425 SINTASAN LARVA IKAN BUNTAL AIR TAWAR (TETRAODON

Download Larva ikan buntal air tawar sering mengalami kematian, hal ini diduga terjadi karena adanya tekanan lingkungan baik dari media air maupun i...

0 downloads 619 Views 64KB Size
425

Sintasan larva ikan buntal air tawar ... (Nina Meilisza)

SINTASAN LARVA IKAN BUNTAL AIR TAWAR (Tetraodon palembangensis) PADA MEDIA AIR DAN JENIS PROPHYLAKSIS YANG BERBEDA Nina Meilisza, I Wayan Subamia, dan Bastiar Nur Balai Riset Budidaya Ikan Hias Jl. Perikanan No. 13 Pancoran Mas, Depok E-mail: [email protected]

ABSTRAK Larva ikan buntal air tawar sering mengalami kematian, hal ini diduga terjadi karena adanya tekanan lingkungan baik dari media air maupun infeksi penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media air dan jenis prophylaksis terbaik untuk menghasilkan sintasan tertinggi pada larva ikan buntal air tawar (Tetraodon palembangensis). Penelitian dilakukan di Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok selama 16 hari. Ikan yang digunakan adalah buntal air tawar dalam stadia larva usia 5 hari pasca menetas. Percobaan menggunakan akuarium kecil ukuran 3 liter dengan padat tebar 20 larva per akuarium. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan 3 ulangan. Dua faktor perlakuan berupa 2 macam media air (aqua dan kontrol) dan 3 jenis prophylaksis (formalin, oksitetrasiklin, dan blitz ich/methylene blue cair) dilakukan melalui rancangan faktorial. Dari dua faktor tersebut dihasilkan enam perlakuan prophylaksis yang terdiri atas: KB (air kontrol+blitz ich), KF (air kontrol+formalin), KO (air kontrol+oksitetrasiklin), AB (aqua+blitz ich), AF (aqua+formalin), AO (aqua+oksitetrasiklin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan larva buntal air tawar tidak dipengaruhi oleh faktor media air, namun dipengaruhi oleh faktor jenis prophylaksis serta interaksi antara media air dan jenis prophylaksis. Sintasan pada faktor media air (aqua dan kontrol) tidak berbeda nyata satu sama lain (P>0,05), sedangkan sintasan yang dihasilkan oleh jenis prophylaksis oksitetrasiklin dan formalin lebih baik dibandingkan jenis prophylakisis blitz ich (P<0,05). Interaksi antara faktor media air dan jenis prophylaksis ditunjukkan dengan sintasan tertinggi pada larva buntal air tawar oleh perlakuan AF sebesar 83,33%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan AO (81,67%), KO (76,67%), KF (71,67%). Sintasan terendah dihasilkan oleh perlakuan KB sebesar 51,67% namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan AB (55%).

KATA KUNCI:

prophylaksis, media air, sintasan, larva Tetraodon palembangensis

PENDAHULUAN Ikan hias merupakan komoditas perikanan dengan pasar yang luas baik di dalam maupun luar negeri. Di dunia perikanan, ikan buntal air tawar memiliki nilai ekonomi dan estetika yang tinggi serta harganya bersaing dengan spesies air tawar lainnya. Ikan buntal air tawar ( Tetraodon palembangensis) memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh spesies lainnya. Keunikan ikan ini terletak pada bentuk tubuhnya yang bulat dan kemampuannya mengembang ketika menghadapi stres atau gangguan dari luar. Pengembangan budidaya ikan buntal air tawar telah dirintis oleh Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok sejak tahun 2004. Domestikasi terhadap ikan ini telah berhasil dilakukan mulai dari tahap adaptasi lingkungan, pematangan calon induk, pemijahan, penetasan telur, hingga pemeliharaan larva (Subamia et al., 2008). Dalam perkembangannya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi khususnya dalam mengatasi masalah kematian pada stadia larva. Pada stadia ini, ikan buntal air tawar sangat rentan terhadap tekanan lingkungan yang diduga disebabkan oleh kualitas media air dan infeksi patogen. Patogen dapat ditularkan beberapa cara yaitu air, ikan, oleh vektor dan fomites dalam makanan. Air sering mengandung jumlah bakteri yang tinggi dan mungkin juga mengandung parasit atau patogen lain. Dalam satu akuarium, bak atau kolam, patogen dapat menyebar langsung dari ikan ke ikan. Kepadatan tinggi dan peningkatan kontak ikan ke ikan (seperti yang terlihat pada spesies yang agresif) dapat meningkatkan laju penyebaran patogen. Vektor adalah organisme yang dapat menularkan penyakit dari suatu organisme ke organisme lain. Selain itu, orang dapat bertindak sebagai vektor oleh transmisi air dan patogen melalui tangan atau lengan. Fomites adalah benda mati yang dapat menularkan penyakit. Contoh fomites dalam akuakultur meliputi sistem peralatan sehingga perlu dilakukan desinfeksi sebelum digunakan. Makanan juga bisa menjadi sumber penyakit.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

