ANALISIS BORAKS DALAM LEGENDAR YANG

Download sedangkan pada uji kertas kunyit semua sampel mengandung boraks. ... yang melimpah sehingga penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul:...

0 downloads 305 Views 1MB Size
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ANALISIS BORAKS DALAM LEGENDAR YANG BEREDAR DI KOTA MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi

Oleh : Eulalia Puji Febri K NIM : 018114146

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bila Badai Putus Asa Menerjang Ketika semua serba salah, sebagaimana biasanya, Ketika jalan yang kau tempuh terasa mendaki, Ketika uang semakin tipis, sedangkan hutang melilit, dan ingin tersenyum, tetapi kau terpaksa mengeluh, Ketika urusan terasa membebanimu, istirahat kalau perlu. Tetapi jangan berhenti. Hidup ini aneh bila tanpa lekuk dan liku, seperti yang kadang kita alami. Banyak kegagalan yang kita jumpai, ketika semestinya berhasil, ada saja yang menghalangi; Namun jangan menyerah, kendati gerak maju nampak lambat, Siapa tahu berhasil pada usaha berikutnya. Keberhasilan adalah sisi lain dari kegagalan, seperti tinta perak di balik awan keraguan, dan kalau kau tak pernah tahu seberapa dekat tujuanmu mungkin sudah dekat ketika bagimu terasa jauh; maka tetaplah berjuang, bahkan ketika hantaman semakin keras. Ketika segalanya nampak sangat buruk, kau tetap tak boleh berhenti.

JANGAN PUTUS ASA (by Clinton Howell)

Kupersembahkan karya ini untuk: Bapak dan Ibuku, sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku Almamaterku yang kubanggakan Semua yang kukasihi

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

INTISARI

Boraks atau natrium tetraborat merupakan bentuk garam dari asam borat yang sering terdapat dalam garam bleng. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1168/Men.Kes/Per/X/1999 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/Men.Kes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan mencantumkan bahwa penggunaan asam borat dan senyawanya dalam makanan telah dilarang oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya boraks dalam legendar yang beredar di Kota Magelang. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental. Analisis boraks dalam legendar dilakukan secara kualitatif dengan melakukan uji nyala api, uji biru gliserol bromotimol, uji kertas kunyit, dan dengan metode spektrofotometri visibel. Pada uji nyala api, sampel dikatakan mengandung boraks jika memberikan nyala api berwarna hijau. Untuk uji biru gliserol bromotimol, sampel yang mengandung boraks akan memberikan warna larutan kuning setelah ditambahkan gliserol, sedangkan pada uji kertas kunyit, kertas akan berwarna coklat-kemerahan. Metode spektrofotometri dilakukan dengan penentuan operating time, serapan maksimal, dan pengukuran serapan sampel. Dari 14 sampel legendar yang ada di kota Magelang, diperoleh hasil bahwa pada uji nyala api sebanyak 71,43% sampel mengandung boraks. Pada uji biru gliserol bromotimol sampel yang mengandung boraks sebanyak 92,86%, sedangkan pada uji kertas kunyit semua sampel mengandung boraks. Pengukuran serapan sampel yang dilakukan secara spektrofotometri menunjukkan hasil bahwa semua sampel mempunyai nilai serapan yang berbeda-beda. Kata kunci: boraks, legendar

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Borax or sodium tetraborates is a salt from boric acid which found in bleng. In Regulation of Minister for Public Health of Republic of Indonesia Number: 1168/MenKes/Per/X/1999 about change to the Regulation of Minister for Public Health of Republic of Indonesia Number: 722/MenKes/Per/IX/88 on food additives, mention that usage of boric acid and this compound in food have been prohibited by government. This research aimed to know existence of borax in legendar which sold in Magelang city. This research is a non experimental research. The analysis of borax in legendar conducted qualitative with flame test, blue glicerol bromotimol test, turmeric paper test, and Spectrofotometric visible method. At flame test samples contain borax if giving greenish flame. For blue glicerol bromotimol test, samples contain borax will give the colour of solution yellow after enhanced gliceroland at turmeric paper test, the chromatic paper of red brownish. Spectrofotometric visible method conducted with determination of operating time, maximal wavelength, and measurement of absorption samples. From 14 legendar samples in Magelang city, obtained result that 71,43% sample contain borax at flame test. At blue glicerol bromotimol test 92,86% sample contain borax and at turmeric paper test all samples contain borax. Measurement absorption samples at Spectrofotometric visible method showed that every sample has a different value of absorbment.

Key words: borax, legendar

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Yesus Kristus atas curahan berkat dan kasihNya yang melimpah sehingga penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul: “Analisis Boraks dalam Legendar yang Beredar di Kota Magelang” dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm), Program studi Farmasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memotivasi dan memberi saran hingga selesainya skripsi ini, terutama kepada: 1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Ibu Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan selama penelitian dan penyusunan skripsi, serta kesabarannya selama penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini. 4. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini. 5. Staf laboratorium Kimia Farmasi yaitu Pak Prapto, Pak Mukmin, Mas Parlan, dan Mas Kunto yang selalu membantu dan menemani selama penelitian. 6. Mba’ Lia, Mba’ Santi, Mba Titin, Nana ‘meri’, Nana, Niken dan Theo di delji kost yang selalu memberikan bantuan dan semangat yang tidak pernah berhenti.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Suryo dan Gigih, makasih atas bantuan dan dorongannya.’Clekopan’ kalian sangat menghibur dan menyemangatiku. Mas Seno makasih pinjeman laptopnya sewaktu ujian. 8. Lini, sahabat dan temen seperjuanganku di Lab makasih atas kesabaran, dan bantuannya. Semangat darimu sangat berarti buatku. 9. Sahabatku Eliya, semangat dan bantuan moril darimu menjadi penuntun dikalaku sedang jenuh. 10. Sahabatku Vani, Lia, dan Putut atas semangat, bantuan, dan persahabatan selama ini. 11. Teman-teman angkatan 2001 kelas C khususnya kelompok F atas kebersamaannya dalam suka maupun duka selama kuliah. 12. Temen-temen P3W Perpustakaan Paingan: Robert, Lini, Iin, Yoga, Nesti, Kho-Kho, Wanti, dan Iyan, atas kekompakan, semangat dan cerita-ceritanya selama kita di perpustakaan. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penelitian maupun penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk saran dan kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dalam bidang kimia analisis, khususnya analisis makanan dan juga bagi yang membacanya.

Penulis

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...............................................................

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................................

v

INTISARI..................................................................................................

vi

ABSTRACT................................................................................................

vii

PRAKATA................................................................................................

viii

DAFTAR ISI.............................................................................................

x

DAFTAR TABEL.....................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

xvi

BAB I PENGANTAR .............................................................................

1

A. Latar Belakang ....................................................................................

1

1. Permasalahan .............................................................................

3

2. Keaslian Penelitian .....................................................................

4

3. Manfaat Penelitian .....................................................................

4

B. Tujuan Penelitian .................................................................................

5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .....................................................

6

A. Legendar ..............................................................................................

6

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Deskripsi Legendar ....................................................................

6

2. Proses Pembuatan Legendar ......................................................

6

B. Bahan Tambahan Makanan .................................................................

7

1. Pengertian Bahan Tambahan Makanan .....................................

7

2. Manfaat Bahan Tambahan Makanan ........................................

8

3. Bahan Pengenyal Makanan .......................................................

10

C. Peraturan Perundang-Undangan ..........................................................

10

D. Boraks ....................................................................................................

12

1. Boraks ..........................................................................................

12

2. Asam Borat ..................................................................................

13

3. Kegunaan Boraks .........................................................................

14

4. Toksisitas Boraks ........................................................................

15

E. Isolasi Boraks .........................................................................................

17

F. Identifikasi Boraks ..................................................................................

18

1. Uji Nyala Api ...............................................................................

18

2. Uji Kertas Kunyit .........................................................................

19

3. Uji Perak Nitrat ............................................................................

19

4. Uji Barium Klorida ......................................................................

19

5. Uji Manik-boraks ........................................................................

20

6. Uji Asam p-Nitrobenzena-azo-Kromotropat ...............................

20

7. Uji Biru Manitol Bromotimol ......................................................

20

G. Spektrofotometri Visibel ........................................................................

21

H. Keterangan Empiris ................................................................................

25

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................

26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................

26

B. Variabel dan Definisi Operasional .........................................................

26

1. Variabel Penelitian .......................................................................

26

2. Definisi Operasional ....................................................................

26

C. Bahan Penelitian ....................................................................................

27

D. Alat Penelitian ......................................................................................

27

E. Tatacara Penelitian ................................................................................

28

1. Pengambilan Sampel ....................................................................

28

2. Pengarangan Sampel ....................................................................

28

3. Pengabuan Sampel .......................................................................

28

4. Preparasi Pereaksi ........................................................................

28

5. Analisis Kualitatif Boraks dalam Sampel ....................................

29

6. Analisis Hasil Uji Boraks .............................................................

31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................

32

A. Cara Pengambilan Sampel .....................................................................

32

B. Proses Pengarangan Sampel ...................................................................

32

C. Proses Pengabuan Sampel ......................................................................

33

D. Analisis Kualitatif Boraks Dalam Sampel .............................................

33

1. Uji Nyala Api ...............................................................................

34

2. Uji Biru Gliserol Bromotimol ......................................................

37

3. Uji Kertas Kunyit .........................................................................

39

4. Spektrofotometri Visibel ..............................................................

41

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E. Analisis Hasil ..........................................................................................

45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................

46

A. Kesimpulan ............................................................................................

46

B. Saran .......................................................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

47

LAMPIRAN ...............................................................................................

51

BIOGRAFI PENULIS ................................................................................

66

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Hasil uji nyala api ..................................................................

35

Tabel 2. Hasil uji biru gliserol bromotimol ..........................................

38

Tabel 3. Hasil uji kertas kunyit ............................................................

41

Tabel 4. Data pengukuran serapan sampel ...........................................

44

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar 1. Struktur natrium tetraborat ..................................................

12

Gambar 2. Struktur ion borat dalam boraks ..........................................

13

Gambar 3. Reaksi pembentukan etil borat ............................................

34

Gambar 4. Diagram hasil uji nyala api .................................................

