10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. TELUR TELUR UNGGAS MERUPAKAN

Download Struktur Telur. Komponen utama telur terdiri dari tiga bagian, yaitu kerabang telur , putih telur (albumen) dan kuning telur (yolk). Menurut...

0 downloads 340 Views 495KB Size
10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1.

Telur Telur unggas merupakan sumber bahan pangan yang penting dan sebagai

sumber protein hewani bermutu tinggi serta merupakn komoditas yang besar peranannya pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Komoditas telur dihasilkan dari berbagai jenis ungags seperti ayam, itik, dan puyuh. Masing-masing jenis ungags memberi sumbangan yang sangat berarti dalam pendapatan keluarga, bidang usaha di masyarakat dan perekonomian negara (Soewarno, 2013). 2.1.1. Struktur Telur Komponen utama telur terdiri dari tiga bagian, yaitu kerabang telur, putih telur (albumen) dan kuning telur (yolk). Menurut Buckle, dkk., (1987) secara lebih tererinci struktur telur dapat dibagi menjadi 9 bagian, yaitu : a. Kulit telur dengan permukaan yang agak berbintik-bintik b. Membran kulit luar dan dalam yang tipis, berpisah pada ujung yang tumpul dan membentuk ruang udara. c. Putih telur yang kental dan kokoh berbentuk kantunng albumen. d. Putih telur bagian dalam yang tipis dan berupa cairan. e. Struktur keruh berserat yang terlihat pada kedua ujung kuning telur. Ini dikenal sebagai khalaza dan berfungsi memantapkan posisi kuning telur. f. Lapisan tipis yang mengelilingi kuning telur dan disebut membrane fiteline.

11 g. Benih atau blastodisc yang terlihat sebagai bintik kecil pada permukaan kuning telur. Dalam telur yang terbuahi, benih ini berkembang menjadi anak ayam. h. Kuning telur, yang terbagi menjadi kuning telur berwarna putih berbentuk vas, bermula dari benih ke pusat kuning telur, dan kuning telur yang berlapis dan merupakan yang terbesar. Struktur telur disajikan psda Ilustrasi 1. Komposisi komponen telur dapat dilihat pada Tabel 1.

Ilustrasi 1. Struktur Telur (Buckle, dkk., 1987)

12 Tabel 1. Komposisi Ketiga Komponen Pokok Telur dalam Persen (%) Bahan Penyusun

Kulit

Albumen

Kuning Telur

………………..….……….%.......................................... Bahan anorganik 95,1 Protein 3,3 12,0 17,0 Glukosa 0,4 0,2 Lemak 0,3 32,2 Garam 0,3 0,3 Air 1,6 87,0 48,5 Sumber : Buckle, dkk., (1987) Ukuran telur yang dapat dinyatakan sebagai berat per butir telur, berbeda menurut jenis unggasnya. Telur ayam ras petelur berukuran besar, yaitu antara 4060 gram per butir, umumnya mencapai 1,5 kali berat telr ayam buras yang beratnya antara 35-40 gram per butir. Telur itik dapat mencapai 80 gram per butir. Telur puyuh hanya seperlima dari telur ayam ras petelur, yaitu sekitar 10 gram per butir telur (Soewarno, 2013). Rata-ratabobot telur dan komposisi telur beberapa spesies unggas disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Bobot Telur dan Komposisi Telur beberapa Spesies Unggas Macam Unggas

Bobot Telur (gram)

Ayam ras 58 Itik 80 Kalkun 85 Puyuh 10 Angsa 200 Merpati 17 Sumber : Soewarno (2013)

Putih Telur (%)

Kuning Telur (%)

Kulit Telur (%)

