“USAHATANI KAKAO DAN TINGKAT EKONOMI PETANI DI

Download Bekerja sebagai petani belumlah cukup untuk membuat rumah tangga menjadi sejahtera jika dilihat dari sektor pendapatan. Para petani berusah...

0 downloads 510 Views 1MB Size
“USAHATANI KAKAO DAN TINGKAT EKONOMI PETANI DI DESA BANJARASRI KECAMATAN KALIBAWANG KABUPATEN KULON PROGO”

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: VERONIKA RENI WIJAYANTI NIM. 06405244038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010

i

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “USAHATANI KAKAO DAN TINGKAT EKONOMI PETANI

DI

DESA

BANJARASRI

KECAMATAN

KALIBAWANG

KABUPATEN KULON PROGO” ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 11 November 2010 Pembimbing

Dr Hastuti, M.Si NIP. 19620627 198702 2 001

ii

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “USAHATANI KAKAO DAN TINGKAT EKONOMI PETANI

DI

DESA

BANJARASRI

KECAMATAN

KALIBAWANG

KABUPATEN KULON PROGO” telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 30 November 2010 dan dinyatakan LULUS.

DEWAN PENGUJI Nama

Jabatan

Tanda tangan

Tanggal

Gunardo R.B., M.Si

Ketua Penguji

......................

..................

Sriadi Setyawati, M.Si

Sekretaris Penguji

......................

..................

Nurhadi, M.Si

Penguji Utama

......................

..................

Dr. Hastuti, M.Si

Penguji Pendamping ......................

..................

Yoyakarta, Desember 2010 Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta Dekan

Sardiman, A.M., M.Pd. NIP. 19510523 198003 1 001

iii

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini: Nama

: Veronika Reni Wijayanti

NIM

: 06405244038

Prodi

: Pendidikan Geografi

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ekonomi

Judul

:“Usahatani Kakao dan Tingkat Ekonomi Petani di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo”

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri, sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atas kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim. Apabila ternyata pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya.

Yogyakarta, 11 November 2010 Penulis,

Veronika Reni Wijayanti

iv

MOTTO

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya” (Matius, 21:22)

Syukuri apa yang ada hidup adalah anugerah Tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasa-Nya Bagi hamba-Nya yang sabar dan tak pernah putus asa (D Masiv)

“Jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini”

v

PERSEMBAHAN

Karya yang sederhana ini ku persembahkan kepada orang-orang yang selalu menjadi semangat di setiap langkahku... •

Tuhan Yesus Kristus Atas limpahan berkat dan karunia-Nya hingga bisa sampai ke titik ini



Mbah Kakung dan Mbah Putri Tercinta Terimakasih atas dukungan dan doa yang dipanjatkan untukku



Kedua orangtuaku, Ayah Yohanes Suwardi dan Ibu Chatarina Nunuk Saryati Terimakasih atas setiap tetes keringat, air mata dan doa demi cita-cita ini



W.B. Putranto dan keluarga Terimakasih atas motivasi dan semangatnya



Sahabat-sahabatku tercinta Restu, Ika, Inha, Putri, Kisti , Rita , Zulfa dan Teja Terimakasih atas dukungan dan canda tawa kalian untukku, kalian penopangku saat aku rapuh



Almamaterku: Universitas Negeri Yogyakarta

vi

USAHATANI KAKAO DAN TINGKAT EKONOMI PETANI DI DESA BANJARASRI KECAMATAN KALIBAWANG KABUPATEN KULON PROGO Oleh : Veronika Reni Wijayanti ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor fisik dan non fisik yang berkaitan dengan usahatani kakao, mengetahui pengelolaan usahatani kakao, mengetahui produksi kakao serta mengetahui tingkat ekonomi petani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah semua petani kakao yang ada di Desa Banjarasri. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 70 kepala rumah tangga yang mempunyai usahatani kakao. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara. Teknik pengolahan data meliputi editing, koding dan tabulasi data, kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kondisi fisik lahan di daerah penelitian yang berkaitan dengan usahatani kakao yaitu kondisi iklim, topografi dan tanah serta sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kakao. (2) Kondisi non fisik yang berkaitan terhadap usahatani kakao di daerah penelitian adalah modal, tenaga kerja, transportasi, pemasaran, fasilitas kredit, teknologi, pengelolaan usahatani kakao serta produktivitas usahatani kakao. (3) Produktivitas kakao di daerah penelitian masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya produktivitas dan pendapatan yang diperoleh dari usahatani kakao. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,28% responden hanya memproduksi kurang dari 50 kg kakao kering/tahun per 1000 m2. Pendapatan bersih yang diperoleh petani sebesar Rp 1.536.100,00 per 1000 m2 luas lahan. Rendahnya produktivitas dan pendapatan tersebut disebabkan karena adanya gangguan dari hama dan penyakit. (4) Tingkat kemiskinan rumah tangga responden 15,71% termasuk dalam kategori paling miskin, 2,86% termasuk dalam kategori rumah tangga miskin sekali, 7,14% termasuk dalam kategori rumah tangga miskin dan 74,29% responden termasuk ke dalam kategori di atas garis kemiskinan. (5) Tingkat kesejahteraan rumah tangga responden 14,29% termasuk dalam kategori pra sejahtera, 61,43% termasuk dalam kategori sejahtera tahap I, 17,14% termasuk dalam kategori sejahtera tahap II, 1,43% termasuk dalam kategori sejahtera tahap III dan 5,71% termasuk dalam kategori sejahtera tahap III Plus.

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis sanggup menyelesaikan skripsi yang berjudul “Usahatani Kakao dan Tingkat Ekonomi Petani di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo”. Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Ibu Suparmini, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan kemudahan dalam penelitian. 3. Bapak Nurhadi, M.Si sebagai penguji yang telah membimbing penulis dengan penuh ketelitian. 4. Ibu Dr Hastuti, M.Si yang senantiasa memberikan nasehat-nasehatnya dan telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian. 5. Bapak Gunardo R.B, M.Si selaku penasihat akademik yang telah memberikan nasehat-nasehat yang sangat berguna.

viii

6. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Geografi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 7. Mas Agung Yulianto yang telah membantu penulis dalam mengurus surat perijinan. 8. Badan Perencanaan Daerah Propinsi DIY atas ijin penelitian. 9. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Kulon Progo beserta seluruh staf atas ijin penelitian serta berbagai informasi data bagi kelengkapan penelitian. 10. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo beserta staf atas ijin penelitian. 11. Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kalibawang atas berbagai informasi data bagi kelengkapan penelitian. 12. Camat Kecamatan Kalibawang beserta staf atas ijin penelitian. 13. Kepala Desa Banjarasri beserta seluruh staf atas ijin penelitian serta berbagai informasi data bagi kelengkapan penelitian. 14. Seluruh petani kakao di Desa Banjarasri yang telah memberi keterangan dan data guna melengkapi skripsi ini. 15. Keluarga besar Geografi 2006 yang tidak mungkin disebutkan satupersatu

terimakasih

atas

segala

keceriaannya selama ini.

ix

dukungan,

kebersamaan

dan

16. Temen-temen Boro Wetan, Kepiton, Tosari atas semangat dan kerjasamanya selama ini. 17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga apa yang telah mereka lakukan mendapatkan balasan yang sempurna dan setimpal dari Tuhan Yesus Kristus. Dalam penulisan skripsi ini tentunya masih banyak kekurangan, oleh karena itu sumbangsih saran kritik sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin

Penulis,

Veronika Reni Wijayanti

x

DAFTAR ISI

Hal JUDUL …………………………………………………………………………..

i

PERSETUJUAN ………………………………………………………………...

ii

PENGESAHAN …………………………………………………………………

iii

PERNYATAAN ………………………………………………………………...

iv

MOTTO …………………………………………………………………............

v

PERSEMBAHAN ……………………………………………………….............

vi

ABSTRAK ………………………………………………………………………

vii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..

viii

DAFTAR ISI …………………………………………………………….............

xi

DAFTAR TABEL ……………………………………………………….............

xvi

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………

xviii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….

xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………...

1

B. Identifikasi Masalah ……………………………………………………..

4

C. Pembatasan Masalah …………………………………………….............

5

D. Rumusan Masalah ……………………………………………….............

6

E. Tujuan Masalah ………………………………………………….............

6

F. Manfaat Masalah ………………………………………………………...

7

xi

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori ……………………………………………………………..

8

1. Geografi Pertanian …………………………………………………..

8

2. Usahatani …………………………………………………….............

9

a. Faktor Fisik yang Mempengaruhi Usahatani Kakao ……............

11

b. Faktor Non Fisik yang mempengaruhi Usahatani Kakao .............

17

3. Pengelolaan Tanaman Kakao ………………………………………..

22

4. Tingkat Ekonomi Petani …………………………………………….

32

B. Penelitian yang Relevan …………………………………………………

40

C. Kerangka Berpikir ……………………………………………….............

45

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ………………………………………………………..

48

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel …………............

49

C. Populasi Penelitian ………………………………………………………

51

D. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………………...

52

E. Metode Pengumpulan Data ……………………………………………...

52

F. Teknik Pengolahan Data ………………………………………………...

53

G. Teknik Analisis Data …………………………………………….............

54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian ……………………………………………..

56

1. Letak, Luas dan Batas ……………………………………….............

56

2. Keadaan Topografi dan Tanah ………………………………………

58

3. Tata Guna Lahan …………………………………………….............

58

xii

4. Kondisi Klimatologis ………………………………………………..

60

a. Tipe Curah Hujan ………………………………………………..

60

b. Temperatur ………………………………………………………

64

5. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ………………………

66

6. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ………………...

67

7. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian …………..............

68

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan………………………………………...

69

1. Karakteristik Responden …………………………………….............

69

a. Umur ……………………………………………………………..

69

b. Jenis Kelamin ……………………………………………………

70

c. Status Perkawinan ……………………………………….............

70

d. Tingkat Pendidikan …………………………...............................

71

e. Jumlah Tanggungan Rumah Tangga …………………………….

72

f. Sebaran Petani Kakao di Desa Banjarasri ……………………….

74

g. Pekerjaan Pokok …………………………………………………

74

h. Pekerjaan Sampingan ……………………………………………

75

i. Lama Bekerja Responden ……………………………………….

76

2. Faktor Fisik dan Faktor Non Fisik yang Mempengaruhi Usahatani Kakao ……………………………......................................................

77

a. Faktor Fisik ……………………………………………………...

77

b. Faktor Non Fisik ………………………………………………...

78

1) Modal ………………………………………………………..

78

2) Jumlah Tenaga Kerja ………………………………………..

81

xiii

3) Pemasaran …………………………………………………...

81

4) Transportasi ………………………………………….............

82

5) Layanan Kredit ………………………………………………

83

6) Teknologi ……………………………………………............

83

3. Usahatani Kakao …………………………………………………….

85

a. Deskripsi Buah Kakao …………………………………………..

85

b. Pengelolaan Usahatani Kakao …………………………………...

85

1) Pembibitan Tanaman Kakao ………………………………...

85

2) Pengolahan Lahan Pertanaman ……………………………...

86

3) Penanaman …………………………………………………..

88

4) Pemupukan …………………………………………………..

88

5) Pemeliharaan Tanaman ……………………………………...

91

6) Pengendalian Hama dan Penyakit …………………………...

93

7) Panen dan Pengolahan Pasca Panen Biji Kakao …….............

95

4. Produktivitas Kakao …………………………………………………

97

a. Jumlah Produksi Kakao dalam Satu Tahun ……………………...

97

b. Biaya Produksi Kakao dalam Satu Tahun ……………………….

98

1) Jumlah Biaya Tenaga Kerja untuk Satu Tahun ……………...

98

2) Jumlah Biaya Sarana Produksi untuk Satu Tahun …………..

99

c. Produksi Kakao dalam Satu Tahun ……………………………...

100

d. Hubungan Jumlah Produksi dengan Pendapatan Petani Kakao …

101

e. Hambatan Usahani Kakao di Desa Banjarasri …………………..

103

1) Hambatan Modal …………………………………….............

103

xiv

2) Hambatan Kekurangan Air …………………………………..

103

3) Hambatan Penyakit Menjadi Hambatan Dalam Usahatani Kakao ………………………………………...........................

104

4) Hambatan Keterbatasan Waktu Pengelolaan ………………..

104

5. Tingkat Ekonomi Petani …………………………………………….

105

a. Pendapatan ………………………………………………………

105

1) Pendapatan dari Usahatani Kakao …………………………...

106

2) Pendapatan Pertanian …………………………......................

106

3) Pendapatan Ternak ……………………………......................

107

4) Pendapatan Non Pertanian ……………………......................

107

5) Total Pendapatan Rumah Tangga …………………………...

108

b. Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Petani Kakao ……………..

109

c. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Kakao …………...

111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……………………………………………………………...

112

B. Saran …………………………………………………………………….

115

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..

117

LAMPIRAN …………………………………………………………………….

119

xv

DAFTAR TABEL

Tabel

Hal

1. Zona Iklim Berdasarkan Scmidt-Fergusson …………………………..

13

2. Penelitian Yang Relevan ……………………………………………...

43

3. Tata Guna Lahan Desa Banjarasri …………………………….............

60

4. Zona Iklim Berdasarkan Scmidt-Fergusson …………………………..

61

5. Curah Hujan Desa Banjarasri Tahun 2000-2009 ……………………...

62

6. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ………………………..

66

7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ………..................

67

8. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Banjarasri…...

68

9. Umur Petani Kakao Desa Banjarasri ……….........................................

69

10. Jenis Kelamin Petani Kakao Desa Banjarasri …………......................

70

11. Status Perkawinan Petani Kakao ……………………….....................

71

12. Tingkat Pendidikan Petani Kakao …………………………………...

71

13. Jumlah Tanggungan Rumah Tangga Petani Kakao ………….............

72

14. Sebaran Petani Kakao di Desa Banjarasri …………………………...

74

15. Pekerjaan Pokok Petani Kakao ………………………………………

75

16. Pekerjaan Sampingan Petani Kakao …………………………………

75

17. Lama Bertani Kakao …………………………………………………

76

18. Hubungan Luas Kepemilikan Lahan Pertanian Kakao dengan Jumlah Pohon Kakao ………………...................................................

79

19. Modal Awal Usahatani Kakao di Desa Banjarasri …………………..

80

20. Asal Modal Untuk Usahatani Kakao di Desa Banjarasri ……………

80

2

21. Jumlah Tenaga Kerja per 1000 m .......................................................

81

22. Pemasaran Hasil Usahatani Kakao ………………………..................

82

23. Jenis Transportasi ……………………………………………………

82

24. Sumber Informasi Mengenai Usahatani Kakao ……………………...

84

25. Asal Bibit Kakao ………………………………………….................

86

26. Pohon Penaung ………………………………………………………

87

xvi

27. Responden yang Melaksanakan Pemupukan ……………...................

89

28. Jenis Pupuk yang Digunakan Responden ……………………............

89

29. Dosis Pemupukan Kakao di Desa Banjarasri/th/batang ......................

90

30. Pelaksaan Pengairan ……………………………………....................

91

31. Sumber Pengairan …………………………………………................

92

32. Hama Penyakit yang Menyerang Kakao di Desa Banjarasri ……………………………………………………………..

94

33. Frekuensi Pemanenan …………………………………......................

95

34. Jumlah Produksi Kakao Dalam Satu Tahun …………………………

98

35. Jumlah Biaya Tenaga Kerja Untuk Satu Tahun …………..................

99

36. Jumlah Biaya Sarana Produksi Untuk Satu Tahun ………..................

100

37. Produktivitas Kakao Dalam Satu Tahun ……………….....................

101

38. Hubungan Jumlah Produksi dengan Pendapatan Petani Kakao ……..

102

39. Hambatan Modal Dalam Usahatani Kakao di Desa Banjarasri………

103

40. Hambatan Kekurangan Air Dalam Usahatani Kakao di Desa Banjarasri …………………………………………………………….

103

41. Hambatan Hama Penyakit Dalam Usahatani Kakao di Desa Banjarasri …………………………………………………………….

104

42.Pendapatan Usahatani Kakao, Pertanian, Peternakan dan Non Pertanian ……………………………………………………………..

105

43. Total Pendapatan Rumah Tangga ………………………....................

109

44. Tingkat Kemiskinan …………………………………………………

110

45. Tingkat Kesejahteraan ………………………………….....................

111

2

46. Produktivitas Kakao di Desa Banjarasri per 1000 m /tahun ………...

129

47. Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Petani Kakao …………………

131

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Hal

1. Kerangka Berpikir …………………………………………………...

47

2. Peta Administrasi Desa Banjarasri …………………………………..

57

3. Peta Penggunaan Lahan Desa Banjarasri ……………………………

59

4. Tipe Curah Hujan Desa Banjarasri Menurut Scmidt-Fergusson …….

63

5. Tipe Iklim Desa Banjarasri Menurut Koppen ……………………….

66

6. Peta Persebaran Petani Kakao ………………………….....................

73

7. Bibit Kakao …………………………………………………………..

86

8. Buah Kakao yang Rusak Akibat Hama ……………………………...

95

9. Kakao Siap Panen ……………………………………………………

96

10. Penjemuran Biji Kakao ……………………………………………..

97

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1.

Pedoman Wawancara

119

………………………………………………. 2.

Tabel 46. Produktivitas 2

Kakao di Desa Banjarasri per 1000 m /tahun

129 131

……………………………………………………………. 3.

Tabel 47. Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Petani Kakao ……...

4.

Ijin Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta ………………………………………………………….

5.

Ijin BAPPEDA Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ……………

6.

Ijin Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo …………..

7.

Ijin Pemerintahan Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang ……….

xix

133 134 135 137

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara agraris lebih kurang 60% penduduknya bekerja dalam bidang pertanian (Abbas Tjakra Wiralaksana dan M. Cuhaya Soeriatatmadja, 1983:3). Pertanian, budidaya tanaman dan ternak menjadi kebudayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pertanian mempunyai peran penting dalam perekonomian bangsa Indonesia. Pertanian merupakan pendapatan utama dan sumber devisa negara. Pertanian merupakan hasil interaksi komponen manusia dengan alam sekitarnya. Suatu tanaman mempunyai daya adaptasi pada alam atau kondisi fisik tertentu sehingga tidak semua tanaman dapat diusahakan pada suatu daerah tertentu. Iklim merupakan faktor lingkungan yang tidak dapat dikuasai oleh manusia sehingga sering disebut faktor pembatas. Faktor iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan, dan kecepatan angin. Faktor iklim berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas produksi. Sektor pertanian merupakan sektor yang mampu bertahan dalam kondisi apapun, termasuk saat krisis ekonomi melanda berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Sektor pertanian ikut berperan penting dalam pemulihan ekonomi di Indonesia. Sektor pertanian juga menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.

1

2

Kakao (Thebroma cacao) atau cokelat merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Perkebunan kakao pada tahun 2002 telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta (www.depperin.go.id/PaketInformasi/Kakao/kakao.pdf). Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914,051 ha. Sebagian besar (87,4%) perkebunan kakao dikelola oleh rakyat, 6,0% perkebunan besar negara dan 6,7% perkebunan besar swasta. Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d’Ivoire) pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003 (http://www.litbang.deptan.go.id /special/komoditas/b4kakao).

Kualitas kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia apabila dilakukan fermentasi dengan baik (www.depperin.go.id/PaketInformasi/Kakao/kakao.pdf). Kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga

3

cocok digunakan sebagai campuran. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka.

Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi bisa berpengaruh terhadap perluasan areal perkebunan kakao Indonesia yang diperkirakan akan terus berlanjut. Perkebunan kakao perlu dibangun agar dapat memberikan produktivitas yang tinggi.

Pengembangan budidaya kakao masih mengalami beberapa hambatan. Hambatan yang paling terasa adalah serangan hama dan penyakit serta sumber daya manusia yang kurang/rendah. Sebagian besar petani kakao hanya mendapatkan keahlian bercocok tanam kakao yang diwariskan dari pendahulu mereka dan masih bersifat tradisional. Perkebunan kakao di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor maupun petani untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.

Desa Banjarasri terletak di daerah Pegunungan Menoreh dengan lingkup masyarakat desa yang sebagian besar mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Tenaga kerja yang bekerja di bidang pertanian memperoleh penghasilan

4

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga.

Sebagian besar petani di Desa Banjarasri menanam kakao hanya di pekarangan rumahnya saja. Aktivitas bertani kakao bagi sebagian besar petani merupakan usahatani sampingan setelah bertani padi. Hal ini menyebabkan produksi pertanian kakao belum maksimal, padahal harga kakao kering di pasar stabil antara Rp 15.000,00 – Rp 20.000,00 /kg.

