Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(1): 89-100
Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari [Growth patterns and factors shells conditions feather of A.antiquata in Bungkutoko water of Kendari]
Arwin1, Bahtiar2, dan Dedy Oetama3 1
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Jl. HAE Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (0401) 3193782 2 Surel: Email:
[email protected] 3 Surel:
[email protected] Diterima: 31 Oktober 2016; Disetujui : 25 November 2016
Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pola pertumbuhan dan Faktor Kondisi kerang bulu (A. antiquata). Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Bungkutoko Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara selama tiga bulan yaitu bulan Juli sampai September 2015. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple random sampling) dengan total sampel sebanyak 180 individu. Hasil parameter fisika kimia yang diperoleh, suhu (29−32oC), pH (7−9), salinitas (32,67−34,67 ppt), Kecepatan arus (2,25−2,38 m/det), Bahan Organik (1,08−2,00%). Hubungan panjang cangkang dan bobot total berada pada kisaran b>2,5 (allometrik positif) dan b<2,5 (allometrik negatif). Hasil analisis yang didapatkan bahwa nilai faktor kondisi (Kn) untuk kerang jantan secara temporal yaitu sebesar 0,77−2,70. Nilai Kn tertinggi terdapat pada bulan Juli yaitu sebesar 2,70. Faktor kondisi (Kn) untuk kerang A. antiquata betina menunjukkan pada bulan yang sama yaitu Juli sebesar 1,03−1,16. Analisis secara spasial menunjukkan Kn untuk kerang A. antiquata jantan yaitu 0,93−1,71 dan kerang A. antiquata betina 0,57−1,31. Secara temporal rasio bobot daging basah (BDB) ratarata untuk kerang jantan yaitu berkisar 12,07%−26,18% dan bobot daging kering (BDK) 1,41%−2,94%. Rasio bobot daging untuk kerang betina yaitu berkisar 10,84%−18,23% bobot daging basah (BDB) dan 1,61%−2,14% bobot daging kering (BDK). Hasil analisis secara spasial persentase rata-rata bobot daging basah (BDB) kerang A. antiquata jantan yaitu berkisar antara 11,65−31,16% dan bobot daging kering (BDK) yaitu 1,67−4,15%. Keran A. antiquata betina didapatkan nilai rata-rata bobot daging basah (BDB) sebesar 11,31−23,90% dan persentase bobot daging kering (BDK) yaitu 1,80−4,16. Kata Kunci : Perairan Bungkutoko, faktor kondisi, rasio bobot daging, A. antiquata
Abstract The purpose of this study to analyze the pattern of growth and condition factor feather shells (A. antiquata). This research was conducted in the waters of Bungkutoko Kendari of Southeast Sulawesi province for three months ie from July to September 2015. The sampling method was randomly simple (Simple random sampling) with a total sample of 180 individuals. The results of chemical physics parameters obtained, the temperature (29-32oC), pH (7-9), salinity (from 32.67 to 34.67 ppt), current speed (2.25 to 2.38 m / sec), Organic Materials (1.08 to 2.00%). Relationship shell length and total weight in the range of b> 2.5 (allometric positive) and b <2.5 (allometric negative). Results of the analysis showed that the value of condition factor (Kn) for males temporal shells in the amount of 0.77 to 2.70. Kn value is highest in February that is equal to 2.70. The condition factor (Kn) for shellfish A. antiquata females showed the same month is July at 1.03 to 1.16. Spatial analysis showed Kn for male mussels A. antiquata ie from 0.93 to 1.71 and from 0.57 to 1.31 scallops A. antiquata females. Temporally wet meat weight ratio (BDB) on average for the clam males ranged 12.07% 26.18% and the weight of dried meat (BDK) 1.41% -2.94%. Weight ratio of meat to shellfish females ranged 10.84% 18.23% wet meat weight (BDB) and 1.61% -2.14% weight of dried meat (BDK). The results of the analysis of spatially percentage of the average weight of wet meat (BDB) mussels A. antiquata males ranged between 11.65 to 31.16% and the weight of dried meat (BDK) is 1.67 to 4.15%. Shellfish A. antiquata females average value obtained wet meat weight (BDB) of 11.31 to 23.90% and the percentage of weight of dried meat (BDK) is 1.80 to 4.16.
Keywords: Bungkutoko waters, condition factor, weight ratio meat, A. antiquata Pendahuluan Pulau Bungkutoko merupakan sebuah
perairan laut terbuka. Perairan Pulau Bungkutoko
pulau kecil yang terletak tepat di depan Teluk
merupakan perairan yang
Kendari, yang berhadapan langsung dengan
sumber
daya
yang
cukup
memiliki potensi tinggi
sehingga
Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu
memberikan nilai komersial terhadap masyarakat
terhadap kerang A. antiquata untuk mengetahui
nelayan lokal. Sumber daya alam yang terdapat di
pola pertumbuhan dan faktor kondisi, dan faktor
perairan Bungkutoko yaitu ekosistem mangrove,
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
lamun, dan karang. Salah satu organisme yang
dari kerang
hidup di perairan pantai dan dimanfaatkan
merupakan sebuah pulau kecil yang terletak tepat
masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari adalah
di depan Teluk Kendari, yang berhadapan
jenis kerang bulu (Anadara antiquata) yang biasa
langsung dengan perairan laut terbuka. Perairan
disebutkan oleh masyarakat lokal yaitu kerang
Pulau Bungkutoko merupakan perairan yang
“Kappa” (Hasil wawancara, 2015).
