5 TINJAUAN PUSTAKA Vinegar Vinegar berasal dari bahasa

alkohol yang dilanjutkan dengan fermentasi alkohol menjadi asam asetat. Produk ... Tabel 1. Syarat mutu vinegar fermentasi berdasarkan Codex Standard ...

65 downloads 691 Views 238KB Size
5

TINJAUAN PUSTAKA

Vinegar Vinegar berasal dari bahasa Perancis, yaitu vinaige, yang artinya adalah anggur yang telah asam. Vinegar merupakan produk hasil fermentasi dari bahan yang mengandung gula dan pati. Vinegar dihasilkan dari fermentasi gula menjadi alkohol yang dilanjutkan dengan fermentasi alkohol menjadi asam asetat. Produk akhir vinegar mengandung asam asetat minimal 4 gam/100 ml (Waluyo, 1984). Menurut Adam (1985) dalam Munthe (2004), vinegar merupakan larutan asam asetat yang diproduksi melalui dua tahapan fermentasi. Pada tahap pertama terjadi perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir, biasanya dari Saccharomyces cereviceae, dan pada tahap kedua terjadi perubahan alkohol menjadi asam asetat oleh bakteri dari genus Acetobacter. Frazier (1967) mendefinisikan vinegar sebagai bahan penyedap masakan yang dibuat dari bahan-bahan yang mengandung gula atau pati dengan melalui proses fermentasi alkohol yang dilanjutkan dengan fermentasi asam asetat. Mutu vinegar sangat tergantung pada mutu dari bahan baku yang digunakan. Buahbuahan yang digunakan dalam pembuatan vinegar harus sehat, bersih dan mempunyai derajat kematangan yang optimal (Waluyo, 1984). Vinegar biasanya digunakan sebagai bahan penyedap untuk memperbaiki flavor pada berbagai jenis masakan. Vinegar juga dikonsumsi sebagai minuman setelah dilakukan proses aging/penuaan terhadap vinegar tersebut. Minuman vinegar memiliki keistimewaan tersendiri karena memiliki flavor (perpaduan antara rasa dan bau) yang baik (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).

5

6

Asam asetat merupakan komponen utama pada vinegar. Asam asetat adalah cairan yang tidak berwarna dan memiliki bau yang tajam dan rasa yang jelas. Berat jenis asam asetat adalah 1,049 dengan titik didih sebesar 118,1 oC pada tekanan 1 atmosfer (Egan, dkk, 1981). Menurut Ebner (1982), vinegar merupakan larutan jernih tidak berwarna atau berwarna, tergantung dari bahan yang digunakan, dan pada umumnya tingkat keasaman vinegar berkisar antara 3 – 3,5. Tabel 1. Syarat mutu vinegar fermentasi berdasarkan Codex Standard For Vinegar No. Kriteria uji Satuan Persyaratan 1 Kadar asam asetat g/l Min 50 2 Sisa alkohol %v/v Maks 1 3 Padatan terlarut g/l Min 2 4 Cemaran logam - Timbal (Pb) mg/kg Maks 1 - Arsen (As) mg/kg Maks 1 - Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10 - Seng (Zn) mg/kg Maks 10 - Besi (Fe) mg/kg Maks 10 Sumber : (Codex, 2000)

Berbagai produk hasil pertanian yang memiliki kadar gula tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan asam asetat. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa menggunakan sari buah dari berbagai jenis buahbuahan sebagai bahan baku pembuatan asam asetat (Rahman, 1988). Selain digunakan sebagai bahan penyedap makanan, asam cuka juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri untuk memproduksi asam-asam alifatis terpenting. Senyawa yang termasuk golongan senyawa alifatis antara lain adalah hidrokarbon alkana, alkena, dan alkuna. Asam cuka juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan anhidrida asam asetat yang diperlukan untuk destilasi, terutama dalam pembuatan selulosa asetat, sebagai pengawet dalam pembuatan obat-obatan, bahan pewarna dan parfum. Larutan asam cuka yang

7

dihasilkan melalui proses fermentasi mempunyai keunggulan dibandingkan dengan produk asam cuka yang beredar di pasaran, yang pada umumnya diperoleh dari reaksi kimia, hal ini disebabkan karena asam cuka (vinegar) yang diperoleh dari hasil fermentasi memiliki flavor yang lebih baik (Waluyo, 1984).