55,8 52,6 55,9 47,4 52,5 74,0

31,8 35,4 32,3 31,9 35,1 17,9

12,3 12,0 11,8 20,7 12,4 8,1

13 2.1.2. Komposisi Kimia Telur Komposisi kimia telur didasarkan pada berat telur 58 gram dengan 11% kulit, 58% putih telur dan 31% kuning telur. Jika dihitung berdasarkan berat bagian dalam telur saja terdiri dari 65% putih telur dan 35% kuning telur (Tien, dkk., 2011). Komposisi kimia berbagai telur dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia Berbagai Telur Hewan

Kadar Air

Protein

Lemak

Karbohidrat

Abu

…………………………………%………………………………....... Ayam 73,6 12,9 11,5 0,9 1,0 Itik 70,4 13,3 14,5 0,7 1,1 Angsa 70,4 13,9 13,3 1,5 Merpati 72,8 13,8 12,0 0,8 0,9 Puyuh 73,7 13,1 11,1 1,0 1,1 Kalkun 72,6 13,1 11,8 1,7 0,8 Penyu 66,7 16,5 11,6 3,3 1,9 Sumber : Tien, dkk., (2011) Komponen kimia utama bagian putih telur adalah air 88% dan protein seitar 11%. Hal ini menunjukkan bahwa hamper seluruh bahan kering dari bagian putih telur ialah protein, sisanya 1% ialah glukosa dan garam. Komponen protein bagian putih telur dari telur ungags terutama berbentuk globuler dan hanya sedikit berbentuk serabut. Komponen protein globuler terbesar ialah ovalbumin 64,3%, konalbumin 13,6%, ovomucoid 9,1%, ovoglobulin 8,6%, lisozim 3,4%, lainnya ovomusin hanya 1,1% dari total protein bagian putih telur (Soewarno, 2013). Sebutir telur berisi 6-7 gram protein. Protein telur mempunyai kualitas tinggi untuk pangan manusia. Protein telur berisi semua asam amino esensial yang berkualitas sangat baik sehingga sering dipakai untuk standardisasi mengevaluasi

14 protein pangan lain. Telur juga mengandung 6 gram lemak yang mudah dicerna. Jumlah asam lemak tidak jenuh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat pada produk hewani yang lain. Telur juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut dalam lemak (A, D, E dan K), vitamin larut dalam air (thiamine, riboflavin, asam pantotenat, niacin, asam folat dan vitamin B12 ) dan factor pertumbuhan yang lain juga ditemukan dalam telur. Kuning telur cukup tinggi kandungan kolesterolnya (Tien, dkk., 2011). Bagian kuning telur menduduki hampir sepertiga atau 31% dari berat telur utuh. Kuning tekur mengandung bahan kering 50-57%, termasuk protein sebanyak 46% dan lemak 88% dari berat masing-masing komponen bagian telur yang dapat dimakan atau isi telur. Komponen utama kuning telur adalah lemak sekitar 33% dan protein 66% dari total bahan kering. Kandungan airnya seitar 50%. Terdapat sedikit karbohidrat dalam bentuk glukosa, galaktosa dan glikogen. Komponen protein utamanya ialah vitelin atau lipovitelin (sejenis lipoprotein), fosvitin (mengandung fosfor tinggi), dan livetin (mengandung sulphur). Komponen lemaknya terdiri atas trigliserin, fosfolipid dan kolesterol, masing-masing sekitar 66%, 28% dan 5% dari total lemak (Soewarno, 2013). 2.1.3. Burung Puyuh dan Telur Puyuh Burung puyuh atau coturnix coturnix dapat ditemukan di Eropa, Afrika, dan Asia dan dianggap sebagai spesies yang bermigrasi. Di antara beberapa subspesies kawin silang yang bisa ditemukan adalah Coturnix coturnix coturnix yang terdapat di Eropa dan Coturnix coturnix japonica yang terdapat di Jepang . Di Jepang, strain