426

Beku dan hidup makanan dapat menularkan bakteri, parasit, virus, dan jamur. Selain itu, makanan yang telah disimpan dengan tidak semestinya dapat mengandung bakteri patogen (Yanong, 2003). Sebagai upaya penanggulangannya, pemeliharaan buntal air tawar harus didukung dengan manajemen kesehatan dalam upaya meningkatkan nilai sintasan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas hasil budidaya. Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit atau biasa disebut dengan prophylaksis menjadi sangat penting untuk dilakukan. Menurut Bergh (2007), prophylaksis dapat meningkatkan sintasan ikan dalam menghadapi tekanan lingkungan melalui kontrol terhadap penyakit dan sangat dianjurkan dalam budidaya monokultur untuk menurunkan transfer penyakit intraspesies. Di antara beberapa jenis perlakuan prophylaksis, diketahui bahwa formalin dan oksitetrasiklin merupakan salah satu perlakuan prophylaksis yang diperbolehkan oleh FDA US (Food and Drugs Administration, United States), sehingga keduanya menjadi bahan referensi yang digunakan oleh pelaku industri perikanan di berbagai negara. Hasil penelitian Yanong (2009) menyebutkan bahwa formalin adalah salah satu obat-obatan atau bahan kimia yang tepat untuk pencegahan terhadap parasit luar. Formalin juga sering digunakan dalam banyak perlakuan prophylaksis mulai dari tahap telur ikan hingga dewasa (Bills et al., 1977 dalam Heerden et al., 1995). Oksitetrasiklin (OTC) adalah senyawa bakteriostatik dengan aktivitas antibakteri yang luas terhadap mikroorganisme, Gram-negatif dan Gram-positif mikroorganisme, dan begitu pula pada spesies aerobik dan anaerobik (Serezu, 2005). Selain itu, OTC efektif digunakan untuk melawan beberapa penyakit ikan budidaya seperti vibriosis, furunculosis, penyakit mulut merah, penyakit columnaris, edwardsiellosis, serta penyakit tonjolan, robek, dan terkelupas pada sirip karena OTC merupakan antibiotik spektrum luas dan berpotensi tinggi (Ueno et al., 1989 dan Serezu, 2005). Oksitetrasiklin juga disetujui untuk digunakan sebagai prophylaksis untuk mengontrol bakteri penyebab haemoragi septicaemia dan penyakit pseudomonas (Crosby et al., 2007). Jenis prophylaksis lainnya yang umumnya digunakan oleh pelaku perikanan adalah blitz ich. Blitz ich merupakan suatu produk obat-obatan atau bahan kimia cair berupa methylene blue (MB). Dalam akuakultur, MB sering digunakan oleh para hobiis ikan tropis sebagai pengobatan terhadap infeksi jamur. Dalam penelitian Bolivar et al. (2004) MB sangat efektif untuk menurunkan pertumbuhan bakteri selama transportasi benih tilapia. Perlakuan prophylaksis MB 1% pada penelitian kematangan gonad dan fekunditas ikan mas koki memberikan respons yang baik bagi kesehatan ikan (OrtegaSalas & Bustamante, 2006). Sebagai tindak lanjut dalam memecahkan kendala kematian larva buntal air tawar maka perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan prophylaksis dan media air yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan media air dan jenis prophylaksis terbaik untuk menghasilkan sintasan tertinggi pada larva buntal air tawar. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Balai Riset Budidaya Ikan Hias selama 16 hari. Ikan yang digunakan adalah buntal air tawar stadia larva usia 5 hari pasca menetas. Percobaan menggunakan akuarium kecil ukuran 3 L dengan padat tebar 20 larva per akuarium. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan 3 ulangan. Rancangan faktorial 2 x 3 digunakan dengan dua level faktor untuk kualitas air yaitu air aqua dan kontrol (dari air sumur), Tiga level faktor perlakuan prophylaksis yaitu formalin (20 μL.L–1), OTC atau Oksitetrasiklin (20 mg.L–1), Blitz ich (1 tetes atau 0,05 mL per 6 L). 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Dari rancangan perlakuan tersebut dihasilkan 6 perlakuan prophylaksis yaitu: KB (kontrol+Blitz ich) KF (kontrol+Formalin) KO (kontrol+Oksitetrasiklin) AB (aqua+Blitz ich) AF (aqua+Formalin) AO (aqua+Oksitetrasiklin)