Kopi Kopi merupakan salah satu komoditas hasil tanaman perkebunan utama di Indonesia dan merupakan salah satu penghasil sumber devisa Negara dan berperan penting dalam pengembangan industri perkebunan. Pengolahan kopi akan menghasilkan limbah padat maupun cair yang sangat besar. Penanganan limbah dari hasil pengolahan kopi ini merupakan salah satu permasalahan utama dalam proses pengolahan kopi. Kulit kopi merupakan salah satu jenis limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kopi. Kulit kopi memiliki kandungan nutrisi dan senyawa potensial yang dapat diubah menjadi produk samping yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan dan peluang usaha di sektor perkebunan kopi rakyat (Widyotomo, 2013). Buah kopi terdiri dari kulit buah (epikarp) yang merupakan bagian terluar dari buah kopi, daging kulit (mesokarp) merupakan bagian yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi dan mempunyai rasa yang manis, kulit tanduk (endokarp) merupakan bagian kulit kopi yang paling keras, mengandung selulosa dan hemiselulosa, kulit ari (spermoderm) merupakan kulit yang paling tipis dan menempel pada kulit kopi dan keping biji (endosperm) yang merupakan bagian buah kopi yang diambil dan dimanfaatkan untuk diolah menjadi kopi bubuk (Bressani, dkk, 1972).

8

Anatomi buah kopi (Widyotomo, 2013) dapat dilihat pada Gambar 1.

Kulit cangkang

Kulit luar Kulit buah

Biji

Biji Tangkai

Kulit ari

Gambar 1. Anatomi buah kopi Kopi diperoleh dari serangkaian proses pengolahan. Salah satu proses pengolahan yang dilakukan dalam pembuatan kopi adalah proses pemisahan kulit kopi dengan biji kopi (proses pulping). Limbah yang dihasilkan dari proses pemisahan kulit kopi dengan biji kopi (proses pulping) dalam bentuk biomassa sangat melimpah jumlahnya, dan hanya beberapa persen dari limbah tersebut yang dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan kompos (Raudah dan Ernawati, 2012).

Kulit Kopi Kulit kopi merupakan salah satu limbah yang diperoleh dari proses pengolahan kopi. Salah satu komponen penting dalam limbah kulit kopi yang menjadikan limbah kulit kopi masih dapat dimanfaatkan adalah sukrosa. Kadar gula dalam buah kopi akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah kopi yang dapat diidentifikasikan dengan meningkatnya rasa manis pada

9

buah (Widyotomo, 2013). Siswati, dkk (2012) menyatakan bahwa bioetanol dapat dihasilkan dari proses fermentasi limbah kulit kopi. Kandungan selulosa yang terdapat di dalam limbah kulit kopi sebesar 65,2%. Selulosa memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan etanol. Limbah padat dan cair pengolahan kopi mengandung materi organik yang cukup tinggi dan sangat potensial sebagai media tumbuh mikroorganisme untuk dapat diubah menjadi produk bernilai tambah (Pandey, dkk, 2000). Proses fermentasi dilakukan untuk mengubah limbah kulit kopi menjadi produk bioetanol. Proses fermentasi tersebut dilakukan dengan bantuan mikroba yang akan mengubah gula yang terkandung dalam limbah kulit kopi menjadi salah satu sumber energi terbaru yaitu bioetanol. Salah satu jenis mikroba yang mampu mengubah gula menjadi bioetanol ialah jenis ragi Saccharomyces cerevisiae (Raudah dan Ernawati, 2012). Kandungan atau komposisi gizi yang terdapat dalam kulit buah kopi dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit kopi Nutrisi Ekstrak eter Serat kasar Protein kasar Abu Ekstrak nitrogen bebas (NFE) Tanin Zat pectic Gula non reduksi Gula reduksi Asam klorogenat Kafein Total asam caffeic Sumber : GTZ-PPP, 2002

Kandungan bahan (%) 0,48 21,40 10,10 1,50 31,30 7,80 6,50 2,00 12,40 2,60 2,30 1,60

