spiritual, mashlahat individu juga mashlahat umum, mashlahat hari ini dan hari esok. Semua terlindungi dan terlayani dengan baik, tanpa membeda-bedakan

28

Ibid, hlm. 58. Ibid. 30 Ibid, hlm. 59. 29

Universitas Sumatera Utara

25

jenis dan golongan, status sosial, daerah dan asal keturunan, orang lemah dan kuat, penguasa atau rakyat. Oleh karena tujuan pokok hukum Islam adalah mewujudkan kemashlahatan, maka peranan mashlahat dalam hukum Islam sangat dominan dan menentukan. Dan mashlahat ini dalam pengembangan hukum Islam menjadi suatu prinsip. Jadi, semua produk hukum Islam, baik yang bersumber dari dalil yang disepakati maupun yang bersumber dari dalil yang diperselisihkan, tak satu pun yang terlepas dari prinsip untuk mewujudkan kemashlahatan. Atas dasar ini, hukum Islam kategori Syariah yang memang dijamin pasti mengandung dan membawa mashlahat sepanjang zaman, penerapan dan aplikasinya tidak dapat ditawar-tawar, dalam arti dalam kondisi apa pun mesti diterapkan seperti itu, tanpa ditambah dan dikurangi, di mana kondisi dan situasi harus tunduk kepadanya. Sementara itu, fiqh penerapan dan aplikasinya justru harus mengikuti kondisi dan situasi sesuai dengan tuntutan kemashlahatan dan kemajuan zaman. Mengapa penerapan dan aplikasi fiqh demikian? Hal ini dimaksudkan agar prinsip mashlahah tetap terpenuhi dan terjamin. Dan penerapan fiqh yang mengikuti perkembangan jaman merupakan mashlahah itu sendiri. Mengingat pentingnya prinsip mashlahah dalam pengembangan hukum Islam, dan subjek penelitian ini berkaitan dengan prinsip-prinsip Syariah dalam hukum pasar modal Syariah, maka tidak dapat dielakkan prinsip mashlahah ini menjadi dasar teori dari penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

26

Adapun dipergunakannya kedua teori mashlahah di atas, didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut: a. Kedua teori tersebut berkaitan dengan pemikiran atau konsep tentang hukum yang didasarkan visi idealitas spriritual dan visi hukum yang materialis sosiologis. Visi hukum yang idealitas spiritual diwakili oleh pendapat asy-Syatibi sedangkan visi hukum materialis sosiologis diwakili oleh pendapat at-Tufi. b. Kedua teori tersebut mewakili aliran pemikiran ahli hukum Islam, yaitu satu pihak mewakili pemikiran ahlu al-hadist yaitu pengembangan hukum Islam mutlah didasarkan pada wahyu dan hadist, sedangkan pandangan kedua mewakili kelompok ar-ra’yi yang berpendapat bahwa penggunaan akal bebas untuk menguraikan hukum adalah sah dan perlu. c. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan hukum yang mengatur bidang muamalat (hubungan antar pribadi) yaitu ketentuan hukum tentang perdagangan saham yang berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia dan kemajuan zaman. d. Penelitian ini berkenaan dengan pembentukan hukum Islam di bidang investasi yang belum diatur secara konkrit sehingga diperlukan mengenal prinsip-prinsip hukum yang dapat digunakan untuk membentuk norma hukum Islam di bidang kegiatan perdagangan surat berharga atau finansial asset. Al-Qur’an keberadaannya

adalah

norma

sebagaimana apa

hukum adanya.

