1 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN

Download Kata kunci: kemampuan memecahkan masalah, hasil belajar, Problem ... dan 24 putri yang mengikuti mata pelajaran Geografi pada materi Pelest...

0 downloads 415 Views 81KB Size
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING Asna Khuroidah1, Dwiyono H. U.2, Yuswanti A. W.3

Abstrak: Tujuan penelitian ini mendeskripsikan peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar Geografi dengan menerapkan pembelajaran model Problem Based Learning di kelas XI IPS-1 MAN 3 Tulungagung. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar. Disarankan kepada guru geografi untuk mencoba menerapkan model tersebut dalam pembelajaran agar kualitas pembelajaran geografi semakin meningkat. Kepada pihak sekolah disarankan agar mendukung dengan memberikan fasilitas untuk penerapan model pembelajaran Problem Based Learning di sekolah. Kata kunci: kemampuan memecahkan masalah, hasil belajar, Problem Based Learning Dalam rangka menghadapi tantangan global pendidikan, salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia yakni pemerintah telah melakukan upaya perbaikan kurikulum. Pada tahun 1968, 1975, 1984 dan 1994 pendidikan Indonesia menerapkan kurikulum dengan paradigma behavioristik. Kurikulum-kurikulum tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, sehingga kurikulum berubah menjadi kurikulum 2004 atau yang lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setelah KBK diterapkan, ternyata tujuan pendidikan belum bisa dicapai secara optimal. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005

1 2 3

Alumni UM 2013 Dosen Fisik Geografi UM Dosen Sosial Geografi UM

1

tentang Standar Nasional Pendidikan, maka diberlakukan kurikulum yang baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP saat ini terdapat persoalan dan belum tercapai sepenuhnya di lapangan. Berdasarkan observasi awal yang dilaksanakan pada bulan awal Nopember di MAN 3 Tulungagung,bahwa nilai hasil belajar siswa ranah kognitif dan afektif menunjukkan belum tuntas secara klasikal. Kondisi tersebut disebabkan pemblajaran di kelas yang monoton dan tidak mengggunakan model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan siswa dalam memecahkan masalah dan hasil belajar. Sehingga dilakukan penelitian yang menerapkan model Problem Based Learning. Model pembelajaran problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pendapat tentang model pembelajaran ini, Sumarmi (2012: 147) menjelaskan bahwa ”Pembelajaran Berbasis Masalah atau

Problem Based Learning adalah model

pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar, bekerja secara kooperatif di dalam kelompok untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di dunia nyata. Ciri-ciri permasalahan antara lain: (1) merupakan permasalahan yang nyata dan dapat mengembangkan atau mempertinggi mental siswa untuk memecahkannya; (2) permasalahan hendaknya bermakna bagi siswa sehingga mereka mempelajarinya dengan sungguh-sungguh; (3) permasalahan sesuai dengan kemampuan siswa dan memungkinkan untuk dilaksanakan. Pemecahan masalah merupakan suatu keterampilan yang dapat diajarkan dan dapat dipelajari. Menurut Jogiyanto, 2006:60 ”pemecahan masalah adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah”. Memecahkan masalah dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi pemecahanpemecahan yang mungkin, memilih suatu pemecahan, melaksanakan pemecahan itu dan menganalisis serta melaporkan penemuan-penemuan mereka. 2

Menurut Nurhadi dkk (2004:27), keterampilan dan indikator memecahkan masalah seperti pada Tabel 2. Tabel 1 Kemampuan Memecahkan Masalah dan Indikatornya No. 1.

Kemampuan Memecahkan Masalah Identifikasi masalah

2.

Merumuskan masalah

3.

Menganalisis masalah

4. 5.

Menarik kesimpulan Melakukan evaluasi

6.

Memecahkan dan menyelesaikan masalah Sumber: Adaptasi dari Nurhadi dkk. (2004:27)

Indikator Menentukan permasalahan dan menunjukkan fenomena yang ada dalam permasalahan Memformulasikan permasalahan dalam bentuk pertanyaan Mengumpulkan dan mengkaji data yang sesuai dengan permasalahan Membuat kesimpulan dari masalah yang telah dianalisis Evaluasi berdasarkan fakta, prinsip atau pedoman, kemudian menentukan beberapa alternatif solusi Memilih solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan

Selain kemampuan memecahkan masalah, penerapan model Problem Based Learning bertujuan meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar menurut Purwanto (2010:2628) menjelaskan 1) perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses; 2) kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung; 3) perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dinilai hanyalah ranah kognitif dan afektif, karena ranah psikomotorik yang di dalamnya mengukur keterampilan gerak tubuh siswa, tidak sesuai dengan model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah mendeskripsikan peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar siswa kelas XI IPS-1 MAN 3 Tulungagung dengan langkah memperbaiki pemebelajaran yang sudah dilaksanakan. Harapannya penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran geografi dikelas dan menjadi acuan guru dalam memperbaiki pembelajaran yang dilaksanakan.