36

Gambar 5. Reaksi pembentukan kompleks asam borat gliserol ...........

38

Gambar 6. Diagram hasil uji biru gliserol bromotimol .........................

39

Gambar 7. Reaksi pembentukan kompleks boro-kurkumin .................

40

Gambar 8. Diagram hasil uji kertas kunyit ...........................................

41

Gambar 9. Spektrogram

Operating

Time

menggunakan

spektrofotometer UV-Vis ....................................................

42

Gambar 10. Spektrum panjang gelombang maksimum kompleks borokurkumin menggunakan spektrofotometer UV-Vis ............

xv

43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

halaman Lampiran 1. Daftar tempat pengambilan sampel...................................

51

Lampiran 2. Peraturan Perundang-Undangan ......................................

52

Lampiran 3. Spektrum serapan Operating Time ..................................

57

Lampiran 4. Spektrum

panjang

gelombang

serapan

maksimal

kompleks boro-kurkumin .................................................

58

Lampiran 5. Spektrum serapan sampel pada panjang gelombang sinar tampak ..............................................................................

xvi

59

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Legendar atau yang juga biasa disebut gendar ataupun puli merupakan makanan tradisional yang terbuat dari beras.

Biasanya legendar digunakan

sebagai makanan camilan di pagi hari. Legendar dapat dijadikan sebagai camilan karena harganya relatif murah dan mudah ditemui di pasar terutama di pasar tradisional. Di kota Magelang, legendar diproduksi oleh industri rumah tangga dan langsung dijual kepada konsumen di pasar-pasar tradisional. Pada umumnya legendar dijual bersama dengan ketan, cenil, serta lopis dan disajikan dengan kelapa yang diparut dan larutan gula merah. Pada pembuatan legendar, sering ditambahkan garam bleng yang di dalamnya mengandung boraks. Boraks merupakan salah satu jenis bahan berbahaya, sehingga dilarang untuk ditambahkan dalam makanan. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan pokok dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari bahan tambahan makanan digunakan oleh produsen makanan sebagai bahan pembantu dalam pengolahan pangan. Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk memperbaiki karakter

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

makanan supaya kualitasnya meningkat. Penggunaan bahan tambahan makanan, tentunya tidak terlepas dari aspek-aspek pemilihan atau penetapan, pembelian, aplikasi, cara mendapatkannya, ketersediaan bahan tambahan makanan, dan peraturan pemerintah mengenai bahan tambahan makanan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) merupakan bentuk garam dari asam borat. B

Boraks berfungsi sebagai pengawet dalam makanan dan kosmetik, namun paling sering digunakan dalam makanan supaya kualitasnya menjadi lebih baik. Selain itu boraks juga mempunyai sifat fisik lain, yaitu menimbulkan efek kenyal yamg khas pada adonan sehingga dapat dihasilkan produk makanan dengan sifat fisik yang lebih bagus dan tahan lama. Penambahan boraks pada makanan dilakukan karena beberapa alasan diantaranya adalah cara tersebut murah, bahan kimianya mudah diperoleh di pasaran, pengerjaannya relatif mudah, pola penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun, dan tidak menimbulkan efek negatif seketika (Anonim, 2006). Meskipun boraks dilarang keberadaannya dalam makanan namun sesungguhnya boraks merupakan zat yang penting dalam industri kaca dan keramik. Boraks seharusnya digunakan sebagai antiseptik untuk pemakaian luar badan (Daintith, 1997). Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah melarang penggunaan boraks dalam makanan. Larangan ini tertuang dalam Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

:

1168/MenKes/Per/X/1999 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/MenKes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan

2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

makanan yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 1999 oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan tersebut mencantumkan bahwa asam borat dan senyawa turunannya adalah salah satu dari sepuluh jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan. Boraks dilarang ditambahkan dalam makanan karena dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 472/Menkes/Per/V/1996 tentang pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan, boraks merupakan bahan berbahaya yang bersifat racun dan karsinogenik. Menurut Food and Drug Administration (2006), asam borat dan boraks memiliki sifat toksikologi yang serupa sehingga dari studi yang dilakukan diketahui bahwa asam borat memiliki nilai toksisitas akut menyerupai boraks. Menurut Goldfrank et al. (1986), meskipun saat ini keracunan kronis jarang terjadi namun boraks yang terakumulasi dalam tubuh dapat menimbulkan pengaruh buruk, bila menyerang susunan syaraf pusat akan menyebabkan depresi, kekacauan mental, dan pada anak-anak kemungkinan akan menyebabkan retardasi mental. Boraks yang merupakan zat kimia berbahaya selain bersifat racun juga memiliki sifat karsinogenik.

1.

Permasalahan Permasalahan yang muncul adalah apakah para produsen legendar di

kota Magelang masih menggunakan garam bleng yang mengandung boraks dalam pembuatan legendar?

3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.

Keaslian Penelitian Sejauh yang diketahui oleh penulis, analisis boraks dalam legendar yang

beredar di kota Magelang untuk mengetahui ada tidaknya boraks dalam legendar yang beredar di kota Magelang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian adanya boraks dalam kerupuk nasi yang beredar di Kabupaten Bantul pernah dilakukan oleh Yohanes Sutoyo (2004), penelitian tentang analisis boraks sebagai pengawet dan pengenyal dalam lontong dari produsen di kota Yogyakarta pernah dilakukan oleh Liniati G (2006). Selain itu Hari Utomo (1995) juga pernah meneliti adanya boraks didalam pentol bakso yang beredar di Malang. 3.

Manfaat Penelitian

a.

Manfaat Teoritis Penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

manfaat

bagi

pengembangan usaha produksi pangan rakyat yang aman bagi kesehatan b.

Manfaat Praktis Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi kepada masyarakat

bahwa pembuat legendar yang beredar di kota Magelang cenderung menggunakan bleng yang mengandung boraks dalam membuat legendar. Selain itu, dengan memberikan penyuluhan kepada para produsen legendar, diharapkan dapat membantu mencegah atau mengurangi penggunaan boraks sehingga timbulnya gangguan-gangguan kesehatan secara meluas dalam masyarakat sebagai akibat dari mengkonsumsi boraks yang terkandung dalam bleng menjadi sedikit.

4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks dalam legendar yang beredar di kota Magelang. Untuk mengetahui ada tidaknya boraks dalam legendar dilakukan uji secara kualitatif yaitu dengan uji nyala api, uji biru gliserol bromotimol, dan uji kertas kunyit. Selain itu untuk menegaskan uji kualitatif tersebut dilakukan pengujian secara spektrofotometri visible.

5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Legendar 1. Deskripsi Legendar Legendar merupakan produk basah yang diperoleh dari hasil olahan beras. Legendar dikenal dengan istilah lain yaitu gendar maupun puli. Pembuatan legendar dilakukan oleh industri rumah tangga yang biasanya bersifat turuntemurun. Sebagai makanan tradisional yang sudah ada sejak lama, legendar masih menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk digunakan sebagai camilan terutama saat pagi hari. Penyajian legendar biasanya dengan lopis, cenil, dan ketan kemudian di atasnya diberi taburan parutan kelapa dan larutan gula merah (Anonim, 2005).

2. Proses Pembuatan Legendar Legendar dibuat dengan cara beras ditanak sampai setengah matang kemudian diberi garam bleng yang telah dilarutkan dalam air dan dicampur rata kemudian ditanak lagi hingga matang. Setelah itu dimasukkan kedalam tenggok atau bakul yang sudah dilapisi dengan daun pisang, kemudian dilumatkan sampai lumat dan permukaannya diratakan. Setelah dingin, daun pisang baru bisa dilepaskan (Moertjipto,1993).

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Bahan Tambahan Makanan 1. Pengertian bahan tambahan makanan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 722/MenKes/Per/IX/88 pengertian bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas suatu makanan baik yang mempunyai nilai gizi maupun yang tidak mempunyai nilai gizi, yang digunakan secara sengaja ditambahkan dalam makanan pada proses produksi makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen yang mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Anonim,1989a). Eddy Setyo Mudjajanto, Dosen departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan kimia yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan. Tujuannya, untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat (Indriasari L,2006). Bahan tambahan makanan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan dalam makanan dan bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ada dalam makanan. Pada umumnya bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan dalam makanan berfungsi untuk meningkatkan daya tahan, meningkatkan nilai gizi, menjadikan makanan lebih menarik (Sakidja,1998). Bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ditambahkan dalam makanan dapat berupa residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa dalam makanan yang akan dikonsumsi.

7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Manfaat bahan tambahan makanan Dalam dunia modern saat ini, bahan tambahan makanan akan sangat mudah ditemui dalam berbagai macam produk yang dikonsumsi. Secara teknis, penggunaan bahan tambahan makanan diperlukan untuk produk-produk makanan olahan, misalnya untuk membantu proses pengolahan, memperpanjang masa simpan, memperbaiki penampilan dan cita rasa, serta pengaturan keseimbangan gizi (Wijaya, 2000). Penggunaan bahan tambahan makanan pada produk pangan terikat pada norma-norma yang harus dipatuhi secara moral. Bahan tambahan makanan yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, antara lain: dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan, dan menarik bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan. Tujuan penambahan bahan tambahan makanan secara umum adalah untuk: (1) meningkatkan nilai gizi makanan, (2) memperbaiki nilai sensori makanan, (3) memperpanjang umur simpan makanan, dan (4) memproduksi makanan untuk kelompok konsumen khusus. Penggunaan bahan tambahan makanan dibenarkan apabila: (1) dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan, (2) tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan, (3) tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan, dan (4) tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penggunaan zat tambahan dalam makanan mempunyai fungsi yang beragam. Zat tambahan dapat membantu kestabilan dalam penyimpanan makanan seperti membuat awet dan membuat menarik dari tempat awal produksi sampai pada tempat pemasaran. Bahan pangan butuh zat tambahan karena dipengaruhi oleh banyak faktor kondisi lingkungan misalnya perubahan temperatur, oksigen, dan pencemaran mikroorganisme (Buckle, dkk, 1986). Menurut Eddy Setyo Widjajanto, fungsi bahan tambahan makanan antara lain untuk mengawetkan makanan, mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan, mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan, dan membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, serta lebih enak di mulut. Bahan tambahan pangan juga digunakan untuk memberi warna dan aroma agar menarik dan meningkatkan kualitas mutu makanan (Indriasari, L. ,2006). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88

bahan

tambahan

makanan

dapat

dikelompokkan

berdasarkan fungsinya yaitu: (1) antioksidan, (2) anti kempal, (3) pengatur keasaman, (4) pemanis buatan, (5) pemutih dan pematang tepung, (6) pengemulsi, pemantap, dan pengental, (7) pengawet, (8) pengeras, (9) pewarna, (10) penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa, dan (11) sekuestran. Melihat luasnya fungsi bahan tambahan makanan, tampaknya memang sulit untuk lepas sama sekali dari penggunaannya. Hal ini terlihat pada sering terjadinya kasus-kasus yang merugikan, dimana bahan tambahan makanan digunakan pada situasi yang seharusnya tidak diperlukan, penggunaan yang berlebihan dan penggunaan bahan-bahan yang dilarang (Wijaya, 2000).