Bekerja sebagai petani belumlah cukup untuk membuat rumah tangga menjadi sejahtera jika dilihat dari sektor pendapatan. Para petani berusaha untuk mempunyai pekerjaan lain guna mencukupi kebutuhan rumah tangga. Selain sebagai petani kakao juga mempunyai pekerjaan lain, usaha tersebut dapat berupa sebagai pedagang, pegawai, dan lain-lain.

Berdasarkan latar belakang ekonomi tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “USAHATANI KAKAO DAN TINGKAT EKONOMI PETANI DI DESA BANJARASRI KECAMATAN KALIBAWANG KABUPATEN KULON PROGO”.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi sejumlah masalah sebagai berikut: 1. Faktor fisik berkaitan dengan usahatani kakao. 2. Faktor non fisik yang berkaitan dengan usahatani kakao antara lain:

5

a. Pengelolaan b. Modal c. Tenaga Kerja d. Transportasi e. Pemasaran f. Fasilitas kredit g. Teknologi yang digunakan 3. Faktor penghambat usaha tani kakao antar lain: a. Serangan hama dan penyakit b. Sumber daya manusia yang masih kurang/rendah 4. Pengelolaan usahatani kakao yang masih tradisional. 5. Produksi usahatani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang belum maksimal. 6. Belum diketahuinya tingkat ekonomi petani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.

C. Pembatasan Masalah Berdasarkan masalah-masalah yang telah teridentifikasi di atas, maka peneliti tertarik untuk memfokuskan penelitiannya pada: 1. Faktor fisik dan non fisik yang berkaitan dengan usahatani kakao. 2. Pengelolaan usahatani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang yang belum optimal.

6

3. Produksi usahatani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang yang belum maksimal. 4. Belum diketahuinya tingkat ekonomi petani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.

D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, peneliti menentukan rumusan masalah penelitiannya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah keterkaitan faktor fisik dan non fisik untuk usahatani kakao? 2. Bagaimana pengelolaan usahatani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang? 3. Bagaimana produksi usahatani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang? 4. Bagaimana tingkat ekonomi petani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo?

E. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi faktor fisik dan non fisik yang berkaitan dengan usahatani kakao. 2. Mengetahui pengelolaan usahatani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang. 3. Mengetahui produksi kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.

7

4. Mengetahui tingkat ekonomi petani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.

F. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Menambah pengetahuan di bidang pertanian terutama untuk mata kuliah Geografi Pertanian, Geografi Desa, dan Geografi Ekonomi. b. Menambah wawasan pengetahuan dan perbendaharaan usaha tani terutama kakao. c. Sebagai acuan atau pertimbangan bagi peneliti sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai masukan alternatif tanaman budidaya bagi petani di Desa Banjarasri. b. Sebagai masukan strategi pengembangan pertanian kakao yang sudah ada di Desa Banjarasri. 3. Manfaat dalam bidang pendidikan Berdasarkan kurikulum mata pelajaran IPS SMP kelas VII, menjadi bahan pengayaan pada Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan pola kegiatan ekonomi penduduk, penggunaan lahan, dan pola permukiman berdasarkan kondisi fisik permukaan bumi.

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori 1. Geografi Pertanian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan menggunakan pendekatan keruangan,

kelingkungan

dan

kewilayahan.

Menurut

Nursid

Sumaatmaja (1981: 52), pembahasan geografi meliputi tiga kelompok besar yakni geografi fisik, geografi manusia dan geografi regional. Penelitian ini termasuk dalam geografi pertanian yang merupakan sub cabang geografi ekonomi yang termasuk dalam pembahasan geografi manusia. Geografi manusia merupakan cabang geografi yang bidang studinya yaitu aspek keruangan gejala di permukaan bumi yang mengambil manusia sebagai objek pokok. Geografi ekonomi adalah cabang dari geografi manusia yang bidang studinya berupa struktur keruangan aktifitas ekonomi. Berdasarkan analisa geografi ekonomi, faktor lingkungan alam ditinjau sebagai faktor pendukung (sumber daya) dan penghambat struktur aktifitas ekonomi penduduk (Nursid Sumaatmaja, 1981: 53-54).

8

9

2. Usaha Tani Usaha tani adalah kesatuan organisasi antara faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen yang bertujuan untuk memproduksi komoditas pertanian. Usaha tani sendiri pada dasarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dan alam di mana terjadi saling mempengaruhi antara manusia dan alam sekitarnya (Abdoel Djamali, 2000 : 104). Menurut Whynne dan Hammond (1985:71) pertanian dapat diidentifikasikan: Various type of farming can be identified. Some types are ‘backward’, some ‘anvanced’; some produce food for local needs, others for national, or even international, markets; and some provide raw materials for industry. Some are highly mechanised, others preserve elementary methods of hand ploughing and manual reaping. Some types involve a variety of crops and animals,others are devoted to a single main product . Inti dari identifikasi pertanian tersebut adalah pertanian merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan lokal penduduk baik yang berada di tingkat pedesaan maupun di tingkat perkotaan pada suatu negara. Di samping itu, pertanian difungsikan juga untuk masukan bahan mentah bagi perindustrian yang ada. Pertanian dapat dilakukan dengan menggunakan mesin ataupun dengan cara manual, seperti menggunakan bantuan hewan dan bertujuan untuk menghasilkan bahan kebutuhan pokok. Bachtiar

Rivai

1980

dalam

Fadholi

Hernanto

(1996:7)

mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan

10

modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Tata laksana pertanian berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis, maupun territorial sebagai pengelolanya. Usaha tani pada umumnya dilaksanakan pada areal yang sempit yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Usaha tani cukup dilaksanakan oleh petani sendiri, adapun tenaga dari luar hanya sebagai bantuan, khususnya untuk kegiatan atau pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih dari potensi tenaga kerja yang dimiliki petani (Fadholi Hernanto, 1996 : 16). Whynne dan Hammond (1985:79) mengungkapkan dalam aktivitas ekonomi penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor fisik yang meliputi : Iklim yang terdiri dari suhu, curah hujan, radiasi sinar matahari dan angin, topografi, tanah, air. Faktor non fisik (human factor) meliputi : modal, tenaga kerja, transportasi, pemasaran, layanan kredit dan teknologi. Penggunaan lahan harus ditentukan oleh kebijakan proses yaitu dengan memadukan antara kebiasaan dan perubahan

elemen.

Kebijakan

dipergunakan

untuk

aktivitas

pengelolaan tanaman (dipengaruhi oleh persiapan, pemupukan, pembibitan, pemberantasan hama, tenaga kerja, alat pertanian dan pengorganisasian) yang nantinya akan berpengaruh pada pendapatan perkapita. Pendapatan bisa berdampak pada kemiskinan dan atau kesejahteraan. Kesejahteraan petani bisa terjadi jika ada inovasi-

11

inovasi baru dalam pertanian sedangkan kemiskinan akan terjadi pada petani jika tidak ada inovasi-inovasi baru atau stagnasi. Saat ini usahatani menjadi sangat penting terutama dalam lingkup pembangunan nasional karena dengan adanya usahatani bisa menyerap tenaga kerja. Usahatani menjadi andalan swasembada pangan dan penyedia komoditi jadi maupun bahan industri untuk dalam negeri maupun ekspor. Sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya terhadap usahatani di masa kini maupun masa depan. Penduduk Indonesia adalah penopang pembangunan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, kesejahteraan dan keadilan sosial. a. Faktor Fisik yang Mempengaruhi Usahatani Kakao 1) Keadaan Iklim Iklim secara langsung mempengaruhi suhu tanah dan hubungannya dengan lengas tanah serta tidak langsung melalui

tumbuhan.

Faktor

iklim

yang

penting

bagi

pertumbuhan tanaman kakao meliputi: a) Sinar matahari Matahari adalah sumber energi pada peristiwa terjadi dalam atmosfer yang dianggap penting bagi sumber

kehidupan.

Matahari

memancarkan

atau

meradiasikan sinar yang pada umumnya mempunyai gelombang pendek, sedangkan dari bumi dipancarkan

12

sinar dengan gelombang panjang. Bagian radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi disebut insolasi. Sinar matahari merupakan sumber energi yang menyebabkan tanaman dapat membentuk gula, peristiwa itu disebut fotosintesis. Tanpa bantuan sinar matahari tanaman tidak dapat memasak makanan yang diserap dari dalam tanah, yang berakibat tanaman akan menjadi lemah atau akan mati (AAK, 2007: 18). b) Suhu Suhu atau temperatur adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat Celcius ( oC), sedangkan di Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan dalam derajat Fahrenheit ( oF ) (Ance Gunarsih K, 2006 : 9). Fluktuasi suhu musiman untuk masing-masing lokasi di wilayah Indonesia sangat kecil. Variasi suhu di Indonesia lebih dipengaruhi oleh ketinggian tempat (altitude). Suhu maksimal di Indonesia menurun sebesar 0,6oC untuk setiap kenaikan elevasi setinggi 100 meter, sedangkan suhu minimum menurun 0,5oC per kenaikan elevasi 100 meter suhu maksimal tertinggi umumnya tercapai pada sekitar bulan Oktober (pada akhir musim

13

kemarau) dan suhu minimum terendah tercapai pada sekitar bulan Juli dan Agustus (Benyamin Lakitan,2004 : 104). c) Curah hujan Curah hujan adalah jumlah air yang turun pada waktu tertentu. Tingkat curah hujan pada pertanian akan berpengaruh terhadap jenis tanaman yang dibudidayakan dan teknik pengairan yang digunakan. Schmidt Fergusson mengklasifikasikan iklim berdasarkan nisbah (Q) jumlah bulan kering dan bulan basah dalam satu tahun.

Berdasarkan nilai Q ini maka wilayah Indonesia terbagi menjadi 8 zona iklim. Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Fergusson dapat dilihat pada tabel

pada

halaman berikut: Tabel 1. Zona Iklim Berdasarkan Schmidt – Fergusson Tipe Nilai Q (%) Arti Simbol Hujan A 0 ≤ Q < 0,143 Sangat basah B 0,143≤ Q < 0,333 Basah C 0,333 ≤ Q < 0,600 Agak basah D 0,600 ≤ Q < 1,000 Sedang E 1,000 ≤ Q < 1,670 Agak kering F 1,670 ≤ Q < 3,000 Kering G 3,000 ≤ Q < 7,000 Sangat kering H 7,000 ≤ Q < Luar biasa kering Sumber: Ance Gunarsih Kartasapoetra, 2006

14

d) Kecepatan angin Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat lain secara horizontal. Massa udara adalah udara dalam ukuran yang sangat besar yang mempunyai sifat fisik (temperatur dan kelembaban) yang seragam dalam arah yang horizontal. Angin merupakan unsur penting bagi tanaman. Angin dapat mengatur penguapan/temperatur, membantu penyerbukan, membawa uap air, dan membawa gas-gas yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. 2) Tanah Menurut Suripin (2004: 43-53) secara fisik, tanah terdiri dari pertikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran. Partikel-partikel tersebut tersusun dalam bentuk matriks yang pori-porinya kurang lebih 50%, sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi oleh udara. Secara esensial, semua penggunaan tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah. Sifat fisik tanah yang berpengaruh meliputi: tekstur, struktur, infiltrasi, dan kandungan bahan organik. a) Tekstur tanah Batuan dan mineral yang mengalami pelapukan baik secar fisik maupun kimia menghasilkan partikel dengan berbagai macam ukuran, mulai dari ukuran batu, kerikil

15

(gravel), pasir, lempung sampai liat. Penggolongan material tanah meliputi partikel mineral yang mempunyai diameter lebih kecil dari 2 mm, atau lebih kecil dari kerikil. Partikel tanah meliputi pasir, lempung atau geluh, dan liat. Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif dari berbagai golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi liat, lempung dan pasir. b) Struktur tanah Struktur tanah digunakan untuk menerangkan susunan partikel-partikel tanah. Sruktur tanah terdiri dari struktur makro dan struktur mikro. Sruktur makro adalah susunan agregat-agregat tanah satu dengan lainnya, sedangkan struktur mikro adalah penyusunan butir-butir primer tanah (pasir, lempung dan liat) menjadi partikel sekunder yang disebut peds, atau agregat. Berdasarkan tipe dan kedudukan agregat, struktur mikro dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: remah-lepas, remah-sedang, lekat-lengket. c) Infitrasi Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah

melalui

permukaan

tanah

secara

vertikal.

Sedangkan banyaknya air yang masuk melalui permukan

16

tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju infiltrasi. Nilai laju infiltrasi sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk melewatkan air dari permukaan tanah secara vertikal. d) Kandungan Bahan Organik Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah atau lapisan tanah atas (top soil). Jumlah bahan organik ini tidak besar, berkisar 3-5 persen, tetapi memegang peranan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah, dan dalam bidang pertanian, terutama bagi pertumbuhan tanaman. Pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman adalah: 1) Sifat granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah 2) Sumber unsur hara, yaitu N, P, S, unsur mikro dan lain-lain. 3) Menambah kemampuan tanah untuk menahan air. 4) Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsurunsur hara, kapasitas tukar kation menjadi tinggi. 5) Sumber energi bagi mikro-organisme. e) Relief Lahan Menurut Baver (1956) dalam Suripin (2004: 55) derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat yang utama dari topografi yang mempengaruhi erosi.

17

Semakin curam dan makin panjangnya lereng maka makin besar pula kecepatan aliran air permukaan dan bahaya erosi (Tjwan, 1968 dalam Suripin 2004: 55). Tanah

yang

datar

atau

landai

mempunyai

kecepatan aliran air lebih kecil dibandingkan dengan tanah yang miring. Topografi miring memperparah berbagai erosi air, sehingga dapat membatasi dalamnya solum. Topografi yang datar air hujannya banyak yang meresap ke dalam tanah dan menyebabkan terjadinya proses hidrolisa dan pencucian. Bahan induk yang tidak dapat atau sukar dirembesi air, maka tanah yang terdapat di atasnya untuk jangka waktu tertentu akan tetap lembab atau basah asalkan mempunyai curah hujan yang lebih besar daripada penguapan air dari dalam tanah. b. Faktor Non Fisik yang Mempengaruhi Usahatani Kakao Menurut Fadholi Hernanto (1996: 64-95), faktor non fisik yang mempengaruhi usahatani kakao adalah sebagai berikut: 1) Modal Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Menurut pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga

18

kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Pada usahatani yang dimaksud dengan modal adalah : a) Tanah b) Bangunan-bangunan c) Alat-alat pertanian d) Bahan-bahan pertanian e) Tanaman, ternak, dan ikan dalam kolam f) Piutang di bank g) Uang tunai Modal berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap dapat diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Modal tetap meliputi tanah bangunan. Modal bergerak meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di lapangan. Jenis modal ini habis atau dianggap habis dalam satu periode produksi. Berdasarkan

sumbernya,

dibedakan menjadi: a)

Milik sendiri.

b)

Pinjaman atau kredit

c)

Hadiah warisan

d)

Dari usaha lain.

sumber

modal

dapat

19

e)

Kontrak sewa.

2) Tenaga Kerja Tenaga kerja manusia dibedakan berdasarkan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasar tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh: a) Umur b) Pendidikan c) Keterampilan d) Pengalaman e) Tingkat kecukupan f) Tingkat kesehatan g) Faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara: a) Upahan Tenaga kerja upahan bervariasi,bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Upah umumnya tidak rasional karena daya mampu tidak diukur secara jelas, tetapi dihitung sama untuk setiap tenaga kerja. Upah untuk pria berbeda dengan wanita maupun anak-anak. Upah tenaga

20

kerja ini pun berbeda untuk satu dan lain pekerjaan. Pembayaran upah dapat harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan. Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura. b) Sambatan Tenaga kerja luar keluarga dengan sistem sambatan atau tolong-menolong di antara para petani. Umumnya tidak berdasarkan pertimbangan ekonomi. Sistem ini lebih terikat dengan adat-istiadat. Sistem ini mulai ditemukan apabila ada kesulitan tenaga kerja dan ekonomi. c) Arisan Tenaga Kerja Setiap peserta arisan akan mengembalikan dalam bentuk tenaga kerja kepada anggota lainnya. 3) Transportasi Sarana transportasi dan komunikasi yang ada akan memudahkan petani bersentuhan dengan dunia luar seperti pasar. Informasi yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah dapat digunakan petani sebagai bahan pertimbangan dalam usahatani. Perkembangan dunia seperti teknologi dan komunikasi sosial lainnya, akan memudahkan petani sebagai pengelola usahatani. Petani dalam melaksanakan usahatani

21

tidak

akan

hidup

terasing

dalam

keterbatasan

dan

ketidaktahuan. 4) Pemasaran Aspek pemasaran merupakan masalah di luar usaha tani yang perlu diperhatikan. Petani saat ini berada pada posisi lemah dalam penawaran dan persaingan, terutama yang menyangkut penjualan hasil dan pembelian bahan-bahan pertanian. Penentu harga produk tidak pada petani. Petani harus terpaksa menerima apa yang menjadi kehendak dari pembeli dan penjual. Tengkulak memegang peranan yang besar pada aspek penjualan hasil usahatani. 5) Fasilitas kredit Sebagai akibat langkanya modal usahatani, kredit menjadi penting. Pemerintah perlu menyediakan fasilitas kredit kepada petani dengan syarat mudah dicapai (ada di lokasi usahatani). Keadaan yang demikian belum sepenuhnya ada, demikian pula dengan prosedur yang mudah dan suku bunga yang relatif rendah. Alasan petani untuk tidak menggunakan fasilitas kredit yang disediakan pemerintah adalah: belum tahu caranya, tidak ada jaminan, serta bunganya yang dianggap terlalu besar.

22

6) Teknologi yang digunakan Teknologi yang digunakan petani dalam usahatani mempengaruhi pola pertanian maupun produksi. Monsher, 1966: 82 dalam Anita Desi K. (2009) teknologi pertanian berarti cara-cara bertani yang meliputi cara-cara bagaimana para petani menyebarkan benih, memelihara tanaman dan memungut hasil, pemupukan, obat-obat pemberantasan hama. Termasuk juga di dalamnya berbagai kombinasi jenis-jenis usaha oleh para petani agar dapat menggunakan tenaga dan tanahnya dengan baik.