yang

berbentuk

Al-Qur’an

grundnorm

sebagai

norma

yang dasar

Universitas Sumatera Utara

27

(groundnorm) inilah yang menjadi acuan dalam pembentukan hukum yang bersifat lebih praktis atau hukum yang mengatur perilaku. Tegasnya prinsip-prinsip Syariah terdapat dalam Al-Qur’an dan dari sana lah dikeluarkan norma hukum perilaku yang mengatur perilaku kehidupan termasuk dalam melakukan kegiatan bisnis. Jadi, AlQur’an merupakan sebagai sumber utama dari peraturan-peraturan hukum yang akan dibentuk. Sebagaimana perbincangan dalam ekonomi Islam melibatkan tiga komponen pokok yang meliputi ALLAH SWT, Manusia dan alam semesta yang mencerminkan bahwa ALLAH SWT sebagai pemilik alam semesta serta memberikan keadilan dan manusia memanfaatkan nya sehingga dalam Islam setidaknya ada akidah, moral dan hukum Syariah yang menjadikan faktor kuat pada individu manusia dalam melakukan kegiatan ekonomi agar dapat terhindar dari praktik dan unsur-unsur riba, gharar, judi (maysir), haram dan syubhat (tercampur antara yang halal dan haram). 2. Kerangka Konsepsi Peranan konsep dalam suatu karya ilmiah sangat penting artinya. Karena dengan konseplah pembahasan akan menjadi terfokus dan memperjelas subjek bahasan. Konsep berisikan pengertian tentang pokok bahasan atau subjek yang akan dibahas. Kegunaannya adalah untuk menghubungkan dunia teori dan obsevasi, antara abstraksi dengan realitas.31

31

Masri Singarimbun, dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1999), hlm. 34.

Universitas Sumatera Utara

28

Konsepsi juga diartikan sebagai “kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional”. 32 Oleh sebab itu, kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa pengertian yang akan digunakan sebagai dasar penelitian hukum.33 Dalam penelitian ini pokok bahasan adalah berkenaan dengan prinsip-prinsip Syariah dalam Pasar Modal Syariah di Indonesia. Dari judul ini ada beberapa istilah atau kata yang mengandung konsep yang perlu diuraikan atau diperjelas sehingga dalam pembahasannya tidak terjadi bias atau kerancuan. Hal ini perlu dilakukan karena pengertian suatu kata akan bias bila dilihat dari sistem hukum yang ada di belahan dunia yang dikenal dalam ilmu hukum. Adapun yang menjadi konsepsi dalam penelitian ini dikemukakan ke dalam definisi operasional sebagai berikut: 1. Prinsip adalah asas atau kebenaran yang menjadi dasar berpikir dan bertindak. 2. Prinsip Syariah dimaksudkan dalam penulisan ini adalah asas-asas hukum Syariah atau hukum Islam. Asas hukum ialah prinsip-prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum. Asas-asas itu dapat disebut juga pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang hukum.34 3. Sedangkan pengertian Syariah dapat diurai dari dua segi: Secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata air) yakni jalan yang lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim. Syariah merupakan jalan hidup muslim. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik 32

28.

Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1998), hlm.

33

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Sesuatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 7. 34 Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Cetakan Ketiga, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 81.

Universitas Sumatera Utara

29

berupa larangan maupun berupa suruhan. Ia meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Di lihat dari segi ilmu hukum, Syariah merupakan dasar hukum yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubunganya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.35 Intinya, Syariah adalah “perintah Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W. Syariah merupakan sistem ketuhanan yang mendahului negara Islam dan tidak didahului olehnya, mengontrol masyakat Islam dan tidak dikontrol olehnya”.36 Jadi “Syariah merepresentasikan sistem nilai keagamaan yang menjadi kerangka rujukan bagi tingkah laku dan perbuatan setiap muslim”.37 Maka yang dimaksudkan prinsip-prinsip Syariah dalam penelitian ini adalah asasasas hukum yang ditentukan berdasarkan ketentuan Allah yang berisikan ketetapan berupa larangan atau suruhan yang meliputi seluruh aspek kehidupan. 4. Pasar Modal Syariah dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek yang dalam aktivitasnya diatur dan menggunakan sistem hukum Islam. 5. Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain

35

Muhammad Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hlm. 49. Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, Studi Perbandingan Sistem Hukum Islam, Terjemahan, Yudian Wahyudi Asmin, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), hlm. 45. 37 Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Cakrawala, 2006), hlm.4. 36

