21 PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE

Download Berbagai pendekatan terapi telah digunakan dalam mengatasai gangguan kecemasan umum, terapi perilaku kognitif (CBT) merupakan salah satunya...

0 downloads 477 Views 362KB Size
PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY) UNTUK MENGURANGI SIMTOM PADA SUBJEK YANG MENGALAMI GANGGUAN KECEMASAN UMUM

PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY) UNTUK MENGURANGI SIMTOM PADA SUBJEK YANG MENGALAMI GANGGUAN KECEMASAN UMUM 1

Wina Lova Riza

1

Prodi Psikologi Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial Universitas Buana Perjuangan Karawang ([email protected])

Abstrak Individu yang menderita gangguan kecemasan umum terus menerus merasa cemas, sering kali tentang hal-hal kecil dan memiliki kekhawatiran yang kronis. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengkhawatirkan banyak hal dan menganggap kekhawatiran mereka sesuatu yang tidak dapat dikontrol. Gangguan kecemasan umum dikarakterisasikan dengan kekhawatiran yang tidak fokus dan kecemasan yang tidak disebabkan oleh kejadian baru yang spesifik (American Psychiatric Association, dalam Knauss & Schofield, 2009). Komponen utama dari gangguan kecemasan umum adalah kekhawatiran. Kekhawatiran, walau bagaimanapun merupakan kejadian kognitif – memikirkan tentang berbagai kemungkinan yang menakutkan. Fokus dari perspektif kognitif adalah peran dari cara pikir yang terdistorsi dan disfungsional yang mungkin memegang peran pada pengembangan gangguan kecemasan umun. Orang-orang yang menderita gangguan kecemasan umum seringkali salah mempersepsi kejadian-kejadian biasa sebagai hal yang mengancam dan kognisi mereka terfokus pada antisipasi pada berbagai bencana pada masa mendatang (Beck dkk dalam Davidson, 2004). Berbagai pendekatan terapi telah digunakan dalam mengatasai gangguan kecemasan umum, terapi perilaku kognitif (CBT) merupakan salah satunya. Intervensi ini bertujuan untuk mengajarkan klien berbagai keterampilan untuk coping, dengan tujuan untuk membantu mereka mengembangkan gaya hidup yang adaptif, fleksibel, dan kondusif untuk mengurangi kecemasan. Terapi perilaku kognitif didasari premis bahwa kebanyakan perubahan teurapeutik terjadi pada setiap sesi dan konsekuensi dari latihan dari teknik-teknik CBT. Sama seperti keterampilan lainnya, teknik-teknik dari terapi perilaku kognitif membutuhkan latihan yang sering agar bisa dikuasai (Simos, 2002). Keyword: gangguan kecemasan umum, CBT

PENDAHULUAN Masa dewasa biasanya adalah masa untuk produktivitas, prestasi, dan pencapaian semua fase kehidupan yang penuh dengan pekerjaan, waktu luang, dan kegiatan keluarga. Hanya beberapa orang dari kita yang mampu menjalani hari dalam seminggu tanpa mengalami rasa cemas dan takut. Individu yang menderita gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder [GAD]) terus menerus merasa cemas, sering kali tentang hal-hal kecil. Mereka memiliki kekhawatiran kronis dan menghabiskan banyak waktu untuk mengkhawatirkan banyak hal dan menganggap kehawatiran mereka sebagai suatu yang tidak dapat dikontrol (Ruscio, Borkovek, & Ruscio, 2011 dalam Davidson, 2006: 208). Berbagai pendekatan terapi telah digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan menyeluruh, seperti psikoanalitis terapi, client-centred therapy, dan terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy [CBT]). Borkovec & Sharpless serta Campbell & Brown (dalam Martin & Pear, 2005) mengungkapkan bahwa terapi yang paling efektif untuk mengatasi gangguan kecemasan menyeluruh adalah terapi yang mengkombinasikan strategi kognitif dan perilaku. Beberapa penelitian lain juga menyatakan bahwa terapi perilkau kognitif merupakan pendekatan terapi yang efektif untuk mengatasi gangguan anxietas, dimana sebagian besar klien menunjukkan progres yang signifikan setelah menjalani terapi (DeRubeis & CritsChristoph, 1998 dalam Knauss & Schofield, 2009). Borkovec (2002) juga melaporkan bahwa terjadinya perbaikan sebanyak 57% klien dengan tindak dan 38% pada 24 bulan dari tindak lanjut. Durnham dan Allen