427

Sintasan larva ikan buntal air tawar ... (Nina Meilisza)

Air aqua digunakan sebagai referensi pembanding dari air kontrol, dan karena penggunaan jenis air aqua ini tidak dapat digunakan dalam sistem resirkulasi, maka pemeliharaan larva harus digunakan pada sistem air yang stagnan. Untuk menunjang pemeliharaan larva dilakukan pula pemberian makan. Makanan yang diberikan adalah Moina secara ad libitum. Dalam penebaran larva, disiapkan 18 wadah berupa akuarium kecil ukuran 3 L dengan 20 larva pada masing-masing akuarium. Perlakuan dilakukan secara acak (random) kemudian diletakkan pada akuarium yang berbeda. Setiap hari, larva akan dihitung pada masing-masing akuarium. Pergantian air dilakukan setiap pagi setelah penghitungan pertama. Campuran air disiapkan setiap hari mengikuti komposisi sebagai berikut: ♦ Formalin: 60 μL formalin 40% dalam 3 L air ♦ OTC (oksitetrasiklin): 60 mg OTC dalam 3 L air ♦ Blitz ich (Methylen blue cair): 0,5 tetes atau 0,025 mL dalam 3 L air Data hasil pengamatan terhadap kematian larva buntal air tawar setiap harinya selama penelitian kemudian dihitung sebagai nilai sintasan. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh dari faktor dan perlakuan, selanjutnya diuji lanjut dengan uji Student-t. HASIL DAN BAHASAN Sintasan yang dihasilkan oleh faktor media air aqua dan air sumur (kontrol) tidak berbeda nyata satu sama lain (P>0,05). Nilai sintasan pada media air aqua sebesar 73,33% dan air kontrol 66,67%. Berbeda dengan perlakuan faktor media air yang memberikan respons sintasan yang tidak berbeda, sintasan yang dihasilkan oleh faktor jenis prophylaksis memberikan hasil yang berbeda antara blitz ich (methylen blue cair) dengan kedua perlakuan jenis prophylaksis lainnya yaitu oksitetrasiklin dan formalin (P<0,05). Pada perlakuan jenis prophylaksis oksitetrasiklin, sintasan yang dihasilkan sebesar 79,17% dan formalin 77,50% namun keduanya tidak berbeda nyata sedangkan blitz ich menghasilkan nilai yang terendah yaitu 53,33 (Tabel 1). Interaksi antara perlakuan faktor media air dan jenis prophylaksis menunjukkan bahwa sintasan tertinggi dihasilkan pada perlakuan AF (Aqua+Formalin) sebesar 83,33%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan AO (Aqua+Oksitetrasiklin) 81,67%, KO (Kontrol+Oksitetrasiklin) 76,67%, KF (Kontrol+Formalin) 71,67%. Sintasan terendah dihasilkan oleh perlakuan KB (Kontrol+Blitz ich) sebesar 51,67% namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan AB (Aqua+Blitz ich) 55%. Data sintasan pada interaksi perlakuan faktor media air dan jenis prophylaksis disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan data hasil sintasan pada Tabel 1 dan 2 diketahui bahwa faktor media air tidak mempengaruhi sintasan larva buntal air tawar. Sintasan dipengaruhi oleh faktor jenis prophylaksis dan juga interaksi antara media air dengan jenis prophylaksis yang berbeda. Dengan demikian penggunaan air aqua tidak berbeda dengan kontrol (air sumur), yang berarti bahwa penerapan manajemen kesehatan terhadap larva buntal air tawar dapat dilakukan dengan menggunakan air sumur yang ada. Faktor yang mempengaruhi sintasan jelas terlihat pada jenis prophylaksis, di mana penggunaan blitz ich (methylen blue cair) tidak dianjurkan karena menghasilkan sintasan yang rendah dibandingkan Tabel 1. Sintasan (%) larva buntal air tawar pada faktor media air (aqua dan kontrol) dan jenis prophylaksis (oksitetrasiklin, formalin, dan blitz ich) Faktor media air