memiliki potensi sumber daya yang cukup tinggi
Kerang bulu (A. antiquata)
A. antiquata. Pulau Bungkutoko
merupakan
sehingga memberikan nilai komersial terhadap
salah satu sumber daya hayati non ikan ini,
masyarakat nelayan lokal. Sumber daya alam
termasuk
famili Arcidae dan kelas
yang terdapat di perairan Bungkutoko yaitu
Kerang bulu ini hidup dengan cara
ekosistem mangrove, lamun, dan karang. Salah
membenamkan diri dalam pasir atau lumpur
satu organisme yang hidup di perairan pantai dan
mempunyai tabung yang disebut sifon, yang
dimanfaatkan
terdiri dari saluran untuk memasukkan air dan
sehari-hari adalah jenis kerang bulu
saluran lainnya untuk mengeluarkan (Nsumaja,
antiquata) yang biasa disebutkan oleh masyarakat
2001).
lokal yaitu kerang “Kappa” (Hasil wawancara,
Bivalvia.
dalam
Kerang bulu (A. antiquata)
merupakan
masyarakat
untuk
dikonsumsi (Anadara
2015).
salah satu komoditas penting yang sangat
Kerang bulu (A. antiquata)
merupakan
potensial dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh
salah
kerang bulu memiliki nilai ekonomis tinggi dan
termasuk
memiliki kandungan gizi tinggi yaitu: protein,
Bivalvia.
asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral.
membenamkan diri dalam pasir atau lumpur
Salah satu kandungan gizi yang khas pada hasil
mempunyai tabung yang disebut sifon, yang
laut adalah asam lemak. Asam lemak tak jenuh
terdiri dari saluran untuk memasukkan air dan
yang terkandung pada berbagai jenis kerang
saluran lainnya untuk mengeluarkan (Nsumaja,
tergolong tinggi (Imre dan Sahgk, 1997). Kerang
2001). Kerang bulu (A. antiquata)
ini menjadi salah satu sumber daya andalan yang
salah satu komoditas penting yang sangat
dimanfaatkan
Pesisir
potensial dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh
Bungkutoko. Satu liter daging kerang bulu (A.
kerang bulu memiliki nilai ekonomis tinggi dan
antiquata) masyarakat memberikan harga berkisar
memiliki kandungan gizi tinggi yaitu: protein,
Rp. 10.000–20.000 yang dijual di pasar setempat
asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral.
(Hasil wawancara, 2015).
Salah satu kandungan gizi yang khas pada hasil
oleh
masyarakat
satu sumber daya hayati non ikan ini, dalam
famili Arcidae dan kelas
Kerang bulu ini hidup dengan cara
merupakan
Tingginya aktivitas masyarakat nelayan di
laut adalah asam lemak. Asam lemak tak jenuh
Bungkutoko dan adanya penangkapan yang
yang terkandung pada berbagai jenis kerang
intensif
tergolong tinggi (Imre dan Sahgk, 1997).
diduga
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan dan faktor kondisi,
pola
yang akan
Satu
liter
daging
kerang
bulu
(A.
mempengaruhi laju pertumbuhan dari kerang
antiquata) masyarakat memberikan harga berkisar
A. antiquata. Oleh karena itu dilakukannya studi
Rp. 10.000–20.000 yang dijual di pasar setempat
90
Arwin dkk.,
(Hasil wawancara, 2015). Tingginya aktivitas
laboratorium yaitu: Jangka sorong, timbangan
masyarakat nelayan di Bungkutoko dan adanya
digital, alat tulis.
penangkapan
yang
intensif
diduga
dapat
Penentuan stasiun pengambilan sampel
mempengaruhi pola pertumbuhan dan faktor
kerang didasarkan pada keberadaan kerang A.
kondisi, yang akan
antiquata dan karakteristik lingkungan yang
mempengaruhi
laju
pertumbuhan dari kerang A. antiquata. Oleh
terdapat di perairan Bungkutoko. Stasiun (1) :
karena itu dilakukannya studi terhadap kerang A.
berdekatan
dengan
antiquata untuk mengetahui pola pertumbuhan
masyarakat
dan faktor kondisi, dan faktor lingkungan yang
penimbunan laut, dengan titik kordinat 03° 59'
mempengaruhi pertumbuhan dari kerang
460" LS dan 122° 37' 055" BT. Stasiun (2) :
A.
antiquata.
Bungkutoko
pemukiman dan
aktivitas
berdekatan dengan areal mangrove yang sedikit jauh dari aktivitas masyarakat dengan titik kordinat 03° 59' 460" LS dan 122° 37' 055" BT.
Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Stasiun 3 : berdekatan dengan pemukiman
Juli sampai September 2015 di perairan Pantai
masyarakat
Pulau Bungkutoko Kota Kendari. Pengukuran
berlabuhnya kapal, dengan titik kordinat 03° 59'
panjang, lebar, tebal, bobot total, bobot daging
361" LS dan 122° 36' 442" BT.
basah, dan jenis kelamin kerang A. antiquata dilakukan di lapangan.
dan
digunakan
sebagai
tempat
Lokasi penelitian tersebut ditetapkan
Pangamatan parameter
secara purposive random sampling yang terdiri
kualitas air (suhu, salinitas, pH air, dan kecepatan
dari tiga stasiun berdasarkan lokasi aktivitas
arus) dilakukan di lapangan sedangkan analisis
masyarakat
sampel kualitas air lainya (bahan organik dan
keberadaan kerang A antiquata dan lokasi yang
tekstur substrat) di lakukan di laboratorium
tidak
perikanan Universitas Halu Oleo.
masyarakat lokal. Kegiatan yang dipengaruhi
Alat dan bahan yang digunakan pada
yang
dipengaruhi
mempengaruhi
langsung
oleh
langsung
aktivitas
langsung oleh masyarakat lokal yaitu kegiatan
penelitian Lapangan yaitu: Hand refraktometer,
penimbunan laut dan kegiatan usaha peternakan
Thermometer, Soil tester, Kamera, Plastik sampel
ayam potong. Lokasi penelitian disajikan pada
dan Gps. Alat yang digunakan dalam penelitian
Gambar 1.
Gambar 1. Peta stasiun penelitian pengambilan sampel 91
Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu
Pengambilan sampel kerang A. antiquata
automatic gravelseiver selama 10 menit. Setelah
di setiap stasiun menggunakan metode secara
itu butiran sedimen yang telah tersaring pada
acak sederhana (simple random sampling), yang
mata saringan diambil kembali dan ditimbang
diasumsikan bahwa sampel kerang A. antiquata
beratnya untuk mengetahui presentase ukurannya.
dapat mewakili ukuran-ukuran kerang yang
Parameter perairan yang diukur di
terdapat di perairan pantai pulau Bungkutoko.
lapangan meliputi pengukuran suhu, salinitas, pH
Pengambilan kerang ini dilakukan secara bebas
air dilakukan saat air laut pasang.
yaitu mengumpulkan semua kerang A. antiquata
pengukuran
tersebut
dilakukan
yang
substasiun
bersamaan
dengan
diperoleh
selama
bulan
Juli
sampai
September 2015, dalam penelitian di lapangan pengambilan sampel kerang dilakukan
saat
pengambilan
sampel organisme kerang A. antiquata.
A. antiquata
Panjang total kerang A. antiquata yang
dengan
ujung anterior hingga ujung posterior, lebar
menggunakan alat bantu berupa pisau untuk
cangkang diukur dari jarak vertikal terjauh antara
membuka cangkang. Pengambilan sampel ini
bagian atas dan bawah cangkang apabila kerang
dilakukan sekali dalam sebulan selama tiga bulan
diamati secara lateral.
penelitian.
Jumlah sampel pada setiap stasiun
cangkang diukur dari jarak antara kedua umbo
yaitu berjumlah 20 individu yang dikumpulkan
pada cangkang yang berpasangan satu sama lain
setiap bulannya.
Jumlah keseluruhan sampel
dan diukur dengan menggunakan jangka sorong.
yang
pada
Kedua
didapatkan
terendah
setiap
diukur adalah panjang cangkang kerang dari
secara
surut
di
yang
dilakukan
pada
Seluruh
manual
yaitu
bulan
Juli
sampai
cangkang
Tebal umbo kedua
kerang
dibuka
kemudian
September diasumsikan sebanyak 180 individu.
dipisahkan menggunakan pisau bedah untuk
Sampel kerang yang telah didapatkan kemudian
melihat jenis kelaminnya. Gonad terletak di
dibersihkan dan dimasukkan ke dalam kantong
bagian atas kaki dan menyebar di antara kelenjar
plastik, kemudian sampel tersebut dibawa ke
pencernaan. Perbedaan gonad jantan dan betina
daratan untuk mengukur panjang, lebar, tebal,
sangat jelas ketika cangkang dibuka.
bobot total, bobot daging basah, dan menentukan
jantan tampak jelas berwarna putih, sedangkan
jenis kelamin yang dilakukan di lapangan.
gonad betina berwarna kuning kemerah-merahan.