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

21

Wina Lova Riza

(1993) menggambarkan bahwa rata-rata 57% dari klien yang menerima CBT menunjukkan perubahan yang signifikan secara klinis. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka dapat dijabarkan pertanyaan penelitian yaitu “Apakah penerapan terapi perilaku kognitif dapat mengurangi simtom pada subjek yang mengalami gangguan kecemasan umum?”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran klinis individu yang mengalami gangguan kecemasan umum? 2. Bagaimana hasil penerapan terapi perilaku kognitif (CBT) terhadap individu yang mengalami gangguan kecemasan umum? Tujuan Penelitian Atas dasar permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gambaran klinis individu yang mengalami gangguan kecemasan umum. 2. Untuk memperoleh hasil dari penerapan terapi perilaku kognitif (CBT) terhadap individu yang mengalami gangguan kecemasan umum. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap penelitan dan studi-studi yang berkaitan dengan permasalahan gangguan kecemasan umum. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang yang dapat menjadi pertimbangan mengenai penerapan terapi perilaku kognitif (CBT) pada individu yang mengalami gangguan kecemasan umum. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gangguan Kecemasan Umum (GAD) Garret dalam bukunya Brain and Behavior (2003) menyatakan bahwa kecemasan sering disamakan dengan rasa takut, namun rasa takut adalah reaksi dari objek yang nyata atau dari suatu kejadian dalam lingkungan, sedangkan kecemasan melibatkan antisipasi dari suatu peristiwa atau reaksi yang tidak tepat terhadap lingkungan. Seseorang dengan gangguan kecemasan umum memiliki perasaan kegelisahan dan stres pada sebagian besar waktunya, dan memiliki reaksi berlebihan terhadap kondisi yang menekan. Individu yang menderita gangguan kecemasan umum terus menerus merasa cemas, sering kali tentang hal-hal kecil dan memiliki kekhawatiran yang kronis. Mereka menghabiskan sangat banyak waktu untuk mengkhawatirkan banyak hal dan menganggap kekhawatiran mereka sesuatu yang tidak dapat dikontrol (Ruscio, Borkovek, & Ruscio, 2011 dalam Davidson, 2006). Kekhawatiran yang paling sering dirasakan oleh individu dengan gangguan kecemasan umum adalah mengenai masalah sehari-hari dan kesehatan mereka. Gangguan kecemasan umum berdasarkan Diagnositc and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kecemasan umum adalah suatu tipe gangguan kecemasan yang ditandai oleh perasaan cemas yang umum dan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi dan keadaan peningkatan keterangsangan tubuh. Gangguan kecemasan umum ditandai oleh perasaan cemas yang persisten yang tidak dipicu oleh suatu objek, situasi, atau aktivitas yang spesifik, tetapi lebih merupkan apa yang dikatakan Freud sebagai “mengambang bebas” (free floating) (Rathus & Nevid, 2005). Gejala utama dari gangguan kecemasan umum adalah kecemasan, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonomik, dan kewaspadaan kognitif. Kecemasaannya berlebihan dan mengganggu aspek lain kehidupan individu. Ketegangan motorik paling sering dimanifestasikan dengan gemetaran, kegelisahan, hingga nyeri di kepala. Hiperaktifitas seringkali dimanifestasikan oleh sesak napas, keringat berlebihan, palpitasi dan berbagai gejala gastrointestinal. Kewaspadaan kognitif ditandai oleh sikap lekas tersinggung dan mudahnya pasien dikejutkan (Kaplan, 2010).

22

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY) UNTUK MENGURANGI SIMTOM PADA SUBJEK YANG MENGALAMI GANGGUAN KECEMASAN UMUM