3. Pengelolaan Tanaman Kakao Menurut Tim Bina Karya Mandiri (2009: 43-118), pengelolaan tanaman kakao meliputi proses sebagai berikut: a. Pembibitan Tanaman Kakao Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk mempersiapkan bibit siap tanam. Pembibitan harus sudah disiapkan sebelum pengolahan lahan pertanaman. Bibit yang ditanam tersebut harus memenuhi syarat, baik umurnya maupun ukurannya. Bibit yang baik dan bermutu merupakan salah satu syarat penentu keberhasilan dalam setiap usaha budidaya tanaman. Usaha menyediakan bibit cokelat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut:

23

1) Perbanyakan Secara Generatif (Biji) 2) Perbanyakan Vegetatif a) Menempel (Okulasi) b) Menyambung (Enten) c) Mencangkok b. Pengolahan Lahan Pertanaman Tanah yang dipakai terus menerus untuk menanam dan mengembangkan tanaman tanpa dilakukan pemeliharaan atau perbaikan-perbaikan akan berkurang kesuburannya. Kemunduran tersebut dalam arti kandungan mineralnya menjadi berkurang. Tanaman kakao dapat tumbuh dengan toleransi tinggi, pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian antara 0 – 800 meter. Kakao dapat tumbuh pada berbagai tanah, tetapi dapat tumbuh secara optimal bila tumbuh pada tanah yang memenuhi syarat tumbuh cokelat. Pertumbuhan kakao yang optimal adalah sebagai berikut: 1) Mempunyai curah hujan antara 1.100 – 3.000 mm pertahun yang tidak merata sepanjang tahun. 2) Tanah tidak mengandung cadas keras sehingga akar tidak terganggu. 3) Drainase baik dan permukaan air tanah cukup dalam. Hindari tanah yang berdrainase jelek dan permukaan air

24

tanah dangkal. Tanah berdrainase jelek sebaiknya dibuatkan saluran drainase. 4) Tanah ber-pH antara 5,6 – 6,8. Tanah yang ber-pH rendah sebaiknya dilakukan pengapuran. 5) Jenis tanah latosol lebih disukai, lahan yang agak miring lebih baik daripada lahan yang datar sama sekali. Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis basah, tumbuh di bawah naungan pohon-pohon tinggi. Habitat ini dapat dipertahankan dengan pemberian tanaman penaung. Tanaman penaung sangat dibutuhkan dalam pembudidayaan tanaman kakao. Tanaman kakao muda yang kurang mendapatkan naungan akan mengalami hambatan pertumbuhan, dikarenakan suhu yang tinggi dapat mengakibatkan banyak daunnya yang mengalami nekrosis dan akhirnya rontok. c. Penanaman 1) Membuat Lubang Tanam Lubang tanam dibuat sedikit lebih besar, dengan luas permukaan 60cm x 60cm dan dalamnya 60cm, dengan pertimbangan perakaran tanaman kakao menjadi lebih baik. Penggalian lubang dilakukan sebulan sebelum penanaman dimulai. Ongkokan galian tanah bagian atas (top soil) setebal 20 cm ditaruh disalah satu sisi lubang, dan tanah bagian paling

25

dalam (tanah yang berada lebih dalam dari tanah bagian atas) ditaruh di sisi lainnya. Ditinjau dari segi produksinya, jarak tanam ideal adalah 3m x 3m, atau 4m x 2m, atau 3,5m x 2,5m. Ketiga pilihan jarak tanam tersebut sama saja, bergantung pada jenis tanaman kakao. Jarak tanaman pohon pelindung adalah dua kali jarak tanaman kakao. Hal ini didasarkan pada perhitungan bahwa peranan satu pohon pelindung dapat melindungi 4 pohon kakao dalam area penanaman. 2) Pola Tanam Areal pertanaman kakao yang baik lebih dahulu ditetapkan pola tanamnya. Pola tanam yang baik sangat erat kaitannya dengan keoptimuman jumlah pohon per hektar, peranan pohon pelindung, dan usaha menekan kerugian yang mungkin timbul pada nilai kesuburan lahan serta biaya pemeliharaannya. 3) Memupuk Tanah Galian Lubang Tanam Sebelum penanaman dilakukan, dasar lubang terlebih dahulu dipupuk dan lubang tanam diisi tanah atas secukupnya sampai

mencapai

kedalaman

lubang

setinggi

tempat

pembibitan. Kondisi tanah bagian atas akan benar-benar subur apabila tanah ini dicampur pupuk terlebih dahulu dengan ketentuan 10

26

kg pupuk kandang perlubang. Apabila perlu (bergantung keasaman tanah) bisa juga dicampur dengan kapur pertanian (dolomite) sebanyak 200 gram. Selain dicampurkan dengan tanah, pupuk di atas dapat juga ditanamkan ke tanah sekitar lubang, kira-kira di pinggir lubang dengan kedalaman kurang lebih 10 cm. 4) Kesehatan Bibit Bibit seharusnya sudah diseleksi pada tempat pembibitan sebelum diangkut ke lahan penanaman. Bibit dirawat agar terhindar dari serangan hama dan penyakit. Kesehatan bibit yang sudah terjamin baik dapat dilihat dari pertumbuhannya yang normal. Bibit yang sudah baik itu juga perlu dilatih di lahan pembibitan, yaitu dengan cara membuka naungan dari 25% kemudian 50%, sampai akhirnya semua naungan dibuka. Bibit kakao pada tempat pembibitan biasanya dinaungi, tidak mendapat sinar matahari secara langsung. Sebelum ditanam di area penanaman, bibit harus cukup terbiasa mendapat

sinar

matahari

langsung

karena

pada

areal

pertanaman tidak ada lagi yang menaunginya. 5) Waktu Tanam Penanaman bibit kakao dapat dilakukan dengan melihat hujan yang sudah mulai turun. Lubang tanam yang sudah diuruk dan telah disuburkan itu digali kembali. Tempat

27

penggalian berada di tengah-tengah lubang, kedalamannya diukur dari besar kecilnya tempat bibit (polibag). d. Pemupukan Pemupukan tanaman muda sangat penting agar tanaman tumbuh subur dan sehat sehingga dapat mulai berproduksi pada umur yang normal. Pemupukan pada tanaman akan memperoleh berbagai unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya, baik unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, S) maupun mikro (Fe, Mn, Bo, Mo, Co, Zn, Cl, Co). Pemupukan memang dilakukan terus menerus dan takaran pupuk

disesuaikan

dengan

usia

tanamannya,

dan

aturan

pemupukan harus mengikuti aturan. Rorakan (selokan) perlu dibuat melingkari tanaman kakao dengan batang tanaman sebagai pusat, garis tengah lingkaran dapat berubah-ubah mengikuti pertumbuhan batang. Rorakan dapat dibuat sedalam satu cangkulan (sekitar 20 cm). Tanah cangkulan disisihkan di pinggirannya. Pupuk ditabur merata didalam rorakan selanjutnya rorakan ditutup dengan tanah cangkulan rorakan tersebut. NPK yang dibutuhkan adalah NPK dengan kandungan 15% N, 15% P, 15% K (15 : 15 : 15). Pemberian pupuk dapat diatur, pupuk kandang dulu baru menyusul NPK. Pupuk kandang sebaiknya diberikan sekurang-kurangnya 1 tahun sekali. Tanaman yang sudah berbuah dosis pupuk kandang meningkat sesuai umur

28

dan keadaan tanamannya sampai 3 blek tiap tanaman. Tanaman yang subur pemberian pupuk kandang dikurangi. Pupuk buatan diberikan tiap 3 bulan sekali, tetapi setelah berbuah cukup dua kali setahun sebelum berbunga dan setelah panen. e. Pemeliharaan Tanaman 1) Pengairan Tanaman Waktu pengairan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, saat suhu udara tidak terlalu panas. Pengairan dilakukan sekali atau lebih dalam seminggu bergantung pada keadaan tanah atau musim. 2) Pemangkasan Pohon kakao tidak membutuhkan pemangkasan, kecuali pada cabang dan ranting yang mati, kering, terserang hama atau penyakit. Pohon kakao dari bibit okulasi, enten, atau susuan umumnya telah pendek secara alami. Pemangkasan sebaiknya dilakukan ketika tanaman masih kecil, yakni pada umur 1 – 2 tahun dari saat okulasi, enten atau penyusuan. 3) Pemberantasan Gulma Pemberantasan gulma ada tiga cara, yaitu secara mekanis (manual), kimiawi, dan biologis. a) Pemberantasan gulma secara mekanis atau manual adalah pemberantasan dengan menggunakan alat dan tenaga secara

29

langsung. Alat yang digunakan antara lain sabit, cangkul dan garpu. b) Pemberantasan gulma secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida. c) Pemberantasan gulma secara biologi adalah dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan atau organisme tertentu yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh buruk dari gulma. 4) Perawatan Bunga Kekurangan air dapat mengakibatkan bunga dan buah muda pada musim berbunga menjadi rontok. Kekurangan air dapat diatasi dengan menyiram atau mengairi pohon tanaman itu pada masa pembentukan bunga dimusim kemarau. Kekurangan mineral kalium menyebabkan daya tahan tanaman menurun hingga tidak mampu menghadapi lingkungan yang buruk. Kekurangan mineral dapat diatasi dengan memupuk tanaman dengan pupuk NPK sekitar dua bulan menjelang berbunga. 5) Mengatasi Kelelahan Fisiologi Kakao Kelelahan fisiologis disebabkan karena tanaman buah tersebut memforsir diri selama masa berbuah. Kondisi kelelahan fisiologis dicirikan tanaman kakao menjadi lemah sehingga mudah terserang penyakit. Penanggulangannya

30

dengan cara pemupukan. Pupuk yang paling efisien adalah pupuk daun lengkap yang mengandung unsur makro dan mikro. 6) Pembentukan Tajuk Pohon Kakao Cabang-cabang tanaman yang tumbuh memanjang dan tidak beraturan acapkali berdesak-desakan sehingga sinar matahari tidak dapat menyinari bagian dalam pohon itu. Keadaan seperti ini akan menciptakan suasana lembab di sekitar pohon, kemudian mengundang datangnya cendawan atau menyuburkan tumbuhnya benalu. Apabila kakao dibentuk tajuknya, batang pokoknya tidak tinggi sehingga mudah dirawat. Pohon kakao yang tumbuh dengan cabang teratur akan memungkinkan pohon kakao tersebut berproduksi lebih lebat dari biasanya. f. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama tanaman kakao di Indonesia ada banyak, tetapi hanya ada beberapa serangga yang benar-benar sebagai musuh utama yang menyerang tanaman kakao, yaitu penggerek buah, kepik penghisap buah, penggerek batang atau cabang, dan beberapa jenis ulat. Hama pengganggu tanaman kakao lainnya adalah tikus, tupai, dan lain sebagainya. Pemangkasan tanaman merupakan salah satu usaha pengendalian serangan hama. Selain itu juga dengan menggunakan insektisida.

31

Penyakit-penyakit penting pada tanaman kakao di Indonesia pada umumnya dapat menyerang semua bagian tanaman, antara lain akar, daun, batang, dan buah. Tanaman yang sudah terkena penyakit dapat diberantas dengan menyemprotkan fungisida. g. Panen dan Pengolahan Pasca Panen Biji Kakao Buah kakao sejak mulai dari bunga sampai pembuahan hingga buah menjadi matang dan siap dipanen memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Buah kakao yang telah mencapai tingkat kemasakan optimal dan siap petik, biasanya dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang melepas dari dinding buah bagian dalam. Bila buah diguncang dan biji di dalam berbunyi merupakan suatu pertanda bahwa buah siap dipetik. Pemecahan buah kemudian dilakukan untuk mendapatkan biji kakao. Setelah kulit buah terbelah, biji dikeluarkan dan dikumpulkan pada tempatnya dan dilakukan fermentasi. Tujuan fermentasi adalah untuk menciptakan aroma, rasa, dan warna cokelat yang khas, serta untuk mempermudah terlepasnya pulp dan biji. Biji kakao yang sudah dilakukan fermentasi kemudian dicuci. Pencucian ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar pulpnya. Pencucian yang terbaik adalah yang hanya dilakukan sampai setengah bersih kemudian dijemur dengan sinar matahari sampai kering.

32

h. Pemasaran Tata niaga para pekebun kecil atau perkebunan rakyat berbeda dengan perkebunan besar. Penyebabnya adalah jumlah hasil yang relatif masih sedikit dan kualitasnya juga masih kurang memuaskan. Pelaku tata niaga kakao rakyat di berbagai daerah adalah:

pedagang

pengumpul

di

desa,

pedagang

perantara/pengumpul di kecamatan, pedagang interinsuler/eksportir di kabupaten, dan eksportir tingkat propinsi (Susanto, F.X, 1994: 177).

4. Tingkat Ekonomi Petani Tingkat ekonomi petani adalah tingkatan kemakmuran petani dilihat dari asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan. a. Kemiskinan Sajogyo dalam Hadi Prayitno dan Lincolin Arsyad (1987: 7) mengemukakan definisi kemiskinan adalah suatu tingkatan kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi. WHO (World Health

33

Association) dan FAO (Food Agriculture Organisation) telah merekomendasikan tentang jumlah kalori dan protein untuk penduduk Indonesia yang besarnya masing-masing 1900 kalori atau 40 gram protein per orang per hari. Berdasarkan ukuran tersebut, Sajogyo (1996: 2) membuat suatu ukuran batasan (klasifikasi) kemiskinan di daerah perdesaan sebagai berikut: 1) Miskin, yaitu pengeluaran rumah tangga di bawah 320 kilogram nilai tukar beras per orang per tahun. 2) Miskin sekali, yaitu pangan tak cukup di bawah 240 kilogram nilai tukar beras per orang per tahun. 3) Paling miskin, yaitu pengeluaran di bawah 180 kilogram nilai tukar beras per orang per tahun. Hadi

Prayitno

dan

Lincolin

Arsyad

(1987:

36)

mengemukakan aspek kemiskinan yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut: 1) Kemiskinan multidimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam maka kemiskinan pun meliputi aspek primer yang berupa miskin akan asset-asset, organisasi sosial dan politik dan pengetahuan serta ketrampilan; dan aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumbersumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut memanifestasikan diri dalam bentuk kekurangan gizi,

34

air dan perumahan yang tidak sehat dan perawatan kesehatan serta pendidikan yang kurang baik. 2) Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan dan kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pada aspek yang lainnya. 3) Bahwa yang miskin adalah manusianya baik secara individual maupun kolektif. Banyak istilah kemiskinan pedesaan (village povery), kemiskinan perkotaan (rural poverty), dan sebagainya, miskin ini bukan berarti desa atau kota yang mengalami kemiskinan, tetapi orang-orang atau penduduk (manusia) yang menderita “miskin”. Penentuan kriteria kemiskinan yang ada di Indonesia pada setiap lembaga memiliki kriterianya sendiri dan hal itu tentu saja disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan masing-masing. Menurut

Badan

Pusat

Statisitik

(BPS)

dalam

http://www.dinsos.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&tas k=view&id=118&Itemid=46, kriteria untuk menentukan keluarga miskin/rumah tangga miskin adalah keluarga yang memenuhi minimal 9 variabel penentu kemiskinan alasan ekonomi sebagai berikut:

35

1) Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3) Jenis

dinding

tempat

tinggal

dari

bambu/rumbia/kayu

berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali seminggu. 9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10) Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari. 11) Tidak

sanggup

membayar

biaya

pengobatan

di

puskesmas/poliklinik. 12) Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000,- (Enam Ratus Ribu Rupiah) per bulan. 13) Pendidikan tertinggi kepala keluarga: tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

36

14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah), seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

b. Kesejahteraan Menurut

Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia

(1998:891)

kesejahteraan dapat diartikan sebagai keamanan, keselamatan, ketentraman, kesenangan hidup dan kemakmuran. Rumah tangga sejahtera adalah rumah tangga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah dan mampu memenuhi kebutuhan material maupun spiritual secara layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, seimbang antara anggota keluarga dan antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Keluarga sejahtera terdiri dari variabel-variabel pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, agama, keluaga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan, transportasi, tabungan, serta informasi dan peranan dalam masyarakat. Setiap variabel dalam bidang rumah tangga sejahtera dibagi lagi dalam indikator-indikator tertentu. Tingkat kesejahteraan keluarga dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari lingkungan yang bersangkutan. Faktor-faktor internal yang menentukan tingkat

37

kesejahteraan

keluarga

adalah:

kondisi

kesehatan,

tingkat

pendidikan, ilmu pengetahuan, ketrampilan, penguasaan teknologi, kemampuan ekonomi, fasilitas pendidikan, produksi dan konsumsi, transportasi dan komunikasi yang dapat menjadi pendukung bagi upaya memenuhi kesejahteraan keluarga. Pedoman yang dapat digunakan untuk mengukur tahap keluarga sejahtera ada 23 indikator. Dalam pendataan ini keluarga Indonesia digolongkan untuk keperluan operasional ke dalam lima kelompok sebagai berikut: a. Keluarga Pra Sejahtera, yaitu keluarga ini belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya. Indikator yang dipergunakan adalah kalau keluarga tersebut tidak dapat atau belum dapat memenuhi syarat-syarat sebagai keluarga sejahtera I. b. Keluarga Sejahtera Tahap I, bila mampu memenuhi empat indikator kebutuhan hidup minimal pangan, sandang, papan, dan kesehatan. 1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah. 2) Umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. 3) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk di rumah, bersekolah, bekerja dan bepergian. 4) Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.

38

5) Bila anak sakit dibawa ke sarana atau petugas kesehatan serta diberi obat cara modern. c. Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu keluarga itu selain dapat memenuhi

kebutuhan

dasar

minimumnya,

dapat

pula

memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. Indikator yang dipakai adalah empat indikator yang pertama (1) sampai (5) dan keluarga tersebut harus memenuhi syarat-syarat (6) sampai (14) sebagai berikut: 6) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing. 7) Paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk. 8) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru satu tahun terakhir. 9) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk setiap penghuni rumah. 10) Seluruh anggota keluarga dalam satu bulan terakhir dalam keadaan sehat sehingga dapat melakukan tugas/fungsi masing-masing. 11) Paling kurang satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.

39

12) Seluruh anggota keluarga berumur 10-60 tahun bisa baca tulis latin. 13) Seluruh anak berusia 6-12 tahun bersekolah saat ini. 14) Bila anak hidup dua atau lebih keluarga yang masih PUS saat ini memakai atau alat kontrasepsi (kecuali sedang hamil). d. Keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologis kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan dalam lingkungan desa atau wilayahnya. Keluarga harus mampu memenuhi syarat-syarat (1) sampai (14) dan memenuhi syarat-syarat di bawah ini: 15) Upaya untuk keluarga meningkatkan pengetahuan agama. 16) Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga. 17) Keluarga biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk komunikasi antar anggota keluarga. 18) Keluarga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. 19) Keluarga mengadakan rekreasi bersama paling kurang sekali dalam enam bulan.

40

20) Keluarga

dapat

memperoleh

berita

dari

surat

kabar/radio/TV/majalah. 21) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan dan sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti kegiatan semacam itu. Keluarga tersebut memenuhi syarat-syarat (1) sampai (21) dan juga syarat-syarat di bawah ini: 22) Keluarga atau anggota keluarga secara teratur (pada waktu tertentu) dan suka rela memberi sumbangan kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk material. 23) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus yayasan/instansi masyarakat (BKKBN, 1994: 4-6, 17-18).

B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan usaha tani dan tingkat ekonomi telah banyak dilakukan. Salah satunya yang dilakukan oleh Yerika Rini Lestari (2007) yaitu tentang Usahatani Panili (Vanilla Planifolia Andrews) Di Desa Ngargosari dan Desa Sidoharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon

41

Progo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu survei dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kondisi fisik yang meliputi: tanah, iklim, topografi, dan air sesuai untuk pertumbuhan tanaman panili dengan disertai usaha konservasi lahan. Pengelolaan usahatani panili di Desa Ngargosari lebih baik dibandingkan dengan pengelolaan usahatani panili di Desa Sidoharjo dilihat dari kondisi fisik yang mendukung dan produktivitas panili yang baik. Penelitian tentang tingkat ekonomi juga dilakukan oleh Hendra Dwi Nugroho (2009) yaitu mengenai tingkat kesejahteraan nelayan Pantai Bugel Desa Bugel Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulonprogo DIY. Metode yang digunakan adalah survei, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan dan tanggungan rumah tangga) dengan tingkat kesejahteraan. Sektor usaha perikanan laut merupakan sektor yang menjadi tumpuan pendapatan responden (pekerjaan pokok) dalam meningkatkan status keluarga. Andi Widarsono (2009) juga melakukan penelitian tentang tingkat kesejahteraan rumah tangga buruh PT. Perkebunan Tjengkeh Kebun Seloketan di Desa Pesaren Sukerojo Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah. Metode yang digunakan yaitu survei, wawancara, dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga responden 28 orang (63,64%) termasuk dalam kategori pra sejahtera, 8 orang (18,18%) termasuk dalam kategori sejahtera tahap I, 7 orang (15,91%) termasuk dalam kategori

42

sejahtera tahap II, dan 1 orang (2,27%) termasuk dalam kategori sejahtera tahap III plus. La Daihi 2006 melakukan penelitian tentang tingkat ekonomi yaitu mengenai kesejahteraan rumah tangga transmigran di lokasi transmigrasi di Kecamatan Maginti Kabupaten Mina. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu survei dan wawancara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 44,33 persen kesejahteraan rumah tangga transmigrasi rendah, 51,55 persen kesejahteraan rumah tangga transmigran sedang, dan 4,12 persen kesejahteraan

transmigran

tinggi.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

kesejahteraan rumah tangga transmigrasi adalah pekerjaan rumah tangga, luas lahan yang dimiliki, dan jumlah anggota keluarga, luas lahan yang dimiliki, dan jumlah anggota keluarga yang bekerja baik petanian maupun non pertanian. Hendrawan Astono (2006) juga melakukan penelitian mengenai tingkat kesejahteraan penduduk perdesaan Di Kabupaten Ponorogo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu survei dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan penduduk perdesaan di Kabupaten Ponorogo yaitu sebanyak 46,56% desa mempunyai tingkat kesejahteraan penduduk sedang, rendah sebanyak 37,87% desa, dan tinggi sebanyak 21, 57%. Desa yang mempunyai tingkat kesejahteraan yang tinggi terbanyak di zona dataran utamanya disekitar kota Kabupaten Ponorogo yaitu di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Babadan.

43

Tabel 2. Penelitian yang Relevan No

Nama Peneliti

Judul Penelitian

1.