Universitas Sumatera Utara

30

dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.38 Berdasarkan ketentuan ini, dapat diketahui bahwa bursa efek adalah lembaga atau perusahaan yang menyelenggarakan

atau

menyediakan

fasilitas

sistem

pasar

untuk

mempertemukan penawaran jual beli efek antara berbagai perusahaan atau perorangan yang terlibat dalam tujuan memperdagangkan efek perusahaanperusahaan yang telah tercatat di bursa efek.39 6. Reksadana Syariah adalah Reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (sahib almal / Rabb al Mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.40 G. Metode Penelitian 1. Sifat dan jenis penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian normatif filosofis, artinya penelitian ini berkaitan dengan pembentukan norma hukum atau aturan hukum Islam yang akan dipergunakan untuk melakukan kegiatan perdagangan di Pasar Modal yang menganut sistem hukum Islam atau Syariah sesuai dengan semangat ajaran Islam. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksploratif, yaitu penelitian yang menggali dan mengungkapkan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum Islam yang 38

Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Ratu Ayu Rahmi, http://aafandia.wordpress.com/2009/05/29/pasar-modal-dalamperspektif-ekonomi islam/, diakses tanggal 7 April 2011, pukul. 14.00 WIB. 40 Pasal 1 ayat 6 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah. 39

Universitas Sumatera Utara

31

dijadikan dasar atau pedoman dalam membentuk peraturan atau norma hukum Islam yang akan dipergunakan untuk melakukan perdagangan surat berharga di pasar modal. Atau dengan kata lain, penelitian ini prinsip dasar yang fundamental sebagai asas-asas hukum Islam yang akan dipergunakan untuk melakukan regulasi dalam kegiatan di Pasar Modal Syariah. Sehingga intrumen hukum yang berlaku dalam kegiatan di Pasar Modal Syariah sesuai dengan semangat dan jiwa hukum Islam yang tidak mengandung riba dan spekulasi. 2. Jenis dan sumber data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari ketentuan hukum yang bersifat norma dasar atau peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan, yakni : 1.

Undang-Undang Dasar 1945;

2.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

3.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berikut Peraturan Pemerintah pelaksana Undang-undang Perseroan Terbatas;

4.

Peraturan yang diterbitkan oleh BAPEPAM;

5.

Peraturan yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia khususnya yang berkaitan dengan hukum Islam; dan

Universitas Sumatera Utara

32

6.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengenai ketentuan–ketentuan dalam pasar modal Syariah. Bahan hukum sekunder meliputi:

1. Buku-buku atau literatur yang dari para ahli hukum Islam dan hukum konvensional yang relevan dengan penelitian ini; 2. Tafsir Al Qur’an yang diterbitkan oleh Kementerian Agama RI; 3. Jurnal hukum tentang pasar modal, pasar investasi baik bidang hukum konvensional maupun hukum Islam; 4. Rancangan Undang-undang ataupun rancaangan peraturan yang berkaitan dengan pasar investasi finansial; Bahan hukum tertier terdiri dari kamus hukum Islam maupun kamus hukum umum dan kamus bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topik dalam penelitian ini seperti: peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, majalah, artikel, jurnal, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, wawancara/interview dengan narasumber atau informan dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

33

4. Analisis data Dalam melakukan analisis data dipergunakan analisis kualitatif. Artinya analisis atau penguraian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk kalimat atau narasi yang mengungkapkan makna dari suatu prinsip - prinsip hukum Islam yang dijadikan dasar penelitian ini. Analisis kualitatif dilakukan setelah data sekunder di kumpul, kemudian disistimatisasi dan diklasifikasi sesuai dengan permasalahan yang telah ditetapkan. Kemudian data tersebut dianalisis dengan melakukan contens analysis. Artinya dari data yang telah disistimatisasi dan diklasifikasi tersebut dicari dan ditemukan makna yang terkandung didalamnya. Pencarian makna dari data yang ada dilakukan dengan menggunakan metode penafsiran. Metode penafsiran yang dipergunakan dalam menafsirkan data dalam penelitian ini adalah penafsiran autentik, gramatikal dan filosofis historis. Metode berfikir dalam penelitian ini dilakukan dengan cara berfikir deduktif ke induktif. Artinya berfikir dari hal-hal yang umum, yaitu berkaitan dengan nilainilai dasar dalam hukum Islam untuk diterapkan atau digunakan membentuk peraturan hukum yang lebih konkrit dan khusus mengatur suatu perbuatan tertentu dalam aktivitas kegiatan di Pasar Modal.

Universitas Sumatera Utara