Etiologi Gangguan Kecemasan Umum Hanya ada sedikit yang diketahui mengenai perkembangan gangguan kecemasan umum (Andrews et al., 2003 dalam Knauss & Schofield, 2009). Beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan penyebab khawatir dan bagaimana khawatir dipertahankan. Berkovec & Roemer (Allgulander, 2012) menyatakan bahwa fungsi dari khawatir adalah untuk menghindar, menyebabkan pemecahan masalah menjadi tidak efektif. Mengkhawatirkan sebuah peristiwa yang diimajinasikan menekan pikiran dan gambaran negatif serta menguatkan perilaku menghindar. Dalam teori lebih lanjut oleh Berkovec, Alcaine & Behar (dalam Knauss & Schofield, 2009) menyatakan bahwa khawatir mungkin memiliki tujuan menghindari topik emosional yang mengganggu terkait dengan trauma, pengalaman negatif, atau masalah interpersonal. Teori lain menekankan ketidakmampuan dalam intolerensi ketidakpastian. Khawatir muncul ketika tidak mempercayai sebuah informasi. Teori ketiga disebut meta-kognisi, dimana pasien percaya bahwa dengan khawatir mencegah bencana, dengan meta-kekhawatiran (khawatir tentang kekhawatiran) sebagai konsekuensi. Karena khawatir menjadi sebuah strategi yang penting, ia pun mendapat kehidupan sendiri. Terakhir, terdapat sebuah penelitian luas dalam bagaimana pasien dengan gangguan kecemasan umum mengelola informasi dengan skema kognitif dan bias yang selektif terhadap ancaman. Komponen utama dari gangguan kecemasan umum adalah kekhawatiran. Kekhawatiran, walau bagaimanapun merupakan kejadian kognitif – memikirkan tentang berbagai kemungkinan yang menakutkan. Fokus dari perspektif kognitif adalah peran dari cara pikir yang terdistorsi dan disfungsional yang mungkin memegang peran pada pengembangan gangguan kecemasan umun. Orang-orang yang menderita gangguan kecemasan umum seringkali salah mempersepsi kejadiankejadian biasa seperti menyebrang jalan sebagai hal yang mengancam dan kognisi mereka terfokus pada antisipasi pada berbagai bencana pada masa mendatang (Beck dkk dalam Davidson, 2004). Pada pasien yang mengalami gangguan kecemasan umum lebih terpicu menginterpretasi stimulasi yang tidak jelas sebagai suatu yang mengancam dan menilai berbagai kejadian yang mengancam lebih mungkin terjadi kepada mereka (Butler & Mathews dalam Davidson, 2004). Dampak Gangguan Kecemasan Umum (GAD) Banyak individual yang memiliki gangguan kecemasan umum melaporkan bahwa mereka merasakan kecemasan dan gelisah hampir disepanjang hidup mereka. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya gangguan kecemasan umum. Komponen utama dari gangguan kecemasan umum adalah kekhawatiran. Gangguan kecemasan umum dikarakterisasikan dengan kekhawatiran yang tidak fokus dan kecemasan yang tidak disebabkan oleh kejadian baru yang spesifik (American Psychiatric Association, dalam Knauss & Schofield, 2009). Orang yang menderita gangguan kecemasan umum menghabiskan sebagian waktunya untuk mengkhawatirkan dan menyadari bahwa apa yang mereka khawatirkan tentang hal-hal yang kecil.(Andrews et al., 2003 dalam Knauss & Schofield, 2009). Pasien dengan gangguan kecemasan umum (GAD) mengalami kekhawatiran terus-menerus dan ketegangan sebagai simtom utamanya. Prokastinasi, perilaku menghindar, dan sering mencari dukungan dari orang lain adalah strategi kompensasi yang khas (Clark dan Beck, 2010 dalam Friborg, 2012). Gangguan kepribadian tipe C dimana kecemasan dan ketakutan merupakan sentral dari gangguan tersebut, merupakan paling sering ditemukan dalam pada penderita gangguan kecemasan umum, khususnya gangguan kepribadian menghindar (avoidant) dan gangguan kepribadian OCD (Garyfallos et al., 1999 dalam dalam Friborg, 2012). Pengertian Terapi Perilaku Kognitif Berbagai pendekatan terapi telah digunakan dalam mengatasai gangguan kecemasan umum, terapi perilaku kognitif (CBT) merupakan salah satunnya. Telah dilaporkan bahwa CBT adalah sebuah pendekatan terapi yang efektif untuk menangani gangguan kecemasan umum, dengan sebagian besar klien menunjukkan peningkatan klinis yang signifikan setelah terapi (DeRubeis & CritsChristoph, 1998 dalam Knauss & Schofield, 2009) dan mempertahankan perbaikan ini selama setidaknya satu tahun setelah terapi (Borkovec , Newman, Lytle, & Pincus, 2002; Andrews et al, 2003 dalam Knauss & Schofield, 2009). Terapi perilaku kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan bentuk intervensi yang bersifat psikoterapeutik dan bertujuan untuk mengurangi distress psikologi dan juga perilaku