Yerika Rini Lestari/ Skripsi/ 2007/ FISE UNY

Usahatani Panili (Vanilla Planifolia Andrews) Di Desa Ngargosari dan Desa Sidoharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo

2.

Hendra Dwi Nugroho/ Skripsi / 2009/ FISE /UNY

Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pantai Bugel Desa Bugel Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulonprogo DIY

Metode Penelitian Survei, Wawancara

Survei, Wawancara, Dokumentasi

Hasil Penelitian 1. Faktor kondisi fisik yang meliputi: tanah, iklim, topografi, dan air sesuai untuk pertumbuhan tanaman panili dengan disertai usaha konservasi lahan. 2. Pengelolaan usahatani panili di Desa Ngargosari lebih baik dibandingkan dengan pengelolaan usahatani panili di Desa Sidoharjo dilihat dari kondisi fisik yang mendukung dan produktivitas panili yang baik. 3. Adanya hambatan fisik dan nonfisik dalam usahatani panili dapat berkembang dengan baik. 4. Prospek usahatani panili di Desa Ngargosari dan Desa Sidoharjo baik sehingga sangat mendukung untuk pengembangan usahatani panili yang lebih baik. 1.

2. 3.

4.

5.

Faktor fisik yang menghambat usaha perikanan laut adalah angin kencang disertai gelombang besar dan kondisi ikan yang bersifat musiman. Pendapatan dari usaha perikanan laut merupakan pekerjaan pokok responden. Tingkat kemiskinan responden: sebanyak 75% responden termasuk ke dalam kategori di atas garis kemiskinan (pendapatan per kapita >Rp 166.697,00 per bulan). Tingkat kesejahteraan responden: sebanyak 12 responden termasuk ke dalam kategori rumah tangga sejahtera tahap II dan 41 responden ke dalam kategori rumah tangga sejahtera tahap III. Hubungan faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan dan tanggungan rumah tangga) dengan tingkat kesejahteraan menunjukkan kecenderungan sebagai berikut: sektor usaha perikanan laut merupakan sektor yang menjadi tumpuan pendapatan responden (pekerjaan pokok) dalam meningkatkan status keluarga, semakin banyak jumlah tanggungan rumah tangga menyebabkan pengeluaran juga besar sehingga memungkinkan tingkat kesejahteraannya semakin rendah.

44

No

Nama Peneliti

Judul Penelitian

3.

Andi Widarsono/ Skripsi / 2009/ FISE /UNY

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh PT. Perkebunan Tjengkeh Kebun Seloketan Di Desa Pesaren Sukerojo Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah

Metode Penelitian Survei, Wawancara, Dokumentasi

Hasil Penelitian 1.

2. 3. 4. 5.

6.

7. 8. 9.

4.

La Daihi / Thesis / 2006 / Fakultas Geografi / UGM

Kesejahteraan Rumah Tangga Transmigran Dilokasi Transmigrasi Di Kecamatan Maginti Kabupaten Mina

Survei, Teknik Wawancara

1.

2.

Umur responden 50-54 tahun sebanyak 9 orang masuk ketegori pra sejahtera dan umur 40-44 tahun sebanyak 1 orang masuk kategori pra sejahtera. Jenis kelamin responden 38 laki-laki dan 6 perempuan. Status perkawinan responden 42 yang berstatus menikah dan 2 berstatus janda. Tingkat pendidikan responden 5 orang tamat SD dan 2 orang tamat SLTA. Jumlah anggota rumah tangga 1-2 orang sebanyak 3 responden, 3-4 orang sebanyak 27 responden, 5-6 orang sebanyak 14 responden. Tingkat kesejahteraan rumah tangga responden 28 orang (63,64%) termasuk dalam kategori pra sejahtera, 8 orang (18,18%) termasuk dalam kategori sejahtera tahap I, 7 orang (15,91%) termasuk dalam kategori sejahtera tahap II, dan 1 orang (2,27%) termasuk dalam kategori sejahtera tahap III plus. Pendapatan pokok buruh dalam 1 bulan tergolong sedang yaitu 52,27% sebesar Rp 1.293.501,00 – Rp 1.407.000,00 Pendapatan sampingan buruh dalam 1 bulan tergolong rendah yaitu 93,18% sebesar Rp 75.000-Rp 700.000 Pendapatan total buruh dalam 1 bulan tergolong rendah yaitu 93.18% sebesar Rp 1.347.000-Rp 2.020.166 Hasil penelitian memberikan informasi bahwa 44,33 persen kesejahteraan rumah tangga transmigrasi rendah, 51,55 persen kesejahteraan rumah tangga transmigran sedang, dan 4,12 persen kesejahteraan transmigran tinggi. Kesejahteraan rumah tangga transmigran menurut daerah asal Jawa dan Bali tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan rata- rata pendapata yang signifikan dengan rata-rata pendapatan perkapita perbulan transmgrasi asal Jawa sebesar Rp.149.474,- sedangkan transmigrasi asal Bali sebesar Rp. 126.573, Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga transmigrasi adalah pekerjaan rumah tangga, luas lahan yang dimiliki, dan jumlah anggota keluarga, luas lahanyang dimiliki, dan jumlah anggota keluarga yang bekerja baik petanian maupun non pertanian. Upaya utuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga transmigran di Kecamatan Miganti yakni diservikasi usaha dan memanfaatkan anggota keluarga.

45

No

Nama Peneliti

Judul Penelitian

5.

Hendrawan Astono / Thesis / 2006 / Fakultas Geografi / UGM

Tingkat Kesejahteraan Penduduk Perdesaan Di Kabupaten Ponorogo

Metode Penelitian Analisis Data Skunder

Hasil Penelitian 1. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan penduduk perdesaan di Kabupaten Ponorogo yaitu sebanyak 46,56% desa mempunyai tingkat kesejahteraan penduduk sedang, rendah sebanyak 37,87% desa, dan tinggi sebanyak 21, 57%. Desa yang mempunyai tingkat kesejahteraan yang tinggi terbanyak di zona dataran utamanya disekitar kota kabupaten Ponorogo yaitu di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Babadan. 2. Tingkat kesejahteraan penduduk perdesaan di zona dataran lebih tinggi daripada di Zona pegunungan yang ditunjukan dengan proporsi jumlah desa yang memiliki tingkat-tingkat kesejahteraan klasifikasi tinggi dizona dataran 2,10% lebih banyak daripada dizona pegunungan. Sedangkan pada klasifikasi rendah proporsinya terbalik yaitu dizona pegunungan 14,64% lebih besar daripada di zona dataran. Selain itu rata-rata prosentase jumalah keluarga sejahtera II, III, dan III Plus daerah perdesaan di zona dataran lebih tinggi daripada dizona pegunungan yaitu sebesar 52,88% dibanding 36,73%. 3. Faktor-faktor sosio-demografi dalam penelitan ini memiliki pengaruh yag kuat terhadap tingkat kesejahteraan penduduk perdesaan di Kabupaten Ponorogo. Faktor-faktor yang dominan pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan adalah kualitas perumahan, mata pencaharian disektor pertanian dan migrasi keluar. Selain itu juga terdapat faktor aksesbilitas lahan dan faktor sosial-budaya.

C. Kerangka Berpikir Pertanian agroindustri merupakan salah satu sub sektor pertanian yang diminati oleh sebagian petani di Indonesia karena sub sektor ini mampu memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan petani, termasuk petani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo. Kecamatan Kalibawang merupakan salah satu dari sekian banyak wilayah yang mengembangkan sektor pertanian agroindustri, yaitu pertanian kakao. Perkembangan pertanian kakao di Indonesia semakin tahun meningkat produktivitasnya meskipun masih mengalami beberapa hambatan. Hambatan

46

yang paling terasa adalah serangan hama dan penyakit serta sumberdaya manusia yang kurang. Hal tersebut kemudian memunculkan ide untuk melaksanakan budidaya pertanian kakao yang mempunyai keunggulan sehingga diharapkan mampu menghasikan produktivitas yang tinggi dan mampu meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan mengetahui usahatani kakao dan tingkat ekonomi petani. Secara umum, faktor yang berpengaruh terhadap budidaya tanaman ini terdiri atas dua faktor, yaitu faktor fisik dan faktor non fisik. Faktor fisik meliputi kondisi tanah, iklim, dan lokasi tumbuh di wilayah pertanian kakao. Faktor ini terkait dengan syarat tumbuh tanaman kakao/kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Faktor kedua adalah faktor manajemen pengelolaan pertanian yang meliputi modal, tenaga kerja, fasilitas infrastruktur dan teknologi yang digunakan dalam pengelolaan tanaman kakao di daerah penelitian. Berdasarkan analisis dengan menempatkan faktor non fisik dan pengelolaan yang bagus serta petani dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam usahatani kakao diharapkan akan tercapai produktivitas yang maksimal sehingga dapat meningkatkan mutu dan tingkat ekonomi di daerah penelitian. Alur pemikiran penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir sebagai berikut :

47

Faktor Fisik 1. Iklim a. Sinar matahari b. Suhu c. Curah hujan d. Kecepatan angin 2. Tanah

Faktor Non Fisik 1. Modal 2. Tenaga kerja 3. Pemasaran 4. Fasilitas kredit 5. Transportasi 6. Teknologi terkait

Usahatani Kakao Desa Banjarasri

Pengelolaan Tanaman Kakao 1. Pembibitan 2. Pengolahan lahan 3. Penanaman 4. Pemupukan 5. Pemeliharaan tanaman 6. Pengendalian hama dan penyakit 7. Panen dan pasca panen 8. Pemasaran

Produksi Kakao

Kesejahteraan Petani Kakao

Kemiskinan Petani Kakao

III GambarBAB 1. Kerangka berpikir

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai dengan tujuannya (Moh. Pabundu Tika, 2005:12). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada. Penelitian deskriptif perlu menciptakan konsep-konsep ilmiah, sekaligus berfungsi dalam mengadakan suatu

spesifikasi

mengenai

gejala-gejala

fisik

maupun

sosial

yang

dipersoalkan. Hasil penelitiannya difokuskan untuk memberikan gambaran keadaan dari objek yang diteliti (Moh. Pabunda Tika, 2005:4). Dilihat dari subjek penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian populasi karena responden penelitian ini adalah semua petani kakao di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang. Penelitian dilakukan pada semua Kepala Rumah Tangga di Desa Banjarasri yang mengusahakan tanaman kakao yang berjumlah 70 responden. Penelitian dilakukan dengan metode observasi dan wawancara menggunakan kuesioner yang dilengkapi data sekunder. Teknik pengolahan data berupa editing, pemberian kode dan tabulasi, Teknik analisis

48

49

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif yang dilengkapi dengan tabel frekuensi.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Menurut Masri Singarimbun (1989 : 48) variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi lebih dari satu nilai. Suharsimi Arikunto (2006 : 118) mengartikan variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor non fisik yang mendukung usaha tani kakao, meliputi : a. Pengelolaan tanaman yaitu kegiatan yang dilakukan petani dalam memelihara dan mengelola tanaman kakao. Pengelolaan tanaman meliputi: 1) Pembibitan tanaman kakao 2) Pengolahan lahan pertanaman 3) Penanaman 4) Pemupukan 5) Pemeliharaan tanaman 6) Pengendalian hama dan penyakit 7) Panen dan pengolahan pascapanen biji kakao 8) Pemasaran (Tim Bina Karya Mandiri, 2009: 43-118)

50

b. Modal yaitu barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian (Fadholi Hernanto, 1996: 64). c. Jumlah tenaga kerja yaitu orang yang ikut serta dalam proses produksi (Fadholi Hernanto, 1996: 64). d. Transportasi dalam penelitian ini yaitu tersedianya sarana transportasi, komunikasi, dan mudahnya wilayah itu dijangkau akan memudahkan petani berhubungan dengan dunia luar, seperti pasar serta informasi yang menyangkut kebijakan pemerintah (Fadholi Hernanto, 1996: 95). e. Pemasaran adalah cara atau tindakan yang diperlukan untuk menyampaikan hasil produksi ke tangan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung (Fadholi Hernanto, 1996: 95). f. Fasilitas kredit adalah layanan kredit baik yang diselenggarakan oleh seseorang atau lembaga pemerintah dan swasta di daerah penelitian. g. Teknologi yang digunakan terkait dengan peralatan pertanian yang digunakan dan juga inovasi teknologi seperti bibit unggul dan pupuk yang digunakan petani dalam pertanian kakao (Anita Desi K, 2009: 79). 2. Produktivitas tanaman kakao adalah besarnya penghasilan yang dihitung berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan tiap kali panen dikalikan harga jual dalam satu satuan rupiah (Anita Desi K, 2009: 82).

51

3. Tingkat ekonomi petani adalah tingkatan kemakmuran petani dilihat dari asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (KBBI, 1998: 485). 4. Kesejahteraan adalah keamanan, keselamatan, ketentraman, kesenangan hidup dan kemakmuran (KBBI, 1998: 891). 5. Kemiskinan adalah suatu tingkatan kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi (Hadi Prayitno dan Lincolin Arsyad, 1987: 7).

C. Populasi Penelitian Populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama (Sutrisno Hadi, 1987: 220), sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Kepala Rumah Tangga di Desa Banjarasri yang mengusahakan tanaman kakao yang menyebar di empat dusun yaitu di Dusun Tosari 29KRT, Dusun Paras 20KRT, Dusun Semak 10KRT, dan Dusun Tirip 11KRT. Seluruh populasi berjumlah 70 responden. Dusun yang paling banyak petani kakao dengan keterjangkauan mudah yaitu Dusun Paras; dusun yang paling banyak petani kakao dengan keterjangkauan buruk yaitu Dusun Tosari; dusun yang sedikit petani kakao

52

dengan keterjangkauan mudah yaitu Dusun Semak; dan dusun yang sedikit petani dengan keterjangkauan buruk yaitu Dusun Tirip. Keterjangkauan mudah dapat dilihat dari jalan yang sudah diaspal, adanya sarana transportasi umum, jalan sedikit/tidak ada tanjakan yang ekstrim, dekat dengan pasar/pusat perbelanjaan. Keterjangkauan buruk dapat dilihat dari jalan belum diaspal/sudah diaspal tapi rusak, banyak tanjakan-tanjakan yang ekstrim, tidak adanya sarana transportasi umum, jauh dari pasar/pusat perbelanjaan.

D. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai bulan Juli 2010 di Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.

E. Metode Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Guna memperoleh data ini, maka penelitian ini menggunakan teknik: a. Observasi Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian (Moh. Pabunda Tika, 2005: 44). Metode ini digunakan dalam rangka mencari data awal tentang daerah penelitian, untuk mendapatkan gambaran umum

53

daerah penelitian dengan memperhatikan keadaan riil atau fenomena yang ada di lapangan. b. Wawancara (Interview) Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Moh. Pabunda Tika, 2005: 49). Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang karakteristik responden dengan menggunakan kuesioner. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi yang berhubungan dengan masalah penelitian (instansi terkait), meliputi data fisik Desa Banjarasri seperti data curah hujan, peta administrasi, peta penggunaan lahan dan monografi.

F. Teknik Pengolahan Data Menurut Moh. Pabundu Tika (2005: 63) sebelum data dianalisis terlebih dahulu dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan (Editing) Editing merupakan tahap pemeriksaan kembali data-data yang telah dikumpulkan dengan menilai apakah data yang telah dikumpulkan tersebut cukup baik atau relevan untuk diproses atau diolah lebih lanjut. Tujuannya memperbaiki kualitas data serta memperjelas data dari pedoman wawancara.

54

2. Pemberian kode (Coding) Coding adalah usaha pengklasifikasian jawaban dari para responden menurut macamnya dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dalam bentuk angka. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam analisis data. 3. Tabulasi Tabulasi merupakan usaha penyusunan data yang diperoleh dari responden untuk bahan analisis lebih lanjut dalam bentuk tabel, penyederhanaan data agar lebih mudah dalam melakukan analisis. Tabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel frekuensi.

G. Teknik Analisis Data Data analisis yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data perlu dilihat terlebih dahulu, apabila belum lengkap segera dilengkapi. Tujuan pengolahan data adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan menyajikan dalam susunan yang baik dan rapi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif untuk menjelaskan karakteristik ekonomi petani dan pendapatan petani kakao di Desa Banjarasri. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan tabel frekuensi. Tabel frekuensi digunakan untuk mengetahui pengelolaan kakao, pendapatan petani dan tingkat ekonomi petani, dalam penelitian ini tingkat ekonomi ditentukan berdasarkan kriteria Sajogyo (1996:2) untuk kemiskinan dan BKKBN untuk kesejahteraan. Rumah tangga

55

petani dapat dikatakan miskin maupun tidak miskin dapat dilihat dari nilai tukar pengeluaran beras per orang per tahun. Rumah tangga petani dapat dikatakan pra sejahtera maupun sudah sejahtera dapat dilihat dari keadaan fisik bangunan rumah serta aktivitasnya di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, sandang dan pangan yang dikonsumsi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Daerah Penelitian Desa Banjarasri merupakan salah satu kelurahan di wilayah administrasi Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administratif Desa Banjarasri berbatasan langsung dengan wilayah sekitarnya meliputi: Sebelah Utara

: Desa Banjaroyo dan Desa Banjarharjo

Sebelah Timur

: Sungai Progo dan Kecamatan Minggir

Sebelah Selatan

: Desa Banjararum

Sebelah Barat

: Desa Sidoarjo dan Desa Purwoharjo

Berdasarkan letak astronomis atau garis lintangnya Desa Banjarsari

terletak

antara

7°39'57,6"LS

-

7°42'46,8"LS

dan

110°12'30"BT - 110°14'56,4"BT. Luas wilayah Desa Banjarasri 1.132,182 Ha yang terdiri dari tujuh belas dusun, yaitu Dusun Borosuci, Nglebeng, Kembangsari, Tosari, Depok, Ngaren, Boro, Tirip, Sumbersari, Kali Jeruk, Semak, Kalisoko, Paras, Dukuh, Kepiton, Kisik, dan Ganasari (Lihat Gambar 2. Peta Administrasi Desa

56

58

Banjarasri). Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan yaitu 6 km yang dapat ditempuh kurang lebih 15 menit, kemudian dari pusat ibukota Kabupaten dengan jarak 36 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 60 menit dan dari pusat Ibukota Propinsi 34 kilometer yang dapat ditempuh kurang lebih 50 menit. 2. Keadaan Topografi dan Tanah Berdasarkan

topografinya

Desa

Banjarasri

terletak

pada

ketinggian 250-750 dari permukaan laut. Jenis tanah di desa ini adalah tanah latosol dan tanah grumosol. Tanah latosol memiliki fraksi lempung rendah, kapasitas penukaran kation rendah, lempung kurang aktif, kadar bahan larut rendah, stabilitas agregat tinggi dan berwarna merah. Tanah grumosol memiliki tekstur lempung, dengan struktur lapisan atas granuler (kersai) lapisan bawah gumpal hingga masif. Konsistensi tanah grumosol sangat teguh, sangat lekat dan plastik bila basah. Tanah di Banjarasri secara umum memiliki pH 5,5 – 7 dengan tingkat kesuburan sedang dan kedalaman solum tanah antara 00 – 20 cm. 3. Tata Guna Lahan Lahan yang terdapat di Desa Banjarasri secara umum digunakan sebagai lahan pertanian dan non pertanian. Penggunaan lahan untuk pertanian antara lain untuk sawah, ladang. Penggunaan lahan non pertanian antara lain untuk permukiman, pekuburan, pertokoan, perkantoran, pasar, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

60

pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Tata Guna Lahan Desa Banjarsari No Tata Guna Lahan Luas (Ha) 69,688 1 Semak/belukar 268,592 2 Kebun 345,923 3 Permukiman 4 Sawah 152,960 6 Tegalan 285,408 7 Tubuh air 9,611 Jumlah 1.132,182 Sumber: Monografi Desa Banjarasri, 2009

Persentase 6,16 23,72 30,55 13,51 25,21 0,85 100,00

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar penggunaan lahan di Desa Banjarasri berupa permukiman sebesar 30,55% sedangkan pemanfaatan lahan untuk sawah/pertanian sebesar 13,51%. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah yang ada dan mudahnya sumber air untuk irigasi. Tanaman yang banyak ditanam penduduk berupa padi, jagung dan palawija. 4. Kondisi Klimatologis a. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Fergusson, tipe curah hujan suatu daerah ditentukan dengan mempertimbangkan banyaknya bulan kering dan bulan basah. Bulan kering adalah suatu bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm. Bulan basah adalah bulan yang curah hujannya melebihi 100 mm, sedangkan bulan lembab adalah bulan yang curah hujannya antara 60 - 100 mm. Schmidt dan Ferguson mengemukakan bahwa tipe curah hujan ditentukan oleh nilai Q yaitu perbandingan jumlah rata-rata curah hujan bulan kering dengan jumlah rata-rata curah hujan

