1 THE USE OF BAHASA INDONESIA IN TRADING ACTIVITY AT

Download PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM AKTIVITAS. JUAL-BELI DI PASAR ANDUONOHU. DAN DI MALL MANDONGA KOTA KENDARI: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. The...

0 downloads 520 Views 65KB Size
1

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM AKTIVITAS JUAL-BELI DI PASAR ANDUONOHU DAN DI MALL MANDONGA KOTA KENDARI: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK

The use of Bahasa Indonesia in Trading Activity at Anduonohu Market and Mandonga Mall, Kendari City: a Sociolinguistic Study Samsuddin, Muhammad Darwis dan Nurhayati

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengkaji penggunaan bahasa Indonesia di pasar tradisional dan di Mal. Kajian difokuskan pada perbedaan penggunaan bahasa Indonesia dan kelompok sosial. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, dilakukan di Pasar Anduonohu dan Mal Mandonga Kota Kendari. Sumber datanya adalah penjual dan pembeli. Populasi penelitian adalah masyarakat Kendari dari berbagai kelompok sosial dengan sampel ditetapkan secara purposif. Metode pengumpulan data penelitian adalah metode simak dengan teknik sadap. Data dianalisis melalui kajian sosiolinguistik. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu menunjukkan penggunaan bahasa Indonesia cenderung menggunakan bahasa Indonesia dengan variasi bahasa daerah. Penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Mal Mandonga ditemukan tiga variasi bahasa, yaitu bahasa Indonesia variasi popular, variasi bahasa daerah dan variasi umum. Kelompok sosial dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu merupakan kelompok sosial yang berasal dari suku Tolaki, Buton, Bugis, Muna, dan Jawa. Kelompok sosial dalam aktivitas jual beli di Mal Mandonga adalah kelompok sosial anak-anak, remaja, dewasa, orang tua dan kelompok sosial umum. Kata kunci: Penggunaan Bahasa Indonesia, Variasi Bahasa, Jual Beli

ABSTRAK This Research aims to study the Bahasa Indonesia in traditional market and Mall. The study focuses on different varieties in the use of Bahasa Indonesia and social groups. This research was conducted as a qualitative descriptive study at Anduonohu Market and Mandonga Mall, Kendari city. The recourses of data were the sellers and buyers. The research population includes the members of Kendari society from various social group, and samples were determined by using purposive sampling technique. The data were collected by using listening and recording methods. The results reveal that Bahasa Indonesia used in trading activities at Anduonohu Market tends to be the vernacular variety of Bahasa Indonesia. Meanwhile, in trading activities at Mandonga Mall, there were three language varieties: the popular, vernacular and general variaties of Bahasa Indonesia. The social groups involved in trading activities in Anduonohu Market come from Tolaki, Buton, Bugis, Muna And Java antics, while the social groups in trading activities in Mandonga Mall are from children, adolescent, adult, parents and general social groups.