METODE Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Dalam pelaksanaanya, penelitian tindakan kelas terdiri dari beberapa siklus. Dan masingmasing siklus selalu terdiri dari 4 langkah yaitu (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) observasi; dan (4) refleksi. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di MAN 3 3

Tulungagung yang berlokasi di Jalan Kandung Tanen Rejotangan. Penelitian akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS-1 MAN 3 Tulungagung sebanyak 39 siswa yang terdiri dari 15 putra dan 24 putri yang mengikuti mata pelajaran Geografi pada materi Pelestarian Lingkungan Hidup. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, angket, dan tes. Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan memecahkan masalah siswa. Dengan observasi, kemampuan memecahkan masalah siswa dapat diamati secara seksama. Angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari siswa mengenai sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran Geografi. Pengukuran sikap tersebut merupakan pengukuran hasil belajar siswa ranah afektif. Sedangkan tes adalah bahan tertulis yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diberikan dan kemampuan memecahkan masalah. Tes digunakan untuk mengetahui

hasil belajar siswa ranah kognitif dan

kemampuan memecahkan masalah. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui peningkatan siswa dalam memecahkan masalah dan hasil belajar siswa. Peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan peningkatan hasil belajar dapat dianalisis data dengan teknik kuantitatif dan kualitatif. Teknik kuantitatif digunakan untuk menganalisis data kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar siswa. Sedangkan teknik kualitatif digunakan pada saat melakukan refleksi pada setiap siklus tindakan. Dalam refleksi tersebut akan dibandingkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar siswa antara sebelum dengan setelah dilakukan tindakan. Sehingga diketahui apakah sudah terjadi peningkatan kualitas pembelajaran ataukah belum.

HASIL Berdasarkan hasil analisis, maka diperoleh hasil sebagai berikut. Rata-rata nilai kemampuan memecahkan masalah yang diperoleh siswa pada siklus I adalah 69,01, dengan persentase keberhasilan tindakan sebesar 68,0% berdasarkan Ketuntasan Minimal. Pada siklus II diperoleh rata-rata kemampuan memecahkan masalah sebesar 71,35, dengan 4

persentase keberhasilan tindakan sebesar 71,3%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah selama penerapan pembelajaran kooperatif model Problem Based Learning mengalami peningkatan. Berikut ini merupakan penyajian hasil analisis kemampuan memecahkan masalah dalam bentuk tabel. Tabel 2 Hasil Analisis Rata-Rata Kemampuan Memecahkan Masalah Selama Penerapan Model Problem Based Learning No.

Tindakan

1. 2. 3.

Pra Tindakan Siklus I Siklus II

Kemampuan Memecahkan Masalah Nilai Rata-rata % 55,6 30,8 69,0 68,0 71,35 71,3

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwasanya terdapat peningkatan rata-rata nilai kemampuan memecahkan masalah siswa yang tidak sama besarnya. Peningkatan ini bertahap dari prasiklus menuju siklus I dan siklus II. berdasarkan rata-rata Kelas jumlah peningkatan dari pra siklus menuju siklus I mencapai 13,2, sedangkan dari siklus I menuju siklus II hanya mencapai 2,35. Meskipun demikian telah terjadi peningkatan rata-rata kemampuan memecahkan masalah pada Kelas XI IPS-1 MAN 3 Tulungagung. Selain peningkatan kemampuan memecahkan masalah dalam bentuk rata-rata Kelas, juga terjadi peningkatan persentase siswa yang tuntas atau ketuntasan klasikal yakni mencapai 71,3 % pada akhir siklus penelitian ini dan menjadikan Kelas XI IPS-1 MAN 3 Tulungagung susdah tuntas klasikal. Berdasarkan hasil analisis secara deskriptif, maka diperoleh hasil sebagai berikut. Nilai rata-rata hasil belajar ranah kognitif yang diperoleh siswa pada siklus I adalah 77,1 dengan persentase keberhasilan tindakan sebesar 65%. Pada siklus II diperoleh nilai ratarata hasil belajar ranah kognitif sebesar 80, dengan persentase keberhasilan tindakan sebesar 87,5%. Nilai rata-rata hasil belajar ranah afektif yang diperoleh siswa pada siklus I adalah B (BAIK), dengan persentase keberhasilan tindakan sebesar 67,5%. Pada siklus II, nilai rata-rata hasil belajar ranah afektif adalah B (BAIK), dengan persentase keberhasilan sebesar 85%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar (baik ranah kognitif maupun ranah afektif) selama penerapan pembelajaran kooperatif model Problem Based

5

Learning mengalami peningkatan. Tabel 3 merupakan penyajian hasil analisis hasil belajar siswa. Tabel 3 Hasil Analisis Tes Hasil Belajar Siswa Selama Penerapan Model No.