Kemudian pengukuran bobot daging kering
Pengukuran
berat
total
kerang
A.
dilakukan
dengan
cara
kerang A. antiquata dilakukan di laboratorium.
antiquata
menggunakan
dengan
membersihkan kerang tersebut dari sisa partikel-
sampel
partikel pasir yang masih melekat di cangkang
substasiun
kerang A. antiquata kemudian menimbang berat
timbangan
ketelitian
0,01
gram.
sedimen
dilakukan
digital,
Pengambilan di
setiap
yaitu
Gonad
pengamatan yang telah ditentukan, kemudian
keseluruhan
sampel sedimen yang telah diambil dimasukan ke
Pengukuran berat daging basah dan berat daging
dalam kantong sampel yang telah diberi label.
kering kerang A. antiquata dilakukan dengan cara
Selanjutnya substrat tersebut dikeringkan dengan
membuka kedua cangkang kerang tersebut.
cara dijemur dibawa cahaya matahari sampai
Kemudian daging dipisahkan dengan cangkang
kering, setelah sampel sedimen kering ditimbang
kerang dan ditimbang berat basah daging kerang
dengan menggunakan timbangan digital seberat
tersebut menggunakan timbangan digital, dengan
300 gram kemudian dimasukan ke dalam alat
ketelitian 0,01 gram.
92
kerang
beserta
cangkangnya.
Arwin dkk.,
Faktor kondisi Analisis Data
allometrik (b≠2,5)
Menurut Hile (1963) dalam Effendie
A. antiquata bersifat
maka dinyatakan dalam
persamaan rumus (Effendie, 1997):
(1997), menggunakan rumus sebagai berikut:
Kn = Wb/(aLb)………………………...……(4)
W = a.Lb ........................................................(1)
Keterangan :
Keterangan :
Kn = faktor kondisi relatif
W
= berat total (gr)
W
= bobot individu yang teramati (g)
L
= panjang total (mm)
L
= panjang cangkang
a, b
= konstanta
a b = konstanta
Persamaan
linier
yang
digunakan
adalah
Perhitungan
ini
mengetahui
Log W = Log a + b Log L …..................…...(2)
terkandung dalam kerang
Parameter a dan b, digunakan analisis regesi
keseluruhan bobot total kerang. Rasio bobot
dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’,
daging dan bobot total kerang A. antiquata yaitu
maka didapatkan persamaan regesi:
menggunakan persamaan rumus sebagai berikut
y = a + bx …………..................…............…...(3)
(Prawuri, 2005):
Bahtiar (2012) menyatakan bahwa diduga titik
Rasio Bd = (Bd/Bt) X 100%..............................(5)
keseimbangan pola pertumbuhan somatik pokea
Keterangan :
(isometrik)
Bd = bobot daging
hubungan
lebar
cangkang
besar
untuk
persamaan sebagai berikut:
pada
seberapa
dilakukan daging
yang
A. antiquata
pada
terhadap bobot basah berada pada nilai b=2,50.
Bt
Demikian halnya dengan Wilbur dan Owen
Rasio bobot daging basah dan bobot daging
(1964),
kering maka menggunakan persamaan rumus
melaporkan
bahwa
nilai
isometrik
= bobot total
bivalvia yang diamati berada antara 2,40−4,50.
(Niswari, 2004):
Nilai b dari hubungan panjang bobot pada
Rasio Bdk = (Bdk/Bdb) X 100% .................(6)
bivalvia adalah:
Keterangan :
Ho : b = 2,5 hubungan panjang dengan bobot
Bdk = bobot daging kering
adalah isometrik
Bdb = bobot daging basah
H1 : b ≠ 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik,
Hasil dan Pembahasan
Allometrik positif, jika b>2,5 (pertambahan bobot
Hasil
analisis
secara
temporal
lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang).
menunjukkan bahwa pada bulan Juli kerang A.
Allometrik negatif, jika b<2,5 (pertambahan
antiquata jantan memiliki nilai b sebesar 2,28
panjang lebih cepat dibandingkan
dan
pertambahan
bobot). Salah
koefisien
menunjukkan satu
derivat
penting
determinasi
bahwa
0,51
pertumbuhan
yang panjang
dari
cangkang lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan adalah faktor kondisi atau indeks
pertambahan bobot total atau allometrik negatif,
ponderal dan sering disebut faktor K. Faktor
sedangkan pada kerang A. antiquata betina
kondisi menunjukkan keadaan baik dari kerang
memiliki nilai b 2,95 dan koefisien determinasi
dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan
0,86
reproduksi.
dibandingkan dengan pertumbuhan panjang atau
pertambahan
bobot
lebih
capat
93
Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu
allometrik posistif. antiquata
nilai b= 2,65−2,72 pada betina stasiun II
Bulan Agustus kerang A.
betina dan jantan menunjukan pola
memiliki
nilai
b
2,52
yang
menunjukan
pertumbuhan allometrik positif dengan nilai b
allometrik positif. Sebaliknya di stasiun III
berkisar 2,56-2,58 dengan koefisien determinasi
kerang A. antiquata jantan maupun betina
0,82-0,91. Pada bulan September nilai b kerang
memiliki nilai b < 2,5 (allometrik negatif),
A. antiquata jantan dan betina menunjukkan
sedangkan stasiun II kerang jantan menunjukan
pertumbuhan panjang memiliki pola allometrik
pola allometrik negatif.
negatif dengan nilai b berkisar 2,31–2,39,
terdapat pada stasiun II sebesar 2,30 (R2 = 60%),
dengan koefisien determinasinya 0,65-0,85.