2

A. PENDAHULUAN Pasar merupakan tempat yang disepakati secara bersama oleh masyarakat untuk melakukan transaksi jual beli antara penjual dan pembeli yang dilakukan secara sadar. Pedagang dan pembeli menjadi sebuah komunitas sosial yang memiliki gejala sosial menarik. Gejala sosial yang itu terlihat pada penggunaan bahasa untuk mendukung aktivitas jual beli. Para penjual dan pembeli berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sesuai dengan konteks dan situasi sosial yang ada. Perilaku yang terjadi di antara mereka adalah saling menguntungkan. Pembeli merasa senang karena memeroleh barang yang sangat dibutuhkan, sedangkan penjual merasa senang karena barangnya laku dan bisa memeroleh keuntungan. Penggunaan bahasa dalam aktivitas jual beli tidak pernah lepas dari situasi sosial yang ada di sekitarnya. Pedagang dan pembeli tidak selalu berasal dari lingkungan dengan suasana kebahasaan yang sama. Para penjual dan pembeli berasal dari berbagai etnik, latar belakang, dan kelas sosial yang berbeda. Penggunaan bahasa juga bervariasi. Perbedaan ini menimbulkan usaha menemukan kesepakatan pemahaman terhadap pemakaian bahasa yang dipilah dan diciptakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi dalam hubungan interaksi antara penjual dan pembeli. Situasi penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di pasar tradisional cenderung berbeda dengan penggunaan bahasa Indonesia di Mall. Perbedaan itu terjadi disebabkan oleh perbedaan kelas sosial penjual pembeli yang melaksanakan aktivitas jual beli. Pengamatan sementara menunjukkan bahwa penjual dan pembeli yang melakukan aktivitas jual beli di pasar tradisional didominasi oleh masyarakat pada kelas sosial menengah ke bawah sedangkan penjual dan pembeli di Mall didominasi oleh masyarakat kelas sosial menengah ke atas. Perbedaan kelas sosial pada tempat perbelanjaan bisa diamati pada klasifikasi barang dagangan, masyarakat penjual dan pembeli yang melaksanakan aktivitas jual beli, dan usia yang terlibat dalam aktivitas jual beli. Klasifikasi barang yang diperjualbelikan di pasar tradisional lebih cenderung pada kebutuhan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat penjual dan pembeli lebih didominasi oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Usia penjual dan pembeli didominasi oleh dewasa ke atas. Berbeda dengan masyarakat penjual dan pembeli yang terlibat dalam aktivitas jual beli di Mall. Klasifikasi barang yang diperjualbelikan di Mall lebih cenderung pada kebutuhan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Masyarakat penjual dan pembeli lebih didominasi oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas. Usia penjual dan pembeli didominasi oleh dewasa ke bawah. Penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari didomonasi oleh penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan. Bahasa Indonesia dialek kedaerahan dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari seperti bahasa Indonesia dialek Tolaki, bahasa Indonesia dialek Buton, bahasa Indonesia dialek Bugis, dan bahasa Indonesia dialek Jawa. B. TEORI a. Teori Sosiolinguistik Menurut Rahardi (2001:16) sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dan masyarakat, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. sosiolinguistik mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yaitu linguistik untuk segi kebahasaannya dan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya. Sosiolinguistik tidak hanya memertimbangkan unsur bahasa tetapi juga unsur masyarakat sebagai pengguna bahasa. Sosiolinguistik tidak sekedar membicarakan bahasa sebagai sebuah disiplin ilmu melainkan membicarakan juga bagaimana sebuah bahasa digunakan dalam masyarakat. Sosiolinguistik tidak memerlihatkan aturan permainan dalam bahasa (= tatabahasa), tetapi memerlihatkan bagaimana pemakaian bahasa sehingga sosiolinguistik menjalankan fungsinya semaksimal mungkin. Sosiolinguistik menempatkan bahasa pada fungsi yang

3

sebenarnya, yaitu sebagai alat komunikasi. Sosiolinguistik banyak bersangkut paut dengan bahasa sebagai alat komunikasi (Pateda, 1987:4-5). Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat. Ini berarti sosiolinguistik memandang bahasa pertamatama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi. Sebagai sistem sosial, bahasa merupakan bagian dari kebuduyaan tertentu. Sebagai sistem komunikasi, bahasa merupakan bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret (Appel, 1976:9). Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa sosiolinguistik memandang bahasa sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa tidak dipandang sebagai sebuah struktur yang kaku, tetapi bahasa dipandang sebagai alat untuk melakukan inteteraksi sosial. Dalam berinteraksi, penggunaan bahasa harus memertimbangkan aspek-aspek seperti: siapa yang berbicara, kepada siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa, dan dimana bahasa itu digunakan. Penggunaan bahasa dalam interaksi sosial akan melahirkan dialek-dialek berdasarkan penutur, berdasarkan pekerjaan atau instansi dan berdasarkan geografis. Bahasa sekaligus menunjukan ciri individu juga ciri sosial masyarakat tertentu.