61

bulan basah dikalikan seratus persen. Berdasarkan nilai Q tersebut, iklim di Indonesia dapat dibagi ke dalam zona iklim sebagai berikut: Tabel 4. Zona Iklim berdasarkan Schmidt - Fergusson Tipe Nilai Q (%) Arti Simbol Hujan A

0 ≤ Q < 0,143

Sangat basah

B

0,143≤ Q < 0,333

Basah

C

0,333 ≤ Q < 0,600

Agak basah

D

0,600 ≤ Q < 1,000

Sedang

E

1,000 ≤ Q < 1,670

Agak kering

F

1,670 ≤ Q < 3,000

Kering

G

3,000 ≤ Q < 7,000

Sangat kering

H

7,000 ≤ Q < -

Luar biasa kering

Sumber: Ance Gunarsih Kartasapoetra, 2006 Besarnya nilai Q dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

62

Tabel 5. Curah Hujan Desa Banjarasri Tahun 2000 – 2009 (millimeter) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Bulan basah Bulan lembab Bulan kering

Tahun 2004 2005 344 278 242 186 300 154 50 153 87 0 2 27 4 64 0 3 0 23 22 162 238 173 430 420 1.719 1.643 5 7

2000 347 140 379 397 524 71 0 0 0 291 347 368 2.864 8

2001 219 254 502 284 137 51 42 0 22 380 417 170 2.478 8

2002 338 441 230 234 71 0 0 0 0 0 0 418 1.732 5

2003 399 537 628 564 655 55 0 0 0 70 261 469 3.638 7

1

0

1

1

1

3

4

6

4

6

2006 486 373 285 293 0 0 0 0 0 5 19 425 1.886 5

2007 114 547 324 36 22 0 0 0 0 13 241 455 1.752 5

2008 285 444 432 273 68 12 0 0 0 223 614 187 2.538 7

2009 392 232 221 144 196 55 7 0 0 4 399 378 2.028 7

Jumlah 3.202 3.396 3.455 2.428 1.760 273 117 3 45 1.170 2.709 3.720 22.278 64

Ratarata 320,2 339,6 345,5 242,8 176,0 27,3 11,7 0,3 4,5 117,0 270,9 372,0 2227,8 6,4

1

0

0

1

0

6

0,6

4

7

7

4

5

50

5,0

Sumber: Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kalibawang

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata curah hujan tahunan selama 10 tahun,dari tahun 2000 sampai tahun dengan 2009 sebesar 2227,8 mm/tahun. Rata-rata curah hujan terbesar adalah 372,0 mm/tahun yang jatuh pada bulan Desember, sedangkan rata-rata curah hujan terkecil jatuh pada bulan Agustus sebesar 0,3 mm/tahun. Rata-rata jumlah bulan basah 6,4 mm, ratarata bulan lembab yaitu 0,6 mm dan jumlah bulan kering adalah 5,0 mm. Berdasarkan data tersebut, maka dengan rumus Scmhidt dan Fergusson dapat ditentukan tipe curah hujan Desa Banjarasri yaitu:

63

=

Q = 78,12 persen Nilai Q untuk Desa Banjarasri sebesar 78,12 persen hal ini dapat diartikan bahwa Desa Banjarasri memiliki tipe curah hujan D yaitu sedang, dengan nilai ratio Q antara 0,600-1,000 atau 60,0 persen – 100 persen. Tipe curah hujan Desa Banjarasri yang sesuai dengan Scmhidt dan Fergusson dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:

12 11

Values of Q

700%

10

H 300%

9

G

8

P = Desa Banjarasri F

Average Number of Dry Months

7

167% 100%

6

E

5

D P

4

60%

C

3

33,3 %

2

B

1 0

14,3 %

A 1

2

3

4

5

6

7

8

Average Number of Wet Months

9

10

11

12

64

Gambar 4. Tipe Curah Hujan Desa Banjarasri Menurut SchmidtFerguson

b. Temperatur Ketinggian suatu tempat akan berpengaruh pada keadaan suhu di tempat tersebut, semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhunya semakin rendah. Suhu suatu tempat dapat ditentukan menggunakan rumus Braak (Ance Gunarsih K, 2006: 10), yaitu : t = 26,3° – 0,61°C. h Dimana, t

: Temperatur rata-rata harian (°C)

26,3 °C : Rata-rata temperatur di atas permukaan air laut 0,61

: Angka gradient temperatur tiap naik 100 meter

h

: Ketinggian rata-rata dalam meter

Data yang diperoleh dari Monografi Desa Banjarasri diketahui ketinggian daerah ini adalah 250-750 meter dari permukaan air laut (dpal). Berdasarkan rumus Braak tersebut, maka temperatur rata-ratanya adalah: t = 26,3°C – 0,6°C (500/100) = 26,3°C - 3°C = 23,3°C Setelah dilakukan perhitungan temperatur di atas, maka Desa Banjarasri memiliki temperatur rata-rata 23,3°C.

65

Berdasarkan sistem pembagian iklim menurut Koppen untuk temperatur dan curah hujan maka wilayah Desa Banjarasri termasuk tipe iklim A, karena temperatur rata-rata lebih besar dari 18°C, dengan rata-rata curah hujan tahunan adalah 2227,8 mm/tahun. Tipe iklim A dibagi menjadi tiga tipe yaitu: 1) Tipe Af, digunakan untuk menunjukkan iklim hujan tropis dimana jumlah curah hujan bulan terkering lebih lebih dari 60mm. 2) Tipe Am, menunjukkan daerah dengan iklim tropis yang mempunyai beberapa bulan kering dalam satu tahun, tetapi kekeringannya dapat diimbangi curah hujan dalam satu tahun. 3) Tipe Aw, menunjukkan daerah dengan iklim tropis yang mempunyai beberapa bulan kering dalam satu tahun, tetapi kekeringannya tidak dapat diimbangi oleh hujan dalam satu tahun. Wilayah Desa Banjarasri mempunyai rata-rata curah hujan bulan terkering 0,3 mm pada bulan Agustus dan rata-rata jumlah curah hujan tahunan 2227,8 mm, maka daerah tersebut termasuk iklim Aw. Tipe iklim Aw memiliki beberapa bulan kering dalam satu tahun, tetapi kekeringannya tidak dapat diimbangi oleh hujan dalam satu tahun. Pembagian tipe iklim Desa Banjarasri menurut Koppen dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini:

66

Af

P= Desa Banjarasri

Jumlah curah hujan 40

Am

bulan terkering (mm) 20

Aw

P 1000

1500

2000

2500

Jumlah curah hujan tahunan (mm)

Gambar 5. Tipe Iklim Desa Banjarasri Menurut Koppen

5. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat memberikan gambaran tentang perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada suatu daerah. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 6. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin No Jenis Kelamin 1 Laki-laki 2 Perempuan Jumlah

Frekuensi 2.954 3.197 6.151

Persentase 48,02 51,98 100,00

Sumber : Monografi Desa Banjarasri 2009 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar menurut jenis kelamin yaitu penduduk perempuan

67

(51,98%). Dengan menggunakan tabel di atas dapat dihitung besarnya sex ratio penduduk Desa Banjarasri. Sex ratio (SR) dinyatakan dengan banyaknya jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan, yaitu dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

= = 92,40% Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa besarnya Sex ratio Desa Banjarsari adalah 92,40%, artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat 92 laki-laki. 6. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang diraih dapat menunjukkan kualitas hidup penduduk dalam suatu daerah. Pendidikan merupakan salah satu indikator yang tidak bisa lepas dalam penentuan kemiskinan dan kesejahteraan suatu daerah. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Banjarasri dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini: Tabel 7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan NO 1 2 3 4 5

Tingkat Pendidikan Belum Sekolah Tamat SD Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat PT/Akademi Jumlah

Frekuensi 1345 1433 870 1836 667 6151

Sumber : Monografi Desa Banjarasri 2009

Persentase 22,0 23,3 14,1 29,8 10,8 100

68

Setelah mengamati tabel di atas diketahui bahwa data tahun 2009 penduduk di Desa Banjarasri 29,8% adalah tamat SMA/sederajat dan sebesar 10,8% telah lulus perguruan tinggi maupun akademi (D1-S3). Kenyataan ini menunjukkan bahwa kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang berikutnya cukup tinggi. Pendorongnya keinginan agar anak-anak mereka dapat hidup lebih layak di masa depan dan dapat bersaing dengan dunia luar. 7. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk merupakan gambaran kegiatan ekonomi suatu daerah sehingga maju mundurnya suatu daerah dapat dilihat dari sektor ekonominya. Variasi mata pencaharian di Desa Banjarsari dapat dilihat pada tabel 8 halaman berikut: Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mata Pencaharian PNS TNI/POLRI Guru Petani Pedagang Wiraswasta Buruh Swasta Lainnya Jumlah

Frekuensi 113 57 70 1577 83 321 24 485 3421 6151

Persentase 1,84 0,93 1,14 25,64 1,35 5,22 0,39 7,88 55,62 100

Sumber : Monografi Desa Banjarasri 2009 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk di Desa Banjarasri bermata pencaharian di bidang lain-lain yaitu sebesar 3421 jiwa (55,62%) yang meliputi pelajar/mahasiswa dan

69

yang belum/tidak bekerja. Penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian sebesar 1577 jiwa (25,64%). Jumlah ini cukup besar dikarenakan masih tersedianya lahan pertanian yang luas di Desa Banjarasri.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur responden, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan responden, jumlah tanggungan keluarga, sebaran petani kakao di Desa Banjarasri, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, dan lama bekerja sebagai petani kakao. a. Umur Berdasarkan

penelitian

dapat

diketahui

bahwa

umur

responden antara 28 tahun sampai dengan 93 tahun. Distribusi umur responden dapat dilihat pada tabel 9 halaman berikut: Tabel 9. Umur Petani Kakao Desa Banjarasri Tingkat Usia (th) Frekuensi < 35 3 35 – 44 4 45 – 64 29 >65 34 Jumlah 70 Sumber : Data Primer 2010

Persentase 4,29 5,71 41,43 48,57 100

Setelah melihat tabel 9 di atas diketahui bahwa sebagian besar petani kakao berada pada usia non produktif, yaitu berusia lebih dari 65 tahun sebesar 48,57%. Usia non produktif masih

70

menjadi petani kakao karena sebagai sumber pendapatan untuk mencukupi kehidupan rumah tangga. b. Jenis Kelamin Sebagian besar yang menjadi petani kakao adalah laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan petani kakao adalah perempuan. Mengenai karakteristik jenis kelamin petani kakao adalah sebagai berikut: Tabel 10. Jenis Kelamin Petani Kakao Desa Banjarasri Jenis Kelamin Frekuensi Laki-laki 60 Perempuan 10 Jumlah 70 Sumber: Data Primer 2010

Persentase 85,71 14,29 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jenis kelamin petani kakao laki-laki sebesar 85,71% dan petani kakao yang berjenis kelamin perempuan sebesar 14,29%. Sebagian besar yang menjadi petani kakao adalah laki-laki. Pekerjaan sebagai petani memang lebih cocok dikerjakan oleh laki-laki karena pekerjaan ini membutuhan tenaga yang besar, pada umumnya laki-laki mempunyai tenaga yang besar dan kuat dibandingkan perempuan. c. Status Perkawinan Status perkawinan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah status perkawinan petani dari yang belum menikah, menikah, janda dan duda. Variasi status perkawinan responden dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini:

71

Tabel 11. Status Perkawinan Petani Kakao Status Perkawinan Menikah Belum menikah Janda Duda Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 58 1 10 1 70

Persentase 82,85 1,43 14,29 1,43 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa status perkawinan petani kakao yang berstatus menikah sebesar 82,85%, dan petani yang berstatus duda maupun janda sebesar 1,43%. Usahatani kakao di daerah penelitian merupakan usaha yang penting dan dijadikan sebagai sumber pendapatan rumah tangga. d. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang diperoleh responden di bangku sekolah maupun perguruan tinggi. Responden dapat mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang berhubungan dengan pertanian kakao apapun tingkat pendidikannya. Pendidikan formal kurang berpengaruh terhadap tingkat ketrampilan dan pendapatan petani. Tingkat ketrampilan dan pendapatan petani dipengaruhi oleh pengalaman bertani kakao. Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 12. Tingkat Pendidikan Petani Kakao Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA PT/Akademi Jumlah

Sumber : Data Primer 2010

Frekuensi 2 37 11 12 8 70

Persentase 2,86 52,86 15,71 17,14 11,43 100

72

Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa semua petani kakao pernah mengenyam pendidikan, sebagian besar petani berpendidikan SD yaitu 52,86%, hanya 2,86% saja yang tidak tamat SD. Tingkat pendidikan tidak menjadi hambatan dalam bertukar wawasan maupun dalam penyuluhan-penyuluhan agar produktivitas kakao dapat maksimal dan berkualitas baik. e. Jumlah Tanggungan Rumah Tangga Jumlah tanggungan rumah tangga mempengaruhi kondisi ekonomi suatu rumah tangga. Tanggungan rumah tangga yang besar akan menyebabkan pengeluaran yang besar pula, demikian juga sebaliknya. Distribusi tanggungan rumah tangga responden adalah sebagai berikut: Tabel 13. Jumlah Tanggungan Rumah Tangga Petani Kakao Jumlah Tanggungan Rumah Tangga <2 3–4 >5 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi

Persentase

27 32 11 70

38,57 45,71 15,72 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah tanggungan rumah tangga responden terbanyak adalah dengan tanggungan sebesar 3-4 orang yaitu sebesar 45,71%. Hal ini menunjukkan bahwa tanggungan rumah tangga responden cukup besar sehingga memungkinkan pengeluarannya juga besar apalagi jika responden masih memiliki tanggungan pendidikan anak.

74

f. Sebaran Petani Kakao di Desa Banjarasri Desa Banjarasri yang menjadi produksi kakao terdiri dari atas empat dusun yaitu Dusun Semak, Paras, Tosari, dan Tirip. Distribusi sebaran petani kakao di Desa Banjarsari dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 14. Sebaran Petani Kakao di Desa Banjarasri Alamat/Dusun Semak Paras Tosari Tirip Jumlah Sumber : Data Primer 2010

Frekuensi 10 20 29 11 70

Persentase 14,3 28,3 41,4 16,0 100

Setelah melihat tabel 14, dapat diketahui bahwa responden paling banyak berasal dari Dusun Tosari yaitu sebesar 41,4%. Dusun Tosari mempunyai petani kakao terbanyak karena dusun tersebut menjadi awal mula dikembangkannya kakao. g. Pekerjaan Pokok Pekerjaan

pokok

merupakan

pekerjaan

utama

yang

diharapkan bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Desa Banjarasri mempunyai berbagai macam pekerjaan pokok yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Variasi pekerjaan pokok responden lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

75

Tabel 15. Pekerjaan Pokok Petani Kakao Pekerjaan Pokok Petani PNS Pegawai Pedagang Wiraswasta Pensiunan Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 57 1 5 2 1 4 70

Persentase 81,43 1,43 7,14 2,85 1,43 5,72 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerjaan pokok yang ditekuni oleh sebagian besar responden adalah sebagai petani yaitu sebanyak 81,43% dari jumlah responden. Desa Banjarsari masih menyediakan lahan pertanian yang cukup luas, sehingga warganya masih mengandalkan sektor pertanian sebagai pekerjaan pokok. h. Pekerjaan Sampingan Frekuensi bertani kakao bagi sedikit petani kakao tidak dilakukan setiap hari. Sebagian petani yang menjadikan bertani kakao sebagai pekerjaan sampingan untuk mengisi waktu luang mereka. Variasi pekerjaan sampingan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 16. Pekerjaan Sampingan Petani Kakao Pekerjaan Sampingan Petani Pedagang Warung kelontong Tidak menjawab Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 13 2 1 54 70

Persentase 18,58 2,85 1,43 77,14 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerjaan sampingan yang ditekuni responden adalah sebagai petani sebesar

76

18,58% dari jumlah responden. Bekerja sebagai petani kakao dijadikan pekerjaan sampingan selain untuk mengisi waktu luang, juga untuk menambah penghasilan keluarga. i. Lama Bekerja Sebagai Petani Lama

bekerja

responden

dapat

digunakan

untuk

menggambarkan tingkat pengalaman petani dalam melakukan pekerjaan sebagai petani kakao. Semakin lama bekerja sebagai petani kakao maka pengalaman dalam bertani semakin baik. Lama bertani kakao dapat diketahui dengan melihat tabel 17 berikut ini: Tabel 17. Lama Bertani Kakao Lama Bertani (th) <10 11 – 15 16 – 20 >20 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 41 10 17 2 70

Persentase 58,57 14,29 24,29 2,85 100

Berdasarkan tabel 17 di atas dapat diketahui bahwa petani yang mempunyai lama bekerja sebagai petani kakao kurang dari 10 tahun sebanyak 58,57%. Tingkat pengalaman bertani kakao bagi sebagian besar petani sudah cukup berpengalaman sehingga dalam menjalankan aktivitasnya sebagai petani kakao cukup baik dan tanaman kakaonya sudah cukup produktif.

77

2. Faktor Fisik dan Faktor Non Fisik yang Mempengaruhi Usahatani Kakao a. Faktor Fisik Kesesuaian lahan sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya suatu usahatani. Kesesuaian lahan untuk usahatani kakao adalah sebagai berikut: 1) Jenis Tanah Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada jenis tanah latosol, podsolik merah-kuning dan andosol. Jenis tanah yang ada di Desa Banjarasri adalah tanah latosol dan grumosol. Jenis tanah di Desa Banjarasri sesuai untuk tanaman kakao. 2) Air Tanaman kakao membutuhkan suplai air yang cukup, terhindar dari banjir dan air yang menggenang. Kondisi air di Desa Banjarasri baik dan tidak pernah banjir maupun ada air tergenang. Kondisi tersebut sesuai untuk tanaman kakao. 3) Aerasi dan Drainase Aerasi dan drainase yang baik dibutuhkan untuk kelangsungan

hidup

tanaman

kakao.

Desa

Banjarasri

mempunyai aerasi dan drainase yang sedang (Monografi Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang, 2010). Kondisi ini juga sesuai untuk tanaman kakao.

78

4) pH pH (keasaman tanah) yang sesuai untuk tanaman kakao adalah 5,6 – 6,8. Tanah di Desa Banjarasri mempunyai pH 5,5 – 7. pH di Desa Banjarsari ini sesuai untuk tumbuhnya tanaman kakao. 5) Temperatur Tanaman kakao dapat tumbuh dan berkembang pada suhu optimal, yaitu berkisar antara 22,50°C – 30,50°C. Temperatur Desa Banjarasri yaitu 23,3°C. Kondisi ini sesuai untuk tanaman kakao. 6) Curah Hujan Curah hujan yang ideal untuk tanaman kakao adalah daerah-daerah bercurahhujan antara 1.100 – 3.000 mm per tahun. Curah hujan di Desa Banjarasri adalah 2227,8 mm/tahun. Curah hujan ini sesuai untuk tumbuhnya tanaman kakao. b. Faktor Non fisik 1) Modal a) Kepemilikan Lahan Pertanian dan Jumlah Pohon kakao Luas lahan dan jumlah pohon kakao yang digunakan untuk usahatani kakao dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

79

Tabel 18. Hubungan Luas Kepemilikan Lahan Pertanian Kakao dengan Jumlah Pohon Kakao

251 - 500

501 - 750

751 -1000

> 1000

F

Persentase

Luas Kepemilikan Lahan < 1000 1000 - 3000 3001 - 5000 5001 - 7000 7001 - 9000 > 9000 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

< 250

Jumlah Pohon Kakao (batang)

30 25 4 59

1 6 1 8

0

1 1

1 1 2

31 32 4 1 1 1 70

44,29 45,71 5,71 1,43 1,43 1,43 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui sebanyak 32 responden (45,71%) mengelola lahan pertanian kakao antara 1000m2 sampai 3000m2. Kebanyakan petani sudah mempunyai tanah yang cukup luas sehingga dapat dijadikan lahan untuk usahatani kakao. Jumlah pohon kakao yang ditanam di daerah penelitian masih cukup sedikit dan belum seimbang dengan luas lahan sehingga berpengaruh pada jumlah produksi kakao yang dihasilkan. b) Status Kepemilikan Lahan Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa lahan yang digunakan semua responden melaksanakan usahatani kakao pada lahan milik sendiri.