10

Bahan Tambahan Pada Pembuatan Vinegar Gula Gula dapur atau yang dalam istilah kimianya lebih dikenal dengan sukrosa merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomer berupa glukosa dan fruktosa, dengan rumus molekul C12H22O11. Gula dapur diperoleh dari gula tebu atau gula bit. Produksi gula setiap tahunnya mencapai sekitar 150 juta ton. Penambahan gula dalam media berfungsi sebagai sumber karbon. Proses fermentasi gula melibatkan mikroorganisme yang menggunakan substrat gula sebagai sumber untuk menghasilkan energi dengan melepaskan karbondioksida dan produk samping berupa alkohol (Wikipediac, 2014). Asam asetat dapat diproduksi dari berbagai produk hasil pertanian yang mengandung kadar gula tinggi. Beberapa negara di benua Amerika dan Eropa menggunakan sari buah dari berbagai jenis buah-buahan sebagai bahan baku pembuatan asam asetat (vinegar). Beberapa negara lain seperti Jepang memproduksi asam asetat menggunakan bahan baku beras yang telah mengalami proses sakarifikasi (Rahman, 1988). Proses awal pembuatan vinegar adalah perombakan gula menjadi etanol oleh Saccharomyces cereviceae. Etanol yang dihasilkan kemudian dirombak menjadi asam asetat oleh Acetobacter aceti. Dengan demikian, jumlah gula pada bahan akan mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan dan juga mempengaruhi jumlah asam asetat yang dihasilkan (Rahman, 1992). Saccharomyces cereviceae memerlukan energi untuk pertumbuhannya, sumber energi yang dibutuhkan oleh Saccharomyces cereviceae berasal dari karbon. Salah satu substrat yang mengandung karbon dan lebih disukai oleh

11

Saccharomyces cereviceae adalah gula. Oleh karena itu, dalam proses fermentasi gula menjadi alkohol, konsentrasi gula sangat mempengaruhi kuantitas alkohol yang dihasilkan (Waluyo, 1984).

Ragi (Saccharomyces cereviceae) Khamir sejak dulu berperan dalam proses fermentasi yang bersifat alkohol dengan produk utama dari hasil proses metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir utama yang berperan dalam proses pengolahan minuman beralkohol seperti bir dan anggur dan juga digunakan dalam proses fermentasi adonan dalam pengolahan roti (Rahman, 1992). Pemilihan mikroorganisme didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium pertumbuhan dari mikroorganisme tersebut. Untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan khamir Saccharomyces cereviseae. Pemilihan tersebut dilakukan karena Saccharomyces cereviseae mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Simanjuntak, 2009). Nilai pH optimal untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae adalah berkisar 4,0 – 4,5 sedangkan suhu optimal untuk pertumbuhannya adalah 25oC sampai 30oC dan suhu maksimalnya antara 35oC sampai 47oC. Saccharomyces cereviceae membutuhkan energi yang berasal dari karbon untuk pertumbuhannya. Gula merupakan sumber karbon yang lebih disukai dan lebih umum digunakan. Konsentrasi gula yang digunakan sangat mempengaruhi kuantitas alkohol yang dihasilkan (Waluyo, 1984).

12

Media pertumbuhan Saccharomyces cereviceae harus memiliki kadar gula optimum 10-15% untuk dapat menghasilkan etanol sebesar 8-10%. Semakin besar etanol yang dihasilkan dalam proses fermentasi maka semakin besar asam asetat yang terbentuk, selama kondisi lingkungan tetap mendukung pertumbuhannya (Rahman, 1988).