b. Bahasa dan Interaksi Sosial Menurut Pateda (1987:11) bahasa hanya hidup karena interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan proses penyampaian nilai-nilai atau norma-norma kultural. Nilai-nilai atau norma-norma kultural muncul dalam proses sosial, yakni suatu interaksi antaranggota masyarakat dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Interaksi sosial dalam bentuk verbal merupakan proses interaksi atau penyampaian nilai-nilai atau norma-norma kultural dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Proses penyampaian nilainilai atau norma-norma ini dijumpai dalam kegiatan kemasyarkatan seperti musyawarah, diskusi, wawancara, bercerita dan sebagainya. Interaksi sosial dalam nonverbal merupakan penyampaian nilai-nilai atau norma-norma masyarakat dengan tidak menggunakan bahasa. Penyampaian nilai-nilai atau norma-norma ini seperti: proksemik, atau letak dan jarak antarpartisipan, cara duduk, cara bertutur dan lain-lain. Menurut Chaer (2004:13) bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep dan perasaan. Konsep bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran mengarah pada studi bahasa yang dilakukan oleh para ahli logika atau filsafat. Mereka menitikberatkan penyelidikan bahasa pada satuan-satuan kalimat yang dapat dianalisis sebagai alat untuk menyampaikan proposisi benar atau salah. Studi bahasa disatukan dengan studi retorika dan logika. Pendekatan ini banyak memeroleh tantangan. Pendekatan ini tidak dapat menjelaskan apakah ekspresi keinginan, kesenangan, rasa nyeri, pertanyaan dan perintah juga merupakan dikotomi salah atau benar? Dalam logika kalimat yang memunyai nilai benar atau salah hanyalah kalimat deklaratif saja, atau menggunakan bahasa hanya untuk membuat pernyataan salah atau benar saja sesuai dengan pikiran kita. Dalam proses komunikasi pikiran hanyalah satu bagian dari sekian banyak informasi yang akan disampaikan. Bahasa harus mencakup lima fungsi dasar, yaitu ekspresif, informatif, eksploratif, persuasif dam entertainment. Interaksi sosial antara masyarakat berarti melakukan pertukaran ide, gagasan, konsep dan perasaan. Warga masyarakat hadir dengan konsep, ide, gagasan dan perasaan masing-masing. Demikian juga dengan warga masyarakat yang lain. Ide-ide, pikiran, konsep dan perasaan itu berbaur satu sama lain hingga melahirkan sebuah kultur baru. Interaksi sosial secara tidak langsung merupakan pertukaran kultur yang satu dengan kultur yang lainnya yang melahirkan kultur dan budaya baru. Kultur dab budaya baru lahir sejalan dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi sosial. Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Demikian juga kebudayaan tidak akan bisa berkembang tanpa didukung oleh bahasa yang memadai. Keduanya saling

4

memengaruhi, saling mengisi dan saling mendukung.

c. Variasi Bahasa Pemakaian bahasa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor linguistik, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor nonlinguistik. Faktor nonlinguistik yang dimaksud adalah faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa terdiri atas status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin dan lainnya, sedangkan situasional yang memengaruhi pemakaian bahasa terdiri atas siapa yang berbicara, dengan bahsa apa, kepada siapa, kapan, di mana dan mengenai masalah apa. Faktor sosial dan faktor situasional inilah yang menyebabkan munculnya variasi bahasa (Fishman dalam Suwito: 1982:3). Variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masingmasing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya (Poedjasoedarmo dalam Suwito, 1982:20). Variasi bahasa dapat terjadi pada bentuk baik fonologis, morfologis, sintaksis maupun semantis. Pola-pola bentuk variasi bahasa yang terjadi secara umum masih dapat ditelusuri bentuk asal bahasa aslinya. Variasi bahasa dari segi penutur adalah variasi bahasa yang bersifat individu dan variasi bahasa dari kelompok individu yang jumlahnya relatif yang berada pada satu tempat wilayah atau area. Variasi bahasa yang bersifat individu disebut idiolek, sedangkan variasi bahasa dari kelompok individu disebut dialek, Variasi bahasa dari segi pemakai disebut juga fungsiolek, ragam atau register. Variasi bahasa dari segi penggunaan berhubungan dengan bidang pemakaian. Variasi bahasa ini mengacu pada bidang tertentu, seperti variasi bahasa bidang militer, variasi bahasa sastra, variasi bahasa jurnalistik, dan kegiatan keilmuan lainnya. Perbedaan variasi bahasa dari segi penggunaan terdapat pada kosakatanya. Setiap bidang akan memiliki sejumlah kosakata khusus yang tidak ada dalam kosakata bidang ilmu lain. Variasi bahasa dari keformalan dibedakan menjadi: 1) gaya atau ragam baku/frozen, 2) gaya atau ragam resmi/formal, 3) gaya atau ragam usaha/konsultatif, gaya atau ragam santai, 4) gaya atau ragam akrab/intimate. Variasi bahasa dari segi sarana dilihat dari sarana yang digunakan. Variasi bahasa berdasarkan sarana dibedakan menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis.

