10 Menit Untuk Deteksi Formalin Dikirim oleh humas2 pada 03 Agustus 2010 | Komentar : 11 | Dilihat : 23070
Prof. Chanif Mahdi Universitas Brawijaya Selasa (3/8) mengukuhkan guru besar bidang ilmu Biokimia yang baru. Prof Dr Ir Chanif Mahdi MS, telah berhasil menemukan alat yang mampu mendeteksi kandungan formalin. Terungkapnya penggunaan formalin dalam makanan akhir-akhir ini, membuat masyarakat khawatir akan kesehatannya dan semakin selektif dalam memilih makanan. Kekhawatiran masyarakat justru menginspirasi dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA UB) itu, untuk menciptakan tester yang mampu mendeteksi kandungan formalin dalam makanan. Chanif menamakan tester tersebut FMR atau Formalin Main Reagent. Alat yang ditemukannya tergolong unik. Jika uji formalin di laboratorium selama ini membutuhkan waktu lebih dari seminggu, kinerja FMR hanya dalam hitungan menit. "Cukup 10 menit, kandungan formalin sudah bisa dideteksi," ujar pria kelahiran Tuban, 12 April 1952 itu. Proses uji formalin dengan FMR juga cukup mudah. Bahan makanan yang akan dideteksi dipotong kecil-kecil, kemudian dimasukkan dalam larutan FMR sambil dikocok-kocok. "Kalau warna larutan berubah sampai merah bahkan ungu, berarti mengandung formalin. Semakin gelap warnanya, semakin tinggi kandungan formalinnya," ujar suami Siti Chumaiyah ini. Beberapa uji coba telah ia lakukan pada beberapa jenis makanan seperti bakso dan bermacam-macam ikan laut. Setelah ia teliti lebih lanjut, ternyata tester buatannya memiliki tingkat kesalahan uji cukup kecil, hanya 0,001 persen. Chanif mengaku produknya sudah banyak dimanfaatkan beberapa perguruan tinggi di Malang, Surabaya, dan Jakarta untuk aktivitas penelitian. Kendati belum disosialisasikan kepada dinas POM daerah, beberapa agen tidak resmi juga sudah mengenal produk ini. Dengan alat ditemukan, Chanif berharap sudah turut serta dalam upaya mencegah peredaran makanan berformalin. Karena itu Chanif tidak mematok biaya mahal bagi konsumen yang berminat menggunakan produk FMR. Dengan
kisaran harga 30 s/d 50 ribu rupiah saja, masyarakat dapat mendeteksi formalin sendiri. Chanif bahkan tidak segansegan akan memberikan secara cuma-cuma bagi masyarakat sangat membutuhkan FMR namun tidak memiliki biaya untuk membeli. "Ya kalau temuan kita semakin banyak digunakan, berarti ilmu kita juga semakin bermanfaat kan? Kalau dihitung amal jariyah, itu sudah saya anggap royalti," ujarnya. Tidak hanya FMR yang diciptakan Chanif. Ayah dari dua orang putri itu juga berhasil menciptakan tester untuk zatzat makanan berbahaya lainnya boraks, rhodamin (bahan pewarna lipstick), dan yodium dalam garam. "Sejauh ini hanya alat uji yodium yang sudah dipatenkan, lainnya belum dan masih dalam proses," ungkap alumni program doktor ilmu kedokteran minat biomedik pascasarjana UB tahun 2008 itu. Terkait dengan pengukuhannya, Chanif mengaku awalnya tidak menyangka mampu meraih gelar guru besar. Pertolongan dari Allah diyakini sebagai satu-satunya alasan ia meraih keberhasilannya sejauh ini. "Setiap jam dua dini hari, sholat malam sudah menjadi kebutuhan. Saya bersyukur banyak harapan saya yang terwujud selama ini," tuturnya. Kini, setelah menggenggam gelar guru besar, Chanif tidak ingin berpuas diri. Ia berjanji akan terus melakukan penelitian-penelitian selanjutnya di dalam Laboratorium Makanan Sehat. Sebuah laboratorium mini, yang terletak di dalam rumahnya itu, ia tengah berusaha menemukan tester uji logam berat dan narkoba yang diyakini akan sangat bermanfaat.[fjr/nun]
Artikel terkait UB Tambah Guru Besar Ilmu Radiologi dan Ilmu Pemuliaan Ternak Dosen UB Pembicara dalam International Conference of Life Science and Technology Awas Bahaya Formalin! UB Akan Kukuhkan Guru Besar Fakultas Hukum Bidang Agraria Penutupan Diklat Kedisiplinan dan Wawasan Kebangsaan Vokasi UB