48
ANALISIS KEBUTUHAN OBAT PNEUMONIA BALITA BERDASARKAN METODE MORBIDITAS DI GUDANG FARMASI KOTA (GFK) SURABAYA ANALYSIS OF PNEUMONIA DRUGS NEEDS IN TODDLERS BASED ON MORBIDITY METHOD AT CITY PHARMACEUTICAL WAREHOUSE IN SURABAYA Dewiyana, Djazuly Chalidyanto Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya E-mail :
[email protected]
ABSTRACT Drug management is one of important advocates in health care. Poor drug management will result in stagnant inventory and stockout. Drugs that experience stagnacy, will pose risk to expire. This research was conducted at City Pharmaceutical Warehouse in Surabaya. This research used a cross-sectional study design with observational approach. The method used in this research was the method of morbidity. Number of drug needed were determined by projecting the incidence of toddlers pneumonia in 2013 with chosen trend projection technique. The results of projections were based on kind of drug, amount of dosage, frequency in one day and the number of one-time treatment then multiplied by the price of the drug. The result of the calculation of number of drug needed in 2014 using the morbidity method were. Co-trimoxazole for Adult; 6,450 tablets, cotrimoxazole suspension; 1,518 bottles, Paracetamol 500 mg; 4,544 tablets, Paracetamol Syrup 120mg/5ml; 1,518 bottles, Salbutamol 2mg; 11,382 tablets. It was then compared to the projections on the data from the reports of The Use of Drugs and Demand Reports (Indonesian: Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat, LPLPO). The conclusion, the use of drug according to data from the LPLPO was higher than the one from morbidity method. . Keywords: drugs needs, morbidity method, pneumonia, toddlers
PENDAHULUAN
(kekurangan
persediaan
obat).
Obat
yang
satu
mengalami stagnant akan menimbulkan risiko expire
pendukung penting dalam pelayanan kesehatan.
(kadaluarsa). Sedangkan obat yang mengalami
Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan
stockout akan berdampak buruk pada puskesmas
kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan
sebagai pusat pelayanan strata pertama (Muzakkin,
dalam pelayanan kesehatan di puskesmas. Oleh
2008).
Pengelolaan
obat
merupakan
salah
karena itu pengembangan dan penyempurnaan
Berdasarkan Rekap Penerimaan, Pengeluaran
pengelolaan obat di Kabupaten/Kota harus dilakukan
dan Sisa Stok GFK Surabaya bulan Januari-
secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan agar
November 2013, dapat diketahui bahwa obat dan
dapat mendukung kualitas pelayanan kesehatan
alat kesehatan yang mengalami stagnant cukup
dasar. Perbaikan secara menyeluruh di semua
tinggi
aspek pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat
normalnya,
memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin
10,25%
meningkat.
persediaan normal hanya 29,19%. Idealnya stagnant
Manajemen mengakibatkan
obat
yang
persediaan
kurang obat
baik
akan
mengalami
jika
dibandingkan yaitu
obat
60,56%
mengalami
dengan mengalami stockout,
persediaan stagnant, sedangkan
obat dan alat kesehatan tidak boleh > 10% dari jumlah
pemakaian,
mengingat
obat
dan
alat
stagnant (kelebihan persediaan obat, obat lama
kesehatan
tidak
dana yang lebih besar sehingga harus dilakukan
terpakai
atau
tertumpuk)
dan
stockout
dalam
pengadaannya
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
membutuhkan
49
dengan sebaik mungkin (Management Science of
evaluasi.
Health, 1997).
pengelolaan obat serta melakukan koordinasi dalam
Berdasarkan Laporan Obat dan Alat Kesehatan Kadaluarsa di GFK Surabaya Tahun 2013-2014, juga
dapat
diketahui
bahwa
tingginya
Termasuk
didalamnya
pelatihan
perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan (Depkes, 2002).
angka
Standar terapi pengobatan adalah pedoman
stagnant mempengaruhi jumlah obat yang expire.
pengobatan yang disusun secara sistematik untuk
Untuk
kesehatan yang
membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dan
mengalami expire sebesar 7,44% di tahun 2013,
pengobatan yang optimal untuk suatu penyakit
obat dan alat kesehatan yang akan expire sebesar
tertentu.
17,02% di tahun 2014. Sedangkan jumlah expire
pengobatan
pada
perbekalan
Menteri Kesehatan RI No.5 tahun 2013 tentang
kesehatan seharusnya < 3%. (Management Science
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas di
of
dapat
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer; Peraturan
menjelaskan bahwa sistem pengelolaan obat di GFK
Menteri Kesehatan RI No. 2406 tahun 2011 tentang
Surabaya belum berjalan dengan baik, sehingga
Pedoman
Umum
menyebabkan stagnant sebesar 60,56% dan expire
Laksana
Standar
sebesar 7,44% pada obat dan alat kesehatan.