d. Bahasa dan Kelas Sosial Labov (dalam Suwito, 1982:28) membedakan masyarakat New York menjadi empat tingkat yang kira-kira sama dengan pembagian Trudgil (dalam Suwito, 1982:20) terhadap masyarakat Norwegia yang membedakannya atas lima tingkat (level); kelas (pekerja) bawahan, kelas menengah, kelas atas, kelas menengah bawah, dan kelas menengah atas. Dalam hubungannya dengan pemakaian bahasanya, Labov membedakan menjadi tiga jenis gaya bicara (styles) yakni: gaya santai (casual), gaya baku (careful), dan gaya baca (reading style). Sedangkan Trudgil membedakan menjadi empat gaya, yaitu gaya bicara (styles) yakni: gaya santai (casual), gaya baku (careful), gaya baca (reading style) dan daftar kosakata (wordlist). Menurut Sumarsono (2007:43) kelas sosial (social class) mengacu kepada golongan masyarakat yang memunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta dan sebagainya.

e. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia Menurut Sujanto, dkk. (1979:1) secara historis, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebenarnya telah diperkokoh oleh dua faktor, yaitu (1) faktor aspirasi nasional, dan (2) faktor konstitusional. Aspirasi nasional perwujudannya berupa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, telah mengakui dan mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Secara konstitusional, bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa negara. Penetapan ini tertuang dalam UUD 1945, Bab XV, pasal 36. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memunyai empat fungsi, yaitu: 1) lambang kebanggaan nasional, 2) lambang identitas nasional, 3) alat pemersatu berbagai-bagai

5

masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya bahasanya, 4) alat penghubung antarbudaya. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara memunyai empat fungsi, yaitu: 1) bahasa resmi kenegaraan, 2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, 3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, 4) bahasa resmi dalam penggunaan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

f. Penggunaan Bahasa Indonesia Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar biasanya dihubungkan dengan peran bahasa sebagai medium komunikasi. Sesuatu aktivitas berkomunikasi dengan menjadikan bahasa sebagai Titik tumpunya akan mencapai hakikatnya hanya kalau setiap pengguna bahasa menyadari sungguh-sungguh bahwa bahasa menjadi duta pemikiran dan perasaan untuk menyalurkan pesan tertentu. Dalam konteks penggunaan bahasa Indonesia orang mengharapkan agar pesan yang disampaikan tidak dimaknai secara salah, yang akhirnya justru menafikan tujuan komunikasi. Oleh karena itu, bahasa sebagai medium harus ditata secara sadar dan secara benar sebelum dipakai untuk menyalurkan pesan antarpelibat dalam aktivitas berkomunikasi (Rampung, 2005:Vi).

g. Hipotesis 1. Ada perbedaan variasi penggunaan bahasa Indonesia berdasarkan lokasi. 2. Ada perbedaan penggunaan variasi bahasa Indonesia berdasarkan kelas sosial. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, dilakukan di Pasar Anduonohu Kota Kendari dan di Mall Mandonga Kota Kendari. Sumber datanya adalah penjual dan pembeli. Populasi penelitian adalah keseluruhan penjual dan pembeli. Sampel diambil sebanyak 75 orang yang ditetapkan secara purposive. Metode dan teknik mengumpulkan data penelitian adalah teknik rekam, simak, dan catat. Prosedur analisis data mengikuti langkah-langkah; (1) transkripsi data hasil rekaman, simakan, dan catatan, (2) pengelompokan data hasil rekaman, simakan, dan catatan, (3) penafsiran variasi bahasa, dan faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa, (4) penyimpulan. D. PEMBAHASAN a. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Aktivitas Jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari dan di Mall Mandonga Kota Kendari Penggunaan Indonesia dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan. Bahasa Indonesia dialek kedaerahan di samping digunakan sebagai alat komunikasi juga digunakan sebagai strategi penjual dan pembeli dalam melaksanakan aktivitas jual beli. Sebagai alat komunikasi, bahasa Indonesia dialek kedaerahan digunakan untuk melaksanakan transaksi jual beli. Para penjual dan pembeli bertukar informasi mengenai barang-barang yang diperjualbelikan dan kebutuhan konsumen yang harus dipenuhi. Dengan demikian, penjual dan pembeli memeroleh informasi mengenai barang, jumlah barang, jenis barang dan kebutuhan pembeli mengenai barang yang diperjualbelikan. Penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan sebagai strategi, penjual dan pembeli memiliki dua fungsi yang berbeda. Pertama, penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan digunakan penjual untuk menarik minat dan memengaruhi jiwa pembeli. Hal ini dilakukan penjual karena penjual dan pembeli memiliki kedekatan emosional yang sangat kuat dengan sesama sukunya. Para pembeli cenderung berbelanja pada penjual sesama sukunya daripada berbelanja kepada penjual dari suku lain. Kedua, penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan digunakan pembeli untuk melakukan penawaran terhadap barang-barang