9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Bahan pengenyal makanan Menurut Hari Utomo (1995), bahan pengenyal merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan efek kenyal pada bahan makanan atau makanan. Bahan pengenyal yang digunakan dalam pengolahan makanan harus aman sehingga tidak menimbulkan masalah terhadap kesehatan. Sodium polifosfat dan karboksi metil selulosa atau CMC merupakan contoh bahan pengenyal yang biasa digunakan dalam industri makanan. Selain itu dapat juga digunakan guargam dan karagenan yang berasal dari rumput laut sebagai bahan pengenyal.

C. Peraturan Perundang-Undangan Peraturan dan Perundang-Undangan yang terkait dengan penelitian ini antara lain Undang-Undang RI Nomor: 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam Undang-Undang ini khususnya pasal 21 ayat (3) mencantumkan bahwa makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diedarkan dan disita untuk dimusnahkan. Jika melanggarnya maka akan dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta rupiah. Namun untuk produsen makanan dan minuman seperti industri rumah tangga belum dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. Dalam Undang-Undang RI Nomor: 7 tahun 1996 tentang pangan, pada pasal 10 mencantumkan bahwa produsen pangan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang. Pada

10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Peraturan Pemerintah RI Nomor: 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan mencantumkan bahwa produsen pangan dilarang menggunakan bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang. Mengingat masyarakat sebagai konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan serta perlindungan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 8 tahun 1999 tentang Perlinduingan Konsumen pasal 4, maka sesuai pasal 8 ayat (1)a pemerintah mengatur bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut, seperti tercantum dalam pasal 62 ayat (1) dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak dua miliar rupiah. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya, dalam lampiran I peraturan ini boraks termasuk salah satu dari tiga ratus empat puluh delapan bahan berbahaya yang bersifat racun dan karsinogenik. Terkait dengan sifat racun dan karsinogenik yang dimiliki boraks maka pemerintah mengaturnya sebagai salah satu bahan yang dilarang untuk ditambahkan dalam makanan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan.

11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Boraks 1. Boraks O O

O B

O

B

B

O

Na

O

Na

B

O

Gambar 1. Struktur natrium tetraborat Boraks atau natrium tetraborat merupakan serbuk hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein. Pada waktu mekar diudara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Mempunyai sifat larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Anonim,1995). Menurut Encyclopedi Britanica dan Encyclopedi Nasional Indonesia, kata boraks berasal dari kata Arab, yaitu bouraq, dan istilah Melayunya tingkal, yang berarti putih, merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air. Boraks termasuk kelompok mineral borat, suatu jenis senyawa kimia alami yang terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O). Beberapa jenis borat jarang ditemui, dan terjadi hanya pada daerah tertentu saja, sebaliknya beberapa diantaranya, misalnya boraks, kernile dan colemanite, secara komersial ditambang untuk pembuatan boraks, asam borat serta berbagai garam boron sintetis (Winarno dan Rahayu, 1994). Boron merupakan unsur yang jarang terdapat dalam kerak bumi, tetapi banyak dijumpai sebagai deposit dalam senyawa garamnya, yaitu boraks, kernite, dan kolemanit. Struktur ion borat sesungguhnya lebih rumit dari formula yang dinyatakan tersebut. Misalnya, boraks sesungguhnya tersusun oleh ion

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

[B4O5(OH)4]2- (gambar 2) ; jadi, formula boraks tersebut lebih merupakan penyederhanaan dari Na2[B4O5(OH)4] ·8H2O (Sugiyarto, 2001). H O H

O O

B

B O

B

O O B O

O H

O H

Gambar 2. Struktur ion borat dalam boraks (Sugiyarto, 2001)

2. Asam Borat Asam ortoborat atau sering diringkas sebagai asam borat dapat diperoleh dari hidrolisis boron halida menurut persamaan reaksi:

BX3 (s)

+

3 H2O (l)

H3BO3 (s)

+

3 HX (aq)

Asam borat berupa padatan putih yang sebagian larut dalam air. Asam ini juga dapat diperoleh dari oksidasi unsur boron dengan larutan hidrogen peroksida(~30%). Dalam larutan air bersifat asam mono lemah dan bukan bertindak sebagai donor proton melainkan sebagai asam Lewis, misalnya menerima OH- menjadi [B(OH)4]- menurut persamaan reaksi: [B(OH)4] (aq) + H (aq)

B(OH)3 (s) + H2O (l )

(Sugiyarto, 2001).

13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Borat-borat diturunkan dari ketiga asam borat, yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam piroborat (H2B4O7) dan asam metaborat (HBO2).Asam ortoborat B

adalah zat padat kristalin yang putih, yang sangat sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 100 0C, akan diubah menjadi asam metaborat dan pada 140 0C dihasilkan asam piroborat. Bentuk garam dari asam borat yang berasal dari logam-logam alkali mudah larut dalam air. Berbeda dengan bentuk garam dari asam borat yang berasal dari logamlogam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam dan dalam larutan amonium klorida. Sebagai contoh, natrium tetraborat atau boraks merupakan garam dari asam borat yang larut dalam air (Vogel, 1979). 3. Kegunaan boraks Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7·10H2O, yang banyak B

digunakan diberbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu dan keramik. Di samping itu, boraks juga digunakan untuk industri makanan, seperti dalam pembuatan mie, lontong, ketupat, bakso, bahkan juga untuk pembuatan kecap (Winarno dan Rahayu, 1994). Boraks dan asam borat banyak digunakan dalam dunia farmasi dan pertanian. Bahan kimia tersebut mempunyai efek bakteristatik dan fungistatik. Keduanya lazim digunakan sebagai antiseptik untuk pemakaian luar badan atau antiseptik di toilet. Salap asam borat yang berkhasiat sebagai antiseptik dibuat pada pH 5,1. Larutan asam borat juga digunakan sebagai larutan pencuci mata.

14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Untuk maksud ini, larutan 3,5% asam borat dicampur dengan air dengan volume yang sama. Larutan boraks gliserin 10 % digunakan sebagai obat sariawan. Gliseroboric acid terbentuk melalui pembebasan tiga molekul air dari reaksi antara gliserin dan asam borat dengan sejumlah molekul yang sama pada suhu 1400C – 1500C (Soine dan Wilson, 1957). 4. Toksisitas boraks Senyawa borat dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan pencernaan atau absorbsi melalui kulit yang luka atau membran mukosa. Absorbsi ini berlangsung cepat dan sempurna, sedangkan absorbsi pada kulit yang normal tidak cukup untuk menimbulkan keracunan (Olson, 1994). Dalam lambung, boraks akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala keracunannya pun sama dengan asam borat. Setelah diabsorbsi akan terjadi kenaikan konsentrasi dan ion borat dalam cairan serebrospinal, konsentrasi tertinggi akan ditemukan dalam jaringan otak, hati, dan lemak (Mujamil, 1997). Boraks atau asam borat dapat diabsorpsi malalui saluran pencernaan, dapat pula berpenetrasi melalui permukaan kulit yang tipis (lecet karena gesekan), jaringan granulair, cairan jaringan dan melalui membran muka. Kurang lebih 50% dari jumlah yang terabsorpsi diekskresikan melalui air kencing selama 12 jam, sedangkan sisanya diekskresi selama 3-7 hari atau lebih. Asam borat dan senyawanya dalam pemakaian sedikit dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kumulatif pada lemak, hati, otak, testis dan ginjal. Dalam tubuh manusia dan hewan akumulasi dapat terjadi karena senyawa borat tidak termetabolisme. Ikatan boron-oksigen yang

15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kuat dari asam borat tidak mampu dipecah oleh tubuh karena untuk memecahnya dibutuhkan energi yang sangat besar sehingga senyawa borat tetap dapat terakumulasi meski 50% dapat dikeluarkan lewat urin (Food and Drug Administration, 2006). Efek toksisnya akan menyerang langsung pada sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala keracunan seperti rasa mual, muntah-muntah dan diare, kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, tachycardia, sianosis, delirium, koma, dan kematian (Anonim, 1996c). Tanda dan gejala akut (jangka pendek) yang muncul bila terpapar boraks adalah sebagai berikut : bila terhirup/inhalasi, dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir dengan batuk-batuk dan dapat diabsorbsi menimbulkan efek sistemik seperti badan merasa tidak enak (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan gastro entritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala. Bila kontak dengan kulit, dapat menimbulan iritasi pada kulit dan dapat diabsorbsi melalui kulit yang rusak. Bila kontak dengan mata, dapat menimbulkan iritasi, mata memerah dan rasa perih. Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan rasa tidak enak (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan gastro entritis disetai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala (Anonim, 2003). Boraks dan asam borat yang terkandung dalam bleng memberikan reaksi yang lemah terhadap bakteri, sehingga pemakaiannya harus relatif banyak. Asam borat dan boraks sebanyak lebih dari 5 gram pada setiap kilogram berat badan

16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat menyebabkan kematian bagi bayi, 5-10 gram pada setiap kilogram berat badan menyebabkan kematian anak kecil dan 15-20 gram pada setiap kilogram berat badan menyebabkan kematian bagi orang dewasa (Renawati, 1989).