Tindakan

1. 2. 3.

Pra Tindakan Siklus I Siklus II

Kognitif Nilai Rata-rata 65,9 77,1 82,8

Hasil Belajar Afektif % Skor Rata-rata 28,1 27,8 65,0 29,7 84,6 32,9

% 46 74 87

Setelah diperoleh data kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar maka dihitung rata-rata masing masing indikator baik dari pra tindakan, siklus I ataupun siklus II. terdapat tiga data yang kemudian dihiting rata-ratanya seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Analisis Distribusi Hasil Belajar Selama Penerapan Model Problem Based Learning N0. 1. 2. 3.

Tindakan Pra Siklus I Siklus II

Rerata Nilai Proses 55,6 69 71,3

Rerata Nilai Kognitif 65,9 77,1 82,7

Rerata Nilai Afektif 69,5 74,2 80

Rata-Rata (Tiga Indikator) 64 74 79

Pada Tabel 4 dapat diketahui hasil belajar akhir siswa Kelas XI IPS-1 MAN Tulungagung yang diperoleh dari nilai proses, hasil belajar ranah kognitif , dan hasil belajar afektif mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut ditunjukkan perolehan nilai rata-rata dalam satu Kelas 74 pada siklus I, dan meningkat menjadi 79 pada siklus II. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

6

Frekuensi

Jenis Penilaian

Gambar 1 Grafik Nilai Hasil Belajar Selama Penerapan Model Problem Based Learning PEMBAHASAN Pembelajaran

Problem

Based

Learning

dapat

meningkatkan

kemampuan

memecahkan masalah dan hasil belajar dari pra tindakan ke siklus I sampai pada siklus II. peningkatan tersebut diperoleh dari proses pembelajaran yang dilakukan. Perbaikan proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, perlu adanya pembentukan kelompok diskusi. Pada saat diskusi kelompok dapat ditemukan adanya pengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Dikarenakan dalam kelompok terdapat interaksi antar siswa, bekerja sama dalam menyelesaikan masalah ataupun tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Dengan demikian, terdapat hubungan interpersonal dan komunikasi satu sama lain, baik dengan teman dalam kelompok ataupun dengan guru. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat (Santrock, 2004: 486) yang menyatakan bahwa teman sebaya, orang tua, dan guru sangat penting dalam dunia sosial siswa yang dapat memperkuat pembelajaran siswa dari interaksi, komunikasi, dan kerjasama diantaranya. Proses Problem Based Learning yang dilaksanakan, guru hanya membimbing dan memonitor siswa dalam upaya memecahkan masalah yang ada. Siswa akan memperoleh pemecahan masalah dari pengalaman, pengetahuan, dan aktivitas siswa dalam kelompok 7

bersama teman-temanya. Pada saat kegiatan membimbing siswa melakukan penyelidikan individual maupun kelompok. Kegiatan yang dilakukan oleh guru yakni mengarahkan siswa untuk mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan masalah yang ditemukan, sehingga dapat memecahkan masalah tersebut. Langkah yang dilakukan yaitu menerapkan metode diskusi kelompok. Pada saat diskusi kelompok siswa memperoleh informasi dan pengetahuan baru yang mempengaruhi terjadinya perkembangan kognitif siswa. Perkembangan kognitif ini didasarkan pada kekuatan teman sebaya yang mempunyai banyak kesamaan, sehingga siswa lebih mudah menerima materi dan perolehannya lebih tinggi. Keadaan ini sejalan dengan penelitian siswa oleh Steinberg, Dornbusch, dan Brown 1992 di Amerika serikat (dalam Wade, 2008: 216-217) yang menyatakan tingkat dukungan untuk pencapaian akademik siswa berasal dari teman belajar bersama dalam kelompok. Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pada siklus II, anggota kelompok diubah berdasarkan persebaran nilai. Hal ini bertujuan agar siswa yang perolehan nilainya rendah dan kemempuan dalam memecahkan masalah masih kurang akan lebih berkembang. Perkembangan tersebut didukung kondisi kelompok dan teman dalam kelompok. Jika teman dalam kelompok memiliki kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar tinggi maka akan membantu siswa yang mempunyai kemempuan dan nilai rendah. Sesuai dengan studi Kinderman, dkk (dalam Santrock, 2004:534) yang menjelaskan kelompok teman sebaya mempunyai standar prestasi tinggi, maka kelompok itu akan membantu prestasi akademik anggotanya. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir kritis dan sistematis dalam menganalisis permasalahan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka saat proses diskusi. Pemilihan topik permasalahan yang berada di sekitar lingkungan mendukung siswa mudah memahami kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Selain itu, pengalaman siswa yang dimiliki sebelumnya akan berasimilasi pada keadaan baru yang dialaminya yakni saat proses diskusi dengan teman dalam kelompoknya. Aktivitas tersebut menjadikan perkembangan kognitif siswa mengalami penguatan dan bersifat permanen. Sesuai dengan pendapat Jean piaget dan Lev Vygotsky (dalam Wade, 2008: 280) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif anak tergantung dari pengalaman yang dimiliki oleh anak dan interaksi antar anak sehingga terjadi pemantapan (maturasi). 8