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

23

Wina Lova Riza

maladaptif dengan cara mengganti proses kognitif pada diri klien (Kaplan dkk, dalam Stallard, 2002). Terapi perilaku kognitif memadukan teknik-teknik behavioral seperti pemaparan, dan teknik-teknik kognitif, seperti restrukturisasi kognitif (Nevid, 2002). Terapi perilaku kognitif meliputi sejumlah teknik perilaku dan teknik kognitif yang pada umumnya digunakan secara bersamaan sebagai satu paket. Pada dasarnya memang ada kesamaan-kesamaan tertentu antara pendekatan kognitif dengan pendekatan terapi perilaku dalam hal tujuan dan prosedur. Mahoney and Arnkoff (dalam Dobson & Dozois, 2010) menyusun berbagai bentuk terapi perilaku kognitif menjadi tiga bagian utama, yaitu resktrukturisasi kognitif, coping skills therapies, dan terapi pemecahan masalah (problem solving therapies). Terapi yang dilakukan dalam restrukturisasi kognitif mengasumsikan bahwa distress emosional adalah konsekuensi dari pikiran yang maladaptif. Oleh karena itu sasaran intervensi klinisnya adalah untuk memeriksa dan menantang pola pikiran yang maladaptif, dan untuk mengembangkan pola pikiran yang adaptif. Pada coping skills therapies, berfokus pada perkembangan berbagai macam keterampilan yang dirancang untuk membantu klien coping dalam berbagai situasi yang menekan. Pada terapi problem-solving, dapat dikarakterisasikan sebagai kombinasi dari teknik restrukturisasi kognitif dan berbagai prosedur keterampilan dalam coping. Terapi problem-solving menekankan pada perkembangan strategi umum dalam mengatasi berbagai masalah pribadi, dan menekankan pada pentingnya kolaborasi yang aktif antara klien dan terapis dalam merencanakan program treatment. Tehnik Terapi Perilaku Kognitif (CBT) untuk Mengatasi Gangguan Kecemasan Umum Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan umum adalah dengan menggunakan teknik dari Simos (2002), yaitu: a. Self monitoring dan early cue detection Langkah pertama dalam melakukan terapi adalah mendeteksi isyarat awal yang menjadi pencetus kecemasan. Isyarat-isyarat ini bisa berupa isyarat internat maupun eksternal. Isyarat internal yang penting bisa merupakan atensi, pikiran, gambaran, sensasi tubuh (terutama ketegangan otot), emosi, dan perilaku. Isyarat eksternal merujuk pada kejadian-kejadian yang menekan dalam kehidupan klien. Bahwa yang menjadi masalah bagi klien bukanlah reaksi mereka terhadap suatu kejadian, melainkan yang menjadi masalah adalah reaksi terhadap reaksi mereka. Tujuan dari terapi adalah untuk mengubah reaksi dalam menghadapi reaksi mereka dan untuk menguatkan respon coping baru. b. Metode kontrol stimulus (stimulus control methods) Tehnik kontrol stimulus dapat membantu klien untuk mengurangi asosiasi antara kekhawatiran dan isyarat spesifik tersebut, yang dapat mengurangi intensitas dan frekuensi respon kekhawatiran. Langkah pertama, klien diinstruksikan untuk membuat jadwal harian untuk khawatir selama 30 menit. Periode ini harus berlangsungpada waktu dan tempat yang sama dan mungkin tidak berhubungan dengan perkerjaan dan relaksasi. Pada waktu lainnya, mereka harus secara aktif menunda berbagai macam bentuk kekhawatiran selama 30 menit. Untuk mencapai tugas ini, klien harus memperhatikan kejadian internal dan eksternal yang memulai siklus spiral dari pikiran yang mengkhawatirkan dan respon-respon kecemasan. Setiap kali mereka mendeteksi isyarat tersebut, mereka dapat menunda kekhawatiran mereka dan berkonsentrasi terhadap tugas-tugas yang telah direncanakan. Ketika periode kecemasan tiba, klien dapat pergi ke tempat yang telah ditunjuk dan dapat khawatir secara intensif. Ketika mereka kesulitan untuk mengkontrol atau menunda kecemasan pada suatu waktu tertentu (contoh: saat tidur malam), mereka harus langsung pergi ke tempat “cemas” dan khawatir secara intensif hingga kekhawatiran dan kecemasan mereka bisa dikendalikan. c. Metode relaksasi Beberapa metode relaksasi yang dilakukan yaitu pernapasan diafragma dan relaksasi otot progresif; applied relaxation dimana klien secara aktif melepaskan ketegangan dari waktu ke waktu setiap mereka mendektsi isyarat awal kecemasan atau ketika mereka mendeteksi adanya perubahan kecil menuju kecemasan dengan melakukan pernapasan diafragma atau relaksasi otot sebagai coping; dan self control desensitisasion (SCD) yaitu teknik imagery yang didesain untuk diterapkan pada gangguan kecemasan umum yang berlainan dengan stimulus fobia. Klien diminta untuk mengidentifikasikan situasi eksternal yang diasosiasikan dengan kekhawatiran dan kecemasan. Mereka terus membayangkan diri mereka pada kejadian tersebut hingga mereka

24

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY) UNTUK MENGURANGI SIMTOM PADA SUBJEK YANG MENGALAMI GANGGUAN KECEMASAN UMUM