Kesehatan RI tahun 2012; Pedoman Pengobatan
jumlah obat dan alat
pengelola
Health,
obat
1997).
Penelitian
ini
publik
dan
Keadaan
bertujuan
tersebut
untuk
melakukan
analisis kebutuhan obat Pneumonia Balita dengan
Dalam
penelitian
yang
kali
digunakan
ini
pedoman
adalah
Peraturan
Penggunaan
Antibiotik;
Pneumonia
Tata
Kementerian
Dasar di Puskesmas tahun 2007. Daftar
Obat
Esensial
Nasional
(DOEN)
menggunakan metode morbiditas di GFK Surabaya.
merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit
rekomendasi
dalam
manajemen
logistik
upaya
perbaikan
kondisi
pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan
obat
sebagai
dasar
tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional
pengendalian stagnant dan expire di GFK Surabaya. PUSTAKA
minimal untuk pelayanan kesehatan. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Obat
(LPLPO)
merupakan
formulir
yang
Kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota Surabaya
disampaikan oleh Puskesmas ke UPOPPK. Formulir
dalam hal ini GFK Surabaya sebagai penanggung
ini digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat
jawab, mempunyai tugas pokok melaksanakan
atau disebut juga formulir Laporan Pemakaian dan
semua
Lembar Permintaan Obat.
aspek
perbekalan
pengelolaan
kesehatan,
obat
dan
perencanaan
Persediaan obat dikatakan efektif apabila dapat
penyimpanan,
menyediakan obat secara optimal kepada unit
penggunaan,
pelayanan kesehatan yang menjadi cakupannya.
pencatatan pelaporan, monitoring, supervisi dan
Salah satu tolak ukur dari efektivitas adalah
kebutuhan, pendistribusian,
meliputi
publik
pengadaan, pengendalian
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
50
kecukupan jumlah obat di satu unit pelayanan
atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi
kesehatan
Obat
teknis, daya guna dan hasil barang inventaris;
disediakan secara kualitatif dan kuantitatif yang
Penghapusan obat berupa kegiatan dan usaha
dapat memenuhi kebutuhan dan sebagian besar
pembebesan barang dari pertanggungjawaban yang
populasi yang dilayani di unit pelayanan kesehatan
berlaku.
dalam
kurun
waktu
tertentu.
terkait (Quick, 1997).
Tahap-tahap
Di dalam manajemen logistik, fungsi-fungsi
yang
dilalui
dalam
proses
perencanaan obat meliputi tahap pemilihan obat,
menajemen yang dilakukan adalah Perencanaan
tahap
kompilasi
pemakaian
kebutuhan obat merupakan fungsi yang paling
perhitungan kebutuhan obat.
obat
dan
tahap
menentukan dalam proses pengadaan obat publik
Tahap pemilihan obat, fungsi seleksi obat ini
dan perbekalan kesehatan; Penganggaran obat
adalah untuk menentukan apakah obat tersebut
merupakan usaha merumuskan perincian penentuan
benar-benar
kebutuhan dalam suatu skala standar, yaitu skala
penduduk dan pola penyakit di daerah tersebut.
mata
uang
serta
memperhatikan
jumlah
pengarahan
terhadapnya; Pengadaan obat
diperlukan
sesuai
dengan
jumlah
biaya
dengan
Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang baik
yang
berlaku
sebaiknya
merupakan usaha
diawali
dengan
dasar-dasar
seleksi
kebutuhan obat. Salah satunya apabila jenis obat
kebutuhan
banyak, maka dipilih berdasarkan obat pilihan (drug
operasional yang telah digariskan dalam fungsi
of choice) dari penyakit yang prevalensinya paling
perencanaan, penentuan kepada instansi-instansi
tinggi.
dan
kegiatan
pelaksana;
untuk
Proses
dilaksanakan
pengadaan
transparan dan adil; Penerimaan dan Penyimpanan
obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber
obat yaitu melakukan kegiatan penerimaan dan
dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
penyimpanan yang diadakan setelah fungsi-fungsi
Obat (LPLPO).
kemudian
efektif,
Tahap kompilasi pemakaian obat. Kompilasi Pemakaian Obat adalah rekapitulasi data pemakaian
untuk
prinsip
hendaknya efisien,
terdahulu
dengan
memenuhi
kepada
Tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan
instansi-instansi pelaksana dalam hal ini pelayanan
dengan metode konsumsi dan metode morbiditas.