Berdasarkan kegiatan diskusi dalam kelompok sebagai sarana untuk bertukar pengalaman dalam rangka mencari solusi dari permasalahan yang mereka temukan dapat mengondisikan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam kelompok. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menghadapi kondisi dan keadaan siswa, agar mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan Krulik dan Rudnick (dalam Santyasa,2005:4) bahwa ”pemecahan masalah adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tidak lumrah”. Adanya kepekaan terhadap permasalahan yang ada di sekitar mereka, siswa akan terlatih untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan solusi yang tepat. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir kritis dan sistematis dalam menganalisis permasalahan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka saat proses diskusi. Pemilihan topik permasalahan yang berada di sekitar lingkungan mendukung siswa mudah memahami kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Selain itu, pengalaman siswa yang dimiliki sebelumnya akan berasimilasi pada keadaan baru yang dialaminya yakni saat proses diskusi dengan teman dalam kelompoknya. Aktivitas tersebut menjadikan perkembangan kognitif siswa mengalami penguatan dan bersifat permanen. Sesuai dengan pendapat Jean piaget dan Lev Vygotsky (dalam Wade, 2008: 280) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif anak tergantung dari pengalaman yang dimiliki oleh anak dan interaksi antar anak sehingga terjadi pemantapan (maturasi). Berdasarkan angket sikap untuk mengukur hasil belajar ranah afektif yang dimiliki siswa, ditemukan bahwa butir pernyataan yang mendapatkan skor terbesar adalah pada butir ke 6, yaitu tentang respon siswa terhadap ajakan guru untuk melakukan observasi di lapangan. Siswa terlihat sangat antusias dengan kegiatan observasi lapangan, dengan demikian pembelajaran berjalan dengan menyenangkan dan mempermudah siswa untuk melakukan pengamatan autentik. Dari kondisi pembelajaran yang menyenangkan tersebut dapat memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan tertib dan mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat (Wade dan Tavris, 2008: 180) beberapa aspek lingkungan kerja dalam hal ini kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan motivasi kepuasan dalam belajar yang mempengaruhi hasilnya. 9

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar siswa kelas XI IPS-1 MAN 3 Tulungagung pada materi Pelestarian Lingkungan Hidup dan mencapai standar ketuntusan yang sudah ditentukan. Berdasarkan kesimpulan diatas dapat hendaknya pihak sekolah memotivasi guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model-model pembelajaran yang sesuai agar permasalahan pembelajaran dapat diatasi. Guru mata pelajaran Geografi hendaknya mulai mencoba menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di dalam proses pembelajaran, karena model tersebut terbukti efektif untuk meningkatkan hasil belajar Geografi siswa yang di dalamnya terdapat indikator kemampuan memecahkan masalah. Penerapan model ini juga harus mempertimbangkan waktu dan melakukan inovasi model yang digunakan sehingga dapat tercapai tujuan dalam pembelajaran. Sealin itu, peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar pada materi pembelajaran lain yang sesuai.

10

DAFTAR RUJUKAN Budiningsih, Asri. 2005 Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Fisher, Alec. 2007. Berfikir Kritis: Sebuah Pengantar. Terjemahan. Hardinata, Benyamin. 2009. Jakarta: Erlangga. Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Jogiyanto. 2006. Pembelajaran Metode Kasus untuk Dosen dan Mahasiswa. Yogyakarta: Penerbit Andi. Mulyasa. 2010. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Purwanto. 2010. Evaluasi Proses dan Hasil dalam Pembelajaran Aplikasi dalam Bidang Studi Geografi. Malang: UM Press. Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua . Terjemahan Tri Wibowo B.S. 2008. Jakarta: Kencana. Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media. Susilo, Herawati dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Bayumedia. Wade, Carol dan Tavris, Carol.Tanpa Tahun. Psikologi (edisi kesembilan). Terjemahan Mursalin, Padang. 2007. Jakarta: Erlangga. Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

11