Sintasan (%)

Aqua (A) Kontrol /air sumur (K)

73,33a 66,67a

Faktor jenis prophylaksis

Sintasan (%)

Oksitetrasiklin (O) Formalin (F) Blitz ich (B)

79,17a 77,50a 53,33b

Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

428

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 2. Sintasan (%) larva buntal air tawar pada perlakuan interaksi media air dan jenis prophylaksis Perlakuan interaksi media air dan jenis prophylaksis

Sintasan (%) 81,67a 83,33a 55,00bc 76,67ab 71,67abc 51,67c

AO (Aqua + Oksitetrasiklin) AF (Aqua + Formalin) AB (Aqua + Blitz ich ) KO (Kontrol + Oksitetrasiklin) KF (Kontrol + Formalin) KB (Kontrol + Blitz ich )

Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

dengan oksitetrasiklin dan formalin. Adanya interaksi antara media air dan jenis prophylaksis yang disatukan dalam suatu perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan media air aqua dan kontrol yang diberi jenis prophylaksis blitz ich menghasilkan sintasan terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa jenis prophylaksis blitz ich kurang tepat untuk digunakan khususnya pada larva buntal air tawar. Collins et al. (1975) serta Levine & Meade (1976) menyatakan bahwa methylene biru (MB) tidak direkomendasikan oleh spesialis kesehatan ikan dan ilegal untuk digunakan dengan makanan ikan. Namun tidak berarti penggunaan blitz ich tidak dapat digunakan untuk spesies lain karena respons yang kurang baik pada penggunaan prophylaksis blitz ich (MB cair) mungkin hanya spesifik pada larva buntal air tawar karena pada penelitian Ortega-Salas & Bustamante (2006) prophylaksis methylen blue sebanyak 1% digunakan dan memberikan respons baik pada ikan mas koki (Carassius auratus). Dalam aplikasi telah distandarkan bahwa telur dan ikan harus secara rutin diberi perlakuan prophylaksis untuk melindungi infeksi patogen lebih lanjut. Meskipun tidak semua ikan terkena penyakit, namun perlakuan prophylaksis tidak mungkin diperlakukan hanya untuk ikan yang terlihat sakit. Semua ikan yang belum terinfeksi penyakit tetap harus diberikan perlakuan prophylaksis (FAOUN & WHO, 2003). Untuk melihat respons harian terhadap efektivitas penggunaan perlakuan prophylaksis pada penelitian ini dilakukan pengamatan kematian ikan setiap harinya. Data rata-rata kematian ikan yang ditunjukkan setiap harinya memperlihatkan kecenderungan kematian tertinggi pada perlakuan AB dan KB. Kematian rata-rata setiap harinya antara 0–3 ekor per hari. Kematian banyak terjadi hingga hari ketujuh penelitian (Gambar 1).

Ikan mati (ekor)

4 AB AF AO KB

3 2

KF KO

1 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16

Hari ke

Gambar 1. Jumlah rata-rata ikan mati (ekor) setiap hari selama penelitian

429

Sintasan larva ikan buntal air tawar ... (Nina Meilisza)