kesehatan
puskesmas;
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan
Penyaluran lebih dikenal dengan nama distribusi
atas analisis data konsumsi obat tahun sebelumnya.
obat adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
Metode Morbiditas atau metode epidemiologi adalah
pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang
perhitungan
bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan
penyakit (Febriawati, 2013).
tingkat
dasar
disalurkan
atau
kebutuhan
obat
berdasarkan
pola
jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur
Prosedur perencanaan dalam metode ini adalah
untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan
menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan
kesehatan; Pemeliharaan obat merupakan usaha
kelompok umur-penyakit; menyiapkan data populasi
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
51
penduduk; menyediakan data kejadian penyakit per
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2013,
tahun pada kelompok umur yang telah ditetapkan;
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
menghitung frekuensi kejadian penyakit per tahun
(LPLPO), Proyeksi LPLPO dan metode morbiditas.
pada
Penelitian dilakukan di Gudang Farmasi Kota (GFK)
kelompok
melakukan
umur
proyeksi
yang
telah
kejadian
ditetapkan;
penyakit
pada
kelompok umur yang telah ditetapkan; menghitung
Surabaya dari bulan Mei hingga Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah 62 Data
jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian
LPLPO
Puskesmas
obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini
dan menghitung jumlah yang harus diadakan untuk
menggunakan teknik probability sampling dengan
tahun anggaran yang akan datang.
rumus
simple
yang
random
ada
di
Surabaya.
sampling.
Derajat
Menurut Hanke dalam Baroroh (2013) Proyeksi
penyimpangan ditentukan sebesar 10% dengan
atau peramalan berguna untuk melakukan prediksi
derajat kemaknaan 90%. Besar sampel penelitian
di masa datang berdasarkan data-data yang dimiliki.
adalah
Metode Trend merupakan salah satu analisis Time
pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
Series, yaitu teknik proyeksi secara kuantitatif
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada.
melalui
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
data-data
yang
dikumpulkan
dalam
serangkaian tahapan waktu. Untuk mengetahui metode trend yang baik bagi suatu data, maka hal
28
Data
LPLPO
Puskesmas.
Cara
penelitian ini adalah data sekunder. Teknik analisa data yang dilakukan adalah
tersebut sangat bergantung pada nilai R square
melakukan
(koefisien determinasi) metode tersebut. Semakin
identifikasi obat penyakit utama terpilih dari Tata
besar nilai R square (mendekati 100% atau 1) maka
Laksana
metode
untuk
Kesehatan RI tahun 2012, identifikasi sediaan obat
memprediksi data yang dianalisis. Dalam penelitian
penyakit utama terpilih dari DOEN 2013, melakukan
ini menggunakan tiga jenis model trend yaitu trend
perhitungan data Pemakaian Obat Pneumonia dari
linier,
LPLPO-GFK Surabaya tahun 2013 per Bulan
trend
trend
tersebut
kuadratik
semakin
(quadratic)
bagus
dan
trend
exponential.
identifikasi
Standar
penyakit
Pneumonia
utama
terpilih,
Kementerian
selama satu tahun. Kemudian dilakukan proyeksi dengan menggunakan metode trend.
METODE Selanjutnya
melakukan
identifikasi
kejadian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif penyakit menurut kelompok umur digunakan dalam dengan desain penelitian cross sectional. Variabel metode morbiditas. Dalam langkah metode ini juga yang diteliti terdiri dari data penerimaan dan akan dilakukan proyeksi mengenai jumlah kejadian pengeluaran obat dan alkes, obat dan alkes penyakit utama terpilih menurut kelompok umur stagnant, obat dan alkes stockout, obat dan alkes dengan menggunakan metode trend. Setelah jumlah expire, penyakit utama, standar terapi pengobatan, kebutuhan obat pada tahun berikutnya sudah
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
52
diketahui,
langkah
terakhir
adalah
melakukan
perhitungan anggaran.