Acetobacter aceti Berbagai jenis bakteri fermentatif mampu menghasilkan asam asetat, namun hanya spesies-spesies tertentu dari golongan bakteri asam asetat tersebut yang dapat digunakan untuk memproduksi asam asetat secara komersil. Bakteri asam asetat yang umum digunakan tersebut adalah Gluconobacter dan Acetobacter (Rahman, 1992). Kebanyakan spesies bakteri pembentuk asam asetat termasuk dalam jenis Acetobacter dan Gluconobacter. Kedua jenis bakteri tersebut dapat mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat. Spesies bakteri yang lebih sering dan umum digunakan dalam industri pembuatan asam asetat yaitu Acetobacter acetii dan Gluconobacter suboxydans (Fardiaz, 1992). Bakteri pembentuk asam asetat termasuk dalam golongan bakteri gam negatif yang berbentuk batang dan termasuk dalam genus Acetobacter. Proses metabolisme bakteri ini lebih bersifat aerobik. Peranan utama Acetobacter dalam proses fermentasi bahan pangan adalah kemampuannya untuk mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat (Muchtadi, 1989 dalam Munthe, 2004). Acetobacter merupakan kelompok bakteri yang berperan dalam proses asetifikasi dan merupakan bakteri oksidatif yang memiliki beberapa sifat khusus yang perlu diperhatikan selama proses fermentasi dalam pembuatan vinegar.

13

Sifat-sifat dari Acetobacter antara lain adalah memiliki kepekaan terhadap kekurangan oksigen, memiliki kepekaan terhadap kekurangan etanol, dan memiliki kepekaan terhadap perubahan suhu (Prescot dan Dunn, 1982).

Proses Pengolahan Vinegar Sortasi dan Pencucian Sortasi merupakan suatu proses dalam penanganan pasca panen yang bertujuan untuk memisahkan bahan utama (produk utama) dengan bahan pengotor (losses) atau bahan yang tidak diinginkan/dibutuhkan. Proses sortasi ini sering disebut juga dengan pemisahan (Brainly, 2014). Pencucian (washing) dilakukan pada produk hasil pertanian yang tumbuh dekat tanah untuk membersihkan kotoran yang menempel. Selain itu dengan dilakukannya proses pencucian dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terdapat pada bahan pangan. Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih, penggunaan desinfektan pada air pencuci juga dianjurkan (Mutiarawati, 2009).

Penyaringan Penyaringan merupakan suatu proses yang dilakukan berdasarkan kemampuan bahan untuk melewati lubang-lubang halus yang terdapat pada alat saring. Penyaringan digunakan dalam proses pemisahan dan dalam penyaringan partikel-partikel yang melayang di dalam suatu bahan cair. Lubang-lubang halus yang dibutuhkan dalam proses penyaringan terdapat pada kain penyaring. Laju bahan yang melewati saringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama sifat alamiah partikel, bentuk partikel, frekuensi, dan jumlah pergerakan (Earle, 1969).

14

Filtrasi atau penyaringan merupakan pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan cara melewatkannya pada medium penyaringan atau septum, yang di atasnya padatan akan terendapkan atau terpisah dari fluida. Tingkat penyaringan pada industri dimulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks. Fluida yang disaring dapat berupa cairan atau gas. Aliran yang lolos dari saringan mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya tergantung pada tujuan penyaringannya (Wikipediad, 2014).

Fermentasi Alkohol Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi di mana donor dan aseptor merupakan senyawa organik. Senyawa organik yang biasa digunakan dalam proses fermentasi adalah gula. Senyawa organik tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain (Fardiaz, Winarno, 1984 dalam Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Metode yang digunakan untuk mengubah kulit kopi menjadi bioetanol adalah metode fermentasi. Bantuan mikroba sangat berperan penting dalam mengubah gula yang terkandung dalam kulit kopi menjadi bioetanol. Mikroba yang mampu untuk mengubah gula menjadi bioetanol salah satunya ialah jenis ragi Saccharomyces cerevisiae (Raudah dan Ernawati, 2012). Reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi tersebut berlangsung dalam kondisi anaerob. Etanol merupakan produk utama dari fermentasi tersebut. Selain etanol juga terdapat beberapa produk hasil fermentasi lain diantaranya adalah asam laktat, asetaldehid, gliserol dan asam asetat. Etanol yang diperoleh dari hasil

15

fermentasi tersebut maksimal sekitar 15% (Salle, 1974 dalam Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Dalam pembuatan vinegar terdapat dua kali proses fermentasi. Fermentasi yang

pertama

adalah

fermentasi

pembentukan

alkohol

dengan

yeast

Saccharomyces cereviceae. Pada proses fermentasi ini terjadi perombakan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 dengan reaksi sebagai berikut : C6H12O6 (Glukosa)