sedangkan pada stasiun III menunjukkan nilai b
Nilai b terendah
Hasil analisis secara spasial untuk
yang tidak jauh berbeda antara kerang A.
kerang A. antiquata jantan maupun betina
antiquata jantan dan betina dengan nilai b 2.29
menunjukkan bahwa pada stasiun I memiliki
dan 2,45 (R2 = 67−81%).
a. Jantan
b. Betina Juli
40
W= 0.008L2.289 R² = 0.512 N=37
30
60 40
20
20
10
0
0 0 60
20
0
40 Agustus 50
W= 0.003L2.566 R² = 0.910 N=31
40 Bobot (g)
W = 0.001L2.954 R² = 0.861 N=23
20
40
W= 0.003L2.581 R² = 0.825 N=29
40 30 20
20
10 0
0 0
20
40
60
20
40
September 80
60 40
0
W= 0.008L2.311 R² = 0.854 N=29
W= 0.006L2.396 R² = 0.652 N=31
60 40
20
20 0
0 0
20
40
0
60
20
40
60
Panjang (mm)
Gambar 2. Hubungan panjang bobot secara Temporal kerang A. antiquata jantan dan betina.
94
Arwin dkk.,
a.
Jantan
b. Betina Stasiun I
60
60
W = 0.002L2.654 R² = 0.888 N=31
40
W= 0.002L2.725 R² = 0.894 N=29
40 20
20
0
0 0
20
40
0
60
20
40
Stasiun II 60 40
Bobot (g)
80
W = 0.004L2.525 R² = 0.810 N=31
W= 0.008L2.309 R² = 0.601 N=26
60 40
20
20
0
0 0
20
40
60
0
20
40
60
Stasiun III 60
50
W= 0.008L2.296 R² = 0.673 N=35
40
W= 0.005L2.445 R² = 0.810 N=28
40 30 20
20
10 0
0 0
20
40
0
60
20
40
60
Panjang (mm)
Gambar 3. Hubungan panjang bobot secara spasial kerang A. antiquata jantan dan betina. Berdasarkan hasil pengamatan secara
perubahan yang signifikan dengan ditandai
Tempral dan Spasial hubungan panjang panjang
peningkatan nilai b di awal pematangan hingga
dan bobot dari ketiga stasiun yang diamati
puncak
secara keseluruhan tiap bulanya di dapatkan nilai
pemijahan. Penurunan nilai b diduga disebabkan
b yang berbeda. Secara Temporal nilai b
oleh aktivitas reproduksi pada kerang pasir yang
tertinggi terjadi pada bula juli dengan nilai 2,95
ditandai dengan peningkatan nilai b di awal
dan yang terendah terjadi pada bulan Juli dengan
reproduksi, kemudian mengalami penurunan
nilai
(Asri,
2,28.
Hasil
analisis
secara
Spasial
kematangan
2015).
dan
menurun
Efriyeldi
dkk
setelah
(2012),
menunjukan nilai b tertinggi terjadi pada stasiun
menambahkan bahwa pola pertumbuhan kerang
1 dan yang terendah terjadi pada stasiun 3.hal ini
dapat berbeda antar jenis dan lokasi hidupnya,
diduga disebabkan oleh aktivitas reproduksi
sehingga ada yang mempunyai pola isometrik,
yang dilakukan oleh kerang
allometrik positif dan allometrik negatif. Mariani
Ramesha
dan
A. antiquata.
Thippeswamy
(2009)
dkk.
(2002),
menyatakan
bahwa
pola
mengungkapkan bahwa nilai b mengalami 95
Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu
pertumbuhan ditentukan oleh strategi hidup dan
yang didapatkan sebesar 30 oC.
kondisi lingkungan.
perairan Bungkutoko selama periode penelitian
Asri (2015), menyatakan bahwa nilai b menunjukkan
proporsi
menggambarkan
bentuk
pertumbuhan
tubuh
yang
panjang
dan
berada
pada
mengalami
kondisi perubahan
Widowati (2004),
optimum
Suhu pada
dan
yang
tidak
signifikan.
menyatakan bahwa suhu
pertambahan bobot tubuh. Keseimbangan pola
merupakan faktor pembatas bagi beberapa fungsi
pertumbuhan ini dapat ditunjukan dari nilai b
biologis hewan air seperti migasi, pemijahan,
pada hubungan panjang dan bobot tubuh
kecepatan proses perkembangan embrio serta
(Bahtiar, 2007). Ramesha dan Thippeswamy
kecepatan metabolisme.
(2009)
mengungkapkan
b
Kerang betina menunjukkan nilai Kn
mengalami perubahan yang signifikan dengan
yang tertinggi didapatkan pada bulan Juli
ditandai peningkatan nilai b di awal pematangan
sebesar 1,16 dengan selang kelas yaitu 25−26
hingga puncak kematangan dan menurun setelah
mm. Nilai Kn terendah pada bulan Juli yaitu
pemijahan. Penurunan nilai b diduga disebabkan
0,97 pada selang ukuran antara 31−32 mm
oleh aktivitas reproduksi pada kerang pasir yang
dengan kisaran suhu yang didapatkan pada bulan
ditandai dengan peningkatan nilai b di awal
Juli lebih rendah dibandingkan dengan bulan
reproduksi, kemudian mengalami penurunan
Agustus-September.