Obat Penyakit Utama Terpilih Obat Pneumonia Balita Berdasarkan Standar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terapi Pengobatan yang Digunakan di Puskesmas
Penyakit Utama Terpilih
Kota Surabaya. Menurut Tata Laksana Standar
Pada proses pencarian penyakit utama sebagai acuan
penelitian,
Penyusunan
data
Program
diperoleh Dinas
dari
Bidang
Kesehatan
Pneumonia Indonesia
Kementrian Dirjen
Kesehatan
Pengendalian
Republik
Penyakit
dan
Kota
Penyehatan Lingkungan tahun 2012, pengobatan
Surabaya. Data penyakit utama pada setiap tahun
Pneumonia pada Balita dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
ditampilkan dalam 10 penyakit terbesar, yaitu
pemberian Antibiotik Oral, pemberian Antipiretik (anti
penyakit saluran pernafasan bagian atas sebesar
demam) dan pemberian Anti wheezing (pengobatan
39,70% sebagai penyakit terbanyak. Kemudian
sesak nafas).
penyakit rongga mulut sebesar 12,29% sebagai
Sediaan Obat Penyakit Utama Terpilih
urutan ke dua, selanjutnya penyakit pada sistem otot
Dalam DOEN tahun 2013 yang digunakan oleh
dan jaringan pengikat sebesar 11,45% pada urutan
Puskesmas, antibiotik oral yang digunakan untuk
ke tiga.
pengobatan pneumonia pada balita termasuk dalam
Tujuh
urutan
adalah
kelas terapi Antibakteri Sulfa-Trimetoprim. Dengan
penyakit kelainan kulit dan jaringan sub kutan
Nama Generik Kotrimoksazol. Untuk Kotrimoksazol
sebesar 8,46%, penyakit infeksi pada usus sebesar
dibagi menjadi dua sediaan, yaitu Kotrimoksazol
6,20%, penyakit lain pada sistem pencernaan
suspensi dan Tablet Dewasa. Pada Kotrimoksazol
sebesar 5,98%, penyakit tekanan darah tinggi
dengan sediaan suspensi, setiap 5 ml mengandung
sebesar 3,06%, penyakit endokrin dan metabolik
kekuatan sediaan Sulfametoksazol 200 mg dan
sebesar
adneksia
Trimetoprim 40 mg. Pada Kotrimoksazol Tablet
sebesar 1,68%, penyakit yang disebabkan oleh virus
(Dewasa), setiap tablet mengandung kekuatan
sebesar 1,36% dan penyakit lain-lain sebesar
sediaan Sulfametoksazol 400 mg dan Trimetoprim
7,96%.
80 mg.
1,85%,
Penyakit
penyakit
penyakit
utama
berikutnya
mata
dalam
Dalam DOEN tahun 2013 yang digunakan oleh
penelitian ini adalah penyakit saluran pernafasan
Puskesmas adalah parasetamol. Pada pengobatan
bagian atas. Penyakit ini termasuk dalam Infeksi
Pneumonia Balita hanya digunakan parasetamol
Saluran
Pernafasan
yang
dan
digunakan
(ISPA),
Program
dalam bentuk sediaan tablet 500 mg dan sirup 120
ISPA
membagi
mg. Untuk pengobatan wheezing terdapat dalam
penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia
kolom Obat untuk Saluran Nafas dalam kelas
dan
Antiasma. Terdapat dua obat yaitu Ephinefrin
Pemberantasan
yang
Akut
Penyakit
bukan
(P2)
pneumonia.
Penelitian
ini
menggunakan penyakit Pneumonia sebagai dasar
(Adrenalin) Subkutan dan Salbutamol.
melakukan analisis kebutuhan obat.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
53
Pada
pengobatan
menggunakan
Pneumonia
Salbutamol
2
mg,
Balita hal
ini
tablet, Kotrimoksazol Suspensi berjumlah botol,
Parasetamol
Tablet
500
mg
15.172
berjumlah
menyesuaikan dengan sediaan yang tersedia di
1.421.150 tablet, Parasetamol Sirup 120 mg/5 ml
seluruh Puskesmas di Kota Surabaya.
berjumlah 27.589 botol, Salbutamol 2 mg berjumlah 164.557 tablet.
Pemakaian Obat Pneumonia Dari LPLPO-GFK Surabaya
Proyeksi
Pemakaian obat Pneumonia Balita selama tahun
Proyeksi Pemakaian LPLPO
2013
menurut
data
LPLPO
adalah
Pemakaian
Obat
dari
Laporan
Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dengan metode trend dapat dilihat di Tabel 1.