2 CH3CH2OH + 2 CO2 (Etanol)

Fermentasi Asetat Fermentasi alkohol menjadi asam asetat dilakukan dengan bantuan bakteri asam asetat. Fermentasi ini berlangsung dalam kondisi aerobik menggunakan bakteri dari genus Acetobacter (Frazier, 1967). Menurut Ebner (1982), rendemen etanol yang dikonversikan menjadi asam asetat berkisar 95% - 98%, minimal 4g/100 ml asam asetat. Proses produksi asam asetat dapat dilakukan secara kimiawi dan biologis. Proses kimiawi produksi asam asetat yang banyak dilakukan adalah oksidasi butana. Untuk kebutuhan pangan, produksi asam asetat harus dilakukan melalui proses biologis, salah satunya adalah fermentasi dari bahan baku alkohol. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan bakteri dari genus Acetobacter dalam kondisi aerobik (Hardoyo, dkk, 2007). Fermentasi perubahan alkohol menjadi asam asetat dan air dilakukan dengan bantuan bakteri Acetobacter aceti. Reaksi fermentasi pembentukan asam asetat dituliskan sebagai berikut: CH3CH2OH + O2 (Etanol)

CH3COOH + H2O (As. Asetat)

16

Fermentasi perubahan alkohol menjadi asam asetat dilakukan dalam kondisi aerob. Pada fermentasi pembentukan asam asetat tersebut terjadi perubahan etanol menjadi asetaldehid dan asetaldehid diubah menjadi asam asetat dengan reaksi sebagai berikut : CH3CH2OH + ½ O2 Etanol CH3CHO + ½ O2 Asetaldehid

CH3CHO + H2O Asetaldehid CH3COOH Asam asetat

(Salle, 1974 dalam Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Tempat penyimpanan asam asetat yang telah difermentasi harus ditutup dengan baik dan harus dapat menghindari masuknya oksigen, karena enzim-enzim bakteri asam asetat akan merombak asam asetat dan menghasilkan gas karbondioksida dan air jika asam asetat terkontaminasi dengan udara (Waluyo, 1984). Menurut Daulay dan Rahman (1992), kriteria mutu vinegar yang utama adalah kadar asam asetat, cuka memiliki daya simpan yang lama disebabkan kandungan asetat didalamnya. Sebanyak 0,1% asam asetat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk spora penyebab keracunan makanan dan 0,3% asam asetat dapat mencegah kapang penghasil metoksin.

Pasteurisasi Pasteurisasi merupakan salah satu tahapan dalam proses produksi santan yang paling kritis. Pasteurisasi adalah proses pemanasan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan melalui pemanasan pada suhu di bawah 100 oC yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir serta menginaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan pangan itu sendiri dengan masih mempertimbangkan mutunya (Fellow, 1992).

17

Berbeda dengan sterilisasi, pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh seluruh mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan. Pasteurisasi bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga tidak lagi bisa menyebabkan penyakit terhadap orang yang mengkonsumsinya (dengan syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum tanggal kadaluarsa) (Wikipediad, 2014).

Pengemasan Kemasan adalah suatu benda yang digunakan sebagai wadah atau tempat yang dapat digunakan sebagai perlindungan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Kemasan dapat membantu mencegah ataupun mengurangi terjadinya kerusakan dan melindungi bahan dari pencemaran serta gangguan fisik lainnya seperti gesekan, benturan dan getaran (Syarief, 1989). Botol kaca merupakan salah satu jenis kemasan. Botol yang digunakan adalah botol yang bersih dan steril serta tertutup yang berfungsi untuk mencegah masuknya udara dari luar. Pasteurisasi yang dilakukan pada vinegar dilakukan dengan suhu 60 oC sampai 66 oC selama 30 menit (Desrosier, 1970). Kemasan gelas atau kaca memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah inert, tahan terhadap asam, basa dan lingkungan, dapat dibuat tembus pandang atau gelap, selama pemakaian bentuknya tetap, tidak berbau dan tidak berpengaruh terhadap bahan yang dikemas, dan merupakan barier yang baik terhadap uap air, air, dan gas-gas lain. Kemasan gelas juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu rapuh/mudah pecah, memiliki bobot yang besar, memerlukan bahan pengemas kedua, dan membutuhkan banyak energi (Ebookpangan, 2007).