E. Isolasi Boraks Isolasi boraks dalam suatu contoh bahan dapat dilakukan dengan mengabukan bahan uji. Terlebih dahulu bahan dipanaskan dengan menggunakan kompor hingga menjadi arang. Arang yang berwarna hitam kemudian diabukan dengan menggunakan tungku pengabuan. Abu mengandung material kasar yang secara umum terdapat dalam sisa bahan yang tertinggal setelah pembakaran. Abu ini biasanya mewakili garam anorganik yang secara alami terbentuk, atau ada karena dicampurkan sebagai bahan tambahan untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, abu yang dihasilkan dari proses pengabuan bisa digunakan sebagai dasar pendugaan, identifikasi, dan informasi yang berhubungan dengan pencampuran bahan anorganik (Glenn and Jenkins, 1967). Proses pengabuan dapat dikerjakan secara langsung (pengabuan kering), secara tidak langsung (secara basah) atau secara konduktometri. Prinsip pengabuan secara langsung adalah dengan mengoksidasikan semua senyawa organik pada suhu tinggi, sekitar 500-600oC. Pengabuan secara tidak langsung dilakukan dengan cara memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum pengabuan. Cara ini umumnya digunakan melalui digesti sampel dalam usaha penentuan trace element dan logam-logam beracun. Prinsip pengabuan

17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

secara konduktometri terjadinya proses disosiasi konstituen mineral (Christian, 2003). Menurut Christian (2003), pengabuan kering tanpa bantuan bahan kimia biasa dilakukan terhadap material biologis dan material organik. Pengabuan kering biasanya dilakukan pada temperatur tinggi (400–7000C). Selanjutnya Price (1972), menegaskan bahwa pengabuan kering tidak dapat digunakan untuk menentukan unsur yang mudah menguap, seperti: raksa, arsen, timah, antimon, dan molibdenum. Sejumlah abu atau sisa dari proses pembakaran suatu bahan merupakan ukuran banyaknya material anorganik atau pengotor yang ada bersama material organik. Senyawa anorganik pada umumnya memiliki titik uap yang lebih tinggi daripada senyawa organik. Hal ini menyebabkan material anorganik sulit dipindahkan dalam proses pemurnian (Glenn dan Jenkins, 1967).

F. Identifikasi Boraks Identifikasi boraks dalam suatu sampel dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Secara kualitatif dapat dilakukan uji nyala api dan juga dengan reaksi warna. Uji-uji kualitatif yang dapat dilakukan antara lain: 1. Uji nyala api Jika sedikit boraks dicampurkan dengan 1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml metanol atau etanol dalam sebuah cawan porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan; alkohol akan terbakar dengan dengan nyala yang pinggirannya hijau,

18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hal ini disebabkan oleh pembentukan metil borat B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3. Kedua ester ini beracun. 2. Uji kertas kunyit Jika sehelai kertas kunyit dicelupkan ke dalam suatu larutan borat yang diasamkan dengan asam klorida encer, lalu dikeringkan pada 1000C, kertas ini menjadi coklat-kemerahan. Kertas dikeringkan paling sederhana dengan melilitkannya sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang mengandung air, dan mendidihkan air itu selama 2–3 menit. Setelah kertas dibasahi dengan larutan natrium hidroksida encer kertas menjadi hitam-kebiruan atau hitam-kehijauan 3. Uji perak nitrat Jika sedikit boraks ditambahkan larutan perak nitrat akan terbentuk endapan putih perak metaborat (AgBO2), yang larut baik dalam larutan amonia encer maupun dalam asam asetat. Dengan mendidihkan endapan dengan air, endapan dihidrolisis sempurna, dan diperoleh endapan coklat perak oksida. Endapan coklat perak oksida dihasilkan langsung dalam larutan-larutan yang sangat encer. 4. Uji barium klorida Jika boraks ditambahkan dengan larutan barium klorida maka akan terbentuk endapan putih barium metaborat (Ba(BO2)2); endapan akan larut dalam reagensia yang berlebihan, dalam asam-asam encer, dan dalam larutan garamgaram amonium.

19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Uji manik-boraks Boraks yang telah dijadikan bubuk, bila dipanaskan dalam tabung pijar, atau di atas sebatang kawat platinum, akan mengembang banyak sekali, dan lalu menyusut, meninggalkan suatu keping kaca yang tak berwarna dari garam anhidratnya (Daintith, 1997). 6. Uji asam p-nitrobenzena-azo-kromotropat OH O2 N

N

OH

N

HO3S

SO3H

Borat menyebabkan reagensia yang semula berwarna lembayung-biru menjadi biru-kehijauan. Zat pengoksid dan fluorida akan mengganggu, hal ini dikarenakan

terbentuknya

boronfluorida-boronfluorida.

Zat-zat

pengoksid,

termasuk nitrat dan klorat, dibuat tak mengganggu dengan menguapkan bersama hidrazina sulfat padat, sedangkan fluorida dapat dihilangkan sebagai silikon tetrafluorida dengan menguapkannya dengan asam silikat dan asam sulfat (Vogel, 1979). 7. Uji biru manitol-bromotimol Asam borat bertindak sebagai asam monobasa yang sangat lemah, tetapi setelah ditambahkan senyawa-senyawa polihidroksi organik tertentu, seperti manitol, gliserol, dekstrosa, atau gula inversi, asam ini diubah menjadi suatu asam yang relatif kuat. Jika larutan pada mulanya hampir netral terhadap biru bromotimol, setelah ditambahkan manitol, warnanya menjadi kuning. Bila

20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menguji borat yang jumlahnya sangat sedikit, sebaiknya manitol dikristal ulang dari larutan yang telah dinetralkan terhadap biru bromotimol, lalu mencucinya dengan aseton murni dan mengeringkannya pada 100o C. Hanya periodat yang dapat mengganggu uji ini: ia dapat diuraikan dengan pemanasan di atas arang (Vogel, 1979).

G. Spektrofotometri Visibel Spektrofotometri visibel adalah salah satu teknik analisis fisika kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada daerah panjang gelombang 380 – 780 nm dengan instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Ada tiga macam distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik secara umum yang dikenal sebagai orbital elektron pi (π), sigma (σ), dan elektron tidak berpasangan (n). Apabila pada molekul tersebut dikenakan radiasi elektromagnetik maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi yang lebih dikenal sebagai elektron antibonding (Mulja dan Suharman, 1995). Transisi

elektronik

pada

tingkat-tingkat

energi

terjadi

dengan

mengabsorpsi radiasi sehingga menyebabkan terjadi transisi σ→σ*, n→ σ*, n→π*, dan π→π*, dengan σ* dan π* adalah orbital atom antibonding, sedangkan n merupakan orbital nonbonding yang mempunyai energi antara orbital bonding dan antibonding (Khopkhar, 1990).

21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gugus dalam molekul yang dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah visibel disebut kromofor sedangkan molekul yang mengandung kromofor disebut kromogen. Auksokrom tidak mengabsorpsi radiasi bila berdiri sendiri, tetapi kehadirannya dalam molekul yang memiliki kromofor dapat mengubah intensitas dan panjang gelombangnya, ketika terikat langsung pada kromofor (Christian, 2004). Kromofor adalah gugus kovalen yang tidak jenuh yang menyediakan orbital π yang dapat menyerap di daerah ultraviolet dan sinar tampak. Selain kromofor ada juga auksokrom. Auksokrom adalah gugus fungsional yang tidak menyerap pada daerah ultraviolet bila berdiri sendiri, tetapi dapat menyebabkan perubahan puncak kromofor ke panjang gelombang yang lebih panjang dan meningkatkan intensitasnya bila terikat pada kromofor. Gugus auksokrom sedikitnya memiliki sepasang elektron bebas yang dapat berinteraksi dengan elektron π, misalnya – OCH3, - Cl, - OH, dan – NH2 (Sastrohamidjojo, 2001). Spektrofotometri dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena transisi elektronik ditentukan oleh konfigurasi elektron pada molekul senyawa tersebut, maka transisi ditentukan oleh struktur molekulnya. Oleh sebab itu, molekul yang berbeda strukturnya juga mempunyai tingkat energi yang berbeda dan setiap jenis molekul menyerap radiasi pada daerah spektrum tertentu. Hal inilah yang menjadi dasar analisis kualitatif dengan metode spektrofotometri. Banyaknya cahaya yang diserap di frekuensi atau panjang gelombang tertentu sesuai transisi elektron yang terjadi. Hal ini

22

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menentukan intensitas serapan yang menjadi dasar analisis kuantitatif menggunakan metode spektrofotometri (Willard et al, 1988). Apabila suatu radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu larutan dengan intensitas radiasi datang (Io), maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan ( It), dipantulkan (Ir), dan diabsorpsi (Ia), sehingga:

Io = It + Ir + Ia Akan tetapi harga Ir adalah kecil sekali (±4%) dengan demikian dapat diabaikan karena pengerjaan dengan metode spektrofotometri menggunakan larutan pembanding sehingga:

Io = It + Ia Intensitas serapan dapat digambarkan sebagai transmitan (T), yang dijabarkan sebagai berikut: T =

It Io

Dimana I0 adalah intensitas dari pancaran energi yang menyerang sampel dan It adalah intensitas dari radiasi yang muncul setelah melalui sampel (Vogel, 1978). Pernyataan yang lebih sesuai tentang intensitas serapan diturunkan dari hukum Lambert-Beer, yang menetapkan sebuah hubungan antara transmitan, kepekatan sampel, dan konstanta jenis absorpsi. Hubungan ini digambarkan sebagai : log

Io 1 = log = kbc = A T It

dimana: k = konstanta karakteristik solute c = konsentrasi solute (mol/l) b = tebal sampel (cm) A = serapan

23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

maka persamaan diatas menjadi:

A = ε ⋅c ⋅b dimana ε diketahui sebagai daya serap molar yaitu serapan satu molar larutan pada kuvet setebal satu sentimeter. Jika konsentrasi dari larutan dinyatakan dalam g/liter, maka persamaan menjadi:

A = a ⋅b⋅c dimana a adalah kemampuan serap molar dan hubungannya dengan kemampuan serap molar adalah sebagai berikut:

ε = a⋅M dimana M adalah berat molekul dari larutan. Bila c dinyatakan dalam g/100 ml, dan b dinyatakan dalam sentimeter, persamaan menjadi: % Α11cm =A

keterangan:

c ⋅b

% = serapan jenis Α11cm

c = konsentrasi (g/100ml) b = panjang sampel (Silverstein, Bassler, dan Murril, 1986). Hukum Beer memiliki keterbatasan, yaitu cahaya yang digunakan harus monokromatis, hukum ini juga tidak diikuti oleh larutan yang pekat dan terlalu encer. Pada larutan yang terlalu encer dan pekat terjadi kesalahan fotometrik. Pada larutan yang encer, cahaya yang diteruskan hampir sama dengan sumber cahayanya. Pada larutan yang pekat terjadi penyimpangan antara serapan terhadap

24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

konsentrasi, hal ini dapat terjadi karena pada larutan pekat cahaya yang diteruskan detektor sedikit sehingga serapan yang terukur berkurang (Skoog et al, 1993). Pada pengukuran yang menghasilkan serapan yang rendah, intensitas sinar yang masuk dengan sinar yang diteruskan hampir sama sehingga kesalahan akan menjadi besar karena yang dideteksi adalah perbedaan dari kedua intensitas tersebut. Sedangkan pada serapan tinggi, energi yang diterima begitu kecil sehingga sukar diukur secara akurat. Oleh sebab itu, kesalahan dalam penentuan kadar secara spektrofotometri diharapkan akan minimal bila dilakukan pembacaan serapan pada rentang 0,2 – 0,8 atau pembacaan transmitan pada rentang 15%-65% (Mulja dan Suharman, 1995). Pelarut yang digunakan harus melarutkan senyawa yang dianalisis, dapat meneruskan radiasi, tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi, tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis, dan kemurniannya harus tinggi. Pelarut yang umum digunakan antara lain: air, etanol, sikloheksan, dan isopropanol (Mulja dan Suharman, 1995).

H. Keterangan Empiris Boraks dapat memberikan kekenyalan pada legendar, selain itu dapat juga memberikan rasa gurih. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan dalam makanan telah dilarang oleh pemerintah, namun pada kenyataannya boraks yang terkandung dalam ‘garam bleng’ masih di jual bebas di masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa masih digunakannya boraks dalam pembuatan legendar oleh produsen legendar di kota Magelang.

25

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik, karena di dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan intervensi atau perlakuan pada subyek uji yaitu legendar.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian a. Sebagai variabel terkendali dari penelitian ini adalah suhu dalam tungku pengabuan sewaktu sampel diabukan. Suhu akhir pengabuan diatur pada suhu ± 6000C. b. Sebagai variabel tak terkendali dari penelitian ini adalah ada tidaknya boraks yang ditambahkan dalam proses pembuatan legendar. 2. Definisi operasional a. Legendar Legendar merupakan salah satu makanan tradisional hasil olahan dari beras yang mempunyai tekstur kenyal dan cita rasa yang gurih. Legendar ini biasanya dibuat secara turun-temurun.

26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Boraks Boraks adalah garam dari asam borat yang mudah larut dalam air. Dalam kehidupan sehari-hari, boraks dapat ditemukan dalam garam bleng atau pijer. c. Isolasi Boraks Isolasi boraks adalah pemisahan boraks dari senyawa lain. Dalam penelitian ini boraks diisolasi dengan cara pengabuan, dengan tujuan supaya boraks dapat terpisah dari senyawa organik yang menyertainya. d. Identifikasi Boraks Identifikasi boraks adalah uji kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya boraks dalam legendar dengan menggunakan uji nyala api, uji biru gliserol bromotimol, dan uji kertas kurkumin.

C. Bahan Penelitian Etanol 99,8% p.a (E.Merck), Sulfuric acid 95-98% p.a, biru bromotimol, aquadest, sampel legendar, disodium tetraborate decahydrate p.a, Rhizoma dari Curcuma longa, metanol p.a, asam klorida p.a, gliserin.

D. Alat Penelitian Tungku pengabuan Carbolite® tipe GSM/11/8, penangas air, timbangan listrik Scaltec SBC 22, cawan porselin, Perkin-Elmer Spektrofotometer UV-Vis Lambda 20, serta alat-alat gelas.

27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E. Tatacara Penelitian 1. Pengambilan sampel Penelitian ini menggunakan empat belas sampel legendar yang diambil dari empat belas produsen legendar yang ada di kota Magelang. 2. Pengarangan sampel Pengarangan sampel dilakukan dengan menggunakan cawan yang terbuat dari besi, ± 40 g sampel legendar dipanaskan hingga terbentuk arang yang berwarna hitam. 3. Pengabuan sampel Arang diletakkan dalam cawan porselin lalu dimasukkan dalam tungku pengabuan. Hidupkan dan atur alat, setelah mencapai suhu ± 6000C alat dimatikan. Setelah dingin, keluarkan cawan dari tungku pengabuan dengan menggunakan penjepit. 4. Preparasi pereaksi a. Biru bromotimol Larutkan 4 mg biru bromotimol dengan etanol 96% dalam labu takar 10 ml sampai tanda. b. Larutan kurkuma Maserasi 10 g rhizoma dari Curcuma longa, L yang telah dikeringkan dalam 60 ml etanol (90%) selama 1 minggu. c. Kertas kunyit (kertas turmeric) Celupkan kertas putih yang tidak mengkilat ke dalam larutan kurkuma, kemudian dikeringkan.

28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Pembuatan larutan boraks Larutkan 1 g boraks dalam 16 ml aquadest, encerkan dengan aquadest secukupnya hingga 25,0 ml. 5. Analisis kualitatif boraks dalam sampel a. Uji nyala api Abu dicampur dengan 1 ml asam sulfat P dan 1 ml etanol dalam sebuah cawan porselin, kemudian dinyalakan dengan api. Alkohol akan terbakar dengan nyala yang bagian tepinya berwarna hijau. Dengan cara yang sama dilakukan juga terhadap pembanding boraks. b. Uji biru gliserol bromotimol Larutkan sedikit abu ke dalam 2 ml aquadest. Jadikan larutan uji hampir netral terhadap biru bromotimol dengan menambahkan asam atau basa encer. Keadaan hampir netral dicapai ketika indikator biru bromotimol memberikan warna hijau pada larutan uji. Letakkan 1 ml larutan sampel dalam sebuah tabung uji kemudian tambahkan 5 tetes larutan gliserol, diperoleh warna kuning bila mengandung boraks. c. Uji Kertas kunyit Larutkan sedikit abu ke dalam 1 ml aquadest kemudian diasamkan dengan asam klorida encer. Celupkan sehelai kertas kunyit ke dalam larutan sampel, lalu dikeringkan dengan cara melilitkan kertas di sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang mengandung air, dan mendidihkan air itu selama 2-3 menit. Kertas yang semula berwarna kuning menjadi coklat kemerahan.

29

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Spektrofotometri Visibel 1. Penetapan operating time. Sebanyak 1,0 ml larutan boraks ditambah 10 ml larutan kurkumin dan dipanaskan pada suhu 550C–570C sampai kering, kemudian tambahkan etanol secukupnya sampai 25,0 ml. Serapan larutan segera diukur pada panjang gelombang 524 nm selama satu jam, operating time ditandai dengan serapan yang mulai stabil. 2. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum. Sebanyak 1,0 ml larutan boraks ditambah 10 ml larutan kurkumin dan dipanaskan pada suhu 550C– 570C sampai kering, kemudian tambahkan etanol secukupnya sampai 25,0 ml. Larutan diukur serapannya setelah mencapai operating time pada panjang gelombang 500–600 nm. Panjang gelombang maksimal adalah panjang gelombang dimana terdapat serapan yang terbesar. 3. Penetapan serapan sampel. Kurang lebih 100 g sampel ditambahkan 300 ml aquadest panas, kemudian dihaluskan. Ditambahkan 20 ml asam klorida 4 N dan dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit sambil diaduk, kemudian disaring, sisa penyaringan dibilas dengan 100 ml aquadest panas. Filtrat yang diperoleh dicukupkan dengan volumenya sampai 250 ml dalam labu ukur. Dipipet sebanyak 50 ml ditambah 75 ml metanol kemudian didestilasi pada suhu 850C– 900C selama 110 menit dan destilat ditampung dengan 10 ml gliserin 3%. Destilat yang diperoleh dipanaskan pada pelat pemanas sampai kering. Panaskan pada tungku pengabuan (furnace) 6000C, kemudian dinginkan. Ditambahkan 10 ml larutan kurkumin dan panaskan pada suhu 550C–570C sampai kering, kemudian

30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tambahkan etanol sampai 25,0 ml. Larutan diukur serapannya setelah operating time dan pada panjang gelombang serapan maksimal. 6. Analisis hasil uji boraks Analisis hasil uji boraks secara kualitatif dilakukan dengan melihat sampel yang positif mengandung boraks. Sampel positif mengandung boraks jika pada pada uji nyala api terbentuk warna hijau pada bagian tepinya; pada uji biru gliserol bromotimol setelah ditambahkan gliserol larutan akan berwarna kuning; dan pada uji kertas kunyit, kertas akan menjadi berwarna coklat kemerahan. Analisis secara spektrofotometri dilakukan dengan melihat nilai serapan masingmasing sampel.

31

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara tidak acak atau non random. Sampel diperoleh dari penjual legendar yang juga merupakan pembuat legendar yang ada di pasar di kota Magelang. Sampel legendar diambil dari semua penjual yang berada di pasar Rejowinangun, pasar Tarumanegara, pasar Kebonpolo, pasar Gotong Royong, dan pasar Cacaban. Dengan cara ini diharapkan

hasil

pengujian

yang

diperoleh

benar-benar

mencerminkan

karakteristik legendar yang ada di kota Magelang, bukan dari daerah lain.

B. Proses Pengarangan Sampel Dalam pembuatan legendar, boraks yang terkandung dalam garam bleng yang dilarutkan dalam air akan membebaskan natrium dan ion tetraborat dimana ion tetraborat akan bereaksi dengan air membentuk asam ortoborat. Reaksi pembentukannya sebagai berikut:

Na2B4O7 + 3 H2O

2 NaBO2 + 2 H3BO3 (aq) 2 NaOH (aq) + 2 H3BO3 (aq)

2 NaBO2 (aq) + 4 H2O

(1) (2)

Sebelum sampel dimasukkan ke dalam tungku pengabuan untuk diabukan, maka sampel harus diarangkan terlebih dahulu. Proses pengarangan ini bertujuan untuk menghilangkan sebagian senyawa organik pada sampel yang sisanya akan dihilangkan lagi pada saat proses pengabuan.