15 tersebut dipelihara sebagai hewan peliharaan, karena memiliki kemampuan bernyanyi, dan untuk penghasil daging dan telur (Parkhurst dan Mountney, 1988). Di Indonesia peternakan puyuh penghasil telur terutama dari jenis Coturnix yaitu Coturnix coturnix japonica. Spesies ini mempunyai banyak keistimewaan yaitu cepat berproduksi telur dan produktivitasnya tinggi. Ternak burung puyuh mulai bertelur umur 41 hari atau berkisar 5 – 8 minggu, masa produktif berkisar 9 – 12 bulan, dengan produktivitas 200 – 300 butir per tahun. Burung puyuh menghasilkan telur yang memiliki morfologi dan struktur yang sama seperti ungags lain, namun memiliki ciri khas tersendiri. Ciri yang paling menonjol adalah ukurannya yang kecil dengan berat sekitar 10 gram per butir dan warna kerabangnya bercak-bercak. Kerabang telur puyuh mempunyai dasar warna cokelat muda, putih, krem atau kekuningan dengan bercak hitam, coklat tua, biru atau campuran warna-warna tersebut (Soewarno, 2013). Komposisi kimia dan gizi telur puyuh agak lebih baik dibandingkan telur ayam ras . Kandungan protein lebih tinggi, dan lemak pada telur puyuh lebih rendah dibandingkan telur ayam ras. Telur puyuh sangat potensial untuk dikembangkan karena konsumsi telur puyuh sudah mulai menyebar di seluruh kota kecil dan kota besar. Telur puyuh dapat ditemukan di pasar tradisional sampai pada pasar modern. Perubahan ini juga turut mempercepat peningkatan konsumsi telur puyuh. Komposisi kimia telur puyuh dan telur ayam ras dapat dilihat pada Tabel 4.

16 Tabel 4. Komposisi Kimia Telur Puyuh dan Telur Ayam Ras No.

Komposisi

Telur Puyuh

1 Protein (gram) 13,6 2 Lemak (gram) 8,2 3 Karbohidrat (gram) 1,0 4 Kalsium (mgr) 49,0 5 Fosfor (mgr) 198,0 6 Zat besi (mgr) 1,4 7 Tiamin 0,09 Sumber : Nugroho dan Mayun (1986) dalam Soewarno (2013) 2.2.

Telur Ayam Ras 12,8 11,8 0,7 54,0 180,0 2,7 -

Kayu Manis Kayu Manis merupakan tanaman berupa pohon, tumbuh tegak, dan tinggi

dapat mencapai 15 m. Kayu manis memiliki ciri-ciri fisik seperti batang berkayu, bercabang, berwarna hijau kecoklatan, daun tunggal, bentuk lanset, ujung dan pangkal meruncing, tepi rata, daun tua berwarna hijau. Bunganya majemuk, mulai muncul dari ketiak daun, berambut halus, mahkota berwarna kuning. Buahnya berwarna hijau saat masih muda dan berwarna hitam saat sudah tua. Kulit batang mengandung damar, lendir, dan minyak atsiri yang mudah larut dalam air (Rismunandar dan Paimin, 2001). Kayu Manis memiliki berbagai macam nama berbeda pada setiap daerah, seperti keningar (Indonesia), huru mentek (Sunda), manis jangan (Jawa), kanyengar (Madura), cingar (Bali), kacingar (Nusa Tenggara), dan cinnamon (Inggris). 2.2.1. Klasifikasi dan Habitat Kayu Manis Cinnamomum burmanii merupakan jenis kayu manis yang berasal dari Indonesia. Tanaman ini akan tumbuh baik pada ketinggian 600 – 1500 meter di atas

17 permukaan laut. Kayu manis jenis ini banyak dijumpai di Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Maluku. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 15 meter. Klasifikasi dan habitat kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001) adalah sebagai berikut. Kingdom

