Geomedia Volume 14 Nomor 2 November 2016
PERAN TELAGA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR KAWASAN KARST GUNUNGSEWU PASCA PEMBANGUNAN JARINGAN AIR BERSIH Oleh:
Ahmad Cahyadi
Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi universitas Gadjah Mada
[email protected]
Abstrak
Kawasan karst adalah kawasan yang terbentuk oleh proses pelarutan batuan
karbonat sehingga menyebabkan kondisi kering di permukaan dan kaya air di bawah permukaan. Hal tersebut menyebabkan sumber air permukaan yang langka seperti telaga
dan mataair menjadi sangat penting. Namun demikian, saat ini kawasan karst yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul hampir semua telah terjangkau jaringan pipa air bersih. Hal ini tentunya akan menyebabkan ketergantungan terhadap telaga dan mataair menjadi
berkurang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan telaga dalam
pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan karst Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul pasca pembangunan jaringan pipa air bersih. Metode yang dilakukan adalah
dengan melakukan wawancara mendalam (In-depth interviews) pada 30 blok permukiman yang terletak di kecamatan Semanu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini telaga tidak lagi berfungsi untuk sumber pemenuhan air minum. Namun demikian telaga masih
digunakan untuk mencuci, memandikan ternak, sumber air minum untuk ternak, serta tempat budidaya ikan yang dikelola oleh masyarakat secara bersama-sama. Kata kunci: karst, telaga, kebutuhan air Abstract
Karst region is a region which is formed by the dissolution of carbonate rocks,
causing dry conditions in surface and abundant subsurface water. This causes a rare source of surface water such as logva and springs in which they are very important. However, almost all of karst regions in Gunungkidul Regency have affordable water supply network
recently. This will naturally reduce the dependence on the lake and the springs. The objective of this study is to determine the role of logva in the fulfilment of water needs in
Gunungsewu karst area, Semanu sub District, Gunungkidul Regency in the postdevelopment of water supply network. The research methods include conducting in-depth interviews in 30 residential blocks located in the Semanu sub District. The results show that
the current logva is no longer working for the fulfillment of drinking water sources. However, the logva is still used for washing, bathing the cattle, serving as the source of
drinking water for livestock, as well as for farming fish which are jointly managed by the community.
Keywords: karst, logva, water needs
23
Peran Telaga dalam pemenuhan Kebutuhan Air di Kawasan Karst Gunungsewu Pasca Pembangunan Jaringan Air Bersih
PENDAHULUAN
Milanovic (2004) menyebutkan bahwa karst adalah bentuklahan yang dominan
terbentuk oleh pekarutan batuan gamping, dolomit, marmer, gipsum, dan batuan garam.
Kawasan ini diperkirakan menutup kurang lebih 25% dari permukaan bumi (Milanovic,
2004) dan 20% dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Balasz, 1968). Proses pelarutan yang terjadi menyebabkan air permukaan dengan cepat meresap menuju sistem
air bawah tanah akibat keberadaan diaklas-diaklas (retakan-retakan) serta lubang-lubang
yang berukuran kecil/diffuse, sedang/fissure atau berukuran besar/conduit (White, 1988). Hal ini menyebabkan kondisi di permukaan tanah terkesan gersang berbatu serta banyak
air di bawah permukaan (Cahyadi, 2010). Langkanya air permukaan menyebabkan sumber
air dipermukaan berupa danau doline/telaga (logva) serta mata air di kawasan karst menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan air penduduk (Santosa, 2007).
Kawasan karst Gunungsewu adalah salah satu kawasan karst di Indonesia yang
terkenal karea telah ditetapkan sebagai world natural heritage pada Tahun 2006. Kawasan ini memiliki karakteristik khusus berupa bukit karst yang menyerupai bentuk separuh batok kelapa/ kegelkarst (Tjia, 2013), sehingga penemuan bukit dengan bentuk tersebut di
manapun kemudian akan disebut karst tipe Gunungsewu. Kawasan karst Gunungsewu tersusun atas batuan gamping berumur Neogen (Miosen Tengah sampai dengan Pleiosen
Atas) (Haryono dan Day, 2005). Secara spasial, wilayah utara kawasan karst ini tersusun atas
batuan gamping berlapis yang relatif lunak dan pada bagian selatan didominasi oleh batu
gamping terumbu yang relatif lebih keras (Surono dkk., 1992; Rahadjo dkk., 1995). Sebagian kawasan ini masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Gunungkidul, yang meliputi
Kecamatan Ponjong, Wonosari, Rongkop, Girisubo, Tepus, Tanjungsari, Semanu, Panggang, Paliyan, Playen dan Purwosari.