menyadari adanya isyarat kecemasan. Segera setelah kecemasan timbul, mereka merileksasikan diri dengan cara membayangkan diri mereka coping secara efektif dalam situasi tersebut. d. Terapi Kognitif Terapi kognitif mengajarkan klien secara aktif untuk mengkoreksi interpretasi negatif mereka dengan menghadirkan bukti-bukti di sekeliling mereka. Tujuan utama dari terapi kognitif untuk gangguan kecemasan umum adalah untuk membantu klien menciptakan perspekstif yang lebih berimbang. Terapi kognitif tidak dimaksudkan untuk mengajarkan klien melihat dunia positif secara tidak realistik, tapi melihatnya lebih akurat. Tugas terapeutik yang paling penting adalah membantu klien agar dapat objektif melihat segala situasi yang ditemui, sehingga dapat merekontruksi pola pandang mereka. Klien dengan gangguan kecemasan umum biasanya memiliki dua tipe error thinking, mereka lebih fokus kepada pada ilusi mental yang berhubungan dengan masa lalu dan masa mendatang dan secara berlebihan melihat aspek negatif dari sebuah situasi. Untuk itu tugas teurapetik membantu klien untuk melihat informasi positif disekeliling mereka dan menjadi lebih objektif dalam penilaian mereka terhadap masa sekarang, lampau, dan masa mendatang. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Dalam penelitian ini, CP menggunakan pendekatan kualitatif single case design. Metode ini menempatkan subyek yang berfungsi sebagai kontrol dirinya daripada menggunakan data individu yang lain. Desain ini digunakan untuk mempelajari perubahan perilaku sebagai akibat dari perlakuan tertentu. Menurut Tilman dan Burns, 2009 (dalam Mirandini, 2011:29) desain A-B-A merupakan desain yang menyatakan perubahan dalam hasil data dari fase awal ke fase intervensi, kemudian terdapat sifat khusus dari perubahan yang ada serta menjawab apakah pernyataan prediksi data awal benar. Subjek Penelitian dan Karakteristiknya 1. Mencemaskan sesuatu secara berlebihan terus-menerus. 2. Tidak dapat mengontrol kekhawatirannya. 3. Sulit melihat masalah secara objektif. 4. Mudah marah dan bersikap ofensif. 5. Mengalami keluhan somatik. 6. Mengalami keluhan somatik. 7. Subjek bersedia untuk menjalani pemeriksaan dan dilakukan intervensi untuk mengurangi simtom-simtom dari gangguan kecemasan umum yang dimilikinya. Metode Pegumpulan data Dalam penelitian dengan desain satu kasus, data-data dapat diperoleh dengan melakukan serangkaian pemeriksaan psikologis yang didalamnya terdapat proses wawancara, observasi dan beberapa tes psikologi. Tes psikologi yang digunakan adalah tes WBIS, tes Grafis, tes Rorschach, dan SSCT. LAPORAN PENELITIAN Identitas Subjek S adalah perempuan berusia 28 tahun. Saat ini ia prakter dokter gigi (drg) disalah satu klinik internasional dan ditempatkan di site Purwakarta. Pertanyaan Rujukan Semenjak menjalani koas S sering sakit-sakitan. Badan S sering panas dan sering mengalami sakit kepala serta migrain. Selain itu S juga menjadi mudah marah dan mudah naik emosinya dalam menghadapi sesuatu. Selain itu, sebelum ia berangkat ke Bandung badannya suhu badannya selalu naik. S pun memeriksakan diri ke Puskesmas Cisauk, Tangerang untuk memeriksakan keadaan dirinya yang mudah naik suhu badannya. Setelah berkonsultasi dengan dokter di poli umum, S dirujuk untuk ke poli konsultasi. Selanjutnya, oleh dr. D.M, S dirujuk kepada CP untuk melakukan assessmen dan juga untuk memberikan intervensi yang tepat untuk kepada S.