32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sampel

legendar

yang

mengandung

asam

ortoborat

kemudian

diarangkan di atas pelat pemanas pada suhu 1000C hingga diperoleh arang hitam yang mengandung asam metaborat.

H3BO3

1000C

HBO2 +

H2O

(3)

C. Proses Pengabuan Sampel Arang yang terbentuk pada proses pengarangan kemudian diabukan dalam tungku pengabuan pada suhu 6000C selama beberapa menit hingga diperoleh warna putih keabuan. Pada proses ini, digunakan suhu dibawah 7420C karena pada suhu 742 0C boraks dalam bentuk anhidrat akan melebur. Proses pengabuan ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa senyawa organik yang masih tersisa selama proses pengarangan. Arang yang mengandung asam metaborat jika dipanaskan akan menjadi asam tetraborat (H2B4O7). Dengan B

adanya panas yang kuat maka asam tetraborat akan berubah menjadi boron trioksida, menurut reaksi: 4 HBO2

1600C

H 2B 4O 7

H2B4O7

+

H 2O

2 B 2 O 3 + H 2O

(4) (5)

D. Analisis Kualitatif Boraks Dalam Sampel Analisis kualitatif boraks yang dilakukan terhadap sampel legendar meliputi tiga uji reaksi, yaitu uji nyala api, uji biru gliserol bromotimol, dan uji kertas kunyit (turmerik). Selain itu juga dilakukan secara spektrofotometri visibel

33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang berfungsi sebagai uji penegasan bahwa di dalam legendar mengandung boraks atau tidak. 1. Uji nyala api Uji nyala api ini dilakukan terhadap pembanding boraks dan sampel dengan cara yang sama. Dalam uji ini, sedikit boraks ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat dan 1 ml etanol dalam cawan porselen kemudian alkohol ini dinyalakan dengan api, akan diperoleh hasil bahwa adanya etil borat ditunjukkan dengan munculnya warna hijau di tepi cawan porselen yang digunakan sebagai tempat pengujian. Sampel abu yang mengandung boron trioksida (B2O3) bila ditambah dengan asam sulfat pekat, akan dihasilkan asam ortoborat (H3BO3). Asam ortoborat yang terbentuk akan bereaksi dengan etanol membentuk ester etil borat [B(OC2H5)3] yang bersifat mudah menguap. Etil borat merupakan ester yang beracun sehingga untuk melakukan uji ini harus dalam tempat yang sesuai yaitu di dalam almari asam. Asam sulfat dalam uji ini berfungsi sebagai penggeser kesetimbangan ke arah kanan. Reaksi pembentukan etil borat sebagai berikut: B2O3 + H2SO4 +

H3CH2COH H3CH2COH

2 H3BO3 + SO42- + 2 H+

4 H 2O

H3CH2CO

HO +

HO

(6)

3 H2O + H3CH2CO

B

H3CH2CO HO H3CH2COH etil borat asam ortoborat etanol Gambar 3. Reaksi pembentukan etil borat (Alexeyev, 1967)

34

B

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sampel dikatakan mengandung boraks jika menghasilkan nyala api yang pada bagian tepinya berwarna hijau. Warna hijau yang terbentuk dari nyala api sama dengan warna hijau yang terbentuk pada pembanding boraks. Jika warna tersebut sama dengan warna pada pembanding boraks maka dapat dikatakan sampel mengandung boraks. Hasil uji nyala api terhadap 14 sampel uji, dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel I. Hasil uji nyala api

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kode sampel PK-1 PK-2 PK-3 PT-1 PT-2 PT-3 PT-4 PR-1 PR-2 PG-1 PG-2 PG-3 PC-1 PC-2

Hasil Pembanding

Sampel

+ + + + + + + + + + + + + +

+ + – + + + + – – + + + – +

Keterangan: + : terbentuk nyala api warna hijau – : tidak terbentuk nyala api warna hijau

Dari hasil uji nyala api seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1, sebanyak 10 sampel atau 71,43% diindikasikan mengandung boraks.

35

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengandung boraks

28,57%

71,43%

tidak mengandung boraks

Gambar 4. Diagram hasil uji nyala api Pengujian sampel dengan uji nyala api akan terganggu jika di dalam sampel terdapat logam tembaga atau barium. Kedua logam ini akan memberikan pewarnaan hijau pada uji nyala api. Berbeda dengan senyawa organik, logam tembaga dan barium tidak hilang dalam proses pengabuan sampel. Hal ini dikarenakan titik lebur logam tembaga dan barium sangat tinggi. Tembaga mulai melebur pada suhu 1083,4 0C, sedangkan barium melebur pada suhu 725 0C. Logam tembaga dan barium akan teroksidasi di dalam daerah pengoksidasi pada nyala etanol, menghasilkan warna hijau. Hal ini membuat sulit untuk mengatakan bahwa warna hijau dari uji nyala api tersebut dihasilkan oleh etil borat, tembaga, atau barium. Untuk mengetahui bahwa warna hijau yang dihasilkan tersebut bukan berasal dari tembaga ataupun barium, maka dapat dilakukan uji etil borat terhadap borat. Menurut Vogel (1979), uji ini dapat dilakukan dengan cara campuran borat, asam sulfat pekat, dan etanol ditaruh dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan sebuah jet (tabung berujung halus untuk memancarkan fluida) dari kaca, dan atasnya dipasang tabung kaca lebar yang bertindak sebagai suatu ‘cerobong’. Campuran dipanaskan perlahan-lahan, dan uap dinyalakan pada puncak tabung kaca yang lebar. Nyala hijau memastikan adanya suatu borat. Karena keterbatasan

36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penelitian, uji ini tidak dilakukan. Sehingga untuk benar-benar mengetahui bahwa nyala hijau yang dihasilkan berasal dari borat dapat dilakukan uji reaksi warna

2. Uji biru gliserol bromotimol Uji biru gliserol bromotimol ini menggunakan indikator biru bromotimol. Indikator biru bromotimol ini memiliki rentangan pH dari 6,1 sampai 7,6 yang ditunjukkan dengan perubahan warna dari kuning sampai biru. Indikator berwarna kuning menunjukkan bahwa larutan bersifat asam dengan pH sekitar 6,1, sedangkan untuk kondisi basa ditunjukkan dengan warna biru, dengan pH sekitar 7,1. Asam borat merupakan asam yang sangat lemah. Dengan penambahan senyawa polihidroksi organik dalam uji biru gliserol bromotimol ini asam borat akan mengalami peningkatan keasaman. Untuk mengetahui peningkatan keasaman dari larutan uji pada uji biru gliserol bromotimol, larutan sampel dibuat menjadi kondisi yang hampir netral. Keadaan hampir netral larutan tersebut ditunjukkan oleh indikator biru bromotimol dengan warna hijau yang diperoleh dengan menambahkan asam atau basa encer. Setelah ditambahkan gliserol maka larutan mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kuning. Hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks asam borat gliserol yang dapat meningkatkan keasaman dari larutan uji. Sampel abu yang mengandung boron trioksida (B2O3) bila ditambah dengan asam sulfat, akan dihasilkan asam ortoborat (H3BO3). Asam ortoborat dalam kondisi hampir netral yang terbentuk akan bereaksi dengan gliserol

37

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membentuk kompleks asam borat gliserol yang berwarna kuning. Reaksi yang terjadi: B2O3 + H2SO4 +

CH2OH CH2OH gliserol

HO +

2 CHOH

HO

2 H3BO3 + SO42- + 2 H+

4 H2O

B

HO asam ortoborat

H2C

OH

HC

O

HO

(7)

CH2 + + H 3O

O CH

+ 2 H2O

B H2C O O CH2 gliseroboric acid

Gambar 5. Reaksi pembentukan kompleks asam borat gliserol (Soine dan Wilson, 1957) Sampel dikatakan mengandung boraks jika terbentuk warna kuning. Warna kuning yang dihasilkan pada larutan sampel sama dengan warna kuning dari pembanding boraks. Jika warna yang dihasilkan tersebut berbeda maka sampel diindikasikan tidak mengandung boraks. Hasil uji biru gliserol bromotimol terhadap 14 sampel dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel II. Hasil uji biru gliserol bromotimol

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kode sampel PK-1 PK-2 PK-3 PT-1 PT-2 PT-3 PT-4 PR-1 PR-2 PG-1 PG-2 PG-3 PC-1 PC-2

Hasil Pembanding

Sampel

+ + + + + + + + + + + + + +

+ + – + + + + + + + + + + +

38

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Keterangan:

+ : larutan warna kuning, mengandung boraks – : tidak berwarna kuning, tidak mengandung boraks

Dari hasil uji biru gliserol bromotimol seperti yang ditunjukkan dalam tabel hasil uji biru gliserol bromotimol, sebanyak 13 sampel atau 92,86% mengindikasikan mengandung boraks.

mengandung boraks

7,14%

92,86%

tidak mengandung boraks

Gambar 6. Diagram hasil uji biru gliserol bromotimol

3. Uji kertas kunyit Kertas kunyit dibuat dengan cara mencelupkan sehelai kertas yang tidak mengkilat kedalam larutan kurkuma. Kertas kunyit yang mengandung kurkumin atau turmeric yellow adalah bahan yang biasa digunakan untuk mendeteksi boron dan merupakan bahan pewarna yang berasal dari rhizoma Curcuma longa, L. Dalam suasana basa turmeric yellow akan memberikan warna merah kecoklatan sedangkan jika dalam suasana asam akan memberikan warna kuning menyala. Untuk melakukan uji ini, larutan sampel diasamkan dengan asam klorida encer kemudian kertas kunyit dicelupkan dalam larutan sampel tersebut. Kertas dikeringkan dengan cara melilitkannya di sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang mengandung air dan mendidihkan air itu selama 2 sampai 3

39

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menit. Kertas kunyit yang semula berwarna kuning akan berubah menjadi coklat kemerahan. Asam borat dalam bentuk bebas akan memberikan suatu senyawa yang berwarna merah ketika diuapkan dengan larutan kurkumin. Asam borat akan merubah warna kuning dari kurkumin menjadi coklat kemerahan. Warna coklat kemerahan ini merupakan warna dari kompleks boro-kurkumin. Dengan adanya basa maka warna coklat kemerahan akan berubah menjadi hitam-kebiruan atau hitam-kehijauan. Zat yang dapat mengganggu uji ini antara lain molibdenum, titanium, niobium, dan besi, namun zat-zat tersebut setelah penambahan basa tidak akan merubah warna coklat kemerahan menjadi biru atau hijau kehitaman. Kompleks boro-kurkumin dapat digambarkan sebagai berikut: B2O3 + O C H-C H-C

H3CO

HO

HCl

+

3 H2O

O

O

C CH2 C-H C-H

OH

C H-C H-C

OCH3

H3CO

HO

H+

2 H3BO3 + OH C C-H C-H C-H

OH

H3CO

H H

HO

C

+ BO3H3

OCH3

Cl-

+

C C

(8)

O

C-H HO H3CO

B(OH)2

C C C O H H

kompleks boro-kurkumin

kurkumin

Gambar 7. Reaksi pembentukan kompleks boro-kurkumin (Mujamil, 1997) Sampel mengandung boraks jika kertas kunyit yang diperlakukan terhadap sampel berwarna coklat kemerahan dan warna ini sama dengan warna kertas kunyit yang diperlakukan terhadap pembanding boraks.