Haryono dkk (2009) menyebutkan bahwa sebelum tahun 1990-an 90% dari
kebutuhan air di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul dipenuhi dari telaga karst.
Meskipun demikian, saat ini hampir semua permukiman di kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul telah dijangkau oleh jaringan pipa PDAM yang memanfaatkan sumber air dari
sungai bawah tanah (Suryono, 2006). Kondisi ini tentunya akan menyebabkan perubahan
tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air yang lain seperti telaga dan mata air di kawasan karst. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran telaga di Kawasan Karst Gununsewu dalam pemenuhan kebutuhan air pasca pembangunan
jaringan air bersih oleh pemerintah. Namun demikian karena keterbatasan waktu dan biaya, maka penelitian ini hanya mengambil studi kasus di kawasan karst yang terletak di Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul (Gambar 1). Hal ini karena tiga dari lima
sumber air yang digunakan untuk sumber air PDAM terletak di Kecamatan Semanu, sehingga kemungkinan dengan jarak yang dekat ini seluruh wilayah dari kecamatan ini telah terakses jaringan pipa PDAM.
24
Geomedia Volume 14 Nomor 2 November 2016
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Kawasan Karst Gunungsewu METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam
(in-depth interviews) pada setiap blok permukiman yang didasarkan pada peta penggunaan lahan yang diekstrak dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: 25.000 terbitan Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Hal ini didasari kenyataan bahwa pola permukiman yang terdapat di kawasan karst adalah mengelompok (Marfai, 2011). Jumlah blok permukiman yang terdapat di wilayah kajian adalah 30, sehingga jumlah
responden yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Selain itu, kegiatan ini akan melakukan perbaharuan data pemanfaatan telaga yang pada tahun 2007 telah dilakukan penelitian serupa oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Gunungkidul.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sumber air bersih yang didistribusikan oleh PDAM Kabupaten Gunungkidul
bersumber dari lima sumber utama. Kelima sumber air yang digunakan adalah Bribin 1, Bribin 2 (Sindon), Seropan, Baron dan Ngobaran. Keseleruhan sumber air yang digunakan
berasal dari aliran sungai bawah tanah. Hasil wawancara mendalam di lokasi penelitian menunjukkan bahwa lokasi penelitian termasuk dalam jaringan air bersih yang berasal dari
Bribin 1 dan 2 serta Seropan. Hal yang sama dikemukakan pula oleh Suryono (2006) seperti
ditampilkan pada Tabel 1. Terbatasnya jumlah aliran air yang mampu didistribusikan menyebabkan aliran air dari PDAM dilakukan secara bergilir, di mana wilayah yang sama
akan teraliri dua hari dalam seminggu. Kondisi ini menyebabkan masyarakat sebanyak
25
Peran Telaga dalam pemenuhan Kebutuhan Air di Kawasan Karst Gunungsewu Pasca Pembangunan Jaringan Air Bersih
mungkin mengalirkan air dari PDAM pada saat air PDAM mengalir sampai tampungan air berupa penampungan air hujan (PAH) penuh.