Hasil yang terjadi pada penelitian ini tidak terlalu berbeda dengan penelitian Meilisza & Ginanjar (2009) yang menunjukkan perlakuan air kontrol dan oksitetrasiklin sebagai perlakuan terbaik untuk larva patin, bahkan antibiotik yang telah disetujui untuk ikan lele termasuk oxytetracycline HCL (Dietze, 2005 dalam Horinek, 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa oksitetrasiklin merupakan jenis prophylaksis yang dapat direkomendasikan untuk melakukan pencegahan dan perlindungan penyakit terhadap beberapa spesies larva ikan. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa formalin memberikan respons yang baik pada larva buntal air tawar merekomendasikan formalin sebagai salah satu pilihan jenis prophylaksis. Hasil ini lebih menguatkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh banyak peneliti melalui uji toksisitas akut terhadap formalin dan mengindikasikan bahwa formalin relatif memiliki tingkat toksisitas yang rendah untuk ikan air tawar (Bills et al., 1977; McKim et al., 1976). Pengamatan terhadap ikan Sphoeroides annulatus menunjukkan bahwa formalin sangat manjur dan efektif dalam mengontrol infeksi parasit epizootik (Emma et al ., 2003). Begitu pula pada budidaya kakap putih, formalin merupakan perlakuan prophylaksis utama untuk mengontrol penyakit jenis patogen. Parasit atau bakteri dapat ditekan oleh perlakuan prophylaksis berupa rendaman formalin yaitu pencegahan perlakuan rendaman prophylaksis secara regular (Tan et al., 2009). Rekomendasi inilah yang menjadi dasar penggunaan formalin dalam penelitian ini. Meskipun respons ikan terhadap perlakuan prophylaksis berbeda-beda, namun perlakuan prophylaksis sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan produksi ikan bersamaan dengan peningkatan timbulnya lebih banyak penyakit ikan yang disebabkan oleh parasit. Sebagai salah satu perlakuan prophylaksis yang dianjurkan, formalin telah memiliki sejarah panjang penggunaan dalam hatcheri untuk mengontrol infeksi jamur dan parasit luar ikan dan telur ikan (Heerden et al., 1995). Formalin juga banyak digunakan oleh beberapa negara seperti yang terjadi di Bangladesh, lebih dari 70% hatcheri yang disurvai menggunakan formalin sebagai perlakuan prophylaksis (Uddin & Kader, 2006). Sebagai data penunjang diketahui bahwa selama penelitian suhu berkisar 26°C–31°C, pH 6,5– 7,8 dan oksigen (DO) 6–8 mg/L, ammonia <0,1 mg/L, sehingga masih berada pada kisaran normal. Berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan air sumur (kontrol) tidak berbeda nyata dengan air aqua sehingga air sumur yang terdapat di Depok masih baik untuk digunakan sebagai media air budidaya. Hasil penelitian yang menunjukkan sintasan tertinggi pada perlakuan yang menggunakan jenis prophylaksis formalin serta oksitetrasiklin menyebabkan kedua jenis prophylaksis ini lebih dianjurkan dibandingkan blitz ich yang menghasilkan sintasan rendah. Yang harus diperhatikan adalah penggunaan perlakuan prophylaksis hanya dapat dilakukan seperlunya dan jika benar-benar dibutuhkan. Jika ikan secara umum tidak memiliki riwayat masalah kesehatan, perlakuan prophylaksis tidak dibutuhkan. Hal ini justru dapat merugikan dibandingkan menguntungkan. Kelebihan atau penggunaan yang tidak benar dalam prophylaksis dapat meningkatkan resistensi terhadap zat kimia dan menurunkan keefektifannya. Pada dasarnya perlakuan prophylaksis sangat berguna dalam menekan parasit dan pertumbuhan bakteri, namun harus diperhatikan bahwa beberapa bahan kimia yang digunakan seperti formalin dapat berdampak pada insang ikan atau kulit dan harus digunakan secara hati-hati dan hanya jika dibutuhkan (Crosby et al., 2007). KESIMPULAN Sintasan larva buntal air tawar tidak dipengaruhi oleh media air, penggunaan air sumur (kontrol) dan air aqua menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata. Jenis prophylaksis mempengaruhi nilai sintasan, di mana oksitetrasiklin dan formalin menghasilkan sintasan tertinggi dan masing-masing tidak berbeda nyata sedangkan blitz ich menghasilkan sintasan terendah dan berbeda dengan kedua perlakuan tersebut. Media air aqua dan sumur (kontrol) yang berinteraksi dengan jenis prophylaksis formalin dan oksitetrasiklin menghasilkan sintasan yang baik dan tidak berbeda nyata satu sama lain, namun berbeda nyata dengan interaksi pada jenis prophylaksis blitz ich serta menghasilkan sintasan yang rendah.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