(Asri, 2015). Laju pertumbuhan kerang A.
didapatkan nilai Kn untuk kerang
antiquata jantan dan betina berbeda dalam
pada bulan Juli rendah diduga karena faktor
reproduksi,
lingkungan (suhu) yang memengaruhi laju
diduga
bahwa
karena
nilai
kerang
betina
A. antiquata
memanfaatkan energinya relatif lebih banyak
pertumbuhan
untuk perkembangan gonad dibandingkan jantan
mengungkapkan
(Darmawati, 2014).
lingkungan yang mencolok dapat memberikan
Faktor kondisi merupakan salah satu aspek
dalam
menunjukan
pertumbuhan keadaan
atau
suatu
biota
kegemukan
kerang.
Hasil analisis yang
bahwa
Widyastuti
(2011),
perbedaan
kondisi
perbedaan nyata terhadap pertumbuhan kerang dan dapat
memengaruhi proses reproduksi
kerang.
(kemontokan) dinyatakan dari segi kapasitis
Rendahnya nilai Kn yang didapatkan
fisiknya untuk melakukan proses reproduksi
pada bulan Juli juga diduga oleh pengaruh
(Effendie 1997). Mzighami, (2005) menyatakan
rendahnya kecepatan arus yang didapatkan pada
bahwa semakin banyak jenis makanan yang
bulan Juli. Persentase kecepatan arus rata-rata
dikonsumsi oleh suatu organisme maka akan
yang didapatkan yaitu sebesar 2,32 cm/det,
meningkatkan ukuran gonad, sehingga akan
merupakan nilai kecepatan arus tertinggi yang
mempengaruhi ukuran tubuh organisme tersebut.
didapatkan selama periode penelitian. Pada
Hasil analisis yang didapatkan secara temporal
bulan Juli memiliki nilai kecepatan arus tertinggi
bahwa nilai faktor kondisi Nilai Kn tertinggi
dengan nilai rata-rata yaitu sebesar 2,32 cm/det.
untuk kerang jantan terdapat pada bulan Juli
Tingginya kecepatan arus dapat membawa
yaitu sebesar 2,70 dengan interval kelas yaiti
partikel-partikel pasir maupun lumpur menjadi
22−24 mm, nilai kn terendah kerang jantan
lebih besar, sehingga secara tidak langsung akan
terjadi pada bulan Juli sebesar 0,97 dengan
memengaruhi ketersediaan makanan bagi kerang
interval kelas 20-21 dengan kisaran nilai suhu
dan akan memengaruhi pola pertumbuhan.
96
Arwin dkk.,
Ketersediaan sumber makanan bagi bivalvia juga
lebih dominan memiliki nilai faktor kondisi yang
dipengaruhi oleh kecepatan arus yang terdapat
lebih tinggi. Hal ini diduga oleh proses
pada suatu perairan. Arus yang relatif besar
pertumbuhan untuk kerang A. antiquata dengan
menyebabkan ukuran partikel sedimen juga lebih
ukuran kecil, memiliki pola pertumbuhan yang
besar
lebih besar.
dan
didominasi
oleh
kerikil
(Setyobudiandi. 2004).
kerang
Asri (2015) menyatakan bahwa
yang
berukuran
kecil
lebih
Analisis secara spasial didapatkan nilai
memanfaatkan energinya untuk pertumbuhan
Kn yang berfluktuasi antara kerang A. antiquata
sehingga memiliki nilai faktor kondisi yang
jantan dan betina pada stasiun I hingga stasiun
lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang
III. Nilai Kn yang tertinggi untuk kerang jantan
lebih besar.
sebesar 1,71 pada stasiun II dengan ukuran
kelompok ukuran besar memiliki nilai faktor
25−26 mm dan terendah pada stasiun III sebesar
kondisi yang lebih rendah, diduga karena
0,94. Kerang A. antiquata betina memiliki nilai
kelompok ukuran ini telah banyak melakukan
Kn tertinggi pada stasiun II (1,31) dan terendah
proses pemijahan sehingga akan memengaruhi
pada stasiun II (0,57).
kemontokannya (berkurang).
Hasil pengamatan
Fitriani (2008) menambahkan
menunjukkan bahwa pada selang ukuran kecil
b. Betina
Kn rata-rata
a. Jantan
Selang Kelas (mm)
Gambar 3. Faktor kondisi secara temporal dan spasial kerang A. antiquata jantan dan betina di perairan Bungkutoko. 97
Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu
Hasil
analisis
secara
temporal
jantan berada pada nilai 12,07% dan rasio BDK
menunjukkan bahwa persentase RBD kerang A.
1,41%, sedangkan kerang betina terjadi pada
antiquata jantan tertinggi terdapat pada bulan
bulan Juli pada kisaran nilai 10,84% diikuti
Agustus yaitu dengan nilai 26,18% Bobot Daging
dengan BDK 1,61%.