Tabel 1. Sistem Pelayanan Air Bersih PDAM Gunungkidul
Sistem
Daerah Pelayanan
Jumlah Sambungan Hidran Umum
Jumlah Sambungan Saluran Rumah Tangga
Jumlah Dusun dan Desa Yang Terlayani
Bribin 1 dan 2
Kecamatan Semanu, Tepus, Rongkop, dan Girisubo Kecamatan Semanu, Ponjong, Karangmojo, dan Wonosari Kecamatan Tanjungsari
510
7.387
134 dusun; 21 desa
115
7.292
134 dusun; 21 desa
57
874
180
6.811
32 dusun; 4 desa 152 dusun; 40 desa
Seropan Baron Ngobaran
Kecamatan Saptosari, Purwosari dan Panggang Sumber: Suryono (2006)
Secara keseluruhan, jumlah telaga karst di Kabupaten Gunungkidul adalah sejumlah
281 (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2007). Secara spasial, telaga terdapat di 10 dari 18 kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Hal ini karena kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul hanya terdapat di bagian selatan. Bagian tengah kabupaten gunungkidul
berupa Cekungan Wonosari yang relatif landai dan pada bagian utara didominasi oleh batuan gunugapi purba yang mengalami proses structural membentuk Pegunungan
Baturagung. Detail jumlah telaga di masing-masing kecamatan di Kabupaten Gunungkidul ditunjukkan oleh Tabel 2, sedangkan sebaran secara spasial ditunjukkan oleh Gambar 2. Tabel 2. Jumlah dan Volume Telaga di Kabupaten Gunungkidul
No.
Kecamatan
Jumlah
Volume Telaga (m3/th)
Telaga
Kemarau
1.
Paliyan
10
0 – 192.000
8.400 –
2.
Saptosari
21
0 – 900.000
1.875 – 1.125.000
3.
Purwosari
31
0–
4.500
40 –
12.000
4.
Panggang
22
0–
3.000
7,2 –
15.000
5.
Tepus
32
0–
4.500
375 –
72.000
6.
Tanjungsari
27
0 – 10.000
48 –
32.400
7.
Semanu
42
0 – 168.750
675 – 210.000
8.
Ponjong
21
0 – 600.000
1.000 – 1.200.000
9.
Rongkop
48
0 – 16.800
600 –
33.600
10.
Girisubo
27
0 – 13.500
675 –
40.000
Sumber: Bappeda Kabupaten Gunungkidul (2007)
26
Penghujan 288.000
Geomedia Volume 14 Nomor 2 November 2016
Gambar 2. Sebaran Telaga di Kabupaten Gunungkidul (Haryono dkk., 2009) Jumlah telaga di Kecamatan Semanu cukup banyak, tercatat ada 42 telaga yang
tersebar di semua desa yang terdapat di Kecamatan Semanu. Hasil pengatan dan
wawancara menunjukkan bahwa hampir semua telaga mengalami kondisi kering ketika
musim kemarau. Hanya terdapat 5 telaga yang tidak mengalami kekeringan pada saat musim kemarau yaitu Telaga Bogosari di Desa Candirejo, Telaga Jonge, Telaga Ledok dan Telaga Lebuh di Desa Pacarejo, Telaga Mijahan di Desa Semanu.
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa pada masa lalu ketika jaringan air
bersih belum ada, masyarakat menggunakan telaga untuk memenuhi kebutuhan air
minum, memasak, mencuci, memandikan ternak serta untuk sumber air bagi ternak. Hal ini
dilaporkan juga oleh Worosuprojo (1997) dan Santosa (2007) yang menyebutkan bahwa telaga memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan air di kawasan karst Kabupaten gunungkidul, khususnya pada saat musim kemarau. Kondisi ini disebabkan
karena kebutuhan air pada musim dipenuhi dari air hujan, di mana pada musim kemarau curah hujan yang jatuh sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Pemanenan air hujan
umumnya dilakukan dengan mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap rumah ke tempat penampungan air hujan (PAH).