40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel III. Hasil uji kertas kunyit

No

Kode sampel PK-1 PK-2 PK-3 PT-1 PT-2 PT-3 PT-4 PR-1 PR-2 PG-1 PG-2 PG-3 PC-1 PC-2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Keterangan:

Hasil Pembanding

Sampel

+ + + + + + + + + + + + + +

+ + + + + + + + + + + + + +

+ : kertas berwarna coklat kemerahan – : kertas tidak berwarna coklat kemerahan

Dari hasil uji kertas kunyit seperti yang dicantumkan dalam tabel III, semua sampel atau sebesar 100% diindikasikan mengandung boraks.

0%

mengandung boraks tidak mengandung boraks

100%

Gambar 8. Diagram hasil uji kertas kunyit

4. Spektrofotometri 1. Penentuan operating time. Penentuan operating time untuk mengetahui pada jangka waktu keberapa suatu larutan dapat memberikan serapan yang stabil.

41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Serapan yang stabil ini menunjukkan bahwa reaksi pembentukan warna antara asam borat dengan kurkumin telah sempurna sehingga serapan yang terbaca pada panjang gelombang maksimal adalah serapan semua asam borat yang telah bereaksi dengan kurkumin membentuk senyawa kompleks boro-kurkumin yang berwarna merah rosocyanin. Pada percobaan ini penentuan operating time dilakukan pada panjang gelombang 524,0 nm selama 1 jam. Hasil pengukuran dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 9. Spektrogram Operating Time menggunakan spetrofotometer UV-Vis Gambar 9 menunjukkan bahwa serapan senyawa kompleks berwarna merah rosocyanin mengalami kenaikan pada menit ke 25 kemudian menjadi stabil hingga menit ke 60. Hal ini berarti bahwa pengukuran serapan dari larutan dapat dilakukan sejak larutan stabil yaitu mulai menit ke 25. 2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang di mana suatu larutan mempunyai serapan

42

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang maksimal. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui besarnya pergeseran panjang gelombang yang disebabkan oleh perbedaan alat, bahan, dan kondisi penelitian. Pada penelitian ini panjang gelombang maksimum diukur setelah menit ke 25 yang merupakan hasil penetapan operating time dengan rentang panjang gelombang 500 nm sampai 600 nm, dimana panjang gelombang maksimum yang digunakan sebagai acuan yaitu 524 nm masih berada dalam rentang tersebut. Adapun hasil pengukuran panjang gelombang maksimal adalah sebagai berikut:

Gambar 10. Spektrum panjang gelombang serapan maksimum kompleks borokurkumin menggunakan spektrofotometer UV-Vis Dari gambar 10 dapat diketahui bahwa panjang gelombang dimana terjadi serapan yang maksimal adalah pada panjang gelombang 523,7 nm. Menurut Farmakope Indonesia IV, panjang gelombang yang diperbolehkan adalah berada dalam batas 2 nm dari panjang gelombang teoritis. Panjang gelombang hasil penelitian bergeser sebesar 0,3 nm dari panjang gelombang acuan (524 nm).

43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Perbedaan antara panjang gelombang acuan dan panjang gelombang hasil penelitian telah memenuhi persyaratan sehingga panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari hasil penelitian dapat digunakan selama penelitian. 3. Penentuan serapan sampel. Pengukuran nilai serapan dari sampel digunakan untuk mengetahui apakah sampel mengandung boraks atau tidak mengandung boraks. Dari sampel yang diteliti ternyata semua sampel mengandung boraks. Hal ini dapat dilihat sewaktu ditambahkan larutan kurkumin, larutan sampel menjadi berwarna merah dan setelah diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis sampel menghasilkan suatu nilai serapan. Pengukuran serapan dari sampel ini menggunakan panjang gelombang serapan maksimal yaitu 523,7 nm. Hasil pengukuran serapan sampel sebagai berikut: Tabel IV. Data pengukuran serapan sampel Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kode sampel PK-1 PK-2 PK-3 PT-1 PT-2 PT-3 PT-4 PR-1 PR-2 PG-1 PG-2 PG-3 PC-1 PC-2

Serapan sampel 0,218 0,302 0,467 0,414 0,696 0,683 0,578 0,528 0,472 0,419 0,548 0,504 0,552 0,804

Tabel IV menunjukkan bahwa semua sampel mempunyai nilai serapan yang berbeda-beda. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa semua sampel

44

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengandung boraks. Nilai serapan dari masing-masing sampel yang berbeda disebabkan karena kandungan boraks dalam tiap-tiap sampel berbeda. Dari setiap sampel jika dilihat dari spektrogramnya mempunyai model serapan yang sama dengan model spektrogram dari standar boraks, sehingga bisa dikatakan sampel mengandung boraks karena mempunyai model serapan yang sama dengan standar. Setiap sampel jika dilihat dari pola spektrogramnya mempunyai panjang gelombang maksimal yang berbeda-beda. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh adanya pengotor yang ikut terlarut dalam larutan sampel. Selain itu dapat juga disebabkan karena adanya perbedaan waktu pada saat mengukur serapan sampel.

E. Analisis Hasil Dari keempat uji analisis boraks yang dilakukan pada 14 sampel legendar diperoleh

sejumlah sampel yang diindikasikan positif mengandung

boraks dengan persentase yaitu sebagai berikut : 1. Uji nyala api : 71,43% 2. Uji biru gliserol bromotimol: 92,86% 3. Uji kertas kunyit: 100% 4. Spektrofotometri visibel: 100% Perbedaan prosentase dari masing-masing uji disebabkan karena sensitifitas dari masing-masing reagen yang digunakan terhadap sampel. Dari keempat uji yang dilakukan, pada uji kertas kunyit dan spektrofotometri mempunyai sensitifitas yang tinggi karena semua sampel diindikasikan mengandung boraks.

45

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Legendar yang beredar di pasar di kota Magelang masih mengandung boraks. Hasil penelitian ini dapat merupakan indikasi bahwa pelarangan boraks untuk ditambahkan dalam makanan belum memasyarakat secara luas.

B. Saran 1. Pemerintah perlu mengadakan penyuluhan yang lebih intensif kepada produsen dan masyarakat bahwa penggunaan boraks yang ditambahkan dalam makanan dapat membahayakan kesehatan. Selain itu pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi terhadap bahan pengganti boraks kepada masyarakat secara luas. 2. Perlunya meningkatkan kesadaran diri dari masyarakat bahwa mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan tubuh.

46

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Alexeyev, V.N., 1967, Qualitative Analysis, translated from the Russian by E.B.Uvarov, 440, Mir Publishers, Moscow. Anonim, 1976, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 329/Men.Kes/Per/XII/76 tentang Prosedur dan Peredaran Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 699, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1989a, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1989b, The Merck Index, Eleventh Edition, 9477, Merck & co. INC., Rahway. N.J., U.S.A. Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 921, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1996a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1996b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 472/Men.Kes/Per/V/1996 Tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1996c, Bulletin Direktorat Jendral POM, Vol. 18 No. 2, ISSN 02161109, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1999a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1999b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1168/Men.Kes/Per/X/1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/Men.Kes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Anonim, 2003, Boraks. Informasi Pengamanan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat Dan Makanan, Samarinda. Anonim, 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, komunikasi pribadi dengan penulis, 25 Oktober 2005. Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Wotton, M., 1986, Ilmu Pangan, diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono, 167-177, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta. Christian, G.D., 2003, Analytical Chemistry, Sixth Edition, 54-59, John Wiley & Sons, INC, United States of America. Cotton, F.A.I. dan Wilkinson, G., 1989, Kimia Anorganik Dasar, diterjemahkan oleh Saharti Suharto, 132-135; 270, Indonesia University Press, Jakarta. Daintith, John., 1997, Kamus Lengkap Kimia, 50; 64-66, Penerbit Erlangga, Jakarta. Feigl, F., 1958, Spot Tests in Inorganic Analysis, 399, Elsevier Publishing Company, London. Food and Drug Administration, 2006 b, Human Health and Ecological Risk Assessment for Borax, http://www.fs.fed.us/foresthealth/pesticide/risk_assessments/022406_bor ax.pdf. Diakses pada 19 September 2006. Glenn, K.F.E. and Jenkins, L.L.D., 1967, Quantitative Pharmaceutical Chemistry, Sixth Ed., 225-330, Mc Graw-hill book Company, New York. Goldfrank, L.R., Flomenbaum N.E., Lewin, N.A., Weisman, R.S., 1986, Toxicologic Emergencies, Appleton Century Crofts, New York, United States of America. Indriasari, L., 2006, Badan Pengawas Obat dan Makanan tengah gencar menindak penyalahgunaan boraks dan formalin sebagai pengawet makanan, http://www.kompas.com/kesehatan/news/0601/15/113636.htm. Diakses pada 11 Juni 2006. Khopkhar, S.M., 1990, Principles of Biochemistry, alih bahasa Thenawidjaja, M., 137-142, UI Press, Jakarta.