80

c) Modal Pelaksanakan

usahatani

kakao

rata-rata

petani

membutuhkan modal awal kurang dari Rp 6.000.000,00. Besar modal awal yang dikeluarkan para petani kakao dapat dilihat pada tabel 19 berikut: Tabel 19. Modal Awal Usahatani Kakao di Desa Banjarasri Besar Modal < Rp 6.000.000 Rp 6.000.000 – Rp 9.000.000 Rp 9.000.000 – Rp 12.000.000 > Rp 12.000.000 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 66 1 1 2 70

Persentase 94,28 1,43 1,43 2,86 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa untuk melakukan usahatani kakao rata-rata petani membutuhkan modal awal kurang dari Rp 6.000.000,00. Jumlah ini merupakan

modal

yang

terkecil.

Usahatani

kakao

dilaksanakan petani menggunakan modal secukupnya sesuai dengan luas lahan kakao. d) Asal modal Asal modal petani kakao di Desa Banjarasri dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 20. Asal Modal Untuk Usahatani Kakao di Desa Banjarasri Asal Modal Tidak mengeluarkan modal Modal sendiri Pinjaman bank Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 39 31 0 70

Persentase 55,71 44,29 0 100

81

Berdasarkan tabel 20 dapat diketahui bahwa sebagian besar petani yaitu 55,71% tidak mengeluarkan modal untuk usahatani kakao, hanya 44,29% petani yang mengeluarkan modal sendiri. Petani tidak mengeluarkan modal karena mendapat bantuan bibit pohon kakao dari pemerintah. Mereka tinggal mempersiapkan lahan pertanaman yang dikerjakan sendiri. 2) Jumlah Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja yang ikut dalam pengelolaan kakao dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 21. Jumlah Tenaga Kerja Per 1000 m2 Jumlah Tenaga Kerja (Orang) <2 3 >3 Dikerjakan sendiri Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Sebagian

besar

petani

Frekuensi 1 0 1 68 70

yaitu

97,14%

Persentase 1,43 0 1,43 97,14 100

melakukan

pengelolaan usahatani kakao sendiri, karena lahan pertaniannya tidak begitu luas sehingga mampu dikerjakan sendiri. Petani yang menggunakan tenaga kerja upahan dalam menyelesaikan pekerjaan rata-rata 5 hari. Biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja per orang sebesar Rp 25.000,00 per hari. 3) Pemasaran Petani kakao melakukan pemasaran kakao seperti pada tabel 22 berikut ini:

82

Tabel 22. Pemasaran Hasil Usahatani Kakao Pemasaran Tengkulak Pasar Koperasi Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 10 58 2 70

Persentase 14,29 82,86 2,85 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui dari 70 jumlah responden yang ada, 82,86% menjawab bahwa mereka memasarkan kakao yang sudah kering ke pasar. Lokasi pasar dekat rumah responden. Harga jual kakao bervariasi mulai dari Rp 15.000,00 – Rp 17,000,00 tergantung kualitasnya, untuk kualitas I dihargai Rp 17,000,00. Harga jual di tengkulak dan koperasi juga sama. 4) Transportasi Transportasi yang digunakan petani untuk memasarkan kakao dengan cara dipanggul/digendong dan dengan sepeda motor. Hasil penelitian menyatakan bahwa daerah tempat tinggal responden terutama jalan yang dilewati menuju rumah responden sebagian besar sudah diaspal. Jalan tersebut sudah diaspal namun belum dapat dijangkau dengan (angkutan umum pedesaan) ANGKUDES. Jenis transportasi yang digunakan responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 23. Jenis Transportasi Jenis angkutan/transportasi Angkutan umum Sepeda Sepeda motor Jalan kaki Jumlah

Frekuensi 3 2 44 21 70

Persentase 4,29 2,85 62,86 30 100

83

Sumber; Data Primer 2010

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 62,86% responden menggunakan alat transportasi sepeda motor dalam beraktivitas. Sebanyak 30% responden masih berjalan kaki dalam beraktivitas. ANGKUDES belum bisa menjangkau tempat tinggal mereka sehingga dalam memasarkan kakao harus berjalan kaki menuju pasar. 5) Layanan Kredit Berdasarkan penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar petani dalam usahatani kakao belum menggunakan fasilitas kredit. Petani enggan menggunakan fasilitas kredit yang ada karena menurut mereka bunga pinjamannya terlalu tinggi dan prosedur yang ditetapkan oleh penyedia kredit (Bank) berbelit-belit sehingga para petani lebih memilih untuk tidak kredit. Sebenarnya dalam kelompok tani juga sudah ada layanan kredit yang prosedurnya lebih mudah dan bunga pinjamannya

lebih

ringan

dibandingkan

dengan

bunga

pinjaman di bank namun mereka belum memanfaatkannya. 6) Teknologi Berdasarkan penelitian diketahui bahwa teknologi yang digunakan petani untuk usahatani kakao adalah teknologi yang masih sederhana. Teknologi sederhana dapat dilihat dari pengelolaan hasil panen kakao yang dicuci menggunakan

84

tangan tanpa menggunakan mesin pencuci. Sebagian besar petani kakao melakukan pemupukan di Desa Banjarasri menggunakan pupuk organik (pupuk kompos/kandang) dan pupuk semi organik (campuran pupuk kompos/kandang dan pupuk kimia). Sumber informasi pengetahuan petani dalam usahatani kakao dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 24. Sumber Informasi Mengenai Usahatani Kakao Sumber Informasi Belajar sendiri/Autodidak Tukar wawasan Lembaga formal Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 11 23 36 70

Persentase 15,71 32,86 51,43 100

Berdasarkan tabel 24 dapat diketahui bahwa 51,43% dari jumlah responden mendapat informasi mengenai kakao dari lembaga formal yaitu berupa penyuluhan-penyuluhan dari dinas pertanian Kabupaten Kulon Progo. Selain dari dinas pertanian juga ada penyuluhan dari KKN (Kuliah Kerja Nyata). Hal ini bisa menambah pengetahuan tentang cara bertani kakao.

85

3. Usahatani Kakao a. Deskripsi Buah Kakao 1) Akar Tanaman kakao mempunyai sistem akar tunggang, namun jika dikembangbiakkan dengan setek atau cangkok maka tanaman kakao memiliki akar serabut. 2) Batang Tinggi batang bisa mencapai 4,5 – 7,0 m. 3) Daun Berbentuk bulat memanjang, ujung daun meruncing dan berwarna hijau. 4) Bunga Bunga berkembang dari ketiak daun dan dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang-cabang. 5) Buah Warna buah kakao beraneka ragam, antara lain buah muda berwarna hijau putih apabila sudah masak menjadi berwarna kuning, dan buah yang berwarna merah setelah masak menjadi oranye. b. Pengelolaan Usahatani Kakao 1) Pembibitan tanaman kakao Asal bibit kakao yang ditanam oleh petani kakao di Desa Banjarasri dapat dilihat pada tabel 25 di bawah ini:

86

Tabel 25. Asal Bibit Kakao Asal Bibit Memelihara/Menyemai Sendiri Kelompok tani Membeli Bantuan pemerintah Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 2 18 7 43 70

Persentase 2,86 25,71 10 61,43 100

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu 61,43% mendapatkan bibit kakao dari bantuan pemerintah. Pemerintah melalui Dinas Perkebunan bekerjasama dengan PT Pagelaran memberikan bantuan bibit kakao kepada petani. Hal ini yang menjadikan awal mula ditanamnya pohon kakao di Desa Banjarasri.

Gambar 7. Bibit Kakao 2) Pengolahan Lahan Pertanaman a)

Persiapan lahan Petani melaksanakan persiapan lahan atau tidak dapat diketahui dengan menanyakan kepada petani kakao. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa sebagian responden 97,14% melakukan persiapan lahan sebelum

87

melakukan penanaman kakao. Kegiatan persiapan lahan meliputi pembersihan lahan dari semak dan gulma seperti penyemprotan alang-alang dengan racun atau dengan membajak dan menggaru. Cara ini dilakukan untuk mengurangi perkembangbiakan hama dan penyakit serta mempercepat pembusukan. b)

Pohon Penaung Petani kakao memberikan pohon penaung atau tidak, dapat diketahui dari penelitian. Pohon penaung yang diberikan petani pada tanaman kakao dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 26. Pohon Penaung Penggunaan pohon penaung

Frekuensi

Menggunakan pohon penaung Tidak menggunakan pohon penaung Jumlah Sumber: Data Primer 2010

56 14

Persentase (%) 80 20

70

100

Berdasarkan

penelitian

dapat

diketahui

bahwa

sebagian besar responden yaitu 80% memberikan pohon penaung pada tanaman kakao mereka. Responden merasa perlu memberikan pohon penaung untuk kelangsungan hidup tanaman kakao. Pohon penaung berfungsi untuk mengatur intensitas penyinaran matahari, suhu, kelembaban udara, angin, menambah unsur hara dan bahan organik, menekan tumbuhan gulma dan memperbaiki struktur tanah.

88

Tanaman penaung yang cocok untuk pohon kakao yaitu pohon pisang, lamtoro, kelapa, dan karet. Sebanyak 20% responden tidak menggunakan pohon penaung, padahal pohon penaung sangat berguna bagi tanaman kakao. Responden belum mengerti fungsi dari pohon penaung bagi tanaman kakao sehingga tidak memberikan pohon penaung. Responden tidak begitu memperhatikan pohon kakao mereka, yang mereka perhatikan pohon kakao berbuah atau tidak. 3) Penanaman Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa semua responden melaksanakan penanaman bibit kakao pada awal musim hujan yaitu antara antara bulan Oktober sampai bulan Februari. Hal ini dilakukan responden untuk mencegah bibit yang ditanam agar tidak banyak yang mati. Penanaman dilakukan pada lubang-lubang tanam yang telah disediakan. Bibit yang akan ditanam sebaiknya sudah cukup umur dan sudah diseleksi terlebih dahulu. 4) Pemupukan a) Pelaksanaan Pemupukan Pelaksanaan pemupukan oleh petani pada tanaman kakao dapat dilihat pada tabel berikut:

89

Tabel 27. Responden Yang Melaksanakan Pemupukan Pelaksanaan Pemupukan Melakukan Tidak melakukan Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi

Persentase (%)

66 4 70

94,29 5,71 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar petani yaitu sebayak 94,29% melaksanakan pemupukan pada tanaman kakao. Pemupukan dilakukan agar tanaman kakao tumbuh subur dan sehat sehingga dapat berproduksi dengan baik. Responden yang tidak melakukan pemupukan sebanyak 5,71% karena kesibukan mereka diluar bertani kakao. Kesibukan di luar bertani tersebut menyebabkan tanaman kakao tidak dipupuk dan akan berpengaruh pada produktivitas kakao. b) Jenis Pupuk Jenis pupuk yang digunakan responden memupuk tanaman kakao dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 28. Jenis Pupuk yang Digunakan Responden Jenis Pupuk Pupuk Kandang Pupuk NPK Pupuk TSP Pupuk NPK dan Urea Pupuk Kandang dan Urea Pupuk Kandang dan Ponska Pupuk Kandang, Urea dan ZA Pupuk Kandang, Urea dan TS Tidak memberikan pupuk Jumlah

Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 41 1 1 1 15 5 1

Persentase 58,57 1,43 1,43 1,43 21,43 7,14 1,43

1

1,43

4 70

5,71 100

90

Berdasarkan

tabel diatas dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden yaitu 58,57% memupuk tanaman kakaonya menggunakan pupuk kandang karena petani merencanakan tanaman kakao yang organik bukan semi organik. Sebagian besar petani mempunyai hewan ternak sendiri sehingga kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Pupuk kandang dan Urea digunakan oleh 21,43% responden. Responden berpendapat bahwa pemberian pupuk

kandang

harus

diseimbangkan

juga

dengan

pemberian pupuk buatan seperti Urea. c) Dosis Pemupukan Dosis pemupukan yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada tabel 29 berikut: Tabel

29.

Dosis Pupuk (kg)

Dosis Pemupukan Banjarasri/th/batang anorganik

f < 0,5 4 0,5 21 >0,5 Jumlah 25 Sumber: Data Primer 2010

% 5,71 30 35,71

Kakao organik f 41 41

% 58,57 58,57

di

Desa

Tidak melakukan pemupukan f %

4

Berdasarkan tabel 31 dapat diketahui sebanyak 58,57% responden melaksanakan pemupukan menggunakan pupuk kandang dengan dosis pemupukan lebih 0,5 kg/setengah tahun. Pemupukan menggunakan pupuk anorganik sebagian besar dengan dosis kurang dari 0,5 kg/setengah tahun.

5,71

91

Pemupukan untuk setiap 1000m2 rata-rata membutuhkan pupuk anorganik sebanyak 250 kg. Responden melaksanakan dua kali pemupukan dalam satu tahun yaitu pada awal musim penghujan dan awal musim kemarau. Pemupukan dilakukan, baik menggunakan pupuk organik maupun pupuk anorganik untuk memperoleh unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman kakao. 5) Pemeliharaan Tanaman a) Pelaksanaan Pengairan Petani melaksanakan pengairan atau tidak dapat dilihat pada tabel 30 berikut ini: Tabel 30. Pelaksanaan pengairan Pelaksanaan Pengairan Melakukan Tidak melakukan Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 26 44 70

Persentase 37,14 62,86 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 62,86% responden tidak melakukan pengairan pada tanaman kakao. Petani hanya menggunakan air hujan untuk pengairan agar saat musim kemarau pohon kakao tidak mengalami ketergantungan terhadap air, terutama bagi daerah yang kesulitan air. Pengairan hanya dilakukan oleh 37,14% responden saja, yaitu menggunakan sistem irigasi/leb dan siram. Pengairan perlu dilakukan untuk

92

memelihara tanaman kakao, terutama kakao yang masih muda dan yang sedang berbunga. b) Sumber Pengairan Sumber pengairan yang digunakan responden di Desa Banjarasri dapat dilihat pada tabel 31 berikut: Tabel 31. Sumber Pengairan Sumber Pengairan Irigasi/leb Siram Air hujan Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 18 8 44 70

Persentase 25,71 11,43 62,86 100

Berdasarkan tabel 31 di atas terlihat bahwa sebanyak 62,86% dari jumlah responden sumber pengairannya menggunakan air hujan, irigasi

sebanyak 25,71% dan

sebanyak 11,43% dengan sistem siram. Petani lebih memilih menggunakan air hujan untuk pengairan agar saat musim

kemarau

pohon

kakao

tidak

mengalami

ketergantungan terhadap air. Air hujan sangat berarti untuk pohon kakao terutama di daerah yang sulit air seperti di Dusun Tirip dan Tosari yang berada di Pegunungan Menoreh. c) Pemangkasan Berdasarkan

penelitian

dapat

diketahui

bahwa

sebagian besar petani yaitu 95,71% dari jumlah responden melaksanakan

pemangkasan.

Pemangkasan

dilakukan

93

untuk mendapatkan pertumbuhan tajuk yang seimbang dan kukuh serta mengurangi kelembaban. Pemangkasan juga memudahkan

petani

dalam

pemeliharaan

dan

pelaksananaan panen kakao. Pemangkasan yang dilakukan secara teratur dapat meningkatkan produksi kakao dengan kualitas yang baik. 6) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman kakao di Desa Banjarasri sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kakao dapat dilihat pada tabel berikut:

94

Tabel 32. Hama Penyakit Yang Menyerang Kakao di Desa Banjarasri No

Frekuensi

Persentase

1

tupai

Jenis Hama Penyakit

1

1,43

2

ulat

2

2,86

3

jamur

3

4,29

4

ulat+jamur

1

1,43

5

penggerek batang

2

2,86

6

penggerek batang+penggerek buah

3

4,29

7

penggerek batang+tupai

1

1,43

8

penggerek batang+tupai+ulat

1

1,43

9

penggerek batang+penggerek buah+tupai

1

1,43

10

penggerek batang+penggerek buah+tupai+ulat

1

1,43

11

penggerek batang+penggerek buah+tupai+jamur

1

1,43

12

penggerek batang+pengerasan buah (Antraknose)

3

4,29

13

pengerasan buah (Antraknose)

1

1,43

14

penggerek buah

8

11,43

15

penggerek buah+ulat

1

1,43

16

penggerek buah+tupai

1

1,43

17

penyakit busuk buah

1

1,43

18

Helopeltis (kepik penghisap buah)

19

27,14

19

Helopeltis+penggerek batang

3

4,29

20

Helopeltis+penggerek buah

1

1,43

21

Helopeltis+penyakit busuk buah

2

2,86

22

Helopeltis+tupai+jamur

2

2,86

23

Helopeltis+tupai

1

1,43

24

Helopeltis+ulat

3

4,29

25

Helopeltis+ulat+tupai

1

1,43

26

Helopeltis+ulat+jamur

1

1,43

27

Helopeltis+ulat+tupai+jamur

1

1,43

28

ulat+penggerek buah+Helopeltis+busuk buah+pengerasan buah

1

143

29

tidak menjawab

3

4,29

Jumlah

70

100,00

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 27,14% dari jumlah responden menyatakan tanaman kakaonya diserang hama Helopeltis (kepik penghisap buah). Helopeltis menyerang buah kakao muda, pucuk dan ranting tanaman kakao.

95

Helopeltis hidup di lingkungan lembab. Helopeltis dapat diberantas dengan pemangkasan dan disemprot insektisida. Pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan cara alami dengan membungkus buah kakao menggunakan plastik, selain itu juga bisa menggunakan tembakau dan semut.

Gambar 8. Buah kakao yang rusak akibat hama 7) Panen dan Pengolahan Pasca Panen Biji Kakao a) Panen Biji Kakao Frekuensi pemanenan yang dilaksanakan responden dapat dilihat pada tabel 33 berikut ini: Tabel 33. Frekuensi Pemanenan Frekuensi Pemanenan/bln < 2 kali pemanenan/bln 2-3 kali pemanenan/bln 3-4 kali pemanenan/bln > 4 kali pemanenan/bln Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi

Persentase

31 19 15 5 70

44,29 27,14 21,43 7,14 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui 44,29% responden melaksanakan pemanenan kakao sebanyak 1 – 2

96

kali dalam satu bulan. Gangguan hama dan penyakit menyebabkan frekuensi pemanenan menjadi berkurang dan produktivitasnya menurun. Frekuensi pemanenan yang baik adalah 6 kali, yaitu setiap 5 hari sekali buah kakao dipanen.

Gambar 9. Kakao Siap Panen b) Pengolahan Pasca Panen Biji Kakao 1. Fermentasi Buah kakao yang sudah dipecah kemudian dilakukan fermentasi. Fermentasi bertujuan untuk menciptakan aroma, rasa, warna cokelat yang khas, dan mempermudah terlepasnya pulp dari biji. Fermentasi yang sempurna terjadi apabila suhu dalam tumpukan biji bisa optimal sekitar 450-500°C. Sebagian besar petani kakao juga melakukan fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan memasukkan biji kakao ke dalam wadah/tempat selama satu sampai dua hari.

97

2. Mencuci Biji Kakao Setelah dilakukan fermentasi kemudian biji kakao dicuci. Pencucian biji kakao dimaksudkan untuk mengurangi kadar pulp. Pencucian yang terbaik dilakukan sampai setengah bersih saja. Pencucian biji kakao yang terlalu bersih akan mengakibatkan biji kakao yang sudah kering banyak yang retak.