Kotrimoksazol Tablet Dewasa berjumlah 221.894 Tabel 1 Hasil Proyeksi dari Masing-Masing Metode Tren
Hasil analisis pada metode trend telah menunjukkan
Pemakaian Salbutamol 2 mg selama tahun 2014
nilai R Square pada masing-masing model. Untuk
berjumlah 164.551 tablet.
pemaparan pada proyeksi pada data pemakaian
Perhitungan Kebutuhan Obat Penyakit Utama
obat Pneumonia Balita berdasarkan LPLPO dapat
Terpilih dengan Metode Morbiditas
menggunakan analisis pada jenis model yang mempunyai
100%.
dalam proses perencanaan kebutuhan obat dibagi
Proyeksi akan menggunakan model trend Quadratic.
menjadi dua kelompok umur, yaitu kelompok umur <
Hasil
nilai
R
Square
mendekati
Penyakit Pneumonia Balita sebagai dasar
proyeksi pemakaian obat Pneumonia
Balita selama tahun 2014 berdasarkan data LPLPO. Pemakaian Kotrimoksazol Dewasa selama tahun 2014
berjumlah
Kotrimoksazol berjumlah
221.889
Suspensi
tablet.
selama
Pemakaian tahun
2014
1 Tahun dan 1-4 Tahun. Total seluruh penduduk usia Balita berjumlah 106.178 Balita. Total kejadian Pneumonia Balita pada kelompok umur < 1 tahun selama tahun 2013 adalah 565 kejadian.
Proporsi kejadian Pneumonia Balita
15.166 botol. Pemakaian Parasetamol
tertinggi berada pada Puskesmas Ketabang sebesar
Tablet 500 mg selama tahun 2014 berjumlah
2,65%. Proporsi kejadian Pneumonia Balita terendah
1.421.144 tablet. Pemakaian Parasetamol Sirup 120
pada Puskesmas Siwalankerto, Klampisngasem,
mg/5 ml selama tahun 2014 berjumlah 27.583 botol.
Lidah Kulon dan Rangkah sebesar 0% atau tidak ada kejadian Pneumonia Balita dalam satu tahun.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
54
Proporsi total pada kelompok umur < 1 tahun
6,46%. Proporsi kejadian Pneumonia Balita terendah
sebesar 15,59%.
pada
Puskesmas
Siwalankerto
dan
Rangkah
Total kejadian Pneumonia Balita pada kelompok
sebesar 0% atau tidak ada kejadian Pneumonia
umur 1-4 tahun selama tahun 2013 adalah 948
Balita dalam satu tahun. Proporsi total pada
kejadian.
kelompok
Proporsi kejadian Pneumonia Balita
umur
1-4
tahun
sebesar
27,44%.
tertinggi berada pada Puskesmas Ketabang sebesar
Tabel 2 Hasil Proyeksi dari Masing-Masing Metode Trend Nama Obat
R Square Linear
Kelompok Umur < 1 Tahun Kelompok Umur 1-4 Tahun
Quadratic
Exponential 42,2 % 24,7 %
64,1 % 31,9 %
46,6 % 26,5 %
Proyeksi dilakukan dari bulan Januari-Desember
satu kali dosis, frekuensi pemberian dalam sehari
2014. Jumlah kejadian Pneumonia Balita yang
sehingga menghasilkan jumlah obat untuk satu kali
dihasilkan bertambah
pada
kelompok
sebesar
sebelumnya
5
umur
kejadian
berjumlah
565
<
1
tahun
terapi dan dikalikan dengan harga obat. Jumlah
dari
tahun
Kotrimoksazol Suspensi yang dibutuhkan adalah
Jumlah
570 botol, dengan jumlah anggaran sebesar Rp
kejadian.
kejadian Pneumonia Balita pada kelompok umur 1-4
1.995.000,00.
tahun tetap sebesar 948 kejadian.
dibutuhkan anggaran
Jumlah
Parasetamol
adalah
570
sebesar
Rp
botol,
Sirup
dengan
1.311.000,00.
yang jumlah
Jumlah
Perhitungan kebutuhan obat yang akan dilakukan Salbutamol 2 mg yang dibutuhkan adalah 2850 dengan metode morbiditas pada penelitian ini dibagii tablet,
dengan
jumlah
anggaran
sebesar
Rp
menjadi dua kelompok umur, yaitu kurang dari 1 285.000,00. Jadi, jumlah anggaran yang dibutuhkan tahun dan 1 sampai 4 tahun.
Daftar harga obat untuk satu paket pengobatan Pneumonia Balita
menyesuaikan
dengan
Peraturan
Menteri kelompok umur < 1 tahun sebesar Rp 3.591.000,00.