Basah (BDB) dan 2,94% Bobot Daging Kering
Berdasarkan hasil analisis secara spasial
(BDK) serta untuk kerang A. antiquata betina
didapatkan persentase nilai Bobot Daging Basah
berkisar
BDK.
(BDB) tertinggi pada kerang A. antiquata jantan
Persentase RBD terendah terdapat pada bulan Juli
terdapat pada stasiun III sebesar 31,16%, dengan
baik untuk kerang jantan maupun betina. Kisaran
selang ukuran 23−25 mm yang diikuti BDK
persentase rata-rata Bobot Daging Basah (BDB)
sebesar 4,15%. Pada kerang A. antiquata betina,
kerang A. antiquata jantan tertinggi terdapat pada
nilai BDB tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar
bulan Agustus (26,18%) dan Bobot Daging
23,90% pada ukuran 23−24 mm, dan terendah
Kering (2,94%).
Pada bulan September, nilai
terdapat pada stasiun III sebesar 11,31% pada
rata-rata RBD kerang jantan yang didapatkan
ukuran 37−40 mm. Persentase RBD rata-rata dari
selama penelitian lebih rendah dibandingkan
sejumlah sampel yang didapatkan di perairan
dengan bulan yang lainnya. Bobot daging basah
Bungkutoko Kota Kendari (Tabel 1 dan 2).
18,23%
BDB
dan
2,14%
Tabel 1. Persentase rata-rata rasio bobot daging (RBD) jantan dan betina secara temporal. Jenis kelamin
Bulan Juli
Jantan
Agustus September Juli
Betina
Agustus September
Kelompok ukuran (mm)
% Bobot total (g)
%BDB (g)
%BDK (g)
20−21 34-38 21-22 32−35 23−24 25−27 27 31−32 23−24 25−26 28−29 40−43
5,65−6,96 32,09−34,89 7,30−8,78 23,30−27,54 8,92-11,34 23,28 16,98-19,34 21,50−31,61 9,27−11,54 13,13 17,86-18,53 43,87−67,90
15,10 17,54 26,18 14,91 15,59 12,07 10,84 13,79 11,03 11,88 18,23 10,93
1,38 1,56 2,94 2,33 1,87 1,41 1,61 1,64 1,81 1,90 2,14 2,17
Tabel 2. Persentase rata-rata rasio bobot daging (RBD) jantan dan betina secara spasial. Jenis kelamin
Stasiun I
Jantan
II III I
Betina
II III
98
Kelompok ukuran (mm)
% Bobot total (g)
21−23 37−41 23−24 25−26 23−25 40−46 23−24 25−26 29−32 40-43 29−30 37−40
5,78−8,92 32,09−50,93 9,53-13,14 23,28 11,34−12,11 27,54−54,98 9,27−11,14 13,13−17,67 16,27−31,61 43,87−67,90 17,86−29,46 44,01
%BDB (g) 14,35 14,98 20,11 12,07 31,16 11,65 23,90 12,05 16,29 13,44 17,25 11,31
%BDK (g) 1,80 1,86 2,58 1,41 4,15 1,67 4,16 1,74 2,23 1,76 2,41 1,80
Arwin dkk.,
Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa
dengan bobot total 11,34−12,11 g pada ukuran
persentasi bobot daging basah maupun bobot
40−46 mm. Nilai BDB terendah terdapat pada
kering
berbeda pada tiap bulanya. Perbedaan
stasiun III sebesar 11,65. Pada kerang A.
nilai RBD pada kerang jantan dan betina
antiquata betina didapatkan nilai BDB tertinggi
merupakan suatu bentuk pertumbuhan yang
terdapat pada stasiun I yaitu 23,90% pada ukuran
terjadi pada setiap induvidu kerang A. antiquata
23−24 mm dan pada stasiun III nilai BDB
yang terjadi di dalam tubuh kerang. Persentase
terendah terdapat pada ukuran 37−40 mm sebesar
bobot daging Basah (BDB) untuk kerang jantan
11,31%. Perbandingan nilai bobot total per bobot
yang didapatkan menunjukkan bahwa nilai rata-
daging basah memiliki persentase kondisi lebih
rata terendah terdapat pada bulan September
tinggi pada kerang A. antiquata Jantan disemua
sebesar 12,07% pada selang ukuran 25−27 mm.
stasiun. Hal ini terjadi kerena perbedaan jumlah
Ukuran BDK pada bulan Agustus (2,94%)
hasil
merupakan persentase
BDK tertinggi yang
didapatkan. Zumiati (2014), menyatakan bahwa
didapatkan selama periode penelitian. Pada bulan
persentase rasio bobot daging basah pada kerang
Agustus
didapatkan nilai BDK sebesar 2,94%
yang berukuran kecil lebih tinggi dibandingkan
yang terdapat pada selang ukuran mulai dari
kerang yang memiliki ukuran cangkang yang
21−22 mm.
lebih besar, hal ini disebabkan oleh besarnya
Persentase rasio bobot daging (RBD) baik kerang
jantan
dan
menunjukkan nilai
betina
secara
rata-rata
berbeda yang terlihat dari
tangkapan
dan
selang
ukuran
yang
pembelanjaan energi pada kerang yang berukuran lebih besar untuk pemijahan (mengeluarkan telur dan sperma).