Hasil analisis menunjukkan saat ini telaga di Kecamatan Semanu tidak ada lagi yang
digunakan sebagai sumber air minum (Tabel 3), padahal kajian Bappeda Kabupaten Gunungkidul tahun 2007 menyatakan masih terdapat 6 telaga yang digunakan untuk
sumber air minum. Meskipun demikian, masyarakat di kawasan karst Kecamatan Semanu menganggap keberadaan telaga masih menjadi bagian penting dalam pemenuhan
kebutuhan air. Hal ini karena saat ini telaga masih digunakan untuk mencuci, memandikan
ternak, sumber air minum untuk ternak, serta tempat budidaya ikan yang dikelola oleh
27
Peran Telaga dalam pemenuhan Kebutuhan Air di Kawasan Karst Gunungsewu Pasca Pembangunan Jaringan Air Bersih
masyarakat secara bersama-sama (Gambar 3). Selain itu, persepsi tentang telaga sebagai bagian penting dalam pemenuhan kebutuhan air di kawasan karst dapat dilihat dari
perilaku masyarakat dalam menjaga kondisi telaga seperti adanya larangan menebang pohon di sekitar telaga dan penghijauan wilayah di sekitar telaga. Namun demikian, kondisi beberapa telaga yang telah mati dan tidak lagi tergenang air (hanya tergenang dalam
waktu sangat singkat setelah hujan atau bahkan menjadi tegalan) akibat pendangkalan menyebabkan masyarakat menjadikannya tanah kas dusun yang di sewakan untuk kegiatan
pertanian. Setiap awal tahun tanam, dilakukan lelang bagi masyarakat yang berminat untuk
mengolah tanah bekas telaga. Pemenang lelang dapat mengolah lahan bekas telaga selama satu tahun. Kondisi ini terjadi misalnya di telaga Ploso, Dusun Ploso, Desa Dadapayu. Tabel 3. Pemanfaatan Telaga di Kecamatan Semanu No
Nama Telaga
Dusun/Dukuh
Desa
Volume Rerata (m3)
1
Mijahan
Mijahan
Semanu
4.500
2
Pragak
Pragak
Semanu
12.000
3
Pragak
Pragak
Semanu
225
4
Tambak
Tambakrejo
Semanu
78.750
5
Clorot
Clorot
Semanu
0
7
Ceblok
Pucangsari
Candirejo
3.000
8
Nangsri
Nangsri Lor
Candirejo
18.000
9
Kedukan
Plebengan
Candirejo
2.730
10
Bowongan
Panggul
Candirejo
900
11
Bogosari
Gunung Kulir
Candirejo
13.000
12
Lemahmendak
Kropak
Candirejo
1.800
13
Srilulut 1
Serpeng
Pacarejo
168.750
14
Srilulut 2
Serpeng
Pacarejo
60.000
15
Pacing
Pacing
Pacarejo
3.750
16
Dengok
Dengok
Pacarejo
22.500
6
28
Jemblong
Pucangsari
Candirejo
0
Pemanfaatan Air Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan, pertanian pertanian Mandi, mencuci, ternak,pertanian Tidak ada Tidak ada Mandi, mencuci, ternak Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan, pertanian Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan
Geomedia Volume 14 Nomor 2 November 2016
Mandi, mencuci, ternak, perikanan Tidak ada Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan, pertanian Mandi, mencuci, ternak, perikanan, Pertanian Mandi, mencuci, ternak, perikanan, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan, pertanian Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Ternak Mandi, cuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Ternak, perikanan
17
Mendak
Dengokngampu
Pacarejo
800
18
Ginaru
Dengok
Pacarejo
0
19
Sureng
Jasem
Pacarejo
12.500
20
Ledok
Kuwon
Pacarejo
19.800
21
Lebuh
Kuwon
Pacarejo
480
22
Tanjung
Kwangen
Pacarejo
15.750
23
Jonge
Jonge
Pacarejo
36.000
24
Jetis
Jetis
Pacarejo
9.600
25
Gandu
Piyuyon
Pacarejo
7.425
26
Krecek
Banyumanik
Pacarejo
200
27
Jambe
Dayakan
Dadapayu
0
28
Tirisan
Kerdon
Dadapayu
187.5
29
Sempon
Sempon
Dadapayu
588
30
Badut
Dedel
Dadapayu
200
31
Petit
Dedel
Dadapayu Dadapayu
0
5.200
33
Widoro
Karang Tengah
Dadapayu
1.575
34
Sentul
Ploso
Dadapayu
0
Ternak, perikanan Mandi, mencuci, ternak, perikanan Tidak ada
36
Wuluh
Nongkosingit
Dadapayu
0
Tidak ada
32
35 37 38 39 40 41
Belik
Ngepung Bolang
Sangu Pati Gesing Pego
Peden
Pomahan
Nongkosingit Pacar
Jragum Jragum Jragum
Wediutah
Dadapayu
0
Dadapayu
960
Ngeposari
0
Ngeposari Ngeposari Ngeposari
0 0