: Plantae

Divisi

: Gymnospermae

Subdivisi

: Sermatophyta

Kelas

: Dicotyledonae

Sub kelas

: Dialypetalae

Ordo

: Policarpicae

Famili

: Lauraceae

Genus

: Cinnamomum

Spesies

: Cinnamomum burmanii Daunnya kecil dan kaku dengan pucuk berwarna merah. Umumnya kayu

manis yang tumbuh di daerah dataran tinggi warna pucuknya lebih merah dibandingkan kayu manis yang tumbuh di dataran rendah. Kulitnya abu-abu dengan aroma khas dan rasanya manis. Panen terbaik dilakukan setelah kayu manis berumur 10 tahun dan lingkar batangnya mencapai satu meter. Panen berupa kulit batang dan ranting. Selain dipanen dalam bentuk kering, kulitnya dapat didestilasi atau disuling untuk diambil minyak atsirinya. Komponen utama minyak atsirinya adalah sinamat aldehida yang bersifat agak mudah larut dalam air. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kualitas kayu manis adalah ketinggian tempat, iklim, kondisi tanah, topografi, dan air tanah.

18 a. Ketinggian tempat Ketinggian tempat tumbuh kayu manis dapat mempengaruhi pertumbuhan serta kualitas kulit seperti ketebalan dan aromanya. Umumnya kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian 2000 meter dpl, tetapi kayu manis jenis Cinnamomum burmanii akan berproduksi baik apabila ditanam di daerah dengan ketinggian 600 – 1500 meter dpl. b. Iklim Beberapa faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan kayu manis adalah curah hujan, suhu, kelembapan dan sinar matahari. 

Curah Hujan Curah hujan yang cukup untuk pertumbuhan kayu manis adalah 2000 – 2500 mm/tahun



Suhu Daerah penanaman yang dikehendaki kayu manis sebaiknya bersuhu rata-rata 25°C dengan batas maksimum 27°C dan minimum 18°C



Kelembapan Kelembapan yang dikehendaki kayu manis berkisar Antara 70-90%. Semakin

tinggi

pertumbuhannya.

kelembapannya

maka

semakin

baik

19 

Sinar Matahari Kayu manis tidak dapat tumbuh dengan baik pada penyinaran penuh. Sinar matahari yang dibutuhkan hanya sekitar 40-70%.

c. Topografi Kayu Manis yang ditanam di Sumatera Barat umumnya ditanam di daerah dengan topografi cukup bergelombang atau miring. Lebih dari 75% areal penanaman kayu manis berada di daerah miring. Karena hal tersebut kayu manis banyak ditanam di lereng-lereng untuk mencegah erosi tanah. Topografi tanah yang miring biasanya banyak mengandung humus dan remah. d. Air Tanah Air tanah yang terdapat pada topografi miring biasanya cukup dalam, hal ini yang disukai oleh kayu manis. Air tanah yang rendah atau terdapat genangan air dapat menyebabkan akar kayu manis terserang penyakit. 2.2.2. Kandungan Kimia Kayu Manis Kayu manis mengandung minyak atsiri, eugenol, safrole, cinnamaldehdye, tannin, kalsium oksalat, damar, zat penyamak, dimana cinnamaldehyde merupakan komponen volatil yang terbesar yaitu sekitar 80-90% (Thomas dan Duethi, 2001). Kayu manis juga mengandung zat non volatil dengan proantosianidin merupakan komponen terbesar yaitu 23,2%, dan catechin sebesar 3,6% (Bin Shan, dkk., 2007). Komposisi kimia Cinnamomum burmanii disajikan pada Tabel 5.

20 Tabel 5. Kandungan Kimia Kayu Manis Parameter Air Minyak atsiri Abu Serat kasar Karbohidrat Lemak Protein Kalsium Fosfor Sodium Potasium Besi Sumber : Thomas dan Duethi (2001) 2.3.