6

kebutuhannya. Strategi ini dilakukan pembeli karena tahu bahwa penjual tidak akan melakukan pembodohan terhadap sesama suku baik dalam hal kualitas barang maupun harga. Strategi yang disepakati oleh penjual dan pembeli dalam aktivitas jual beli merupakan kesepakatan yang sangat kuat. Ada ikatan emosional yang kuat antara penjual dan pembeli. Ikatan emosional ini terutama diketahui pada bahasa yang digunakan dalam aktivitas jual beli. Kesepakatan ini telah mendarah daging pada penjual dan pembeli. Menjadi pengetahuan dan pemahaman yang melekat secara naluriah pada penjual dan pembeli dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga. Kesepakatan ini meskipun tidak tertulis dan tidak dipelajari secara formal, tetapi memiliki pengaruh besar dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari. Kesepakatan-kesepakatan semacam ini diketahui dan dipahami penjual dan pembeli dalam konteks dan situasi jual beli. Penjual mengetahui dan memahami pembeli berdasarkan bahasa yang digunakan dalam konteks jual beli. Bahasa yang digunakan oleh penjual menjadi strategi bagi pembeli untuk melakukan penawaran. Demikian juga penjual, bahasa yang digunakan pembeli menjadi strategi untuk memengaruhi pembeli. Penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari didomonasi oleh penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan. Bahasa Indonesia dialek kedaerahan tersebut adalah bahasa Indonesia dialek Tolaki, bahasa Indonesia dialek Buton, bahasa Indonesia dialek Bugis, dan bahasa Indonesia dialek Jawa. Penggunaan bahasa Indonesia dialek Tolaki dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan seperti: ji, hae, dan deela dalam melaksanakan aktivitas jual beli. Penggunaan bahasa Indonesia dialek Buton dalam aktivitas jual beli di pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan mi, di, dan, dan mi dan dalam melaksanakan aktivitas jual beli. Penggunaan bahasa Indonesia dialek Bugis dalam aktivitas jual beli di pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan ki dan daeng dalam melaksanakan aktivitas jual beli. Penggunaan bahasa Indonesia dialek Muna dalam aktivitas jual beli di pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan di, mi, dan kunae dalam melaksanakan aktivitas jual beli. Penggunaan bahasa Indonesia dialek Jawa dalam aktivitas jual beli di pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan mas dan mbak dalam melaksanakan aktivitas jual beli. Penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari dibedakan menjadi tiga klasifikasi. Pertama bahasa Indonesia variasi populer. Kedua, penggunaan bahasa Indonesia variasi kedaerahan. Ketiga, penggunaan bahasa Indonesia yang ditandai oleh penggunaan bentuk-bentuk bahasa variasi umum. Penggunaan bahasa Indonesia variasi populer ditandai oleh penggunaan bentuk-bentuk seperti ndak, nggak, aja, cewek dan cowok. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan ditandai oleh bentuk-bentuk seperti ji, mi dan ki. Penggunaan bahasa Indonesia variasi umum ditandai oleh penggunaan bentuk-bentuk mas dan mbak. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan digunakan oleh penjual dan usia dewasa dan orang tua dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari. Bahasa variasi ini tidak digunakan oleh penjual dan pembeli usia remaja. Bahasa Indonesia variasi umum digunakan oleh semua usia. Bahasa Indonesia variasi umum digunakan oleh penjual dan pembeli remaja, dewasa, dan orang tua. Seorang pembeli remaja bisa menyebut mas atau mbak kepada penjual remaja, dewasa dan orang tua. Demikian juga penjual. Ia dapat menyebut mas atau mbak kepada pembeli remaja, dewasa dan orang tua. b. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Aktivitas Jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari dan di Mall Mandonga Kota Kendari Penggunaan Indonesia dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan. Bahasa Indonesia dialek kedaerahan di