13.125
Tidak ada
Mandi, mencuci Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ternak
42 Tlempek Sumuluh Lor Ngeposari 0 Tidak ada Sumber: Perbaruan Data Bappeda (2007) dan Analisis Data Hasil Penelitian
29
Peran Telaga dalam pemenuhan Kebutuhan Air di Kawasan Karst Gunungsewu Pasca Pembangunan Jaringan Air Bersih
Gambar 3. Pemanfaatan Telaga Nangsri untuk Memandikan ternak, Mencuci dan Mandi Hasil wawancara mendalam mengungkap fakta bahwa banyak telaga di kawasan
karst Kecamatan Semanu telah mengalami kerusakan. Kerusakan terjadi akibat
pendangkalan dan terbukanya sistem saluran bawah tanah akibat pengerukan saat dilakukan pembangunan talut. Telaga Pego yang terletak di Dusun Gemulung, Desa Ngeposari misalnya, mengalami pendangkalan yang hebat sejak dilakukannya penebangan
kayu secara ilegal dan pengolahan tegalan pada perbukitan di sekitarnya. Kondisi ini mulai
terjadi pada Tahun 1980-an. Selain itu, beberapa responsden menggungkapkan bahwa banyak telaga yang menjadi kering pada saat musim kemarau sejak dilakukan
pembangunan talut oleh pemerintah (beberapa menyebutkan dilakukan melalui program
ABRI masuk desa) yang banyak terjadi pada Tahun 1980-an sampai awal 1990-an. Kondisi ini misalnya terjadi di Telaga Bulu, Dusun Bulu serta Telaga Plebengan di Dusun Plebengan, Desa Candirejo (Gambar 4). Hal ini terjadi akibat proses pembangunan yang dilakukan dengan pengerukan tanah di dalam telaga telah membuka saluran atau lubang yang menghubungkan dengan sistem sungai bawah tanah. Lubang tersebut awalnya tertutup
oleh sedimen lempung yang tidak tembus air (impermeable), namun karena pengerukan makan lubang atau lorong tersebut terbuka di bagian bawah atau samaping telaga. Kondisi tersebut menyebabkan kapasitas telaga berkurang serta resapan ke dalam sistem sungai bawah tanah menjadi lebih banyak sehingga pada musim kemarau telaga menjadi kering.
30
Geomedia Volume 14 Nomor 2 November 2016
Gambar 4. Telaga Plebengan Lor yang Selalu Kering saat Musim Kemarau Pasca di Talud Haryono dkk. (2009) menyebutkan bahwa umumnya telaga di kawasan karst
Gunungsewu memiliki 3 masalah lingkungan utama, yaitu berkurangnya kapasitas simpanan air, kehilangan air yang cepat dan semakin menurunnya kualitas air. Kondisi
tersebut semuanya terjadi di telaga-telaga di Kecamatan Semanu. Berkurangnya kapasitas tampungan disebabkan karena berkurangnya volume telaga yang disebabkan oleh sedimentasi material yang berasal dari daerah tangkapan air telaga. Kehilangan air telaga
yang begitu cepat dipengaruhi oleh (1) semakin sedikitnya imbuhan akibat semakin
tipisnya tanah pada daerah tanngkapan air telaga sehingga air langsung masuk ke zona epikarst, (2) berkurangnya vegetasi di sekitar telaga yang menyebabkan penguapan
menjadi sangat tinggi karena suhu meningkat dan kecepatan angin di atas telaga semakin tinggi, (3) pengerukan bagian bawah telaga yang menyebabkan kebocoran menuju ke
sistem sungai bawah tanah. Permasalahan penurunan kualitas air pada telaga disebabkan
oleh penggunaan bahan kimia dalam aktivitas mandi dan mencuci, serta pencemaran yang berasal dari kegiatan pertanian di daerah tangkapan air dari telaga. SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telaga di kawasan karst Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul saat ini sudah tidak lagi digunakan sebagai sumber air minum. Namun demikian telaga masih digunakan untuk mencuci, memandikan ternak, menyirami tanaman, budidaya ikan air tawar dan sumber air bagi minum ternak. Hal ini berarti bahwa pasca pembangunan jaringan air bersih oleh PDAM telaga masih memberikan kontribusi yang besar bagi pemenuhan kebutuhan air di kawasan karst Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul, meskipun perannya sudah tidak sebesar masa lalu.