Komposisi (%) 9,9 4,00 3,55 20,30 59,55 2,20 4,65 1,60 0,05 0,01 0,40 0,004

Zat Antimikroba Antimikroba adalah zat

yang mempunyai

aktivitas

menghambat

(bakteriostatik) dan membunuh (bakteriosida), khususnya mikroba yang merugikan manusia (Jawetz, dkk., 1986). Menurut Pleczar dan Chan (1998), antimikroba memiliki mekanisme kerja sebagai berikut. a. Kerusakan pada dinding sel Kerusakan dinding sel oleh antimikroba menyebabkan terjadinya lisis. Efek kerusakan lainnya yaitu terbentuknya protoplast. Protoplast merupakan susunan sel tanpa dinding dan bersifat lebih rentan mengalami lisis. b. Perubahan permeabilias sel Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada

21 membrane ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. c. Perubahan molekul protein dan asam nukleat Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang meengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi). d. Pengahambatan kerja enzim Setiap enzim yang ada di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel. Kayu manis mengandung zat kimia seperti saponin, alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, tanin dan polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991 dalam Natalia, 2013). Zat-zat tersebut dapat berperan sebagai antimikroba dengan memiliki mekanismenya masing-masing. 2.3.1. Flavonoid (C6-C3-C6) Senyawa flavonoid memiliki aktivitas farmakologi sebagai anti-inflamasi, antibakteri, analgesik dan antioksidan. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Senyawa-senyawa flavonoid umumnya bersifat

22 antioksidan dan banyak digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obatobatan. Senyawa flavonoid dan turunannya memiliki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antibakteri) dan antivirus bagi tanaman (Wayan dan Betta, 2015). Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah kemampuan flavonoid membentuk kompleks dengan dinding sel bakteri, serta protein ekstraseluler (Cowan, 1999). Selain itu flavonoid juga menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri (Thomson, 1993 dalam Wayan dan Betta, 2015). 2.3.2. Saponin (C27) Senyawa saponin merupakan senyawa aktif yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membrane sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri lisis. Mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membrane sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membrane sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Wayan dan Betta, 2015). 2.3.3. Tanin (C76H52O46) Senyawa tanin merupakan senyawa fenol polihidrat kompleks dan bersifat larut dalam air (Lemmens dan Soetjipto 1991 dalam Putra, 2014). Tanin terdiri dari dua jenis yaitu hydrolysable tannin dan condensed tannin yang keduanya mempunyai daya antimikroba. Tanin bersifat toksik terhadap kapang, bakteri dan khamir, serta menghambat perkembangan virus (Scalbert, 1991). Tanin juga dapat

23 membentuk kompleks dengan protein transmembrane, enzim-enzim pada permukaan membrane dan protein pili (adesin) melalui ikatan hydrogen, sehingga dapat mengganggu kehidupan mikroba (Cowan, 1999). 2.3.4. Minyak Atsiri (C5H9) Minyak atsiri berperan sebagai antibakteri dengan cara membantu proses terbentuknya membrane atau dinding sel sehingga tidak terbentuk. Hal ini terjadi karena minyak atsiri memiliki gugus hidroksil yang berikatan melalui proses absorpsi melalui ikatan hydrogen (Wayan dan Betta, 2015). 2.3.5. Alkoloid (C5H5N) Alkoloid merupakan senyawa organic yang memiliki cincin heterosiklik dengan atom nitrogen yang bersifat basa (Coultate, 1993 dalam Putra, 2014). Alkoloid memiliki kemampuan menghambat mikroba dan mekanismenya diduga karena dapat menyebabkan kerusakan DNA (Cowan, 1999). Alkoloid juga memiliki kemampuan antibakteri dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Ajizah, 2004 dalam Wayan dan Betta, 2015). 2.4.