Kesehatan/Harga Netto Apotek (HNA). Pada kelompok umur 1 sampai 4 tahun, peneliti Pada umur kurang dari 1 tahun, terapi utama
menggunakan tiga perencanaan terapi pengobatan
yang diberikan oleh dokter yaitu berupa sediaan
yaitu dengan semua sediaan sirup, semua sediaan
sirup. Khusus untuk obat Salbutamol 2 mg hanya
tablet
terdiri
Khusus untuk obat Salbutamol 2 mg hanya terdiri
dari
sediaan
tablet,
sehingga
tetap
menggunakan sedian tersebut.
dari
Pada perencanaan pertama untuk kelompok
dan kombinasi sediaan sirup dan tablet.
sediaan
tablet,
sehingga
pada
setiap
perencanaan tetap menggunakan sedian tersebut.
umur < 1 tahun perhitungan dilakukan berdasarkan Terapi jumlah
kasus
pada
tahun
2013
yang
pengobatan
pertama
perhitungan
sudah dilakukan berdasarkan jumlah kasus pada tahun
diproyeksikan. Kemudian dikalikan dengan jumlah
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
55
2013 yang sudah diproyeksikan. Kemudian dikalikan
botol,
dengan jumlah satu kali dosis, frekuensi pemberian
2.180.400,00.
dalam sehari sehingga menghasilkan jumlah obat
dibutuhkan adalah 8532 tablet, dengan jumlah
untuk satu kali terapi dan dikalikan dengan harga
anggaran sebesar Rp 853.200,00. Jadi, jumlah
obat.
anggaran
Jumlah
dibutuhkan anggaran
Kotrimoksazol
adalah
948
sebesar
Rp
botol,
Suspensi dengan
3.318.000,00.
yang
dengan
jumlah Jumlah
yang
anggaran Salbutamol
dibutuhkan
untuk
sebesar 2
mg
satu
Rp yang
paket
jumlah
pengobatan Pneumonia Balita kelompok umur 1-4
Jumlah
tahun pada perencanaan pertama sebesar Rp
Parasetamol Sirup yang dibutuhkan adalah 948
6.351.600,00.
Tabel 3 Hasil Perencanaan beserta Rencana Anggaran dari Metode Morbiditas Selama 1 Tahun Skenario
Kel. Umur
Pengobatan
I
<1 tahun
1. Kotrimoksazol Suspensi dosis 5 ml, diberikan 3x1, selama 3 hari 2. Parasetamol Sirup dosis 2,5 ml, diberikan setiap 6 jam sekali, apabila anak panas 3. Salbutamol Tablet 2 mg dosis 0,5 mg, diberikan 3x1, apabila anak sesak 1. Kotrimoksazol Suspensi dosis 7,5 ml, diberikan 3x1, selama 3 hari 2. Parasetamol Sirup dosis 5 ml, diberikan setiap 6 jam sekali, apabila anak panas 3. Salbutamol Tablet 2 mg dosis 1 mg, diberikan 3x1, apabila anak sesak 1. Kotrimoksazol Tablet Dewasa dosis 0,75 mg, diberikan 3x1, selama 3 hari 2. Parasetamol Tablet 500 mg dosis 0,25 tab, diberikan setiap 6 jam sekali, apabila anak panas 3. Salbutamol Tablet 2 mg dosis 1 mg, diberikan 3x1, apabila anak sesak 1. Kotrimoksazol Tablet Dewasa dosis 0,75 mg, diberikan 3x1, selama 3 hari 2. Parasetamol Sirup dosis 5 ml, diberikan setiap 6 jam sekali, apabila anak panas 3. Salbutamol Tablet 2 mg dosis 1 mg, diberikan 3x1, apabila anak sesak
I
II
III
1-4 tahun
1-4 tahun
1-4 tahun
Jumlah Obat 570
Harga Obat/ Biji (Rp) 3500
Jumlah Anggaran (Rp) 1.995.000,00
570
2300
1.311.000,00
Total Anggaran Per Skenario (Rp)
3.591.000,00
2850
100
285.000,00
948
3500
3.318.000,00
948
2300
2.180.400,00 6.351.000,00
8.532
100
853.200,00
4.740
160
758.400,00
2.844
150
426.600,00 2.038.200,00
8.532
100
853.200,00
4.740
160
758.400,00
948
2300
2.180.400,00
8.532
100
853.200,00
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
3.792.000,00
56
Terapi
pengobatan
dilakukan
dengan
yang cara
kedua yang
perhitungan
sama
dengan
Salbutamol 2 mg yang dibutuhkan adalah 8532 tablet,
dengan
jumlah
anggaran
sebesar
Rp
perencanaan sebelumnya. Jumlah Kotrimoksazol
853.200,00. Jadi, jumlah anggaran yang dibutuhkan
Tablet Dewasa
untuk satu paket pengobatan Pneumonia Balita
tablet,
dengan
yang dibutuhkan adalah 4.740 jumlah
anggaran
sebesar
Rp
758.400,00. Jumlah Parasetamol Tab 500 mg yang dibutuhkan adalah 2.844 tablet, dengan jumlah anggaran
sebesar
Rp
426.600,00.