31
Peran Telaga dalam pemenuhan Kebutuhan Air di Kawasan Karst Gunungsewu Pasca Pembangunan Jaringan Air Bersih
SARAN
Pengelolaan telaga hendaknya tetap terus dilakukan dan diupayakan karena telaga di kawasan karst masih berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan air penduduk. Namun demikian diperlukan suatu kajian tentang pengelolaan telaga yang berkelanjutan. Keluhan masyarakat terkait dengan kerusakan sejumlah telaga pasca pengelolaan secara teknik konvensional hendaknya memberikan suatu pembelajaran bagi pengelolaan telaga di masa mendatang. Selain itu, Pengelolaan wilayah tangkapan air dengan menetapkan sebagai kawasan berfungsi lindung dengan pembuatan mikro-zonasi tertentu patut diusahakan agar keberadaan telaga yang masih potensial dapat dijaga keberadaanya. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Suyono, M.S., Hendy Fatchurohman, S.Si.,
dan Muhammad Azis Ramdhani, S.Si. atas diskusi menarik, saran, dan masukan selama
penyusunan paper ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah
kecamatan dan desa di Kecamatan Semanu yang telah mengijinkan dan membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
Balasz. 1968. Karst Region in Indonesia. Karszt-Es Barkangkutatas-Volume V. Budapest.
Bappeda Kabupaten Gunungkidul. 2007. Penyusunan NeracaAir Kabupaten Gunungkidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Wonosari: Bappeda Kabupaten Gunungkidul.
Cahyadi, A. 2010. Pengelolaan Kawasan Karst dan Peranannya dalam Siklus Karbon di
Indonesia. Proseding Seminar Nasional Perubahan Iklim di Indonesia. Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.
Haryono E. dan Day, M. 2004. Landform Differentiation within The Gunung Kidul Kegelkarst, Java Indonesia. Journal of Cave and Karst Studies 66 (2): 62-68.
Haryono, E.; Adji, T.N. dan Widyastuti, M. 2009. Environmental Problems Of Telaga (Doline
Pond) in Gununsewu Karst, Java Indonesia. dalam White, W.B. 2009. Proceeding 15th International Congress of Speleology, Volume II. Texas: UIS.
Marfai, M.A. Pengantar Pemodelan Geografi. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFGE) Universitas Gadjah Mada.
Milanovic, P.T. 2004. Water Resources Engineering in Karst. Boca Raton, Florida: CRC Press.
Rahadjo, W.; Rumidi, S. dan Rosidi, H.M.D.. 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan Geologi.
Santosa, L.W. 2007. Kerusakan Telaga Dolin dan Faktor-Faktornya di Wilayah Perbukitan Karst Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Kebencanaan Indonesia, 1(3): 176-193.
Surono; Toha, B. dan Sudarno J. (1992) Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Jawa. Bandung Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan Geologi.
Suryono, T. 2006. Pengelolaan Sumber Air Bawah Tanah Sungai Bribin. Gunung Sewu Indonesian Cave and Karst Journal, 2(1): 37-52.
32
Geomedia Volume 14 Nomor 2 November 2016
Tjia, H.D. 2013. Morphostructural Development of Gunungsewu Karst, Jawa Island. Indonesian Journal of Geology, 8(2): 75-88.
White, W.B. 1988.Geomorphology and Hydrology of Karst Terrains. New York: Oxford University Press.
Worosuprojo, Suratrnan. 1997. Kajian Ekosistem Karst di Kabupaten Gunung Kidul Provinsi
Daerah Istirnewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM
Yogyakarta
Yogyakarta.
dan
Biro
Bina Lingkungan Hidup Propinsi Daerah Istirnewa
33