Zat Antioksidan Antioksidan adalah senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam

bahan. Penggunaannya meliputi bahan, antara lain lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengan kadar lemak tinggi, produk pangan berkadar lemak rendah, produk daging, produk ikan, dan lainnya. Komposisi antioksidan terdiri dari dua,

24 yaitu antioksidan alam dan antioksidan sintetik, yang termasuk antioksidan alam antara lain turunan fenol, koumarin, hidroksi sinamat, tokoferol, difenol, nonfenol, kathekin, dan asam askorbat. Antioksidan sintetik antara lain butyl hidroksianisol, butyl hidroksitoluen, propil gallat dan etoksiquin (Wisnu, 2006). Kayu manis mengandung zat yang dapat berperan sebagai antioksidan seperti flavonoid, sinamaldehid, eugenol, trans asam sinamat, senyawa fenol, dan tannin (Arief, dkk., 2013). Senyawa sinamaldehid, eugenol dan fenol merupakan komponen yang terdapat dalam minyak atsiri kayu manis (Yuliarto, 2012 ; Wen Lin dkk., 2009 dalam Prasetyaningrum, dkk., 2012). 2.4.1. Radikal Bebas Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigan reaktif, yang secara umum diketahui sebagi senyawa yang meiliki electron yang tidak berpasangan. Menurut Winarti (2010) dalam Nyoman dan Made (2015) radikal bebas adalah atom, molekul atau senyawa yang dapat berdiri sendiri yang mempunyai electron tidak berpasangan, oleh karena itu bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Elektron yang tidak berpasangan selalu berusaha untuk mencari pasangan baru, sehingga mudah bereaksi dengan zat lain (protein, lemak maupun DNA) dalam tubuh. Tubuh manusia mengandung molekul oksigen yang stabil dan yang tidak stabil. Molekul oksigen yang stabil penting untuk memelihara kehidupan sel. Dalam jumlah tertentu radikal bebas diperlukan untuk kesehatan, akan tetapi radikal bebas bersifat merusak dan sangat berbahaya. Fungsi radikal bebas dalam tubuh

25 adalah untuk melawan radang, membunuh bakteri dan mengatur tonus otot polos dalam organ dan pembuluh darah (Griwijoyo, 2004 dalam Kesuma dan Rina, 2015). Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel dengan tiga cara yaitu : 1. Peroksidasi komponen lipid dari membrane sel dan sitosol Menyebabkan serangkaian reduksi asam lemak (otokatalisis) yang mengakibatkan kerusakan membrane dan organel sel. 2. Kerusakan DNA Kerusakan DNA ini dapat mengakibatkan mutasi DNA bahkan dapat menimbulkan kematian sel. 3. Modifikasi protein teroksidasi oleh karena terbentuknya cross linking protein, melalui mediator sulfidril atas beberapa asam amino labil seperti sistein, metionin, lisin dan histidine. Kerusakan sel akibat akibat reaktivitas senyawa radikal bebas mengawali timbulnya berbagai penyakit degenerative seperti kanker, infeksi, penyakit jantung coroner, rematik, penyakit respiratorik, katarak dan liver (Wijaya, 1996 ; Meydani, 2000). 2.4.2. Klasifikasi Antioksidan Berdasarkan Sumbernya a. Antioksidan alami Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari bahan alam. Senyawa antioksidan yang termasuk ke dalam antioksidan alami antara lain adalah tokoferol, asam askorbat, tannin dan flavonoid. Tokoferol yang disebut juga sebagai vitamin E merupakan antioksidan alami yang paling banyak

26 ditemukan dalam minyak nabati dan terdapat dalam bentuk bentuk α, β, γ, dan δ tokoferol. Tokoferol mempunyai banyak ikatan rangkap sehingga akan melindungi proses oksidasi (Winarno, 1997). Tokoferol bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai sebagai akibat kemampuannya memindahkan hydrogen fenolik ke radikal peroksil. Radikal fenoksi yang terbentuk merupakan resonant-stabilized dan relative tidak bereaki kecuali dengan radikal peroksil lain (Martin, dkk., 1987 dalam Triyem, 2010). Struktur keempat jenis tokoferol menurut Triyem (2010) adalah sebagai berikut.