selang ukuran yang didapatkan. Pada kerang A. antiquata jantan didapatkan ukuran dari 21−22 mm sedangkan pada kerang A. antiquata betina
Simpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
yaitu pada ukuran 28−29 mm. Keseluruhan hasil
pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan
analisis menunjukkan bahwa kelompok ukuran
sebagai berikut:
panjang cangkang dan bobot total kerang terhadap
1. Pola pertumbuhan hubungan panjang bobot
BDB dan BDK lebih dominan pada selang ukuran
kerang
21−22 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan
menunjukkan pola pertumbuhan allometrik
fitriani,
positif dan allometrik negatif.
(2008)
yang
menyatakan
bahwa
A.
antiquata
jantan
dan
betina
pertambahan bobot total selalu diiringi dengan
2. Faktor kondisi (Kn) temporal dan spasial untuk
pertambahan bobot daging meskipun sebagian
kerang A. antiquata berada pada kisaran nilai
kecil masih terdapat kerang dengan bobot total
0,77−2,70 (jantan) dan 0,97−1,16 (betina),
rendah. Hal ini didukung dengan pernyataan
0,93-1,71
Jubaedah, (2011) yang menyatakan bahwa pada
Persentase Kn berfluktuasi berdasarkan ukuran
tubuh kerang hanya terdapat sedikit daging, yang
cangkang.
menentukan bobot adalah cangkang dan kapasitas air yang mencapai 40-50% dari total tubuh.
persentase
BDB
kerang
Bobot
Daging
0,57-1,31
(RBD)
(Betina)
kerang
A.
antiquata jantan dan betina lebih dominan pada
Berdasarkan hasil analisis secara spasial didapatkan
3. Rasio
(Jantan),
jantan
kelompok ukuran panjang cangkang 23−25 mm.
tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 31,16%
99
Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Bulu
Daftar Pustaka Asri, L.D. 2015. Faktor Kondisi, Hubungan Panjang Bobot dan Rasio Bobot Daging Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari.
Mzighani, S. 2005. Fecundity and Population Structure of Cockles, Anadara antiquata L. 1758 (Bivalvia: Arcidae) From a Sandy/Muddy Beach Near Dar Es Salaam, Tanzania. Western Indian Ocean Journal.
Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 49 hal. Bahtiar, 2007. Preferensi Habitat dan Lingkungan Perairan Pokea (Batissa violacea var. celebensis, Von Martens 1897) di Sungai
4(2) : 77−84. Ramesha, M. M. dan Thippeswamy, S. 2009. Allometric and Condition Index in the Freshwater Bivalve Parreysia corrugate (Muller) from River Kempuhole, India. Asian Fisheries Science. (22): 203−214.
Pohara Sulawesi Tenggara. Jurnal Aqua Hayati. (5): 81−87. Darmawati, S. 2014. Studi Aspek Biologi Reproduksi Kerang Darah (Anadara ganosa) di Perairan Teluk Kendari. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Setyobudiandi I, Soekendarsih E, Vitner Y, dan Setiwati R. 2004. Bio-ecologi Kerang lamis (Meretrix meretrix) di Perairan Marunda. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 11(1): 61-66. Widyastuti, A. 2011. Perkembangan Gonad Kerang Darah (Anadara antiquata) di
Universitas Halu Oleo. Kendari. 45 hal. Efriyeldi. D.G. Bengen, R. Affandi dan T. Partono. 2012. Karakteristik Biologi Populasi Kerang Sepetang (Pharella acutidens) di Ekosistem Mangove Dumai, Riau. Berkala Perikanan Terubuk. 40(1): 36-45.
Perairan Pulau Auki, Kepulauan Padaido, Biak, Papua. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 37(1): 1−17. Widowati, I. 2004. Kajian Biogenetic Kerang Totok (Polymesoda erosa) Bioreproduksi dan Aplikasinya Dalam Budidaya sebagai Upaya Restocking dan Pelestariannya di
Effendie. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal Fitriani. 2008. Studi Morfometrik Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis Marten, 1879) di Sungai Pohara Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Skripsi. Manajemen
Kawasan Konservasi Segara Anakan Cilacap. Jawa Tengah. Laporan Penelitian RUT. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Undip. Semarang. 134 hal. Zumiati. 2014. Studi Morfometrik Kerang Darah
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 33 hal.
(Anadara ganosa) di Perairan Teluk Kendari. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Halu Oleo. Kendari. 49 hal.
Jubaedah, E. 2001. Studi pertumbuhan dan Tingkat Kematangan Gonad kerang hijau(perna viridis L.) di Muara kamal, Teluk Jakarta. 54 hal. Mariani, S., Piccari, F., Matthaeis, E. D. 2002. Shell Morphology in Cerastoderma spp (Bivalvia : Cardiidae) and its Significance for Adaptation to Tidal and Non-tidal Coastal habits. Journal biodiversitas. 82: 843−480.
100
Marine