Jumlah
kelompok umur 1-4 tahun pada perencanaan ketiga sebesar Rp 3.792.000,00. Total anggaran untuk pengobatan Pneumonia Balita
berdasarkan
perencanaan
pertama,
Salbutamol 2 mg yang dibutuhkan adalah 8532
pengobatan Pneumonia Balita (kelompok umur < 1
tablet,
Rp
tahun dan 1-4 tahun) membutuhkan anggaran
853.200,00. Jadi, jumlah anggaran yang dibutuhkan
sebesar; Rp 3.591.000,00 + Rp 6.351.600,00 = Rp
untuk satu paket pengobatan Pneumonia Balita
9.942.600,00. Berdasarkan perencanaan ke dua,
kelompok umur 1-4 tahun pada perencanaan kedua
pengobatan Pneumonia Balita (kelompok umur < 1
sebesar Rp 2.038.200,00.
tahun dan 1-4 tahun) membutuhkan anggaran
dengan
jumlah
anggaran
sebesar
sebesar; Rp 3.591.000,00 + Rp 2.038.200,00 = Rp Terapi pengobatan yang ketiga perhitungan 5.629.200,00. juga dilakukan dengan cara yang sama dengan Berdasarkan perencanaan ke tiga, pengobatan perencanaan sebelumnya. Jumlah Kotrimoksazol Pneumonia Balita (kelompok umur < 1 tahun dan 1-4 Tablet Dewasa
yang dibutuhkan adalah 4.740 tahun)
tablet,
dengan
jumlah
anggaran
sebesar
membutuhkan
anggaran
sebesar;
Rp
Rp 3.591.000,00 + Rp 3.792.000,00 = Rp 7.383.000,00.
758.400,00.
Jumlah
Parasetamol
Sirup
yang Dalam
dibutuhkan
adalah
948
sebesar
Rp
botol,
dengan
perencanaan
kebutuhan
obat,
hasil
jumlah perencanaan yang sudah dilakukan akan dilakukan
anggaran
2.180.400,00.
Jumlah penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
Tabel 4 Perbandingan Hasil Kebutuhan Obat Nama Obat Morbiditas < 1 TH 1-4 TH Kotrimoksazol Dewasa 1.710 Kotrimoksazol Suspensi 570 Parasetamol Tablet 500 mg 1.710 Parasetamol Sirup 120 mg/5 570 ml Salbutamol 2 mg 2.850 Hasil
perbandingan
perhitungan
Jmlh
LPLPO
4.740 948 2.844 948
6.450 1.518 4.554 1.518
221.889 15.166 1.421.144 27.583
8.532
11.382
164.551
obat
memerlukan 221.889 tablet dalam satu tahun
menggunakan metode morbiditas dan pemakaian
pemakaian. Obat antibiotik Kotrimoksazol Suspensi
berdasarkan LPLPO pada tahun 2014 menunjukkan
memerlukan
perbedaan.
LPLPO memerlukan 15.166 botol dalam satu tahun
Berdasarkan metode morbiditas, obat
antibiotik Kotrimoksazol Tablet Dewasa memerlukan 6.450
tablet
sedangkan
menurut
1.518
botol,
pemakaian.
LPLPO
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
sedangkan
menurut
57
Untuk obat antipiretik Parasetamol Tablet 500
data LPLPO Puskesmas. Hanya 45,16% dari total
mg memerlukan 4.544 tablet sedangkan menurut
populasi. Selain itu, pengambilan sampel dilakukan
jumlah pemakaian LPLPO memerlukan 1.421.144
secara acak, karena populasi dianggap homogen.
tablet dalam satu tahun pemakaian. Untuk obat
Hal ini juga mempengaruhi hasil dalam penelitian ini,
antipiretik
ml
karena ada beberapa Puskesmas yang memiliki
memerlukan 1.518 botol sedangkan menurut jumlah
morbiditas Pneumonia Balita tinggi namun tidak
pemakaian LPLPO memerlukan 27.583 botol dalam
termasuk di dalam sampel.