48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Moertjipto, 1993, Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya serta Cara Penyajiannya pada Orang Jawa-Daerah Istimewa Yogyakarta, 307-308, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mujamil, J., 1997, Deteksi dan Evaluasi Keberadaan Boraks pada Beberapa Jenis Makanan di Kotamadya Palembang, Cermin Dunia Kedokteran, 120, 1721, Jakarta. Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-11, 26-33, Airlangga University Press, Surabaya. Olson, K.R., 1994, Poisoning and Drug Overdose, 2nd ed., 106-107, Prentice-Hall International, United States of America. Price, 1972, Analytical Atomic Absorption Spectrometry, 85, Heyden & Son Ltd, New York. Renawati, 1989, Komposisi Kimia Bleng, Akademi Analisis Bogor . Rieman, W., Neuss, J.D., and Barnet, N., 1942, Quantitative Analysis, 2nd ed, 297, Mc. GrawHill Book Company Inc, New York. Rooth, H,J., Baschke, G., 1994, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh Sardjono Kirman, Slamet Ibrahim, 359-361, 373, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Sakidja M.S., 1998, Kimia Pangan, 463-469, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Schenk and Ebbing, 1985, Qualitative Analysis and Ionic Equilibrium, 186, Houghton Mifflin Company, Boston, U.S.A. Silverstein, R.E., G.C. Bassler and T.C. Murril, 1986, Spectrometric Identification of Organic Compounds, third edition, 234, John Wiley and Sons, Inc., New York. Soine, T.O., and Wilson, C.O., 1957, Roger’s Inorganic Pharmaceutical Chemistry, Sixth Edition, 121-123; 214-217, Lea & Febiger, Philadelphia. Sugiyarto, K.H., 2001, Dasar-Dasar Kimia Anorganik non Logam, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tarumingkeng, R.C., Cofo, Z. dan Purwantara, B., 2002, Bahan Tambahan Makanan, Fungsi dan Penggunaannya Dalam Makanan, Medikasari, 702, IPN F2610206. Utomo, H., 1995, Usaha Penyuluhan Penyalahgunaan Boraks Dalam Makanan Bakso dan Pengupayaan Bahan Pengganti yang Tidak Mengganggu Kesehatan, http://digilib.brawijaya.ac.id/virtual_library/mlg_warintek/Pdf%20Mater ial/Bulletin/1995/MA%20Des-031995/usaha%20penyalah%20gunaan%20boraks.pdf. Diakses 10 Maret 2005 Vogel, A.I., 1978, A Textbook of Quantitative Inorganic Analysis, Fourth Edition, 728, The English Language Book Society, Richard Clay Ltd., Bungay. Vogel, A.I., 1979, A Text-Book of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis, diterjemahkan oleh Setiono, L., dan Hadyana, A., Edisi 5, 343346, PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta. Winarno, F.G., dan Rahayu, I.S., 1994, Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan, cet I, 104-111, Sinar Pustaka Harapan, Jakarta. Wijaya, C.H., 2000, Bahan Tambahan Pangan, Betulkah Berbahaya?, http://www.sedap-sekejap.com/artikel/2000/edisi5/files/tekno.htm. Diakses pada 25 Oktober 2005.

50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 1. Daftar Tempat Pengambilan Sampel

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kode sampel PK-1 PK-2 PK-3 PT-1 PT-2 PT-3 PT-4 PR-1 PR-2 PG-1 PG-2 PG-3 PC-1 PC-2

Lokasi pengambilan Pasar Kebonpolo Pasar Kebonpolo Pasar Kebonpolo Pasar Tarumanegara Pasar Tarumanegara Pasar Tarumanegara Pasar Tarumanegara Pasar Rejowinangun Pasar Rejowinangun Pasar Gotong Royong Pasar Gotong Royong Pasar Gotong Royong Pasar Cacaban Pasar Cacaban

51

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 2. Peraturan Perundang-Undangan

1. Undang-Undang RI Nomor: 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Undang-Undang RI Nomor 23 tanggal 17 September 1992 tentang kesehatan yang berhubungan dengan penelitian ini adalah pada Bagian keemmpat tentang pengamanan makanan dan minuman yaitu pasal 21 ayat (1) dan (3) yang menyatakan: (1)

(3)

Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan/ atau persyaratan kesehatan. Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan /atau persyaratan kesehatan dan /atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan dalam pasal 80 ayat (4) pada butir a menyatakan bahwa : a.

mengedarkan makanan dan /atau minuman yang tidak memenuhi standar dan /atau persyaratan dan /atau membahayakan kesehatan sebagai mana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak tiga ratus juta rupiah (Anonim, 1992).

2. Undang-Undang RI Nomor: 7 Tahun 1996 tentang Pangan Dalam peraturan ini, pasal 10 ayat (1) dan (2) mencantumkan pengaturan tentang bahan tambahan makanan sebagai berikut : (1)

Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.

(2)

Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tanmbahan pangan dalam kegiatan

52

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Sanksi yang berlaku bila terjadi pelanggaran terhadap peraturan diatas diatur menurut pasal 55 ayat b tentang ketentuan pidana : b.

Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tanbahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah). Untuk produsen makanan dan minuman seperti industri rumah tangga, penjelasan pasal 21 ayat 3 mencantumkan bahwa : Makanan dan minuman, yang diproduksi oleh masyarakat seperti industri rumah tangga, pengrajin makanan dan minuman, belum dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini. Pemerintah mengharuskan produsen untuk menarik dari peredaran, makanan dan minuman yang dilarang serta mengawasi pelaksanaannya (Anonim, 1996a). 3. Undang-Undang RI Nomor: 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Di dalam pasal 4 undang-undang ini, disebutkan beberapa hak konsumen yang harus dihormati oleh pelaku usaha yaitu : a. b. c. d.

hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa; hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa; hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan;

53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

e. f. g. h. i.

hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya

Menurut pasal 8 ayat (1)a, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut, dicantumkan dalam pasal 62 ayat (1): pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat (2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan pasal 18 dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak dua miliar rupiah (Anonim, 1999a). 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor: 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan Pada peraturan ini dalam bagian kedua mengenai bahan tambahan pangan pasal 11 ayat (1) dan pasal 12 ayat (1) mencantumkan : Pasal 11 ayat (1): (1). Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang. Pasal 12 ayat (1): (1). Setiap orang yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan tambahan pangan untuk diedarkan wajib menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

54

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 329/Men.Kes/Per/XII/76 tentang prosedur dan peredaran makanan Pada pasal 21 peraturan ini melarang usaha memproduksi, mengimpor atau mengedarkan makanan yang: a. bangar atau berbau busuk, menjijikkan, kotor, tercemar, busuk atau terurai; b. mengandung bahan nabati atau hewani berpenyakit; c. mengandung atau padanya terdapat bagian atau kotoran serangga atau binatang pengerat yang melampaui batas; d. mengandung atau padanya terdapat sisa pestisida atau senyawa lain pemberantas hama dan penyakit yang melampaui batas; e. mengandung atau padanya terdapat zat kimia beracun, logam atau mataloida, atau bahan tambahan yang melampaui batas; f. yang padanya terdapat jasad renik yang berbahaya atau yang melampaui batas; g. tidak cocok untuk konsumsi manusia; h. berbahaya atau dapat mengganggu kesehatan manusia (Anonim,1976). 6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 472/Men.Kes/Per/V/1996 tentang pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan Dalam pasal (1) peraturan ini mencantumkan: Bahan berbahaya didefinisikan sebagai zat, bahan kimia, dan biologi baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Boraks tercantum sebagai salah satu dari tiga ratus empat puluh delapan bahan berbahaya dalam lampiran I peraturan ini karena boraks bersifat racun dan karsinogenik (Anonim, 1996b). 7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1168/Men.Kes/Per/X/1999 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik

55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Indonesia Nomor: 722/Men.Kes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan Dalam lampiran kedua peraturan ini dicantumkan bahwa asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari sepuluh jenis bahan tambahan yang dilarang penggunaannya dalam makanan (Anonim, 1999b). Bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan : 1.

Asam borat dan senyawanya

2.

Asam salisilat dan garamnya

3.

Dietilpirokarbonat (DEPC)

4.

Dulsin

5.

Kalium klorat

6.

Kloramfenikol

7.

Minyak nabati yang dibrominasi

8.

Nitrofurazon

9.

Formalin

10. Kalium bromat

56

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 3. Spektrum Serapan Operating Time

57

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 4. Spektrum Panjang Gelombang Serapan Maksimal Kompleks Boro-Kurkumin

58

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 5. Spektrum Serapan Sampel pada Panjang Gelombang Sinar Tampak

Gambar 1. Spetrum serapan sampel PK–1

Gambar 2. Spektrum serapan sampel PK–2

59

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 3. Spektrum serapan sampel PK–3

Gambar 4. Spektrum serapan sampel PT–1

60

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 5. Spektrum serapan sampel PT–2

Gambar 6. Spektrum serapan sampel PT–3

61

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 7. Spektrum serapan sampel PT–4

Gambar 8. Spektrum serapan sampel PR–1

62

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 9. Spektrum serapan sampel PR–2

Gambar 10. Spektrum serapan sampel PG–1

63

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ganbar 11. Spektrum serapan sampel PG–2

Gambar 12. Spektrum serapan sampel PG–3

64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 13. Spektrum serapan sampel PC–1

Gambar 14. Spektrum serapan sampel PC–2

65

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul ANALISIS BORAKS DALAM LEGENDAR

YANG

BEREDAR

DI

KOTA

MAGELANG bernama Eulalia Puji Febri Kurniawati, merupakan anak dari pasangan V. Slamet Riyadi dan F. Maryati. Lahir pada tanggal 17 Februari 1983. Pada tahun 1987 memulai pendidikan di TK Kanisius Pendowo. Pada tahun 1989 penulis melanjutkan ke SDK Pendowo dan pada tahun 1993 di SDK Santa Maria Magelang. Kemudian pada tahun 1995 melanjutkan di SMP Negeri 2 Magelang dan pada tahun 1998 di SMU Negeri 1 Magelang. Pada tahun 2001 menempuh Strata-1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma penulis pernah menjadi Petugas Perpustakaan Paro Waktu (P3W) Perpustakaan Paingan.

66