Ilustrasi 2. Struktur keempat jenis tokoferol (Triyem, 2010)

27 Flavonoid memberikan kontribusi aktivitas antioksidannya secara in vitro dengan cara flavonoid mengikat (kelasi) ion-ion metal seperti Fe dan Cu. Ionion metal seperti Fe dan Cu dapat mengkatalisis reaksi yang akhirnya memproduksi radikal bebas (Mira, dkk., 2002 ; Muchtadi, 2012 dalam Kesuma dan Rina, 2015). Flavonoid merupakan pembersih radikal bebas yang efektif secara in vitro.

Ilustrasi 3. Struktur Umum Flavonoid, R = H: flavon dan R=OH: flavonol (Nyoman dan Made, 2015)

Tanin merupakan senyawa yang termasuk golongan senyawa flavonoid, karena dilihat dari strukturnya yang memiliki dua cincin aromatik yang diikat oleh tiga atom karbon. Tanin mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, antidiare, antibakteri dan antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut. Beberapa tanin terbukti memiliki aktivitas

28 antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor dan menghambat enzim seperti “reverse” transcriptase dan DNA topoisomerase (Malanggia, dkk., 2012). Struktur kimia salah satu jenis tanin dapat dilihat sebagai berikut.

Ilustrasi 4. Struktur Senyawa Tanin Kondensasi (Catechin) (Hagerman, 2002 dalam Ismarani, 2012)

b. Antioksidan Sintetik Antioksidan

sintetik

yang

sering

hydroxyantisole

(BHA),

Butylated

digunakan

adalah

Butylated

hydroxytoluene

(BHT),

Ten-Butyl

hydroquinone (TBHQ). Antioksidan sintetik tersebut biasa ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan dengan tujuan untuk mencegah ketengikan. BHA biasanya digunakan sebagai antioksidan dalam bahan pangan. BHA sangat mudah mengalami degradasi oleh panas dan irradiasi oleh sinar UV. BHT biasanya ditambahkan pada bahan pangan dengan tujuan mencegah terjadinya proses autooksidasi. BHT ini merupakan salah satu antioksidan monofenolik. Sedangkan TBHQ merupakan antioksidan difenolik yang biasa

29 ditambahakan pada makanan. (Winarno, 1997). Struktur dari BHA, BHT dan TBHQ adalah sebagai berikut.

Ilustrasi 5. Struktur BHA, BHT dan TBHQ (Winarno, 1997) 2.4.3. Klasifikasi Antioksidan berdasarkan Mekanisme Reaksi a. Antioksidan Primer Antioksidan primer adalah antioksidan yang proses reaksinya terjadi pemutusan rantai radikal bebas yang sangat reaktif dan diubah menjadi senyawa yang stabil atau tidak reaktif. Antioksidan ini dapat berperan sebagai donor hydrogen atau CB-D (Chain breaking donor) dan dapat berperan sebagai akseptor electron atau CB-A (Chain breaking acceptor) (Gordon, 1990). Menurut Winarno (1997) antioksidan primer adalah suatu zat atau senyawa yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan hydrogen. Antioksidan primer ini dapat berasal dari alam atau sintesis. Contoh antioksidan primer adalah Butylated hydroxytoluene (BHT).. Mekanisme reaksi antioksidan primer dapat dilihat pada Ilustrasi 6.

30

Ilustrasi 6. Mekanisme Reaksi Antioksidan BHT (Triyem, 2010) b. Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder adalah suatu zat atau senyawa yang dapat mencegah kerja prooksidan. Prooksidan adalah suatu senyawa yang dapat mempercepat terjadinya proses oksidasi. Senyawa yang tergolong antioksidan sekunder ini bersifat sinergis, yaitu interaksi antara dua antioksidan yang dapat meningkatkan efektifitas antioksidan tersebut. Mekanisme reaksi sebagai antioksidan yang terjadi dapat berupa penyerapan terhadap sinar UV, sebagai contoh senyawa flavonoid. Mekanisme lain dapat berupa deactivator dari ion logam yaitu melalui pembentuka senyawa kompleks (Triyem, 2010).