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

25

Wina Lova Riza

Autoanamesa S merupakan anak kedua dari dua bersaudara, S dibesarkan dalam keluarga batih dimana ia tinggal bersama orangtua kandung dan kakaknya. Saat ini S sedang menjalani koas di sebuah rumah sakit di daerah Bandung untuk mendapatkan gelar dokter gigi. Dari SD hingga SMA, S termasuk anak yang berprestasi. S memiliki pengalaman di masa SD yang membuatnya menjadi pribadi yang mudah pesimis. S yang merasa memiliki suara yang cukup bagus mengikuti audisi, namun karena ia terlalu gugup hingga saat audisi suaranya tidak bagus. S pun tidak diterima masuk grup paduan suara. S merasa terpukul karena ia tahu bahwa ia merasa mampu namun tidak berhasil mendapatkannya. Ia juga kecewa karena teman-temannya yang suaranya kurang bagus dapat diterima. Semenjak kejadian tersebut S mudah pesimis terhadap sesuatu hal. S sempat tidak lulus SMPB dan menganggur selama setahun, hingga akhirnya ia ujian di tahun berikutnya. S pum lulus SMPB dan diterima di fakultas kedokteran gigi di sebuah universitas negeri di Bandung. Pada tahun 2009 S lulus dan menjadi Sarjana Kedokteran Gigi. Ia pun menjalani koas untuk mendapatkan gelar dokter gigi. Pada masamasa ini kecemasannya semakin menjadi-jadi. Ia mudah mengkhawtirkan hal-hal kecil dan tidak dapat mengontrol kekhawatirannya. Sulitnya ia mencari pasien dan mudah kaburnya pasien merupakan salah satu sumber kecemasannya. S juga merasa bersalah kepada orangtuanya karena telat dalam menyelesaikan koas. S sering mencemaskan hal-hal kecil, kurang sabar, mudah marah, dan sulit berkonsentrasi. Badan S sering panas jika ia harus pergi ke Bandung setiap ia pulang dari Jakarta. Ibu merupakan sosok penting di dalam keluarganya karena ibunya yang bekerja memiliki pemasukan yang tetap dan membiayai segala keperluan keluarganya. S juga lebih dekat dengan sosok ibu daripada ayahnya. Ayahnya merupakan sosok yang terlalu konservatif, hingga terlalu kaku dan kurang fleksibel. Menurutnya, ayahnya terlalu mengatur dan semenjak S kecil selalu diberi target harus masuk rangking 10 besar dan S juga sulit untuk meminta izin apabila ada kegiatan-kegiatan di luar jadwal sekolah. Pada tahun 2012, S selesai koas dan menjadi dokter gigi. Ia pun bekerja di klinik internasional, tempat ibunya bekerja. Sempat menjadi dokter pengganti dan dikirim keluar daerah, pada tahun 2013, ia ditempatkan di site Purwakarta. S merasa sering mengkhawatirkan pekerjaannya karena hanya dikontrak pertahun dan merasa nasibnya belum jelas. Ia juga merasa sulit untuk mengalokasikan tabungan dari gajinya. Selama bekerja di Purwakarta, ia putus dengan kekasihnya saat koas karena iabelum siap menikah.. Kekasihnya saat itu selalu menanyakan kejelasan hubungan mereka dan terus menghubunginya, hal ini membuat kecemasannya menjadi tinggi hingga dibawa ke UGD pada malam hari karena lambungnya sakit akibat memikirkan permasalahan tersebut. Setelah putus, S pun sering mengkhawatirkan mengenai masalah percintaan. S sudah memiliki kekasih baru, namun terbentur oleh keinginan keluarganya yang mengharapkannya mendapatkan pasangan seorang dokter juga. Sedangkan kekasihnya yang baru hanya seorang admin bekerja di klinik yang sama, namun ditempatkan di Papua. Semenjak bekerja dan mandiri, ayahnya tidak lagi mengekang dan membatasi aktifitas S. Ia dibebaskan untuk pergi kemana saja dan kapan saja. Hanya saja menurut S ayahnya kurang bisa diandalkan sehingga ketika ia cuti dan pulang ke rumah, ia tetap susah untuk pergi karena harus mengurusi rumah dan keponakannya. S mengatakan bahwa selama bekerja S paling sering mencemaskan keadaan rumahnya. Mulai dari ayahnya yang kurang bisa diandalkan dan sakitsakitan, kehidupan rumah tangga kakaknya yang tidak jelas, masa depan keponakannya, dan keadaan ibunya yang menjadi tulang punggung keluarga padahal sudah tua dan memasuki masa pensiun. Alloanamesa Menurut ED yang merupakan mantan kekasih S, ia merupakan pribadi yang pencemas. Menurutnya, S memiliki perasaan insecure yang berasal dari rumah. S kurang mendapatkan privasi saat di rumah, sehingga kurang ruang untuk dirinya sendiri. S memiliki sifat yang bertentangan. Disatu sisi S akan sangat tangguh dan mandiri, namun disisi lain S bisa inferior dan pesimis. Sifat ini menurut ED diturunkan dari kedua orangtuanya. Ibunya merupakan sosok yang superior sedangkan ayahnya ada kecenderungan inferior. Walaupun S dekat dengan sosok ibu dan sering bercerita mengenai kegiatannya sehari-hari, namun ia sulit menceritakan kesulitan-kesulitan yang dialami kepada ibunya. Hal ini karena ibunya mudah mengkritik dan sering berkata, “Masa gitu aja ga bisa?”. Tapi ibunya selalu memberikan semangat kepada S, sehingga tidak ada ruang untuk membahas dan bertukar pikiran mengenai

26

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY) UNTUK MENGURANGI SIMTOM PADA SUBJEK YANG MENGALAMI GANGGUAN KECEMASAN UMUM