Parasetamol
Sirup
120
mg/5
satu tahun pemakaian. Untuk obat anti wheezing Salbutamol
2
mg
memerlukan
11.382
Pemberian terapi pengobatan hanya didasarkan
tablet
pada penyakit Pneumonia Balita saja. Hal ini
sedangkan menurut jumlah pemakaian LPLPO
dikarenakan sudah adanya standar pengobatan
memerlukan 164.551 tablet dalam satu tahun
yang
pemakaian.
kenyataannya,
Pemakaian dari LPLPO menunjukkan hasil yang jauh
lebih
besar
pada
penyakit
pemberian
Pneumonia. terapi
Pada
pengobatan
Pneumonia di Puskesmas tidak cukup satu kali. Pasien harus melakukan kontrol satu kali lagi
berdasarkan morbiditas Pneumonia Balita selama
setelah pengobatan yang pertama. Sehingga terapi
satu tahun. Hal ini disebabkan karena obat yang
pengobatan yang diberikan oleh dokter dapat lebih
digunakan untuk Pneumonia Balita juga digunakan
dari satu kali. Hal ini juga mempengaruhi hasil dalam
pada terapi pengobatan penyakit lainnya. Selain itu
penelitian
dapat
mengasumsikan pemberian terapi sejumlah satu kali
dikarenakan
pemakaian
pada
obat
terjadi
dari
baku
kelemahan
metode
morbiditas yang telah dijelaskan pada Halaman 30
ini,
karena
penelitian
ini
hanya
kepada setiap pasien penyakit Pneumonia Balita.
menyebutkan bahwa dalam penggunaan metode memerlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang
SIMPULAN
memadai. Sedangkan realitanya masih banyak
Hasil perbandingan hasil proyeksi pemakaian
Puskesmas yang tidak melengkapi data LPLPO
obat dari LPLPO dengan metode morbiditas yang
selama setahun penuh, yaitu pada Tahun 2013. Hal
sudah dilakukan menunjukkan selisih yang cukup
ini dapat mempengaruhi karena subjek merupakan
besar. Hasil pemakaian berdasarkan data LPLPO
total populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah
jauh lebih banyak dari pada kebutuhan obat
seluruh data LPLPO Puskesmas se-Kota Surabaya.
berdasarkan morbiditas Pneumonia Balita.
Pada penentuan besar sampel dalam penelitian
Dinas Kesehatan Kota Surabaya seharusnya
ini menggunakan derajat penyimpangan sebesar
membuat Sistem Informasi yang terintegrasi antara
10% dengan derajat kemaknaan 90%. Artinya,
Dinas Kesehatan, GFK Surabaya dan seluruh
penyimpangan
derajat
Puskesmas di Kota Surabaya, sehingga data dan
ketepatan yang diinginkan cukup besar yakni 10%
informasi yang didapatkan sama dan akurat untuk
atau 0,1. Sampel yang dihasilkan yaitu sebesar 28
memudahkan
tentang
populasi
atau
perencanaan
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014
kebutuhan
obat.
58
Kemudian
Bagi
GFK
Surabaya
sebaiknya
yang keluar sudah tercatat ke dalam sistem. Secara
melakukan perbaikan data-data administrasi melalui
disiplin memeriksa stock yang ada di sistem untuk
penertiban data LPLPO kepada pihak Puskesmas
memastikan bahwa jumlah barang sama dengan
seluruh Kota Surabaya. Sehingga dapat dilakukan
yang tercatat di kartu gudang/Bin Card. Serta
proyeksi terhadap pemakaian dari LPLPO sebagai
melakukan penataan secara menyeluruh terhadap
acuan dasar melakukan perencanaan kebutuhan
obat yang mendekati expire untuk segera dilakukan
obat dan alkes setiap tahunnya.
penghapusan sesuai kebijakan yang berlaku.
Melakukan pencatatan secara real time ke dalam sistem informasi, dalam artian setiap obat
DAFTAR PUSTAKA Baroroh, Ali. 2013. Analisis Multivariat dan Time Series dengan SPSS 21. Jakarta: PT Gramedia. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) Tahun 2013. Depkes. 2002. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Jakarta. Febriawati, Henni. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Management Science of Health, 1997. How to Develop and Implementing a National Drug Policy. Second Edition. WHO. Geneva. 2001. 96 pages. Pdf. Muzakkin, Muhammad. 2008. Analisis Kerugian yang Ditanggung oleh RSU Dr.Soetomo Surabaya sebagai Akibat dari Stagnant dan Stockout Obat. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga. Quick, Jonathan.D. 1997. Managing drug supply: The Selection, Procurement, Distribution and use of Pharmaceuticals. Second Edition. Connecticut. Kumarian Press Inc.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 1 Januari-Maret 2014