Gambar 10. Penjemuran Biji Kakao

4. Produktivitas Kakao a. Jumlah Produksi Kakao dalam Satu Tahun Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah produksi rata-rata kakao setiap petani di Desa Banjarasri yaitu 119 kg/tahun. Jumlah produksi kakao dalam satu tahun dapat dilihat pada tabel berikut:

98

Tabel 34. Jumlah Produksi Kakao Dalam Satu Tahun Produksi (kg/1000 m2) < 50 51 – 100 101 – 150 > 150 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 24 16 14 16 70

Persentase 34,28 22,86 20 22,86 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa setiap tahun yang mempunyai jumlah produksi kakao kurang dari 50 kg/tahun/1000m2 sebanyak 34,28%. Analisis dari penelitian menyatakan bahwa semakin sempit kepemilikan luas lahan maka produktivitasnya semakin banyak. Penyebabnya karena semakin sempitnya luas lahan maka perawatan dan pengawasan terhadap hama penyakit lebih intensif. Produktivitas kakao yang semakin banyak akan meningkatkan pendapatan petani sehingga kebutuhan bisa tercukupi. b. Biaya Produksi Kakao dalam Satu Tahun 1) Jumlah Biaya Tenaga Kerja untuk Satu Tahun Biaya tenaga kerja diperoleh dengan menghitung berdasarkan jumlah tenaga kerja dalam satu tahun dikalikan upah per hari. Jumlah biaya tenaga kerja dalam satu tahun dapat dilihat pada tabel berikut:

99

Tabel 35. Jumlah Biaya Tenaga Kerja Untuk Satu Tahun Jumlah Biaya Tenaga Kerja Untuk Satu Tahun (Rp)/1000m2 1 < 166.667,00 2 166.668,00 – 333.334,00 3 > 333.335,00 Jumlah Sumber: Data Primer 2010 No

Frekuensi

Persentase

69 0 1 70

98,57 0,00 1,43 100

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa total jumlah biaya tenaga kerja untuk satu tahun yang dikeluarkan oleh sebagian besar petani kakao kurang dari Rp 166.667,00. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani kakao kurang dari Rp 166.667,00 karena dipengaruhi oleh luas lahan yang diolah untuk usahatani kakao masih terbatas. Selain itu, tenaga kerja yang mengelola tanaman kakao sebagian besar berasal dari anggota keluarga sendiri. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak dihitung dan dapat menekan biaya. 2) Jumlah Biaya Sarana Produksi untuk Satu Tahun Biaya sarana produksi diperoleh dengan menghitung berdasarkan jumlah biaya sarana produksi yang dikeluarkan dalam satu tahun. Biaya sarana produksi meliputi biaya pupuk dan biaya obat pemberantas hama. Jumlah biaya sarana produksi dalam satu tahun dapat dilihat pada tabel berikut:

100

Tabel 36. Biaya Sarana Produksi Untuk Satu Tahun Jumlah Biaya Sarana Produksi Untuk Satu Tahun (Rp) 1 < 1.826.667,00 2 1.826.668,00 –3.653.334,00 3 > 3.653.335,00 Jumlah Sumber: Data Primer 2010 No

Frekuensi

Persentase

69 0 1 70

98,57 0,00 1,43 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar petani yaitu 98,57% memiliki jumlah biaya sarana produksi untuk satu tahun kurang dari Rp 1.826.667,00. Penguasaan lahan untuk usahatani kakao masih relatif sempit/terbatas sehingga biaya yang dikeluarkan juga sedikit. Sebagian besar petani menggunakan pupuk kandang yang berasal dari ternaknya sendiri sehingga petani kakao hanya mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk kimia (pabrik). Beberapa

petani

menggunakan

obat

pemberantas

hama/insektisida. Petani cukup melakukan pemangkasan dalam mengatasi hama sehingga biaya yang dikeluarkan petani tidak banyak. Petani hanya mengeluarkan biaya untuk pembelian pupuk kimia saja sehingga biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi tidak banyak. c. Produktivitas Kakao dalam Satu Tahun Produktivitas

kakao

diperoleh

dengan

menghitung

berdasarkan jumlah produksi kakao yang dihasilkan tiap kali panen dalam satu tahun dikalikan harga jual dalam satuan rupiah.

101

Produktivitas kakao di Desa Banjarsari dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 37. Produktivitas Kakao Dalam Satu Tahun Produksi Kotor (Rp) < 1.000.000 1.010.000 – 2.000.000 2.010.000 – 3.000.000 3.010.000 – 4.000.000 > 4.000.000 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 28 21 9 5 7 70

Persentase 54,29 15,71 12,86 7,14 10 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa usahatani kakao di Desa Banjarasri hanya 10% dari jumlah responden saja yang mempunyai produktivitas lebih dari Rp 4.000.000,00 per tahun, yang lainnya masih di bawah Rp 4.000.000,00. Hal ini dipengaruhi oleh produktivitas dan harga jual kakao. Padahal, apabila tanaman kakao dirawat dengan baik akan menghasilkan buah yang banyak dan pendapatan petani akan meningkat. Perlu kesadaran dan ketelitian petani untuk merawat tanaman kakao, terutama tanaman ynag terkena serangan hama atau penyakit. d. Hubungan Jumlah Produksi dengan Pendapatan Petani Kakao Data pendapatan bersih dari usahatani kakao dapat dihitung dari pendapatan kotor dikurangi biaya produksi sehingga diketahui pendapatan bersih. Pendapatan bersih petani kakao di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 38 berikut:

102

Tabel 38. Hubungan Jumlah Produksi dengan Pendapatan Petani Kakao 2.000.0001 – 3.000.000

3.000.001 – 4.000.000

> 4.000.000

F

Persentase

Jumlah Produksi /kg/th/1000m2 < 50 25 51 - 100 7 101 - 150 1 > 150 33 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

1.000.000 – 2.000.000

< 1.000.000

Pendapatan Bersih (Rp)

8 9 2 19

4 2 6

7 7

5 5

25 15 14 16 70

35,71 21,43 20 22,86 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa 35,71% pendapatan bersih/tahun dari usahatani kakao dengan jumlah produksi kakao kurang dari 5 kg per tahun per 1000 m2. Pendapatan bersih ratarata Rp 1.536.100,00 merupakan pendapatan yang masih rendah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Hal ini dikarenakan adanya serangan hama dan penyakit. Tanaman kakao juga ada yang mati karena kekurangan air sehingga pendapatan petani menjadi berkurang. Usahatani kakao perlu dikembangkan lagi agar berproduksi dengan baik dan dapat meningkatkan tingkat ekonomi petani kakao di Desa Banjarasri.

103

e. Hambatan Usahatani Kakao di Desa Banjarasri 1) Hambatan Modal Hambatan modal usahatani kakao dapat dilihat pada tabel 39 berikut ini: Tabel 39. Hambatan Modal Dalam Usahatani Kakao di Desa Banjarasri Hambatan Modal Menjadi Hambatan Tidak Menjadi Hambatan Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 2 68 70

Persentase 2,86 97,14 100

Tabel 39 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 2,86% responden menjawab modal menjadi hambatan dalam usahatani kakao

di

Desa

Banjarasri.

Tidak

semua

petani

bisa

mengeluarkan modal untuk usahatani kakao. Para petani mengharapkan pemerintah menyediakan modal untuk pertanian demi kelancaran usahatani kakao mereka. 2) Hambatan Kekurangan Air Hambatan kekurangan air untuk usahatani kakao dapat dilihat pada tabel 40 berikut ini: Tabel 40. Hambatan Kekurangan Air Dalam Usahatani Kakao di Desa Banjarasri Mengalami Kekurangan Air Kendala kekurangan air Tanpa kendala kekurangan air Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 8 62 70

Persentase 11,43 88,57 100

Tabel 40 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 11,43% responden menjawab yang menjadi hambatan dalam usahatani kakao adalah kurang/sulitnya air untuk pengairan pohon kakao

104

yang bisa mengakibatkan pohon kakao mati. Daerah penelitian ada yang merupakan daerah yang sulit air sehingga untuk kebutuhan sehari-hari saja harus mengambil air ke mata air atau dengan menggunakan selang. Pencegahan kematian pada pohon kakao perlu dilakukan penyiraman atau irigasi(leb). 3) Hama Penyakit Menjadi Hambatan dalam Usahatani Kakao Hambatan kurangnya air untuk usahatani kakao dapat dilihat pada tabel 41 berikut ini: Tabel 41. Hambatan Hama Penyakit Dalam Usahatani Kakao di Desa Banjarasri Terserang Hama Penyakit Terserang hama Tidak terserang hama Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 67 3 70

Persentase 95,71 4,29 100

Tabel 44 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 95,71% responden menjawab hama penyakit menjadi penghambat dalam usahatani kakao. Hama hidup pada daerah-daerah yang lembab. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi hama penyakit dengan cara melakukan pemangkasan dan penyemprotan menggunakan insektisida. Usaha yang lainnya bisa dengan cara buah dibungkus plastik, pohon diberi semut, maupun menggunakan tembakau. 4) Hambatan Keterbatasan Waktu Pengelolaan Sebanyak 2,86% responden merasa kesulitan dalam membagi waktu untuk mengelola tanaman kakao. Banyak waktu

105

petani yang tersita untuk melakukan pekerjaan lain di luar aktivitas sebagai petani. Petani kakao harus membagi waktu antara bertani kakao dengan mengerjakan pekerjaan mereka yang lain. Hal ini perlu dilakukan agar kakao dapat tumbuh dengan baik dan bisa berproduksi dengan maksimal tanpa adanya gangguan dari hama maupun penyakit.

5. Tingkat Ekonomi Petani a. Pendapatan Pendapatan

responden

dalam

penelitian

ini

meliputi

pendapatan usahatani kakao, pertanian, peternakan dan non pertanian. Pendapatan responden dihitung berdasarkan jumlah pendapatan yang diperoleh responden selama satu tahun. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan distribusi tingkat pendapatan responden disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 42. Pendapatan Usahatani Kakao, Pertanian, Peternakan dan Non Pertanian Pendapatan (Rp)

Kategori

< 20.730.000,00

Sangat Rendah Rendah

20.730.000,00 – 41.420.000,00 41.420.001,00 – 62.110.000,00 62.110.001,00 – 82.800.000,00 > 82.800.000,00 Jumlah

Usahatani Kakao f % 70 100

Pertanian

Peternakan

f 69

% 98,57

f 65

% 92,86

Non Pertanian f % 62 88,57

-

-

1

1,43

4

5,71

4

5,71

Sedang

-

-

-

-

1

1,43

1

1,43

Tinggi

-

-

-

-

-

-

3

4,29

Sangat Tinggi

-

-

-

-

-

-

-

-

70

100

70

100

70

100

70

100

Sumber: Data Primer 2010

106

1) Pendapatan dari Usahatani Kakao Pendapatan dari usahatani kakao dalam penelitian ini merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh responden selama satu tahun. Data dari hasil penelitian menyatakan bahwa pendapatan responden yang terendah sebesar Rp 40.000,00 dan yang tertinggi adalah Rp 10.350.000,00. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa semua responden memiliki pendapatan sangat rendah yaitu kurang dari Rp 20.730.000,00. Hal ini dikarenakan luas lahan yang dijadikan lahan bertani kakao masih sempit/terbatas sehingga pendapatan responden dari usahatani kakao sangat rendah. Usaha yang perlu dilakukan yaitu mengelola tanaman kakao dengan baik tanpa gangguan dari hama penyakit agar bisa berproduksi secara maksimal. 2) Pendapatan Pertanian Pendapatan dari pertanian dalam penelitian ini merupakan pendapatan yang diperoleh responden dari hasil pertanian padi dan kakao selama satu tahun. Data dari hasil penelitian menyatakan bahwa pendapatan terendah sebesar Rp 120.000,00 dan yang tertinggi adalah Rp 27.300.000,00. Berdasarkan tabel 42 tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 98,57% dari jumlah responden memiliki pendapatan kategori sangat rendah (kurang dari Rp 20.730.000,00), hanya

107

1,43% dari jumlah responden memiliki pendapatan kategori rendah yaitu Rp 20.730.000,00 – Rp 41.420.000,00. Responden sebagian besar hanya memiliki lahan untuk bertani kakao saja sehingga pendapatan dari pertanian masih sedikit (sangat rendah). 3) Pendapatan Ternak Pendapatan dari usaha ternak dalam penelitian ini merupakan pendapatan yang diperoleh responden selama satu tahun. Data dari hasil penelitian menyatakan bahwa pendapatan responden terendah sebesar Rp 50.000,00 dan yang tertinggi adalah Rp 42.175.000,00. Berdasarkan tabel 42 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu 92,86% responden memiliki pendapatan

kategori

sangat

rendah

(kurang

dari

Rp

20.730.000,00), dan sebanyak 1,43% responden memiliki pendapatan kategori sedang yaitu Rp 41.420.001,00 – Rp 62.110.000,00. Responden yang masuk dalam kategori sedang

memiliki ternak sapi dan ayam yang jumlahnya relatif banyak sehingga bisa menambah pendapatan responden dari sektor peternakan. 4) Pendapatan Non Pertanian Pendapatan dari usaha non pertanian dalam penelitian ini merupakan pendapatan yang diperoleh responden dari bekerja

108

di luar sektor pertanian selama satu tahun. Data dari hasil penelitian menyatakan bahwa pendapatan responden terendah sebesar Rp 1.200.000,00 dan yang tertinggi adalah Rp 82.800.000,00. Tabel 42 menunjukkan bahwa sebanyak 88,57% dari jumlah responden memiliki pendapatan kategori sangat rendah (kurang dari Rp 20.730.000,00), hanya 4,29% dari jumlah responden yang memiliki pendapatan kategori tinggi (Rp 62.110.001,00 – Rp 82.800.000,00. Responden masuk dalam

kategori sangat rendah karena pendapatannya hanya berasal dari sektor pertanian saja. Pendapatan dengan kategori tinggi dikarenakan responden selain menjadi petani juga bekerja sebagai pegawai sehingga bisa menambah pendapatan mereka. 5) Total Pendapatan Rumah Tangga Total pendapatan rumah tangga petani kakao merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh petani baik dari usaha kakao maupun dari usaha non kakao. Total pendapatan rumah tangga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah total pendapatan selama satu tahun. Data dari hasil penelitian menyatakan bahwa total pendapatan rumah tangga responden terendah sebesar Rp 705.000,00 dan tertinggi sebesar Rp 98.870.000,00. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan distribusi

109

tingkat total pendapatan rumah tangga responden disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 43. Total Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan (Rp) < 20.730.000 20.730.000 – 41.420.000 41.420.001 – 62.110.000 62.110.001 – 82.800.000 > 82.800.000 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Frekuensi 50 14 2 2 2 70

Persentase 71,43 20 2,86 2,86 2,86 100,00

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 71,43% dari jumlah responden memiliki total pendapatan kategori sangat rendah (kurang dari Rp 20.730.000,00), dan 2,86%

responden

memiliki

pendapatan

sangat

tinggi.

Responden masuk dalam kategori sangat rendah karena pendapatannya hanya berasal dari sektor pertanian dan hewan ternak yang dimiliki masih sebatas ayam saja. Pendapatan dengan kategori tinggi dikarenakan responden selain menjadi petani juga bekerja sebagai pegawai dan mempunyai hewan ternak yang relatif banyak sehingga total pendapatan rumah tangga cukup banyak.

b. Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Petani Kakao Penentuan tingkat kemiskinan rumah tangga petani kakao dalam penelitian ini menggunakan kriteria tingkat kemiskinan menurut Sajogyo (1996: 2) yaitu di atas garis kemiskinan, miskin, miskin sekali dan paling miskin. Penentuan tingkat kemiskinan

110

dalam penelitian ini menggunakan pendapatan per kapita responden dalam satu tahun. Pendapatan per kapita diperoleh dari hasil pembagian total pendapatan responden dalam satu tahun dibagi dengan jumlah tanggungan keluarga responden. Tabel 44. Tingkat Kemiskinan Pendapatan Perkapita (Rp)

Kategori

Frekuensi

Persentase

< 1.152.000,00

Paling Miskin

11

15,71

1.152.001,00 – 1.536.000,00

Miskin Sekali

2

2,86

1.536.001,00 – 2.048.000,00

Miskin Di Atas Garis Kemiskinan

5

7,14

52

74,29

70

100,00

> 2.048.000,00 Jumlah

Sumber: Data Primer 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 74,29% dari jumlah responden termasuk dalam kategori di atas garis kemiskinan karena memiliki pendapatan perkapita > Rp 2.048.000,00 per tahun. Pendapatan perkapita > Rp 2.048.000,00 per tahun berasal dari pendapatan pertanian, peternakan, dan non pertanian. Kebutuhan rumah tangga pun bisa tercukupi. Sebanyak 15,71% dari jumlah responden termasuk kategori paling miskin dengan pendapatan per kapita < Rp 1.152.000,00 per tahun. Responden bisa masuk ke dalam kategori paling miskin dikarenakan pendapatan yang kecil yaitu hanya berasal dari sektor pertanian saja sedangkan tanggungan rumah tangga responden cukup besar. Kebutuhan responden semakin banyak sedangkan pendapatan tidak bertambah, hal ini menyebabkan kemiskinan di daerah responden.

111

c. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Kakao Parameter dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani kakao di Desa Banjarasri adalah berdasarkan parameter atau asumsi dari BKKBN. Lebih jelasnya pengelompokan tingkat kesejahteraan petani kakao di Desa Banjarasri dapat dilihat pada tabel 48 sebagai berikut: Tabel 45. Tingkat Kesejahteraan Tingkat Kesejahteraan Pra Sejahtera KS Tahap I KS Tahap II KS Tahap III KS Tahap III Plus Jumlah Sumber: Data Primer 2010

Frekuensi 10 43 12 1 4 70

Persentase 14,29 61,43 17,14 1,43 5,71 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 43 responden atau 61,43% dari jumlah responden termasuk ke dalam kategori Rumah Tangga Sejahtera Tahap I dan rumah tangga responden yang masuk dalam kategori Rumah Tangga tahap III ada 1,43%. Responden bisa masuk dalam kategori Rumah Tangga Sejahtera Tahap I karena kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan psikologisnya bisa tercukupi. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan petani kakao di Desa Banjarasri sudah baik meskipun sebagian besar petani kakao masih dalam kategori Rumah Tangga Sejahtera Tahap I. Para responden bekerja menjadi petani kakao berharap supaya kebutuhannya bisa tercukupi dan kesejahteraan rumah tangganya bisa meningkat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 1. Jika dilihat dari segi iklim, topografi dan tanah, kondisi fisik daerah penelitian sesuai untuk budidaya tanaman kakao. 2. Kondisi non fisik daerah penelitian yang berkaitan bagi usahatani kakao yaitu: a. Modal b. Tenaga kerja c. Transportasi d. Pemasaran e. Fasilitas kredit f. Teknologi 3. Pengelolaan usahatani kakao a. Pembibitan tanaman kakao Mayoritas petani mendapatkan bibit tanaman kakao dari bantuan pemerintah. b. Pengolahan lahan pertanaman Pengolahan lahan dilakukan dengan pembersihan lahan dari semak dan gulma seperti penyemprotan alang-alang dengan racun atau dengan cara membajak dan menggaru. Cara ini dilakukan untuk

112

113

mengurangi

berkembangbiaknya

hama

dan

penyakit

serta

mempercepat pembusukan. Petani juga memberikan pohon penaung untuk kelangsungan hidup kakao. c. Penanaman Penanaman dilakukan saat musim penghujan, yaitu antara bulan Oktober sampai bulan Februari. d. Pemupukan Mayoritas responden menggunakan pupuk organik dan campuran pupuk organik dan anorganik. Sebagian besar petani di daerah penelitian memberikan pupuk organik sebanyak 5-10 kg setiap setiap pohon kakao dan pupuk anorganik sebanyak 0,5 kg per pohon kakao. e. Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman kakao dilakukan dengan cara pengairan dan pemangkasan. Sebagian besar petani hanya mengandalkan pada air hujan saja untuk mencukupi kebutuhan air bagi tanaman kakao. Pemangkasan

berguna

untuk

memudahkan

petani

dalam

pemeliharaan dan pelaksanaan panen kakao. f. Pengendalian hama dan penyakit Sebagian besar petani mengalami gangguan hama dan penyakit pada tanaman kakao mereka. Pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan

cara

pemangkasan,

penyemprotan

114

insektisida maupun secara alami menggunakan tembakau, semut dan buah dibungkus plastik. g. Panen dan pengolahan pasca panen Mayoritas responden melakukan pemanenan sebanyak 1-2 kali setiap satu bulan. Pengolahan biji kakao dilakukan dengan cara fermentasi, dicuci dan dijemur sampai kering kemudian dijual ke pasar. 4. Produktivitas usahatani kakao Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa 34,28% responden hanya memproduksi kurang dari 50 kg kakao kering/tahun per 1000 m2. Pendapatan bersih yang diperoleh petani sebesar Rp 1.536.100,00 per 1000 m2 luas lahan. 5. Tingkat ekonomi petani a. Tingkat kemiskinan rumah tangga petani kakao di Desa Banjarasri Sebagian besar petani yaitu 74,29% sudah berada di atas garis kemiskinan. Responden yang masuk dalam kategori rumah tangga paling miskin sebanyak 15,71%, sedangkan petani yang masuk dalam kategori rumah tangga miskin sekali sebanyak 2,86%. Responden yang masuk dalam kategori rumah tangga miskin yaitu sebanyak 7,14%.