7

samping digunakan sebagai alat komunikasi juga digunakan sebagai strategi penjual dan pembeli dalam melaksanakan aktivitas jual beli. Sebagai alat komunikasi, bahasa Indonesia dialek kedaerahan digunakan untuk melaksanakan transaksi jual beli. Para penjual dan pembeli bertukar informasi mengenai barang-barang yang diperjualbelikan dan kebutuhan konsumen yang harus dipenuhi. Dengan demikian, penjual dan pembeli memeroleh informasi mengenai barang, jumlah barang, jenis barang dan kebutuhan pembeli mengenai barang yang diperjualbelikan. Penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan sebagai strategi, penjual dan pembeli memiliki dua fungsi yang berbeda. Pertama, penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan digunakan penjual untuk menarik minat dan memengaruhi jiwa pembeli. Hal ini dilakukan penjual karena penjual dan pembeli memiliki kedekatan emosional yang sangat kuat dengan sesama sukunya. Para pembeli cenderung berbelanja pada penjual sesama sukunya daripada berbelanja kepada penjual dari suku lain. Kedua, penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan digunakan pembeli untuk melakukan penawaran terhadap barang-barang kebutuhannya. Strategi ini dilakukan pembeli karena tahu bahwa penjual tidak akan melakukan pembodohan terhadap sesama suku baik dalam hal kualitas barang maupun harga. Strategi yang disepakati oleh penjual dan pembeli dalam aktivitas jual beli merupakan kesepakatan yang sangat kuat. Ada ikatan emosional yang kuat antara penjual dan pembeli. Ikatan emosional ini terutama diketahui pada bahasa yang digunakan dalam aktivitas jual beli. Kesepakatan ini telah mendarah daging pada penjual dan pembeli. Menjadi pengetahuan dan pemahaman yang melekat secara naluriah pada penjual dan pembeli dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga. Kesepakatan ini meskipun tidak tertulis dan tidak dipelajari secara formal, tetapi memiliki pengaruh besar dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari. Kesepakatan-kesepakatan semacam ini diketahui dan dipahami penjual dan pembeli dalam konteks dan situasi jual beli. Penjual mengetahui dan memahami pembeli berdasarkan bahasa yang digunakan dalam konteks jual beli. Bahasa yang digunakan oleh penjual menjadi strategi bagi pembeli untuk melakukan penawaran. Demikian juga penjual, bahasa yang digunakan pembeli menjadi strategi untuk memengaruhi pembeli. Penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari didomonasi oleh penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan. Bahasa Indonesia dialek kedaerahan tersebut adalah bahasa Indonesia dialek Tolaki, bahasa Indonesia dialek Buton, bahasa Indonesia dialek Bugis dan bahasa Indonesia dialek Jawa. Penggunaan ji, hae, dan deela sebagai strategi dan politik dagang ditemui pada semua usia. Penggunaan ji, hae, dan deela tidak membedakan usia. Baik penjual anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua bisa menggunakan ji, hae, dan deela sebagai strategi dagang. Strategi ini diketahui dan dipahami oleh semua usia. Tidak ada sebuah pembatasan bahwa yang bisa menggunakan ji, hae, dan deela sebagai strategi dagang hanya bisa digunakan oleh penjual dan pembeli bersusia anak-anak atau remaja saja. Orang dewasa dan orang tua juga dapat menggunakan ji, hae, dan deela sebagai strategi sepanjang pantas. Penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari ditemui pada semua kelas sosial. Penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan sebagai strategi dan politik dagang dalam aktivitas jual beli tidak menunjukkan perbedaan kelas sosial. Penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan sebagai strategi dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari digunakan oleh masyarakat kelas sosial rendah, kelas sosial menengah dan kelas sosial tinggi. Tidak ada aturan bahwa bahasa Indonesia dialek kedaerahan sebagai strategi jual beli hanya dapat digunakan oleh penjual atau pembeli berkelas sosial rendah. Sedangkan penjual atau pembeli berkelas sosial menengah dan menengah ke atas tidak menggunakan bahasa Indonesia dialek kedaerahan dalam melakukan transaksi jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari. Penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari ditemui pada semua status pendidikan. Penjual dan pembeli yang bersatus pendidikan rendah, menengah dan tinggi bisa menggunakan bahasa Indonesia dialek kedaerahan sebagai strategi dan politik dagang dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu

8

Kota Kendari. Tidak ada larangan bahwa hanya tingkat pendidikan rendah yang bisa menggunakan bahasa Indonesia dialek kedaerahan sebagai strategi dalam aktivitas jual beli sedangkan tingkat pendidikan menengah dan tinggi tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia dialek kedaerahan sebagai strategi dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari. Penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari dibedakan menjadi tiga klasifikasi. Pertama bahasa Indonesia variasi populer. Kedua, penggunaan bahasa Indonesia variasi kedaerahan. Ketiga, penggunaan bahasa Indonesia yang ditandai oleh penggunaan bentuk-bentuk bahasa variasi umum. Penggunaan bahasa Indonesia variasi populer ditandai oleh penggunaan bentuk-bentuk seperti ndak, nggak, aja, cewek dan cowok. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan ditandai oleh bentuk-bentuk seperti ji, mi dan ki. Penggunaan bahasa Indonesia variasi umum ditandai oleh penggunaan bentuk-bentuk mas dan mbak. Bahasa Indonesia variasi populer digunakan oleh usia remaja dan dewasa dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari. Bahasa Indonesia variasi ini digunakan oleh penjual dan pembeli pada semua kelas sosial baik pada kelas sosial rendah, kelas sosial menengah dan kelas sosial menengah ke atas. Bahasa Indonesia variasi populer digunakan oleh penjual dan pembeli tanpa membedakan waktu dan situasi. Penjual dan pembeli bebas menggunakan bentuk-bentuk tersebut kapan dan dimana saja. Bentuk-bentuk tersebut ditemui pada semua aktivitas perbelanjaan, seperti penjual konter, elektronik, penjual makanan jadi, penjual pakaian, penjual sepatu dan tas, penjual buah, penjual aksesoris dan penjual kosmetik. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan digunakan oleh penjual dan usia dewasa dan orang tua dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari. Bahasa variasi ini tidak digunakan oleh penjual dan pembeli usia remaja. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan tidak membedakan kelas sosial. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan dapat digunakan oleh penjual dan pembeli kelas sosial rendah, menengah dan menengah keatas. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan dapat digunakan oleh penjual dan pada semua waktu dan situasi. Bahasa Indonesia variasi ini dapat digunakan oleh penjual dan pembeli pada waktu pagi, siang, sore dan malam. Bahasa indonesia variasi ini juga digunakan pada semua tempat perbelanjaan, seperti penjual konter, elektronik, penjual makanan jadi, penjual pakaian, penjual sepatu dan tas, penjual buah, penjual aksesoris dan penjual kosmetik. Bahasa Indonesia variasi umum digunakan oleh semua usia. Bahasa Indonesia variasi umum digunakan oleh penjual dan pembeli remaja, dewasa, dan orang tua. Seorang pembeli remaja bisa menyebut mas atau mbak kepada penjual remaja, dewasa dan orang tua. Demikian juga penjual. Ia dapat menyebut mas atau mbak kepada pembeli remaja, dewasa dan orang tua. Bahasa Indonesia variasi umum dapat digunakan pada semua tingkatan pendidikan. Penjual dan pembeli dapat menggunakan bahasa indonesia ini tanpa memangdang tingkat pendidikan penjual dan pembeli. Demikian juga dengan kelas sosial. Bentuk-bentuk bahasa Indoensia variasi umum dapat digunakan pada penjual dan pembeli kelas sosial rendah, menengah dan menengah ke atas. E. SIMPUAN DAN SARAN Beberapa simpulan dan saran dapat dikemukakan berdasarkan pembahasan hasil penelitian sebagai berikut. a. Ada perbedaan penggunaan bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari dan di Mall Mandonga Kota Kendari. a) Bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari didomonasi oleh penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan. Bahasa Indonesia dialek kedaerahan dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari seperti bahasa Indonesia dialek Tolaki, bahasa Indonesia dialek Buton, bahasa Indonesia dialek Bugis, dan bahasa Indonesia dialek Jawa. b) Bahasa Indonesia dialek Tolaki dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan ji, hae, dan deela dalam melaksanakan transaksi jual beli. Bahasa Indonesia dialek Buton dalam aktivitas jual

