54) SYAMSIA(AR1)

Download (Artikel ini Telah diterima pada jurnal : international Journal of Scientific & Technology ... Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthom...

0 downloads 416 Views 229KB Size
UJI KETAHANAN PADI AROMATIK LOKAL ENREKANG TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI Syamsia1), Tutik Kuswinanti2), Elkawakib Syam’un2) A. Masniawati 3) 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar 3) Dosen Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin Makassar (Artikel ini Telah diterima pada jurnal : international Journal of Scientific & Technology Research edisi Maret 2014) ABSTRACT Bacterial leaf blight (BLB) caused by the bacterium Xanthomonas oryzae is an important disease of rice plants . BLB disease control can be carried out by planting varieties that are resistant to BLB. the endurance test of Enrekang aromatic rice needs to be done to obtain information about the level of local aromatic rice resistance to disease BLB which can be used to control the disease. Resistance test of blb disease conducted on 8 different types of local aromatic rice Enrekang using isolate of Xoo-003 which is a collection of BB-Biogen. Inoculation of bacteria-Xoo performed using Clip-way method, cutting 5 leaves on each treatment using scissors that has been dipped in Xoo suspension with 108 colony density. As a comparison (control) used Mekongga moderately resistant varieties. Resilience of local aromatic rice Enrekang the BLB disease is in the category of disease rather sensitive ( supceptibel ) is pare Mansur , Pulu Lotong , Pulu Mandoti , and Pare Pare Lambau Pinjan while highly sensitive category (highly susceptible ) is Parrilea , Solo and Pare Pare Kamida.

1. PENDAHULUAN Penyakit hawar dan bakteri atau Bacterial Leaf Blight (BLB) pertama kali ditemukan di Fukuoka Jepang pada tahun 1884 (EPPO, 2007).

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Bakteri

Xanthomonas. Oryzae merupakan bakteri gram negatif, aerobic, berbentuk batang dengan ukuran (0,4-0,7 x 0.7 – 1.8 um ) dengan flagel polar tunggal (Schaad, et al, 2001). Koloni pada media padat mengandung glukosa berbentuk bulat, cembung, berlendir dan berwarna kuning karena memproduksi pigmen xanthomonadin, karakteristik dari genus (Bradury, 1986). Xoo memasuki daun padi melalui hidatoda pada bagian atas dan pinggir daun

(Ou, 1985). Gejala yang

ditimbulkan oleh bakteri ini tergolong khas, yaitu mulai dari terbentuknya garis basah pada helaian daun yang akan berubah menjadi kuning kemudian putih. Gejala ini umum dijumpai pada stadium anakan, berbunga, dan pemasakan. Serangan penyakit pada tanaman yang masih muda dinamakan kresek, yang dapat menyebabkan daun berubah menjadi kuning pucat, layu, dan kemudian mati. Kresek merupakan bentuk gejala yang paling merusak (Wahyudi et al, 2011; Gnanamanickam, et al, 1999). Bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman padi di daerah beriklim tropis maupun subtropis (Ou, 1985). Di Indonesia, Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh penyakit hawar daun bakteri dapat mencapai 70-80% (Kadir, 1999), sedangkan di India mencapai 6-60 % dan di Jepang mencapai 20-50 % (IRRI, 2003). Upaya yang dinilai efektif untuk mengendalikan penyakit HDB adalah melalui penanaman varietas tahan. Di Indonesia, pemuliaan varietas tahan melalui seleksi telah lama dilakukan dan telah berhasil diperoleh beberapa varietas yang memiliki ketahanan terhadap HDB (Herlina dan Silitonga, 2011)

395

Populasi bakteri hawar patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada pertanaman padi sangat beragam dan dinamis. Beberapa strain sering muncul di suatu wilayah tertentu dengan satu atau beberapa strain yang dominan. Struktur populasi. Xanthomonas oryzae pv. oryzae dapat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan seperti perbedaan musim dan adanya gen resisten terhadap penyakit dalam tanaman padi (Dardic, et al; 2003). Strain Xoo di Indonesia hingga kini telah ditemukan 12 strain dengan tingkat virulensi yang berbeda. Strain IV dan VIII diketahui mendominasi serangan HDB pada tanaman padi di Indonesia (Suprayono et al, 2004) Padi aromatik merupakan salah jenis padi yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi karena disukai oleh konsumen. Padi aromatik banyak diminati karena selain memiliki rasa nasi yang enak dan pulen juga memiliki aroma wangi. Adanya tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap bahan pangan khususnya beras yang semakin meningkat baik dari kualitas maupun kuantitas merupakan peluang bagi pengembangan padi aromatik lokal, khususnya padi aromatik lokal Enrekang. Padi aromatik lokal Enrekang merupakan salah satu jenis padi aromatik yang memiliki aroma wangi yang tajam. Jenis padi aromatik lokal Enrekang adalah Pulu Mandoti, Pare Salle, Pare Pulu Lotong, Pare Pinjan, Pare Pallan, Pare Solo, Pare Mansur, Pare Kamida dan Pare Lambau. Hasil uji organoleptik terhadap sembilan varietas padi aromatik menunjukkan bahwa padi aromatik lokal Enrekang yaitu Pulu Mandoti dan Lambau mempunyai tingkat aromatik yang paling harum (Masniawati, dkk., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan beberapa padi aromatik lokal Enrekang terhadap penyakit hawar daun bakteri.