115

b. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani kakao di Desa Banjarasri Sebagian besar petani sudah masuk dalam kategori Rumah Tangga Sejahtera Tahap I yaitu sebanyak 61,43% sedangkan petani yang masih tergolong dalam tahap Pra Sejahtera yaitu sebanyak 14,29%. Rumah tangga petani yang masuk dalam kategori Sejahtera Tahap II sebanyak 17,14%, hanya ada 1,43% yang masuk dalam kategori Rumah Tangga Sejahtera Tahap III. Rumah tangga petani yang masuk dalam kategori Sejahtera Tahap III Plus sebanyak 5,71%.

B. Saran 1. Bagi pemerintah a. Pemerintah

perlu

memberikan

penyuluhan-penyuluhan

bagi

masyarakat tentang pengelolaan usahatani kakao secara baik dan benar serta seminar-seminar tentang usahatani kakao. b. Pemerintah perlu meningkatkan peran serta pertanian dalam hal penyerapan tenaga kerja, dikarenakan Indonesia merupakan negara agraris dengan kultur masyarakat petani. 2. Bagi petani kakao di Desa Banjarasri a. Pihak pertanian diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pemerintah dalam sektor pendapatan devisa dari ekspor kakao dan dapat meningkatkan hasil produksi.

116

b. Petani diharapkan untuk tidak terpaku pada pendapatan dari usahatani kakao saja, tetapi mampu memperoleh pendapatan sampingan dari sektor lain seperti pegawai, pedagang, peternak guna memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. c. Dengan adanya usahatani kakao diharapkan masyarakat mampu belajar cara bercocok tanam tanaman kakao dengan baik serta dapat memasarkan hasil panen.

117

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius Abbas Tjakra Wiralaksana dan M. Cuhaya Soeriatatmadja. 1983. Usaha Tani. Jakarta: Depdikbud Abdoel Djamali. 2000. Manajemen Usaha Tani. Jakarta : Depdiknas Ance Gunarsih Kartasapoetra. 2006. Klimatologi : Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara Andi Widarsono. 2009. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga PT. Perkebunan Tjengkeh Kebun Selokaton Di Desa Pesaren Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah. Skripsi: FISE UNY Anita Desi Kusumaningtyas. 2009. Prospek Usaha Tani Salak Madu Di Desa Wonokerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman DIY. Skripsi: FISE UNY Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Dalam internet online: http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4kakao diakses 1 Februari 2010 Benyamin Lakitan. 2004. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada BKKBN. 1994. Petunjuk Teknis Pendataan dan Pemetaan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN Departemen Perindustrian. 2007. Dalam internet online: http://www.depperin.go.id/ PaketInformasi/Kakao/kakao.pdf diakses 1 Februari 2010 Dinas

Sosial Propinsi DIY. 2005. Dalam internet online: http://www.dinsos.pemdadiy.go.id/index.php?option=content&task=view&id=118&Itemid=46 diakses 31 Mei 2010

Fadholi Hernanto. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya Hadi Prayitno dan Lincolin Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. Yogyakarta: BPFE Hendra Dwi Nugroho. 2009. Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pantai Bugel Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY. Skripsi: FISE UNY

118

Hendrawan Astono. 2006. Tingkat Kesejahteraan Penduduk Perdesaan Di Kabupaten Ponorogo. Thesis: Fakultas Geografi UGM Isa Darmawijaya. 1997. Klasifikasi Tanah Dasar Teori Bagi Penelitian Tanah Dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press La Daihi. 2006. Kesejahteraan Rumah Tangga Transmigran Dilokasi Transmigrasi Di Kecamatan Maginti Kabupaten Mina. Thesis: Fakultas Geografi UGM Monografi Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang. 2010. BP3K Kalibawang Nursid Sumaatmadja. 1981. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung : Alumni Pabunda Tika, Moh. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta : Bumi Aksara Sajogyo. 1996. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Yogyakarta : Aditya Media Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahannya. Yogyakarta : Kanisius Sutrisno Hadi. 1996. Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Cokelat. Bandung : CV. Yrama Widya Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Whynne Charles dan Hammond. 1985. Elements Of Human Geography. London: George Allen&Unwin Yerika Rini Lestari. 2007. Skripsi Usahatani Panili (Vanilla Planifolia Andrews) Di Desa Ngargosari dan Desa Sidoharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. Skripsi: FISE UNY

119

ANGKET PENELITIAN USAHATANI KAKAO DAN TINGKAT EKONOMI PETANI DI DESA BANJARASRI KECAMATAN KALIBAWANG KABUPATEN KULON PROGO No. Responden: I.

Identitas responden 1. Nama 2. Alamat

: :

3. Umur 4. Jenis Kelamin 5. Status Perkawinan

II.

: : a. Laki-laki b. Perempuan : a. Menikah c. Janda b. Belum menikah d. Duda

Karakteristik Rumah Tangga Responden 6. Komposisi Anggota Keluarga

No

Nama

Jenis

Umur

Kelamin

(th)

Status

Pendidik an

Mata Pencaharian Pokok

Sampingan

(L/P) 1 2 3 4 5

III.

Kondisi Rumah Responden 7. Apakah dinding rumah Bapak/ Ibu/ Saudara?

8.

a. Tembok

c. Bambu

b. Kayu

d. Lain-lain (sebutkan) … … … …

Dari apakah lantai rumah Bapak/ Ibu/ Saudara? a. Keramik

c. Ubin

Ket

120

b. Tegel

d. Tanah

9. Berapa luas lantai rumah Bapak/ Ibu/ Saudara? Sebutkan … …. …. … m2 10. Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara memiliki fasilitas buang air besar sendiri? a. Ya

b. Tidak

11. Apakah sumber penerangan yang Bapak/ Ibu/ Saudara gunakan? a. Listrik

c. Lampu minyak

b. Lampu petromak

d. Lain-lain (sebutkan) … … … …

12. Dari manakah sumber air minum yang Bapak/ Ibu/ Saudara gunakan? a. Sumur

c. PAM

b. Mata air

d. Lain-lain (sebutkan) … … … …

13. Dari apakah bahan bakar yang Bapak/ Ibu/ Saudara gunakan untuk memasak sehari-hari? a. Gas elpiji

c. Minyak tanah

b. Kayu bakar

d. arang

14. Berapa kali Bapak/ Ibu/ Saudara makan daging/susu/ayam dalam satu minggu? a. 1 kali

c.3 kali

b. 2 kali

d. >3 kali

15. Berapa kali Bapak/ Ibu/ Saudara makan dalam sehari? a. 1 kali

c. 3 kali

b. 2 kali

d. >3 kali

16. Berapa kali Bapak/ Ibu/ Saudara membeli baju dalam setahun? a. 1 kali

c. 3 kali

b. 2 kali

d. > 3 kali

121

17. Apakah seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk di rumah, bersekolah, bekerja dan bepergian? a. Ya

b. Tidak

18. Apabila sakit ke mana Bapak/ Ibu/ Saudara berobat? a. Rumah sakit

c. Dukun

b. Puskesmas

d. Lainnya (sebutkan) … … … …

19. Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000,- seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor, atau barang lainnya? a. Ya

b. Tidak

20. Apakah setiap anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing? a. Ya

b. Tidak

21. Apakah seluruh anggota rumah tangga dalam tiga bulan terakhir dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas atau fungsi masing – masing? a. Ya

b. Tidak

22. Apakah salah satu atau lebih anggota rumah tangga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap? a. Ya

b. Tidak

23. Apakah seluruh anggota rumah tangga yang berumur 10 – 60 tahun bisa baca tulis latin?

122

a. Ya

b. Tidak

24. Apakah seluruh anak yang berusia 6 – 15 tahun bersekolah pada saat ini? a. Ya

b. Tidak

25. Apakah bila anak hidup dua atau lebih, keluarga yang masih PUS saat ini memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil)? a. Ya

b. Tidak

26. Apakah Rumah tangga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama? a. Ya

b. Tidak

27. Apakah sebagian dari penghasilan rumah tangga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga? a. Ya

b. Tidak

28. Apakah rumah tangga biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga? a. Ya

b. Tidak

29. Apakah rumah tangga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya? a. Ya

b. Tidak

30. Jika ya, kegiatan masyarakat apa saja yang diikuti? Sebutkan … … … …

123

31. Berapa kali Bapak/ Ibu/ Saudara melakukan rekreasi dalam 6 bulan? a. 1 kali

c. 3 kali

b. 2 kali

d. Lain-lain (sebutkan) … … … …

32. Apakah rumah tangga dapat memperoleh berita dari surat kabar? a. Ya

b. Tidak

33. Apakah rumah tangga dapat memperoleh berita dari radio? a. Ya

b. Tidak

34. Apakah rumah tangga dapat memperoleh berita dari TV? a. Ya

b. Tidak

35. Apakah rumah tangga dapat memperoleh berita dari majalah? a. Ya

b. Tidak

36. Jenis transportasi apa yang digunakan sehari-hari? a. Angkutan umum

d. Mobil

b. Sepeda

e. Lain-lain (sebutkan) … … …

c. Sepeda motor 37. Apakah rumah tangga atau anggota rumah tangga secara teratur (dalam waktu tertentu) secara suka rela melakukan sumbangan kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk material? a. Ya

b. Tidak

124

38. Bagaimana keaktifan kepala rumah tangga atau anggota rumah tangga sebagai pengurus kegiatan yayasan atau instansi masyarakat?

IV.

No

Anggota keluarga

Kegiatan yayasan Ya Tidak

1. 2. 3.

Kepala keluarga Istri Anggota rumah tangga

Instansi masyarakat Ya Tidak

Pendapatan Rumah Tangga A. Pendapatan Pertanian Usahatani Kakao a. 39. Penguasaan Lahan No

1 2 3 4

Jenis lahan

Status kepemilikan lahan Milik Sewa Sakap sendiri (m2) (m2) 2 (m )

Ket Bengkok (m2)

Sawah Pekarangan Tegal Lain-lain Jumlah

b. Tenaga Kerja 40. Bagaimana sistem tenaga kerja yang bapak/ibu lakukan dalam pengelolaan usaha tani kakao hingga saat ini? a. Upahan

c. Dikerjakan sendiri

b. Sambatan

d. Lainnya (sebutkan)… … … … … …

41. Apakah jenis upahan yang bapak berikan pada tenaga kerja yang mengelola tanaman kakao?

125

a. Uang

c. Bahan makanan

b. Buah kakao

d. Lainnya (sebutkan)… … … … … …

42. Berapakah jumlah tenaga kerja yang ikut dalam pengelolaan dan pemeliharaan kakao? a. 1 orang

c. 3 orang

b. 2 orang

d. > 3 orang

c. Transportasi 43. Jenis angkutan apa yang sering bapak/ibu gunakan untuk mengangkut hasil tanaman kakao untuk dipasarkan? a. Sepeda

d. Gerobak dorong/roda tunggal

b. Sepeda motor

e. Dipanggul/digendong

c. Mobil pick-up

f. Lainnya (sebutkan)… … … …

d. Modal 44. Berapa besar modal yang digunakan untuk lahan usaha tani kakao? Sebutkan … … … … … … 45. Darimana bapak memperolah modal untuk usaha tani kakao? a. Pinjaman bank b. Modal sendiri c. Lainnya (sebutkan) … … … (Jika jawaban selain (a) lanjut ke no.47)

126

46. Bagaimanakah pendapat Bapak/ Ibu tentang prosedur pinjaman yang berlaku saat ini? a. Mudah b. Berbelit-belit e. Pengelolaan tanaman kakao 47. Sudah berapa lama Bapak/ Ibu melaksanakan usahatani kakao? Sebutkan … … … … … …. … 48. Berapakah jumlah bibit tanaman kakao yang ditanam di lahan Bapak/Ibu? Sebutkan … … … … … … 49. Darimanakah Bapak/ Ibu memperoleh bibit pohon kakao? a. Memelihara

b. Kelompok tani

c. Lainnya… … …. …

50. Apakah Bapak/ ibu melakukan persiapan penanaman kakao dilakukan? a. Ya

lahan

sebelum

b. Tidak

51. Dalam pengelolaan tanaman kakao apakah Bapak/ Ibu melakukan pemupukan? a. Ya

b. tidak

52. Dalam satu tahun berapa kali Bapak/ Ibu melaksanakan pemupukan? a. Satu kali

c. 3 kali

b. Dua kali

d. lainnya (sebutkan) … … … …

126

127

53. Jenis pupuk apa yang Bapak/ Ibu gunakan dalam pengolahan kakao? Sebutkan … … … … 54. Berapakah dosis pemupukan tanaman kakao yang Bapak/ Ibu gunakan? Sebutkan … … … … 55. Dalam pengelolaan kakao apakah Bapak/ Ibu memberikan pohon penaung? a. Ya

b. Tidak

56. Dalam pengelolaan kakao apakah Bapak/ Ibu

melakukan

pengairan? a. Ya

b. Tidak

57. Berapa hari sekali Bapak/ Ibu melaksanakan pengairan? a. 2 hari sekali

c. 2 minggu sekali

b. 1 minggu sekali

d. 1 bulan sekali

58. Bagaimana sistem pengairan yang Bapak/ Ibu gunakan? a. Leb

b. Siram

c. Lainnya (sebutkan) … …

59. Dalam pengelolaan kakao apakah Bapak/ Ibu melakukan pemangkasan? a. Ya

b. Tidak

60. Apakah tanaman kakao Bapak/ Ibu sering terkena hama penyakit?

127

128

a. Ya

b. Tidak

61. Jenis hama penyakit apa yang sering menyerang tanaman kakao Bapak/ Ibu? Sebutkan …. …. … … 62. Jenis obat pemberantas hama apa yang Bapak/ Ibu gunakan? a. Insektisida

c. diacenon

b. Fungisida

d. lainnya (sebutkan) … … … …

63. Dari mana Bapak/ Ibu memeperoleh obat pemberantas hama tersebut? a. Toko pertanian di kota

c. koperasi

b. Toko pertanian di desa

d. lainnya (sebutkan) … … … …

f. Pemasaran 64. Ke manakah Bapak/ Ibu memasarkan hasil kakao? a.

Tengkulak

c. pasar

b.

Konsumen langsung

d. koperasi

65. Berapakah harga jual kakao per kg? sebutkan … … 66. Dari manakah Bapak/ Ibu memperoleh wawasan tentang kakao? a. Autodidak

c. lembaga formal

b. Tukar wawasan

d. lainnya (sebutkan)… … … …

g. Hambatan

128

129

67. Menurut Bapak/ Ibu, apakah hambatan yang sering dihadapi dalam usahatani kakao? 1. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 3. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 4. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 5. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 68. Bagaimanakah cara Bapak/ Ibu untuk mengatasi hambatan tersebut? 1. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 3. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 4. … … … … … … … … …. … … … … … … … … … … .. 5. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … h. Produktivitas 69. Dalam satu bulan berapakah frekuensi Bapak/ Ibu melakukan pemanenan? a. 1-2 kali panen

c. 3-4 kali panen

b. 2-3 kali panen

d. lainnya (sebutkan)… … … …

70. Dalam usahatani kakao Bapak/ Ibu berapakah jumlah produksi dalam satu kali masa panen? … … … Pendapatan Pertanian

129

130

71. Berapakah pendapatan per tahun Bapak/ Ibu dari hasil pertanian? No

1. 2. 3.

Macam Usahatani

Luas Lahan (m2)

Hasil panen (kg)

Harga Jual (Rp)

Hasil bersih (Rp)

Usahatani Kakao Usahatani Padi Tanaman lain Jumlah

Keterangan: Harga jual

= Rp………. x …….. kg (hasil kotor)

Hasil bersih

= hasil kotor - biaya produksi

B. Ternak 72. Pendapatan Bapak/ Ibu dari hasil usaha ternak No 1 2 3 4 5 6

Hewan ternak

Jumlah ternak

Harga per ekor

Jumlah (Rp)

Sapi Kerbau Kambing Ayam Bebek Lain-lain Jumlah

C. Pendapatan Non Pertanian 73. Pendapatan Bapak/ Ibu dari hasil non pertanian No 1 2 3 4

Pekerjaan Buruh Pedagang Pegawai Lain-lain Jumlah

Suami

Istri

Anak

Jumlah (Rp)

74. Pendapatan rumah tangga= pendapatan pertanian + pendapatan ternak + pendapatan non pertanian =Rp ............... + Rp ………… + Rp ……….. =Rp ………….

130

129

Tabel 46. Produktivitas Kakao di Desa Banjarasri per 1000 m2/tahun Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38

Jumlah Produksi Kakao 24 24 24 24 432 720 72 96 120 120 144 120 108 108 180 120 120 96 108 72 72 72 72 72 72 72 72 96 60 60 108 60 48 48 24 144 144 288

Persentase (%) 0.29 0.29 0.29 0.29 5.16 8.61 0.86 1.15 1.43 1.43 1.72 1.43 1.29 1.29 2.15 1.43 1.43 1.15 1.29 0.86 0.86 0.86 0.86 0.86 0.86 0.86 0.86 1.15 0.72 0.72 1.29 0.72 0.57 0.57 0.29 1.72 1.72 3.44

130

39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Jumlah Sumber: Data Primer 2010

288 36 36 36 36 36 48 48 48 360 180 180 144 144 216 192 540 216 216 288 240 240 24 24 12 12 12 12 24 12 24 24 8364

3.44 0.43 0.43 0.43 0.43 0.43 0.57 0.57 0.57 4.30 2.15 2.15 1.72 1.72 2.58 2.30 6.46 2.58 2.58 3.44 2.87 2.87 0.29 0.29 0.14 0.14 0.14 0.14 0.29 0.14 0.29 0.29 100.00

131

Tabel 47. Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Petani Kakao

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

Pendapatan Dalam 1 Tahun 98,870,000 89,945,000 76,770,000 68,200,000 57,615,000 50,402,500 39,600,000 39,540,000 38,950,000 36,540,000 32,425,000 29,920,000 29,420,000 29,010,000 26,300,000 25,580,000 25,445,000 24,450,000 23,300,000 22,780,000 20,680,000 19,232,500 17,690,000 17,100,000 16,479,000 16,285,000 16,030,000 14,705,000 14,370,000 13,755,000 13,450,000 13,260,000 11,855,000 11,465,000 11,345,000 11,325,000 11,320,000

Jumlah Tanggungan Keluarga 4 3 4 3 4 5 2 1 5 2 2 4 5 2 2 3 4 4 3 3 3 3 2 3 2 5 3 6 2 4 3 4 5 3 3 2 2

Pendapatan Perkapita 24717500.00 29981666.67 19192500.00 22733333.33 14403750.00 10080500.00 19800000.00 39540000.00 7790000.00 18270000.00 16212500.00 7480000.00 5884000.00 14505000.00 13150000.00 8526666.67 6361250.00 6112500.00 7766666.67 7593333.33 6893333.33 6410833.33 8845000.00 5700000.00 8239500.00 3257000.00 5343333.33 2450833.33 7185000.00 3438750.00 4483333.33 3315000.00 2371000.00 3821666.67 3781666.67 5662500.00 5660000.00

132

38 11,040,000 39 10,984,000 40 10,940,000 41 10,555,000 42 10,480,000 43 9,630,000 44 8,945,000 45 7,793,000 46 7,570,000 47 7,455,000 48 7,275,000 49 7,040,000 50 6,765,000 51 6,665,000 52 6,505,000 53 6,360,000 54 5,826,000 55 5,300,000 56 5,030,000 57 4,900,000 58 4,890,000 59 4,710,000 60 3,470,000 61 3,104,000 62 1,940,000 63 1,280,000 64 1,260,000 65 1,230,000 66 1,010,000 67 930,000 68 840,000 69 830,000 70 705,000 Sumber: Data Primer 2010

2 2 3 3 5 2 3 2 2 2 3 5 3 2 6 4 2 3 3 3 2 5 2 5 3 1 2 3 2 2 2 3 2

5520000.00 5492000.00 3646666.67 3518333.33 2096000.00 4815000.00 2981666.67 3896500.00 3785000.00 3727500.00 2425000.00 1408000.00 2255000.00 3332500.00 1084166.67 1590000.00 2913000.00 1766666.67 1676666.67 1633333.33 2445000.00 942000.00 1735000.00 620800.00 646666.67 1280000.00 630000.00 410000.00 505000.00 465000.00 420000.00 276666.67 352500.00