9

beli di pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan mi, di, dan, mi dan dalam melaksanakan transaksi jual beli. Bahasa Indonesia dialek Bugis dalam aktivitas jual beli di pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan ki dan daeng dalam melaksanakan transaksi jual beli. Bahasa Indonesia dialek Muna dalam aktivitas jual beli di pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan di, mi, kunae dalam melaksanakan transaksi jual beli. Bahasa Indonesia dialek Jawa dalam aktivitas jual beli di pasar Anduonohu Kota Kendari ditandai oleh penggunaan penanda kedaerahan mas dan mbak dalam melaksanakan transaksi jual beli. c) Bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari didominasi oleh tiga variasi bahasa, yaitu: pertama, bahasa Indonesia variasi populer, kedua, bahasa Indonesia variasi kedaerahan, ketiga, bahasa Indonesia variasi umum. d) Bahasa Indonesia variasi populer ditandai oleh penggunaan bentuk-bentuk seperti ndak, nggak, aja, cewek dan cowok. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan ditandai oleh bentuk-bentuk seperti ji, mi dan ki. Bahasa Indonesia variasi umum ditandai oleh penggunaan bentuk-bentuk mas dan mbak. e) Bahasa Indonesia variasi populer digunakan oleh usia remaja dan dewasa dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari. Bahasa Indonesia variasi kedaerahan digunakan oleh penjual dan pembeli usia dewasa dan orang tua dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari. Bahasa Indonesia variasi umum digunakan oleh semua usia. Bahasa Indonesia variasi umum digunakan oleh penjual dan pembeli remaja, dewasa, dan orang tua. Penggunaan bahasa Indonesia dialek kedaerahan dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari tidak menunjukkan perbedaan kelas sosial. Bahasa Indonesia dialek kedaerahan digunakan oleh semua usia, kelas sosial, dan tingkat pendidikan termasuk digunakan pada semua situasi dan latar. Demikian juga penggunaan tiga variasi bahasa dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga Kota Kendari. Penggunaan tiga variasi bahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli di Mall Mandonga tidak menunjukkan perbedaan kelas sosial, tingkat pendidikan, waktu dan tempat terjadinya komunikasi penjual dan pembeli. Berikut ini dikemukakan beberapa saran sehubungan sengan penelitian ini yaitu: a. Penggunaan bahasa perlu memertimbangkan faktor sosial dan faktor situational. Oleh karena itu, penggunaan bahasa perlu memertimbangkan kedua factor tersebut. b. Perbedaan tempat tidak selamanya menunjukkan perbedaan penggunaan bahasa. Oleh karena itu, penetapan sebuah kajian mengenai penggunaan bahasa, perlu memerhatikan unsur bahasa dan unsur luar bahasa. F. DAFTAR PUSTAKA Appel, R. 1876. Sosiolinguistik. Het Spectum, Utrech/ Antwerpen. Asri. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Gaul di Kalangan Pelajar di Kabupaten Kolaka. Tesis: universitas Hasanuddin. Badudu, J.S. 1994. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Gunarwan, Asim. 2001. Pengantar Penelitian Sosiolinguistik. Jakarta: Proyek Penelitian Kebahasaan dan Kesastraan Departemen Pendidikan Nasional.

10

Hudson, Ribhard A. 1996. Sociolinguistic. Combridge: Combridge Universuty Press. Djojosuroto, Kinanti dan M.L.A. Sumaryati. 2004. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung : Yayasan Nuansa Cendekia. Lembaga Bahasa Nasional. 1975. Politik Bahasa Nasional: Laporan Seminar di Jakarta 25-28 Februari 1975. Jakarta. Madjid, Syahriah. 2002. Penggunaan Bahasa Indonesia pada Radio Komunikasi: Studi Kasus di Bandung dan Semarang. Tesis: universitas Hasanuddin. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa : Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta : Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa : Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa : Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. PT. Raja Grafindo Persada. Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi ketiga. Yogyakarta: Rakesarasin. Mappau, Ramlah. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Editorial Media Indonesia: Analisis Wacana Kritis. Tesis: universitas Hasanuddin. Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa. Rahardi, Kunjana. 2001. Kajian Sosiolinguistik: Ihwal Kode dan Alih Kode. Bogor: Ghalia Indonesia. Rahardi, Kunjana. 2006. Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa: Bahasa Indonesia dalam Dinamika Konteks Ekstrabahasa. Yogyakarta: Andi. Rampung, Bone. 2005. Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Santoso, Riyadi. 2003. Semiotika Sosial: Pandangan Terhadap Bahasa. Pustaka Eureka dan JP Press Surabaya: Surabaya. Sujanto, dkk. 1979. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia di Jawa timur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda. Suwito. 1982. Sosiolinguistik: Teori dan Problem. Surakarta: Henary Offset. Utami, Sintowati Rini. 1999. Bahasa Indonesia untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Winarti, Sri dkk. 1997. Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Buku Pelajaran Wajib Nonbahasa Indonesia pada Tingkat Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.