2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan September – Desember 2013, bertempat di Laboratorium Terpadu dan di Rumah Kaca, Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia. Benih padi yang telah berumur 21 hari di pindahkan ke ember yang telah diisi dengan media tanah dan pupuk kandang (3:1), satu rumpun per ember. Tanaman padi yang telah berumur 45 hari setelah tanam diinokulasi dengan bakteri Xoo. Inokulasi isolat Xoo dilakukan dengan cara Clip-method, yaitu ujung daun padi dipotong kira-kira 2-3 cm dengan gunting yang sudah dicelupkan dalam suspensi Xoo dengan kepadatan populasi bakteri 108, kemudian dibungkus dengan plastik selama 24 jam dan diinkubasikan pada suhu 30 °C (EPPO, 2007). Pengamatan dilakukan terhadap 5 helai daun padi pada setiap rumpun yang telah diinokulasi dengan bakteri Xoo untuk mengetahui reaksi setiap jenis padi aromatik terhadap penyakit hawar daun bakteri. Perkembangan penyakit diamati dua kali yaitu 7 hari dan 14 hari setelah diinokulasi. Parameter yang diamati adalah luas area daun sakit (Disease Leaf Area) dengan menggunakan system standar evaluasi International Rice Research Institute (IRRI), 1996, yaitu : 0 = tanpa gejala 1 = kerusakan daun 1-5%, (R = resistance) 3 = kerusakan daun 6-12% (MR = moderately resistant) 5 = kerusakan daun 13-25% (MS = moderately susceptible)

396

7 = kerusakan daun mencapai 26-50% (S=susceptible) 9 = kerusakan mencapai 51 – 100% (HS = highly susceptible)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman yang terinfeksi menunjukkan gejala bercak putih kekuningan yang diawali pada bekas guntingan pada ujung daun. Selanjutnya menyebar keseluruh permukaan daun sesuai dengan tingkat ketahanan tanaman padi terhadap bakteri Xoo yang diinfeksikan. Penyakit hawar daun bakteri merupakan penyakit yang menginfeksi secara sistemik dengan gejala berupa bercak berwarna abu-abu putih disepanjang tulang daun. Gejala ini tampak jelas pada stadia pembentukan anakan, dimana kejadian penyakit meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman dan memuncak pada stadia pembungaan. (Gnamickan et al, (1999). Tabel 1. Respon Tanaman Padi Aromatik Lokal Enrekang terhadap Isolat Bakter Xoo-003 NO

Jenis Padi Aromatik

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pare Mansur Pulu Lotong Pulu Mandoti Pare Lambau Pare Pinjan Parrilea Pare Solo Pare Kamida Mekongga

7 hari setelah inokulasi Luas Skor Kategori Gejala pd daun(%) 0 0 Sangat tahan 3,33 1 Tahan 16,67 5 sedang 20 5 sedang 3,3 1 Tahan 0 0 Sangat Tahan 0 0 Sangat Tahan 3,33 1 Tahan 20 5 sedang

14 hari setelah inokulasi Luas Skor Kategori Gejala pd daun (%) 43.5 7 Agak Rentan 42.73 7 Agak Rentan 38.59 7 Agak Rentan 33.32 7 Agak Rentan 38.9 7 Agak Rentan 59.36 9 Sangat Rentan 55.13 9 Sangat Rentan 65.48 9 Sangat Rentan 46.72 7 Agak Rentan

Hasil pengamatan terhadap gejala serangan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi setelah diinokulasi dengan isolate Bakteri Xoo-003 menunjukkan gejala yang bervariasi. Pada umur 7 hari setelah inokulasi, ada tiga jenis padi, yaitu Pare Mansur, Parrilea dan Solo, belum menunjukkan adanya gejala penyakit hawar daun bakteri, dan ada 5 jenis padi aromatik yaitu Pulu Lotong, Pulu Mandoti, Pare Lambau, Pare Pinjan dan Pare Kamida serta Mekongga (kontrol) menunjukkan gejala penyakit BLB pada daun yang telah digunting (Tabel 1). Tingkat gejala padi yang terinfeksi BLB bervariasi mulai dari sangat tahan, tahan dan sedang. Sel bakteri Xoo tumbuh dan berkembangbiak sangat cepat. Pada awal pertumbuhannya, baik pada daun padi varietas tahan maupun rentan, dalam waktu 2-4 hari sel bakteri berkembang biak dari 10- 104 menjadi 107-108 sel/ml. Selanjutnya, perkembangan Xoo pada daun padi varietas tahan lebih lambat dibandingkan pada daun varietas rentan. Hal ini merupakan dampak dari ketahanan varietas terhadap perkembangan penyakit di lapangan (Kadir, 2009). Ketahanan padi aromatik lokal terhadap penyakit BLB pada umur 14 hari setelah inokulasi menunjukkan adanya perubahan tingkat ketahanan. Pada umur 7 hari setelah inokulasi, varietas Pare Mansur, Parrilea dan Pare Solo belum menunjukkan gejala, namun pada hari ke 14 setelah inokulasi, pare Mansur menunjukkan gejala kerusakan sebesar 43,5% (agak rentan), varietas parrilea menunjukkan kerusakan sebesar 59,36% (sangat rentan), dan pare solo menunjukkan kerusakan sebesar 55,13% (sangat rentan). Adanya perubahan ketahanan padi terhadap isolat Xoo