430

DAFTAR ACUAN Bergh, O. 2007. The dual myths of the healthy wild fish and unhealthy farm fish. Diseases of Aquatic Organism Dis Aquat Org., 75: 159–164. Bills, T.D., Marking, L.L., Chandler, J.H., Jr. 1977. Investigation in fish control. Formalin: its toxicity to non target aquatic organism, persistence and counteraction, vol. 73. US Department of the Interior, Fish and Wildlife Service, Washington, p. 1–7. Bolivar, R.B., Aragones, M.A.D., & Garcia, G.G. 2004. Effect of methylene blue and sodium chloride on the bacterial load in the transport with nile tilapia (Oreochromis niloticus L.) fingerlings. Proceedings of 6th International Symposium on Tilapia in Aquaculture Philippine International Convention Center Roxas Boulevard, Manila, Philippines September, 12–16, 2004, p. 189–198. Collins, M.T., Gratzek, J.B., Dawe, D.L., & Newetz, T.G. 1975. Effect of parasiticides on nitrification. Journal of the Fisheries Research Board of Canada, 32: 2033–2037. Crosby, T.C., Hill, J.E., Martinez, C.V., Watson, C.A., Pouder, D.B., & Yanong, R.P.E. 2007. Preparation of Ornamental Fish for Shipping. Fisheries and Aquatic Sciences Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Original publication date July 2003. Revised December 2007. Emma, J., Avila, F., Abdo-de la Parra, I., Aquilar-Zarate., G., Contreras-Arce, R., Zaldivar-Ramirez, J., & Betancorrt-Lozano, M. 2003. Toxicity of formalin to bullseye puffer fish (Sphoeroides annulatus Jenyns, 1843) and its effectiveness to control ectoparasites. Aquaculture, 223: 42–50. FAO-UN., WHO. 2003. Proposed draft code of practice for fish and fishery products (sections 6, 7, 10 to 15, 17 and appendices). Joint FAO/WHO Food standards programme. Codex committee on fish and fishery products. Twenty-sixth session. Alesund, Norway, 13–17 October 2003, 5 pp Heerden, E., van Vuren, J.H.J., & Steyn, G.J. 1995. LC50 determination for malachite green and formalin on rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) juveniles. Water S.A. 21: 1 January 1995, 87 pp. Horinek, A. 2009. Antibiotic resistance to oxytetracycline HCL. in Kansas Department of Wildlife Fish Hatchery of Pratt, KS. Cantaurus, 17: 2–4. Levine, G. & Maeda, T.L. 1976. The effect of diseases treatment on nitrification in closed system aquaculture. Proceedings from the 7th Annual Meeting of the World Mariculture Society, Avault, J.W., Jr. (editor). World Mariculture Society, Lousiana State University, Baton Rouge, L.A., p. 483– 493. McKim, J.M., Anderson., R.L., Benoit., D.A., Spehar, R.L., & Stokes, G.N. 1976. Effect of pollution on freshwater fish. J. Water Pollut. Control Fed., 48: 1544–1620. Meilisza, N., & Ginanjar, R. 2009. Pengaruh media air dan perlakuan prophylaksis terhadap sintasan larva ikan patin (P. hypophthalmus). Prosiding Seminar Nasional Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, 8 hlm. Ortega-Salas, A.A., & Reyes Bustamante, H. 2006. Initial sexual maturity and fecundity of the goldfish Carassius auratus (Perciformes: Cyprynidae) under semi-controlled conditions. Int. J. Trop. Biol. ISSN0034-7744), 54(4): 1113–1116. Serezu, R. 2005. The effect of OTC on non-spesific immune response in Sea bream (Sparus aurata L. 1758) Turk J. Vet. Anim. Sci., 29: 31–35. Subamia, I.W., Meilisza, N., Sudarto, & Sugito, S. 2008. Domestication of freshwater puffer fish or Buntal (Tetraodon palembangensis). Indonesian Aquaculture Journal, 3(2): 133–138. Tan, Z., Komar, C., & Enright, W.J. 2009. Health management practices for cage aquaculture in Asia a key component for sustainability. Diunduh dari http://www.aqua.intervet.com/binaries/Tan. 17 hlm. Tanggal 30 April 2009, pukul 09.13 WIB. Ueno, R., Uno., K., Kubota, S.S., & Horiguchi, Y. 1989. Determination of oxytetracycline in fish tissues by high performance liquid chromatography. Nippon Suisan Gakkaishi, 55(7): 1273–1276. Uddin, S.A., & Kader, M.A. 2006. The use of antibiotics in shrimp hatcheries in Bangladesh. J. of fisheries and aquatic sciences, (1): 64–67. Yanong, R.P.E. 2003. Fish Health Management Considerations Inrecirculating Aquaculture SystemsPart 1: Introduction and General Principles. University of Florida IFAS extension. 9 pp.

431

Sintasan larva ikan buntal air tawar ... (Nina Meilisza)

Yanong, R.P.E. 2003. Fish Health Management Considerations Inrecirculating Aquaculture SystemsPart 2: Pathogens. Circular 121. University of Florida IFAS extension, 8 pp.