kesulitankesulitannya. Menurut ED, di dalam keluarganya S mendapatkan tekanan dan ada harapanharapan yang kurang realistis dari orangtuanya. Keadaan keluarganya terkadang kurang kondusif untuk S, karena kedua orangtuanya begitu juga kakaknya merupakan pribadi yang mudah tersulut emosinya. Suasana rumah mudah berubah dari tenang menuju pertengkaran, sehingga terkadang S akan menangis karena melihat kondisi rumah yang mudah bergejolak. Kondisi rumah yang tidak dapat diprediksi inilah yang sering membuatnya berada dalam keadaan kecemasan. Impresi dan Interpretasi Dari hasil tes psikologi, S memiliki tingkat kecerdasan umum S berada pada taraf rata-rata atas (high average) (Full IQ = 119) sesuai dengan tingkat perkembangan usia dan pendidikannya. S belum optimal mengaktualisasikan potensi intelektualnya (Original IQ = 134). S tidak mengalami penurunan fungsi mental (MD = -11%). Dalam menghadapi masalah S kurang kritis karena memiliki perasaan inferioritas, sehingga kemampuan dan kreativitasnya yang potensial besar kurang mampu untuk direalisasikan karena kurangnya dorongan. Hal ini terjadi karena S mendapatkan penghargaan positif yang bersyarat dimana ayahnya selalu menargetkan S untuk rangking ketika sekolah dan ketatnya peraturan, sehingga S kurang ruang untuk mengembangkan diri yang menyebabkannya menjadi pribadi yang pasif yang membuatnya merasa kurang mampu dan inferior dalam menghadapi masalah dan membutuhkan orang lain dalam menyelesaikan masalahnya tersebut. S yang subjektif banyak dipengaruhi oleh imajinasinya, kebutuhankebutuhan, dan dorongan-dorongannya sendiri. Hal ini membuatnya mudah mencemaskan sesuatu secara berlebihan dan dalam waktu yang terus menerus. Sifatnya yang subjektif ini membuatnya sulit melihat masalah pada dirinya dari sisi lebih objektif, sehingga sulit untuk mengendalikan perasaan dan kecemasannya. S mengalami gangguan kecemasan menyeluruh atau generalized anxiety disorder (GAD), yang ditandai dengan kecemasan yang terus menerus, telah berlangsung setidaknya 6 bulan setelah ia masuk koas, khawatir yang berlebihan terhadap masalah koas. S juga menghabiskan banyak waktu untuk mengkhawatirkan banyak hal dan menganggap kekhawatirannya sebagai suatu yang tidak dapat dikontrol. Ciri-ciri lain yang dialami S adalah kurang sabar, ofensif, dan mudah marah. Hal ini terjadi karena ia sulit melihat masalah dari sisi objektif karena terlalu terfokus pada masa lalu dan masa mendatang. Selain mengalami kekhawatiran yang kronis, S yang mengalami gangguan kecemasan umum sering terserang penyakit somatik bersamaan. Ketegangan motorik paling sering dimanifestasikan dengan kegelisahan hingga nyeri di kepala. Hiperaktivitas dimanifestasikan oleh keringat berlebihan dan berbagai gejala gastrointernal. Rencana Intervensi Intervensi diberikan menggunakan 4 teknik, yaitu: self monitoring dan early cue detection, metode kontrol stimulus, metode relaksasi, dan terapi kognitif. Pelaksanaan Penelitian a. Pada sesi 1, memberikan psikoedukasi kepada subjek mengenai program intervensi yang akan dilakukan serta menetapkan sasaran intervensi. b. Pada sesi 2-9 diberikan serangkaian intervensi yaitu self monitoring dan early cue detection, metode kontrol stimulus, metode relaksasi, dan terapi kognitif. c. Pada sesi 10 CP bersama-sama dengan S meninjau kembali apa-apa saja yang sudah diajarkan selama intervensi. CP juga menanyakan apakah S mendapatkan hal yang berguna dan berarti selama menjalakan proses terapi. Untuk mencegah relaps, CP bersama S membuat potensial stressor, simtom-simtomnya, dan tehnik apa yang digunakan untuk mengatasi simtom dan stressor tertentu. CP juga mendorong dan menganjurkan S untuk menyimpan thought record sebagai pengingat kemampuan yang sudah diajarkan. Analisa Data Penelitian Analisa data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pattern matching yaitu membandingkan teori dengan hasil pengumpulan subjek sebelum dan sesudah intervensi, serta dengan menggunakan analisa perkembangan hasil intervensi. Selanjutnya sebagai evaluasi tambahan untuk memperkuat analisa data kuantitatif juga dilakukan pengolahan data kuantitatif melalui alat ukur GAD-7.

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

27

Wina Lova Riza

1. Pattern Matching Berdasarkan analisis pattern matching data di atas, kasus memiliki seluruh gejala gangguan kecemasan umum yang terdapat pada teori gangguan kecemasan umum (GAD). Berdasarkan analisis pattern matching tersebut gambaran klinis kasus: mencemaskan sesuatu secara berlebihan terus-menerus, tidak dapat mengontrol kekhawatirannya, sulit melihat masalah secara objektif, mudah marah dan bersikap ofensif, mengalami keluhan gejala somatik, serta khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi 2. Analisa perkembangan hasil intervensi Analisis perkembangan hasil intervensi berdasarkan tabel di atas, pada pertemuan ketiga (3) perilaku sulit melihat masalah dari sisi objektif muncul. Pada pertemuan keempat (4) perilaku mudah marah dan bersikap ofensif serta mengalami keluhan somatik berkurang. Pada pertemuan keenam (6) perilaku mencemaskan sesuatu secara berlebihan mengalami perubahan. Pada pertemuan kedelapan (8) perilaku tidak dapat mengontrol kekhawatiran muncul dan mengalami perubahan. Pada pertemuan kesembilan (9) perilaku khawatir sesuatu yang buruk berkurang. Pada pertemuan kesepuluh (10) perilaku yang sudah berubah tetap dipertahankan. Berdasarkan analisis data tersebut hasil intervensinya sebagai berikut: S kecemasannya dapat berkurang, dapat mengontrol kekhawatirannya, dapat objektif dalam melihat masalah, dapat mengendalikan kemarahan, keluhan somatik berkurang, dan merasa diri aman 3. Hasil Analisa Pre Test dan Post Test Hasil analisa pre test menggunakan dengan GAD-7, skor 13 yaitu kategori kecemasan sedang (moderate anxiety). Hasil analisa post test dengan menggunakan GAD-7, skor 6 yaitu kategori kecemasan ringan (mild anxiety). Hal ini mendukung intervensi tersebut di atas (no. 2).