397

disebabkan karena bakteri ini sangat mudah membentuk strain baru. Perkembangan penyakit hawar daun bakteri sangat dipengaruhi oleh lingkungan yaitu iklim. Penyebaran penyakit ini meluas dengan adanya hujan lebat disertai angin yang mengakibatkan terjadinya pelukaan pada daun akibat bergesekan (Semangun, 1993).

Tabel 2. Pengelompokan Padi Berdasarkan Skoring ketahanan Terhadap Isolat Xoo-003 pada umur 1 minggu setelah inokulasi SKOR

KATEGORI

JENIS PADI

0 1 3 5 7 9

Sangat Tahan Tahan Agak Tahan Sedang Agak Rentan Sangat Rentan

Pare Mansur, Parrile, Pare Solo Pulu lotong, Pare Pinjan, Pare Kamida, Pulu Mandoti, Lambau, Mekongga -

Tabel 3. Pengelompokan Padi Berdasarkan Skoring ketahanan Terhadap Isolat Xoo-003 pada umur 2 minggu setelah inokulasi SKOR

KATEGORI

JENIS PADI

0 1 3 5 7

Sangat Tahan Tahan Agak Tahan Sedang Agak Rentan

Pare Mansur, Pulu Lotong, Pulu Mandoti, Pare Lambau, Pare Pinjan, Mekongga

Sangat Rentan

Parrilea, Pare Solo, Pare Kamida

9

4. KESIMULAN DAN SARAN Kesimpulan Ketahanan padi aromatik lokal Enrekang terhadap penyakit hawar daun bakteri berada pada kategori agak rentan yaitu varietas Pare Mansur, Pulu Lotong, Pulu Mandoti, Pare Pinjan, Pare Lambau dan kategori sangat rentan adalah Parrilea, Pare Solo dan Pare Kamida

DAFTAR PUSTAKA Bradury, J.F. (1986). Xanthomonas. In: Guide to Plant Pathogenic Bacteria. CAB International Mycological Institute, Slough, England. Dardick, C., da Silva, F. G., Shen, Y., and Ronald, P. (2003). Antagonistic Interactions Between Strains of Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Phytopathology 93:705-711 EPPO. (2007). Xanthomonas oryzae. Bulettin OEOBulettin 37, 543-553 Herlina L dan Silitonga, (2011). Seleksi Lapang Ketahanan Beberapa Varietas Padi terhadap Infeksi Hawar Daun Bakteri Strain IV dan VIII. Buletin Plasma Nutfah Vol.17 No.2 IRRI. (2003). Bacterial leaf blight. (Online). http://www.knowledgebank. irri.org/riceDoctor _MX/fact sheets/diseases/ Bacterial_leaf_blight.htm Masniawati A, Satrianti A Syaiful, Hajrial Aswidinnoor. (2005). Karakterisasi Molekuler dan Analisis Statbilitas Sifat Aromatik Plasma Nutfa Padi Aromatik Sulawesi Selatan. Laporan Hibah Pekeri, Dikti, Depdiknas. 398

Kadir, T. S, I. Hanarida, D.W. Utami, S. Koerniati, A.D. Ambarwati, A. Apriana, dan A. Sisharmini. (2009). Evaluasi Ketahanan Populasi Haploid Ganda Silangan IR64 dan Oryzarufipogon Terhadap Hawar daun bakteri pada Stadia Bibit. 15 (1). Buletin Plasma Nutfah. Ou S.H. (1985). Rice Disease 2nd. Commonwealth Mycological Institute. Kiew, Surrey, England. Semangun, H. (1993). Penyakit-penyakit penting tanaman pangan. Gadjah Mada University Press. Schaad, N.W and Jones J.B. and Chun W. (2001). Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteia. (3th Ed.). APPS Press. The American Phytopathological Society . St. Paul. Minnesota. Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. (2004). Pathotype profile of Xanthomoas campestris pv.oryzae,isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Jurnal of agricultural Science, Vol. 5(2): 63-69. Wahyudi, A.T., Meliah dan A.A. Nawangsih. (2011). Xanthomonas oryzae pv. oryzae Bakteri Penyebab Hawar Daun pada Padi: Isolasi, Karakterisasi, dan Telaah Mutagenesis dengan Transposon. Makara Sains 5 no 1; 89-96.

399