KESIMPULAN S yang mengalami gangguan kecemasan umum ditandai dengan kecemasan yang terus menerus, tidak dapat mengontrol kekhawatirannya, sulit melihat masalah secara objektif, mudah marah dan bersikap ofensif, mengalami keluhan somatik, dan khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi. Hasil intervensi dengan menggunakan terapi perilaku kognitif (CBT) adalah sebagai berikut: rasa cemas dapat berkurang, dapat mengontrol kekhawatiran, dapat lebih objektif dalam melihat masalah, dapat mengendalikan kemarahan, keluhan somatis dapat berkurang, dan merasa diri aman. Hasil intervensi di atas didukung oleh pre test dan post test. Hasil pre test dengan GAD-7 dengan skor 13 yang menunjukkan bahwa S berada pada kategori kecemasan sedang (moderate anxiety). Kemudian setelah diintervensi selama 10 kali sesi, terdapat perubahan pada gejala kecemasan yang ditunjukkan pada hasil post test GAD-7 dengan skor 6 yang S berada dalam kategori kecemasan ringan (mild anxiety). Hal ini menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif (CBT) dapat memberikan perubahan positif dan dapat menurunkan simtom kecemasan S. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zubaidi, S.Psi. M.si. (1997). Psikodiagnostik II Tes Intelegensi. Jakarta: Fakultas Psikologi UPI Y.A.I. Allgulander, Christer. (2012). “Generalized Anxiety Disorder: A Review of Recent Findings”. Journal of Experimental and Clinical Medicine 2012;4(2):88e9. Alloy, L.B, Jacobson, N.S., Acocella, J. 1999. Abnormal Psychology Current Prespective.

28

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY) UNTUK MENGURANGI SIMTOM PADA SUBJEK YANG MENGALAMI GANGGUAN KECEMASAN UMUM

American Psychiatric Association. (2000). Dignostic and Statictical Manual of Mental Disorders. Fourth Edition. Text Revision. Washington DC: Publishing American Psychiatric Association. Anthony, MM, & Swinson, RP. (2002). Shyness & Social Anxiety Workbook. Canada New Harbinger Publication Inc. Boston: McGraw Hill International Edition. Burns, David D. (1999). The Feeling Good Handbook. Newyork: Plume. Davidson, G., Neale, J., Kring, A. (2006). Psikologi Abnormal Edisi ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dobson. (2010). Handbook of Cognitive Behavioral Therapy 3rd Edition. New York: Guilford Press. Feldman, Robert. (2010). Psychology and Your Life. New York: McGraw Hill International Edition. Friborg, Martinussen, Kaiser, Øvergård, Rosenvinge. 2012. Comorbidity of Personality Disorders in Anxiety Disorders A Meta-Analysis of 30. University of Tromsø Faculty of Health Sciences Department of Psychology, Norway. Garret, Bob. (2003). Brain and Behavior. New Zealand: Wadsworth/ Thomson Learning. Gorman, Jack M. (2003). Treating Generalized Anxiety Disorder. J Clin Psychiatry 2003; 64 [suppl 2]:24-29. Pysicians Post Graduate Press, Inc. Kaplan, H. L., Sadock, B. J., Grebb, J. A. (2010). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikologi Klinis. Jilid 11. Jakarta: Erlangga. Knauss, Christine., Schofield, Margot, J. (2009). A Resources for Counsellors and Psycotherapists Working with Clients Suffering from Anxiety. Literature Review from Psychotherapy and Counseling Federation Australia. Goldfried, MR & Davidson GC. (1976). Clinical Behavioral Therapy. Newyork: John Willey & Sons. Martin, G., Pear, J. (2005). Behavior Modification: What it is and how to do it. Pearson Practice Hall. Nevid. (2005). Psikologi Abnormal: Jilid I. Jakarta: Erlangga. Sri Idaiani, Suhardi, Antonius Yudi Kristanto. (2009). Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia. Artikel Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan, Departemen Kesehatan

Psychopedia ISSN 2528-1038 Vol 1, No 1, 2016

29